Anda di halaman 1dari 616

Universitas Pendidikan Ganesha

Fakultas MIPA
Jurusan Pend. Fisika

Agama Hindu
Ulasan Lengkap Bhagawad Gita (Pancama
Weda)
Affinity 2A
Editor; still Wirawan

2015

PRAKATA

Om Swastyastu,
Puja dan puji syukur ke hadapan Tuhan yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena atas berkat dan ijin Beliaulah tugas-tugas akhir dari rekan-rekan affinity dapat
terselesaikan tepat waktu. Atas terselesaiaknnya tugas akhir ini, dengan begitu besarnya
pengorbanan dan tantangna yang dihadapi saat pembuatannya hingga dapat terkumpul dengan
tepat waktu, saya ucapkan terima kasih kepada
1. Orang Tua yang selalu memberikan doa yang tulus serta membiayai perkuliahan, baik
tugas maupun biaya lainnya.
2. Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si. atas ijin bimbingannya pada segenap Affinity 2A
dalam mata kuliah Agama Hindu.
3. Sahabat dan teman Affinity sekalian, atas kerjasamanya dalam menyukseskan
pengumpulan tugas akhir Agama Hindu tepat waktu
Seperti pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak begitu pula ulasan
mengenai Bhagawad Gita ini, saya selaku editor dan teman-teman affinity sekalian memohon
kritik dan saran yang bersifat membangun, atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih,
Suksma,
Om Santhi, Santhi, Santhi, Om

Singaraja, 17 Desember 2015


Editor,

Still Wirawan
NIM 1413021011

Penulis,

Teman Affinity,
NIM 01 s.d 30

AGAMA HINDU
BERYADNYA MELALUI ILMU PENGETAHUAN

Oleh:
NAMA

: LUH MAHARTINI

NIM

: 1413021001

KELAS

: II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015
i

DOA PEMBUKA

Om Swastyatu,
Om Bhur Bhuvah Svah, Tat Savitur Varenyam,
Bhargo Devasya Dhimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah.

Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi,


Ya Tuhan, Pencipta Ketiga Dunia, Engkau adalah sinar yang patut disembah, Hamba
memusatkan pikiran pada kecemerlangan-Mu, sinarilah budhi/pikiran Hamba
Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.

PRAKATA

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah, makalah yang berjudul Beryadnya Melalui Ilmu Pengetahuan dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini, tentunya mengalami sedikit rintangan. Namun berkat
bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak, rintangan tersebut dapat diatasi.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, walaupun penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk menjadikan makalah ini
lebih baik di kemudian hari. Tidak lupa penulis memohon maaf apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat banyak kesalahan.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Singaraja, Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

DOA PEMBUKA
PRAKATA

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan..

1.5 Metode Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yadnya..

2.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan

2.3 Beryadnya Melalui Ilmu Pengetahuan

2.4 Implementasi Beryadnya Melalui Ilmu Pengetahuan

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan

16

3.2 Saran

16

DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat Bali mayoritas menganut agama Hindu. Konsep dasar ajaran agama
Hindu adalah memanusiakan alam dan lingkungan. Pelaksanaannya dilakukan melalui
aktivitas upacara, karena melalui upacara, orang Hindu diharapkan tidak melupakan
lingkungan bahkan harus menyatu dengan lingkungan untuk mewujudkan kebahagiaan
hidup. Upacara merupakan bagian dari tiga kerangka dasar agama Hindu yang
bertujuan untuk mencapai kesempurnaan, kebahagian dan kesejahteraan hidup serta
kesucian lahir batin bagi umat Hindu di Bali. Sekarang ini, di tengah derasnya pengaruh
budaya luar dan teknologi, umat Hindu masih memiliki semangat untuk mempelajari
ajaran agamanya. Namun, masih banyak memiliki kendala, yang mana prioritas umat
Hindu masih lebih menekankan pada kemeriahan upacara yadnya yang cukup mahal
serta menyita waktu dan tenaga yang sangat banyak. Hal ini disebabkan pengertian
masyarakat umum masih belum jelas tentang yadnya itu sendiri. Beryadnya tidak
berarti segalanya harus mengeluarkan biaya yang mahal, karena jika tanpa disertai hati
yang tulus ikhlas akan menjadi sia-sia. Beryadnya dapat dilakukan melalui ilmu
pengetahuan, telah disebutkan dalam Bhagawad Gita IV.33 bahwa yadnya yang berupa
pengetahuan lebih agung sifatnya atau lebih utama dibandingkan yadnya dengan harta
benda. Penting diketahui masyarakat bahwa yadnya dapat dilakukan melalui ilmu
pengetahuan. Karena melalui ilmu pengetahuan dapat mendekatkan orang pada karunia
Tuhan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mengkaji lebih dalam melalui
makalah yang berjudul Beryadnya Melalui Ilmu Pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Apakah pengertian yadnya?
1.2.2 Apakah pengertian ilmu pengetahuan?
1.2.3 Bagaimanakah beryadnya melalui ilmu pengetahuan?
1.2.4 Bagaimanakah implementasi beryadnya melalui ilmu pengetahuan?
1

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.3.1 Untuk menjelaskan pengertian yadnya.
1.3.2 Untuk menjelaskan pengertian ilmu pengetahuan.
1.3.3 Untuk menjelaskan beryadnya melalui ilmu pengetahuan.
1.3.4 Untuk menjelaskan implementasi beryadnya melalui ilmu pengetahuan.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai
berikut:
1.4.1 Memperoleh pengetahuan tentang pengertian yadnya.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan tentang pengertian ilmu pengetahuan.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan tentang beryadnya melalui ilmu pengetahuan.
1.4.4 Memperoleh pengetahuan tentang implementasi beryadnya melalui ilmu
pengetahuan.

1.5 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kajian
pustaka, yaitu penulis mengumpulkan literatur-literatur yang dapat mendukung
penulisan makalah ini. Literatur tersebut sebagian berasal dari buku maupun artikel.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Yadnya


Pada awalnya banyak orang mengartikan bahwa yadnya semata merupakan
upacara ritual keagamaan. Pemahaman ini tentu tidak salah karena upacara ritual
keagamaan adalah bagian dari yadnya. Pada dasarnya yadnya bukanlah sekadar upacara
keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas manusia dalam rangka sujud bhakti kepada
Hyang Widhi adalah yadnya.
Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata Yaj, yang berarti
upacara korban suci, memuja, menyembah, atau berdoa. Jadi yadnya berarti upacara
korban suci yang dilandasi oleh hati yang tulus ikhlas (Jyoti, 2011).
Secara etimologi pengertian yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas
dalam rangka memuja Hyang Widhi. Pada dasarnya yadnya adalah penyangga dunia
dan alam semesta, karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui
yadnya. Pada masa Srsti yaitu penciptaan alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna
Brahma (Tuhan dalam wujud tanpa sifat) melakukan Tapa menjadikan diri beliau
Saguna Brahma (Tuhan dalam wujud sifat Purusha dan Pradhana). Proses awal ini jelas
bahwa penciptaan awal dilakukan yadnya yaitu pengorbanan diri Hyang Widhi dari
Nirguna Brahma menjadi Saguna Brahma. Selanjutnya semua alam diciptakan secara
evolusi melalui yadnya (Pura, 2012).
Kaitannya dengan agama Hindu, yadnya merupakan bagian yang utuh dari
ajaran dan aktivitas agama Hindu, yang bertujuan untuk meningkatkan hidup yang lebih
baik (Suatama, 2007). Mengenai berbagai bentuk yadnya dan nilai-nilai simbolisnya
dapat ditemukan dalam:
Gata-sangasya muktasya
Jnanavasthita-cetasah
Yajnayacaratah karma
Samagram praviliyate
(Bhagavad Gita IV. 23)

Terjemahan:
Pekerjaan dari orang yang sudah terlepas dari ikatan kepamerihan diri
pribadi, dengan pikiran terpusat di dalam pengetahuan, melakukan pekerjaan
hanya sebagai yadnya (korban suci), segala kerjanya bebas dari hukum karma.
Brahmarpanam brahma havir
Brahmagnau Brahmana hutam
Brahmaiva tena gantavyam
Brahma-karma-samadhina
(Bhagavad Gita IV. 24)
Terjemahan:
Baginya pelaksanaan korban suci itu adalah Brahman (Tuhan), korban itu
sendiri adalah Brahman. Disajikan oleh Tuhan didalam api dari Tuhan. Tuhan itu
yang akan dicapai bagi ia yang menyadari bahwa Tuhan ada didalam
pekerjaannya.

Pelaksanaan yadnya bukan hanya sebagai tanda kehidupan beragama, kitab


Atharwa Weda, menjelaskan sebagai berikut:
Satyam brhad rtam ugram,
diksa tap brahma yadnyah prthiwin dharayanti,
sa no bhutasya asya patyanyurumlokam
(Atharwa Weda XII.I)
Terjemahan:
Kebenaran hukum yang agung, yang kokoh dan suci, tapa, bratha, doa dan
yadnya inilah yang menegakkan bumi, semoga bumi ini sepanjang massa
memberikan tempat melegakan bagi kami.
Demikian kitab Atharwa Weda menjelaskan, bahwa yadnya adalah salah satu
pilar payangan tegaknya kehidupan di dunia ini (Putra, 2009).

2.2 Pengertian Ilmu Pengetahuan


Ilmu dinyatakan sebagai sistem yang bermetode secara ilmiah untuk
membuktikan sesuatu dalam memperoleh pemahaman, sedangkan pengetahuan adalah

suatu pemahaman yang bersifat dangkal (sementara) sekadar mengetahui tanpa


melakukan pembuktian secara ilmiah (Suatama, 2007).
Kamus Bahasa Indonesia yang telah disempurnakan, menyebutkan yang
dimaksud ilmu pengetahuan adalah suatu bidang yang disusun secara sistematis
berdasarkan metode tertentu, untuk dapat dimanfaatkan sebagai penjelas gejala tertentu
(Fauzi, 2013).
Ilmu pengetahuan dalam ajaran agama Hindu disebut Jnana. Jnana Marga Yoga
merupakan jalan ilmu pengetahuan untuk menuju atau mencapai Tuhan. Bertujuan
memberikan kebebasan dari kegiatan kerja dan pelepasan dari belenggu kerja
(Winawan,2002:54).
Beberapa petuah Bhagavad Gita yang diterjemahkan oleh Darmayasa, mengenai
ilmu pengetahuan diantaranya adalah:
Tad viddhi pranipatena
Pariprasnena sevaya
Upadeksyanti te jnanam
Jnaninas tattva-darsinah
(Bhagavad Gita IV.34)
Terjemahan:
Pelajarilah kebenaran tersebut dari seorang guru yang menguasai
pengetahuan suci, dengan menghormat menundukkan keakuan di hadapan
beliau, bertanya demi menghilangkan segala keraguan dan melakukan
pelayanan dengan hati yang suci bersih, maka guru suci yang telah melihat
kebenaran tersebut akan menginisiasi dirimu melalui ilmu pengetahuan suci
Jnana.
Api ced asi papebhyah
Sarvebhyah papa-krt-tamah
Sarvam jnana-plavenaiva
Vrjinam santarisyasi
(Bhagavad Gita IV.36)

Terjemahan:
Seandainya pun engkau adalah orang paling berdosa di antara orangorang paling berdosa, namun tanpa diragukan sedikit pun, melalui perahu ilmu
pengetahun suci, maka engkau akan diseberangkan dari lautan dosa.
Sraddhaval labhate jnanam
Tat-parah samytendriyah
Jnanam labdhva param santim
Acirenadhigacchati
(Bhagavad Gita IV.39)
Terjemahan:
Mereka yang mempunyai keyakinan yang mantap, yang sudah
mengendalikan

indria-indrianya

dengan

baik

dan

sudah

mencapai

kesempurnaan dari praktik spiritualnya, maka dengan mudah mereka akan


memperoleh ilmu pengetahuan suci. Setelah mendapatkan ilmu pengetahuan
suci tersebut, dengan segera ia akan memperoleh kedamaian tertinggi.

Mengenai arti pentingnya ilmu pengetahuan juga dapat dilihat pada sloka
(dalam Wiguna, 2014) berikut:
Ilmu pengetahuan ibaratnya bagaikan Kamadhenu,
yaitu yang setiap saat dapat memenuhi segala keinginan.
Pada saat orang berada di negara lain, ilmu pengetahuan
bagaikan seorang ibu yang selalu memelihata kita.
Orang bijaksana mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah
kekayaan yang rahasia, harta yang tak kelihatan.
(Canakya Niti Sastra Bab IV.5)

Pengetahuan adalah sebagai pedang yang berharga yang dimiliki untuk


memotong keragu-raguan yang berasal dari kebodohan itu sendiri untuk bisa lepas dari
kesengsaraan, yang merupakan harta serta kekayaan yang rahasia dan tidak kelihatan
(Lingga, 2012).

Sebagaimana yang disebutkan dalam Sarasamuccaya.


Ekah catrurna dwitiyosti
catrurajnanatulyah purusasya rajan,
yenawrtah kurute samprawrttah
papain karmani sudarunani
(Sarasamuccaya Sloka 399)
Terjemahan:
Hanya satulah sesungguhnya yang bernama musuh, tak lain hanya
kebodohan saja; tidak ada yang menyamai pengaruh kebodohan itu, sebab orang
yang dicengkeram kebodohan itu, niscaya ia akan melakukan perbuatan buruk
juga.
Ajnanaprabhawam hidam
yadduhkhamupalabhyate,
lobhadewa tad ajnanam
ajnana lobha ewa ca
(Sarasamuccaya Sloka 399)
Terjemahan:
Sebab suka duka yang dialami, pangkalnya adalah kebodohan, kebodohan
itu yang ditimbulkan oleh loba, sedang loba itu kebodohanlah asalnya; oleh
karenanya kebodohanlah asal mula kesengsaraan itu.

2.3 Beryadnya Melalui Ilmu Pengetahuan


Bekerja dan berbakti tanpa didasarkan pada ilmu pengetahuan yang benar akan
sia-sia. Lebih-lebih pada zaman modern ini apa pun yang dilakukan apabila tanpa
pengetahuan yang jelas akan menjadi sia-sia. Melakukan kegiatan beragama tanpa
didasarkan pada ilmu pengetahuan yang telah ditentukan dapat menimbulkan
penyimpangan. Kehidupan sekarang ini, ilmu pengetahuan tersebut demikian
pentingnya. Karena itu, beryadnya dengan ilmu pengetahuan jauh lebih utama daripada
beryadnya dengan harta benda dalam bentuk apa pun. Hal tersebut tertuang dalam
Bhagavad Gita Bab IV diantaranya:
Sarvanindriya-karmani
Prana-karmani capare
7

Atma-samyama-yogagnau
Juhvati jnana-dipite
(Bhagavad Gita IV.27)
Terjemahan:
Beberapa orang Yogi mempersembahkan seluruh fungsi indria dan
fungsi nafas hidup yang diterangi oleh ilmu pengetahuan suci ke dalam api
suci praktik Yoga pengekangan diri sendiri.
Dravya-yajnas tapo-yajna
Yoga-yajnas tathapare
Svadhyaya-jnana-yajnas ca
Yatayah samsita-vratah
(Bhagavad Gita IV.28)
Terjemahan:
Yogi-Yogi lain ada yang mengorbankan harta benda sebagai
persembahan suci, ada yang melaksanakan pertapaan berat sebagai
persembahan korban suci, ada

yang mempraktikkan Yoga sebagai

persembahan suci, ada yang dengan mempelajari kitab-kitab suci Veda dan
ada pula yang melaksanakan korban suci dengan menyebarluaskan
pengetahuan-pengetahuan suci.
Sreyan dravya-mayad yajnaj
Jnana-yajnah parantapa
Sarvam karmakhilam partha
Jnane parisamapyate
(Bhagavad Gita IV.33)
Terjemahan:
Wahai Arjuna sang penakluk musuh, melakukan persembahan suci
melalui ilmu pengetahuan suci adalah lebih baik daripada persembahanpersembahan suci melalui harta benda. Wahai Arjuna, putra Dewi Prtha,
(ketahuilah bahwa) seluruh perbuatan-perbuatan tersebut berakhir pada ilmu
pengetahuan suci.

Menurut ketentuan sastra agama Hindu, beryadnya dengan ilmu pengetahuan


jauh lebih utama atau lebih agung sifatnya dibandingkan dengan beryadnya harta benda,
seperti yang disebutkan dalam Bhagawad Gita IV.33. Karena itu, dalam Manawa
Dharmasastra III.70 dinyatakan, belajar dan mengajar dengan keikhlasan disebut
Brahma Yadnya. Karena proses belajar dan mengajar itu bertujuan untuk memberikan
orang ilmu pengetahuan untuk menopang hidupnya mendapatkan kebahagiaan
(Gobyah, 2003).

2.4 Implementasi Beryadnya Melalui Ilmu Pengetahuan


Berikut implementasi dari beryadnya melalui ilmu pengetahuan diantaranya
adalah:
1. Membangun Perpustakaan
Ilmu pengetahuan di kehidupan sekarang ini demikian pentingnya.
Lebih-lebih pada zaman modern ini, apa pun yang kita lakukan apabila tanpa
pengetahuan yang jelas akan menjadi sia-sia. Melakukan kegiatan beragama
tanpa didasarkan pada ilmu pengetahuan yang telah ditentukan dapat
menimbulkan penyimpangan. Telah disebutkan dalam sastra Hindu bahwa
beryadnya melalui ilmu pengetahuan jauh lebih utama jika dibandingkan
beryadnya dengan mengandalkan harta benda yang dimiliki. Namun, sekarang
ini umat Hindu tidak sedikit yang bersedia mengeluarkan biaya yang cukup
mahal untuk upacara yadnya. Umat Hindu melupakan nilai dari yadnya itu
sendiri,

karena

berfokus

pada

kemeriahan

upacara

yadnya

yang

diselenggarakan. Hal tersebut disebabkan karena pengetahuan yang dimiliki


masyarakat tentang yadnya itu sendiri masih terbatas. Yadnya seharusnya
dilakukan dengan hati yang tulus ikhlas, dan yadnya itu sendiri bukan dinilai
dari seberapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk upacara yadnya yang
dilaksanakan. Apabila biaya untuk upacara yadnya yang dilakukan dapat
dihemat dan hasil penghematan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
yang lain, misalnya dengan membangun perpustakaan. Perpustakaan yang
dibangun juga harus dibarengi dengan gerakan untuk meningkatakan minat
baca. Meskipun memiliki banyak perpustakaan, tetapi tidak dibarengi dengan
minat baca yang tinggi, tentu perpustakaan tersebut tidak akan memberi
manfaat. Beberapa kitab suci telah menyebutkan bahwa dengan memiliki buku
9

suci dan buku-buku sastra agama akan dapat mendekatkan diri pada karunia
Tuhan. Rajin membaca sastra agama sesungguhnya merupakan wujud dari
pengamalan Rsi Yadnya, diharapkan semakin sering kita membaca sastra agama
kita akan semakin paham dengan baik akan keagungan ajaran suci Weda yang
disebarkan oleh para Rsi lewat sastra agama tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan penting bagi kita untuk
membangun perpustakaan di pura, desa atau banjar serta mengoperasikannya
dengan baik, sehingga dapat memberikan manfaat yang luas kepada umat Hindu
khususnya.
2. Menjaga dan Melestarikan Lontar-Lontar
Sebagai makhluk yang beragama, sudah sepantasnya kita ikut menjaga
dan melestarikan karya sastra lokal salah satunya, yaitu lontar.
Lontar yang merupakan sebuah teks berisikan Purana sebagai bagian dari
Weda Smerti khususnya dalam kelompok Upaweda sebagai kitab suci umat
Hindu Dharma yang disebutkan tidak akan pernah musnah selama kehidupan ini
masih ada. Teks tersebut sebagaimana disebutkan ditulis tangan pada helaihelai daun lontar dan juga terdapat prasi berbentuk gambar dan lukisan-lukisan,
yang memiliki arti sangat penting dalam hal ilmu pengetahuan dan pengalaman
hidup (Suartama, 2014).
Menjaga dan melestarikan lontar juga merupakan yadnya yang dilakukan
secara tulus ikhlas tanpa pamrih. Karena di dalam naskah lontar terekam hampir
seluruh ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup yang pernah dimiliki orang
Bali di masa lampau, sehingga perlu untuk dijaga dan dilestraikan, agar nanti
dikemudian hari anak cucu kita dapat mempelajari ilmu yang terdapat pada
lontar-lontar tersebut. Ilmu yang terdapat pada lontar sampai sekarang masih
tetap relevan dan berharga untuk diketahui serta dipelajari di tengah-tengah
dunia yang masih tidak menentu.
Oleh sebab itu lontar dengan berbagai tradisinya yang masih hidup di
Bali (dari cara memproses daun lontar sebagai bahan tulis, sampai kepada
mengapresiasi dan mengupas isi lontar dalam tradisi mabasan), perlu terus
dilestarikan, dipelihara, dan bahkan dikembangkan sesuai dengan tuntutan
kemajuan iptek dan zaman.

10

Cara melestarikan lontar-lontar tersebut dapat dilakukan dengan


menggunakan kembali di setiap lomba-lomba mekidung atau utsawa dharma
gita. Jauh-jauh hari sebelum lomba, peserta lomba secara tidak langsung akan
mempelajari cara membuat lontar, terutamanya menulis lontar dalam aksara
bali, sehingga saat lomba mereka sudah memiliki kemampuan untuk menulis
lontar. Adanya lomba menulis lontar, akan menjadikan mahasiswa tidak asing
dengan budayanya sendiri.
3. Menjaga dan Melestarikan Museum
Menjaga dan melestarikan museum sudah sepatutnya kita lakukan,
karena museum merupakan tempat untuk menyimpan berbagai ilmu
pengetahuan kuno dan benda-benda bersejarah, misalnya lontar kuno dan juga
prasasti, tentunya memiliki nilai sejarah yang tinggi, untuk itu kita perlu
menjaganya.
Salah satu museum yang ada di Buleleng adalah Gedong Kirtya, yang
mana menjadi tempat khusus untuk menyimpan lontar kuno dan juga prasasti,
manuskrip kertas dalam bahasa Bali dan huruf Romawi termasuk dokumendokumen dari zaman kolonial. Museum lainnya berada di Mengwi, Badung,
yang digunakan untuk menyimpan peralatan upacara, serta dapat dimanfaatkan
sebagai sarana pendidikan bagi para siswa terutama dalam masalah kajian
sejarah. Museum ini juga berperan penting untuk memberikan pengetahuan
kepada generasi muda mengenai beragam upacara Manusa Yadnya beserta
sarananya. Terlebih, generasi muda mulai jarang menekuni kegiatan upacara
yadnya akibat kesibukan mereka di tengah derasnya pengaruh budaya luar
maupun teknologi modern.
Sangat penting untuk kita menjaga kelestarian museum, mengingat
betapa bernilainya benda-benda yang tersimpan di museum tersebut. Menjaga
sekaligus melestarikan museum sudah bisa dikatakan bahwa kita melakukan
yadnya. Karena menjaga dan melestarikan museum berarti kita beryadnya
dengan ikut memelihara tempat menyimpan pengetahuan itu sendiri. Tentu
dalam menjalankannya harus disertai dengan hati yang tulus ikhlas, tidak hanya
demi pencitraan, sehingga yadnya yang kita lakukan tidak sia-sia.
4. Mempelajari dan Mengamalkan Ajaran Weda

11

Melaksanakan yadnya berarti umat Hindu telah mengamalkan ajaran


Weda. Karena dalam Weda diajarkan bahwa dengan adanya yadnya alam
beserta isinya ini ada dan umat manusia pun harus melaksanakan yadnya.
Melalui yadnya manusia akan bisa ingat dengan jati dirinya sehingga ia bisa
berbuat yang lebih baik dan meningkatkan kualitas dirinya sebagai makhluk dan
pada akhirnya mencapai Tuhan. Berhubungan dengan Tuhan harus dengan cara
melaksanakan yadnya. Tanpa yadnya manusia tidak akan bisa berhubungan
dengan Tuhan karena manusia telah dipengaruhi oleh Awidya (kegelapan,
kebodohan, ketidak tahuan), dengan melaksanakan yadnya umat akan dapat
merasakan kehadiran Tuhan walaupun sebenarnya Tuhan itu ada dimana-mana.
Melalui ilmu pengetahuan manusia akan terbebaskan dari kebodohan, sehingga
manusia dapat melaksanakan yadnya kepada Tuhan. Kegiatan yadnya harus
sudah dibiasakan sejak dini, misalnya melaksanakan yadnya sesa (ngejot) dan
melaksankan Tri Sandhya, yang anak kecil pun sudah sudah dapat
melaksanakannya.
5. Memberikan Dharma Wacana dan Dharma Tula
Sebagai makhluk yang memiliki kelebihan, yaitu kemampuan berpikir,
sudah sepantasnya manusia yang memiliki pengetahuan lebih mampu
menyalurkan pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain, salah satunya
melalui dharma wacana. Dharma wacana yang disampaikan biasanya meliputi
semua aspek ajaran agama Hindu yang dikaitkan dengan kehidupan. Dharma
wacana yang dilakukan dengan ceramah-ceramah bertujuan untuk memperluas
wawasan dan memperdalam penghayatan nilai spiritual agama Hindu itu sendiri.
Dharma wacana yang dilaksanakan benar-benar murni menjelaskan ajaran
agama yang jelas sumbernya, dan yang paling utama sumbernya harus jelas,
yaitu berasal dari kitab suci Weda, setelah itu barulah dapat diambil sumbersumber selanjutnya yang juga merupakan sumber dari penjabaran Weda.
Setiap orang yang akan memberikan dharma wacana harus berpegang
pada konsep agama Hindu, yaitu tattwa, susila, dan upakara. Dharma wacana
dapat diberikan kepada semua golongan, karena dharma wacana bersifat
memberikan pencerahan tentang ajaran agama Hindu. Dharma wacana secara
tidak langsung dapat dilakukan oleh seorang dalang, pemain drama, dan pemain

12

bondres. Karena ketika mereka pentas atau melakoni profesinya dapat


menyelipkan ajaran-ajaran agama dengan cara mudah diingat.
Selain dharma wacana, wahana yang dapat dijadikan ajang untuk
saling bertukar pengetahuan yang dimiliki terutamanya tentang ajaran agama
adalah dharma tula. Kegiatan dharma tula lebih mengharapkan peran aktif dari
semua

peserta,

yang

mana

peserta

akan

memperoleh

kesempatan

mengemukakan pendapatnya atau sebaliknya menerima pendapat dari orang lain


yang akan menambah pengetahuannya dibidang agama Hindu dengan dilandasi
sikap tenggang rasa dan kekeluargaan. Tujuan lebih jauh adalah dharma tula
diharapkan tumbuh dan berkembang persepsi baru tentang ajaran agama Hindu
yang dikaitkan dengan situasi dan kondisi, sehingga agama akan selalu dapat
berperan dikehidupan manusia disepanjang zaman. Dharma tula cocok untuk
diterapkan di kalangan generasi muda, utamanya di kalangan pelajar dan
mahasiswa. Karena mereka akan merasa tertantang untuk mendiskusikan ajaranajaran agama yang tertuang dalam Weda dan menyesuaikan dengan kehidupan
sekarang. Kegiatan dharma tula dapat dilaksanakan pada hari-hari tertentu,
misalnya pada saat hari raya Saraswati dan Siwaratri. Karena pada saat hari raya
tersebut pelajar dan mahasiwa khususnya banyak berkumpul di sekolah, di pura,
dan di balai masyarakat.
6. Menyumbangkan Buku Bacaan
Menyumbangkan buku bacaan, berarti secara tidak langsung kita telah
beryadnya. Karena kita menyalurkan ilmu pengetahuan yang terdapat pada buku
tersebut kepada orang lain yang membutuhkannya, yang dilakukan secara ikhlas
tanpa pamrih. Menyebarkan ilmu pengetahuan dengan cara menyumbangkan
buku bacaan menjadi salah satu langkah sederhana yang bisa dilakukan oleh
siapa saja. Buku yang disumbangkan bukan berarti buku yang harganya mahal,
karena walaupun harga buku yang akan disumbangkan tidak seberapa atau buku
yang disumbangkan adalah buku bekas, yang terpenting adalah ilmu yang
terdapat pada buku tersebut dapat diimplementasikan dengan baik dan
bermanfaat bagi penerimanya.
Tidak hanya dengan buku yang dibeli, di kalangan mahasiswa
ditumbuhkembangkan kegiatan menulis, yaitu membuat buku yang berkaitan
dengan agama Hindu, sehingga nantinya dapat menambah kazanah kepustakaan
13

di bidang agama. Buku yang dibuat tersebut juga nantinya dapat disumbangkan
ke sekolah-sekolah ataupun ke masyarakat.
7. Menerapkan Ajaran Brahmacari
Brahmacari merupakan masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas
pokok kita pada masa ini adalah belajar dan belajar. Belajar dalam pengertian
bukan hanya membaca buku, tetapi lebih mengacu pada ketulusikhlasan dalam
segala hal. Kita harus melaksanakan masa brahmacari ini dengan sungguhsungguh. Misalnya dengan mengamalkan prinsip belajar sepanjang hayat untuk
kelangsungan hidup kita dan persiapan untuk menuju ke masa grahasta. Selalu
belajar dan tetap belajar agar ilmu pengetahuan yang kita miliki semakin
bertambah, serta tidak memandang usia, walaupun kelak kita sudah tua, kita
harus tetap belajar, karena belajar tidak akan pernah ada habisnya. Jika kita
tidak belajar, kita akan menjadi bodoh dan kebodohan merupakan musuh yang
dapat menyebabkan perbuatan buruk dan menghasilkan kesengsaraan bagi diri
kita sendiri maupun bagi orang lain, maka dengan demikian untuk menghindari
kebodohan, kita harus dan wajib untuk mendalami ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan sangatlah penting, demikian sebagai manusia yang
memiliki jnana sudah seharusnya meningkatkannya dengan belajar dan terus
belajar, yang mana dengan ilmu pengetahuan orang dapat membedakan yang
mana yang baik dan yang mana yang buruk. Ilmu yang dipelajari juga tidak
terarah pada ilmu tentang materi saja, tetapi kita harus mempelajari ilmu spritual.
Mampu

menerapkan

ajaran

brahmacari

dengan

sungguh-sungguh

telah

membuktikan bahwa kita telah beryadnya dalam hal ilmu pengetahuan, dengan
jalan belajar disertai kesungguhan hati dan ketulusikhlasan tanpa ada paksaan.
8. Mempelajari Cara Membuat Upakara
Mempelajari cara membuat upakara, salah satunya adalah mejejaitan yang
tidak akan pernah lepas dengan kegiatan yadnya yang ada di Bali. Sekarang ini,
anak-anak Sekolah Dasar (SD) sudah mendapat pelajaran mejejaitan yang menjadi
muatan lokal. Belajar dan berlatih membuat ceper, icuk, canang bunter, tamas,
sok-sokan daksina, dan lain-lain sudah dibiasakan sejak Sekolah Dasar (SD).
Sehingga nantinya dalam setiap kegiatan yadnya, mereka tidak akan merasa asing
lagi dalam hal membuat upakara.
Kegiatan mempelajari cara membuat upakara dapat dilakukan dalam
14

kegiatan pasraman anak-anak dan remaja, yang biasanya secara rutin dilaksanakan
pada liburan panjang setelah kenaikan kelas untuk mengisi waktu luang mereka,
agar terhindar dari kegiatan-kegiatan negatif.
Masyarakat dalam pembuatan upakara baik itu Manusa Yadnya maupun
Dewa Yadnya biasanya dilakukan secara gotong royong. Bagi mereka yang bisa
membuat banten akan dapat menyumbangkan kemampuannya dalam hal membuat
banten, sehingga dapat meringankan beban orang yang memiliki kegiatan upacara.
Karena apabila banten itu dibeli dengan harga yang lebih mahal dan dapat menjadi
beban bagi yang melaksanakan upacara. Saat itu, orang yang memiliki
kemampuan lebih juga dapat mengajarkan atau memberikan ilmunya secara tidak
langsung kepada generasi yang lebih muda.

15

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Yadnya berarti upacara korban suci yang dilandasi oleh hati yang tulus ikhlas.
2. Ilmu pengetahuan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu bidang yang
disusun secara sistematis berdasarkan metode tertentu, untuk dapat dimanfaatkan
sebagai penjelas gejala tertentu. Ilmu pengetahuan dalam ajaran agama Hindu
disebut Jnana. Jnana Marga Yoga merupakan jalan ilmu pengetahuan untuk
menuju atau mencapai Tuhan, bertujuan memberikan kebebasan dari kegiatan
kerja dan pelepasan dari belenggu kerja.
3. Beryadnya melalui ilmu pengetahuan jauh lebih utama daripada dengan
beryadnya dengan menggunakan harta benda.
4. Implementasinya adalah sebagai umat Hindu kita dapat beryadnya melalui ilmu
pengetahuan dengan cara membangun perpustakaan, menjaga dan melestarikan
lontar-lontar, menjaga dan melestarikan museum, memberikan dharma wacana
dan dharma tula, menyumbangkan buku bacaan, menerapkan ajaran brahmacari,
serta mempelajari cara membuat upakara.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan, yaitu seseorang yang hendak beryadnya
sekiranya dilakukan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih.

16

DAFTAR PUSTAKA

Darmayasa. 2014. Bhagawad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma


Sthapanam.
Fauzi,

M.

2013.

Definisi

Ilmu

Pengetahuan.

Dalam

https://muhamadfauziali.wordpress.com/2013/04/23/tugas-1-definisi-ilmupengetahuan/. Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.


Gobyah, I. K. 2003. Membangun Perpustakaan adalah Yadnya Utama. Dalam
http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2003/5/28/bd4.htm. Diakses pada
tanggal 2 Juni 2015.
Jyoti, I. R. B. W. P. S. S. S. 2011. Reformasi Ritual Mentradisikan Agama Bukan
Mengagamakan Tradisi. Denpasar: Pustaka Bali Post.
Lingga,

I.

B.

W.

2012.

Saraswati

dalam

Weda

(Hindu).

Dalam

https://linggahindusblog.wordpress.com/tag/ilmu-pengetahuan-dalam-hindu/.
Diakses pada tanggal 3 Juni 2015.
Mantra, I. B. 1981. Bhagawad Gita. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.
Pudja, G. 1984. Sarasamuccaya. Jakarta: MS.
Pura, Y. 2012. Yadnya. Dalam https://manacikapura.wordpress.com/tattwa/yadnya/.
Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.
Putra, D. 2009. Nilai-Nilai di Dalam Sebuah Keikhlasan/Pengorbanan di Dalam
(Yadnya). Dalam http://dexputra501.blogspot.com/2014/04/nilai-di-dalam-sebuahkeikhlasan-di.html. Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.
Suartama, K. 2014. Sumber Ajaran Agama Hindu Melalui

Lontar. Dalam

http://sekalaniskala32.blogspot.com/2014/02/sumber-ajaran-agama-hindumelalui-lontar.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2014.


Suatama, I. B. 2007. Pendidikan Agama Hindu di Perguruan Tinggi. Denpasar: Paramita.

Wiguna, M. 2014. Nilai etika dan moralitas dalam canakya nitisastra serta kontribusinya
bagi

pendidikan

karakter.

Dalam

http://arsawigunamade.blogspot.com/2014/04/nilai-etika-dan-moralitas-dalamcanakya.html. Diakses pada tanggal 3 Juni 2015.


Winawan, W. 2002. Materi Substansi Kajian Matakuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Trisakti.

DOA PENUTUP

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha


Om Santih, Santih, Santih Om

Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan,


maha tinggi dan maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.

BERJALAN DI JALAN PENERANGAN

OLEH :
DEWA AYU SASTI SAWITRI
1413021002/KLS. 2A

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
SINGARAJA
2015
1

DOA PEMBUKA
Om purwe jato brahmano brahmacari
dharmam wasanas tapasodatistat
tasmajjatam brahmanam brahma
Iyestham dewasca sarwe amrttna saksama

artinya:

Ya Tuhan, murid-Mu hadir dihadapan-Mu,


Oh Brahman yang berselimutkan kesaktian dan berdiri sebagai pertama,
Tuhan, anugrahkanlah pengetahuan dan pikiran yang terang,
Brahman yang agung,
Setiap makhluk hanya dapat bersinar berkat cahaya-Mu yang senantiasa memancar.

PRAKATA

Puji Syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas
karunia Beliau-lah makalah yang berjudul Berjalan di Jalan Penerangan dapat penulis
selesaikan pada waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak akan bisa penulis selesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak dalam memberi masukan yang bersifat membangun terutama dari dosen
pembimbing yang selalu memberikan pengarahan kepada penulis serta teman-teman yang
senantiasa memberi masukan kepada penulis. Maka dari itu, penulis mengucapkan rasa terima
kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritikan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak.

Penulis

DAFTAR ISI

Doa Pembuka
Prakata................................................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Tuhan dalam Perspektif Hindu ................................................................ 3
2.2 Tujuan Mendekatkan Diri kepada Tuhan ............................................................. 5
2.3 Cara Mendekatkan Diri kepada Tuhan ................................................................. 6
2.4 Implementasi Umat Hindu dalam Usahanya Mendekatkan Diri kepada Tuhan .. 10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 19
3.2 Saran ....................................................................................................................... 19

Daftar Pustaka
Doa Penutup

ii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era globalisasi saat ini kita dapat melihat bagaimana perkembangan zaman yang
terjadi. Semua fasilitas serta kemudahan telah kita dapatkan untuk menunjang segala aspek
kehidupan masyarakat, mulai dari aspek ekonomi, aspek sosial, aspek pendidikan dan lain
sebagainya. Semua aspek-aspek tersebut harus terpenuhi agar tidak tergerus dengan keadaan
zaman yang berkembang semakin cepat sehingga banyak sekali tuntutan yang harus dicapai
oleh manusia dan hal ini sering membuat manusia berada dalam keadaan bingung (moha)
dalam mengatasi segala tuntutan yang ada.
Kebingungan ini pun akan membuat manusia menjadi goyah akan jalannya terhadap
dharma sehingga manusia akan mudah sekali jatuh kedalam kegelapan (awidya) yang akan
membuat manusia menjauh dari segala perintah Tuhan dan hal ini akan membawa
kesengsaraan bagi dirinya sendiri.
Cara-cara yang bisa kita lakukan untuk menghindari hal tersebut adalah dengan
mengendalikan diri kita agar tidak kalah melawan musuh yang ada di dalam diri (Sad Ripu).
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengendalikannya, salah satunya adalah dengan
mengingat Tuhan dan berpasrah diri kepada-Nya.
Tuhan dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Brahman. Brahman memiliki
berbagai sifat yang membuat-Nya dimuliakan sangat tinggi. Brahman dikatakan sebagai
Maha Tunggal (Ekam Ewa Adwityam Brahma) dengan keempat sifat kemahakuasaan-Nya
(Cadu Sakti) membuat Tuhan selalu ada di tengah-tengah umat-Nya, dalam keadaan apapun
kita, sesulit apapun, Tuhan pasti ada disekitar kita untuk selalu memberikan bantuan kepada
umat-Nya yang memang membutuhkan. Sebagai umat manusia, kita haruslah berpasrah diri
dalam menghadapi segala yang terjadi pada kita. Mengingat Tuhan dengan sering
melaksanakan persembahyangan atau memusatkan diri kepada-Nya akan membuat kita
terhindar dari sifat-sifat kebingungan (moha) yang akan menjerumuskan kita ke hal-hal
buruk. Selalu memikirkan-Nya juga akan membawa kita lebih dekat dengan Tuhan dan
semakin kita bisa mendekatkan diri dengan Tuhan, semakin dekat jalan yang bisa kita
tempuh untuk mencapai tujuan akhir dari perjalanan di dunia, yakni moksa. Oleh karena itu,
1

dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsepsi Ketuhanan dalam perspektif Hindu agar
kita sebagai umat Hindu semakin mengerti tentang ajaran-Nya sehingga dapat mencapai
tujuan akhir sebagai pemeluk agama Hindu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan,
yaitu :
1.2.1

Apa hakekat Tuhan dalam persektif Hindu?

1.2.2

Apa tujuan umat Hindu mendekatkan diri kepada Tuhan?

1.2.3

Bagaimana cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan?

1.2.4

Bagaimana implementasi umat Hindu dalam usahanya mendekatkan diri kepada


Tuhan?

1.3 Tujuan Masalah


Berdasarkan rumusan masalah yang telah ada, tujuan

yang ingin dicapai dalam

penulisan makalah ini adalah :


1.3.1

Menjelaskan mengenai hakekat Tuhan dalam perspektif Hindu

1.3.2

Menjelaskan tujuan umat Hindu harus senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan.

1.3.3

Menjelaskan cara-cara yang dapat dilaksanakan umat Hindu untuk mendekatkan


diri kepada Tuhan.

1.3.4

Menjelaskan implementasi umat Hindu dalam usahanya untuk mendekatkan diri


kepada Tuhan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Tuhan dalam Perspektif Hindu
Dalam perspektif Hindu, Tuhan sering disebut dengan Sang Hyang Widhi. Sang Hyang
Widhi memiliki banyak nama lain dan digambarkan dengan banyak wujud, namun
sesungguhnya, Sang Hyang Widhi tidaklah dapat diwujudkan dalam pikiran manusia
(acintyarupa) atau dalam bahasa Jawa Kuno dinyatakan tan kagrahita dening manah
mwang indriya yang artinya tidak terjangkau oleh akal indriya manusia (Winawan, TT : 9).
Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat menggambarkan bagaimana
sebenarnya Sang Hyang Widhi (Tuhan) itu. Sang Hyang Widhi bersifat impersonal God
(tidak berwujud).
Sang Hyang Widhi digambarkan sebagai Yang Maha Esa yang merupakan sumber
segalanya seperti yang tercantum dalam sloka Bhagavad Gita yang mengatakan :
sri-bhagavan uvaca
aksharam brahma paramam
svabhavo dhyatmam ucyate
bhuta-bhavodbhava-karo
visargah karma-samjnitah
(Bhagavad Gita VIII.3)
Sri Bhagavan bersabda : Yang Maha Agung dan tidak termusnahkan adalah Brahman, sang
jiwa dikatakan sebagai Adhyatman, sedangkan kekuatan aktif yang menumbuhkembangkan
makluk hidup disebut sebagai karma.
Kemudian, dalam sloka lain juga disebutkan :
kavim puranam anusasitaram
anor aniyamsam anusmared yah
sarvasya dhataram acintya-rupam
aditya-varnam tamasah parastat
(Bhagavad Gita VIII.9)
Orang hendaknya selalu memusatkan pikirannya pada Tuhan Yang Maha Tahu, Yang Paling
Tua, Pengendali Tertinggi dari segala sesuatu, yang lebih kecil dari pada atom, yang
3

memelihara semua yang ada, yang wujudnya jauh dari jangkauan pikiran, yang bersinar
cemerlang laksana matahari menghapus kegelapan.
Dari sloka di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Tuhan memang tidaklah dapat
terjangkau oleh pikiran manusia yang terbatas. Sloka tersebut juga menjelaskan mengenai
wujud Tuhan yang lebih kecil dari atom (anima) yang merupakan salah satu dari delapan
sifat agung Tuhan (Asta Astaiswarya) yang terdiri dari Anima, Laghima, Mahima, Prapti,
Prakarya, Icitwa, Wacitwa dan Yatta Kamawasaitwa (Sudiana, 2007 : 13).
Tapi, dalam kehidupan umat Hindu, Tuhan dapat digambarkan dalam berbagai
wujudnya sebagai dewa dan dewi. Hal ini dapat dijelaskan dengan paduan sastra sebuah
lontar bernama Vidhi Papincatan yang menguatkan pendapat bahwa Tuhan merupakan tak
berwujud (impersonal God). Tapi, ketika Sang Hyang Widhi (Tuhan) dimohonkan hadir oleh
umat-Nya, Beliau akan hadir dan telah terwujud dalam alam pikiran dengan wujud utamanya
diseebut Tri Murti yang mengambil manifestasi sebagai Brahma, Visnu, dan Siwa. Ketika
umat menyembah-Nya dalam wujud manifestasi, maka Tuhan dipuja sebagai Tuhan yang
personal (berpribadi).
Pengambilan wujud manifestasi oleh Sang Hyang Widhi yang berbeda-beda merupakan
realisasi dari fungsi tiap manifestasi yang memiliki tugas berbeda. Sesuai dengan sloka
dalam Bhagavad Gita yang menyatakan :
adhibhutam ksaro bhavah
purushas cadhidaivatam
adhiyajno ham evatra
dehe deha-bhrtam varia
(Bhagavad Gita VIII.4)
Wahai manusia termulia, Arjuna, yang dapat termusnahkan adalah Adhibhuta, pemimpin
para Dewa, yaitu Hiranyagarbha. Brahma adalah Adhidaiva, sedangkan Adhiyajna sebagai
Penerima segala pesembahan adalah Aku Sendiri.
Sloka ini menyiratkan secara singkat mengenai bagaimana fungsi Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Brahma dan Visnu.

2.2 Tujuan Mendekatkan Diri kepada Tuhan


Umat Hindu memiliki suatu lingkaran reinkarnasi yang disebut dengan samskara atau
punarbhawa yang merupakan salah satu dari Panca Sradha. Samskara atau punarbhawa ini
tidak akan pernah berakhir selama seorang manusia masih memiliki phala yang belum
ternikmati selama hidup. Satu-satunya jalan untuk menghentikan siklus samskara ini adalah
dengan mencapai moksa.
Moksa merupakan kebebasan atau kelepasan (mukti atau nirwana) yang secara detail
dapat diartikan sebagai bebasnya atma dari segala ikatan (ikatan maya dan ikatan samsara
atau punarbhawa), sehingga atma dapat kembali ke asalnya yaitu Sang Hyang Widhi Wasa
serta dapat pula mencapai kebenaran tertinggi, mengalami ketentraman, dan kebahagiaan
yang kekal dan abadi (sat cit ananda) (Sudiana, 2007 : 32).
Moksa berdasarkan tingkat hubungannya dengan Tuhan, maka dapat dibagi menjadi
empat tingkatan, yakni Sampiya (kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup di dunia),
Sarupya atau Sadharmya (kebebasan di dunia dengan kedudukan atma dapat mengatasi
pengaruh unsur-unsur maya), Salokya (kebebasan dimana atma kesadarannya setara dengan
Tuhan tapi belum dapat bersatu dengan-Nya) dan Sayujya (kebebasan tertinggi dimana atma
sudah bergabung dengan Brahma).
Selain pembagian tingkatan moksa di atas, ada juga pembagian tingkatan moksa lain
yang terdiri dari tiga bagian, yakni Jiwan Mukti (kebebasan yang dicapai semasa hidup),
Wideha Mukti/Krama (kebebasan yang diperoleh setelah mati), dan Purna Mukti (kebebasan
yang paling sempurna).
Kondisi dimana atma yang masuk surga dengan moksa tidaklah sama karena ketika roh
mengalami moksa, roh tidak lagi menikmati apapun yang sifatnya indriawi sedangkan surga,
merupakan tempat dimana seseorang menikmati phala baik dari karma yang diperbuat
semasa hidup. Moksa juga merupakan bentuk pencapaian inti kebahagiaan dimana jiwa telah
mengalami kesamaan essensi dengan sumbernya dan juga telah mencapai suatu jnana
tertinggi (Noviasih, TT : 6). Maka dari itu, moksa harus diraih oleh setiap umat Hindu.
Sloka alam Bhagavad Gita menyebutkan :

anta-kale ca mam eva


smaran muktva kalevaram
yah prayati sa mad-bhavam
yati nasty atra samsayah
(Bhagavad Gita VIII.5)
Dia yang mengingat Aku ketika meninggalkan badan kasarnya pada detik-detik ajal tiba,
maka tidak dapat diragukan lagi dia akan sampai pada-Ku.
Selanjutnya dalam sloka lainnya dinyatakan :
yam yam vapi smaran bhavam
tyajaty ante kalevaram
tam tam evaiti kaunteya
sada tad-bhava-bhavitah
(Bhagavaad Gita VIII.6)
Pada saat kematian tiba, ketika seseorang meninggalkan badan kasarnya, keadaan apa pun
pasti diingat olehnya, wahai Putra Kunti, maka pasti keadaan itulah yang akan dicapainya,
karena (pada detik-detik ajal tiba) kesadarannya senantiasa mengenang keadaan (tersebut).
Dari sloka-sloka tersebut dapat dipahami bila untuk mencapai sebuah kebahagiaan
tertinggi, manusia harus senantiasa mengingat Tuhan, bagaimana pun situasi dan kondisi
yang tengah dialami khususnya ketika hendak meninggalkan badan kasar. Pencapaian moksa
dapat dilaksanakan hanya dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, mencari jalan
penerangan melalui ajaran-Nya.

2.3 Cara Mendekatkan Diri kepada Tuhan


Sebuah sloka dalam Bhagavad Gita menyebutkan :
tasmat sarveshu kaleshu
mam anusmara yudhya ca
mayy arpita-mano-buddhir
mam evaishyasy asamsayah
(Bhagavad Gita VIII.7)
Oleh karena itu, ingatlah selalu pada-Ku, dan bertempurlah. Serahkanlah pikiran dan
keceradasanmu kepada-Ku, tanpa keraguan sedikit pun maka engkau akan sampai pada-Ku.
6

Dari sloka tersebut, dapat dipahami bahwa untuk dapat bersatu dengan-Nya mencapai
kebebasan tertinggi, manusia harus senantiasa mengingat Tuhan. Di saat melakukan sesuatu,
berusaha untuk mencapi suatu hal, manusia harus bisa mengingat Tuhan agar bisa
mengendalikan diri. Manusia harus berserah diri pada-Nya, namun tetap selalu berusaha
untuk mencapainya. Berpasrah diri bukan berarti diam tidak melakukan apa pun, tapi tetap
berusaha melakukan sesuatu agar dapat terus dekat dengan-Nya.
Ajaran Agama Hindu juga memberikan penjelasan mengenai jalan yang dapat ditempuh
untuk bisa mendekatkan diri kepada Tuhan seperti yang dijelaskan sloka berikut :
abhyasa-yoga-yuktena
cetasa nanya-gamina
paramam purusham divyam
yati parthanucintayan
(Bhagavad Gita VIII.8)
Selalu memusatkan pikiran pada Tuhan Yang Maha Esa melalui pelaksaan praktik yoga
yang baik dan pikiran yang tidak mengembara pada hal-hal lain selain Tuhan, wahai Putra
Prtha, maka seseorang akan sampai pada Pribadi Tertinggi Yang Maha Agung.
Mendekatkan diri kepada Tuhan dapat dilakukan dengan memusatkan pikiran melalui
Yoga. Yoga berasal dari kata yuj yang berarti menghubungkan yang secara detail
merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi
(Maswinara, 1998 : 49). Salah satu ajaran agama Hindu tentang yoga dinamakan Catur
Marga Yoga dimana Catur Marga Yoga ini dapat memantapkan pikiran seseorang dan juga
memberikan kekuatan agar manusia dapat memusatkan pikiran, seperti yang dijelaskan
sloka berikut pada Bhagavad Gita, yakni :
prayana-kale manasacalena
bhaktya yukto yoga-balena caiva
bhruvor madhye pranam avesya samyak
sa tam param purusham upaiti divyam
(Bhagavad Gita VIII.10)
Dia yang pada saat kematian tiba, dengan pikiran yang tidak tergoyahkan dan melalui
kekuatan yoga, menempatkan nafas hidup (di tengah-tengah dahi) terpusat di antara kedua
alis, maka dia pasti sampai pada Pribadi Yang Maha Agung.
7

Catur Marga Yoga merupakan empat jalan penyatuan Atma dengan Brahman yang
terdiri dari Bhakti Yoga, Karma Yoga, Jnana Yoga dan Raja Yoga (Sudiana, 2007 : 35).
Bhakti Yoga merupakan usaha untuk mencapai moksa dengan jalan sujud bhakti kepada
Tuhan. Orang-orang yang mengikuti jalan ini sering disebut dengan Bhaktan. Ketika
seseorang sujud serta bakti kepada Tuhan, Tuhan akan menuntun Bhaktan tersebut untuk
mencapai kesempurnaan dengan melakukan sembah, berdoa serta memohon ampun atas
segala dosa yang telah diperbuat, juga mengucap syukur akan membuat cinta baktinya
semakin dalam hingga membuat Tuhan menampakkan dirinya di hadapan Sang Bhaktan.
Kemudian, jalan selanjutnya adalah Karma Yoga. Karma Yoga merupakan jalan untuk
mencapai kesempurnaan dengan berbuat kebajikan tanpa terikat oleh nafsu. Nafsu yang
dimaksud dapat berupa nafsu untuk mendapatkan hasil dari apa yang telah dilakukan atau
nafsu lainnya yang membuat apa yang telah dilakukan menjadi pamrih. Salah satu sloka
Bhagavad Gita menyatakan :
yad aksharam veda-vido vadanti
vishanti yad yatayo vita-ragah
yad icchanto brahmacaryam caranti
tat te padam sangrahena pravaksye
(Bhagavad Gita VIII.11)
Sekarang akan Aku jelaskan kepadamu secara ringkas mengenai keadaan yang kekal abadi
yang disebutkan oleh para ahli Veda, yang orang-orang suci yang sudah terbebaskan dari
keinginan dan hawa nafsu dapat memasukinya, yang jika orang-orang menginginkan untuk
mencapainya mereka harus menjalankan sumpah brahmacarya, berpantang melakukan seks
dalam segala bentuk.
Melaksanakan Karma Yoga juga memerlukan pengendalian diri terhadap nafsu
sehingga apa yang dikerjakan dapat dilaksanakan dengan iklas. Pengendalian diri menjadi
sangat penting karena banyak sekali manusia tidak dapat melakukan pengendalian diri
dengan baik. Pada sloka Bhagavad Gita menyatakan :
sarva-dvarani samyamya
mano hridi nirudhya ca
murdhny adhayatmanah pranam
8

asthito yoga-dharanam
(Bhagavad Gita VIII.12)
Dengan menutup semua pintu gerbang yang ada dalam badan, pikiran dipusatkan di dalam
hati, dan nafas hidup di tempatkan di ubun-ubun, maka orang menjadi mantap dalam
konsentrasi yoganya.
Sloka tersebut menjelaskan mengenai langkah yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan nafsu yang dimiliki. Menutup segala rongga dalam badan dan
mengendalikannya. Menutup segala indriya untuk dapat melepaskan diri dari ikatan duniawi
agar manusia mudah untuk mengendalikan segala hawa nafsu yang dimilikinya sehingga
pencapaian moksa melalui Karma Yoga dapat dilaksanakan dengan baik.
Jalan selanjutnya yang dapat ditempuh manusia untuk mencapai moksa adalah Jnana
Yoga. Jnana Yoga dalah jalan atau usaha untuk mencapai moksa dengan menggunakan
kebijaksanaan filsafat. Jalan ini menuntun seseorang untuk dapat mendalami ajaran-ajaran
dalam agama sehingga seorang manusia dapat menjadi lebih bijaksana. Seseorang dengan
kebijaksanaannya akan mampu menaklukkan segala nafsu yang ada didalam dirinya sendiri,
menaklukkan segala ikatan keduniawian yang ada dalam diri sehingga seorang Jnanin
(sebutan untuk orang yang melaksanakan Jnana Yoga) dapat menunggal dengan Brahman.
Kemudian jalan terakhir dalam Catur Marga Yoga adalah Raja Yoga. Raja Yoga
merupakan jalan untuk dapat berhubungan dengan Tuhan melalui Tapa, Bratha, Yoga dan
Samadhi. Tapa dan Bratha dapat diartikan sebagai latihan dalam mengendalikan indriya
sedangkan Yoga dan Samadhi merupakan latihan untuk menghubungkan dan menyatukan
Atma dengan Paramatma. Orang yang dapat menumbuhkan kesadaran diri serta
mengabdikan diri sepenuhnya kepada Sang Hyang Widhi Wasa akan dapat mengetahui
hakekat kebenaran Brahman. Orang yang demikianlah yang dapat dikatakan sebagai Yogin.
Sebuah sloka dalam Bhagavad Gita menyebutkan :
ananya-cetah satatam
yo mam smarati nityasah
tasyaham sulabhah Artha
nitya-yuktasya yoginah
(Bhagavad Gita VIII.14)
9

Dia yang setiap saat dengan pikiran yang tidak bercabang-cabang selalu mengingat Aku,
wahai Putra Prtha, bagi seorang yogi yang dengan kesadaran spiritual yang mantap selalu
berada dalam Diri-Ku, maka Aku sangat mudah dicapai.
Raja Yoga menggunakan pikiran sebagai alat, oleh karena itu pengenalan terhadap
pikiran itu sangat penting. Berhasil tidaknya tergantung dari bagaimana manusia bisa
mengendalikan pikiranya sendiri (Cundamani, 1991 : 172). Kemudian, sloka diatas
menjelaskan mengenai langkah untuk pendekatan diri kepada Tuhan melalui pemusatan
pikiran dan juga kesadaran secara spiritual. Seorang yang memiliki kesadaran spiritual
terhadap Tuhan akan bisa memusatkan pikirannya dan juga bisa melakukan Yoga dan
Samadhi. Orang-orang yang demikianlah yang akan sampai pada-Nya yakni tujuan tertinggi
dalam Agama Hindu, moksa. Seorang Yogin seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
haruslah memiliki kesadaran spiritual dan mau mengabdikan dirinya kepada Tuhan, selalu
memikirkan Tuhan dimana pun dan bagaimana pun keadaannya.
Seseorang yang senantiasa memikirkan Tuhan, memfokuskan dan memusatkan
segalanya kepada Tuhan, pastilah ia akan mencapai moksa. Tanpa mengenal waktu, situasi,
dan keadaan. Apabila seseorang tetap pendiriannya kepada Tuhan, sujud serta bakti sekali
pun dalam situasi akan meninggalkan badan kasar, orang tersebut akan sampai pada tujuan
tertinggi yaitu moksa dinyatakan dalam sloka berikut :
om ity ekaksharam brahma
vyaharan mam anusmaran
yah prayati tyajan deham
sa yati paramam gatim
(Bhagavad Gita VIII.13)
Ketika seseorang pergi meninggalkan raganya dengan mengingat-Ku sambil mengucapkan
aksara suci OM di dalam hatinya, maka ia akan sampai pada tempat tujuan yang paling
tinggi.

2.4 Implementasi Umat Hindu dalam Usahanya Mendekatkan Diri kepada Tuhan
Umat Hindu memilik tujuan terakhir yakni moksa dimana atma telah mencapai
kebebasan tertinggi dan meninggalkan segala ikatan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya
10

bahwa ada beberapa jalan yang dapat dilakukan sebagai umat untuk mencapai moksa tersebut
yakni Catur Marga Yoga.
Bagian yang pertama adala Bhakti Yoga dimana dalam kehidupan sehari-hari, manusia
dapat melaksanakannya seperti melakukan Tri Sandya tepat waktu juga melakukan
persembahyangan sehari-hari dan selalu bersyukur akan apa yang dimiliki dengan
menghargai juga termasuk dalam wujud Bhakti Yoga. Ajaran Agama Hindu memiliki banyak
sekali rainan atau hari raya suci yang mana merupakan peluang bagi umat manusia sendiri
untuk melaksanakan Bhakti Yoga, seperti ketika ada odalan dimana umat dapat
melaksanakan ngayah bersama umat lainnya. Kemudian ketika pura sedang dalam tahap
renovasi atau perbaikan, umat dapat ikut melaksanakan perbaikan atau renovasi tersebut. Hal
lainnya juga dapat dilakukan adalah ngayah mereresik (melakukan pembersihan) di pura
dimana biasanya dalam tradisi di Bali, para truna-truni dari wilayah yang sama akan
melakukan sebuah sangkep (rapat) bersama untuk menentukan jadwal mereresik di pura
untuk selanjutnya dilaksanakan bersama sesuai dengan jadwal yang telah disepakati
sebelumnya. Kegiatan ini sebenarnya tidak hanya dilaksanakan oleh remaja saja, tapi anak
kecil pun bisa bergabung untuk ikut ngayah mereresik.
Kemudian, contoh lainnya yang dapat dijelaskan adalah ngayah mayasin di pura-pura
yang rutin dilaksanakan ketika kajeng kliwon atau purnama (untuk Pura Dalem dan Desa).
Pada ngayah mayasin ini, tiap hari-hari tertentu para pemuda dan juga anggota banjar akan
pergi ke pura untuk melakukan pembersihan juga pemasangan atribut untuk bangunanbangunan yang ada di pura seperti kain (kamben), payung, dan lain sebagainya. Selain atribut
bangunan, pengayah juga membantu pemangku di pura untuk menyiapkan sarana dan
prasarana yang akan digunakan untuk persembahyangan hari itu seperti api/dupa, tempat tirta,
sound (untuk pengayah mekidung), tikar serta sesajen-sesajen yang telah disiapkan oleh
pemangku sebelumnya untuk di tata di Pura. Pengayah pada hari ini juga menyiapkan tirta
yang akan dsucikan dan dibagikan ke umat yang bersembahyang nantinya. Pembuatan tirta
ini biasanya disebut dengan ngukup yang memerlukan bahan-bahan seperti bunga, air, api
dan lain-lain untuk dapat membuat tirta yang memiliki rasa khas serta wangi.
Contoh lainnya adalah ketika umat melaksanakan upacara Panca Yadnya terutama pada
bagian Dewa Yadnya yang sering dilaksankan di pura-pura dan juga merajan/sanggah milik
umat Hindu. Acara ini biasanya dalam bentuk piodalan yang dilaksanakan setiap 210 hari
11

atau setahun sekali. Piodalan ini biasanya akan memberikan umat kesempatan untuk ngayah.
Ngayah yang ada ketika piodalan akan bermacam-macam seperti ngayah mekekidung,
ngayah metabuh, ngayah ngigel, dan lain sebagainya. Kesempatan ini merupakan jalan yang
dapat dilaksanakan oleh umat seagama untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Hal-hal yang telah disebutkan diatas merupakan penjabaran dari beberapa implementasi
yang sering ditemui di masyarakat. Seperti yang dijelaskan sebelumnya jika umat Hindu
memiliki banyak hari suci, hal ini menandakan masih banyak juga contoh-contoh Bhakti
Yoga yang dapat dilakukan oleh umat Hindu.
Beralih pada bagian kedua yakni Karma Yoga dimana manusia yang mengambil jalan
ini harus seantiasa melakukan kebaikan. Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep Tri Hita
Karana (tiga penyebab kebahagiaan) (Wikipedia, 2015) yang secara langsung berkaitan juga
dengan pelaksanaan Bhakti Yoga. Seperti ketika seseorang memiliki piodalan di sanggah
atau pun merajan, sebagai umat seagama, kita pasti akan pergi ke rumah orang tersebut dan
ikut membantu dalam menyiapkan segala upacara yang diperlukan (metetulung). Secara tidak
langsung, kita telah ikut dalam ngayah di sanggah atau merajan orang tersebut dan hal ini
sudah termasuk dalam Bhakti Yoga yang menyinggung ajaran prahyangan (hubungan yang
harmonis antara manusia dengan Tuhan) yang merupakan salah satu bagian dari Tri Hita
Karana.
Pada bagian selanjutnya dari Tri Hita Karana yakni pawongan yang berarti hubungan
harmonis dengan sesama umat. Konteks pawongan ini dapat dikaitkan dengan ajaran Tat
Twam Asi yang merupakan pedoman umat Hindu untuk bersosialisasi. Manusia sebagai
makhluk sosial pasti memerlukan manusia lainnya untuk bertahan hidup. Tapi, selain
berinteraksi, manusia juga perlu menjaga hubungan antar sesama agar dapat menjadi bagian
dari masyarakat. Salah satu cara agar dapat menjaga hubungan satu sama lain adalah berbuat
baik (subha karma) kepada sesama. Contohnya adalah selalu menolong orang lain di sekitar
kita yang membutuhkan. Cara yang dapat dilakukan untuk menolong orang ada banyak. Hal
kecil yang dapat dilakukan oleh mahasiswa khususnya adalah ikut berpartisipasi dalam
kegiatan yang dilaksanakan di organisasi. Walau pun bukan pemimpin dari organisasi
tersebut, ketika seseorang mendapat jabatan untuk memegang tanggung jawab hendaknya
sebagai manusia harus bisa bertanggung jawab untuk menyelesaikan acara tersebut. Hal ini
12

sudah termasuk dalam Karma Yoga karena dengan bertanggung jawab pada acara tersebut,
sudah dapat dipastika jika orang itu sudah membantu untuk menyelesaikan tugas.
Selain itu, hal lain yang dapat dilakukan adalah ikut berpartisipasi ketika ada organisasi
lain yang mengadakan acara amal. Seseorang yang ikut berpartisipasi dalam acara ini sudah
dapat dikatakan telah melakukan kebajikan. Tidak perduli dengan kuantitas yang diberikan
asalkan tidak mengharapkan hasil apa-apa dari yang telah diamalkan.
Hal lainnya yang berkaitan dengan pawongan adalah melakukan donor darah. Beberapa
organisasi di tingkat universitas biasanya mengadakan kegiatan donor darah. Tidak ada
salahnya sebagai seorang manusia untuk ikut melakukan donor darah karena selain dapat
membantu orang lain, donor darah juga dapat meningkatkan kesehatan diri. Donor darah
merupakan salah satu kegiatan yang positif karena kegiatan ini mampu menolong banyak
orang yang membutuhkan.
Konteks lain yang dapat berkaitan dengan hubungan harmonis antar sesama (pawongan)
adalah konsep tri kaya parisudha dimana konsep ini sangat diperlukan untuk bisa
membangun hubungan baik dengan umat lainnya yang terdiri dari tiga bagian yaitu manacika,
wacika, dan kayika.
Di dalam masyarakat, seorang manusia harus bisa mengendalikan segala tingkah
lakunya agar dapat diterima di masyarakat. Semua tingkah laku manusia berakar dari sebuah
pikiran, jadi manusia haruslah berpikir tentang hal-hal yang positif (manacika) sehingga apa
yang akan dilakukan berakhir baik. Contohnya ketika melihat seseorang yang tampak sibuk
dengan gadget saat melakukan rapat di organisasi hendaknya tidak langsung menegurnya
secara jeblak karena mungkin saja dia sibuk dengan urusan yang berkaitan dengan rapat.
Selalu berpikir positif, akan membuat seseorang terhindar dari tingkah buruk yang akan
menimbulkan masalah kedepannya.
Kemudian, selain memiliki pemikiran yang positif (manacika), manusia juga dituntut
untuk bisa berbicara secara sopan dan santun (wacika) dimana dasar dari wacika ini adalah
manacika. Ketika menghadapi seseorang, hendaknya manusia dapat memikirka kata yang
sekiranya pantas sebelum akhirnya disuarakan agar apa yang telah diucapkan tidak menjadi
boomerang untuk diri sendiri. Semisal ketika mengahapi lomba debat, seseorang harus dapat
memikirkan dengan baik dan menyuarakan dengan baik pendapat yang dimilikinya. Selain
itu, berbicara santun juga diperlukan ketika menghadapi senior atau yang dituakan/dihormati,
13

semisal dosen. Umat harus dapat memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dia ucapkan.
Dari sini dapat dilihat hubungan antara pikiran yang baik dengan perkataan yang baik.
Terakhir adalah kayika yakni perbuatan yang baik dimana perbuatan yang baik ini juga
berkaitan erat dengan dengan pikiran yang baik (manacika). Contohnya ketika seorang
mahasiswa dihadapkan pada banyaknya tugas dan juga kegiatan organisasi, mahasiswa ini
harus tetap bisa berpikir baik agar apa yang dilakukannya juga baik. Jika dia memiliki
pemikiran yang sudah melenceng ke arah negatif, kemungkinan mahasiswa akan mangkir
dari kewajibannya. Hal ini tentu tidak diinginkan. Maka dari itu, untuk menghasilkan sesuatu
yang baik, selalu diawali dengan pemikiran yang baik pula.
Dengan pemikiran yang baik, manusia dapat terhindar dari kebingungan (moha) yang
dapat menjerumuskan seseorang pada kegelapan. Seperti pada kasus mahasiswa tadi. Jika
mahasiswa tadi tidak memiliki pengendalian pikiran yang cukup, dipastikan dia akan
bingung (moha) lalu melakukan hal yang bersifat negatif seperti bolos.
Sebenarnya, masih banyak kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk berbuat
kebaikan pada sesama dan semua hal itu pastilah akan membawa umat kepada moksa asalkan
apa yang telah dilakukan tidak berdasarkan pamrih.
Kemudian bagian selanjutnya yakni palemahan yang berarti hubungan harmonis dengan
lingkungan. Hubungan ini patut dijaga karena sebagai manusia, umat juga bergantung pada
lingkungan.
Sebagai manusia, untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, manusia
mencarinya di alam dan maka dengan inilah, manusia wajib untuk menjaganya. Hal yang
dapat dilakukan sebagai wujud nyata hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan
adalah dengan merawat tanaman yang ada di sekitar lingkungan. Menyirami bunga atau
merawat tanaman juga telah termasuk dalam perbuatan baik dengan lingkungan. Bahkan,
hanya dengan menata taman agar lebih indah juga sudah termasuk dalam kebajikan ini.
Hal kecil lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan tidak membuang sampah
sembarangan terutama sampah plastik yang sulit terurai. Melakukan langkah kecil ini sudah
mendorong adanya kebersihan di lingkungan sekitar dan akan membuat lingkungan semakin
sehat.
Kegiatan organisasi tingkat siswa mau pun mahasiswa terdapat program pembersihan
areal sekolah atau pun jurusan. Kegiatan ini biasanya juga diselingi dengan penataan taman
14

seperti pada kegiatan jurusan yang melakukan kerja bakti untuk menanam rumput sehingga
keadaan lingkungan bisa jadi lebih hijau. Pembersihan juga rutin dilakukan oleh anggota dari
organisasi tersebut secara berkala atau pun bergilir.
Pada skala yang lebih besar di tingkat mahasiswa, mahasiswa dapat ikut serta dalam
suatu kegiatan mendaki gunung dan ketika mendapatkan kesempatan tersebut, mahasiswa
bisa melakukan pembersihan di gunung dengan memungut sampah-sampah anorganik yang
telah ditinggalkan oleh pendaki lain sehingga ekosistem dapat terjaga. Selain itu, ikut serta
dalam kegiatan kerja bakti baik di tingkat banjar hingga organisasi pun sudah dapat
dikatakan telah melakukan kebajikan untuk alam.
Ajaran Hindu telah mengajarkan tentang menjaga hubungan harmonis dengan
lingkungan. Hal ini sudah terbukti dengan adanya hari raya Tumpek Wariga (pengatag/uduh)
dimana tumbuh-tumbuhan pada hari itu diupacarai. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari
rasa syukur umat dengan diberkahinya tumbuh-tumbuhan kepada umat oleh Tuhan sehingga
umat Hindu dapat menopang hidup pada apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Adanya
Tumpek Wariga ini sudah menunjukkan jika umat Hindu menjaga hubungannya dengan
lingkungan yang diberikan oleh Tuhan.
Sebagai manusia yang memilih jalan Karma Yoga wajib bagi orang tersebut untuk
melakukan kebajikan kepada semua orang dan juga lingkungan karena semua hal itu berasal
dari satu sumber yakni Brahman dan sesuai dengan konsep Tat Twam Asi.
Selanjutnya adalah Jnana Yoga yang merupakan jalan untuk mencapai tujuan dengan
kebijaksanaan filsafat. Inti dari ajaran ini adalah melepaskan kebingungan (moha) dengan
filsafat ilmu pengetahuan untuk bisa mengendalikan pikiran.
Seperti pada contoh kecilnya seorang anak yang tidak tau bahwa melakukan yadnya
sesa itu penting. Ketika diberi tahu apa pentingnya hal tersebut, sang anak akan belajar dan ia
akan mengerti sehingga ia tidak ragu lagi jika melaksankan yadnya tersebut. Begitu pun pada
hal lainnya, Jnana Marga membuat pemikiran terbuka sehingga seseorang dapat
melaksanakan ajaran agama dengan baik. Contoh ini juga menunjukkan bagaiman Jnana
Yoga berkaitan dengan Bhakti Yoga dimana dari seseorang yang menjalani Jnana Yoga
pemikirannya akan terbuka dan lebih bijaksana sehingga ketika melakukan persembahyangan,
tidak ada keraguan lagi yang mengganggu yadnya anak tersebut.
15

Contoh lainnya adalah saat adanya pesraman-pesraman yang mengajarkan ilmu


keagamaan kepada anak-anak kecil yang biasa dilakukan di jam bebas sekolah anak-anak.
Mereka disana akan dibimbing mengenai ilmu kerohanian dan agama, mulai dari mejejahitan,
kebanten, hingga belajar dasar-dasar Yoga. Pada pendidikan non-formal ini, biasanya anak
didik akan mulai belajar lebih dalam untuk pelajaran agama. Pendidikan ini bertujuan untuk
membuat anak bisa mendalami agama dengan lebih baik sehingga karakter anak-anak
tersebut bisa dibentuk dengan baik karena pemantapan spiritual yang didapat bisa membuat
anak tidak merasa ragu dan bingung dalam menjalani ajaran keagamaan.
Selain pemantapan secara wawasan, pada Jnana Yoga juga terdapat pemantapan secara
psikis dimana karakter dari anak juga dikembangkan. Ketika seorang anak masih dalam fase
brahmacari, seorang anak akan mendapat banyak pengalaman yang melatih mental anak itu.
Contohnya ketika seorang siswa yang masuk SMA dan mengikuti OSIS, siswa tersebut
pastilah akan mendapatkan banyak pengalaman ketika ia belajar, baik belajar pada ruang
kelas dan berinteraksi dengan guru atau pun ketika berorganisasi. Ketika di dalam kelas, ia
akan mulai melatih sikapnya saat guru mulai memarahi atau bahkan orang tua juga ikut
memarahinya. Ketika hal ini terjadi, kedewasaan seorang anak sedang dikembangkan dan hal
ini juga ditopang dengan pengalamannya selama di organisasi yang pastinya juga mendapat
pengalaman-pengalaman lainnya dan juga dalam situasi ini ajaran agama juga mempengaruhi
karena agama berpengaruh terhadap tingkat pemikiran anak itu ketika bermasalah. Pada fasefase seperti ini, psikis anak akan berkembang dan akan menambah kebijaksanaan anak ini
jika dihadapikan pada masalah-masalah lainnya sehingga anak ini tidak mudah goyang dan
jatuh pada kebingungan.
Peningkatan kebijaksanaan merupakan salah satu tujuan dari Jnana Yoga agar seseorang
dapat melaksanakan mengendalikan pikirannya dan segala hawa nafsu yang dapat
membawanya ke dalam awidya.
Kemudian yang terakhir adalah Raja Yoga yang merupakan jalan terakhir dari empat
jalan dalam Catur Marga Yoga. Di dalam ajaran Raja Yoga yang menggunakan pikiran
sebagai alat untuk menghubungkan diri dengan Brahman.
Di dalam ajaran Raja Yoga terdapat konteks Astangga Yoga yang merupakan delapan
tahapan yoga untuk mencapai moksa yang terdiri dari yama, nyama, asana, pranayama,
prathyahara, dharana, dhyana, dan Samadhi.
16

Pertama akan dibahas mengenai yama. Di kehidupan sehari-hari, manusia sering sekali
memiliki pemikiran-pemikiran negatif. Banyak dari anak-anak terutama remaja yang mulai
memiliki pemikiran buruk seperti mengambil jatah snack teman ketika rapat (aprigraha),
meminjam uang teman dan tak pernah mengembalikannya lagi (asteya), melakukan
kesalahan dengan sengaja untuk mendapat perhatian dari orang-orang sekitar seperti
membuat kegaduhan tidak jelas, mengatakan hal-hal kotor bahkan terang-terangan
menjadikan hal-hal yang seharusnya tidak dibicarakn di tempat umum sebagai bahan gossip
dan lain sebagainya. Hal-hal seperti di atas haruslah dikurangi karena bertentangan dengan
ajaran dari yama yang mengajarkan untuk mengendalikan diri berupan pantangan untuk
menyakiti seperti memukul anjing atau hewan peliharaan (ahimsa), memberikan uang hasil
temuan di jalan pada pemiliknya, memiliki suatu benda atau barang karena jujur bukannya
mengambil milik orang lain.
Berikutnya adalah nyama yang merupakan pengendalian diri secara batin. Hal yang
dapat dilakukan untuk pengendalian ini adalah dengan mandi dan membersihkan diri (sauca),
tetap menghargai apa yang dimiliki dengan tidak membuang barang sembarang (santosa),
muali memperdalam ilmu agama dengan belajar kitab-kitab suci (swadhyaya), dan selalu
ingat untuk melaksanakan sembahyang tri sandya tepat waktu juga persembahyangan lainnya
(Iswara pranidhana). Hal-hal yang telah disebutkan merupakan bentuk dari implementasi
nyama dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian asana yang sering dilakukan ketika hendak melakukan persembahyangan,
dimana umat akan mengambil posisi duduk yang sempurna untuk bisa melakukan
persembahyangan secara nyaman dan khusyuk. Biasanya pada laki-laki akan mengambil
sikap bersila (padmasana) dan perempuan dengan bersimpuh (bajrasana).
Selanjutnya adalah pranayama yang dilakukan sebelum persembahyangan. Menarik
nafas, kemudian menahannya lalu menghembuskannya. Hal ini dilakukan untuk mendapat
ketenangan sebelum memulai persembahyangan. Tapi dalam beberapa praktiknya di
kehidupan sehari-hari, pranayama sering dilakukan oleh orang-orang yang ingin mencapai
ketenangan agar bisa berpikir jernih ketika menghadapi masalah. Contoh nyatanya ketika
guru menghembuskan nafasnya saat sedang kewalahan mengurusi kelas yang dididiknya.
Lalu ada pratyahara. Di kehidupan sehari-hari pratyahara ini sering ditemui terlebih
ketika laki-laki dan wanita berkumpul besama. Pengendalian hawa nafsu sangat dibutuhkan
17

karena sering sekali wanita secara sadar atau tidak memperlihatkan sesuatu yang seharusnya
tidak terlihat. Seperti misalnya bagian punggung wanita saat menggunakan pakaian adat,
sebagai laki-laki harus bisa mengendalikan diri melihat hal-hal seperti itu. Sama juga seperti
wanita, ketika melihat laki-laki yang tampan, harus bisa mengendalikan pikirannya sendiri
agar tidak lepas control dan berteriak aneh hanya untuk menarik perhatian lawan jenisnya.
Kemudian ada dhyana dimana manusia mengarahkan pemikirannya pada satu hal,
Tuhan. Di kehidupan sehari-hari, pelaksanaan dari dhyana ini dapat ditemui ketika
penenangan diri sebelum melaksanakan persembahyangan, dimana beberapa menit sebelum
sembahyang, umat akan hening sejenak untuk bisa memfokuskan dirinya.
Dharana merupakan usaha untuk menyatukan pikiran dengan Tuhan. Ketika
melaksanakan persembahyangan dan menutup mata, umat akan berusaha untuk fokus
dengan membayangkan bagaimana manifestasi Tuhan agar apa yang didoakan samapai
pada-Nya. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari dharana.
Lalu yang terakhir adalah Samadhi yang dapat dilakukan dengan yoga. Yoga
merupakan salah satu bentuk latihan untuk membuat pikiran berkonsentrasi dengan baik,
intinya untuk melatih pikiran agar dapat menyatu dengan-Nya karena pikiran merupakan
alat untuk samapai kepada-Nya sesuai dengan ajaran dalam Bhagavad Gita.

18

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan rumusan masalah serta uraian-uraian lainnya, dapat ditarik
kesimpulan yakni :
3.1.1. Tuhan memiliki banyak nama serta wujud. Tapi sesungguhnya Tuhan itu tidak
dapat digambarkan oleh pemikiran manusia yang terbatas (impersonal God).
Ketika Tuhan dimohonkan hadir oleh umat-Nya, Beliau akan turun dan
mengambil wujud manifestasi. Saat hal ini terjadi, manusia menyembah Tuhan
dalam keadaan berperibadi (personal God).
3.1.2. Umat

Hindu

memiliki

sebuah

tujuan

akhir

untuk

menghapuskan

samskara/punarbhawa yakni moksa. Untuk mencapai moksa tersebut, dapat


dilakukan dengan senantiasa memikirkan Tuhan, fokus kepada Tuhan, dan
melaksanakan segala hal atas nama Tuhan karena dengan hal itu, manusia dapat
dekat dengan Tuhan dan mampu mencapai penyatuan dengan-Nya.
3.1.3. Cara-cara yang dapat dilakukan oleh manusia untuk dapat mendekatkan diri
dengan-Nya adalah dengan melakukan yoga dimana dalam ajaran Hindu terdapat
sebuah ajaran yang dinamakan Catur Marga Yoga yang berarti empat jalan untuk
menyatukan atma dengan Brahman dengan bagian-bagiannya sebagai berikut,
Bhakti Yoga, Karma Yoga, Jnana Yoga dan Raja Yoga.
3.1.4. Implementasi dari keempat jalan yoga dapat dilakukan dalam kehidupan seharihari. Mulai dari hal-hal kecil yang sederhana hingga hal-hal yang biasa dilakukan
oleh masyarakat Hindu di Bali. Hal ini sesungguhnya menunjukkan jika Tuhan
memberikan banyak jalan untuk umat-Nya agar semakin dekat dengan-Nya dan
semua itu berakhir pada bagaimana pikiran manusia itu sendiri memandang jalan
yang telah diberikan Tuhan.
3.2 Saran
Sebagai umat beragam, hendaknya kita selalu belajar dan belajar, memperdalam ilmu
sehingga kita jauh dari awidya dan semakin dekat dengan Tuhan. Memperdalami ajaran
Ketuhanan akan membantu kita mencapai tujuan tertinggi umat Hindu yakni Moksa.
19

DAFTAR PUSTAKA

Cundamani. 1991. PENGANTAR AGAMA HINDU UNTUK PERGURUAN TINGGI. Jakarta :


Hanuman Sakti
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar : Yayasan Dharma Sthapanam.
Maswinara, I W. 1998. Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana Samgraha). Surabaya : Paramita.
Noviasih,

N.

K.

P.

TT.

Panca

Sraddha.

Terdapat

pada

http://sulut.kemenag.go.id/file/file/BimasHindu/ujqz1367526555.pdf. Diakses pada tanggal


4 Juni 2015.
Sudiana, I W. 2007. Buku ajar Pendidikan Agama Hindu. Singaraja : Universitas Pendidikan
Ganesha.
Wikipedia. 2015. Tri Hita Karana. Terdapat pada http://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_Karana.
Diakses pada tanggal 4 Juni 2015.
Winawan, I W. W. TT. Materi Subtansi Kajian Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Agama Hindu. Universitas Trisakti.

DOA PENUTUP
Om Dewa suksma parama acintya
ya namah swaha
Sarwa karya prasidhantam
Om Santih, Santih, Santih Om

artinya:
Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang maha gaib dan maha karya,
Hanya atas anugrah-Mu lah maka makalah ini terselesaikan dengan baik,
Semoga damai, damai di hati, damai di dunia, damai selamanya.

AGAMA HINDU

MOKSA SEBAGAI KEBAHAGIAAN TERTINGGI

Disusun Oleh

I KADEK MARIASA

1413021003

KELAS II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

Doa pembuka

Om sam gacchadwam, sam vadadwam, sam wo manamsi janatam dewa Bhagam yatha
purwe sam janana upasate.
Om samani wa akutih samana hrdayaniwah, samanamastu wo mano yatha wah susahasati.
Om ano bhadrah kratawo yantu wiswatah
Terjemahan :
Oh Hyang Widhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu sama lain untuk
menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu bersatu.
Oh Hyang Widhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati, bersatu dalam
pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera dan bahagia.
Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
MOKSA SEBAGAI KEBAHGIAAN TERTINGGI ini dapat penulis selesaikan
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Doa Pembuka
Prakata ...................................................................................................................i
Daftar Isi ............................................................................................................... .... ii
BAB I Pendahuluan .....................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 2
1.4 Manfaat penulisan.................2
BAB II Pembahasan ...................................................................................
2.1 Moksa Sebagai Kebahagiaan Tertinggi Umat Hindu.......................................... 3
2.2 Srsti dan Pralaya di Alam Semesta..................................................................... 5
2.3 Jalan Mencapai Moksa............................................................. 8
2.4 Implementasi Ajaran Moksa dalam Kehidupan Sehari-hari....................... 10
2.5 Implementasi Srsti dan Pralaya dalam Kehidupan Sehari-hari...........................11
2.6 Implementasi Jalan Menuju Moksa dalam Kehidupan sehari-hari......................11

BAB III Penutup .........................................................................................


3.1 Simpulan .........................................................................................................

18

3.2 Saran ...............................................................................................................

18

Daftar Pustaka
Doa Penutup

ii

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kebahagiaan di definisikan sangat beragama dan memiliki berbagai macam makna
yang berbeda-beda bagi setiap orang, tetapi kebahagiaan yang paling tertinggi bukanlah
memiliki harta yang banyak, bukan memiliki kekuasaan, atau bukan kepuasan akan
nafsu, bahkan sesungguhnya kebahagiaan tertinggi bukanlah mencapai surga.
Kebahagiaan tertinggi tersebut adalah moksa atau sering di sebut mukti. Moksa adalah
bersatunya atma dengan sumbernya yaitu Bramana ( Ida Sang Hyang Widihi Wasa).
Pencapaian moksa akan menyebabkan terbebasnya roh dari punarbawa (lingkaran
kelahiran dan kematian). Kelahiran ke dunia ini baik dari surga ataupun dari neraka akan
membawa karma pahalanya sendiri-sendiri. Kelahiran dari surga yang memiliki karma
yang sangat baik sekalipun akan tetap mengalami kesedihan di dunia ini. Hakikatnya
setiap kehidupan makhluk di dunia ini pasti akan mengalami kesedihan dan tidak ada
satu pun makhluk hidup di dunia ini yang akan selalu merasakan kebahagiaan.
Melepaskan diri dari ikatan purbawa tidaklah mudah diperlukan keyakinan dan
ketekunan dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran agama dan tetap kilas dan
pasrah pada-Nya.
Kehidupan di dunia ini juga tidak akan lepas dari srsti dan pralaya. Srasti dan
pralaya merupakan saat penciptaan dan peleburan alam semesta dan isinya, semua
makhluk tidak akan mampu menolak lingkaran srsti dan pralaya ini, tetapi terdapat alam
lain yang jauh lebih tinggi dan abadi yang menjadi paramadhama bagi Tuhan, alam yang
tidak akan pernah terpengaruh oleh srsti atau pralaya. Kebahagiaan manusia saat ini
cenderung mencari kenikmatan dunia dan jarang memikirkan kehidupan setelah
meninggal, oleh karena ajaran moksa, alam Tuhan, dan cara mencapai-Nya sangatlah
penting untuk dipahami.
Pentingnya moksa dan alam yang tidak terpengaruh oleh srsti dan pralaya dijelaskan
dalam Bhagawad Gita Bab 8 sloka 15-28. Pemahaman akan sloka-sloka dalam
Bhagawad Gita Bab 8 sloka 15-28 akan memberikan tuntunan dalam cara mencapai
Tuhan dan bersatu dengan-Nya. Berdasarkan urai di atas maka penulis membuat
makalah yang berjudul Moksa Sebagai Kebahagiaan Tertinggi dan diharapkan dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan urai latar belakang tersebut maka penulis menyusun beberapa rumusan
makalah di antarnya :
1.2.1 Mengapa moksa menjadi kebahagiaan tertinggi umat Hindu ?
1.2.2 Mengapa alam semesta mengalami srsti dan pralaya ?
1.2.3 Bagaimana jalan mencapai moksa ?
1.2.4 Bagaimana implementasi ajaran moksa dalam kehidupan sehari-hari ?
1.2.5 Bagaimana implementasi srsti dan pralaya dalam kehidupan sehari-hari ?
1.2.6 Bagaimana implementasi jalan mencapai moksa ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini, antara lain :
1.3.1 Untuk menjelaskan moksa sebagai kebahagiaan tertinggi umat Hindu.
1.3.2 Untuk menjelaskan penyebab alam semestai mengalami srsti dan pralaya.
1.3.3 Untuk menjelaskan cara mencapai moksa.
1.3.4 Untuk menjelaskan implementasi ajaran moksa dalam kehidupan sehari-hari.
1.3.5 Untuk menjelaskan implementasi srsti dan pralaya dalam kehidupan sehari-hari.
1.3.6 Untuk menjelaskan implementasi jalan mencapai moksa.

1.4 Manfaat Penulisan


Berdasarkan tujuan, adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini, yaitu:
1.4.1 Memperoleh pengetahuan tentang moksa sebagai kebahagiaan tertinggi umat Hindu.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan tentang penyebab alam semesta mengalami srsti dan
pralaya.
1.4.3 Memperoleh pemahaman tentang cara mencapai moksa.
1.4.4 Memperoleh pengetahuan tentang ajaran implementasi moksa dalam kehidupan
sehari-hari.
1.4.5 Memperoleh pemahaman tentang implementasi srsti dan pralaya dalam kehidupan
sehari-hari.
1.4.6 Memperoleh pengetahuan tentang implementasi jalan mencapai moksa.
2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Moksa Sebagai Kebahagiaan Tertinggi Umat Hindu
Moksa berarti ketenangan dan kebahagiaan spiritual yang kekal abadi. Moksa adalah
tujuan tertinggi umat Hindu. Kebahagiaan batin yang terdalam dan kekal ialah bersatunya
atma dengan brahmana yang disebut moksa. Moksa atau mukti berarti kebebasan,
kemerdekaan yang sempurna tenteram rohani sebagai dasar kebahagiaan abadi, kesucian,
bebasnya roh dari penjelmaan, dan bersatu dengan Tuhan (Mudana & Dwaja, 2014).
Kesadaran bahwa perjalanan hidup pada hakikatnya adalah mencari Tuhan (Isa Sang
Hyang Widhi Was), lalu bersatu dengan Tuhan. Perjalanan menuju Tuhan penuh dengan
rintangan. Perjalanan menuju Tuhan seperti mengarungi samudra yang luas dan ganas, satusatu perahu yang dapat mengarungi samudra yang luas dan ganas tersebut adalah dharma.
Pencapaian moksa akan menjadikan proses kelahiran yang berulang-ulang atau
lingkaran punarbawa berakhir, seperti yang di jelaskan pada Bhagawad Gita :
mam upetya punar janma
duhkhalayam asasvatam
napnuvanti paraman gatah
(Bhagawad Gita.VIII.15)
Setelah mencapai-Ku, para roh agung tidak terlahir kembali ke dunia yang penuh dengan
penderitaan ini, sebab mereka sudah mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi.
a-brahma-bhuvanal lokah
punar avartino rjuna
mam upetya tu kaunteya
punar janma na vidyate
(Bhagawad Gita. VIII.16)
Pencapaian-pencapaian di alam semesta ini hingga pencapaian pada surga tertinggi
Brahmana loka, wahai Arjuna, setelah sampai di surga-surga itu mereka akan dilahirkan

kembali ke dunia ini. Akan tetapi. Wahai Putra Kunti, mereka yang sampai pada-Ku tidak
pernah di lahirkan kembali (ke dunia penuh kesengsaraan ini).
Moksa selain berarti kebahagiaan juga berarti kebebasan abadi, moksa dalam
kebebasan abadi, dinyatakan memiliki beberapa tingkatan, di antaranya (Budiarta, 2009) :
a. Samipya
Samipya artinya adalah moksa atau kebebasan yang dapat dicapai semasih hidup,
terutama dicapai oleh para maha Rsi saat melakukan yoga, samadhi. Para maha Rsi
dapat menerima wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa. Samipya sama sifatnya dengan
Jiwan Mukti.
b. Surupya
Surupnya adalah moksa atau kebebasan yang dicapai semasih hidup. Atma pada
kedudukan surupnya bisa mengatasi unsur-unsur maya. Atma yang mengambil
perwujudan tertentu namun tidak terikat segala sesuatu seperti halnya batara seperti
Buddha, Sri Kresna, Rama.
c. Salokya (karma Mukti)
Salokya (karma Mukti) merupakan kebebasan yang dicapai oleh tam itu sendiri dan
telah berada dalam posisi kesadaran sama dengan Tuhan, Tetapi belum dapat bersatu
dengan-Nya. Keadaan Salokya adalah keadaan atma telah mencapai tingkat Dewa
yang merupakan manifestasi sinar suci dari Tuhan.
d. Sayujya (Purna Mukti)
Sayujya (Purna Mukti) merupakan tingkatan kebebasan yang paling tinggi dan
sempurna. Atma telah bersatu dengan Tuhan dan tidak terbatas oleh apa pun juga
sehingga telah mencapai Brahma Atma Aikyam yaitu atman dengan tuhan telah
benar-benar bersatu.
Kunci dari pencapaian moksa adalah melenyapkan segala pengaruh awidya dari
dalam diri, sehingga atma akan mendapatkan kebebasan yang yang sempurna. Kitab
Sarasamuscaya menyebutkan :
yanna dharmaya nartha na cantaye, vyartham tajjanminam janma maranayaiva kevalam
(Sarasumuscaya, 270)

Orang yang tidak berhasil melakukan dharma, artha, kama, dan moksa, sayang benar ia
ada, tetapi tiada berguna hidupnya orang yang demikian dinamai orang yang hanya
mementingkan memelihara wadagnya, yang kemudian di caplok maut.
Moksa sebagai kebahagiaan tertinggi umat hindu karena dengan mencapai moksa
atma akan terlepas dari ikatan karma, kelahiran, kematian, dan belenggu maya/penderitaan
hidup keduniawian.
2.2 Srsti dan Pralaya di Alam Semesta
Jagat raya ini pernah tidak ada, lalu ada, kemudian tidak ada lagi, demikian
seterusnya berulang-ulang. Keadaan alam semesta ketika mengada disebut masa srsti atau
brahma diwa, sedangkan keadaan ketika alam semesta meniada disebut pralaya atau
brahma nakta. Satu masa srsti dengan satu masa pralaya disebut satu kalpa atau satu hari
Brahman.
Proses dari tidak ada menjadi ada alam semesta ini berlangsung secara bertahap, dari tahap
yang amat halus dan tidak berwujud, sampai pada jenjang yang berwujud dan sangat kasar.
Proses pralaya menurut beberapa kitab suci Hindu digambarkan sebagai berikut (Surya,
2008) :
a. Hancurnya ikatan api atau matahari yang kemudian menyebar keseluruh alam
semesta.
b. Sebaran api yang sangat dahsyat ini menyebabkan semua zat cair menguap, semua
zat pada meleleh kemudian menguap.
c. Semua makhluk hidup mati dan hancur.
d. Unsur-unsur panca maha bhuta menjadi atom yang amat halus sekali.
e. Alam jagat raya dipenuhi hawa panas kemerahan dan dentuman halilintar yang
sambung-menyambung dengan dahsyat.
f. Alam semesta menjadi tidak ada selama satu kalpa atau kurang lebih 432 juta tahun
manusia.
Wujud

alam

semesta

pada

saat

ini

adalah

sepi,

kosong

dan

hampa

(Paramasiwa atau Nirguna Brahman).


Masa selanjutnya setelah pralaya masa srsti. Proses srsti adalah sebagai berikut :
a. Tuhan sebagai Paramasiwa atau Nirguna Brahma menjadikan diri-Nya Sada Siwa
(Saguna Brahma ) yang berwujud Purusa dan Prakiti .

b. Purusa adalah unsur dasar kejiwaan atau rohani, sedangkan prakirti adalah unsur
dasar kebendaan atau jasmani. Purusa dan prakirti keduanya sangat halus dan tidak
bisa diamati, tanpa permulaan dan tanpa akhir.
c. Unsur prakerti melahirkan Triguna yaitu; Sattwam, Rajas, dan Tamas. Sattwam
adalah unsur yang bersifat terang dan tenang. Rajas unsur yang memiliki sifat dasar
dinamis dan aktif. Tamas adalah unsur yang memiliki sifat dasar gelap dan berat.
d. Perpaduan Purusa dan Prakirti menyebabkan Triguna tidak seimbang. Awalnya
unsur Sattwam yang mendominasi maka lahirlah yang disebut Mahat yang
berarti Maha Agung.
e. Mahat menciptakan alam Citta yang terdiri dari tiga unsur yaitu Budhi, Manah, dan
Ahamkara yang tercipta secara berurutan.
f. Alam citta yang pertama muncul adalah Buddhi, yaitu unsur kejiwaan tertinggi yang
berfungsi untuk menentukan keputusan. Budhi bersifat sattwam sehingga setiap
keputusannya bersifat bijaksana.
g. Buddhi selanjutnya melahirkan Ahamkara, yaitu benih kejiwaan yang bersifat
individu.
h. Ahamkara lahirlah yang disebut Manas, yaitu akal atau pikiran yang berfungsi untuk
berpikir.
i. Manas mendapat pengaruh Triguna terciptalah Dasendriya, selanjutnya lahirlah
Panca Tanmatra yaitu lima unsur zat yang sangat halus. Panca Tanmatra
memunculkan Panca Maha Bhuta
j. Panca Maha Bhuta berkembang menjadi alam semesta beserta isinya yaitu makhluk
hidup yang ada di bumi termasuk manusia.
Berdasarkan uraian di atas semua yang ada di alam ini lahir dari Tuhan dan pada saatnya
nanti akan kembali lagi ke dalam tubuh-Nya yang menjadi kosong dan hampa. Srsti dan
Pralaya alam semesta juga termuat dalam sloka-sloka Bhagawad Gita, yaitu :
sahasra-yuga-paryantam
ahar yad brahmano idah
ratrim yuga-sahasrantam
te ho-ratra-vido janah
(Bhagawad Gita.VIII.17)

Orang yang memahami bahwa satu siang bagi Dewa Brahma sama dengan seribu tahun
manusia, dan satu malam Dewa Brahma sama dengan seribu tahun manusia, maka orangorang seperti itu hendaknya di mengerti sebagai orang yang mengetahui siang dan malam
(dengan sebenarnya).

avyaktad vyaktayah Sarah


prabhavanty ahar-agame
ratry-agame praliyante
tatraivavyakta-samjnake
(Bhagawad Gita.VIII.18)
Pada awal dari siang hari Brahma, semua makhluk hidup tercipta dari yang tak berwujud,
dan pada awal dari malam hari Brahma, semua terlebur kembali menjadi yang tidak
berwujud.
Semua makhluk hidup yang tercipta pada siang hari Brahma, tidak akan bisa lepas
dari pralaya, tetapi ada alam yang tidak akan pernah terpengaruh oleh pralaya. Alam
tersebut di jelaskan dalam sloka-sloka Bhagawad Gita, yaitu :
bhuta-gramah sa evayam
bhutva bhutva praliyate
ratry-agame vasah parthe
prabhavaty ahar-agame
(Bhagawad Gita.VIII.19)
Wahai Putra Partha, tanpa mampu menolak semua makhluk hidup terlahir berulang kali.
Mereka tercipta saat siang hari bagi Dewa Brahma dan dilebur saat datangnya malam hari
Brahma.
paras tasmat tu bhavo nyo
vyakto vyaktat sanatanah
yah sa sarvesu bhutesu
7

nasyatsu na vinasyati
(Bhagawad Gita.VIII.20)
Akan tetapi, ada alam yang tidak berwujud lainnya yang lebih tinggi. Alam yang tidak
berwujud itu bersifat kekal abadi, dan ia tidak terbinasakan ketika seluruh makhluk hidup di
binasakan.
avyakto ksara ity uktas
tam ahuh paramam gatim
yam prapya na nivartante
tad dhama paramam mama
Itulah yang di katakan sebagai tidak berwujud dan tak termusnahkan, dan itu pula yang
dikatakan sebagai tujuan paling utama. Setelah mencapainya, orang tidak akan dilahirkan
kembali ke dunia material ini. Itulah Pramadharma-Ku, tempat tinggal-Ku yang paling
tinggi
Berdasarkan sloka-sloka Bhagawad Gita di atas ada alam semesta ini akan
mengalami pralaya atau srsti, tetapi terdapat alam yang tidak akan pernah mengalami
pralaya atau srsti yaitu Paradharma Tuhan.

2.3 Jalan Mencapai Moksa


Jalan untuk mencapai-Nya adalah dengan selalu berbuat baik, iklas, dan tekun dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama. Pemahaman jalan mencapai-Nya termuat dalam Slokasloka Bahgawan Gita, yaitu :
purusah sa parah partha
bhaktya labhyas tv ananyaya
yasyantah-sthani bhutani
yena sarvam idam tamtam
(Bhagawad Gita.VIII.22)
Wahai Putra Partha, Dia yang menjadi tempat bagi semua wujud material ini berada dan
yang menyelimuti semua yang ada di alam ini, Hyang Paramatma, Yang Maha Agung dapat

dicapai hanya melalui pelaksanaan alah Bhakti yang tidak mendua, tidak bercabangcabang.
naite srti partha jangan
yogi muhyati kascana
tasmat sarvesu kalesu
yoga-yukto bhavarjuna
(Bhagawad Gita.VIII.27)
Para yogi yang memiliki pengetahuan suci tidak akan terbingungkan oleh dua jalan yang
berbeda ini, wahai Putra Prtha. Oleh karena itu, wahai Arjuna, dalam segala keadaan,
tetaplah berada dalam kesadaran suci di dalam jalan yogi
vedesu yajnesu tapahsu caiva
danesu ayat punya-phalam paradistam
atyeti tar sarvam idam viditva
yogi param sthanam upeti cadyam
(Bhagawad Gita.VIII.28)
Para yogi telah memahami semua ini dengan baik sudah melampaui semua hasil kegiatan
saleh yang didapat dari mempelajari Veda, melakukan persembahan suci, melaksanakan
kedermawanan yang baik, dan juga hasil-hasil yang didapat melalui pelaksanaan pertapaanpertapaan berat, dan mereka mencapai tempat Tuhan yang paling utama dan kekal.
Catur Marga Yoga adalah jalan mempersatukan atman dengan atma. Kata yoga
berasal dari kata yuj yang memiliki arti menghubungkan diri, yang dapat dilakukan oleh
setiap orang. Setiap orang memiliki kebebasan untuk dalam memilih jalan yoga yang akan
ditempuh, tetapi tujuan utama yang satu yaitu moksa. Bagian-bagian Catur Marga Yoga
antara lain (Winawan, 2002) :
a. Karma Yoga
Karma yoga yaitu proses mempersatukan atman atau jiwatman dengan pramatma
dengan jalan berbuat kebajikan untuk membebaskan diri dari ikatan duniawi. Karma
yoga memberikan pemahaman bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan semaksimal
mungkin tanpa terikat oleh hasil.
9

b. Bhakti Yoga
Bhakti yoga adalah proses menyatukan atman dengan Brahman berlandaskan atas
dasar cinta kasih yang mendalam pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
c. Jnana Yoga
Jnana yoga adalah pengetahuan suci yang dilaksanakan untuk mencapai hubungan
atau persatuan antara atma dengan Brahman.
d. Raja Yoga
Raja yoga dilaksanakan dengan cara pengendalian dan penempaan diri melalui tapa,
bata, dan samadi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

2.4 Implementasi Ajaran Moksa dalam Kehidupan sehari-hari


Kebahagiaan di dunia ini hendaknya ditekankan pada kebahagiaan yang sejati, tidak
pada pemuasan nafsu. Kebahagiaan yang datang hanya dari nafsu saja hanya akan bertahan
sesaat dan cenderung akhirnya mendatangkan kesedihan.
Penguasaan terhadap keinginan atau nafsu harus di benar-benar didasari dari ajaran
yang benar, ajaran moksa sebagai tujuan tertinggi umat Hindu akan menjadi tonggak yang
kuat dalam menentukan perbuatan yang benar. Perbuatan yang benar dan didasari oleh
ajaran moksa akan mengantarkan manusia menuju kebahagiaan tertinggi. Jalan untuk
mencapai moksa tidaklah mudah, dalam perjalanan menuju moksa akan ditemui berbagai
halangan seperti Sad Ripu yaitu enam musuh yang ada dalam diri manusia dan Sapta Timira
yang menyebabkan awidya dalam diri manusia. Contoh perbuatan-perbuatan yang di dasari
oleh ajaran moksa yang akan menjadikan manusia bahagia, yaitu :
a. Mempelajari Weda
Mempelajari Weda akan memberikan pemahaman dan pendalaman ajaran-ajaran
kebenaran. Ajaran kebenaran yang benar akan menjadikan manusia dalam berbuat
memiliki berbagai pertimbangan dan perbuatan yang dilaksanakan tidak akan
mementingkan hasil.
b. Melakukan tapa
Melaksanakan tapa akan menjadikan manusia terlatih dalam mengendalikan hawa
nafsu, pikiran juga akan menjadi lebih tenang dengan melakukan tapa.
c. Mempelajari dan menemukan pengetahuan yang benar
d. Tidak menyakiti orang lain
10

e. Melayani dan menghormati guru

2.5 Implementasi Srsti dan Pralaya dalam Kehidupan Sehari-Hari


Srsti dan pralaya mengajarkan bahwa alam semesta ini akan selalu mengalami
perubahan dari ada menjadi tidak ada dan yang tidak ada menjadi ada. Srsti dan pralaya juga
belaku untuk semua makhluk hidup di alam semesta.
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna dan memiliki kesempatan untuk
mencapai moksa hendaknya menggunakan kesempatan menjadi manusia untuk berbuat
yang baik dan berlandaskan pada ajaran-ajaran kebenaran Weda. Kesempatan untuk
mencapai moksa jangan disia-siakan dengan pemuasan nafsu belaka atau hanya sekadar
mencapai surga, karena makhluk hidup yang mengutamakan nafsu hanya akan
mendatangkan neraka dan kesengsaraan di dunia dan di akhirat.
Pralaya dan srsti akan terus berlangsung jika makhluk hidup tetap dalam lingkaran
purbawa, maka penekanan akan pemahaman pralaya dan srsti sangatlah penting. Wujud
dari pemahaman srsti dan pralaya, yaitu :
a. Perbuatan yang dilaksanakan selalu dipikirkan matang-matang dan ditijau dari
berbagai sudut pandang, sehingga perbuatan yang dilaksanakan tidak akan
menyebabkan kesedihan dalam diri atau orang lain.
b. Selalu bekerja keras dan ikhlas, srsti dan pralaya tidak akan pernah diketahui waktu
kedatangannya, sehingga kesempatan dan waktu yang masih ada digunakan sebaikbaiknya untuk melaksanakan ajaran dharma, menjauhkan diri dari rasa malas, dan
tetap ikhlas dalam melaksanakan segala kewajiban.
c. Melaksanakan ajaran Catur Marga Yoga untuk mencapai moksa, sehingga ikatan
akan pralya dan srsti tidak mengikat atma lagi.
2.6 Implementasi Jalan Menuju Moksa dalam Kehidupan Sehari-Hari
Implementasi Catur Marga Yoga oleh umat Hindu sesungguhnya telah diterapkan
secara rutin dalam kehidupan sehari-hari. Banyak cara dan banyak pula jalan yang bisa
ditempuh untuk dapat menerapkannya. Inti dari penerapan Catur Marga Yoga adalah untuk
mencapai kebahagiaan tertinggi, memantapkan hidup dan kehidupan umat manusia di alam
semesta ini, meningkatkan, mencerahkan, serta memantapkan keyakinan atau kepercayaan
11

dan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Pemahaman dan Penerapan ajaran Catur Marga Yoga akan menjadikan umat Hindu
mencapai kehidupan yang damai, rukun, tenteram, sejahtera, bahagia. Pelaksanaan catur
marga yoga tidak berjalan bisa sendiri-sendiri atau terpisah-pisah. Keempat Marga Yoga
dilaksanakan bersama-sama, namun pemilihan mana yang utama tergantung dari
kemampuan individu.
a) Bhakti Marga Yoga

Melaksanakan Tri Sandya dan Yajnya Sesa.


Jalan utama untuk memupuk perasaan bakti adalah rajin menyembah Tuhan
dengan hati yang tulus ikhlas dengan melaksanakan Puja Tri Sandhya serta
melaksanakan Yajnya Sesa setelah memasak. Pelaksanaan Yajnya kepada tuhan
hendaknya selalu di dasari dengan hati yang tulus kilas.

Merayakan hari-hari besar keagamaan.


Implementasi Bhakti Marga Yoga terlihat perayaan hari-hari keagamaan Hindu,
seperti Hari Saraswati, Tumpek Wariga, dan Tumpek Uye. Hari Saraswati adalah
hari turunnya ilmu pengetahuan, memuja dewi yang dilambangkan sebagai ilmu
pengetahuan yaitu Dewi Saraswati. Hari Saraswati jatuh pada hari Saniscara Umanis
Watugunung dan diperingati setiap 210 hari. Semua pustaka terutama Weda dan
sastra-sastra agama dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati
untuk diberikan suatu upacara. Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang
Brata Saraswati, pemujaan Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau
tengah hari. Pelaksanaan Brata Saraswati yang dilakukan penuh adalah dengan tidak
membaca dan menulis yang dilakukan selama 24 jam penuh, sedangkan bagi yang
melaksanakan Brata Sarawati dengan biasa, dalam rentang waktu setengah hari dapat
membaca dan menulis. Malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan
sambang samadhi.
Tumpek Wariga merupakan upacara untuk menghormati keberadaan
tumbuh-tumbuhan sebagai makhluk hidup di dunia atau dikenal dengan
istilah ngotonin sarwa entik-entikan. Tumpek Uye atau Tumpek Kandang adalah
upacara dalam menghormati keberadaan hewan atau binatang yang hidup di dunia
yang sering dikenal dengan istilah ngotonin sarwa ubuhan. Tumpek Wariga dan
12

Tumpek Uye jatuh tepat setiap 210 hari dalam perhitungan Hindu. Konsep Tri Hita
Karana memberikan penghormatan kehadapan ida sang hyang widhi wasa atas
pengadaan hewan dan tumbuhan dengan tulus dan ikhlas. Pelaksanaan upacara
tumpek adalah realisasi dari konsep Tri Hita Karana dalam kehidupan. Pelaksanaan
semua upacara keagamaan yang didasari dari rasa tulus ikhlas merupakan
perwujudan dari pelaksanaan Bhakti Marga Yoga. Penerapan Bhakti Marga Yoga
oleh umat Hindu, yaitu :

Melaksanakan doa atau Puja Tri Sandhya secara rutin setiap hari.

Mengaturkan banten saiban atau jotan/ngejot atau yajnasesa.

Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasi-Nya.

Berbakti kehadapan Leluhur.

Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa.

Melaksanakan upacara Dewa Yajnya (Piodalan/Puja Wali, Saraswati,


Pagerwesi, Galungan, Kuningan, Nyepi, Siwaratri, Purnama, Tilem, Tumpek
Landep, Tumpek Wariga, Tumpek Krulut, Tumpek Wayang).

Melaksanakan upacara Manusia Yajnya (Magedong-gedongan, Dapetan, Kepus


Puser, Macolongan, Tigang Sasihin, Ngotonin, Munggah Deha, Mapandes,
Mawiwaha, Mawinten).

Melaksanakan upacara Bhuta Yajnya (Masegeh, Macaru, Tawur, memelihara


lingkungan, memelihara hewan, melakukan penghijauan, melestarikan binatang
langka).

Melaksanakan upacara Pitra Yajna (bhakti kehadapan guru rupaka atau rerama,
ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur, ngeluwer).

Melaksanakan upacara Rsi Yajnya (Upacara Pariksa, Upacara Diksa, Upacara


Ngelinggihang Veda), berdana punia pada sulinggih atau pandita, berguru pada
orang suci, tirtha yatra ke tempat suci bersama sulinggih atau pandita, berguru
pada orang suci.

b) Jnana Marga Yoga


Jnana Marga Yoga pada dasarnya adalah jalan mencapai moksa dengan ilmu
pengetahuan suci, dasar dari Jnana Marga Yoga, yaitu :

13

Brahmacari
Brahmacari adalah masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas pokok pada
massa Brahmacari adalah belajar dan belajar. Belajar dalam arti luas belajar bukan
hanya membaca buku, tetapi lebih mengacu pada ketulusan ikhlasan dalam segala
hal. Contohnya: rela dan ikhlas menerima konsekuensi dari perbuatan yang salah
seperti dimarahi guru atau orang tua karena berbuat salah. Masa muda hendaknya di
manfaatkan dengan sebaik-baiknya, masa muda bagaikan rumput ilalang yang masih
muda (pikiran masih sangat tajam), hendaknya pikiran digunakan untuk menuntut
dharma dan ilmu pengetahuan.

Catur Guru
Berhasilnya seseorang menempuh jenjang pendidikan tertentu (pendidikan
tinggi yang berkualitas) tidak akan mungkin terjadi jika tidak memiliki rasa bakti
kepada Catur Guru. Orang yang melaksanakan ajaran Guru Bhakti sejak dini (anakanak) pada umumnya memiliki disiplin diri dan percaya diri yang sangat baik.
Memiliki disiplin diri dan percaya diri yang mantap, tidak saja akan menyebabkan
sukses dalam bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan.
Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau rasa bakti kepada Catur Guru dikembangkan
dalam situasi apapun, sebab hakikat dari ajaran ini adalah untuk pendidikan diri,
utamanya adalah pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada sang Catur Guru dalam
arti yang seluas-luasnya. Beberapa model atau bentuk nyata dan penerapan Jnana
Marga Yoga , yaitu :

Menerapkan ajaran guru dan sisya.

Menerapkan ajaran Guru Bhakti.

Menerapkan ajaran Guru Susrusa.

Menerapkan ajaran Brahmacari dan ajaran Catur Guru.

Menerapkan ajaran sisya Sasana.

Menerapkan ajaran Rsi Sasana.

Menerapkan ajaran Utra Sasana.

Menerapkan ajaran Guru Nabe, Guru Waktra, dan Guru saksi.

Menerapkan ajaran Catur Asrama

Menerapkan ajaran Wrati Sasana, Slokantara, Sila Krama, dan ajaran agama
Hindu yang bersumber pada Veda dan susastra Hindu lainnya.
14

c) Karma Marga Yoga

Ngayah dan Matatulungan


Ngayah merupakan istilah di Bali yang identik dengan gotong royong.
Ngayah dilakukan di pura-pura dalam rangka melaksanakan upacara keagamaan,
seperti odalan-odalan, sedangkan matatulungan dilakukan antar manusia yang
mengadakan upacara keagamaan, seperti upacara pawiwahan atau mecaru.
Berdasarkan ajaran karma yoga, maka hendaknya ngayah atau matatulungan
dilakukan secara ikhlas tanpa ada ikatan apapun.

Mekarme sane melah


Berbuat yang baik atau mekarma sane melah hendaknya selalu dilakukan.
Salah satu slogan mengatakan Rame ing gawe sepi ing pamrih, slogan ini begitu
melekat pada orang Hindu. Banyaklah berbuat baik tanpa pernah berpikir dan
berharap suatu balasan niscaya dengan begitu Tuhan akan selalu melimpahkan
karunianya. Pelaksanaan slogan itu dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah.
Slogan Tat Twam Asi adalah salah satu dasar untuk berkarma yang baik.
Slogan yang sangat sederhana untuk diucapkan, tapi memiliki arti yang sangat
mendalam, baik dalam arti pada kehidupan sosial umat dan juga sebagai diri
sendiri/individu yang memiliki pertanggungjawaban karma langsung kepada
Brahman.

Karma phala
Karma phala merupakan hasil dari suatu perbuatan yang dilakukan. Kepercayaan
bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan
yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Seseorang yang berbuat
baik pasti baik pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat
buruk, buruk pula yang akan diterimanya. Karma phala memberi keyakinan untuk
mengarahkan segala tingkah laku agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik
guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang
buruk. Karma phala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila
dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah Surga,
sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang
diterimanya. Pustaka- pustaka dan cerita- ceria keagamaan menjelaskan bahwa
Surga artinya alam atas, alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang serba indah dan
15

serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat
siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati
Surga atau neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami
penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju Moksa.
Penerapan karma marga oleh umat Hindu, yaitu :

Menerapkan filosofi ngayah.

Menerapkan filosofi matulungan.

Menerapkan filosofi manyama braya.

Menerapkan filosofl paras-paros sarpanaya salunglung sabayantaka.

Menerapkan filosofi suka dan duka.

Menerapkan filosofi agawe sukaning wong len.

Menerapkan filosofi utsaha ta larapana.

Menerapkan filosofi makarya.

Menerapkan filosofi makarma sane melah.

Menerapkan filosofi ala kalawan ayu.

Menerapkan filosofi karma phala.

Menerapkan filosofi catur paramita.

Menerapkan filosofi tri guna.

Menerapkan filosofi trikaya parisudha.

Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu.

d) Raja Marga Yoga


Implementasi Raja Marga Yoga terwujud dalam pelaksanaan hari raya nyepi. Pelaksanaan
Hari Raya Nyepi pada hakikatnya merupakan penyucian bhuwana agung dan bhuwana alit
untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin dan terbinanya kehidupan
yang

berlandaskan

satyam

(kebenaran),

sivam

(kesucian),

dan

sundaram

(keharmonisan/keindahan).
Hari raya nyepi Sesuai dengan hakikat Hari Raya Nyepi di atas maka umat Hindu wajib
melakukan tapa, yoga, dan semadi. Brata tersebut didukung dengan Catur Brata Nyepi, yaitu
:

Amati Agni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.

16

Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan


meningkatkan kegiatan menyucikan rohani.

Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian melainkan mawas diri.

Amati Lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan


pemusatan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi.

Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari Prabata yaitu fajar menyingsing sampai fajar
menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam.
Penerapan yoga marga oleh umat Hindu, yaitu :

Melaksanakan introspeksi atau pengendalian diri.

Menerapkan ajaran tapa, brata, yoga dan samadhi.

Menerapkan ajaran astangga yoga.

Melakukan kerja sama atau relasi yang baik dan terpuji dengan sesama.

Menjalin hubungan kemitraan secara terhormat dengan rekanan, lingkungan, dan


semua ciptaan Tuhan di alam semesta ini.

Membangun pasraman atau paguyuban untuk praktek yoga.

Mengelola ashram yang bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual, dan
upaya pencerahan diri lahir batin.

Menerapkan filosofi mulat sarira.

Menerapkan filosofi ngedetin/ngeret indriya.

Menerapkan filosfi mauna.

Menerapkan filosofi upawasa.

Menerapkan filosofi catur brata panyepian.

Menerapkan filosofi tapasya, pangastawa, dan menerapkan ajaran agama Hindu


dengan baik dan benar menuju keluhuran diri sebagai mahluk sosial dan religius.

