Anda di halaman 1dari 19

ALIRAN-ALIRAN DALAM KONSEP KETUHANAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah Filsafat Agama

Dosen pengampu : Dr. Ahmad Saepudin, S.Ud., M.Ud

Disusun oleh :

Kelompok V IAT – 4A

Ahmad Rizki S 1181030014


Dede Suryani 1181030036
Egie Aulia R 1181030044
Nurul Nabila Binti Sulaiman 1181030135
Syahmina Kamilah binti Daud 1181030168

PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam atas berkah dan inayah-
Nya kepada kita semua sehingga masih bisa menikmati kehidupan ini, termasuk
kami yang baru saja menyelesaikan makalah “Aliran-Aliran dalam Konsep
Ketuhanan” ini dengan tepat waktu.

Shalawat serta salam kami sampaikan kepada panutan alam yakni, Nabi
Muhammad Saw. yang mewariskan pedoman hidup kepada umatnya, yakni Al-
Quran dan Sunnah. Berkat perjuangan beliau lah kita bisa menikmati iman kepada
Allah Swt.

Makalah ini dibuat sebagai tugas terstruktur mata kuliah Filsafat Agama
pada prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin. Penulis ucapkan
terimakasih kepada bapak Dr. Ahmad Saepudin, S.Ud., M.Ud selaku dosen
pengampu mata kuliah ini, serta kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penulisan makalah ini.

Selaku penyusun, kami sadar dalam penyusunan makalah ini pasti terdapat
kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca agar penulis bisa memperbaikinya.

Bandung, 01 Mei 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Batasan Masalah........................................................................................1
1.3. Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.4. Tujuan........................................................................................................2
1.5. Metode Penulisan......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
A. TEISME........................................................................................................3
B. DEISME........................................................................................................6
C. PANTEISME................................................................................................9
D. PANENTEISME.........................................................................................11
BAB III PENUTUP.............................................................................................15
A. KESIMPULAN...........................................................................................15
B. SARAN.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Beragama merupakan kecenderungan manusia sebagai makhluk yang


diciptakan Allah dalam bentuk sempurna dibekali akal sebagai alat untuk
mencapai hakikat. Dalam teologi Islam dijelaskan bahwa banyak orang yang
merasa skeptis pada ajarannya. Mereka khawatir akan konsep ketuhanan
sebagaimana nalar akal untuk memuaskan dan menjawab segala kebingungan
tentang hubungan Tuhan dengan Manusia dan Alam.

Aliran mengenai konsep ketuhanan berbeda dengan perkembangan


konsep kepercayaan kepada Tuhan. Perkembangan konsep ketuhanan lebih
menekankan aspek sejarah dan perubahan yang terjadi dari satu fase ke fase
berikutnya sedangkan dalam aliran tentang konsep ketuhanan dilihat dari
hubungan Tuhan dengan dunia dan makhluk-Nya.

Sehingga sejarah mencatat beberapa pandangan manusia tentang Tuhan


yaitu diantaranya: Teisme, Deisme, Panteisme dan Panenteisme. Semua aliran
ini sepakat tentang Tuhan sebagai pencipta namun mereka berbeda pendapat
tentang cara berada, aktivitas dan hubungan Tuhan dengan manusia. Aliran-
aliran ini juga disebut dengan pandangan dunia (world view) tentang Realitas
yang Tertinggi.

1.2. Batasan Masalah


Batasan masalah dalam kajian ini akan difokuskan pada Aliran-aliran
dalam Konsep Ketuhanan.

1.3. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan konsepsi aliran Teisme?
2. Apa yang dimaksud dengan konsepsi aliran Deisme?
3. Bagaimana deskripsi tentang aliran Panteisme?

1
4. Bagaimana deskripsi tentang aliran Panenteisme?

