KELOMPOK 13
Disusun Oleh :
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................ii
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................1
1.3 Manfaat...............................................................................................................................2
BAB 2..............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................................................3
2.1 Pengertian Nilai Fundamental.......................................................................................................... 3
2.2 Hubungan Nilai Fundamental Dengan Tri Hita Karana.....................................................3
2.3. Pengertian Dialog Agama..................................................................................................5
2.4 Pengertian Budaya..............................................................................................................5
BAB 3..............................................................................................................................................5
PENUTUP....................................................................................................................................5
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................5
3.2 Saran...................................................................................................................................5
Daftar Pustaka................................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama Hindu (disebut pula Hinduisme) merupakan agama dominan di Asia Selatan terutama
di India dan Nepal yang mengandung aneka ragam tradisi. Agama ini meliputi berbagai aliran di
antaranya Saiwa, Waisnawa, dan Sakta serta suatu pandangan luas akan hukum dan
aturan tentang "moralitas sehari-hari" yang berdasar pada karma, darma,
dan norma kemasyarakatan. Agama Hindu cenderung seperti himpunan berbagai pandangan
filosofis atau intelektual, daripada seperangkat keyakinan yang baku dan seragam Agama Hindu
diklaim sebagian orang sebagai "agama tertua" di dunia yang masih bertahan hingga
kini, dan umat Hindu seringkali menyebut agamanya sendiri sebagai Sanātana-
dharma (Dewanagari: सनातन धर्म), artinya "darma abadi" atau "jalan abadi" yang melampaui asal
mula manusia. Agama ini menyediakan kewajiban "kekal" untuk diikuti oleh seluruh
umatnyatanpa memandang strata, kasta, atau sekte seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian
diri.
Agama Hindu adalah agama yang mempunyai tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan tersebut
tersurat secara jelas dalam kitab suci veda dinyatakan sebagai berikut: Moksartham Jagathita ya
ca iti dharmah. Tujuan agama Hindu yang ingin dicapai dan diwujudkan dalam kehidupan ini
adalah pasti, yaitu Moksa dan Jagathita dan jalan yang akan ditempuh dalam rangka
mencapainya adalah melalui jalan dharma. Moksa adalah berupa sebuah kebahagiaan batin,
sedangkan Jagathita adalah kesejahteraan lahir dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan
petunjuk ajaran agama Hindu / Dharma. Kata “Dharma” berasal dari bahasa Sanskerta dari akar
kata “dhr” (baca: dri) yang artinya menjinjing, memangku, memelihara, mengatur, atau
menuntun. Akar kata “dhr” ini kemudian berkembang menjadi kata dharma yang mengandung
arti hukum yangmengatur dan memelihara alam semesta beserta segala isinya.
Agama Hindu memiliki sebuah konsep yang menjadi dasar yang melandasi adanya harmoni di
dunia ini yaitu konsep Tri Hitta Karana yang merupakan pengajaran terhadap penyebab
terciptanya kebahagiaan. Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan falsafah hidup tangguh.
Falsafah tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka
ragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Pada
dasarnya hakikat ajaran tri hita karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan
di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan
alam sekitar, dan hubungan dengan ke Tuhan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan
memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus
seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila keseimbangan tercapai, manusia akan hidup
dengan menghindari daripada segala tindakan buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram,
dan damai.
PEMBAHASAN
Pengertian dari nilai fundamental adalah sesuatu yang mendasar, asasi, sangat penting,
atau merupakan suatu prinsip, dan hal pokok yang dijadikan pedoman atau dasar di dalam hal-
hal tertentu. Dalam setiap sila yang berada di dalam pancasila, memiliki sifat yang mutlak dan
harus dilakukan. Serta tidak boleh ada perubahan apapun di dalam sila-sila tersebut. nilai yang
berikutnya yaitu nilai instrumental, yang merupakan adanya wujud dan pelaksanaan dari nilai
fundamental pada pancasila.
Wujud dari nilai instrumental ini biasanya berupa norma yang ada di dalam kehidupan
masyarakat. Entah yang berupa norma sosial, norma hukum, norma agama, dan norma-norma
yang lainnya. Yang nantinya norma-norma tersebut akan diterapkan kepada sebuah lembaga
yang sesuai. Nilai ini cukup penting dalam menjadikan pancasila menjadi relevan di setiap
perkembangannya.
2.2 Hubungan Nilai Fundamental Dengan Tri Hita Karana
Dalam konsep Tri Hitta Karana juga memiliki keselaran dengan penerapan nilai
fundamental dan pancasila. Hal ini dikarenakan dalam Konsep Tri Hitta Karana juga
mengajarkan bahwa hubungan yang baik sesama manusia akan mendatangkan kebahagian,
sesuai dengan HAM yang merupakan pengamalan Sila kedua Pancasila yang berbunyi
“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Ketika sesama manusia sudah bisa saling mengharagai
satu sama lain serta hidup dalam keadaan yang rukun dan damai niscaya kebahagian akan selalu
mendampingi.