17

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
3.1.1 Moksa menjadi kebahagiaan tertinggi umat hindu karena dengan mencapai moksa
atma akan terlepas dari ikatan karma, kelahiran, kematian, dan belenggu
maya/penderitaan hidup keduniawian.
3.1.2 Alam semesta mengalami srsti dan pralaya karena alam ini pada hakikatnya lahir
dari Tuhan dan pada saatnya nanti akan kembali lagi ke dalam tubuh-Nya yang
menjadi kosong dan hampa, tetapi ada alam yang tidak akan pernah mengalami
pralaya atau srsti yaitu Paradharma Tuhan.
3.1.3 Jalan mencapai moksa adalah melalui selalu berbuat baik, ikhlas, tekun dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama, dan menjalankan catur marga yoga.
3.1.4 Implementasi ajaran moksa dalam kehidupan sehari-hari adalah pada pengendalian
nafsu harus benar-benar didasari dari ajaran yang benar, ajaran moksa sebagai tujuan
tertinggi umat Hindu akan menjadi tonggak yang kuat dalam menentukan perbuatan
yang benar.
3.1.5 Srsti dan pralaya berlaku untuk semua makhluk hidup di alam semesta. Adapun
Implementasi srsti dan pralaya dalam kehidupan sehari-hari adalah memberikan
kesadaran bagi manusia untuk mempergunakan sebaik-baiknya kehidupan sekarang
untuk mencapai moksa dengan jalan berbuat yang baik dan berlandaskan pada
ajaran-ajaran kebenaran Weda.
3.1.6 Implementasi jalan mencapai moksa adalah melaksanakan catur marga yoga secara
bersama-sama, dan memilih salah satu yang akan dijadikan prioritas tergantung dari
kemampuan yang dimiliki.
3.2 Saran
Sebagai umat hindu yang memiliki tujuan tertinggi moksa, hendaknya tujuan
tersebut benar-benar diperjuangkan untuk diraih dengan jalan dharma, karena hanya

18

dengan dharma moksa bisa tercapai. Kebahagiaan palsu di dunia ini hendaknya tidak
dikerja mati-matian, tetapi moksalah yang harusnya di kejar terus menerus.

19

DAFTAR PUSTAKA
Budiarta, G. 2009. Panca Sraddha. Dalam https://id.scribd.com/doc/72984295/PANCASRADDHA. Diakses pada 4 Juni 2015.
Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Kadjeng, I. N. 1997. SARASAMUSCCAYA. Jakarta: Paramitha Surabaya
Mudana, I. N. & Dwaja, I. G. N. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta :
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Surya,

T.

2008.

Konsep

Penciptaan.

Dalam

http://www.tejasurya.com/artikel-

spiritual/filsafat/82-konsep-penciptaan.html. Diakses pada 4 Juni 2015.

Winawan, I. W. W. 2002. MATERI SUBSTANSI KAJIAN MATA KULIAH PENGEMBANGAN


KEPRIBADIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.

DOA PENUTUP

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantam


Om Anobadrah Kerhta Wyantu Wiswatah
Om Santih, Santih, Santih, Om
Ya Tuhan, dalam wujud parama acintya yang maha gaib dan maha karya, hanya atas
anugrahmulah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik, Semoga kebaikan datang dari segala
penjuru, Semoga damai, damai di hati, damai di dunia, damai selamanya.

AGAMA HINDU

KARMA YOGA SEBAGAI LANDASAN DALAM


MELAKSANAKAN KEWAJIBAN DENGAN BAIK

Disusun Oleh :

NI MADE EVI PRACINTIA

1413021004/II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

Doa Pembuka
Om purwe jato brahmano brahmacari
dharmam wasanas tapasodatistat
tasmajjatam brahmanam brahma
Iyestham dewasca sarwe amrttna sakama

artinya:

Ya Tuhan, muridMu hadir dihadapanMu, Oh Brahman yang berselimutkan


kesaktian dan berdiri sebagai pertama. Tuhan, anugrahkanlah pengetahuan dan
pikiran yang terang. Brahman yang agung, setiap makhluk hanya dapat bersinar
berkat cahayaMu yang senantiasa memancar

PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
Karma Yoga Sebagai Landasan dalam Melaksanakan Kewajiban dengan Baik
ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

Prakata ...................................................................................................................

ii

Daftar Isi ............................................................................................................... ....

iii

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................

1.4 Manfaat penulisan.................

BAB II Pembahasan ....................................................................................


2.1 Pengertian Karma Marga..................................................

2.2 Karma Marga Sebagai Landasan dalam Melaksanakan Kewajiban dengan Baik.

2.3 Implemetasi Melaksanakan Kewajiban yang Baik Berlandasakan


Karma Marga...........................................................................

14

BAB III Penutup .........................................................................................


3.1 Simpulan .........................................................................................................

30

3.2 Saran ...............................................................................................................

31

Daftar Pustaka

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan manusia di dalam masyarakat penuh dengan aturan, kaidahkaidah serta norma norma yang harus ditaati dan dilakukan. Bhagawad Gita
menuntut umat Hindu untuk melaksanakan ajaran Tuhan dengan membaca serta
memahami makna yang terkandung di dalamnya, selain itu Bhagawad Gita juga
mengajarkan tentang jalan untuk mencapai kebenaran serta petunjuk petunjuk
untuk mencapai kebebasan, sehingga umat Hindu perlu mempelajari Bhagawad Gita
untuk dapat memilah-milah mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana yang
tidak boleh dilakukan. Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi, akan
tetapi jalan yang berbeda-beda tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah
penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Manusia lahir berulang kali
untuk meningkatkan perkembangan evolusi jiwa dan masing-masing dari manusia
tersebut berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda, karena itu setiap orang
disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yang berbeda pula. Semua jalan rohani
yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya.
Yoga adalah salah satu jalan keselamatan dalam Hinduisme, yaitu cara mencapai
Moksa atau pelepasan.
Klasifikasi ajaran Yoga tertuang dalam Bhagavad Gita yang disebut dengan
Catur Marga Yoga, yang terdiri dari Karma Yoga/Marga, Jnana Yoga/Marga, Bakti
Yoga/Marga dan Raja Yoga/Marga. Catur Marga Yoga adalah empat jalan atau cara
umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Karma yoga atau karma marga sebagai salah satu
jalan untuk mencapai kesempurnaan (moksa), yaitu dengan berbuat kebajikan,
namun tidak terikat oleh nafsu hendak mendapat hasilnya terutama yang berupa
kemasyuran, kewibawaan dan keuntungan, melainkan melakukan kewajiban demi
untuk mengabdi, berbuat amal dan kebajikan, untuk kesejahteraan umat manusia dan
makhluk lainnya. Karma marga memiliki inti ajarnya yang menyerahkan segala
usaha di tangan Tuhan, dan memandang segala usaha, pengabdian kebajikan, amal
dan pengorbanan itu bukan dari dirinya sendiri melainkan dari Tuhan. Berpikir
bahwa segala usaha untuk kesejahteraan sesama manusia dan makhluk adalah semua
dari Tuhan dan bukan dari dari dirinya sendiri, dan melakukan kewajiban tanpa

ikatan, maka jiwa Karma Yogi, orang beriman yang menempuh karma marga
sebagai jalan, akan dapat menunggal dengan Parama Siwa.
Menggunakan Karma Marga sebagai pedoman hidup, seseorang akan dapat
mencapai ketentraman batin dan kebahagiaan abadi, karena hidupnya bagaikan daun
alas, walaupun dimasukkan ke dalam lumpur tetapi tidak akan melekat. Seorang
Karma Yogi yang menempuh jalan dengan ajaran Karma Marga sebagai jalan, tidak
akan diombang-ambingkan oleh pasang surut gelombang hidup yang melemahkan
jiwa perjuangannya untuk mengabdi dan untuk mempertahankan keadilan,
prikemanusiaan, melindungi yang lemah, membasmi yang jahat dan curang. Seorang
Karma Yogi akan tetap tenang menghadapi segala kesulitan yang menghadang dan
tiada akan getar menghadapi pahit getirnya perjuangan hidup untuk kebenaran,
keadilan, dan kesucian. Karma Marga dalam tingkatan yang lebih tinggi juga akan
mencapai tingkat kepasrahan, karena dalam Karma Yoga akan mengajarkan
seseorang untuk bertindak tanpa pamrih atau tanpa memikirkan imbalan yang akan
didapatnya dalam melaksanakan kewajiban yang dimilikinya. Semua tindakan yang
dilakukan untuk memenuhi kewajibannya dianggap hanya sebagai cara mengabdi
dan beryadnya pada Sang Pencipta.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat sebuah makalah dengan
judul Karma Yoga Sebagai Landasan dalam Melaksanakan Kewajiban dengan
Baik dan diharapkan dapat mengimplementasikan ajaran Agama dalam kehidupan
sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang
menjadi pokok permasalahan dibuatnya makalah ini, diantaranya:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Karma Marga?
1.2.2 Bagaimana melaksanakan kewajiban dengan baik berlandaskan Karma
Marga?
1.2.3 Bagaimana implementasi dalam melaksanakan kewajiban dengan baik
berlandaskan Karma Marga?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan makalah ini:
1.3.1 Untuk menjelaskan pengertian Karma Marga.

1.3.2 Untuk menjelaskan Karma Marga sebagai landasan dalam melaksanakan


kewajiban dengan baik.
1.3.3 Untuk menjelaskan implementasi dalam melaksanakan kewajiban dengan baik
berlandaskan Karma Marga.
1.4 Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan, adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah
ini, antara lain:
1.4.1 Memperoleh pengetahuan tentang pengertian Karma Marga.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan tentang Karma Marga sebagai landasan dalam
melaksanakan kewajiban dengan baik
1.4.3 Memperoleh

pengetahuan

tentang

implementasi

kewajiban dengan baik berlandaskan Karma Marga.

dalam

melaksanakan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Karma Marga


Perkataan Karma berasal dari kata Sansekerta, Kri yang berarti berbuat,
segala perbuatan ialah Karma, namun dalam Karma Yoga, Karma yang dimaksud
berarti bekerja (Murti, 1991:1). Karma Marga adalah ajaran yang menekankan pada
pengabdian yang berwujud kerja tanpa pamrih untuk kepentingan diri sendiri
(Cudamani, 1991:110). Karma Marga juga dapat diartikan sebagai jalan untuk
mencapai moksa, atau mencapai Tuhan antara lain, yaitu: mencapai surga dan
mencapai taraf hidup yang lebih tinggi dalam Punarbhwa mendatang dengan jalan
melaksanakan kewajiban-kewajiban hidup tanpa pamrih (Nurkancana, 2011:13).
Salah satu cara untuk mengetahui atau mempelajari Karma Yoga, maka tiaptiap orang harus memahami artinya kewajiban. Tiap-tiap perbuatan yang menuju ke
arah Tuhan adalah perbuatan baik dan menjadi kewajiban untuk umat Hindu agar
melakukan perbuatan baik tersebut., sedangkan tiap-tiap perbuatan yang menuju
arah kejahatan bukanlah kewajiban untuk dilakukan.

2.2 Karma Marga Sebagai Landasan dalam Melaksanakan Kewajiban dengan Baik
Tuhan

memiliki

manifestasi

yang

berbeda-beda

sesuai

dengan

kemahakuasaan dan tugas beliau. Tuhan yang memiliki manifestasi yang berbedabeda tersebut tidak henti hentinya menjaga dan memelihara dunia ini, menjaga dari
keruntuhannya dan kemusnahannya. Tuhan dengan kegiatan-Nya yang abadi,
memelihara dunia ini dan mencegahnya untuk tidak jatuh kembali pada
ketidakberadaan. Tuhan dengan kemahakuasaannya berwujud sebagai Tri Murti
dengan konsep pencipta, pemelihara, serta melebur sesuai dengan tugas dan
fungsinya dan menciptakan dunia ini dengan penuh kasih sayang dan cinta kasih
sehingga terciptalah alam atau lingkungan ini, manusia dan Tuhan. Brahma telah
melakukan kewajibannya menciptakan Bwah loka, sedangkan Wisnu turun untuk
memelihara dan menjaga agar tidak ada terciptanya perbuatan-perbuatan yang
menyebabkan dunia pralaya atau mengalami kehancuran dan menegakkan Dharma
pada setiap ciptaan-Nya. Siva sebagai Tuhan Yang Maha Esa memiliki kedudukan
sebagai mempralina dalam siklus lahir, hidup, dan mati. Turunnya Tuhan ke dunia
tiada lain untuk mengabdikan diri-Nya pada pembebasan manusia dari
4

kesengsaraannya. Tuhan yang bisa tetap tinggal di surga dalam bahagia yang abadi,
tetapi memilih turun ke dunia meskipun dunia ini serba terbatas dan terikat yang bisa
membawa kesenangan dan kesedihan. Turunnya Tuhan ke dunia adalah untuk ditiru
oleh manusia, untuk membuat orang bahagia meskipun Tuhan sendiri yang
melaksanakan kelihatan dengan jalan penderitaan dan kemiskinan. Penyatuan diri
dengan Awatara tiada lain hanya dengan kerja menjauhkan diri dari kemalasan dan
bekerja dengan keikhlasan untuk kepentingan dunia. Hal tersebut diuraikan pada
Sloka 22,23, dan 24 pada Bhagavad Gita.III seperti berikut.
na me parthasti kartavyam
trisu lokesu kincana
nanavaptam avaptavyam
varta eva ca karman
(Bhagavad Gita.III Sloka 22)
Wahai Arjuna, di alam Triloka ini tidak ada tugas kewajiban apa pun yang harus Kulakukan, dan tidak ada suatu apa pun yang tidak dapat dicapai oleh-Ku. Tetapi, Aku
tetap melakukan tugas kewajiban-Ku dengan baik.
yadi hy aham na varteyam
jatu karmany atandritah
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah
(Bhagavad Gita.III Sloka 23)
Wahai Arjuna, apabila karena (atas pertimbangan) keberhati-hatian lalu Aku tidak
melakukan tugas kewajiban-Ku (maka segala sesuatu akan menjadi kacau), sebab
orang-orang mengikuti jalan-Ku dalam segala hal.
utsideyur ime loka
na kuryam karma ced aham
sankarasya ca karta syam
upahanyam imah prajah
(Bhagavad Gita.III Sloka 24)
Jika Aku tidak melakukan tugas kewajiban-Ku maka seluruh dunia ini akan
menjadi kacau balau. Dengan demikian, Aku akan menjadi penyebab munculnya
orang-orang yang tidak diinginkan di masyarakat, dan Aku akan menjadi penyebab
kehancuran dari kelanjutan hidup manusia (di muka bumi ini).

Semua laksana (perbuatan) dari umat Hindu dalam melaksanakan kewajiban


hendaknya didasarkan dengan tulus ikhlas dan tanpa mengharapkan imbalan atau
balasan, seperti yang diuraikan dalam Bhagavad Gita.III Sloka 25, yaitu:
saktah karmany avidvamso
yatha kurvanti bharata
kuryad vidvams tathasaktas
cikirsur loka-sangraham
Sebagaimana orang-orang yang tidak terpelajar melaksanakan tugas kewajibannya
karena keterikatan pada hasil, seperti itu pula orang-orang terpelajar yang
mengetahui kebenaran hendaknya melakukan tugas kewajibannya tanpa keterikatan
demi kesejahteraan umat manusia.
Berdasarkan uraian sloka-sloka di atas, maka umat beragama harus meniru
dan mencontoh Tuhan Yang Maha Esa yang dalam melaksanakan kewajibannya,
walaupun harus meninggalkan kebahagiaan yang sudah dimiliki demi kesejahteraan
semua makhluk, maka begitulah pula umat beragama harus juga harus melaksanakan
kewajiban yang sudah diemban atau dimiliki tanpa memikirkan perasaan pribadi
atau keuntungan diri sendiri. Umat Hindu dalam memenuhi kewajibannya harus
selalu dijiwai oleh sinar dan Ananda dari Tuhan Yang Maha Esa, tidak pernah
mengharapkan sesuatu imbalan untuk dirinya sendiri atau bekerja tanpa pamrih dan
selalu berusaha menyatukan dirinya dengan kegiatan kosmis, seperti yang dilakukan
oleh Tuhan itu sendiri, karena menurut umat Hindu segala kegiatan yang dilakukan
akan dituntun oleh pencerahan dan kegembiraan tertinggi.
Seseorang yang bekerja tanpa pamrih atas pelaksanaan setiap kewajibannya,
selalu menyerahkan semua imbalan dari segala tindakan-tindakannya kepada Yang
Maha Esa dan akan terus menyibukkan diri dalam kegiatan kerja dengan perasaan
bahwa diri sendiri dan umat Hindu lainnya adalah pelayan Tuhan. Hal ini tercantum
pada Sloka 30 Bhagavad Gita.III, yaitu:
mayi sarvani karmani
sannyasyadhyatma-cetasa
nirasir nirmamo bhutva
yudhyasva vigata-jvarah
Wahai Arjuna, dengan didasarkan pada kecerdasan spiritual persembahkanlah
kepada-Ku segala tugas kewajiban yang engkau lakukan, tanpa harapan-harapan apa

pun, tanpa rasa kepemilikan, tanpa rasa penyesalan sedikit pun, dan setelah itu
bertempurlah.
Orang yang sudah mampu melaksanakan kewajiban dengan baik seharusnya
jangan mengusik atau mengkritik seseorang yang terikat pada kehidupan dan
pekerjaannya, karena kesadaran yang sejati harus datang dari hati nurani diri sendiri.
Kewajiban orang yang bijaksana adalah memberikan contoh kepada orang-orang
yang belum bijaksana, sehingga dapat menimbulkan kesadaran atau inspirasi, bahwa
bekerja atau hidup ini sebenarnya untuk Yang Maha Esa semata dan bukan untuk
kepentingan diri pribadi sendiri, akan tetapi seorang yang bijaksana juga yang tak
pernah memaksakan kehendak atau keinginan-Nya untuk diikuti seseorang, seperti
yang diuraikan pada Bhagavad Gita.III Sloka 26 , yaitu:
na buddhi-bhedam janayed
ajnanam karma-sanginam
josayet sarva-karmani
vidvan yuktah samacaran
Orang-orang bijaksana hendaknya tidak mengacaukan pemikiran orang-orang yang
berada dalam kebodohan yang sangat terikat pada pahala-pahala dari perbuatanperbuatan yang dilakukan. Orang-orang bijaksana hendaknya melaksanakan tugas
kewajiban dengan baik dengan baik, dan mengajak mereka untuk melaksanakan tugas
kewajiban dengan baik.
Seseorang yang bijaksana, selain mempunyai kewajiban mengajak seseorang
yang belum bijaksana menuju arah yang baik, seseorang tersebut juga harus tidak
boleh sekali-kali menimbulkan kekacauan dalam hati orang yang ditolongnya ini,
dengan memberikan contoh-contoh yang baik seseorang yang bijaksana akan
membantu orang yang lain sesuai pengabdiannya kepada Yang Maha Esa, seperti
yang dijelaskan pada Sloka 29 Bhagavad Gita.III.
prakrter guna-sammudhah
sajjante guna-karmasu
tan akrtsna-vido mandan
krtsna-vin na vicalayet
(Bhagavad Gita.III Sloka 29)
Orang-orang bodoh yang dibingungkan oleh sifat-sifat alam menjadi terikat pada
sifat-sifat alam dan perbuatan-perbuatan. Orang-orang yang berpengetahuan sempurna

hendaknya jangan membingungkan mereka yang sepenuhnya berada di dalam


kebodohan disebabkan oleh kecerdasan spiritual tidak berkembang
Unsur unsur kewajiban, pengorbanan dan kecintaan yang menjadi penggerak
ke arah kesempurnaan hidup selalu ada pada tiap tiap kepercayaan. Setiap orang
sebagai pribadi-pribadi, memiliki hak yang sama dalam meraih tingkat kehidupan
yang lebih tinggi dan biasanya hal ini hanya dapat dicapai secara perlahan-lahan,
selangkah demi selangkah dan bukan sekali lompatan saja. Segala macam pekerjaan
yang dilakukan oleh Guna dari Prakrti, sedangkan jiwanya yang dibangunkan oleh
perasaan Ahamkara, keakuan, berpikir aku pelakunya. Hal tersebut terdapat pada
sloka 27 Bhagavad Gita.III, yaitu :
prakrteh kriyamanani
gunaih karmani sarvasah
ahankara-vimudhatma
kartaham iti manyate
(Bhagavad Gita.III Sloka 27)
Dalam segala hal sesungguhnya segala jenis perbuatan ditentukan oleh sifat-sifat
alam. Tetapi, orang-orang yang dibingungkan oleh keakuan palsu berpendapat,
Akulah yang melakukan semua ini. Demikian ia beranggapan.
Seseorang yang bijaksana sadar bahwa Sang Atman (yang bersemayam di
dalam diri kita), tak akan tercemar oleh pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan orang
tersebut. Seperti juga halnya Sang Atman ini tidak dapat dibakar, dibunuh atau
dihancurkan. Orang bijaksana ini pun sadar bahwa yang bertindak dengan aktif
sebenarnya bukan Sang Atman tetapi adalah ketiga sifat alam yang disebut guna, dari
Sang Prakrti, sedangkan seseorang yang tidak bijaksana atau yang kurang
pengetahuannya merasa semua tindakan yang dilakukannya berasal dari dirinya
semata. Seseorang yang bijaksana sadar bahwa yang bekerja sebenarnya bukan Sang
Atman tetapi sifat-sifat prakerti yang menimbulkan berbagai ragam aktivitas atau
tindakan. Sifat berinteraksi dengan sifat, dan benda berinteraksi dengan benda, Sang
Atman sendiri selalu teguh sebagai saksi. Seperti yang diuraikan pada Sloka 28
Bhagavad Gita.III, yaitu :
tattva-vit tu maha-baho
guna-karma-vibhagayoh
guna gunesu vartanta
iti matva na sajjate
8

(Bhagavad Gita.III Sloka 28)


Akan tetapi, wahai Arjuna yang berlengan perkasa, orang-orang bijaksana yang telah
mengetahui kebenaran yang sejati bertindak di dalam sifat-sifat yang sempurna
setelah mempertimbangkan dengan baik antara sifat-sifat dan pekerjaan-pekerjaan.
Dengan berpendapat demikian mereka menjadi tidak terikat pada tujuan dari
perbuatan-perbuatan.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk membuat diri sendiri maupun umat
Hindu lainnya terlepas dari ikatan Prakrti, dijelaskan pada Sloka 31 Bhagavad
Gita.III, yaitu:
ye me matam idam nityam
anutishthanti manavah
shraddhavanto nasuyanto
(Bhagavad Gita.III Sloka 31)
Orang-orang yang sudah dibebaskan dari rasa iri hati dan dengan penuh rasa bhakti
senantiasa melakukan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan perintah-perintah Ku,
mereka pun akan terbebaskan dari ikatan-ikatan karma.
Umat Hindu yang tidak dengan putus putusnya menuruti ajaran ajaran
Tuhan dengan penuh kepercayaan dan terlepas dari perasaan perasaan iri hati akan
terlepas dari karma (ikatan dari kerja), sedangkan yang menyampingkan ajaran
ajaran Tuhan dan tidak melakukan, maka umat Hindu yang seperti itu akan menjadi
buta, kehilangan, dan tak mempunyai rasa pada ilmu pengetahuan, seperti yang terurai
pada sloka 32 Bhagavad Gita.III, yaitu:
ye tv etad abhyasuyanto
nanutishthanti me matam
sarva-jnana-vimudhams tan
viddhi nastan acetasah
(Bhagavad Gita.III Sloka 32)
Akan tetapi, mereka yang disebabkan oleh rasa iri hati terhadap ajaran-ajaran Ku ini,
maka mereka tidak melaksanakannya. Orang-orang bodoh seperti itu yang tidak
memiliki kecerdasan spiritual menjadi kehilangan segala jenis pengetahuan, dan
mereka akan menemukan kehancuran dengan sendirinya.
Sloka 33 Bhagavad Gita.III menyebutkan bahwa:
sadrsam cestate svasyah
prakrter jnanavan api
9

Prakrtim yanti bhutani


nigrahah kim karisyati
(Bhagavad Gita.III Sloka 33)
Seluruh makhluk hidup bertindak sesuai dengan alamnya masing-masing. Orang
bijaksana pun bertindak sesuai dengan sifat alamnya sendiri. Lalu dalam hal ini apa
yang orang akan lakukan dengan pengekangan?
Berdasarkan

sloka

33

Bhagavad

Gita.III,

dapat

dijelaskan

bahwa

sesungguhnya Prakrti adalah perlengkapan mental yang menyebabkan kelahiran umat


itu sendiri, sebagai hasil dari kegiatan masa lalu, yang akan terus berlanjut. Sloka 33
Bhagavad Gita.III juga mengingatkan umat Hindu akan kemahakuasaan Prakrti
terhadap sang roh dan meminta umat Hindu untuk berbuat sesuai dengan sifat-sifat
diri sendiri.
Manusia dilahirkan ke dunia dengan memiliki sifat-sifat tertentu yang
dominan, tetapi sifat-sifat ini menjadi amat kuat kalau selalu dikaitkan dengan
keterikatan duniawi dan rasa dualistik, sehingga sering misalnya seseorang menyukai
hal-hal yang terlarang dan tidak menyukai kewajiban-kewajiban tertentu karena terasa
tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Manusia hendaknya jangan sampai
dikendalikan oleh sifat-sifat dominan tersebut, karena hal itu akan menyebabkan
manusia menjadi manusia yang hidup tanpa tujuan dan kecerdasan. Larangan untuk
tidak terjerumus dalam sifat-sifat dominan tersebut, dijelaskan pada Sloka 34
Bhagavad Gita.III yang menyebutkan bahwa:
indriyasyendriyasyarthe
raga-dvesau vyavasthitau
tayor na vasam agacchet
tau hy asya paripanthinau
(Bhagavad Gita.III Sloka 34)
Pengaturan sifat keterikatan dan kebencian di dalam diri orang ditentukan oleh
sentuhan-sentuhan indria dengan obyek-obyek indria. Orang hendaknya tidak
dikendalikan oleh kedua sifat tersebut karena ia merupakan musuh penghalang di
dalam jalan keinsyafan diri.
Manusia dalam melaksanakan kewajibannya, sebaiknya melaksanakan hal-hal
yang yang memang sudah menjadi kewajibannya, walaupun dalam mengerjakannya
mungkin tidak sempurna, daripada melakukan kewajiban orang lain, walaupun dalam
pelaksanaannya mungkin sangat sempurna. Mati dalam melakukan kewajiban sendiri
10

adalah sesuatu hal yang agung, seperti yang dijelaskan hal ini diuraikan pada Sloka 35
Bhagavad Gita.III, yaitu:

sreyan sva-dharmo vigunah


para-dharmat sv-anusthitat
sva-dharme nidhanam sreyah
para-dharmo bhayavahah
(Bhagavad Gita.III Sloka 35)
Sesungguhnya jauh lebih baik melaksanakan tugas-tugas kewajiban sendiri walaupun
dilakukan dengan penuh kekurangan dibandingkan dengan melaksanakan tugas
kewajiban orang lain walaupun dilakukan dengan sempurna. Ketika orang menekuni
tugas kewajibannya sendiri, kematian pun menjadi berkah, sebab melaksanakan tugas
kewajiban orang lain itu penuh dengan bahaya.
Umat manusia yang telah melakukan dosa terkadang merasa bingung dan
terkadang bertanya pada dirinya sendiri, mengapa dirinya melakukan dosa padahal di
dalam hatinya mungkin sekali sesungguhnya tidak ingin melakukan dosa tersebut?
Sebenarnya hal tersebut tidak benar, setiap orang yang berbuat dosa sebenarnya di
dalam hatinya sudah kalah lebih dahulu dengan cobaan-cobaan yang dihadapinya,
baru kemudian terjerumus ke dosa itu. Seseorang yang dasarnya memang terikat erat
pada benda-benda dan nafsu-nafsu duniawi ini akan mudah jatuh setiap ada cobaan.
Sebaliknya jika seseorang penuh tekad untuk bertindak suci dan jauh dari keterikatan
duniawi, maka ia akan menang, dengan kata lain semuanya itu sebenarnya kembali ke
disiplin manusia itu sendiri. Kebingungan seperti yang dijelaskan di atas terdapat pada
Sloka 36 Bhagavad.III, yang menceritakan kebingungan Arjuna tentang hal-hal yang
mendorong manusia untuk berbuat jahat, yang kemudian dijelaskan pada Sloka 37
Bhagavad Gita.III oleh Sri Krsna.
arjuna uvaca
atha kena prayukto yam
papam carati purushah
anicchann api varsneya
balad iva niyojitah
(Bhagavad Gita.III Sloka 36)

11

Arjuna berkata: dalam hal ini, apakah sebenarnya yang mendorong orang untuk
berbuat dosa? Wahai Sri Krsna, bahkan tanpa diinginkan pun seolah-olah dipaksa
oleh kekuatan hebat untuk berbuat demikian?
sri-bhagavan uvaca
kama esa krodha esa
rajo-guna-samudbhavah
mahasano maha-papma
viddhy enam iha vairinam
(Bhagavad Gita.III Sloka 37)
Sri Krsna bersabda: adalah nafsu keinginan, adalah kemarahan yang muncul dari
sifat kenafsuan, ia sangat berdosa dan memakan habis segalanya. Wahai Arjuna,
ketahuilah bahwa ia adalah musuh berbahaya di dunia material ini
Terdapat enam macam musuh menurut ajaran Agama Hindu. Kama dan
krodha merupakan dua musuh yang paling utama di antara enam musuh yang ada
pada diri manusia. Manusia yang selalu dipenuhi nafsu, maka akan nafsu tersebut
akan membungkus Sang Atman tersebut sehingga tak nampak cahayanya dari luar.
Hal ini dijelaskan pada Sloka 38 Bhagavad Gita.III.
dhumenavriyate vahnir
yathadarso malena ca
yatholbenavrto garbhas
tatha tenedam Avram
(Bhagavad Gita.III Sloka 38)
Sebagaimana halnya api ditutupi oleh asap , dan cermin ditutupi oleh debu, atau
janin ditutupi oleh kandungan, seperti itu pula halnya kesadaran spiritual orang
ditutupi oleh hawa nafsu.
Nafsu atau keinginan pada diri manusia tak pernah terpuaskan dengan
menikmati obyek keinginan itu, karena nafsu akan tumbuh semakin besar, seperti api
yang dituangi bahan bakar, seperti yang dijelaskan pada Bhagavad Gita.III Sloka 39.
avrtam jnanam etena
jnanino nitya-vairina
kama-rupena kaunteya
duspurenanalena Cad
(Bhagavad Gita.III Sloka 39)

12

Wahai Arjuna, hawa nafsu ini dengan begitu kuat menutupi pengetahuan suci
seseorang. Dan, bagi orang-orang bijaksana ia adalah musuh abadi dalam bentuk
hawa nafsu. Ia membakar segalanya bagaikan api menyala-nyala dan tidak pernah
terpuaskan.
Kama atau nafsu ini mencegat selalu di gerbang indra-indra manusia,
kemudian kama ini meruntuhkan benteng pikiran dan kemudian masuk ke daerah
buddhi (intelegensia) dan menghancurkan kekuatan batin dan tekad dari manusia itu
sendiri. Penjelasan tentang nafsu tersebut diuraikan pada Bhagavad Gita.III Sloka 40.
indriyani mano buddhir
asyadhisthanam ucyate
etair vimohayaty esa
jnanam avrtya dehinam
(Bhagavad Gita.III Sloka 40)
Indria-indria, pikiran dan kecerdasan dikatakan sebagai tempat duduk yang nyaman
bagi hawa nafsu ini. Melalui indria-indria, pikiran dan kecerdasan hawa nafsu ini
menutupi pengetahuan suci dan membingungkan sang roh yang berada di dalam
badan jasmani.
Sloka 41 Bhagavad Gita.III menyebutkan bahwa;
tasmat tvam indriyany adau
niyamya bharatarsabha
papmanam prajahi hy enam
jnana-vijnana-nasanam
(Bhagavad Gita.III Sloka 41)
Oleh karena itu, wahai Arjuna yang paling utama di antara keturunan Bharata, sedari
awal engkau hendaknya mengendalikan indria-indria tersebut. Dengan kekuatan
sepenuhnya bunuhlah hawa nafsu ini yang merupakan penghancur segala pengetahuan
dan keinsyafan diri.
Berdasarkan sloka di atas, dianjurkan untuk umat Hindu agar jangan sampai
terjerumus pada nafsu, karena nafsu dapat menghancurkan kehidupan manusia itu
sendiri, sehingga kesadaran harus dibangkitkan setahap demi setahap. Lebih tinggi
mendaki, maka akan lebih bebas jadinya, bila seseorang bertindak di bawah pengaruh
indra-indra, maka akan menjadi kurang bebas. Sloka 42 Bhagavad Gita.III
menjelaskan tentang urutan dari tingkat kesadaran. Sloka ini menunjukkan
kesadaran yang dicapai tingkat demi tingkat, dan makin meninggi tingkatan yang
13

dicapai maka kebebasan juga meningkat sampai yang tertinggi yaitu dimana budi
menentukan laksana diri sendiri disinari oleh Atma yang suci.
indriyani parany ahur
indriyebhyah param manah
manasas tu para buddhir
yo buddheh paratas tu sah
(Bhagavad Gita.III Sloka 42)
Disebutkan bahwa indria-indria bersifat lebih halus (lebih kuat) daripada alam
Prakrti, lebih kuat daripada indria-indria adalah pikiran, lebih kuat daripada pikiran
adalah kecerdasan, dan lebih kuat daripada kecerdasan adalah dia, sang hawa nafsu.
Sloka 43 Bhagavad Gita.III kemudian menyebutkan:
evam buddheh param buddhva
samstabhyatmanam atmana
jahi satrum maha-baho
kama-rupam durasadam
(Bhagavad Gita.III Sloka 43)
Mengetahui hawa nafsu lebih kuat daripada kecerdasan, maka setelah menguasai diri
melalui sang diri, wahai Arjuna yang berlengan perkasa, bunuhlah musuh yang tidak
terkalahkan, dalam bentuk hawa nafsu.
Sloka di atas menuntun manusia untuk mampu mengalahkan hawa nafsu
bahkan menghancurkannya, karena nafsu tersebut dapat datang kembali sewaktuwaktu disaat seseorang tersebut lengah. Pasrahkanlah diri sendiri dan laksanakanlah
suatu kegiatan tanpa pamrih dengan maksud untuk menjaga kesejahteraan dunia,
karena jika kesadaran itu sudah dicapai maka semua laksana akan dituntun hanya oleh
sinar jiwa suci, untuk kebahagiaan dunia.

2.3 Implemetasi Melaksanakan Kewajiban yang Baik Berlandasakan Karma


Marga
Kewajiban umat hindu dapat dibedakan atas:
Kewajiban yang bersifat umum yaitu kewajiban yang haus dilakukan oleh seluruh
umat hindu yang berupa kewajiban untuk melaksanakan Panca Yadnya.
Kewajiban berdasarkan Catur Asrama atau berdasarkan empat tahapan kehidupan
manusia.
Kewajiban berdasarkan Catur Warna atau empat golongan dalam masyarakat.
14

Kewajiban berdasarkan status khusus tertentu yang disebut sesana.


1. Kewajiban Melaksanakan Panca Yadnya
Panca berarti lima, sedangkan Yadnya berarti korban, persembahan, atau
kebaktian. Maksud dari yadnya adalah agar manusia siap untuk berkorban guna
mencapai tujuan hidupnya, yaitu mengacapi kebahagiaan yang kekal dan abadi
serta menciptakan dunia yang aman, damai dan sejahtera (Nala & Wiratmadja,
1989:154). Berdasarkan uraian tersebut, maka Panca Yadnya adalah lima jenis
pengorbanan suci yang harus dilakukan oleh umat Hindu. Panca Yadnya terdiri
dari Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusia Yadnya, dan Bhuta
Yadnya (Nurkacana, 2011:13).
a) Dewa Yadnya, berarti pengorbanan suci kehadapan Dewa, yang terdiri dari
dua jenis, yaitu Nitya Yadnya dan Naimitika Yadnya.
- Nitya Yadnya adalah yadnya yang dilakukan secara periodik dalam jangka
waktu yang tetap. Contoh pelaksanaan Nitya Yadnya dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya:
Melakukan persembahyangan setiap hari. Persembahyangan setiap hari
menurut agama Hindu dilaksanakan tiga kali sehari, selain melaksanakan
persembahyangan seperti menghaturkan canang, umat Hindu juga atur
melaksanakan Puja Tri Sandhya.
Melaksanakan Yadnya Sesa sehabis memasak. Yadnya Sesa adalah
persembahan yang dilakukan kepada Dewa setelah selesai memasak dan
sebelum dimakan. Cara mempersembahkannya sangat sederhana, yaitu
menggunakan daun pisang atau kertas nasi yang sudah dipotong, lalu
diisi garam atau lauk yang dimasak, kemudian dipersembahkan di
tempat-tempat pemujaan. Yadnya Sesa bertujuan untuk mengucapkan
rasa syukur kepada Tuhan atas apa yang diberikannya.
Memulai pekerjaan dan mengakhiri kegiatan dengan berdoa terlebih
dahulu. Kebanyakan orang terkadang lupa untuk melaksanakan hal ini.
Selalu berdoa di setiap saat menandakan bahwa manusia sebagai umat
beragama selalu ingat kepada Tuhan disaat suka maupun duka.
Perbuatan ini dapat diterapkan dimulai dari hal-hal kecil yaitu: berdoa
sebelum tidur dan saat bangun, sebelum dan sesudah makan, bepergian
ke satu tempat, memulai dan mengakhiri belajar, dan sebagainya.

15

- Naimitika Yadnya artinya yadnya yang dilakukan sewaktu-waktu. Contoh


pelaksaan Naimitka Yadnya dalam kehidupan sehari, yaitu:
Sembahyang pada saat Hari Raya yang berdasarkan Wuko, Pawukon,
maupun Sasih.
Melaksanakan Ngayah di pura saat ada pembersihan, pembangunan
atau perbaikan tempat suci.
Melaksnakan Dana Punia untuk pembangunan atau perbaikan tempat
suci yang didasari oleh rasa tulus ikhlas.
Upacara syukuran, misalnya: upacara syukuran karena panen telah
berhasil dilakukan dengan lancar, menjual ternak yang dipelihara,
mendapat pekerjaan, naik pangkat, dan sebagainya.
b) Pitra Yadnya,berarti satu korban suci kepada orang tua, kakek-nenek. Wujud
pengorbanan dapat berupa pengorbanan yang bersifat sekuler, dan dapat pula
dalam wujud ritual. Wujud pengorbanan yang bersifat sekuler adalah dengan
jalan menunjukkan rasa bakti kepada beliau. Wujud rasa bakti tersebut adalah
dengan jalan menunjukkan sikap dan perilaku yang dapat membahagiakan
beliau-beliau tersebut, yaitu:
- Mendengarkan atau menuruti nasihat atau pemerintah beliau. Orang tua
pasti selalu memberi nasihat kepada anak-anaknya dikarenakan rasa
sayangnya, sebagai anaknya maka sudah seharusnya selalu menurutinya,
misalkan: orang tua selalu mengingatkan anaknya yang jauh dari rumah
untuk melanjutkan pendidikannya, untuk berhati-hati selama di jalan raya,
mengingatkan untuk selalu sembahyang dan selalu berusaha dalam setiap
kegiatan.
- Memberikan jaminan hari tua kepada beliau. Orang tua rela bekerja keras
untuk memberikan yang terbaik kepada anaknya, salah satunya melanjutkan
pendidikan anaknya setinggi-tingginya, maka sebagai anak sudah sepatutnya
memberikan jaminan hari tua kepada beliau, tidak peduli anak perempuan
maupun anak laki-laki.
- Merawat kesehatan beliau. Anak berkewajiban menjaga kesehatan orang
tuanya, misalkan: anak mengajak orang tua yang sedang sakit ke rumah
sakit atau dokter, ketika orang tua sakit, maka sebagai anak sudah
seharusnya melayaninya, dan bahkan seharusnya diupayakan menjaga agar
orang tua tidak sampai jatuh sakit.
16

Wujud pengorbanan yang bersifat spiritual, misalnya: mendoakan agar


orang tua selalu sehat, selamat, dan panjang umur, melaksanakan upacara
penguburan atau pembakaran jenazah sampai menstanakan roh beliau
mendapatkan tempat yang baik, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
roh beliau mendapatkan tempat yang baik, diampuni segala dosanya dan
diterima segala amal bhaktinya.
c) Rsi Yadnya berarti pengorbanan suci kepada para Rsi. Wujud pelaksanaan
kewajiban yang tergolong Rai Yadnya, yaitu:
- Menghanturkan punia kepada pinandita atau pandita
- Hormat kepada pinandita atau pandita.
d) Manusia Yadnya, adalah pengorbanan suci kepada sesama manusia. Wujud
pelaksaaan manusia yadnya, yaitu: berbuat baik kepada sesama manusia,
memberikan dana punia kepada sesama umat yang memerlukan bantuan, dan
menjaga keselamatan dan memberi kesejahteraan kepada keluarga dan
keturannya nanti.
Berbuat baik kepada sesama manusia
Ajaran tentang cara-cara berbuat baik kepada sesama manusia disebut
susila. Salah satu diantaranya, yaitu: Tri Kaya Parisudha, yang terdiri dari
Manacika berarti berpikir yang benar, yang meliputi: tidak berprasangka
buruk terhadap orang lain, menerima secara ikhlas segala sesuatu yang
diterima karena semua tersebut diyakini sebagai pahala dari perbuatan
yang dilakukan, tidak menginginkan sesuatu yang bukan merupakan
haknya.
Wacika berarti berkata yang benar, yang meliputi: tidak berkata kasar
atau menghina orang lain, tidak membicarakan keburukan orang lain,
tidak memfitnah, dan selalu berkata jujur.
Kayika berarti berbuat yang benar, yang meliputi: tidak menyakiti
makhluk lain, tidak mencuri atau mengambil sesuatu yang curang, dan
tidak tidak berselingkuh.
Meyakini ajaran Karmaphala juga akan membuat seseorang untuk
selalu berbuat baik. Karmaphala merupakan hasil dari suatu perbuatan yang
dilakukan. Umat Hindu percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma)
membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma)

17

membawa hasil yang buruk, jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik
pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk,
buruk pula yang akan diterimanya. Karmaphala memberi keyakinan kepada
umat Hindu untuk mengarahkan segala tingkah laku umat Hindu agar selalu
berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur
dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk. Karmaphala
mengantarkan roh (atma) masuk surga atau masuk neraka. Bila dalam
hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah surga,
sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman
nerakalah yang diterimanya. Pustaka- pustaka dan ceritra- ceritra
keagamaan dijelaskan bahwa surga artinya alam atas, alam suksma, alam
kebahagiaan, alam yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka
adalah alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil
dan perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati surga atau
neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami
penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju moksa.
Berbuat

baik

kepada

sesama

manusia

juga

dapat

dilihat

implemetasinya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu metulung yang


artinya membantu sesama manusia yang sedang melaksanakan acara.
Misalkan, salah satu tetangga mengadakan upacara pawiwahan, maka sudah
menjadi kewajiban untuk anggota masyarakat lainnya yang sedesa untuk
membantu kegiatan tersebut, seperti membantu membuat Banten,
mejejaitan, dan sebagainya. Umat Hindu di Bali dalam pelaksanaan
kewajibannya untuk berbuat baik kepada sesama manusia sering
menerapkan konsep menyama braya yang artinya mirip dengan hidup
bermasyarakat, jika setiap manusia memiliki konsep menyama braya ini,
pastilah individu yang satu dengan yang lainnya akan saling tolong
menolong dan akan tercipta hubungan yang harmonis antar individu.
Memberikan dana punia
Dana punia berati pemberian yang dilakukan dengan penuh
keikhlasan. Dana punia ini dapat diberikan kepada sesama manusia yang
sangat membutuhkan, misalkan: memberikan sumbangan buku atau bajubaju bekas yang masih bagus namun tidak terpakai kepada anak-anak yang
ada di panti asuhan.
18

Menjaga keselamatan dan memberi kesejahteraan kepada keturunan.


Menjaga keselamatan dan memberi kesejahteraan kepada keturunan
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: cara skala dan cara niskala.
Menjaga keselamatan dan memberi kesejahteraan kepada keturunan
secara skala, yaitu:
- Merawat dan mengasuh anak, mulai dari kandungan hingga dewasa.
Orang tua harus berusaha merawat anak mulai dari kandungan, seperti
selalu mengecek keadaan kandungan, apakah dalam kondisi yang baik
atau tidak, memberikan asupan makanan yang bergizi selama anak masih
di dalam kandungan maupun sudah lahir sampai dewasa.
- Memberikan makanan dan pakaian secukupnya.
- Menjaga keselamatannya terhadap gangguan penyakit atau gangguan
yang datang dari luar, seperti anak yang masih kecil biasanya diberikan
imunisasi agar tidak mudah sakit, selalu memperingatkan anak agar tidak
bermain di pinggir jalan raya atau bermain hujan.
- Memberikan pendidikan yang baik. Orang tua bekerja salah satu
tujuannya adalah untuk dapat menyekolahkan anaknya sampai jenjang
setinggi-tingginya agar anaknya menjadi orang satu hari nanti.
- Memberikan bekal hidup yang memadai, seperti orang tua yang selalu
memberikan uang bekal hidup anaknya yang sedang merantau untuk
menuntut ilmu. Orang tua berusaha agar dapat memberikan bekal yang
cukup, bahkan sampai meminjam uang kepada orang lain.
Menjaga keselamatan

dan memberikan kesejahteraan kepada

keturunan secara niskala, yaitu melalui doa-doa atau upacara-upacara,


misalkan: upacara pada saat kehamilan tujuh bulan (pagedong-gedongan),
upacara kelahiran, upacara lepas pusar, upacara menginjak remaja (Raja
Singa/Raja Swala), upacara potong gigi (mepandes) dan upacara
pernikahan (pawiwahan).
e) Bhuta Yadnya
Bhuta Yadnya adalah salah satu korban suci kepada para Bhuta-Kala,
yang dimaksud dengan Bhuta adalah seluruh unsur-unsur Panca Mahabutha
yang menyusun alam semesta, sedangkan Kala berarti energi atau kekuatan.
Wujud pelaksanaan terhadap Bhuta Yadnya dapat dilakukan secara niskala dan
skala. Berikut contoh pelaksanaan Bhuta Yadnya secara skala, yaitu:
19

- Kasih sayang kepada binatang dan tumbuh-tumbuhan. Contoh kasih sayang


kepada binatang adalah memberi makan kepada binatang peliharaan, tidak
membunuh atau menyiksa binatang secara sembarangan, akan tetapi dalam
ajaran agama Hindu terdapat pengecualian terhadap hal tersebut, misalkan:
membunuh hewan yang berbahaya terhadap keselamatan jiwa, membunuh
hewan yang memakan tumbuh-tumbuhan yang diperlukan untuk bertahan
hidup tidak dianggap berdosa. Contoh kasih sayang kepada tumbuhtumbuhan, seperti: menyiram tumbuh-tumbuhan yang dipelihara, tidak
menebang atau merusak tumbuhan atau pohon. Beberapa orang terkadang
suka membuat tulisan-tulisan yang tidak penting di batang pohon yang
masih hidup, memetik daun atau mematahkan rantingnya untuk bercanda
atau sekadar perbuatan usil saja.
- Melakukan usaha-usaha pelestarian binatang dan tumbuh-tumbuhan langka.
Usaha pelestarian binatang dari Pemerintah misalnya dibuatnya suaka marga
satwa, sedangkan usaha pelestarian tumbuh-tumbuhan dari pemerintah
dibuatnya cagar alam, sedangkan usaha dari diri sendiri, yaitu tidak
memburu hewan-hewan yang sudah langka dan tidak menjual tumbuhan
yang sudah langka. Di Indonesia, telah terjadi banyak kasus penjualan
hewan yang langka untuk kepentingan ekonominya sendiri, selain itu jika
diperhatikan fenomena yang terjadi di lingkungan dikarenakan ulah manusia
yang tidak menjalankan kewajibannya dan tidak peduli lingkungan. Contoh
dari hal tersebut, seperti banjir dimana-mana yang disebabkan karena
manusia kurang memperhatikan kelestarian dan hanya mementingkan diri
sendiri, sehingga akhirnya bencana tersebut berefek pada manusia itu
sendiri.
- Melakukan usaha-usaha untuk menjaga keharmonisan alam semesta. Salah
satu contoh kecil dari usaha menjaga keharmonisan alam semesta adalah
tidak membuang sampah sembarangan.
Pelaksanaan Bhuta Yadnya berdasarkan niskala dapat dibagi juga
menjadi dua jenis, yaitu;

- Nitya Yadnya yang meliputi: melakukan persembahan makanan setelah


memasak. Persembahan tersebut diletakkan di pekarangan rumah, di pintu
masuk pekarangan, pelataran sanggah. Persembahan ini dilaksanakan setelah

20

melakukan persembahan kepada Tuhan (Yadnya Sesa) dan leluhur. Contoh


lainnya dari pelaksanaan Bhuta Yadnya secara Nita yadnya, yaitu:
mempersembahkan kepelan dalam persembahyangan sehari-hari.

- Naimitika Yadnya yang meliputi: melaksanakan caru untuk lingkungan


(Bhuana Agung), mempersembahkan segehan pada Purnama maupun Tilem
serta hari Raya Besar agama Hindu lainnya.
Manusia seharusnya mampu menjalin hubungan dengan lingkungan,
jika manusia tidak peduli dengan lingkungannya sendiri, maka alam akan
hancur dan semua manusia akan sengsara akibat tidak bisa melaksanakan
tugas-tugas dan kewajiban sebagai manusia yang memiliki ahlak, etika dan
moral, maka sebagai manusia yang berbudi pekerti luhur, lakukanlah
kewajiban yang sudah ditetapkan agar terciptanya hubungan yang harmonis
antara manusia, lingkungan, dan Tuhan yang Maha Esa.
2. Kewajiban Berdasarkan Catur Asrama
Catur berarti empat, dan Asrama berarti jenjang kehidupan, sehingga Catur
Asrama berarti empat jenjang kehidupan. Keempat jenjang kehidupan itu adalah
adalah Brahmacari, Grihasta, Wana prasta, dan Sanyasa (Nurkancana, 2011:23).
a) Brahmacari adalah satu jenjang kehidupan dengan tugas utama adalah
menuntut ilmu pengetahuan. Seorang brahmacarya juga harus selalu mencari
kebenaran, hidup bersih dan suci, serta melakukan kegiatan gerak badan sesuai
dengan peraturan ditetapkan dan mampu mengendalikan hawa nafsu. Ilmuilmu yang dapat dipelajari oleh Brahmacari, yaitu IPA, IPS, matematika dan
ilmu-ilmu kerohanian.
b) Grihasta, adalah masa berumah tangga. Pada masa ini, seorang Grihastin harus
melanjutkan keturunan, mempelajari ilmu pengetahuan lebih lanjut, dan
merawat, membesarkan dan mendidik putra-putrinya hingga mencapai
kedewasaan.
c) Wana prasta, berarti masa kehidupan di dalam hutan sebagai seorang petapa.
Sebagai seorang petapa, maka dalam kehidupan sehari-hari seharusnya:
- Mengenakan pakaian kulit rusa atau kulit kayu, namun tetap menjaga
kebersihan dengan mandi setiap pagi,asing dan sore.
- Menyandarkan hidupnya dengan memakan daun-daunan, umbi-umbian,
buah-buahan atau biji-bijian yang tumbuh di sekitarnya

21

- Menghormati setiap tamu yang datang mengunjunginya.


- Tidak makan sebelum melakukan persembahan kepada Dewa
- Memperdalam ajaran agama
- Menerima murid baru yang berguru padanya
- Melaksanakan Dharma Sadana
Pada zaman sekarang kehidupan Wana Prasta tidak perlu dilakukan di
dalam hutan dan menggunakan baju dari kulit rusa atau kulit kayu, akan tetapi
bisa dilakukan dengan menggunakan

baju rumah seperti biasanya dan

dilakukan di dalam rumah. Hal terpenting dari Wana Prasta, yaitu sudah
mampu melepaskan diri sendiri dari ikatan keduniawian.
d) Sanyasa berarti masa pelepasan. Pada zaman sekarang pelaksanaan masa
sanyasa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, yaitu:
o

Melepaskan hak miliki dengan cara memberikan semua kekayaan kepada


ahli waris.

Melakukan tirta yatra.

3. Kewajiban Berdasarkan Catur Warna


Catur Warna adalah pembagian masyarakat menjadi empat golongan
berdasarkan kewajiban. Keempat golongan tersebut: Brahmana, Kastria, Weisya,
dan Sudra.
Kewajiban Brahmana adalah mempelajari Weda, mengadakan upacara
kebaktian atau pemujaan, memberikan amal sosial, berkunjung ke tempat-tempat
suci, memberikan ajaran atau penerangan agama, dan memimpin upacara.
Kewajiban Ksatria adalah mengatur pemerintah, menjaga keamanan
negara, dan memberikan perlindungan kepada seluruh rakyat.
Kewajiban Weisya adalah belajar pada sang Brahmana atau pada sang
Ksatria, mencari
Kewajiban Sudra adalah setia mengabdi kepada Brahmana, Ksatria, dan
Weisya.
4. Kewajiban Berdasarkan Sesana
Sesama berarti kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dan laranganlarangan yang harus harus ditatai sesuai dengan status khusus seseorang.
Misalkan, sebagai seorang murid, maka siswa tersebut memiliki kewajiban yang
disebut sisya sesana, yaitu hal-hal yang boleh dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
22

Umat Hindu dalam menjalankan kewajiban-kewajiban di atas harus


berlandaskan Swa Dharma. Swa Dharma berarti sadar akan tugas dan kewajian
masing-masing (Partadjaja & Asli, 2009:136). Pengabdian terbesar yang dapat
dilakukan pada masyarakat yang berlandaskan atas Swa Dharma yaitu menyadari
bakat yang dimiliki oleh diri sendiri. Setiap orang harus mengerti bakatnya yang
dimiliki, karena tidak semua orang mempunyai keistimewaan bakat yang sama, yang
terpenting ialah bahwa tiap tiap orang harus sungguh sungguh dapat
mengerjakan tugas yang dipercayakan padanya dengan memuaskan. Setiap orang
harus menjadi patriot di dalam bidangnya masing-masing baik kecil maupun besar.
Kebaikan menunjukkan kesempurnaan dari kualitas untuk perkembangan jiwa.
Orang memilih pekerjaan seharusnya sesuai dengan bakat yang dimilikinya,
sehingga seseorang tersebut bisa mencintai pekerjaan yang dipilihnya, seperti
seorang petani seharusnya memang suka dengan tumbuh-tumbuhan, dan petani
tersebut akan mendapatkan kebahagiaan jika melihat padinya tumbuh subur,
bukannya mengharapkan hasil padi setelah terjual. Seorang dokter akan
mendapatkan kebahagiaan ketika melihat pasiennya sembuh, bukannya pada uang
hasil pembayaran pasiennya. Mati dalam menjalankan tugas tanpa pamrih adalah
anugrah yang paling utama.
Tuhan Yang Maha Esa tetap melaksanakan kewajibannya walaupun harus
mengalami menderita dalam wujud Awatara demi kesejahteraan semua makhluk,
begitulah juga manusia seharusnya melaksanakan kewajiban-kewajiban yang sudah
dimilikinya tanpa pamrih atau mengharapkan imbalan, tetapi selalu bertindak untuk
kepentingan semua makhluk. Seseorang yang bekerja semata-mata karena
mengharapkan gaji, sebenarnya orang yang demikian adalah budak, yaitu budaknya
uang dan budaknya indriyanya sendiri. Seorang ibu yang mempunyai bayi tiga
bulan, kemudian anaknya menangis karena ingin diteteki atau pipis, maka seorang
Ibu pasti akan meneteki atau mengganti celana bayinya walaupun dalam keadaan
lelah tetap akan, namun tetap terlihat bahagia. Sesungguhnya, Ibu tersebut sedang
menikmati upahnya yaitu berupa kebahagiaan terhadap laksana atau perbuatan yang
sudah dilakukannya. Seorang guru yang baik, maka akan mendapat kebahagiaan saat
dia sedang mengajar, dan seorang dokter akan menikmati kebahagiaannya pada
waktu melihat pasien yang dirawatnya sudah sembuh. Berdasarkan contoh-contoh
di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika bekerja demi kesejahteraan atau
23

kesenangan orang lain, maka yakinilah bahwa orang tersebut akan menikmati
kesenangan yang seimbang pula.
Kewajiban yang dilaksanakan oleh setiap manusia seharusnya mampu
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena manusia terlahir dengan memiliki Tri
Pramana, yang terdiri dari Sabda, Bayu dan Idep yang menjadikan manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kedudukan utama. Tri Pramana inilah yang
dapat menuntun manusia dalam segala hal, sehingga sesungguhnya hanya
manusialah yang mampu menyelamatkan dirinya sendiri dari kegelapan. Manusia
yang memiliki karma buruk dalam hidupnya, maka manusia itu sendiri yang dapat
menolongnya dalam pembebasan karma semasa hidupnya dengan jalan yang baik
dan benar. Seperti melaksanakan dan menjalankan hal-hal yang dapat mencapai
pembebasan dan kebahagiaan. Manusia khususnya umat Hindu dalam melaksanakan
kewajiban-kewajibannya

pastilah

perlu

menjalin

hubungan

baik

dengan

menanamkan konsep Tattwam Asi dalam diri, maka dengan demikian akan terjalin
hubungan yang harmonis dan sejalan bukan hanya manusia dengan manusia, tetapi
hubungan dengan lingkungan dengan Tuhan akan terjalin selaras, yang disebut
dengan Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kebahagiaan, yang terdiri dari
Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Hubungan antara manusia dan
sesamanya (Pawongan) dapat dilihat pada hubungan antara manusia itu sendiri.
Manusia dilahirkan untuk menjalankan fungsinya sebagai laki-laki atau perempuan.
Misalnya seorang laki-laki yang sudah berkeluarga akan mempunyai
tanggung jawab besar seperti menafkahi istri dan anaknya. Seorang laki-laki yang
tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya maka hidupnya tidak akan mencapai
kebahagiaan yang sejati.
Itulah contoh bagaimana hubungan antara manusia yang dalam hidupnya
bukan hanya interaksi satu sama lainnya tetapi dalam hidupnya manusia membawa
kewajiban sesuai tugas dan fungsinya untuk mencapai kebahagiaan dan pembebasan.
Konsep hubungan manusia dengan Tuhan dan konsep hubungan manusia dan
lingkungan, sama halnya dengan konsep manusia dengan manusia, yaitu manusia
mempunyai kewajiban untuk membayar dan bersyukur atas hidupnya. Penjelasan
tentang implementasi konsep-konsep tersebut sudah dijelaskan pada pembahasan
Panca Yadnya.

24

Manusia yang sudah mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik, yaitu


tanpa mengharapkan imbalan dapat dikatakan sebagai orang yang bijaksana.
Seorang yang bijaksana seharusnya mau memperbaiki dan membantu mengarahkan
orang-orang yang masih berada di jalan yang salah menuju jalan yang benar, dan
tidak sekali-kali memaksa atau menertawakan orang tersebut atas kebodohannya.
Dharma atau kewajiban seseorang telah digariskan berdasarkan kehidupan
atau karmanya semasa lampau. Seseorang bisa saja lahir untuk menjadi seorang
guru, polisi, pedagang, tukang kayu, pendeta, pegawai negeri, atau mengabdi kepada
fakir miskin, dan sebagainya. Kewajiban itu sudah digariskan dan seseorang tersebut
harus menemukannya sendiri sesuai dengan bisikan hati nurani, sedangkan kesucian
atau perbuatan dosa seseorang, kedua hal ini tidak digariskan, jadi terserah kepada
orang atau individu yang bersangkutan untuk memilihnya sendiri, mau berbuat dosa
atau hal yang baik-baik saja. Karma dan kehidupan sebelumnya akan cenderung
untuk menentukan jalan yang akan pilih, tetapi Yang Maha Kuasa pun memberikan
setiap manusia kekuatan batin, tekad, dan ratio, dan semua ini dapat menentukan
jalan apa yang harus diambil. Kalau seseorang maunya tersandung terus, lama
kelamaan seseorang tersebut harus jatuh juga, tetapi kalau tekadnya kuat untuk
berjalan lurus, maka seseorang tersebut tak akan pernah jatuh, ataupun kalau jatuh,
selanjutnya seseorang tersebut akan lebih berhati-hati selanjutnya.
Umat manusia sesungguhnya tidak boleh memusatkan pikiran pada hal-hal
yang duniawi yang kelihatannya menyenangkan. Pikiran yang selalu terpusat ke arah
suatu obyek yang menyenangkan, maka akan menimbulkan suatu pengalaman atau
kejadian yang akan membangkitkan nafsu atau keinginan, kemudian timbul hasrat
untuk mendapatkan obyek tersebut dan, menguasainya secara total, dan jatuhlah
manusia itu ke dalam cengkraman sang Maya, dan seandainya sebaliknya keinginan
tersebut tidak tercapai atau diri sendiri merasa tidak puas akan hasil yang tercapai,
maka akan timbul rasa amarah, dan rasa amarah ini kalau tidak terkendali dapat
menghancurkan segala-galanya. Cara yang terbaik untuk keluar dari cobaan kama
ini adalah dengan mengembangkan tekad ke jalan yang penuh disiplin dan dedikasi
kepada Yang Maha Esa. Bekerja aktif sesuai kewajiban kepada Yang Maha Esa
akan banyak menolong setiap individu untuk membentuk tekad itu sendiri, dan tekad
ini akan tumbuh terus dengan tegar di dalam diri seseorang tersebut
Banyak hambatan-hambatan pikiran yang muncul setelah seseorang
melaksanakan kewajibannya. Perasaan kecewa, marah,putus asa, dan sia-sia sering
25

menghantui setelah seseorang tersebut melihat dunia tidak bisa diubah sesuai dengan
keinginannya, sehingga sangat perlu bagi manusia menyadari beberapa hal tentang
dunia, bagaimana semestinya bertindak agar tetap maju dan tidak mengalami
keraguan. Satu-satunya jalan adalah manusia harus belajar menyadari:
a. Manusia sesungguhnya mempunyai hutang kepada dunia ini, sehingga manusia
membayar hutang tersebut dengan bekerja atau berbuat. Umat Hindu menyadari
tentang adanya beraneka ragam pemberian dari Hyang Widhi, dari orang tua atau
leluhur, serta dari orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Berbagai
pemberian ini dipandang sebagai hutang, atau ikatan yang lumrah disebut Rna
merupakan tiga ikatan atau hutang yang hendaknya diperhatikan, yaitu:
1. Dewa Rna berarti kewajiban atau ikatan hutang kepada Hyang Widhi , beserta

manifestasinya.
2. Pitra Rna berarti kewajiban atau ikatan hutang kepada Pitra, leluhur, serta

orang tua.
3. Rsi Rna berarti kewajiban atau ikatan hutang kepada para Rsi (orang suci).

Setiap umat Hindu mempunyai kewajiban untuk melaksanakan yadnya,


yang bertujuan untuk membalas hutang atau kewajiban berupa Rna yang
merupakan suatu hubungan yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan seharihari seperti ; Dewa Rna akan menimbulkan pelaksanaan Dewa Yadnya serta Butha
Yadnya, Rsi Rna akan menimbulkan pelaksanaan Rsi Yadnya, Pitra Rna akan
menimbulkan pelaksanaan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya. Umat Hindu
meyakini terciptanya manusia adalah berasal dari yadnya-Nya, maka menjadi
kewajiban manusia untuk melaksanakan yadnya atau persembahan kepada Hyang
Widhi serta segala manifestasiNya dengan jalan saling memelihara satu dengan
yang lainnya, dengan demikian akan tercapai kebahagiaan hidup bersama. Setiap
umat manusia yang menikmati apa yang biasa tersisa dari yadnya maka akan
terlepas dari dosa, sedangkan yang menyediakan makanan hanya untuk
kepentingan dirinya sendiri tanpa terlebih dahulu mempersembahkannya guna
kepentingan yadnya maka seseorang tersebut sesungguhnya makan dosanya
sendiri. Nampaklah yadnya memiliki tujuan untuk melepaskan manusia dari
ikatan dosa sehingga pada akhirnya tercapai kebahagiaan abadi yang merupakan
tujuan agama Hindu.
b. Dunia ini adalah campuran antara baik dan buruk. Kekecewaan dan putus asa
menyebabkan orang tidak mempunyai gairah untuk bekerja, maka terkadang
26

orang tersebut menganggap Tuhan tidak adil atau pilih kasih. Orang cepat
menyalahkan pihak lain sebagai penyebab ketidakberhasilannya, karena itu
kesadaran bahwa dunia ini netral, tidak baik dan tidak buruk.
Umat manusia dalam pelaksanaan kewajibannya terkadang dihalangi oleh
sifat-sifat yang ada pada diri manusia itu sendiri. Sifat-sifat itu disebut dengan Sad
Ripu, yang terdiri dari:
1. Kama
Kama artinya keinginan atau hawa nafsu. Kama sangat besar pengaruhnya dalam
kehidupan, kama dapat mempengaruhi pikiran. Rangsangan yang kuat akan
menarik kama dan mempengaruhi pikiran. Bila tidak memiliki kemampuan atau
pengetahuan untuk mengatasinya, maka sifat-sifat buruk lah yang akan muncul
yang berakibat buruk pula terhadap diri sendiri. Kama yang tidak terkendali ini
akan muncul sebagai musuh. Namun sebaliknya, kama akan berfungsi sebagai
sahabat apabila dapat dikendalikan atau disalurkan kepada hal-hal yang bersifat
dharma/kebenaran.
2. Lobha
Lobha

berasal

dari

kata

lubh

yang

berarti

tamak,

rakus.

Rakus merupakan sifat senang yang berlebihan dan tidak terkendali, sifat yang
selalu ingin dipuaskan, sifat yang ingin mementingkan diri sendiri. Sifat-sifat
seperti ini dimiliki oleh setiap orang, apabila kemunculan sifat ini tidak
dikendalikan dengan pengetahuan dharma, tidak memiliki rasa welas asih,
tatwam asi, dan satya, maka lobha seperti ini akan menjadi musuh. Ia akan
mendatangkan rasa benci, rasa cemburu, rasa dendam, sehingga menimbulkan
rasa gelisah, kurang aman, dan was-was. Biasanya lobha akan tumbuh dengan
kuat akibat kama yang selalu terpenuhi.
3. Krodha
Krodha artinya marah. Krodha muncul diawali oleh ketidakpuasan, rasa kecewa,
rasa dendam, dan rasa terhina.

4. Mada
Mada artinya mabuk/kemabukan, kemabukan dapat muncul dari dalam diri
sendiri. Kama (keinginan) yang selalu terpenuhi menyebabkan lobha tak
terkendali.

27

5. Matsarya
Matsarya artinya iri hati. Iri hati, cemburu, seringkali muncul akibat dari
kekecewaan, ketidakpuasan, ketidakadilan, dan kegagalan dalam menghadapi
suatu peristiwa. Di satu pihak ada yang berhasil dengan mudah, sedangkan di
pihak lain mengalami kegagalan dan hambatan. Sehingga pihak yang gagal
merasa kecewa. Kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakadilan akan
menimbulkan perasaan iri hati.
6. Moha
Moha artinya bingung. Kebingungan tidak dapat menentukan sikap, karena
kebuntuan otak dalam berpikir, kecerdasan hilang, orang tak tahu arah, tak tahu
mana yang benar dan salah, tak tahu mana yang baik mana yang buruk, tak tahu
mana yang berguna dan yang tidak berguna, kebingungan menghambat segalagalanya.
Semua musuh di atas, dapat di atasi secara lambat laun kalau seseorang
tersebut mau mendisiplinkan dan belajar secara bersama dengan orang-orang lain
tentang hal-hal yang spiritual dan dengan penuh dedikasi bertindak dan melihat ke
dalam diri sendiri, Prakrti itu sendiri bukanlah sesuatu kekuatan yang dinamik.
Memang betul dalam kehidupan ini Prakrti memainkan peranan yang amat penting
dan kuat pengaruhnya pada setiap individu, tetapi selama seseorang mau
menceburkan diri di dalamnya dan mau terseret oleh arusnya, maka selama itu juga
seseorang tersebut akan terbenam di dalam Prakrti ini, tetapi sekali individu itu
menentangnya maka akan timbul kesadaran untuk mengatasinya. Mengatasinya
tidak dengan berperang dengan Prakrti ini, karena sukar untuk mengalahkannya,
tetapi dengan merubah diri yang terbenam ini menjadi ibarat sebuah perahu yang
melayarinya, adi masih dengan Prakrti juga karena memang tidak bisa lepas darinya
selama masih hidup, tetapi sudah tidak terseret lagi tetapi malahan berlayar
dengannya sampai ketujuan. Sekali sudah menyeberang maka selamatlah, beginilah
orang-orang Hindu mengibaratkan Prakrti, sebagai sebuah sungai yang amat kuat
arusnya, yang tak perlu ditentang tetapi sebaliknya dilayari saja untuk sampai ke
tujuan, yaitu Yang Maha Esa. Keterikatan dan rasa dualistik adalah musuh-musuh
yang harus dikalahkan. Caranya adalah dengan karma-yoga, kuasailah rasa dualistik
seperti suka dan tak suka. Organ-organ sensual atau indra-indra dapat dikalahkan
oleh tekad yang kuat. Tanpa terganggu oleh rasa dualistik ini, yang hadir dalam

28

berbagai bentuk apapun juga, lakukanlah kewajiban-kewajibanmu. Manusia


bukanlah boneka-boneka di tangan sang Prakrti. Prakrti hanya bisa menghambat
kebebasan setiap manusia, tetapi tidak mungkin bisa merampas kebebasan kecuali
itu mau diri sendiri. Setiap orang memang hanya bisa mengikuti alur-alur sifatsifatnya belaka, tetapi seyogya lah seseorang meneliti dirinya sendiri, melihat sifatsifat apa saja yang dimilikinya, karena setiap manusia sebenarnya bersifat balance,
ada segi negatif dan positifnya. Kembangkanlah yang positif dan kurangilah yang
negatif. Sia-sia saja melawan semua itu, sebaiknya menyesuaikan diri dulu,
kemudian merubahnya secara perlahan tetapi pasti.

29

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Karma Marga juga adalah jalan untuk mencapai moksa dengan melaksanakan
kewajiban-kewajiban hidup tanpa pamrih dan bukan untuk kepentingan diri
sendiri.
3.1.2 Melaksanakan kewajiban berlandaskan Karma Yoga, yaitu manusia harus
melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh, tanpa pamrih, dan
melaksanakannya untuk kepentingan semua makhluk. Manusia yang sudah
bijaksana juga mempunyai kewajiban dalam memberikan contoh-contoh
kepada manusia lainnya yang masih berada di jalan yang salah dan bukan
membuat orang-orang yang demikian menjadi bingung. Seseorang yang
melaksanakan kewajibannya haruslah sadar bahwa sesungguhnya yang
melakukan semua tindakan tersebut adalah Prakrti, bukan dirinya sendiri.
Orang-orang yang masih bersifat demikian haruslah berupaya lepas dari ikatan
Prakrti adalah dengan cara Bhakti kepada Tuhan dan sela melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, jika manusia tidak mampu mengendalikan Prakrti
tersebut maka manusia itu akan hancur, hidup tanpa tujuan. Sangatlah penting
untuk setiap individu untuk melaksanakan kewajibannya sendiri meskipun
tidak sempurna, daripada melaksanakan kewajiban orang lain walaupun
sempurna. Hal-hal

yang menghambat manusia dalam pelaksanaanya

memenuhi kewajibannya, yaitu adanya musuh yang ada dalam diri sendiri
yaitu Sad Ripu. Manusia harus selalu berupaya untuk mengalahkan,
mengendaikan nafsu-nasfu (Sad Ripu) tersebut, karena merupakan musuh
yang paling berbahaya dan dapat mendatangkan kehancuran jika tidak dapat
dikendalikan.
3.1.3 Implementasi melaksanakan kewajiban berlandaskan Karma Marga, yaitu
manusia melaksanakan kewajiban berdasarkan swa dharmanya masingmasing. Kewajiban tersebut dapat dibedakan menjadi: kewajiban berdasarkan
Panca Yadnya, kewajiban berdasarkan Catur Warna, kewajiban berdasarkan
Catur Asrama, dan kewajiban berdasarkan Sesana. Manusia dalam
pelaksanaan kewajibannya pasti akan berinteraksi dengan sesama manusia.
Pedoman yang digunakan untuk menjaga interaksi itu berjalan dengan baik,
30

yaitu Tat Twam Asi, sehingga dengan sendirinya akan kebahagiaan, yang
disebut dengan Tri Hita Karana. Pelaksanaan kewajiban oleh setiap manusia
terkadang terhambat oleh perasaan bahwa hal-hal yang dilakukannya tidak
mampu mengubah dunia, sehingga manusia tersebut perlu menanamkan
konsep bahwa dirinya sesungguhnya bekerja untuk memenuhi untuk
kewajibannya membayar hutang kepada Tuhan dan bukan untuk dirinya
sendiri, sehingga hasil akhir dari kewajiban yang telah dilakukannya selalu
dipasrahkan kepada Tuhan. Hambatan-hambatan lainnya dalam pelaksanaan
kewajiban oleh manusia adalah musuh yang ada dalam dirinya sendiri, yang
dikenal dengan Sad Ripu, yang sangat perlu untuk dikendalikan agar tidak
membuat hidup menjadi kacau dan kancur.
3.2 Saran
Sebagai umat hindu hendaknya wajib untuk menaati segala jenis hukum Tuhan
maupun hukum pemerintah. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan diri
sendiri, orang lain, atau alam. Pelaksanaan hal-hal tersebut akan membuat kehidupan
di dunia ini damai, aman, dan harmonis.

31

Doa Penutup

Om Dewa suksma parama acintya


ya namah swaha
Sarwa karya prasidhantam
Om Santih, Santih, Santih Om

artinya:
Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang maha gaib dan maha karya, hanya atas
anugrahMu-lah maka makalah ini terselesaikan dengan baik. Semoga damai, damai di hati,
damai di dunia, damai selamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Cudamani. 1991. Pengantar Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:


Hanuman Sakti.
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam
Murti, Y. 1991. Karma Marga. Jakarta: Hanuman Sakti
Nala, N. I. G & Wiratmadja, I. G. K. A. 1989. Murddha Agama Hindu. Denpasar:
PT Upada Sastra.
Nurkancana, W. 2011. Pokok-Pokok Ajaran Agama Hindu. Undiksha
Partadjaja, T. R. & Asli, L. 2009. Pendidikan Agama. Undiksha

Agama Hindu
Meditasi sebagai Salah Satu Cara
Mencapai Moksa

KELAS II A
Oleh:
Ni Putu Nadia Nikki Utami

(1413021005)

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

Doa Pembuka
Om sam gacchadwam, sam vadadwam, sam wo manamsi janatam dewa Bhagam
yatha purwe sam janana upasate.
Om samani wa akutih samana hrdayaniwah, samanamastu wo mano yatha wah
susahasati.
Om ano bhadrah kratawo yantu wiswatah

Terjemahan :
Oh Hyang Widhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu sama lain
untuk menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu bersatu.
Oh Hyang Widhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati, bersatu
dalam pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera dan bahagia.
Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
Meditasi sebagai Salah Satu Cara Mencapai Moksa ini dapat penulis selesaikan
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI
Prakata .........................................................................................................

ii

Daftar Isi .....................................................................................................

iii

BAB I Pendahuluan
1.1 LatarBelakang ......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................

1.4 Manfaat penulisan...

BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Meditasi.

2.2 Tujuan Meditasi...

2.3 Jenis-jenis Meditasi.....

2.4 Pengertian Moksa ..................................................................................

10

2.5 Keterkaitan Meditasi dan Moksa

12

2.6 Implementasi meditasi dalam kehidupan sehari-hari..

12

BAB III Penutup


3.1 Simpulan ..............................................................................................

25

3.2 Saran .....................................................................................................

25

Daftar Pustaka

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang
menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Meditasi juga
diartikan melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif
yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan
penilaian tertentu.
Meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama dengan melamun sehingga
meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya. Meditasi justru
merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang melakukan meditasi tahu dan paham akan
apa yang sedang dia lakukan. Dewasa ini, meditasi digunakan dalam banyak hal seperti
untuk mendapatkan kedamaian dan kekuatan jiwa. Meditasi merupakan salah satu bagian
dari yoga. Meditasi merupakan nama lain dhyana yoga yang berarti yoga dengan
memusatkan pikiran, fokus kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Pada zaman sekarang, meditasi banyak digunakan untuk mengurangi kecemasan, stress,
dan depresi. Ketenangan jiwa yang diperoleh ketika meditasi dengan baik mampu meredakan
dan memungkinkan seseorang berpikir jernih dalam pengambilan suatu keputusan. Meditaso
merupakan pengalihan perhatian ketingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke
tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber pemikiran. Meditasi mampu
menurunkan tingkat rangsangan seseorang dan membawa suatu keadaan yang lebih tenang,
baik secara psikologis maupun fisiologis.
Moksa adalah tujuan terakhir dari seluruh umat hindu. Dengan menjalankan sembahyang
batin dengan dharana (menetapkan cipta), dhyana (memusatkan cipta), dan Samadhi
(mengheningkan cipta). Manusia berangsur-angsur akan dapat mencapai tujuan hidupnya
yang tertinggi yaitu bebas dari segala ikatan keduniawian untuk bersatunya atman dengan
Brahman. Didalam ajaran kerohanian hindu terdapat jalan untuk mencapai kesempurnaan,
yaitu moksa dengan menghubungkan diri dan pemusatan pikiran kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang disebut catur marga yoga yang terdiri dari bhakti marga yoga, karma
marga yoga, jnana marga yoga, dan raja marga yoga. Meditasi merupakan bagian dari raja
marga yoga yang berarti menyatukan diri dengan brahman melalui pemusatan pikiran yang
1

biasa dikenal dengan istilah meditasi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik menulis
sebuah makalah yang berjudul, Meditasi sebagai Salah Satu Cara Mencapai Moksa.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, untuk menyusun makalah ini penulis
mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan meditasi?
1.2.2 Apakah tujuan dari meditasi?
1.2.3 Apa saja jenis-jenis dari meditasi?
1.2.4 Apakah yang dimaksud dengan moksa?
1.2.5 Bagaimana keterkaitan antara meditasi dan moksa?
1.2.6 Bagaimana implementasi meditasi dalam kehidupan sehari-hari?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan meditasi
1.3.2 Untuk mengetahui tujuan dari meditasi
1.3.3 Untuk mengetahui jenis-jenis meditasi
1.3.4 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan moksa
1.3.5 Untuk mengetahui keterkaitan meditasi dan moksa
1.3.6 Untuk mengetahui implementasi meditasi dalam kehidupan sehari-hari

1.4 Manfaat
1.4.1 Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan meditasi
1.4.2 Dapat mengetahui tujuan dari meditasi
1.4.3 Dapat mengetahui jenis-jenis meditasi
1.4.4 Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan moksa
1.4.5 Dapat mengetahui keterkaitan meditasi dan moksa
1.4.6 Dapat mengetahui implementasi meditasi dalam kehidupan sehari-hari

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Meditasi
Meditasi adalah sarana penyeimbang dari kehidupan yang sangat ribut dan sarat akan
kompetensi ini (Wuryanano, 2006).
Meditasi berasal dari bahasa Ingris "Medition" yang diucapkan dalam bahasa Indonesia
menjadi "Meditasi" atau juga memiliki pengertian focus conciouness on one thing, atau
upaya pemusatan secara serius kepada obyek tertentu (mustikahati, 2013).
Meditasi adalah suatu cara untuk melatih diri kita untuk memiliki keadaan cita atau sikap
yang lebih bermanfaat. Ini dilakukan dengan berulang kali membangkitkan suatu keadaan
batin tertentu untuk membuat diri kita terbiasa dengannya dan menjadikannya kebiasaan kita
(Berzin, A. 2010). Seperti pada Bhagavad-gita bab VI, sloka 25 yang berbunyi:
sanaih sanair uparamed
buddhya dhrti-grhitaya
atma-samstham manah krtva
na kincid api cintayet
Artinya:
Dengan pembiasaan yang teratur secara perlahan-lahan orang hendaknya mengarahkan
kesadarannya pada keaadaan Samadhi. Melalui kecerdasan yang mantap, orang hendaknya
mengerahkan pikirannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak memikirkan sesuatu yang
lain selai Tuhan Yang Maha Kuasa (Darmayasa, 2014)
Meditasi adalah memfokuskan pikiran menuju status kesadaran yang membawa nuansa
ketenangan, kejelasan, dan kebahagiaan (Sukmono, R J. 2011). Seperti pada Bhagavad-gita
bab VI, sloka 26 yang berbunyi:
yato yato niscalati
manas cancalam asthiram
tatas tato niyamyaitad
atmany evavasam nayet
Artinya:
Pikiran bersifat tidak tetap dan goyah. Ke mana-ke mana saja ia pergi, di sana-di sana lah
hendaknya ia dikendalikan, dan diarahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Darmayasa, 2014)
3

Dalam bahasa Pali atau Sansekerta, meditasi disebut sebagai Samadhi. Kata Samadhi
dinyatakan Buddha dalam khotbah pertamanya Dhammacakkapattana sutta. Kata Samadhi
berasal dari kata sam-a-dha yang artinya menyatukan atau konsentrasi, yang berkaitan
dengan keadaan bathin tertentu. Kata itu merupakan kata teknis yang berarti keadaan batin
dan cara untuk mencapai keadaan batin tersebut.
Meditasi sesungguhnya merupakan suatu disiplin batin yang akan membentuk suatu
keadaan dimana pola pikir mengarah ke suatu titik tertentu. Pola dasar meditasi adalah untuk
mencapai keseimbangan dalam hidup (Effendi, 2002).
Meditasi adalah sebuah prosesi kedisiplinan holistik untuk mencapai titik relaksasi
tertinggi baik dalam kesadaran maupun berfokus pada alam bawah sadar seseorang. Meditasi
bisa saja di katakan latihan konsenterasi yang dilakukan oleh banyak agama, penganut
kepercayaan animisme-dinamisme dan sejenisnya yang telah di lakukan sejak jaman dahulu.
Pengertian meditasi dalam makna yang luas justru tidak menekankan pada unsur keagamaan
tetapi yang melakukan meditasi berasal dari banyak agama dan kepercayaan. Gerakangerakan meditasi yang saya ketahui ada beberapa macam yaitu, dengan duduk bersila di
tempat yang sunyi sambil menegakan punggung, mengatur sirkulasi pernafasan dengan
perlahan dalam kondisi mata terpejam. Namun ada juga yang melakukan meditasi dengan
cara merebahkan tubuhnya tetap dalam kondisi mata terpejam,mengendorkan otot syaraf
dan merilekskan pikiran sambil mengatur sirkulasi pernafasan dengan perlahan (Mbahmijan,
2013).
Semadi atau meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari
semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari.
Makna harfiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam
pikiran, memikirkan, merenungkan. Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan mental
terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik
kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan
tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku. Dengan kata lain, meditasi
melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara
proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian
tertentu. Kita mulai paham bahwa hidup merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan
pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secara intuitif mulai kita lepaskan. Dalam
4

keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga
pingsan, dan tetap sadar (Wikipedia, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, meditasi adalah yoga dengan cara memfokuskan pikiran
menuju Tuhan Yang Maha Esa tanpa memikirkan kenikmatan duniawi.

2.2 Tujuan Meditasi


Sebenarnya tujuan dari meditasi adalah agar anda mengenal diri anda sendiri dan
memahami apa kebahagiaan sejati itu, bukan karena guru mengatakan demikian dan anda
harus mematuhi guru. Anda mematuhi guru karena itu baik bagi anda, tetapi anda harus tahu
alasannya.
Ketika kita sedang bahagia, kita sangat sulit bermeditasi, ketika kita sedang sangat
menderita, kita juga sangat sulit bermeditasi. Itulah mengapa kita harus selalu berusaha
menemukan keseimbangan di antaranya agar kita tidak merasa terlalu ekstrem sehingga kita
lupa bahwa kebahagiaan sejati ada di dalam batin.
Tidak masalah betapa besar kita mengasihi seseorang atau betapa besar seseorang
mengasihi kita, suatu hari dia akan mengecewakan kita atau menyakiti kita. Mungkin kita
salah paham, atau mungkin benar. Jika kita ingin agar mereka benar-benar mengasihi kita,
maka kita harus menjadi seperti seorang budak selama 24 jam sehari untuk memenuhi semua
harapan mereka. Adakalanya anak-anak membuat masalah bagi orangtua mereka, itu karena
mereka tidak memahami orangtua mereka, atau mereka ingin agar orangtua mereka selalu
bersama mereka sepanjang waktu dan memberi semua waktunya. Tetapi, adakalanya jika
orangtua tidak dapat memuaskan mereka, maka mereka kemudian menjadi tidak peduli. Dan
anak-anak itu pun terkadang membuat banyak penderitaan bagi orangtua mereka. Sepasang
suami istri terkadang juga saling menyakiti, itu karena mereka mempunyai terlalu banyak
tuntutan. Tuntutannya terkadang tidak mudah untuk dipenuhi. Sebenarnya, jika kita sungguhsungguh bersandar pada kebahagiaan batin, maka segalanya akan datang. Kita kemudian
tidak akan pernah kecewa atau terus bergantung kepada siapa pun. Jika seseorang menyapa
maka baik saja; jika mereka tidak menyapa, maka baik juga. Kita tidak merasa begitu terluka
atau sakit di dalam batin.
Maka, semua kepedihan, kesedihan, dan kesengsaraan datangnya bukan dari luar, bukan
dari orang lain; tetapi datang dari kegelapan batin kita. Kita mengharapkan terlalu banyak
5

dari semua orang dan segala hal; dan setelah itu, kita menjadi kecewa. Jadi, satu-satunya
sumber kebahagiaan ada di dalam batin. Kapan pun Anda bermeditasi, usahakanlah untuk
berhubungan dengan sumber itu. Untuk diri Anda sendiri, untuk kebahagiaan, kesenangan,
dan kepuasan diri Anda sendiri maka Anda harus selalu berusaha untuk berhubungan dengan
pusat kegembiraan yang ada di dalam batin Anda sendiri.
Setidaknya ketika kita hidup sebagai manusia, kita harus menjalani suatu kehidupan yang
bermakna; kita harus bahagia dan meneruskan hidup kita dengan cara yang penuh arti, karena
itu cocok dengan martabat kita sebagai manusia, sebagai Tingkat Kesepuluh dari segala
satwa di dunia ini. Kitalah puncak ciptaan jasmani. Kita belum tahu bahwa kita berada di
puncak alam semesta. Mungkin bukan yang tertinggi, tetapi setidaknya di sini, kitalah
puncak ciptaan. Maka, kita harus meneruskan hidup kita sebagai manusia yang bermartabat;
bukannya takut terhadap segala hal, bodoh, dan tenggelam dalam kesengsaraan, terutama
ketika kita memiliki harta batin yang dapat selalu kita gunakan.

2.3 Jenis-jenis Meditasi


Dari berbagai jenis meditasi yang ada, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu meditasi
dengan usaha sendiri da meditasi dengan proses insiasi. Dari kedua jenis meditasi tersebut,
tujuan keduanya tetaplah sama untuk lebih mengenal diri sendiri sehingga bisa menyatu
dengan Tuhan (Iskandar dan Novianto, 2008)
2.3.1 Meditasi dengan Usaha Sendiri
Ada beberapa cara yang bias ditempuh seseorang untuk mendalami metode ini,
seperti.
A. Memusatkan Pikiran
1. Doa, Zikir, dan Mantra
Beberapa orang yang melakukan doa dengan baik menurut ajaran
agamanya dapat melalui suatu tahap pencerahan. Mereka yang melukuan
dengan sungguh-sungguh mendapatkan suatu jawaban dari Tuhan atas
doanya. Namun biasanya orang-orang yang mencapai tahap ini telah
mengalami perjalanan spiritual yang panjang. Mereka tidak lagi terikat dengan
nafsu keduniawian dan telah menyerahkan diri seluruhnya pada ajaran
kebenaran.
6

Doa yang dibaca menurut ajaran agamanya masing-masing dengan


ketulusan dan kesungguhan akan memberikan getaran yang akan membawa
kedamaian hati pada sang pembaca sebagai awal keadaan meditasi. Dengan
pengulangan terus-menerus, maka orang tersebut akan masuk ke dalam
keadaan meditasi dan dengan mempertahankan ketenangan pikiran dan
perasaannya ia akan memasuki proses meditasi yang semakin dalam hingga
pada suatu saat hubungan dengan alam semesta akan mulai terbuka.
Bila keadaannya terus dilanjutkan maka hubungannya dengan Tuhan
akan semakin baik dan ia memiliki kesempatan untuk kembali menyadari
dirinya yang sesungguhnya. Seperti pada Bhagavad-gita bab VI sloka 27
dan 28 yang berbunyi:

prasanta-manasam hy enam
yoginam sukham uttamam
upaiti santa-rajasam
brahma-bhutam akalmasam

Artiya:
Oleh karena pikiran seorang yogi yang sudah mencapai kedamaian sejati,
yang sudah terbebas dari dosa-dosa, yang kerlap-kerlip sifat kenafsuannya
sudah menjadi tenang, seorang yogi yang sudah berada dalam penyatuan
kesadaran seperti itu akan mencapai kebahagiaan tertinggi (Darmayasa, 2014).
yunjann evam sadatmanam
yogi vigata-kalmasah
sukhena brahma-samsparsam
atyantam sukham asnute
Artinya:
Dengan cara seperti itu, seorang yogi yang sudah menghubungkan dirinya
senantiasa pada Tuhan Yang Maha Esa terbebaskan dari segala dosa, dan
dalam penuh kebahagiaan ia mencapai Tuhan Yang Maha Esa serta mengalai
kebahagiaan kekal abadi (Darmayasa, 2014)
7

Kedua sloka diatas menjelaskan bahwa seorang yang menekuni meditasi


akan mendapatkan kebahagiaan yang kekal serta kedamaian sejati dari Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Olah Pernafasan
Teknik ini sering digunakan oleh orang-orang yang erkiblat pada metode
meditasi di India. Ada cara-cara tertentu untuk mengatur pernafasan agar
aliran energi dapat diarahkan untuk membersihkan cakra-cakra, jalur energi
yang membangkitkan kundalini. Teknik ini sering di kombinasikan dengan
posisi-posisi tubuh tertentu yang disebut dengan yoga.
Dengan bersihnya jalur energi, cakra-cakra, dan bangkitnya maka
kesempatan seseorang untuk melakukan teknik ini untuk mencapai keadaan
ini akan semakin besar.
3. Visualisasi
Teknik ini menggunakan imajinasi sebagai cara untuk memusatkan
pikiran. Pada Bhagavad-gita bab VI sloka 26 dibahas mengenai pikiran yang
berbunyi:
yato-yato niscalati
manas cancalam asthiram
tatas tato niyamyaitad
atmany evavasam nayet
Artinya:
Pikiran bersifat tidak tetap dan goyah. Ke mana-ke mana saja ia pergi ,
di sana-di sana lah hendaknya ia dikendalikan, dan diarahkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Pada sloka diatas dijelaskan bahwa sebenarnya pikiran manusia
bersifat tidak tetap dan goyah serta tidak bias terfokus hanya pada satu objek
tertentu. Biasanya para mediator yang memilih teknik ini menggunakan objek
tertentu untuk memusatkan pikirannya seperti sesuatu yang indah. Lamakelamaan pikiran seseorang akan terfokus dan melupakan dengan keterikatan
kehidupan sehari-hari hingga pada suatu saat akan terbuka hubungan dengan

lingkungan sekitarnya hingga meluas ke alam semesta. Seperti daham


bhagavad-gita bab VI sloka 24 yang berbunyi:

sankalpa-prabhavam kamams
tyaktva sarvan asesatah
manasaivendriya-gramam
viniyamya samantatah
Artinya:
Seseorang hendaknya meninggalkan sepenuhnya tanpa sisa seluruh
keinginan duniawi yang muncul dari hasrat hati terdalam. Dan melalui pikiran
orang hendaknya menghentikan gerak-gerik seluruh indria dari segala arah.
Sloka di atas memberi arahan pada kita bagaimana kita seharusnya di
dunia yang penuh dengan hal-hal ang fana ini. Sloka diatas mengajarkan kita
untuk meninggalkan keinginan duniawi melaui pikiran.
4. Gerak
Teknik ini memerlukan tenaga dan stamina yang kuat karena dalam teknik ini
seseorang melakukan gerakan-gerakan yang dinamis yang mengalir bagai menari.
Maksud dari gerakan ini adalah membersihkan secara energi dengan berputar,
serta membuat pikiran focus pada gerakan yang dilakukan. Kemudian pikiran
orang tersebut akan hanyut ke dalam ketenangan dan kedamaian serta penuh
dengan kebahagian sehingga akan menyatu dengan Tuhan Yang Maha Esa.
B. Membebaskan Pikiran
Teknik ini sama dengan memusatkan pikiran tapi dengan pendekatan yang
berbeda. Dengan teknik ini seseorang diharapka mampu membebaskan pikiran
dengan hanya diam pada posisi santai serta memasrahkan apa yang terjadi pada
dirinya.
Teknik ini dianjurkan untuk tingkat yang sudah memperoleh pencerahan
bukan untuk pemula karena dapat menyebabkan seseorang kehilangan arah. Hal
ini terjadi karena para pemula biasanya belum mempunyai energi atau frekuensi
yang cukup tinggi untuk melindungi dirinya terhadap gangguan dari frekuensi
rendah.
9

2.3.2

Meditasi Melalui Proses Inisiasi


Pada metode ini, sebelum melakukan meditasi seseorang memerlukan inisiasi
atau penyelarasan yang memiliki fungsi untuk memersihkan jalur energi,
mengaktifkan cakra, dan menyelaraskan hubungan antara individu dengan energi
yang akan diaksesnya.
Bila dibandingkan dengan teknik usaha sendiri, meditasi denganmetode
inisiasi sangan efektif untuk mencapai hasil yang sama. Pada meditasi dengan
usaha sendiri memerlukan waktu yang relative lama bahkan sampai puluhan
tahun. Berikut dijelaskan dua jenis inisiasi yang dapat dilakukan untuk
memperoleh kemampuan masuk ke meditasi secara tepat, yaitu:
1. Dengan Ritual
Ritual yang dimaksud disini adalah meditasi dengan tata cara dan
urutan tertentu. Biasanya metode ini diturunkaan secara ketat dari guru
kepada muridnya. Untuk menjadi murid biasanya ada persyaratan khusus
yang harus dipenuhi.
2. Tanpa Ritual
Tanpa ritual yang dimaksud adalah seseorang yang ingin belajar
meditasi hanya perlu menerima inisiasi secara langsung atau jarak jauh
dari seorang Master Teacher yang berkompeten dan berwenang. Hasil
inisiasi dari Master Teacher tersebut dapat mengaktifkan ketujuh cakra
utama termasuk Devine Cakras, membuat jalur energi dan mnyelaraskan
frekuensi dengan energi alam semesta dan energi ilahi.

2.4 Pengertian Moksa


Moksa (Sanskerta: moka) adalah sebuah konsep agama Hindu dan Buddha. Artinya
ialah kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran
reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan (Wikipedia, 2013).
Moksa adalah salah satu sradha agama Hindu yang merupakan tujuan tertinggi agama
hindu. Kebahagaan sejati akan tercapai oleh seseorang apabila sudah menyatu dengan
Tuhan. Moksa diartikan sebagai alam brahman yang sangat gaib dan berada di luar batas

10

pikiran manusia dan bersifat nirguna yag artinya tidak ada bahasa manusia yang mampu
menjelaskan bagaimana sesungguhnya alam moksa tersebut (Sudirga, dkk. 2010).
Moksa merupakan tujuan hidup tertinggi agama hindu. Moksa memiliki empat
jenis tertentu seperti:
1. Samipya
Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai seseorang semasa
hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para yogi dan para maharsi.
Beliau dalam melakukan yoga Samadhi telah dapat melepaskan unsur-unsur
maya. Sehimgga beliau dapat mendengar wahyu tuhan. Dalam keadaan yang
demikian, atman berada sangat dekat sekali dengan tuhan. Setelah beliau selesai
melakukan Samadhi, maka keadaan beliau kembali sebagai biasa. Emosi, pikiran,
dan organ jasmaninya aktif kembali.
2. Sarupya (Sadharmya)
Sarupya (Sadharmya) adalah suatu kebebasan yang didapat oleh seseorang di
dunia ini, karena kelahirannya, kedudukan atman merupakan pencarian dari
kemahakuasaan tuhan. Seperti halnya Sri Rama, Buddha Gautama, dan Sri
Kresna. Walaupun atman telah mengambil suatu perwujudan tertentu, namun ia
tidak terikat oleh segala sesuatu yang ada di dunia ini.
3. Salokya
Salokya suatu kebebasan yang boleh dicapai oleh atman. Dimana atman itu
sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan tuhan. Dalam
kesadaran seperti itu dapat dikatakan atman telah mencapai tingkatan dewa yang
merupakan manifestasi dari tuhan itu sendiri.
4. Sayujya
Sayujya adalah suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi dimana atman telah
dapat bersatu dengan Brahman. Dalam keadaan seperti inilak sebutan Brahman
Atman Aikyam yang artinya atman dan Brahman sesungguhnya tunggal.
Istilah lain yang dipergunakan untuk mengklarifikasi tingkat-tingkat moksa, yaitu:
1) Jiwa Mukti adalah suatu kebebasan yang didapat oleh seseorang dalam hidupnya
di dunia ini. Dimana atman tidak terpengaruh oleh indriya dan unsure-unsur dari

11

maya. Dengan demikian maka jiwa mukti sama sifatnya dengan samipya dan
sarupya (sadharmya).
2) Wideha Mukti (Karma Mukti) adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa
hidupnya. Dimana atman telah meniggalkan badan kasar, tetapi wasana dari
unsure maya tidak kuat lagi mengikat atman itu, dalam keadan seperti itu
kesadaran yang dicapi oleh atman sudah setara dengan tuhan. Tetapi, belum
bersatu karena masih adanya imbas unsure maya. Dengan demikian maka wideha
mukti (karma mukti) dapat disamakan dengan salokya.
3) Purna Mukti adalah kebebasan yang paling sempurna dan yang tertinggi, dimana
atman telah dapat bersatu dengan tuhan. Dengan demikian purna mukti dapat
disamakan dengan sayujya.

2.5 Keterkaitan antara Meditasi dan Moksa


Meditasi adalah memfokuskan pikiran menuju status kesadaran yang membawa
nuansa ketenangan, kejelasan, dan kebahagiaan. Meditasi adalah jalan untuk
menyatukan diri dengan cara memusatkan pikiran.
Meditasi berkaitan dengan moksa dimana meditasi merupakan salah satu dari
sekian banyak jalan mencapai moksa yang merupakan tujuan tertinggi umat Hindu
dimana moksa adalah bersatunya atman dengan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa).
Dengan mendalami meditasi, seseorang akan memfokuskan pikiran dan lebih
mendekatkan diri dengan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

2.6 Implementasi Meditasi dalam Kehidupan Sehari-hari


2.6.1

Implementasi pada Kehidupan Manusia


Keuntungan terbesar bagi mereka yang telah bermeditasi secara teratur
adalah bertambahnya kekuatan pikiran. Meditasi yang teratur melatih
kapasitas untuk menaruh perhatian dan mengacuhkan godaan, dan mereka
yang berlatih akan

merasa lebih tanggap, seakan-akan mereka

menggunakan otak mereka dengan lebih efisien dari pada sebelumnya.


Meditasi adalah kunci sukses dalam kehidupan, karena siapa yang dapat
mengendalikan pikirannya yang berkeliaran kemudian memusatkannya
12

kepada satu titik, maka ia akan lebih efektif untuk mencapai sasaran
hidup. Meditasi juga dapat menghilangkan kesedihan, kebingungan dan
dapat membantu dalam mengendalikan emosi kita. Manusia tidak akan
terlepas dari suka dan duka. Pilihan tetap berada dalam genggaman kita, di
mana kita dapat bebas memilih untuk tenggelam dalam emosi tersebut
atau mengendalikannya. Emosi yang tak terkendalikan akan sangat
merugikan kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun rohani.
2.6.2

Implementasi pada Pemusatan Pikiran


Dalam ketenangan pikiran, adalah wujud dari mental yang diam,
begitu diam sehingga tak ada yang dapat mengganggunya. Kekuatan
pikiran adalah tanpa batas. Semakin teratur dan semakin terpusat pikiran
itu maka semakin besarlah kekuatan pikiran yang bekerja. Arus pikiran
yang dikendalikan secara terus menerus itu akan menjadi teratur, bila
dipraktekkan setiap hari maka otak kita memperoleh kemampuan
konsentrasi yang konstan. Pikiran akan memusat apabila pikiran tidak
sadar dengan waktu. Semakin banyak waktu yang lewat tanpa diketahui,
maka semakin berhasil kita dalam berkonsentrasi. Dalam kehidupan
sehari-hari, kita tahu bila perhatian kita tertarik oleh suatu buku, maka kita
tidak akan mengenal waktu sama sekali untuk yang lainnya dan bila kita
tinggalkan buku itu maka kita kan terkejut bahwa begitu banyak waktu
yang telah terlewatkan.
Pikiran setiap orang selalu terpusat. Kita semua memusatkan
pikiran pada apa yang kita cintai. Kita harus memusatkan pikiran pada
benda-benda, tetapi benda-benda tidak boleh mempengaruhi perhatian
kita. Biasanya kita dipaksa untuk berkonsentrasi. Menguasai pikiran dan
memusatkan pada sesuatu yang kita kehendaki, memerlukan latihan yang
tetap. Misalnya kita sebagai mahasiswa, yang berada pada masa
brahmacari, mempunyai kewajiban untuk belajar dan menuntut ilmu
pengetahuan. Kita haruslah berkonsentrasi pada apa yang sedang kita
tekuni (menuntut ilmu), namun kenyataannya perhatian (konsentrasi) kita
mudah teralihkan oleh sesuatu yang kita anggap lebih menarik dari pada
13

melaksanakan kewajiban kita sebagai pelajar yaitu belajar. Untuk


mengembalikan dan mengendalikan konsentrasi kita pada tujuan yang
harus kita capai, maka hal yang paling mendasar yang harus dilakukan
adalah memunculkan kemauan dan kesadaran yang kemudian akan
memunculkan keiklasan yang akan mempermudah pikiran kita dalam
berkonsentrasi.
2.6.3

Implementasi pada Bidang Kesehatan


Meditasi telah dilakukan untuk meningkatkan kesehatan sejak 3
abad yang lalu. Secara ilmiah, kajian manfaat meditasi telah banyak
dilakukan dalam bidang kedokteran, khususnya Kedokteran Naturopati
pada sub spesialisasi Kedokteran Energi atau yang lebih dikenal sebagai
vibrational medicine. Meditasi bukan sekadar aktivitas menenangkan diri
atau mengusir stres. Tidak juga sekadar proses pengaturan napas.
Memang, proses meditasi adalah mengatur napas, yaitu menghirup dan
menghembuskan perlahan-lahan. Ini untuk memfokuskan perhatian dan
menenangkan ritme detak jantung individu yang bersangkutan.
Secara ilmiah, efek meditasi terhadap organ tubuh sudah
dibuktikan oleh Itzhak Bentow yang menggunakan alat perekam
ballistocardiograph. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meditasi
mampu mengaktifkan gelombang saraf dalam otak. Peningkatan
gelombang saraf tersebut akan meningkatkan pula koordinasi hemisfer
kanan dan kiri otak. Dengan koordinasi yang baik, kanan dan kiri, maka
kontrol sistem saraf otonom akan makin baik pula. Membaiknya kontrol
sistem saraf otonom akan memperbaiki sistem regulasi fungsi jantung,
temperatur tubuh, aliran darah, dan oksigenasi sel serta jaringan tubuh.
Lebih detail, manfaat meditasi dalam kedokteran vibrational
dikenal sebagai physio kundalini mechanism. Mekanismenya dimulai dari
kumpulan energi yang membentuk tubuh manusia sehingga mampu
menjalankan fungsi dan kerja setiap sel, jaringan, dan organ tubuh. Di
dalam tubuh manusia terdapat berbagai macam energi, misalnya energi
metabolik, energi bioelektrikal, energi biophoton (komunikasi antar sel),
14

energi magnetik (koordinasi antar organ), energi eterik yang biasa dikenal
sebagai basic life energy (energi untuk pertumbuhan dan perkembangan),
energi astral (emosional dan intelektual), dan lain-lain.
Berdasarkan teori ini meditasi akan meningkatkan vibrasi dan
pulsasi seluruh energi tubuh yang berefek pada meningkatkan resonansi
jantung dan aorta (pembuluh darah besar yang membawa darah dari
jantung). Resonansi dan vibrasi energi akan menstimulasi sistem saraf
cranial (yaitu 12 pasang sistem saraf yang berhubungan erat dengan fungsi
otak). Aktifnya 12 pasang sistem saraf membuat ventrikel otak bekerja
optimal yaitu menghasilkan rangsangan mekano-elektrik pada sistem
cortex-sensory di otak. Akibatnya aliran neurotransmitter lebih lancar,
yang akan melepaskan aktivitas sensorimotor. Aktivitas sensorimotor yang
baik akan meningkatkan fungsi dan kerja seluruh organ atau sistem tubuh.
Efeknya, regenerasi sel dan jaringan tubuh akan berlangsung secara
optimal.
Penelitian lain menunjukkan bahwa meditasi akan menimbulkan
perubahan bertahap pada tingkat energi basal yang berfungsi membentuk
stem sel (sel cikal bakal dari seluruh sel tubuh). Dengan baiknya
pembentukan stem sel maka sel atau jaringan yang mati atau rusak dapat
segera diganti sebelum menimbulkan masalah.
Di negara maju seperti Amerika atau Eropa Barat, cara meditasi
telah banyak digunakan sebagai upaya untuk melengkapi pengobatan
medis. Dalam beberapa laporan ilmiah, terlihat bahwa meditasi sangat
penting untuk mengatasi berbagai macam penyakit degeneratif seperti
jantung koroner, tekanan darah tinggi, kanker, rematik, alergi sampai
asma, depresi, kecemasan, kecanduan obat, gangguan metabolisme dan
sebagainya.
2.6.4

Implementasi dalam Mengatasi Kebencian


Kita sangat perlu untuk menjaga pikiran kita, karena pikiran
merupakan inti dari kehidupan. Jika pikiran terkendali dan bebas dari
kebencian maka pikiran akan terbebas dari penderitaan mental. Tanpa
15

kebencian kita akan hidup dengan tenang, damai dan bahagia. tanpa
permusuhan, tanpa kekejaman, dan tanpa rasa ingin menyakiti satu sama
lain. Melaksanakan meditasi batin kita akan menjadi tenang, tentram,
menumbuhkan cinta kasih yang universal, yaitu cinta kasih kepada semua
makhluk termasuk cinta kasih kepada diri kita sendiri. Dengan kata lain
kita akan dapat mengatasi kebencian.
Kebencian akan menimbulkan kesedihan, dukacita, ratap tangis,
dan keputusasaan. Kebencian adalah musuh langsung dari cinta kasih. Jika
kebencian muncul dalam batin, cinta kasih tidak bisa muncul. Jadi, jika
kita ingin mengembangkan cinta kasih, kebencian harus dienyahkan.
Sungguh menderita seseorang yang memiliki dosa dalam dirinya. Ia akan
disiksa oleh batin atau pikirannya sendiri dan hidupnya tidak akan tenang,
di manapun ia berada ia akan merasa terganggu oleh kebencian yang
muncul dalam dirinya. Ia akan mudah marah, jengkel, iri hati, dan tidak
senang melihat kesalahan orang lain walaupun kecil. Ia dipenuhi oleh
kebencian, tenggelam dalam kebencian, dan terbakar oleh api kebencian.
Saat kebencian muncul, sifat-sifat baik lainnya tidak dapat muncul karena
tertutupi oleh kebencian tadi. Saat kebencian muncul, banyak orang yang
menggambarkan bahwa hatinya seolah-olah terbakar, ia merasakan sesak
di dada,muncul suatu perasaan yang amat sangat menyiksa, ngilu dan
menyakitkan.

Namun,

mereka

yang

mempunyai

dosacarita,

bertempramen panas, dan mereka yang terganggu oleh kemarahannya


dapat menemukan kebahagiaan dengan berlatih mengembangkan cinta
kasih .Setelah seseorang berlatih dengan tekun dan teratur, maka
kebiasaan-kebiasaan buruk tadi bisa dihilangkan. Karen tidak lagi terdapat
kebencian dalam dirinya, maka ia pun tidak lagi mudah marah, jengkel, iri
hati dan dendam. Bagi seseorang yang tidak memiliki (dosacarita) watak
pemarah pun bias melakukan latihan ini dan mendapatkan manfaat
darinya, karena setiap orang pasti merasa terganggu dan tidak tenang jika
memiliki dan menyimpan kebencian dari waktu ke waktu, dengan
demikian latihan ini dapat menolong kita untuk lebih tenang. Pada
16

akhirnya meditasi akan akan menumbuhkan rasa cinta yang hanya untuk
cinta kasih, yaitu cinta kasih tanpa pilih kasih dan cinta kasih yang
universal kepada semua makhluk, baik itu temang, saudara, guru, musuh,
serta orang yang kita benci. Cinta kasih yang bertujuan untuk mengurangi
penderitaan orang lain dan mengembangkan kemauan baik, kegembiraan
dan kebahagiaan.
2.6.5

Implementasi dalam Mengatasi Masalah Tidur


Tidur yang pulas dan berkualitas sangat penting bagi kesehatan
kita. Kurangnya waktu tidur berarti berkurang juga waktu tubuh untuk
meregenerasi sel-sel tubuh, mengakibatkan kekebalan tubuh menurun,
mudah tersinggung, dan pikiran menjadi lelah dan bebal sehingga
mengurangi produktivitas dalam bekerja. Lebih buruk lagi, kurang tidur
akan mempercepat proses penuaan. Insomnia dapat terjadi karena
beberapa hal seperti bergesernya waktu tidur dan sedang banyak pikiran
atau sedang mengalami masalah yang berat.
Sebuah penelitian telah membuktikan bahwa sebanyak 75%
penderita insomnia yang melakukan meditasi dapat segera tidur setelah 20
menit berbaring di tempat tidur. Meditasi merupakan salah satu teknik
yang bisa dilakukan untuk membantu menenangkan pikiran, selain itu
meditasi bisa membantu mengarahkan konsentrasi pada suatu elemen
untuk cara menyembuhkan insomnia sehingga jauh dari kecemasan.
Meditasi membuat kita merasa lebih rileks sehingga dapat menyembuhkan
masalah gangguan tidur.

2.6.6

Implementasi pada saat Meringankan PMS


Sindrom

Pra-Menstruasi

(PMS)

Sindrom

pra-menstruasi

merupakan kumpulan gejala yang muncul antara 1 hingga 14 hari sebelum


masa menstruasi dan biasanya berhenti saat menstruasi mulai. Gejala
tersebut dapat meliputi keluhan fisiologis yang menyerang segala sistem
tubuh maupun gejala psikologis yang mencetuskan masalah mental dan
emosional.

17

PMS terutama sering terjadi pada wanita dalam rentang usia


kehamilan, yaitu antara 25 45 tahun. Persentase penderita PMS lebih
tinggi pada wanita yang pernah melahirkan dan menggunakan pil KB.
Kejelasan mengenai penyebab PMS belum diketahui secara pasti, namun
ada hubungan dengan perubahan hormonal. Terjadi peningkatan hormon
estrogen secara mendadak menyebabkan ketidakseimbangan hormon
estrogen-progesteron dalam tubuh.
Gejala-gejala yang muncul sebelum menstruasi, baik fisik maupun
psikis, dapat diatasi dengan kondisi tubuh yang rileks karena kondisi rileks
memberikan pengaruh yang baik terhadap organ-organ tubuh. Salah satu
cara untuk mendapatkan kondisi tubuh yang rileks dan mengurangi
Sindrom PMS tersebut adalah dengan cara bermeditasi. Sebuah studi
membuktikan bahwa wanita-wanita yang mengalami Sindrom PMS kronis
mengalami peningkatan kesembuhan hingga 58% setelah berlatih meditasi
selama 5 bulan.
Meditasi membawa pengaruh baik bagi wanita yang sedang
mengalami PMS seperti membuat tubuh menjadi tenang dan rileks,
menenangkan kondisi tubuh sehingga berpengaruh pada tubuh juga
psikologi esehingga menjadi lebih tenang, perut tidak akan terasa nyeri,
mood menjadi lebih baik, menangngkan hati dan pikiran, serta menjaga
kestabilan emosi.
2.6.7

Implementasi Meditasi sebagai Obat Awet Muda


Deepak Chopra, M.D., ahli dalam menemukan hubungan antara
pikiran dan tubuh, dalam salah satu bukunya menyatakan bahwa penelitian
orang-orang yang melakukan meditasi dapat memiliki usia biologis 5
hingga 12 tahun lebih muda dibandingkan denga usia kronologis mereka.
Orang orang yang melakukan meditasi memiliki tingkat hormon stress
seperti cortisol dan adrenalin yang lebih rendah, dan mekanisme adaptasi
mereka cenderung lebih kuat dibandingkan orang rata-rata (Admin, 2011).
Meditasi juga dapat menjadi salah satu tips untuk awet muda
karena latihan pernapasan dalam meditasi dapat menjadi sarana pelepas
18

stres. Tubuh seseorang yang mengalami stres dapat memproduksi hormon


kortisol secara berlebih, yang kemudian akan berakibat pada kerusakan
sel-sel kulit. Sebaliknya, secara berlebihan dan tentunya tidak akan
menganggu kesehatan kulit kita.
Dengan melakukan meditasi, tubuh seseorang akan menjadi lebih
tenang dan rileks, meditasi juga memuah pikiran kembali jernih terbebas
dari beban pikiran yang mebantu proses peremajaan kulit.
2.6.8

Implementasi dalam Memperoleh Kebahagiaan


Kehidupan kita tidak bisa terlepas dari pernafasan. Nafas adalah
sumber vital kehidupan makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun
tumbuhan. Pada saat seorang bayi lahir di dunia, pertama kali yang
dilakukannya adalah bernafas. Pada saat seseorang menemui detik
terakhirnya, yang dilakukannya adalah menghembuskan nafas terakhir.
Pernafasan itu sendiri adalah pergerakan terus menerus berganti-ganti
antara penarikan dan penghembusan udara yang dilakukan agar seseorang
tetap bernafas untuk hidup. Pun demikian, pernafasan juga berhubungan
dengan vitalitas atau energi kita. Kebiasaan dan pola bernafas kita
mempengaruhi langsung tenaga kita: bisa meningkatkan vitalitas kita
sehingga kita penuh energi dan sehat, atau sebaliknya bisa menurunkan
vitalitas kita dan membuat lesu dan mudah sakit.
Paru-paru kita mempunyai kapasitas sekitar 6,000 cc, tetapi ketika
bernafas normal kita hanya mempompa sekitar 600 cc udara setiap kali
bernafas ke paru-paru kita. Dengan bernafas secara dalam, maka paru-paru
akan lebih banyak mempompakan udara ke paru-paru kita. Pada saat kita
bernafas biasa, kita bernafas sebanyak 15-18 kali per menit; sedangkan
dengan tehnik bernafas dalam, maka kita hanya bernafas sebanyak 4 8
kali per menitnya.
Pranayama, mengajarkan pernafasan secara sadar yang dapat
mengurangi pergolakan emosi, agar kita dapat bernafas lebih seimbang,
tenang dan mendalam. Bernafas secara sadar bekerja langsung di pusat
integrasi pikiran dan badan.. Ingatan adalah gerakan dari pernafasan, dan
19

pernafasan adalah gerakan ingatan. Pola bernafas biasanya berhubungan


erat dengan emosi dan keadaan pikiran kita. Misalnya, pada saat kita
cemas, alangkah sulitnya bernafas dengan tenang dan dalam. Atau pada
saat kita marah, nafas kita akan berat dan cepat. Pada saat kita tergesagesa, maka nafaspun akan cepat dan tersentak-sentak. Pada saat kita
tenang, maka nafas akan dalam dan pelan. Melakukan pernafasan secara
sadar akan membantu aliran gerakan dan menolong kita untuk
memusatkan perhatian pada masa sekarang dan pada gerakan fisik yang
harus dilakukan, sehingga melakukan pernafasan secara sadar akan
membantu kita lebih fokus dan penuh konsentrasi.
Kata Pranayama berasal dari bahasa Sansekerta: prana = nafas,
kekuatan hidup; dan ayama= perluasan, pengembangan, pengendalian.
Jadi

Pranayama

artinya

seni

mengendalikan

pernafasan

atau

pengembangan kekuatan hidup. Pranayama bisa berdiri sendiri, atau bisa


juga digabung dengan gerakan semacam stretching atau asanas (gerakan
dari postur yoga). Seni pernafasan memfokuskan pada peningkatan
kapasitas paru-paru melalui pernafasan perut. Pada saat menarik nafas,
perut bagian atas dan ruang tulang rusuk mengembang dan pada saat
menghembuskan nafas, otot-otot perut bekerja, perut mengempis untuk
membuat paru-paru kosong. Pernafasan perut ini adalah pernafasan alami
seorang bayi sejak dia dilahirkan. Coba kita amati seorang bayi yang
sedang tidur. Perutnya akan mengembang dan mengempis.
Nafas perut/pernafasan dalam menjadikan dasar seni pernafasan
karena nafas perut akan memaksimalkan pasokan oksigen masuk ke paruparu dan memaksimalkan udara kotor dan racun keluar terpompa dari
paru-paru. Pada saat Anda bernafas secara dalam dan teratur, maka
pernafasan Anda akan melambat dari 15 kali bernafas menjadi 4 kali
bernafas dalam satu menit, sehingga denyut nadi dan jantung juga
menurun. Hal ini akan menurunkan tekanan darah. Jadi bernafas dengan
dalam sangat baik untuk menanggulangi stress yang berhubungan erat
dengan masalah kesehatan kita. Semakin banyak oksigen yang dipasok
20

setiap kali bernafas, menjadikan pernafasan lebih bermanfaat bagi


kesehatan. Bernafas dalam menenangkan sistem syaraf sehingga pikiran
akan lebih damai dan tenang dan bisa menanggulangi masalah insomnia.
Terdapat

latihan

Pranayama

untuk

menguatkan,

untuk

menenangkan badan, dan untuk meredakan pikiran Anda. Anda bisa


berlatih Pranayama dipagi hari untuk menggairahkan kehidupan Anda,
atau menenangkan Anda ketika Anda sedang kecewa dan marah; atau
meredakan kesibukan di pikiran ketika Anda mengalami kesulitan tidur.
2.6.9

Implementasi dalam Penurunan Berat Badan


Meditasi sangat terkenal di seluruh dunia sebagai teknik terbaik,
gratis dan murah untuk memurnikan pikiran Anda, untuk mengontrol dan
menjadikannya lebih kuat. Ini membawa perdamaian dan ketenangan
dengan mengubah pola gelombang otak dan merangsang otak untuk
melepaskan hormon bahagia, yang disebut endorfin. Hal ini juga
mengurangi pelepasan kortisol, atau hormon stres. Efek kumulatif dari
keduanya adalah kesehatan kulit yang lebih baik, tekanan darah rendah
dan kolesterol, mengurangi radikal bebas dan pencernaan makanan lebih
baik. Stres menjadikan tubuh mudah merasa lapar dan bereaksi dengan
mengumpulkan makanan dalam tubuh yang mengarah ke penambahan
berat badan.
Konsentrasi dan kemauan menjadi lebih kuat dan lebih mudah
untuk mencapai tujuan Anda. Hal ini membantu membawa perubahan
gaya hidup positif. Sehubungan dengan penurunan berat badan, meditasi
transendental dapat membantu Anda sadar dalam membuat pilihan
makanan kesehatan. Ketika pikiran Anda merasa fit, tidak perlu
rangsangan eksternal seperti membeli baju baru, terlibat dalam makanan
enak atau kegiatan lain untuk merasa baik. Anda akan dengan mudah
dapat memuaskan selera makan Anda.
Meditasi adalah teknik penurunan berat badan yang paling mudah.
Anda bisa memulai berlatih meditasi kesadaran. Yang harus Anda lakukan
adalah duduk diam, mencoba mendengar detak jantung Anda, fokus pada
21

pola pernapasan Anda dan mengungkapkan rasa terima kasih Anda kepada
Tuhan untuk hal-hal yang telah diberikan kepada Anda. Praktekkan ini
setiap hari selama 20 menit atau lebih dan lihatlah penurunan bobot pada
timbangan Anda. Biarkan keajaiban pikiran positif bekerja pada pikiran,
tubuh dan jiwa melalui alam bawah sadar Anda. Pikiran Anda memiliki
kekuatan untuk mengubah keinginan Anda menjadi kenyataan. Jadi
bayangkan diri Anda turun beberapa kilo lebih ringan dengan visualisasi
bermain olahraga (senam aerobik, fitness dll), dan lambat laun tubuh Anda
akan mengikuti pikiran Anda dan membuang rasa malas untuk
mewujudkan tujuan tersebut.
2.6.10 Implementasi dalam Meningkatkan Daya Ingat
Studi menemukan, teknik meditasi kirtan kriya meningkatkan
aliran darah ke otak dan memperbaiki daya ingat dalam waktu delapan
minggu saja.
Dalam studi yang dipublikasikan di Journal of Alzheimer's Disease
ini, peneliti meminta partisipan menjalani tes kognitif dan pemetaan
gambar otak untuk mengukur aliran darah.
Para partisipan mempelajari teknik kirtan kriya. Teknik tersebut
meliputi pengulangan empat bunyi, SA, TA, NA, MA. Sambil
mengucapkan bunyi tersebut, partisipan juga menyentuh ibu jari hingga
jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking.
Mereka diminta mengucapkan bunyi tersebut keras-keras selama
dua menit, berbisik selama dua menit, tanpa suara selama empat menit,
berbisik selama dua menit, dan mengucapkan kembali dengan keras
selama dua menit.
Sedang kelompok pembanding yang terdiri dari lima partisipan
mendapatkan perlakuan yang agak berbeda. Mereka juga menjalani tes
pemetaan yang sama tetapi diminta mendengarkan dua biola Mozart per
hari selama delapan minggu 12 menit sehari.
Partisipan yang melakukan meditasi mengalami peningkatan darah
ke otak besar, tepatnya ke lobus frontal dan lobus parietal, dua area yang
22

terlibat dalam mengingat memori. Partisipan yang mendengarkan musik


juga mengalami peningkatan aliran darah ke otak besar, tapi tidak
signifikan. Kelompok meditasi mengalami peningkatan performa dalam
tes yang mengukur kognisi (pengenalan). Mereka diminta menyebutkan
sebanyak mungkin nama hewan yang mereka ingat dalam satu menit.
Kelompok meditasi juga mengalami peningkatan dalam tes yang
mengukur daya ingat, perhatian, dan pengenalan. Kelompok yang
mendengarkan musik tidak mengalami peningkatan pengenalan yang
signifikan.
Bagi seseorang yang mudah lupa, meningkatkan daya ingat dan
juga konsentrasi bisa dilakukan dengan cara meditasi. Saat seseorang
bermeditasi, orang tersebut telah terbiasa untuk konsentrasi dan berusaha
fokus memusatkan pikiran pada salah satu cita yang ingin dia capai.
2.6.11 Implementasi dalam Menghilangkan Trauma Masa Lalu
Ada sebagian orang yang memiliki rasa trauma dalam hidupnya.
Rasa itu kadang bisa mengganggu pikiran, bahkan juga akan berpengaruh
besar dalam langkahnya menyusun masa depan. Berbagai macam trauma
yang ada mulai dari rasa kecewa, kehilangan sesuatu yang dicintai,
kekecewaan dalam hidup, serta hal negatif lainnya yang mengendap di
dalam pikiran. Banyak hal dilakukan oleh seseorang untuk mengusir
trauma yang dirasakannya. Namun semua itu tidak mudah. Butuh
kemauan yang kuat dari dalam diri untuk menghapusnya.
Sebagai bentuk usaha menghapus trauma yang dihadapi, seseorang
dituntut untuk bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Ada banyak cara
yang bisa dilakukan untuk mewujudkannya. Salah satunya adalah dengan
melakukan meditasi. Setiap persoalan yang ada, bukanlah sesuatu yang
harus disesali, namun tantangan yang harus dilewati. Itu adalah salah satu
manfaat dari meditasi. Selain itu, dengan melakukan meditasi seseorang
akan dibimbing menuju jalan terbaik yang harus dituju dan memberikan
dampak positif pada keadaan yang akan datang. Meditasi mampu

23

membuat seseorang kembali mencintai diri sendiri, lebih mendekatkan diri


kepada Tuhan dan mengubah hidup lebih positif.
Meditasi mampu membantu seseorang melalui aktifitas dengan
menenangkan pikiran dan tubuh melalui pernafasan hingga mendorong
gelombang otak menjadi lebih tenang. Hal ini akan membuatnya fokus
pada kehidupan masa kini, bukan masa lalu ataupun masa depan. Sehingga
ketenangan bisa didapatkan sekaligus membuat seseorang bisa lebih
menikmati hidup. Itulah mengapa meditasi bisa mengubah trauma menjadi
lebih positif.
Meditasi tidak hanya mampu membantu seseorang melepaskan diri
dari rasa trauma masa lalu, namun juga mampu menghilangkan kecemasan
dan ketakutan akan hal-hal yang belum terjadi. Bahkan meditasi mampu
menuntun seseorang meraih ketenangan dalam hidup, rasa optimis dan
mengubah pikiran yang negatif menjadi positif.