1.4. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui konsepsi ketuhanan dari aliran Teisme.
2. Untuk mengetahui konsepsi ketuhanan dari aliran Deisme.
3. Untuk memahami tentang perkembangan konsepsi aliran Panteisme.
4. Untuk memahami tentang perkembangan konsepsi aliran Panenteisme.

1.5. Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan adalah studi pustaka, yakni metode
dengan cara menghimpun sejumlah referensi yang relavan untuk
mendapatkan landasan teori mengenai permasalahan serta untuk memperkuat
pembahasan permasalahan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEISME

Aliran Teisme berpendapat bahwa Tuhan berada di alam (imanen) namun


Tuhan juga jauh dari alam (transenden). Dalam aliran Teisme menegaskan
bahwa alam diciptakan oleh Tuhan yang Maha Sempurna, sehingga antara
Sang Pencipta dan makhluk sangat berbeda, namun setelah alam diciptakan,
Tuhan kekal dan tetap aktif dalam memelihara alam semesta. Aliran teisme
meyakini akan kebenaran mukjizat walaupun menyalahi hukum alam. Karena
menurut aliran Teisme, segala sesuatu itu terjadi karena kehendak Tuhan.1

Adapun Harun Nasution dalam bukunya Filsafat Agama menjelaskan


bahwa aliran teisme meyakini bahwa Tuhan itu adalah transenden, bahwa
Tuhan walaupun berada jauh di alam (transenden) namun juga dekat dengan
alam (imanen). Tuhan adalah sebab atas apa-apa yang terjadi di alam, dan
segalanya bergantung pada kehendak Tuhan. Tuhan merupakan dasar dari
segala sesuatu yang ada dan juga atas apa yang terjadi di alam. Maka alam ini
tidak akan ada dan berlangsung terus menerus tanpa Tuhan, karena Tuhanlah
yang Maha Pencipta juga Maha Memelihara.2

Dalam memahami aliran Teisme ini, dapat dilihat dari perbedaannya


mengenai kepercayaan tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam.
Penganut aliran Teisme berbeda pendapat mengenai materi alam, sebagian
besar mempercayai bahwa materi alam nyata sedangkan yang lain yakin
materi alam tidak nyata, bahwa itu hanya eksis dalam pikiran dan idea.
Sebagian besar yakin bahwa Tuhan tidak berubah, namun ada yang
terpengaruhi oleh paham panteisme, yaitu paham yang meyakini bahwa
Tuhan berada dalam segala sesuatu dan segala sesuatu adalah tuhan. Sehingga
mengatakan bahwa Tuhan itu telah berubah dalam beberapa hal. Sebagian

1
Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. ( Depok: PT RAJA
GRAFINDO, 2017), hlm. 81.
2
Harun Nasution. Filsafat Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 1979). Hlm. 42.

3
alira Teisme meyakini bahwa Tuhan menciptakan alam dan memeliharanya,
sementara sebagian yang lain yakin bahwa alam harus memiliki permulaan
yang berbeda. Perbedaan yang cukup menonjol dalam aliran Teisme ini
adalah antara agama Yahudi dan Islam di satu pihak dengan Kristen Ortodoks
di pihak yang lain. Dalam kepercayaan Yahudi dan Islam bahwa Tuhan itu
Maha Esa, sedangkan dalam Kristen Ortodoks meyakini konsep Trinitas,
bahwa Tuhan itu satu tapi dalam tiga pribadi yang berbeda.

Dalam aliran Teisme ini, ketiga agama samawi memiliki perbedaan,


diantaranya:

1. Konsep Teisme dalam Islam

Dalam agama Islam dasar dari keyakinannya adalah bahwa Tuhan itu
Maha Esa, sekaligus transenden dan juga imanen yang dijelaskan dalam
beberapa ayat Alquran. Dalam agama Islam pula kejelasan tentang Tuhan
adalah Esa, sekaligus transenden dan imanen terdiskripsi dalam beberapa
ayat Alquran, antara lain Qul Huwa Allah Ahad. Artinya “katakanlah
wahai Muhammad, Dia (Allah) adalah satu”. (QS. 112 : 1). Transendensi
Tuhan terdeskripsi dalam surat Al-A’raf ayat 54, yang artinya
“sesunggunya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas “Arsy”.
Imanensi Tuhan terdeskripsi dalam surat Qaf ayat 16, yang artinya, “dan
sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari pada
uratlehernya”. Adapun ayat yang sekaligus menunjukkan bahwa Tuhan
disamping transenden dan imanen adalah surat Yunus ayat 3, yang artinya,
“sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam kemudian
bersemayam di atas “Arsy” untuk mengatur semua urusan”.3

3
Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. ( Depok: PT RAJA
GRAFINDO, 2017), hlm. 82.

4
Salah seorang tokoh Muslim yang menjelaskan mengenai Teisme ini
yaitu Al-Ghazali. Menurutnya, Allah adalah zat yang Maha Esa dan yang
menciptakan alam serta senantiasa memeliharanya. Dalam penciptaan
alam, Allah menciptakannya dari sesuatu yang tidak ada yang kemudian
ada. Untuk itulah, menurut Al-Ghazali mukjizat adalah suatu peristiwa
yang wajar, karena Allah sangat mudah untuk mengubah suatu hukum
alam yang menurut manusia tidak bisa berubah.

2. Konsep Teisme dalam Kristen

Dalam agama Kristen, tokoh yang pertama mengutarakan mengenai


Teisme yaitu St. Agustinus. Yang mengutarakan bahwa Tuhan ada dengan
sendirinya, tidak diciptakan dan tidak berubah. Abadi, bersifat personal
dan Maha Sempurna. Tuhan adalah kekuatan personal yang memilik 3
pribadi yang berbeda-beda. Yaitu Tuhan Bapak, Anak, dan Roh Kudus.
Menurutnya Tuhan menciptakan alam, jauh dari alam, diluar dimensi
waktu, namun Tuhan mengendalikan setiap kejadian dalam alam. Dengan
demikian, menurut Agustinus mukjizat itu nyata dan setiap kejadian yang
ada adalah mutlak kehendak dari Tuhan.4

3. Konsep Teisme dalam Yahudi

Sedangkan dalam agama Yahudi, dijelaskan oleh filosof Yahudi yaitu


Ibn Maimun atau Maimonides bahwa Tuhan meliputi posisi yang penting,
tidak berjasad dan tidak berpotensi, dan tidak menyerupai makhluk. Dalam
hal ini, menurut Ibn Maimun, Tuhan itu adalah transenden karena Tuhan
mendengarkan doa makhluk dan memerhatikan nasib makhluk-Nya. Bukti
bahwa Tuhan memperhatikan makhluknya yaitu bahwa Tuhan
memberikan nikmat kepada makhluk bertingkat-tingkat sesuai dengan
kebutuhan hidup makhluk. Semakin penting sesuatu itu untuk kebutuhan
hidup, maka akan semakin mudah didapatkan dan diperolehnya.

4
Ibid,.. hlm. 84.

5
Begitupun kebalikannya, ketika sesuatu itu tidak dibutuhkan maka
semakin jarang dan susah untuk didapatkan.5

B. DEISME

Deisme adalah pandangan hidup atau ajaran yang mengakui adanya


Tuhan yang Esa sebagai pencipta alam semesta, tetapi tidak mengakui agama
karena ajarannya didasarkan atas keyakinannya pada akal dan kenyataan
hidup. Pandangan yang umum oleh para deisme adalah Tuhan menciptakan
alam semesta dan tidak campur tangan terhadap apa pun sejak itu. Sekilas ini
mirip dengan pandangan Ateis bahwa tidak ada tanda-tanda di mana Tuhan
mempengaruhi sedikit pun apa yang terjadi di dunia saat ini. Semua berjalan
sesuai hukum sebab akibat yang berlaku. Perbedaannya terletak pada Ateis
melihat bahwa keberadaan Tuhan pun tidak diperlukan untuk menjawab
bagaimana alam semesta ini bermula.6