Diketahui penjabaran Tri Hita Karana ada dalam tiga dimensi hubungan yakni;
Parhyangan, Palemahan dan Pawongan. Dalam kontekstasi ini hubungan hubungan yang menjadi
konsep ajaran Tri Hita Karana tersebut ternyata mampu mencerminkan penerapan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat atau dapat dikatakan konsep Tri Hita Karana
bersinergi dengan nilai-nilai Pancasila yang mengandung lima nilai yakni, nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa, Nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, Nilai Persatuan Indonesia, Nilai
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tercermin dari penerapan konsep Tri
Hita Karana tersebut dalam kehidupan masyarakat dalam tiga demensi hubungan tersebut, yang
dapat diperinci sebagai berikut;
1. Refleksi konsep Parhyangan dengan Pancasila
Hubungan ini menunjukkan bagaimana keyakinan manusia kepada Sang Pencipta
sesuai dengan ajaran Agama atau keyakinan masing-masing, hubungan ini bersifat
pribadi (personal). Diharapkan dari konsep keyakinan ini akan dapat meningkatkan
kualitas keimanan seseorang, sehingga akan melahirkan insan berakhlak serta memiliki
iman yang baik.
Penerapan hubungan parhyangan dalam konsep Tri Hita Karana sangat
merefleksikan pengamalan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa (Sila Pertama) dalam
Pancasila, yang dalam konstitusi dasar negara Indonesia diatur dalam pasal 29 UUD 1945
yang menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama
dan kepercayaannya itu. Oleh karena itu konsep Parhyangan dalam Tri Hita Karana
merupakan sebuah cerminan penerapan nilai Ketuhanan di Bali yang mampu terlaksana
dengan baik dan ajeg (lestari) dengan kebebasan dan kenyamanan penerapannya karena
telah dipayungi dengan aturan, hukum adat, serta kebiasaan masyarakat hindu di Bali
(dresta).
Konsep palemahan dalam Tri Hita Karana sangat erat kaitannya dengan berbagai
upacara yang dilaksanakan oleh umat hindu di Bali sebagai bagian dari kepekaan dan
kepedulian terhadap alam dan lingkungan, seperti misalnya upacara tumpek bubuh
(wariga) bentuk apresiasi umat hindu akan hasil yang mereka dapatkan dari tumbuh-
tumbuhan atau pepohonan yang ada di sekeliling mereka, kemudian ada upacara tumpek
kandang sebagai bagian dari bentuk ucapan terima kasih dan kepedulian terhadap
binatang atau hewan-hewan ternak yang telah mendatangkan kesejahteraan bagi
kehidupan mereka.
Penerapan hubungan pawongan dalam konsep Tri Hita Karana juga sangat
merefleksikan berbagai pengamalan nilai dalam Pancasila, karena dalam konsep
pawongan ini selain mengajarkan nilainilai cinta kasih dan kemanusiaan yang tinggi
sebagai cerminan sila kedua dalam Pancasila, juga menunjukkan adanya nilai-nilai
demokrasi sebagai cerminan sila keempat dalam Pancasila, yang terbentuk dari
hubungan-hubungan sosial yang oleh masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pengertian dari nilai fundamental adalah sesuatu yang mendasar, asasi, sangat penting,
atau merupakan suatu prinsip, dan hal pokok yang dijadikan pedoman atau dasar di dalam hal-
hal tertentu. Dalam setiap sila yang berada di dalam pancasila, memiliki sifat yang mutlak dan
harus dilakukan. Dalam konsep Tri Hita Karana juga memiliki keselaran dengan penerapan nilai
fundamental dan pancasila. Hal ini dikarenakan dalam Konsep Tri Hita Karana juga
mengajarkan bahwa hubungan yang baik sesama manusia akan mendatangkan kebahagian,
sesuai dengan HAM. Diketahui penjabaran Tri Hita Karana ada dalam tiga dimensi hubungan
yakni; Parhyangan, Palemahan dan Pawongan.
Dialog agama merupakan sebuah solusi bagi timbulnya klaim-klaim kebenaran dari para
penganut agama yang berbeda di masyarakat. Agama seharusnya dipahami sebagai fenomena
sosial-budaya karena agama ditemukan pada semua bentuk masyarakat, mulai yang sangat
primitif sampai yang sangat modern. Dalam hubungannya dengan Tri Hita Karana, dialog agama
sangat penting dilakukan guna terbentuknya pemahaman dari khalayak umum mengenai nilai
nilai fundamental Tri Hita Karana yang tidak hanya berlaku bagi umat Hindu saja, namun dapat
pula menjadi landasan keharmonisan daripada seluruh masyarakat baik umat Hindu maupun
bukan. Tri Hita Karana juga merupakan suatu bentuk kebudayaan di Bali. Tri Hita Karana
merupakan sebuah konsep spiritual, konsep kearifan lokal, dan kosmologi sekaligus falsafah
hidup masyarakat Hindu Bali yang bertujuan untuk membentuk keselasaran hidup manusia.
3.2 Saran
Tri Hita Karana merupakan hal yang paling mendasari berlangsungnya keharmonisan
yang dapat menimbulkan kebahagiaan, sehingga, dalam hubungannya dengan kebudayaan dan
nilai fundamental Pancasila, Tri Hita Karana sangat penting untuk dipelajari dan diamalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana,I Made,2020. “REFLEKSI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM KONSEP AJARAN
AGAMA HINDU TRI HITA KARANA” diakses tanggal 11 Mei 2021.
Kusuma, Wira ,2020. “DIALOG SEBAGAI KRITISISME BERAGAMA” diakses pada 12 Mei
2021.
Lilik, I Komang Mertayasa,2019. “ESENSI TRI HITA KARANA PERSPEKTIF PENDIDIKAN
diakses pada 11 Mei 2021.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/S1ak/article/view/6495 .
https://www.seputarpengetahuan.co.id/2020/04/fundamental-adalah.html