24

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Meditasi adalah yoga dengan cara memfokuskan pikiran menuju Tuhan Yang Maha Esa
tanpa memikirkan kenikmatan duniawi,
2. Tujuan meditasi adalah untuk mengenal diri sendiri secara lebih dalam dan memahami
arti dari kebahagiaan sejati,
3. Meditadi dikelompokkan menjadi dua yaitu meditasi dengan usaha sendiri da meditasi
dengan proses insiasi. Dari kedua jenis meditasi tersebut, tujuan keduanya tetaplah sama
untuk lebih mengenal diri sendiri sehingga bisa menyatu dengan Tuhan,
4. Moksa adalah satu sradha agama Hindu yang merupakan tujuan tertinggi agama hindu
yang didefinisikan menyatunya atman dengan Brahman,
5. Meditasi berkaitan dengan moksa dimana meditasi merupakan salah satu dari sekian
banyak jalan mencapai moksa yang merupakan tujuan tertinggi umat Hindu,
6. Implementasi meditasi dalam kehidupan sehari-hari diantaranya dalam penuruna berat
badan, gangguan tidur, penurunan berat badan, peningkatan daya ingat, awet muda, dll.

3.2 Saran
Marilah kita mulai kehidupan yang lebih berbobot dengan melaksanakan meditasi.
Karena meditasi yang berlandaskan spiritual merupakan salah satu jalan mencapai kedamaian
hidup guna mengurangi beban hidup yang semakin berat apalagi dengan pesatnya
perkembangan zaman yang selalu diikutidengan kemajuan teknologi.

25

DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2011. 14 Tips Untuk Awet Muda. Terdapat pada: http://www.akuinginsukses.com/14tips-untuk-awet-muda/. Diakses pada 2 Juni 2015
Berzin, A. 2010. Apa itu Meditasi?. Terdapat pada:
http://www.berzinarchives.com/web/id/archives/approaching_buddhism/introduction/wha
t_is_meditation/transcript.html. Diakses pada: 3 Juni 2015
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Effendi, T. 2002. Meditasi Jalan Meningkatkan Kehidupan Anda. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Iskandar, A dan Novianto, E. 2008. Mediate & Growrich Sehat, Kaya dan Bahagia DuniawiSpiritual. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kadjeng, dkk. 1993. Sarasamuccaya dengan teks Sansekerta dan Jawa Kuno. Singaraja:
Penerbit Hanuman Sakti
Mbahmijan. 2013. Pengertian dan Manfaat Meditasi Versi Mbahmijan. Terdapat pada:
http://www.mbahmijan.com/pengertian-dan-manfaat-meditasi/. Diakses pada: 1 Juni
2015
Mustikahati. 2013. Definisi Meditasi. Terdapat pada:
http://www.mustikahati.com/2013/03/definisi-meditasi.html. Diakses pada: 1 Juni 2015
Sudirga, dkk. 2010. Agama Hindu Untuk SMA Kelas XII. Bekasi: Ganeca Exact
Sukmono, R J. 2011. Mendongkrak Kecerdasan Otak dengan Meditasi. Jakarta: Transmedia
Pustaka
Wikipedia. 2013. Moksa. Terdapat pada: http://id.wikipedia.org/wiki/Moksa. Diakses pada: 2
Juni 2014
Wikipedia. 2014. Semadi. Terdapat pada: http://id.wikipedia.org/wiki/Semadi. Diakses pada: 1
Juni 2015
Wuryanano. 2006. The Touch Of Super Mind. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Doa Penutup
Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantam
Om Anobadrah Kerhta Wyantu Wiswatah
Om Santih, Santih, Santih, Om

Terjemahan:
Ya Tuhan, dalam wujud parama acintya yang maha gaib dan maha karya, hanya atas
anugrahmulah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik, Semoga kebaikan datang dari segala
penjuru, Semoga damai, damai di hati, damai di dunia, damai selamanya.

AGAMA HINDU
Bhagavad Gita Bab XIII
Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang dihubungkan
dengan Hakikat purusa dan prakerti (pradana)

KELAS II A
OLEH :
NI PUTU HAPPY RAHAYU

(1413021006)

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

DOA PEMBUKA

Om sam gacchadwam, sam vadadwam, sam wo manamsi janatam dewa


Bhagam yatha purwe sam janana upasate.
Om samani wa akutih samana hrdayaniwah, samanamastu wo mano yatha
wah susahasati.
Om ano bhadrah kratawo yantu wiswatah

Terjemahan :
Oh Hyang Widhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu
sama lain untuk menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu
bersatu.
Oh Hyang Widhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati,
bersatu dalam pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera
dan bahagia.
Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.

i
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

PRAKATA

Om Swastyastu
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat Asung Kertha Wara Nugraha-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Hakikat Tuhan Yang Maha Esa
yang dihubungkan dengan Hakikat Purusa dan Prakerti tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof.
Dr. I Wayan Satyasa, S.Pd M.Si selaku dosen pengampu mata Kuliah
Agama Hindu, atas arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang
ikut andil dalam penyusunan makalah ini dan berbagai sumber yang penulis
dapatkan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
sempurna. Namun penulis berusaha semaksimal mungkin agar dapat
makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sangat diperlukan untuk membangun
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Om Santih, Santih, Santih Om


Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis

ii
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

DAFTAR ISI

DOA PEMBUKA ...........................................................................................

PRAKATA ......................................................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................

1.3 Tujuan ....................................................................................................

1.4 Manfaat ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang dihubungkan
dengan Hakikat Purusa dan Prakerti .......................................................

2.2 Bagaimana Hakikat Purusa dan Prakerti menurut Pandangan


Agama Hindu ..........................................................................................

2.3 Implementasi Hakikat Purusa dan Prakerti dalam Agama Hindu ...........

10

2.3 Implementasi Hakikat Tuhan Yang Maha Esa dalam Agama Hindu .....

13

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ................................................................................................

15

3.2 Saran ....................................................................................................... . 15


DOA PENUTUP ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

16

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup dengan sendiri. Manusia
diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lain. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi
dengan sesamanya. Hal ini merupakan salah satu kodrat manusia yang selalu ingin
berhubungan dengan manusia yang lainnya. Setiap manusia selama hidup pasti
mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa perubahan yang tidak
menarik dalam arti kurang mencolok. Perubahan-perubahan yang pengaruhnya
terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat
sekali, akan tetapi ada juga berjalan dengan cepat. Terjadinya perubahanperubahan tersebut disebabkan karena adanya interaksi sosial. Manusia pun
berlaku sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya
dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.Manusia bertindak sosial dengan cara
memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan
kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya. Makhluk hidup
tercipta dari dua unsur yaitu Purusa dan Pradana. Dua unsur tersebut adalah
unsur alam semesta. Purusa dan Pradana sebagai kekuatan awal dalam urutan
penciptaan manusia oleh Hyang Widhi. Purusa adalah asas bendani yang kekal,
yang berdiri sendiri serta tidak berubah. Sekalipun purusa tidak dapat diamati,
namun ada dengan nyata hal ini dibuktikan dengan susunan alam semesta
menunjukan, bahwa beradanya alam semesta alam itu tentu bukan demi
kepentingan diri sendiri, melainkan demi kepentingan sesuatu yang berbeda
dengan alam semesta itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merasa sangat perlu
dilakukannya penyusunan makalah yang berjudul Hakikat Tuhan Yang Maha
Esa yang dihubungkan dengan Hakikat Purusa dan Prakerti agar dapat
bermanfaat sebagaimana mestinya.

1
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan berdasarkan latar belakang
di atas adalah:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang
dihubungkan dengan Hakikat Purusa dan Prakerti?
1.2.2 Bagaimana Hakikat Purusa dan Prakerti menurut Pandangan Agama
Hindu?
1.2.3 Bagaimana implementasi Hakikat Purusa dan Prakerti dalam Agama
Hindu ?
1.2.4 Bagaimana implementasi Hakikat Tuhan Yang Maha Esa dalam Agama
Hindu

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk menjelaskan yang dimaksud Hakikat Tuhan Yang Maha Esa
yang dihubungkan dengan Hakikat Purusa dan Prakerti.
1.3.2 Untuk menjelaskan Hakikat Purusa dan Prakerti menurut Pandangan
Agama Hindu.
1.3.3 Untuk menjelaskan implementasi Hakikat Purusa dan Prakerti dalam
Agama Hindu.
1.3.4 Untuk menjelaskan implementasi Hakikat Tuhan Yang Maha Esa dalam
Agama Hindu.

1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan, adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan
makalah ini, antara lain :
1.4.1 Bagi Penulis
Penulisan

makalah ini bermanfaat untuk melatih penulis dan

menambah pengalaman penulis untuk membuat makalah Agama Hindu


dengan

baik dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Melalui


2

AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN


DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

makalah ini penulis juga dapat memperoleh pengetahuan baru tentang


manusia dalam perspektif manusia Hindu. Selain itu, makalah ini juga
dapat

dijadikan

bahan

evaluasi

pembuatan

makalah-makalah

selanjutnya, agar menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.


1.4.2 Bagi Pembaca
Melalui makalah ini, pembaca dapat menambah, memperdalam
pengetahuannya mengenai manusia dalam perspektif manusia Hindu
serta dapat mengamalkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. bagi para pendidik dan calon pendidik khususnya, dapat
menerapkan konsep manusia Hindu ini dalam proses pembelajaran

3
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan
Hakikat Purusa dan Prakerti
Secara etimologis, arti kata Tuhan atau Dewa sebutan dalam Agama Hindu
berasal dari bahasa sansekerta yaitu Dev yang berarti cahaya berkilauan , sinar
gemerlapan yang semuanya itu ditujukan kepada matahari atau langit yang
merupakan salah satu wujud manifestasinya. Tuhan atau Dewa berperan
memberikan sinar, petunjuk, nasehat, dan perlindungan kepada manusia. Manusia
adalah makhluk yang tidak dapat hidup dengan sendiri Manusia diciptakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. ( Sudire, 2003:419)
Makhluk hidup tercipta dari dua unsur yaitu Purusa dan Pradana. Dua unsur
tersebut adalah unsur alam semesta. Purusa dan Pradana sebagai kekuatan awal
dalam urutan penciptaan manusia oleh Hyang Widhi. Purusa adalah asas bendani
yang kekal, yang berdiri sendiri serta tidak berubah. Sekalipun purusa tidak dapat
diamati, namun ada dengan nyata hal ini dibuktikan dengan susunan alam
semesta menunjukan, bahwa beradanya alam semesta alam itu tentu bukan demi
kepentingan diri sendiri, melainkan demi kepentingan sesuatu yang berbeda
dengan alam semesta itu sendiri.Demikianlah dunia berada bukan demi
kepentingan dunia sendiri, melainkan untuk kepentingan yang bukan bukan dunia,
yang bukan benda yaitu roh, purusa.

Segala manusia berusaha untuk

mendapatkan kelepasan. Tiap hal yang ada, berada secara sendiri-sendiri, artinya
dilahirkan

sendiri,

mati

sendiri,

memiliki

organismenya

sendiri

dan

seterunya.yang jika disimpulkan banyak sekali individu, ada banyak sekali


purusa.
Prakerti atau asas bendani adalah sebab pertama alam semesta, yang terdiri
dari unsur-unsur kebendaan dan kejiwaan atau psikologis. Sama halnya dengan
purusa, prakerti juga tidak dapat diamati, namun nyata-nyata ada. Tiap hal yang
ada di dalam dunia berifat terbatas.. Adapun yang bersifat tidak terbatas itu adalah
prakerti. Memiliki sifat-sifat tertentu yang juga dimiliki oleh segala sesuatu yang
4
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

lain.sifat-sifat itu umpamanya kesenangan dan kesusahan. Hal ini menunjukan


bahwa ada satu sumber bersama yang mengalirkan sifat-sifat itu. Sumber tersebut
adalah prakerti. Suatu akibat tidak mungkin menjadi sebabnya sendiri. Oleh
karena itu tentu ada suatu sebab yang menyebabkan adanya segala macam akibat
itu. Alam semesta mewujudkan suatu kesatuan, adanya suatu kesatuan
mewujudkan adanya suatu sebab yang menyatukan yaitu prakerti. (Sukarma,
2015).
k i
k

k
d

-jam eva ca
di m i hmi

(Bhagavad Gita Bab XIII. 1)


Terjemahan :
rjuna bertanya

Wahai

sava

rsna yang hamba cintai hamba ingin

mengetahui tentang prake ti alam purusa yang menikmati), lapangan dan yang
mengenal lapangan, pengetahuan dan obyek pengetahuan. Disebutkan bahwa
Arjuna ingin tahu tentang prakerti prak ti alam purusa yang menikmati k etra
(lapangan), ksetrajna (yang mengetahuinya), serta pengetahuan dan obyek
pengetahuan. Ketika Arjuna bertanya tentang segala hal ini, Krishna menyatakan
bahwa badan ini disebut lapangan dan orang yang mengetahui tentang badan ini
disebut yang mengetahui lapangan. Badan ini adalah lapangan kegiatan bagi roh
yang terikat. Roh yang terikat terperangkap dalam keberadaan material, dan ia
berusaha untuk berkuasa atas alam material. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
serta hubungan antara roh yang individual dan Roh yang utama. Kedudukan
tertinggi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa serta kedudukan roh individual yang
selalu lebih rendah didefinisikan dengan pasti . Hal ini juga dijelaskan dalam
(Bhagavad Gita Bab XIII. 3) sebagai berikut :
k

i m

-j

-k
k

-k

yat taj j

iddhi

j
m

m m

5
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

Terjemahan :
Pahamilah

bahwa

yang

mengetahui

lapangan

dalam

semua

lapangan

sesungguhnya adalah aku sendiri. Wahai Arjuna, pengetahuan dalam memahami


lapangan dan yang mengetahui lapangan menurut pendapat-ku, adalah
pengetahuan yang sebenarnya.Disebutkan bahwa diskusi perihal badan dan dia
yang mengetahui badan, roh dan Roh Yang Utama.Ada dua roh dalam setiap
lapangan kegiatan, dalam setiap badan yaitu roh individual dan Roh Yang Utama.
Tuhan Yang Maha Esa bersabda, Akulah yang mengetahui lapangan kegiatan di
dalam tiap-tiap badan individual." Barangkali roh yang individual mengetahui
badannya sendiri, tetapi dia tidak mengetahui badan-badan lain. Seperti itu pula
seseorang memiliki badan pribadinya, tetapi Tuhan Yang Maha Esa memiliki
semua badan." Tuhan Yang Maha Esa adalah Pengendali pertama indera-indera,
seperti halnya rj adalah kepribadian pertama yang mengendalikan semua
kegiatan negara; para warga negara adalah para pengendali yang kedua. Krishna
bersabda, Aku juga yang mengetahui." Ini berarti Beliau adalah Yang Mahatahu
roh yang individual hanya mengetahui badannya sendiri. Hal tersebut dinyatakan
kesusasteraan Veda (svetasvatara Upanisad 1.12) dinyatakan sebagai berikut:
k

i hi

h bhe

g m

i
k
adan ini disebut k etra

-ja ucyate

emilik badan tinggal di dalam badan bersama uhan

Yang Maha Esa, yang mengetahui badan dan pemilik badan. Karena itu, Beliau
disebut yang mengetahui segala lapangan Pengetahuan yang sempurna tentang
kedudukan dasar badan, kedudukan dasar roh yang individual dan kedudukan
dasar Roh Yang Utama dikenal dalam kesusasteraan Veda sebagai jna Itulah
pendapat Krishna. Krishna adalah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam
tiap-tiap badan mendampingi roh yang individual. Krishna menyatakan dengan
jelas di sini bahwa Roh Yang Utama mengendalikan lapangan kegiatan dan juga
6
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

mengendalikan kepribadian terbatas yang menikmati.Kepribadian Tuhan Yang


Maha Esa ,Krisna adalah Penguasa tertinggi dalam pengetahuan tersebut yang
dinyatakan dalam (Bhagavad Gita Bab XIII. 5) adalah sebagai berikut :

i hi

h dh g

i idh i

hi

brahma-
h

- d i

m d hi

h k
i

i i i i

Terjemahan :
Pengetahuan itu tentang lapangan kegiatan dan dia yang mengetahui kegiatan
diuraikan oleh berbagai sastera Veda. Pengetahuan itu khususnya disampaikan
dalam Vedanta-sutra dengan segala logika mengenai sebab dan akibat.Penjelasan
dari urain di atas Krishna sedang menjelaskan hal ini yang sering menimbulkan
perselisihan pendapat mengenai apakah sang roh dan Roh Yang Utama bersatu
atau berbeda dengan cara mengutip dari sebuah Kitab Suci, yaitu Vedanta, yang
diakui sebagai sumber yang dapat dipercaya. Vyasadeva (Penyusun Vedantasutra) adalah seorang resi yang mulia. Perbedaan antara Roh Yang Utama dan roh
yang individual dijelaskan secara sempurna di dalam Vedanta-sutra. Sebagaimana
disebutkan dalam ( Bhagavad Gita Bab XIII.28) yaitu :
m

i h

i
i

Terjemahan:
Orang yang melihat Roh Yang Utama mendampingi roh individual di dalam
semua badan, dan mengerti bahwa sang roh dan Roh Yang Utama tidak pernah
dimusnahkan di dalam badan yang dapat dimusnahkan, melihat dengan
sebenarnya. Disebutkan mereka hanya melihat badan, dan mereka berpikir bahwa
ketika badan dibinasakan, segala sesuatu sudah habis. Tetapi sebenarnya tidak
demikian. Sesudah badan dibinasakan, sang roh dan Roh Yang Utama tetap ada,
dan mereka berjalan terus untuk selamanya dalam berbagai bentuk yang bergerak
7
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

dan tidak bergerak. Kata Sansekerta paramesvara kadang-kadang diterjemahkan


sebagai roh individual" karena sang roh adalah penguasa badan, dan sesudah
badan

dibinasakan

ia

dipindahkan

ke

dalam

bentuk

yang

lain.

Dengan cara demikian, sang roh adalah penguasa. Tetapi ada orang lain yang
mengartikan kata paramesvara sebagai Roh Yang Utama. Dalam kedua arti
tersebut, Roh Yang Utama dan roh individual tetap ada. Mereka tidak
dibinasakan. Sifat rendah hati; kebebasan dari rasa bangga; tidak melakukan
kekerasan; toleransi; kesederhanaan; mendekati seorang guru kerohanian yang
dapat dipercaya; kebersihan; sifat mantap; pengendalian diri; melepaskan ikatan
terhadap obyek-obyek kepuasan indera-indera; kebebasan dari keakuan yang
palsu; mengerti buruknya kelahiran; kematian; usia tua dan penyakit;
ketidakterikatan; kebebasan dari ikatan terhadap anak-anak; isteri; rumah dan
sebagainya; keseimbangan pikiran di tengah-tengah kejadian yang menyenangkan
dan yang tidak menyenangkan; bhakti kepada-Ku yang murni dan tidak pernah
menyimpang; bercita-cita tinggal di tempat yang sunyi; ketidakterikatan terhadap
khalayak ramai; mengakui bahwa keinsafan diri adalah hal yang penting; dan
usaha mencari Kebenaran Mutlak dalam filsafat Aku menyatakan bahwa segala
sifat tersebut adalah pengetahuan. Yang dijelaskan dalam ( Bhagavad Gita Bab
XIII.) adalah sebagai berikut :
m i m d m hi m
hi

k i j


h i

m m - i ig h

(Bhagavad Gita Bab XIII.8)


i di h

i g m

h k
j
d

m -m

-j - dhi-

kh -d

(Bhagavad Gita Bab XIII.9)

8
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

asaktir ana hi

-d -g hdi
i

m - i
i i

m
i

(Bhagavad Gita Bab XIII.10)


m i

-yogena

h ki

hi i

vivikta-d

i j

i m
di

(Bhagavad Gita Bab XIII.11)


dh m -j

- i

tattva-j h -d
jj
j

mii
d

m
k m
h

(Bhagavad Gita Bab XIII.12)

2.2 Hakikat Purusa dan Prakerti menurut pandangan Agama Hindu


Purusa dan Prakerti merupakan dua unsur pokok yang terkandung dalam
setiap materi di alam semesta. Purusa dan Prakerti merupakan unsur yang bersifat
kekal, halus, dan tidak dapat dipisahkan. Purusa adalah unsur yang bersifat
kejiwaan sedangkan prakerti adalah unsur yang bersifat kebendaan atau
material.(wikipedia,2014)
Semua makhluk hidup tercipta dari dua unsur yaitu Purusa dan Pradana. Dua
unsur tersebut adalah unsur alam semesta. Purusa dan Pradana sebagai kekuatan
awal dalam urutan penciptaan manusia oleh Hyang Widhi. Purusa adalah asas
bendani yang kekal, yang berdiri sendiri serta tidak berubah. Sekalipun purusa
tidak dapat diamati, namun ada dengan nyata hal ini dibuktikan dengan susunan
alam semesta menunjukan, bahwa beradanya alam semesta alam itu tentu bukan
demi kepentingan diri sendiri, melainkan demi kepentingan sesuatu yang berbeda
9
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

dengan alam semesta itu sendiri.Demikianlah dunia berada bukan demi


kepentingan dunia sendiri, melainkan untuk kepentingan yang bukan bukan dunia,
yang bukan benda yaitu roh, purusa.

Segala manusia berusaha untuk

mendapatkan kelepasan. Tiap hal yang ada, berada secara sendiri-sendiri, artinya
dilahirkan

sendiri,

mati

sendiri,

memiliki

organismenya

sendiri

dan

seterunya.yang jika disimpulkan banyak sekali individu, ada banyak sekali


purusa.Mengenai prakerti diuraikan bahwa prakerti atau asas bendani adalah
sebab pertama alam semesta, yang terdiri dari unsur-unsur kebendaan dan
kejiwaan atau psikologis. Sama halnya dengan purusa, prakerti juga tidak dapat
diamati, namun nyata-nyata ada. Tiap hal yang ada di dalam dunia berifat
terbatas.. Adapun yang bersifat tidak terbatas itu adalah prakerti.
2.3 Implementasi Hakikat Purusa dan Pradana dalam Agama Hindu
2.3.1. Pawiwawahan di Masyarakat Bali
Pertemuan antara purusa (laki-laki) dan pradana (perempuan)
melahirkan kehidupan yang harmoni yaitu upacara pawiwahan
Jika

dalam

pawiwahan

terjadi

mengakibatkan dampak psikologis pada

perbedaan

agama

dapat

keluarga. Bagi anak, muncul

keraguan atas agama yang dianut. Anak mau mengikuti salah satu agama
dari orang tuanya (ayah atau ibunya) yang diyakini si anak, namun karena
orang tua mereka terikat satu perjanjian, sehingga mengakibatkan si anak
mengikuti keyakinan berdasarkan kesepakatan orang tua. Sementara, orang
tua pun sebenarnya merasakan tekanan psikologis, baik berupa goncangan
ringan maupun goncangan berat akibat perbedaan agama suami-istri. Ada
sementara keluarga, yang karena semata-mata untuk menjaga keutuhan
rumah

tangga,

mereka

harus

rela

membuat

perjanjian,

dengan

mengorbankan keinginan hati yang paling dalam, bahwa sesungguhnya


perkawinan beda agama tidaklah mereka kehendaki. Perkawinan beda
agama juga menghadapi kendala terbatasnya komunikasi diantara orang tua,
dan antara orang tua dengan anaknya, serta kurangnya kedekatan akibat
terikat perjanjian. Hal ini berakibat mudah hadirnya pihak ketiga dari
keluarga dekat masing-masing pihak (ayah dan ibu) yang turut campur
10
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

tangan

dalam memberikan pendidikan agama kepada anak Suatu

perkawinan tentunya selalu menimbulkan akibat hukum dan apabila


perkawinan tersebut adalah perkawinan beda agama tentunya akan
menimbulkan berbagai masalah. Masalah masalah tersebut menyangkut
hubungan suami isteri dan berimbas kepada anak anak apabila memiliki
keturunan.Akibat yang timbul pada perkawinan beda agama menurut aspek
psikologis disini antara lain memudarnya rumah tangga yang telah dibina
belasan tahun. Pada awalnya sewaktu masih pacaran, perbedaan itu
dianggap sepele, bisa diatasi oleh dasar cinta. Tetapi lama kelamaan
ternyata perbedaan itu bisa saja menjadi boomerang dalam membangun
kokohnya rumah tangga. Bayangkan saja, ketika seorang suami (yang
beragama Islam) pergi umroh atau naik haji, tentunya merupakan suatu
kebahagiaan bagi seorang suami jika istri dan anak-anaknya bisa ikut
bersamanya. Tetapi alangkah sedihnya ketika istri dan anak-anaknya lebih
memilih pergi ke gereja, atau ke vihara. Maka suatu rumah tangga yang
awalnya adalah saling mencintai, lama kelamaan akan memudar akibat
perbedaan keyakinan. Karena salah satu kebahagiaan seorang ayah muslim
adalah menjadi imam dalam salat berjamaah bersama anak istri begitu juga
sebaliknya kebahagiaan seorang isteri Kristen ataupun Budha adalah pergi
ke gereja atau ke vihara berdoa bersama suami dan anak anak, karena
suami adalah seorang kepala rumah tangga yang menjadi pemimpin bagi
isteri dan anak anaknya. Terlepas dari persoalan teologis dan keyakinan
agama, perlu diingat bahwa tujuan berumah tangga itu untuk meraih
kebahagiaan yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu
kecocokan dan saling pengertian sangatlah penting untuk menjaga
keharmonisan dan tumbuh kembang anak anak dalam keluarga. Maka dari
itu, kewajiban yang harus dilaksanakan setiap pasangan suami isteri yang
membina keluarga yaitu, saling mengisi dan melengkapi di antara
pasangannya. Pasangan yang kawin berbeda agama yang awalnya hanya
didasari dengan rasa cinta, lama kelamaan seiring bertambahnya usia pasti
akan merasakan akibatnya. Karena pada usia yang semakin dewasa tentunya
akan mengarah pada pemikiran tentang adanya kebahagiaan yang kekal.
11
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

Dan kebahagiaan disini tentunya tidak saja didasari dengan rasa cinta itu
sendiri tetapi juga harus didasari dengan rasa iman yang membimbing
pasangan untuk lebih taat pada penciptanya dalam mencapai kebahagiaan
yang kekal. Apabila semua itu tidak dimiliki dalam artian berbeda
keyakinan, maka didalam rumah tangga tersebut akan terasa renggang dan
hampa. Apabila dikaruniai keturunan, tentunya akan berpengaruh pada
kedudukan anak serta mental anak dan bagaimana menjaga hubungan baik
antara anak dan orangtua mengenai perkawinan beda agama. Masalah
masalah yang timbul disini adalah berebut pengaruh agar anaknya
mengikuti agama yang diyakininya. Jika ayahnya Islam, dia ingin anaknya
menjadi muslim, jika ibunya Kristen dia ingin anaknya menganut agama
Kristen. Secara tidak langsung telah menjadi suatu kompetisi bagi kedua
pasangan orangtua demi mempengaruhi agama mana yang akan dianut.
Maka anak pun akan terbebani mentalnya dalam memilih atau menganut
agama mana yang akan di anutnya. Memang anak yang baik dan terpuji
yaitu anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan menghormati segala
perintah, akan tetapi ketika anak di hadapkan pada masalah yang seperti ini
anak pasti akan bingung mana yang harus dipilih, psikologi anak bisa saja
menjadi terganggu oleh permasalahan orang tuanya. Mereka bingung siapa
yang harus diikuti keyakinannya. Terlebih fase anak yang tengah memasuki
masa pembentukan dan perkembangan kepribadian di mana nilai-nilai
agama sangat berperan. Kalau agama malah menjadi sumber konflik,
tentulah kurang bagus bagi anak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara
psikologis pernikahan beda agama menyimpan masalah yang bisa
menggerogoti kebahagiaan maupun keharmonisan rumah tangga. Dengan
adanya akibatakibat yang terjadi, tentunya banyak perkawinan beda agama
berakhir dengan perceraian. Namun, bukan berarti pernikahan seagama juga
akan terbebas dari masalah. Semuanya tergantung pada kedua pasangan
yang akan menikah bagaimana menyikapi perbedaanperbedaan yang
timbul dalam lingkup keluarga. Begitu juga dengan masalah status anak
yang dilahirkan. Menurut hukum, anak yang dilahirkan oleh pasangan yang

12
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

berbeda agama dianggap sah selama perkawinan beda agama tersebut di


sahkan oleh agama dan di catatkan dalam kantor pencatatan perkawinan.
Maka dari itu, anak tidak seharusnya menjadi korban dari orang tua
yang memiliki perbedaan agama, melainkan anak berhak mendapatkan
kasih sayang yang di dapatnya dalam keluarga. Perbedaan agama dalam
keluarga merupakan sumber kunci dalam perpecahan di dalam keluarga,
tetapi bisa juga akan menjadi sumber kekuatan dalam menjalin sebuah
keluarga.
2.4 Implementasi Hakikat Tuhan Yang Maha Esa dalam Agama Hindu
2.4.1 Penggunaan Gayatri Mantram dalam tujuan mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa
Gayatri mantram itu sendiri tentunya memiliki segudang manfaat.
Kesehatan dan jiwa spriritual tentunya salah satu manfaatnya. Apabila kita
mengucapkan gayatri mantra dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan tentunya kita akan merasa mendapatkan manfaat bathin. Selain
memiliki manfaat yang luar biasa, gayatri mantram juga sebagai doa yang
universal yang artinya bahwa Matram gayatri dinyatakan sebagai induk dari
semua matram Veda yang dapat memberikan perlindungan, keselamatan,
kegembiraan, dan kebahagian. Sebagai doa yang universal Mantram Gayatri
dapat dipergunakan untuk memohon kejernihan akal dan budhi agar tercipta
kebenaran tanpa penyimpangan, Mantram Gayatri dianggap sebagai intisari
dari seluruh ajaran weda. Karena itu ada orang yang menyatakan bahwa
sesungguhnya orang tidak perlu mengucapkan mantram apapun selain
mantram gayatri.Sebelum kita mengetahui manfaat dari gayatri mantra,
adapun tujuan dari gayatri mantra itu sendiri yakni: mantra gayatri untuk
mengagungkan dan menyembah tuhan, mantra gayatri untuk membuka tujuh
cakra utama yang ada dalam diri manusia, dibantu pranayama dan dagdig
karana, mantra gayatri untuk mendoakan para leluhur kita, gayatri mantram
diucapkan pada saat kita mau berangkat kerja, melewati tempat angker dan
menakutkan, dan bisa digunakan untuk mengobati orang sakit. Selama 9 bulan
13
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

10 hari di dalam rahim seorang ibu yang sedang mengandung, dan selama itu
pula sang jabang bayi belajar akan hakikat Tuhan Yang Maha esa dengan
segala fenomenaNya baik di alam bumi ini maupun di buana-agung dimana
Beliau senantiasa maha hadir dimana saja. Sewaktu seorang jabang bayi lahir,
ia menangis pertama kali, dan setiap bayi selalu merneriakkan uah, uah.
Pengucapan

gayatri mantram

tentunya memiliki

waktu

dan aturan

pengucapannya. Mantram Gayatri pada dapat diucapkan sebelum tidur, pada


waktu bangun tidur, pada waktu akan tidur dan diucapkan dimana pun jika
kita percaya dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa . Sebelum melakukan
meditasi cucilah muka, tangan, serta kaki, atau anda mandi untuk
membersihkan badan dari kotoran sekaligus membuat badan menjadi segar.
Duduklah dengan memakai alas dari kain, tikar, atau selimut, posisi punggung
tegak lurus dan tangan diletakkan dipangkuan dalam posisi relek. Pejamkan
mata, serta tenangkan pikiran berberapa detik, setelah itu ucapkan mantram
OM Bhur, OM Bhuvah, OM Svah ucapkan dengan suara lambat serta
santai jangan tergesa-gesa sebanyak lima kali, ini bertujuan untuk
membersihkan lapisan pikiran. Pada saat mengucapkan mantra ini arahkan
pikiran pada mantra dan suara bukan pada bayangan pikiran. Sebelum
melakukan japa, awali dengan melakukan Trisandya, kemudian Panca
Sembah. Setelah panca sembah lakukanlah doa-doa kepada Dewi Gayatri.
Lakukanlah japa gayatri secara tulus, pikiran difokuskan pada makna mantram
Gayatri. Japa dapat dihitung dengan menggunakan mala. Lakukanlah sadana
ini secara rutin tiap hari, bisa dilakukan pada pagi dan malam hari,maka
pencerahan pasti akan dirasakan secara perlahan.. Namun jangan sekali-kali
memanfaatkan Gayatri mantram untuk menyakiti orang, karena akan berbalik
pada kita.

14
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan empat hal yaitu:
3.1.1 Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan Hakikat
Purusa dan Prakerti dapat diartikan Semua makhluk hidup tercipta
dari dua unsur yaitu Purusa dan Pradana , dua unsur tersebut adalah
unsur alam semesta. Purusa dan Pradana sebagai kekuatan awal dalam
urutan penciptaan manusia oleh Tuhan Yang Maha Esa.
3.1.2 Hakikat Purusa dan Prakerti menurut pandangan Agama Hindu dapat
diartikan Purusa dan Prakerti merupakan dua unsur pokok yang
terkandung dalam setiap materi di alam semesta. Purusa dan Prakerti
merupakan unsur yang bersifat kekal, halus, dan tidak dapat
dipisahkan.
3.1.3. Implementasi dari Hakikat Purusa dan Prakerti yaitu Pawiwahan
dalam masyarakat Bali.
3.1.4. Implementasi dari Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yaitu Penggunaan
Gayatri Mantram dalam tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa .

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sarankan terkait penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut:
3.2.1 Hendaknya kita sebagai umat beragama dapat menyadari Hakikat
Tuhan Yang Maha Esa dan Hakikat Purusa dan Pradana
3.2.2. Hendaknya kita dapat memperdalam materi mengenai Hakikat Purusa
dan Prakerti.
3.2.3. Hendaknya materi yang telah dijelaskan tidak hanya dipahami secara
teori akan tetapi juga diimplementasikan secara nyata.

15
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

DOA PENUTUP

Om Mantrahinam kryahinam, bhakti-hinam parameswara tad pujitam mahadewa,


paripurna tad astu me,
Om dirghayur nirwighnam sukkha wrdhi nugrahakam

Terjemahan:
Oh Hyang Widhi doa kami kurang, perbuatan kami tiada sempurna bhakti hamba
juga tiada sempurna, maka itu kami memuja Mu Iswara yang agung, semoga
dapat menganugrahkan kesempurnaan/kemampuan melakukan kewajiban.
Om Hyang Widhi semoga kami senantiasa sukses tanpa halangan dan
memperoleh kebahagiaan.

16
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita( Nyanyian Tuhan).Denpasar : Yayasan
Dharma Sthapanam.
Dwija,

Bhagawan. 2010. Perkawinan Beda Agama. Tersedia dalam :


www.stitidharma.org/hukum-perkawinan-beda-agama.

Diakses

Juni 2015.
Krishna,

Anand. 2012. Mantra Ampuh Untuk Manusia Modern. Tersedia


Dalam

http://media.kompasiana.com/buku/2012/07/20/mantra-

ampuh-untuk-manusia-modern-479429.html. Diakses 4 Juni 2015.


Sudiartama, Gusti. 2010. Gaytri Mantram Fungsi dan Berkahnya Bagi Yang
Mengucapkan.

Tersedia

dalam

http://wahana08.wordpress.com/2010/11/23/gayatri-mantram-fungsidan-berkahnya-bagi-yang-mengucapkan. Diakses 4 Juni 2015.


Sudire,

Made.

2003.

Konsep

Ketuhanan.

Tersedia

dalam

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/32/jtptiain-gdl-s12004-suharnoton-1577-bab3_419-8.pdf. Diakses 3 Juni 2015


Sukrama,

wayan.

2015.

Purusa

dan

Prakerti.

Tersedia

dalam

http://www.cakrawayu.org/artikel/8-i-wayan-sukarma/8-konsepketuhanan-dalam-bhagawadgita.html. Diakses 3 Juni 2015.


Wikipedia. 2014. Hakikat Purusa dan Prakerti. Tersedia dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Kosmologi_Hindu #Purusa_dan_Prakerti.
Diakses 4 Juni 2015.

AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN


DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI

AGAMA HINDU
Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya
Menurut Pandangan Bhagawand Gita

Oleh:
I Kadek Dedi Asmara Jaya

NIM. 1413021007

KELAS : II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu,
Om Bhur Bwah Svah, Tat Savitur Varenyam,
Bhargo Devasya Dhimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah.

Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi,


Ya Tuhan, Pencipta Ketiga Dunia, Engkaulah sinar yang patut disemah, Hamba memusatkan
oikiran pada kecemerlangan-Mu, sinarilah Budhi/Pikiran hamba.
Semoga Pikiran yang baik datang dari segala penjuru.

PRAKATA
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya Menurut Pandangan Bhagawand Gita
sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya tidak sedikit kendala yang penulis alami.
Berkat bantuan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut dapat
penulis atasi. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Singaraja, 3 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Doa Pembuka
Prakata .......................................................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii


BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pandangan Bhagawand Gita terhadap
hubungan Tuhan dengan ciptaannya ......................................................... 3
2.2. Imlementasi dalam menyikapi hubungan Tuhan dengan ciptaanya ......... 8
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................... 13
3.2. Saran .......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
Doa Penutup

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sejauh apapun mata memandang, setinggi apapun kepala mendongak kelangit dan
sejauh apapun pikiran berhayal pasti akan ada hasil ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Batu yang amat padat, air yang mengalir deras, makanan yang dapat memenuhi rasa
lapar, udara yang dapat memenuhi paru-paru, atom yang dapat menyusun benda,
elektron yang dapat mengitari pusat atom, bumi yang dapat berotasi pada sumbunnya
serta berevolusi terhadap matahari dan lain sebagainya adalah bukti bahwa segala bentuk
hal yang ada di jagat raya adalah hasil karya Beliau yang senentiasa tidak pernah luput
dari kendali-Nya. Dari wujud yang sangat kecil hingga wujud yang takberhingga
semuanya dikendalikan oleh-Nya. Tidak ada batasan yang mampu menerjemahkan
seberapa banyak yang dapat diciptakan oleh Beliau.
Alam semesta adalah salah satu wujud ciptaan beliau yang sangat kompleks dan
tersusun atas berbagai komponen yang sangat beragam. Sampai sekarang ini tidak ada
satupun manusia yang tau dimana ujung dan pangkalnya, kapan terbentuk dan berakir,
dan dapat menyatakan dengan pasti ukurannya. Tuhan menciptakan alam semesta
beserta isinya dengan sangat sempurna memberikan ruang kepada manusia untuk hidup
dengan segala bentuk kebutuhannya yang tidak terbatas. Segala macam kebutuhan ini
telah disediakan dengan lengkap oleh Tuhan Yang Maha Esa namun manusia terkadang
tidak mensyukuri hal tersebut. Banyak orang yang berlomba-lomba membuat penemuan
yang dapat meniru serta memodifikasi karunia dari Tuhan contohnya adalah teknologi
operasi plastik yang dapat membuat seseorang terlihat lebih sempurna dari keadaan
lahirnya, tentu hal tersebut adalah wujud nyata ketidak syukuranya atas apa yang
diciptakan Tuhan terhadap dirinya. Dilain pihak terdapat beberapa orang yang tidak
memiliki keyakinan terhadap Tuhan yang sudah barang tentu didak mempercayai bahwa
segalanya adalah hasil ciptaan Tuhan sehingga muncul pertanyaan kenapa manusia
harus mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa, Apa alasan Tuhan menciptakan manusia
serta ciptaan lainnya, serta apa hubungan Tuhan terhadap kehidupan manusia.
Segala bentuk hubungan Tuhan dengan ciptaannya dibahas secara lengkap melalui
seloka-seloka yang tercantum pada kitab suci Bhagawand Gita khususnya pada Bab ke15. Pada bab ini menerangakan bagaimana hakikat Tuhan serta ciptaanya yang dapat
memberi pandangan kepada setiap pembacanya tentang bagaimana keagungan Tuhan

(Ida Sang Hyang Widhi Wasa) sebagai tokoh yang menjadi dalang dari segala macam
bentuk kehidupan.
Permasalahn diatas membuat penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai
kajian Kitab Suci Bhagawand Gita terhadap hubungan Tuhan terhadap ciptaanya atau
pandangan bahwa Tuhan adalah sumber dari semua ciptaan-Nya kedalam sebuah
makalah yang berjudul Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya Menurut Pandangan
Bhagawand Gita

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana pandangan Bhagawand Gita terhadap hubungan Tuhan dengan
ciptaannya?
b. Bagaimana imlementasi dalam menyikapi hubungan Tuhan dengan ciptaanya
1.3.Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui pandangan Bhagawand Gita terhadap hubungan Tuhan dengan
ciptaannya.
b. Untuk mengetahui imlementasi dalam menyikapi hubungan Tuhan dengan
ciptaanya
1.4.Manfaat Penulisan
a. Bagi penulis, manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan
pemahaman penulis terhadap hubungan Tuhan terhadap ciptaanya menurut
pandangan kitab Bhagawand Gita serta memperdalam keyakinan penulis terhadap
keagungan Tuhan ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa)
b. Bagi pembaca, penulisan makalah ini dapat dijadikan referensi dalam mempelajari
atau mendalami mengenai hubungan Tuhan terhadap ciptaanya menurut pandangan
kitab Bhagawand Gita serta memperdalam keyakinan penulis terhadap keagungan
Tuhan ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa)

BAB II
PEMBAHASAN

3.1 Pandangan Bhagawand Gita Terhadap Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya


Kitab Bhagawand Gita kususnya Bab ke-15 men jelaskan mengenai pengertian
purusa sebagai asal dari semua ciptaan. Purusattama atau purusa utama adalah purusa
yang paling tinggi atau Maha Tinggi, yaitu hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu
Brahman. Pada bab ini dengan jelas disampaikan hakikat hubungan antar Sang Pencipta
dengan segala ciptaannya. Dalam penggambarannya, sang Kresna menggambarkan
hubungan ini sebagai sebuah pohon asvattha yaitu semacam pohon beringin yang
memiliki akar berada diatas. Alasan kenapa akarnya berada diatas adalah karena akar
pada pohon asvattha melambangkan Tuhan (purusa) yang berada diatas. Sedangkan
daun,batang, ranting dan bagian lain dari pohon asvattha menggambarkan kejadian
lainnya. Batang dan bagian lainnya menjuntai kebawah dengan sifat-sifatnya adalah
semua ciptaanya. Dari analogi tersebut dapat memberikan nilai bahwa purusa atau
brahman merupakan sumber dari segala bentuk ciptaan Tuhan. Sebatang pohon tidak
akan mampu hidup tanpa adanya perakaran yang menopangnya. Purusottama adalah
Adhyatman yang berarti atman yang menghidupi mahluk ciptaannya itu bertebaran
kebawah (Puja, Gede, xxvi:1999).
Sloka 1:
sri-bhagavan uvaca:
urdhva-mulam adhah-sakham
ashvattham prahur avyayam
chandamsi yasya parnani
yas tam veda sa veda-vit
(Bhagawand Gita.XV.1)
Sri Bhagawan Bersabda: Mereka berbicara tentang pohon abadi asvattha dengan
akarnya diatas dan dahannya dibawah , dengan daun-daunnya adalah metrum-metrum
Veda, yang mengetahui hal ini adalah yang mengetahui Veda Kiasan yang menyatakan
pohon itu terbalik memberikan penjelasan bahwa mempelajari Veda adalah yajna
tertinggi dan aspek duniawi seakan-akan diabaikan. Sehingga menurut kepercayaan
kuno, kidung-kidung dikatakan menjadi daun yang menjaga batang dan cabangnya tetap
hidup. Kemudian hal yang sama dituliskan pada mantram Purusa Sukta Rgveda sebagai
berikut:
3

Purusa Evedam sarvam


Yadbhutam yacca bahvyam,
utamrtatvasesa no
yadannenati rohati
(Rgveda X. 90. 2.)
Tuhan sebagai wujud kesadaran agung merupakan asal dari segala yang telah ada dan
yang akan ada. Ia adalah raja di alam yang abadi dan jiga di bumi ini yang berkembang
hidup dengan makanan
Yo bhutam ca bhavyam ca
Sarvam yas cadhitisthathi
Savar yasyaca kevalam tasmai
Jyesthaya brahmane namah
(Atharvaveda X.8.1.)
Tuhan Yang Maha Esa hadir dimana-mana, asal dari segalanya yang telah ada dan
yang akan ada. Ia penuh dengan rahmat dan kebahagiaan. Kami memuja Engkau
,Tuhan Yang Maha Tinggi
Sloka 2:
adhas cordhvam prasrtas tasya sakha
guna-pravrddha visaya-pravalah
adhas ca mulany anusantatani
karmanubandhini manushya-loke
(Bhagawand Gita.XV.2)
Cabangnya tumbuh ke bawah dan ke atas, yang dihidupi oleh guna (sifat), dengan
obyek-obyek indra sebagai tunas-tunasnya dan ke bawah di dunia manusia menjulur
akar-akar yang berakibat dalam kegiatan kerja Samkara menyatakan bahwa akar-akar
yang menyebar kebawah adalah yang kedua yaitu wesana atau karma yang dibawa roh
sebagai konsekuensi dari perbuatannya dimasa lalu. Seperti yang dijelaskan pada Kitab
Sarasamuccaya sloka 7:
Karmabhumirya brahman phalabghumirasu
mata iha yat kurute karma
tatparatropabhujyate
(Sarasamuccaya.7)
4

Wasana disebut sangskara , sisa-sisa yang tinggal sedikit dari bau sesuatu yang masih
bekas-bekasnya saja , yang diikuti hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga atau dari
kawah neraka.
Sloka 3:
na rupam asyeha tathopalabhyate
nanto na cadir na ca sampratishtha
ashvattham enam su-virudha-mulam
asanga-sastrena drdhena chittva
(Bhagawand Gita.XV.3)
Bentuk sebenarnya tidak diketahui, baik ujung maupun pangkalnya ataupun
batangnya. Setelah memotong pohon Asvattha yang berakar mantap ini dengan
pedang kuat ketidakterikatan Jadi setelah berhasil melepaskan diri dari segala macam
keterikatan duniawi yang kuat maka batang akan bisa terlepas dari akarnya.
Sloka 4:
tatah padam tat parimargitavyam
yasmin gata na nivartanti bhuyah
tam eva cadyam purusham prapadye
yatah pravrttih prasrta purani
(Bhagawand Gita.XV.4)
Maka, jalan yang membawa seseorang dan tak kembali lagi harus dicari dengan
mengatakan, Aku berlindung hanya pada Pribadi Utama, sebagai sumber kemunculan
alam dunia yang kuno ini berasal Kata Purusa yanng pertama adalah Tuhan dalam
bentuk phanteismenya , baik disebut Isvara atau virat purusa atau Maha Purusa. Para
siswa, dengan melepaskan dirinya dari dunia objektif ini dan berlindung pada
kesadaran utama ini sebagai sumber enerji kosmis.
Sloka 5:
nirmana-moha jita-sanga-dosa
adhyatma-nitya vinivrtta-kamah
dvandvair vimuktah sukha-duhkha-samjnair
gacchanty amudhah padam avyayam tat
(Bhagawand Gita.XV.5)
Bebas dari kesombongan dan ilusi, yang telah menaklukkan jahatnya keterikatan,
yang segala keinginannya selalu untuk mengabdi pada Diri, yang terbebas dari dualitas
yang dikenal sebagai senang dan susah dan tak terbingungkan, akan pergi menuju
5

tujuan yang Abadi Bebas dari dualisme yaitu apabila badan mengadakan kontak
dengan benda yang merupakan objek-objek indera , pikiran tidak akan terprngaruh
akan itu bisa menimblkan senang atau susah, sikap pikiran dan perasaannya sama.
Sloka 6:
na tad bhasayate suryo
na sasanko na pavakah
yad gatva na nivartante
tad dhama paramam mama
(Bhagawand Gita.XV.6)
Tempat itu tidak disinari oleh matahari, demikian juga bulan ataupun api. Itulah
tempat tinggal-Ku yang tertinggi dan orang yang mencapainya tak akan kembali lagi
Alam moksa merupakan tempat yang tertinggi yang hanya dapat disinari dari
kesadaran yang merupakan tujuan akir dari umat Hindu.
Sloka 7:
mamaivamso jiva-loke
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakriti-sthani karshati
(Bhagawand Gita.XV.7)
Aku sendiri melalui bagian yang abadi itu setelah menjadi jiwa di dunia ini , menarik
indera-indera dengan indera sebagai indera keenam , bersemayam dalam prakerti
Paramatman yang ada di dunia empiris merupakan percikan suci yang menghidupi
mahluk ciptaan-Nya.
Sloka 8:
sariram yad avapnoti
yac capy utkramatishvarah
grhitvaitani samyati
vayur gandhan ivasayat
(Bhagawand Gita.XV.8)
Bila Tuhan mengenakan badan jasmani dan ketika ia meninggalkannya, ia juga
membawa serta indra-indra dan pikiran dan pergi bagaikan angin yang membawa bau
harum dari tempatnya Ketika atman telah meninggalkan badan kasarnya, ia juga akan
tetap menyertakan segala bentuk karmanya dan ini yang menentukan apakah roh
terdsebut akan bersatu kembali dengan-Nya atau kembali lagi men jelma sebagai
6

ciptaannya. Sehingga hidup menjadi manusia adalah kesemptan penting untuk dapat
meuju moksha seperti yang dijelaskan dalam Kitab Suci Sarasamuccaya sloka 6:
Sopanabhutam svargasya
manusyam prapya durlabham,
tathatmanam samadyad
dhvamseta na punaryatha
(Sarasamuccaya. 6)
pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjadi manusia karena ini
kesempatan yang sulit diperoleh, yang merupakan tenaga ke surga, sesuatu yang
menyebabkan tidak terjatuh lagi itu yang dilakukan
Sloka 9:
srotram caksuh sparshanam ca
rasanam ghranam eva ca
dhisthaya manas cayam
visayan upasevate
(Bhagawand Gita.XV.9)
Ia menikmati obyek indra dengan menggunakan telinga, mata, indra sentuhan, indra
pengecap dan hidung, demikian juga pikiran
Sloka 10:
utkramantam sthitam vapi
bhunjanam va gunanvitam
vimudha nanupasyanti pasyanti
jnana-caksusah
(Bhagawand Gita.XV.10)
mereka yang tersesat tak dapat melihat yang pergi ,tinggal dan menikmati , yang
bersatu dengan guna, tetapi mereka yang memiliki mata kebijaksanaan dapat
melihatnya Jadi bukan idria yang mengetahui segala yang dapat dialami panca indera
tetapi jiwalah yang dapat mengetahui sedangkan indria hanya mengalaminya saja.
Maka dari itu perlu dibiasakan poengendalian terhadap panca indra ini dengan
pelaksanaan puasa yaitu pengendalian segala jenis keinginan yang ditimbulkaan oleh
adanya panca indra ini. ketika seluruh indera dapat dikendalikan maka orang tersebut
akan lebih mudah untuk mencapai kebebasan dari keeterikatan duniawi.

3.2 Imlementasi dalam Menyikapi Hubungan Tuhan dengan Ciptaanya


A. Sradha
Sebagai salah satu ciptaan tuhan maka wajib hukumnya untuk memiliki sradha.
Sradha bermakna keyakinan, maka sebagai Umat Hindu haruslah berdasar pada
Panca Sradha yaitu percaya dengan adanya:

Brahman yaitu percaya pada adanya Tuhan yang dibahasan makalah ini dijelaskan
sebagai sumber dari segala yang ada dan akan ada maka harus memiliki keyakinan
bahwa Beliau selalu berada dimana-mana sehingga dikeseharian haruslah
senantiasa melaksanakan kebajikan dan melaksanakan puja dan puji syukur.
Misalnya saja bersyukur pada oksigen yang selalu ada sehingga mahlik hidup bisa
bernafas dan tetap hidup didalam oksigen tersebut pun terdapat Tuhan Yng Maha
Esa.

Atman yaitu percaya terhadap atman sebagai percikan kecil dari Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang memberi kehidupan pada badan kasar manusia. Maka dari itu
perawatan terhadap diri sendiri secara fisik sangat perlu guna menyediakan wadah
yang nyaman bagi atman sehingga atman akan berada lama didalam badan yang
memungkinkan atman tersebut lebih lama berada di bumi untuk menebus dosadosanya dengan melakukan Dharma bersama dengan badan kasar yang dihidupinya.
Misalnya dengan olah raga, menjaga kesehatan, menjaga kebersihan dan lain
sebagainya.

Punarbawa yaitu kepercayaan pada kelahiran kembali dimana atman yang belum
bisa menyatu

dengan

brahman akan dilahirkan kembali

kedunia jadi

implementasinya adalah dengan melaksanakan karma yang baik agar dikehidupan


selanjutnya kelak membawa wesana yang baik pula. Kelahiran sebagai manusia
adalah sebuah anugrah yang sangat besar maka harus dimaknai dengan lebih
mendekatkan diri krpada Tuhan. Misalkan pada orang yang dilahirkan dalam
kondisi cacat haruslah lebih mendekatkan diri pada Tuhan agar kelak dikehidupan
yang akan mendatang bisa terlahir dari Surga atau surga cyuta.

Karma Phala yaitu kepercayaan pada adanya hasil dari perbuatan. Krena Tuhan
senantiasa mengendalikan ciptaanya maka segala bentuk perbuatan yang dilakukan
manusia sebagai ciptaan-Nya diketahui oleh Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dan diberikan balasan yang setimpal. Maka dari itu manusia harus senantiasa
berbuat Dharma agar mendapat phala yang baik juga.

Moksa yaitu kebahagiaan abadi yakni ketika atman bersatu dengan brahman. Suatu
interaksi yang menakjubkan antara Tuhan dan ciptaan-Nya ketika sanga atman
telah berhasil terlepas dari keduniawian. Jalanya adalah dengan melaksanakan tapa,
puasa dan punia. Tapa berarti dengan melaksanakan puja dan puji kepada Tuhan
sehingga jarak dengan Tuhan akan semakin mendekat. Puasa yaitu dengan
mengekang segala jenis nafsu atau keinginan , dan punia adalah pemberian bantuan
kepada pihak yang membutuhkan secara iklas. Misalnya saja pada cerita Lubdaka
yang mencapai moksa dengan melaksanakan tapa dan dan puasa .

B. Tri Kaya Parisudha


Merupaan dasar dalam berprilaku sebagai umat Hindu yaitu dengan berfikir,
berkata, dan berbuat yang baik. Tanpa pikiran yang baik maka kita akan terliputi
oleh kegelapan sehingga tidak akan mampu menggapai kelepasan atau ketidak
terikatan sehingga tidak memiliki kapak yang kuat untuk memotong pohon asvattha
dan kembali kepada pencipta dengan pengetahuan yang cukup untuk memahami
hakikat Tuhan dan segala rahasia yang tidak diketahui manusia awam. Salahsatu hal
yag menjadi pokok utama pelaksanaan tri kaya parisudha adalah untuk
meminimalisir sifat rajas dan tamas pada diri manusia dan juga untuk
menghilangkan rasa EGO pada diri manusia agar lebih mudah menbina hubungan
harmonis antara manusia dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta. Contoh nyatanya
dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan tidak berprasangka buruk kepada orang
lain yang. Krena berprasangaka buruk pada orang lain akan menimbulkan dampak
buruk pada kejiwaan salah satunya adalah kecemasan dan ketakutan yang
berlebihan.

C. Tri Hita Karana


Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kebahagiaan

salah satunya adalah

pharayangan yaitu hubungan antara manusia denag Tuhan. hubungan yang


dimaksud adalah atara cptaan dan penciptanya. Sudah mejadi tuntutan bagi manusia
Hindu untuk selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan menjalankan
dharma salah satunya adalah sering sembahyang dan kegiatan mendekatkan diri
kepada Tuhan lainnya. Salah satu hal yang menjadi tuntutan tiap manusia adalah
senantiasa berada pada jalur dharma yaitu dengan membina hubungan harmonis

dengan sesama, dengan lingkungan, dan dengan Tuhan dalan fungsinya sebagai
sang pencipta.

D. Pelaksanaan Yadnya
Tuhan memiliki hubungan yang sangaat erat dengan segala bentuk ciptaanNya. Dimana ada ciptaan-Nya, disanalah beliau berada karena Beliau adalah sumber
dari segala yang ada dan yang akan ada maka dari itu sebagai umat yang taat
terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa yang berada dimana-mana maka diwajibkan
untuk selau bersyukur atas segala karunia yang diberikan salah satunya adalah
anugrah dilahirkan sebagai manusia yang bermartabat dengan keunggulan idep
dibandigkan ciptaan lainnya. Dengan keberadaan indep ini menjadi alasan kenapa
manusia dapat menolong dirinya sendiri dari kesengsaraan dan otomatis dapat
membantu mahluk lain untuk terlepas dari kesengsaraan. Wujud nyata dari hal ini
adalah dengan adanya pelaksanaan yadnya yang bertujuan menjaga keseimbangan
seluruh ciptaan Beliau.

Dewa Yadnya yang sering dilakukan persembahan yang merupakan wujud


sembah bakti atas karunia penghidupan dan anugrah yang telah diberikan.
Kemudian dengan melaksanakan Puja Trisandya yang didalamnya terdapat
doa agar semua mahluk berada dalam kedamaian abadi dan kedamaian di tiga
dunia, damai di hati, dunia dan akirat. Salah satu contoh nyata pelaksanaannya
adalah pelaksanaan piodalan di pura yang bertujuan memohon keselamatan
dan kerahayuan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya
yang berstana di pura tersebut. Selain itu, piodalan ini juga sebagai sarana
kegiatan dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketika Tuhan sudah
berada didekat kita maka akan lebih mudah menchanel energy yang dapat
membantu manusia dalam berktifitas dan memperoleh perlindungan dari mara
bahaya. Persembahnyangan juga salah satu bentuk dewa yadnya yang
membuat manusia lebih religiun dan lebih mudah mendapat wahyu dari tuhan
berupa pengetahuan spiritual yang dapat menuntun manusia pada arah positif
dan mampu menghilangkan sikap EGO dan senantiasa berada pada jalur
Dharma. Wujud nyata pelaksanaan dewa yadnya yang paling dekat adalah
pelaksanaan Yadnya Sesa atau mesaiban. Yadnya ini adalah bentuk rasa
syukur kepada Tuhan dalam manifestasinya sebagai Batara Bhoga atas segala
Amerta berupa makanan yang diberikan disamping itu juga bertujuan
10

menyomya bhuta-bhuta yang terganggu selama prosesei prolehan amerta


tersebut.

Manusia Yadnya yaitu sebagai wujud trimakasih serta sujud bhakti dalam
keikutsertaan untuk saling menjaga, mengargai, menghormati antar sesama
manusia. Karena setiap manusia berasal dari sumber yang sama yaitu berasal
dari Brahman. Salah satu contoh nyatanya adalah dengan memberikan
sumbangan kepada fakir miskin atau pihak lain yang memerlukan pertolongan
tanpa adanya pabrih. Disamping dapat menolong orang lain, hal ini juga
membatu dalam proses mendekatkan diri pada Tuhan. Contoh lainnya adalah
upacara mepandes atau metatah yaitu bertujuan untuk menetralisir efek
Sadripu pada manusia sehingga akan lebih mudah dalam menjaga dirinya tetap
berada pada jalur Dharma sehingga akan lebih dekat kepada Sang Pencipta.
Kemudian pawiwahan adalah salah satu betuk Dharma dengan tujuan untuk
melanjutkan keturunan sehingga akan membatu leluhur yang masuk proses
punarbawa jadi pasanngan suami istri ini akan menjadi perantara bagi leluhur
untuk menjelma kembali menjadi manusia. Tentunya hal tersebut memberikan
pahala yang sangat besar pada yang melaksanakannya sehingga berada lebih
dekat dengan sang pencipta dan selalu berada pada jalur dharma.

Pitra Yadnya yaitu yadnya yang dipersembahkan kepada luluhur. Salah satu
hal yang penting yang harus dilakukan oleh manusia yang masih hidup adalah
dengan mendoakan arwah dari para leluhur agar selalu mendapat
pengampunan dan mendapat posisi yang baik disamping-Nya. Jika hal ini tidak
dilaksanakan maka sudah barang tentu manusia yang tidak pernah mendoakan
leluhurnya tidak akan mencapai kabahagiaan dalam hidupnya. Kemudian
upacara yang tergolong Pitra Yadnya salah satunya adalah pelaksanaan ngaben
yaitu prosesi pengembaalian Panca Maha Bhuta kembali ke asalnya. Sehingga
pitra yang wafat akan lebih cepat mencapai pelepasan dan bersatu dengan
Brahman. Menjadi hal wajib bagi yang masih hidup untuk mengabenkan
pitranya.

Bhuta Yadnya yaitu persembahan suci tulus iklas kepada bhuta seperti hewan,
tumbuhan, dan para bhuta kala yang hidup dialam Bhur lokha. Salah satunya
adalah pelaksanaan persembahyangan saat tumpek wariga dan tumpek
kandangan

(uye).

Pelaksanaan

tumpek

wariga

adalah

pelaksanaan

pemrmohonan berkat dari Tuhan dalam manifestasinya sebagai Bhatara Sang


11

Kara kepada para tumbuhan agar tumbuh subur dan dapat memberikan sumber
kehidupan bagi mahluk hidup lainnya seperti manusia. Selain itu juga
memohonkan agar tumbuhan mendapat pengangkatan derajat dikehidupannya
kelak jika ia berguna bagi manusia. Kemudian tumpek uye atau tumpek
kandangan adalah yadnya yang dipersembahkan kepaada Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Bhatara Rare Angon untuk memberikan anugrah
kepada hewan-hewan agar nantinya berguna bagi hidup manusia dan bisa
dikehidupan selanjutnya menjadi makluk dengan derajat lebih tiggi.
Kemuadian pelaksanaan prosesi mecaru atau nyomya bhutakala adalah
pyadnya yulus iklas sebagai permohonan kepada Ida Bhatara Kala agar para
bhuta kala tidak menggangu aktifitas manusia dalam keseharian. Ketiga
yadnya tadi bertunujan untuk memperoleh keseimbangan antar sesama ciptaan
Tuhan sehingga terjadi kedamaian antara sesama ciptaan Tuhan dan Sang
Pencipta.

12

BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
A. Pandangan Bhagawand Gita terhadap hubungan Tuhan dengan ciptaannya adalah
Tuhan sebagai sumber dari segala yang sudah ada dan yang akan ada selanjutnya
dianalogikan sebagai pohon Asvattha yaitu bagian akarnya yang berada di atas
selanjutnya batang, ranting, daun serta bagian lainnya dari pohon tersebut adalah
kodisi lain misalnya saja wesana dari roh yang menghidupi ciptaan Tuhan tersebut.
Kemudian selama hidupnya, ciptaan Tuhan tersebut haru berusaaha menggapai
tempat tertingi dimana beliau berada yang banyak sekali rahasia yang
menyembunyikannya dan hanya bisa diketahui oleh orang yang memiliki
pengetahuan dan terbebas dari ikatan keduniawian sehingga mampu memotong
pohon Asvattha tersebut sehingga bisa kembali bersatu dengan-Nya.

B. Imlementasi dalam menyikapi hubungan Tuhan dengan ciptaanya adalah dalam


beberapa aspek berikut yaitu sradha, pelaksanaan yadnya, tri kaya parisudha dan tri
hita karana.

3.2 SARAN
Sebagai Umat hindu sudah semestinnya mengaplikasikan apa yang ditulis secara
lengkap pada Kitab-Kitab Suci Agama Hindu salah satunya adalah Bhagawand Gita
sebagai pedoman dalam hidup. Salah satu pointnya adalah mengenai hubungan
manusia sebagai ciptaan Tuhan dengan Sang Pencipta atau Ida Sang Hyang Widhi
Wasa yang merupakan sumber dari segala yang ada dan yang akian ada sehingga
ketika hubungan ini berjalan harmonis dan diimbangi karma wesana yang bagus pula
niscaya kebahagiaan akan menghampiri.

13

DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Kadjeng, I. N. 1997. SARASAMUSCCAYA. Jakarta: Paramitha Surabaya
Puja, Gede. 1999. BHAGAWAND GITA (Pancama Veda). Jakarta: Paramitha Surabaya
Winawan, I. W. W. 2002. MATERI SUBSTANSI KAJIAN MATA KULIAH PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.

DOA PENUTUP

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha


Om Santih, Santih, Santih Om

Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi
dan maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.

VISVARUPA DARSANA YOGA DAN


IMPLEMENTASINYA

OLEH:

I WAYAN JATI ADNYANA

NIM. 14131021008/ KLS. 2A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA
2015

DOA PEMBUKA

Om Pra no devi Sarasvati


vajebhir vajinivati
dhinam avinyavantu.
Om Asato ma sadgamaya
tamasoma ma tyotir gamaya
mrtor ma amrtam gamaya

Ya Hyang Widhi,
Hyang Saraswati Yang Maha Agung dan Kuasa,
Engkau sebagai sumber ilmu pengetahuan,
Semoga Engkau memelihara kecerdasan kami.
Ya Hyang Widhi, bimbinglah kami dari yang tidak benar menuju yang benar. Bimbinglah kami
dari kegelapan pikiran menuju cahaya (pengetahuan) yang terang.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nyalah makalah yang berjudul Visvarupa Darsana Yoga dan Implementasinya
dapat diselesaikan tepat pada waktunya
Trimakasih penulis ucapkan kepada pihak yang membimbing, dan mendukung dalam
pembuatan makalah ini yang dalam kesempatan ini tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
yang dimiliki. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi terciptanya hasil yang optimal. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Singaraja, 22 Mei 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

DOA PEMBUKA

PRAKATA

ii

DAFTAR ISI.

iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. ... 2


1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan.... 2
1.5 Metode Penulisan.. ... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bhagawad Gita

2.2 Bhagawad Gita Bab XI (Visvarupa Darsana Yoga)

2.3 Implementasi

15

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan... 20
3.2 Saran

20

DOA PENUTUP... 21
DAFTAR PUSTAKA22

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agama adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam menunjang
keberlangsungan hidup sebagai manusia yang bermartabat. Ajaran tentang nilai-nilai
ketuhanan menjadi pokok penting dari ajaran agama itu sendiri sebagai orientasi untuk
menjalani hidup bagi mereka yang mempercayai adanya tuhan. Seperti kata pepatah ilmu
pengetahuan tanpa agama adalah buta, sedangkan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah
lumpuh. Inilah yang menjadi dasar agama (khususnya agama Hindu) diterapkan dalam
pendidikan yaitu untuk membentuk peserta didik menjadi insan manusia terpelajar yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta
peningkatan potensi spiritual.
Seiring perkembangan jaman dengan masuknya budaya asing banyak orang telah
kehilangan jati dirinya dan jauh dari ajaran-ajaran agama. Banyak orang yang berbuat di
luar ajaran dharma, mulai terjadi penurunan moral dan banyaknya pelanggaranpelanggaran norma agama yang dilakukan di masyarakat. Hal ini menyebabkan
kekacauan yang terjadi di mana-mana.
Oleh karena itu perlunya ditekankan ajaran-ajaran agama terhadap generasi muda
melalui dunia pendidikan untuk menanggulangi dampak-dampak tersebut dengan cara
meningkatkan pemahaman terhadap ajaran agama untuk selanjutnya di Implementasikan
dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh ajaran-ajaran dalam Bagawadgita,
Kitab suci Bhagavad Gita terdiri dari 700 Sloka dalam 18 Bab, yang dalam garis besarnya
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama Bab I-VI melukiskan disiplin kerja
tanpa mengharapkan buah hasilnya dan sifat jiwa yang ada dalam badan kita ini, bagian
kedua Bab VII-XII mengutarakan disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada
Brahman yang maha esa dan bagian ketiga Bab XIII-XVIII menguraikan kesimpulan
daripada kedua bagian yang terdahulu dengan disertai disiplin pengabdian seluruh jiwa
raga dan kegiatan kerja untuk dipersembahkan kepada Brahman yang kekal abadi.Di
dalam Bhagawad Gita kita diajarkan tentang jalan mencapai kebenaran serta petunjuk
petunjuk untuk mencapai kebebasan, yang dituangkan dalam bentuk syair yang
menguraikan ajaran-ajaran filsafat Vedanta dalam beberapa bab, mengingat pentingnya
ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Bhagawadgita maka dipaparkan mengenai

beberapa ajaran yang terkandung di dalamnya ,khususnya bab XI yang membahas tentang
Visvarupa Darsana Yoga dan Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.2.1 Apa itu Bhagawad Gita?
1.2.2 Bagaimana penjelasan mengenai sloka yang terdapat pada Bagawad Gita
khususnya bab XI?
1.2.3 Bagaimanakah Implementasi ajaran yang terdapat di dalam Bagwad Gita
khususnya bab XI?

1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.3.1 Untuk menjelaskan pengertian Bhagawad Gita
1.3.2 Untuk menjelaskan prinsip dasar ajaran agama Hindu yang terdapat pada
Bhagawad Gita khususnya bab XI
1.3.3 Untuk menjelaskan implementasi ajaran-ajaran yang terdapat pada Bhagawad
Gita khususnya bab XI

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1.4.1 Memperoleh pengetahuan tentang pengertian Bhagawad Gita.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan mengenai prinsip dasar agama Hindu yang terdapat
pada Bhagawad Gita khususnya bab XI.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan tentang implementasi ajaran-ajaran yang terdapat
pada Bagawad Gita khususnya bab XI.

1.5.Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kajian pustaka,
yaitu penulis mengumpulkan literature-literatur yang dapat mendukung penulisan ini.
Literatur tersebut sebagian berasal dari buku maupun artikel.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bhagawad Gita
Bhagawadgita (Sanskerta: ; Bhagavad-gt) adalah sebuah bagian dari
Mahabharata yang termasyhur, dalam bentuk dialog yang dituangkan dalam bentuk
syair. Dalam dialog ini, Kresna, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah pembicara
utama yang menguraikan ajaran-ajaran filsafat vedanta, sedangkan Arjuna, murid
langsung Sri Kresna yang menjadi pendengarnya. Secara harfiah, arti Bhagavad-gita
adalah "Nyanyian Sri Bhagawan (Bhaga = kehebatan sempurna, van = memiliki,
Bhagavan = Yang memiliki kehebatan sempurna, ketampanan sempurna, kekayaan
yang tak terbatas, kemasyuran yang abadi, kekuatan yang tak terbatas, kecerdasan
yang tak terbatas, dan ketidakterikatan yang sempurna, yang dimiliki sekaligus secara
bersamaan). (Wikipedia,2015) Kitab suci Bhagavad Gita terdiri dari 700 Sloka dalam
18 Bab, yang dalam garis besarnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama
Bab I-VI melukiskan disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya dan sifat jiwa
yang ada dalam badan kita ini, bagian kedua Bab VII-XII mengutarakan disiplin ilmu
pengetahuan dan kebaktian kepada Brahman yang maha esa dan bagian ketiga Bab
XIII-XVIII menguraikan kesimpulan daripada kedua bagian yang terdahulu dengan
disertai disiplin pengabdian seluruh jiwa raga dan kegiatan kerja untuk
dipersembahkan kepada Brahman yang kekal abadi. Bhagawad Gita merupakan
karya seni yang bersifat duniawi dan hanya bertujuan membujuk rasa ketuhanan dan
spiritual orang. Bhagawad Gita merupakan kitab spiritual yang dipenuhi oleh
kekuatan spiritual dengan kekuatan maha dahsyat untuk mengubah hidup orang lahir
batin, material-spiritual dalam waktu singkat.
2.2 Bhagawad Gita Bab XI (Visvarupa Darsana Yoga)
Menurut (Wikipedia.2015) Bhagavad-gita Bab Ke-11 dalam Padma Purana
menjelaskan bentuk Semesta, menguraikan tentang Sri Krishna menganugrahkan
pengelihatan rohani kepada Arjuna. Ia memperlihatkan bentuk-Nya yang tidak
terhingga dan mengagumkan sebagian alam semesta. Dengan cara demikian,
Krishna membuktikan secara meyakinkan identitas-Nya sebagai Yang Mahakuasa.
Krishna menjelaskan bahwa bentuk-Nya Sendiri serba tampan dan dekat dengan

bentuk manusia adalah bentuk asli Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat melihat
bentuk ini hanya dengan bhakti yang murni.
Dalam Bhagawad Gita Bab XI (Visvarupa Darsana Yoga) terdapat beberapa
sloka diantaranya (Bhagawad Gita, 2014):

Sloka 1
Arjuna uvaca
mad-anugrahaya paramam
guhyam adhyatma-samjnitam
yat tvayoktam vacas tena
moho yam vigato mama
Terjemahan :
Arjuna berkata: pelajaran spiritual yang sangat rahasia yang Anda sampaikan kepada
hamba sesungguhnya semua itu hanyalah demi anugrah khusus kepada hamba. Setelah
mendengar pelajaran rahasia spiritual tersebut maka kini khayalan hamba menjadi
lenyap.
Sloka 2
bhavapyayau hi bhutanam
srutau vistaraso maya
tvattah kamala-patraksa
mahatmyam api cavyayam
Terjemahan :
Wahai Kamalapatraksa,Sri Krsna yang bermata indah bagaikan bunga Padma, hamba
sudah mendengarkan secara terperinci dari Anda mengenai penciptaan dan peleburan
seluruh makhluk hidup, dan juga hamba sudah mendengarkan keagungan Anda yang
kekal abadi.

Sloka 3
evam etad yahatta tvam
atmanam paramesvara
drastum icchami te rupam
aisvaram purusottama
Terjemahan :
Wahai Purusottama, sebagaimana Anda sudah menyampaikan perihal Kesejatian Diri
Anda, wahai Paramesvara,hamba ingin melihat Wujud Visvarupa,Wujud Semesta Anda
yang mengagumkan itu.
Sloka 4
manyase yadi tac chakyam
maya drastum iti prabho
yogesvara tato me tvam
darsayatmanam avyayam
Terjemahan :
Wahai Prabu,seandainya Wujud Semesta Anda yang sangat mengagumkan tersebut dapat
dilihat oleh hamba, itupun jika Anda berpendapat hamba layak untuk melihat-Nya,maka
wahai Yogesvara, mohon berkenan memperlihatkan Wujud Semesta Anda yang Kekal
Abadi tersebut kepada hamba.
Sloka 5
Sri-bhagavan uvaca
pasya me partha rupani
sataso tha sahasrasah
nana-vidhani divyani
nana-varnakrtini ca

Terjemahan :
Sri Bhagavan Krsna bersabda : wahai putra Prtha,sekarang lihatlah Wujud SemestaKu,berbagai jenis dengan beratus-ratus dan ribuan-ribuan jenis wujud rohani yang
berwarna- warni.

Sloka 6
pasyadityan vasun rudran
asvinau marutas tatha
bahuny adrst-purvani
pasyascaryani bharata.
Terjemahan :
Wahai Arjuna lihatlah wujud-wujud dari duabelas Aditya,delapan Vasu,sebelas Rudra,
dua Asvini Kumara,dan juga empatpuluh sembilan Maruta, lihatlah wujud-wujud yang
tidak terhitung jumlahnya yang tidak pernah kau lihat sebelumnya.
Sloka 7
ihaika-stham jagat krtsnam
pasyadya sa-caracaram
mama dehe gudakesa
yac canyad drastum icchasi
Terjemahan :
Wahai Arjuna yang sudah mengalahkan rasa kantuk, sekarang lihatlah disini disatu
tempat didalam Badan-Ku ini, seluruh alam semesta beserta segala isinya, baik yang
bergerak maupun tidak bergerak. Selain itu, apapun yang lain yang ingin kau lihat, itupun
bisa kau lihat.

Sloka 8
na tu mam sakyase drastum
anenaiva sva-caksusa
divyam dadami te caksuh
pasya me yogam aisvaram

Terjemahan :
Tetapi, sesungguhnya engkau tidak bisa melihat Wujud-Ku dengan mata duniawimu itu.
Oleh karena itu, Aku berkahi engkau dengan mata spiritual,dan lihatlah kehebatan dari
kekuatan spiritual-Ku.
Sloka 9
sanjaya uvaca
evam uktva tato rajan
maha-yogesvaro harih
darsayam asa parthaya
paramam rupam aisvaram
Terjemahan :
Sanjaya berkata : wahai Maharaja Dhrtarastra, setelah bersabda seperti itu,maka
Penguasa Tertinggi dari kekuatan spiritual, Sri Hari, lalu memperlihatkan Wujud Semesta
Maha Agung-Nya (kepada Arjuna).
Sloka 10-11
aneka-vaktra-nayanam
anekadbhuta-darsanam
aneka-divyabharanam
divyanekodyatayudham

divya-malyambara-dharam
divya-gandhanulepanam
sarvascarya-mayam vevam
anantam visvato-mukham
Terjemahan :
Sri Krsna kemudian memperlihatkan Wujud Visvarupa-Nya yang maha ajaib
mencengangkan, dengan wajah-wajah sangat banyak dan mengarah ke seluruh arah.
Terlihat mulut-mulut yang tidak terhitung jumlahnya,jumlah mata yang juga tidak
terhitung banyaknya, berbagai jenis penampakan-penampakan spiritual yang tidak
terhingga, berbagai jenis perhiasan spiritual yang sangat mengagumkan dan tidak
terhingga, semua tangan memegang senjata-senjata rohani yang tidak terhitung pula
jumlahnya, dan juga memakai kain perhiasan yang sangat mengagumkan dengan
kalungan bunga rohani melingkar di leher, seluruh tubuh dan keningnya diolesi cendana,
kumkum harum,dan lain-lain yang serba rohani mengagumkan.
Sloka 12
divi-surya-sahasrasya
bhaved yugapad utthita
yadi bhah sadrsi sa syad
bhasas tasya mahatmanah
Terjemahan :
Jika pada saat yang bersamaan ribuan-ribuan matahari bersinar dilangit, barangkali
seperti itulah luar biasanya cahaya dari Wujud Visvarupa itu.
Sloka 13
tatraika-stham jagat krtsnam
pravibhaktam anekadha
apasyad deva-devasya
sarire pandavas tada
8

Terjemahan :
Pada waktu itu, di satu tempat, di dalam Wujud Semesta Tuhan Yang Maha Esa, di dalam
tubuh Devanya para Dewa, Arjuna melihat seluruh alam semesta yang terbagi-bagi dalam
berbagai alam semesta lain yang jumlahnya tidak terhingga.
Sloka 14
tatah savismayavisto
hrsta-roma dhananjayah
pranamnya sirasa devam
krtanjalir abhasata
Terjemahan :
Setelah melihat Wujud Visvarupa Tuhan Yang Maha Esa seperti itu, Arjuna menjadi
dipenuhi oleh perasaan keheran-heranan, dan dalam penuh rasa kekaguman serta bulu
romanya berdiri, ia mencakupkan tangan dan mnundukan kepalanya, lalu berkata.
Sloka 15
pasyami devams tava deva dehe
sarvams tatha bhuta-visesa-sanghan
brahmanam isam kamalasana-stham
rsims ca sarvan uragams ca divyan
Terjemahan :
Arjuna berkata: wahai Tuhan Yang Maha Kuasa, hamba melihat di dalam Badan Anda
seluruh para dewa dan berbagai jenis kumpulan makhluk-makhluk spiritual, hamba juga
melihat di atas bunga Padma bersthana Dewa Brahma, dan juga hamba malihat Dewa
Siwa, orang-orang suci maharesi agung, dan naga-naga rohani.
Sloka 16
aneka-bahudara-vaktra-netram
pasyami tvam sarvato nanta-rupam

nantam na madhya na punas tavadim


pasyami visvesvara visva-rupa
Terjemahan :
Wahai Visvarupa, Tuhan Bentuk Semesta, wahai Visvesvara, Tuhan Penguasa alam
semesta, di dalam Wujud Semesta Anda hamba melihat banyak lengan, perut-perut,
mulut-mulut, dan mata, dan dari segala arah hamba melihat Wujud Semesta Anda yang
dipenuhi oleh wajah-wajah tidak ada batasannya, dan juga hamba melihat Wujud Semesta
Anda ini tidak ada awal, pertengahan maupun akhirnya.
Sloka 17
kiriinam gadinam cakriam ca
tejo-rasim sarvato diptimantam
pasyami tvam durnirikyam samantad
diptanalarka-dyutim aprameyam
Terjemahan :
Hamba melihat Bentuk Semesta Anda dihias oleh mahkota, memegang gada, cakra, dan
juga sankha serta bunga Padma. Hamba melihat wujud Semesta Anda yang dalam segala
hal tidak dapat diukur, merupakan kumpulan cahaya, penuh dengan sinar terang
benderang, bersinar menyilaukan bagaikan kumpulan sinar api dan matahari sehingga
susah untuk dilihat oleh mata.
Sloka 18
tvam akaram paramam veditavyam
tvam asya visvasya param nidhanam
tvam avyaya sasvata-dharma-gopta
sanatanas tvam puruo mato me
Terjemahan :
Sesungguhnya Anda adalah Huruf Suci Brahman yang patut diketahui, Anda adalah
tempat perlindungan utama bagi seluruh makhluk hidup di alam semesta ini, Anda adalah
10

Penjaga dari dharma, kewajiban suci yang kekal abadi, dan Anda adalah Purusa, Pribadi
yang kekal abadi dan tidak termusnahkan. Itulah pemahaman hamba.
Sloka 19
anadi-madhyantam ananta-viryam
ananta-bahum sasi-surya-netram
pasysmi tvam dipta-hutasa-vaktram
sva-tejasa visvam idam tapantam
Terjemahan :
Hamba melihat Wujud Semesta Anda yang tidak berawal, tidak ada pertengahan, dan
tidak ada akhir, dalam kehebatan yang maha luar biasa, jumlah lengan yang terbilang
banyaknya, matahari dan rembulan adalah mata Anda, dan dengan cahaya Anda serta api
yang menyala-nyala keluar dari mulut Anda, seperti Anda sedang membakar seluruh
jagat ini.
Sloka 20
dyav a-pthivyor idam antaram hi
vyaptam tvayaikena disas ca sarva
dvadbhutam rupam ugram tavedam
loka-trayam pravyathitam mahatma
Terjemahan :
Wahai roh Yang Maha Agung, Wujud Semesta Anda ini memenuhi seluruh ruang batas
dari bumi dan surga ini dan seluruh arah dipenuhi hanya oleh Wujud Semesta Anda.
Melihat Wujud Semesta Anda yang sangat luar biasa dan menggetarkan ini seluruh
makhluk di tiga susunan alam semesta menjadi ketakutan.
Sloka 21
ami hi tvam sura-sangha visanti
kecid bhita pranjalayo ganti
svastity uktva mahari-siddha-sangha
11

stuvanti tvam stutibhi pukalabhi


Terjemahan :
Kumpulan para dewa memasuki Wujud Visvarupa Anda, di antara mereka itu banyak
yang dengan sangat ketakutan mencakupkan tangan mempersembahkan doa pujian
mengagungkan kebesaran Anda, sedangkan sangat banyak kumpulan para maharesi suci
dan makhluk-makhluk suci setelah berseru, Svasti.Svasti., semoga semua menjadi
tenang damai lalu mereka semua memuji dan mengagungkan Anda dengan
menyanyikan mantra-mantra pujian yang terpilih.
Sloka 22
rudraditya vasavo ye ca sadhya
visve svinau marutas comapas ca
gandharva-yakasura-siddha-sangha
vikante tvam vismitas caiva sarve
Terjemahan :
Mereka semua menjadi terkagum-kagum dalam kebingungan sambal menatap Bentuk
Visvarupa Anda. Mereka semua itu antara lain sebelas Rudra, dua belas Aditya, delapan
Vasu, dua belas kelompok Sadhya, sepuluh Visvedeva, dua Dewa Asvin, empat puluh
Sembilan Maruta, dan juga tujuh kelompok leluhur yang menyukai makanan
persembahan yang hangat-hangat, para Gandharva, para Yaksa, para Asura dan dewadewa tingkat siddha yang sempurna.
Sloka 23
rupam mahat te bahu-vaktra-netram
maha-baho bahu-bahuru-padam
bahudaram bahu-damsra-karalam
dva loka pravyathitas tathaham

12

Terjemahan :
Wahai Visvarupa, Tuhan yang berlengan perkasa, setelah melihat Bentuk Visvarupa
Anda yang maha agung ini dengan jumlah wajah dan mata yang sangat banyak, sangat
banyak jumlah lengan, paha dan kaki, sangat banyak perut, dan banyak pula gigi-gigi
Anda yang mengerikan menyebabkan seluruh dunia menjadi ketakutan, dan hamba juga
menjadi ketakutan.
Sloka 24
nabha-spsam diptam aneka-varam
vyattananam dipta-visala-netram
dva hi tvam pravyathitantar-atma
dhtim na vindami samam ca vio
Terjemahan :
Wahai Sri Visnu, Wujud Visvarupa Anda sangat besar sampai menyentuh langit
dengan cahaya gemerlapan berwarna-warni, mulut-mulut Anda terbuka lebar, mata Anda
sangat besar dan menyala, setelah melihat Wujud Anda seperti itu, pikiran hamba menjadi
kacau balau penuh ketakutan, dan hamba tidak mampu mendapatkan kemantapan bathin
atau pun ketenangan pikiran.
Sloka 25
damra-karalani ca te mukhani
dvaiva kalanala-sannibhani
diso na jane na labhe ca sarma
prasida devesa jagan-nivasa
Terjemahan :
Wahai Dewanya para Dewa, melihat begitu banyaknya Wajah Anda yang sangat luar
biasa menyala bagaikan maut di kala kiamat dengan gigi-gigi tajam menakutkan, hamba
menjadi kehilangan ketenangan bathin dan tidak mampu mengingat arah mata angina.
Wahai Tuhan tumpuan seluruh alam semesta, mohon berkenan berpuas hati
memberikan karunia kepada hamba.
13

Sloka 26
ani ca tvam dhrtarastrasya putrah
sarve sahaivavani-pala-sanghaih
bhismo dronah suta-putras tathasau
sahasmadiyair api yodha-mukhyaih
Sloka 27
vakrani te tvaramana visanti
damstra-karalani bhayanakani
kecid vilagna dasanantaresu
sandrsyante curnitair uttamangaih
Terjemahan:
Bersamaan dengan para kstaria pemimpin-pemimpin hebat yang berpihak pada kita,
tampak pula Bhisma, Drona dan Karna masuk ke dalam Wujud Visvarupa Anda.
Sedangkan semua putra Raja Dhrtarastra bersama raja-raja yang bersekutu dengan
mereka, dengan begitu cepatnya (tersedot) masuk ke dalam mulut-mulut Anda yang
sangat mengerikan. Hamba juga melihat beberapa di antaranya hancur remuk beserta
kepala-kepalanya tersangkut di antara gigi-gigi Anda.
Sloka 28
yatha nadinam bahavo mbu vegah
samudram evabhimukha dravanti
tatha tavami nara-loka-vira
visanti vaktrany abhivijvalanti
Terjemahan:
Bagaikan gelombang-gelombang air sungai yang sangat banyak mengalir dengan sangat
derasnya menuju lautan, seperti itu pula seluruh ksatria yang hebat-hebat di atas muka
bumi ini masuk ke dalam mulut-mulut Anda yang menyala-nyala.

14

2.3 Implementasi Bhagawad Gita Bab XI dalam kehidupan sehari-hari.


2.3.1 Implementasi Yoga
Dalam kenyataannya banyak orang ingin untuk mencapai ketenangan
dan kebenaran tertinggi di dalam hidupnya. Kita lahir berulang kali untuk
meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada
pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan
untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang
ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya.
Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap
tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama masih berada dalam jalan
rohani tersebut.
Jalan rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih
lanjut. Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat
dipenuhi oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi
kebutuhan semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat
pemahamannya tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin
merasa tidak terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari
jalan rohani yang lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka
orang tersebut telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan
kebenaran serta pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk
tumbuh.
Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain.
Semua berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan
tetapi kebanyakan orang tidak meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran,
kita perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu
jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapantahapan yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang. Adapun
implementasinya sebagai berikut:
-

Melakukan persembahyangan
Sembahyang adalah merupakan ajaran Bhakti Yoga, dimana Bhakti Yoga
adalah jalan bagi pengabdian diri, pemujaan, dan penyerahan diri kepada
Tuhan. Para pemuja dalam jalan ini memuja Tuhan dalam berbagai bentuk
15

yang ia punyai. Jalan ini adalah penyadaran yang sesuai dengan orang-orang
yang terberkahi dengan pikiran yang emosional. Para pemuja dalam jalan ini
secara inisial memilih salah satu Dewa (Ista-Dewa), yang sesuai temperamen
dirinya, untuk mewujudkan tujuan spiritual. Tujuan dari jalan spiritual adalah
melebur ego dari seorang individu melalui pengabdian dan penyerahan diri
pada keinginan Tuhan. Sembahyang juga sebagai wujud rasa syukur terhadap
segala pemberian tuhan seperti bersyukur atas alam semesta ciptaan Beliau.
-

Melakukan pengendalian diri terhadap segala perbuatan buruk. Melakukan


pengendalian diri merupakan salah satu dasar ajaran Yoga karena dengan
pengendalian diri kita dapat terhinda dari segala perbuatan buruk. Sebagai
contoh mengamalkan ajaran Hamimsa/ tidak menyakiti. Kegiatan tersebut
merupakan ajaran yoga dimana tidak membunuh merupakan ajaran daripada
Ahimsa. Ahimsa merupakan bagian dari pada astangga yoga, Ahimsa
merupakan tahap awal untuk mengendalikan diri. Jika tahap awal ini gagal
dicapai maka sulit atau tidak bisa untuk mencapai tahap yang lebih tinggi yaitu
Samadhi.

Berjapa Yoga dan Gayatri Sadhana Japa Yoga dijelaskan tentang mantra
dapat mengubah sifat kita menjadikan lebih halus, lembut dan lebih tenang.
Japa adalah pelafalan mental atau diam mengingat sebuah mantra yang
perlahan-lahan membangkitkan getaran energi dalam ruang atau medan
pikiran. Selain itu didalam Gayatri Sadhana dijelaskan pelaksanaan meditasi
Gayatri dapat menghancurkan segala karma dan dosa dan dengan pemurnian
hati serta pikiran, ia membukakan penglihatan ketiga guna pencerahan;
dengan mantramu manusia dapat hidup lama atau berumur panjang dengan
kesehatan yang prima, bersinar laksana cahaya dan membantu umat manusia
dalam mempercepat evolusinya.

Merenung dan pemusatan pikiran. Merenung dan pemusatan pikiran juga


menjadi dasar dari pelaksanaan yoga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
merenung dan pemustan pikiran kita dapat mengendalikan pikiran dari sifat
buruk seperti sifat egois, malas, rakus dan sifat buruk lainnya. Oleh sebab itu
merenung dan pemusatan pikiran penting dilakukan untuk mencapai
kedamaian batin dalam kehidupan.

16

2.3.2 Implementasi ajaran Sradha dan Bakti


-

Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi (Widhi Sradha)


Widhi Sradha adalah keyakinan atau kepercayaan tentang kebenaran adanya
Ida Sang Hyang Widhi. Keyakinan tentang kebenaran adanya Ida Sang
Hyang Widhi dapat dilakukan melalui ajaran Tri Pramana yaitu Agama
(Sabda) Pramana, Anumana Pramana, dan Pratyaksa Pramana. Dalam
implementasinya manusia melaksanakan ajaran Sradha yakni percaya
dengan adanya tuhan dengan cara berdoa dan melakukan persembahyangan
setiap hari sebagai wujud kepercayaan adanya tuhan dan rasa syukur atas
segala pemberian tuhan.

Percaya dengan adanya Atma (Atma Sradha)


Atma Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya Atman. Dalam
kitab Upanisad disebutkan bahwa Brahman Atman Aikyam yang artinya
Brahman dan Atman itu adalah tunggal. Oleh karena itu, jelaslah Atma
dapat diartikan percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi yang ada di dalam
setiap tubuh mahluk hidup. Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumber dari atma
itu maka Beliau disebut Parama Atma, dan sebagai intisari dari alam
semesta ini disebut Adyatman. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sangat
percaya akan adanya atma tubuh manusia terdiri dari badan kasar dan badan
halus yang badan halus tersebut merupakan percikan tuhan, manusia juga
mempercayai adanya atma dalam diri dari rengkarnasi.

Percaya dengan adanya Karma Phala (Karmaphala Sradha)


Karma Phala Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya karma
phala atau hasil perbuatan. Setiap perbuatan baik (susila) atau perbuatan
buruk (asusila) yang kita lakukan pastinya nanti akan mendapatkan hasil
yang sesuai dengan yang kita perbuat, perbuatan baik yang kita tanam maka
hasil yang kita petik pun adalah hasil yang baik pula begitu juga sebaliknya.
Karma phala inilah yang akan membawa roh kita setelah meninggal akan
mendapatkan tempat yang bagaimana. Sang Hyang Yamadipati sebagai
Dewa Dharma tentunya akan mengadili setiap manusia sesuai dengan
perbuatannya selama masih hidup di dunia, apakah akan mendapat sorga
atau neraka.
Tetapi sebagai umat Hindu tujuan kita yang utama adalah Moksa bukan
sorga ataupun neraka, karena jika kita mendapat sorga atau neraka kita akan
17

dilahirkan kembali di dunia tetapi jika kita bisa mencapai moksa kita akan
mengalami kebahagiaan yang tertinggi karena atma kita telah bersatu
dengan Brahman/ Ida Sang Hyang Widhi. Dalam implementasinya manusia
selalu berusaha berbuat baik demi agar mendapatkan karma phala yang baik
namun tidak sedikit juga manusia yang berbuat buruk karena sifat keraksaan
mereka, seperti halnya tujuan utama umat hindu yakni moksa dalam
kehidupan sehari-hari juga banyak orang berbuat baik demi mencapai
moksa.
-

Percaya dengan adanya Punarbhawa atau Samsara (Punarbhawa Sradha)


Punarbhawa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya kelahiran
yang berulang-ulang. Ditinjau dari katanya punar berarti musnah atau
hilang, sedangkan bhawa berarti tumbuh atau lahir jadi punarbhawa berarti
lahir berulang-ulang/reinkarnasi/penitisan kembali/ samsara.
Kelahiran ini disebabkan oleh karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka
pembatasan dari samsara tergantung dari perbuatan baik kita di masa
lampau (atita), yang akan datang (nagata) dan yang sekarang (wartamana).
Adapun Punarbhawa tersebut merupakan suatu penderitaan yang
diakibatkan oleh karma wesana dari kehidupan kita yang silih berganti.
Tetapi janganlah memandang punarbhawa tersebut adalah negatif, karena
melalui punarbhawa lah kita akan memperbaiki diri demi tercapainya tujuan
kesempunaan hidup yang kita inginkan. Oleh karena itu banyak orang yang
selalu ingin berbuat baik dalam kehidupannya dengan memahami dan
mengamalkan ajaran agama untuk menghindari Punarbhawa ini.

Percaya dengan adanya Moksa (Moksa Sradha)


Moksa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya moksa. Moksa
berasal dari bahasa Sansekerta yaitu muks yang artinya bebas dari ikatan
duniawi dimana jiwatman telah bebas dari siklus kelahiran dan kematian.
Moksa merupakan tujuan utama dari umat Hindu, banyak orang yang berusa
untuk mencapai moksa namun hanya sedik yang berhasil, orang-orang
melakukan perbuatan baik untuk mencapai moksa dan terhinnda dari
Punarbhawa atau kelahiran yang berulang.

18

Adapun Implementasi lain dalam kehidupan sehari hari diantaranya :


-

Sravanam (mempelajari keagungan Tuhan dengan mendengar atau


membaca kitab-kitab suci). Dalam implementasinya orang sering
mempelajari keagungantuhan dengan mendengan atau membaca kitab suci
sebagai contoh memahami dan mengamalkan ajaran yang terdapat pada
Bhagawad Gita.

Kirtanam

(Berbhakti

kepada Tuhan dengan jalan mengucapkan/

menyanyikan nama Tuhan Yang Maha Esa). Dalam implementasinya ada


beberapa cara untuk melakukan hal ini sebagai contoh dengan cara Tri
Sandya yakni dengan Tri Sandya kita menyebut dan memuji nama tuhan
sehingga kita menjadi dekat dengan tuhan.
-

Smaranam (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara selalu ingat kepada-Nya


atau bermeditasi). Sebagai contoh beryoga dalam kehidupan sehari-hari
dengan cara perenungan dan pengendalian pikiran merupakan dasar dalam
berbakti kepada tuhan dengancara bermeditasi.

Padasevanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan jalan memberiakan


pelayanan kepada Tuhan). sebagai contoh dengan cara memberikan
persembahan baik dalam bentuk banten maupun jasa seperti ngayah sebagai
wujud bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Arcanam (Berbhakti kepada Tuhan dengan cara memuja keagungan-Nya).


Rajin sembahyang dan berbakti kepada tuhan merupakan wujud bakti
kepada tuhan sebagai rasa syukur atas segala pemberiannya.

19

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
-

Bhagawad Gita merupakan ajaran yang berisikan mengenai dharma yeng


mengarahkan setiap orang untuk berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari
untuk mencapai kebebasan dunia dan lahir batin.

Dalam Bgawad Gita Bab XI berisikan tentang Wiswarupa Darsana Yoga,


Bentuk Semesta, menguraikan tentang Sri Krishna menganugrahkan
pengelihatan rohani kepada Arjuna. Ia memperlihatkan bentuk-Nya yang tidak
terhingga dan mengagumkan sebagian alam semesta. Dengan cara demikian,
Krishna membuktikan secara meyakinkan identitas-Nya sebagai Yang
Mahakuasa. Krishna menjelaskan bahwa bentuk-Nya Sendiri serba tampan dan
dekat dengan bentuk manusia adalah bentuk asli Tuhan Yang Maha Esa.
Seseorang dapat melihat bentuk ini hanya dengan bhakti yang murni.

Banyak implementasi dari ajaran Bhagawad Gita dalam kehidupa sehari-hari


diantaranya: yoga, sradha dan bhakti.

3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca adalah, seseorang hendaknya
selalu memahami dengan benar pengetahuan tentang ajaran agama, sebagai pedoman
di dalam menggunakan serta mampu melaksanakan kewajibannya dalam menuntut dan
mengamalkan ilmu pengetahuan.

20

DOA PENUTUP

Om dyauh santir antariksam santih


prthiwi santir apah santir
asadhayah santih wanaspatayah santir
wiswe dewah santir brahma santih
sarvam santih santir ewa santih
sa ma santir edhi
Ya Tuhan Yang Mahakuasa, anugerahkanlah kedamaian di langit, damai di bumi, damai di
air, damai pada tumbuh-tumbuhan, damai pada pepohonan, damai bagi para dewata,
damailah Brahma, damailah alam semesta. Semogalah kedamaian senantiasa datang pada
kami-

21

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia.2015.Bhagawadgita. terdapat pada http://id.wikipedia.org/wiki/Bhagawadgita.


Diakses pada tangggal 22 Mei 2015.
Darmayasa. 2014. Bhagawad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar. Yayasan Dharma Srthapanam
Wikipedia. 2015. Wiswarupa_Darsana_Yoga . Terdapat pada
http://id.wikipedia.org/wiki/Wiswarupa_Darsana_Yoga. Diakses pada tanggal 22 Mei 2015

Daiwa-Asura Sampad dan Implementasinya

Putu Armynda Ary Pratiwi

(1413021009)

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

DOA PEMBUKA

Om sam gacchadwam sam wadadwam


sam wo manamsi janatam
dewa bhagam yatha purwe
samjanana upasate
Om samani wa akutih
samana hrdayani wah
samanam astu wo
mano yatha wah susahasati
Om ano bhadrah krattawo yantu wiswatah

Ya Tuhan, hamba berkumpul di tempat ini hendak bicara satu dengan yang lain untuk
menyatukan pikir sebagai mana halnya para dewa selalu bersatu. Ya Tuhan, tuntunlah kami
agar sama dalam tujuan, sama dalam hati, bersatu dalam pikiran hingga dapat hidup bersama
dalam sejahtera dan bahagia. Ya Tuhan, semoga pikiran yang baik datang dan segala penjuru.

PRAKATA

Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, makalah yang berjudul Daiwa-Asura Sampad dan Implementasinya dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu maupun
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna membantu
proses penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, walaupun saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca untuk menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari.
Tidak lupa saya memohon maaf apabila dalam penulisan

makalah ini terdapat banyak

kesalahan.
Om Santih, Santih, Santih, Om.

Singaraja, 20 Mei 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DOA PEMBUKA

PRAKATA

ii

DAFTAR ISI.

iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan

1.5 Metode Penulisan.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bhagawad Gita.

2.2 Bhagawad Gita Bab Ke-16 (Daiva-Asura-Sampad Vibhaga Yoga)

2.3 Implentasi Bhagawad Gita Bab Ke-16 (Daiva-Asura-Sampad Vibhaga Yoga)

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan

13

3.2 Saran

13

DOA PENUTUP

14

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di antara makhluk Tuhan yang lainnya.
Manusia mempunyai pikiran yang tidak dimiliki oleh tumbuhan dan binatang, sebagai
makhluk yang sempurna hendaknya manusia memiliki sifat yang mulia. Tetapi pada
kenyataannya masih banyak manusia yang bersifat rendah, hanya memandang alam
semesta ini sebagai kumpulan material. Dalam pandangan mereka, makhluk hidup ada
hanya karena hubungan seksual tanpa ada campur tangan Tuhan. Bagi mereka, Tuhan
dianggap tidak ada. Hal ini dikarenakan manusia pada hakekatnya mempunyai dua sifat
yang berlawanan atau dualisme, dalam bertingkahlaku hendaknya manusia menggunakan
ajaran suci Tuhan sebagai pedoman untuk menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk.
Dalam agama Hindu terdapat ajaran mengenai sifat-sifat manusia. Sifat-sifat manusia
ada yang baik dan ada yang buruk. Dualisme sifat manusia Hindu dalam disebutkan dengan
nama Daiwi Sampad dan Asuri Sampad. Daiwi Sampad adalah sifat-sifat yang mulia (sifat
para Dewa) dan Asuri Sampad adalah sifat-sifat rendah dan buruk (sifat para Asura). Dalam
diri manusia kedua sifat yang berlawananan tersebut saling berjuang untuk berkuasa,
menyelimuti atau menguasai diri seseorang. Jika manusia memiliki sifat-sifat kedewataan,
maka kelak ia akan mencapai moksa sebaliknya jika manusia itu memiliki sifat-sifat asura
atau buruk ia akan menuju neraka. Dengan menggunakan Bhagawad Gita sebagai pedoman
hidup untuk menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan (sastra
pramana) maka manusia Hindu dapat mencapai tujuan tertinggi dalam hidup yaitu, Moksa.
Sebagai manusia kita harus selalu mengikuti setiap ajaran suci Tuhan dan dapat
memenangka sifat-sifat mulia atau sifat kedewataan yang ada dalam diri kita. Sehubungan
dengan latar belakang tersebut, maka penulis menyusun sebuah makalah yang berjudul
Daiwa-Asura Sampad dan Implementasinya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang dibahas ialah:
1. Apa yang dimaksud dengan Bhagawad Gita?
2. Bagaimana penjelasan mengenai sloka yang terdapat pada Bhagawad Gita bab ke-16?
3. Bagaimana implementasi ajaran yang terdapat pada Bhagawad Gita bab ke-16?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Bhagawad Gita.
2. Untuk mengetahui sloka yang terdapat pada Bhagawad Gita bab ke-16?
3. Untuk mengetahui implementasi ajaran yang terdapat pada Bhagawad Gita bab ke-16?

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah:
1.4.1 Bagi Penulis
Untuk melatih dan menambah pengalaman penulis dalam hal membuat makalah
khususnya Agama Hindu dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
Melalui makalah ini penulis juga dapat memperoleh pengetahuan baru tentang
ajaran yang terdapat pada Bhagawad Gita bab ke-16. Karena pada bab ke-16
membahas mengenai Daiwi dan Asura Sampad yaitu sifat rohani dan sifat jahat
yang terdapat dalam diri manusia. Bab ke-16 dapat digunakan sebagai pedoman
hidup untuk menentukan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Selain itu,
makalah ini juga dapat dijadikan bahan evaluasi pembuatan makalah-makalah
selanjutnya, agar menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
1.4.2 Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai ajaran yang terdapat pada
Bhagawat Gita bab ke-16 beserta implementasinya yang dapat dijadikan pedoman
dalam bertindak.

1.5 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kajian pustaka, yaitu
penulis mengumpulkan bahan-bahan materi dari sumber buku pedoman maupun artikel.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bhagawad Gita


Menurut (Wikipedia, 2015) Bhagawadgita (Sanskerta: ; Bhagavad-gt)
adalah sebuah bagian dari Mahabharata yang termasyhur, dalam bentuk dialog yang
dituangkan dalam bentuk syair. Dalam dialog ini, Kresna, kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa adalah pembicara utama yang menguraikan ajaran-ajaran filsafat vedanta,
sedangkan Arjuna, murid langsung Sri Kresna yang menjadi pendengarnya. Secara
harfiah, arti Bhagavad-gita adalah "Nyanyian Sri Bhagawan (Bhaga = kehebatan
sempurna, van = memiliki, Bhagavan = Yang memiliki kehebatan sempurna,
ketampanan sempurna, kekayaan yang tak terbatas, kemasyuran yang abadi, kekuatan
yang tak terbatas, kecerdasan yang tak terbatas, dan ketidakterikatan yang sempurna,
yang dimiliki sekaligus secara bersamaan). Bhagawad Gita tidak hanya sebagai
pedoman hidup bagi umat Hindu saja, tetapi Bhagawad Gita juga terkenal di negaranegara Barat. Bhagawad Gita tidak menjadikan orang berpaling dari agamanya, karena
Bhagawad Gita bukan kitab untuk merubah ciri duniawi melainkan menumbuhkembangkan nilai spiritual di dalam diri setiap pembacanya. Bhagawad Gita pertama
kali diterjemahkan dalam Bahasa inggris oleh Charles Wilkins pada abad ke-18
(Darmayasa, 2014). Bhagawad Gita merupakan nyanyian suci Tuhan yang dijadikan
sebagai pedoman dasar dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Sebagai
makhluk Tuhan yang paling sempurna, hendaknya dalam berpikir, berbicara dan
bertindak sesuai dengan ajaran suci Tuhan. Bhagawad Gita terdiri dari 18 bab yaitu
bab pertama tentang Arjuna Visada Yoga, bab kedua mengenai Sankhya Yoga, bab
ketiga mengenai Karma Yoga, bab keempat mengenai Jnana Yoga, bab kelima
mengenai Samnyasa Yoga, bab keenam tentang Dhyana Yoga, bab ketujuh tentang
Jnana-Vijnana Yoga, bab kedelapan mengenai Aksara-Brahma Yoga, bab kesembilan
mengenai Raja-Vidya Raja-Guhyam Yoga, bab kesepuluh tentang Vibhuti Yoga, bab
kesebelas tentang Visvarupa Darsana Yoga, bab keduabelas tentang Bhakti Yoga, bab
ketigabelas tentang Ksetra-Ksetrajna Vibhaga Yoga, bab keempatbelas tentang
Gunatraya Vibhaga Yoga, bab kelimabelas tentang Purusottama Yoga, bab
keenambelas tentang Daiva-Asura-Sampad Vibhaga Yoga, bab ketujuhbelas tentang
Sraddha TrayaVibhaga Yoga dan bab terakhir mengenai Moksa Samnyasa Yoga.

2.2 Bhagawad Gita Bab Ke-16 (Daiva-Asura-Sampad Vibhaga Yoga)


Sloka 1,2,3
sri bhagavan uvaca
abhayam sattva-samsuddhir
jnana-yoga-vyavasthitih
danam damas ca yajnas ca
svadhyayas tapa arjavam
ahimsa satyam akrodhas
tyagah santir apaisunam
daya bhutesv aloluptvam
mardavan hrir acapalam
tejah ksama dhrtih saucam
adroho nati-manita
bhavanti sampadam daivim
abhijatasya bharata
Terjemahan:
Sri Bhagavan Krsna bersabda: bebas dari segala jenis kecemasan, kebersihan, dan kesucian
bathin, demi pengetahuan suci memantapkan diri dalam pelaksanaan yoga, mengembangkan
sifat kedermawanan, mengendalikan indria-indria, melakukan persembahan-persembahan
suci, aktif mempelajari, kitab suci Veda, melakukan pertapaan, hidup sederhana, tidak
melakukan kekerasan, mempraktikkan kejujuran, mengendalikan amarah, bebas dari
keterikatan-keterikatan, kedamaian, tidak memfitnah, mengasihi semua makhluk, tidak
serakah, kelembutan bathin, bersikap sopan, ketabahan, bercahaya, suka mengampuni,
kemantapan hati, selalu menjaga kebersihan, tidak bersikap bermusuhan, tidak mengharapkan
penghormatan berlebihan, wahai keturunan Bharata, semua sifat-sifat mulia seperti itu akan
dimiliki oleh orang-orang yang sudah mencapai keinsyafan diri, wahai Arjuna.

Sloka 4
dambho darpo bhimanasca
krodhah parus yamevaca
ajsanam cabhijatasya
parthasampadam surim
Terjemahan:
Sifat munafik, sombong, angkuh, amarah, sikap kasar, dan juga kebodohan adalah sifat-sifat
tidak mulia bagi orang yang.., wahai Arjuna.
Sloka 5
daivi sampad vimoksaya
nibandhayasuri mata
ma sucah sampadam daivim
abhijato si pandava
Terjemahan:
Sifat-sifat mulia spiritual mengantarkan orang pada tujuan pembebasan dari kesengsaraan,
sedangkan sifat-sifat tidak mulia menyebabkan ikatan duniawi. Akan tetapi wahai putra Pandu,
engkau tidak perlu cemas karena engkau sudah mendapatkan sifat-sifat mulia spiritual.
Sloka 6
dvau bhuta-sargau lokesmin
daiva asura eva ca
daivo vistarasah prokta
asuram partha me srnu
Terjemahan:
Terdapat dua jenis makhluk hidup diciptakan di mayapada ini; yang satu bersifat suci mulia
dan yang satu lagi bersifat jahat. Aku sudah menyampaikan secara panjang lebar perihal sifatsifat suci mulia. Kini dengarkanlah dari-Ku, wahai Arjuna, tentang sifat-sifat yang jahat.
5

Sloka 7 pravrttim ca
nivrttim ca Jana na
vidur asurah
Na saucam napi cacaro
na satyam tesu vidyate

Terjemahan:
Orang-orang yang memiliki sifat jahat tidak mengerti tentang apa yang dilakukan dan apa yang
tidak pantas dilakukan. Mereka juga tidak menjaga kebersihan lahiriah (apalagi kebersihan
bathiniah). Bagi mereka, tidak ada istilah menjalankan kebenaran,atau pun mempertahankan
tingkah laku yang baik dan terpuji.
Sloka 8
asatyam apratistham te
jagad ahur anisvaram
aparaspara-sambhutam
kim anyat kama-haitukam

Terjemahan:
Mereka mengatakan bahwa alam semesta ini tidak benar adanya, tidak ada batas-batasnya, dan
juga tidak ada Tuhan yang mengendalikannya. Semua lahir hanya karena hubungan lelaki dan
perempuan. Oleh karena itu, hawa nafsu sajalah penyebabnya, lalu, apakah ada penyebab lain?