Alam dalam paham DeIsme bagaikan jam. Setelah diciptakan, alam tidak
butuh lagi kepada Tuhan dan berjalan menurut mekanisme yang telah diatur
oleh Tuhan. Kerana alam berjalan sesuai dengan mekanisme tertentu yang
tidak berubah ubah,maka dalam diesme tidak terdapat paham mukjizat iaitu
kejadian yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu juga wahyu dan doa
dalam diesme tidak diperlukan lagi.Tuhan telah memberikan akal kepada
manusia, sehingga dia mampu mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk,
mana yang bener dan mana yng salah. Jadi, menurut deisme manusia akalnya
mampu mengurus kehidupan dunia.7

Ciri-ciri kelompok Deisme antara lain :

a. Tuhan transenden. Artinya Tuhan berada jauh di luar alam. Tuhan


menciptakan alam, namun setelah menciptakannya Ia tidak lagi

5
Ibid,.. hlm. 85.
6
httpsandabertanyaateismenjawab.wordpress.com20130811apa-itu-panteisme-apa-itu deisme.h
tml/diakses pada/01/05/2020/20:37.
7
Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. ( Depok: PT RAJA
GRAFINDO, 2017), hlm. 89.

6
memperhatikan dan mengintervensi alam. Alam berjalan sesuai dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan ketika proses penciptaan.
b. Tuhan diibaratkan sebagai tukang jam yang sangat ahli. Setelah jam itu
selesai maka tidak lagi membutuhkan si pembuatnya lagi. Jam itu berjalan
sesuai dengan mekanisme yang tersusun dengan rapi. Apabila alam ini
mengalami kerusakan, alam tidak membutuhkan Tuhan untuk
memperbaikinya karena alam sudah mempunyai mekanisme sendiri untuk
menjaga keseimbangan.
c. Tidak menerima mu’jizat, wahyu dan do’a. Karena alam ini berjalan
sesuai mekanisme tertentu yang tidak berubah-ubah dan mekanisme
tersebut dibuat bersamaan dengan penciptaan alam maka tidak menerima
mu’jizat yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu pula do’a dan
wahyu tidak lagi dibutuhkan karena semua yang terjadi di alam sudah
diatur.
d. Manusia cukup dengan akal dalam mengurus kehidupan. Dengan akal,
manusia bisa mengetahui yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang
salah.

Sebagian kaum Deisme yakin bahwa Tuhan tidak melakukan intervensi


terhadap alam lewat kekuatan supranatural. Ia Maha sempurna dan jauh dari
alam. Namun karena sebagian saja yang berpendapat demikian maka kaum
deisme bisa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok diantaranya:

1. Tuhan telah menciptakan alam dan memprogramkan perjalanannya


sehingga ia tidak lagi terlibat dalam pengaturan alam. Dia tidak
menghiraukan apa yang akan terjadi atau yang telah terjadi setelah
penciptaan tersebut.
2. Tuhan terlibat dengan kejadian-kejadian yang berlangsung di alam. Tetapi
bukan dalam ranah moral. Manusia memiliki kebebasan dalam berbuat.
3. Tuhan mengatur alam sekaligus memerhatikan perbuatan manusia.
Kelompok ini juga meyakini tidak adanya kehidupan setelah mati.

7
4. Tuhan mengatur alam dan mengharapkan manusia mematuhi hukum
moral yang berasal dari alam. Kelompok ini juga meyakini adanya
kehidupan setelah mati.8

Dari uraian diatas dapat kita lihat beberapa aspek positif yang terkandung
dalam kelompok Deisme diantaranya:

 Menonjolkan peranan akal dalam memahami masalah-masalah dalam


agama sehingga bisa mengkajinya secara lebih kritis. Dengan demikian
manusia terhindar dari taklid buta dan lebih mantap dalam beragama
karena ia beragama setelah melewati pemikiran panjang serta menemukan
dalil-dalil yang jelas dan kuat. Walaupun dalam hal ini ada beberapa
bagian dalam agama yang memang tidak bisa di lihat kebenarannya
secara akal saja melainkan dengan wahyu.
 Dengan akal manusia bisa membedakan antara yang benar dan yang
salah.