Sloka 9
etam drstim avastabhya
nastatmano lpa-buddhayah
prabhavan ugra-karmanah
ksayaya jagato hitah

Terjemahan:
Mereka yang mengembangkan kesadaran atheist seperti itu, mereka mengingkari kedudukan
sejati dirinya sebagai roh yang bersifat kekal abadi,kecerdasannya sangat rendah, selalu
melakukan perbuatan-perbuatan mengerikan, dan sesungguhnya mereka adalah musuh bagi
dunia, dan mereka lahir hanya untuk menghancurkan dunia.
Sloka 10
kamam asritya duspuram
dambha-mana-madanvitah
mohad grhitvasad-grahan
pravartante suci-vratah
Terjemahan:
Dengan berlindung pada hawa nafsu yang sesungguhnya tidak pernah dapat terpuaskan, orangorang yang terlena oleh kebanggaan, penghormatan,kebingungan dan khayalan, dan mereka
terlelap pada hal-hal yang kotor, disebabkan oleh pengaruh khayalan, maka mereka hidup di
dunia ini dengan berlindung pada hal-hal yang tidak benar.
Sloka 11
cintam aparimeyam ca
pralayantam upasritah
kamopabhoga-parama
etavad iti niscitah
7

Terjemahan:
Mereka berlindung pada hawa nafsu,yang sampai hari kematian pun tidak mungkin dapat
dipuaskan,maka mereka akan menjadi sibuk dalam mengumpulkan benda-benda duniawi dan
menikmati kepuasan-kepuasan duniawi, dan dengan penuh keyakinan mereka berpendapat,
apa yang ada,itulah hidup.
Sloka 12
asa-pasa-satair baddhah
kama-krodha-parayanah
ihante kama-bhogartam
anyayenartha-sancayan
Terjemahan:
Mereka terjaring oleh ratusan-ratusan keinginan dan hidupnya hanya diisi oleh pemuasan hawa
nafsu dan amarah.Mereka akan menjadikan tujuan hidupnya untuk menikmati kepuasan indriaindria, dan mereka akan berusaha terus menerus untuk mengumpulkan harta benda dengan cara
melanggar hukum.

2.3 Implentasi Bhagawad Gita Bab Ke-16 (Daiva-Asura-Sampad Vibhaga Yoga)


1. Sad Ripu
a. Kama (nafsu)
Menekan nafsu duniawi dengan sifat daiwi sampad antara lain menekan
nafsu untuk berfoya-foya, untuk melakukan hal-hal yang negatif lainya,
Manusia memang harus memiliki keinginan, tanpa keinginan hidup ini akan
terasa datar sekali. Tetapi keinginan yang sifatnya positif, seperti ingin jadi
dokter, guru dan lainnya. Keinginan yang terkendali akan menjadi teman
yang akrab bagi kita.
b. Lobha (tamak)
Dalam kehidupan sehari-hari jika kita hidup berkecukupan maka kita tidak
boleh tamak dan rakus, seperti jika ada orang lain yang kekurangan
makanan sebaiknya kita berbagi apa yang kita miliki dengan orang tersebut.
Dapat pula dilakukan dengan berdana punia dengan orang yang lebih
kekurangan dibandingkan dengan kita.
c. Krodha (kemarahan)
Dalam berpikir dan bertindak kita harus mengontrol kesabaran kita karena
sifat dan keadaan manusia tidaklah sama. Tidak marah jika ada hal yang
tidak sesuai dengan keinginan kita. Tidak memukul orang lain dan merusak
barang milik orang lain.
d. Moha (kebingungan)
Dalam kehidupan sehari-hari cara mengatasi moha adalah dengan selalu
berpedoman pada ajaran suci Tuhan seperti selalu sembahyang tepat waktu,
membaca nyanyian suci Tuhan atau Bhagawad Gita.
e. Mada (mabuk)
Cara menghindari musuh yang satu ini adalah menghindari minuman keras,
segala jenis judi dan hal yang tidak baik lainnya.

f. Matsarya (iri hati)


Selalu bersyukur atas segala yang kita punya adalah cara untuk
menghindari iri hati. Tidak mengeluh atas segala sesuatu yang kita hadapi
dan selalu pasrah atas jalan yang diberikan oleh Tuhan.
2. Tat Twam Asi
Tat Twam Asi juga merupakanimplementasi dari sifat-sifat Daiwi Sampad yang
dapat kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari antara lain, selalu menghargai
orang lain, tidak dengki dengan orang lain, menghargai apa yang kita punya dan
selalu bersyukur atas apa yang kita punya. Mengasihi semua makhluk, dan tidak
bersifat serakah terhadap kepunyaan orang lain.
3. Sad Atatayi
a. Agnida,
Agnida,yaitu membakar hak milik orang lain atau memusnahkan milik orang
lain. Kita tidak boleh membakar milik orang lain jika kita tidak sependapat
dengan orang tersebut. Kita harus tetap menghargai orang tersebut, jika ada
perbedaan pendapat dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat.
b. Wisada
Wisada, yaitu meracuni atau menyakiti orang lain. Jika orang lain tersebut
membuat kita marah, atau tidak sesuai dengan kita, kita harus menekan
amarah kita agar tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan seperti
meracuni orang lain.
c. Atharwa
Atharwa, yaitu melakukan atau menjalankan ilmu hitam (black magic) jika
kita beradu pendapat dengan orang lain sebaiknya kita melakukan
musyawarah dengan orang tersebut dan menghargai serta tolerasi terhadap
pendapat yang orang lain miliki, tidak menggunakan blak magic.
d. Sastraghna
Sastraghna, yaitu mengamuk atau merampok sehingga menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Saat ada sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak
kita, kita tidak boleh mengamuk karena hal yang sepele. Dan saat tidak
mempunyai uang kita tidak boleh merampok karena merampok merupakan
perbuatan yang bersifat Asuri Sampad.
10

e. Drathi Krama
Drathi Karma, yaitu memperkosa kehormatan seorang wanita. Jika ada
seorang laki-laki yang menyukai seorang wanita ia tidak boleh memaksa
wanita tersebut dan memperkoiasa wanita tersebut, ia harus meminang
wanita tersebut dengan baik-baik. Jika ia tidak diterima oleh wanita tersebut
maka ia harus menerima dengan lapang dada.
f. Raja Pisuna
Raja Pisuna, yaitu memfitnah atau menghasut dan mengadu domba
seseorang denga orang lain. Dalam keluarga pasti ada saja percekcokan dan
perbedaan pendapat, jika ada hal tersebut kita harus membantu melerai
bukannya malah menaburkan bensin ke daam api atau malah mengadu
domba antara orang-orang yang sedang bertikai.
4. Melaksanakan Tri Kaya Parisudha (tiga perilaku yang disucikan) Dengan
bepedoman teguh pada sifat Daiwi Sampad kita sebagai manusia Hindu harus
melaksanaan Tri Kaya Parisudha dengan baik.
a.

Manacika

: berpikir / pikiran yang baik dan suci.


Berpikir yangs sesuai dengan pedoman dasar,
seperti Bhagawad Gita khususnya pada bab
ke-16. Seperti kata Sri Krshna kita umat Hindu
Dharma yang baik harus berpikir yang suci
dan sesuai dengan dharna. Seperti tidak
berpikir untuk mencuri, tidak iri hati dan tidak
berpikir yang bersifat duniawi saja.

b.

Wacika

: berkata / perkataan yang baik dan benar.


Berkata sesuai dengan dharma seperti tidak
berkata kasar kepada orang lain.

c.

Kayika

: berbuat / laksana yang baik dan jujur Selalu


berbuat jujur seperti tidak mencuri, tidak
memperkosa wanita bagi seorang laikilagi tidak melakukan hal-hal yang negatif saja.

11

5. Adapun beberapa contoh sifat-sifat Daiwi Sampad dalam kehidupan sehari-hari ialah :
-

rajin membantu orang tua

hormat dan patuh terhadap orang tua

hormat dan sayang kepada guru

taat beragama

rajin belajar dan bekerja

bersosialisasi di masyarakat dengan baik

mencintai alam semesta

berkata, berprilaku yang sopan

12

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Bhagawad Gita adalah nyanyian suci Tuhan.
2. Daiwi Sampad adalah sifat-sifat yang mulia atau sifat kedewataan dan Asuri
Sampad adalah sifat-sifat yang rendah atau sifat asura.
3. Implementasi Daiwi Sampad dalam kehidupan sehari-hari adalah mengikuti
pedoman dasar yaitu ajaran suci.

3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah selalu berpedoman teguh pada
ajaran dharma dan agama. Dalam bertindak dan berperilaku kita harus
berpegang teguh pada ajaran Daiwi Sampad.

13

DOA PENUTUP

Om anugraha manoharam
devadatta nugrahaka
arcanam sarwa pujanam
namah sarwa nugrahaka
Om ksama swamam jagadnatha
sarwa papa hitankarah sarwa
karya sidham dehi pranamya
suryeswaram
Om santih, santih, santih, Om

Ya Tuhan limpahkanlah anugrahMu yang menggembirakan kepada hamba. Tuhan yang maha
pemurah, semoga Tuhan melimpahkan segala anugrah kepada hamba. Ya Tuhan, pelindung
alam semesta, pencipta semua makhluk, ampunilah dosa hamba dan anugrahilah hamba
dengan keberhasilan atas semua karya. Tuhan yang memancarkan sinar suci, ibaratnya sang
surya memancarkan sinarnya, hamba sujud kepadaMu. Ya Tuhan, semoga damai, damai di
hati, damai di dunia, damai selama-lamanya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Darmayasa. 2014. Bhagawad Gita ( Nyanyian Tuhan ). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam.
Wikipedia.

2015.

Bhagawadgita.

Yang

terdapat

http://id.wikipedia.org/wiki/Bhagawadgita. Diakses pada tanggal 20 Mei 2015.

pada

AGAMA HINDU
Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita Bab IX

DISUSUN OLEH

Ni Putu Ayu Pristayani

(1413021010)

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI..iii
BAB 1. PENDAHULUAN..1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................2
1.3 Tujuan. ...2
1.4 Manfaat...........................................................2
1.5 Metode Penulisan .3.
BAB 1I. PEMBAHASAN ... 4
BAB 1II. PENUTUP19
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan buku yang
berjudul Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita Bab IX.
Dapat diselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun sebagai tugas akhir
agama hindu dan untuk menambah wawasan mengenai Bhagavad Gita
Laporan ini dapat terselesaikan dengan waktu yang relatif singkat berkat bantuan yang
bersifat material maupun spiritual dan dorongan, arahan serta bimbingan dari Bapak/Ibu Dosen
Pengampu Mata Kuliah dan teman-teman serta dari pihak masyarakat atau lain. Untuk itu penulis
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dosen Pengampu Mata Kuliah Agama Hindu yang telah memberikan motivasi dan
informasi terkait dengan penyusun laporan ini.
2. Mahasiswa/Mahasiswa yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan penulis miliki. Dan mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi
masyarakat luas/pembaca untuk perkembangan pengetahuan.

Singaraja, Juni 2015


Penulis

DOA PEMBUKA
Om Awighnam Astu Namo Sidham
Om Adityasy param jyoti
Rakta tejo namostute
Sweta pankaja madhyastha
Bhskarya namostute
Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah swaha
Artinya :
Ya Tuhan, Semoga atas berkatmu tiada halangan yang menghadang, Om,
kepada dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada siwa yang sesungguhnyalah
berada dimana mana, kepada dewa yang bersenayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai
satu tempat, kepada Adhanaresvari , hamba menghormat beliau

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Raja yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan atau moksa.
Melalui raja marga yoga seseorang akan lebih cepat mencapai moksa, tetapi tantangan yang
dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa dengan jalan ini diwajibkan
mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna untuk dapat menuntun dirinya ke arah
tersebut. Adapun tiga jalan pelaksanaan yang ditempuh oleh para raja yogin untuk mencapai
moksa yaitu melakukan tapa, brata yoga atau Samadhi.
Hakekat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan raja dari semua ilmu (vidya)
yaitu ajaran Ketuhanan. Hal ini disebabkan karena semua yang ada di alam semesta ini
berasal dari Tuhan dan oleh karena itu mempelajari Ketuhanan Yang Maha Esa dianggap
sangat mulia dan ilmunya adalah tertinggi dari semua ilmu. Artinya ilmu-ilmu lainnya
bersifat suplemen.
Pengetahuan dikatakan memiliki sifat analogis ini menurut kitab suci Hindu disebut
brahmawidya atau Brahmatattva Jnana. Brahma berarti Tuhan, atau gelar yang diberikan
kepada Tuhan sebagai yang memberikan kehidupan pada semua ciptaanNya, Yang Maha
Kuasa. Widya atau Jnana kedua-duanya berarti ilmu. Tattva berarti hakikat tentang Tat (Itu,
yaitu Tuhan dalam bentuk Nirguna Brahman). Tattva Jnana artinya sama dengan ilmu
tentang hakikat, yaitu ilmu tentang Tuhan.
Pengendalian diri tersebut penting untuk dilakukan guna memahami potensi yang
ada dalam diri dan memahami segala kelebihan maupun kekurangan yang ada dalam diri
kita. Menguasai setiap hawa nafsu atau keinginan kita dan memanfaatkan semua yang ada
dalam diri untuk berdharma demi kepentingan bersama. Sehingga dengan memahami hal

tersebut, kita akan menjadi pribadi yang baik dan mampu menciptakan suasana tentram di
masyarakat. Selain itu, pengendalian diri juga berfungsi untuk membatasi setiap hal yang kita
lakukan sehingga tidak keluar dari batas kewajaran dan tetap berpedoman pada dharma.
Melalui yoga dan Samadhi kita dapat mengintroveksi diri kita sendiri.
Hakekat ajaran - ajaran raja yoga, termuat dalam Bhagavad Gita Bab IX yang
berjudul Raja Vidya Raja Guhya Yoga. Dimana pada bab ini menjelaskan tentang kebesaran
dari ilmu ketuhanan. Maka dengan demikian, apabila hendak melakukan bhakti atau
sembahyang, maka tujuan sembahyang adalah kepada Yang Maha Esa, apapun gelar yang
diberikan kepadaNya. Semua harus mencari perlindungan kepadaNya.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis dapat mengangkat suatu judul Mencapai
Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita Bab IX sebagai motivasi
untuk mempelajari ilmu ketuhanan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasakan latar belakang diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah yang
dibahas dalam makalah ini yaitu :
1.2.1 Bagaimana inti sari ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi Bhagavad
Gita Bab IX ?
1.2.2 Bagaimana keterkaitan ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi
Bhagavad Gita Bab IX dengan ajaran ajaran agama Hindu yang lainnya?
1.2.3 Bagaimana implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi
Bhagavad Gita Bab IX dalam kehidupan?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
makalah ini yaitu :
1.3.1 Untuk menjelaskan inti sari ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi
Bhagavad Gita Bab IX.
1.3.2 Untuk menjelaskan keterkaitan ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi
Bhagavad Gita Bab IX dengan ajaran ajaran agama Hindu yang lainnya.

1.3.3 Untuk menjelaskan implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam
filosofi Bhagavad Gita Bab IX dalam kehidupan.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diperoleh dari penyusunan makalah ini yaitu :
1.4.1 Memperoleh pengetahuan mengenai inti sari ajaran mencapai moksa melalui raja yoga
dalam filosofi Bhagavad Gita Bab IX.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan keterkaitan ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam
filosofi Bhagavad Gita Bab IX dengan ajaran ajaran agama Hindu yang lainnya.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam
filosofi Bhagavad Gita Bab IX dalam kehidupan.

1.5 Metode Penulisan


Penulis menggunakan metode pengumpulan data yaitu :
1.5.1 Metode Kepustakaan
Yang dimaksud dengan Metode kepustakaan ( Library Reseach ) adalah
mengumpulkan data dengan membaca buku-buku yang relevan untuk membantu di dalam
menyelesaikan dan juga untuk melengkapi data yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas (Fourseason,2012).

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Inti Sari Ajaran Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita
Bab IX
Moksa, berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata Muc yang berarti
membebaskan atau melepaskan. Dengan demikian kata Moksa berarti kelepasan atau kebebasan.
Dari segi istilah, Moksa disamakan dengan nirwana dan nisreyasa atau keparamarthan.
Kebebasan dalam pengertian Moksa adalah suatu keadaan terlepasnya Atman dari ikatan maya
sehingga dapat menyatu dengan Brahman. Bagi orang yang telah mencapai Moksa, mereka
berarti telah mencapai alam Sat Cit Ananda, yaitu kebahagiaan yang tertinggi.
Raja Yoga, Kata Raja berarti yang memimpin, yang tertinggi atau yang terkemuka. Raja
Marga artinya jalan yang tertinggi sedangkan Raja Marga Yoga berarti jalan atau usaha tertinggi
untuk menghubungkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa melalui jalan yoga yang tertinggi.
Kalau dua jalan yang sebelumnya, yakni Bhakti Marga Yoga dan Karma Marga yoga disebut
Pravrtti marga, yakni jalan yang umum dan mudah dilaksanakan oleh umat awam pada
umumnya, maka dua jalan yang lain yaitu Jnana Marga Yoga dan Raja Marga Yoga disebut
Nivrtti Marga ,yang artinya jalan yang tidak umum atau bertentangan dengan dua yang
sebelumnya. Raja marga Yoga memerlukan pengendalian diri, disiplin diri, pengekangan dan
penyangkalan terhadap hal hal yang bersifat keduniawian. Seseorang yang mempunyai bakat
untuk itu dan mendapatkan seorang guru yang tepat untuk menuntunnya, maka yang
bersangkutan akan berhasil mengikuti Raja Marga Yoga ini. Sebenarnya bila kita kaji lebih jauh,
Yoga teristimewanya Yoga Marga adalah jalan yang segera nampak hasilnya bila dilakukan
dengan ketekunan di bawah bimbingan seorang guru rohani atau Yogi (Merta, 2011)
Bhagavad Gita Bab IX, membahas hakekat dasar-dasar ajaran Raja Yoga dengan judul
Raja Vidya Raja Guhya Yoga. Hakekat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan raja dari
semua ilmu (vidya) yaitu ajaran Ketuhanan. Hal ini adalah karena segala apa yang ada di alam
semseta ini berasal dari Tuhan dan karena itu mempelajari Ketuhanan Yang Maha Esa dianggap
sangat mulia dan ilmunya adalah tertinggi dari semua ilmu. Artinya ilmu-ilmu lainnya bersifat

suplemen. Dalam hubungan ini Krsna tidak saja menjelskan arti dan kedudukan Tuhan sebagai
Brahman, sebagai Bapak atau sebagai Pelindung dan Pencipta tetapi juga bagaimana alam
semesta ini diciptakan. Bila hendak melakukan bhakti atau sembahyang maka tujuan
sembahyang adalah kepada Yang Maha Esa itu, apapun nama atau gelar yang diberikan
kepadaNya. Semua harus mencari perlindungan kepadaNya dan dengan demikian Krsna
mengajarkan Tuhan sebagai poros dari semua ciptaan dan kebaktian.
Sri-bhagavan uvaca
Idam tu te guhyatamam
Pravaksyamy anasuyave
Jnanam vijnana-sahitam
Yaj jnatva moksyase subhat
(Bhagavad Gita IX, 1)
Artinya :
Sri bhagavan bersabda: Wahai Arjuna yang sudah terbebas dari rasa iri hati,
akan Aku sampaikan pengetahuan yang sangat rahasia ini kepadamu. Pengetahuan ini
penuh dengan pengetahuan pengetahuan sangat suci dan juga pengetahuan praktis
yang patut di pahami. Setelah memahaminya, engkau akan terbebaskan dari hal hal
yang tidak berberkah.
Raja-vidya raja-guhyam
Pavitram idam uttamam
Pratyaksavagamam dharmyam
Su-sukham kartum avyayam
(Bhagavad Gita IX, 2)
Artinya :
Pengetahuan ini yang akan Kuajarkan kepada-mu adalah raja dari segala ilmu
pengetahuan dan merupakan pengetahuan yang paling rahasia. Pengetahuan ini sangat
suci dan maha utama. Pengetahuan ini penuh dengan prinsip dharma sangat tinggi,
bersifat kekal abadi, ia sangat mudah dipraktikkan, dan bila dilaksanakan maka ia akan
memberikan pahala yang segera.
Asraddadhanah purusa
Dharmasyasya parantapa

Aparapya mam nivartante


Mrtyu-samsara-vartmani
(Bhagavad Gita IX, 3)
Artinya :
Mereka yang tidak yakin terhadap pengetahuan maha utama yang akan
Kuajarkan kepadamu ini, wahai Parantapa, mereka tidak akan sampai kepada- Ku,
sebaliknya mereka akan mengalami kesengsaraan dalam perputaran kelahiran dan
kematian berulang kali.
Maya tatam idam sarvam
Jagad avyakta-murtina
Mat-stham sarva-bhutani
Na caham tesv avasthitah (Bhagavad Gita IX,4)
Artinya :
Seluruh alam semesta material ini ditutupi oleh Wujud-Ku yang tidak
berbentuk, dan seluruh makhluk hidup berada di dalam Diri-Ku, akan tetapi, Aku tidak
berada di dalam mereka.
Mahatmanas tu mam partha
Daivim prakrtim asritah
Bhajanty ananya-manaso
Jnatva bhutadim avyayam (Bhagavad Gita IX,13)
Artinya :
Akan tetapi, wahai partha, roh roh mulia yang pikirannya tidak bercabang
kesana ke mari, mereka selalu berlindung pada alam rohani. Mereka mengetahui DiriKu sebagai Asal Mula dari segala ciptaan dan bersifat kekal abadi.
Aham kratur aham yajnah
Svadhaham aham ausadham
Mantro ham aham evajyam
Aham agnir aham hutam
Pitaham asya jagato
Mata dhata pitamahah
Vedyam pavitram omkara

Rk sama yajur eva ca


Gatir bharta prabhuh saksi
Nivasah saranam suhrt
Prabhavah pralayah sthanam
Nidhanam bijam avyayam (Bhagavad Gita IX, 16,17,18)

Artinya :
Aku adalah persembahan suci Kratu, Aku adalah korban suci Yajna, Aku
adalah persembahan Svadha untuk leluhur, Aku adalah tumbuhan obat, Aku adalah
Mantra suci, Aku juga adalah minyak persembahan suci Ghi, Akulah api suci , dan
Akulah persembahan pada Api suci, Aku adalah Aksara Suci OM yang patut diketahui,
Aku juga adalah Rg, Sama, Yajur Veda. Dan bagi alam semesta ini Aku adalah Bapak,
Ibu, Kakek, tujuan, pemelihara, Tuhan Yang Maha Kuasa, saksi, tempat tinggal, tempat
berlindung, kawan yang paling akrab, pencipta, pelebur, tempat bersandar, gudang, dan
juga benih abadi.
2.2 Keterkaitan Ajaran Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita
Bab IX dengan Ajaran Ajaran Agama Hindu yang Lainnya
Moksa merupakan salah satu sradha (keyakinan) dalam Agama Hindu yang merupakan
tujuan hidup tertinggi Agama Hindu. Dalam kitab Sarasmuscaya 35, disebutkan sebagai berikut
Ekam yadi bhawedcchastram creyo
Nissamcayam bhawet,
Bahutwadiha castranam guham
Creyah prawecitam (Sarasmuscaya 35)
Artinya :
Sesungguhnya hanya satu saja tujuannya agama, mestinya tidak sangsi lagi
orang tentang yang disebut kebenaran yang dapat membawa ke surga maupun moksa,
semua menuju kepada-Nya akan tetapi masing masing berbeda beda caranya,
disebabkan oleh kebingungan sehingga yang tidak benar dibenarkan, ada yang
mengatakan bahwa di dalam gua yang besarlah tempatnya kebenaran itu
Dalam mencapai moksa melalui raja yoga, para yogi/sesorang harus mengetahui asta
aiswarya yang mana merupakan delapan kemahakuasaan tuhan Asta Aiswarya adalah bentuk dan

sifat ke-Maha-Kuasa-an Sanghyang Widhi skala dan niskala, yang terdiri dari delapan kekuatan,
sehingga Aiswarya sering pula disebut Asta Aiswarya yaitu Kedelapan bentuk dan sifat ini
bersemayam pada-Nya yang dilambangkan sebagai Singhasana meliputi seluruh alam semesta,
terpusat pada empat kekuatan aktif (Saraswati, 2011). Adapun bagian bagian Asta Aiswarya
adalah sebagai berikut :
1. Anima artinya sifat sanghyang widhi maha kecil,lebih kecil dari bena terkecil(atom).
2. Lagina artinya sanghyang widhi maha ringan,lebih ringan dari benda yang
teringan(eter) atau lebih ringan dari pada gas,sanghyang widhi mampu mengambang
diudara dan terapung diair.
3. Mahima artinya sanghyang widhi maha besar,lebih besar dari benda yang
terbesar,sanghyang widhi meresapi dan memenuhi segala tempat,tiada ruang yang
kosong bagi beliau,beliau ada didalam dan diluar alam ini.
4. Prapti artinya tiba,maksudnya segala tempat terjangkau oleh sanghyang widhi,tidak
terbatas oleh ruang dan waktu,pada saat bersamaan beliau berada disegala tempat.
5. Prakamya artinya segala kehendak dan keinginan sanghyang widhi akan
terwujud,segala keinginan beliau pasti tercapai,tidak ada yang tidak tercapai.
6. Isitwa artinya sanghyang widhi maha utama atau sifat sanghyang widhi sangat
mulia,sanghyang widhi selalu unggul,mengungguli segalanya.
7. Wasitwa artinya sifat sanghyang widhi maha kuasa,beliaulah yang berkuasa didunia
ini,beliaulah yang paling menentukan atas kelahiran,kehidupan dan kematian semua
mahluk didunia ini,beliaulah yang menentukan terciptanya dunia(sresti) dan beliau
pulalah yang melebur atau mengembalikan ini keasalnya(pralaya).
8. Yatrakamawasayitwa artinya segala kehendak sanghyang wihi akan terlaksana dan
tidak ada yang menentang kodratnya.
Seorang raja yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan rohani untuk
mencapai moksa melalui astangga yoga yaitu delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa
(Siralita,2012) Astangga yoga diajarkan oleh Maharsi Patanjalai dalam bukunya yang disebut
yoga sutra patanjali. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga adalah sebagai berikut :
1. Yama
Yama yaitu suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh seseorang dari segi
jasmani. Dalam kitab Bhagavad Gita V, 27-28, disebutkan sebagai berikut :

Sparsan krtva bahir bahyams


Caksus caivantare bhruvoh
Pranapanau samau krtva
Nasabhyantara-carinau
Yatendriya-mano-buddhir
Munir moksa-parayanah
Vigateccha-bhaya-krodho
Yah sada mukta eva sah (Bhagavad Gita V, 27- 28)
Artinya :
Seorang yogi yang membiarkan objek objek luar tetap berada di luar, dan
memusatkan pandangan matanya di tengah tengah kedua alis, menyeimbangkan
keluar dan masuknya nafas hidup Prana dan Apana di (kedua lobang) hidung, yang
sudah mengendalikan indria indria, pikiran dan kecerdasannya, dia yang hanya
menjadikan pembebasan dari perputaran kelahiran dan kematian sebagai tujuan dari
praktik spriritualnya, yang sudah terbebaskan dari segala keinginan, kecemasan dan
kemarahan, orang suci seperti itu mencapai pembebasan untuk selamanya.
Dalam agama Hindu dikenal 10 larangan yang dikenal sebagai dasa yama brata, yaitu :
a. Anresangsya atau Arimbawa - tidak mementingkan diri sendiri
b. Ksama artinya suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan.
c. Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang.
d. Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain.
e. Dama artinya dapat menasehati diri sendiri.
f. Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran.
g. Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama makhluk.
h. Prasada artinya berpikir dan berhati suci dan tanpa pamrih.
i. Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun.
j. .Mardhawa artinya rendah hati, tidak sombong dan berpikir halus.
2. Nyama
Nyama yaitu pengendalian diri yang lebih bersifat rohani. Dalam Hindu dikenal 10
macam suruhan untuk mengendalikan diri, yang disebut Dasa Nyama Brata, yang terdiri dari
:

a. Dhana artinya suka berderma tanpa pamrih.


b. Ijya artinya pemujaan terhadap Hyang Widhi dan leluhur.
c. Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi agar dapat mencapai
ketenangan bathin.
d. Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran kepada Hyang Widhi.
e. Upasthanigraha artinya pengendalian hawa nafsu birahi.
f. Swadhyaya artinya tekun mempelajrai ajaran-ajaran suci dan pengetahuan umum.
g. Bratha artinya taat akan sumpah dan janji.
h. Upawasa artinya berpuasa atau pantang terhadap suatu makanan dan minuman
yang dilarang dalam ajaran agama.
i. Mona artinya membatasi perkataan.
j. Snana artinya tekun melakukan penyucian diri tiap hari dengan jalan mandi dan
sembahyang.
3. Asana
Asana yaitu sikap duduk yang baik, menyenangkan, teratur, disiplin serta sempurna.
4. Pranayama
Yaitu sikap pengaturan keluar masuknya napas sehingga mencapai ketenangan yang
ditempuh dengan tiga jalan, yaitu
-

Puraka (menarik napas)

Kumbhaka (menahan napas)

Recaka (mengeluarkan napas)

5. Pratyahara
Pratyahara yaitu mengontrol atau mengendalikan indria dari ikatan objeknya sehingga
orang dapat melihat hal hal suci.

6. Dharana
Dharana yaitu usaha usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang
diinginkan.
7. Dhyana
Dhyana yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu objek.
Dalam kitab Bhagavad Gita VI,15, disebutkan sebagai berikut :

Yunjann evam sadatmanam


Yogi niyata-manasah
Santim nirvana-paramam
Mat-samstham adhigacchati (Bhagavad Gita VI,15)

Artinya :
Seorang Yogi yang sudah menguasai pikirannya secara sempurna, dan dengan
tetap menjaga pengendalian pikiran seperti itu ia hendaknya senantiasa memusatkan
kesadarannya kepada-Ku, maka dengan mantap berada di dalam diri-Ku ia akan
memperoleh kedamaian yang kekal abadi.
8. Samadhi
Samadhi yaitu penyatuan Atman (sang diri sejati) dengan Brahman. Apabila
seseorang melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh sungguh, ia akan dapat
menerima getaran getaran suci dan wahyu Tuhan. Dalam Bhagawadgita dinyatakan sebagai
berikut :

Yogi yuhjita satatam


Atmanam rahasi stitah,
Ekaki yata chittatma
Nirasir aparigrahah (Bhagavad Gita VI, 10)
Artinya :
Seorang Yogi yang sudah membebaskan dirinya dari rasa memiliki sesuatu,
bebas dari keinginan keinginan duniawi, sudah menguasai badan dan pikirannya, dia
hendaknya memantapkan dirinya hidup menyepi di dalam kesendirian dengan
senantiasa menghubungkan kesadarannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Lebih lanjut dalam Bhagawadgita bahwa ketenangan hanya ada pada mereka yang
melakukan yoga.
Prasanta manasam hy enam
Yoginam sukham uttamam
Upaiti santa rajasam

Brahma bhutam akalmasam (Bhagavad Gita VI, 27)


Artinya :
Oleh karena pikiran seorang yogi yang sudah mencapai kedamaian sejati,
yang sudah terbebas dari dosa dosa, yang kerlap kerlip sifat kenafsuannya sudah
menjadi tenang, seorang yogi yang sudah berda dalam penyatuan kesadaran seperti itu
pasti akan mencapai kebahagiaan tertinggi.
2.3 Implementasi Ajaran Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad
Gita Bab IX dalam Kehidupan
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi Bhagavad Gita
Bab IX dalam kehidupan yaitu :
a. Hari Raya Nyepi
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui

raja yoga dapat dilihat pada

perayaan hari suci Nyepi dimana umat Hindu dianjurkan melakukan tapa, yoga, dan semadi
(Subadra, 2001). Brata tersebut didukung dengan Catur Brata Nyepi sebagai berikut :
1. Amati Agni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
2. Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan
kegiatan menyucikan rohani.
3. Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian melainkan mawas diri.
4. Amati Lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusatan
pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi.
Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari Prabata yaitu fajar menyingsing
sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam. Dimana pada hari raya nyepi
ini semua inderiya kita dilatih untuk dapat menahan hal hal yang bersifat keduniawian.
Sehingga pada hari raya nyep tersebut umat manusia sebenarnya sudah mencapai moksa
secara sekala, yang dimaksud mencapai moksa di sekala yaitu adanya kedamaian karena pada
hari raya nyepi tersebut seluruh aktvitas masyarakat di henti senja, adanya udara sejuk
(oksigen yang bebas dari polusi), dan lain sebagainya. Dan secara niskala untuk mencapai
moksa melalui raja yoga pada hari raya nyepi, yaitu karena pada hari raya nyepi sunyi,
tentram dan damai sehingga para seseorang dapat berkonsentrasi tinggi dalam tapa, yoga dan
Samadhi untuk mencapai moksa melaui raja yoga ( mencapai pengetahuan yang suci dan
maha utama dari Ida Sang Widhi Wasa)

b. Melaksanakan introspeksi atau pengendalian diri


Implementasi ajaran mencapai moksa melalui

raja yoga yaitu melaksanakan

introspeksi atau pengendalian diri. Hal ini dimaksudkan setiap umat manusia di dunia harus
bisa mengintropeksi atau mengendalikan dirinya dari hal hal yang bersifat buruk atau
keduniawaan khususnya sad ripu yaitu enam jenis musuh yang terdapat dalam diri manusia
meliputi :
a. Kama artinya hawa nafsu atau keinginan yang negatif (keinginan yang tidak terkendali)
b. Lobha artinya loba, tamak, rakus, (gelah anak, gelah aku)
c. Krodha artinya kemarahan, kebencian, emosi
d. Moha artinya kegusaran atau kebingungan, tidak tahu jalan yang benar
e. Mada artinya kemabukan, tidak dapat mengontrol diri
f. Matsarya artinya irihati, atau dengki, iri melihat orang berbahagia dan senang melihat
orang menderita.
Sehingga melaui intropeksi atau pengendalian diri kita mengandalikan enam
musuh terrsebut dan dapat mencapai tujuan hidup yaitu moksa dengan jalan raja yoga,
dimana untuk mencapai hal tersebut umat manusia harus bisa melepaskan atau mengendalikan
diri dari sad ripu tersebut agar bisa mencapai Kaki Padma Tuhan atau mencatu dengan tuhan.
c. Menjalin hubungan kemitraan secara terhormat dengan rekanan, lingkungan, dan
semua ciptaan Tuhan di alam semesta ini
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu menjalin hubungan
kemitaraan secara terhormat dengan rekanan, lingkunan dan semua ciptaan tuhan di alam
semesta. Hal ini dimaksudkan adalah bahwa umat manusia hendak memiliki hubungan
yang harmonis antara makhluk hidup lainnya sesuai konsep tri hita karana yaitu tiga
penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan meliputi :
1. Parahyangan
Kata Parahyangan berasal dari bahasa sansekerta, dari kata Hyang,yang berarti
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi, kata parahyangan berarti hubungan yang harmonis
dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan demikian kita harus menjalin hubungan

yang harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dengan cara menjalankan perintahNYA dan menjauhi larangan-NYA.
2. Pawongan
Kata Pawongan berasal dari bahasa sansekerta, dari kataWong,yang berarti
orang atau manusia. Jadi, kata pawongan berarti hubungan yang harmonis antara manusia
dengan sesama manusia. Dengan demikian kita harus menjalin hubungan yang harmonis
dengan sesama manusia, dengan cara saling menghormati dan saling menghargai satu
sama lain.

3. Palemahan
Kata palemahan berasal dari bahasa sansekerta, dari kataLemah,yang berarti
lingkungan sekitar/alam semesta. Jadi, kata palemahan berarti hubungan yang harmonis
antara manusia dengan lingkungan sekitar/alam semesta.
Dengan demikian selain menjalin hubungan yang harmonis denga Tuhan dan sesama
manusia kita juga harus menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar/alam
semesta dengan cara menjaga lingkungan sekitar dari kerusakan. Maka dengan tercipta suasana
seperti itu moksa melalui jalan raja yoga, akan dapat tercapai dengan sempurna dan penuh
dengan rasa tali persaudaraan yang amat erat antara semua makhluk hidup dan ciptaan dari
Tuhan Yang Maha Esa.
d. Mengelola ashram yang bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual,
dan upaya pencerahan diri lahir batin
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu mengelola ashram yang
bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual, dan upaya pencerahan diri lahir batin.
Dimana umat manusia khusus para yogi (sulinggih) biasanya mengelola ashram, tujuan mereka
mengelola ashrama adalah untuk mendekati diri dengan Ida Sang Widhi Wasa dan untuk
membantu masyarakat orang buta tentang nilai nilai agama. Selain itu melalui ashram terebut
mereka dapat memberikan suatu pencerahan baik bagi diri mereka sendiri maupun masyakat
banyak. Maka dengan melakasanakan hal tersebut para yogi akan dapat mencapai moksa melalui
raja yoga dengan jalan penyerahan diri mereka secara lahir batnin.
e. Menerapakan ajaran Astangga Yoga dalam kehidupan

Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu menerapkan ajaran
Astangga yoga dalam kehidupan yaitu :
1. Aplikasi Asana
Asana merupakan sikap duduk yang nyaman, rileks dan tenang. Dalam
kehidupan sehari-hari orang-orang mungkin mengabaikannya karena tidak tahu bahwa
posisi duduk yang salah dapat mengakibatkan penyakit tulang seperti skoliosis, lordosis
dan kifosis serta gangguan peredaran darah. Ini kelihatan sepele akan tetati jika posisi
asana ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik sedang melakukan yoga ataupun
tidak maka akan dapat meminimalisasi penyakit yang ditimbulkan akibat kesalahan
duduk. Selama ini kita mengambil sikap asana hanya pada saat bersembahyang ataupun
yoga, padahal praktiknya kita lebih banyak menghabiskan waktu di luar kegiatan
tersebut. Jadi penting menerapkan sikap asana yang baik dalam kehidupan sehari-hari
2. Aplikasi Pranayama
Pranayama berarti mengatur pernafasan. Selama ini menjadi kelalaian dari
manusia bahwa menyadari nafas berarti menyadari akan hakekat Ketuhanan. Kita sering
mengabaikan bahwa bernafas yang baik merupakan cara untuk menjaga kesehatan. Akan
tetapi manusia di jaman sekarang cenderung mengabaikan serta kita sering tidak sadar
bahwa selalu berpikir optimis kalau besok kita pasti masih hidup, sedangkan kita tahu
bahwa nafas kita ini adalah kuasa dari Tuhan. Pranayama tidak semata-mata mengacu
kepada nafas masuk dan keluar dan kaitannya dengan fenomena fisika-kimia, tetapi jauh
lebih halus dari itu. Proses menarik, menahan dan mengeluarkan nafas hanyalah
gambaran kasar dari prana. Sebagaimana sesungguhnya ruji dikencangkan pada pusat
sebuah roda, demikianlah segala apa adalah terikat pada prana. Prana berjalan bersama
pada prana. Prana memberikan prana. Memberikan kehidupan pada mahluk yang hidup.
Bapak seseorang adalah prana. Ibu seseorang adalah prana. Saudara wanita seseorang
adalah prana, guru seseorang adalah prana, seorang Brahmana adalah prana. Sehingga
dikatakan bahwa dengan penguasaan pernafasan yang merupakan gambaran kasar dari
Prana itu sendiri seseorang dapat mengendalikan pikiran yang bergejolak, hawa nafsu
serta kelemahan badan. Bahkan dengan menguasai prana dengan baik, seorang praktisi
dapat mengalami fenomena metafisis yang tidak dapat dijelaskan oleh fenomena fisika
biasa. Jadi Pranayama tidak kita aplikasikan ketika ingin bersembahyang dan beryoga

saja akan tetapi dala praktek kehidupan sehari-hari karena porsi waktu kita jauh lebih
besar menjalani hal tersebut.

3. Aplikasi dari Prathyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi


Keempat sendi yoga yang pertama, yaitu Yama, Nyama, Asana dan
Pranayama adalah termasuk persiapan atau dengan kata lain baru kulit dari Yoga itu
sendiri. Sedangkan keempat sendi berikutnya yaitu Prathyahara, Dharana, Dhyana dan
Semadhi barulah merupakan arah menuju inti Yoga itu sendiri. Pratyahara berkaitan
dengan alat-alat indria yang secara ilmiah hanya ditujukan untuk menikmati hal-hal
material. Dalam kehidupan sehari-hari kita harus bisa mengendalikan semua indria-indria
ini karena panca indria ini apabila tidak dikendalikan maka sudah pasti kita akan jatuh ke
jurang neraka serta tidak akan bisa manunggal dengan Beliau. Mata sebagai indra
penglihatan digunakan untuk menikmati hal-hal yang spiritual, telinga untuk mendengar
diarahkan untuk mendengar nama-nama suci dan segala hal yang berkaitan dengan
spiritual, demikian juga dengan indra-indra yang lainnya, semuanya ditarik dari
kenikmatan duniawi dan diarahkan kepada kenikmatan rohani. Dengan cara demikian
orang dapat memperoleh penguasaan penuh atas alat-alat indrianya sehingga kita bisa
manunggal dengan Tuhan.
Diantara Dhyana dan Samadhi ada perbedaan mendasar. Dalam keadaan
renungan (dhyana) pikiran seseorang merenungkan (dhyata), perbuatan renungan
(dhyana) dan tujuan renungan (dhyaya) ketiganya masih dibedakan, namun dalam
keadaan samadhi, ketiganya melebur menjadi satu. Jika diasumsikan sebagai pelukis dan
lukisannya, kondisi dhyana adalah kondisi dimana sang pelukis masih berbeda dari
gagasan tentang melukis dan keduanya berbeda pula dengan lukisannya. Tetapi dalam
kondisi samadhi, pelukis tersebut begitu tercebur dalam karyanya sehingga ia, gagasan
dan karyanya lebur menjadi satu. Dalam keadaan samadhi, sang jiva berada begitu dekat
dengan Tuhan dan merasakan kebahagiaan luar biasa. Sehingga setelah seseorang
terbangun dari samadhi, pada dasarnya dia tidaklah sama dengan sebelumnya. Ia menjadi
berubah karena begitu lama berdekatan dan berhubungan secara pribadi dengan Tuhan, ia
mendapatkan tambahan kehangatan (waranugraha atau ananda dan vijnana). Pada tahap

ini seseorang dapat dikatakan sebagai seorang Siddha dan memperoleh kesaktiankesaktian mistis tertentu.
Dengan menerapkan ajaran astangga yoga, seseorang akan dapat mencapai
moksa melalui raja yoga dengan penuh rasa penyerahan diri. Dimana ajaran astangga
yoga kita diajarjakan tentang cara beryoga, tapa, Samadhi dengan baik sehingga
mencapai alam samdhi atau Kaki Padma Tuhan

f. Menerapkan filosofi tapasya, pangastawa, dan menerapkan ajaran agama Hindu


dengan baik dan benar menuju keluhuran diri sebagai mahluk sosial dan religi
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu menerapkan filosofi
tapasya, pangastawa, dan menerapkan ajaran agama Hindu dengan baik dan benar menuju
keluhuran diri sebagai mahluk sosial dan religi. Dimana seseorang atau khusus pemuka agama
(pemangku, sulinggih) menerapkan filosofi tapasya, pangastawa dengan baik dan benar. Seorang
sulinngih, beliau dapat melakasanakan tapa dapat saat beliau ngastawa banten, surya sewana atau
tapa yang lainya. Beliau dapat mencapai moksa melalui raja yoga dengan pengastawa dan tapa
beliau laksanakan dengan hikmah dan kenyakinan beliau, tujuan mereka adalah menuju
keluhuran diri sebagai makhluk sosial yang religious.

g. Menerapkan filosofi mulat sarira


Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu nenerapkan filosofi mulat
sarira, Mulat sarira, sebuah istilah yang sering dikutip oleh masyarakat Bali; mulat sarira bukan
sekedar konsep, dogma, atau doktrin agama tertentu, tapi sebuah ajakan bagi seluruh umat
manusia, terlepas dari perbedaan latar belakang agama, status sosial, ras, ideologi politik dan
ekonomi untuk kembali ke akarnya dan menemukan dirimu. Banyak orang lebih mudah
melihat kesalahan orang lain dibandingkan melihat lebih dalam dirinya sendiri. Ketika hal ini
kita sadari, banyak sekali rasanya kita melewatkan setiap detik yang berharga untuk sebuah
introspeksi diri. Mencari jati diri, dan mengenal diri sendiri merupakan pengembangan konsep
mulat sarira. Mengutip dari Anand Khrisna, Jadi ada, sebenarnya, dua aspek bagi mulat sarira.
Pertama ialah menemukan diri, dan kedua ialah apa yang hendak Anda lakukan

terhadapnya. Sayangnya aspek tersebut acapkali terlupakan. Kita memahami istilah tersebut, tapi
kita tak melakoninya. Ini seperti memegang resep medis di rumah dari seorang dokter ahli, tapi
kita tak meminum obatnya. Ini menyebabkan kondisi yang memprihatinkan dalam masyarakat
kita. Kenali dirimu sebelum engkau mengenali orang lain, karena ketika kita mengenali diri kita,
kita akan senantiasa untuk melihat kelebihan dan kekurangan, yang justru merupakan langkah
awak bagi kita untuk berbenah. Sama seperti filosofi daun yang gugur karena angin, bukan
karena angin yang sepoi-sepoi ataupun kencang, tetapi karena daun hanyalah daun, yang ketika
waktunya nanti akan gugur dan kembali pada ibu petiwi. Dengan mengenali diri kita sendiri,
seseorang akan dapat mencapai moksa melalui raja yoga dengan penyatuan diri kita dengan
pericikan tuhan (atma) yang ada di dalam diri kita.
h. Menerapkan filosofi ngedetin/ngeret indriya
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu Menerapkan filosofi
ngedetin/ngeret indriya. Dimana seseorang untuk mencapai moksa pada umat harus bisa
menerapakan ajaran ajaran agama selain itu menerapakan filosofi ngeret indriya sangat
diperlukan hal ini disebabkan karena, melalui ngeret indriya seseorang akan dapat mengenalikan
dirinya, mengenali dirinya dan kita akan berbuat di batas kewajaran. Biasanya orang sudah bisa
ngeret indriya kecenderuangan mereka lebih menjauhikan dari hal hal keduniawian dunia. Dan
untuk mencapai moksa melalui raja yoga mereka lakukan dengan terus menerapkan mawas diri
dari hal hal yang buruk dari dunia ini.
g. Menerapkan filosofi upawasa
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu menerapkan filosofi
upawasa, puasa dalam Hindu disebut Upawasa. Upawasa berasal dari bahasa Sansekerta yang
terdiri dari 2 kata, yaitu Upa dan Wasa. Upa artinya dekat atau mendekat dan Wasa artinya
Tuhan atau Yang Maha Kuasa. Jadi puasa atau Upawasa artinya mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa. Menurut Hindu, puasa itu tidak sekadar menahan rasa haus dan lapar, tidak
hanya untuk ikut merasakan miskin dan kelaparan, juga tidak untuk menghapus segala dosa
dengan janji surga. tetapi lebih dari hal tersebut, tujuan utama upawasa adalah untuk
mengendalikan nafsu indria, mengendalikan keinginan. indria harus berada di bawah

kesempurnaan pikiran dan pikiran berada di bawah kesadaran budhi. Jika Indria terkendali dan
pikiran terkendali maka kita akan dekat dengan kesucian, dekat dengan Tuhan. Dengan jalan
menerapkan filosofi upawasana seseorang akan dapat mencapai moksa melalui raja yoga dengan,
menahan segala hawa nafsu keduniawian yang ada di alam semesta ini.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.1.1 Inti sari ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi Bhagavad Gita Bab IX
yaitu membahas hakekat dasar-dasar ajaran Raja Yoga dengan judul Raja Vidya Raja
Guhya Yoga. Hakekat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan raja dari semua
ilmu (vidya) yaitu ajaran Ketuhanan. Hal ini adalah karena segala apa yang ada di alam
semseta ini berasal dari Tuhan dan karena itu mempelajari Ketuhanan Yang Maha Esa
dianggap sangat mulia dan ilmunya adalah tertinggi dari semua ilmu. Artinya ilmu-ilmu
lainnya bersifat suplemen. Dalam hubungan ini Krsna tidak saja menjelskan arti dan
kedudukan Tuhan sebagai Brahman, sebagai Bapak atau sebagai Pelindung dan Pencipta
tetapi juga bagaimana alam semesta ini diciptakan. Bila hendak melakukan bhakti atau
sembahyang maka tujuan sembahyang adalah kepada Yang Maha Esa itu, apapun nama
atau gelar yang diberikan kepadaNya. Semua harus mencari perlindungan kepadaNya
dan dengan demikian Krsna mengajarkan Tuhan sebagai poros dari semua ciptaan dan
kebaktian.
3.1.2 Keterkaitan ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi Bhagavad Gita Bab
IX dengan ajaran ajaran agama Hindu yang lainnya yaitu moksa melalui raja roga
banyak termuat dalam ajaran ajaran agama hindu yang lainnya seperti Astangga yoga,
Asta Aiswarya dan kitab suci agama hindu seperti sarasamuscaya.
3.1.3 Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam filosofi Bhagavad Gita
Bab IX dalam kehidupan yaitu Melaksanakan introspeksi atau pengendalian diri,
Menerapkan ajaran astangga yoga, Menjalin hubungan kemitraan secara terhormat
dengan rekanan, lingkungan, dan semua ciptaan Tuhan di alam semesta, Mengelola
ashram yang bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual, dan upaya
pencerahan diri lahir batin, Menerapkan filosofi mulat sarira, Menerapkan filosofi
ngedetin/ngeret indriya, Menerapkan filosofi upawasa, Menerapkan filosofi catur brata

panyepian, dan Menerapkan filosofi tapasya, pangastawa, dan menerapkan ajaran agama
Hindu dengan baik dan benar menuju keluhuran diri sebagai mahluk sosial dan religi.

3.2 Saran
3.2.1 Adapun saran yang saya sampaikan sehubungan dengan penulisan makalah ini, yaitu
sebagai mahasiswa sebaiknya melaksanakan moksa melalui raja yoga yang termuat
dalam Bhagavad gita, dengan melakukan hal tersebut kita akan lebih dekat dengan tuhan
atau menyatu dengan tuhan hingga mencapai Kaki Padma Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2013. Bhagawad Gita (Nyanyian Tuhan) Cetakan ke-8. Yayasan Dharma
Sthapanam : Denpasar
Merta, Made. 2011. Catur Marga Yoga. Dalam http://mertajaya.blogspot.com/2011/01/caturmarga-yoga.html. (diakses 1 Juni 2015)
Pudja, Gede MA. 1999.Sarasamuccaya. Bali : Departemen Agama RI
Saraswati. 2011 . Patanjali Raja Yoga.. Dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia. Raja Yoga :
Dasar-dasar Pemahaman dan Petunjuk-petunjuk Praktis bagi para Penekun.
www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=322&I
(diakses tanggal 1 Juni 2015)
Siralita, Made. 2012. 4 Jalan Mencari Tuhan. Dalam http://bigsmiled.blogspot.com/2012/06/4jalan-mencari-tuhan-agama-berasal.html. (diakses1 Juni 2015)
Subadra, Ida Bagus Nyoman.2001. Agama Hindu. Bali : Departemen Agama RI

DOA PENUTUP
Om ayu werdi yasa werdi
Wredi pradnyan suka sriam
Dharma Santana werdisyat santute sapta werdayah
Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha,
Om Santhi Santhi Santhi Om
Artinya :
Om, sang hyang widhi melimpahkan usia yang panjang, bertambah dalam
kemashuran, bertambah dalam kepandaian , kegembiraan dan kebahagian, bertambah dalam
dharma dan keturunan , tujuh pertambahan semoga menjadi bagianmu. Ya Tuhan, dalam wujud
Parama Acintya, yang maha gaib dengan karunia ini pekerjaan ini berhasil dengan baik, semoga
damai di hati.

AGAMA HINDU
Teori Konflik Menurut Bhagawad Gita

Oleh:
I Kadek Wirawan

NIM. 1413021011

KELAS : II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu,
Om Bhur Bwah Svah, Tat Savitur Varenyam,
Bhargo Devasya Dhimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah.

Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi,


Ya Tuhan, Pencipta Ketiga Dunia, Engkaulah sinar yang patut disemah, Hamba memusatkan
oikiran pada kecemerlangan-Mu, sinarilah Budhi/Pikiran hamba.
Semoga Pikiran yang baik datang dari segala penjuru.

Agama Hindu/Bab I Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/IIA

Doa Pembuka

PRAKATA
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Teori Konflik Menurut Pandangan Bhagawad Gita sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya tidak sedikit kendala yang penulis alami. Berkat
bantuan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut dapat penulis atasi.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah
ini bermanfaat.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Singaraja, 3 Juni 2015

Penulis

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

[Prakata] i

DAFTAR ISI

Doa Pembuka
Prakata .......................................................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii


BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Isi secara umum sloka-sloka
pada bagian akhir bab pertama Kitab Bhagawad Gita .............................. 3
2.2.Implementasi dari teori konflik
pada Bhagawad Gita bab pertama pada kehidupan sehari-hari ................ 8
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................... 14
3.2. Saran .......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
Doa Penutup

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

[Daftar Isi] ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bhagawad Gita (Pancama Weda) merupakan pedoman umat Hindu dalam berpikir,
berkata, dan berbuat. Setiap langkah yang diambil umat Hindu dalam kehidupan haruslah
berdasarkan Dharma yang sudah dituangkang dalam Kitab Bhagawad Gita.
Bhagawad Gita berisikan percakapan-percakapan yang terjadi antara Awatara Dewa
Wisnu (Krisna) dengan Arjuna pada cerita Mahabarata. Adapun percakapan pada Bhagawad
Gita ini, terkandung makna yang sangat mendalam yang kemudian dijadikan pedoman hidup
umat Hindu.
Pada Kitab Bhagawad Gita yang merupakan pedoman dalam beraktivitas bagi umat
Hindu terdapat beberapa bab yang terdiri dari beberapa sloka. Masing-masing bab tersebut
memiliki arti yang berbeda-beda. Pada bab pertama membahahas mengenai teori konflik
yang terjadi didalam diri Arjuna karena ia harus berperang melawan keluarga dan gurunya
untuk menegakkan Dharma.
Sering dijumpai didalam kehidupan sehari-hari, baik umat Hindu maupun non-Hindu
sering mengalami keraguan dalam beraktivitas. Keragu-raguan itu timbul karena ada dua
atau lebih pilihan atau kewajiban yang harus dilakukan, dimana kedua kewajiban tersebut
sangat bertentangan. Dari semua itu akan muncul dilema dan kebingungan yang sering
disebut Maha pada ajaran Sad Ripu, untuk mengendalikan kebingungan tersebut agar tidak
menguasai diri manusia, maka sangat perlu halnya untuk membahas lebih lanjut mengenai
Bhagawad Gita khususnya pada bab pertama yang berisikan tentang konflik dalam diri
Arjuna yang disebabkan oleh keragu-raguannya dalam mengambil keputusan saat harus
berperang melawan keluarga dan gurunya demi menegakkan Dharma.
Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul Teori
Konflik Menurut Pandangan Bhagawad Gita untuk membahas lebih lanjut mengenai
bab pertama bagian akhir dari Kitab Bhagawad Gita

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi
pokok permasalahan dibuatnya makalah ini, diantaranya :
1. Apa isi secara umum dari bab pertama bagian akhir Kitab Bhagawad Gita?
2. Bagaimana implementasi dari teori konflik pada Bhagawad Gita bab pertama pada
kehidupan sehari-hari?

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan ditulisnya makalah ini, antara lain :
1. Menjelaskan isi secara umum dari bab pertama bagian akhir Bhagawad Gita.
2. Menjelaskan implementasi dari teori konflik pada Bhagawad Gita bab pertama pada
kehidupan sehari-hari.

1.4. Manfaat Penulisan


Bagi Penulis
Adapun manfaat penulisan makalah ini bagi penulis adalah dapat meningkatkan
wawasan tentang Bhagawad Gita, khususnya pada bab pertama. Selain itu, penulis juga
dapat lebih mantap dan dapat menjelaskan lebih mendalam mengenai implementasi dari
Bhagawad Gita khususnya bab pertama.

Bagi Pembaca
Adapun manfaat makalah ini bagi pembaca adalah dapat meningkatkan
pemahaman mengenai Bhagawad Gita khususnya bab pertama dan mengetahui
implementasinya. Selain itu, makalah ini juga dapat digunakan sebagai refrensi dalam
penulisan makalah berikutnya.

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Isi secara umum sloka-sloka pada bagian akhir bab pertama Kitab Bhagawad Gita
Sloka 25
bhisma-drona-pramukhatah
sarvesam ca mahiksitam
uvaca partha pasyaitan
samavetan kurun iti
Terjemahan : Di Hadapan Bhisma, Drona, dan raja-raja dunia lainnya, Sri Krsna bersabda,
Wahai Paretha, lihatlah para Kuru yang telah berkumpul disini.
Sloka 26
tatrapasyat sthitan parthah
pitrn atha pitamahan
acaryan matulan bhratrn
putran pautran sakhims tatha
Sloka 27
svasuran suhrdas caiva
senayor ubhayor api
Terjemahan : Di sana, di tengah-tengah pasukan kedua belah pihak, Arjuna dapat melihat
ayah, kakek, para guru, paman dari keluarga ibu, saudara, putra, cucu, kawan, mertua, dan
orang yang mengharapkan kesejahteraan, semuanya hadir di sana.
tan samiksya sa kaunteyah
sarvan bandhun avasthitan
Sloka 28
krpaya parayavisto
visidann idam abravit
Terjemahan : Melihat mereka semua yang adalah sanak keluarganya, Arjuna tergugah rasaa
kasih sayang dan kemudian berkata :
arjuna uvaca
drstvemam svajanam krsna
yuyutsum samupasthitam
Sloka 29
sidanti mama gatrani
mukham ca parisusyati
vepathus ca sarire me
roma-harsam ca jayate
Terjemahan : Arjuna berkata, wahai Krsna, setelah melihat semua sanak keluarga hadir disini
dengan niat untuk bertempur, hamba merasa seluruh anggota badan bergetar, mulut terasa
kering, seluruh tubuh menjadi gemetar dan bulu roma pada berdiri.

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

Sloka 30
gandivam sramsate hastat
tvak caiva paridahyate
na ca saknomy avasthatum
bhramativa ca me manah
Terjemahan : Kulit hamba terasa terbakar dan Gandiwa terjatuh dari tangan hamba. Wahai
Kesava, hamba juga tidak mampu lagi berdiri, pikiran hamba menjadi kacau.
Sloka 31
nimittani ca pasyami
viparitani kesava
na ca sreyonuspasyani
hatva svajanam ahave
Terjemahan : Wahai Kesava, hamba melihat sebab-sebab smuanya terbalik. Hamba tidak
melihat adanya kebaikan apapun dengan membunuh para anggota keluarga didalam peperangan
ini.
Sloka 32
na kankse vijayam krsna
na ca rajyam sukhani ca
kim no rajyena govinda
kim bhogair jivitena va
Terjemahan : Wahai Krsna, hamba tidak menginginkan kemenangan, tidak juga kerajaan,
ataupun kesenangan. Wahai Govinda, apa gunanya kerajaan, hidup dan kesenangankesenangan seperti itu untuk kita?
Sloka 33
yesam arthe kanksitam no
rajyam bhogah sukhani ca
ta imevasthita yuddhe
pranams tyaktva dhanani ca
Terjemahan : Demi siapa kita menghasratkan kerajaan, kemewahan dan berbagai kesenangan,
mereka semua dengan pengorbanan harta dan nyawa kini berdiri disini siap untuk bertempur.
Sloka 34
acaryah pitarah putras
tathaiva ca pitamahah
matulah svasurah pautrah
syalah sambandhinas tatha
Terjemahan : Para guru, bapak-bapak, putra-putra, para kakek, paman-paman, mertua-mertua,
dan cucu-cucu, ipar-ipar, dan juga para sanak keluarga.
Sloka 35
etan na hantum icchami
ghnatopi madhusudana
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

api trailokya-rajasya
hetoh kim nu mahikrte
Terjemahan : Wahai Madhusudana, meskipun dngan imbalan memperoleh kerajaan Triloka,
hamba tidak akan membunuh mereka walaupun mereka menyerang hendak membunuh hamba.
Lalu, apa artinya dengan kerajaan di atas muka bumi ini?
Sloka 36
nihatya dhartarastran nah
ka pritih syaj janardana
papam evasrayed asman
hatvaitan atatayina
Terjemahan : Wahai Janardana, kesukaan apa yang akan kita peroleh dengan membunuh putraputra Dhrstaratra? Membasmi para pembunuh ini kita hanya akan mendapatkan dosa-dosa.
Sloka 37
tasman narha vayam hantum
dhartarastran svabandhavan
svajanam hi katham hatva
sukhinah syama madhava
Terjemahan : Oleh karena itu, wahai Madhava, kita tidak pantas membunuh putra-putra
Dhrstaratra yang adalah sanak keluarga sendiri. Bagaimana mungkin kita bisa menjadi orang
yang berbahagia dengan membunuh sanak keluarga sendiri?
Sloka 38
yady apy ete na pasyanti
lobhopahata-cetasah
kula-ksaya-krtam dosam
mitra-drohe ca patakam
Sloka 39
katham na jneyam asmabhih
papad asman nirvatitum
kula-ksaya-krtam dosam
prapasyadbhir janardhana
Terjemahan : Walaupun orang-orang ini yang pikirannya telah dikuasai oleh kelobaan, tidak
melihat dosa dalam membunuh keluarga sendiri atau kehancuran dalam bertengkar dengan
kawan-kawan, wahai Janardhana,
Sloka 40
kula-ksaya pranasyanti
kula-dharmah sanatanah
dharme naste kulam krtsnam
adharmobhibhavaty uta

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

Terjemahan : Dengan hancurnya sebuah dinasti, seluruh tradisi keluarga yang kekal
dihancurkan, dan dengan demikian sisa keluarga akan terlibat dalam kebiasaan yang
bertentangan dengan Dharma.
Sloka 41
adharmabhibavat krsna
pradusyanti kula-striyah
strisu dustasu varsneya
jayate varna-sankarah
Terjemahan : Wahai Sri Krsna, dengan merajalelanya hal-hal yang bertentangan denagn
dharma maka kaum wanita dalam keluarga akan menjadi tercemar. Duhai Varsneya..., ketika
tingkah laku para wanita telah merosot, maka akan lahirlah keturunan yang tidak diinginkan.
Sloka 42
sankaro narakayaiva
kula-ghnanam kulasya ca
patanti pitaro hy esam
lupta-pindodaka-kriyah
Terjemahan : Anak-anak yang tidak diinginkan seperti itu akan membawa para keluarga
maupun para penghancur keluarga tersebut ke neraka.lenyapnya tradisi mempersembahkan
makanan dan air kepada leluhur akan mengakibatkan kejatuhan para leluhur.
Sloka 43
dosair etaih kula-ghnanam
varna-sankara-karakaih
utsadyante jati-dharmah
kula-dharmas ca sasvatah
Terjemahan : Akibat dosa-dosa para pengahcur tradisi keluarga yang menyebabkan lahirnya
anak-abak yang tidak diinginkan, maka tradisi-tradisi keluarga yang suci-kekal dan kegiatankegiatan yang mensejahterakan keluarga, semuanya menjadi binasa.
Sloka 44
utsanna-kula-dharmanam
manusyanam janardana
narake niyatam vaso
bhavatity anususruma
Terjemahan : Wahai janardana, hamba mendengar bahwa mereka yang tradisi-tradisi suci
keluarganya telah musnah akan tinggal di neraka dalam waktu yang tidak dapat ditentukan.
Sloka 45
aho bata mahat papam
kartum vyavasita vayam
yad rajya-sukha-lobhena
hantum syajanam udyatah
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

Terjemahan : Aduh betapa menyedihkan bahwa kita (yang mempunyai pengertian baik) sedang
bersiap-siap untuk melakukan kegiatan yang sangat berdosa,

hanya demi kelobaan,

kenikmatan, dan kesenangan akan kerajaan kita bertekad membunuh keluarga sendiri.
Sloka 46
yadi mam apratikaram
asatram sastra-panayah
dhartarastra rane hanyus
tan me ksemataram bhavet
Terjemahan : Seandainya, bila di medan perang hamba tidak membawa senjata dan melawan,
lalu putra-putra Dhrstarastra membawa senjata di tangan membunuh hamba, maka kematian
seperti itu akan lebih baik bagi hamba.
Sloka 47
sanjaya uvaca
evam uktvarjunah sankhye
rathopastha upavisat
visrjya sasaram capam
soka-samvigna-manasah
Terjemahan : Sanjaya berkata : setelah berkata seperti itu di medan perang. Arjuna meletakkan
busur dan anak panahnya, lalu terduduk dalam kereta. Pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang
mendalam.
Secara umum, Baghawadgita bab pertama (Arjuna Wisada Yoga) membahas tentang
keraguan Arjuna ketika harus berperang melawan saudara dan keluarganya demi menegakkan
Dharma. Di satu sisi, ia harus berani berkorban demi menegakkan Dharma, namun di sisi lain,
ia juga tidak mau berdosa karena harus membunuh keluarganya.
Keraguan Arjuna didasari atas ajaran Ahimsa (tidak menyakiti dan tidak membunuh),
Karma Phala, dan Maha Pataka, serta ajaran Vairagya dan Jatidharma yang jelas bertentangan
dengan konsep perang.
Ahimsa sebagai salah satu ajaran agama Hindu mengajarkan bahwa manusia tidak boleh
membunuh maupun menyakiti ciptaan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), seperti yang
tercantum dalam Sarasamuscaya sloka 34
eko dharmmah param creyah ksmaika canticucyate vidyaika parama tustirahisaika
sukhavaha
yang menjelaskan bahwa Ahimsa (tidak membunuh, menyakiti, dan kerasukan marah)
merupakan kebahagiaan yang nyata. Sedangkan ajaran Karma Phala Karma, yakni hasil
perbuatan (Kemendikbud RI, 2013). Agar dapat mencapai tujan tertinggi agama Hindu yakni
Moksa, Arjuna haruslah mempunyai karma yang baik. Hal ini pula yang menimbulkan
pertentangan di hati Arjuna, karena perang (membunuh) merupakan perbuatan yang tidak baik
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

yang tidak sesuai dengan konsep Ahimsa dan Karma Phala. Selain itu, rival atau lawan perang
Arjuna dalam perang Bharata Yuda adalah keluarga dan Gurunya yang jelas bertentangan
dengan ajaran Maha Petaka. Selain itu, perang saudara ini juga akan menimbulkan kemerosotan
moral dan musnahnya tradisi menghormati leluhur yang mengakibatkan lahirnya anak-anak
yang tidak diinginkan dan musnahnya tradisi yang suci.
Hal-hal tersebut membuat Arjuna berada dalam dilema yang membuatnya dikuasai
kebingungan dalam mengambil keputusan. Menurut agama Hindu, kebingungan (moha)
merupakan bagian dari sad ripu (musuh dalam diri manusia) yang harus dikendalikan.
Berdasarkan keraguan-keraguan yang timbul dalam diri Arjuna, ia sebagai seorang ksatria
memohon bimbingan dari Krsna.
Berdasarkan bahasan diatas, dapat diketahui bahwa Arjuna dalam keraguannya untuk
mengambil keputusan untuk berperang atau tidak sangat bijaksana dengan mempertimbangkan
konsekuensi dari perang itu sendiri. Konsekuensi dari perang ini tentu menimbulkan suatu
dilema yang besar bagi Arjuna, sehingga Arjuna harus meminta bimbingan dari Bhasudeva
Krsna.

2.2. Implementasi dari teori konflik pada Bhagawad Gita bab pertama pada kehidupan seharihari
Swa Dharma dan Para Dharma
Swa Dharma adalah sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing tergantung dari catur
warna. Menurut Winawan (2002) Swa Dharma merupakan salah satu jalan mewujudkan
moksartham dan jagadhita. Misalnya seorang Bupati harus mampu melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai seorang Bupati (varna ksatria). Ia harus berani menegakkan hukum
yang berlaku secara universal, meskipun orang yang harus ditindak memiliki kekerabatan
dengannya.
Sedangkan Para Dharma merupakan tugas atau tanggungjawab tanpa batasan varna, jenis
kelamin, tingkat umur, dimanapun berada. Lebih lanjutnya Winawan (2002) juga menyebutkan
bahwa jika melanggar Para Dharma ini, maka dalam hidup seseorang itu akan mengalami
benturan atau halangan yang akan menyebabkan kesengsaraan.
Sebagai seorang pemeluk agama Hindu, seseorang tersebut harus menegakkan Dharma
dalam setiap aktivitasnya. Meskipun harus berkorban nyawa dan harta, Dharma tetap harus
ditegakkan.

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

Tri Kaya Parisudha


Kata Tri Kaya Parisudha terdiri dari tiga kata yaitu tri artinya tiga, kaya artinya perilaku,
parisudha artinya semuanya suci. Sehingga Tri Kaya Parisudha dapat diartikan sebagai perilaku
yang suci. Adapun bagian-bagian Tri Kaya Parisudha adalah:
1. Manacika, yaitu berpikir yang suci, baik dan benar
2. Wacika, yaitu berkata yang suci, baik dan benar
3. Kayika, yaitu berbuat yang suci, baik dan benar
Selalu mengingat dan mengamalkan Tri Kaya Prisudha niscaya kerukunan antar umat
beragama akan senantiasa terjaga oleh umat Hindu.
Ajaran Agama Hindu yaitu Tri Kaya Parisudha merupakan suatu etika sopan santun dan
budi pekerti yang luhur, yang berawal dari pikiran, perkataan, dan perbuatan baik yang
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati
harkat dan martabat manusia yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang
berkepanjangan di antara sesama manusia.
Konflik atau dilema yang dihadapi manusia hendaknya disikapi dan diselsesaikan dengan
konsep Tri Kaya Parisudha. Jika manusia dapat berpikir yang suci dan jernih, maka niscaya Ida
Sang Hyang Widhi Wasa akan memberikan rahmatnya sehingga manusia dapat menemukan
solusi atas konflik yang terjadi sehingga akan timbul ucapan yang suci dan baik pula.
Berdasarkan ucapapan-ucapan tersebut, maka akan terlaksana perbuatan yang suci pula.
Karma Phala
Menurut Kemendikbud RI (2013) Karmaphala adalah hasil perbuatan. Keberadaan
Karmaphala di dunia ini bersifat kekal abadi. Ada dua jenis karmaphala, yakni sancita
karmaphala (hasil perbuatan yang dinikmati dalam kehidupan yang sama saat berbuat),
Parabdha Karmaphala (hasil perbuatan yang belum dapat dinikmati dalam kehidupan yang
sama saat berbuat), dan Kriyamana Karmaphala (hasil perbuatan dalam kehidupan sebelumnya
yang dinikmati di kehidupan sesudah kehidupan saat berbuat).
Meninjau dari ajaran Hindu, yakni karmaphala, seorang dalam mengambil keputusan
harus memperhatikan ajaran Karmaphala karena keputusan yang diambil pasti akan
menimbulkan konsekuensi, yakni phala dari karma itu sendiri. Hukum ini berlaku pada semua
makhluk hidup, lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai makhluk utama tidak perlu
disangsikan lagi dampak yang akan ditimbulkannya, hanya waktu untuk menerima hasil
perbuatan berbeda-beda, ada yang cepat dan ada pula yang lambat, dan bahkan bisa pula

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

diterima dalam penjelmaan berikutnya. Berlandaskan pada keyakinan tersebut, dalam


memupuk kerukunan hidup beragama senantiasa berbuat baik berlandaskan Dharma.
Ahimsa
Ahimsa merupakan salah satu ajaran yang dikemukakan oleh Mahatma Ghandi yang
berarti tidak membunuh, menyakiti,dan tidak menyerang. Ajaran ini berlaku seara universal
bagi semua umat manusia. Ahimsa parama dharmah yang berarti tidak menyakiti adalah
kebajikan yang utama atau dharma tertinggi. Hendaknya setiap perjuangan membela kebenaran
tidak dengan perusakan-perusakan, karena sifat merusak, menjarah, memaksakan, mengancam,
menteror, membakar dan lain sebagainya sangat bertentangan dengan ahimsa karma
Keutamaan ahimsa karena nilainya yang begitu tinggi sebagaimana yang diungkapkan dengan
kalimat-kalimat lainnya sebagai berikut: Ahimsaayah paro dharmah, ahimsaa laksano dharmah,
ahimsaa parama tapa, ahimsaa parama satya, maksudnya: Ahimsa adalah kebajikan tertinggi,
perbuatan dharma, pengendalian diri tertinggi dan kebenaran tertinggi). Ahimsa adalah
perjuangan tanpa kekerasan, termasuk tanpa menentang hukum alam. Jadi ahimsa, mengandung
pengertian tidak melakukan kekerasan dalam bentuk tidak membunuh makhluk hidup apapun,
ahimsa juga dimaksudkan tidak melakukan kekerasan agar tidak menyakiti hati orang lain
sehingga dapat menciptakan kehidupan yang rukun antar umat beragama.
Catur Petaka
Catur Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi
sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka, Upa Pataka, Maha Pataka dan Ati
Pataka. Setiap bagian Pataka ini memiliki beberapa pokok-pokok ajaran yaitu:

1. Pataka terdiri dari:


a. Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan),
b. Purusaghna (menyakiti orang),
c. Kaniya Cora (mencuri perempuan pingitan),
d. Agrayajaka (bersuami istri melewati kakak), dan
e. Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya).

2. Upa Pataka terdiri dari:


a. Gowadha (membunuh sapi),
b. Jawatiwadha (membunuh gadis),
c. Balawadha (membunuh anak),
d. Agaradaha (membakar rumah/ merampok).
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

10

3. Maha Pataka terdiri dari:


a. Brahmanawadha (membunuh oarang suci/ pendeta),
b. Surapana (meminim alkohol/ mabuk),
c. Swarna stya (mencuri emas),
d. Kanyawighna (memperkosa gadis), dan
e. Guruwadha (membunuh guru).

4. Ati Pataka terdiri dari:


a. Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan),
b. Matrabhajana (memperkosa ibu),
c. Linggagrahana (merusak tempat suci).

Mengambil sebuah keputusan untuk melakukan sesuatu tentunya harus memperhatikan


konsekuensi dampak dari keputusan tersebut. Catur petaka adalah salah satunya. Jangan sampai
keputusan yang diambil malah mengakibatkan musibah yang tercantum diatas (Catur Pataka).
Varnasrama Dharma
Varnasrama Dharma adalah Dharma dalam tingatan-tingkatan profesi seseorang. Teori
konflik sebagaimana yang disampaikan diatas terjadi karena dalam membuat keputusan harus
memperhatikan ajaran Varnasrama Dharma, khususnya Jatidharma. Hal ini merupakana salah
satu tradisi leluhur yang suci, maka dari itu perlu halnya manusia menjaganya dan tidak
merusaknya.
Ajaran Vairagya sebagai jalan mencapai Moksa
Konflik yang terjadi sebaiknya diatasi dengan keputusan yang sejalan dengan ajaran
Vairagya agar dapat mencapai tujuan tertinggi agama Hindu, yakni Moksa.
Tri Hita Karana
Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kebahagiaan yang dalam hal teori konflik ini
tentunya tetap harus diperhatikan. Keputusan yang diambil dalam sebuah konflik atau dilema
tentunya harus menimbang hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia,
dan manusia dengan lingkungannya.
Adapun bagian-bagian dari Tri Hita Karana antara lain :

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

11

1. Parahyangan, dalam hal ini manusia dalam konfliknya (baik dalam diri, maupun dengan
orang lain) harus tetap menjaga hubungan baik dengan Tuhan dengan menjalankan
ajaran agama.
2. Pawongan, dalam hal ini nanusia dalam konflik atau dilemanya tetap harus menjaga dan
membina hubungan baik dengan sesamanya.
3. Palemahan, dalam hal ini penyelesaian suatu dilema atau konflik hendaknya juga
memperhatikan aspek lingkungan yag juga merupakan ciptaan Tuhan.

Secara keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan
alam lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kerukunan dan kebahagiaan bagi
kehidupan manusia. Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan
penyebab, dimana satu dengan yang lainnya selalu berjalan secara bersamaan dalam kehidupan
manusia. Manusia senantiasa ingat akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
senantiasa taqwa kepada Tuhan, senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa pula tidak lupa
memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat baik kesalahan dalam berpikir, berkata
maupun kesalahan dalam perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama manusia
dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh sehingga tercipta
kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang sesuai.
Manusia senantiasa berhubungan dengan alam lingkungannya dengan maksud untuk
melestarikannya demi tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari
untuk mewujudkan kebahagiaan yang kekal baik di dunia maupun di akhirat kemudian hari.
Merusak alam lingkungan sama artinya merusak kehidupan manusia itu sendiri karena segala
kebutuhan manusia terdapat dalam lingkungan alam itu sendiri, baik binatang maupun tumbuhtumbuhan dan segala sesuatu yang terpendam di dalam alam semesta sebagai ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
Tat Twam Asi
Tat Twam Asi merupan ajaran Hindu yang memandang kesamaan derajat manusia. Twam
Asi dalam kehidupan sehari-hari sehingga kerukunan dapat terwujud. Jika ajaran Tat Twam Asi
ini diterapkan dengan baik, maka dalam penyelesaian konflik akan mencapai sebuah
kerukunan.

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

12

Lemahnya implementasi Bhagawad Gita bab pertama ini dapat tercermin dalam
kehidupan sehari-hari, salah satu kasus yang dapat dibahas dengan bhagawad gita bab pertama
ini adalah kasus KKN. KKN khususnya nepotisme harus dihentikan. Seorang pemegang jabatan
tidak boleh ragu dalam mengambil keputusan menegakkan kebenaran meskipun yang akan
disanksikan adalah keluarganya sendiri. Keputusan yang salah akan menyebabkan merosotnya
moral dan melunturnya nilai Dharma. Apabila terdapat sebuah keraguan dalam diri seorang
tersebut maka hendaknya orang tersebut mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa (Ida
Sang Hyang Widhi Wasa), layaknya yang dilakukan Arjuna ketika merasa dilema besar saat Sri
Krsna memberikan konsep perang padanya.
Seorang kepala sekolah tidak boleh membiarkan guru (bawahannya) tidak hadir di
sekolah sesukanya meskipun guru tersebut adalah keluarganya. Begitupula seorang yang
melihat terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan Dharma sebagai kewajiban (Para Dharma)
umat Hindu harus berani meluruskan dan menegakkan Dharma kembali.
Salah satu contoh penerapan teori konflik ini adalah kasus hukum mati duo bali nine.
Presiden Joko Widodo dalam menentukan jadi-tidaknya eksekusi duo bali nine ini sangat
berhati-hati dan mempertimbangkan beberapa aspek. Mengingat penegakan Hukum adalah
kewajiban dari warga negara apalagi statusnya sebagai seorang pemimpin negara (Presiden),
Joko Widodo harus berani mengambil keputusan eksekusi bali nine harus benar-benar
dilakukan, namun disisi lain, Australia sebagai negara asal dua terpidana mati duo bali nine
meminta agar warganya tidak dieksekusi. Bahkan dalam usahanya melindungi warga
negaranya, Australia sempat mengancam akan mencabut dubesnya di Indonesia dan menarik
bantuan untuk RI seperti yang ditulis Muhaimin dalam surat kabar online Sindonews (2015).
Presiden sebagai kepala negara harus menjalankan kewajibannya menjaga perdamaian
dan diplomasi dengan negara lain dalam keputusan-keputusannya.
Eksekusi mati tahanan duo bali nine tentunya dapat dikatakan sebagai contoh konflik
yang dialami Presiden Joko Widodo karena harus menegakkan hukum sebagai simbol dari
kebenaran dan juga harus tetap menjaga hubungan yang harmonis dengan negara lain.
Pengimplementasian teori konflik ini dalam kehidupan sehari-hari sangat penting halnya.
Sebelum memutuskan dan melakukan sesuatu, layaknya dipikir dahulu dari berbagai sudut
pandang dan perlu bimbingan dan pencerahan serta ketenangan hati untuk mendapat keputusan
yang baik.

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

13

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis dapat simpulkan beberapa hal, sebagai berikut :
Secara umum, bab pertama Bhagawad Gita membahas tentang teori konflik yang
terjadi ketika Arjuna diberi konsep perang oleh Krsna, sedangkan konsep tersebut
dinilai bertentangan dengan ajaran Agama Hindu.
Pengimplementasian teori konflik mengajarkan manusia lebih bijaksana dan tenang
dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan berbagai ajaran, seperti :
a. Swa Dharma dan Para Dharma
b. Tri Kaya Parisudha
c. Karma Phala
d. Ahimsa
e. Catur Pataka
f. Varnasrama Dharma (Jati Dharma dan Dharma)
g. Vairagya
h. Tri Hita Karana
i. Tat Twam Asi
3.2. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, penulis dapat menyarankan beberapa
hal, sebagai berikut :
Bhagawad Gita sebagai Pancama Veda atau Veda kelima khususnya dalam hal ini pada
bab pertama hendaknya tidak hanya dibaca dan dipahami, tetapi juga diimplementasikan
dalam kehidupan sehari-hari agar tercapai tujuan tertinggi Agama Hindu, yakni Moksa.
Sebagai penganut Agama Hindu khususnya, layaknya dalam mengambil keputusan
selalu dalam pikiran yang tenang dan mempertimbangkan konsekuensi dari keputusan
tersebut.

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

14

DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Kadjeng, I. N. 1997. SARASAMUSCCAYA. Jakarta: Paramitha Surabaya
Kemendikbud RI. 2013. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti/Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Muhaimin. 2014. Eksekusi Mati, Uji Nyali RI Melawan Tekanan Dunia. Dalam
http://international.sindonews.com/read/994940/45/eksekusi-mati-uji-nyali-ri-melawantekanan-dunia-1430216417. Diakses pada 2 Juni 2015
Winawan, I. W. W. 2002. MATERI SUBSTANSI KAJIAN MATA KULIAH PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

Daftar Pustaka

DOA PENUTUP

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha


Om Santih, Santih, Santih Om

Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan
maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.

Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A

Doa Penutup

AGAMA HINDU
Pengaruh Tri Guna terhadap Pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam
Meningkatkan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Oleh:
Ni Nyoman Ayu Putri Nadi
1413021012
II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu,

Om Bhur Bwah Svah, Tat Savitur Varenyam,


Bhargo Devasya Dhimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah.

Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi,


Ya Tuhan, Pencipta Ketiga Dunia, Engkaulah sinar yang patut disembah, Hamba memusatkan
pikiran pada kecemerlangan-Mu, sinarilah Budhi/Pikiran hamba.
Semoga Pikiran yang baik datang dari segala penjuru.

PRAKATA

Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Pengaruh Tri Guna terhadap Pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam Meningkatkan
Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. I
Wayan Santyasa, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
membimbing dalam pemberian tugas ini serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian
makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga
makalah ini bermanfaat.

Om Santih, Santih, Santih, Om.

Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
DOA PEMBUKA
PRAKATA ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2


1.3 Tujuan ......................................................................................................

1.4 Manfaat ....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tri Guna...............................................................................

2.2 Pengertian Yadnya dan Tapa..................................................................

2.3 Pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam
Meningkatkan

Keyakinan

terhadap

Tuhan

Yang

Maha

Esa...........................................................................................................

2.4 Implementasi Yadnya dan Tapa sebagai upaya Meningkatakan


Keyakinan terhadap

Tuhan Yang Maha

Esa dan mencapai

Moksa......................................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .............................................................................................

17

3.2 Saran .......................................................................................................

17

DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama merupakan suatu cara atau jalan umat manusia untuk meyakini kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1945 menyatakan
bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (ayat 1) dan Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut Agamanya dan kepercayaannya itu (ayat 2).

Ajaran

Agama mengatur tentang kewajiban umat untuk menaati perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
Ajaran Agama, khususnya Agama Hindu selalu mengajarkan setiap umatnya untuk
berpikir, berkata, dan berbuat berlandaskan dharma. Namun hal tersebut tidaklah
dilakukan oleh setiap individu, mengingat setiap individu memiliki sifat yang berbeda
satu sama lainnya dan sifat tersebut yang akan menentukan bagaimana sikap individu
tersebut. Alam ini dipengaruhi oleh Tri Gunaya yaitu tiga sifat alam material dan karakter
manusia ditentukan oleh salah satu unsur yang dominan dalam dirinya dari ketiga sifat
tersebut. Unsur Tri Guna yang dominan juga akan mempengaruhi bentuk keyakinan yang
di anut, seperti keyakinan dalam melaksanakan Yadnya dan Tapa. Yadnya dan Tapa
merupakan jalan untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga pelaksanaan Yadnya dan Tapa yang dipengaruhi Tri Guna hendaknya di
laksanakan dengan berlandaskan pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pelaksanaan Yadnya dan Tapa tidak didasarkan pada keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan tidak sesuai dengan ajaran Agama yang di anut, hasilnya tidak akan
berguna baik dalam kehidupan maupun setelah meninggal. Agar hal tersebut tidak terjadi,
maka perlu meningkatkan pengetahuan dan pengamalan tentang ajaran Agama,
khususnya mengenai keyakinan terhadap Tri Guna dan dapat melaksanakan Yadnya dan
Tapa untuk meningkatkan keyakinan terhadap tercapainya moksa. Berdasarkan hal
tersebut maka Yadnya dan Tapa yang di laksanakan akan berguna baik dalam kehidupan
maupun setelah meninggal nanti.
Maka dari itu, penulis membuat makalah ini dengan judul Pengaruh Tri Guna
terhadap Pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam Meningkatkan Keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan diharapkan dapat mengimplementasikan ajaran Agama
dalam kehidupan sehari-hari.
1|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan dibuatnya makalah ini, diantaranya:
1.2.1

Apakah pengertian Tri Guna?

1.2.2

Apakah pengertian Yadnya dan Tapa?

1.2.3

Bagaimana pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanan Yadnya dan Tapa dalam
Meningkatkan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa?

1.2.4

Bagaimanakah implementasi Yadnya dan Tapa sebagai upaya Meningkatakan


Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mencapai Moksa?

1.3 Tujuan penulisan


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini, antara lain :
1.3.1

Untuk menjelaskan pengertian Tri Guna.

1.3.2

Untuk menjelaskan pengertian Yadnya dan Tapa.

1.3.3 Untuk menjelaskan pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanan Yadnya dan Tapa
dalam Meningkatkan Keyakinan terhadap Tuhan Yang aha Esa.
1.3.4 Untuk menjelaskan implementasi Yadnya dan Tapa sebagai upaya
Meningkatakan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mencapai
Moksa.
1.4 Manfaat penulisan
Berdasarkan tujuan, adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini,
antara lain:
1.4.1

Memperoleh pengetahuan tentang pengertian Tri Guna .

1.4.2 Memperoleh pengetahuan tentang pengertian Yadnya dan Tapa.


1.4.3 Memperoleh pengetahuan tentang pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanan
Yadnya dan Tapa.
1.4.4 Memperoleh pengetahuan tentang implementasi Yadnya dan Tapa sebagai
upaya Meningkatakan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
mencapai Moksa.

2|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tri Guna
Tri Guna terdiri dari dua kata yaitu Tri dan Guna. Tri berarti tiga, Guna berarti sifat.
Jadi Tri Guna adalah tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia. Adapun bagianbagian Tri Guna yaitu sebagai berikut:
1. Sattvam yaitu sifat kebaikan seperti sifat tenang, suci, bijaksana, cerdas, terang,
tentram, waspada, disiplin, dan sebagainya. Sattvam adalah suatu Prakerti yang
merupakan alam kesenangan yang ringan, yang tenang bercahaya. Kesadaran yang
bersifat ringan yang menimbulkan gerak keatas, angin dan air di udara dan semua
bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan dan sebagainya (Suadnyana,
2015).
2. Rajas yaitu sifat kenafsuan seperti sifat lincah, goncang, tergesa-gesa, bimbang,
dinamis, irihati, congkak, kasa, panas hati, cepat tersinggung, angkuh dan
sebagainya. Rajas menggerakan Sattvam dan Tamas untuk melaksanakan tugasnya.
3. Tamas yaitu sifat kebodohan atau kegelapan seperti sifat pengantuk, gugup, malas,
kumal, suka berbohong dan sebagainya. Tamas adalah unsur yang menyebabkan
seseorang bersifat negatif, sehingga menimbulkan kegelapan, kebodohan dan
mengantarkan dalam kebingungan.
Tiga sifat tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya dan membentuk watak
seseorang. Karakter seseorang ditentukan oleh unsur atau sifat mana yang lebih dominan
di dalam dirinya karena sifat ini alami terlahir dalam diri seseorang, seperti yang
dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut:
Sri-bhagavan uvaca
Tri-vidha bhavati sraddha
Dehinam sa svabhava-ja
Sattviki rajasi caiva
Tamasi ceti tam srnu
(Bhagavad Gita XVII.2)
Artinya, Sri Bhagavan Krsna bersabda: ada tiga jenis keyakinan yang terlahir dari sifatsifat alami setiap insan manusia, yaitu keyakinan dalam sifat kebaikan, keyakinan dalam
sifat kenafsuan, dan keyakinan di dalam sifat kebodohan. Dengarkanlah penjelasan
tentang semua itu (dari-Ku, wahai Arjuna).
3|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

sattvanurupa sarvasya
sraddha bhavati bharata
sraddha-mayo yam puruso
yo yac-chraddhah sa eva sah
(Bhagavad Gita XVII.3)
Artinya, Wahai Arjuna, setiap orang mempunyai keyakinan yang secara alami berasal
dari dalam hati terdalamnya. Orang ini akan memegang keyainannya dengan sangat kuat.
Oleh karena itu, bagaimana keyakinannya maka seperti itulah orangnya.
Berdasarkan hal tersebut, hendaknya Sattvam, Rajas dan Tamas terjalin dengan
harmonis, sehingga seseorang akan dapat mengendalikan diri dengan baik. Hubungan
antara ketiga sifat ini akan terus bergerak bagaikan roda yang sedang berputar silih
berganti, saling ingin menguasai sifat yang lain selama manusia hidup, sehingga untuk
mengendalikan sikap yang tidak sesuai dengan ajaran Agama, maka perlu
meningkatkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.2 Pengertian Yadnya dan Tapa
Yadnya dan Tapa adalah ajaran Agama Hindu yang merupakan jalan untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Keyakinan akan tercapainya moksa dapat diwujudkan dengan
melaksanakan Yadnya dan Tapa yang berlandaskan dharma agar Yadnya dan Tapa yang
dilakukan berguna.
Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta Yajna dari akar kata Yaj yang artinya
memuja, mempersembahkan atau korban suci, jadi Yadnya adalah korban suci yang
dilaksanakan dengan hati yang tulus ikhlas..
Tapa artinya panas. Panas adalah bentuk kesempurnaan spiritual ialah panas yang
dihasilkan oleh pengendalian diri yang bisa membakar noda-noda dosa dan keserakahan
(Cudamani, 1987). Tapa

untuk hidup sederhana, tidak berhubungan seksual, tidak

mencari harta duniawi, serta berkeyakinan yang besar terhadap Tuhan. Petapa Hindu
disebut sanyasin, sadu, atau swmi, sedangkan yang wanita disebut sanysini.
2.3 Pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanan Yadnya dan Tapa dalam Meningkatkan
Keyakinan terhadap Tuhan Yang maha Esa.
Tiga sifat Tri Guna mempengaruhi tingkah laku seseorang yang selanjutnya
berpengaruh terhadap pelaksanaan Yadnya dan Tapa. Keyakinan tiap-tiap individu
tergantung pada sifatnya yang dipengaruhi fifat Tri Guna (Winawan, 2002). Sifat
Sattvam yang dominan yang menguasai pikiran, orang itu akan menjadi pribadi yang
4|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

bijaksan, tahu benar dan salah, hormat dan sopan, lurus hati dan kasih sayang, serta tidak
mementingkan diri sendiri. Segala pikiran, perkataan, dan perilakunya mencerminkan
kebijaksanaan dan kebajikan. Seperti tindakan Sang Yudistira dan Sang Krishna dalam
cerita Mahabharata, dan tindakan Sang Rama dan Wibhisana dalam cerita Ramayana.
Sifat Rajas yang dominan menguasai pikiran, orang akan memiliki pribadi yang keras
kasar, cepat marah, mengagungkan diri sendiri, kurang belas kasihan, egois, dan
menyakiti hati. Sifat Tamas yang dominan menguasai pikiran, orang akan memiliki
pribadi yang malas, pengotor, suka makan, suka tidur, dungu, dan iri hati. Ketiga guna
inilah yang menyebabkan manusia memiliki keinginan yang akan menimbulkan gerak.
Orang yang tidak memiliki ketiga guna ini sama dengan batu, tidak akan punya aktifitas.
Bila Sattvam bertemu dengan rajas, maka terang bercahaya pikirannya, yang akan
menghantarkan atma menuju sorga. Bila Sattvam, Rajas, dan Tamas seimbang
menguasai pikiran, maka atma akan lahir kembali menjadi manusia. Sifat Tamas harus
dibangunkan oleh Rajas, karena hanya Rajas yang mampu memaksakan Tamas, lalu
Sattvam yang membangunkan Rajas dan menundukkan Rajas (Cudamani, 1987). Tri
Guna juga mempengaruhi kesukaan seseorang, seperti kesukaan terhadap makanan.
Makanan yang disukai mencerminkan sifat yang menguasai orang tersebut, sehingga
terdapat tiga jenis makanan, seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Githa, sebagai
berikut:
ayuh-sattva-balarogya
sukha-priti-vivardhanah
rasyah snigdhah sthira hrdya
aharah sattvika-priyah
(Bhagavadgitha XVII.8)
Artinya, Makanan-makanan yang membantu memperpanjang usia hidup, menambah
vitalitas, kekuatan, kesehatan, kesenangan dan kepuasan, dan juga lezat, tidak kering,
bergizi dan menyenangkan hati adalah jenis makanan yang disukai oleh mereka yang
berada dalam sifat kebaikan.
katv-amla-lavanaty-usna
tiksna-ruksa-vidhahinah
ahararajasasyesta
duhkha-sokamaya-pradah
(Bhagavad Gita XVII.9)
5|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

Artinya, Makanan-makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, sangat panas,
terlalu pedas, terlalu kering, serta makanan yang dengan bumbu yang menyengat adalah
makanan yang disukai oleh orang-orang yang berada dalam sifat kenafsuan, yang
memberikan kedukaan, kesedihan dan timbulnya berbagai jenis penyakit (di dalam
badan).
yata-yamam gata-rasam
puti paryusitam ca yat
ucchistam api camedhyam
bhojanam tamasa-priyam
(Bhagavad Gita XVII.10)
Artinya, Makanan yang masuk terlalu lama, hambar rasa, basi, busuk, sisa dimakan
orang lain, dan makanan yang (tidak bersih dan) tidak suci, adalah jenis makanan yang
dissukai oleh mereka yang berada didalam sifat kegelapan.
Berdasarkan hal tersebut, hendaknya kita mengkonsumsi makanan yang menyehatkan
dan dibenarkan berdasarkan ajaran Agama, bukan mengkonsumsi makanan seperti orang
yang sedang berada dalam sifat kenafsuan dan kebodohan atau kegelapan.
Tri Guna memiliki pengaruh besar dalam pelaksanaan Yadnya dan Tapa. Yadnya
dan Tapa atau pemujaan yang dilakukan oleh orang yang memiliki sifat Sattvam atau
sifat kebaikan, maka akan menyembah para dewa. Yadnya dan Tapa yang dilakukan oleh
orang yang memiliki sifat rajas akan memuja para raksasa dan jauh dari kebenaran,
seperti yang dijelaskan dalam Bhagawad Githa sebagai berikut:
Yajante sattvika devan
Yaksa-raksamsi rajasah
Pretan bhuta-ganams canye
Yajante tamasa janah
(Bhagavad Gita XVII.4)
Artinya, Orang-orang yang berada dalam sifat kebaikan menyembah para dewa, orangorang yang berada dalam sifat kenafsuan menyembah para yaksa dan raksasa, dan orangorang yang berada dalam sifat kebodohan menyembah arwah-arwah orang yang sudah
meninggal yang gentayangan dan para hantu.
Pemujaaan yang dilakukan terhadap para raksasa dan arwah-arwah yang gentayangan
terjadi karena orang tersebut tidak memiliki kesadaran akan kebaikan atau kebenaran
sesuai dengan ajaran Agama.

6|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

Yadnya yang dilakukan hendaknya berlandaskan kebenaran yang sesuai dengan


Ajaran Agama. Yadnya merupakan kewajiban yang harus dilakukan

oleh umat

beragama karena dengan Yadnya dapat meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang
Mahaa Esa. Berdasarkan hal tersebut diharapkan mampu untuk mengendalikan sifat-sifat
buruk Rajas dan Tamas yang merugikan. Yadnya yang dilakukan oleh seseorang yang
dikuasai oleh sifat Sattvam cenderung akan melakukan yadnya yang tulus ikhlas tanpa
mengharapkan imbalan, seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut:
aphalakanksibhir yajno
vidhi-drsto ya ijyate
yastavyam eveti manah
samadhaya sa sattvikah
(Bhagavad Gita XVII.11)
Artinya, Persembahan korban suci yang dilakukan oleh mereka yang sudah tidak
menginginkan hasil dari persembahan korban suci yang dilakukan, persembahan korban
suci yang dilakukan sesuai dengan aturan-peraturan kitab-kitab suci, yang dilakukn
setelah memantapkan dalam hati bahwa persembahan korban suci yang dilakukan adalah
sebuah kewajiban yang harus dilakukan, persembahan korban suci seperti itu adalah
korban suci dalam sifat kebaikan.
Yadnya yang dilakukan karena pengaruh Rajas yang dominan cenderung akan
mengharapkan imbalan karena pengaruh keinginan atau kenafsuan yang besar tehadapp
hasil-hasil dari yadnya yang dilakukan dan karena dalam diri seseorang tersebut tidak
mecerminkan sifat Sattvam, seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai
berikut:
abhisandhaya tu phalam
dambhartham api caiva yat
ijyate bharata-srestha
tam yajnam viddhi rajasam
(Bhagavad Gita XVII.12)
Artinya, Akan tetapi, persembahan korban suci yng dilakukan dengan keinginan untuk
mendapatkan hasil-hasil duniawi, atau dilakukan demi memperlihatkan kebanggaan,
wahai Arjuna, ketahuilah baahwa persembahan korban suci seperti itu adalah korban suci
dalam sifat kenafsuan.

7|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

Yadnya yang dipengaruhi oleh sifat Tamas adalah Yadnya yang dilakukaan oleh
orang yang sedang berada dalam kebodohan atau dalam pengaruh kegelapan. Keyakinan
terhadap Tuhan sudah di kalahkan oleh sifat kegelapan. Seperti yang dijelaskan dalam
Bhagavad Gita, sebagai berikut:
vidhi-hinam asrstannaam
mantra-hinam adaksinam
sraddha-virahitam yajnam
tamasam paricaksate
(Bhagavad Gita XVII.13)
Artinya, Persembahn korban suci yang dilakukan tanpa mematuhi aturan-peraturan yang
ditetapkan oleh kitab-kitab suci tanpa membagikan makanan, tanpa mengucapkan
mantra-mantra Veda, tanpa memberikan sumbangan kepada para pendeta yaang
melaksanakan upacara korban suci, dan yang dilakukannya tanpa keyakinan,
persembahaan korban suci seperti itu adalah korban suci dalam sifat kebodohan.
Yadnya memberi kebahagiaan, mengakhiri sifat pamrih dan kebiasaan kikir jika
Yadnya dilaksanakan sesuai dengan Ajaran Agama, maka sifat-sifat mulia akan tertanam
dalam diri dan mampu mengamalkan dalam kehidupan. Yadnya yang dilakukan
hendaknya tanpa keragu-raguan, sehingga Yadnya yang dilakukan dapat terwujud
dengan maksimal.
Tapa adalah pengendalian diri yang bisa membakar noda-noda dosa dan keserakahan
yang juga dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh Tri Guna. Pengendalian diri tersebut
meliputi pengendalian diri terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan. Pengendalian diri
berawal dari pengendalian pikiran agar tidak berfikir yang kotor

karena melalui

pengendalian pikiran akan mempengaruhi perkataan dan perbuatan yang dilakukan


seseorang tersebut. Tri Guna memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan Yadnya,
sehingga Yadnya yang dilakukan hendaknya memuja para Dewa, guru spiritual, ayah,
ibu, dan sebagainya ang berada dalam jalan yang benar, seperti yang dijelaskan dalam
Bhagawad Gita sebagai berikut:
deva-dvija-guru-prajna
pujanam saucam arjavam
brahmacaryam ahimsa ca
sariram tapa ucyate
(Bhagavad Gita XVII.14)

8|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

Artinya, Melakukan pemujaan sepantasnya kepada para dewa, para brahmana, guru
spiritual (bapak, ibu), menjaga kebersihan, kesederhanaan, berpantang hubungan seksual,
dan tidak melakukan kekerasan, (semua ini) dikatakan sebagai pertapaan badan.
Yadnya dan Tapa yang dilakukan hendaknya berlandaskan akan keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sehingga dengan melakukan Yadnya dan Tapa tujuan untuk
mencapai moksa yaitu tujuan tertinggi umat Hindu. Pencapaian moksa yang tak lepas
dari kata Om tat sat seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita sebagai berikut:
om tat sad iti nirdeso
brahmanas tri-vidhah smrtah
brahmanas tena vedas ca
yajnas ca vihitah pura
(Bhagavad Gita XVII.23)
Artinya, Om tat sat, dari tiga susunan kata keramat yang menunjukkan Tuhan Yang
Mahakuasa, dari ketiga susunan kata keramat tersebut terdahulu kala pada awal
penciptaan alam semesta Tuhan menciptakan kitab suci Veda, para Brahmana dan
berbagai jenis korban suci.
Pemujaan yang dilakukan dengan melaksanakan Yadnya dan Tapa secara tulus ikhlas
dan mengakui keberadaan Tuhan, niscaya akan menghantarkan manusia pada tujuan
hidup yaitu Moksa.
2.4 Implementasi Yadnya dan Tapa sebagai Upaya Meningkatakan Keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Mencapai Moksa
Meningkatkan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mencapai tujuan hidup
yaitu Moksa diperlukan pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam kehidupan sehari-hari yang
berlandaskan dengan Ajaran Agama.
Implementasi Yadnya dan Tapa sebagai upaya meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan mencapai Moksa adalah:
2.4.1 Tri sandhya
Tri Sandhya merupakan doa yang harus dipanjatkan setiap hari oleh umat Hindu.
Tri Sandhya wajib dilaksanakan tiga kali sehari. Mantram Tri Sandhya terdiri dari
enam bait. Tri sandhya merupakan Yadnya dan Tapa karena Tri Sandhya
merupakan sembah atau pemujaan yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai perwujudan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan dalam
melaksanakan Tri Sandhya memerlukan pengendalian diri yang berupa pemusatan
pikiran yang merupakan Tapa. Berdasarkan hal tersebut maka sebagai umat
9|Sraddha Traya Vibhaga Yoga

beragama Hindu wajib melaksanakan Tri Sandhya sehingga dapat mencapai


kesempurnaan hidup yaitu moksa.
2.4.2 Nitya karma
Nitya

Karma

merupakan

Yadnya

yang

dilakukan

berdasarkan

waktu

pelaksanaanya. Nitya Karma juga di sebut Yadnya Sesa (Arwati, 2003) yaitu
Yadnya yang dilakukan setiap hari, contohnya mebanten saiban. Yadnya yang
dilakukan hendaknya dengan hati yang tulus ikhlas yaitu sebagai pengaruh Guna
Sattvam dalam diri. Nitya Karma sangat penting untuk dilaksanakan karena
merupakan ucapan rasa syukur terhadap apa yang telah diperoleh sehingga wajib
untuk dilaksanakan setiap hari. Berdasarkan hal tersebut, dengan melaksanakan
nitya karma niscaya dapat mencapai tujuan hidup umat Hindu yaitu Moksa.
2.4.3 Naimitika karma
Naimitika Kharma merupakan Yadnya yang dilakukan berdasarkan waktu
pelaksanaanya selain Nitya Karma. Naimitika Karma merupakan Yadnya yang
dilakukan berdasarkan desa, kala, patra antara lain pelaksananna pada saat puja
wali (Padjaja & Luh Asli, 2009). Pada saat hari raya tertentu, umat Hindu
melakukan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan hati yang tulus ikhlas,
niscaya tujuan hidup Moksa dapat tercapai.
2.4.4 Panca yadnya
Panca yadnya terdiri dari dua kata yaitu Panca dan Yadnya. Panca berarti lima dan
Yadnya berarti pengorbanan suci. Jadi Panca Yadnya adalah lima pengorbanan
suci yang dilakukan dengan hati yang tulus ikhlas. Adapun bagian Panca Yadnya
yaitu:
1. Manusa Yadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus ikhlas dalam
rangka pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual terhadap
seseorang sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir
kehidupan.
2. Bhuta Yadnya yaitu Yadnya yang ditujukan kepada para Bhuta, seperti upacara
tawur kesanga untuk dipersembahkan kepada para bhuta yang tujuannya untuk
menjalin hubungan yang harmonis dengan Bhuta Kala dan memanfaatkan daya
gunanya.
3. Pitra Yadnya yaitu Yadnya yang ditujukan kepada para leluhur dengan tujuan
untuk penyucian dan meralina ( kremasi) serta penghormatan terhadap orang
yang telah meninggal menurut ajaran Agama Hindu, seperti upacara Ngaben.
10 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a

4. Dewa Yadnya yaitu Yadnya yang ditujukan kehadapan Tuhan dan sinar-sinar
suci-Nya yang disebut Dewa-Dewi. Salah satu dari Upacara Dewa Yadnya
seperti Upacara Hari Raya Saraswati yaitu upacara suci yang dilaksanakan oleh
umat Hindu untuk memperingati turunnya Ilmu Pengetahuan yang dilaksanakan
setiap 210 hari yaitu pada hari Sabtu, yang dalam kalender Bali disebut
Saniscara Umanis wuku Watugunung, pemujaan ditujukan kehadapan Tuhan
sebagai sumber Ilmu Pengetahuan
5. Rsi Yadnya yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas sebagai
penghormatan serta pemujaan kepada para Rsi yang telah memberi tuntunan
hidup untuk menuju kebahagiaan lahir-bathin di dunia dan akhirat.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu mengamalkan ajaran Panca Yadnya dengan
hati yang tulus ikhlas, karena panca Yadnya mencerminkan keyakinan terhadap
Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan mengamalkan ajaran panca
yadnya dalam kehidupan niscaya kesempurnaan hidup yaitu Moksa dapat tercapai.
2.4.5 Catur Marga
Catur marga terdiri dari dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti empat dan
marga berarti jalan. Jadi Catur Marga berarti empat jalan untuk mencapai Moksa.
Bagian-bagian Catur Marga antara lain :
1.

Bhakti Marga yaitu mengamalkan Ajaran Agama dengan melaksanakan


bhakti. Jadi apabila orang telah bersembahyang dan hidup kasih sayang
terhadap sesama makhluk itu berarti telah mengamalkan ajaran Veda melalui
jalan bhakti.

2.

Karma Marga yaitu mengamalkan ajaran agama dengan berbuat Dharma atau
kebajikan seperti mendirkan tempat suci (pura) dan merawatnya, menolong
orang yang kesusahan, melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga/
anggota masyarakat dan berbagai kegiatan sosial (subhakarma) lainnya yang
dilandasi dengan ikhlas dan rasa tanggung jawab. Itulah pengamalan agama
dengan kerja (karma).

3.

Jnana Marga yaitu mengamalkan agama dengan jalan mempelajari,


memahami, menghayati, menyebarkan agama dan ilmu pengetahuanketrampilan (IPTEK) dalam kehidupan sehari-hari.

4.

Raja Marga yaitu mengamalkan Ajaran Agama dengan melakukan Yoga,


bersemadi, tapa atau melakukan Brata (pengendalian diri) dalam segala hal
termasuk upawasa (puasa) dan pengendalian seluruh indria.
11 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a

Berdasarkan hal tersebut maka catur marga sangat penting untuk dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari karena melaui catur marga akan dapat beryadnya
sesuai dengan jalan yang dibenarkan berdasarkan ajaran agama. Ajaran Catur
marga yoga yang dilaksanakan, maka kesempurnaan hidup yaitu Moksa
niscaya bisa tercapai.
2.4.6 Tri Kaya Parisudha
Kata Tri Kaya Parisudha terdiri dari tiga kata yaitu tri artinya tiga, kaya artinya
perilaku, parisudha artinya semuanya suci. Sehingga Tri Kaya Parisudha dapat
diartikan sebagai perilaku yang suci. Adapun bagian-bagian Tri Kaya Parisudha
adalah:
1.

Manacika, yaitu berpikir yang suci, baik dan benar.

2.

Wacika, yaitu berkata yang suci, baik dan benar.

3.

Kayika, yaitu berbuat yang suci, baik dan benar.


Selalu mengingat dan mengamalkan Tri Kaya Prisudha dengan keyakinan yang
besar terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa merupakan sebuah Yadnya
sehingga mampu mengendalikan pengaruh buruk Tri Guna dan mengamalkan
pengaruh baik Tri Guna, niscaya tujuan hidup yaitu Moksa dapat tercapai.
Ajaran Agama Hindu yaitu Tri Kaya Parisudha yang berawal dari pikiran,
perkataan, dan perbuatan baik yang dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari
untuk mengendalikan diri terhadap hal-hal yang buruk, karena jika mampu
mengendalikan diri juga berarti mengamalkan ajaran Tapa dan tujuan hidup
yaitu Moksa dapat tercapai.
Oleh karena itu, ajaran Tri Kaya Parisudha perlu diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari agar Yadnya dan Tapa yang dilakukan dengan Ajaran Agama yang
benar.

2.4.7 Punarbhawa
Punarbhawa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya kelahiran yang
berulang-ulang. Ditinjau dari katanya Punar berarti musnah atau hilang,
sedangkan bhawa berarti tumbuh atau lahir jadi punarbhawa berarti lahir
berulang-ulang/reinkarnasi/penitisan kembali samsara. Kelahiran ini disebabkan
oleh karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembatasan dari samsara
tergantung dari perbuatan baik kita di masa lampau (atita), yang akan datang
(nagata) dan yang sekarang (wartamana). Adapun Punarbhawa tersebut
merupakan suatu penderitaan yang diakibatkan oleh karma wesana dari
12 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a

kehidupan kita yang silih berganti. Tetapi janganlah memandang punarbhawa


tersebut adalah negatif, karena melalui Punarbhawa lah akan memperbaiki diri
demi tercapainya tujuan kesempunaan hidup yaitu Moksa.
2.4.8 Tri Hita Karana
Kata Tri Hita Karana terdiri dari tiga kata yaitu Tri artinya tiga, Hita artinya
kebahagiaan, dan Karana artinya penyebab. Sehingga secara harfiah Tri Hita
Karana dapat diartikan tiga penyebab kebahagiaan. Tujuan hidup umat Hindu
yaitu Moksartham Jagadhita Ya Caiti Dharma yang berarti hidup bahagia di
dunia dan akhirat. Adapun bagian-bagian Tri Hita Karana adalah :
1. Prahyangan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pawongan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara sesama manusia
sehingga tercipta keselarasan, keserasian dan keseimbangan.
3. Palemahan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan
alam lingkungannya.
Secara keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan
hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang dapat mendatangkan
kesejahteraan, kerukunan dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia. Ketiga unsur
tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan penyebab, dimana satu
dengan yang lainnya selalu berjalan secara bersamaan dalam kehidupan manusia.
Manusia senantiasa ingat akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
senantiasa taqwa kepada Tuhan, senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa
pula tidak lupa memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat baik
kesalahan dalam berpikir, berkata maupun kesalahan dalam perbuatan yang nyata
dalam kehidupan sehari-hari. Keyakinan terhadap kebesaran dan keberadaan
Tuhan Yang Maha Esa merupakan Yadnya dan Tapa. Berdasarkan hal tersebut
maka dengan hati yang tulus ikhlas maka manusia akan mampu mencapai Moksa.
2.4.9 Kasih Sayang (Cinta Kasih)
Dalam bahasa Sansekerta, cinta diistilahkan dengan kata Snih yang artinya cinta
bukan harus dimiliki melainkan apa yang sudah ada patut dipelihara. Sedangkan
menurut cendikiawan Hindu abad ke 19 yaitu Svami Vivekanandha menyebutkan
bahwa Cinta Kasih adalah daya penggerak, karena cinta kasih selalu
13 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a

menempatkan dirinya sebagai pemberi bukan penerima. Jika kita dengan penuh
kesadaran cinta dan kasih kepada Tuhan maka kebenaran yaitu kemahakuasaan
Tuhan akan datang karena daya penggerak atau cinta kasih-Nya. Jadi dari uraian
tersebut maka dapat dipahami bahwa Cinta Kasih adalah perasaan rindu, sayang
yang patut dibina dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan. Cinta kasih
merupakan Yadnya yang tulus ikhlas yang merupakan pengaruh guna Sattwa,
sehingga dengan mengamalkan sikap cinta kasih maka niscaya tujuan hidup
untuk mencapai Moksa dapat tercapai.
2.4.10 Karma Phala
Karma Phala terdiri dari kata Karma yang berarti perbuatan, dan Phala yang
berarti hasil. Jadi Karma phala adalah hasil perbuatan. Karma phala merupakan
suatu hukum sebab akibat umat Hindu. Umat Hindu sangat meyakini akan
kebenaran hukum ini. Apapun yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja akan
menimbulkan dampak. Segala sebab yang berupa perbuatan akan membawa
akibat hasil perbuatan. Segala karma (perbuatan) akan mengakibatkan karma
phala (hasil atau phala perbuatan). Ini merupakan dalil yang logis, yaitu setiap
sebab pasti menimbulkan akibat dan setiap akibat yang ada pasti ada
penyebabnya.
Perbuatan yang baik mencerminkan seseorang yang mampu mengendalikan
pengaruh buruk Tri Guna dan berusaha untuk selalu mengamalkan pengaruh baik
Tri Guna.

Meyakini adanya Karma Phala maka manusia senantiasa untuk

melakukan

Yadnya

yang

bersumber

dari

kebenaran

Ajaran

Agama.

Melaksanakan Yadnya yang benar, maka akan menghasilkan pahala yang baik
pula. Mengamalkan ajaran Karma Phala, maka niscaya tujuan hidup yaitu Moksa
dapat tercapai.
2.4.11 Susila
Susila merupakan salah satu bagian dari Tiga Kerangka Agama Hindu. Susila
berarti perilaku atau tingkah laku yang baik. Setiap perbuatan yang dilaksanakan
harus berlandaskan akan dharma, karena dengan berlandaskan dharma perbuatan
yang dilakukan akan berdampak positif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Orang yang mampu mengamalkan ajaran susila berarti telah mampu
mengendalikan diri dari perbuatan buruk, berarti telah melaksanakan Yadnya dan
Tapa berlandaskan Dharma, maka kesempurnaan hidup yaitu Moksa akan
tercapai.
14 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a

2.4.12 Swadhaya, mempelajari kitab-kitab suci, kitab suci menuntun untuk hidup suci
dan tentram, Swadhaya membimbing orang memiliki kearifan yang merupakan
pengaruh guna sattwam sehingga seorang dapat membedakan mana perbuatan
yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Berdasarkan hal tersebut maka dalam
pelaksanaan Yadnya dan Tapa yang sudah dilandaskan dengan Ajaran Agama,
maka niscaya tujuan hidup yaitu Moksa dapat tercapai.
2.4.13 Yoga
Yoga dalam

filsafat Hindu yang bertujuan mengheningkan pikiran dan

menguasai diri. Ajaran ini merupakan suatu sistem latihan dengan penuh
kesungguhan untuk membersihkan, mempertinggi dan memperdalam nilai-nilai
kerohanian dalam mendekatkan diri dengan Tuhan (Brahman), sehingga cara itu
segala konsentrasi selalu tertuju kepada-Nya. Yoga merupakan sistem Ajaran
gaib yang diperkembangkan Hinduisme dengan maksud membebaskan orang dari
dunia khayalan seperti yang dipahami dengan panca indera. Pembebasan ini sukar
dan mungkin memerlukan beberapa kali umur hidup. Yogi (penganut yoga) yang
percaya akan pantheisme (kepercayaan bahwa dunia dengan segala isinya adalah
Tuhan) mencari persatuan dengan jiwa seluruh alam dunia. Penganut yoga yang
atheis (tidak mengakui adanya Tuhan) mencari perasingan yang sempurna dari
segala jiwa-jiwa lainnya dan pengetahuan diri sendiri yang sempurna. Kemuliaan
terakhir yang dicari ialah kemuliaan penerangan sempurna. Para penganut Yoga
memakai disiplin jasmani untuk mencapai itu: penyucian, kebersihan, samadi dan
latihan. Berdasarkan uraian diatas maka yoga angat penting untuk dilakukan.
Tapa yang dilakukan melalui Yoga, maka niscaya tujuan hidup yaitu Moksa dapat
tercapai.
2.4.14 Catur bratha penyepian
Catur Brata Penyepian (empat jenis pantangan) yang tidak boleh dilaksanakan
pada saat hari raya Nyepi. Adapun bagian Catur Bratha Penyepian yakni:
1. Amati Geni (tidak memasak dan tidak menggunakan api untuk memasak atau
menerangi).
2. Amati Karya (tidak boleh bekerja).
3. Amati Lelungaan (tidak boleh berpergian/meninggalkan rumah).
4. Amati Lelanguan (tidak boleh menikmati hiburan atau kesenangan duniawi).
Ajaran Catur bratha penyepian mengajarkan agar umat Hindu agar mampu
mengendalikan diri dan tidak melanggar pantangan yang ada. Mengamalkan
15 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a

ajaran Catur bratha penyepian berarti juga telah melaksanakan Tapa dan
mengendalikan guna rajas dan tamas. Tapa yang dilakukan berdasarkan Ajaran
Agama yang niscaya akan dapat mencapai tujuan hidup manusia yaitu Moksa.
2.4.15 Tri Parartha terdiri dari dua kata yaitu Tri dan Parartha. Tri berarti tiga dan
Parartha berarti kesempurnaan, kebahagiaan. Jadi, Tri Parartha berarti tiga
perihal atau tiga hal yang menyebabkan terwujudnya kesempurnaan, kebahagian,
keselamatan, dan kebahagian orang lain. Ajaran Asih menanamkan rasa welas
asih dan kasih sayang kepada makhluk ciptaan Tuhan, Punia menanamkan sikap
yang tulus ikhlas tanpa mengaharapkan imbalan terhadap Yadnya yang
dilakukan. Bhakti yaitu dengan memuja Tuhan Yang Mahaa Esa sperti halnya Tri
Sandhya. Berdasaran hal tersebut maka pengamalan Ajaran Tri Parartha sangat
penting dei tercapinya kesempurnaan hidup ysitu Moksa.
2.4.16 Catur Paramitha terdiri dari dua kata, yaitu Catur dan Paramitha. Catur berarti
empat, dan Paramitha berarti perbuatan yang mulia. Jadi, Catur Paramitha
merupakan empat perbuatan yang mulia dan luhur untuk mencapai kesempurnaan
hidup. Ajaran Catur Paramitha terdiri dari Maitri, Karuna, Muditha, dan Upeksa.
Maitri berarti suka bersahabat. Ajaran Maitri mengajarkan untuk selalu bersikap
tidak membeda-bedakan orang lain, menghindari kebencian, menjunjung sikap
kekeluargaan, dan selalu ingin menyenangkan orang lain. Karuna berarti suka
menolong. Ajaran Karuna mengajarkan untuk selalu bersikap welas asih, suka
membantu, suka memaafkan, dan bisa berbagi dengan orang lain. Muditha berarti
simpatik atau toleransi. Ajaran Muditha mengajarkan untuk selalu menjaga
perasaan orang lain, selalu simpati terhadap orang lain, dan peduli terhadap
kesusahan orang lain. Dan ajaran terakhir dari Catur Paramitha yaitu Upeksa
yang berarti tidak suka mencampuri urusan orang lain. Ajaran Upeksa
mengajarkan untuk selalu bijaksana dalam melihat suatu permasalahan, tidak
suka mencampuri urusan orang lain, dan tidak suka memfitnah orang lain.
Berdasarkan hal tersebut, sangat penting pengamalan Ajaran Catur Paramitha
karena merupakan pengamalan Ajaran Yadnya dan juga Tapa. Pengamalan
Ajaran Catur Paramitha niscaya akan membawa umat Hindu mencapai tujuan
hidup yaitu Moksa.

16 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1

Tri Guna adalah tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia, yang
terdiri dari Guna Sattvam, Rajas, dan Tamas

3.1.2

Yadnya adalah korban suci yang dilaksanakan dengan hati yang tulus ikhlas.
Tapa adalah pengendalian diri yang bisa membakar noda-noda dosa dan
keserakahan.

3.1.3

Tri Guna memberi pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan Yadnya dan
Tapa. Yadnya dan Tapa yang dilakukan dibawah pengaruh Guna Sattvam
akan dilakukan didasarkan rasa yang tulus ikhlas tanpa mengharapkan
imbalan. Yadnyadan Tapa yang dilakukan dibawah pengaruh Guna Rajas akan
dilakukan didasarkan atas kenafsuan dan masih menginginkan adanya hasil
atau imbalan. Yadnya dan Tapa yang dilakukan dibawah pengaruh Guna
Tamas akan dilakukan didasarkan fifat kebodohan yaitu Yadnya yang
dilakukan tidak sesuai dengan Ajaran Agama yaitu di pengaruhi sifat
kegelapan. Yadnya dan Tapa yang dilakukan hendaknya tak lepas dari
pengamalan kata Om tat sat yang mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha
Esa dan mencapai tujuan hidup teringgi yaitu Moksa.

3.1.4

Ajaran hindu selalu menuntun dan melatih pemeluknya untuk selalu


mengimplementasikan Ajaran Yadnya dan Tapa. Adapun implementasi
kerukunan hidup umat beragama dalam kehidupan sehari-hari:
Tri sandhya, Nitya Karma, Naimitika Karma, Panca yadnya, Catur Marga, Tri
Kaya Parisudha, Punarbhawa, Tri Hita Karana, Cinta Kasih, Karma Phala,
Susila, Swadhaya, Yoga, Catur Bratha Penyepian, Tri Parartha, dan Catur
Paramitha.

3.2 Saran
Sebagai umat beragama Hindu hendaknya wajib melaksanakan Yadnya dan Tapa
sesuai dengan Ajaran Agama dan dilaksanakan dengan hati yang tulus ikhlas dan
mengendalikan sifat Tri Guna yang memberi pengaruh buruk terhadap pelaksanaan
Yadnya dan Tapa tersebut.
17 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a

DAFTAR PUSTAKA
Arwati, sri. 2003. Banten saiban dan segehan. Denpasar: Pt usada sastra.
Cumadani. 1987. Pengantar Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Wisma Karma
Darmayasa, 2014. Bhagawad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar Yayasan Dharma
Sthapanam.
Padjaja, Tjok Rai & Luh Asli. 2009. Pendidikan Agma Hindu. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Suadnyana,

Gus.

2015.

Darsana.

http://www.academia.edu/4366348/DAR%C5%9AANA.

Tersedia

pada

Diakes pada 28 Mei

2015.
Winawan. 2002. Materi Substansi Kajian Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas

DOA PENUTUP

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha


Om Santih, Santih, Santih Om

Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan
maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.

AGAMA HINDU
KARMA YOGA SEBAGAI LANDASAN DALAM
BERPRILAKU DAN BERYADNYA

DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.
DISUSUN OLEH:
I Kadek Arisujarnata

(1413021013)

SEMESTER II KELAS A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

DOA PEMBUKA
Om Saraswati Gumelar Ya Namah Swaha
Tasmajjatam Brahmanam Brahma Iyestham Dewasca Sarwe Amrttna Sakama
Artinya:
Ya Tuhan, Murid-Mu hadir dihadapan-Mu, Oh Brahman yang berselimutkan
kesaktian dan berdiri sebagai pertama. Tuhan, anugrahkanlah pengetahuan dan
pikiran yang terang. Brahman yang Agung setiap makhluk hanya dapat bersinar
berkat cahaya-Mu yang senantiasa memancar.

PRAKATA
Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Yang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Karma Yoga Sebagai Landasan dalam Berprilaku dan Beryadnya tepat pada
waktunya.
Penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan, serta dorongan
dari banyak pihak. Untuk itulah dengan penuh rasa hormat penulis ucapkan terima kasih kepada
Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
dalam merapungkan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga semua pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis.

ii

DAFTAR ISI
COVER
DOA PEMBUKA
PRAKATA..
DAFTAR ISI...
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan.
1.4. Manfaat Penulisan................
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karma Yoga..
2.2 Hakikat dan Keterkaitan Karma Yoga Dipandang Berdasarkan
Tingkah Laku..
2.3 Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan Suci (Yajna)...
2.4 Implementasi Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Dipandang Berdasarkan
Tingkah Laku..
2.5 Implementasi Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan
Suci (Yajna)
BAB III. PENUTUP
3.1 Simpulan.
3.2 Saran...................

i
ii
iii
1
2
2
3

4
5
8
11
16

19
20

DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Agama merupakan suatu kepercayaan yang dianut dan dipercayai oleh umat
pemeluk agama itu sendiri. Setiap orang harus percaya dan meyakini kebenaran ajaran agama
yang bersumber dari Tuhan. Semua makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha
Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, manusia merupakan makhluk termulia dan teristimewa,
karena manusia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya yaitu
pikiran. Agama Hindu berpikir, berkata dan berbuat termasuk dalam konsep Tri Pramana,
yang terdiri dari Bayu, Sabda , Idep. Manusia memiliki ketiganya. Pikiran ini hanya dimiliki
oleh manusia yang telah dibekali sejak dilahirkan. Inilah keistimewaan lahir menjadi
manusia, karena manusia memiliki pikiran maka diharapkan manusia mempunyai wiweka
mampu membedakan mana yang baik dan buruk dan dengan pikiran atau akal budinya
manusia dapat berbuat baik maupun berbuat buruk sesuai dengan keadaan manusia tersebut,
serta manusia dapat mengurangi perbuatan buruknya dengan memperbanyak perbuatan baik
yang telah diajarkan oleh sastra Agama Hindu.
Terkait dalam perilaku yang mencerminkan etika, maka dalam melaksanakan
perbuatan setiap hari janganlah terlalu memperhatikan dari segi pahalanya. Terkadang tanpa
dipungkiri bahwa setiap bertindak maka di pikiran terlintas bahwa harus berbuat baik agar
tidak dosa dan mendapat pahala. Tentunya hal ini masih memperlihatkan bahwa kita masih
diliputi perasaan pamrih, sebaiknya kita berbuat untuk yadnya. Karma Marga/Yoga Karma
adalah Jalan untuk mencapai kesatuan atman dan Brahman melalui kerja atau perbuatan
tanpa ikatan terhadap hasil, tanpa pamrih, tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan
pengorbanan. Hal ini sesuai dengan pembahasan di dalam Bhagavad Gita mengenai Karma
Yoga yang membahas perilaku benar yang dilakukan tanpa pamrih dan tanpa
memperhitungkan pahala yang didaptkat setelah melalukan pekerjaan tersebut.
Tetapi dewasa ini orang-orang tidak dapat mengamalkan ajaran perilaku yang
baik dan benar yang sesuai dengan isi kitab suci Bhagavad Gita, hal ini akibat dari
perkembangan teknologi dan informasi serta pengaruh-pengaruh budaya barat yang dapat
dengan mudahnya masuk ke dalam budaya kita. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya dasar
1

agama yang kuat agar ajaran agama dalam kitab suci tersebut, bukan hanya dipelajari saja
namun juga harus diimplementasikan sesuai dengan waktu, situasi dan tempatnya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga tercipta suatu kebahagiaan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu adanya inisiatif untuk mengangkat suatu
makalah dengan judul Karma Yoga Sebagai Landasan dalam Berprilaku dan Beryadnya
sebagai motivasi dalam melaksanakan segala tugas dan kewajiban yang ada dalam kehidupan
manusia.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut.
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Karma Yoga?
1.2.2 Bagaimana hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang berdasarkan tingkah
laku?
1.2.3 Bagaimana hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui pengorbanan suci (Yajna)?
1.2.4 Bagimana implementasi hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang berdasarkan
tingkah laku?
1.2.5 Bagimana implementasi hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui pengorbanan
suci (Yajna)?

1.3.

Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk menjelaskan pengertian Karma Yoga.
1.3.2 Untuk menjelaskan hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang berdasarkan
tingkah laku.
1.3.3 Untuk menjelaskan hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui pengorbanan suci
(Yajna).
1.3.4 Untuk menjelaskan implementasi hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang
berdasarkan tingkah laku.

1.3.5 Untuk menjelaskan implementasi hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui
pengorbanan suci (Yajna).

1.4.

Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Memperoleh pengetahuan mengenai pengertian Karma Yoga.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan mengenai hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang
berdasarkan tingkah laku.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan mengenai hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui
pengorbanan suci (Yajna).
1.4.4 Memperoleh pengetahuan mengenai implementasi hakikat dan keterkaitan Karma
Yoga dipandang berdasarkan tingkah laku.
1.4.5 Memperoleh pengetahuan mengenai implementasi hakikat dan keterkaitan Karma
Yoga melalui pengorbanan suci (Yajna).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karma Yoga
Kata Karma berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Kri yang berarti Berbuat ;
segala perbuatan ialah karma. Istilah tersebut jiga memiliki arti akibat dari perbuatan.
Diartikan secara batiniah kata karma tersebut bermaksud : apa yang terjadi sekarang
adalah sebab dari perbuatan-perbuatan dimasa lampau. Namun dalam Karma Yoga ini
dimaksudkan kata Karma berarti Bekerja (Murti, 1991).
Karma Marga/Yoga Karma adalah Jalan untuk mencapai kesatuan atman dan
Brahman melalui kerja atau perbuatan tanpa ikatan terhadap hasil, tanpa pamrih, tulus
dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan pengorbanan (Paduarsana, 2012).
Karma Yoga adalah salah satu macam yoga dalam agama Hindu. Filsafat dan
penjelasan mengenai Yoga ini diuraikan pada bab ketiga dalam kitab Bhagavad Gita,
yaitu bab Karma Yoga. Bab tersebut terdiri dari 43 sloka, berisi kotbah Kresna kepada
Arjuna yang menguraikan filsafat Hindu mengenai karma (perbuatan; kewajiban) dan
phala (hasil; buah). Bab ini merupakan lanjutan dari bab dua, yaitu tentangSamkhya
Yoga. Dalam Bhagawad Gita diceritakan bahwa Arjuna bingung dengan uraian Kresna
sebelumnya (dalam bab kedua, mengenai roh dan kematian) (Wikipedia, 2015). Dalam
bab III sloka pertama dan kedua, Arjuna berkata:

Arjuna uvaca
jyayasi cet karmanas te
mata buddhir janardana
tat kim karmani ghore mam
niyojayasi kesava.
(Bhagavad Gita III sloka 1)
Arjuna berkata, Wahai Krsna, jika Anda berpendapat bahwa kecerdasan lebih baik
daripada pekerjaan, lalu wahai Kesava, mengapa Anda menginginkan hamba menjadi
sibuk dalam perbuatan yang mengerikan ini?
Vyamisreneva vakyena
buddhim mohayasiva me
tad ekam vada niscitya
yena sreyoham apnuyam.
(Bhagavad Gita III sloka 2)

Kecerdasan hamba dikacaukan oleh kata-kata Anda yang membingungkan.


Beritahukanlah hamba satu pilihan yang pasti, dengan mana hamba mendapatkan yang
lenih baik untuk diri hamba
Pengantar Bhagavad Gita telah menyatakan, banyak jalan berbeda-beda yang
dijelaskan dan dikemukakan dengan cara yang tidak sistematis, padahal uraian yang
sistematis diperlukan untuk mencapai pengertian. Maka Arjuna ingin meminta penjelasan
yang tidak membingungkan orang awam agar tidak terjadi penafsiran yang keliru
(Paduarsana, 2012). Sehingga Sang Kresna bersabda di dalam Bhagavad Gita seperti
yang disebutkan sebagai berikut.
Sri-bhagavan uvaca
lokesmin dvi-vidha nistha
pura prokta mayanagha
jnana-yogena sankhyanam
karma-yogena yoginam
(Bhagavad Gita III sloka 3)
Sri Bhagavan Krsna bersabda: WahaiArjuna yang telah terbebaskan dari dosa-dosa,
didunia ini terdapat dua jenis keyakinan. Hal itu telah Aku jelaskan sebelumnya
kepadamu. Para ahli Sankhya-yoga menempuh melalui jalan ilmu pengetahuan suci,
sedangkan para yogi menempuhnya melalui jalan perbuatan suci.
Berdasarkan uraian diatas, maka menurut Bhagavad Gita Karma Yoga berarti
"kerja" atau "tindakan" yang merupakan hokum alam. Bekerja dianjurkan dengan rasa
tulus dan pengabdian ditujukan kepada Brahman tanpa mengharapkan keuntungan
pribadi. Tindakan digerakkan oleh hukum alam dan bukan oleh jiwa. Sifat alam
menyebabkan amarah dan nafsu yang menyelubungi jiwa sehingga seseorang terikat
dengan pahala kerja. Seseorang dianjurkan agar tidak tertipu oleh sifat alam, bukan
berhenti bertindak. Berhenti bertindak berarti melawan hukum alam (Wikipedia, 2015).
2.2 Hakikat dan Keterkaitan Karma Yoga Dipandang Berdasarkan Tingkah Laku
1. Hakikat Karma Yoga Berdasarkan Tingkah Laku yang Tulus Ikhlas.
Karma Marga Yoga atau perbuatan dan kerja merupakan suatu pengembalian
dengan melepaskan segala hasil atau buah dari segala yang dikerjakannya. Dengan
melakukan amal kebajikan tanpa pamrih, secara otomatis dapat mengembalikan
emosi dan melepaskan atma dari ikatan duniawi. Seorang karmin (sebutan seorang
yang menjalankan karma yoga) dapat melepaskan diri dari ikatan karma wasana dan
karma phalanya, terbebas dari unsur-unsur maya, sehingga mencapai kesempurnaan

dan kebebasan tertinggi (moksa) (Paduarsana, 2012). Hal tersebut di atas juga
didukung oleh adanya pernyataan di dalam Bhagavad Gita sebagi berikut.
na karmanam anarambhan
naiskarmyam purusosnute
na ca sannyasanad eva
siddhim samadhigacchati
(Bhagavad Gita III sloka 4)
Sesungguhnya, tidak hanya dengan cara menghindari melaksanakan pekerjaan
orang dapat mencapai pembebasan dari reaksi perbuatan, dan tidak hanya dengan
melepaskan ikatan-ikatan duniawi orang dapat dengan sempurna mencapai
keberhasilan.
na hi kascit ksanam api
jatu tisthaty akarma-krt
karyate hy avasah karma
sarvah prakrti-jair gunaih.
(Bhagavad Gita III sloka 5)
Bahkan selama sesaat pun tidak ada orang dapat hidup di dunia ini tanpa melakukan
suatu perbuatan. Tanpa berdaya semua orang dipaksa oleh sifat-sifat alam untuk
melakukan suatu perbuatan.
niyatam kuru karma tvam
karma jyayo hy akarmanah
sarira-yatrapi ca te
na prasiddhyed akarmanah.
(Bhagavad Gita III sloka 8)
Lakukanlah perbuatan-perbuatan seperti yang telah ditetapkan di dalam kitab-kitab
suci, karena sesungguhnya adalah lebih baik melakukan perbuatan daripada tidak
berbuat apa-apa. Bahkan perjalanan badan jasmani ini pun tidak akan bisa terjadi
tanpa melakukan perbuatan.
naiva tasya krtenartho
nakrteneha kascana
na casya sarva-bhutesu
kascid artha-vyapasrayah.
(Bhagavad Gita III sloka 18)
6

Bagi orang yang sudah mencapai tingkat keinsyafan seperti itu, di dunia ia tidak
mempunyai tujuan apa pun dari pelaksanaan tugas kewajiban, dan tidak mempunyai
tujuan apa pun dengan tidak melaksanakan tugas kewajiban. Dan dalam hubungan
dengan makhluk hidup manapun ia sama sekali tidak mempunyai pamrih tujuan
dalam bentuk apa pun.
tasmad asaktah satatam
karyam karma samacara
asakto hy acaran karma
param apnoti purusah.
(Bhagavad Gita III sloka 19)
Oleh karena itu, lakukanlah tugas kewajiban tanpa keterikatan pada tujuan dari
perbuatan, karena orang yang melakukan tugas kewajibannya tanpa keterikatan pada
tujuan, maka orang seperti itu akan sampai kepada Tuhan Yang Maha Esa.
karmanaiva hi samsiddhim
asthita janakadayah
loka-sangraham evapi
sampasyan kartum arhasi.
(Bhagavad Gita III sloka 20)
Raja suci bernama Janaka dan yang lain-lain telah mencapai kesempurnaan hanya
dengan melaksanakan tugas-tugas kewajiban suci. Oleh karena itu, demi kepentingan
mendidik masyarakat biasa, engkau hendaknya melakukan tugas kewajiban tanpa
keterikatan pada tujuan.

2. Keterkaitan Karma Yoga dipandang Berdasarkan Tingkah Laku yang Tulus


Ikhlas
Perbuatan atau tingkah laku yang baik dan tulus ikhlas haruslah dilakukan dengan
proses pengendalian diri dalam melakukan suatu pekerjaan tersebut, berdasarkan hal
tersebut maka dalam dalam bertingkah laku harus mampu menghindari segala
keinginan atau nafsu untuk melakukan tindakan yang berada di luar ajaran agama
(Sukarma, 2012). Hal ini telah tertuang dalam kitab Bhagavad Gita sebagai berikut.

karmendriyani samyamya
ya aste manasa smaran
indriyanthan vimudhatma
mithyacarah sa ucyate.
(Bhagavad Gita III sloka 6)
Orang yang mengendalikan indria-indrianya tetapi pikirannya senantiasa mengingat
obyek-obyek indria, orang seperti itu dikatakan sebagai orang sangat bodoh yang
melakukan perbuatan berpura-pura.
yas tv indriyani manasa
niyamyarabhaterjuna
karmendriyaih karma-yogam
asaktah sa visisyate.
(Bhagavad Gita III sloka 7)
Wahai Arjuna, orangyang dengan sungguh-sungguh berusaha mengendalikan
indria-indrianya dengan pikiran dan dengan indria-indria pekerjaannya tersebut, dan
tanpa keterikatan apa pun mulai melakukan perbuatan-perbuatan suci di dalam
karma-yoga, maka ia sesungguhnya jauh lebih maju.

2.3 Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan Suci (Yajna)
Setiap orang yang hidup di dunia ini tidak dapat hidup menyendiri, mereka
tergantung satu sama lainnya, dan tiap-tiap orang dihidupkan oleh satu jiwatma yang
besar, yaitu parama atma. Paramatma inilah tiap-tiap makhluk harus menyesuaikan
dirinya. Dan hokum timbale balik dan saling berhubungan itu disebut Yajna. Apabila
seseorang melakukan pekerjaan berdasarkan pengorbanan suci (Yajna), maka ia dapat
mengikuti hokum dunia yang besar, dan apabila tidak, maka ia akan menderita (Mantra,
1990). Tentang hal ini telah ada disebutkan di dalam Bhagavad Gita sebagai berikut.
yajnarthat karmanonyatra
lokoyam karma-bandhanah
tad-artham karma kaunteya
mukta-sangah samacara.
(Bhagavad Gita III sloka 9)
Lakukanlah perbuatan-perbuatan sebagai persembahan suci kepada Tuhan Yang maha
Esa. Kalau tidak, perbuatan-perbuatan tersebut akan mengakibatkan ikatan karma di
dunia ini. Oleh karena itu, wahai Arjuna, lakukanlah segala perbuatan sebagai
8

persembahan suci kepada Tuhan Yang Maha esa, maka engkau akan dibebaskan dari
segala ikatan karma.
saha-yajnah prajah srstva
purovaca prajapatih
anena prasavisyadhvam
esa vodtva ista-kama-dhuk.
(Bhagavad Gita III sloka 10)
Pada Zaman dahulu kala, Prajapatih, Sang Pencipta, telah menciptakan alam semesta
beserta makhluknya melalui persembahan suci yajna, dan bersada, Sejahterakanlah
semuanya melalui perbuatan suci ini. Melaksanakan perbuatan sebagai persembahan suci
seperti ini akan dapat memenuhi segala sesuatu yang engkau inginkan.
devan bhavayatanena
te deva bhavayantu vah
parasparam bhavayantah
sreyah param avapsyatha.
(Bhagavad Gita III sloka 11)
Puaskanlah para Dewa melalui perbuatan-perbuatan dalam persembahan suci ini, maka
para Dewa akan menganugrahkan segala kesejahteraan kepadamu. Dengan memberikan
kepuasan satu sama lain seperti itu maka engkau akan mencapai kemuliaan paling
utama.
istan bhogan hi vo deva
dasyante yajna-bhavitah
tair dattan apradayaibhyo
yo bhunkte stena eva sah.
(Bhagavad Gita III sloka 12)
Para Dewa yang telah terpuaskan oleh persembahan-persembahan suci pastilah
senantiasa akan memenuhi keinginan-keinginan dan memberkahi segala kebutuhan
hidup. Akan tetapi, jika segala berkah tersebut tidak dipergunakan sebagi persembahan
suci, maka sesungguhanya orang yang menikmati sendirian berkah-berkah tersebut
disebut sebagai seorang pencuri.
yajna-sistasinah santo
mucyante sarva-kilbisaih
bhunjate te tv agham papa
9

ye pacanty atma-karanat.
(Bhagavad Gita III sloka 13)
Orang saleh yang memakan makanan yang sudah dipersembahkan terlebih dahulu
sebagai persembahan suci, terbebaskan dari segala jenis dosa. Sedangkan mereka yang
memasak makanan untuk kenikmatan diri sendiri, sesungguhnya mereka hanya memakan
dosa.
annad bhavanti bhutani
parjanyad anna-sambhavah
yajnad bhavati parjanyo
yajnah karma-samudbhavah.
(Bhagavad Gita III sloka 14)
Semua makhluk hidup dilahirkan dari makanan. Makanan dilahirkan dari hujan. Dan
hujan turun karena pelaksanaan persembahan-persembahan suci yajna. Selanjutnya,
persembahan suci yajna terlahir dari perbuatan.
karma brahmodbhavam viddhi
brahmaksara-samudbhavam
tasmat sarva-gatam brahma
nityam yajne pratisthitam.
(Bhagavad Gita III sloka 15)
Ketahuilah bahwa perbuatan muncul dari Veda, dan Veda muncul dari Aksara Brahma,
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, Tuhan Yang Maha Esa senantiasa berada pada
persembahan suci Yajna.
evam pravartitam cakram
nanuvartayatiha yah
aghayur indriyaramo
mogham partha sa jivati.
(Bhagavad Gita III sloka 16)
Arjuna yang baik hati, orang yang tidak melaksanakan korban suci tersebut seperti yang
telah ditetapkan di dalam veda, pasti hidupnya penuh dengan dosa. Sia-sialah kehidupan
orang seperti itu, di mana hidupnya hanya untuk memuaskan indria-indria.

10

2.4 Implementasi Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Dipandang Berdasarkan


Tingkah Laku
Sesuai dengan siklus rwabhineda, perbuatan itu terjadi dari dua sisi yang berbeda,
yaitu perbuatan baik dan perbuatan yang tidak baik. Perbuatan baik ini disebut dengan
Subha Karma, sedangkan perbuatan yang tidak baik disebut dengan Asubha Karma.
Siklus Subha dan Asubhakarma ini selalu saling berhubungan satu sama lain dan tidak
dipisahkan. Walaupun kemampuan yang dimiliki oleh manusia tunduk pada hukum
rwabhineda, yakni cubha dan acubhakarma (baik dan buruk, benar dan salah, dan lain
sebagainya), namun kemampuan itu sendiri hendaknya diarahkan pada Subhakarma
(perbuatan baik). Karena bila subhakarma yang menjadi gerak pikiran, perkataan dan
perbuatan, maka kemampuan yang ada pada diri manusia akan menjelma menjadi prilaku
yang baik dan benar. Sebaliknya, apabila Asubhakarma yang menjadi sasaran gerak
pikiran, perkataan dan perbuatan manusia, maka kemampuan itu akan berubah menjadi
perilaku yang salah (buruk) (Parisada Hindu Dharma Indonesia, 2012).

2.4.1. Subhakarma (Perbuatan Baik)


1. Tri Kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan,
yaitu (Parisada Hindu Dharma Indonesia, 2012):

Berfikir yang bersih dan suci (manacika),


Tiga

macam

yang

berdasarkan

pada

pikiran

adalah

tidak

menginginkan sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk


terhadap mahkluk lain dan tidak mengingkari adanya hukum
karmaphala.

Berkata yang benar (Wacika)


Empat macam yang berdasarkan atas perkataan adalah tidak suka
mencaci maki, tidak berkata kasar kepada makhluk lain, tidak
memfitnah dan tidak ingkar pada janji atau ucapan.

Berbuat yang jujur (Kayika).


Tiga macam pengendalian yang berdasarkan atas perbuatan adalah
tidak menyiksa atau membunuh makhluk lain, tidak melakukan
kecurangan terhadap harta benda dan tidak berjina
11

2. Catur Paramita adalah empat bentuk budi luhur, Catur Paramita ini adalah
tuntunan susila yang membawa masunisa kearah kemuliaan. Yaitu (Parisada
Hindu Dharma Indonesia, 2012);

Maitri artinya lemah lembut, yang merupakan bagian budi luhur yang
berusaha untuk kebahagiaan segala makhluk. Implementasinya dalam
kehidupan adalah menerapkan senyum, sapa dan salam setiap bertemu
dengan orang.

Karuna adalah belas kasian atau kasih sayang, yang merupakan bagian
dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya pendertiaan segala
makhluk. Implementasinya adalah apabila ada bencana alam di suatu
daerah, sebagai manusia yang memiliki perasaan maka harus mampu
memiliki belas kasihan dan mampu untuk membantu baik berupa do
maupun material.

Mudita

artinya

sifat

dan

sikap

menyenangkan

orang

lain.

Implementasinya mampu membuat orang lain merasa bahagia


walaupun diri sendiri mengalami kesedihan atau penderitaan.

Upeksa artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain.


Implementasinya adalah selalu menghargai hasil karya orang lain
misalnya hasil kasrya seni, tulisan, pendapat dan lain-lain.

3. Panca Yama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam


hubungannya dengan perbuatan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan
kesucian bathin. Panca Yama Bratha ini terdiri dari lima bagian yaitu(Parisada
Hindu Dharma Indonesia, 2012):

Ahimsa artinya tidak menyiksa dan membunuh makhluk lain dengan


sewenang-wenang. Implementasinya tidak menebang hutan secara liar,
tidak memburu binstsng lsngks, dsn tidak membunuh sesame manusia.

Brahmacari artinya tidak melakukan hubungan kelamin selama


menuntut ilmu, dan berarti juga pengendalian terhadap nafsu seks.

12

Satya artinya benar, setia, jujur yang menyebabkan senangnya orang


lain. Implementasinya mampu untuk menepati janji yang telah dibuat
sebelumnya.

Awyawahara atau Awyawaharita artinya melakukan usaha yang selalu


bersumber kedamaian dan ketulusan. Implementasinya berdana punia
secara tulus ikhlas dan tidak mengharapkan sanjungan dari orang lain.

Asteya atau Astenya artinya tidak mencuri atau menggelapkan harta


benda milik orang lain. Implementasinya tidak melakukan korupsi
baik korupsi waktu maupun uang.

4. Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat
mental untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagianbagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah (Parisada Hindu Dharma
Indonesia, 2012):

Akrodha artinya tidak marah. Implementasinya, bersikap tenang dan


mengendalikan emosi apabila sedang marah.

Guru Susrusa artinya hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan
nasehat-nasehat guru. Implementasinya adalah selalu mendengarkan
perkataan guru saat guru sedang mengajar di dalam kelas.

Sauca artinya kebersihan, kemurnian dan kesucian lahir dan bathin.


Implementasinya selalu bersembahyang dan menjaga kehormatan serta
harga diri.

Aharalaghawa

artinya

pengaturan

makan

dan

minum.

Implementasinya adalah membuat hidangan makanan yang cukup


untuk satu keluarga.

Apramada artinya taat tanpa ketakaburan melakukan kewajiban dan


mengamalkan ajaran-ajaran suci. Implementasinya adalah selalu
membaca dan mengamalkan isi dari kitab suci seperti Bhagavad Gita,
epos dan lain-lain.

13

5. Catur Aiswarya adalah suatu kerohanian yang memberikan kebahagiaan hidup


lahir dan batin terhadap makhluk. Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana,
Wairagya dan Aiswawarya (Parisada Hindu Dharma Indonesia, 2012):

Dharma adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas kebenaran.


Implementasinya adalah tidak berbohong, tanggungjawab, tenggang
rasa dan lain-lain.

Jnana artinya pengetahuan atau kebijaksanaan lahir batin yang berguna


demi kehidupan seluruh umat manusia. Implementasinya adalah
melanjutkan pendidikan setinggi mungkin seperti perguruan tinggi
untuk menambah pengatahuan.

Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan duniawi, misalnya


tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila hormat
dan sebagainya.

Aiswarya artinya kebahagiaan dan kesejahteraan yang didapatkan


dengan cara (jalan) yang baik atau halal sesuai dengan hukum atau
ketentuan agama serta hukum yang berlaku di dalam masyarakat dan
negara.

6. Asta Siddhi adalah delapan ajaran kerohanian yang memberi tuntunan kepada
manusia untuk mencapai taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin.
Asta Siddhi meliputi (Parisada Hindu Dharma Indonesia, 2012):

Dana artinya senang melakukan amal dan derma. Implementasinya


adalah mampu berdana punia baik berupa uang ataupun material.

Adnyana artinya rajin memperdalam ajaran kerohanian (ketuhanan).


Implementasinya

adalah mengikuti kegiatan keagamaan seperti

seminar spiritual, aliran agama dan lain-lain.

Sabda artinya dapat mendengar wahyu karena intuisinya yang telah


mekar. Implementasinya adalah mengajarkan pengetahuannya kepada
orang lain yang belum mampu memahami ajaran-ajaran agama.

Tarka artinya dapat merasakan kebahagiaan dan ketentraman dalam


semadhi.
14

Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam gangguan


pikiran yang tidak baik.

Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam penyakit


(kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti kesurupan,
ayan, gila, dan sebagainya.

Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari rohroh halus, racun dan orang-orang sakti.

Saurdha adalah kemampuan yang setingkat dengan yogiswara yang


telah mencapai kelepasan.

7. Dasa Nyama Bratha terdiri dari (Parisada Hindu Dharma Indonesia, 2012):

Dhana artinya suka berderma, beramal saleh tanpa pamerih.


Implementasinya adalah berbuat baik dan berdana punia.

Ijya artinya pemujaan dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur.
Implementasinya adalah ngejot punjung setiap ada piodalan di
merajan.

Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar
dapat mencapai ketenangan batin. Implementasinya Yoga dan
Semadhi.

Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Hyang Widhi.

Upasthanigraha artinya mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual);

Swadhyaya artinya tekun mempelajari ajaran-ajaran suci khususnya,


juga pengetahuan umum;

Bratha artinya taat akan sumpah atau janji;

Upawasa artinya berpuasa atau berpantang trhadap sesuatu makanan


atau minuman yang dilarang oleh agama;

Mona artinya membatasi perkataan; dan

Sanana artinya tekun melakukan penyician diri pada tiap-tiap hari


dengan cara mandi dan sembahyang.

15

2.5 Implementasi Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan Suci
(Yajna)
Upaya untuk membersihkan diri dari segala dosa dan melunasi hutang yang dibawa
sejak lahir itu manusia berkewajiban untuk melakukan Panca Yadnya secara rutin.
Dengan pelaksanaan Panca Yadnya secara rutin dapat mengimplementasikan ajaran
Karma Yoga di dalam kehidupan sehari-hari (Midastra, dkk 2007). Adapun beberapa
implementasi Karma Yoga melalui pengorbanan suci (Yajna) adalah sebagi berikut.
2.5.1. Nitya Karma
Yadnya ini dalam bentuk yadnya sesa yaitu, setelah selesai menanak nasi sebelum
disantap dipersembahkan kepada: Bhatara-Bhatara di Merajan, Hyang Brahma di
Pewaregan (dapur), Hyang Wisnu di sumur atau di tempat air, Hyang Siwa Raditya
di atap rumah, Hyang Pratiwi di halaman rumah, Kepada Pengunggu Karang di
Tuggu (Jero Gede), di lesung, di talenan, di cobek (pengulekan bumbu), sapu dan
lain-lain. Aplikasi dari Yadnya ini, umat Hindu dilatih untuk mementingkan
kepentingan orang lain atau umum terlebih dahulu daripada kepentingan diri sendiri
(Partadjaja, 2009).

2.5.2. Naimitika Karma


Yadnya yang dijalankan pada waktu-waktu tertentu, berdasarkan Desa, Kala, Patra
antara lain pada hari raya besar umat Hindu pada saat pujawali seperti Hari Raya
Nyepi, Galungan, Kuningan dan lain-lain. Naimitika Karma yang lain misalnya,
dijalankan karena adanya peristiwa yang dipandang perlu untuk dilaksanakan
yadnya, misalnya kelahiran bayi, melaspas dan sebagainya (Partadjaja, 2009).
2.5.3. Dewa Yadnya
Dewa Yadnya adalah korban suci yang dilakukan secara tulus ikhlas kehadapan
para Dewa yang merupakan manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Cotoh
Implementasi dari Dewa Yadnya adalah (Midastra, dkk 2007):
1. Melaksanakan Puja Trisandya/Surya Sewana setiap hari.
2. Mendirikan tempat suci sebagai stana Sang Hyang Widhi Wasa beserta
Manifestasi-Nya.
3. Melaksanakan Upacara melaspas, yaitu upacara penyucian bangunan.
4. Melaksanakan upacara Pujawali Piodalan sebuah pelinggih atau Pura.
5. Melaksanakan upacara untuk menyambut hari ray agama, khususnya Agama
Hindu seperti hari raya Nyepi, Galungan, Kuningan, dan lain-lain.

16

2.5.4. Rsi Yadnya


Rsi Yadnya adalah korban suci yang dilakukan secara tulus ikhlas kehadapan para
Rsi/Pawiku lainnya (Pedanda, Rsi/Begawan, Mpu/Sri Empu, dan Dukuh). Cotoh
Implementasi dari Karma Yoga pada Rsi Yadnya adalah (Midastra, dkk., 2007):
1. Dana Punia yang diberikan secara tulus ikhlas kepada para Rsi, baik itu berupa
uang, pakaian, sembako atau material lainnya.
2. Menghormati dan menghargai para Rsi.
2.5.3. Pitra Yadnya
Pitra Yadnya adalah korban suci yang dilakukan kepada para pitara atau leluhur.
Contoh implementasi Karma Yoga dlam Pitra Yadnya adalah (Midastra, dkk.,
2007):
1. Membahagiakan orang tua, dengan selalu menurutu dan menjalankan perintah
dari beliau.
2. Menghormati dan menghargai setiap tuturkata serta tindakan beliau.
3. Apabila orang tua sudah meninggal, dihormati melalui peaksanaan upacara
seperti Mapendem (menanam Jenasah di setra) atauMageseng (Pengabenan).
2.5.4. Manusa Yadnya
Manusa yadnya adalah korban suci yang ditujukan kepada sesama manusia untuk
memperoleh kesucian lahir bathin. Contoh Implementasi Karma Yoga melalui
Manusa Yadnya adalah (Midastra, dkk., 2007):
1. Upacara magedong-gedongan, yaitu upacara yang dilakukan ketika bayi masih
berada dalam kandungan.
2. Upacara Pemapag atau Upacara bayi lahir, yaitu upacara yang dilaksanakan
pada saat bayi baru lahir.
3. Upacara Kepus Puser, yaitu upacara yang dilaksanakan ketika pusar bayu sudah
tanggal.
4. Upacara Lepas Hawon, yaitu upacara yang dilaksanakan pada saat bayi berumur
12 hari sebagai penyucian pada bayi.
5. Upacara Tutug Kambuhan, yaitu upacara yang dilaksanakan ketika bayu
berumur 42 hari.
6. Upacara Nyambutin, yaitu upacara yang dilaksanakan setelah bayi berumur 3
bulan (tiga bulanan).
7. Upacara Otonan, yaitu upacara yang dilaksanakan setelah anak berumur 1 oton
(210 hari).
8. Upacara Ngempugin, yaitu upacara yang dilaksanakan setelah anak mulai
tumbuh gigi.
9. Upacara Makupak atau Mekepus, yaitu upacara yang dilaksanakan setelah anak
mulai tanggal giginya.
17

10. Upacara Ngeraja (Upacara Munggal Dewa), yaitu upacara yang dilaksanakan
ketika anak mulai menginjak dewasa, sebagai pemujaan kepada Sang Hyang
Semara Ratih.
11. Upacara Mapendes (Upacara Potong Gigi), yaitu upacara yang dilaksanakan
setelah anak menginjak dewasa sebagai simbolis pengendalian Sad Ripu.
12. Upacara Wiwaha, yaitu upacara perkawinan yang dilaksankan setelah anak
menikah.
2.5.5. Bhuta Yadnya
Bhuta Yadnya adalah korban suci yang ditujukan kepada makhluk bawahan, baik
yang kelihatan maupun yang tidak untuk menjaga keseimbangan alam. Contoh
implementasi Karma Yoga melalui Bhuta yadnya adalah (Midastra, dkk., 2007):
1. Mesegeh di rumah dan di pura pada saat ada hari raya umat Hindu baik itu hari
raya besar maupun hari raya yang kecil.
2. Mecaru, yaitu upacara yang dilaksanakan untuk membersihkan dan
menyeimbangkan suatu pekarang atau suatu daerah dari makhluk bawahan.
3. Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) menjelang Hari Raya Nyepi (Tahun Baru /
aka / Kalender Bali). Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) adalah upacara suci
yang merupakan persembahan suci yang tulus ikhlas kepada Bhuta-Kala agar
terjalin hubungan yang harmonis dan bisa memberikan kekuatan kepada
manusia dalam kehidupan (Prajoko, Ahmad. 2012).

18

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Karma Marga atau Yoga Karma adalah jalan untuk mencapai kesatuan atman dan
Brahman melalui kerja atau perbuatan tanpa ikatan terhadap hasil, tanpa pamrih,
tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan pengorbanan.
3.1.2 Hakikat dan keterkaitan Karma Marga Yoga dengan perbuatan, kerja dan tingkah
laku merupakan suatu pengembalian dengan melepaskan segala hasil atau buah
dari segala yang dikerjakannya. Dengan melakukan amal kebajikan tanpa pamrih,
secara otomatis dapat mengembalikan emosi dan melepaskan atma dari ikatan
duniawi. Perbuatan atau tingkah laku yang baik dan tulus ikhlas haruslah
dilakukan dengan proses pengendalian diri dalam melakukan suatu pekerjaan
tersebut, berdasarkan hal tersebut maka dalam dalam bertingkah laku harus
mampu menghindari segala keinginan atau nafsu.
3.1.3 Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan Suci (Yajna) adalah
setiap orang yang hidup di dunia ini tidak dapat hidup menyendiri, mereka
tergantung satu sama lainnya, dan tiap-tiap orang dihidupkan oleh satu jiwatma
yang besar, yaitu parama atma. Kepada Paramatma inilah tiap-tiap makhluk harus
menyesuaikan dirinya. Dan hokum timbale balik dan saling berhubungan itu
disebut Yajna.
3.1.4 Kemampuan yang dimiliki oleh manusia tunduk pada hukum rwabhineda, yakni
subha dan asubhakarma (baik dan buruk, benar dan salah, dan lain sebagainya),
namun kemampuan itu sendiri hendaknya diarahkan pada Subhakarma (perbuatan
baik). Implementasi dari hakekat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang
brdasarkan tingkah laku dalam konteks Subha Karma adalah 1). Tri Kaya
Parisudha, 2). Catur Paramita, 3). Panca Yama Brata, 4). Panca Nyama Brata, 5).
Catur Aiswarya, 6). Asta Siddhi, 7). Dasa Nyama Brata.
3.1.5 Pelaksanaan Panca Yadnya secara rutin dapat mengimplementasikan ajaran
Karma Yoga di dalam kehidupan sehari-hari. Adapun beberapa implementasi
Karma Yoga melalui pengorbanan suci (Yajna) adalah sebagi berikut: 1). Nitya
Karma, 2). Naimitika Karma, 3). Dewa Yadnya, 4). Rsi Yadnya, 5). Pitra Yadnya,
4). Manusa yadnya, dan 5) Bhuta Yadnya.

19

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan sehubungan dengan penulisan makalah ini,
yaitu sebagai mahasiswa sebaiknya mulai selalu memperhatikan setiap tingkah laku yang
dilakukan agar mampu sesuai dengan ajaran agama yang tertuang adalam kitab
Bhagawadgita, kemudian para mahasiswa juga mampu mengamalkan prinsip Karma
Yoga yang dijelaskan di dalam kitab Bhagawadgita dalam kedidupan, baik itu dalam
bentuk tungkah laku maupun dalam bentuk Yadnya.

20

DAFTAR PUSTAKA

Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam.
Mantra, Ida Bagus. 1981. Bhagavad Gita. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.
Mantra, Ida Bagus. 1990. Tata Susila Hindu Dharma. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Midastra, I Wayan, Wijaya, I Ketut, Sandiarta, Made, Lugra, Ketut, dan Ngasih, Nyoman.
2007. Widya Dharma Agama Hindu. Denpasar: Ganesa Exact.
Murti, Yoga. 1991. Karma Marga. Jakarta: Hanuman Sakti
Paduarsana. 2012. Karma Yoga. Terdapat dalam: https://paduarsana.com/tag/karma-yoga/ .
Diakses 31 Mei 2015.
Parisada Hindu Dharma Indonesia. 2012. Subha Karma dan Asubha Karma. Terdapat dalam:
https://id-id.facebook.com/notes/hindu-bali/mari-belajar-tentang-subha-dan-asubhakarma-perbuatan-yang-baik-dan-buruk/478784345477550 2012. Diakses 3 Juni
2015.
Partadjaja, Tjok Rai dan Asli, Luh. 2009. Pendidikan gama Hindu.Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Prajoko, Ahmad. 2012. Upacara Panca Yadnya dalm Kehidupan Beragama. Terdapat dalam:
http://www.parissweethome.com/bali/cultural_my.php?id=7 Diakses 31 Mei 2015.
Sukarma, I Wayan. 2012. Konsep Ketuhanan Dalam Bhagawadgita. Terdapat dalam :
http://www.cakrawayu.org/artikel/8-i-wayan-sukarma/8-konsep-ketuhanan-dalambhagawadgita.html. Diakses 2 Juni 2015.
Wikipedia. 2015. Karma Yoga. Terdapat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Karma_Yoga
diakses 30 Mei 2015.

DOA PENUTUP
Om Dyauh santir antariksam santih, prthiwi santir, apah santir, asadhayah
santih wanaspatayah santir wiswe dewah santir brahma santih sarwam santih
santir ewa santih sa ma santir edhi
Om yuwrdhir Yasowwridhih Wridhih Pradnyasukhashasriyam Dharma Santana
Wrdhisca Santu Te Sapta Wrdhayah
Om Dirghayur Nirwighna Sukha Wridhi Nugrahakam
Om Shantih, Shantih, Shantih, Om

Artinya:
Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, anugrahkanlah kedamaian dilangit, damai dibumi,
damai bagi para dewata, damailah Brahma, damailah alam semesta, semoga
kedamaian senantiasa datang pada kami.
Oh Sang Hyang Widhi Wasa, berkahilah kami dengan tujuh perpanjangan : hidup
lama, nama harum, ilmu pengetahuan, kebahagian, kesejahteraan, kepercayaan,
dan Putera-putera utama( sebagai generasi penerus bangsa).
Oh Sang Hyang Widhi Wasa, semoga kami sukses tanpa halangan dan
memperoleh kebahagiaan atas anugerah-Mu.

Agama Hindu
Arjuna Visada Yoga sebagai Landasan Melaksanakan Dasar-Dasar
Ajaran Agama Hindu

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.

Nama

Disusun Oleh:
: Komang Eri Mahayasa

NIM

:1413021015

Kelas

: II.A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas rahmat beliaulah makalah yang berjudul Arjuna Visada Yoga
sebagai Landasan Melaksanakan Dasar-Dasar Ajaran Agama Hindu dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Kesempatan baik ini penulis gunakan untuk mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini.
1. Prof. Dr. I Wayan Satyasa, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Agama
Hindu, atas arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
2. Mahasiswa Mahasiswi dan semua pihak terkait yang sudah berperan serta
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
masih perlu perbaikan. Oleh sebab itu, penulis senantiasa membuka diri dan sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, untuk penyempurnaan
makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca.

Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................

iii

DOA PEMBUKA .......................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................

1.2 Rumusan Masala...............................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bhagawad Gita Bab I tentang Arjuna Visad Yoga...............................................

2.2 Ajaran-ajaran Agama Hindu yang Berkaitan dengan Bhagawad Gita Bab I......

2.2.1

Moha..........................................................................................................

2.2.2

Ajaran Ahimsa..........................................................................................

2.2.3

Maha Pataka.............................................................................................

10

2.2.4

Ajaran Vairagy.........................................................................................

11

2.3 Implementasi Ajaran-ajaran Agama Hindu.......................................................

12

2.3.1

Implementasi Ajaran Moha.......................................................................

12

2.3.2

Implementasi Ajaran Ahimsa....................................................................

14

2.3.3

Implementasi Maha Pataka.....................................................................

16

2.3.4

Implementasi Ajaran Vairagy...................................................................

18

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan................................................................................................................

20

3.2 Saran......................................................................................................................

20

DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

iii

DOA PEMBUKA

OM SWASTYASTU

Indra kratum na bhara


pitputrebhyo yath Siks no asmin
puruhuta yamani jivajyotirasimahi.

Artinya:
Oh indra berilah kami kebijaksanaan,
sebagai lelurur kami yang memberikan kebijaksanaan kepada putra-putranya.
Bimbinglah kami, ya Tuhan!
Dalam jalan kami,
semoga kami masih bisa hidup dan dapat melihat cahaya itu.

iv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bhagavad Gita adalah salah satu kitab suci agama Hindu yang merupakan
kitab suci Veda yang ke lima. Bhagavad Gita sering disebut sebagai nyanyian Tuhan.
Bhagawad Gita memuat percakapan perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai
Sri Krishna dan Arjuna menjelang perang di medan Kuruksetra. Sri Krisnha
memberikan nasihat kepada Sang Arjuna sesaat sebelum perang antara keluarga
Pandawa dan keluarga Kurawa berlangsung di tengah medan perang. Kitab suci
Bagavad Gita mengandung ajaran moral tentang rahasia hidup yang dirangkai dengan
bahasa sastra yang sangat indah. Bhagavad Gita juga memuat tentang sari pati ajaran
Veda atau Sari pati ajaran agama Hindu yang isisnya sangat simpel dan di perlukan
oleh masyarakat luas.
Bagavad Gita sebagai kitab suci agama Hindu tentunya menjadi salah satu
pedoman hidup umat agama Hindu. Bhagavad Gita menjadi pedoman bagi umat hindu
dalam berpikir, berkata, dan juga berbuat. Bhagavad Gita mengandung ajaran-ajaran
kebenaran yang dapat dijadikan cerminan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
di masyarakat. Tujuan penting dari hidupnya manusia adalah untuk mencapai Moksa.
Upaya untuk mencapai moksa adalah satunya alah dengan mempelajari dan
menerapkan ajaran-ajaran kebenaran menurut kitab suci Bhagavad Gita. Ajaran-ajaran
kebenaran dalam Bhagavad Gita lebih terarah dan merupakan pengumpulan dan
pengembangan dari Veda-Veda sebelumnya.
Bhagavad Gita terbagi menjadi delapan belas Bab dan masing-masing Bab
terdiri dari slokanya masing-masing. Pada bab pertama dibahas tentang Arjuna Visada
Yoga atau ajaran keragu-raguan yang timbul dalam diri Arjuna. Keragu-raguan Arjuna
timbul setelah menyadari akibat dari peperangan adalah bertentangan dengan ajaran
agama. Peperangan tidak sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan dasardasar nilai agama Hindu.
Keragu-raguan pada zaman modern ini sering dijumpai dalam kehidupan di
masyarakat. Keragu-raguan timbul karena ketidak mampuan orang dalam
memutuskan suatu hal. Orang-orang yang dihadapkan pada pilihan sulit sering
1

mengalami rasa ragu untuk menentukan pilihan. Keraguan yang ada dalam diri
seseorang jika tidak dapat dikendalikan cenderung akan membuat orang tersebut
melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan dasar-dasar agama Hindu.
Mengendalikan keraguan sangat penting untuk dilakukan oleh setiap orang.
Pengendalian keragu-raguan dapat dilakukan dengan mempelajari ajaran-ajaran suci
agama Hindu. Salah satu ajaran suci yang merupakan ajaran kebenaran yang wajib
umat Hindu pelajari dan pahami adalah ajaran dalam kitab suci Bagavad Gita
khususnya Bhagavad Gita Bab I tentang Arjuna Visada Yoga. Mempelajari ajaran suci
dalam Bhagavad Gita khususnya Bab I juga bertujuan agar umat Hindu tidak
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan dasar-dasar ajaran agama Hindu.
Berdasarkan pemaparan di atas maka disusunlah makalah berjudul Arjuna
Visada Yoga sebagai Landasan Melaksanakan Dasar-Dasar Ajaran Agama Hindu
untuk membahas lebih lanjut Bhagavad Gita Bab I Sloka 1 sampai Slola 24.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1. Apa isi dari Bhagawad Gita Bab I tentang Arjuna Visad Yoga?
1.2.2. Apa dasar-dasar ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan Bhagavad Gita
Bab I tentang Arjuna Visad Yoga?
1.2.3. Bagaimana implementasi dasar-dasar ajaran agama Hindu tentang Arjuna
Visad Yoga dalam kehidupan sehari-hari?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini berdasarkan rumusan maslah di atas
adalah:
1.3.1. Menjelaskan isi Bhagawad Gita Bab I tentang Arjuna Visada Yoga.
1.3.2. Menjelaskana dasar-dasar ajaran gama Hindu yang berkaitan dengan Bhagavad
Gita Bab I tentang Arjuna Visad Yoga
1.3.3. Menjelaskan implementasi ajaran-ajaran agama tentang Arjuna Visad Yoga

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah:
1.4.1. Bagi Penulis
Melalui penulisan makalah ini diharapkan dapat memperoleh
pengetahuan tentang kitab suci Bhagavad Gita khususnya Bab I tentang Arjuna
Visad Yoga. Selanjutnya diharapkan dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu melalui penulisan makalah ini diharapkan
dapat mengamalkan ajaran-ajaran agama Hindu.
1.4.2. Bagi Pembaca
Melalui makalah ini diharapkan para pembaca dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai Arjuna Visad Yoga dan dapat
mempelajari ajaran-ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan Arjuna Visad
Yoga dan mampu untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan seharihari.

BAB II
PEMBAHASAN
2.4 Bhagawad Gita Bab I tentang Arjuna Visad Yoga
Bhagawad Gita Bab I dimulai melalui pandangan ajaran bersandar pada
dialektika teori konflik mengenai hakikat yang di alami oleh manusia. Arjuna Visada
Yoga atau ajaran keragu-raguan yang timbul pada diri Arjuna setelah menyadari akibat
peperangan yang dapat terjadi dinilai bertentangan dengan ajaran agama. Bab I adalah
gambaran situasi di padang Kuru, tempat terjadinya peperangan saudara. Masalah
yang dihadapi oleh Arjuna adalah pertentangan nilai religi dasar-dasar agama Hindu
(Pudja, 1999: xv)
Bagavad Gita Bab I menggambarkan suasana peperangan Baratayudha antara
Pandawa melawan Kurawa di medan perang Kuruksetra.
dhrtarstra uvca
dharma-ksetre kuru-ksetre
samavet yuyutsavah
mmakh pndav caiva
kim akurvata sajaya
(Bhagavad Gita I.1)
Artinya: Maharaja Dhrtarasta berkata: wahai Sanjaya, putra-putraku dan putra-putra
Pandu sedang berkumpul di medan suci Kuruksetra dengan tekad untuk
bertempur (ceritakanlah padaku) apa yang mereka (sedang) lakuka?
sajaya uvca
drstv tu pndavnkam
vydham duryodhanas tad
cryam upasagamya
rj vacanam abravt
(Bhagavad Gita I.2)
Artinya: Sanjaya berkata: Wahai Maharaja Dhrtarastra, setelah melihat tentara
Pandava yang disusun rapi dalam barisan militer posisi Vajra-vyuha, Raja
Duryodahana mendekati Acarya Drona dan berkata sebagai berikut:
4

payaitm pndu-putrnm
crya mahatm camm
vydhm drupada-putrena
tava isyena dhmat
(Bhagavad Gita I.3)
Artinya: Wahai Guruku, lihatlah pasukan kuat putra-putra Pandu, ditata rapi oleh siswa oleh
siswa anda cerdas, putra Maharaja Drupada.
asmkam tu viist ye
tn nibodha dvijottama
nyak mama sainyasya
samjrtham tn bravmi te
(Bhagavad Gita I.7)
Artinya: Guruku Sang Dwija Utama, ketahuilah tokoh-tokoh hebat yang beda di pihak kita.
Sebagai informasi untuk anda, izinkanlah hamba menyampaikan keterangan
tentang komandan-komandan yang memimpin pasukan hamba.
bhavn bhsma ca karna ca
krpa ca samitim-jayah
avatthm vikarna ca
saumadattis tathaiva ca
(Bhagavad Gita I.8)
Artinya: tokoh-tokoh yang selalu menang dalam peperangan seperti Guru sendiri (Acarya
Drona), kakek Bhisma, Karna, dan juga Acarya Krpa, Asvattahama, Vikarna serta
Raja Bhurisrava, putra Somadatta.
drupado draupadey ca
sarvaah prthiv-pate
saubhadra ca mah-bhuh
akhn dadhmuh prthak prthak
(Bhagavad Gita I.18)

Artinya: Drupada, putra-putra Drupadi dan lain-lain, Wahai Tuanku Raja Penguasa
Bumi, juga putra-putra Subhadra yang sangat perkasa, mereka semua menu
Sangkhakala-nya masing-masing.
Sloka-sloka di atas menggambarkan kekuatan dari masing-masing pika yakni
keluarga Kurawa dan keluarga Pandawa. Sloka 18 menceritakan para Kesatria meniup
Sangkhakala masing-masing sebagi pertanda dimulainya perang. Sebelumnya bahwa
Panca Pandawa diasingkan ke hutan selama dua belas tahun. Tahun ke tiga belas
Pandawa menyamar bekerja kepada Raja Wirata. Setelah Pandawa kembali ke Astina
Pura, Pandawa bersiap untuk mengambil hak-haknya dari para Kurawa. Perebutan
kekuasaan antara dua belah pihak yang bersaudara itu akhirnya menyebabkan
meletusnya peperangan Baratayudha. Secara umum sloka-sloka awal pada Bhagavad
Gita Bab I menceritakan meletusnya peperangan antara Kurawa melawan Pandawa.
Bhagavad Gita Bab I juga menceritakan tentang konflik batin yang dialami
oleh Arjuna. Konflik batin yang dilamai Arjuna lebih dikenal dengan ajaran keraguraguan (Arjuna Visada Yoga). Arjuna menyadari bahwa akibat dari adanya peperangan
tidak sesuai dengan ajaran Agama.
atha vyavasthitn drstv
dhrtarstrn kapi-dhvajah
pravrtte astra-sampte
dhanur udyamya pndavah
(Bhagavad Gita I. 20)
hrskeam tad vkyam
idam ha mah-pate
(Bhagavad Gita I. 21)
Artinya: Wahai Maharaja Dhrtarastra, setelah Arjuna yang berbendera kereta
bergambar Hanuman mengamati posisi para putra Dhrtarastra maka ia
mengangkat busur, siap untuk melepaskan anak panahnya dan berkata
sebagai berikut kepada Sri Krsna

yvad etn nirkse ham


yoddhu-kmn avasthitn
kair may saha yoddhavyam
asmin rana-samudyame
(Bhagavad Gita I. 22)
Artinya: Wahai Acyta, mohon menempatkan kereta hamba di tengah-tengah kedua
belah pasukan. Dengan demikian, hamba dapat melihat mereka semua, siapa
yang hadir ingin bertempur di sini dan dengan siapa hamba harus bertempur
dalam medan peperangan besar ini.
yotsyamnn avekse ham
ya ete tra samgath
dhrtarstrasya durbuddher
yuddhe priya-cikrsavah
(Bhagavad Gita I. 23)
Artinya: biarlah hamba melihat mereka yang berkumpul di medan peperangan ini
dengan tujuan bertempur karena ingin menyenangkan putra Dhrtarastra yang
berhati jahat.
sajaya uvca
evam ukto hrskeo
gudkeena bhrata
senayor ubhayor madhye
sthpayitv rathottamam
(Bhagavad Gita I. 24)
Artinya: Sanjaya berkata: wahai Maharaja Dhrtarastra, setelah Arjuna berkata
demikian, Sri Krsna menempatkan kereta yang sangat gagah itu di tengahtengah antara kedua pasukan.
Bhagavad Gita Bab I Sloka 20 sampai Sloka 24 menceritakan Arjuna meminta
kepada Arcyuta agar menempatkan keretanya di tengah-tengah antara kedua pasukan.
Arjuna ini melihat siapa-siapa saja yang berada di pihak musuh (pihak Kurawa) dan
ingin mengetahui dengan siapa Arjuna akan bertempur. Bagavad Gita Sloka 6 sampai
7

Sloka 12 menceritakan orang-orang yang berada di pihak Kurawa. Acarya Drona,


Bhisma, Karna, dan juga Acarya Krpa, Asvattahama, Vikarna serta Raja Bhurisrava,
putra Somadatta berada di pihak Kurawa. Ketika kereta Arjuna telah berada di tengahtengah antara kedua pasukan maka dilihatlah Gurunya, kakek Bhisma, paman,
keluarga istri, saudara-saudara, kawan, mertua dan sanak saudara yang ia kasihi berada
di pihak musuh. Arjuna menjadi ragu-ragu dan terjadi konflik batin di dalam dirinya
untuk melakukan peperangan melawan Kurawa. Melihat sanak saudara adalah
lawannya dalam peperangan baratayuda membuat Arjuna menjadi bingung. Arjuna
merasa bahwa perang saudara yang akar terjadi bertentangan dengan ajaran agama
Hindu.
Secara umum isi dari Bagavad Gita Bab I Sloka 1 sampai Sloka 24 adalah
peperangan antara Kurawa melawan Pandawa dan ajaran keragu-raguan yang timbul
di dalam diri Arjuna (Arjuna Visada Yoga) saat peperangan Baratayuda terjadi.
2.5 Ajaran-ajaran Agama Hindu yang Berkaitan dengan Bhagawad Gita Bab I
Bhagavad Gita Bab I tentang Arjuna Visada Yoga (ajaran keragu-raguan) dan
diceritakan peperangan antara Pandawa dengan Kaurawa memiliki kaitan erat dengan
ajaran-ajaran agama Hindu. Konflik batin yang terjadi pada diri Arjuna menyebabkan
ia kebingungan. Bingung dalam ajaran agama Hindu disebut Moha, di mana Moha
adalah bagian dari Sad Ripu yang dimiliki oleh setiap manusia. Peperangan antara
Kurawa dengan Pandawan kaitannya dengan dasar-dasar ajaran agama Hindu, di
antaranya adalah Ajaran Ahimsa, Maha Pataka, dan Ajaran Vairagya.
2.2.1 Moha
Moha adalah salah satu bagian dari Sad Ripu. Sad Ripu adalah enam
musuh yang ada di dalam diri manusia. Moha memiliki arti bingung atau
kebingungan. Kebingungan ini terjadi pada diri Arjuna saat perang Baratayuda
terjadi. Kebingungan atau keragu-raguan Arjuna buntu ikut serta dalam perang
kabar tersebut karena ia melihat bahwa lawan perangnya adalah sanak
saudaranya sendiri.
Moha sebagai bagian dari Sad Ripu akan selalu menyertai setiap
manusia. Moha tidak dapat dihilangkan begitu saja dari diri manusia, namun
moha dapat dikendalikan oleh manusia itu sendiri. Moha atau kebingungan dan
sifat keragu-raguan biasanya muncul ketika orang dihadapkan pada situasi sulit.
8

Ketika seorang dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit, sering kali orang
tersebut akan bingung untuk menentukan pilihannya. Ketika orang kebingungan
dan ragu-ragu untuk menentukan pilihan dan takut pilihannya adalah salah
kadang kala orang mengambil jalan pintas untuk menghadapi masalahnya.
Zaman kaliyuga di mana perbuatan buruk lebih dominan dari pada perbuatan
baik, orang-orang cenderung memilih jalan yang tidak baik atau jalan yang
bertentangan dengan Dharma.
Moha sangat berbahaya jika menguasai diri seseorang. Bingung
membuat manusia tidak dapat berpikir dengan baik hingga pada akhirnya akan
membuat ia berbuat yang tidak baik pula. Berdasarkan hal ini kebingungan atau
keragu-raguan yang ada di dalam diri harus dapat untuk dikendalikan. Memiliki
keyakinan akan keputusan yang diambil dalam menghadapi malah. Keputusan
yang di ambil tentunya berlandaskan ajaran-ajaran agama Hindu. Keyakinan
akan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan selalu melindungi umatnya
yang berbuat sesuai dengan ajaran-Nya dan sesuai dengan ajaran kebenaran.
Layaknya Arjuna yang mengharapkan bimbingan dari Sri Khrisna untuk keluar
dari kebingungannya.
2.2.2 Ajaran Ahimsa
Ahimsa adalah suatu kebajikan yang sangat tinggi dalam ajaran agama
Hindu. Ahimsa memiliki arti tidak melakukan kekerasan, tidak melukai atau
tidak membunuh. Ahimsa mengajarkan bahwa semua seorang harus
menganggap semua makhluk hidup adalah perlambangan dari Tuhan dan
sehingga seseorang itu tidak boleh melukai pikiran, dengan kata-kata, atau
perbuatan makhluk lainnya. Bhagavad Gita X.5, XII.8, XVI.2, dan XVII.14
mengartikan ahimsa sebagai tidak melakukan kekerasan. Memang benar
bahwasanya membunuh adalah salah satu bentuk dari tindakan kekerasan.
Kitab suci Bagavad Gita Bab I menceritakan peperangan bratayudha di
medan perang Kuruksetra. Peperangan sudah pasti akan terjadi saling menyakiti,
melakukan kekerasan, dan membunuh. Dapat diartikan bahwa perang tidak
sesuai dengan ajaran Ahimsa. Dasar ajaran Ahimsa membuat Arjuna ragu-ragu
untuk ikut dalam peperangan. Arjuna menghadapi masalah bahwa peperangan
tidak sesuai dengan ajaran agama Hindu.
9

2.2.3 Maha Pataka


Maha Ptaka artinya dosa besar. Perilaku yang termasuk dosa besar
adalah membunuh Brhman, meminum minuman keras, mencuri emas dan
lain-lain (Duwijo dan Susila, Komang. 2014).
bhavn bhsma ca karna ca
krpa ca samitim-jayah
avatthm vikarna ca
saumadattis tathaiva ca
(Bhagavad Gita I.8)
Artinya: tokoh-tokoh yang selalu menang dalam peperangan seperti Guru sendiri
(Acarya Drona), kakek Bhisma, Karna, dan juga Acarya Krpa, Asvattahama,
Vikarna serta Raja Bhurisrava, putra Somadatta.
Anye ca bahavah sura
Mac-arthe tyakta-jivitah
Ana-sastra-praharanah
Sarve Yudha-visaradah
(Bhagavad Gita I.9)
Artinya: dan juga banyak ksatria lainnya yang bersedia mengorbankan nyawanya demi
dentingan hamba. Mereka mahir menggunakan berbagai jenis senjata serta
semua sangat hebat di dalam peperangan.
Bagavad Gita Bab I Sloka 8 dan Sloka 9 menjelaskan siapa saja yang ada
di pihak Kurawa. Sloka 8 meberikan informasi bahwa Acarya Drona dan kakak
Bhisma berada di pihak Kurawa. Arjuna dengan gurunya Acarya Drona dan
kakeknya Bhisma berada pada pihak yang berlawanan. Hal ini pula yang
menyebabkan Arjuna ragu-ragu. Jika terjadi perang maka Arjuna bisa saja
membunuh gurunya, kakeknya, atau orang suci lainnya. Jika sampai membunuh
di antaranya maka Arjuna melakukan Maha Pataka. Berdasarkan pada ajaran ini
Arjuna menjadi tidak ingin berperang.
Kehidupan di masyarakat saat ini sangat banyak terjadi maha pataka.
Sangat banyak umat Hindu yang berada pada kondisi ini, contohnya mabuk10

mabukan, membunuh karena merampok, memerkosa, dan lain sebagainya.


Perkembangan zaman dan tuntutan hidup membuat orang menghalalkan segala
cara untuk mencapai tujuan duniawi. Perbuatan yang tidak dibenarkan oleh
ajaran agama Hindu khususnya ajaran Maha Pataka haruslah dihindari.
Pengendalian diri adalah salah satu cara untuk menghindari perilaku
menyimpang. Pengendalian diri bisa dilakukan dengan mempelajari dan
mengamalkan ajaran-ajaran suci Hindu, misalnya dengan mempelajari kitab suci
Bagavad Gita Bab I tentang Arjuna Visada Yoga.
2.2.4 Ajaran Vairagya
Ajaran Vairagya adalah ajaran bagai sistem pencapaian tujuan moksa.
Moksa adalah keterlepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga
dari putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan. Kitab suci Bagavad Gita
membahas Moksa pada Bab akhir yakni Bab XVII tentang Moksa Samnyasa
Yoga.
Sesungguhnya tujuan manusia dilahirkan adalah untuk mencapai moksa
sehingga terlepas dari kehidupan berulang (punarbawa). Bagavad Gita Bab I
tentang Arjuna Visada Yoga, di mana pada terjadinya peperangan antara kurawa
dan pandawa Arjuna mengalami keragu-raguan. Keragu-raguan Arjuna salah
satunya disebabkan oleh adanya ajaran Vairagya. Berdasarkan apa yang sudah
dibahas pada ajaran Ahimsa dan Maha Pataka bahwa peperangan tidak sesuai
dengan ajaran agama. Peperangan pasti ada pembunuhan yang bertentangan
dengan ajaran Ahimsa dan membunuh orang suci tidak sesuai dengan ajaran
Maha Pataka. Karena peperangan bertentangan dengan ajaran agama maka itu
akan dapat menghalangi seorang mencapai moksa. Arjuna menjadi ragu-ragu
karena khawatir tidak dapat mencapai moksa jika ikut berperang pada perang.
Sebab pada peperangan cenderung terjadi perbuatan yang bertentangan dengan
ajaran agama. Peperangan mengarah untuk membunuh lawan untuk dapat
memenangkan perang. Membunuh merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan
oleh ajaran agama Hindu.

11

2.6 Implementasi Ajaran-ajaran Agama Hindu


Mempelajari agama tidak hanya berupa konsep dan pemahaman saja, namun
belajar agama sangat penting diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
implementasi ajaran-ajaran agama Hindu yang terkandung dalam Bhagavad Gita Bab
I adalah bagai berikut.
2.3.1 Implementasi Ajaran Moha
Implementasi moha dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya adalah
mengendalikan moha itu sendiri. Agar terhindar dari sifat moha berikut adalah
implementasinya.
1) Bersikap Welas Asih dan Kebaikan
Moha atau kebingungan pada dasarnya disebabkan oleh ketiak berdayaan
seorang dalam menghadapi masalah dan karena mementingkan diri sendiri.
Bersikap welas asih dapat menghilangkan atau meredam Moha yang ada di
dalam diri manusia. Sikap welas asih berupa kebaikan tanpa syarat contohnya
adalah mengasihi sesama manusia, memliki kepedulian terhadap orang lain
maupun lingkungan, menolong sesama dengan ikhlas, dan lain-lain. Sakap
welas asih membuat batin seseorang menjadi tenang dan terhudar dari
kebingungan.
2) Melaksanakan Swadharma
Kerja adalah salah satu sarana yang baik untuk memahami sang diri dan
kehidupan. Melarikan diri dari masalah, penolakan akan tugas-tugas
kehidupan saat ini akan menjauhkan bathin dari kebahagiaan dan kedamaian.
Hanya melaksanakan kerjalah yang bisa membebaskan kita, bukan menolak
untuk bekerja dan tenggelam dalam rasa frustrasi dan menjadi bingung.
Sesuatu yang harus dilakukan adalah melaksanakan tugas dan pekerjaan
dengan baik dan bersungguh-sungguh. Seorang guru sekolah dengan
sungguh-sungguh menjalani profesinya dan tidak menghindari tugasnya
membuat ia merasa damai di hati. Hal ini membuat ia terhindar dari
kebingungan atau keragu-raguan dalam menjalankan hidupnya. Seorang yang
tidak sungguh-sungguh menjalankan tugas-tugasnya akan sering dihadapkan
pada masalah-masalah yang tidak dapat ia pecahkan. Ketika orang itu sudah

12

mendapatkan masalah itu ia merasa bingung. Untuk itu yang harus dilakukan
adalah bersungguh-sungguh dalam melaksanakan swadarma.
3) Berpikir Positif
Pengendalian moha dalam diri dapat pula dilakukan dengan selalu
berpikir positif. Berpikir positif dalam hal ini adalah memiliki kepercayaan
diri dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Berpikir positif selalu
percaya bahwa perbuatan Dharma yang dilakukan akan menghasilkan susu
kebaikan pula. Contohnya seorang anak yang akan masuk perguruan tinggi
setelah lulus SMA. Melalui berpikir positif dan tanpa keraguan ia memilih
perguruan tinggi yang akan dia cari. Ketika anak itu ragu-ragu dan tidak mau
berpikir positif tentang tujuannya di perguruan tinggi maka ia akan bingung
dalam memilih perguruan tinggi mana yang ia akan cari, layaknya Arjuna
yang bingung akan ikut berperang atau tidak. Untuk itu dalam menghindari
moha atau kebingungan, maka harus selalu berpikir positif dan menjalankan
kehidupan berdasarkan Dharma.
4) Bermeditasi atau Sembahyang
Aktifitas dharma seperti meditasi, sembahyang dan melukat, adalah
sebuah kekuatan penyembuhan bathin. Ini bisa menjadi aktivitas pendukung
yang efektif bagi manusia guna melenyapkan moha. Contoh implementasinya
adalah dengan melakukan meditasi secara rutin, rajin sembahyang ke tempattempat suci pada hari raya keagamaan atau pada hari-hari tertentu, dan
melakukan pebersihan pada diri secara skala maupun niskala pada waktuwaktu tertentu.
5) Meyakini Kebesaran Tuhan
Keyakinan terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dalam hal ini Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dalam menjalankan kehidupan sehari-hari akan
menghindarkan manusia dari Moha. Contohnya ketika kita dihadapkan pada
masalah yang sangat rumit dan sulit dicari jalan keluarnya yakinlah pada
Tuhan bahwa keputusan yang kita ambil adalah baik. Setiap situasi yang sulit
mendekatkan diri kepada Tuhan agar kita dapat berpikir dengan jernih dan
tidak mengalami keragu-raguan atau bingung. Melalui cara ini akan dapat
dicari jalan keluar yang terbaik yang berlandaskan Dharma.
13

2.3.2 Implementasi Ajaran Ahimsa


Ahimsa artinya tidak menyakiti dan tidak melukai atau membunuh sangat
banyak implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun beberapa
implementasi ajaran Ahimsa adalah sebagi berikut.
1) Tidak Melakukan Kekerasan
Kekerasan pada akhir-akhir ini sangat sering terjadi. Contohnya yang
sering kita jumpai di masyarakat adalah kekerasan di ramah tangga yang
dilakukan oleh sesama anggota keluarga. Misalnya seorang yang memukul
istrinya karena bertengkar maslah uang. Kekerasan di rumah tangga
belakangan ini terjadi tidak hanya di sebabkan oleh faktor asosial dan faktor
ekonomi. Kekerasan di ramah tangga juga disebabkan oleh kurangnya
pemahaman dan penerapan dasar-dasar ajaran agama Hindu di keluarga.
Sebagai implementasi jarang ahimsa di keluarga, sesama anggota keluarga
hendaknya saling menjaga dan saling mengasihi. Orang tua di dalam keluarga
menyayangi dan merawat anaknya dan si anak berbakti kepada orang tuanya.
Begitu pula dengan hubungan mantra suami dan istri hendaknya saling
mengasihi. Menerapkan ajaran Ahimsa sepatutnya tidak ada kekerasan dan
saling menyakiti antar sesama anggota keluarga. Cara yang sederhana adalah
dengan saling memberikan pengertian, saling memberi perhatian, serta saling
mengasihi. Ketika ada suatu masalah di keluarga sebaiknya dibicarakan
dengan cara baik-baik bukan dengan cara peperangan. Tidak seperti apa yang
di ceritakan dalam Bhagavad Gita Bab I antara keluarga Kurawa dan
Pandawa berperang karena tahta kerajaan, hingga pada akhirnya terjadi
penyimpangan terhadap ajaran Ahimsa dalam peperangan tersebut.
2) Menjalin Hubungan Baik Antar Sesama
Hubungan baik dengan sesama sangat perlu dijaga dalam upaya
menjalankan ajaran Ahimsa dalam kehidupan sehari-hari. Hubungan baik di
masyarakat contoh sederhananya adalah saling menyapa saat bertemu, saling
menolong ketika ada kesudahan, dan sebagainya. Sebaliknya ketika terjadi
permusuhan atau perselisihan antara sesama di masyarakat

akan

menyebabkan saling menyakiti antar sesama dan ini tidak sesuai dengan
ajaran Ahimsa. Kisah Mahabarata seperti yang tersirat dalam kitab suci
14

Bhagavad Gita menunjukkan hubungan yang kurang harmonis antara


Pandawa dengan Kurawa. Ketika hubungan kedua pihak tidak baik terjadilah
penyimpangan Ahimsa, mereka saling menyakiti dan akhirnya sampai
berperang walaupun sebenarnya mereka adalah bersaudara. Becermin dari
konflik Pandawa dengan Kurawa sangat penting untuk menjaga hubungan
yang baik di masyarakat, keluarga, dan tempat lainnya.
Hubungan antara sesama pada zaman modern ini justru semakin
renggang. Banyak masyarakat berkonflik karena permasalahan tertentu,
misalnya karena masalah batas desa. Konflik-konflik di masyarakat yang
sifatnya Adharma sudah sangat mengkhawatirkan. Konflik seperti ini bisa
sampai terjadi pembunuhan dan jelas hal ini bertentangan dengan ajaran
Ahimsa sebagai salah set dasar ajaran agama Hindu. Upaya yang dapat
dilakukan untuk menghindari permasalahan semacam ini dan utamanya
menegakan ajaran Ahimsa adalah dengan meningkatkan sikap toleransi antar
sesama.
3) Tidak Melakukan Pembunuhan
Membunuh adalah perbuatan yang sangat kecik dan tidak dibenarkan
dalam ajaran agama Hindu. Bagavad Gita Bab I tentang Arjuna Visada Yoga
adalah konflik Arjuna karena harus berperang dengan para sanak saudaranya
bahkan dengan gurunya Droana dan sang kakek Bhisma yang ada di pihak
musuh. Kebingungan Arjuna menunjukkan bahwa membunuh tidaklah
dibenarkan dalam ajaran agama Hindu. Pembunuhan pada akhir-akhir ini
sangat sering terjadi, contohnya adalah kasus Begal motor. Pembegal motor
tidak ragu untuk membunuh korbannya saat melakukan kejahatan. begal.
Menjaga sesama saling mengasihi dan saling pengertian adalah salah
satu cara menghindari terjadinya pembunuhan. Selanjutnya yakni dengan
saling memberi dengan sesama, misalnya saat sedang panen buah kita berbagi
dengan sesama. Selain itu juga sangat penting untuk saling menjaga perasaan
orang lain agar tidak ada rasa tersinggung atau tersakiti yang berpeluang
menyebabkan terjadinya penyimpangan terhadap ajaran Ahimsa.

15

2.3.3 Implementasi Ajaran Maha Pataka


Maha Pataka pada zaman sekarang semakin sering bahkan setiap saat
terjadi. Implementasi dari ajaran Maha Pataka adalah sebagi berikut.
1) Menjalankan Ajaran Dharma
Melaksanakan ajaran Dharma adalah salah satu cara untuk terhindar dari
Maha Pataka. Ajaran kebenaran dan kebaikan melalui pelaksanaan Dharma.
Setiap bertindak selalu diawali dengan kebenaran Dharma maka perbuatan
yang kita lakukan niscaya akan ada dalam kehendak yang maha kausa.
Dharma akan membuat orang terhindar dari hal-hal yang buruk, terhindar dari
bencana, dan terhindar mara bahaya. Maha Pataka yang merupakan perbuatan
yang berdosa sangat besar, misalnya membunuh orang suci, mencuri, mabukmabukan, dan lain-lain. Dahulu Maha Pataka cenderung jarang terjadi, namun
pada zaman sekarang dosa yang tergolong Maha Pataka sangat sering terjadi.
Misalnya pencurian, korupsi, membunuh, memerkosa, dan sebaginya.
Implementasi untuk menghindari Maha Pataka bisa dilakukan dengan
mempelajari dan menerapkan Dharma dalam kehidupan sehari-hari melalui
pengetahuan kebenaran agama Hindu. Hal ini dapat dilakukan dengan
mempelajari kitab suci agama Hindu, salah satunya adalah Bhagavad Gita.
Perbuatan Dharma juga dapat dilakukan melalui tapa samadhi agar
memperoleh ketenangan lahir dan batin. Melaksanakan Dharma juga dapat
dilakukan dengan memberikan kepedulian kepada sesama yang sedang
membutuhkan bantuan, misalnya memberikan bantuan material maupun
rohani.
Pelaksanaan Dharma sebagai upaya implementasi menghindari Maha
Pataka bertujuan agar terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik
yang tergolong ke dalam dosa besar Maha Pataka. Seperti dalam Bhagawad
Gita Bab I ketika Arjuna bingung karena lawannya di peperangan adalah
sanak saudara dan juga gurunya, di mana dalam agama hindu membunuh guru
adalah dosa besar. Arjuna pun meminta nasihat kepada Sri Khrisna yang
merupakan penjelmaan Tuhan. Kehidupan sehari sebagi maha siswa dalam
implementasi agar terhindar tar Maha Pataka bisa dilakuakn dengan berbakti
kepada guru dalam hal ini adalah Dosen.
16

2) Mengendalikan Diri dari Sifat Keduniawian


Sifat-sifat keduniawian sangat membutakan manusia. Hanya karena
harta manusia bisa membunuh manusia lainnya. Karena ingin mendapat
kekayaan secara instan para pejabat berlomba mencuri uang negara, dan
masih banyak lagi perbuatan yang tergolong keadaan doa besar Maha Pataka.
Kisah Mahabarata yang menceritakan peperangan antara Pandawa melawan
Kurawa, hanya karena tahta kerajaan bereka berperang.
Untuk menghindari terjerumus ke dalam perbuatan yang berdoa apalagi
yang berdosa besar maka sangat perlu dilakukan pengendalian diri terhadap
sifat-sifat

keduniawian.

Pengendalian

diri

bisa

dilakukan

dengan

melaksanakan puasa atau bratha, mempelajari kitab suci Veda, serta menahan
diri dari godaan-godaan keduniawian.
3) Membekali Diri dengan Pengetahuan Agama
Pengetahuan agama sangat penting untuk dimiliki agar terhindar dari
dosa besar. Orang yang tidak memiliki pengetahuan agama tidak akan tahu
ke mana tujuan hidupnya. Orang-orang yang tidak tahu tujuan hidup akan
selalu berbuat yang meyimpang dari aram agama Hindu. Membekali diri
dengan pengetahuan agama dapat dilakukan dengan mempelajari kitab suci
Agama Hindu yakni Panca Veda. Selanjutnya bisa dilakukan melalui belajar
dengan orang suci atau tokoh spiritual keagamaan.
Pengetahuan agama dalam implementasinya menjadi tuntunan manusia
dalam berpikir, berkata, dan juga berbuat. Pengetahuan suci yang dimiliki
manusia akan menuntunnya berbuat ke arah yang baik. Pengetahuan Agama
tidak hanya berguna bagi diri sendiri namun juga bergua bagi orang lain dan
bagi lingkungannya. Membekali diri dengan pengetahuan suci agama maka
dapat menghindarkan manusia dari perbuatan yang tidak baik. Pengetahuan
yang telah dimiliki menjadi pedoman orang sebelum bertindak. Seperti
halnya Arjuna dalam Bhagavad Gita belajar pengetahuan agama dari Sri
Khrisna. Sebagai maha siswa belajar pengetahuan agama sebagi belah untuk
membentengi diri dari perbuatan-perbuatan yang berdosa dilakukan dengan
belajar ibu agama dari orang tua, orang suci, kitab suci Veda , serta Dosen.
17

2.3.4 Implementasi Ajaran Vairagya


Ajaran Vairagaya atau pencapaian tujuan moksa, dapat diimplementasikan
usaha mencapainya sebagai berikut.
1) Melaksanakan Catur Marga Yoga
Catur Marga Yoga adalah empat jalan mencapai moksa dalam agama Hindu.
Bhakti Marga adalah jalan menuju Tuhan dengan cara menunjukkan
Bhakti kita (berbakti, cinta pada Tuhan dan sesama). Implementasinya
dengan melaksanakan sembah bakti, di antaranya Melaksanakan
Sembahyang pada Tuhan, menyanyikan nama nama Ketuhanan,
melaksanakan Japa, menyayangi semua makhluk ciptaan Tuhan
Karma Marga adalah jalan menuju Tuhan dengan cara bekerja atau
melakukan pelayanan tanpa pamrih. Contoh implementasinya adalah
memberikan seorang pengemis makanan dan tidak mengacapkan
imbalan apapun. Menolong orang yang gedang kesudahan dengan rasa
tulus kilas dan tidak pernah mengharapkan akan diberi oleh orang lain.
Jnana Marga adalah cara mencapai Tuhan dengan cara mempelajari kitab
Suci Veda. Jalan ini cukup sulit untuk dilakukan oleh orang biasa, karena
tidak semua orang mampu untuk memahami secara benar maksud yang
terkandung dalam Veda. Selain menjadi penyebar ajaran Veda Jnana
Marga juga dapat dilakukan oleh guru sebagi pendidik dalam
menyebarkan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya.
Raja Yoga adalah cara mencapai Tuhan denga cara Meditasi, Perenungan
Tuhan, Pengendalian (Tapa). Raja Yoga cukup sulit dilakukan oleh orang
yang tidak terlatih. Orang yang melaksanakan Raja Yoga pada awalnya
akan dibimbing oleh guru spritualnya. Contoh implementasinya adalah
melaksanakan tapa di tempat-tempat tertentu misalnya pada tempat
pertapaan di gunung Himalaya.
Catur Marga Yoga adalah cara yang paling disarankan dalam usaha
mencapai moksa. Moksa tercapai ketika jiwatman manusia telah mencapai
kelepasan dan tidak Ati teriak Oen sifat-sifat keduniawian yang melekat pada
diri manusia.

18

2) Mendekatkan diri dengan Tuhan


Salah satu usaha yang dapat dilakukan sebagi salah mencapai moksa
adalah dengan mendekatkan diri dengan Tuhan. Implementasi untuk
mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi Wasa ada beberapa cara
yang dilakukan Umat Hindu yaitu cara Darana (menetapkan cipta), Dhyana
(memusatkan cipta), dan Semadi (mengheningkan cipta). Dengan melakukan
latihan rohani, terutama dengan penyelidikan bathin, akan dapat menyadari
kesatuan dan menikmati sifat Tuhan yang selalu ada dalam diri kita. Apabila
sifat-sifat Tuhan sudah melekat dalam diri kita maka kita sudah dekat dengan
Tuhan Yang Maha Esa sehingga segala permohonan kita akan dikabulkan dan
kita selalu dapat perlindungan dan keselamatan.
3) Tri Sadhana
Ajaran Tri Karana (Tri sadhana) ada dalam Kitab Wrhaspati Tattwa yang
termasuk Tri Karana/Tri Sadhana itu adalah:
a) Jnana Bhyudreksa yang berarti memahami semua tattwa.
b) Indria Yoga Marga artinya tidak terikat pada kenikmatan.
c) Tresna Doksa Ksaya artinya dapat menghilangkan ikatan dengan
phala baik dan

4) Melaksanakan Dharma
Jalan selanjutnya untuk mencapai moksa adalah dengan melaksanakan
Dharma. Implementasinya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik
seperti membantu orang, mempelajari kitab suci Veda, menegakkan
kebenaran, dan sebaginya.
Kitab suci Bagawad Gita di dalamnya disebutkan bahwa Dharma dan
Kebenaran adalah nafas kehidupan. Krisna dalam wejangannya kepada
Arjuna mengatakan bahwa dimana ada Dharma, disana ada Kebajikan dan
Kesucian, dimana Kewajiban dan Kebenaran dipatuhi disana ada
kemenangan. Orang yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma
maka selalu tempuhlah kehidupan yang suci dan terhormat.

19

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan materi yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
3.1.1 Bhagavad Gita Bab I berisikan dialektika teori konflik yang di alami oleh
Arjuna sebagi sifat keragu-raguan yang timbul pada diri Arjuna setelah
menyadari akibat peperangan yang dapat terjadi dinilai bertentangan dengan
ajaran agama.
3.1.2 Dasar-dasar ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan Bhagavad Gita Bab I
adalah Moha yakni kebingungan dalam diri manusia, ajaran Ahimsa yakni
tidak melakukan kekerasan, melukai, dan membunuh, ajaran Maha Pataka
yakni dosa yang sangat besar dalam hal ini adalah larangan membunuh guru,
dan Ajaran Vairagya yakni ajaran pencapaian moksa.
3.1.3 Implementasi dasar-dasar ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan Arjuna
Visada Yoga adalah Ajaran Moha dilakukan dengan bersikap welas asih dan
kebaikan, melaksanakan swadharma, berpikir positif, bermeditasi atau
sembahyang, dan meyakini kebesaran tuhan. Ajaran Ahimsa dilakukan dengan
tidak melakukan kekerasan, menjalin hubungan baik antar sesama, dan tidak
melakukan pembunuhan. Ajaran Maha Pataka dilaksanakan dengan
menjalankan ajaran Dharma, mengendalikan diri dari sifat keduniawian, dan
membekali diri dengan pengetahuan agama. Dan ajaran Vairagya dilaksanakan
dengan melaksanakan catur marga yoga, mendekatkan diri dengan Tuhan, Tri
Sadhana, dan melaksanakan Dharma

3.2 Saran
Adapun saran aynag dapat penulis sampaikan kepada umat Hindu sedharma
adalah agar selalu membekali diri dengan pengetahuan agama yang bersumber dari
kitab suci Veda khususnya Bhagavad Gita. Selanjutnya diharapkan untuk apak
melaksanakan dasar-dasar ajaran agama Hindi di dalam kehidupan bermasyarakat.

20

DOA PENUTUP

Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah


Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha,
Sarwa Karya Prasidhantam

Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah


Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya,
hanya atas anugrah-Mu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik

OM SANTIH, SANTIH, SANTIH OM

DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam.
Duwijo dan Susila, Komang. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pudja. 1999. Bhagavad Gita (Pancamo Veda). Surabaya: Paramita.

PENDIDIKAN AGAMA HINDU


PEMUJAAN KEPADA TUHAN YANG MAHA"
ESA

Oleh :
Putu Gede Adi Septiawan
NIM : 1413021016
KELAS IIA

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Atas Rakhmat-Nya
makalah yang berjudul Pemujaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada Dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu, karena
berkat pengajarannya selama kuliah, penulis bisa mendapat banyak hal yang dapat ditulis pada
makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, sehingga perlu
penilaian yang membangun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukan.

Singaraja, Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

.......................................................................................i

.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI

.........................................................................................iii

DOA PEMBUKA

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1


A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................2
C. Tujuan

.............................................................................................2

D. Manfaat

.............................................................................................................2

BAB III. PEMBAHASAN

............................................................8

A. Pengertian Jnana Wijnana Yoga ...................................................3


B. Hakikat Pemujaan Kepada Tuhan ......................................................................3
C. Konsep Pemujaan yang Baik Kepada Tuhan
D. Implementasi Pemujaan
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

...................................................5

...........................................................8

............................................................................................12

...................................................................................................13
........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP

ii

DOA PEMBUKA

Om Prano Dewi Saraswati Wajebhir Wajiniwati Dhinam


Awinyawantu
Ya Tuhan Dalam Manifestasi Dewi Saraswati, Hyang Maha Agung
Dan Maha Kuasa, Semoga Engkau Memancarkan Kekuatan Rohani,
Kecerdasan Pikiran, Dan Lindungilah Hamba Selama-Lamanya.

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama bukan semata-mata ajaran spiritual, melainkan isinya mencangkup
seluruh aspek kehidupan manusia. Setiap agama mengajarkan kepada umatnya segala
ketentuan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai manusia agar
kesejahteraan, kedamaian, kebahagiaan, dan keamaanan dapat terwujud. Sehingga,
agama merupakan landasan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. Ada banyak
agama di dunia, tetapi pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama untuk menuntun
umatnya pada kebenaran. Realisasi dari upaya tersebut yaitu setiap agama memiliki
kitab suci yang di dalamnya terdapat ajaran-ajaran Tuhan sebagai pedoman hidup
manusia. Umat beragama yang baik setidaknya memahami dan mengamalkan ajaranajaran yang terdapat pada kitab suci agamanya.
Agama Hindu memiliki kitab suci yang disebut Weda. Weda itu sendiri ada
banyak klasifikasinya sesuai dengan aspek-aspek yang diaturnya. Hal ini yang
menyebabkan Weda disebut sebagai kitab suci yang universal. Salah satu kitab suci
yang merupakan bagian dari Weda yaitu, Bhagawad Gita. Kitab suci ini dikatakan
sebagai rangkuman dari kitab-kitab Weda sebelumnya. Melalui Bhagawad Gita, setiap
orang dapat lebih meningkatkan keyakinannya terhadapTuhan Yang Maha Esa. Babbab dan pasal-pasal yang terdapat di dalamnya menjelaskan kepada manusia tentang
hidup beragama yang benar.
Manusia Hindu sudah selayaknya mengetahui ajaran-ajaran yang terdapat pada
Weda, tidak terkecuali kitab Bhagawad Gita. Namun, pada zaman sekarang ini tidak
banyak manusia Hindu yang mengetahui dan memahami kitab sucinya, apalagi dengan
kedelapan belas bab beserta pasal yang terdapat salam Bhagawad Gita. Hal ini ada
banyak faktor yang menyebabkan, secara umum karena terlalu disibukkan oleh
kepentingan

duniawi.

Mengingat

begitu

pentingnya

memahami

dan

mengimplementasikan ajaran-ajaran dalam Bhagawad Gita, maka perlu membuat suatu


tulisan yang mengulas dengan lengkap tentang isi dari Bhagawad Gita, selain dengan
adanya kitab asli. Penulis akhirnya mengkaji dan menjelaskan salah satu bab dari
Bhagawad Gita ke dalam sebuah makalah. Makalah yang disusun penulis ini
menjelaskan beberapa isi dari bab VII Bhagawad Gita, yakni tentang Jnana Wijnana
1

Yoga. Secara lebih spesifik, makalah ini akan membahas topik yang sesuai dengan
judulnya yaitu, Pemujaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Jnana Wijnana Yoga?
2. Apa hakikat pemujaan kepada Tuhan menurut Bhagawad Gita?
3. Bagaimana konsep pemujaan kepada Tuhan yang baik menurut Bhagawad Gita?
4. Apa implementasi ajaran Jnana Wijnana Yoga mengenai pemujaan kepada Tuhan?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Untuk menjelaskan ajaran Jnana Wijnana Yoga.
2. Unutk menjelaskan hakikat pemujaan kepada Tuhan menurut Bhagawad Gita.
3. Untuk menjelaskan konsep pemujaan kepada Tuhan yang baik sesuai dengan
Bhagawad Gita.
4. Untuk menjelaskan implementasi dari ajaran Jnana Wijnana Yoga.

D. Manfaat
1. Bagi pembaca
Makalah ini dapat memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai ajaran
Jnana Wijnana Yoga mengenai pemujaan kepada Tuhan, serta memberikan
implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang paling penting setelah
memahami ajaran Jnana Wijnana Yoga adalah dapat mempertebal keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Bagi penulis
Penulis dapat memperdalam pengetahuann dan menambah wawasannya tentang
ajaran agama Hindu melalui pengkajian

kitab-kitab suci Hindu, serta yang

terpenting adalah meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jnana Wijnana Yoga
Jnana artinya ilmu pengetahuan, dan Wijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan itu.
Perbedaan keduanya yaitu, Jnana mempelajari intisari dari Yang Maha Esa (Nirguna
Nirvakara Paramatman), sedangkan Wijnana mempelajari aspek-aspek manifestasinya
(Prema Jaya, 2012). Ajaran yang terkandung di dalamnya menekankan hal-hal mengenai
pemujaan dan penyerahan diri kepada Tuhan. Jnana Wijnana Yoga merupakan kelanjutan
dari Dhyana Yoga, yakni pemusatan pikiran pada satu objek yang tidak lain adalah Tuhan
Yang Maha Esa. Agar semadhi berjalan baik, maka perlu memahami hubungan antara
Atman dan Parama Atman, serta alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu. Untuk
mencapai pemusatan pikiran yang mantap dalam rangka pemujaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, maka para pemuja harus dapat mengendalikan sifat-sifat Tri Guna. Ketiga sifat
Tri Guna ini menyebabkan manusia menjadi tidak sadar, keliru, kehilangan kecerdasannya
untuk mengenal Tuhan. Bila orang sudah menyadari akan hal ini, maka ia akan mulai dapat
mengarahkan pikirannya secara benar dan menyadari bahwa Brahman itu tunggal dan ada
pada setiap makhluk (Pudja, 2004).

B. Hakikat Pemujaan Kepada Tuhan


Berkaitan dengan pemujaan, dalam kitab Bhagawad Gita bab VII sloka 16
menyebutkan sebagai berikut :
catur-vidh bhajante mm
janh sukrtino 'rjuna
rto jijsur arthrth
jn ca Bhrata rsabha
Artinya : Ada empat macam orang yang baik hati memuja pada-Ku, wahai Arjuna,
(yaitu) mereka yang sengsara, yang mengejar ilmu, yang mengejar harta, dan yang berbudi,
wahai Arjuna.
Sloka tersebut menjelaskan bahwa Tuhan mengakui empat macam orang yang baik hati
memuja beliau, yakni orang yang menderita atau sedang dalam kesulitan, orang yang
sekadar ingin tahu, orang yang menginginkan harta benda, dan orang yang bijaksana
terpelajar (yang menginginkan pembebasan). Empat jenis orang tersebut mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk berbhakti dalam berbagai keadaan. Mereka berbhakti
3

dengan mengikuti prinsip-prinsip dari kitab suci. Mereka juga memiliki cita-cita yang harus
dipenuhi sebagai balasan bhakti.
Kemudian, lebih lanjut dijelaskan pula dalam kitab Bhagawad Gita bab VII sloka 17,
yakni sebagai berikut :
tesm jn nitya-yukta
eka-bhaktir viisyate
priyo hi jnino 'tyartham
aham sa ca mama priyah
Artinya : Di antara keempat jenis orang-orang tersebut, orang bijaksana terpelajar yang
senantiasa dengan tulus ikhlas berbhakti tunggal hanya kepada-Ku adalah orang yang
paling baik. Sebab, orang bijaksana terpelajar yang memiliki kecerdasan rohani seperti itu
sangat mengasihi Aku dan karenanya Aku pun sangat mengasihinya.
Uraian sloka di atas menjelaskan bahwa di antara orang-orang yang memuja Tuhan,
orang yang memuja secara ikhlas tanpa mengharapkan apa-apa adalah orang yang paling
baik. Orang seperti ini memiliki pengetahuan tentang kebenaran yang mutlak dan menjadi
pemuja Tuhan yang paling murni. Ia tidak terikat pada hasil-hasil material. Orang yang
mantap dalam pengetahuan murni tentang sifat rohani kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
dilindungi dalam bhakti sehingga pengaruh material tidak dapat menyentuh dirinya.
Selanjutnya, dalam kitab Bhagawad Gita bab 7, sloka 18 dijelaskan pula sebagai
berikut:
udrh sarva evaite
jn tv tmaiva me matam
sthitah sa hi yukttm
mm evnuttamm gatim
Artinya : Sesungguhnya semua orang-orang yang datang pada-Ku itu adalah orangorang-orang berjiwa mulia. Akan tetapi, orang bijaksana terpelajar yang memiliki
kecerdasan rohani adalah penyembah-Ku yang Kuanggap sebagai jiwa-Ku. Ia adalah roh
agung yang memiliki kemantapan spiritual sangat baik, yang hanya menjadikan Diri-Ku
sebagai tujuan tertinggi dalam hidupnya.
Sloka ini memberikan penjelasan bahwa Tuhan mengakui semua pemuja-pemuja yang
baik hatinya itu, sebab siapapun yang mendekatkan diri dengan Tuhan dengan tujuan
apapun juga disebut sebagai orang yang mulia. Namun, di antara para pemuja, satu orang

yang memiliki pengetahuan rohani yang lengkap adalah yang paling disenangi, sebab satusatunya tujuannya adalah mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ketiga sloka Bhagawan Gita di atas dapat memberikan gambaran tentang hakikat
pemujaan kepada Tuhan, bahwa Tuhan menerima pemujaan apapun dari orang-orang yang
berbhakti pada-Nya. Namun, pemujaan yang paling baik adalah pemujaan yang didasari
ketulus ikhlasan untuk mengabdi kepada-Nya tanpa terikat oleh kepentingan-kepentingan
materialisme.

C. Konsep Pemujaan yang Baik Kepada Tuhan


Pemujaan-pemujaan kepada Tuhan yang dilatarbelakangi oleh kepentingan material
(keinginan duniawi) memang mendapat pahala. Mereka yang melaksanakan pemujaan
seperti itu cenderung menyerahkan diri kepada berbagai macam dewa, dan aspek-aspek
Tuhan yang lainnya. Hal ini disesuaikan dengan harapan-harapan yang ingin diperolehnya
setelah melakukan pemujaan. Berbagai upacara dilakukan sesuai keinginannya. Namun
diantara orang-orang tersebut, belum tentu ada yang memahami hakikat Tuhan yang
sebenarnya. Segala manifestasi yang mereka sembah sebenarnya adalah Tuhan itu sendiri,
dan tidak ada kekuasan lain yang lebih tinggi selain Tuhan. Orang-orang yang kurang
memahami kebenaran Tuhan akan keliru dalam pemujaan. Kebenaran Tuhan yang
sesungguhnya dijelaskan dalam Bhagawad Gita bab VII sloka 19 yaitu :
bahnm janmanm ante
jnavn mm prapadyate
vsudevah sarvam iti
sa mahtm su-durlabhah
Artinya : Setelah melewati penjelmaan demi penjelmaan yang sangat banyak, orangorang yang bijaksana yang terpelajar baik dalam spiritual, akan datang untuk menyerahkan
dirinya pada-Ku. Mereka mencapai penghayatan bahwa segala sesuatu di alam ini hanyalah
Vasudewa, Tuhan Yang Maha Esa. Orang berjiwa agung seperti itu sangat jarang
ditemukan.
Sloka 19 tersebut menjelaskan bahwa manusia mengalami penjelmaan berulang-ulang,
Selama makhluk hidup melaksanakan bhakti atau ritual-ritual rohani yang melampaui halhal duniawi sesudah dilahirkan berulangkali, mungkin ia sungguh-sungguh mantap dalam
pengetahuan rohani yang murni bahwa Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah tujuan
utama keinsafan rohani. Setelah menginsafi kenyataan ini, dia terikat pada Kepribadian
5

Tuhan Yang Maha Esa dan menyerahkan diri pada Beliau. Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa adalah sebab segala sebab dan bahwa manifestasi material ini tidak lepas dari
hubungan dengan Beliau.
Orang yang kurang cerdas yang sudah kehilangan kecerdasan rohaninya menyerahkan
diri kepada para dewa supaya keinginan duniawinya segera dipenuhi. Pada umumnya,
orang seperti itu tidak mendekati kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab mereka berada
dalam sifat-sifat alam yang lebih rendah (kebodohan dan nafsu). mereka yang seperti itu
menyembah berbagai dewa. Mereka dipuaskan dengan mengikuti aturan dan peraturan
sembahyang. Para penyembah dewa didorong oleh keinginan-keinginan kecil dan tidak
mengetahui bagaimana cara mencapai tujuan tertinggi, tetapi seorang penyembah Tuhan
Yang Maha Esa tidak tersesat. Orang yang kurang cerdas mengira para Dewa yang
menganugrahkannya hal-hal material, padahal sebenarnya Tuhan Yang Maha Esa yang
mengabulkan keinginan-keinginannya. Hal ini diterangkan dalam Bhagawad Gita bab
VII sloka 22, yaitu sebagai berikut :
sa tay raddhay yuktas
tasyrdhanam hate
labhate ca tatah kmn
may iva vihitn hi tn
Artinya : Orang yang sudah dimantapkan keyakinannya kepada para Dewa, maka ia
akan melakukan pemujaan sesuai dengan keinginannnya, dan keinginan-keinginannya itu
menjadi terpenuhi. Tetapi, sesungguhnya akulah yang mengabulkan keinginankeinginannya itu.
Orang yang memuja dewa-dewa tidak mengetahui kebenaran Tuhan Yang Maha Esa
sebagai yang paling berkuasa atas dewa-dewa itu. Hal ini dijelaskan dalam Bhagawad Gita
bab VII sloka 24, sebagai berikut :
avyaktam vyaktim pannam
manyante mm abuddhayah
param bhvam ajnanto
mamvyaym anuttamam
Artinya : Mereka yang kurang pemahamannya mengganggap diri-Ku yang tak berwujud
ini sebagai yang berwujud. Mereka tidak memahami kebenaran-Ku yang tertinggi yaitu
kekal abadi dan Maha Utama.

Orang-orang yang kurang pengetahuannya yang diselimuti oleh sifat Tri Guna sulit
untuk mengeahui kebenaran sejati Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga, mereka cenderung
memuja berbagai dewa-dewa atau mengembangkan kepercayaan-kepercayaan lain.
Padahal semua dewa-dewa tersebut hanya manfestasi Tuhan Yang Maha Esa
Pengaruh unsur-unsur keduniawian yang kuat sangat sulit untuk dikendalikan, dan
semua manusia di dunia ini tidak luput dari sifat-sifat Tri Guna tersebut. Hal ini sesuai
dengan yang dijelaskan dalam Bhagawad Gita bab VII sloka 27, yaitu :
icch-dvesa-samutthena
dvandva-mohena bhrata
sarva-bhtni sammoham
sarge ynti parantapa
Artinya : Wahai Arjuna, khayalan muncul dari dua hal yang saling bertentangan yaitu
keinginan dan kebencian. Wahai keturunan Bharata, semua makhluk yang dilahirkan di
dunia ini sepenuhnya berada dalam kekuatan khayal ini.

Seseorang yang menjadi sadar akan sifat kepribadian Tuhan akan mengetahui
bagaimana Tuhan Yang Maha Esa adalah prinsip yang mengendalikan manifestasi material
dan juga para dewa. Sehingga, pemujaannya menjadi terarah pada satu tujuan yakni
Brahman. Ia juga telah menyadari bahwa bagian rohaninya adalah bagian dari Brahman.
Pemujaan kepada Tuhan berkaitan dengan Yadnya, terutama Dewa Yadnya. Semestinya
sesuai dengan konsep pemujaan yang baik, maka dalam melaksanakan Yadnya selalu
dilandasi rasa tulus ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Pelaksanaan Yadnya seperti ini
adalah Yadnya yang didasari sifat Sattwam, dalam Tri Guna.

D. Implementasi Pemujaan Kepada Tuhan dalam Kehidupan Sehari-Hari


Penjelasan sloka-sloka Bhagawad Gita tersebut baru saja memberikan ketentuanketentuan tentang pemujaan yang sebenarnya. Banyak orang-orang yang keliru dalam
melakukan pemujaan, tetapi mereka tidak menyadari hal tersebut. Hal tersebut perlu
dikoreksi, agar nantinya masyarakat Hindu menjadi masyarakat yang berpedoman pada
kitab suci. Masalah lain yang sering terjadi adalah kurangnya pemahaman masyarakat
tentang manifestasi Tuhan. Secara umum, Tuhan memang dikatakan memiliki banyak
perwujudan. Manusia yang tidak cerdas rohaninya hanya mengetahui bahwa dewa-dewa
yang dipujannya berbeda-beda, padahal mereka adalah satu sumber yakni Tuhan Yang
Maha Esa.
Bhakti ysng dilakukan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sembahyang kepada dewa
tidak sama tingkatannya. Sebab, sembahyang kepada dewa bersifat material, sedangkan
bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa bersifat rohani sepenuhnya. Keinginan material
adalah rintangan bagi makhluk hidup yang ingin kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karena itu seorang penyembah Tuhan yang murni tidak dianugerahkan berkat-berkat
material yang diinginkan oleh makhluk-makhluk yang kurang cerdas. Karena itulah
makhluk hidup yang menginginkan berkat-berkat material lebih suka menyembah dewadewa didunia material daripada menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ada anggapan-anggapan yang menyatakan bahwa ada banyak dewa yang dapat dipuja,
dan setiap dewa memberikan anugrah-anugrah tertentu. Selain itu, masih banyak
masyarakat Hindu yang mengembangkan kepercayaan-kepercayaan lain di luar
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, padahal kebenaran yang tertinggi adalah
Tuhan itu sendiri.
Beberapa kasus yang masih menunjukkan kekeliruan pada masyarakat terkait dengan
pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diantaranya :
1. Orang yang memuja pohon-pohon besar
Keberadaan pohon-pohon besar khususnys di Bali mempunyai keistimewaan
tersendiri. Beberapa jenis pohon-pohon besar yang usianya hingga ratusan tahun
biasanya diyakini memiliki kekuatan magis. Sehingga, disakralkan oleh masyarakat
pada umumnya. Fenomena yang sering terjadi adalah ada orang yang setiap saat
melakukan pemuajaan atau ritual di pohon tersebut. Pemujaan yang dilakukan tidak
bertepatan dengan hari-hari keagamaan, tetapi pada waktu-waktu yang tidak wajar,
misalnya malam hari. Secara umum, orang yang melakukan pemujaan terhadap
8

pohon-pohon sakral merupakan peristiwa yang biasa terjadi. Namun, yang menjadi
pokok persoalannya adalah apakah orang yang melakukan pemujaan seperti
disebutkan itu, masih meyakini kebenaran Tuhan Yang Maha Esa ? Kepentingankepentingan material terkadang membuat orang-orang bergeser keyakinan. Jika hal
itu memang benar terjadi, maka sesuai ajaran Bhagawad Gita, orang tersebut bukan
salah satu dari keempat orang yang baik hati memuja Tuhan. Mereka yang termasuk
menyembah pohon tersebut bukan menyembah Tuhan, melainkan menyembah
manifestasi Tuhan dan aspek-aspeknya, yang secara hukum Hindu adalah keliru.

2. Orang yang mempelajari ilmu hitam


Banyak orang yang percaya dan banyak juga yang tidak percaya terhadap
adanya ilmu hitam. Sebagian orang mungkin telah membuktikan keberadaannya
sehingga sering menjadi isu-isu yang ramai dibicarakan. Berkaitan dengan ilmu
hitam, dalam ajaran Hindu sendiri ilmu hitam dan ilmu-ilmu tentang magis terdapat
dalam kitab Atharwa Weda. Orang-orang yang mempelajarinya biasanya
dilatarbelakangi motif tertentu, seperti untuk memperoleh kekebalan, untuk
menyakiti orang lain yang tidak disukai, dan motif-motif negatif lainnya. Sehingga
terkadang menimbulkan kesan negatif di masyarakat. Berdasarkan ajaran dalam
Bhagawad Gita, hal tersebut keliru karena tidak memuja Tuhan sebagai Maha
Kuasa, melainkan aspek-aspeknya yang hanya memberikan anugrah sementara.
Orang yang mempelajari ilmu hitam cenderung akan dipengaruhi oleh sifat-sifat
kegelapan. Mereka jarang mau sembahyang ke tempat suci, melainkan membuat
ritual-ritulya sendiri.

3. Orang yang menyembah benda-benda magis


Benda-benda magis adalah benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan magis
tertentu. Keberadan benda-benda magis seperti batu, kayu, senjata, dan sebagainya
digunakan oleh sebagian orang untuk memperoleh kekuatan magis dari benda
tersebut. Benda-benda magis tersebut, biasanya sangat sulit ditemukan, dan
memiliki karakteristik yang berbeda-beda serta pengaruh yang berbeda pula. Orang
yang menyembah benda ini secara agama adalah keliru, karena yang disembah
bukanlah Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut dapat dihindari dengan memperkuat
keyakinan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
9

Kesalahan-kesalahan yang terjadi mengenai pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
disebabkan oleh kuatnya pengaruh sifat-sifat duniawi yang menyelimuti manusia itu.
Terutama yang di dominasi oleh sifat Rajas dan Tamas dari Tri Guna. Sifat Rajas membuat
orang menjadi lobha, serakah, selalu tidak puas dengan apa yang dimiliki, dan berorientasi
materialistik. Sedangkan sifat Tamas membuat orang menjadi pemalas, enggan bekerja
keras, dan cenderung memilih jalan pintas. Kedua sifat buruk ini menyebabkan kualitas
pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak murni, karena dibarengi oleh cara-cara yang
tidak benar dan harapan akan imbalan yang tinggi. Mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut
dapat dilakukan dengan cara-cara seperti berikut:
1.

Banyak membaca kitab suci atau buku-buku keagamaan


Salahsatu faktor penyebab kekeliruan pemujaan yang dilakukan orang-orang adalah

karena kurangnya pengetahuan tentang ajaran-ajaran kerohanian. Ajaran-ajaran itu banyak


termuat di kitab suci Hindu seperti kitab Bhagawad Gita. Banyak orang yang tidak
mengetahui pentingnya mempelajari kitab-kitab keagaamaan tersebut, karena menurutnya
kitab seperti itu hanya untuk orang-orang suci. Padahal, kitab suci hindu dapat dipelajari
untuk orang-orang biasa. Berdasarkan hal itu, maka perlu mensosialisaikan kitab-kitab suci
kepada masyarakat, agar mereka tahu bagaimana aturan-aturan agama yang jelas. Semakin
banyak orang yang membaca kitab-kitab suvi, semakin tinggi tingkat pengetahuan
spiritualnya. Hal ini akan berdampak pada kualitas pemujaan yang dilakukan, yang mana
akan lebih tepat karena sudah dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah agama. Upaya
memasyarakatkan kitab-kitab suci Hindu dapat dilakukan dalam acara-acara yang
melibatkan banyak orang seperti ketika ada Dharmawacana. Contoh nyata dari upaya
mempopulerkan kitab suci Hindu yaitu adakannya program pengadaan kitab Bhagawadgita
untuk seluruh mahasiswa Hindu di lingkungan Undiksha oleh KMHD.

2. Mengendalikan keinginan terhadap benda-benda duniawi


Pengendalian diri merupakan hal yang paling utama untuk mencegah dikuasainya
pikiran oleh sifat-sifat buruk seperi Rajas dan Tamas. Pengendalian diri terhadap bendabenda material bertujuan untuk membentuk sifat yang tidak selalu mengharapkan imbalan.
Sifat yang selalu mengharapkan imbalan akan menjadikan diri sendiri sebagai orang yang
pamrih setiap melakukan kegiatan. Latihan pengendalian diri yang sederhana dapat
dilakukan dengan belajar berpuasa. Ketika pengendalian diri terhadap benda-benda duniawi
sudah mantap, maka kualitas pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa akan lebih baik.
10

3. Beryadnya dengan ikhlas


Pemujaan berkaitan erat dengan Yadnya, khusunya Dewa Yadnya. Yadnya adalah
korban suci yang tulus ikhlas. Namun, pada kenyataannya banyak orang-orang melakukan
Yadnya dengan tidak tulus ikhlas. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sifat materalisme yang
tinggi, orang melakuka Yadnya berharap mendapat imbalan dari Tuhan. Yadnya yang
dilakukan seperti itu dalam Agama Hindu disebut Rajasika Yadnya. Rajasika Yadnya
adalah yadnya yang dilakukan dengan mengharapkan tidak mengharapkan imbalan. Contoh
dari perilaku yang mencerminkan Rajasika Yadnya yaitu, seseorang yang ketika mendapat
rejeki ia lupa dengan Tuhan. Suatu ketika ia sakit, pada waktu itu ia baru berdoa memohon
kepada Tuhan agar sakitnya disembuhkan. Contoh lainnya yaitu, seorang siswa yang akan
menghadapi ujian, ia sangat rajin berdoa memohon agar mendapat hasil yang memuaskan.
Setelah keinginannya terwujud, ia lupa dengan Tuhan. Seorang pengusaha berdoa di suatu
pura memohon agar usahanya lancar, ketika usahanya benar lancar, ia tidak
menyumbangkan uangnya ke pura tersebut, tetapi digunakannya untuk memnuhi kebutuhan
materialnya. Ketiga contoh tersebut adalah tiga dari empat orang yang baik hati memuja
Tuhan. Meskipun dalam Kitab Bhagawad Gita, orang seperti itu dinyatakan masih diterima
oleh Tuhan, namun kualitas pemujaan yang mereka lakukan sangat rendah. Mereka adalah
orang-orang yang tidak mengetahui kebenaran Tuhan yang sesungguhnya, karena masih
diselimuti oleh sifat keinginan dan kebencian. Berbeda halnya dengan orang yang
beryadnya meskipun dengan sarana pemujaan seadanya, tetapi dilakukan dengan sangat
ikhlas, maka kualitas pemujaannya pasti lebih baik.

4. Melakukan Tapa
Tapa merupakan bentuk pemusatan pikiran kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melalui
Tapa, seseorang akan lebih mudah memahami kebenaran Tuhan. Ia juga akan lebih mudah
mengendalikan Tri Guna dalam dirinya. Tingkat kecerdasan rohani orang yang sering
bertapa lebih tinggi, mereka telah dapat memahami hubungan antara atmandan Brahman.
Para Rsi yang menyusun Weda memperoleh wahyu Tuhan lewat tapa, dari sana dapat
diketahui bahwa pemujaan dalam bentuk tapa sangat baik untuk memperkuat hubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa.

5. Mengembangkan keyakinan hanya pada Tuhan Yang Maha Esa


11

Agama Hindu memang meyakini banyak hal-hal yang menyangkut kegaiban


alam. Hal inilah yang menjadikkan umat Hindu banyak memiliki jenis upacara atau
ritual. Setiap jenis upacara memiliki tujuan tertentu dan dewa-dewa yang dipuja juga
beragam. Namun, yang perlu diperhatikan adalah meskipun banyak dewa yang dipuja,
kepercayaan tetap pada Tuhan Yang Maha tunggal. Prinsipnya adalah bahwa dewa-dewa
atau perwujudan lainnya berasal dari sumber yang sama dan berada di bawah kuasa
Tuhan Yang Maha Esa. Anugrah yang diberikan pada saah satu dewa sebenarnya adalah
anugrah dari Tuhan. Dewa hanya bagaikan perantara, yang mengabulkan setiap
permohonan yang bersifat duniawi.
Meskipun banyak terdapat aliran-aliran kepercayaan, mereka sebenarnya adalah
aspek-aspek dari Tuhan. Tidak ada larangan untuk mengikuti suatu aliran kepercayaan,
yang penting tetap pada prinsipnya yaitu percaya pada Hyang Maha Tunggal. Berikut
adalah contoh cerita yang menunjukkan sikap yakin hanya pada satu Tuhan :
Ada seorang dukun yang terkenal sebagai penyembah salah satu manifestasi Tuhan.
Dukun tersebut memiliki banyak benda-benda yang dapat menyelamatkan seseorang
dari bahaya. Ia memperolehnya dengan memohon kepada dewa pujaannya. Banyak
orang yang sudah membuktikan keampuhan benda-benda pemberian dukun tersebut.
Dukun itu mempunyai anak yang berbeda prilakunya, ia tidak mengikuti aliran
kepercayaan seperti yang dilakukan ayahnya. Pada suatu hari, anak dukun itu
melakukan perjalanan jauh. Dukun itu kemudian menawarkan benda magis yang dapat
menyelamatkan jiwa anaknya apabila menghadapi bahaya. Namun, karena anak
tersebut adalah orang yang memiliki keyakinan yang tinggi pada Tuhan Yang Maha Esa,
ia menolaknya. Ia pun tidak pernah mengalami musibah yang besar meskipun tanpa
menggunakan bantuan benda-benda magis, karena ia hanya memohon keselamatan
pada Tuhan.

12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jnana Wijana Yoga merupakan ajaran dalam Kitab Bhagawad Gita bab VII yang
menjelaskan tentang hal-hal mengenai pemujaan dan penyerahan diri kepada Tuhan.
2. Hakikat pemujaan kepada Tuhan yaitu Tuhan mengakui empat orang yang baik hati
memuja-Nya, keempat orang tersebut adalah orang yang menderita, orang yang
mencari harta, orang yang mencari ilmu, dan yang paling baik adalah orang yang
berbudi, karena melakukan pemujaan tanpa terikat hasil. Semuanya diterima oleh
Tuhan.
3. Konsep Pemujaan kepada Tuhan yang benar adalah tidak mementingkan hasil dan
selalu berbhakti hanya pada Tuhan Yang Maha Esa.
4. Implementasi dari pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu dilakukan dengan
cara mempelajari kitab-kitab agama, mengendalikan diri dari keduniawian, tapa,
beryadnya dengan ikhlas, dan yakin hanya pada Tuhan Yang Maha Esa.