Kelemahan dan kritikan terhadap aliran Deisme antara lain :

 Disatu sisi Deisme menolak adanya mu’jizat namun disisi lain


menyatakan bahwa alam diciptakan Tuhan dari tidak ada menjadi ada.
Jika demikian berarti deisme tidak konsisten dalam pernyataannya karena
meragukan kekuasaan Tuhan untuk menjadikan sebuah mu’jizat setelah
sebelumnya meyakini akan kekuasaanNya.
 Tuhan menciptakan alam tentunya bertujuan demi kebaikan makhluknya
jadi mustahil apabila Tuhan membiarkan makhluknya

Deisme adalah suatu ajaran atau paham rasional yang percaya bahwa
Allah ada dandapat dilihat melalui kerumitan dan hukum-hukum alam. Akan
tetapi, Allah tidak turut sertadalam perkembangan alam dan kehidupan
manusia yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip alam yang dibuatnya.
Secara sederhana, Allah adalah pencipta alam pada taraf tingkat
kerumitannya, tetapi Allah hanya menanamkan prinsip-prinsip kerja dalam

8
Ibid,.. hlm. 90.

8
alam. Menurut faham Deisme Tuhan berada jauh di luar alam (transenden),
yaitu tidak berada dalam alam(immanen).Tuhan menciptakan alam dan
sesudah menciptakannya, Ia sudah tidak memperhatikannya lagi. Alam
berjalan dengan peraturan-peraturan yang sesempurna-sempurnanya. Dan
karena demikian, Tuhan tak perlu lagi mencampuri urusan alam, termasuk
juga urusan manusia.

C. PANTEISME

Panteisme terdiri atas tiga kata, yaitu pan, berarti seluruh, teo, berarti
Tuhan, dan isme, berarti paham. Jadi Pantheism atau Panteisme adalah
paham bahwa seluruhnya adalah Tuhan.9 Panteisme berpendapat bahwa
seluruh alam ini adalah Tuhan dan Tuhan adalah seluruh alam. Benda-benda
yang dapat ditangkap oleh panca indra adalah bagian dari Tuhan. Manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda mati adalah bagian dari Tuhan.
Tuhan dalan Panteisme adalah imanen dan ini sangat bertolak belakang
dengan Tuhan dalam Deisme.

Karena seluruh kosmos ini satu, maka Tuhan dalam Panteisme juga satu.
Hanya saja, Tuhan dalam Panteisme mempunyai penampakan-penampakan at
au cara berada Tuhan di alam. Tuhan dalam Panteisme disamping Esa juga M
aha Besar, dan tidak berubah. Alam indrawi yang kelihatan berubah adalah il
usi atau khayal belaka karena selalu berubah. Adapun wujud yang hakiki han
ya satu, yakni Tuhan.

Dalam Islam paham ini dikenal dengan nama wahdat al-wujud (kesatuan
wujud) yang dikemukakan oleh Ibn al-‘Arabi. Namun antara paham wahdat
al-wujud dan panteisme disamping memiliki persamaan keduanya juga
memiliki perbedaan. Dalam Panteisme alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah
alam, sedangkan dalam wahdat al-wujud alam bukan Tuhan, tetapi bagian
dari Tuhan. Karena itu dalam aliran wahdat al-wujud alam dan Tuhan tidak
identik, sedangkan dalam panteisme identik.10
9
Ibid,.. hlm. 93.
10
http://istiqlalart.wordpress.com/2012/01/26/aliran-aliran-dalam-filsafat/diakses

9
Seorang tokoh Panteisme abad ke-3 yang bernama Plotinus mengatakan,
alam mengalir dari Tuhan dan berasal dari-Nya. Tuhan tidak terbagi-bagi dan
tidak mengandung arti banyak. Sedangkan filosof modern yakni Benedict de
Spinoza berpendapat, bahwa baginya jagat raya tidak ada yang rahasia karena
akal manusia mencakup segala sesuatu, termasuk Tuhan. Bahkan Tuhan
menjadi objek pemikiran akal yang terpenting.11 Ferkiss seorang tokoh
panteisme modern dalam gagasannya telah memberikan nuansa baru terhadap
panteisme, sehingga dapat dijuluki sebagai pelopor neopanteisme. Gagasan
barunya itu terletak pada penerapan konsep panteisme dalam menghadapi
ancaman kerusakan alam, menurutnya manusia yang merusak alam sama
dengan merusak Tuhan, karena alam identik dengan Tuhan.

Dari sini jika dibandingkan dengan Teisme, maka letak perbedaannya


yakni, dalam Teisme Tuhan adalah Zat yang personal yang menciptakan
alam. Tuhan tidak disamakan dengan alam. Alam berbeda dengan Tuhan.
Sebab, Tuhan adalah Pencipta, sedangkan alam adalah hasil hasil ciptaan.
Tetapi Panteisme menganggap Tuhan adalah kesatuan umum (impersonal),
yang mengungkapkan dirinya dalam alam. Dalam Panteisme segala sesuatu
adalah Tuhan, tidak satupun yang tidak tercakup di dalam-Nya dan tidak
satupun berada tanpa Tuhan.

Sewajarnya sebuah konsep, Panteisme juga memiliki kelebihan dan tidak


sarat akan kekurangan. Adapun kelebihannya antara lain:

1. Panteisme diakui menyumbangkan suatu pemikiran yang menyeluruh


(holistik) tentang sesuatu, tidak hanya bagian tertentu saja.
2. Panteisme menekannkan imanensi Tuhan, sehingga seseorang selalu
sadar bahwa Tuhan selalu dekat dengan dirinya. Dengan demikian, dia
mampu mengontrol diri dan berusaha berbuat sesuai dengan ketentuan
Tuhan.

pada/01/05/2020/09:39
11
Ibid,..

10
3. Panteisme menegaskan bahwa seseorang tidak mampu memberi batasan
terhadap Tuhan dengan bahasa manusia yang terbatas.12

Kelemahan dari konsep Panteisme ini antara lain:

1. Menurut Panteisme yang radikal, manusia adalah Tuhan, sedangkan


Tuhan dalam pandangan ini tidak berubah dan abadi. Kenyataannya,
manusia berubah dan tidak abadi. Karena itu, bagaimana manusia menjadi
Tuhan?. Manusia berubah, sedangkan Tuhan tidak berubah.
2. Panteisme mengatakan bahwa alam ini adalah maya bukan hakiki.
3. Jika Tuhan adalah alam dan alam adalah Tuhan, mak tidak ada konsep
kejahatan atau tidak ada kemutlakan akan kejahatan dan kebaikan.13

Kritik terhadap Panteisme berasal dari para tokoh agama dan kritikan
tersebut dikarenakan Panteisme tidak memperhatikan moral dan mukjizat.
Yang mana mukjizat bagi panteisme mustahil terjadi karena semua adalah
Tuhan dan Tuhan adalah semua. Kalau mukjizat diartikan sebagai peristiwa
yang menyalahi hukum alam, maka hal itu tidak berlaku bagi Panteisme
sebab Tuhan identik dengan alam. Sedangkan dalam agama Islam, Kristen,
dan Yahudi kedudukan moral sangat penting sebab moral itulah yang
menentukan nasib manusia di akhirat nanti. Tanpa ada kejelasan antara baik
dan buruk, maka akhirat tidak ada artinya. Dan kalau akhirat tidak berarti
tentu tujuan hidup orang-orang beragama sama dengan kaum materialistis.