B. Saran
Setiap umat Hindu hendaknya melakukan pemujaan dengan ikhlas tanpa
mementingkan hasil-hasil material.

13

DAFTAR PUSTAKA
Prema, Jaya. 2012. Bhagawad Gita Bab 7. Lingkaran Manifestasi (Jnana Vijana Yoga).
Tersedia dalam http://m.mpujayaprema.com/?x=r&i=169. Diakses pada 4 Juni 2015.
Pudja. 2004. Bhagawad Gita (Pancama Weda). Surabaya:Paramita.

DOA PENUTUP

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya


Prasidhantam
Om Anobadrah Kerhta Wyantu Wiswatah
Om Santih, Santih, Santih, Om
Ya Tuhan, dalam wujud parama acintya yang maha gaib dan maha karya, hanya
atas anugrahmulah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik, Semoga kebaikan
datang dari segala penjuru, Semoga damai, damai di hati, damai di dunia, damai
selamanya.

AGAMA HINDU
MENELUSURI LEBIH DALAM MAKNA DAN
IMPLEMENTASI BHAGAWADGITA
BAB VII JNANA VIJNANA YOGA SLOKA 115

OLEH :
I MADE GEDE DWI
GEMINIAWAN
413021018/2A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


UNIVERSITAS PENDIDIKAN
GANESHA SINGARAJA
2015

DOA
PEMBUKA
Tasmajjatam Brahmanam Brahma Iyestham Dewasca Sarwe Amrttna
Sakama
Artinya
:
Ya Tuhan, Murid-Mu hadir dihadapan-Mu, Oh Brahman yang
berselimutkan kesaktian dan berdiri sebagai pertama. Tuhan,
anugrahkanlah pengetahuan dan pikiran yang terang. Brahman yang
Agung setiap makhluk hanya dapat bersinar berkat cahaya-Mu yang
senantiasa memancar.

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang HyangWidhi/Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Dalam penulisan makalah ini tentunya tidak sedikit kendala yang penulis alami.
Berkat bantuan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut
dapat kami atasi. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Demikianlah makalah ini penulis susun, akhir kata tak lupa penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekurangan dan kesalahan di dalam penyusunan
makalah ini yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini
berguna bagi kita semua dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Singaraja, Juni 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI
Halaman
Judul.............................................................................................................

Prakata .........................................................................................................

ii

Daftar Isi ......................................................................................................

iii

BAB I

Pendahuluan
1.1 LatarBelakang.....................................................................

1.2 RumusanMasalah ...............................................................

1.3 TujuanPenulisan .................................................................

1.4 ManfaatPenulisan ...............................................................

1.5 MetodePenulisan ................................................................

BAB II

Landasan teori...........................................................................

BAB III

Pembahasan
3.1 Makna dan Implementasi Jnana Vijnana Yoga...................

BAB IV

12

Penutup
4.1 Simpulan .............................................................................

39

4.2 Saran ...................................................................................

39

iii

BAB I
PENDAHULUA
N

1.1 Latar
Belakang

Bhagavad Gita adalah bagian daripada Bhisma Parva, Bab ke 6 pada epos
Mahabharata, dan merupakan kitab suci Veda yang ke V setelah Rg-Veda,
Samaveda, Yajurveda, dan Atharvaveda. Bhagavad Gita terdiri dari 18 Bab, yang
didalamnya terdapat ajaran suci atau sabda suci dari Tuhan yang maha esa. Sri
Krsna adalah pelaku utama dalam cerita tersebut, Beliau sebagai manifestasi dari
Tuhan memberikan pelajaran berharga pada Arjuna berupa ajaran suci. Dimana
ajaran suci itu disebut Bhagavad Gita yang berarti nyanyian suci Tuhan.
Kehidupan kita penuh dengan aturan dan kaidah kaidah serta norma- norma
yang harus di taati serta dilakukan didalam Bhagawad gita kita dituntut untul
melaksanakan ajaranya dengan membaca serta memahami makna yang terkandung
didalamnya. Di dalam Bhagawad Gita kita diajarkan tentang jalan mencapai
kebenaran serta petunjuk-petunjuk untuk mencapai kebebasan, kita perlu
mempelajari Bhagawad Gita karena kita akan dapat memilah milah mana perbuatan
yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan yaitu antara pergolakan
antara kebenaran dengan kebatilan yaitu dualitas serta rwabineda, Purusa dan
Prakerti. Dimana kita akan mengetahui bahwa banyak jalan utnuk mendekati belau
Bab VII Bhagawadgita berjudul Jnana Vijnana Yoga terdiri atas 30 sloka.
Intinya adalah membahas Jnana dan Vijnana. Jnana artinya pengetahuan dan
Vijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan. Bab ini merupakan lanjutan dari bab
VI tentang Dhyana untuk mencapai tingkat samadhi. Oleh karena itu, perhatian
pembahasannya terletak pada tujuan atau objek Dhyana yaitu Tuhan Yang Maha
Esa yang dalam agama disebut Para Brahman, Para Atman, Parama Isvara. Oleh
karena itu, Krsna mulai menjelaskan pengertian Atman dan hubungannya dengan
Parama-atman

atau

Brahman

yang

absolut.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

Alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu disebut bhuta, yang
mempunyai lima komponen dasar disebut Panca Maha Bhuta yang terdiri atas
prthivi (tanah), apah (air), teja atau agni (api, panas), vayu (angin), dan akasa
(ether). Kelima unsur dasar itu timbul dari prakrti dan sebagai akibat dari evolusi
dari prakrti. Di samping unsur materi terdapat unsur rohani yang disebut Atman
atau Jiva yang menyebabkan timbulnya ciptaan (srsti). Jiva atau Atman adalah
bagian dari Brahman. Oleh karena itu, perlu disadari hubungan pengertian antara
Atman dan Brahman. Di dalam melakukan samadhi hakikat inilah yang harus
dicapai dalam pengertian dan makna aksara mantra AUM atau Om Kara sebagai
manifestasi wujud abadi. Di samping itu, Krsna juga menjelaskan pengertian
triguna sebagai hakikat sifat dasar dari prakrti sehingga timbulnya proses evolusi
sebagai akibat ketidakseimbangan triguna. Ketidaksadaran dan kekeliruan
pandangan manusia adalah pada kekuatan maya sehingga salah mengidentifikasi
dan menyamakan Atman dengan prakrti. Pemahaman keliru ini ibarat melihat
cermin, melihat dirinya pada cermin seakan-akan manusia dalam cermin itu
berbeda. Inilah yang disebut dengan kekuatan maya. Dengan manyadari hal ini,
orang akan mulai dapat mengarahkan pikirannya secara benar dan dari sini akan
terlihat mengapa aham (Aku) itu adalah Brahman (yang absolut transedental) dan
ada pula pada setiap makhluk.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis membahas lebih
lanjut Makalah yang berjudul Menelusuri Lebih Dalam Makna

dan

Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15.

1.2 Rumusan Masalah

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yaitu


sebagai berikut.
1) Apa makna Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15?
2) Bagaimana Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka
1-15?
1.3 Tujuan
Penulisan
1) Mendeskripsikan makna Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka
1-15?
2) Menjelaskan implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga
Sloka 1-15?
1.4 Manfaat
Penulisan
1) Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan terkait makna dan implementasi Bhagawadgita
Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15.
2) Bagi Penulis
Untuk melengkapi tugas mata kuliah Agama Hindu Jurusan Pendidikan
Fisika semester II.

1.5 Metode
Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah menggunakan metode
kepustakaan, yakni mencari bahan-bahan materi atau pembahasan dari sumber
buku

pedoman

dan

buku

catatan,

serta

dari

internet.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

BAB II LANDASAN
TEORI
Bab VII Bhagawadgita yaitu membahas tentang Jnana artinya ilmu
pengetahuan dan Wijnana artinya serba tahu dalam pengetahuan itu (Darmayasa,
2014). Pembahasan dalam hal ini merupakan tujuan atau objeknya adalah Tuhan
yang Maha Esa, yang didalam Agama Hindu disebut dengan Brahman-Para AtmanParama Iswara dan lain-lainnya. Oleh karena itu maka Krsna memulai menjelaskan
makna pengertian Atman dan hubungannya dengan Parama Atman atau Brahman
yang absolut.

Alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu disebut Bhuta mempunyai
lima komponen dasar yang disebut Panca Maha Bhuta, terdiri dari Prthiwi (Tanah),
Apah (Air), Teja atau Agni (Api atau panas), Wayu (angin), akasa (ether). Kelima
unsur dasar itu muncul dari Prakerti dan sebagai akibat evolusi dari Prakerti.
Disamping unsur materi terdapat unsur-unsur rohani yang disebut Atman atau Jiwa
(Purusa) yang menyebabkan timbulnya ciptaan (Sristi).
Jiwa atau Atman adalah bagian dari Brahman dan perlu disadari adanya
hubungan antara Atman dengan Brahman. Didalam melakukan samadhi, hakikat
inilah yang harus dicapai dalam pengertian dan makna aksara mantra AUM atau
Omkara sebagai manifestasi wujud abadi. Krsna juga menyinggung pengertian Tri
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

Guna sebagai hakikat sifat dasar dari prakerti sehingga timbulnya proses evolusi
sebagai akibat ketidak seimbangan Tri Guna.
Ketidak sadaran dan kekeliruan pandangan pada Manusia adalah karena
kekuatan Maya sehingga salah identifikasi manusia dan menyamakan Atman
dengan prakerti. Pemahaman kekeliruan ini ibarat orang melihat kaca, melihat
dirinya pada kaca sehingga seakan-akan manusia dalam kaca itu berbeda. Ini yang
disebut kekuatan Maya. Bila orang menyadari hal ini maka orang akan mulai dapat
mengarahkan pikirannya secara benar dan dari sini akan terlihat mengapa Aham
(Aku) itu adalah Brahman (yang absolut Transendental), dan adapula pada setiap
makhluk.
Manusia yang dimantapkan keyakinannya kepada para Dewa itu karna oleh
Beliau, maka siapapun melakukan pemujaan sesuai keingingannya akan terpenuhi.
Tetapi sebenarnya Tuhanlah yang mengabulkan segala permohonan itu, dan para
Dewa hanyalah sebagai perantara dalam perwujudan Tuhan (manifestasi Tuhan).
Banyak mereka yang kurang pemahaman terhadap adanya Tuhan yang tidak
berwujud menjadi berwujud. Mereka pun tidak memahami kebenaran tentang
Tuhan yang tertinggi yaitu kekal abadi dan Maha Utama.
Setiap manusia hanya paham bahwa Tuhan itu ada, berbentuk, berada jauh
ditempatnya, banyak dan ada dimana-mana, dan tidak banyak pengetahuan mereka
tentang Tuhan dengan benar. Bahwa sesungguhnya Tuhan itu kosong namun ada,
kekal abadi dan Maha segalanya. Dikatakan Maha segalanya yaitu karna Beliau
adalah Maha Tahu, Maha Mendengar, Maha melihat, Maha Besar, dan tidak ada
yang dapat menandingi kekuatannya, karena hanya Beliaulah yang memiliki
kekuatan Maha Sempurna.
Sri Bhagavan bersabda: yang Maha Agung dan tidak termusnahkan adalah
Brahman (Aku) (Kamala, 2004). Sang Jiva dikatakan sebagai Adhyatman,
sedangkan kekuatan aktif yang menumbuhkembangkan makhluk hidup disebut
sebagai Karma. Sesuatu yang ada dalam tubuh makhluk hidup yaitu sebagai
penghidup sesungguhnya adalah Atman (percikan terkecil dari Brahman), dan
sesuatu yang melakukan Karma itu adalah yang menyelimuti Atman tersebut.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

Sesungguhnya Atman tidak dapat termusnahkan karna memiliki sifat yang sama
seperti Brahman. Dan hanyalah badan kasar yang bisa tumbuh itulah yang akan
melakukan Karma dan tidak Abadi.
Adapun sloka-sloka pada Bab VII Bhagawadgita Jnana Vijnana Yoga
tersebut adalah sebagai berikut (Darmayasa, 2014).

sri-bhagavan uvaca mayy


asakta-m anah partha
yogam yunjan m ad-asrayah
asamsayam samagram m am
yatha jnasyasi tac chrnu (Bhagawadgita,
VII.1)
The Supreme Personality of Godhead said: Now hear, O son of Pritha, how by
practicing yoga in full consciousness of Me, with mind attached to Me, you can
know Me in full, free from doubt
Terjemahan:
Sri Bhagavan bersabda:
Kini dengarkanlah, wahai Partha, bagaimana cara melaksanakan yoga dengan
pikiran yang selalu tertuju pada-Ku, dengan Aku sebagai tempatmu berlindung
dan tanpa diragukan lagi engkau akan mengetahui Aku sepenuhnya.
jnanam te ham sa-vijnanam
idam vaksyam y asesatah
yaj jnatv a neha bhuyo nyaj
jnatav yam avasisyate (Bhagawadgita,
VII.2)
I shall now declare unto you in full this knowledge, both phenomenal and
numinous. This being known, nothing further shall remain for you to know.
Terjemahan:
Aku akan menjelaskan kepadamu selengkapnya kebijaksanaan ini bersama-sama
dengan pengetahuan dan dengan mengetahuinya tak ada lagi yang tersisa untuk
diketahui
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

manushyanam sahasresu
kascid yatati siddhaye
yatatam api siddhanam
kascin mam vetti tattvatah (Bhagawadgita,
VII.3)
Out of many thousands among men, one may endeavor for perfection, and of
those who have achieved perfection, hardly one knows Me in truth.
Terjemhan:
Di antara beribu-ribu orang hampir tak seorangpun yang berusaha mencapai
kesempurnaan dan di antara mereka yang berjuang dan berhasil, hampir tak
seorangpun yang mengetahui Aku dalam kebenaran.
bhumir apo nalo vayuh
kham mano buddhir eva ca
ahankara itiyam m e
bhinna prakritir astadha (Bhagawadgita,
VII.4)
Earth, water, fire, air, ether, mind, intelligence and false ego all together these
eight constitute My separated material energies.
Terjemahan:
Tanah, air, api, udara, akasa, pikiran, akal dan rasa keakuan - ini merupakan 8
macam pembagian unsur alam-Ku

apareyam itas tv anyam


prakritim viddhi me param
jiva-bhutam maha-baho
yayedam dharyate jagat (Bhagawadgita,
VII.5)
Besides these, O mighty-armed Arjuna, there is another, superior energy of
Mine, which comprises the living entities who are exploiting the resources of this
material, inferior nature.
Terjemahan:

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

Ini adalah unsur alam-Ku yang lebih rendah. Ketahuilah unsur alam-Ku yqang
lebih tinggi lainnya, yang merupakan sang roh, yang menyanggal alam dunia ini,
wahai Mahabahu (Arjuna)

etad-yonini bhutani
sarvanity upadharaya
aham krtsnasya
jagatah
prabhavah pralayas tatha (Bhagawadgita,
VII.6)
All created beings have their source in these two natures. Of all that is material
and all that is spiritual in this world, know for certain that I am both the origin and
the dissolution.
Terjemahan:
Ketahuilah bahwa semua mahluk mempunyai asal kelahiran di sini. Aku adalah
asal mula dari seluruh alam semesta ini, demikian pula penyerapannya kembali.

mattah parataram nanyat


kincid asti dhananjaya
mayi sarvam idam protam
sutre mani-gana iv a (Bhagawadgita,
VII.7)
O conqueror of wealth, there is no truth superior to Me. Everything rests upon
Me, as pearls are strung on a thread.
Terjemahan:
Tak ada sesuatupun yang lebih tinggi dari pada-Ku, wahai Dhanamjaya (Arjuna).
Semua yang ada di sini terikat dengan-Ku bagaikan untaian permata pada seutas
tali (benang).
raso ham apsu kaunteya
prabhasmi sasi-suryayoh
pranavah sarva-vedesu
shabdah khe paurusam nrsu (Bhagawadgita,
VII.8)
O son of Kunti, I am the taste of water, the light of the sun and the moon, the
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan | 8

syllable om in the Vedic mantras; I am the sound in ether and ability in man.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

Terjemahan:
Aku adalah rasa dalam air, wahai putra Kunti (Arjuna). Aku adalah sinar pada
bulan dan matahari. Aku adalah pranawa, atau suku kata suci AUM dalam semua
kitab Veda; Aku adalah suara pada ruang (akasa) dan kemanusiaan pada manusia.

punyo gandhah prithiv yam ca


tejas casmi vibhavasau
jivanam sarva-bhutesu
tapas casmi tapasvisu (Bhagawadgita,
VII.9)
I am the original fragrance of the earth, and I am the heat in fire. I am the life of
all that lives, and I am the penances of all ascetics.
Terjemahan:
Aku adalah keharuman murni pada tanah dan kecemerlangan dalam api. Aku
adalah nyawa dalam seluruh eksistensi ini dan ostiriti (kesederhanaan) pada para
pertapa

bijam mam sarva-bhutanam


viddhi partha sanatanam
buddhir buddhimatam asmi
tejas tejasvinam aham (Bhagawadgita,
VII.10)
O son of Pritha, know that I am the original seed of all existences, the
intelligence of the intelligent, and the prowess of all powerful men.
Ketahuilah, wahai Partha (Arjuna), bahwa Aku adalah benih abadi dari seluruh
keberadaan ini. Aku adalah kecerdasan dari orang-orang cerdas. Aku adalah
kesemarakan dari yang semarak.

balam balavatam caham


kama-raga-vivarjitam
dharmaviruddho bhutesu
kamo smi bharatarsabha (Bhagawadgita,
VII.11)
I am the strength of the strong, devoid of passion and desire. I am sex life which
is not contrary to religious principles, O lord of the Bharatas [Arjuna].
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

10

Terjemahan:
Aku adalah kekuatan dari yang kuat, yang bebas dari keinginan dan nafsu. Pada
mahluk-mahluk Aku adalah keinginan yang tidak bertentangan dengan hukum
(dharma), wahai Bharatarsabha (Arjuna)

ye caiva sattvika bhava


rajasas tamasas ca ye
matta eveti tan viddhi
na tv aham tesu te mayi (Bhagawadgita,
VII.12)
Know that all states of being be they of goodness, passion or ignorance are
manifested by My energy. I am, in one sense, everything, but I am independent. I
am not under the modes of material nature, for they, on the contrary, are within
Me.
Terjemahan:
Dan bagaimanapun keadaan mahluk-mahluk itu, apakah mereka itu selaras
(sattvika), penuh nafsu (rajasa), ataupun malas (tamasa), ketahuilah bahwa
semuanya itu berasal dari Aku. Aku tak ada di sana, tetapi mereka ada pada-Ku

tribhir guna-mayair bhav


air ebhih sarvam idam
jagat mohitam nabhijanati
mam ebhyah param av yayam (Bhagawadgita,
VII.13)
Deluded by the three modes [goodness, passion and ignorance], the whole world
does not know Me, who am above the modes and inexhaustible. Terjemahan:
Dikelabui oleh ketiga macam sifat alam (guna) ini, seluruh dunia tidak mengenal
Aku, yang mengatasi mereka dan kekal abadi.

daivi hy esa guna-m ayi


mama maya duratyaya
mam eva ye prapadyante
mayam etam taranti te (Bhagawadgita,
VII.14)
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

11

This divine energy of Mine, consisting of the three modes of material nature, is
difficult to overcome. But those who have surrendered unto Me can easily cross
beyond it.
Terjemahan:
Maya ilahi-Ku ini, yang mengandung ketiga sifat alam itu sulit untuk diatasi.
Tetapi, mereka yang berlindung pada-Ku sajalah yang mampu untuk
mengatasinya.

na mam duskritino mudhah


prapadyante naradhamah
mayayapahrta-jnana
asuram bhav am asritah (Bhagawadgita,
VII.15)
Those miscreants who are grossly foolish, who are lowest among mankind,
whose knowledge is stolen by illusion, and who partake of the atheistic nature of
demons do not surrender unto Me.
Terjemahan:
Para pelaku jahat yang dungu, yang berderajat rendah, yang pikirannya terselimuti
ilusi dan yang memiliki sifat para asura, tidak berlindung pada-Ku

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

12

BAB III
PEMBAHASAN
MAKNA DAN IMPLEMENTASI JNANA VIJNANA
YOGA
Sesungguhnya semua ajaran dari bab I hingga bab XVIII dalam Bahgavad
Gita, mengajarkan tentang Ketuhanan, namun yang lebih menekankan ada pada
masing-masing bab yang berbeda (PHDI, 2013). Ajaran tentang Ketuhanan dalam
Bhagavad Gita disini dimulai dari uraian pada Bab IV yang membahas tentang
Jnana Yoga yaitu ketika Sri Krsna sudah langsung menjelaskan pada Arjuna, bahwa
ilmu pengetahuan spiritual atau Yoga yang kekal abadi ini berusia sangat Tua
sekali, diturunkan turun temurun dalam sistem perguruan, mulai pada
Vivasvan/Dewa Matahari, kemudian Vivasvan menurunkannya kepada Manu, lalu
Manu menurunkannya kepada Iksvaku yang konon adalah Raja pertama diatas
muka bumi ini, dan demikian seterusnya diturunkan dari Guru kepada murid atau
tepatnya dari Guru kepada Guru, kepada Guru, kepada Guru.

Kemudian disampaikan pula oleh Krsna pada Arjuna bahwa alasan dan
tujuan serta makna Beliau sewaktu-waktu turun ke dunia ini yaitu,Kapan saja dan
dimana saja terjadi kemunduran dalam pelaksanaan ajaran kebenaran, dan
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

13

meningkatnya hal-hal yang bukan ajaran kebenaran, maka pada waktu itu aku
Sendiri akan menjelma (ke dunia ini). Dimana ketika dunia yang tidak abadi ini
mengalami kemunduran dari ajaran Dharma maka Brahman itu sendiri akan
menciptakan kembali Dirinya untuk menyelamatkan dunia dari keadaan buruk itu.
Di dalam Bhagavad Gita pula dijelaskan agar manusia memiliki pengetahuan
tentang Tuhan dan selalu mendekatkan diri pada Nya.
Adapun makna dan implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana
Yoga Sloka 1-15, sebagai berikut.
1)

Dengarkanlah olehmu, oh Arjuna, bagaimana

mempelajari

yoga

dengan pikiran yang selalu terpusat kepadaKu, dan Aku sebagai


tempat dikau berlindung,

dengan demikian tanpa ragu-ragu lagi

engkau mengenalKu secara utuh.


Mendengar tentang Krishna dari kesusasteraan Veda, atau
mendengar dari Krishna secara langsung melalui Bhagavad-gita, dengan
sendirinya merupakan kegiatan yang saleh. Bagi orang yang mendengar
tentang Krishna, Sri Krishna, yang bersemayam di dalam hati setiap orang,
bertindak sebagai kawan yang paling mengharapkan kesejahteraan
penyembah dan menyucikan penyembahyang senantiasa tekun mendengar
tentang Beliau. Dengan cara demikian, seorang penyembah secara wajar
mengembangkan pengetahuan rohani yang tersimpan di dalam hatinya.
Begitu penyembah itu mendengar lebih banyak tentang Krishna dari
Bhagavatam dan dari para penyembah, dia menjadi mantap dalam bhakti
kepada Tuhan. Dengan mengembangkan bhakti, seseorang dibebaskan dari
sifat-sifat nafsu dan kebodohan, dan dengan demikian, nafsu-nafsu material
dan kelobaan dihilangkan. Apabila hal-hal yang tidak suci tersebut dihapus,
seorang calon menjadi mantap pada kedudukannya, yaitu kebaikan yang
murni, dan dia disemangatkan oleh bhakti dan mengerti ilmu pengetahuan
tentang Tuhan secara sempurna. Demikianlah bhakti-yoga memotong
ikatan keras berupa kasih sayang material dan memungkinkan seseorang
segera mencapai tingkat asamayam samagram, yaitu mengerti tentang
Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

14

Sloka ini mengajarkan kita untuk bagaimana cara mempelajari yoga,


sehingga seorang pebelajar tidak ragu-ragu mengenal yoga (dalam hal ini
adalah materi pelajaran) secara utuh. Misalnya ketika seorang
pendidik akan mengkontruksi pengetahuan awal peserta didik terkait materi
tertentu (misalnya topik Suhu dan Kalor), terlebih dahulu pendidik harus
menjelaskan bagaimana dan apa yg perlu disiapkan saat pembelajaran
berlangsung, sehingga peserta didik tidak ragu-ragu mengikuti proses
pembelajaran.
2) Seutuhnya

akan

Kuajarkan

(Kubukakan)

kepadamu

apakah

itu

kebijaksanaan (gnana) dan apakah itu pengetahuan (vignana), yang


setelah dipelajari, tak ada lagi hal-hal lainnya perlu untuk dipelajari
lagi.
Pengetahuan yang lengkap meliputi pengetahuan tentang dunia yang
dapat dilihat, sang roh yang melatarbelakangi dunia ini, dan sumber keduaduanya. Inilah pengetahuan rohani. Tuhan ingin menjelaskan sistem
pengetahuan tersebut di atas karena Arjuna adalah penyembah dan kawan
Krishna yang akrab. Pada awal Bab Empat, penjelasan tersebut telah
diberikan oleh Krishna, dan penjelasan itu dibenarkan sekali lagi di sini
yaitu; bahwa pengetahuan yang lengkap hanya dapat dicapai oleh seorang
penyembah Tuhan secara langsung dari Tuhan dalam garis perguruan.
Karena itu, hendaknya orang cukup cerdas untuk mengetahui sumber segala
pengetahuan, yang menjadi sebab segala sebab, dan satu-satunya obyek
semadi dalam segala jenis latihan yoga. Apabila sebab segala sebab
diketahui, maka segala sesuatu yang dapat diketahui dikenal, dan tidak ada
sesuatupun yang belum diketahui.
Sloka ini mengajarkan kita bahwa jika manusia sudah berada pada
tahap kebijaksanaan dan disetarakan dengan

orang suci tidak akan

mempelajari lagi hal-hal lain. Seperti misalnya pada dunia sekolah, jika
seorang guru sudah memberika peserta didik materi pelajaran dan kemudian
memberikan ulangan harian, serta hasil yang diperoleh sesuai dengan nilai
standar, bahkan ada nilai hampir sempurna, maka guru tersebut bisa
menyimpulkan pembelajaran berhasil, dan guru tidak lagi mengulang

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

15

pembelajaran tersebut, kecuali jika peserta didik nantinya akan menghadapi


Ujian Nasional.
3) Di antara beribu-ribu manusia, belum tentu seorangpun berjuang
untuk kesempurnaan, dan di antara yang berjuang dan sukses belum
tentu seorangpun mengenalKu secara benar.
Seseorang yang benar-benar berdedikasi kepadaNya secara lahir dan
batin atau secara total itu dapat dihitung jumlahnya dengan jari. Karena
biasanya manusia itu lupa mengapa ia dilahirkan di dunia ini, yang menjadi
ajangnya untuk mencapai Yang Maha Kuasa. Manusia kemudian tenggelam
dalam ilusi Sang Maya, dan begitu ia sadar maka terasa perjuangannya ke
arah Yang Ma ha Kuasa menjadi sulit, tetapi secara perlahan dan pasti kalau
ia penuh iman, maka betapapun terjalnya perjalanan ia akan dituntunNya
dengan baik dan suatu saat pasti sampai ke Tujuan yang abadi ini.
Ada berbagai tingkat manusia, dan di antara beribu-ribu orang,
mungkin ada satu yang cukup tertarik pada keinsafan rohani hingga ia
berusaha mengetahui apa itu sang roh, apa itu badan, dan apa itu Kebenaran
Mutlak. Pada umumnya manusia hanya sibuk di dalam kegiatan seperti
binatang yaitu; makan, tidur, membela diri dan berketurunan, dan hampir
tiada seorangpun yang tertarik pada pengetahuan rohani. Enam bab pada
awal Bhagavad-gita dimaksudkan untuk orang yang tertarik pada
pengetahuan rohani, untuk mengerti tentang sang roh, Roh Yang Utama dan
cara keinsafan melalui jna-yoga, Dhyana-yoga dan cara membedakan
antara sang roh dan alam. Akan tetapi, Krishna hanya dapat dikenal oleh
orang yang sadar akan Krishna. Rohaniwan lainnya barangkali mencapai
keinsafan terhadap Brahman yang tidak berbentuk pribadi, sebab keinsafan
ini lebih mudah daripada mengerti tentang Krishna. Krishna adalah
Kepribadian Yang Paling Utama, tetapi pada waktu yang sama Beliau
berada di luar jangkauan pengetahuan Brahman dan Paramatma. Para yogi
dan para jn bingung dalam usaha-usaha mereka untuk mengerti tentang
Krishna. Walaupun yang paling terkemuka di antara orang yang tidak
mengakui bentuk pribadi Tuhan, yaitu Sripada Sankaracarya, dalam
penafsiran beliau tentang Bhagavad-gita beliau juga mengakui bahwa

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

16

Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Namun para pengikut
Sankaracarya tidak mengakui Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, sebab sangat sulit mengenal Krishna, walaupun seseorang sudah
mencapai keinsafan rohani terhadap Brahman yang tidak berbentuk pribadi.
Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab segala sebab, Sri
Govinda yang asli. varah paramah krsnah sac-cid- ananda vigrahah/ anadir
adir govindah sarva karana-kranam. Orang yang bukan penyembah sulit
sekali mengenal Krishna. Walaupun mereka menyatakan bahwa jalan
bhakti, atau pengabdian rohani sangat mudah, mereka tidak akan sanggup
mempraktekkan cara bhakti. Kalau memang jalan bhakti begitu mudah,
seperti yang dikatakan oleh golongan orang yang bukan penyembah,
mengapa mereka memilih jalan yang lain dan sulit? Sebenarnya, jalan bhakti
tidak mudah. Sesuatu yang hanya namanya saja jalan bhakti yang
dipraktekkan oleh orang yang tidak berkualifikasi, karena mereka tanpa
pengetahuan tentang bhakti barangkali tampaknya mudah, namun apabi la
bhakti dipraktekkan secara nyata menurut aturan dan peraturan, mereka para
sarjana dan para filosof yang berangan-angan pikiran akan jatuh dari jalan
itu.
Bagi yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan sudah
menginsafi Brahman atau yogi yang sudah menginsafi Paramatma tidak
mungkin mengerti tentang Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
sebagai putera ibu Yasoda atau kusir kereta Arjuna. Para dewa yang
muliapun kadang-kadang bingung tentang Krishna: Krishna bersabda,
(muhyanti yat surayah). Mam tu veda na kacana, Tiada seorangpun yang
mengenal Diri-Ku dengan sebenarnya." Kalau seseorang sungguh-sungguh
mengenal Krishna, maka samah atma sudurlabhah. Roh yang mulia seperti
itu jarang sekali ditemukan. Karena itu, kalau seseorang tidak melakukan
latihan bhakti kepada Tuhan, ia tidak dapat mengenal Krishna dengan
sebenarnya (tattvatah), walaupun ia sarjana yang hebat atau ahli filsafat.
Hanya para penyembah yang murni dapat mengetahui sesuatu tentang sifatsifat rohani yang tidak terhingga di dalam Krishna, di dalam sebab segala
sebab, dalam Kemahakuasaan dan kemewahan Beliau, dan di dalam

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

17

kekayaan, kemashyuran, kekuatan, ketm panan, pengetahuan dan


ketidakterikatan Beliau, sebab Krishna bersikap murah hati terhadap para
penyembah-Nya.
Sloka ini mengajarkan kita bahwa kita sebagai manusia tidak akan
bisa melihat secara jelas bagaimana bentuk Tuhan yang sebenarnya, karena
kita hanya bisa merasakan kehadiran beiau, kecuali kita melakukan bhakti
yang tulus. Misalnya saja kita tidak akan mampu memahami sebuah topik
pembelajaran, jika kita tidak memepelajarinya lebih detail, dan berjuang
untuk memepelajarainya dengan tulus.
4) Bumi, air, api, udara, ether, pikiran, pengertian dan rasa "aku"
adalah delapan bagian dari sifatKu.
Sang Kreshna sekarang sedang menerangkan tentang DiriNya
seperti apa adaNya. Sifat-sifat (atau prakriti) Sang Kreshna sebenarnya
terdiri dari dua bagian, yaitu sifat luar dan sifat dalam, di ajaran ini dikatakan
terdiri dari dua sifat, yaitu sifat bagian bawah (rendah) dan sifat bagian atas
(tinggi). Sifat atau prakriti yang rendah terdiri dari benda (apara-prakriti)
yang terbagi dalam delapan unsur; yaitu tanah, air, api, ether dan udara, dan
tiga lagi, yaitu pikiran (mana), pengertian (buddhi) dan ego (ahankara).
Kedelapan unsur ini semuanya dapat binasa, dan semua unsur-unsur ini
terdapat juga sebagai unsur-unsur inti dalam diri manusia, yang dengan kata
lain dapat binasa juga.
Untuk ciptaan material, penjelmaan yang berkuasa penuh dari Sri
Krishna berwujud sebagai tiga Visnu. Yang pertama adalah, MahaVisnu,
menciptakan seluruh tenaga material, yang bernama mahat-tattva. Yang
kedua, Garbhodakakasayi Visnu, memasuki seluruh alam semesta untuk
menciptakan keanekawarnaan di dalam tiap-tiap alam semesta itu. Yang
ketiga, Ksirodakasayi Visnu, tersebar sebagai Roh Yang Utama yang berada
di mana-mana di seluruh alam semesta dan juga bernama Paramatma. Beliau
berada di mana-mana bahkan di dalam atomatom sekalipun. Siapapun yang
mengenal ketiga Visnu tersebut dapat dibebaskan dari ikatan material."
Dunia material ini adalah perwujudan sementara dari salah satu di
antara tenaga-tenaga Tuhan. Segala kegiatan dunia material diatur oleh tiga

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

18

penjelmaan Visnu tersebut dari Sri Krishna. Purusa-purusa ini disebut


penjelmaan-penjelmaan. Pada umumnya orang yang tidak mengenal ilmu
pengetahuan Ketuhanan (Krishna) menduga bahwa dunia material ini
dimaksudkan untuk dinikmati oleh para makhluk hidup dan bahwa para
makhluk hidup adalah purusa-purusatujuan-tujuan yang menyebabkan,
mengendalikan dan menikmati tenaga material. Menurut Bhagavad-gita,
kesimpulan tersebut yang tidak mengakui Tuhan adalah kesimpulan yang
salah. Dalam ayat yang sedang dibicarakan, dinyatakan bahwa Krishna
adalah sebab asli manifestasi material. Kenyataan ini juga dibenarkan dalam
Srimad-Bhagavatam Unsur-unsur manifestasi material adalah tenagatenaga yang dipisahkan dari Tuhan. Brahmajyoti, yang merupakan tujuan
utama bagi orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, adalah tenaga
rohani yang di wujudkan di angkasa rohani. Tidak ada keanekawarnaan
rohani di dalam brahmajyoti seperti keanekawarnaan rohani yang ada di
planet-planet Vaikunthaloka, dan orang yang tidak mengakui bentuk pribadi
Tuhan menganggap bahwa brahmajyoti tersebut sebagai tujuan kekal yang
paling tinggi. Manifestasi Paramatma juga merupakan aspek Ksirodakasayi
Visnu yang bersifat sementara dan berada di mana-mana. Manifestasi
Paramatma tidak kekal di dunia rohani. Karena itu, Kebenaran Mutlak yang
nyata adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa Krishna. Krishna adalah
kepribadian lengkap sumber tenaga, dan Beliau memiliki berbagai tenaga
dalam dan tenaga yang terpisah dari Diri-Nya.
Di dalam tenaga material, ada delapan perwujudan utama,
sebagaimana disebut di atas. Di antara delapan perwujudan tersebut, lima
perwujudan pertama, yaitu; tanah, air, api, udara dan angkasa, disebut lima
ciptaan besar atau ciptaan kasar, dan lima obyek indera termasuk di dalam
lima ciptaan itu. Lima obyek indera tersebut adalah manifestasimanifestasi suara, rabaan, bentuk, rasa dan bau alamiah. Ilmu pengetahuan
material terdiri dari sepuluh unsur tersebut dan tidak lebih daripada itu.
Tetapi tiga unsur lainnya, yaitu pikiran, kecerdasan dan keakuan yang palsu,
dialpakan oleh orang duniawi. Filosof-filosof yang menangani kegiatan
pikiran juga belum memiliki pengetahuan yang sempurna karena mereka

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

19

belum mengenal sumber yang paling utama, yaitu Krishna. Keakuan yang
palsu Aku berada," dan Itu milikku," yang merupakan prinsip dasar
kehidupan materialtermasuk sepuluh indera untuk kegiatan material.
Kecerdasan menunjukkan seluruh ciptaan alam, yang disebut mahat-tattva.
Karena itu, dari delapan tenaga yang dipisahkan dari Tuhan terwujudlah
duapuluh empat unsur dunia material yang merupakan mata pelajaran
filsafat Skhya yang tidak percaya kepada Tuhan. Unsur-unsur tersebut
semula berasal dari tenaga-tenaga Krishna dan dipisahkan dari Krishna,
tetapi para filosof Skhya yang tidak percaya kepada Tuhan dan kurang
memiliki pengetahuan tidak mengenal Krishna sebagai sebab segala sebab.
Sloka ini mengajarkan pada kita, bahwa semua unsur material baik
Bhuana Agung dan Bhuana Alit yang ada di bumi ini berasal dari sang
Pencipta Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu kita wajib bersyukur atas
kebesaran tersebut.
5) Inilah sifatKu yang di bawah (rendah). Dan ketahuilah sifatKu yang
lain, yang bersifat lebih tinggi - kehidupan atau jiwa, dengan apa
dunia ini ditunjang, oh Arjuna!
Di sini disebut dengan jelas bahwa para makhluk hidup adalah
bagian dari alam utama (atau tenaga utama) Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga
yang rendah adalah alam terwujud dalam berbagai unsur, yaitu; tanah, air,
api, udara, angkasa, pikiran, kecerdasan, dan keakuan yang palsu. Kedua
bentuk alam material, yaitu bentuk kasar (tanah dan sebagainya) dan halus
(pikiran dan sebagainya), dihasilkan dari tenaga rendah. Para makhluk
hidup, yang memerah tenaga-tenaga rendah tersebut untuk berbagai tujuan,
adalah tenaga utama Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh karena tenaga
tersebut, seluruh dunia material berjalan. Manifestasi alam semesta tidak
berdaya untuk bergerak kecuali digerakkan oleh tenaga utama, yaitu
makhluk hidup. Tenaga-tenaga selalu dikendalikan oleh sumber tenaga.
Karena itu, para makhluk hidup selalu dikendalikan oleh Tuhan para
makhluk hidup tidak mempunyai eksistensi tersendiri. Para makhluk hidup
tidak pernah mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan Tuhan,
seperti

yang

di

bayangkan

oleh

orang

yang

kurang

cerdas.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

20

Kalau para makhluk hidup adalah kekal dan berada di mana-mana


seperti Anda, maka mereka tidak berada di bawah pengendalian Anda.
Tetapi kalau diakui bahwa para makhluk hidup adalah tenaga-tenaga kecil
dari Diri Anda, maka mereka segera berada di bawah pengendalian Anda
yang paling utama. Karena itu, pembebasan sejati menyangkut penyerahan
diri para makhluk hidup terhadap pengendalian Anda, dan penyerahan diri
itu akan membahagiakan mereka. Hanya dalam keadaan dasar itulah mereka
dapat

mengendalikan

sesuatu.

Karena

itu,

orang

yang

kurang

berpengetahuan yang mendukung teori monisme yang menganggap Tuhan


dan para makhluk hidup sejajar dalam segala hal sebenarnya dibawa oleh
anggapan yang salah dan tercemar."
Satu-satunya Tuhan Yang Maha Esa Krishna yang mengendalikan,
dan semua makhluk hidup dikendalikan oleh Beliau. Makhluk-makhluk
hidup tersebut adalah tenaga utama Beliau, sebab sifat keberadaan mereka
adalah satu dan sama dengan Yang Mahakuasa, tetapi mereka tidak pernah
sejajar dengan Tuhan dalam jumlah kekuatan. Sambil memerah tenaga
rendah yang kasar dan halus (alam), tenaga utama (makhluk hidup)
melupakan pikiran dan kecerdasan rohaninya yang sejati. Kelupaan seperti
itu disebabkan oleh pengaruh alam terhadap makhluk hidup. Tetapi apabila
makhluk

hidup

dibebaskan

dari

pengaruh

mengkhayalkan, dia mencapai tingkat

tenaga material

yang

yang disebut mukti, atau

pembebasan. Keakuan palsu, di bawah pengaruh khayalan material,


berpikir, Diriku adalah unsur-unsur alam, dan benda-benda material yang
telah kuperoleh adalah milikku." Kedudukan makhluk hidup yang sejati
diinsafi apabila ia dibebaskan dari segala ide material, termasuk paham
bahwa Diri-Nya bersatu dengan Tuhan dalam segala hal. Karena itu,
seseorang dapat menarik kesimpulan bahwa Bhagavad-gita membenarkan
makhluk hidup hanya salah satu di antara berbagai tenaga Krishna, dan
apabila tenaga ini dibebaskan dari pencemaran material, maka ia menjadi
sadar

akan

Krishna

sepenuhnya,

atau

mencapai

pembebasan.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

21

6) Ketahuilah bahwa ini (Sang Jiwa) adalah asal-mula semua makhluk


Aku adalah asal-mula seluruh alam semesta dan juga pemusnahnya.
Segala sesuatu yang ada dihasilkan dari unsur-unsur alam dan
kerohanian. Sang roh adalah lapangan dasar ciptaan, dan unsur-unsur alam
diciptakan oleh tenaga rohani. Sang roh tidak diciptakan pada tahap tertentu
perkembangan material. Melainkan, dunia material ini diwujudkan hanya
atas dasar tenaga rohani. Badan material ini dikembangkan karena sang roh
berada di dalam alam. Anak tumbuh berangsur-angsur sampai masa remaja
dan kemudian sampai dewasa karena tenaga utama tersebut, yaitu sang roh,
berada di dalam badannya. Begitu pula, seluruh manifestasi alam semesta
yang besar sekali dikembangkan karena adanya Roh Yang Utama, Visnu.
Karena itu, alam dan rohani, yang bergabung untuk mewujudkan bentuk
alam semesta yang besar sekali pada permulaan adalah dua tenaga dari
Tuhan. Karena itu, Tuhan adalah asal mula segala sesuatu. Bagian percikan
dari Tuhan yang mempunyai sifat yang sama seperti Tuhan, yaitu makhluk
hidup, dapat membangun gedung pencakar langit yang besar, pabrik besar,
ataupun kota yang besar dibangun, tetapi makhluk hidup tidak dapat
membangun alam semesta yang besar. Yang menyebabkan alam semesta
yang besar diwujudkan ialah roh yang besar, atau Roh Yang Utama.
Krishna, Yang Mahakuasa, adalah penyebab roh-roh yang besar maupun
roh-roh yang kecil.
Semua benda dan makhluk dalam alam semesta ini datang dari Yang
Maha Esa, tanpa Yang Maha pencipta ini tak akan ada apapun di dunia ini;
Sang Maya adalah "Ibu" dan Sang Kreshna adalah sebagai "Ayah" dari
semua manifestasiNya ini. ("Akulah Sang Ayah yang meletakkan benih!").
Ibarat cahaya Sang Surya yang datang dari Sang Surya tetap merupakan
bagian dari Sang Surya, begitupun semua makhluk dan benda-benda di
dunia ini adalah berasal dari Yang Maha Esa dan tetap merupakan bagian
dariNya, merupakan sebagian dari cahayaNya. Setiap jiwa adalah sebagian
cahaya dari Yang Maha Esa dan Yang Maha Esa adalah sumber atau inti
dari setiap jiwa ini. Alam semesta ini bergerak terus dalam gerakan
melingkar atau memutar. Ada lingkaran manifestasi dan ada juga lingkaran

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

22

kemusnahan kehidupan, dan semua itu terserah kepadaNya untuk


mengaturnya sesuai dengan kehendakNya, ibarat awan yang lahir atau
tercipta di angkasa, bergerak atau tinggal di angkasa, maka begitupun semua
makhluk dan benda di alam semesta ini datang, tinggal dan kembali
kepadaNya lagi. Dengan kata lain Yang Maha Esa itu Satu untuk semuanya
dan hadir di dalam semuanya.
Sesuatu manifestasi bermula kalau Yang Satu ini menjadi dua, yaitu
benda dan kehidupan (raga dan jiwa yang menyatu). Raga atau benda adalah
bentuk fisik, sedangkan kehidupan adalah jiwa, dan semua makhluk yang
ada dalam manifestasi akan bergerak dan hidup karena ada motornya, yaitu
Sang Jiwa. Di mana ada permulaan kehidupan di situ kemusnahan akan
kehidupan ini pun pasti akan datang, itu sudah hukumnya. Dan tahaptahapnya adalah melalui tahap kanak-kanak, kemudian meningkat ke masa
muda, masa tua dan masa di mana seseorang atau sesuatu harus binasa.
Selama menjalani kehidupan maka hidup ini ibarat terisi oleh musim semi,
musim kemarau, musim rontok dan musim dingin. Di musim dingin bekulah
semua nilai-nilai moral dan keyakinan dan lain sebagainya terhadap yang
Maha Esa, dan di musim dingin inilah Yang Maha Esa kembali meluruskan
dan mencairkan yang beku ini ke asalnya lagi dan mulailah lagi nilai-nilai
luhur yang baru di musim semi yang kemudian datang menyusul.
Maka disebutlah bahwa alam semesta ini memiliki "pagi" dan
"malam." Di kala pagi bangkitlah kehidupan dengan segala aspek-aspeknya
seperti peradaban, kebudayaan, seni, ilmu pengetahuan, kerajaan, sejarah,
dan lain-lainnya. Dan setelah pagi maka akan timbul malam yang berarti
kehancuran dan kemusnahan dari segala sesuatu ini, di mana semua benda
dan makhluk musnah kecuali mereka-mereka yang telah mengabdi
kepadaNya tanpa pamrih. Mereka-mereka ini dibebaskan dari hidup dan
mati, dan tak akan menyatu dengan manifestasi lagi atau bahkan dengan
kebinasaan, mereka menyatu denganNya, Yang Maha Abadi. Dan begitulah
cara

permainanNya.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

23

7) Tak ada sesuatupun yang lebih tinggi dariKu, oh Arjuna! Semua yang
ada di sini tertali padaKu, ibarat permata-permata yang teruntai
disehelai benang.
Biasanya ada perdebatan mengenai apakah Kebenaran Mutlak Yang
Paling Utama berbentuk pribadi atau tidak berbentuk pribadi. Menurut
Bhagavad-gita, Kebenaran Mutlak adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa Sri Krishna, dan kenyataan ini dibenarkan pada setiap langkah.
Khususnya dalam ayat ini, ditegaskan bahwa Kebenaran Mutlak adalah
kepribadian. Brahma-samhita juga membenarkan bahwa Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa adalah Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama:
varah paramah krsnah sac-cid-anandavigrahah; yaitu, Kebenaran Mutlak
Yang Paling Utama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah Sri Krishna.
Tuhan Yang Mahaabadi, sumber segala kebahagiaan, Govinda, dan bentuk
kekal kebahagiaan dan pengetahuan yang lengkap. Oleh karena bukti dari
sumber-sumber yang dapat dipercaya tersebut, tidak dapat diragu-ragukan
bahwa Kebenaran Mutlak adalah Kepribadian Yang Paling Utama, sebab
segala sebab.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa melampaui segala paham
material tentang kegelapan. Hanya orang yang mengenal Beliau dapat
melampaui ikatan kelahiran dan kematian. Tiada cara lain untuk mencapai
pembebasan selain pengetahuan tentang Kepribadian Yang Paling Utama
itu. Tidak ada kebenaran yang lebih tinggi daripada Kepribadian Yang
Paling Utama itu, karena Beliau adalah Yang Mahatinggi. Beliau lebih kecil
daripada yang paling kecil dan Beliau lebih besar daripada yang paling
besar. Beliau mantap bagaikan pohon yang diam. Beliau menerangi angkasa
rohani. Seperti halnya sebatang pohon menyebarkan akarnya, begitu pula
Beliau menyebarkan tenaga-tenaga-Nya yang luas.

8) Aku adalah rasa segar di dalam air, oh Arjuna, dan cahaya dalam
sang Chandra dan sang surya. Aku adalah Satu Kata Pemuja (OM)
di dalam semua Veda. Aku adalah suara di dalam ether dan benih
kekuatan

dalam

diri

manusia.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

24

Ayat ini menjelaskan bagaimana Krishna berada di mana-mana


melalui berbagai tenaga-Nya yang material dan rohani. Tuhan Yang Maha
Esa pada tahap permulaan dipahami melalui berbagai tenaga-Nya, dan
dengan cara demikian seseorang menginsafi Beliau secara tidak pribadi.
Seperti halnya dewa di planet matahari adalah kepribadian dan adanya dewa
matahari dirasakan melalui tenaganya yang berada di mana-mana, yaitu
sinar matahari, begitu pula, walaupun Tuhan berada di tempat tinggal-Nya
yang kekal, Beliau dirasakan melalui berbagai tenaga-Nya yang berada di
mana-mana. Rasa air adalah prinsip aktif di dalam air. Tidak seorangpun
yang suka minum air laut, sebab rasa air yang murni sudah tercampur
dengan garam. Seseorang tertarik kepada air tergantung pada kemurnian
rasa air itu, dan rasa murni ini adalah satu di antara tenaga-tenaga Tuhan.
Orang yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan merasakan adanya Tuhan
di dalam air melalui rasa air, dan orang yang mengakui bentuk pribadi
Tuhan juga memuji kebesaran Tuhan karena Beliau bermurah hati untuk
menyediakan air yang enak untuk menghilangkan kedahagaan manusia.
Itulah cara merasakan adanya Yang Maha Kuasa. Hampir tidak ada hal yang
bertentangan antara filsafat yang mengakui bentuk pribadi Tuhan dan
filsafat yang tidak mengakui pribadi Tuhan. Orang yang mengenal Tuhan
mengetahui bahwa paham yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan
paham yang mengakui bentuk pribadi Tuhan berada di dalam segala sesuatu
pada waktu yang sama dan bahwa tidak ada hal yang bertentangan. Karena
itu, Sri Caitanya memantapkan ajaran-Nya yang mulia yaitu: acintya bheda
dan abhedatattva persatuan dan perbedaan pada waktu yang sama.
Cahaya matahari dan bulan juga semula berasal dari brahmajyoti,
cahaya Tuhan yang tidak bersifat pribadi. Pranava, atau suara rohani omkra pada awal tiap-tiap mantra Veda, untuk penyapaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa juga berasal dari Beliau. Oleh karena orang yang tidak mengakui
bentuk pribadi Tuhan sangat takut menyapa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Krishna dengan nama-nama-Nya yang tidak dapat dijumlah, mereka lebih
suka mengucapkan suara rohani om-kra. Tetapi mereka tidak mengerti
bahwa om-kra adalah perwujudan Krishna dalam bentuk getaran suara.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

25

Jangkauan kesadaran Krishna tersebar di mana-mana, dan orang yang


mengenal kesadaran Krishna mendapat berkat. Orang yang belum mengenal
Krishna berada di dalam khayalan. Karena itu, pengetahuan tentang Krishna
adalah pembebasan, dan tidak mengetahui tentang Krishna adalah ikatan.

9) Aku adalah wewangian yang sejati di dalam bumi dan warna merah
di dalam bara api. Akulah kehidupan di dalam segala yang hidup dan
disiplin yang amat keras di dalam kehidupan para pertapa.
Segala sesuatu di dunia material mempunyai rasa atau aroma
tertentu, misalnya rasa dan aroma di dalam bunga, atau di dalam tanah, di
dalam air, di dalam api, di dalam udara, dan sebagainya. Rasa yang tidak
tercemar, atau rasa yang asli, yang berada di dalam segala sesuatu adalah
Krishna. Begitu pula, segala sesuatu mempunyai rasa asli yang khusus, dan
rasa itu dapat diubah dengan campuran zat-zat kimia. Karena itu, segala
sesuatu yang asli mempunyai bau tertentu, harum tertentu, dan rasa tertentu.
Vibhavasu berarti api. Tanpa api kita tidak dapat menjalankan pabrik, kita
tidak dapat memasak, dan sebagainya, dan api itu adalah Krishna. Panas
dalam api adalah Krishna. Menurut ilmu kedokteran Veda, kesulitan
mencerna makanan disebabkan suhu rendah di dalam perut. Karena itu, api
diperlukan untuk mencerna makanan. Dalam kesadaran Krishna kita
menyadari bahwa tanah, air, api, udara, dan tiap-tiap prinsip yang aktif,
semua zat kimia dan semua unsur material disebabkan oleh Krishna.
Panjang usia hidup manusia juga disebabkan oleh Krishna. Karena itu, atas
berkat karunia Krishna, manusia dapat memperpanjang usianya atau
menguranginya. Karena itu, kesadaran Krishna aktif di setiap bidang.
10) Kenalilah Aku, oh Arjuna sebagai inti yang abadi dari semua makhluk.
Aku adalah

kebijaksanaan mereka yang bijaksana.

Aku adalah

kemegahan dalam setiap hal yang bersifat megah.


Krishna adalah benih segala sesuatu. Ada berbagai makhluk hidup,
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Burung, binatang, manusia
dan banyak makhluk hidup lainnya adalah makhluk hidup yang bergerak;
sedangkan pohon-pohon dan tumbuhan tidak dapat bergerak, tetapi hanya

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

26

berdiri di satu tempat. Tiap-tiap makhluk hidup adalah salah satu dari
jumlah 8.400.000 jenis kehidupan. Beberapa di antaranya bergerak dan
beberapa di antaranya tidak bergerak. Tetapi, dalam setiap jenis kehidupan
benih kehidupan mereka adalah Krishna. Sebagaimana dinyatakan dalam
kesusasteraan Veda, Brahman, atau Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama,
adalah asal mula segala sesuatu. Krishna adalah Parabrahman, Roh Yang
Paling Utama. Brahman tidak bersifat pribadi dan Parabrahman bersifat
pribadi. Brahman yang tidak bersifat pribadi termasuk di dalam aspek yang
bersifat pribdi demikianlah pernyataan dalam Bhagavad-gita. Karena itu,
pada permulaan, Krishna adalah sumber segala sesuatu. Krishna
diumpamakan sebagai akar. Seperti halnya akar sebatang pohon
memelihara seluruh pohon itu, begitu pula Krishna sebagai akar asli segala
sesuatu memelihara segala sesuatu dalam manifestasi material ini

11) Aku adalah kekuatan dari yang kuat, bebas dari nafsu dan keinginan.
Tetapi Aku adalah keinginan yang benar yang tak bertentangan dengan
dharma, oh Arjuna.
Kekuatan orang yang kuat hendaknya digunakan untuk melindungi
orang yang lemah, dan bukan untuk mengadakan ancaman pribadi. Begitu
pula, hubungan suami isteri menurut prinsip-prinsip keagamaan (dharma),
hendaknya digunakan untuk berketurunan, dan tidak digunakan untuk
tujuan lain. Kemudian tanggung jawab orang tua ialah menjadikan
keturunannya sadar akan Krishna.
12) Dan ketahuilah bahwa ketiga guna (sifat-sifat prakriti), ketiga tahap
(sifat) setiap makhluk - kesucian (sattvika), nafsu (rajasa) dan kemalasan
(tamasa) adalah dariKu semata. Kupegang mereka semua, bukan mereka
yang memegangKu.
Yang Maha Kuasa adalah motor dari sifat-sifat alami ini (gund),
tetapi la berada di atas sifat-sifat ini dan tak terpengaruh oleh mereka (sifatsifat ini). Segala kegiatan material di dunia sedang dijalankan di bawah
pengaruh tiga sifat alam material. Walaupun sifat-sifat alam material
tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, Beliau tidak

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

27

dipengaruhi oleh sifat-sifat itu. Misalnya, menurut hukum negara seseorang


dapat dihukum, tetapi rj , yang membuat hukum, tidak berada di bawah
hukum itu. Begitu pula, segala sifat alam material kebaikan, nafsu maupun
kebodohan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna, tetapi Krishna
tidak dipengaruhi oleh alam material. Karena itu, Krishna bersifat nirguna,
yang berarti bahwa tiga guna, atau sifat-sifat tersebut, tidak mempengaruhi
Krishna, walaupun sifat-sifat itu berasal dari Krishna. Itulah salah satu ciri
istimewa Bhagavan, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
13) Seisi dunia ini terpengaruh oleh ketiga guna ini, dan tak mengenalKu
yang berada di atas semuanya itu dan yang tak dapat berganti-ganti sifat
.
Seluruh dunia dipikat oleh tiga sifat alam material. Orang yang
dikhayalkan oleh tiga sifat alam tersebut tidak dapat mengerti bahwa Tuhan
Yang Maha Esa, Krishna, melampaui alam material ini.
Setiap makhluk hidup di bawah pengaruh alam material memiliki
jenis badan tertentu dan jenis kegiatan jiwa dan raga menurut jenis badan
itu. Ada empat golongan manusia yang bekerja di dalam tiga sifat alam
material. Orang yang berada dalam sifat kebaikan sepenuhnya disebut
brahman. Orang yang berada sepenuhnya dalam sifat nafsu disebut
ksatriya. Orang yang berada dalam sifat-sifat nafsu dan kebodohan disebut
vaisya. Orang yang berada dalam sifat kebodohan sepenuhnya disebut
sudra. Makhluk yang lebih rendah daripada itu adalah binatang atau
kehidupan mereka seperti binatang. Akan tetapi, julukan tersebut tidak
kekal. Kita dapat menjadi brahman, ksatriya, vaisya atau apapun dalam
keadaan manapun, kehidupan ini bersifat sementara. Tetapi walaupun
kehidupan ini bersifat sementara dan kita belum mengetahui bagaimana
nasib kita pada penjelmaan yang akan datang, kita dipesona oleh tenaga
yang mengkhayalkan hingga memandang diri kita berdasarkan paham hidup
jasmani. Karena itu, kita menganggap diri kita orang Amerika, orang India,
orang Rusia, brahman, penganut agama ini ataupun agama itu dan
sebagainya. Kalau kita menjadi terikat dengan sifat-sifat material, kita lupa
kepada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang melatarbelakangi segala
sifat tersebut. Jadi, Sri Krishna menyatakan bahwa makhluk hidup yang
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

28

dikhayalkan oleh tiga sifat alam tidak mengerti bahwa di belakang


latarbelakang material ada Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Ada banyak jenis makhluk hidup manusia, dewa, binatang, dan lainlain. Tiap-tiap jenis kehidupan berada di bawah pengaruh alam material, dan
semuanya sudah melupakan Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa yang
melampaui alam material. Orang yang berada dalam sifat-sifat nafsu dan
kebodohan, dan juga orang yang berada dalam sifat kebaikan, tidak dapat
melampaui paham Brahman yang tidak berbentuk pribadi tentang
Kebenaran Mutlak. Mereka dibingungkan di hadapan Tuhan Yang Maha
Esa dalam aspek pribadi-Nya, yang memiliki segala ketampanan, kekayaan,
pengetahuan, kekuatan, kemasyhuran dan ketidakterikatan. Kalau orang
yang berada dalam sifat kebaikan tidak dapat mengerti, apa yang dapat
diharapkan bagi mereka yang berada dalam nafsu dan kebodohan?
Kesadaran Krishna melampaui ketiga sifat alam material tersebut, dan orang
yang benar-benar mantap dalam kesadaran Krishna sebenarnya sudah
mencapai pembebasan.

14) Sukar benar, untuk menembus ilusi MayaKu yang agung ini, yang
tercipta akibat

sifat-sifat

prakriti.

Tetapi

mereka-mereka

yang

mempunyai iman kepadaKu semata, akan berhasil menembus ilusi ini.


Manusia kebanyakan tertipu oleh ilusi Sang maya yang juga adalah
ciptaan Yang Maha Esa, sehingga manusia lebih mementingkan obyekobyek duniawi dan dunia ini sendiri. Bagi kebanyakan manusia maka hartabenda, kekasih, keluarga dan milik maupun kehormatan dianggap nyata dan
seakan-akan sudah menjadi milik mereka secara abadi yang tidak dapat
diganggu-gugat atau dipisahkan lagi dari sisi mereka. Lupalah kita bahwa
dengan berpendapat seperti itu maka makin lama kita makin jauh dariNya,
Yang Maha Nyata dan Maha Abadi. Terikatlah kita makin lama dengan isi
dunia ini, tetapi Yang Maha Kuasa selalu memberikan berkahNya, karena
di dunia ini masih saja ada manusia-manusia yang beriman kepadaNya, dan
manusia-manusia semacam ini dapat berhasil menembus tirai ilusi dan
bersatu

denganNya.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

29

Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa mempunyai tenaga-tenaga yang


jumlahnya tidak dapat dihitung, dan semua tenaga itu bersifat rohani. Para
makhluk hidup, adalah bagian dari tenaga-tenaga Tuhan, dan karena itu
mereka bersifat rohani. Walaupun demikian, oleh karena hubungan para
makhluk hidup dengan tenaga material, kekuatan utamanya yang asli
ditutupi. Kalau seseorang ditutupi oleh tenaga material seperti itu, ia tidak
mungkin

mengatasi

pengaruhnya.

Sebagaimana

sudah

dinyatakan

sebelumnya, baik alam material maupun alam rohani yang berasal dari
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah kekal. Para makhluk hidup
termasuk tenaga utama yang kekal dari Tuhan, tetapi oleh karena pengaruh
tenaga yang rendah, yaitu alam material, khayalan mereka juga bersifat
kekal. Karena itu, roh yang terikat disebut nityabaddha, atau terikat untuk
selamanya. Tiada seorangpun yang dapat menentukan sejarah ia menjadi
terikat pada tanggal tertentu dalam sejarah material. Sebagai akibatnya,
walaupun alam material itu adalah tenaga yang rendah, pembebasan roh
terikat dari cengkraman alam material sangat sulit sebab tenaga material
pada hakekatnya dijalankan oleh kehendak Yang Mahakuasa, yang tidak
dapat diatasi oleh makhluk hidup. Alam material yang rendah didefinisikan
di sini sebagai alam rohani karena hubungannya bersifat rohani dan karena
alam bergerak atas kehendak Yang Mahakuasa. Oleh karena alam material
dijalankan atas kehendak Yang Mahakuasa, walaupun alam bersifat rendah,
alam bertindak dengan begitu ajaib dalam menciptakan dan meleburkan
manifestasi alam semesta. Kenyataan ini dibenarkan dalam Veda sebagai
berikut: may mrtu prakrtim vidyan mayinam tu mahesvaram. Walaupun
may (khayalan) adalah palsu dan sementara, latar belakang may adalah
ahli kebatinan yang paling utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang
bernama Mahesvara, atau Penguasa Yang Paling Utama.
Kata guna juga berarti tali; harus dimengerti bahwa roh yang terikat
diikat ketat oleh tali-tali khayalan. Jika tangan dan kaki seseorang diikat, ia
tidak dapat membebaskan diri ia harus ditolong oleh orang yang tidak diikat.
Oleh karena orang yang terikat tidak dapat membantu orang yang diikat,
yang menyelamatkan haruslah orang yang sudah bebas. Karena itu, hanya

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

30

Sri Krishna, atau utusan yang dapat dipercaya dari Krishna, yaitu guru
kerohanian, dapat membebaskan roh yang terikat. Tanpa bantuan utama
seperti itu, seseorang tidak dapat dibebaskan dari ikatan alam material.
Bhakti atau kesadaran Krishna, dapat membantu seseorang untuk
memperoleh pembebasan seperti itu. Oleh karena Krishna adalah penguasa
tenaga yang mengkhayalkan, Beliau dapat menyuruh kepada tenaga yang
tidak dapat diatasi tersebut agar roh yang terikat dibebaskan. Krishna
memerintahkan pembebasan tersebut atas karunia-Nya yang tiada sebabnya
terhadap roh yang sudah menyerahkan diri dan atas kasih sayang Beliau
sebagai ayah terhadap makhluk hidup, yang semula menjadi anak
kesayangan-Nya. Karena itu, menyerahkan diri kepada kakipadma Tuhan
adalah satu-satunya cara untuk dibebaskan dari cengkraman alam material
yang keras. Kata-kata mam eva juga bermakna. Mam di sini berarti kepada
Krishna (Visnu), bukan Brahma atau Siva. Walaupun kedudukan Brahma
dan Siva tinggi sekali dan hampir sejajar dengan Visnu, namun sebagai
penjelmaan-penjelmaan rajo-guna (nafsu) dan tamo-guna (kebodohan),
mereka tidak dapat membebaskan roh yang terikat dari cengkraman may.
Brahma dan Siva juga kadang-kadang dipengaruhi oleh may. Hanya Visnu
yang

menguasai

may.

Karena

itu,

hanya

Visnu

yang

dapat

menganugerahkan pembebasan kepada roh yang terikat. Dewa Siva


bersabda, mukti pradata sarvesm Visnur eva na samayah. Tidak dapat
diragu-ragukan bahwa Visnulah yang menganugerahkan pembebasan
kepada semua orang."
15) Mereka yang (gemar) berbuat dosa, yang telah tersesat, tenggelam ke
bawah dalam evolusi manusia ini, mereka yang pikiran-pikirannya
telah terbawa jauh oleh kegelapan, dan telah memeluk sifat-sifat iblismereka tidak datang kepadaKu.
Mereka yang telah bertekuk-lutut dihadapan ilusi Sang Maya, akan
makin jauh diseret dari Yang Maha Kuasa, dan makin lama makin
rengganglah jarak antara mereka ini dengan Yang Maha Esa. Sedangkan
mereka yang ingin ke jalanNya harus secara total menyerahkan semua milik
mereka dalam ilusi ini secara tulus kepadaNya. Dan ini berarti menyerahkan

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

31

dengan mental yang tulus semua milik duniawi seperti anak-anak, istri,
kekasih yang tercinta, harta-benda, raga, pikiran, ketenaran, kemashyuran,
dan lain sebagainya, dan menjadikan semua itu ibarat sesajen atau
pengorbanan untukNya, tanpa pamrih. Pemuja seperti inilah yang akan
dibimbing untuk keluar dari ilusi dan kegelapan Sang Maya, Ilusi yang
diciptakanNya sendiri untuk menyeleksi "bibit-bibit unggul ciptaanNya
juga."
Bhagavad-gita dinyatakan seseorang dapat mengatasi hukumhukum alam material yang keras hanya dengan menyerahkan Diri-Nya
kepada kakipadma Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Sekarang timbullah
pertanyaan:

Mengapa

filosof-filosof

yang

terdidik,

ahliahli

ilmu

pengetahuan, pengusaha, administrator dan semua pemimpin manusia biasa


tidak menyerahkan diri kepada kakipadma Sri Krishna, Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa dan Mahaperkasa? Mukti, atau pembebasan dari hukumhukum alam material dicari oleh para pemimpin manusia dengan berbagai
cara serta rencana-rencana besar dan ketekunan selama bertahun-tahun dan
selama banyak penjelmaan. Tetapi kalau pembebasan itu dimungkinkan
hanya dengan menyerahkan diri kepada kakipadma Kepribadian Tuhan
Yang Maha Esa, mengapa pemimpin-pemimpin yang cerdas dan bekerja
keras seperti itu tidak mengikuti cara yang sederhana tersebut?
Pertanyaan ini dijawab secara gamblang dalam Bhagavad-gita.
Pemimpin-pemimpin masyarakat yang sungguh-sungguh bijaksana seperti
Brahma, Siva, Kapila, para -Kumara, Manu, Vyasa, Devala, Asita, Janaka,
Prahlada, Bali, kemudian Madhvacarya, Ramanujacarya, Sri Caitanya dan
banyak lagi yang lainnya adalah filosof-filosof, tokoh-tokoh politik,
pendidik, ahli ilmu pengetahuan dan sebagainya, yang setiamenyerahkan
diri kepada kakipadma Kepribadian Tuhan Yang Paling Utama, Penguasa
Yang Mahakuasa. Orang yang sebenarnya bukan filosof, ahli ilmu
pengetahuan, pendidik, administrator, dan sebagainya, tetapi hanya
menyamar seperti itu demi keuntungan material, tidak mengakui rencana
maupun jalan Tuhan Yang Maha Esa. Mereka tidak mengerti tentang Tuhan
sama sekali; mereka semata-mata membuat rencana-rencana duniawi

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

32

sendiri, dan sebagai akibatnya merumitkan masalah-masalah kehidupan


material dalam usaha-usahanya yang sia-sia untuk memecahkan masalahmasalah itu. Tenaga material (alam) sangat perkasa sehingga dapat menahan
rencana-rencana yang tidak dibenarkan yang dibuat oleh orang yang tidak
percaya kepada Tuhan, dan juga menggagalkan pengetahuan dari komisikomisi perencanaan."
Para perencana yang tidak percaya kepada Tuhan diuraikan di sini
dengan kata duskrtinah, yang berarti orang jahat." Krti berarti orang yang
sudah melakukan pekerjaan yang terpuji. Para perencana yang tidak percaya
kepada Tuhan juga kadang-kadang sangat cerdas dan terpuji, sebab rencana
besar manapun, baik maupun buruk, memerlukan kecerdasan untuk
pelaksanaannya. Tetapi oleh karena otak orang yang tidak percaya kepada
Tuhan disalahgunakan untuk melawan rencana Tuhan Yang Maha Esa, para
perencana yang tidak percaya kepada Tuhan disebut duskrti, yang berarti
kecerdasan dan usaha-usahanya diarahkan ke tujuan yang salah.
Bhagavad-gita menyebutkan dengan jelas bahwa tenaga material
bekerja sepenuhnya di bawah perintah Tuhan Yang Maha Esa. Alam tidak
mempunyai kekuasaan tersendiri. Alam bekerja seperti bayangan, menurut
gerak suatu benda. Tetapi tenaga material tetap sangat perkasa, sehingga
orang yang tidak percaya kepada Tuhan tidak dapat mengetahui bagaimana
cara tenaga material bekerja. Dia juga tidak dapat mengetahui rencana
Tuhan Yang Maha Esa. Orang yang tidak percaya kepada Tuhan berada
dalam khayalan dan dipengaruhi oleh sifat-sifat nafsu dan kebodohan,
sehingga semua rencana-rencananya digagalkan, seperti yang terjadi
terhadap Hiranyakasipu dan Ravana. Rencana-rencana kedua raksasa itu
digagalkan walaupun kedua-duanya sangat ahli secara material sebagai ahliahli ilmu pengetahuan, filosof, administrator dan ahli pendidikan. Para
duskrtina,atau orang jahat, seperti itu digolongkan menurut empat pola,
sebagaimana diuraikan di bawah ini.
(1) Para muda adalah orang bodoh secara kasar, seperti hewan yang
bekerja keras untuk memikul beban. Mereka ingin menikmati hasil
pekerjaannya untuk diri sendiri. Karena itu, mereka tidak mau menyerahkan

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

33

hasil pekerjaannya untuk Yang Mahakuasa. Contoh hewan yang memikul


beban ialah keledai. Hewan yang rendah ini dipaksakan bekerja dengan
keras sekali oleh tuannya. Keledai sebenarnya tidak mengetahui untuk siapa
ia bekerja dengan begitu keras siang dan malam hari. Dia tetap puas mengisi
perutnya dengan seikat rumput, tidur sebentar sambil merasa takut bahwa ia
akan dipukul oleh tuannya, dan memuaskan hawa nafsunya dengan resiko
bahwa badannya ditendang berulangkali oleh keledai betina. Keledai
menyanyikan sanjak dan kadang-kadang filsafat, tetapi suara itu hanya
mengganggu orang lain. Inilah kedudukan orang bodoh yang bekerja
dengan tujuan mendapat hasil untuk dinikmati tetapi tidak mengetahui
untuk siapa ia harus bekerja. Ia tidak mengetahui bahwa karma(perbuatan)
dimaksudkan untuk yaj (korban suci).
Seringkali orang yang bekerja keras siang dan malam untuk membereskan
beban tugas-tugas yang diciptakan oleh Diri-Nya sendiri mengatakan bahwa
mereka tidak punya waktu untuk mendengar tentang kekekalan makhluk
hidup. Keuntungan material, yang dapat dimusnahkan, adalah segalagalanya dalam kehidupan para mudawalaupun kenyataannya para muda
itu hanya menikmati sebagian kecil dari hasil pekerjaannya. Kadang-kadang
mereka begadang selama berhari-hari untuk mencari keuntungan atau hasil,
dan walaupun kadang-kadang mereka sakit maag atau tidak dapat mencerna
makanan, mereka puas dengan hampir tidak makan sama sekali. Mereka
hanya sibuk bekerja keras siang dan malam demi keuntungan majikanmajikan yang bersifat khayalan. Mereka tidak mengetahui tentang
atasannya yang sejati; karena itu, mereka bekerja untuk memboroskan
waktunya yang sangat berharga dalam melayani dewa kekayaan. Sayang
sekali, mereka tidak pernah menyerahkan diri kepada atasan segala atasan.
Mereka juga tidak mengambil waktu untuk mendengar tentang Beliau dari
sumber-sumber yang benar. Babi yang memakan kotoran tidak suka
menerima manisan terbuat dari gula dan mentega. Begitu pula, pekerja yang
bodoh tidak pernah bosan terus-menerus mendengar berita yang dapat
dinikmati oleh indera-indera tentang dunia material yang berkedip-kedip,

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

34

namun sedikit sekali waktunya untuk mendengar tentang daya hidup yang
kekal yang menggerakkan dunia material.
(2) Golongan duskrti, atau orang jahat, yang lain disebut naraadham, atau manusia yang paling rendah. Nara berarti manusia, dan
adhma berarti paling rendah. Dari 8.400.000 jenis kehidupan, ada 400.000
jenis manusia. Di antara 400.000 jenis manusia, banyak jenis kehidupan
manusia yang lebih rendah dan kebanyakan tidak beradab. Manusia beradab
ialah manusia yang memiliki prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan
masyarakat, politik dan keagamaan. Orang yang sudah berkembang di
bidang sosial dan politik tetapi tidak mempunyai prinsip-prinsip keagamaan
harus dianggap nara-adham. Agama tanpa Tuhan juga bukan agama, sebab
tujuan mengikuti prinsip-prinsip keagamaan ialah untuk mengenal
Kebenaran Yang Paling Utama dan hubungan antara manusia dan Tuhan.
Dalam Bhagavad-gita, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyatakan
dengan jelas bahwa tiada kekuasaan yang lebih tinggi dari Diri-Nya dan
bahwa Beliau adalah Kebenaran Yang Paling Utama. Bentuk kehidupan
manusia beradab dimaksudkan untuk menghidupkan kembali kesadaran
Krishna yang telah hilang dari hati manusia terhadap hubungannya yang
kekal dengan Kebenaran Yang Paling Tinggi, Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa Sri Krishna, yang Mahaperkasa. Siapapun yang kehilangan
kesempatan tersebut digolongkan sebagai nara-adham. Kita mendapat
keterangan dari Kitab-kitab Suci bahwa bila bayi berada di dalam
kandungan ibunya (suatu keadaan yang sangat tidak menyenangkan), ia
berdoa kepada Tuhan supaya Diri-Nya diselamatkan dan ia berjanji bahwa
begitu ia keluar dari kandungan dia hanya akan menyembah Tuhan saja.
Berdoa kepada Tuhan bila menghadapi kesulitan adalah perasaan yang
wajar di dalam hati setiap makhluk hidup, sebab makhluk hidup mempunyai
hubungan yang kekal dengan Tuhan. Tetapi sesudah ia diselamatkan, si
anak lupa akan kesulitan kelahirannya, dan ia juga melupakan Beliau yang
menyelamatkannya, karena ia dipengaruhi oleh may, tenaga yang
mengkhayalkan.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

35

Kewajiban orang tua anak-anak ialah menghidupkan kembali


kesadaran rohani yang ada di dalam hati anak-anak itu. Sepuluh proses
upacara penyucian diri, sebagaimana tercantum dalam Manusmrti, pedoman
untuk prinsip-prinsip dharma, dimaksudkan untuk menghidupkan kembali
kesadaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam sistem varnasrama. Akan
tetapi, tidak ada proses yang diikuti secara tegas di manapun di dunia
sekarang. Karena itu, 99,9 persen penduduk dunia adalah nara-adham.
Apabila seluruh penduduk menjadi nara-adham, sewajarnya apa yang
hanya namanya saja pendidikan mereka semua dijadikan kosong dan tidak
berarti karena pengaruh tenaga alam material yang Mahaperkasa. Menurut
standar Bhagavad-gita, orang bijaksana adalah orang yang melihat seorang
brahman yang bijaksana, seekor anjing, seekor sapi, seekor gajah dan orang
yang makan anjing pada tingkat yang sama. Itulah penglihatan penyembah
yang sejati. Sri Nityananda Prabhu, penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa
sebagai guru kerohanian, menyelamatkan dua orang nara-adham biasa,
yaitu dua saudara yang bernama Jagai dan Madhai, dan memperlihatkan
bagaimana karunia seorang penyembah yang sejati dianugerahkan kepada
manusia yang paling rendah. Jadi, seorang nara-adham yang sudah dikutuk
oleh Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dapat menghidupkan kembali
kesadaran rohaninya hanya atas karunia seorang penyembah.
Penyebaran bhagavatadharma, atau kegiatan para penyembah, Sri
Caitanya Mahaprabhu menganjurkan supaya orang mendengar amanat
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dengan tunduk hati. Hakekat amanat
tersebut ialah Bhagavad-gita. Manusia yang paling rendah sekalipun dapat
diselamatkan hanya dengan proses mendengar dengan tunduk hati seperti
ini. Tetapi sayang sekali mereka menolak mendengar amanat-amanat
tersebut, apalagi menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan Yang Maha
Esa? Para nara-adham, atau manusia yang paling rendah, sepenuhnya
mengalpakan kewajiban manusia yang paling utama.
(3) Golongan duskrti berikutnya disebut myay pahtajnah.
Pengetahuan kesarjanaan orang-orang seperti itu sudah dibatalkan oleh
pengaruh tenaga material yang mengkhayalkan. Mereka kebanyakan orang

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

36

yang berpengetahuan tinggi filosof-filosof yang besar, penyair, sasterawan,


ahli ilmu pengetahuan, dan sebagainya tetapi tenaga yang mengkhayalkan
menyesatkan mereka, sehingga mereka tidak mematuhi perintah-perintah
Tuhan Yang Maha Esa.
Jumlah myay pahtajnah besar sekali saat ini, bahkan di
kalangan sarjana-sarjana Bhagavad-gita sekalipun. Dalam Bhagavad-gita,
dinyatakan dalam bahasa polos dan sederhana bahwa Sri Krishna adalah
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Tiada orang yang sejajar atau lebih
tinggi daripada Krishna. Krishna disebut sebagai ayah Brahma, ayah
pertama semua manusia. Sebenarnya, dikatakan bahwa Krishna tidak hanya
ayah Brahma, tetapi juga ayah bagi segala jenis kehidupan. Krishna adalah
akar Brahman yang tidak bersifat pribadi. Paramatma, Roh Yang Utama di
dalam hati setiap makhluk hidup, adalah bagian yang berkuasa penuh dari
Krishna. Krishna adalah sumber segala sesuatu, dan dianjurkan supaya
semua orang menyerahkan diri kepada kakipadma Beliau. Walaupun segala
pernyataan tersebut cukup jelas, para myay pahrtajnah mengejek
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa dan menganggap Beliau hanya manusia
biasa. Mereka tidak mengetahui bahwa bentuk kehidupan manusia yang suci
dibuat seperti ciri Tuhan Yang Maha Esa yang kekal dan rohani.
Semua penafsiran yang tidak dibenarkan tentang Bhagavad-gita
yang di buat oleh golongan myay pahtajnah di luar sistem parampara
adalah batu-batu rintangan yang besar di jalan menuju pengertian rohani.
Para penyusun penafsiran yang dikhayalkan tidak menyerahkan diri kepada
kaki padma Sri Krishna, atau mengajar orang lain untuk mengikuti prinsip
ini.
(4) Golongan duskrti yang terakhir disebut suram bhavam
ritah atau orang yang mempunyai prinsip-prinsip yang jahat. Golongan
ini secara terang-terangan tidak percaya kepada Tuhan. Beberapa di
antaranya mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah dapat
turun di dunia material ini, tetapi mereka tidak dapat memberi alasan yang
masuk akal mengapa Beliau tidak dapat berbuat seperti itu. Ada orang lain
yang mengatakan bahwa Krishna di bawah aspek yang tidak bersifat pribadi,

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

37

walaupun dalam Bhagavad-gita dinyatakan bahwa aspek yang tidak bersifat


pribadi di bawah Beliau (Bg. 14.27). Orang yang tidak percaya kepada
Tuhan iri hati kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mereka mengemukakan
banyak penjelmaan yang tidak dibenarkan buatan pabrik pikirannya sendiri.
Prinsip kehidupan orang seperti itu adalah untuk mengejek Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa, dan mereka tidak dapat menyerahkan diri kepada
kakipadma Sri Krishna.
Sri

Yamunacarya Albandaru yang berasal dari India Selatan

berkata, O Tuhan Yang hamba cintai! Anda tidak dapat dikenal oleh orang
yang terlibat dengan prinsip-prinsip yang tidak percaya kepada Tuhan,
walaupun Anda memiliki sifat-sifat, ciri-ciri dan kegiatan luar biasa,
kepribadian Anda dibenarkan oleh semua Kitab Suci sebagai sifat kebaikan,
dan Anda diakui oleh penguasa-penguasa

yang terkenal karena

pengetahuannya yang sangat mendalam di bidang ilmu pengetahuan rohani


dan mantap dalam sifat-sifat suci."
Berdasarkan hal tersebut, (1) orang yang bodoh secara kasar, (2)
manusia yang paling rendah, (3) orang yang dikhayalkan berangan-angan,
dan (4) orang yang mengaku tidak percaya kepada Tuhan, sebagaimana
disebut di atas, tidak pernah menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa walaupun mereka sudah diberi segala nasehat dari Kitab Suci yang
dapat

dipercaya.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

38

BAB IV
PENUTU
P

4.1
Simpulan

1) makna Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 adalah
pengetahuan tentang Yang Mutlak, Sri Krishna adalah Kebenaran Yang
Paling Utama, Penyebab yang paling utama dan kekuatan yang memelihara
segala sesuatu, baik yang material maupun rohani. Roh-roh yang sudah maju
menyerahkan diri kepada Krishna dalam pengabdian suci bhakti, sedangkan
roh yang tidak saleh mengalihkan obyek-obyek sembahyang kepada yang
lain.
2) Bhagawadgita

Bab

VII

Jnana

Vijnana

Yoga

Sloka

1-15

dapat

diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada saat manusia


berada pada tahap Brahmacari (menuntut ilmu). Manusia wajib mengetahui
pengetahuab yang sebenarnya dan seutuhnya, sehingga manusia itu melewati
masa pembebasannya dan sadar akan kebesaran Kresna (Tuhan Yang Maha
Esa).

4.2 Saran
Penulis berharap seluruh umat Hindu dapat mempelajari dan
mengimplementasikan isi Bhagawadgita khususnya Bab VII Jnana Vijnana Yoga
Sloka 1-15, karna banyak makna penting yang terdapat didalamnya. Ajaran-ajaran
tersebut sangat membantu dalam kehidupan manusia di dunia untuk mencapai
kesempurnaan hidup lahir dan bhatin. Selain itu bisa menambah ilmu para peserta
didik yang ber Agama Hindu yang kurang paham dengan ajaran Bhagavad Gita,
dan

sebagai

pedoman

dalam

kehidupan

mereka

sehari-hari.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

39

DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Yayasan Dharma Sthapanam:
Denpasar.
Kamala. 2004. Mahabharata. Paramita, Surabaya.
Parisada Hindu Dharma Indonesia. 2013. Swastikarana (pedoman ajaran Hindu
Dharma). PT. Mabhakti, Jakarta.
Prema, M.P.J. 2015. Bhagawat Gita Bab 7. Lingkaran Manifestasi (Jnana Vijnana
Yoga.Terdapat pada http://www.mpujayaprema.com. Diakses tanggal 1
Juni 2015.

Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |

39

DOA
PENUTUP
Om Dyauh santir antariksam santih, prthiwi santir, apah santir, asadhayah
santih wanaspatayah santir wiswe dewah santir brahma santih sarwam santih
santir ewa santih sa ma santir edhi.
Artinya
:
Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, anugrahkanlah kedamaian dilangit, damai
dibumi, damai bagi para dewata, damailah Brahma, damailah alam
semesta, semoga kedamaian senantiasa datang pada kami.

JNANA YOGA
AJARAN MENGHUBUNGKAN DIRI DENGAN TUHAN
MELALUI ILMU PENGETAHUAN

Dosen Pengampu

: Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.

oleh
I Wayan Rudiartadi

NIM/KLS. 1413021019/II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul Jnana Yoga Ajaran untuk
Menghubungkan Diri dengan Tuhan Melalui Ilmu Pengetahuan dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung,
baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna membantu
penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada
orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan materiil kepada penulis.
Terima kasih pula kepada para penulis, yang tulisannya dikutip sebagai bahan rujukan
dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk menjadikan makalah
ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Om Santih, Santih ,Santih, Om

Singaraja, Mei 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................

KATA PENGANTAR ......................................................................................

ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................

iii

DOA PEMBUKA .............................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jnana Yoga ...........................................................................................

2.2 Proses Ilmu Pengetahuan (Jnana) Diturunkan ......................................

2.3 Cara Menghubungkan Diri dengan Tuhan


melalui Ajaran Jnana Yoga...................................................................
2.4 Implementasi Ajaran Jnana Yoga dalam Kehidupan Sehari-hari .........

8
12

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ...............................................................................................

22

3.2 Saran ....................................................................................................

22

DAFTAR PUSTAKA

DOA PENUTUP

iii

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha

Ya Tuhan semoga atas perkenaan-Mu,


tiada suatu halangan bagi hamba memulai pekerjaan ini
dan semoga berhasil dengan baik.

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Moksa adalah sraddha yang kelima dalam panca sraddha yang meyakini
bahwa kebebasan tertinggi dalam Agama Hindu adalah bersatunya atman dengan
Tuhan (brahman atman aikyam). Tidak sekadar keyakinan, moksa juga merupakan
tujuan (inti) dari ajaran Agama Hindu, hal ini dapat diketahui dari ayat suci yang
berbunyi moksartham jagadhithaya ca iti dharma yang artinya moksa dan
jagadhita adalah tujuan dari dharma (Agama Hindu). Oleh karena itu, kewajiban
umat Hindu dalam menjalani kehidupan adalah selain menciptakan kesejahteraan di
dunia (jagadhita) juga selalu berusaha menghubungkan diri dengan Tuhan sehingga
tercapainya pelepasan atau kebebasan dari reinkarnasi dan menyatu dengan-Nya
(moksa).
Ada banyak cara atau jalan untuk mencapai tujuan tertinggi tersebut. Hal ini
sesuai dalam pustaka suci Bhagawadgita, yang bunyinya:
ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah
(Bhagawadgita IV. 11)
Artinya: Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima, dari
mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku, oh Parta.
Menurut ajaran Agama Hindu tidak ada suatu keharusan untuk menempuh
satu jalan atau cara dalam hal usaha menghubungkan diri dengan Tuhan, karena
semua jalan untuk menuju Tuhan diturunkan oleh-Nya untuk memudahkan umat-Nya
menuju kepada-Nya. Jalan atau cara itu bebas dipilih oleh umat-Nya sesuai dengan
sifat dan pembawaannya.
Menurut Hindu terdapat empat jalan untuk menghubungkan diri dengan
Tuhan Yang Maha Esa yang disebut dengan Catur Yoga (Catur Marga), salah satu
bagiannya adalah Jnana Yoga (Jnana Marga). Jnana Yoga adalah jalan atau cara untuk
menghubungkan diri dengan Tuhan atau untuk mencapai kesempurnaan (moksa)

melalui ilmu pengetahuan suci atau dengan menggunakan kebijaksanaan filsafat


(darsana).
Sebagai seorang mahasiswa, yang menurut Hindu masuk dalam golongan
Brahmana Warna dan berada pada jenjang Brahmacari Asrama, jalan yang
tepat/sesuai untuk dapat mengubungkan diri kepada Tuhan adalah Jnana Yoga ini.
Tidak hanya diperuntukkan kepada mahasiswa, Jnana Yoga sesungguhnya harus
dipahami oleh semua umat, sebab Jnana Yoga adalah ajaran untuk memahami ajaranajaran suci dalam agama Hindu. Melalui memahami ajaran Jnana Yoga akan
menggugah kesadaran umat manusia untuk selalu berbuat dengan memperhatikan
ajaran agama. Ajaran Jnana Yoga juga sangat memengaruhi ajaran-ajaran lain dalam
kaitan ajaran menghubungkan diri dengan Sang Pencipta (ajaran Bhakti Yoga, Karma
Yoga, dan Raja Yoga), sebab untuk melaksanakan kewajiban sebagai umat Hindu
dengan menjalankan salah satu jalan dari Catur Yoga, tentu harus memahami terlebih
dahulu tentang jalan tersebut melalui Weda. Cara memamahi Weda inilah yang
disebut dengan Jnana Yoga. Melalui Jnana Yoga juga dapat menghilangkan avidya
atau ketidaktahuan yang merupakan penyebab ikatan dan penderitaan umat manusia.
Oleh sebab itu, agar dapat melaksanakan kewajiban sebagai umat beragama (dharma
agama) sesuai dengan ajaran agama, umat Hindu harus lebih memahami mengenai
ajaran Jnana Yoga yang dibahas dalam Bhagawadgita bab IV khususnya sloka 1-21.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu:
1.2.1

Apa yang dimaksud dengan Jnana Yoga?

1.2.2

Bagaimana proses ilmu pengetahuan (Jnana) diturunkan oleh Tuhan kepada


umat manusia?

1.2.3

Bagaimana cara menghubungkan diri dengan Tuhan melalui ajaran Jnana


Yoga?

1.2.4

Bagaimana implementasi ajaran Jnana Yoga dalam kehidupan sehari-hari?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan makalah ini, yaitu:
1.3.1

Menjelaskan makna Jnana Yoga.

1.3.2

Menjelaskan proses ilmu pengetahuan (Jnana) diturunkan oleh Tuhan kepada


umat manusia.

1.3.3

Menjelaskan cara menghubungkan diri dengan Tuhan melalui ajaran Jnana


Yoga.

1.3.4

Menjelaskan implementasi ajaran Jnana Yoga dalam kehidupan sehari-hari.

1.4 Manfaat Penulisan


Dalam penulisan makalah ini dapat diperoleh beberapa manfaat, yaitu:
1.4.1

Memperoleh pengetahuan mengenai makna Jnana Yoga.

1.4.2

Memahami proses ilmu pengetahuan (Jnana) diturunkan oleh Tuhan kepada


umat manusia.

1.4.3

Memahami cara menghubungkan diri dengan Tuhan melalui ajaran Jnana


Yoga.

1.4.4

Mengetahui dan memahami implementasi ajaran Jnana Yoga dalam


kehidupan sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jnana Yoga


Secara etimologi Jnana Yoga berasal dari kosa kata Bahasa Sansekerta, yaitu
Jnana dan Yoga. Jnana artinya pengetahuan atau kebijakan filsafat (Wikipedia,__)
sedangkan Yoga artinya masuk atau menyatukan diri atau menghubungkan diri,
sehingga Jnana Yoga berarti suatu jalan/cara mempersatukan diri (Jiwatman) dengan
Tuhan (Paramatman) melalui mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan
diri dari ikatan-ikatan keduniawian (Winawan,__: 4). Ilmu pengetahuan yang
dimaksud adalah ajaran Weda itu sendiri yang salah satunya adalah ajaran dalam
Pancamo Weda atau Bhagawadgita.
Ajaran Jnana Yoga secara khusus dijelaskan dalam Kitab Bhagawadgita bab
IV yang terdiri atas 42 sloka. Seorang Jnanin (umat yang menempuh Jnana Marga)
selalu berusaha melepaskan diri dari pengaruh sukha dan dukha dalam mencapai
kebebasan yang tertinggi. Seperti yang disebutkan dalam salah satu sloka dalam Kitab
Bhagawadgita, bahwa berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang
Maha Esa dengan persembahan ilmu pengetahuan sesuai dengan ajaran dharma
adalah lebih bermutu daripada persembahan harta benda. Sebab pada hakikatnya
keseluruhan bentuk kerja itu berpusat pada ilmu pengetahuan (Wijaya, Lugra, &
Anom, 2004: 32). Selain itu, disebutkan pula bahwa berkurban ilmu pengetahuan
(kebijaksanaan) adalah kurban yang tertinggi, sebab kebijaksanaan sanggup
membakar habis segala dosa dan akibat dari perbuatan.
Persembahan ilmu pengetahuan memiliki maksud mempelajari dan
memahami isi dari ajaran-ajaran yang telah diwahyukan-Nya kepada umat manusia
yang tertulis dalam kitab suci (Weda). Sehingga ilmu pengetahuan yang dipelajari
bersifat mutlak mengandung kebenaran, baik itu kebenaran dalam memahami hakikat
alam semesta beserta isinya maupun kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia
ini (berperilaku berlandaskan dharma). Melalui ilmu pengetahuan manusia dapat
mengetahui segala hal, mana yang baik dan mana yang tidak baik ataupun mana yang
benar dan mana yang salah, sehingga manusia dapat berjalan sesuai alur yang ada
pada ilmu pengetahuan tersebut (Weda) dan terbebas dari ketidaktahuan (avidya)

yang merupakan penyebab ikatan dan penderitaan umat manusia. Oleh sebab itu, ilmu
pengetahuan dikatakan sebagai pusat (landasan) dari keseluruhan bentuk kerja
(perbuatan).

2.2 Proses Ilmu Pengetahuan (Jnana) Diturunkan


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa ilmu pengetahuan (jnana) itu adalah Kitab
Suci Weda, yang dalam pembahasan kali ini adalah Pancamo Weda atau
Bhagawadgita. Ilmu pengetahuan (Jnana) ini bisa sampai kepada umat manusia
dikatakan melalui proses interaksi secara langsung antara Tuhan dengan manusia
(orang suci/rsi). Tuhan Yang Maha Esa secara langsung memberikan ajaran-ajaran
kebenaran yang sering disebut sebagai wahyu kepada orang-orang tertentu di dunia
ini (orang suci/rsi), yang selanjutnya dicatat dalam bentuk kitab yang bernama Sruti
(artinya ajaran kebenaran yang didengar secara langsung). Ajaran-ajaran suci ini
selanjutnya menyebar secara turun-temurun.
Menurut Bhagawadgita sendiri, ajaran dalam Kitab Suci Bhagawadgita
diwahyukan untuk pertama kalinya oleh Krsna kepada Dewa Matahari, yang hal ini
dijelaskan pada sloka-sloka awal bab IV Bhagawadgita.
sri-bhagavan uvaca
imam vivasvate yogam
proktavan aham avyayam
vivasvan manave praha
manur iksvakavebravit
(Bhagawadgita IV. 1)
Artinya: Sri Bhagavan Krsna bersabda,Ilmu pengetahuan Yoga yang kekal ini
dahulu kala Aku telah ajarkan kepada Vivasvan, Dewa Matahari, lalu Dewa Matahari
mengajarkan kepada Manu, dan Manu mengajarkannya kepada Iksvaku.
evam parampara-praptam
imam rajarsayo viduh
sa kaleneha mahata
yogo nastah parantapa
(Bhagawadgita IV. 2)

Artinya: Wahai Arjuna, seperti itulah para raja-raja suci zaman dahulu mendapatkan
pengetahuan Yoga ini secara turun-temurun. Akan tetapi, lama kelamaan disebabkan
oleh kekuatan perjalanan waktu, maka ajaran Yoga ini menjadi lenyap dari dunia ini.
sa evayam maya tedya
yogah proktah puratanah
bhaktosi me sukha ceti
rahasyam hy etad uttananm
(Bhagawadgita IV. 3)
Artinya: Ajaran Yoga yang sangat kuna, maha utama dan sangat rahasia tersebut, pada
hari ini juga Aku sampaikan kepadamu kerana engkau adalah penyembah-Ku dan
juga sahabat-Ku.
Setelah Iksvaku menerima ajaran ini, selanjutnya diteruskan kepada
keturunannya. Berdasarkan sloka di atas juga dapat diketahui, walaupun ajaran
Bhagawadgita ini kekal adanya, tetapi karena umat manusia yang menerimanya tidak
lepas dari sifat avidya, maka seiring dengan berjalannya waktu, ajaran Yoga ini akan
lenyap dari dunia ini. Oleh sebab itu, akan terjadi peningkatan perilaku Adharma di
dunia, dan pada saat itulah, Tuhan berwujud Dewa Wisnu akan turun sendiri ke dunia
demi menegakkan kembali ajaran dharma, kapanpun dan dimanapun itu, tetapi umat
manusia tidak menyadari semua itu.
Beliau akan memunculkan diri-Nya sendiri melalui kekuatan khayal-Nya dan
menjelma di dunia ini pada setiap zaman atau yang sering disebut Awatara. Beliau
menjelma dalam berbagai wujud, sesuai dengan sepuluh Awatara yang pernah
menyelamatkan dunia dari kehancuran, Ia akan menyelamatkan orang-orang yang
masih berpegang teguh terhadap ajaran dharma dan akan menumpas segala macam
kejahatan (perilaku adharma) serta menegakan kembali ajaran-ajaran dharma.
Penjelasan ini sesuai dengan sloka-sloka yang terdapat pada Bhagawadgita berikut:
sri-bhagavan ucava
bahuni me vyatitani
janmani tava carjuna
tany aham veda sarvani
na tvam vettha parantapa
(Bhagawadgita IV. 5)

Artinya: Tuhan Yang Maha Esa bersabda, Aku telah mengalami kelahiran-kelahiran
yang sangat banyak, demikian pula dengan kelahiranmu, wahai Arjuna. Aku
mengetahui semua itu tetapi kamu tidak mengetahuinya, wahai Parantapa.
ajo pi sann avyayatma
bhutanam isvaro pi san
prakrtim svam adhisthaya
sambhavamy atma-mayaya
(Bhagawadgita IV. 6)
Artinya: Walaupun Aku tidak dilahirkan, dalam wujud kekal abadi, dan juga
walaupun Aku adalah Tuhan dari seluruh makhluk hidup, tegak mantap di dalam sifatsifat-Ku, maka Aku memunculkan Diri-Ku melalui kekuatan khayal-Ku.
yada yada hi dharmasya
glanir bhavati bharata
abhyutthanam adharmasya
tadatmanam srjmany aham
(Bhagawadgita IV. 7)
Artinya: Wahai Arjuna, kapan saja dan dimana saja terjadi kemunduran dalam
pelaksanaan ajaran-ajaran kebenaran, dan meningkatnya hal-hal yang bukan ajaran
kebenaran, maka pada itu Aku sendiri akan menjelma (ke dunia ini).
paritranaya sadhunam
vinasaya ca duskrtam
dharma-samsthapanarthaya
sambhavami yuge yuge
(Bhagawadgita IV. 8)
Artinya: Untuk melindungi orang-orang yang saleh, membinasakan orang-orang yang
jahat, dan menegakkan kembali prinsip-prinsip ajaran kebenaran yang murni, maka
Aku menjelma ke dunia ini pada setiap zaman.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa ilmu pengetahuan (Jnana),
yang pada pembahasan kali ini adalah Bhagawadgita, sesungguhnya merupakan
wahyu Tuhan yang bermanifestasi sebagai Dewa Wisnu. Beliau akan berawatara pada
setiap zaman untuk menegakkan kembali ajaran-ajaran dharma yang mulai merosot.

2.3 Cara Menghubungkan Diri dengan Tuhan melalui Ajaran Jnana Yoga
Melalui Bhagawadgita bab IV sloka 1-21 dapat diketahui bahwa cara untuk
menghubungkan diri dengan Tuhan demi tercapainya tujuan Agama Hindu, yakni
bersatunya Jiwatman dengan Brahman adalah dengan ilmu pengetahuan (Jnana),
Bhakti, dan Karma.
Mengenai ajaran Jnana, Krsna menyatakan untuk dapat berhubungan dan
bersatu dengan Tuhan yang bersifat spiritual, umat manusia harus mengetahui
kebenaran yang ada secara sempurna melalui Jnana Yoga itu sendiri. Telah dijelaskan
sebelumya, bahwa jnana atau ilmu pengetahuan merupakan pusat dari keseluruhan
bentuk kerja, sehingga ajaran selanjutnya mengenai Bhakti dan Karma akan sangat
kokoh jika sudah dilandasi pemahaman mengenai ilmu pengetahuan (Jnana). Melalui
tempaan ilmu pengetahuan, orang akan bebas dari keterikatan, kecemasan, dan
kemarahan, sehingga pikirannya akan hanya tertuju dan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Tuhan (ajaran Bhakti).
janma karma ca me divyam
evam yo vetti tattvatah
tyaktva deham punar janma
naiti mam eti so rjuna
(Bhagawadgita IV. 9)
Artinya: Kemunculan dan kegiatan-Ku sepenuhnya bersifat spiritual. Wahai
Arjuna, orang yang mengetahui kebenaran tersebut dengan sempurna, setelah
meninggalkan badan kasarnya maka mereka tidak akan mengalami perputaran
kesengsaraan yang tiada hentinya, dan mereka akan mencapai pembebasan, kembali
kepada-Ku.
vita-raga-bhaya-krodha
man-maya mam upasritah
bahavo jnana-tapasa
puta mad-bhavam agatah
(Bhagawadgita IV. 10)
Artinya: Sepenuhnya bebas dari keterikatan, kecemasan dan kemarahan, pikiran
terpusat kepada-Ku dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Ku, sangat banyak

orang-orang disucikan oleh tempaan ilmu pengetahuan suci, dan mereka pada
akhirnya mencapai pembebasan, kembali kepada-Ku.
Mengenai ajaran Bhakti, Kresna menyatakan bahwa Tuhan pasti akan
menyambut umat-Nya selama mereka berusaha mencari Tuhan dengan jalan apapun.
Menurut Bhagawadgita, tidak ada filsafat, dogma, agama dan cara sembahyang
tertentu untuk mencapai Tuhan, melainkan ada berbagai jalan untuk mencapai Tuhan.
Jadi, Tuhan menerima semua jalan yang ditempuh oleh umat-Nya, selama jalan
tersebut mengajarkan kebaikan agar menuju kepada-Nya. Ajaran ini mencerminkan
sikap toleransi antar umat beragama yang tinggi.
ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah
(Bhagawadgita IV. 11)
Artinya: Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima, dari
mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku, oh Parta.
Mengenai ajaran Karma, Bhagawadgita menganjurkan seseorang untuk
bekerja dengan tidak memikirkan pahala, sebab bila seseorang memikirkan pahala
yang diperolehnya jika bekerja, maka ia akan terikat dengan hasil kerjanya. Seseorang
yang telah membebaskan jiwanya dari belenggu hanya bekerja secara jasmaniah. Di
dalam keadaan seperti ini, seseorang telah lepas dari hawa nafsu dan keinginankeinginan pribadi.
kanksatah karmanam siddhim
yojanta iha devatah
ksipram hi manuse loke
siddhir bhavati karma-ja
(Bhagawadgita IV. 12)
Artinya: Di jagatmaya ini, oleh karena orang-orang menginginkan keberhasilan dari
segala perbuatan yang dilakukannya, maka mereka melakukan pemujaan kepada para
Dewa. Sebab perbuatan-perbuatan yang bertujuan mendapatkan pahala-pahala
duniawi di alam mausia ini memberikan hasil dengan segera.
catur-varnyam maya srstam

guna-karma-vibhagasah
tasya kartaram api mam
viddhy akartaram avyayam
(Bhagawadgita IV. 13)
Artinya: Aku menciptakan Catur Varna, empat jenis pembagian golongan di
masyarakat

berdasarkan

sifat-sifat

dan

pekerjaan-pekerjaannya.

Walaupun

sesungguhnya Akulah yang membuat Catur Varna tersebut, tetapi ketahuilah bahwa
Aku yang bersifat kekal abadi tidak melakukan perbuatan.
na mam karmani limpanti
na me karma-phale sprha
iti mam yo bhijanati
karmabhir na sa badhyate
(Bhagawadgita IV. 14)
Artinya: Aku tidak bersentuhan dengan hasil dari perbuatan-perbuatan, oleh karena
itulah perbuatan tidak bisa mempengaruhi-Ku. Mereka yang mengerti tentang diri-Ku
seperti itu, mereka tidak akan terikat oleh perbuatan-perbuatan.
evam jnatva krtam karma
purvair api mumuksubhih
kuru karmaiva tasmat tvam
purvaih purvataram krtam
(Bhagawadgita IV. 15)
Artinya: Pada zaman dahulu kala, orang-orang suci yang telah mencapai pembebasan
melakukan perbuatan-perbuatan berdasarkan pengertian seperti ini. Oleh karena itu,
engkau lakukan tugas kewajibanmu sebagaimana para leluhur melakukannya sejak
zaman dahulu.
kim karma kim akarmeti
kavayo py atra mohitah
tat te karma pravaksyami
yaj jnatva maksyase subhat
(Bhagawadgita IV. 16)
Artinya: Apa itu perbuatan dan apa itu yang bukan perbuatan, dalam hal ini orangorang bijaksana pun mengalami kebingungan. Perbuatan itulah yang akan Aku

10

jelaskan kepadamu, dengan mengetahuinya maka engkau akan mencapai pembebasan


dari segala kemalangan.
karmano hy api boddhavyam
boddhavyam ca vikarmanah
akarmanas ca boddhavyam
gahana karmano gatih
(Bhagawadgita IV. 17)
Artinya: Rahasia perbuatan sangat sulit dimengerti. Oleh karena itu, ketahuilah
perihal rahasia-rahasia perbuatan, yang bukan perbuatan, dan perbuatan yang
terlarang.
karmany akarma yah pasyed
akarmani ca karma yah
sa buddhiman manusyesu
sa yuktah krtsna-karma-krt
(Bhagawadgita IV. 18)
Artinya: Orang yang mampu melihat apa itu perbuatan di dalam tidak melakukan
perbuatan, dan melihat tidak melakukan perbuatan dai dalam perbuatan,
sesungguhnya orang seperti itu adalah orang yang cerdas diantara ribuan orang, dan
dia adalah seorang Yogi, orang yang sibuk melakukan segala jenis perbuatan (mulia).
yasya sarve samarambhah
kama-sankalpa-varjitah
jnanagni-dagdha-karmanam
tam ahuh panditam budhah
(Bhagawadgita IV. 19)
Artinya: Mereka yang terbebaskan dari keinginan dan tekad pemuasan indria-indria
duniawi sejak mengawali usaha pelaksanaan perbuatan-perbuatannya, mereka yang
seluruh reaksi perbuatannya telah terbakar habis oleh api ilmu pengetahuan suci,
orang-orang suci menyebut mereka sebagai orang bijaksana terpelajar.
tyaktva karma-phalasangam
nitya-trpto nirasrayah
karmany abhipravrtto pi
naiva kincit karoti sah

11

(Bhagawadgita IV. 20)


Artinya: Mereka yang sepenuhnya tidak berlindung pada apapun, senantiasa berpuas
hati, meninggalkan keterikatan pada hasil dari perbuatan-perbuatan, sesungguhnya
orang seperti itu tidak melakukan apa-apa walaupun sibuk dalam melakukan segala
jenis perbuatan.
nirasir yata-cittatma
tyakta-sarva-parigrahah
sariram kevalam karma
kurvam napnoti kilbisam
(Bhagawadgita IV. 21)
Artinya: Mereka yang sudah menguasai badan dan kecerdasannya, melepaskan diri
dari ikatan rasa memiliki sesuatu, secara badani ia melakukan perbuatan-perbuatan
tetapi sesungguhnya ia sudah terbebas dari reaksi-reaksi dosa dari segala perbuatan.

2.4 Implementasi Ajaran Jnana Yoga dalam Kehidupan Sehari-hari


Sesungguhya semua perbuatan yang berasal dari pikiran, perkatan, dan
perbuatan yang telah berlandaskan dharma (sesuai dengan ajaran-ajaran Kitab Suci
Weda) adalah implementasi ajaran Jnana Yoga. Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa
pada hakikatnya keseluruhan bentuk kerja itu berpusat pada ilmu pengetahuan
(Wijaya, Lugra, & Anom, 2004: 32). Jadi implementasi Jnana Yoga tidak hanya
terbatas pada pemahaman terhadap ilmu pengetahuan, melainkan semua perbuatan
umat manusia yang berlandaskan dharma, sebab jika seseorang sudah melakukan
sesuatu dengan benar maka ia sudah mengetahui bahwa itu memang benar. Beberapa
model atau bentuk nyata dan penerapan Jnana Yoga, sebagai berikut ini:

Menerapkan ajaran aguron-guron.

Menerapkan ajaran guru dan sisya.

Menerapkan ajaran guru bhakti.

Menerapkan ajaran guru susrusa

Menerapkan ajaran brahmacari dan ajaran catur guru.

Menerapkan ajaran sisya sasana.

Menerapkan ajaran resi sasana.

Menerapkan ajaran putra sasana.

12

Menerapkan ajaran guru nabe, guru waktra, guru saksi

Menerapkan ajaran catur asrama.

Menerapkan ajaran dalam wrati sasana, slokantara, sila krama, dan ajaran agama
Hindu yang bersumber pada Veda dan susastra Hindu lainnya.

Ajaran Brahmacari
Brahmacari adalah mengenai masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas,
sehingga orang-orang yang termasuk dalam masa ini adalah para pelajar.
Menerapkan ajaran Brahmacari berarti juga sudah mengimplementasikan ajaran
Catur Asrama. Tugas pokok umat pada masa ini adalah belajar dan belajar. Belajar
dalam arti luas, yakni belajar dalam pengertian bukan hanya membaca buku, tetapi
lebih mengacu pada ketulus ikhlasan dalam segala hal.
Contohnya: rela dan ikhlas jika dimarahi guru atau orang tua. Guru dan
orang tua, jika memarahi pasti demi kebaikan anak. Maha Rsi Wararuci dalam
Kitab Sarassamuccaya, sloka 27 mengajarkan memanfaatkan masa muda ini
dengan sebaik-baiknya, yang beliau umpamakan seperti rumput ilalang yang
masih muda. Bahwa masa muda itu pikiran masih sangat tajam, hendaknya
digunakan untuk menuntut dharma, dan ilmu pengetahuan. Dengan tajamnya
pikiran seorang anak juga bisa meyadnyakan tenaga dan pikirannya itu.

Ajaran Aguron-Guron
Ajaran aguron-guron merupakan suatu ajaran mengenai proses hubungan
guru dan murid. Namun istilah dan proses ini telah lama dilupakan karena sangat
susah mendapatkan guru yang mempunyai kualifikasi tertentu dan juga sangat
sedikit orang menaruh perhatian dan minat terhadap hal ini. Maka untuk
memenuhi kualifikasi tertentu, hendaknya seorang guru mencari sekolah yang
mempunyai kurikulum yang membawa kesadaran kita melambung tinggi
melampaui batas-batas senang dan sedih, bahagia dan derita, lahir danmati. Maka
guru seperti itu pasti akan datang kepada kita. Menuntun kita, menentukan arah
tujuan kita, menunjukkan cara dan metodenya, menghibur dan menyemangatinya.
Jangan ragu, pasti akan ada guru yang datang kepada kita.

13

Ajaran Catur Guru


Berhasilnya

seseorang

menempuh

jenjang

pendidikan

tertentu

(pendidikan tinggi yang berkualitas) tidak akan mungkin bila kita tidak memiliki
rasa bhakti kepada Catur Guru. Mereka yang melaksanakan ajaran Guru Bhakti
sejak dini (anak-anak), mereka pada umumnya memiliki disiplin diri dan percaya
diri yang mantap pula. Dengan disiplin diri dan percaya diri yang mantap, tidak
saja akan sukses dalam bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai aspek
kehidupan. Di sinilah kita melihat ajaran Catur Guru Bhakti senantiasa relevan
sepanjang masa, sesuai dengan sifat agama Hindu yang Sanatana Dharma.
Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau rasa bhakti kepada Catur Guru dapat
dikembangkan dalam situasi apapun, sebab hakekat dari ajaran ini adalah untuk
pendidikan diri, utamanya adalah pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada Sang
Catur Guru dalam arti yang seluas-luasnya.

Ajaran Bhakti
Pada Jnana Yoga juga disebutkan mengenai ajaran Bhakti, yakni sujud
bhakti yang tulus ikhlas, dan cinta kasih yang mendalam kepada Sang Hyang
Widhi Wasa yang bisa diaplikasikan melalui:

Melaksanakan doa atau Puja Tri Sandhya seara rutin setiap hari.

Menghaturkan banten saiban atau jotan/ngejot atau yajna sesa.

Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasi-Nya.

Berbakti kehadapan Leluhur.

Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa.

Melaksanakan upacara Dewa Yajna (Piodalan/Puja Wali, Saraswati,


Pagerwesi, Galungan, Kuningan, Nyepi, Siwaratri, Purnama, Tilem, Tumpek
Landep, Tumpek Wariga, Tumpek Krulut, Tumpek Wayang dan lain-lain).

Melaksanakan upacara Manusia Yajna (Magedong-Gedongan, Dapetan,


Kepus Puser, Macolongan, Tigang Sasihin, Ngotonin, Munggah Deha,
Mapandes, Mawiwaha, Mawinten, dan sebagainya).

Melaksanakan upacara Bhuta Yajna (Masegeh, Macaru, Tawur, Memelihara


Lingkungan, Memelihara Hewan, Melakukan Penghijauan, Melestarikan
Binatang Langka, dan sebagainya)

14

Melaksanakan upacara Pitra Yajna (bhakti kehadapan guru rupaka atau


rerama, ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur, ngeluwer, berdana punya
kepada orang tua, membuat orang tua menjadi hidupnya bahagia dalam
kehidupan di alam nyata ini, dan sebagainya)

Melaksanakan upacara Rsi Yajna (upacara pariksa, upacara diksa, upacara


ngelinggihang Veda), berdana punya pada sulinggih atau pandita, berguru
pada orang suci, tirtha yatra ke tempat suci bersama sulinggih atau pandita,
berguru pada orang suci, sungkem (pranam) pada sulinggih sebagai guru nabe,
menerapkan ajaran tri rnam, dan sebagainya.

Pelaksanaan Tri Sandya dan Yadnya Sesa.


Jalan yang utama untuk memupuk perasaan bakti ialah rajin
menyembah Tuhan dengan hati yang tulus ikhlas dengan melaksanakan Tri
Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam sehari, pagi, siang, dan sore hari
serta melaksanakan yandnya sesa/ngejot setelah selesai memasak. Dalam
kehidupan sehari-hari sebagai upaya dalam mewujudkan rasa bhakti sekaligus
mendekatkan diri kehadapanya hendaknya melaksanakan puja tri sandya
tersebut dengan tulus dan ikhlas.

Pelaksanaan pada Hari-Hari Keagamaan


Implementasi Bhakti juga dapat dilihat pada hari-hari keagaman
Hindu, seperti Hari Saraswati, Tumpek Wariga dan Tumpek Uye. Hari
Saraswati adalah hari turunnya ilmu pengetahuan dengan memuja dewi yang
dilambangkan sebagai ilmu pengetahuan yaitu Dewi Saraswati. Hari saraswati
ini jatuh pada hari Saniscara Umanis Watugunung dan diperingati setiap 210
hari. Pada hari ini semua pustaka terutama Weda dan sastra-sastra agama
dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati untuk
diberikan suatu upacara.
Sedangkan Tumpek Wariga merupakan upacara untuk menghormati
keberadaan tumbuh-tumbuhan sebagai mahluk hidup di dunia atau dikenal
dengan istilah ngotonin sarwa entik-entikan. Sementara Tumpek Uye atau
Tumpek Kandang upacara dalam menghormati keberadaan hewan atau

15

binatang yang hidup di dunia yang sering dikenal dengan istilah ngotonin
sarwa ubuhan. Keduanya jatuh tepat setiap 210 hari dalam perhitungan
hindu. Menurut konsep Tri Hita Karana penghormatan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa atas pengadaan hewan dan tumbuhan ini dilakukan
dengan tulus dan ikhlas. Dengan kata lain melaksanakan upacara tumpek ini
adalah realisasi dari konsep Tri Hita Karana alam kehidupan. Jika semua itu
sudah kita lakukan dengan rasa tulus dan ikhlas berarti kita telah
melaksanakan ajaran-ajaran bhakti.

Tri Hita Karana


Berbicara kebahagiaan atau mengenai Tri Hita Karana tidaklah bisa
dipisahkan antara pawongan, palemahan dan parahyangan sebab antara satu
dan yang lainya saling keterikatan yang mana implementasi ketiga ajaran
tersebut menentukan kebagaiaan manusia dan alam semesta ini sebab dalam
Tri Hita Karana tidak saja hubungan antara manusia saja, melainkan hubungan
dengan alam dan tuhan pula diajarkan.
Implementasi Tri Hita Karana sesungguhnya dapat diterapkan dimana
dan kapan saja dan idealnya dalam setiap aspek kehidupan manusia dapat
menerapkan dan mempraktekan tri hita karana ini yang sangat sarat dengan
ajaran etika yakni tidak saja bagaimana kita diajarkan bert-Tuhan dan
mengagungkan Tuhan namun bagaimana srada dan bhakti kita kepada Tuhan
melalaui praktik kita dalam kehidupan sehari-hari seperti mengahargai antara
manusia dan alam semesta ini yang telah memberikan kehidupan bagi kita.
Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia selalu mencari
kebahagiaan dan selalu mengharapkan agar dapat hidup secara damai dan
tentram baik antara manusia dalam hal ini tetangga yang ada dilingkungan
tersebut maupun dengan alam sekitarya. Hubungan tersebut biasanya terjalin
dengan tidak sengaja atau secara mengalir saja terutama dengan manusia
namun ada juga yang tidak memperdulikan hal tersebut dan cenderung
melupakan hakekatnya sebagai manusia sosial yang tak dapat hidup sendiri.
Dalam kehidupan manusia, segala sesuatu berawal dari diri sendiri dan
kemudian berlanjut pada keluarganya. Dalam keluarga, manusia akan

16

diberikan pengetahuan dan pelajaran tentang hidup baik tentang ketuhanan


ataupun etika oleh orang tua atau pengasuh kita (wali), dan beranjak dari hal
tersebut pula orang tua secara perlahan menanamkan nilai-nilai keagamaan
dalam tubuh dan pikiran setiap anak-anaknya melalui praktik maupun teori.
Begitu pula halnya dengan pendidikan atau pemahaman tentang tri hita karana
itu sendiri, secara sadar maupun tidak sadar hal tersebut atau nilai-nilai ajaran
tersebut sudah ditanamkan oleh orang tua melalui praktik kepada anakanaknya seperti mengajarkan anaknya untuk mebanten saiban. Memang hal
ini manpak sepele namun jika kita mampu mengkaji lebih dalam
sesungguhnya hal ini mengandung nilai pendidikan yang sangat tinggi
meskipun orang tua kebanyakan tidak mampu menjelaskan secara logika dan
benar makna dari tindakan tersebut.
Selain hal tersebut diatas masih banyak hal terkait implementasi tri hita
karana yang dapat dilakukan dalam kehidupak keluarga, seperti mebanten
ketika hendak melakukan suatu kegiatan seperi membuka lahan perkebunan
yang baru. Hal ini jika dikaji tidak hanya penghormatan kepada alam namun
penghormatan kepada tuhan melalui tindakan yang secara kasat mata meminta
ijin Beliau untuk memakai alam tersebut untuk kebutuhan manusia. Interaksi
manusia dengan alam dan Tuhan yang nampak pada kegiatan tersebut hampir
tidak pernah diperbincangkan oleh manusia dan menganggap hal tersebut
sebagai hal yang biasa, namun demikianlah umat Hindu mengimani ajaran Tri
Hita Karana yang mana implementasinya sendiri terkadang dilakukan secara
tidak sengaja namun mengena pada sasaran.
Mengenai hubungan manusia dengan sesama (pawongan), ajaran tri
hita karana nampak pada upacara manusia yadnya misalnya upacara otonan
yang mana yang dilakukan untuk memperingati hari kelahiran kita dan
bersyukur kepada Tuhan karena telah dilahirkan. Ajaran Tri Hita Karana tidak
bisa diterapkan dalam satu bidang saja namun ada keterkaitannya dengan yang
lain seperti contoh diatas, tidak saja untuk manusia dilakukan upacara tersebut
namun ditujukan pula kepda tuhan. Demikian mulianya huhungan yang
diajarkan tri hita karana pada manusia yang selalu menekankan kepada
manusia agar selalu ingat bahwa kita didunia ini tidaklah hidup sendirian, ada

17

tentangga dalam hal ini manusia lain yang kita butuhkan sebagai mahluk
sosial, ada alam yang memberi kita berkah agar bisa meneruskan hidup dan
ada tuhan sebagai pencipta kita. Sehingga kita senantiasa harus menjaga
hubungan tersebut agar terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Demikianlah
contoh secara gamlang yang dapat diuraikan selain masih banyak lagi contoh
lain yang terkait mengenai hal tersebut yang mana bisa dimulai dari
lingkungan rumah tangga atau lingkungan keluarga, sebab dalam keluarga
banyak memberikan edukasi yang tinggi tentang nilai-nilai serta konsep
ketuhanan, sehingga dari padanya hendaknya kepada anak diberikan hal itu
sedini mungkin.