D. PANENTEISME

Panenteisme terlihat sedikit mirip dengan aliran Panteisme namun


berbeda dalam cara pandang tentang Tuhan. Menurut Panteisme semuanya
adalah tuhan sedangkan menurut Panenteisme semuanya dalam Tuhan.
Panenteisme meyakini bahwa Tuhan adalah pengatur materi yang sudah ada,

12
Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. ( Depok: PT RAJA
GRAFINDO, 2017), hlm. 98.
13
Ibid,.. hlm. 98-99.

11
bekerja sama dengan alam, tergantung pada alam, berubah, menuju
kesempurnaan, bipolar (kutub potensial dan kutub aktual).14

Panenteisme berasal dari bahasa Yunani yang berarti semua dalam Tuhan
atau semua ada dalam Tuhan, maksudnya suatu kepercayaan yang
menyatakan bahwa Tuhan ada dan meresapi setiap bagian dari alam.
Panenteisme berbeda dari pantesime yang percaya bahwa Tuhan merupakan
sinonim dengan materi alam semesta. Singkatnya, panteisme menyatakan
Tuhan adalah semua, sementara panenteisme menyatakan semua ada dalam
Tuhan. Panenteisme mengklaim bahwa Tuhan lebih besar dari alam semesta
dan beberapa versi menyatakan bahwa alam semesta ada di dalam Tuhan.15

Menurut Panenteisme Tuhan memiliki dua kutub. Dalam hal ini bisa kita
analogikan dengan Tubuh manusia sebagai alam (kutub pertama) dan akal
sebagai sesuatu yang diluar alam (kutub kedua). Pernyataan ini sebagaimana
yang yang diungkapkan oleh para pemikir modern yang mengatakan bahwa
daya akal tergantung pada otak, begitupula Panenteisme yang meyakini
bahwa Tuhan bergantung pada alam dan alampun bergantung pada Tuhan.

Berikut ciri-ciri Panenteisme yang akan memudahkan kita membedakan


paham antar satu aliran dengan aliran lainnya adalah16:

a. Bipolar terbagi menjadi dua yang pertama adalah Kutub potensi (abadi)
transenden. Kutub potensi adalah segala yang jauh dari alam yakni sesuatu
yang masih belum ditampakkan oleh Tuhan dan berada di luar alam. Jadi
segala sesutau yang berada di luar alam adalah potensi Tuhan dan tidak
berubah.
b. Kutub aktual (tidak abadi) imanen. Adalah bagian kutub kedua yakni
semua yang telah ditampakkan Tuhan meliputi segala yang ada di alam.
Jadi Kutub ini bersifat berubah dan tidak abadi.

14
Ibid,.. hlm. 100.
15
Bagus, Loren. Kamus Filsafat, edisi I. Jakarta: Gramedia, 1996, hlm 770.
16
John W. Cooper, Panenteisme: The Other God of the Philosophers (Baker Academic, 2006), hlm.
18.

12
c. Semua dalam Tuhan. Berbeda dengan Panteisme yang meyakini semuanya
adalah Tuhan.
d. Mengatur materi yang sudah ada.
e. Perubahan adalah untuk mencapai kesempurnaan.
f. Saling ketergantungan antara Tuhan dengan alam sehingga terjadi
kerjasama.
g. Tuhan adalah dzat yang terbatas.

Berikut adalah hal-hal positif yang bisa kita ambil dari pemikiran
Panenteisme diantaranya adalah :

 Telah membangun suatu pandangan dunia yang utuh. Artinya mereka


memandang dunia tidak secara parsial saja melainkan secara keseluruhan.
 Berhasil menjelaskan hubungan Tuhan dengan alam secara mendalam.
Tanpa menghancurkan salah satunya.
 Mengakui teori baru dalam ilmu teknologi karena tidak berlawanan
dengan prinsip dasar mereka. Hal yang demikian menjadikan mereka
mengikuti dan menerima perkembangan zaman sehingga bisa melihat
dunia lebih positif dengan mengambil manfaat baru yang mulai terungkap
ke permukaan.

Walaupun memilki aspek positif namun mereka juga tidak lepas dari
pada kritikan-kritikan diantaranya adalah17:

 Ide tentang satu Tuhan sekaligus terbatas adalah suatu pikiran rancu yang
tidak bisa diterima akal sehat. Di dalamnya terdapat kontradiksi
sebagaimana berlari dan diam dalam waktu yang bersamaan.
 Tuhan dalam konsep ini adalah berubah. Jika demikian bagaimana bisa
sesuatu yang berubah dapat diyakini kebenarannya. Karena tidak
seorangpun yang bisa mengetahui yang cantik tanpa adanya yang jelek.
Begitu pula dalam hal ini, bagaimana mereka meyakini bahwa Tuhan

17
Amsal Bakhtiar. Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia. ( Depok: PT RAJA
GRAFINDO, 2017), hlm. 103.

13
berubah tanpa adanya konsep yang tidak berubah yang keberadaannya
haruslah mendahului perubahan tersebut.

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa dalam sejarah manusia muncul konsepsi-
konsepsi tentang Tuhan antara lain:
1. Paham Teisme; adalah kepercayaan kepada Tuhan yang bersifat personal
dan transenden, dan berpartisipasi secara imanen dalam menciptakan dunia
dari ketiadaan melalui aktus pencipta-Nya yang bebas.
2. Paham Deisme; yaitu paham yang meyakini bahwa Tuhan jauh berada
diluar alam. Tuhan menciptakan alam dan sesudah alam diciptakan, Tuhan
tidak lagi memperhatikan alam tersebut. Alam telah dilengkapi dengan
peraturan-peraturan berupa hukum-hukum alam yang tetap dan tidak
berubah, sehingga secara mekanik akan berjalan dengan sendirinya.
3. Paham Panteisme; adalah suatu paham bahwa Tuhan berada dalam segala
sesuatu dan bahwa segala sesuatu adalah Tuhan.
4. Paham Penenteisme; adalah suatu paham yang menyatakan bahwa segala
sesuatu ada di dalam Tuhan.
Dari empat paham tersebut tidak ada yang benar-benar memuaskan para
agamawan dan filosof. Namun demikian konsepsi-konsepsi ketuhanan di atas
telah memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif terhadap pemikiran
keagamaan. Akan tetapi tidak lepas dari kelemahan dan kritik. Ketidak
puasan para agamawan dan filosof di atas adalah wajar karena hal itu
permainan semantik dan kategori-kategori akal. Selain hal tersebut, ruang
metafisika terbuka untuk mengadakan spekulasi sebanyak mungkin dan
sedalam-dalamnya. Menurut agamawan, penjelasan yang sangat memuaskan
tentang Tuhan bukan berasal dari akal, tetapi dari wahyu. Wahyulah yang
mendatangkan kejelasan tentang Tuhan. Akal sekedar sebagai alat bantu
untuk menginterpretasikan wahyu tersebut, bukan sebagai sumber utama.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan
datang.

15
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, A. (2017). Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusi
a. Depok: PT RAJA GRAFINDO.
Nasution, H. (1979). Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
httpsandabertanyaateismenjawab.wordpress.com20130811apa-itu-panteisme-apa-i
tu deisme.html/diakses
Loren. B. (1996). Kamus Filsafat, edisi I. Jakarta: Gramedia.
http://istiqlalart.wordpress.com/2012/01/26/aliran-aliran-dalam-filsafat/diakses
W.Cooper, J. (2006). Panenteisme: The Other God of the Philosophers. Baker Ac
ademic.

16

Anda mungkin juga menyukai