Ajaran Karma
Ajaran Karma dalam kehidupan sehari-hari dapat diimplementasikan ke
dalam pebuatan-perbuatan sepeti beribut:

Menerapkan filosofi ngayah.

Menerapkan filosofi matulungan.

Menerapkan filosofi manyama braya.

Menerapkan filosofl paras-paros sarpanaya salunglung sabayantaka.

Menerapkan filosofi suka dan duka.

Menerapkan filosofi agawe sukaning wong len.

Menerapkan filosofi utsaha ta larapana.

Menerapkan filosofi makarya.

Menerapkan filosofi makarma sane melah.

Menerapkan filosofi ala kalawan ayu.

Menerapkan filosofi karma phala.

Menerapkan filosofi catur paramita.

Menerapkan filosofi tri guna.

Menerapkan filosofi tri kaya parisudha.

Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu.

Ngayah dan Matatulungan

18

Ngayah merupakan suatu istilah yang ada di bali yang identik dengan
gotong royong. Ngayah ini bisa dilakukan di pura-pura dalam hal upacara
keagamaan, seperti odalan-odalan/karya. Sedangkan matatulungan ini bisa
dilakukan terhadap antar manuasia yang mengadakan upacara keagamaan
pula, seperti upacara pawiwahan, mecaru dan lain sebagainya. Sesuai dengan
ajaran karma, maka hendaknya ngayah atau matatulungan ini dilakukan secara
ikhlas tanpa ada ikatan apapun. Sehingga apa yang kita lakukan bisa
memberikan suatu manfaat.

Mekarme Sane Melah


Berbuat yang baik atau mekarma sane melah hendaknya selalu kita
lakukan. Dalam agama hindu ada slogan mengatakanrame ing gawe sepi ing
pamrih yang artinya berbuat baik tanpa pernah berpikir mengharapkan suatu
balasan. Selain slogan tersebut, dalam hidup bernasyarakat hendaknya juga
menerapkan slogan Tat Twam Asi adalah salah satu dasar untuk ber-Karma
Baik. Engkau adalah Aku, Itu adalah Kamu juga. Suatu slogan yang sangat
sederhana untuk diucapkan, tapi memiliki arti yang sangat mendalam, baik
dalam arti pada kehidupan sosial umat dan juga sebagai diri sendiri/individu
yang memiliki pertanggungjawaban karma langsung kepada Brahman.

Ajaran Karmapahala
Karma phala merupakan hasil dari suatu perbuatan yang dilakukan.
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang
baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk.
Jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya,
demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan
diterimanya. Karma phala memberi keyakinan kepada kita untuk
mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara
yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan
dan tujuan yang buruk. Karma phala mengantarkan roh (atma) masuk Surga
atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala

19

yang didapat adalah Surga, sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk
maka hukuman nerakalah yang diterimanya.

Menerapkan folosofi Tri Kaya Parisudha


Manacika
Pikiran merupakan dasar dari prilaku manusia baik perkataan (wacika)
maupun perbuatan (kayika), dari pikiran yang bersih, suci akan menghasilkan
perkataan dan perbuatan yang baik dan mampu menciptakan suasana yang
kondusif disekitar kita. Pikiran buruk akan menghasilkan keadaan yang tidak
baik bagi diri sendiri maupun orang-orang disekitar kita.
Pikiran baik tentu saja tidak berpikir hal-hal buruk terhadap suatu
objek misal berpikir buruk ketika melihat wanita berpakaian seksi, tidak
berpikir buruk terhadap orang kaya. Jika kita berpikir negatif (buruk) terhadap
dua contoh objek diatas maka yang terjadi akan timbul perkataan yang
melecehkan, menghina atau menuduh yang tidak-tidak, bahkan bukan tidak
mungkin akan terjadi tindakan/perbuatan (kayika) yang melanggar hokum
(pelecehan seksual atau perampokan).
Tidak ada satu orang pun yang mampu mensucikan pikiran kita jika
bukan diri kita sendiri. Hal ini dinyatakan dengan tegas di dalam Hindu,
bahwa tidak ada makhluk dari alam mana pun yang dapat mensucikan bathin
kita, apabila kita sendiri tidak berusaha kerah itu terlebih benda-benda materi
tentu tidak tak mungkin mensucikan siapa-siapa.
Di dalam Saracamuscaya disebutkan ada 3(tiga) hal yang harus
dilakukan untuk dapat membersihkan bathin kita, adalah:
Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal. Menginginkan
sesuatu milik orang lain juga merupakan hal yang dapat menimbulkan
pikiran negatif misal: berpikir curang.
Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain. Misal: tidak negatif
thinking melihat wanita seksi, melihat orang lain sukses dll.
Tidak mengingkari Hukum Karma Phala.

Memahami bahwa segala

perbuatan akan menghasilkan akibat, perbuatan baik akan menghasilkan


kebaikan, Perbuatan Buruk akan menghasilkan hal yang buruk.

20

Wacika
Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan yang patut di
kendalikan, yaitu:
Tidak suka mencaci maki.
Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.
Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain.
Tidak ingkar janji atau berkata bohong.
Demikianlah disebutkan dalam Sarasamuscaya; kiranya jelas bagi kita
bahwa betapa sebetulnya semua tuntunan praktis bagi pensucian batin telah
tersedia. Kita harus dapat menerapkannya sesuai dengan kemampuan masingmasing.

Kayika
Terdapat tiga hal utama yang harus dikendalikan, yaitu:
Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.
Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja.
Tidak berjinah atau yang serupa itu.
Implementasi Tri Kaya Parisudha dalam kehidupan sehari-hari sangat nyata
hasilnya untuk mencapai keadaan harmonis dalam diri sendiri maupun
terhadap orang lain.

21

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Jnana Yoga adalah suatu jalan/cara mempersatukan diri (Jiwatman) dengan Tuhan
(Paramatman) melalui mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan
diri dari ikatan-ikatan keduniawian.
2. Ilmu pengetahuan (Jnana), yang pada pembahasan kali ini adalah Bhagawadgita,
sesungguhnya merupakan wahyu Tuhan yang bermanifestasi sebagai Dewa
Wisnu. Dahulunya Krsna (Dewa Wisnu) menurunkan ajaran ini kepada Vivasvan
lalu kepada Manu, dan Manu mengajakannya kepada Iksvaku, serta terus secara
turun-temurun. Beliau (Dewa Wisnu) akan berawatara pada setiap zaman untuk
menegakkan kembali ajaran-ajaran dharma yang mulai merosot.
3. Melalui Jnana Yoga umat hindu diajarkan untuk mencapai penyatuan dengan
Tuhan dengan ajaran Jnana, Bhakti, dan Karma.
4. Implementasi ajaran Jnana Yoga dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya sebatas
mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi juga semua perilaku yang belandaskan
pemahaman terhadap ilmu pengetahuan itu (dharma).

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu kita sebagai umat Hindu seharusnya selalu
mengingat tujuan hidup didunia ini dan tujuan di akhirat, yaitu mewujudkan jagadhita
dan mencapai moksa. Guna mencapai tujuan suci tersebut banyak jalan yang dapat
ditempuh, tidak ada keharusan untuk melalui suatu jalan. Agama mengajarkan jalan
mana boleh ditempuh untuk mencapai-Nya sesuai dengan kemampuan, namun tetap
harus berlandaskan dharma.

22

DAFTAR PUSTAKA

Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma


Sthapanam.

Wijaya, I K., Lugra, I K., & Anom, D. G. 2004. Pendidikan Agama Hindu. Denpasar:
CV. Sinar Bali.

Wikipedia Bahasa Indonesia.__. Jnana Yoga. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/


Jnana Yoga. Diakses pada 1 Juni 2015.

Winawan, I W. W. __. Materi Substansi Kajian Mata Kuliah Pengembangan


Kepribadian Pendidikan Agama Hindu. Universitas Trisakti.

DOA PENUTUP

Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah


Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantam

Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah


Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya, hanya atas
anugrah-Mu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik

Om Santih, Santih, Santih, Om.

AGAMA HINDU

BHAGAWAD GITA BAB XII


BHAKTI YOGA

I PUTU SUARDIKA

1413021022

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

Doa pembuka

Om samgacchadwam, samvadadwam, samwomanamsijanatam dewa


Bhagamyathapurwesamjananaupasate.
Om samaniwaakutihsamanahrdayaniwah, samanamastuwomanoyatha wah
susahasati.
Om anobhadrahkratawoyantuwiswatah
Terjemahan :
Oh HyangWidhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu sama lain
untuk menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu bersatu.
Oh HyangWidhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati, bersatu
dalam pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera dan bahagia.
Oh HyangWidhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang HyangWidhiWasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
Bhagawad Gita BAB XII, Bhakti Yoga ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Singaraja, 1 Juni 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI
Prakata ...................................................................................................................

ii

Daftar Isi ............................................................................................................... ....

iii

BAB I Pendahuluan .....................................................................................


1.1 Latar Belakang .................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................

1.4 Manfaat penulisan.................

BAB II Pembahasan ....................................................................................


2.1 BHAGAWAD GITA BAB XII BHAKTI YOGA...................

2.2 IMPLEMENTASI BHAGAWAD GITA BAB XII BHAKTI YOGA....

BAB III Penutup .........................................................................................


3.1 Kesimpulan .....................................................................................................

14

3.2 Saran ...............................................................................................................

14

Daftar Pustaka

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bhagawad Gita adalah salah satu kitab umat hindu yang terkenal di bali selain
Sarasamuscaya, slokantara, dan nitisastra. Bhagawad Gita adalah bagian daripada Bhisma
Parva, Bab ke 6 pada epos Mahabharata, dan merupakan kitab suci Veda yang ke V setelah
Rg-Veda, Samaveda, Yajurveda, dan Atharvaveda. Bhagawad Gita terdiri dari 18 Bab, yang
didalamnya terdapat ajaran suci atau sabda suci dari Tuhan yang maha esa. Sri Krsna adalah
pelaku utama dalam cerita tersebut, Beliau sebagai manifestasi dari Tuhan memberikan
pelajaran berharga pada Arjuna berupa ajaran suci. Dimana ajaran suci itu disebut Bhagawad
Gita yang berarti nyanyian suci Tuhan.
Sabda atau ajaran suci Tuhan tidak turun ke dunia hanya sekali saja, namun berkali-kali
dengan perantara yaitu manifestasi Tuhan itu sendiri. Pada Bhagawad Gita, yang menerima
sabda suci tersebut adalah Arjuna. Karena Arjuna adalah kesatria gagah perkasa, dan Sri
Krsna percayakan bahwa Arjunalah yang berhak menerima Ajaran suci sebagai penuntun
dalam keragu-raguannya untuk berperang melawan saudara-saudaranya. Peperangan yang
terjadi yaitu demi menghancurkan kejahatan dan menegakkan kebenaran.
Kitab suci Bhagawad Gita terdiri dari 700 Sloka dalam 18 Bab, salah satunya Bab 12
yang menyampaikan pertanyaan arjuna tentang mana yang lebih baik: menyembah Tuhan
sebagai pribadi atau menyembah Tuhan sebagai yang tak berwujud. Sri Krsna menjawab
bahwa yang paling sempurna adalah yang menyembah Beliau dengan penuh bhakti sebagai
pribadi. Penyembah seperti itu akan diselamatkan dari lautan kelahiran dan kematian. Namun
tidak berarti bahwa yang menyembah Tuhan sebagai sesuatu yang berwujud tak akan sampai
kepada Tuhan, hanya untuk sampai ke sana jalan yang harus ditempuh lebih sulit. Prinsip
bhakti yoga harus diikuti, jika prinsip bhakti yoga tak dapat diikuti, bekerjalah sebagai
persembahan kepada Tuhan. Jika ini pun tak dapat dilakukan, bekerjalah tanpa
mengharapkan hasil.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:
1.2.1 Apa saja isi dari Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga ?
1.2.2 Bagaimana implementasi dari Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga dalam
kehidupan sehari-hari ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini, yaitu:
1

1.3.1 Menguraikan isi dari Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga.
1.3.2 Menjelaskan implementasi dari Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga dalam
kehidupan sehari-hari.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.4.1

Bagi Penulis
Melalui penulisan makalah ini penulis dapat memperdalam pengetahuan
mengenai Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga kemudian dapat
diaplikasikan/diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu melalui
penulisan makalah ini dapat melatih penulis dan menambah pengalaman penulis
untuk membuat makalah Agama Hindu dengan baik.

1.4.2

Bagi Pembaca
Melalui makalah ini, diharapkan para pembaca dapat menambah, memperdalam
pengetahuannya mengenai Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga serta
dapat menerapkan/mengimplementasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BHAGAWAD GITA BAB XII BHAKTI YOGA
Dalam perang pihak pandawa melawan kaurawa, Arjuna diselimuti oleh keraguan
kemudian bertanya mengenai mana yang lebih utama, menyembah Tuhan yang berwujud
atau menyembah Tuhan sebagai yang tak berwujud. Hal ini disebutkan dalam Bhagawad
Gita sebagai berikut:
Arjuna uvca
evam satata-yukt ye
bhakts tvm paryupsate
ye cpy aks aram avyaktam
tesm ke yoga-vittamh
(Bhagawad Gita XII. 1)
Artinya :
Arjuna bertanya :
Orang yang menyembah Brahman, yang berada di luar jangkauan indria-indria
dan tidak berbentuk, atau orang yang dengan bersungguh-sungguh senantiasa
menyembah anda dalam bhakti yang baik, dari kedua jenis penyembah tersebut
yang manakah yang dianggap lebih sempurna dalam pengetahuan yoga ?
Sebenarnya ada dua golongan rohaniwan. Sekarang Arjuna sedang berusaha
menyelesaikan pertanyaan tentang proses mana yang lebih mudah dan golongan mana yang
paling sempurna. Dengan kata lain, Arjuna memperjelas kedudukannya sendiri karena dia
terikat pada bentuk pribadi Krishna. Dia tidak terikat pada Brahman yang tidak bersifat
pribadi. Arjuna ingin mengetahui apakah kedudukannya aman. Manifestasi yang tidak
bersifat pribadi, baik di dunia material ini maupun di dunia rohani tempat Tuhan Yang Maha
Esa, merupakan masalah untuk semadi. Sebenarnya, seseorang tidak dapat membayangkan
aspek Kebenaran Mutlak yang tidak bersifat pribadi dengan cara yang sempurna. Karena itu,
Arjuna ingin berkata, Apa gunanya membuang waktu seperti itu?" Dalam Bab Sebelas
Arjuna mengalami bahwa lebih baik seseorang terikat pada bentuk pribadi Krishna, sebab
dengan demikian ia dapat mengerti segala bentuk lainnya pada waktu yang sama dan tidak
ada gangguan terhadap cinta-bhaktinya kepada Krishna. Pertanyaan yang penting ini yang
diajukan kepada Krishna oleh Arjuna akan menjelaskan perbedaan antara paham Kebenaran
Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan paham yang mengakui bentuk pribadi
Tuhan. Kemudian Sri Krsna bersabda sebagai berikut sebagaimana dalam Bhagawad Gita :
r-bhagavn uvca
mayy veya mano ye mm
nitya-yukt upsate
3

raddhay parayopets
te me yuktatam math
(Bhagawad Gita XII. 2)
Artinya :
Sri Bhagawan Krsna bersabda :
Orang yang memusatkan pikirannya pada bentuk pribadi-Ku dan selalu tekun
menyembah-Ku dengan keyakinan besar yang rohani dan melampaui hal-hal
duniawi Aku anggap paling sempurna
Selanjutnya dalam Bhagawad Gita XII. 3-4, disebutkan :
ye tv aks aram anirdeyam
avyaktam paryupsate
sarvatra-gam acintyam ca
kta-stham
acalam dhruvam

sanniyamyendriya-grmam
sarvatra sama-buddhayah
te prpnuvanti mm eva
sarva-bhta-hite rath
Artinya :
Tetapi orang yang sepenuhnya menyembah yang tidak terwujud, di luar
jangkauan indera-indera, yang berada di mana-mana, tidak dapat dipahami, tidak
pernah berubah, mantap dan tidak dapat dipindahkan paham tentang Kebenaran
Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dengan mengendalikan inderaindera, bersikap yang sama terhadap semua orang, dan sibuk demi kesejahteraan
semua orang, akhirnya mencapai kepada-Ku
Orang yang tidak menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, secara
langsung, tetapi berusaha mencapai tujuan yang sama melalui proses tidak langsung, juga
akhirnya mencapai tujuan yang sama yaitu, Sri Krishna. Untuk mengerti Roh Yang Utama di
dalam roh yang individual, seseorang harus menghentikan kegiatan indera-indera, yaitu
melihat, mendengar, merasa, bekerja dan sebagainya. Kemudian ia mengerti bahwa Roh
Yang Utama berada di mana-mana. Sesudah menyadari kenyataan ini, seseorang tidak iri
kepada semua makhluk hidup manapun. Hal ini pun dijelaskan lebih lanjut dalam Bhagawad
Gita sebagai berikut :
kleo 'dhikataras tes m
avyaktsakta-cetasm
avyakt hi gatir duhkham
dehavadbhir avpyate
4

(Bhagawad Gita XII. 5)


Artinya :
Orang yang pikirannya terikat pada aspek Yang Mahakuasa yang tidak berwujud
dan tidak bersifat pribadi sulit sekali maju. Kemajuan dalam disiplin itu selalu
sulit sekali bagi orang yang mempunyai badan
Bagi orang yang sangat terikat pada badan, kesulitannya lebih banyak, karena
sesungguhnya mereka yang sangat terikat pada badan jasmani sangat sulit untuk dapat
mencapai Yang Tidak Berbentuk. Selanjutnya dalam Bhagawad Gita XII. 6-7, disebutkan
sebagai berikut :
ye tu sarvni karmani
mayi sannyasya mat-parh
ananyenaiva yogena
mm dhyyanta upsate
tes m aham samuddhart
mrtyu-samsra-sgart
bhavmi na cirt prtha
mayy veita-cetasm
Artinya :
Tetapi, mereka yang senantiasa memusatkan pikirannya kepada-Ku dan
menyembah-Ku dengan praktik Yoga yang mantap dan tidak tergoyahkan, dengan
mempersembahkan
seluruh
perbuatannya
kepada-Ku
dan
dalam
ketidakterikatannya pada ikatan-ikatan duniawi menjadikan Aku sebagai tujuan
utama hidupnya, wahai Arjuna, bagi penyembah-Ku yang melelapkan seluruh
pikirannya di dalam-Ku maka Aku akan menjadi Sang Penyelamat baginya dari
samudra maha luas (kesengsaraan berupa) kelahiran dan kematian.
Dinyatakan dengan jelas bahwa para penyembah beruntung sekali karena mereka
diselamatkan dari kehidupan material oleh Tuhan dalam waktu yang singkat sekali. Dalam
bhakti yang murni, seseorang menginsafi bahwa Tuhan adalah Yang Mahabesar dan bahwa
roh yang individual selalu takluk kepada Tuhan. Kewajibannya ialah mengabdikan diri
kepada Tuhandan kalau dia tidak mengabdikan diri kepada Tuhan, dia akan mengabdikan
diri kepada may.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, Tuhan Yang Maha Esa hanya dapat dimengerti
melalui bhakti. karena itu, sebaiknya seseorang berbhakti sepenuhnya. Sebaiknya ia
memusatkan pikirannya sepenuhnya kepada Krishna. Hendaknya seseorang hanya bekerja
demi Krishna. Jenis pekerjaan yang ditekuni seseorang tidak menjadi soal, tetapi pekerjaan
5

itu sebaiknya dilakukan hanya demi Krishna. Selanjutnya dijelaskan pula pada Bhagawad
Gita XII. 8 sebagai berikut:
mayy eva mana dhatsva
mayi buddhim niveaya
nivasisyasi mayy eva
ata rdhvam na samayah
Artinya :
Tempatkanlah pikiranmu pada-Ku, masukkanlah kecerdasanmu dalam Diri-Ku.
Sesudah itu, tanpa keraguan sedikit pun, maka engkau akan selalu berada di
dalam Diri-Ku.
Orang yang menekuni bhakti kepada Sri Krishna hidup dalam hubungan langsung dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, tidak dapat diragukan bahwa kedudukannya sudah
bersifat rohani sejak awal. Seorang penyembah tidak hidup pada tingkat materialia hidup
di dalam Krishna. Nama Suci Tuhan dan Tuhan Sendiri tidak berbeda. Karena itu, bila
seorang penyembah mengucapkan mantra Hare Krishna, Krishna serta kekuatan dalam dari
Krishna sedang menari pada lidah penyembah itu. Bila seorang penyembah
mempersembahkan makanan kepada Krishna, Krishna menerima makanan itu secara
langsung, dan penyembah itu diKrishnakan dengan memakan sisa makanan itu. Orang yang
tidak menekuni bhakti seperti itu tidak dapat mengerti bagaimana kenyataan ini terjadi,
walaupun ini merupakan proses yang dianjurkan dalam Bhagavad-gita dan kesusasteraan
Veda lainnya. Dijelaskan pula lebih lanjut pada sloka selanjutnya sebagai berikut :
atha cittam samdhtum
na aknos i mayi sthirm
abhysa-yogena tato
mm icchptum dhanajaya
(Bhagawad Gita XII. 9)
Artinya :
Jika engkau merasa tidak mampu untuk dapat memusatkan pikiranmu kepadaKu secara mantap, maka wahai Dhanajaya, bangkitkanlah keinginanmu untuk
mencapai Diri-Ku melalui pelaksanaan latihan yoga yang bersungguh-sungguh.
Proses pertama menyangkut orang yang sudah sungguh-sungguh mengembangkan ikatan
kepada Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, melalui cinta-bhakti rohani. Proses
kedua dimaksudkan untuk orang yang belum mengembangkan ikatan terhadap Kepribadian
Yang Paling Utama melalui cinta-bhakti rohani. Berbagai aturan dan peraturan sudah
ditetapkan untuk golongan kedua tersebut. Aturan itu dapat diikuti supaya akhirnya mereka
diangkat sampai tingkat ikatan kepada Krishna.
Bhakti-yoga berarti penyucian indera-indera. Saat ini dalam kehidupan material inderaindera selalu tidak suci, sebab indera-indera sibuk dalam kepuasan indera-indera. Tetapi
6

indera-indera tersebut dapat disucikan melalui latihan bhakti-yoga, dan dalam keadaan suci
indera-indera berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian dijelaskan
selanjutnya dalam Bhagawad Gita XII. 10 sebagai berikut :
abhyse 'py asamartho 'si
mat-karma-paramo bhava
mad-artham api karmani
kurvan siddhim avpsyasi
Artinya :
Jika dalam melaksanakan praktik yoga pun engkau tidak sanggup, maka jadilah
orang yang melakukan segala perbuatan demi Aku. Dengan melakukan segala
perbuatan dalam kesadaran demi persembahan kepada-Ku pun engkau akan dapat
mencapai keberhasilan.
Orang yang tidak dapat mengikuti latihan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga, di
bawah bimbingan seorang guru kerohanian, masih dapat ditarik sampai tingkat
kesempurnaan tersebut dengan cara bekerja untuk Tuhan Yang Maha Esa. Cara melakukan
pekerjaan tersebut sudah dijelaskan dalam ayat lima puluh lima dari Bab Sebelas. Hendaknya
seseorang simpatik terhadap kegiatan mengajarkan kesadaran Krishna. Ada banyak
penyembah yang tekun mengajarkan kesadaran Krishna, dan mereka perlu dibantu. Jadi,
kalau seseorang tidak sanggup mengikuti latihan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga
secara langsung, ia dapat berusaha membantu pekerjaan seperti itu. Tiap-tiap usaha
memerlukan tanah, modal, organisasi dan tenaga. Seperti halnya dalam usaha dagang
seseorang memerlukan tempat tinggal, sejumlah modal untuk digunakan, sejumlah tenaga
dan organisasi untuk memperluas kegiatan, begitu pula bahan-bahan yang sama dibutuhkan
dalam pengabdian kepada Krishna. Satu-satunya perbedaan ialah bahwa dalam keduniawian
seseorang bekerja demi kepuasan indera-indera. Akan tetapi, pekerjaan yang sama dapat
dilakukan demi kepuasan Krishna, dan itulah kegiatan rohani. Kalau seseorang memiliki
dana secukupnya, ia dapat membantu mendirikan kantor atau tempat sembahyang untuk
mengajarkan kesadaran Krishna. Ia dapat membantu dengan penerbitan. Ada berbagai
lapangan kegiatan, dan hendaknya seseorang tertarik pada kegiatan seperti itu. Kalau
seseorang tidak dapat mengorbankan hasil kegiatannya, orang yang sama masih dapat
mengorbankan sebagian dari hasil pekerjaannya untuk mengajarkan kesadaran Krishna.
Mengabdikan diri secara sukarela seperti itu demi kepentingan kesadaran Krishna akan
membantu seseorang untuk naik tingkat sampai tingkat yang lebih tinggi dalam cinta-bhakti
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan pada waktu ia mencapai tingkat itu, ia menjadi
sempurna.

2.2 IMPLEMENTASI BHAGAWAD GITA BAB XII BHAKTI YOGA


Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu
tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman
dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa.
Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu
tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan
rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya.
Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda
Tuhan dan tidak akan pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut.
Jalan rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut.
Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh
jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan semua orang di
segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya tentang Tuhan dan
perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak terpenuhi oleh pengajaran jalan
rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang lain untuk mengisi kekosongannya. Bila
hal itu terjadi, maka orang tersebut telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan
merindukan kebenaran serta pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk
tumbuh.
Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua
berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan
orang tidak memperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan
roh dan melepas ego kita. Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal adalah salah
satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual
seseorang.
Melakukan Persembahyangan
Sembahyang adalah merupakan ajaran Bhakti Yoga, dimana Bhakti Yoga adalah
jalan bagi pengabdian diri, pemujaan, dan penyerahan diri kepada Tuhan. Para pemuja dalam
jalan ini memuja Tuhan dalam berbagai bentuk yang ia punyai. Jalan ini adalah penyadaran
yang sesuai dengan orang-orang yang terberkahi dengan pikiran yang emosional. Para
pemuja dalam jalan ini secara inisial memilih salah satu Dewa (Ista-Dewa), yang sesuai
temperamen dirinya, untuk mewujudkan tujuan spiritual. Tujuan dari jalan spiritual adalah
melebur ego dari seorang individu melalui pengabdian dan penyerahan diri pada keinginan
Tuhan.
Bhakti merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan. Mereka yang mencintai
Tuhan tak memiliki keinginan ataupun kesedihan, ia tak pernah membenci mahluk atau
8

benda apapun dan tak pernah tertarik dengan objek-objek duniawi, ia merangkul semuanya
dalam dekapan hangat kasih sayangnya.
Sembahyang dapat memelihara kesehatan seseorang. Dengan melakukan Asana atau
sikap duduk Padmasana, dimana tulang punggung, leher dan kepala harus tegak lurus (tidak
membungkuk), kemudian dengan Pranayama (pengaturan nafas) dengan sikap batin yang
hening, tenang dan suci, akan menjadikan tubuh seseorang semakin sehat.
Ahimsa / Tidak Menyakiti
Dalam buku yang berjudul Disiplin dan Sadhaana Spiritual. Kegiatan tersebut
merupakan ajaran yoga dimana tidak membunuh merupakan ajaran daripada Ahimsa.
Ahimsa merupakan bagian dari pada astangga yoga, Ahimsa merupakan tahap awal untuk
mengendalikan diri. Jika tahap awal ini gagal dicapai maka sulit atau tidak bisa untuk
mencapai tahap yang lebih tinggi yaitu Samadhi.
Engkau tidak boleh menggunakan tubuh yang diberikan Tuhan untuk membunuh
makhluk Tuhan, apakah mereka manusia, binatang atau apapun. (Yajur Veda Samhita
12.32)
Yang di maksud tidak menyakiti makhluk lain yaitu tidak membunuh binatang
sembarangan, kita harus mengasihi makhluk tersebut. Ini termasuk kedalam Ahimsa salah
satu ajaran yoga. Walaupun ahimsa secara umum berarti sebagai kebajikan dari pendeta
Budha dan jainisme, akarnya tumbuh dalam Veda dan Upanisad yang subur yang merupakan
kitab Hindu yang utama.
Ahimsa mengajarkan bahwa seseorang harus menganggap semua makhluk hidup adalah
perlambang dari Tuhan dan sehingga seseorang itu tidak boleh melukai pikiran, dengan katakata atau perbuatan mahluk lainnya.
Membantu Orang Tua / Bekerja Tanpa Mengharap Imbalan (Pamrih)
Menurut buku Hinduisme sebuah pengantar dalam buku tersebut dijelaskan mengenai
Bhakti. Bhakti dalam artian adalah berbhakti kepada orang tua dengan membantu kedua
orang tua disaat kesulitan dengan tidak mempersulit keadaaan. Dengan jalan Bhakti
seseorang akan mudah mencapai kehidupannya.
Kegiatan di atas termasuk kedalam ajaran Karma Yoga. Karma Yoga adalah jalan
kegiatan yaitu jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian Tuhan melalui kerja
tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan akan buah dari perbuatan. Karma Yoga
mengajarkan ke pada kita bagaimana bekerja demi untuk kerja itu sendiri yaitu tak terikat.
Dan bagaimana mempergunakan sebagian besar tenaga kita untuk keuntungan yang terbaik.
Motto dari seorang Karma-Yogin adalah Kewajiban demi untuk kewajiban itu sendiri.
9

Bagi seorang Karma-Yogin, kerja adalah pemujaan. Setiap orang hendaknya melakukan
kewajiban sesuai dengan Warna dan asramanya masing-masing golongan sosial serta tahapan
dalam kehidupannya. Tak ada manfaatnya meninggalkan pekerjaannya sendiri dan condong
melakukan pekerjaan orang lain.
Konsentrasi Dalam Suatu Kegiatan
Tindakan memegang, membawa, menguasai, dan memiliki. Maharsi Patanjali
mengajarkan 3 cara dharana, yaitu: (1) menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada
satu objek saja, tetap dibawah pengawasan manah (pikiran), (2) menentramkan gerak-gerik
pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh kasih sayang dan tenang baik dalam
keadaan duka maupun suka, (3) mengkonsentrasikan indra tersebut pada nafas yang keluar
masuk tubuh.
Dharana yang merupakan pengkonsentrasian pikiran terhadap suatu objek. Tanpa
kosentrasi, kita tidak dapat memiliki suatu keberhasilan dalam jalan kehidupan. Pada seorang
manusia duniawi, pancaran pikiran berpencar kesegala arah, melompat-lompat seperti seekor
kera. Sekali saja Pratyahara telah dapat dilakukan, pikiran kemudian diarahkan kepada objek
konsentrasi. Objek tersebut dapat berupa gambaran dari Dewa, sebuah mantra, nafas
seseorang atau bagian tubuh, atau hal yang lain.
Berjapa Yoga dan Gayatri Sadhana
Japa Yoga dijelaskan tentang mantra dapat mengubah sifat kita menjadikan lebih halus,
lembut dan lebih tenang. Japa adalah pelafalan mental atau diam mengingat sebuah mantra
yang perlahan-lahan membangkitkan getaran energi dalam ruang atau medan pikiran. Selain
itu didalam Gayatri Sadhana dijelaskan pelaksanaan meditasi Gayatri dapat menghancurkan
segala karma dan dosa dan dengan pemurnian hati serta pikiran, ia membukakan penglihatan
ketiga guna pencerahan; dengan mantramu manusia dapat hidup lama atau berumur panjang
dengan kesehatan yang prima, bersinar laksana cahaya dan membantu umat manusia dalam
mempercepat evolusinya.hal tersebut disebutkan dalam buku yang berjudul Japa Yoga dan
Gayatri Sadhana.
Merenung / Pemusatan Pikiran
Ini termasuk kedalam ajaran Dhyana, berarti meditasi, refleksi, atau pemusatan pikiran
disebut juga kontemplasi atau renungan mendalam. Patanjali menjelaskan tatra
pratyaikatanata dhyanam artinya, arus pikiran terkonsentrasi tak putus-putusnya pada objek
renungan. Seperti halnya air sungai yang menuju laut, demikian pulalah hendaknya
renungan itu terpusat pada Isvara Tuhan

10

Renungan mendalam itu sesungguhnya adalah Samadhi. Orang yang merenung


(pemikir), aktivitas merenungnya (pemikirannya), dan yang direnungkan (objek yang
dipikirkan). Maharsi Patanjali menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
1). Samprajnata Samadhi, disebut juga sabija atau savikalpa samadhi, yakni keadaan
supra sadar yang lebih rendah, karena masih ada benih kesadaran atau sisa kesan yang
dirasakan.
2). Asamprajnata Samadhi atau nirbija atau nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra
sadar yang transenden, yakni tidak menyadari lagi keadaan puncak yang dicapainya, ia
mencapai kelepasan total, ia mencapai Sunya.
Dalam kehidupan material ini, barangkali seseorang sibuk melayani majikan, tetapi orang
tersebut tidak sungguh-sungguh mengabdikan diri kepada majikan dengan cinta
kasih.seseorang tersebut hanya mengabdi untuk mendapat uang. Majikan juga tidak
mencintai karyawannya; dia menerima pengabdiannya kemudian memberi gaji. Karena itu,
tidak ada cinta kasih dalam hubungan tersebut. Tetapi seseorang harus diangkat sampai
tingkat cinta-bhakti yang murni untuk kehidupan rohani. Tingkat cinta-bhakti itu dapat
dicapai melalui latihan pengabdian suci, yang dilakukan dengan indera-indera yang kita
miliki sekarang.
Untuk mempraktekkan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga, seseorang harus
mengikuti beberapa prinsip tertentu di bawah bimbingan seorang guru kerohanian yang ahli:
Sebaiknya dia bangun pagi-pagi, mandi, masuk tempat sembahyang, berdoa dan
mengucapkan mantra Hare Krishna, kemudian mengumpulkan bunga untuk dipersembahkan
kepada Arca, menerima prasdam, dan sebagainya. Ada berbagai aturan dan peraturan yang
harus diikuti orang. Hendaknya seseorang juga senantiasa mendengar Bhagavad-gita dan
Srimad-Bhagavatam dari para penyembah yang murni. Latihan tersebut dapat membantu
semua orang untuk diangkat sampai tingkat cinta-bhakti kepada Tuhan, dan pada waktu itu ia
pasti akan maju hingga memasuki kerajaan rohani Tuhan. Latihan bhakti-yoga tersebut, di
bawah aturan dan peraturan, dengan petunjuk-petunjuk dari seorang guru kerohanian, pasti
akan membawa seseorang sampai tingkat cinta-bhakti kepada Tuhan. Selain itu, hal-hal yang
dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-harinya ialah :
Pelaksanaan tri sandya dan yadnya sesa.
Jalan yang utama untuk memupuk perasaan bakti ialah rajin menyembah Tuhan dengan
hati yang tulus ikhlas dengan melaksanakan Tri Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam
sehari, pagi, siang, dan sore hari serta melaksanakan yandnya sesa/ngejot setelah selesai
memasak. Dalam kehidupan sehari -hari sebagai upaya dalam mewujudkan rasa bhakti
sekaligus mendekatkan diri kehadapanya hendaknya melaksanakan puja tri sandya tersebut
dengan tulus dan iklas.
11

Pelaksanaan pada hari-hari keagamaan


Implementasi bhakti marga yoga juga dapat dilihat pada hari-hari keagaman hindu,
seperti hari saraswati, tumpek wariga dan tumpek uye. Hari saraswati adalah hari turunnya
ilmu pengetahuan dengan memuja dewi yang dilambangkan sebagai ilmu pengetahuan yaitu
Dewi saraswati. Hari saraswati ini jatuh pada hari Saniscara Umanis Watugunung dan
diperingati setiap 210 hari. Pada hari ini semua pustaka terutama Weda dan sastra-sastra
agama dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati untuk diberikan suatu
upacara. Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, pemujaan Dewi
Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak
diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya.
Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu
dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah
tengah hari dapat membaca dan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan
malam sastra dan sambang samadhi. Adapun simbol-simbol Dewi saraswati sebagai dewi
ilmu pengetahuan yaitu :
Sedangkan Tumpek Wariga merupakan upacara untuk menghormati keberadaan tumbuhtumbuhan sebagai mahluk hidup didunia atau dikenal dengan istilah ngotonin sarwa entikentikan. Sementara Tumpek Uye atau Tumpek Kandang upacara dalam menghormati
keberadaan hewan atau binatang yang hidup di dunia yang sering dikenal dengan istilah
ngotonin sarwa ubuhan. Keduanya jatuh tepat setiap 210 hari dalam perhitungan hindu.
Dalam konsep Tri Hita Karana penghormatan kehadapan ida sang hyang widhi wasa atas
pengadaan hewan dan tumbuhan ini dilakukan dengan tulus dan iklas. Dengan kata lain
melaksanakan upacara tumpek ini adalah realisasi dari konsep Tri Hita Karana alam
kehidupan.Jika semua itu sudah kita lakukan dengan rasa tulus dan iklas berarti kita telah
melaksanakan ajaran bhakti marga yoga.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengenai penerapan bhakti marga oleh umat Hindu seperti berikut ini :
Melaksanakan doa atau puja tri sandhya seara rutin setiap hari;
Menghaturkan banten saiban atau jotan/ngejot atau yajnasesa;
Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasi-Nya;
Berbakti kehadapan Leluhur;
Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa;
Melaksanakan upacara dewa yajna (piodalan/puja wali, saraswati, pagerwesi,
galungan, kuningan, nyepi, siwaratri, purnama, tilem, tumpek landep, tumpek wariga,
tumpek krulut, tumpek wayang dan lain-lainnya);
8. Melaksanakan upacara manusia yajna (magedong-gedongan, dapetan, kepus puser,
macolongan, tigang sasihin, ngotonin, munggah deha, mapandes, mawiwaha,
mawinten, dan sebagainya);
12

9. Melaksanakan upacara bhuta yajna (masegeh, macaru, tawur, memelihara


lingkungan, memelihara hewan, melakukan penghijauan, melestarikan binatang
langka, dan sebagainya);
10. Melaksanakan upacara pitra yajna (bhakti kehadapan guru rupaka atau rerama,
ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur, ngeluwer, berdana punya kepada orang tua,
membuat orang tua menjadi hidupnya bahagia dalam kehidupan di alam nyata ini,
dan sebagainya);
11. Melaksanakan upacara resi yajna (upacara pariksa, upacara diksa, upacara
ngelinggihang veda), berdana punya pada sulinggih atau pandita, berguru pada orang
suci, tirtha yatra ke tempat suci bersama sulinggih atau pandita, berguru pada orang
suci, sungkem (pranam) pada sulinggih sebagai guru nabe, menerapkan ajaran tri
rnam, dan sebagainya.
Kerja apapun sebenarnya harus dilakukan. Kerja harus dilaksanakan. Tetapi semua harus
dilakukan dengan mnenghilangkan semua ikatan terhadap hasilnya. Ini bukan berarti bahwa
seseorang harus melupakan tugasnya. Tugas harus dilakukan dan hanya hasil dan keterikatan
yang harus dihilangkan. Orang yang melakukan yang bebas dari ikatan, yang tidak memiliki
perasaan, yang tetap tegar dan bersemangat, yang tidak tergerak oleh keberhasilan atau
kegagalan, yang pikirannya tidak terikat pada apapun, yang telah menarik dirinya dan tidak
memiliki keinginan, pantas untuk menyatu dengan Tuhan.

13

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bab 12 menyampaikan pertanyaan arjuna tentang mana yang lebih baik: menyembah
Tuhan sebagai pribadi atau menyembah Tuhan sebagai yang tak berwujud. Sri Krsna
menjawab bahwa yang paling sempurna adalah yang menyembah Beliau dengan penuh
bhakti sebagai pribadi. Penyembah seperti itu akan diselamatkan dari lautan kelahiran dan
kematian. Namun tidak berarti bahwa yang menyembah Tuhan sebagai sesuatu yang
berwujud tak akan sampai kepada Tuhan, hanya untuk sampai ke sana jalan yang harus
ditempuh lebih sulit. Prinsip bhakti yoga harus diikuti, jika prinsip bhakti yoga tak dapat
diikuti, bekerjalah sebagai persembahan kepada Tuhan. Jika ini pun tak dapat dilakukan,
bekerjalah tanpa mengharapkan hasil. Adapun implementasinya dapat dilakukan dengan cara
rajin sembahyang, menghormati Orang tua, merenungkan segala perbuatan, beryadnya, serta
bekerja tanpa mengharapkan hasil.
3.2 SARAN
Tuhan bersifat Maha Kuasa sedangkan makhluk hidup penuh dengan kekurangan maka
Beliau telah menciptakan banyak cara untuk mencapainya, salah satunya Bhakti Yoga.
Tuhan sangat mencintai orang-orang yang berusaha maju di jalan rohani dengan cara apapun
yang bisa mereka lakukan, Untuk itulah jika banyak yang engkau kurang bisa lakukan maka
bekerjalah apa saja yang mungkin bisa lakukan sebaik mungkin serta tanpa mengharapkan
hasil karena Tuhan akan memberi berkah untuk orang yang bekerja seperti itu.

14

Daftar Pustaka

Darmayasa. 2014. Bhagavad-Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam


Pudja, Gede. 1999. Bhagavad Gita (Pancamo Veda). Surabaya: Paramitha

DOA PENUTUP

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantam


Om Anobadrah Kerhta Wyantu Wiswatah
Om Santih, Santih, Santih, Om
Ya Tuhan, dalam wujud parama acintya yang maha gaib dan maha karya, hanya atas
anugrahmulah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik, Semoga kebaikan datang dari
segala penjuru, Semoga damai, damai di hati, damai di dunia, damai selamanya.

TUGAS AKHIR AGAMA HINDU


WUJUD TUHAN DALAM KEYAKINAN HINDU

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.


OLEH:
NI LUH PUTU SANDEWI PRADNYANDARI

(1413021023)

SEMESTER II KELAS A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha

Ya Tuhan semoga atas perkenaan-Mu,


tiada suatu halangan bagi hamba memulai pekerjaan ini
dan semoga berhasil dengan baik.

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas Asung
Kertha Waranugraha-Nya, makalah Agama Hindu yang berjudul Wujud Tuhan dalam
Keyakinan Hindu, dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan
makalah ini adalah merupakan suatu kewajiban penulis sebagai mahasiswa yang diberikan oleh
Dosen untuk dapat lebih kreatif mencari sumber bacaan baik secara mandiri maupun kelompok.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini, terutama dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu,
Bapak Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan, serta pengalaman menulis makalah yang penulis
miliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas
partisipasinya, penulis mengucapkan terimakasih.
Om Santih, Santih, Santih Om

Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI

DOA PEMBUKA
KATA PENGANTAR ....... i
DARTAR ISI... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah.......

1.3 Tujuan.

1.4 Manfaat...

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sifat Tuhan dalam Keyakinan Hindu ..

2.2 Penggambaran Wujud Tuhan oleh Agama Hindu...

2.3 Implementasi Penggambaran Wujud Tuhan oleh


Agama Hindu.

11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.

20

3.2 Saran...

20

DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat dunia mengenal berbagai macam kepercayaan, salah satunya yaitu
kepercayaan terhadap Tuhan. Kepercayaan ini melatarbelakangi tumbuh dan berkembangnya
aliran kepercayaan dan agama. Agama merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ajaran Agama yang dimengerti secara baik dan benar akan dapat
menuntun seseorang untuk mencapai kebahagiaan lahir dan bahin. Agama dapat dijadikan
kemudi dalam kehidupan sehari-hari yang diawali dengan pengertian dan pemahaman
terhadap ajaran agama itu sendiri. Agama yang ada dan berkembang di dunia ini
sesungguhnya bertitik tolak pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa
agama yang berkembang di dunia, salah satunya yaitu Agama Hindu yang merupakan
Agama tertua dan pertama kali dikenal umat manusia. Umat Hindu percaya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa terbukti dengan banyak hal, kejadian, dan keajaiban dunia yang diyakini
terjadi secara alami yang menyebabkan kepercayaan umat Hindu makin bertambah terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Semua hal dan keajaiban dunia yang terjadi pasti ada sebabnya,
Tuhan sudah mengatur semua yang ada dan penyebab pertama segala yang ada di muka bumi
ini.
Hal yang menyebabkan kepercayaan kepada Tuhan adalah adanya alam semesta beserta
isinya, seperti adanya matahari, bulan, bintang, dan makhluk-makhluk hidup yang
menempati dunia ini, adanya pergantian siang menjadi malam, adanya kelahiran, usia tua,
dan kematian yang semuanya itu ada dalam keadaan teratur. Menurut ajaran Agama,
Tuhanlah yang menjadikan semua. Tuhanlah yang menjadikan semua yang ada di alam
semesta ini, demikian pula semua ini akan kembali kepada-Nya.
Agama adalah kepercayaan, maka dengan agama pula akan dirasakan suatu pegangan
iman yang kokoh. Pegangan itu tiada lain adalah Tuhan, yang merupakan sumber dari semua
yang ada dan yang terjadi. Kepada-Nyalah umat memasrahkan diri, karena tidak ada tempat
lain dari pada-Nya tempat untuk kembali. Keimanan kepada Tuhan ini merupakan dasar
kepercayaan Agama Hindu. Inilah yang menjadi pokok-pokok keimanan agama Hindu.
Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian, yakin dan iman terhadap Tuhan itu sendiri.
1

Yakin dan iman ini merupakan pengakuan atas dasar keyakinan bahwa sesungguhnya Tuhan
itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha segala-galanya. Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
disebut juga Hyang Widhi (Brahman), adalah ia yang kuasa atas segala yang ada ini. Tidak
ada apapun yang luput dari Kuasa-Nya. Ia sebagai pencipta, sebagai pemelihara dan pelebur
alam semesta dengan segala isinya.
Percaya kepada Tuhan merupakan dasar agama Hindu. Tujuan agama Hindu ialah
menuntun orang untuk mendapatkan kesejahteraan lahir bathin (Jagadhita dan Moksa).
Kesejahteraan lahir bathin didapat oleh umat manusia dengan melaksanakan dharma dalam
hidupnya, karena dharma itulah yang mendukung manusia untuk mendapatkan kerahayuan.
Dharma adalah kebajikan dan peraturan-peraturan yang membawa seseorang kepada
kebahagiaan. Seseorang yang hidupnya berdasarkan dharma akan lepas pula dari noda.
Dharma memegang peranan penting dalam hidup ini, yang perlu dipedomani dan
dilaksanakan.
Memahami bagaimana Tuhan itu, sangatlah memiliki kesubjektifan atau paham tersediri
antara masing-masing penganut suatu agama. Konsep tentang ketuhanan memiliki beberapa
hasil pemahaman yang berbeda, diantaranya adalah paham monotheisme, politheisme,
pantheisme atau atheisme. Paham-paham itu ada yang bertahan atau mengalami perubahan
serta mulai berkembang sebagai studi ilmu pengetahuan dan pemahaman spiritual yang
sesuai dengan pemahaman zaman dewasa ini.
Paham yang dimiliki oleh umat beragama memunculkan sistem pemujaan kepada Tuhan
yang berbeda-beda. Sistem pemujaan umat Hindu bisanya dengan membuat bangunan suci,
arca (patung-patung), pratima, pralinga, mempersembahkan bhusana, sesajen yang
merupakan wujud bhakti umat Hindu kepada Tuhan. Berdasarkan hal tersebut, untuk
mengetahui lebih mendalam sifat hakikat Tuhan dan hal yang dilakukan umat Hindu dalam
menggambarkan wujud Tuhan, maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul
Wujud Tuhan dalam Keyakinan Hindu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan dibuatnya makalah ini, diantaranya:
1.2.1 Bagaimana sifat Tuhan dalam keyakinan Agama Hindu?
1.2.2 Bagaimana penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu?
2

1.2.3 Bagaimana implementasi penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah
ini, antara lain:
1.3.1 Untuk menjelaskan sifat Tuhan dalam keyakinan Agama Hindu.
1.3.2 Untuk menjelaskan penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu.
1.3.3 Untuk menjelaskan implementasi penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan, adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini, antara
lain:
1.4.1 Memperoleh pengetahuan tentang sifat Tuhan dalam keyakinan Hindu.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan tentang penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan tentang implementasi penggambaran wujud Tuhan oleh
Agama Hindu.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sifat Tuhan dalam Keyakinan Hindu
Tuhan Yang Maha Esa merupakan asal atau sumber dan sekaligus kembalinya seluruh
alam semesta beserta isimnya ini. Keyakinan Agama Hindu mempercayai bahwa Brahman
atau Tuhan hanyalah satu, esa, tidak ada duanya, namun karena kebesaran dan kemuliaanNya, para Rsi dan orang-orang yang bijak menyebutnya dengan beragam nama. Kitab Suci
Veda juga membicarakan wujud Brahman (Tuhan) yang menjelaskan bahwa Brahman
sebenarnya adalah energi, cahaya, sinar yang sangat cemerlang dan sulit sekali diketahui
wujudnya.
Berdasarkan hal tersebut Brahman dikatakan abstrak, kekal, abadi, atau dalam
terminologi Hindu disebut Nirguna atau Nirkara Brahman (Impersonal God) artinya Tuhan
tidak berpribadi dan transenden yaitu Brahman tidak terjangkau pemikiran manusia atau
tidak berwujud, namun kalau Brahman menghendaki dirinya terlihat dan terwujud, hal itu
sangat mudah dilakukan. Brahman yang berwujud disebut Saguna atau Sakara Brahman
(personal God), Tuhan yang berpribadi atau immanent (Titib, 1994).
Tuhan didalam Agama Hindu merupakan suatu esensi tertinggi yang meresapi seluruh
jagat raya ini, di dalam naskah-naskah kitab suci keberadaan Tuhan banyak di jelaskan
didalam kitab-kitab tersebut seperti misalnya didalam kitab suci Bhagavad Gita yakni
disebutkan sebagai berikut:
na me viduh sura-ganah
prabhavam na maharsayah
aham adir hi devanam
maharsinam ca sarvasah
(Bhagavad Gita.X.2)
Artinya, Rahasia kelahiran-Ku ini, para dewa tidak mengenalinya, dan para maharesi suci
juga tidak mengenalinya. Sebab, dalam segala hal Aku adalah sumber awal dari para
maharesi mulia dan juga para dewa.
aham atma gudakesa
4

sarva-bhutasaya-sthitah
aham adis ca madhyam ca
bhutanam anta eva ca
(Bhagavad Gita.X.20)
Artinya, Wahai Arjuna yang sudah mengalahkan rasa kantuk, sesungguhnya Aku adalah
awal, pertengahan, dan akhir semua makhluk hidup. Dan Aku adalah roh yang bersemayam
di dalam hati semua makhluk hidup.
sarganam adir antas ca
madhyam caivaham arjuna
adhyatma-vidya vidyanam
vadah pravadatam aham
(Bhagavad Gita.X.32)
Artinya, Wahai Arjuna, diantara ciptaan, Aku adalah awal, pertengahan, dan akhir. Diantara
segala ilmu pengetahuan, Aku adalah pengetahuan keinsyafandiri, dan diantara perdebatan,
Aku adalah Vada, yang memahami penentuan kebenaran.
yac capi sarva-bhutanam
bijam tad aham arjuna
na tad asti vina yat syan
maya bhutam caracaram
(Bhagavad Gita.X.39)
Artinya, Wahai Arjuna, benih dari segala ciptaan, benih itulah Aku. Sebab, tanpa
keberadaan-Ku, sama sekali tidak akan ada ciptaan (di alam ini), baik ciptaan yang bergerak
maupun yang tidak bergerak.
Tuhan (Hyang Widhi), yang bersifat Maha Ada, juga berada disetiap mahluk hidup,
didalam maupun diluar dunia (imanent dan transenden). Tuhan (Hyang Widhi) meresap di
segala tempat dan ada dimana-mana (Wyapi Wyapaka), serta tidak berubah dan kekal abadi
(Nirwikara). Tuhan berada dimana-mana, ia mengetahui segalanya. Tuhan adalah saksi
agung akan segala yang ada dan terjadi, sehingga orang tidak dapat lari kemanapun untuk
menyembunyikan segala perbuatannya karena tidak ada tempat sepi yang luput dari
kehadiran-Nya. Tuhan itu selalu hadir dan meresap di segala tempat, tetapi sukar dapat
dilihat oleh mata biasa. Indra manusia hanya dapat menangkap apa yang dilihat, didengar,
5

dikecap dan dirasakan. Kemampuan manusia terbatas, sedangkan Tuhan (Hyang Widhi)
adalah Maha sempurna dan tak terbatas (Titib, 1994).
Kitab Suci Veda menyebutkan bahwa Tuhan (Hyang Widhi) tidak berbentuk (nirupam),
tidak bertangan dan berkaki (nirkaram nirpadam), tidak berpanca indra (nirindryam), tetapi
Tuhan (Hyang Widhi) dapat mengetahui segala yang ada pada mahluk (Titib, 1994). Tuhan
(Hyang Widhi) tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang dan
bertambah. Tuhan Maha Ada dan Maha Mengetahui segala yang ada di alam semesta ini.
Tuhan berkuasa atas semua dan Esa adanya. Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran, maka orang
membayangkan bermacam-macam sesuai dengan kemampuannya. Tuhan yang Tunggal
(Esa) itu dipanggilnya dengan banyak nama sesuai dengan fungsinya. Tuhan (Hyang Widhi)
dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Ciwa sebagai
pelebur/pemralina. Orang-orang menyembah-Nya dengan bermacam-macam cara pada
tempat yang berbeda-beda. Kepada-Nyalah orang menyerahkan diri, mohon perlindungan
dan petunjuk-Nya agar manusia menemukan jalan terang dalam mengarungi hidup ini.
Ketuhanan yang diajarkan sebagai unsur iman dalam Agama Hindu merupakan unsur
penghayatan yang paling penting dalam keseluruhan pola kehidupan yang berhubungan
dengan kemahakuasaan Tuhan dengan segala manifestasi-Nya. Pokok-pokok pengertian
tentang ketuhanan sebagai keimanan dalam sistem pengahayatan tentang Tuhan dengan
kemahakuasaan-Nya, diantaranya Asta Aiswarya dan Cadu Sakti.
Asta Aiswarya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata Asta yang berarti delapan,
dan Aiswarya yang berarti kemahakuasaan. Asta Aiswarya berarti delapan sifat
kemahakuasaan Tuhan yang merupakan sradha (dasar keimanan dalam Agama Hindu).
Delapan sifat kemahakuasaan Tuhan terdiri dari (Midastra & Maruta, 2007: 2):
1. Anima artinya sifat Tuhan Maha Kecil, lebih kecil dari partikel-partikel atom.
2. Lagima artinya sifat Tuhan Maha Ringan, lebih ringan daripada gas dan Beliau dapat
mengambang di udara dan terapung di air.
3. Mahima artinya sifat Tuhan Maha Besar, segala tempat dipenuhi oleh beliau dan meresap
memenuhi alam semesta.
4. Prapti artinya dapat menjangkau segala tempat, tidak terhalang langkahnya oleh siapapun
dan bersifat Wyapi Wyapaka Nirwikara yang berarti ada dimana-mana namun tidak
terpengaruh oleh yang ada.
6

5. Prakamya artinya segala kehendak atau keinginan-Nya akan terwujud.


6. Isitwa artinya Tuhan Maha Utama dan Maha Mulia, kemuliaan-Nya tidak dapat
disamakan dan tiada bandingnya.
7. Wasitwa artinya Maha Kuasa, sehingga Beliau merupakan faktor penentu atas
penciptaan, pemeliharaan, dan peleburan.
8. Yatra Kama Wasayitwa artinya segala kehendak-Nya akan terlaksana dan tidak ada yang
dapat menentang kodrat-Nya.
Kedelapan sifat keagungan Sang Hyang Widhi Wasa ini, disimbolkan dengan singgasana
teratai (padmasana) yang berdaun bunga delapan helai (astadala). Singgasana teratai adalah
lambang kemahakuasaan-Nya dan daun bunga teratai sejumlah delapan helai itu adalah
lambang delapan sifat agung/ kemahakuasaan (Asta Aiswarya) yang menguasai dan
mengatur alam semesta dan makhluk semua (Babad Bali, tanpa tahun).
Sang Hyang Widhi juga mempunyai empat sifat kemahakuasaan yang disebut dengan
Cadu Sakti, yang terdiri dari (Midastra & Maruta, 2007: 6):
1. Prabu Sakti artinya Tuhan yang bersifat Maha Kuasa, Hyang Widhi menguasai alam
semesta, baik sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur.
2. Wibhu Sakti artinya Tuhan bersifat Maha Ada, meresap dan meliputi seluruh alam
semesta, dan Tuhan berada dimana-mana. Ajaran Wibhu Sakti dijelaskan dalam
Bhagavad Gita, yaitu:
vaktkum arhasy asesena
divya hy atma-vibhutayah
yabhir vibhutibhir lokan
imams tvam vyapya tisthasi
(Bhagavad Gita.X.16)
Artinya, oleh karena itu, hanya Anda yang mampu menyampaikan secara sempurna
kepada hamba tentang kehebatan Anda yang berada di mana-mana di seluruh alam
semesta ini.
3. Jnana Sakti artinya sifat Tuhan Maha Tahu, atau dapat mengetahui segala-galanya
meliputi awal, pertengaha, dan akhir dari segala kejadian karena Beliau merupakan saksi
agung dan memiliki tiga sifat yaitu Dura Darsana artinya memiliki pandangan tembus,
yang tidak terbatas oleh ruang gerak dan waktu, Dura Srawana artinya memiliki
7

pendengaran tembus, Dura Jnana artinya pikiran tembus yang dapat membaca jalan
pikiran seseorang. Ajaran Jnana Sakti dijelaskan dalam Bhagavad Gita, yaitu:
svayam evatmanatmanam
vettha tvam purusottama
bhuta-bhavana bhutesa
deva-deva jagat-pate
(Bhagavad Gita.X.15)
Artinya, Wahai Tuhan Yang Paling Utama, wahai Asal Mula segala sesuatu, Penguasa
para dewa dan seluruh alam semesta, memang sesungguhnya Anda melalui Diri Anda
sendiri yang paling mengetahui tentang diri Anda yang sesungguhnya.
aham atma gudakesa
sarva-bhutasaya-sthitah
aham adis ca madhyam ca
bhutanam anta eva ca
(Bhagavad Gita.X.20)
Artinya, Wahai Arjuna yang sudah mengalahkan rasa kantuk, sesungguhnya Aku adalah
awal, pertengahan, dan akhir semua makhluk hidup. Dan Aku adalah roh yang
bersemayam di dalam hati semua makhluk hidup.
4. Kriya sakti artinya sifat Tuhan Maha Karya, Tuhan adalah Maha Pencipta, sebab
Tuhanlah yang pada mulanya menciptakan langit, matahari, bulan, bintang, serta bumi,
dan pada saatnya nanti akan ditarik kembali. Ajaran Kriya Sakti dijelaskan dalam
Bhagavad Gita, yaitu:
atha va bahunaitena
kim jnatena tavarjuna
vistabhyaham idam krtsnam
ekamsena sthito jagat
(Bhagavad Gita.X.42)
Artinya, atau, wahai Arjuna, apa perlunya engkau bertanya begitu banyak perihal
ini? Hanya dengan segelintir kecil dari Diri-Ku, Aku menciptakan seluruh alam semesta
ini dan berada dimana-mana.

2.2 Penggambaran Wujud Tuhan oleh Agama Hindu


Tuhan didalam Agama Hindu dianalogikan menjadi dua yakni tuhan yang bersifat
Nirguna Brahman dan Tuhan yang bersifat Saguna Brahman. Tuhan yang bersifat Nirguna
Brahman tidak memiliki wujud, hanya untuk meyakini adanya Tuhan yang bersifat Nirguna
Brahman dilambangkan dengan aksara AUM, sedangkan tuhan yang bersifat Saguna
Brahman, yakni Tuhan yang diberikan atribut sehingga ada banyak Tuhan didalam Saguna
Brahman ini akan tetapi pada esensinya Tuhan tetap satu.
Tuhan dalam Agama Hindu sebagaimana yang disebutkan dalam Weda adalah Tuhan
tidak berwujud dan tidak dapat digambarkan, bahkan tidak bisa dipikirkan. Keberadaan
Tuhan dalam Bahasa Sansekerta disebut dengan Acintyarupa yang artinya: tidak berwujud
dalam alam pikiran manusia. Tuhan Yang Maha Esa ini disebut dalam beberapa nama, antara
lain (Titib, 1994):
1. Brahman, yang merupakan asal muasal dari alam semesta dan segala isinya.
2. Purushottama atau Maha Purusha
3. Iswara.
4. Parama Ciwa
5. Sanghyang Widi Wasa
6. Dhata, yang memegang atau menampilkan segala sesuatu
7. Abjayoni, yang lahir dari bunga teratai
8. Druhina, yang membunuh raksasa
9. Viranci, yang menciptakan
10. Kamalasana, yang duduk di atas bunga teratai
11. Srsta, yang menciptakan
12. Prajapati, raja dari semua makhluk/masyarakat
13. Vedha, ia yang menciptakan
14. Vidhata, yang menjadikan segala sesuatu
15. Visvasrt, ia yang menciptakan dunia
16. Vidhi, yang menciptakan atau yang menentukan atau yang mengadili.
Tuhan Yang Maha Esa ini apapun nama-Nya digambarkan sebagai:
1. Beliau yang merupakan asal mula yaitu pencipta dan tujuan akhir dari seluruh alam
semesta.
9

2. Wujud kesadaran agung yang merupakan asal dari segala yang telah dan yang akan
ada.
3. Raja di alam yang abadi dan juga di bumi ini yang hidup dan berkembang dengan
makanan.
4. Sumber segalanya dan sumber kebahagiaan hidup.
5. Maha suci tidak ternoda.
6. Mengatasi segala kegelapan, tak termusnahkan, maha cemerlang, tiada terucapkan,
tiada duanya.
7. Absolut dalam segala-galanya, tidak dilahirkan karena Beliau ada dengan sendirinya
(swayambhu) (Viresvarananda, 2004).
Agama Hindu sangat kaya dengan berbagai simbol baik dalam wujud gambar, tulisan,
maupun dalam wujud benda-benda tertentu yang diyakini sebagai representasi
perwujudan Hyang Widhi Wasa atau segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat-sifatNya. Simbol tersebut merupakan media yang digunakan bhakta dengan objek bhaktinya,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Simbol-simbol dalam
Agama Hindu dibuat dengan sangat indah, unik, dan menarik untuk menggambarkan
hakikat Tuhan yaitu Satyam (kebenaran), Sivam (kebaikan) dan Sudaram (keindahan).
Hakikat Tuhan tersebut dijelaskan dalam sloka Bhagavad Gita, yaitu:
yad yad vibhutimat sattvam
srimad urjitam eva va
tat tad evavagaccha tvam
mamo tejo-msa-sambhavam
(Bhagavad Gita.X.41)
Artinya, semua makhluk hidup dan hal lainnya yang penuh dengan kehebatan, keindahan,
dan kekuatan tersebut, ketahuilah bahwa semua itu hendaknya engkau pahami hanya
berasal dari segelintir kecil dari keagungan-Ku.
Simbol-simbol Tuhan dalam Agama Hindu banyak jumlahnya, seperti (Okanila, 2004):
1. Bentuk manusia dengan berbagai kelebihannya, seperti bertangan empat, delapan dan
dua belas, berkaki tiga, bermata tiga. Contohnya Dewa Brahma, Vishnu, Siva, Dewi
Saraswati, Laksmi, Durgha, Rama, Krishna.

10

2. Burung garuda berwarna keemasan yang menurunkan hujan, menganugerahkan


kemakmuran kepada umat-Nya, Naga Taksaka yang merupakan wujud Sang Hyang
Siva yang menjaga bumi di langit dalam bentuk atmosfir, Ananthabhoga yang
merupakan wujud Sang Hyang Siva yang memeluk inti bumi yang menganugerahkan
makanan dengan tiada akhirnya.
3. Bentuk separuh manusia dan separuh binatang, seperti Dewa Gana.
4. Bentuk benda atau huruf tertentu, seperti huruf Ongkara simbol Tuhan Yang Maha
Esa, swastika, simbol Wisnu huruf U.
Penggambaran tentang Tuhan Yang Maha Esa ini, meskipun telah berusaha
menggambarkan Tuhan semaksimal mungkin, tetap saja sangat terbatas.
2.3 Implementasi Penggambaran Wujud Tuhan oleh Agama Hindu.
Sifat-sifat Tuhan dalam kitab suci Agama Hindu dilukiskan sebagai Tuhan Yang Maha
Mengetahui dan Maha Kuasa. Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa merupakan
perwujudan keadilan, kasih sayang dan keindahan. Tuhan merupakan perwujudan dari segala
kualitas terberkati yang senantiasa dapat dipahami manusia. Tuhan senantiasa siap
mencurahkan anugerah, kasih dan berkah-Nya. Tujuan utama penciptaan dunia semesta ini
adalah untuk mencurahkan berkah-Nya pada makhluk-makhluk, membimbingnya secara
bertahap dari keadan yang kurang sempurna menuju keadaan yang lebih sempurna (Mudana
& Ngurah, 2014: 62).
Penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu dilukiskan dengan cara, yaitu:
1. Gambar/Lukisan
Penggambaran wujud Tuhan yang sederhana yaitu dengan menggunakan gambar atau
lukisan. Gambar/lukisan tersebut digambarkan dengan gambar dewa maupun dewi.
Penggambar wujud Tuhan dalam bentuk lukisan membantu manusia mengenai
pemahamannya tentang wujud Tuhan. Gambaran Tuhan dalam bentuk lukisan akan
menyebabkan manusia ingat akan Tuhan sebagai pencipta seluruh yang ada di alam
semesta ini. Penggambaran wujud Tuhan dengan lukisan seperti lukisan Dewa Wisnu,
Dewa Siwa, Dewa Brahma, Dewi Saraswati, Dewi Durga. Penggambaran wujud Tuhan
dalam berbagai bentuk ini yaitu untuk menerangkan, menjelaskan, dan memudahkan
pengertian kepada umat manusia tentang wujud Tuhan yang tidak berwujud dan meliputi
segala sesuatu.
11

2. Arca
Arca merupakan perwujudan Dewa dan Bhatara dalam bentuk patung yang jelas
penggambarannya sebagai manusia dan binatang yang digunakan sebagai sarana untuk
memudahkan konsentrasi di dalam persembahyangan yang sebenarnya ditujukan kepada
Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi-Nya
karena arca itu bukanlah Sang Hyang Widhi. Arca memiliki ukuran yang lebih besar dari
pratima. Arca biasanya terbuat dari kayu pilihan, seperti cendana, cempaka, majagau, dan
beberapa kayu yang berbau harum. Acra memiliki fungsi, yaitu (Sudiatmika, 2014):
a. Sebagai sarana untuk memusatkan pikiran kearah meditasi yang lebih tinggi.
b. Menggambarkan dewa-dewa yang dipuja, mempersonifikasikan dewa yang abstrak.
c. Sebagai media pemujaan/kebaktian dengan cara mempersembahkan sajian atau
menyelenggarakan upacara di hadapan Dewa tersebut.
d. Sebagai hiasan bangunan candi atau sebagai pelengkap.
e. Memantapkan sradha dan bhakti umat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Agama Hindu adalah salah satu agama yang memiliki banyak arca yang merupakan
perwujudan sosok dewa/dewi yang disembah umat Hindu. Agama Hindu menyebut arca
dengan murti (murthi) yang berarti perwujudan roh atau jiwa yang bersifat ketuhanan
atau perwujudan seorang manusia yang dianggap sebagai titisan seorang dewa atau dewi.
Arca tidak hanya terbuat dari kayu tetapi juga terbuat dari batu dan logam.
3. Pratima
Pratima merupakan perwujudan Dewa dan Bhatara dalam bentuk patung yang
digunakan sebagai sarana untuk memudahkan konsentrasi di dalam persembahyangan
yang sebenarnya ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya. Pratima memiliki ukuran yang lebih kecil dari arca. Pratima biasanya terbuat dari
emas, perak dan uang kepeng. Penggunaan pratima sebagai alat memuja Tuhan
berlangsung sebelum kerajaan Singasari dan Majapahit (Admin, 2013). Penggunaan
pratima saat ini sudah jarang dilakukan, pratima saat ini merupakan pusaka yang
dikeramatkan. Ajaran Agama Hindu mengenal empat jalan untuk mencapai
kesempurnaan hidup atau jalan menuju Tuhan yang disebut dengan Catur Marga, yang
salah satu dari empat jalan tersebut adalah Bhakti Marga. Bhakti Marga merupakan jalan

12

yang paling mudah untuk dilakukan untuk semua umat Hindu. Bhakti Marga sering
disebut sebagai ajaran yang alamiah. Bhakti Marga terdiri dari:
a. Apara Bhakti adalah cinta kasih dari seseorang yang belum mempunyai tingkat
kesucian yang tinggi.
b. Para Bhakti adalah cinta kasih dari seseorang yang sudah memiliki tingkat kesucian
yang tinggi.
Seorang Bhakta tidak pernah berpikir bagaimana Tuhan itu, namun seorang Bhakta
senantiasa memiliki iman yang teguh percaya bahwa Tuhan itu ada dan tunggal (esa).
Mewujudkan cinta kasih seorang Apara Bhakti memerlukan objek sebagai alat untuk
memuja Tuhan Yang Maha Esa. Objek tersebut dikenal dengan Pratima sebagai alat
perwujudan atau gambaran pikiran seorang Apara Bhakti dapat terpusat kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Pratima yang digunakan hanya sebagai alat pemusatan pikiran kepada
Tuhan Yang Maha Esa, bukan sebagai benda yang disembah. Seorang Apara Bhakti pun
hendaknya menyadari bahwa Pratima bukanlah Dewa atau Tuhan. Hindu bukanlah
politheisme tidak juga menyembah patung, batu.
4. Patung
Sistem kepercayaan dan upacara keagamaan dalam Agama Hindu, berdasarkan
fungsinya, patung dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain: patung dewa
dan patung perwujudan (Sudiatmika, 2014).
a. Patung Dewa
Patung Dewa pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Istadewata
Istadewata adalah dewa yang diyakini sebagai dewa paling tinggi, di antara dewadewa yang lain. Istadewata sebagai media konsentrasi (pemusatan pikiran) dalam
pemujaan, diwujudkan dalam simbul-simbul tertentu, antara lain berwujud patung
(arca, pratima, pralingga) dan ditempatkan pada tempat suci, seperti candi dan
pura. Bentuk dewa tersebut diwujudkan memakai ukuran, bhusana dan hiasan
dengan atribiut/tanda-tanda atau laksana tertentu berdasarkan ketentuan-ketentuan
dan Silpasastra. Dewa tertinggi dalam agama Hindu adalah Dewa Tri Murti.
Dewa tersebut adalah manifestasi Tuhan sebagai pencipta (uttpeti), pemelihara
13

(sthiti) dan pengembali ke asal (pralina). Dewa Brahma, sebagai pencipta, Dewa
Wisnu sebagai pemelihara dan Dewa Iswara sebagai pamralina, masing-masing
Dewa tersebut memiliki wahana/kendaraan dan Sakti. Dewa Brahma wahananya
angsa dan saktinya Dewi Saraswati. Dewa Wisnu mempunyai wahana burung
Garuda dan saktinya bernama Dewi Sri atau Laksmi. Dewa Iswara wahananya
Lembu Nandi dan Saktinya Dewi Durga atau Uma (Parwati). Diantara Dewa Tri
Murti tersebut Dewa Iswara/Siwa dipandang sebagai dewa tertinggi dan dipuja
sebagai dewa yang utama. Dewa Brahma dalam bentuk patung biasanya
diwujudkan berkepala empat, sehingga disebut Dewa Catur Mukha, dengan
masing-masing kepala mengarah keempat penjuru mata angin. Selain itu Dewa
Brahma bertangan empat, disebut Catur Bhuja, masing-masing membawa:

Benda berbentuk bulat (padma).

Aksamala/Genitri.

Kamandalu.

Camara

Saktinya Dewa Brahma yaitu Dewi Saraswati diwujudkan bertangan empat,


dengan membawa:

Aksamala

Padma

Wina

Pustaka

Dewa Wisnu juga diwujudkan bertangan empat dan masing-masing tangannya


membawa:

Gada

Sangkha

Cakra

Padma

Saktinya Dewa Wisnu adalah Dewi Sri (Laksmi), biasanya diwujudkan bertangan
dua:
14

Satu tangan membawa setangkai padi.

Tangan yang lainnya membawa benda, akan tetapi dengan sikap memberi
(wara mudra)

Dewa Siwa/Iswara diwujudkan memakai mahkota, yang pada bagian depannya


dihias dengan ardha candrakapala (bulan sabit), di bawah sebuah tengkorak.
Dewa Siwa dikenal dengan Dewa Trinetra, karena mempunyai mata ketiga pada
bagian dahi. Tangannya empat dan masing-masing membawa:

Trisula

Aksamala

Camara

Kamandalu

Saktinya Dewa Siwa adalah Dewi Durga biasanya bertangan delapan (cunda)
dengan membawa:

Cakra

Kadga

Busur

Panah

Sangkha

Prisai

Ekor Mahisa

Rambut Raksasa

Dewi itu kelihatannya sebagai menari dengan menginjak punggung mahisa


dengan sikap yang disebut alidasana. Dalam bentuk lain, Dewa Siwa dengan
saktinya sering disimbulkan dengan Lingga Yoni.
Selain Dewa Tri Murti, dewa yang tertinggi terdapat pula kelompok dewa
pendamping yang biasanya dianggap sebagai kelompok keluarga dewa Siwa,
yaitu: Agastya (murid Siwa), Ganesha (putra Siwa), Durga (sakti Siwa). Patung
dewa tersebut ditempatkan pada candi Siwa dan diatur sebagai berikut:
1. Patung Dewa Siwa, ditempatkan pada garbhagreha (ruang utama).
15

2. Patung Agastya, menempati ruang samping selatan/relung.


3. Patung Dewa Ganesha, ditempatkan pada ruang samping belakang/relung
menghadap ke belakang.
4. Patung Dewi Durga menempati ruang samping utara/relung menghadap ke
utara.
Depan garbhagreha terdapat patung Mahakala dan Nandiswara, patung tersebut
sebagai dwarapala (penjaga pintu), masing-masing membawa gada dan camara.
Agastya diwujudkan berbadan gemuk, perut gendut dan memakai jenggot.
Tangan sebanyak dua, masing-masing kamandhalu dan aksamala. Agastya juga
membawa camara yang dibelit dengan bahukiri dan trisula tertancap pada bagian
sebelah kanan. Ganesha juga berbadan gemuk, perut gendut dengan berbelalai
seperti gajah. Tangan sebanyak empat dengan membawa:

Mangkok

Parasu/kapak

Aksamala

Patahan taring

Ganesha dianggap dewa sangat sakti, dapat menolak serta menghancurkan segala
rintangan atau mara bahaya, sehingga disebut pula Dewa Wighneswara. Patung
Ganesha sebagai dewa penolak bahaya di Bali, sering ditempatkan di Catuspatha,
Margatiga, di tepi sungai pinggir jurang dan di tempat lain yang dipandang
angker.
2. Dewa Dikpalaka
Dewa Dikpalaka sering disebut Dewa Lokapala adalah kelompok Dewa penguasa
penjuru mata angin yang kesemuanya tidaklah lain dari pada manifestasi dari
Dewa Siwa. Kelompok itu adalah: Asta Dewata, Dewata Nawasanggha dan
Ekadasa Rudra. Aliran Siwa Siddhanta sebagaimana yang dianut di Bali
khususnya Dewa Siwa sebagai dewa yang utama, dianggap mempunyai tiga
manifestasi pokok sebagai penguasa alam semesta, yaitu:
a. Siwa bersifat sekala (mewakili segala wujud dan bentuk yang memenuhi
dunia ini) dan berkedudukan di Nadir.
b. Sadasiwa, bersifat sakala niskala bertempat di pusat.
16

c. Paramasiwa, bersifat niskala, tanpa wujud dan bentuk, bertempat di Zenith


Manifestasi selain manifestasi Siwa, terdapat juga manifestasi yang lain yang
disebut Asta Dewata, sebagai penguasa delapan penjuru mata angin.
Kelompok Asta

Dewata

bersama

dengan

Dewa

Siwa

menjadi Nawa

Dewata atau Dewata Nawasanggha (kelompok sembilan dewa). Kelompok Asta


Dewata dengan Sadasiwa dan Paramasiwa maka kelompok dewa itu
dinamakan Eka Dasa Rudra (sebelas manifestasi Siwa). Dewa Dikpalaka di Bali
dikenal pula dengan nama dewa pangider-ideran dengan jumlah paling banyak
sebelas dan inilah disebut dengan Eka Dasa Rudra. Susunannya adalah sebagai
berikut:

Siwa, di Nadir

Sadasiwa, di pusat

Paramasiwa, di Zenith

Iswara, di timur

Maheswara, di tenggara

Brahma, di selatan

Rudra, di barat daya

Mahadewa, di barat

Sangkara, di barat laut

Wisnu, di utara

Sambhu, di timur laut

b. Patung Perwujudan
Patung perwujudan adalah patung yang menggambarkan seorang raja/tokoh dengan
pakaian kebesaran atau dengan wujud dewa, karena raja tersebut dianggap sebagai
penjelmaan dari dewa tertentu. Patung perwujudan itu dibuat setelah seorang
raja/tokoh meninggal dunia dan terhadapnya telah dilaksanakan upacara keagamaan
antara lain upacara Sraddha yaitu upacara penyucian terhadap roh (mungkin sejenis
upacara memukur di Bali). Umumnya patung perwujudan itu ditempatkan pada
candi/tempat pemujaan lainnya yang khusus didirikan untuk keperluan tersebut.
Atribut/tanda-tanda dari patung perwujudan itu pada dasarnya sama dengan atribut
dari dewa yang menitisnya. Perbedaannya dengan patung dewa hanya terlihat dari
17

sikap tangan patung perwujudan itu. Patung perwujudan itu menunjukkan sikap
tangan menyembah (anjali mudra) dan juga membawa kuncup bunga padma.
5. Padmasana
Padmasana adalah simbol yang menggambarkan kedudukan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
sebagai bunga teratai atau dapat juga dikatakan bahwa Padmasana sebagai tuntunan batin
atau pusat konsentrasi (Dwija, 2015). Bunga teratai dipilih sebagai simbol yang tepat
menggambarkan kesucian dan keagungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena memenuhi
unsur-unsur, yaitu:
a. Helai daun bunganya berjumlah delapan sesuai dengan jumlah manifestasi Ida
Sang Hyang Widhi Wasa di arah delapan penjuru mata angina.
b. Puncak mahkota berupa sari bunga yang menggambarkan simbol kedudukan Ida
Sang Hyang Widhi secara vertikal dalam manifestasi sebagai Siwa (adasthasna
atau dasar), Sadasiwa (madyasana atau tengah) dan Paramasiwa (agrasana atau
puncak).
c. Bunga teratai hidup di tiga alam yaitu tanah atau lumpr disebut pertiwi, air disebut
apah, dan udara disebut akasa. Bunga teratai merupakan sarana utama dalam
upacara-upacara Panca Yadnya dan juga digunakan oleh Pandita-Pandita ketika
melakukan surya sewana.
Hiasan Padmasana terdiri dari:
1. Dasar bangunan terdapat Bhedawangnala yaitu ukiran mpas (kura-kura besar) yang
dililit dua ekor naga. Kura-kura adalah simbol dasar bhuvana sedangkan naga adalah
simbol Basuki yaitu kekuatan yang mengikat lam semesta. Bhedawangnala
merupakan suatu kelompok (kesatuan) yang meluangkan adanya api. Api disini
merupakan simbol dari energi kekuatan hidup. Letak simbol Bhedawangnala di dasar
bangunan maka dapat bermakna yaitu sebagai kekuatan bumi ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa yang perlu dijaga, dan patut pula bermakna sebagai dasar kehidupan
manusia yaitu energi yang senantiasa perlu ditumbuh kembangkan.
2. Dewa Wisnu yang mengendarai Garuda diletakkan di bagian tengah belakang adalah
simbol Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai pemelihara.
3. Angsa diletakkan di bagian atas belakang adalah simbol Dewi Saraswati yang
bermakna pengetahuan, ketelitian, kewaspadaan, ketenangan dan kesucian.
18

4. Acintya diletakkan di bagian atas depan adalah simbol Sang Hyang Widhi yang tidak
dapat dilihat, dipikirkan wujudnya.
5. Hiasan lainnya dapat berupa karang gajah, karang boma, karang bun, karang paksi
yang semuanya bermakna sebagai simbol keanekaragaman aalam semesta.
Arti simbolis dari semua bentuk Padmasana adalah sthana Ida Sang Hyang Widhi wasa
yang dengan kekuatan-Nya telah menciptakan manusia sebagai makhluk utama dan alam
semesta sebagai pendukung kehidupan, senantiasa perlu dijaga kelanggengan hidupnya.

19

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1 Brahman dikatakan abstrak, kekal, abadi, atau dalam terminologi Hindu disebut
Nirguna atau Nirkara Brahman , namun kalau Brahman menghendaki dirinya terlihat
dan terwujud disebut Saguna atau Sakara Brahman. Sifat kemahakuasaan Ida sang
Hyang Widhi Wasa juga termuat dalam Asta Aiswarya dan Cadu Sakti.
3.1.2 Agama Hindu sangat kaya dengan berbagai simbol baik dalam wujud gambar, tulisan,
maupun dalam wujud benda-benda tertentu yang diyakini sebagai representasi
perwujudan Hyang Widhi Wasa atau segala sesuatu yang berhubungan dengan sifatsifat-Nya. Simbol tersebut merupakan media yang digunakan bhakta dengan objek
bhaktinya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Simbolsimbol dalam Agama Hindu dibuat dengan sangat indah, unik, dan menarik untuk
menggambarkan hakikat Tuhan yaitu Satyam (kebenaran), Sivam (kebaikan) dan
Sudaram (keindahan).
3.1.3 Penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu dilukiskan dengan cara gambar atau
lukisan, arca, pratima, patung, dan padmasana.
3.2 Saran
Sebagai umat beragama hendaknya mengetahui penggambaran wujud Tuhan Yang Maha
Esa dan percaya dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Umat beragama khususnya umat
hindu juga harus mengetahui sifat Tuhan sebagai kemahakuasaan-Nya sehingga dalam
bertindak manusia memikirkan hal yang harus dilakukan dan juga percaya dengan adanya
Tuhan dengan wujud-wujud Tuhan yang digambarkan dalam berbagai bentuk.

20

DOA PENUTUP

Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah


Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantam

Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah


Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya, hanya atas anugrahMu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik

Om Santih, Santih, Santih, Om.

DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2013. Pratima dalam Hindu. Terdapat pada paduarsana.com/2013/01/30/pratimadalam-hindu/. Diunduh pada 5 Juni 2015
Babad Bali. _______. Brahman. Terdapat pada http://www.babadbali.com/canangsari/pabrahman.htm. Diunduh pada 5 Juni 2015
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan).Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Dwija, B. 2015. Padmasana. Terdapat pada stitidarma.org/padmasana/. Diunduh pada 5 Juni
2015.
Midastra, I Wayan dan I Ketut Maruta. 2007. Widya Dharma Agama Hindu SMP kelas 7.
Jakarta: Ganeca Exact
Mudana, I Nengah dan I Gusti Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Okanila. 2004. Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Terdapat pada
http://okanila.brinkster.net/DataCetak.asp?ID=534. Diunduh pada 5 Juni 2015
Sudiatmika, I Wayan Adi. 2014. Patung dalam Agama Hindu. Terdapat pada
www.sudiatmika.web/2014/05/23/patung-dalam-agama-hindu/. Diunduh pada 5
Juni 2015
Titib, I Made. 1994. Ketuhanan dalam Weda. Jakarta: Manik Geni
Viresvarananda, Swami. 2004. Pengetahuan tentang Ketuhanan. Surabaya: Paramita

MAKALAH AGAMA HINDU

TRI GUNA SEBAGAI PEDOMAN


BERTINGKAH LAKU

Oleh :

Dosen Pengampu

: Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.

DISUSUN OLEH
(KELAS IIA)
I Kadek Agustian Bayu Atmajaya

1413021024

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul Tri Guna Sebagai
Pedoman Bertingkah Laku dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, penulis mengucapkan
terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta
dukungan materiil kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang
tulisannya dikutip sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Om Santih, Santih ,Santih, Om

Singaraja, Juni 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ......................................................................

ii

DAFTAR ISI ....................................................................................

iii

DOA PEMBUKA .....

iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................

1.2 Rumusan Masalah ................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................

1.4 Manfaat Penulisan ...............................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengetahuan Tentang Tri Guna...................................................

2.2 Tri Guna serta Bagian-bagiannya................................................

2.3 Implementasi Ajaran Tri Guna....................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan .................................................................................

14

3.2 Saran .......................................................................................

15

DOA PENUTUP .......

16

DAFTAR PUSTAKA

iii

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha

Ya Tuhan semoga atas perkenaan-Mu,


tiada suatu halangan bagi hamba memulai pekerjaan ini
dan semoga berhasil dengan baik.

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakaang


Agama Hindu dengan ajarannya yang luas sehingga mampu
menyentuh aspek kehidupan manusia. Manusia merupakan makhluk
monodualis (jasmaniah dan rohaniah), juga merupakan makhluk sosial yang
selalu cenderung untuk berkumpul, hidup dalam kelompok, serta

hidup

bermasyarakat maka saat berperilaku hendaknya tidak melupakan akan


penerapan tuntunan dharma.
Bhagavad-gita Bab XIV tentang Guna Traya Vibhaga Yoga, Sri Krsna
menjelaskan bahwa Dia-lah yang memberi benih kehidupan semua makhluk
hidup yang tubuhnya tersusun dari unsur-unsur material. Alam material terdiri
dari 3 sifat (Tri Guna) yaitu sattvam, rajas, tamas. Ketiga sifat ini ada dalam
diri setiap manusia, tetapi akan ada satu yang lebih menonjol dibandingkan
yang lainnya. Sifat yang berkuasa dalam diri seseorang tersebut, ketika ia
meninggal menentukan kehidupannya nanti setelah kematian (Darmayasa,
2014).
Kesempatan dalam kehidupan ini yang mendapatkan pengaruh dari Tri
Guna dapat menjadi dasar untuk merubah segala perilaku ke arah yang lebih
baik dengan selalu mengutamakan sifat sattvam. Sifat rajas dan tamas
dipergunakan dalam situasi dan kondisi yang tepat. Dengan segala tindakan
yang dipengaruhi oleh nafsu dan kebodohan/kemalasan dapat diminimalkan
sehingga dapat mengurangi kerugian terhadap manusia dan segala ciptaan
Tuhan.
Bila dapat melampaui ketiga sifat alam itu (Tri Guna), maka akan
terbebas dari kelahiran, kematian, usia tua, dan duka cita atau dengan kata lain
akan terwujudnya tujuan dari ajaran Hindu yaitu mencapai kebebasan
(moksa). Latar belakang tersebut membuat penulis tertarik untuk mengkaji dan
menjelaskan lebih mendalam mengenai ajaran Tri Guna yang dibahas dalam
Bhagavad-gita Bab XIV tentang Guna Traya Vibhaga Yoga.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana pengetahuan tentang Tri Guna?
1.2.2 Bagaimana tentang ajaran Tri Guna serta bagian-bagiannya?
1.2.3 Bagaimana implementasi ajaran Tri Guna dalam kehidupan sehari-hari?
1.3 Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Menjelaskan pengetahuan tentang Tri Guna.
1.3.2 Menjelaskan ajaran Tri Guna serta bagian-bagiannya.
1.3.3 Menjelaskan implementasi ajaran Tri Guna dalam kehidupan seharihari.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan makalah yang berjudul
Tri Guna Sebagai Pedoman Bertingkah Laku adalah:
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini bermanfaat untuk melatih dan menambah
pengalaman penulis dalam menyusun makalah Agama Hindu dengan baik
dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Melalui makalah ini penulis
juga dapat memperoleh pengetahuan baru dalam Bhagavad-gita Bab XIV
tentang Guna Traya Vibhaga Yoga. Selain itu, makalah ini juga dapat
dijadikan bahan evaluasi pembuatan makalah-makalah selanjutnya, agar
menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
konsep ajaran Tri Guna berdasarkan Bhagavad-gita Bab XIV tentang
Guna Traya Vibhaga Yoga beserta implementasinya yang dapat dijadikan
pedoman dalam kehidupan ini agar mampu menjalani kehidupan sesuai
dengan ajaran dharma.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengetahuan tentang Tri Guna


Sri Krsna bersabda,
param bhuyah pravaksyami
jnananam jnanam uttamam
yaj jnatva munayah sarve
param siddhim ito gatah
(Bhagavad-gita XIV. 1)
Artinya: Aku akan menyampaikan lagi tentang hal yang tertinggi,
pengetahuan yang paling utama di antara semua pengetahuan suci. Sesudah
memahaminya dengan baik, orang-orang suci setingkat para resi muni
mencapai kesempurnaan yang tertinggi di dunia ini.
Maka dapat dimaknai pengetahuan (tentang Tri Guna) ini adalah yang
paling utama dari semua pengetahuan suci (Veda), dengan menginsyafi dan
mempraktikkan pengetahuan ini orang suci di masa lalu dapat mencapai
kesempurnaan hidup (NarayanaSmrti, 2009).
Karena itu, Sri Krsna berkata lebih lanjut,
idam jnanam upasritya
mama sadharmyam agatah
sarge pi nopajayante
pralaye na vyathanti ca
(Bhagavad-gita XIV. 2)
Artinya: Berlindung pada pengetahuan suci ini, orang-orang akan mencapai
kesamaan sifat-sifat rohani-Ku, (karena itu) mereka tidak akan dilahirkan pada
saat penciptaan dan juga tidak akan termusnahkan pada saat terjadi peleburan
alam.
Kedua sloka yang terdapat dalam Bhagavad-gita Bab XIV tentang
Guna Traya Vibhaga Yoga tersebut menyatakan bahwa pengetahuan Tri Guna
ini adalah pondasi pengetahuan Veda, (Saputra, 2015) sebab:

1. Penderitaan saya dan anda di dunia fana ini adalah karena kita diikat oleh
ketiga sifat alam tersebut.
2. Dengan lepas dari ikatan Tri Guna, kita bisa kembali pada kedudukan
dasar sebagai abdi/pelayan Tuhan di dunia rohani dan tinggal disana dalam
hubungan

bhakti

(cinta-kasih)

timbal

balik

selamanya

yang

membahagiakan dengan Beliau.


2.2 Tri Guna serta Bagian-bagiannya
Tri Guna berasal dari kata Tri yang artinya tiga dan Guna yang artinya
tali. Jadi Tri Guna berarti tiga tali pengikat yaitu sattvam, rajas, dan tamas.
Ketiga tali ini mengikat segala makhluk sehingga mereka betah tinggal di
alam material (Antoni, 2014)
Secara umum Tri Guna berari tiga sifat, suasana, atau keadaan alam
material yang mengikat segala makhluk sehingga mereka merasa nyaman
tinggal di dunia fana. Dalam hubungan ini Sri Krsna bersabda,
sattvam rajas tama iti
gunah prakti-sambhavah
nibadhnanti maha-baho
dehe dehinam avyayam
(Bhagavad-gita XIV. 5)
Artinya: Wahai Arjuna yang berlengan perkasa, sifat kebaikan, sifat
kenafsuan, dan sifat kebodohan, ketiga sifat alam itu yang muncul dari alam
material adalah bersifat kekal abadi. Ketiga sifat alam ini mengikat sang roh di
dalam badan jasmani.
Kata mengikat dalam sloka tersebut berarti mengkhayalkan,
menggelapkan, menyebabkan lupa, menyesatkan, membingungkan, dan
menipu (NarayanaSmrti, 2009). Sebab, dengan diikat oleh Tri Guna, maka:
1. Sang makhluk lupa pada hakikat dirinya sebagai jiwa rohani-abadi dan
menganggap badan jasmani yang dihuni/dipakai/dikendarainya sebagai
dirinya sendiri.
2. Sang makhluk hidup (jiwa) menganggap dirinya produk alam material dan
alam material adalah tempat tinggalnya sejati.

Sesuai dengan Bhagavad-gita XIV sloka 6 8, yang berbunyi:


tatra sattvam nirmalatvat
prakasakam anamayam
sukha-sangena badhanati
jnana-sangena canagha
(Bhagavad-gita XIV. 6)
Artinya: Wahai Arjuna yang tidak berdosa, dari ketiganya, sifat kebaikan
adalah yang paling utama. Oleh karena itu ia bersifat sangat suci, tenang,
damai, dan menerangi semua, maka ia mengikat makhluk hidup dengan
keterikatan ilmu pengetahuan dan ikatan-ikatan kesenangan lainnya.
rajo ragatmakam viddhi
trsna-sanga-samudbhavam
tan nibadhnati kaunteya
karma-sangena dehinam
(Bhagavad-gita XIV. 7)
Artinya: Wahai Arjuna, ketahuilah bahwa sifat kenafsuan yang menjadi
sebab dari timbulnya keinginan dan keterikatan adalah wujud hasrat yang
sangat keras. Ia mengikat sang roh melalui keterikatan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan demi mendapatkan pahala.
tamas tv ajnana-jam viddhi
mohanam sarva-dehinam
pramadalasya-nidrabhis
tan nibadhnati bharata
(Bhagavad-gita XIV. 8)
Artinya: Wahai Arjuna, ketahuilah bahwa sifat kegelapan, berasal dari
kebodohan yang menyebabkan semua makhluk hidup tertutupi oleh khayalan.
Melalui kebanggaan, tidur dan kemalasan, sifat kegelapan itu mengikat sang
roh di dalam badan jasmani.
Sloka-sloka tersebut dapat menjelaskan bagian-bagian dari Tri Guna,
yaitu: sattvam, rajas, dan tamas. Sifat sattvam (kebaikan) menyucikan diri
seseorang (dengan berbagai perbuatan bajik), melahirkan pengetahuan dan

kesenangan, tetapi pengetahuan dan kesenangan itu mengikat pula sang


makhluk hidup di alam fana. Sifat rajas (kenafsuan) melahirkan bermacammacam

keinginan,

memaksa

makhluk

hidup

bekerja

pamerih

dan

menyebabkan dirinya amat terikat pada hasil kerja (yang pasti megakibatkan
lahir lagi ke dunia fana). Sifat tamas menyebabkan sang makhluk hidup
mengkhayal, berpikir tidak waras, malas, dan banyak tidur (sehingga bisa
merosot ke dalam kehidupan yang lebih rendah dalam kelahiran berikutnya).
Ketiga Guna (Tri Guna) ini selalu bersama dan tidak pernah terpisah
satu sama lain, tidak hanya salah satu yang membangun benda-benda di dunia
ini. Kerja sama ketiga Guna (Tri Guna) itu dibagaikan minyak, sumbu, dan api
yang bersama-sama menghasilkan cahaya, walaupun masing-masing elemen
itu berbeda-beda yang sifatnya bertentangan.
Namun dikatakan bahwa ketiga unsur Tri Guna tersebut selalu
bergejolak dan berusaha mengatasai satu dengan yang lain agar menjadi yang
paling dominan (dalam Bhagavad-gita XIV.10):
rajas tamas cabhibhuya
sattvam bhavati bharata
rajah sattvam tamas caiva
tamah sattvam rajas tatha
Artinya: Wahai Arjuna, kadang-kadang sifat-sifat kebaikan lebih menonjol
dan mengatasi sifat kenafsuan dan kegelapan. Kadang-kadang sifat kenafsuan
yang muncul mengatasi sifat kebaikan dan sifat kegelapan. Demikian pula
kadang-kadang sifat kegelapan mengatasi sifat kebaikan dan kenafsuan.
Bila dibiarkan salah satu dari unsur Tri Guna tersebut menonjol dan
mengatasi unsur yang lainnya. Maka juga akan mempengaruhi kelahiran
berikutnya (punarbawa), seperti yang dibahas dalam Bhagavad-gita XIV
sloka 14 dan 15:
yada sattve pravrddhe tu
pralayam yati deha-bhrt
tadottama-vidam lokan
amalan pratipadyate
(Bhagavad-gita XIV. 14)

Artinya: Ketika sifat-sifat kebaikan yang berkembang, dan jika pada saat itu
orang mengalami kematian, maka sang roh akan mencapai alam-alam tempat
para resi mulia yang suci tanpa cela.
rajasi pralayam gatva
karma-sangisu jayate
tatha pralinas tamasi
mudha-yonisu jayate
(Bhagavad-gita XIV. 15)
Artinya: Jika seseorang meninggal saat dikuasi oleh sifat nafsu, maka ia akan
lahir dalam lingkungan orang-orang yang selalu sibuk dalam bekerja demi
pahala, sedangkan orang yang meninggal dalam sifat kegelapan akan lahir
dalam kelahiran-kelahiran kebodohan.
Guna atau karakter dari kehidupan yang lampau dibawa juga jika
seseorang lahir ke dunia (Cudamani, 1991). Jika waktu hidupnya yang lampau
dia adalah seorang pelukis, maka setelah lahir ke dunia, sedikit saja ada orang
membimbing dan memberi kesempatan melukis ia akan cepat menjadi pelukis
ulung. Dalam ilmu pengetahuan, Guna itu tidak lain dari bakat. Bakat timbul
adalah hasil dari pengalaman.
Ciri-ciri orang yang telah terlepas dari Tri Guna adalah sebagai berikut
(NarayanaSmrti, 2009):
1. Dia tidak membenci pencerahan spiritual, kemelekatan (pada hal-hal
material) ataupun khayalan ketika hal-hal itu datang kepadanya. Juga dia
tidak menginginkannya jika hal-hal itu lenyap (tidak ada).
2. Dia tetap tenang tanpa rasa keprihatinan apapun, sebab dia berada di luar
pengaruh unsur-unsur Tri Guna.
3. Dia hidup mantap (dalam keadaan apapun), sebab dia sadar bahwa hanya
unsur-unsur Tri Guna itu saja yang aktif.
4. Dia merasakan suasana yang senang dan susah yang sama saja, menerima
cacian dan pujian dengan sikap sama, melihat segumpal tanah, sebuah
batu, dan sekeping emas dengan pandangan dan perasaan sama.
5. Dia memperlakukan sahabat ataupun musuh dengan cara yang sama dan
bebas dari segala kegiatan pamerih apapun.

2.3 Implementasi Ajaran Tri Guna


Perilaku seseorang akan ditentukan oleh intensitas pengaruh salah satu
dari unsur Tri Guna itu. Bila unsur sattvam yang menguasai pikiran seseorang
maka orang itu akan menjadi pribadi yang bijaksana, mengetahui tentang
benar dan salah, hormat dan sopan, luruh hati dan kasih sayang, suka
membantu orang menderita, setia dan bhakti, serta tidak mementikan diri
sendiri. Bila unsur rajas yang menguasai pikiran seseorang maka pribadinya
akan melekat karakter yang keras, suka mengagung-agungkan diri sendiri,
kurang belas kasihan, pemarah, angkuh, egois, lobha, kata-katanya
menyakitkan hati. Sedangkan unsur tamas yang menguasai pikiran, orang itu
akan menjadi pemalas, pengotor, suka makan, suka tidur, dungu, besar
birahinya, iri hati.
Ketiga Guna (Tri Guna) inilah yang menyebabkan manusia
mempunyai keinginan dan dari keinginan inilah maka timbul gerak. Orang
yang tidak memiliki ketiga Guna ini sama dengan batu, tidak akan punya
aktivitas. Dalam kisah Ramayana, Wibhisana sebagai simbul sattvam,
Rahwana sebagai simbul rajas, dan Kumbakarna sebagai simbul tamas.
Kumbakarna yang suka tidur dan makan baru mau berperang, setelah dicaci
dan dihina dahulu oleh Rahwana. Ini merupakan simbul bahwa tamas harus
ditundukkan oleh rajas. Akhirnya tamas dan rajas harus dikalahkan oleh
sattvam dalam cerita tersebut disimbulkan dengan Wibhisana diangkat
menjadi raja di Alengka, setelah Rahwana dan Kumbakarna gugur dalam
perang.
Selama hidup ini, selama itu Tri Guna sangat bermanfaat. Tanpa Tri
Guna manusia tidak mempunyai kemauan untuk bergerak. Bila diumpakan
hidup ini sebagai suatu perjalanan dengan membawa mobil, maka badan/tubuh
kita sebagai badan mobilnya, pedal gas melambangkan sifat rajas, pedal rem
ibarat tamas, dan stir kemudinya sebagai sattvam. Gas, rem, dan kemudi ini
memegang peranan yang penting. Bila rajas berkawan dengan sattvam tanpa
tamas, sama seperti mobil yang remnya blong, maka laju mobil tidak tertahan
dan kemudian tidak mampu untuk mengendalikannya. Bila tamas berkawan
dengan sattvam tanpa rajas, tidak ada suatu pekerjaan yang bisa dilakukan.

Dalam hal ini sulit membedakan antara orang malas dengan orang sadhu,
karena sama-sama tidak bekerja. Bila tamas berkawan dengan rajas tanpa
sattvam, sama seperti mobil yang berjalan tanpa tujuan. Ibarat melakukan
pekerjaan yang berbahaya dengan tidak bertanggung jawab. Bila kita sudah
sampai di tempat tujuan, maka gas, rem, dan kemudi, kita lepaskan dan mobil
pun kita tinggalkan.
Adapun pengaruh yang ditimbulkan dari Tri Guna dalam kehidupan ini
adalah:
Sifat sattvam, tentu memberikan pengaruh dalam meningkatkan budhi
pekerti (perilaku baik, luhur, dan mulia), dimana sifat sattvam sesuai dengan
bentuk, fungsi, dan maknanya adalah mengandung sifat kebaikan. Ini tentunya
semua akan dapat lebih memudahkan mengembangkan budhi pekerti yang
luhur. Sehingga dengan pengaruh sifat sattvam ini segala perilaku yang
berhubungan dengan budhi pekerti cepat terlaksana, karena dilihat dari
banyaknya kesamaan bentuk fungsi dan maknanya, yaitu sifat kebaikan untuk
mengembangkan perilaku yang baik. Usaha dalam pengembangan budhi
pekerti sifat yang didominasi oleh sattvam memiliki peluang paling besar.
Karena memang memiliki pesamaan-persamaan yang merupakan modal dalam
berperilaku mulia, dan dengan menggunakan kecerdasan yang ada.
Kecerdasan yang artinya kuat dalam menganalisis hal-hal yang
menurut pandangan sebenarnya, dan mengerti arti sang roh dan apa arti alam,
jnanam, memiliki pengetahuan rohani. Asammoha, kebebasan dari keraguraguan dan khayalan berangsur-angsur tapi pasti. Ksama, memaafkan
kesalahan kecil yang dilakukan orang lain. Satyam, kejujuran berarti
kenyataan harus disampaikan menurut kedudukan yang sebenarnya,untuk
memberikan manfaat kepada orang lain. Sama, mengekang pikiran untuk tidak
memikirkan yang tidak diperlukan. Sukam yaitu kesenangan dan kebahagiaan
untuk pengembangan pengetahuan rohani. Bhava, kelahiran dimengerti
sebagai hal yang berhubungan dengan badan. Ahimsa, tidak melakukan
kekerasan. Danam sifat kedermawanan.
Dengan demikian pengaruh sifat sattvam sangatlah mudah untuk dapat
mengembangkan dan meningkatkan tingkah laku kearah yang lebih baik.

Kelemahanya dari sifat kebaikan ini adalah masih mengikatkan diri terhadap
kebaikan semata, sehingga sering merasa puas dengan kebaikan saja inilah
yang menghambatnya untuk pencapaian pembebasan dari keterikatan (moksa).
Sifat rajas yang memiliki arti nafsu tentunya memberikan pengaruh
terhadap tingkah laku (budhi pekerti) dalam kehidupan ini, bila sifat nafsu
mendominasi, dimana sifat kebaikan dan kebodohan dikalahkan oleh sifat ini
maka memberi pengaruh terhadap keyakinan jelas dalam pengembangan
tingkah laku pasti menemukan konflik yang berakibat kehancuran. Disebutkan
rasa tidak pernah puas oleh apa yang telah didapat dalam hal kenikmatan
material.
Dalam berperilaku seperti ini, maka segala perbuatan itu pasti
menimbulkan kekacauan. Karena terjadi kekeliruan arah, pemaksaan
kehendak sesuka hati, terus-menerus yang berlebihan, sehingga rasa bangga
berlebihan akan hasilnya melupakan penderitaan orang lain. Perilaku seperti
ini tentu menimbulkan keonaran, keributan, kekacauan bahkan kerusakan
terhadap sesama, lingkungan dan ciptaan yang lainnya.
Oleh karena sifat ini memiliki bentuk, fungsi, dan makna dalam
melakukan sesuatu tidak memperhitungkan baik-buruk yang akan dilakukan.
Rajas sifat nafsu, aktif, keras, serakah dan sejenisnya dari rajas timbullah
kerakusan yang semakin aktif, kesibukan untuk untuk kepentingan pribadi,
makin rakus dan makin serakah (bingung oleh berbagai pikiran/keinginan)
bahkan keyakinan baikpun jika dipengaruhi oleh sifat ini akan sering goyah
atau tidak mantap, sehingga dalam berperilaku sering terlibat dalam jaringan
keonaran, tersesat menyimpang semakin jauh dari dharma.
Ketika rajas semakin dominan, kecenderungan atau tingkah laku
manusia, seperti halnya semakin nafsu, lobha, semakin sombong, sifat-sifat
yang burukpun semakin hebat, karena memuaskan nafsu seperti api disiram
bensin perilaku akan semakin takabur. Semakin sombong, semakin bengis,
seperti disebutkan sifat-sifat keraksasaan sifat egoistis dan angkuh serta
memandang dirinya yang paling hebat. Contohnya: Aku adalah raja dan aku
yang paling berhak menikmatinya, aku adalah paling sempurna dan berkuasa,

10

sifat-sifat keraksasaan akan mempererat belenggu duniawi dan akan


menjerumuskannya ke dalam neraka.
Berperilaku dengan keyakinan sifat tamas, haruslah dapat dikendalikan
dengan konsep desa kala patra, dimana keyakinan yang dapat dipengaruhi
oleh suatu sifat tamas yang ada tidak dapat dihindari oleh siapapun, maka
haruslah diketahui sifat ini adalah sifat kebodohan, lambat, kegelapan dan
hendaknya jangan dibiarkan tumbuh subur terhadap perilaku karena akan
berdampak tidak saja kepada sipelaku juga dapat berakibat terhadap mahluk
lainnya.
Makna dari sifat-sifat ini tentunya akan sangat berbeda-beda, karena
dari masing-masing sifat dalam tingkat keyakinan dalam melaksanakan
sesuatunya tentu akan berbeda sesuai dengan sifat-sifat yang memberi
pengaruh. Adapun dari sifat-sifat ini yang merupakan kandungan-kandungan
yang dimuat oleh masing masing sifat tersebut, maka untuk mewujudkan
keyakinan dalam berperilaku sehingga dapat dengan mudah melakukan
sesuatu identifikasi sesuai dengan maksud dan tujuannya, dapat dijelaskan
sebagai berikut tamas berarti : malas, lamban, kegelapan, bodoh, dan
sejenisnya (avidya).
Keberadaan ketiga sifat-sifat yang telah diberikan oleh Ida Hyang
Widhi Wasa tentu merupakan sebuah anugrah menjadi renungan yang patut
disyukuri yang dapat menjadi pedoman dan sekaligus untuk diterapkan sesuai
dengan kebutuhan agar mencapai tujuan dalam kehidupan ini, adapun caranya
dengan memanfaatkan mengikuti kata hati yang baik (berlandaskan dharma)
yang tidak dapat dibohongi dalam keyakinan. Kebenaran hanya ada dalam
kenyataan, karena kenyataan adalah yang sesungguhnya.
Guna itu berada dalam pikiran. Pikiran mempunyai dua medan yaitu:
pertama adalah medan kesadaran di mana orang bisa ingat akan sesuatu yang
disampaikan oleh panca indera. Kedua adalah medan bawah sadar di mana
orang tidak lagi ingat terhadapa kejadian yang pernah dialami.
Orang suci, dalam pikiran bawah sadarnya mempunyai simpanansimpanan karma-karma yang baik, jika menghadapi suatu masalah akan
menanggapi masalah itu dengan pengalaman baiknya yang lampau, sehingga

11

yang ditanggapi hanya baik-baiknya saja sedangkan buruk-buruknya ditolak


(Cudamani, 1991). Contohnya: Bhagavan Drona bertanya kepada Duryodana,
dari semua raja-raja yang hadir ini, siapakah menurutmu raja yang baik?.
Duryodana menjawab: Guru semua raja-raja ini tidak baik, raja Mithila tidak
pandai melepaskan panah, Raja Magadha tidak pandai naik kuda, Raja Kasi
tidak bisa memerintah, dan sebagainya. Sesudah itu Bhagavan Drona
melemparkan pertanyaan yang sama kepada Yudistira, dan Yudistira
menjawabnya: Guru semua raja-raja ini sungguh hebat, Raja Mithila sungguh
bijaksana dalam memerintah, Raja Magadha sungguh adil dalam mengambil
keputusan, Raja Kasi sungguh hebat dan perwira dalam pertempuran. Dari
jawaban Duryodana dan Yudistira ini dapatlah kita mengerti bahwa reaksi
Guna masing-masing

menunjukkan perbedaan yang jelas. Yudistira

berkarakter baik hanya melihat baik-baiknya saja dari semua raja itu,
sedangkan Duryodana hanya melihat kekurangan/ketidakbaikannya saja.
Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat juga bahwa orang suka
membicarakan kejelekan orang lain dapat dipastikan orang tersebut
berkarakter (Guna) tidak baik. Duryodana dalam hal ini simbul orang
mempunyai guna rajas, sedangkan Yudistira adalah orang mempunyai guna
sattvam.
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat sattvam dalam
mengembangkan perilaku

yang

mulia

adalah dengan

meningkatkan

pelaksanaan-pelaksanaan ajaran dharma secara intensif melalui pelatihan


kerohanian terus menerus yang berkaitan dengan mengatasi sifat rajas dan
sifat tamas yaitu :
1. Melasanakan Pengendalian diri dengan jalan melakukan : Tapa
(pengendalian diri), Brata (berpantang), Yoga (menghubungkan atman
dengan brahman) dan samadhi (meditasi). Ataupun secara sederhana
dilakukan dengan JPP, yiatu Japa, Puasa, dan Punia.
2. Menerapkan Tat Twam Asi berarti Dikau itu, semua mahluk adalah
Engkau.
3. Melaksanakan Penyucian pikiran, perkataan dan perbuatan (Tri Kaya
Parisudha).

12

4. Mengembangkan cinta kasih yang universal, kasih sayang sesama untuk


menolong mahluk lain dari kesusahan, menimbulkan rasa simpati dan
ramah tamah, mawas diri. (Catur Paramita).

13

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat penulis simpulkan
beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1. Pengetahuan (tentang Tri Guna) ini adalah yang paling utama dari semua
pengetahuan suci (Veda), dengan menginsyafi dan mempraktikkan
pengetahuan ini orang suci di masa lalu dapat mencapai kesempurnaan
hidup.
2. Tri Guna berasal dari kata Tri yang artinya tiga dan Guna yang artinya
tali. Jadi Tri Guna berarti tiga tali pengikat yaitu sattvam, rajas, dan
tamas. Ketiga tali ini mengikat segala makhluk sehingga mereka betah
tinggal di alam material. Ketiga Guna (Tri Guna) ini selalu bersama dan
tidak pernah terpisah satu sama lain, tidak hanya salah satu yang
membangun benda-benda di dunia ini. Kerja sama ketiga Guna (Tri Guna)
itu dibagaikan minyak, sumbu, dan api yang bersama-sama menghasilkan
cahaya, walaupun masing-masing elemen itu berbeda-beda yang sifatnya
bertentangan.
3. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat sattvam dalam
mengembangkan perilaku yang mulia adalah dengan meningkatkan
pelaksanaan-pelaksanaan ajaran dharma secara intensif melalui pelatihan
kerohanian terus menerus yang berkaitan dengan mengatasi sifat rajas dan
sifat tamas yaitu :

Melasanakan Pengendalian diri dengan jalan melakukan: Tapa


(pengendalian diri), Brata (berpantang), Yoga (menghubungkan atman
dengan brahman) dan samadhi (meditasi). Ataupun secara sederhana
dilakukan dengan JPP, yiatu Japa, Puasa, dan Punia.

Menerapkan Tat Twam Asi berarti Dikau itu, semua mahluk adalah
Engkau.

Melaksanakan Penyucian pikiran, perkataan dan perbuatan (Tri Kaya


Parisudha).

14

Mengembangkan cinta kasih yang universal, kasih sayang sesama


untuk menolong mahluk lain dari kesusahan, menimbulkan rasa
simpati dan ramah tamah, mawas diri. (Catur Paramita).

3.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan sebaiknya umat
Hindu memahami isi Bhagavad-gita secara umum dan khususnya untuk
Bhagavad-gita Bab XIV tentang Guna Traya Vibahaga Yoga agar mampu
merubah segala perilaku ke arah yang lebih baik dengan selalu mengutamakan
sifat sattvam. Sifat rajas dan tamas dipergunakan dalam situasi dan kondisi
yang tepat. Dengan segala tindakan yang dipengaruhi oleh nafsu dan
kebodohan/kemalasan dapat diminimalkan sehingga dapat mengurangi
kerugian terhadap manusia dan segala ciptaan Tuhan.

15

DOA PENUTUP

Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah


Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya
Prasidhantam

Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah


Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya, hanya
atas anugrah-Mu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik

Om Santih, Santih, Santih, Om.

16

DAFTAR PUSTAKA

Antoni,

M.

2014.

Tri

Guna,

Tiga

Sifat

Alam

Material.

Dalam

http://www.dpkperadahbanyuwangi.web.id/2014/10/tri-guna-tiga-sifatalam-material.html. Diakses 3 Juni 2015.


Cudamani. 1991. Pengantar Agama Hindu Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Hanuman Sakti.
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam.
NarayanaSmrti. 2009. Tri Guna (Tiga Sifat Alam Material). Dalam
http://narayanasmrti.com/2009/09/tri-guna-tiga-sifat-alam-material/.
Diakses 3 Juni 2015.
Saputra, V. 2015. Tri Guna. Dalam https://www.scribd.com/doc/226682451/TRIGUNA. Diakses 4 Juni 2015.

Agama Hindu
Bhakti dalam Kesadaran Tuhan

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.
Oleh :
Ni Kadek Heny Seprina Dewi

1413021026

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015
i

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha

Ya Tuhan semoga atas perkenaan-Mu,


tiada suatu halangan bagi hamba memulai pekerjaan ini
dan semoga berhasil dengan baik.

ii

KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Bhakti dalam Kesadaran
Tuhan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain untuk
memenuhi salah satu dari kewajiban mata kuliah Agama Hindu serta merupakan bentuk
langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
I Wayan Santyasa, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
membimbing dalam pemberian tugas ini serta kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari
tulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, serta kesempurnaan hanya milik Tuhan
Yang Maha Esa sehingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai acuan evaluasi diri.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
seluruh mahasiswa-mahasiswi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

Singaraja, 5 Juni 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................

DOA ...................................................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................................

iii

DAFTAR ISI......................................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................................

1.4 Manfaat Penulisan .........................................................................................................

1.5 Metode Penulisan ..........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................

2.1 Pengertian Bhakti ..........................................................................................................

2.2 Keterkaitan Bhakti dalam Perspektif Agama Hindu .....................................................

2.3 Bhakti dalam Kesadaran Tuhan ....................................................................................

2.4 Implementasi Bhakti dalam Kesadaran Tuhan .............................................................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................

14

3.1 Simpulan .......................................................................................................................

14

3.2 Saran .............................................................................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA
iv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tuhan adalah Esa (Eka) maha kuasa dan maha ada, yang menjadi sumber dari segala
yang ada. Mempelajari ketuhanan merupakan hal yang amat penting dan perlu, karena
dengan mengenal tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) secara tepat dan baik dinyatakan
sebagai jalan yang dapat mengantar manusia kepada jalan kesempurnaan menuju moksa.
Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) memiliki delapan sifat kemahakuasaan yang disebut
Asta Iswarya dan digambarkan dalam bentuk Padma Asta Dala yang artinya teratai
berdaun delapan. Disamping Asta Iswarya atau delapan sifat kemahakuasaan Tuhan, ada
pula yang disebut Cadhu Sakti artinya empat kekuatan atau kemahakuasaan Tuhan, yang
terdiri dari Prabhu sakti, Wibhu sakti, Jnana sakti, dan Kriya sakti. Tuhan sebagai maha
pencipta, salah satu ciptaannya adalah manusia.
Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang paling tinggi derajatnya, hal ini
dikarenakan manusia memiliki bayu, sabda, dan idep. Namun, manusia juga terlahir
dengan segala keterbatasan, kegelapan dan kekurangan yang dimilikinya. Menjelma
menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama sebabnya demikian karena ia dapat
menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan
berbuat baik demikianlah keuntungannya dapat menjelma sebagai manusia. Tujuan
manusia lahir ke bumi adalah untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik, salah satu
cara mendekatkan diri dengan Tuhan adalah dengan jalan berbakti yang tulus ikhlas.
Kitab suci Agama Hindu menjelaskan ada empat jalan menuju tuhan yang disebut
dengan Catur Marga Yoga yakni bakti marga yoga, karma marga yoga, jnana marga yoga,
dan raja marga yoga. Berbakti yang tulus ikhlas salah satu contohnya adalah bekerja yang
didasari atas kesadaran yang tinggi, karena bekerja dengan kesadaran yang tinggi lebih
mulia dibandingkan dengan berkerja yang hanya mementingkan hasil. Kurangnya
kesadaran terhadap tuhan menyebabkan manusia menjadi goyah, tidak memiliki tujuan
hidup, dan memiliki keragu-raguan yang tinggi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis merasa perlu mengangkat judul Bakti


dalam Kesadaran Tuhan, sebagai motivasi dalam berbakti kepada tuhan secara tulus
ikhlas.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat kami rumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan kali ini yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Apakah pengertian bhakti?
1.2.2 Bagaimana keterkaitan bhakti dalam perspektif agama Hindu?
1.2.3 Bagaimana bhakti dalam kesadaran Tuhan?
1.2.4 Bagaimana implementasi bhakti dalam kesadaran Tuhan?

1.3

Tujuan Penulis
Adapun tujuan dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian bhakti.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan bhakti dalam perspektif agama Hindu.
1.3.3 Untuk mengetahui bhakti dalam kesadaran Tuhan.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana implementasi bhakti dalam kesadaran Tuhan.

1.4

Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Memperoleh pengetahuan tentang pengertian bhakti.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan tentang keterkaitan bhakti dalam perspektif agama
Hindu.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan tentang bhakti dalam kesadaran Tuhan.
1.4.4 Memperoleh pengetahuan tentang implementasi bhakti dalam kesadaran Tuhan.

1.5

Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan kali ini adalah metode kajian pustaka. Di mana
penulis mengumpulkan literatur-literatur dari buku-buku maupun dari internet yang
berhubungan dengan masalah yang kami angkat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bhakti
Bhakti memiliki makna setia, kasih, dan tunduk (Setiawan, 2012). Bhakti di bagi
menjadi beberapa cirri-ciri yaitu:
1) Dari segi kepasrahan
2) Dari segi sikap badan atau tubuh
3) Bhakti ditinjau dari teknik dan sikap mental
4) Bhakti ditinjau dari sarana yang digunakan.
2.2 Keterkaitan Bhakti dalam Perspektif Agama Hindu
Istilah bhakti memiliki arti yang luas yaitu sujud, memuja, hormat, setia, taat, dan
kasih sayiang. Bhakti juga merupakan suatu jalan dalam bentuk melakukan sujud dan
pemujaan serta memperhambakan diri secara setia kehadapan Hyang Widhi (Winawan,
2002). Rasa bhakti ini juga di wujudkan dengan jalan menghormati dan menyayangi sesama
ciptaan beliau dan orang yang menempuh jalan bhakti di sebut bhakta.

Jalan untuk

mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, agama hindu memberikan kebebasan
kepada umat-Nya untuk menempuh berbagai jalan yang dirasakan cocok oleh pribadi yang
bersangkutan. Terdapat empat cara atau jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang disebut dengan Catur Marga (Mudana dan Dwaja, 2014). Catur
marga terdiri dari empat bagian yaitu:
1) Bhakti Marga Yoga
Bhakti marga yoga yaitu berbhakti dengan cara melakukan persembahan atau sujud
bhakti. Bhakti dibagi menjadi dua yaitu Para Bhakti dan Apara Bhakti. Para bhakti
artinya cara berbakti kepada Hyang Widhi yang utama, sedangkan Apara bhakti artinya
cara berbakti kepada Hyang Widhi yang tudak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh
bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang

saja. Para bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran
rohaninya tinggi.
Ciri-ciri bhakti yang melaksanakan apara bhakti antara lain banyak terlibat dalam ritual
( upacara Panca Yadnya) serta menggunakan berbagai simbol (niyasa), sedangkan ciriciri bhakti yang melaksanakan para bhakti antara lain sedikit terlibat dalam ritual tetapi
banyak mempelajari Tattwa agama dan kuat atau berdisiplin dalam melaksanakan
ajaran-ajaran agama sehingga dapat mewujudkan Trikaya Parisudha dengan baik di
mana Kayika (perbuatan), Wacika (ucapan), dan Manacika (pikiran) selalu terkendali
dan berada pada jalur dharma. Bhakti yang seperti ini banyak melakukan Drwya
Yadnya (berdana punia), Jnana Yadnya (belajar-mengajar), dan Tapa Yadnya
(pengendalian diri).
2) Jnana Marga Yoga
Jnana marga yoga merupakan jalan pengetahuan. Moksa (tujuan tertinggi manusia
berupa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa) dicapai melalui pengetahuan tentang
Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Jnana bukan hanya pengetahuan kecerdasan
mendengarkan atau membenarkan, bukan hanya persetujuan kecerdasan tetapi realisasi
langsung dari kesatuan atau penyatuan dengan yang tertinggi yang merupakan
paravidya. Pelajar jnana yoga pertama-tama melengkapi dirinya dengan tiga cara yaitu:
Pembedaan (viveka), Ketidakterikatan (vairagya), Kebajikan.
3) Karma Marga Yoga
Karma yoga adalah jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian menuju
Tuhan melalui kerja tanpa pamrih. Karma yoga mengajarkan bagaimana bekerja demi
kerja itu, yaitu tiadanya keterikatan. Bagi seorang Karmayogin, kerja adalah pemujaan,
sehingga setiap pekerjaan dialihkan menjadi suatu pemujaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Seorang Karmayogin tidak terikat oleh karma (hukum sebab akibat), karena ia
mempersembahkan buah perbuatannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4) Raja Marga Yoga
Raja yoga adalah jalan yang membawa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
melalui pengekangan diri dan pengendalian diri. Seseorang yang melaksanakan ajaran
Raja Marga Yoga disebut dengan yogi. Yogi berkonsentrasi pada cakra-cakra, pikiran,
4

matahari, bintang, unsure-unsur alam semesta dan sebagainya sehingga mencapai


pengetahuan supra manusia dan memperoleh penguasaan atas unsure-unsur tersebut.
Daya konsentrasi hanya kunci untuk membuka rumah tempat penyimpanan kekayaan
pengetahuan. Konsentrasi tidak dapat muncul dalam waktu seminggu atau sebulan,
karena ia memerlukan waktu.
2.3 Bhakti dalam Kesadaran Tuhan
Bhakti dalam kesadaran tuhan merupakan salah satu cara atau jalan untuk
menghubungan diri dengan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Dengan menekuni
kesadaran tuhan, manusia dapat dengan mudah mengenali identitas rohaninya, dan dapat
mengerti tentang Tuhan Yang Maha Esa melalui cara bhakti. Apabila seseorang sudah
mantap dalam bhakti, ia mencapai kedudukan rohani, dan memenuhi syarat untuk
merasakan adanya tuhan didalam lingkunagan kegaiatan. Kedudukan khusus ini disebut
pembebasan dalam Yang Mahakuasa. Kedudukan khusus tersebut dapat dicapai hanya
dengan melalui latihan kebatinan atau yoga yang bernama astanga yoga. Astanga yoga
adalah proses yang terdiri dari delapan tahap yaitu: yama, niyama, asana, pranayama,
pratyahara, dharana, dhyana, dan Samadhi (Hadiwijono, 1984). Dengan berlatih yoga seperti
itu, manusia dapat mengendalikan indria-indria, menghindari obyek-obyek indria dari luar,
dan dengan demikian menyiapkan diri untuk pembebasan dalam Yang Mahakuasa, seperti
yang disebutkan dalam Bhagavad Gita V sloka 27-28 (Darmayasa, 2014):
Bhagavad Gita, V. 27-28
27. Sparsan krtva bahir bahyams
caksus cai van tare bhruvoh
pranapanau samau krtva
nasabhyantaracarinau
28. yatendriamanobuddhir
munir moksaparayanah
5

vigatecchabhayakrodho
yah sada mukta eva sah
Artinya:
Dengan menutup indria terhadap segala obyek indria dari luar, menjaga mata dan
penglihatan di pusatkan antara kedua alis mata, menghentikan nafaskeluar dan masuk
didalam lobang hidung, dan dengan cara demikian mengendalikan pikiran, indria-indria dan
kecerdasan, seorang rohaniwan yang bertujuan mencapai pembebasan menjadi bebas dari
keinginan, rasa takut dan amarah. Orang-orang yang selalu berada dalam keadaan demikian
pasti mencapai kebebasan.
Bhakti dalam kesadaran Tuhan dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu dengan
pengetahuan rohani dan bekerja dalam kesadaran Tuhan.
1) Pengetahuan rohani
Pengetahuan merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh manusia. Pengetahuan
selalu sangat dihargai. Pengetahuan dapat diperoleh dari orang yang sempurna
dalam kesadaran tuhan, oleh karena itu harus mampu mencari guru kerohanian
yang dapat dipercaya dan mempelajarai apa itu kesadaran Tuhan, sebab kesadaran
Tuhan akan menghilangkan segala kebodohan seperti matahari menghilangkan
kegelapan. Apabila orang sudah sempurna dalam pengetahuan menyerahkan diri
kepada tuhan sesudah dilahirkan berulang kali, atau apabila sudah mencapai
kesadaran tuhan segala sesuatu akan diungkapkan, seperti halnya segala sesuatu
diungkapkan oleh matahari pada waktu siang, seperti yang terdapat dalam
Bhagavad Gita V sloka 16.
Bhagavad Gita, V. 16
Jnanena tu tad ajnanam
yesam nasitam atmanah
tesam aditya-vaj jnanam
6

prakasayati tat param


Artinya:
Akan tetapi, mereka yang sudah membinasakan kebohongan itu dengan pegetahuan suci,
maka pengetahuan suci tersebut bagaikan matahari dengan sinarnya yang terang
benderang menyinari kebenaran tertinggi.
2) Bekerja dalam kesadaran Tuhan
Bekerja merupaka kodrat sebagai manusia. Bekerja dalam kesadaran Tuhan
diartikan sebagai bekerja dengan pengetahuan lengkap tentang Tuhan. Kesadaran
Tuhan secara langsung adalah bhakti yoga, sedangkan jnana yoga adalah jalan
menuju bhakti yoga. Manusia yang sadar akan Tuhan, sepenuhnya dapat
dikatakan sibuk dalam pekerjaan demi kesejahteraan semua makhluk hidup.
Manusia yang hanya sibuk melayani kesejahteraan jasmani masyarakat
sebenarnya tidak dapat menolong siapapun, sedangkan manusia yang sadar akan
tuhan dan tidak ragu-ragu tentang kemahakuasaan Tuhan akan mencapai
pembebasan dalam Yang Mahakuasa atau melepaskan diri dari ikatan, seperti
yang diungkapkan dalam:
Bhagavad Gita, V. 25
Labhante brahma-nirvanam
Rsayah ksina-kalmasah
China-dvaidha yatatmanah
Sarva-bhuta-hite ratah
Artinya:
Dia yang mengendalikan badan, pikiran dan indria-indrianya dengan baik, dia yang
selalu sibuk melakukan pelayanan demi kesejahteraan orang lain, dia yang segala
keraguan sudah hilang sepenuhnya, dia yang dosa-dosanya sudah terleburkan, para

Maharesi yang memiliki kesucian baik seperti itu mencapai Vaikuntha, tempat tinggal
tuhan yang kekal.
Tuhan tidak berat sebelah terhadap siapapun, segala sesuatu tergantung terhadap
pelaksanaan tugas dan kewajiban yang nyata dalam kesadaran Tuhan.
2.4 Implementasi Bhakti dalam Kesadaran Tuhan
1)

Pengetahuan rohani
a. Melakukan Dharma Tula
Dharma tula dapat diartikan dengan bertimbang, berdiskusi atau berembug atau
temu wicara tentang ajaran agama Hindu dan Dharma. Secara tradisional dharma
tula itu dilaksanakan berkaitan dengan dharma gita. Biasanya untuk memperoleh
pemahaman atau pengertian yang lebih jelas dari bagian-bagian dharma gita
yang mengandung ajaran falsafah. Biasanya seluruh peserta aktif berperan serta
memberikan ulasan atau membahas apa yang menjadi subyek pembicaraan.
Dalam pelaksanaan lebih jauh, dharma tula diharapkan tidak hanya menyertai
dharma gita melainkan pula diadakan secara mandiri melibatkan semua potensi
terutama generasi muda, menampilkan topik tertentu untuk kemudian dibahas
bersama atau dalam kelompok yang ada. Dharma tula dimaksudkan sebagai
metode pendalaman ajaran-ajaran agama Hindu. Kegiatan dharma tula sesuai
dengan tingkat umur remaja dan dewasa. Oleh karena itu melalui metode ini,
setiap peserta akan memeproleh kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
atau sebaliknya.
b. Melakukan Dharma Wacana
Dharma Wacana adalah methoda penerangan Agama Hindu yang disampaikan
pada setiap kesempatan Umat Hindu yang berkaitan dengan kegiatan
keagamaan. Kegiatan penerangan semacam ini dimasa lalu disebut Upanisada.
Terminologi Upanisada atau upanisad mengandung arti dan sifatnya yang
"Rahasyapadesa" dan merupakan bagian dari kitab Sruthi. Pada masa lalu ajaran
upanisad sering dihubungkan dengan "Pawisik" yakni ajaran rahasia yang
diberikan oleh seorang guru kerohanian kepada siswa atau muridnya dalam
8

jumlah yang sangat terbatas. Memberika Dharma Wacana bertujuan untuk


meningkatkan pengetahuan untuk penghayatan dan pengamalan kedalam rohani
umat serta mutu bhaktinya kepada Agama, masyarakat, bangsa dan negara dalam
rangka peningkatan dharma agama dan dharma Negara.
2)

Bhakti dalam kesadaran Tuhan


a. Berkarma tulus dan membantu
Berbuat ikhlas dan membantu dalam bahasa Bali Ngayah dan Matatulung,
merupakan suatu istilah yang ada di Bali dan identik dengan gotong royong.
Ngayah dapat dilakukan di pura-pura baik dalam hal upacara keagamaan seperti
odalan atau karya. Sedangkan matetulung ini bisa dilakukan anatarmanusia yang
mengadakan upacara keagamaan pula, seperti upacara pawiwahan, mecaru, tiga
bulanan, otonan, dan lain sebagainya. Sesuai dengan ajaran kitab suci agama
hindu, hendaknya dalam ngayah maupun matetulun, harus dilakukan dengan
tulus ikhlas tanpa memperdulikan imbalan yang didapat. Dengan demikian apa
yang sudah dilakukan dapat memberikan suatu manfaat dan pembelajaran.
Contohnya: ketika ada odalan di pura, maka yang harus dilakukan adalah ikut
ngayah, tanpa memperdulikan imbalan yang akan di dapat saat melakukan
ngayah dipura.
b. Berkarma yang baik
Berbuat baik atau berkarma yang baik hendaknya selalu kita lakukan. Dalam
agama Hindu ada slogan mengatakan Rame ing gawe sepi ing pamrih slogan
ini begitu melekat pada diri orang Hindu. Dengan banyak berbuat baik tanpa
berharap suatu balasan, niscaya manusia akan selalu mendapatkan karunia-Nya
tanpa pernah terpikirkan dan tanpa pernah kita sadari. Untuk melaksanakan
slogan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, tidaklah mudah untuk memulainya.
Sebagai makhluk ciptaan Brahman, sudah sepantasnya untuk mengetahui dan
menyadari bahwa sebagian dari hidup kita adalah untuk melayani. Berkarma
yang baik itu adalah suatu pelayanan. Setiap manusia akan bahagia apabila
sudah mampu membahagiakan orang lain. Hal ini tentu dibatasi oleh perbuatan
dharma. Slogan Tat Twam Asi adalah salah satu dasar untuk berkarma baik.
9

Engkau adalah akau dan akau adalah engkau. Suatu slogan yang sangat
sederhana untuk diucapkan, tapi memiliki arti yang sangat mendalam, baik
dalam arti pada keghidupan sosial umat dan juga sebagai diri sendiri yang
memiliki pertanggung jawaban karma langsung kepada brahma. Contohnya:
ketika ada orang yang memerlukan bantuan, maka yang harus dilakukan adalah
membantu orang tersebut sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dalam
menolong pun harus ikhlas tanpa memikirkan imbalan yang akan diberikan.
c. Ajaran Karmaphala
Karmaphala merupakan hasi dari suatu perbuatan yang dilakukan. Kita percaya
bahwa perbuatan yang baik (subha karma)membawa hasil yang baik dan
perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi jika
manusia berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya., demikian pula
sebaliknya yang berbuat buruk, pasti buruk pula yang akan diterimanya.
Karmaphala memberikan keyakinan untuk mengarahkan segala tingkah laku
agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita-cita yamg
luhurdan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk. Karmephala
menghantarkan roh (atma)

masuk surge atau masuk neraka. Bila dalam

hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah surga,
sebaliknya bila hidupnya selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang
akan diterima. Dalam pustaka-pustaka dan ceritera-ceritera keagamaan
dijelaskan bahwa surge artinya alam atas, alam sukma, alam kebahagiaan, arba
yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman, tempat
roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa
hidup. Selain menikmati surga atau neraka, roh atau atma akan mendapat
kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebgaia karya penebusan dalam
usaha menuju moksa. Contoh: seorang pemangku yang memiliki tugas sebagai
peran utama dalam berlangsungnya suatu upacara persembahyangan, kemudian
di undang oleh salah seorang tuan rumah yang akan melangsungkan upacara
agama, karena kemampuan ekonominya kurang. Beliau mengundang pemangku
dengan sesari yang terbilang sedikit. Dikarenakan sesarinya sedikit pemangku
10

tersebut tidak mau datang ke upacara yang diadakan si pengundang. Jadi


tindakan pemangku tersebut sudah tidak sesuai dengan tugas pemangku yang
sebenarnya, perbuatan ini termasuk perbuatan asubha karama yaitu perbuatan
buruk yang nantinya akan mendapatkan hasil yang buruk juga.
Oleh karena itu bekerjalah sebaik-baiknya agar memperoleh karmaphala yang
baik.
d. Bekerja Karena Pikiran
Pikiran merupakan sumber motivasi bekerja, pikiran yang hasil suka dan duka
dalam karma. Kerja yang dilandasi oleh pikiran mulia akan membuahkan karma
yang mulia, sedangkan kerja yang dilandasi pikiran hina akan membuahkan
karma yang hina pula. Contoh: ketika seseorang melakukan pekerjaan dengan
pikiran yang tidak baik, yaitu baru saja mengambil pekerjaan sudah berpikir
bahwa pekerjaan itu susah, atau tidak sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Maka hasil dari pekerjaan tersebut juga kurang maksimal karena yang
mengerjakan merasa pekerjaan tersebut sulit sehingga hasilnya tidak
memuaskan.
Jadi, karma yang mulia menuntun manusia pada kehidupan yang moksartham
jagadhita sedangkan karma yang hina membawa manusia ke neraka.
e. Mencintai Pekerjaan
mencintai pekerjaan yang sedang dilakukan sama dengan beribadah. Manusia
yang bekerja sangat di cintai oelh Hyang Widhi. Makin rajin dan jujur dalam
bekerja, maka makin di sayanglah oleh Hyang widhi, sehingga pahala dari
karmanyapun berlimpah. Mereka yang yakin bahwa bekerja baik adalah perintah
Hyang Widhi, maka ia akan sedih dan malu bilamana hasil pekerjaannya tidak
baik atau bahkan merugikan masyarakat secara langsung atau tidak langsung.
Contoh: seorang kuli bangunan yang sangat mencintai pekerjaannya, ketika ia
sedang bekerja kemudian hasil pekerjaan yang ia rasakan kurang bagus, maka ia
akan malu pada dirinya sendiri dan malu kepada tuhan. Hal ini disebabkan
karena baginya pekerjaan itu adalah hidupnya. Jadi jika pekrjaan yang sudah
dilakukan tidak sesuai dengan targetnya, maka ia akan merasa malu dan gagal.
11

f. Bekerja untuk kepentingan masyarakat dan diri sendiri


Bekerja untuk diri sendiri merupakan hak dan kewajiban setiap orang. Karena
setiap orang memiliki hak untuk hidup nyaman, dan setiap orang memilliki hak
untuk berkembang dalam hal ekonomi. Selain bekerja untuk diri sendiri,
manusia juga sadar bahwa ia tidak dapat hidup tanpa bantuan atau jasa manusia
lain sehingga mendorongnya bermasyarakat. Kini manusia bekerja untuk
masyarakat dan menikmati hasilnya lewat karma yang ia dapat. Jika dalam
bekerja, manusia tidak memperhatikan norma-norma yang berlaku maka akan
menyebabkan konflik atau permasalahan yang baru. Maka dari itu dalam bekerja
harus memperhatikan norma-norma yang berlaku.
g.

Praktik Yoga (Latihan Yoga)


Praktek yoga pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengendalikan indria-indria.
Unsur pusat yang mengendalikan semua indria ialah pikiran. Karena itu,
pertama-tama seseorang harus berlatih untuk mengendalikan pikiran dengan cara
mempergunakan pikiran dalam Kesadaran Tuhan. Kegiatan kasar pikiran
diucapkan melalui indria-indria lahiriah, baik indria yang memperoleh
pengetahuan maupun indria yang bekerja menurut keinginan. Kegiatan halus
dalam pikiran ialah berpikir, merasakan dan menginginkan. Diri seseorang
dicemari atau menjadi bening menurut kesadarannya. Kalau pikiran seseorang
dipusatkan pada Tuhan), maka segala kegiatannya menguntunkan baik
kegiatannya yang halus maupun yang kasar. Prinsip-prinsip yang mengatur dan
aturan yoga, berbagai sikap duduk dan latihan tarik nafas dilakukan dalam usaha
menarik indria-indria dari obyek-obyeknya adalah cara-cara yang dimaksudkan
bagi mereka yang terlalu terikat dalam pengertian hidup yang bersifat jasmani.
Dengan melakukan yoga secara teratur akan menjadikan manusia lebih sabar,
berbakti kepada orang tua, penurut, dan bekerja keras, mau melakukan sesuatu
tampa harus memikirkan imbalannya.

h.

Yadnya
Yadnya merupakan korban suci yang tulus ikhlas. Yadnya dibagi menjadi dua
jenis yaitu; nitya yadnya dan naimitika yadnya. Sedangkan jika ditinjau dari
12

tujuan pelaksanaan, yadnya dibagi menjadi lima yaitu; Dewa yadnya, Rsi
yadnya, pitra yadnya, Manusa yadnya, dan Bhuta yadnya.
Seseorang yang melakukan pekerjaan tanpa mengharapkan imbalan termasuk
juga beryadnya. Dengan melakukan yadnya secara teratur akan mampu
menghantarkan manusia kepada jalan kesempurnaan menuju moksa, yaitu
pembebasan diri dari ikatan duniawi.

13

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Bhakti memiliki makna setia, kasih, dan tunduk, adapun cirri-ciri dari bhakti yaitu; dari
segi kepasrahan, dari segi sikap badan atau tubuh, bhakti ditinjau dari teknik dan sikap
mental, bhakti ditinjau dari sarana yang digunakan.
2) Keterkaitan bhakti dalam perspektif agama Hindu, dalam perspektif agama Hindu bhakti
merupakan suatu jalan dalam bentuk melakukan sujud dan pemujaan serta
memperhambakan diri secara setia kehadapan Hyang Widhi. Terdapat empat cara atau
jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang disebut
dengan Catur Marga.
3) Bhakti dalam kesadaran Tuhan dibagi menjadi dua cara atau jalan yaitu dengan
pengetahuan rohani dan dengan bekerja dalam kesadaran Tuhan. Pengetahuan rohani
artinya Pengetahuan yang diperoleh dari orang yang sempurna dalam kesadaran tuhan.
Sedangkan bekerja dalam kesadaran Tuhan diartikan sebagai bekerja dengan
pengetahuan lengkap tentang Tuhan.
4) Implementasi bhakti dalam kesadaran Tuhan, untuk pengetahuan rohani adalah; dengan
melakukan darma tula dan dharma wacana, sedangkan untuk bekerja dalam kesadaran
tuhan adalah; berkarma tulus dan membantu, berkarma yang baik, ajaran karmaphala,
bekerja karena pikiran, mencintai pekerjaan, bekerja untuk kepentingan masyarakat dan
diri sendiri, latigan yoga, dan beryadnya.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu, sebagai manusia yang merupakan ciptaan Tuhan
yang paling sempurna dari ciptaan-ciptaan-Nya harus lebih eling kepada tuhan, dalam
kegatan apapun. Pada saat melakukan pekerjaan ada baiknya lakukan pekerjaan tersebut
dengan tulus ikhlas dan tanpa memikirkan imbalannya.
14

DAFTAR PUSTAKA
Dramayasa. 2014. Bhagavad-gita. Bali: Yayasan Dharma Sthapanam.
Hadiwijono, Harun. 1984. Sari Filsafat India. Jakarta: Badan Penerbit Kristen
Mudana, I Nengah dan I Gusti Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Setiawa, Ebta. 2012.Pengertian Bhakti. Dalam http://kbbi.web.id/bakti. Di akses 25 Mei 2015.
Winawan, Winda. 2002. Materi Substansi Kajian Matakuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.

DOA PENUTUP

Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah


Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantam

Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah


Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya, hanya atas anugrahMu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik

Om Santih, Santih, Santih, Om

Meditasi sebagai Jalan untuk Mendekatkan


Diri kepada Tuhan

Oleh:

Ni Luh Kawiasih Setiani


1413021027
KELAS : II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

DOA

Om wise we astithim jagatuh,


Athaturrubhaya sya yo wasi sano dewah,
Sawitaya triwarutha mambhasah

Artinya:
Om Hyang Widhi, yang maha suci, Engkau datang setiap hari, Engkau
mengamati

makhluk-Mu,

sahabat

yang

maha

murah

hati,

perkenankanlah hamba memuja-Mu, dengan penuh hormat dalam


ucapan dan perbuatan agar hamba mendapat ketenangan

KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Yang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Meditasi sebagai Jalan untuk Mendekatkan Diri kepada Tuhan tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan, serta
dorongan dari banyak pihak. Untuk itulah dengan penuh rasa hormat penulis ucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si sebagai pengampu mata kuliah agama Hindu
yang telah banyak memberikan masukan-masukan dalam penulisan makalah ini.
2. Teman-teman mahasiswa di Jurusan Pendidikan Fisika yang telah memberikan masukanmasukan dalam penyusunan makalah ini.
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan dalam merapungkan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan makalah ini.
Om Santih, Santih, Santih, Om

Singaraja, 3 Juni 2015

Penulis.

ii

DAFTAR ISI

DOA PEMBUKA
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2
1.5 Metode Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yoga .......................................................................................... 4
2.2 Pengertian Dhyana Yoga ............................................................................ 5
2.3

Pengertian Meditasi.. 6

2.4

Manfaat Meditasi . 8

2.5

Implementasi Dhyana Yoga dalam kehidupan sehari-hari. 9

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan .................................................................................................... 14
3.2 Saran .......................................................................................................... 14
DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu
memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman.
Kita lahir berulang kali kedunia untuk meningkatkan perkembangan evolusi jiwa dengan
masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu setiap
orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yang berbeda pula. Yoga sebagai salah satu
jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang
disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang. Ajaran yoga termuat dalam beberapa sastra
agama hindu diantaranya Upanisad, Bhagavad Gita, Yogasutra, dan Hatta Yoga.

Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan
Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam
melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian),
Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara
(menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan
Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah
mendekatkan

diri,

menyatu

atau

kesendirian

yang

sempurna

atau

merialisasikan

diri)(Surya;2008). Akan tetapi, dizaman sekarang banyak orang yang tidak menyadari hal
tersebut. Mereka lebih cenderung untuk memilih bekerja untuk mendapatkan uang dari pada
melakukan ajaran yoga. Mereka menganggap bahwa hidup didunia tidak bisa tanpa uang
sehingga mereka akan berlomba- lomba mencari uang untuk memenuhi keinginan
keduniawiannya. Oleh karena itu di zaman sekarang banyak orang yang memiliki masalah
tentang hidupnya. Hal itu terjadi karena orang belum bisa terlepas dari ikatan duniawi. Hidup di
dalam dunia dimana orang-orang harus bekerja sangat keras dan secara fisik dan mental. Karena
kebanyakan orang ingin mencoba mengalahkan orang lain disetiap sisi kehidupan sehingga
manusia tidak dapat hidup dengan pikiran yang tenang. Persaingan yang ketat dan intensif dalam
kehidupan sehari-hari tidak jarang menimbulkan gesekan atau konflik. Konflik ini akan menjadi
semakin parah dan menjadi-jadi jika kita tidak dapat mengendalikan pikiran kita sendiri. pikiran
1

yang tidak terkendali rentan terhadap serangan kotoran-kotoran batin yang menganggu, seperti
kebencian, kemarahan, kekejaman, dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menulis sebuah makalah yang berjudul
Meditasi sebagai Jalan untuk Mendekatkan Diri kepada Tuhan yang digunakan untuk
meningkatkan perkembangan evolusi jiwa dalam kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Yoga?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan dhyana yoga?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan Meditasi?
1.2.4 Apa manfaat dari meditasi?
1.2.5 Bagaimana implementasi Dhyana Yoga dalam kehidupan sehari-hari?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Yoga.
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Dhyana Yoga.
1.3.3 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan meditasi.
1.3.4 Untuk mengetahui manfaat dari meditasi.
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana implementasi Dhyana Yoga dalam kehidupan seharihari.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4.1

Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini, diharapkan mampu memberikan pengalaman
bagi penulis dalam penyusunan makalah, serta pemahaman lebih kepada penulis
tentang bagimana implementasi Dhyana yoga dalam kehidupan sehari-hari.

1.4.2

Bagi Pembaca
Pembuatan makalah ini, diharapkan mampu memberikan informasi serta
menjadi referensi mengenai Dhyana Yoga.

1.5 Metode Penulisan


Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode studi pustaka yaitu dengan
menelaah beberapa buku, atau artikel dari situs internet.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yoga
Kata yoga berasal dari akar kata yujyang artinya menghubungkan dan yoga itu
sendiri merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi
dengan roh tertinggi. Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat terhadap diet makan,
tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berpikir dan hal ini harus dilakukan dibawah
pengawasan

yang

cermat

dari

seorang

yogin

yang

ahli

dan

mencerahi

jiwa(Maswinara;1998).
Dalam Bhagavad Gita terdapat mantra yang menjiawai rumusan tadi sebagai berikut:
Naty- asnatas tu yogo sti
na caikantam anasnatah
na cati- svapna- silasya
jagrato naiva carjuna
(Bhagavad Gita VI.16)
Artinya:
Wahai arjuna, kesempurnaan Yoga ini tidak dapat dicapai oleh orang yang makan terlalu
banyak, atau berpuasa terlalu keras, tidur terlalu banyak, ataupun oleh mereka yang
bergadang berlebihan.
Yukthara-viharasya
yukta-cestasya karmasu
yukta- svapnavabodhasya
yogo bhavati duhkha-ha
(Bhagavad Gita VI.17)

Artinya:
Kesempurnaan yoga yang mampu menghancurkan segala jenis kedukaan ini dapat
dicapai oleh mereka yang mengatur dirinya dengan baik dan benar dalam hal makanan,
rekreasi, dan juga dalam pengaturan tidur yang cukup.

2.2 Dhyana Yoga


Dhyana Yoga merupakan bab keenam dalam kitab Bhagawad Gita yang
menguraikan filsafat Hindu mengenai dhyana. Bab ini terdiri dari 47 sloka , yang berisi
khotbah Kresna kepada Arjuna mengenai pembebasan diri dari ikatan duniawi. Dalam
bab ini dijelaskan cara-cara menjadi seorang yogi dan sebab-sebab seseorang terikat
dengan kehidupan duniawi(Wikipedia;2008).
Menurut Bhagawad Gita, makhluk hidup yang masih terpengaruh oleh tenaga
material akan terikat dengan hal-hal duniawi. Apabila seseorang memiliki pengetahuan
yang lengkap, ia akan melepaskan diri dari segala kegiatan yang dapat memuaskan
indera-indera material. Orang yang dapat melepaskan diri dari kegiatan yang mampu
memuaskan indera-inderanya disebut yogi. Seseorang yang ingin menjadi yogi harus
mampu mengekang indera-inderanya dari pengaruh duniawi. Jika ia tidak bisa
mengekang keinginan untuk memuaskan indera-inderanya, maka ia belum mampu
menjadi seorang yogi.
Dalam Bhagwad Gita bab 6 sloka 1 disebutkan bahwa:
Sri- bhagavan uvaca
Anasritah karma phalam
Karyam karma karoti yah
Sa sannyasi ca yogi ca
Na niragnir na cakriyah

Artinya
Sri Krsna: orang yang melaksanakan tugas dan kewajiban tanpa berlindung pada hasil
pekerjaannya, sesungguhnya dia adalah seorang sannyasi, orang yang sudah melepaskan
diri dari keterikan duniawi, dan ia adalah seorang yogi, orang yang telah mencapai
keinsyafan diri. Dan bukan (hanya) orang yang tidak menyalakan api suci (yang
dinamakan sebagai seorang Sannyasi), dan juga bukan (hanya) orang yang meninggalkan
pekerjaan(yang dinamakan sebagai seorang Yogi).
Selain itu, dalam Bhagavad Gita juga disebutkan bahwa:
yam sannyasam iti prahur
yogam tam viddhi pandava
na hy asannyasta-sankalpo
yogi bhavati kascana
(Bhagavad Gita VI.2)
Artinya:
Wahai putra Pandu, ketahuilah bahwa yang dikatan sebagai Sannyasi (melepaskan diri
dari ikatan duniawi) adalah sama dengan Yoga (jalan keinsyafan diri). Sebab, tanpa
melepaskan diri dari keinginan- keinginan duniawi tidak akan ada orang yang bisa
menjadi seorang yogi.
Dari uraian sloka diatas dapat disimpulakan bahwa orang yang sudah dapat
mencapai keinsyafan diri merupakan seorang yogi atau sama dengan yoga serta tanpa
melepaskan diri dari keingina-keinginan duniawi maka tidak ada orang yang bisa menjadi
seorang yogi.
2.3 Pengertian Meditasi
Meditasi adalah usaha pengalihan pikiran kepada kesadaran yang lebih tinggi
dengan tujuan untuk memperluhur jiwa. Meditasi melepaskan kita dari penderitaan
pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional berhubungan
langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu(Wikipedia;2014).

Orang(yogi) yang sudah membebaskan diri dari kenikmatan duniawi, serta bebas dari
keinginan-keingina duniawi. Sebaiknya memantapkan diri untuk lebih memfokuskan diri
guna menghubungkan kesadarannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan melakukan
meditasi di tempat yang sepi dan suci. Dalam Bhagavad Gita terdapat mantra yang menjiawai
rumusan tadi sebagai berikut:
Yogi yunjita satatam
atmanam rahasi sthitah
ekaki yata- cittatma
nirasir aparigrahah
(Bhagavad Gita VI. 10)
Artinya: Seorang yogi yang sudah membebaskan dirinya dari rasa memiliki sesuatu, bebas
dari keinginan-keinginan duniawi, sudah menguasai badan dan pikirannya, dia hendaknya
memantapkan

dirinya

hidup

menyepi

didalam

kesendirian

dengan

senantiasa

menghubungkan kesadarannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.


Sucau dese pratisthapya
sthiram asanam atmanah
naty- ucchritam nati-nicam
cailajina-kusottaram
(Bhagavad Gita VI 11)
Artinya: pilihlah tempat yang bersih dan suci lalu bentangkanlah asana yoga terbuat dari
rumput suci Kusa diatas tanah, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Demikian
hendaknya dia menempatkan alas yoganya dengan baik.
Tatraikagram manah
krtava yata-cittendriyakriyah upavisyasane yunjyad
yogam atma- visuddhaye
(Bhagavad Gita VI. 12)

Artinya:
Sang yogi hendaknya duduk diatas alas yoganya itu dengan baik, dengan mengontrol kerlapkerlip pikiran indria-indria serta memustakan kesadarannya pada yang satu, maka demi
kesucian sang roh ia hendaknya mulai melakukan praktik yoganya.
Samam kaya- siro- grivam
dharayann acalam sthirah
sampreksya nasikagram svam
disas canavalokyan
( Bhagavad Gita VI. 13)
Artinya:
Duduk dengan tegak dan tidak gelisah, menjaga agar badan, leher dan kepala tetap tegak
lurus, memandang ujung hidung dan tidak melihat kesana kemari ke segala arah.
Saat melakukan meditasi dengan mata tertutup, kita mampu menyerap lebih banyak
intisari dari Tuhan yang kita cita-citakan dan menaikkan diri kita perlahan-lahan sampai
saatnya tiba, dengan keagunganNya dan berkatNya kita hampir serupa dengan Tuhan .
2.4 Manfaat Meditasi
Manfaat meditasi yang dilakukan bisa secara langsung maupun tidak langsung di rasakan
secara fisik. Salah satu manfaat tersebut adalah kesembuhan yang diperoleh, jika menderita
sakit tertentu. Dari sudut pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Saat
mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, pernapasan menjadi cepat
dan pendek, dan kelenjar adrenalin memompa hormon-hormon stress(Wikipedia;2014).
Dr. Herbert Benson, seorang ahli jantung dari Universitas Harvard, adalah orang pertama
yang dengan penuh keyakinan menggabungkan manfaat meditasi dengan pengobatan gaya
barat. Secara ilmiah, ia menjelaskan manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan
orang selama berabad-abad. Manfaat meditasi antara lain:

Mampu mengatur dan mengendalikan orang lain serta memaafkannya.


Mampu mengerti orang lain dan memaafkannya.
Selalu bertekun dalam hidup yang baik, sebagai pembawa berkat bagi sesama.
Mampu menerima suka dan duka, kesulitan, dan kebaikan hidup dengan baik.

2.5 Implementasi Dhyana Yoga dalam kehidupan sehari-hari


2.5.1 Pada saat perayaan hari raya Nyepi
Hari Raya Nyepi adalah hari pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan
setiap satu tahun sekali yang jatuh pada sasih Kegiatan dalam menyambut Hari
Raya Nyepi ini ada dua macam yaitu:
1. Sehari sebelum hari raya Nyepi, tepat pada bulan mati (tilem) melaksanakan
upacara Bhuta Yadnya (mecaru).
2. Pada hari raya Nyepi yaitu awal tahun baru Saka yang jatuh pada tanggal 1
sasih Kedasa dilaksanakan upacara Yoga Samadhi.
Ada empat berata pantangan yang wajib diikuti pada saat hari raya Nyepi,
disebut Catur Berata Penyepian tilem kesanga., yaitu(Sukartha;2004):
a. Amati geni, artinya tidak menyalakan api
b. Amati karya, artinya tidak bekerja
c.

Amati lelungan, artinya tidak bepergian

d.

Amati lelanguan, artinya tidak melakukan kegiatan yang mengikuti kesenangan

nafsu belaka.
Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari Prabata yaitu fajar menyingsing
sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam. Dalam kesenyapan
hari suci Nyepi ini kita mengadakan mawas diri, menyatukan pikiran, serta
menyatukan cipta, rasa, dan karsa, menuju penemuan hakikat keberadaan diri kita
dan inti sari kehidupan semesta.
Dilihat dari pemaparan tentang catur berata penyepian dapat diintisarikan bahwa
catur berata penyepian merupakan bentuk pengendalian diri yang juga dapat
dikatakan sebagai salah satu bentuk implementasi dari dhyana yoga. Selain
pengendalian secara fisik, pada saat Hari Raya Nyepi seluruh umat hindu
diwajibkan untuk melakukan tapa,brata, yoga, dan Samadhi. Keesokan harinya
disebut dengan ngembak geni, yaitu hari melepaskan brata atau puasa dan saling
mengunjungi antar sesama kerabat keluarga.

2.5.2 Pada saat perayaan hari raya siwaratri


Berbuat yang selalu berdasarkan dharma tidak segampang membalik telapak
tangan. Tantangan atau godaan acapkali menghadang, sehingga untuk melakukan
kebajikan itu, harus berani menanggung derita, bahkan mempertaruhkan nyawa,
untuk dapat selalu berbuat berdasarkan dharma, maka harus selalu memelihara
kesadarannya.

Perayaan Siwa Ratri adalah salah satu bentuk ritual Hindu yang mengajarkan kita
untuk selalu memelihara kesadaran diri agar terhindar dari perbuatan dosa dan papa.
Diakui atau tidak, manusia sering lupa, karena memiliki keterbatasan. Kerena sering
mengalami lupa itu, maka setiap tahun pada sasih kepitu (bulan ketujuh menurut
penanggalan Bali), dilangsungkan upacara Siwa Ratri dengan inti perayaan malam
pejagraan. Pejagraan yang asal katanya jagra itu artinya sadar, eling atau melek.
Orang yang selalu jagra-lah yang dapat menghindar dari perbuatan dosa.
Siwa Ratri lebih tepat jika disebut malam kesadaran atau malam pejagraan,
bukan malam penebusan dosa sebagaimana sering diartikan oleh orang yang
masih belum mendalami agama(Sukartha;2004).
Memang, orang yang selalu sadar akan hakikat kehidupan ini, selalu terhindar
dari perbuatan dosa. Orang bisa memiliki kesadaran, karena kekuatan budhinya
(yang menjadi salah satu unsur alam pikiran) yang disebut citta. Melakukan brata
Siwa Ratri pada hakikatnya menguatkan unsur budhi. Dengan memusatkan budhi
tersebut pada kekuatan dan kesucian Siwa sebagai salah satu aspek atau manifestasi
Hyang Widhi Wasa, kita melebur kegelapan yang menghalangi budhi dan
menerima sinar suci Tuhan. Jika budhi selalu mendapat sinar suci Tuhan, maka
budhi akan menguatkan pikiran atau manah sehingga dapat mengendalikan indria
atau Tri Guna.

Siwa Ratri pada hakikatnya kegiatan Namasmaranm pada Siwa. Namasmaranm


artinya selalu mengingat dan memuja nama Tuhan yang jika dihubungankan dengan
Siwa Ratri adalah nama Siwa. Nama Siwa memiliki kekuatan untuk melenyapkan
10

segala kegelapan batin. Jika kegelapan itu mendapat sinar dari Hyang Siwa, maka
lahirlah kesadaran budhi yang sangat dibutuhkan setiap saat dalam hidup ini.
Dengan demikian, upacara Siwa Ratri se-sungguhnya tidak harus dilakukan setiap
tahun, melainkan bisa dilaksanakan setiap bulan sekali, yaitu tiap menjelang tilem
atau bulan mati. Sedangkan menjelang tilem kepitu (tilem yang paling gelap)
dilangsungkan upacara yang disebut Maha Siwa Ratri.

Untuk dapat mencapai kesadaran, kita bisa menyucikan diri dengan melakukan
sanca. Dalam Lontar Wraspati Tattwa disebutkan, Sanca ngaranya netya majapa
maradina sarira. Sanca itu artinya melakukan japa dan membersihkan tubuh.
Sedang kitab Sarasamuscaya menyebutkan, Dhyana ngaranya ikang Siwasmarana,
artinya, dhyana namanya (bila) selalu mengingat Hyang Siwa.
2.5.3 Persembahyangan yang dilakukan pada saat piodalan di pura Desa ( Desa Pakisan)

Meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama dengan melamun sehingga
meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya. Meditasi justru
merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang melakukan meditasi tahu dan
paham akan apa yang sedang dia lakukan.

Persembahyangan yang dilaksanakan pada saat piodalan di pura desa khususnya


di desa Pakisan. Setelah melakukan persembahyangan umum yang di ikuti oleh
semua truna-truni, serta warga desa yang dilaksanakan tepat jam 12.00 malam akan
diadakan malam renungan yang di pandu oleh para Pemangku dan diikuti oleh
truna-truni,dan masyarakat lainnya. Malam renungan ini juga disertai dengan
diadakannya mono brata.
2.5.4 Pelaksanaan meditasi bersama pada saat purnama tilem secara rutin

Meditasi adalah Praktik relaksasi yang melibatkan pengosongan pikiran dari


semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita
sehari-hari. meditasi adalah kegiatan mental terstruktur, dilakukan selama jangka
11

waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkahlangkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian
masalah pribadi, hidup, dan perilaku. Sehingga meditasi sangat baik dilaksanakan
secar rutin seperti yang diadakan di desa Sangsit khususnya Banjar Giri Mas,
sebuah pasraman setiap purnama tilem akan dilakukan meditasi yang diikuti oleh
kaum muda di Banjar Giri Mas.
2.5.5 Implementasi di bidang kesehatan

Meditasi juga mendukung di bidang kesehatan. Salah satu manfaat tersebut adalah
kesembuhan yang kita peroleh, jika kita menderita sakit tertentu. Dari sudut
pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Saat anda
mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, pernapasan menjadi
cepat dan pendek, dan kelenjar adrenalain memompa hormon-hormon stres.Selama
melakukan

meditasi,

detak

jantung

melambat,

tekanan

darah

menjadi

normal,pernapasan menjadi tenang, dan tingkat hormon stres menurun. Selama


meditasi, lama-kelamaan bisa mendengarkan denyutan jantung, bahkan lebih lanjut
lagi dapat mengkoordinasikan irama denyut jantung dengan irama keluar masuknya
nafas.

Di masa lalu testimoni mengenai manfaat meditasi datang hanya dari orang-orang
yang mempraktikkan meditasi, saat ini ilmu pengetahuan menunjukkan manfaat
meditasi secara objektif. Riset atas para pendeta oleh Universitas Wisconsin
menunjukkan bahwa praktik meditasi melatih otak untuk menghasilkan lebih
banyak gelombang Gamma, yang dihasilkan saat orang merasa bahagia. Dari
penelitian terungkap bahwa meditasi dan cara relaksasi lainnya bermanfaat untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal dengan meningkatkan produksi melatonin dan
serotonin serta menurunkan hormon streskortisol. Dr. Herbert Benson, seorang ahli
jantung dari Universitas Harvard, adalah orang pertama yang dengan penuh
keyakinan menggabungkan manfaat meditasi dengan pengobatan gaya barat. Secara
ilmiah, ia menjelaskan manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan orang
selama berabad-abad (Mustika Hati;2013).
12

Contohnya BIF( Bali Indonesia Foundation) yang dipimpin oleh Dr Somvir. Di


BIF akan dilaksanakan meditasi secara berjadwal, yang dilaksanakan diruang yang
khusus. Meditasi ini juga akan di ikuti dengan gerakan-gerakan yoga sehingga
meditasi akan lebih bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Apabila secara rutin
melakukan meditasi, organ-organ tubuh dan sel tubuh akan mengalami keadaan
baik dan bekerja lebih teratur.

13

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Yoga merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh
pribadi dengan roh tertinggi. Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat terhadap
diet makan, tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berpikir dan hal ini harus
dilakukan dibawah pengawasan yang cermat dari seorang yogin yang ahli dan
mencerahi jiwa.
2. Dhyana Yoga merupakan bab keenam dalam kitab Bhagawad Gita yang menguraikan
filsafat Hindu mengenai dhyana, yang berisi khotbah Kresna kepada Arjuna
mengenai pembebasan diri dari ikatan duniawi.
3. Meditasi adalah usaha pengalihan pikiran kepada kesadaran yang lebih tinggi dan
melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif
yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap
pikiran dan penilaian tertentu
4. Manfaat meditasi adalah mampu untuk mengatur dan mengendalikan diri sendiri serta
dapat menghilangkan stress.
5. Implementasi Dhyana Yoga dalam kehidupan sehari-hari terlihat pada saat perayaan
hari raya nyepi seluruh umat hindu diwajibkan untuk melakukan tapa, brata, yoga,
dan Samadhi. Selain itu implementasi Dhyana Yoga juga terlihat pada saat perayaan
hari raya Siwaratri yaitu melakukan malam pejagraan dan masih banyak lagi
implementasi dhyana yoga yang lainnya selain dalam perayaan hari raya Nyepi dan
Siwaratri.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa sudah sepatutnya kita memulai untuk hidup sehat dan damai
dengan melakukan meditasi sehingga lebih memiliki konsentrasi tinggi dan pengendalian
diri yang kuat.

14

DOA
Om swastyastu om avighnam astu
Om Dyauh santir antariksam santih
Prthivi santir apah santir
Osadhayah santih vanaspatayah santir
Visve devah santir brahma santih
Sarvam santih santir eva santih sa ma santir edhi
Om santih santih santih Om
Artinya:
Ya, Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, anugrahkanlah kedamaian dilangit, damai di
angkasa, damai di bumi, damai di air, damai pada tumbuh-tumbuhan, damai pada
pepohonan, damai bagi para dewata, damailah brahma, damailah alam semesta, semoga
kedamaian senantiasa datang pada kami.
Semoga damai di hati, damai selalu

Daftar Pustaka

Darmayasa.2012. Bhagavad Gita(Nyanyian Tuhan). Bali: Yayasan Dharma Sthapanam.


Maswinara,I wayan. 1998. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya: Paramita
Mustika Hati.2013. Manfaat Meditasi. Dalam http://www.mustikahati.com/2013/03/manfaatmeditasi.html. Diakses pada tanggal 30 Mei 2015.
Sukartha, I Ketut. 2004. Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact
Surya, Teja. 2008.Filsafat Hindu. Dalam http://www.tejasurya.com/artikelspiritual/filsafat/87-filsafat-nyaya.html. Diakses pada tanggal 30 Mei 2015.
Wikipedia.2008. Dhyana Yoga . Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Dhyana_Yoga. Diakses
pada tanggal 29 Mei 2015.
Wikipedia. 2014. Semadi. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Semadi . Diakses pada tanggal
30 Mei 2015

MAKALAH AGAMA HINDU

MEMBEBASKAN DIRI DARI KERJA

Oleh :

Dosen Pengampu

: Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.

OLEH
Luh Rumni Oktaria
1413021028
IIA

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha

Ya Tuhan semoga atas perkenaan-Mu,


tiada suatu halangan bagi hamba memulai pekerjaan ini
dan semoga berhasil dengan baik.

ii

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul Membebaskan Diri
dari Kerja dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, kami mengucapkan terima
kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan
materiil kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang tulisannya
dikutip sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Om Santih, Santih ,Santih, Om

Singaraja, 3 Juni 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
DOA PEMBUKA..............................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................iii
DAFTAR ISI..............iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Isi Bhagavadgita Bab V Karma Samyasa Yoga .....................3
2.2 Cara Membebaskan Diri dari Kerja.........................................4
2.3 Implementasi Karma Samnyasa Yoga ...................................8
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .................................................................................13
3.2 Saran .......................................................................................13
DOA PENUTUP ....... 14
DAFTAR PUSTAKA

iv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tujuan akhir dari seluruh umat Hindu adalah untuk mencapai pembebasan atau
Moksa. Untuk mencapai kebebasan ini, manusia harus selalu berbuat baik sesuai
dengan ajaran agama, hingga manusia berangsur-angsur akan dapat mencapai tujuan
hidupnya yang tertinggi, yaitu bebas dari segala ikatan keduniawian untuk bersatunnya
Atman dengan Brahman. Kitab suci telah mengajarkan bagaimana cara orang
melaksanakan pelepasan dirinya dari keterikatan keduniawian dan akhirnya Atman
dapat bersatu dengan Brahman, sehingga penderitaan dapat dilebur. Penderitaan yang
dimaksud adalah lahir atau menjelma kembali kedunia ini sebagai hukuman, tetapi
diharapkan dapat menjadi penolong sesama manusia.
Bhagavadgita merupakan salah satu kitab suci umat Hindu yang di dalamnya
terkandung ajaran tentang jalan mencapai kebenaran serta petunjuk-petunjuk untuk
mencapai kebebasan. Kitab suci Bhagavadgita terdiri dari 700 Sloka dalam 18 bab,
yang dalam garis besarnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama Bab I
sampai dengan Bab VI melukiskan disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya
dan sifat jiwa yang terdapat dalam badan manusia. Bagian kedua Bab VII sampai
dengan Bab XII mengutarakan disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada
Brahman Yang Maha Esa dan bagian ketiga Bab XIII sampai dengan Bab XVIII
menguraikan kesimpulan dari pada kedua bagian terdahulu dengan disertai pengabdian
seluruh jiwa daripada kegiatan kerja untuk dipersembahkan kepada Brahman yang
kekal abadi.
Salah satu cara mencapai kebebasan yang terdapat di dalam bhagavadgita adalah
pembebasan melalui kerja, yang dibahas pada Bab V kitab bhagavadgita. Di dalam Bab
ini Sri Krsna sebagai manifestasi Tuhan memberikan jawaban atas pertanyaan dari
Arjuna yang kebingungan dalam mengetahui mana yang lebih baik antara
membebaskan diri dari kerja atau bekerja tanpa di dasari kepentingan pribadi. Latar
belakang tersebut membuat penulis tertarik untuk mengkaji dan menjelaskan lebih
mendalam tentang Bhagavadgita Bab V tentang Karma Samnyasa Yoga melalui
makalah yang berjudul Membebaskan Diri dari Kerja.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan

latar

belakang

diatas,

maka

dapat

dirumuskan

beberapa

permasalahan sebagai berikut:


1.2.1

Apa isi dari Bhagavadgita Bab V tentang Karma Samnyasa Yoga?

1.2.2

Bagaimana cara membebaskan diri dari kerja?

1.2.3

Bagaimana implementasi dari Karma Samnyasa Yoga dalam kehidupan


sehari-hari?

1.3

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.3.1

Menjelaskan isi dari Bagavadgita Bab V tentang Karma Samnyasa Yoga.

1.3.2

Menjelaskan cara membebaskan diri dari kerja.

1.3.3

Menjelaskan implementasi Karma Samnyasa Yoga dalam kehidupan seharihari.

1.4

Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan makalah yang berjudul
Membebaskan Diri dari Kerja adalah:
1.4.1

Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengalaman penulis
dalam menyusun makalah Agama Hindu, dapat bermanfaat untuk memperoleh
pengetahuan baru tentang ajaran Bhagavadgita khususnya Bab V serta dapat
mengimplementasikan konsep Karma Samnyasa Yoga dalam kehidupan
sehari-hari.

1.4.2

Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai ajaran Bhagavadgita
Bab V beserta implementasinya dapat dijadikan pedoman di dalam
kehidupannya sehari-hari.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karma Samnyasa Yoga
Karma Samnyasa Yoga merupakan Bab V dari Kitab Bhagavadgita, pada bab
ini Sri Krsna menjawab pertanyaan Arjuna tentang mana yang lebih baik antara
melepaskan ikatan terhadap kerja dan kerja sebagai persembahan bhakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Arjuna uvaca
Sannyasam karmanam krsna
Punar yogam ca samsasi
Yac chreya etayor ekam
Tan me bruhi su-niscitam
(Bhagavadgita V.1)
Artinya:
Arjuna berkata: Wahai Sri Krsna, di satu pihak Anda mengajarkan untuk
meninggalkan perbuatan tetapi di saat yang sama Anda juga mengagungagungkan tentang perbuatan sebagai persembahan. Oleh karena itu,
Beritahukanlah kepada hamba, yang manakah diantara keduanya yang pasti
lebih baik?
Arjuna mempersoalkan dua istilah yang sulit, yaitu samnyasa dan yoga. Dalam
kaitannya dengan pernyataan diatas, yang dimaksud dengan yoga dalam sloka ini
adalah karmayoga. Kata samnyasa berarti pembebasan diri dari kerja dan karmayoga
berarti kerja tanpa kepentingan pribadi (dalam Pendit, 2002). Kedua istilah tersebut,
dalam pengertian masing-masing belum sepenuhnya dipahami oleh Arjuna. Karena
itu, ia bertanya lagi kepada gurunya. Sebelumnya, dalam sloka III.17 dijelaskan
bahwa mereka yang bersatu dengan Atma akan hidup bahagia dan tidak dibelenggu
oleh ikatan. Pada sloka IV.18, 19, 21, 22, 24, 32, 33, 37 dan 41, Krisna menguraikan
makna pembebasan diri dari segala kerja. Kemudian, dalam sloka IV.42 Krsna
meminta agar Arjuna berpegangan pada yoga, yaitu kerja. Bagi orang yang
pikirannya sederhana dan selalu diliputi ketidaktahuan, kerja atau karmayoga pasti
lebih baik dari pada pembebasan diri dari kerja (samnyasa). Yang ditanyakan Arjuna
adalah, bagi mereka yang tidak tergolong orang sederhana tetapi belum menemukan

Atman dalam jiwanya, manakah yang lebih baik, yoga atau samnyasa? Bagi Arjuna
yang belum mengerti, hal itu membingungkan karena bertentangan satu sama lain.
Sri-bagavan uvaca
Sannyasah karma-yogas ca
Nihsreyasa-karav ubhau
Tayos tu karma-sannyasat
Karma-togo visisyate
(Bhagavadgita V.2)
Artinya:
Sri

Krsna

bersabda:

meninggalkan

ikatan-ikatan

perbuatan

dan

melaksanakan perbuatan-perbuatan sebagai persembahan kepada Tuhan,


keduanya sama-sama memberikan kesejahteraan. Tetapi, dari kenduanya
itu,

dibandingkan

dengan

meninggalkan

ikatan-ikatan

perbuatan,

melaksanakan perbuatan didalam persembahan kepada Tuhan adalah lebih


baik, karena pelaksanaanya lebih mudah.
Pada sloka ini mula-mula Krsna menjelaskan bahwa samnyasa pembebasan diri
dari kerja dan karmayoga kerja tanpa kepentingan pribadi adalah sama jika dilihat
dari tujuan akhirnya dan jika dibandingkan dengan pembebasan spiritual manusia.
Tetapi, jika dilihat dari cara dan pelaksanaannya, maka samnyasa dan karmayoga
berbeda walaupun tidak saling bertentangan. Samnyasa lebih menekankan ilmu
pengetahuan tentang Atman sebagai alat untuk mencapai kedamaian abadi dan
bersatu dengan Brahman, sedangkan karmayoga menitik beratkan kemauan dan
usaha keras sebagai alat mencapaiNya. Di kehidupan sehari-hari, yang langsung
dihadapi manusia adalah karmayoga, yaitu kerja tanpa motif kepentingan pribadi.
Seorang karma-yogi sebenarnya adalah seorang sanyasi karena ia selalu
mempersembahkan setiap pekerjaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
demikian seseorang akan dibebaskan dari pengaruh ikatan segala pekerjaannya,
karena sesungguhnya kenikmatan yang berasal dari hubungan dengan duniawi
adalah sumber dari penderitaan. Sedangkan jalan sanyasa atau jnana marga itu
sifatnya sulit, jadi menurut Sri Krsna lebih baik berjalan menganut ajaran karmayoga yang lebih mudah. Seorang yang memandang semuanya dengan seimbang,
tanpa memandang baik-buruk, senang-susah, panas-dingin, dan sebagainya berarti
telah menyadari bahwa sang diri sejati sebenarnya tidak pernah berbuat apa-apa,
4

karena hanya panca indrianya sajalah yang sibuk bergerak di antara obyek-obyek
indria-indria. Dengan demikian ia telah memutuskan hubungan dengan obyek
duniawi dan mempersembahkan seluruh jiwanya kepada Tuhan melalui meditasi
dalam setiap kegiatannya.
2.2 Cara Melepaskan Diri dari Kerja
Membebaskan diri dari kerja artinya adalah pelepasan keakuan terhadap
benda-benda duniawi dengan memusatkan perhatian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada Bhagavadgita Bab V dijelaskan bahwa yang paling penting adalah
mengendalikan semua indria, pikiran, serta budhi kita. Seorang tanpa kendali tidak
mungkin dapat menghayati ajaran Bhagavadgita ataupun mencapai Tuhan Yang
Maha Esa. Seseorang boleh saja bermeditasi dengan aktif, menguasai berbagai
ajaran atau teori-teori dan teknik-teknik spiritual, akan tetapi jika ia belum berhasil
mengendalikan indria, keinginan, nafsu, pikiran dan buddhinya dengan baik maka
segala upayanya akan sia-sia, bahkan dapat merusak atau menyesatkan dirinya.
Mengendalikan indria, yang dimaksud dengan indria adalah Panca Budi Indria
dan Panca Kama Indria. Panca Budi Indria yaitu lima gerak perbuatan atau
rangsangan, dan Panca Karma Indria yaitu lima gerak perbuatan atau penggerak
(dalam Iswara, 2010). Adapun bagian-bagian dari Panca Budhi Indria adalah sebagai
berikut:
a.

b.

Panca Budi Indria:


1.

Caksu Indria (penglihatan)

2.

Ghrana Indria (penciuman)

3.

Srota Indria (pendengaran)

4.

Jihwa Indria (pengecap)

5.

Twak Indria (sentuhan atau rabaan)

Panca Karma Indria:


1.

Wak Indria (mulut)

2.

Pani Indria (tangan)

3.

Pada Indria (kaki)

4.

Payu Indria (pelepasan)

5.

Upastha Indria (kelamin)

Selanjutnya adalah dengan berpikir, berkata, dan berbuat yang baik dan benar
atau dalam Agama Hindu disebut dengan Tri Kaya Parisudha. Tri Kaya Parisudha
5

berasal dari tiga kata yaitu Tri yang artinya tiga, Kaya artinya karya, perbuatan,
kerja, atau prilaku sedangkan Parisudha artinya upaya penyucian diri. Jadi Tri Kaya
Parisudha artinya upaya pembersihan atau penyucian atas tiga perbuatan atau prilaku
(dalam Wiadnyana, . Tri Kaya Parisudha terdiri dari :
1.

Manacika yaitu berpikir yang bersih dan suci.

2.

Wacika yaitu berkata yang benar dan jujur.

3.

Kayika yaitu berbuat yang baik dan benar.


Melakukan Yoga atau samadi, Yoga berasal dari kata yuj yang memiliki arti

menyatukan atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Kemudian Patanjali (dalam


Nurkatono, 2013) memberikan definisi yoga yaitu mengendalikan gerak-gerak
pikiran. Secara spiritual yoga merupakan suatu proses dimana identitas jiwa
individual dan jiwa Tuhan Yang Maha Esa disadari oleh seorang yogi. Yoga adalah
salah satu jalan keselamatan dalam Hinduisme, yaitu cara mencapai Moksa atau
kelepasan. Yoga merupakan salah satu dari enam ajaran filsafat

hindu yang

menitikberatkan pada aktivitas meditasi atau tapa dimana seseorang memusatkan


seluruh pikiran untuk mengontrol panca inderanya dan tubuhnya secara keseluruhan.
Sastra Hindu yang memuat ajaran Yoga, diantaranya adalah Upanishad, Bhagavad
Gita, Yogasutra, Hatta Yoga serta beberapa sastra lainnya. Klasifikasi ajaran Yoga
tertuang dalam Bhagavadgita diantaranya adalah Karma Yoga , Jnana Yoga, Bakti
Yoga, Raja Yoga.
Teori saja tidak akan meningkatkan spiritual, yang paling penting adalah
praktek atau usah-usaha seseorang secara total, karena semua pengetahuan spiritual
ini akan mentah sifatnya tanpa penghayatan yang tulus, disiplin, dan tekad yang
kuat. Untuk mencapainya dibutuhkan waktu dan tidak dapat dicapai dalam sekejap
mata, maka dari itu dibutuhkan kesabaran yang luar biasa.
kayena manasa buddhya
Kevalair indriyair api
Yoginah karma kurvanti
Sangam tyaktvatma-suddhaye
(Bhagavadgita V.11)
Artinya :
Orang-orang suci (para yogi) meninggalkan keterikatan-keterikatan, dan
mereka melakukan perbuatan-perbuatan dengan menggunakan indrianya,
badannya, pikiran dan kecerdasannya untuk tujuan penyucian Sang Diri.
6

yuktah karma-phalam tyaktva


Santim apnoti naisthikim
Ayuktah kama-karena
Phale sakto nibadhyate
(Bhagavadgita V.12)
Artinya :
Seorang karma-yogi, dia yang tekun melaksanakan perbuatan sebagai
persembahan kepada Tuhan, dia melakukan tugas kewajiban dengan
meninggalkan hasilnya, maka dia mencapai kedamaian abadi. Sedangkan
orang-orang yang batinnya dipenuhi oleh keinginan-keinginan, mereka
melakukan perbuatan karena terikat oleh hasilnya maka mereka menjadi
terbelenggu (di dunia material ini).
Kedamaian abadi merupakan tingkat kesempurnaan yang dicapai secara
bertahap dengan cara pertama menjaga kebersihan hati, kedua meraih ilmu
pengetahuan, kegiga menyingkirkan hawa nafsu dan keinginan pribadi, keempat
menjaga keseimbangan jiwa demi melaksanakan bakti.
sarva-karmani manasa
Sannyasyaste sukham vasi
Nava-dvare pure dehi
Naiva kurvam na karayan
(Bhagavadgita V.13)
Artinya :
Dia yang mampu mengendalikan indria-indria dan pikirannya, yang dengan
penuh pertimbangan meninggalkan seluruh perbuatan duniawinya di dalam
kota sang diri yang terdiri dari sembilan pintu gerbang, maka tanpa
diragukan mereka akan tetap mantap berada didalam Sang Dirinya tanpa
melakukan perbuatan dan menyebabkan perbuatan dilakukan.

Setelah jiwa meninggalkan segala kerja, ia akan bertakhta dalam diri manusia
dengan damai dan bahagia. Ini berarti ia tidak lagi bekerja atau menyuruh orang lain
bekerja dan tidak lagi berhubungan dengan dunia luar melalui kesembilan pintu
gerbang tersebut. Dengan kata lain, ia telah berhasil mengendalikan pancaindrianya
dan benda-benda duniawi tidak lagi mempunyai hubungan dengannya.
7

2.3 Implementasi Karma Samnyasa Yoga


Pada pembahasan diatas telah dijelaskan mengenai isi dari Bhagavadgita Bab
V Karma Samnyasa Yoga dan cara untuk membebaskan diri dari kerja.
Membebaskan diri dari kerja tidak hanya cukup dengan mengetahui teorinya saja,
akan tetapi setiap orang perlu untuk mengimplementasikannya didalam kehidupan
sehari-hari untuk dapat mencapai kebebasan tersebut. Adapun implementasi dari
Karma Samnyasa Yoga diantaranya :

1.

Yajna
Yajna berasal dari kata yaj yang berarti memuja mempersembahkan
atau korban suci. Yajna tentunya selalu disertai dengan keiklasan berkoban
baik untuk orang lain maupun untuk Tuhan Yang Maha Esa. Yajna
mengandung makna kesegajaan berkorban untuk kebaikan orang lain, dengan
mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang lain. Yajna dapat
berbentuk upacara yajna seperti: dewa yajna, rsi yajna, manusia yajna, pitra
yajna, dan bhuta yajna.
Dewa yadnya adalah persembahan suci yang ditunjukkan kepada Sang
Hyang Widi dan para Dewa. Tujuan dari Dewa Yadnya adalah menyampaikan
rasa bhakti dan syukur kepada Sang Hyang Widhi atas segala anugerahNya.
Contohnya: seseorang yang beryadnya untuk memperbaiki pura, orang yang
tulus iklas beryadnya tidak akan mengharapkan imbalan apapun setelah
melaksanakan yadnya, orang yang setelah melakukan yadnya dan melupakan
yadnya yang ia lakukan merupakan yadnya yang didasari oleh rasa tulus dan
iklas.
Rsi yadnya adalah persembahan suci yang ditunjukkan kepada para Rsi
dan guru. Rsi adalah orang-orang yang bijaksana dan berjiwa suci. Yang dapat
disebut sebagai orang suci yaitu Pendeta atau Sulinggih. Salah satu contoh
pelaksanaan Rsi yadnya adalah dengan menghormati dan menuruti perintah
guru.
Manusia yadnya adalah upacara yang dipersembahkan untuk manusia
yang bertujuan untuk memelihara dan mensejahterakan hidup umat manusia.
Contoh dari manusia yadnya adalah upacara metatah atau potong gigi yang
bertujuan untuk mengendalikan enam musuh dalam diri manusia atau Sad
Ripu.
8

Pitra yadnya adalah persembahan suci yang ditunjukkan kepada leluhur


dan bhatara-bhatari yang tujuannya adalah menyucikan roh-roh lelurur agar
mendapatkan tempat yang lebih baik. Contoh dari upacara pitra yadnya adalah
ngaben.
Bhuta yadnya adalah persembahan suci yang ditunjukkan kepada bhuta
kala. Bhuta Kala adalah kekuatan-kekuatan alam yang bersifat negatif yang
perlu dilebur agar kembali kepada sifat-sifat positif. Upacara Bhuta Yadnya
bertujuan agar bhuta kala tidak mengganggu kehidupan umat manusia. Contoh
dari upacara bhuta yadnya adalah mecaru.

2.

Ngayah
Ngayah merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Bali halus yaitu
nguwopin yang identik dengan gotong royong. Ngayah biasanya dilakukan
dipura dalam rangka upacara keagamaan, seperti odalan-odalan atau karya.
Ngayah merupakan nilai budaya Bali yang sangat tinggi karena upah bukan
tujuan akhir dari berbagai pekerjaan yang dilakukan, melainkan ngayah
dilakukan secara iklas tanpa ada ikatan apapun. Contohnya: Saat pelaksanaan
upacara Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih umat Hindu akan
melaksanakan ngayah seperti menyapu atau membersihkan areal pura dengan
didasari oleh perasaan tulus dan iklas.

3.

Matatulungan
Matatulungan hampir sama dengan ngayah akan tetapi matatulungun
biasanya dilakukan antar manusia yang mengadakan upacara keagamaan,
seperti upacara pawiwahan, matatah, mecaru dan lain sebagainya. Pada saat
matatulungan juga didasari oleh rasa iklas tanpa mengharapkan imbalan atau
kepentingan pribadi.

4.

Mengamalkan Ajaran Karma Phala


Karma phala merupakan hasil dari suatu perbuatan yang dilakukan. Baik
perbuatan yang dilakukan dengan sadar maupun perbuatan yang dilakukan
dengan tidak sadar. Karma dalam Agama Hindu dibedakan menjadi dua yaitu
Subha Karma yakni karma baik dan Asubha Karma yakni lawan dari Subha
Karma atau karma buruk. Umat Hindu percaya bahwa perbuatan yang baik
9

akan membawa hasil yang baik, begitu pula perbuatan yang buruk akan
membawa hasil yang buruk pula. Apabila seseorang selama hidupnya selalu
berkarma baik maka kelak atmanya akan masuk Surga, sedangkan sebaliknya
apabila selama hidupnya seseorang selalu berkarma buruk maka atmanya akan
masuk neraka. Karma baik dalam pengimplemtasiannya tentu selalu didasari
oleh keiklasan. Ajaran karma phala ini memberikan keyakinan pada semua
orang agar selalu berbuat dan berprilaku selalu berdasarkan ajaran agama.

5.

Mengamalkan Ajaran Tat Twam Asi


Menjaga hubungan yang baik dengan sesama masyarakat hendaknya
selalu dilakukan. Agama hindu mengajarkan umatnya untuk selalu
berpedoman pada Tat Twam Asi yang merupakan salah satu dasar untuk
berkarma yang baik. Tat Twam Asi yang artinya Aku adalah Engkau, Engkau
adalah Aku memiliki makna yang sangat dalam, bagaimana seseorang bisa
berempati merasakan apa yang tengah dirasakan oleh orang lain. Ketika
menyakiti orang lain, maka orang yang menyakiti pun akan ikut tersakiti.
Maka dari itu, tujuan dari ajaran ini adalah menjadi dasar dalam bertingkah
laku. Dengan mengingat selalu slogan ini maka orang tidak akan memiliki
perasaan iri hati pada orang lain dan juga tidak mengharapkan sesuatu yang
dimiliki oleh orang lain. Sehingga orang akan bebas dari ikatan-ikatan
duniawi.

6.

Mengamalkan Ajaran Tri Kaya Parisudha


Tri Kaya Parisudha mengajarkan umat Hindu untuk selalu berbuat,
berkata, dan berpikir yang baik dan benar. Berpikir merupakan tindakan yang
harus diprioritaskan karena pada dasarnya pikiran menjadi dasar dari perilaku
dan perkataan. Pikiran yang kotor akan menimbulkan perilaku dan perkataan
yang tidak baik, oleh sebab itu seseorang harus selalu berusaha untuk
menyucikan pikirannya. Contohnya dengan tidak menginginkan sesuatu yang
tidak layak, tidak berpikiran negatif terhadap mahluk lain, tidak memiliki
perasaan iri dan dengki pada milik orang lain, dan percaya terhadap ajaranajaran kebenaran.

10

Wacika atau usaha untuk menyucikan perkataan contohnya tidak suka


mencaci maki, tidak memfitnah, tidak berkata-kata kasar pada siapa pun, tidak
berbohong, dan selalu menepati janji.
Kayika atau usaha penyucian prilaku contohnya tidak menyakiti,
menyiksa, dan membunuh mahluk hidup, tidak berbuat jinah, tidak berbuat
curang, dan tidak berprilaku yang dapat merugikan orang lain.

7.

Mengamalkan Ajaran Brahmacari


Brahmacari adalah suatu jenjang kehidupan dengan tugas utama adalah
menuntut ilmu pengetahuan dengan tulus iklas. Tugas pokok pada masa
brahmacari adalah belajar dengan giat dan sungguh-sungguh. Belajar bukan
hanya membaca buku akan tetapi lebih mengacu pada ketulus iklasan dalam
segala hal. Orang yang mejalani jenjang kehidupan brahmacari disebut dengan
brahmacarin

atau

brahmacarya.

Seorang

Brahmacarya

harus

bisa

mengendalikannafsunya. Kekuatan hawa nafsu merupakan kekuatan yang


sfatnya kekal dan tidak ada tandingannya. Tidak ada mahluk di alam semesta
ini yang mampu menghancurkan kekuatan hawa nafsu. Kekuatan hawa nafsu
ini hanya dapat dibelokkan dengan mencari ilmu pengetahuan sebanyakbanyaknya sehingga seseorang akan dapat mengendalikan hawa nafsunya dan
tidak teikat oleh kenikmatan-kenikmatan duniawi.

8.

Bhakti terhadap Orang Tua


Bhakti dalam artian ini adalah berbakti kepada orang tua dengan
membantu kedua orang tua disaat kesulitan dengan tidak mempersulit
keadaan. Dengan jalan bhakti seperti ini maka seorang akan mudah mencapai
kehidupannya. Membantu orang tua tanpa pamrih merupakan penolakan akan
buah dari perbuatan serta mempergunakan tenaga untuk keuntungan yang
terbaik.

9.

Mengamalkan Ajaran Catur Paramita


Catur paramita merupakan empat bentuk budi pekerti yang luhur dalam
prilaku baik atau subha karma. Catur Paramita merupakan tuntunan susila
yang membawa manusia kearah kemulian. Contohnya menghargai orang lain,

11

menyenangkan orang lain, memiliki rasa belaskasih atau kasih sayang


terhadap sesama mahluk ciptaan Tuhan, dan berbudi pekerti luhur.

10.

Menyama Braya
Menyama braya merupakan konsep ideal hidup bermasyarakat yang
mengandung makna untuk dapat hidup rukun. Rukun artinya damai, tidak
berseteru. Sebagai mahluk sosial sudah sewajarnya kita menyadari bahwa
manusia tidak hidup sendiri di dunia. Manusia pada hakikatnya tergantung
dalam segala aspek kehidupan dengan manusia lainnya. Karena itu, manusia
selalu berusaha untuk sebisa mungkin memelihara hubungan yang baik dan
berusaha untuk bekerja sama dengan sesama.

11.

Paras Paros
Paras paros adalah semangat kebersamaan yaitu sepenanggungan dalam
menjaga keharmonisan Tri Hita Karana khususnya hubungan palemahan yaitu
antara manusia dengan lingkungannya. Untuk mencapai ketentraman bersama
sebagai penerapan ajaran karma marga diharapkan agar kita selalu dapat
menjalin hubungan yang baik dan menjalin persahabatan kepada setiap orang.
Contohnya adalah saling tolong menolong dalam masyarakat.

12.

Mengamalkan ajaran Panca Yama Brata dan Panca Nyama Brata


Panca Nyama Brata yaitu lima macam pengendalian diri dalam tingkat
mental, untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian batin. Contohnya: tidak
menjadi orang pemarah, hormat dan bakti terhadap guru, hidup bersih, makan
dan minum yang teratur, mengamalkan ajaran-ajaran suci.
Panca Yama Brata yaitu lima macam disiplin mengendalikan keinginan
contohnya tidak membunuh, menuntut ilmu pengetahuan terutama tentang
ketuhanan, benar, jujur, setia, berusaha dengan tulus, dan tidak mencuri atau
menggelapkan harta orang lain.

12

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:
1. Samnyasa pembebasan diri dari kerja dan karmayoga kerja tanpa kepentingan
pribadi adalah sama jika dilihat dari tujuan akhirnya dan jika dibandingkan
dengan pembebasan spiritual manusia. Tetapi, jika dilihat dari cara dan
pelaksanaannya, maka samnyasa dan karmayoga berbeda walaupun tidak saling
bertentangan. Samnyasa lebih menekankan ilmu pengetahuan tentang Atman
sebagai alat untuk mencapai kedamaian abadi dan bersatu dengan Brahman,
sedangkan karmayoga menitik beratkan kemauan dan usaha keras sebagai alat
mencapaiNya.
2. Dibandingkan dengan pembebasan diri dari kerja, kerja tanpa kepentingan pribadi
lebih baik, karena pelaksanaannya lebih mudah.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yakni sebagai umat Hindu sebaiknya
kita lebih memahami ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci agama
sehingga

kita

akan

lebih

memaknai

ajaran-ajaran

tersebut

dan

mampu

mengimplementasikan ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

13

Daftar Pustaka
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam.
Iswara,

P.

2010.

Penciptaan

Alam

Semesta

Menurut

Veda.

Dalam

http://www.vedasastra.com/340/2010/03/20/penciptaan-alam-semesta-menurutagama-hindu-dan-perbandingannya-dengan-teori-modern/. Diakses pada 4 Juni 2015.


Nurkatono,

D.

2013.

Pengertian

Yoga.

Dalam

http://www.slideshare.net/didiknur68/makalah-yoga. Diakses pada 4 Juni 2015.


Paduarsana. 2013. Tri Kaya Parisudha. Dalam http://paduarsana.com/tag/tri-kayaparisudha/. Diakses pada 4 Juni 2015.
Pendit, S. 2002. Bhagavadgita. Dalam Google Book. Diakses pada 4 Juni 2015.

DOA PENUTUP

Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah


Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantam

Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah


Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya, hanya atas
anugrah-Mu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik

Om Santih, Santih, Santih, Om.

MAKALAH AGAMA HINDU

Musuh-Musuh yang Ada Pada Diri Manusia

Oleh :

Dosen Pengampu

: Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.

DISUSUN OLEH
KELAS IIA
Ni Nyoman Pipi Setya Dewi

1413021029

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2015

KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul Musuh-Musuh yang
Ada Pada Diri Manusia dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, kami mengucapkan terima
kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan
materiil kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang tulisannya
dikutip sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Om Santih, Santih ,Santih, Om

Singaraja, 2 Juni 2015

Penulis

Agama Hinduii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .....................................................................

ii

DAFTAR ISI ...................................................................................

iii

DOA PEMBUKA ....

iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................

1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sifat Manusia yang Menjadi Musuh Dalam Dirinya ...

2.2 Musuh Sejati yang Ada Pada Diri Manusia .

2.3 Implementasi Dalam Mengatasi dan Mengendalikan Diri dari


Musuh-Musuh yang Ada Pada Diri Sendiri. .

10

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan ......................................................................................

17

3.2 Saran ............................................................................................

18

DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Agama Hinduiii

DOA PEMBUKA

Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha

Ya Tuhan semoga atas perkenaan-Mu,


tiada suatu halangan bagi hamba memulai pekerjaan ini
dan semoga berhasil dengan baik.

Agama Hinduiv

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama
merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah
sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama untuk
keselamatan hidupnya. Agama dapat dijadikan sandaran vertikal bagi
manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan
manusia. Pemerintah dengan berlandaskan pada garis-garis besar haluan
negara (GBHN) memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum di
sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
Manusia dalam konsep Hindu adalah Svambhu yang artinya makhluk
pertama yang memiliki kemampuan berpikir yang menjadikan dirinya sendiri.
Secara etimologi kata manusia berasal dari kata manu yang artinya
kemampuam berpikir atau pikiran. Manusia adalah kesatuan antara badan
jasmani dan jiwa menjadikan ia secara psikopik terus berkembang. Manusia
merupakan makhluk yang memiliki Tri Pramana yaitu kemampuan untuk
berpikir, berkata, dan berbuat, yang sekaligus membedakan manusia dengan
makhluk lainnya. Manusia memiliki kesempurnaan yang paling tinggi diantara
makhluk lainnya yang mengatur dirinya menemui penciptanya yaitu Sang
Hyang Widi Wasa.
Manusia memiliki wiweka atau kemampuan untuk membedakan mana
yang baik dan salah dalam melakukan sesuatu. Secara umum manusia senang
pada keindahan, baik itu keindahan alam maupun seni. Musuh terbesar yang
dimiliki manusia yaitu musuh yang ada pada dirinya sendiri atau Sad Ripu,
Awidya serta kegelapan. Sad Ripu ini berada di dalam diri setiap manusia,
sifat sifat tersebut akan mempengaruhi watak dan perilaku manusia. Musuhmusuh yang ada pada diri manusia tersebut dapat mengakibatkan manusia
tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Manusia bisa lupa dengan
dirinya sendiri akibat dari sifat awidya atau kegelapan yang dimilikinya. Saat
ini manusia lebih condong mementingkan hawa nafsunya daripada

Agama Hindu1

mementingkan kebenarannya. Berbagai cara ia lakukan untuk memenuhi


keinginannya terpenuhi. Manusia tidak peduli dengan jalan yang ditempuhnya
itu sudah benar atau salah, ia hanya memikirkan hawa nafsunya saja.
Ketika manusia di pengaruhi oleh Awidya maka pikiran seseorang akan
berpikir secara tidak jernih dan sekaligus berbuat yang tidak benar, karena
perbuatan dimulai dari pikiran. Awidya menjadi energi prakrti yang
mengaburkan daya-daya spiritual dan roh-roh pribadi, yang membentuk
selubung yang menyembunyikan yang tertinggi. Awidya merupakan musuh
yang terletak pada diri sendiri. Musuh ini tidak dapat dihilangkan namun dapat
dikendalikan. Sifat awidya yang ada pada diri manusia apa bila tidak
dikendalikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan kejam, seperti
marah, kejam, dengki, iri hati , suka memfitnah, merampok dan yang lainnya.
Kegelapan merupakan musuh lain yang ada pada diri manusia. Ketika
manusia dipengaruhi kegelapan maka manusia akan mengalami perbuatan
yang tidak benar seperti kebingungan dan kegelisahan. Berdasarkan masalah
tersebut, untuk mengetahui lebih jauh musuh-musuh yang ada pada diri
manusia, maka penulis tertarik membuat makalah yang berjudul MusuhMusuh yang Ada Pada Diri Manusia
1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalahnya:
1.2.1. Sifat manusia yang bagaimanakah yang menjadi musuh dalam dirinya?
1.2.2. Siapakah sesungguhnya musuh sejati manusia?
1.2.3. Bagaimana implementasi dalam mengatasi musuh-musuh yang ada
pada diri manusia?

1.3.

Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui sifat manusia yang menjadi musuh dalam dirinya
1.3.2. Untuk mengetahui siapa sesungguhnya musuh sejati manusia.
1.3.3. Untuk mengetahui implementasi dalam mengatasi musuh-musuh yang
ada pada diri manusia.

Agama Hindu2

1.4.

Manfaat
1.4.1. Memperoleh pengetahuan lebih jauh mengenai sifat manusia yang
menjadi musuh dalam dirinya.
1.4.2. Memperoleh pengetahuan siapa sesungguhnya musuh sejati yang ada
pada diri manusia
1.4.3. Memperoleh pengetahuan bagaimana implementasi dalam mengatasi
musuh-musuh yang ada pada diri manusia.

Agama Hindu3

BAB II
PEMBAHASAN
3.1. Sifat Manusia yang Menjadi Musuh Dalam Dirinya
2.1.1. Anarya atau sifat lemah
Sifat lemah yang ada pada setiap diri manusia menyebabkan
mudah menyerah pada keadaan (Kenaka, 2012). Sifat lemah ini
disebut anarya. Sifat lemah dapat membuat orang menjadi berpikir
menuju jalan yang tidak benar. Sifat ini juga dapat membuat orang
lupa dengan tujuan akhirnya. Misalnya saja ketika seseorang
bermasalah dengan gurunya sendiri, walaupun ia dalam keadaan
yang benar maka ia akan mengalah daripada mesti melawan gurunya
sendiri. Bhagavad Gita Bab II yang menyatakan Arjuna tidak mau
melawan gurunya sendiri karena dipengaruhi oleh sifat lemah, yang
terdapat pada sloka:
Klaibyam ma sma gamah partha
Naitat tvayy upapadyate
Ksudram hrdaya-daurbalyam
Tyaktvottistha parantapa
(Bhagavad Gita II. 3)
Wahai Partha, janganlah menyerah kepada kelemahan ini. Hal ini
sama sekali tidak pantas bagimu. Tinggalkanlah kelemahan hati yang
tidak ada artinya itu dan bangkitlah. . . wahai Arjuna.
Arjuna uvaca
Katham bhisman aham sankhye
Dronam ca madhusudana
Isubhih pratiyotsyami
Pujarhav ari-sudana
(Bhagavad Gita II. 4)
Arjuna berkata: Wahai Madhusudana, bagaimana hamba mampu
melespaskan anak panah di dalam pertempuran, O Arisudana . . . , ke

Agama Hindu4

arah orang-orang yang hamba patut sembah seperti kakek Bhisma


dan Guru Drona?.
Gurun ahatva hi mahanubhavan
Sreyo bhoktum bhaiksyam apiha loke
Hatvartha-kamams tu gurun ihaiva
Bhunjiya bhogan rudhira-pradigdhan
(Bhagavad Gita II. 5)
Daripada membunuh para guru yang sesungguhnya adalah tokohtokoh yang sangat agung, lebih baik hamba hidup di dunia ini
dengan cara mengemis. Oleh karena, dengan membunuh mereka
yang menginginkan keuntungan duniawi, tetapi mereka tetap adalah
para guru, maka kepuasan itu bagaikan menikmati makanan yang
bergelimangan dengan darah.
Karpanya-dosopahata-svabhavah
Prcchami tvam dharma-sammudha-cetah
Yac chreyah syan niscitam bruhi tan me
Sisyas te ham sadhi mam tvam prapannam
(Bhagavad Gita II. 7)
Kesadaran hamba menjadi sangat lemah dan kalut dipenuhi
kebingungan tentang kewajiban hamba, maka hamba bertanya
kepada Anda, beritahukanlah dengan pasti pada hamba yang mana
lebih baik. Hamba adalah murid Anda, berikanlah pelajaran kepada
hamba, dan hamba menyerahkan diri sepenuhnya pada Anda.
Sifat putus asa seperti ini pada hakikatnya bertentangan dengan
ajaran agama Hindu yang mewajibkan agar tidak berputus asa dalam
segala hal, karena semua yang kita lakukan hanya bersifat sementara.
Bhagavad Gita Bab II menyatakan segala sesuatu yang datang dan
pergi bersifat sementara, seperti pada sloka:
matra-sparsas tu kaunteya
sitosna-sukha-duhkha-dah
agamapayinonityas
Agama Hindu5

tams titiksasva bharata


(Bhagavad Gita II. 14)
Wahai putra Kunti, panas dan dingin, suka dan duka, semua itu
terjadi akibat sentuhan indria dengan obyeknya. Semuanya datang
dan pergi serta bersifat sementara. Wahai Arjuna . . . , terimalah
semua hal itu tanpa tergoyahkan.
2.1.2. Awidya atau kegelapan
Kebodohan atau avidya pada hakikatnya menimbulkan
kesalahan dalam memahami terutama masalah kirti dan yasa
(Kenaka, 2015). Awidya merupakan musuh yang terletak pada diri
sendiri.

Musuh

ini

tidak

dapat

dihilangkan

namun

dapat

dikendalikan. Sifat awidya yang ada pada diri manusia apa bila tidak
dikendalikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan kejam,
seperti marah, kejam, dengki, iri hati , suka memfitnah, merampok
dan yang lainnya. Kesalahan merupakan sesuatu hal yang dimiliki
oleh manusia dan bahkan tidak dapat lepas dari manusia itu sendiri.
Tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan selama
hidupnya. Bhagavad Gita XIV.5 menyatakan alam material terdiri
dari tiga sifat, kebajikan, nafsu dan kebodohan. Bila makhluk hidup
yang kekal hubungan dengan alam, ia akan diikat oleh sifat-sifat
tersebut, wahai Arjuna yang berlengan perkasa. Ketiga sifat yang
disebutkan dalam sloka tersebut merupakan pemicu yang bisa
membuat manusia melakukan sebuah kesalahan. Ketika seseorang
didominasi oleh sifat rajas dan tamas maka seseorang tersebut akan
berbuat sesuai nafsu dan kebodohan. Hal ini dikarenakan ketiga sifat
itu akan tetap ada dan tidak dapat lepas dari manusia itu sendiri.
Awidya juga dapat menimbulkan kebingungan pada diri seseorang.
Bhagavad Gita Bab II menyatakan Arjuna mengalami kebingungan
antara berperang atau tidak, seperti pada sloka:
Avyaktoyam acintyoyam
Avikaryoyam ucyate
Agama Hindu6

Tasmad evam viditvainam


Nanusocitum arhasi
(Bhagavad Gita II.25)
Roh ini tidak dapat dilihat, tidak dapat dipikirkan dan juga
dikatakan bahwa Roh ini tidak berubah. Oleh karena itu, setelah
mengetahui dengan baik tentang kesejatian Sang Roh ini maka
engkau hendaknya jangan menyesal karena badan.
Atha caiman nitya-jatam
Nityam va manyase mrtam
Tathapi tvam maha-baho
Nainam socitum arhasi
(Bhagavad Gita II. 26)
Wahai Arjuna yang berlengan perkasa. . ., jika engkau berpendapat
bahwa Sang Roh senantiasa dilahirkan dan mati, maka tetap saja
engkau tidak patut menyesal.
Kesimpulannya setiap orang atau manusia tetap dipengaruhi
oleh sifat-sifat materi yang ada dialam ini karena manusia
membutuhkan alam untuk bertahan hidup, sehingga sifat alam akan
mempengaruhi manusia meski jika kebajikan yang mendominasi
akan tetapi karena unsur nafsu dan kebohohan juga dimiliki maka
manusia itu tidak luput dari kesalahan.
3.2. Musuh Sejati yang Ada Pada Diri Manusia
Musuh sejati yang ada pada diri manusia itu adalah manusianya itu
sendiri, karena manusia sendiri yang berpikir, berkata, dan berbuat yang
baik atau buruk (Maswinara, 2006). Saat manusia itu dipengaruhi oleh
kegelapan maka manusia itu akan berbuat sesuai dengan hawa nafsunya,
tetapi ketika manusia didominasi oleh kebajikan maka manusia itu akan
berbuat sesuai dengan dharma. Contohnya para koruptor, pikiran para
koruptor tersebut telah dipengaruhi oleh sifat kegelapan, sehingga para
koruptor tersebut hanya memikirkan uangnya saja tanpa memikirkan jalan
yang digunakan itu sudah benar atau salah.

Agama Hindu7

Musuh ini tidak mempengaruhi roh yang ada pada diri manusia, karena
roh ini bersifat kekal atau abadi. Roh ini bersifat tidak dilahirkan, tidak
terbasahkan oleh air, tidak terpikirkan, tidak terkeringkan oleh angina serta
yang lainnya. Bhagavad Gita Bab II menyatakan:
Nainam chindanti sastrani
Nainam dahati pavakah
Na caiman kledayanty apo
Na sosayati marutah
(Bhagavad Gita II. 23)
Senjata-senjata tidak dapat memotong sang roh, api tidak dapat
membakarnya, air tidak dapat membasahi sang roh ini, dan juga angin tidak
dapat mengeringkannya.
Acchedyoyam adahyoyam
Akledyososya eva ca
Nityah sarva-gatah sthanur
Acaloyam sanatanah
(Bhagavad Gita II. 24)
Roh ini tidak dapat dipotong-potong, ia tidak dapat dibakar, tidak dapat
dibasahi oleh air dan juga tidak dapat dikeringkan oleh angina karena Ia
bersifat kekal, berada secara sempurna dimana-man, tidak pernah keluar dari
sifat aslinya, bersifat tetap serta kekal untuk selamanya.
Adapun 6 (enam) musuh yang ada pada diri manusia atau disebut
dengan Sad Ripu. Bagian-bagian dari Sad Ripu (Midastra, 2007):
1. Kama adalah keinginan atau hawa nafsu. Kama dapat dibagi menjadi 2
yaitu kama yang berlebihan atau tidak dapat dikendalikan dan kama
yang dapat direndam atau dikendalikan.
2. Lobha adalah rakus atau ingin memuaskan keinginan sendiri tanpa
menghiraukan hak-hak dan kepentingan orang lain.
3. Krodha adalah pemarah, naik darah, emosi, gelap mata, dukha, dan
gedeg. Krodha merupakan prilaku yang paling cepat mendatangkan
musuh.

Agama Hindu8

4. Mada adalah mabuk karena bangga atau membanggakan diri.


5. Moha adalah kebingungan dan angkuh
6. Matsarya adalah sifat dengki dan iri hati.
Manusia juga memiliki tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan
pikiran orang jadi gelap yang disebut dengan Sapta Timira. Adapun bagianbagian dari Sapta Timira:
1. Surupa adalah wajah atau rupa yang tampan, ganteng atau cantik.
Kegantengan atau kecantikan seseorang kadang kala menyebabkan yang
bersangkutan menjadi angkuh, sombong dan tinggi hati.
2. Dhana atau kemabukan (lupa daratan) karena banyak mempunyai harta
benda atau kekayaan. Banyaknya harta benda yang dimiliki sering kali
menyebabkan seseorang menjadi lupa diri, menepuk dada, angkuh dan
sombong dan tidak ingat dengan teman-temannya.
3. Guna atau kemabukan (lupa daratan) karena mempunyai kepintaran atau
kepandaian. Orang yang pintar juga kadang lupa diri, menganggap orang
lain tidak tahu apa-apa. Orang seperti ini cenderung angkuh dan kurang
disukai oleh masyarakat.
4. Kulina atau kemabukan (lupa daratan) karena keturunan. Factor
keturunan juga sering mengakibatkan orang lupa diri. Seorang keturunan
bangsawan, keturunan raja, kadang kala juga menganggap remeh orang
lain yang tidak seketurunan. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan bagi
orang tersebut.
5. Yohana atau kemabukan (lupa daratan) karena masa remaja atau masa
muda. Anak muda remaja karena kurang pendidikan dan pengalaman,
sering kali lebih menyukai kebebasan dan hura-hura, sering kali sok
jagoan dan suka berkelahi.
6. Sura atau kemabukan (lupa daratan) karena minuman keras. Minuman
keras merupakan musuh yang sangat buruk. Ia dapat membuat orang
mabuk, lupa diri dan berbuat yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Karena itu manusia beragama sebaiknya menjauhi minuman keras.
7. Kasuran atau kemabukan (lupa daratan) karena merasa mempunyai
keberanian. Keneranian kadang kala membuat orang lupa diri.

Agama Hindu9

Keberanian tanpa disertai dengan pikiran yang sehat dan baik dapat
mengakibatkan kerugian atau kesulitan bagi orang lain maupun yang
bersangkutan sendiri.
3.3. Implementasi Dalam Mengatasi dan Mengendalikan Diri dari MusuhMusuh yang Ada Pada Diri Sendiri
Implementasi dalam mengendalikan diri dari pengaruh kemabukan atau
kegelapan, hendaknya kita selalu berusaha untuk berdisiplin sehingga
mendatangkan keselamatan dan kesejahtraan. Adapun disiplin-disiplin dan
pengendalian diri tersebut adalah:
1. Anarya merupakan sifat lemah yang dimiliki oleh manusia. Sifat lemah
tidak

patut

untuk

dipratikkan.

Cara

untuk

mengimplementasi

pengendalian dirinya adalah dengan meningkatkan spiritual misalnya


dengan rajin sembahyang, melakukan yoga semadhi, sehingga timbul
rasa percaya diri. Tentunya masih banyak pengimplementasian yang lain
terhadap cara pengendalian diri dari sifat lemah, yang intinya selalu
berusaha percaya akan diri sendiri mampu melakukannya.
2. Awidya merupakan sifat kebodohan, kebingungan dan kegelapan.
Adapun cara pengimplementasian pengendalian dirinya adalah dengan
menempuh empat jalan untuk menyatukan diri dengan Tuhan untuk
mencapai moksa atau Catur Marga Yoga yaitu:
a. Bhakti Marga Yoga yaitu hakti Marga Yoga adalah jalan pengabdian
kepada Ida Sang Hyang Widhi melalui cinta kasih yang luhur dan
mulia. Untuk memupuk sradha harus adanya rasa bhakti dan kasih
sayang terhadap Tuhan. Bhakti ini digunakan untuk menunjukkan
kasih kepada objek yang lebih tinggi atau lebih luas cakupannya.
Seperti misalnya kepada orang tua, para leluhur, para dewa, Tuhan
Yang Maha Esa. Kata cinta kasih digunakan untuk menunjukkan
cinta kepada sesama manusia atau mahluk di bawah manusia yaitu
kawan, keluarga, pacar, tetangga, rekan kerja, binatang, tumbuhtumbuhan, alam samesta ini. Jalan Bhakti Marga adalah jalan untuk
menuju Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana rasa.

Agama Hindu10

b. Karma Marga Yoga adalah jalan atau usaha untuk mencapai


kesempurnaan atau moksa dengan perbuatan dan bekerja tanpa
pamrih. Pada hakikatnya seorang karma yogi selalu mendambakan
pedoman rame inggawe sepi ing pamrih dengan menyerahkan
keinginannya akan pahala yang berlipat ganda. Hidupnya akan
berlangsung dengan tenang dan dia akan memancarkan sinar dari
tubuhnya maupun dari pikirannya. Contohnya: membantu dengan
rasa tulus iklas tanpa mengharapkan imbalan, dan berdana punia.
c. Jnana Marga Yoga adalah mempersatukan jiwatman dengan
paramatman

yang

dicapai

dengan

jalan

mempelajari

ilmu

pengetahuan dan filsafat pembebasan diri dari ikatan-ikatan


keduniawian. Tiada ikatan yang lebih kuat daripada Maya, dan tiada
kekuatan yang lebih ampuh daripada Yoga untuk membasmi ikatanikatan Maya itu. Pengetahuan akan kebenaran sangatlah penting
sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan yang sesuai dengan apa
yang menjadi persyaratan dari kelepasan atau ketidak terikatan akan
dunia materiil. Contohnya: belajar demi mendapat ilmu pengetahuan
dan dapat menggunakan ilmu tersebut untuk tujuan yang mulia,
seperti mencerdaskan kehidupan berbangsa.
d. Raja Marga Yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai
moksa, Raja Marga Yoga mengajarkan bagaimana mengendalikan
indria-indria dan vritti mental atau gejolak pikiran yang muncul dari
pikiran melalui tapa, brata, yoga dan semadhi. Tapa dan brata
merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi atau nafsu
yang ada dalam diri kita kearah yang lebih positif sesuai dengan
petunjuk ajaran kitab suci. Seorang Raja Yoga akan dapat
menghubungkan dirinya dengan Tuhan misalnya dengan melakukan
Astangga Yoga yaitu delapan jalan untuk melakukan Yoga untuk
mencapai Moksa, yaitu : Yama (Larangan) yaitu disiplin penahanan
diri terhadap keinginan atas nafsu, Nyama (Suruhan) yaitu beradat
yang baik dengan memupuk kebiasaan-kebiasaan yang baik, Asana
yaitu mengatur sikap duduk yang baik, Pranayama yaitu mengatur

Agama Hindu11

pernafasan yang sempurna dan teratur. Puraka (menarik nafas),


Kumbaka (menahan nafas), Recaka (menghembuskan nafas),
Pratyahara yaitu mengontrol dan mengembalikan semua indrya,
sehingga dapat melihat sinar-sinar suci, Dharana yaitu usaha-usaha
untuk menyatukan pikiran dengan Tuhan, Dhyana yaitu usaha-usaha
untuk menyatukan pikiran dengan Tuhan yang tarafnya lebih tinggi
daripada Dharana, dan Semadhi yaitu persatuan Atman dengan
Brahman (Tuhan). Contohnya: melepaskan kehidupan keduniawian
ini dan bertapa memusatkan pikiran hingga mampu menyatukan diri
dengan Tuhan Yang Maha Esa.
3. Sad Ripu merupakan enam musuh yang ada pada diri manusia. Sad Ripu
di Bali dapat dikendalikan dengan melaksanakan upacara potong gigi
atau mesanggih. Upacara potong gigi dipercaya dapat membuat Sad
Ripu menjadi lebih terkendali. Sad Ripu dianggap 6 buah gigi yang ada
berada diatas yang kemudian diratakan atau disanggih. Adapun
implementasi pengendalian diri lainnya yaitu dengan melaksanakan Tri
Kaya Parisudha. Tri Kaya Parisudha merupakan membentuk tiga bagian
badan yang bersemayam di dalam diri manusia yaitu perkataan, pikiran,
dan perbuatan. Bagian-bagian dari Tri Kaya Parisudha :
1. Manacika yaitu berpikir yang baik. Contohnya: ketika teman
mengalami keterlambatan, maka jangan berpikir negatif tentang
dirinya tetapi tetaplah bersyukur bahwa dia berada dalam keadaan
selamat.
2. Wacika yaitu berkata yang baik. Contohnya: tidak berkata yang
membuat perasaan orang lain tersinggung, berkata seperlu saja, serta
jangan berkata yang berhubungan dengan hal-hal negative.
3. Kayika adalah perbuatan yang baik. Contohnya: membantu dengan
rasa tulus iklas, tidak pernah membuat orang menjadi kesal, serta
menjaga perasaan orang lain.
4. Sapta Timira yaitu tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran
orang

menjadi

gelap.

Secara

umum

pengimplementasian

cara

mengendalikan Sapta Timira yaitu Panca Yama Bratha (lima cara untuk

Agama Hindu12

mengedalikan diri), Panca Nyama Bratha (lima macam disiplin dalam


memupuk kebiasaan yang baik), dan Dasa Yama Bratha (sepuluh macam
disiplin pelksanaankesusilan). Adapun bagian-bagian:
a. Panca Yama Bratha
1. Ahimsa adalah tidak menyakiti. Manusia yang baik merupakan
manusia yang mampu saling mengasihi satu sama lainnya seperti
manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan alam, binatang serta tumbuhan.
Contohnya: tidak menebang pohon sembarangan, tidak memburu
binatang langka, serta masih banyak contoh yang lainnya, yang
intinya sebagai manusia saling mengasihi bukan saling
menyakiti.
2. Brahmacari adalah masa menuntut ilmu. Selama masa menuntut
ilmu dilarang untuk melakukan hal-hal yang tidak patut
dilakukannya

atau

bersifat

negative.

Misalnya:

dilarang

berhubungan badan selama masih menutut ilmu pengetahuan,


selalu focus terhadap apa yang dikerjakannya, meninggalkan rasa
malas, dan tidak setengah-setengah dalam belajar.
3. Satya adalah setia terhadap janji yang dibuat. Satya adalah
kejujuran untuk mencari kebenaran ini memang memgang
peranan yang sangat penting di dalam ajaran kerohanian untuk
mencapai kelepasan atau moksa. Satya dapat dibagi menjadi 5
yaitu Satya Hrdaya (setia pada hati nurani), Satya Wacana (setia
pada perkataan), Satya Laksana (setia pada perbuatan), Satya
Semaya (setia pada janji yang dibuat), dan Satya Mitra (setia
pada teman). Contoh implementasinya: ketika membuat janji
kepada orang lain, ingatlah janji tersebut, dan jangan pernah
mengingkari janji yang dibuat.
4. Awyawaharika adalah melakukan usaha dengan berdasarkan
ketulusan hati. Contohnya: membantu orang yang sedang
kesusahan dapat megharapkan imbalannya, karena memberi lebih
baik daripada menerima. Janganlah diingat sebarapa kali pernah

Agama Hindu13

membantu orang lain tapi ingatlah seberapa banyak orang yang


telah membantumu.
5. Asteya adalah tidak curang dalam melakukan sesuatu serta tidak
mencuri hak milik orang lain. Contohnya: ketika mengalami
kesusahan atau membutuhkan uang, janganlah berpikir untuk
melakukan pencurian, pikirlah jalan yang baik, jika tidak minta
tolong kepada orang lain.
b. Panca Nyama Bratha
1. Akroda adalah mampu menahan amarah atau tidak dikuasai oleh
kemarahan. Contohnya: ketika mengalami kekesalan atau
mengalami emosi janganlah meluapkan emosi kepada orang yang
tidak bersalah, berusahalah untuk menenangkan diri, misalnya
dengan menghela nafas tiga kali atau cara yang lainnya.
2. Sauca adalah kesucian lahir dan batin. Contohnya: rajin
melakukan sembahyang, tidak pernah melakukan hal-hal yang
kotor seperti berzinah.
3. Guru Susrusa adalah selalu hormat kepada catur guru (Guru
Swadyaya, Guru Wisesa, Guru Pengajian, serta Guru Rupaka)
serta

selalu

melaksanakan

tuntunan

yang

diberikannya.

Contohnya: ketika bertemu seorang guru di jalan lakukanlah


tegur sapa.
4. Aharalagawa adalah selalu mengatur jenis dan waktu makan
tidak berlebihan. Contohnya: ketika makan janganlah terlalu
banyak mengambilnya, ambillah secukupnya, agar tidak ada sisa
yang mengakibatkan terbuang sia-sia, karena diluar sana masih
banyak orang yang membutuhkan bantuan.
5. Aprama adalah taat, tidak sombong, serta rajin mempelajari
ajaran suci agama. Contohnya: taat dalam bersembhyang, selalu
bersyukur dengan apa yang dimiliki, tidak pernah ketika
memiliki kekayaan yang melimpah.

Agama Hindu14

c. Dasa Nyama Bratha


1. Dana adalah memberi sedekah, berderma, meberikanya tanpa
pamrih.

Contohnya:

ketika

ada

orang

yang

mengalami

kesusahan, maka ketika kita bisa membantunya, maka bantulah


ia semampunya, tanpa mengharapkan imbalan setelah selesai
membantunya atau membantu dengan rasa iklas.
2. Ijya adalah menyembah kepada Sang Hyang Widhi Wasa.
Menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dimaksudkan untuk
selalu eling kepada-Nya. Contohnya: selalu bersyukur ketika
deberikan kemudahan maupun kesusahan, karena Tuhan tidak
akan memberikan cobaaan kepada hambanya diluar batas
kemampuannya.
3. Tapa adalah mengembleng diri untuk menimbulkan daya tahan.
Contohnya: melakukan yoga semadhi, lebih memperdalam ilmuilmu agama.
4. Dyan adalah tekun memusatkan pikiran kepada Sang Hyang
Widhi Wasa. Contohnya: rajin sembahyang, tidak mengingat
Tuhan Yang Maha Esa hanya pada kesusahan, melakukan yoga
secara rutin untuk meningkatkan rasa ketenanangan.
5. Swadyaya artinya memahami dan mempelajari ajaran suci.
Contohnya: ketika diberi pelajaran mengenai agama fokuslah
terhadap apa yang diberikannya, sering membaca kitab-kitab
suci, tentu masih banyak contoh yang lainnya, yang pada intinya
lebih menekuni ilmu agama.
6. Upastanigraha adalah mampu mengendalikan hawa nafsu.
Contohnya: tidak melakukan hubungan badan dibawah umur,
mampu menahan apa yang diinginkan tetapi sebenarnya apa yang
diingikan tidak diperlukan.
7. Brata adalah taat akan sumpah. Contohnya: tidak asal ngomong
mengenai sumpah, ketika anda bersumpah harus siap menerima
resikonya.

Agama Hindu15

8. Upawasa adalah berpantang dan berpuasa. Misalnya: dalam


rangkaian hari raya Nyepi melakukan Catur Brata Penyepian,
mampu menahan rasa lapar.
9. Mona adalah membatasi ucapannya seperlunya saja. Contohnya:
Saat berbicara dengan teman, janganlah menggunkan kata-kata
yang dapat menyinggung perasaan orang lain, berpikirlah
sebelum berbicara, dan hati-hatilah dalam berbicara karena salah
dikit dalam berbicara dapat mengakibatkan permusuhan.
10. Srana adalah melakukan penyucian diri. Contohnya: melakukan
upacara

penglukatan,

focus

terhadap

ajaran

suci,

tidak

memikirkan hal-hal yang negative.


d. Dasa Yama Bratha
1. Anresangsie adalah tidak mementingkan diri sendiri
2. Ksama adalah suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan
3. Satya adalah benar, jujur dan tidakk berdusta
4. Ahimsa adalah tidak menyakiti dan tika membunuh
5. Dama adalah sabar dan dapat menasehati diri sendiri
6. Arjawa adalah tulus hati dan berterus terang
7. Priti adalah cinta kasih sayang
8. Prasada adalah berfikir dan berhati suci
9. Mardurya adalah manis tutur dan panangannya
10. Mardawa adalah rendah hati dan tidak sombong

Agama Hindu16

BAB III
PENUTUP
3.1.

Simpulan
1. Anarya adalah sifat lemah yang ada pada setiap diri manusia
menyebabkan mudah menyerah pada keadaan. Sifat lemah dapat
membuat orang menjadi berpikir menuju jalan yang tidak benar. Sifat
ini juga dapat membuat orang lupa dengan tujuan akhirnya.
2. Awidya adalah ebodohan pada hakikatnya menimbulkan kesalahan
dalam memahami terutama masalah kirti dan yasa. Awidya merupakan
musuh yang terletak pada diri sendiri. Musuh ini tidak dapat
dihilangkan namun dapat dikendalikan. Sifat awidya yang ada pada
diri manusia apa bila tidak dikendalikan akan menimbulkan berbagai
macam tindakan kejam, seperti marah, kejam, dengki, iri hati , suka
memfitnah, merampok dan yang lainnya. Lem merupakan sesuatu hal
yang dimiliki oleh manusia dan bahkan tidak dapat lepas dari manusia
itu sendiri.
3. Musuh sejati yang ada pada diri manusia itu adalah manusianya itu
sendiri, karena manusia sendiri yang berpikir, berkata, dan berbuat
yang baik atau buruk. Adapun (enam) musuh yang ada pada diri
manusia disebut Sad Ripu. Bagian-Bagian dari Sad Ripu yaitu Kama,
Lobha, Krodha, Moha, Mada dan Matsarya. Dalam diri manusia juga
terdapat tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang jadi
gelap. Bagian-bagian dari Sapta Timira adalah Surupa, Dana, Kulina,
Yowana, Guna, Sura, dan Kasuran.
4. Implementasi dalam mengatasi dan mengendalikan diri dari musuhmusuh yang ada pada diri sendiri yaitu Anarya dapat dikendalikan
dengan meningkatkan spiritual misalnya dengan rajin sembahyang,
melakukan yoga semadhi, sehingga timbul rasa percaya diri. Awidya
dalam implementasinya pengendaliannya yaitu dengan menempuh
empat jalan untuk menyatukan diri dengan Tuhan untuk mencapai
moksa atau Catur Marga Yoga. Adapun bagian-bagian dari Catur
Marga Yoga yaitu Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, dan

Agama Hindu17

Raja Marga. Sad Ripu dalam implementasi pengendaliannya dapat


dilakukan dengan upacara mesangih atau potong gigi serta dengan
melaksanakan ajaran Tri Kaya Parisudha. Bagian-bagian dari Tri Kaya
Parisudha yaitu Manacika, Kayika, dan Wacika. Pengimplementasian
cara mengendalikan Sapta Timira yaitu dengan melaksanakan Panca
Yama Bratha (lima cara untuk mengedalikan diri), Panca Nyama
Bratha (lima macam disiplin dalam memupuk kebiasaan yang baik),
Dasa Yama Bratha (sepuluh macam disiplin pelksanaankesusilan) serta
Dasa Nyama Bratha.
3.2.

Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan sebagai umat
Hindu. Kita sebaiknya memahami musuh-musuh yang ada dalam diri
sendiri. Sifat apa saja yang dapat membuat orang menjadi terjerumus
dalam kegelapan, serta dapat mengimplementasikan pengendalian agar
tidak terjerumus kedalam sifat Awidya ataupun Anarya.

Agama Hindu18

DOA PENUTUP

Om Ano Bhadrah Krattawoyantu Wiswatah


Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya
Prasidhantam

Ya Tuhan semoga pikiran yang baik datang dari segala arah


Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang Maha Gaib dan Maha Karya, hanya
atas anugrah-Mu lah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik

Om Santih, Santih, Santih, Om.

DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam.
Kenaka, Jambe Dharmakerti. 2015. Kenali Dirimu dan Kau Akan Mengenal
Tuhan. Jakarta: Yayasan Pitra Yadnya Indonesia.
Maswinara, I Wayan. 2006. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya: Paramita Surabaya.
Midastra, I Wayan. 2007. Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact.
Pendit, Nyoman S. 2001. Kebangkitan, Toleransi dan Kerukunan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

AGAMA HINDU

Ajaran Yoga sebagai Landasan Umat Hindu dalam


Mencapai Moksa

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.

DISUSUN OLEH:

KADEK SRI MAHAYANI

1413021030

KELAS II A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

Doa Pembuka
Om sam gacchadwam, sam vadadwam, sam wo manamsi janatam dewa Bhagam
yatha purwe sam janana upasate.
Om samani wa akutih samana hrdayaniwah, samanamastu wo mano yatha wah
susahasati.
Om ano bhadrah kratawo yantu wiswatah
Terjemahan :
Oh Hyang Widhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu sama lain
untuk menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu bersatu.
Oh Hyang Widhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati,
bersatu dalam pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera dan
bahagia.
Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru

PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
Ajaran Yoga sebagai Landasan Umat Hindu dalam Mencapai Moksa ini dapat
penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Singaraja, 05 Juni 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI
Prakata ...................................................................................................................

ii

Daftar Isi ............................................................................................................... ....

iii

BAB I Pendahuluan .....................................................................................


1.1 Latar Belakang .................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................

1.4 Manfaat penulisan.................

BAB II Pembahasan ....................................................................................


2.1 Cara Mengendalikan Tiga Sifat dalam Diri Manusia untuk Mencapai Moksa....
. ...................
2.2 Peran Ajaran Yoga dalam Upaya Mencapai Tujuan Hidup Beragama (Moksa)..

4
6

2.3 Implementasi Cara Mengendalikan Tiga Sifat dalam Diri Manusia untuk
Mencapai Moksa ......................................................................

10

2.4 Implementasi Ajaran Yoga dalam Upaya Mencapai Tujuan Hidup


Beragama (Moksa)..................................................................

13

BAB III Penutup .........................................................................................


3.1 Simpulan .........................................................................................................

18

3.2 Saran ...............................................................................................................

18

Daftar Pustaka

iii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Moksa adalah salah satu bagian dari Panca Sradha, yaitu lima keyakinan
dasar Agama Hindu. Kitab suci Veda menjelaskan Moksartham Jagadhita ya
ca iti dharma, yang artinya bahwa tujuan agama adalah untuk mencapai
Moksa

(Moksartham)

dan

kesejahteraan

umat

manusia

(Jagadhita).

Kebebasan dalam pengertian Moksa ialah terlepasnya atma dari ikatan maya,
sehingga menyatu dengan Brahman.
Moksa dapat dicapai apabila tumbuh usaha dalam diri untuk melepaskan
diri dari keterikatan keduniawian. Upaya melepaskan diri dari keterikatan
keduniawian dapat menghantarkan manusia menuju Moksa. Hal ini dapat
dilakukan dengan berperilaku baik, beryadna dan melakukan tirthayatra yang
didasari dengan niat yang baik dan suci, sehingga seseorang dapat terlepas
dari keterikatan duniawi.
Orang yang dapat membebaskan dirinya, baik pikiran maupun perasaannya
dari iktan keduniawian serta pengaruh suka dan duka yang muncul dari Tri
Guna akan dapat mencapai Moksa.
Ajaran Yoga dipandang sebagai suatu jalan untuk mencapai tujuan hidup
yang tertinggi, yaitu kebebsan Atma (roh), jiwa manusia yang tidak diikuti
oleh aktifitas keduniawian

dan untuk mencapai Sat, cit, Ananda, yaitu

kebenaran, kesadaran dan kebahagiaan yang kekal abadi. Ajaran Yoga


menekankan dalam mengendalikan badan dan pikiran untuk mencapai tujuan
terakhir. Bentuk-bentuk Yoga ada beberapa macam, yaitu Bhakti Yoga, Karma
Yoga, Jnana Yoga, dan Raja Yoga. Bhakti Yoga yakni menyembah Tuhan
dalam wujud abstrak maupun nyata. Karma Yoga yakni karma yang terkait
dengan ritual atau yadna dan tingkah laku dalam perbuatan. Jnana Yoga yakni
pengetahuan suci menuju Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan Raja Yoga yakni
mengajarkan tentang jalan atau cara dan meditasi (konsentrasi pikiran) untuk
menuju Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat sebuah makalah dengan


judul Ajaran Yoga sebagai Landasan Umat Hindu dalam Mencapai Moksa
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang
menjadi pokok permasalahan dibuatnya makalah ini, di antaranya :
1. Bagaimana cara mengendalikan tiga sifat dalam diri manusia untuk
mencapai Moksa?
2. Bagaimana peran ajaran Yoga dalam upaya mencapai tujuan hidup
beragama (Moksa)?
3. Bagaimana implementasi cara mengendalikan tiga sifat dalam diri manusia
untuk mencapai Moksa?
4. Bagaimana implementasi ajaran Yoga dalam upaya mencapai tujuan hidup
beragama (Moksa)?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan makalah ini, antara lain :
1. Untuk menjelaskan cara mengendalikan tiga sifat dalam diri manusia
untuk mencapai Moksa.
2. Untuk menjelaskan peran ajaran Yoga dalam upaya mencapai tujuan hidup
beragama (Moksa)
3. Untuk menjelaskan implementasi cara mengendalikan tiga sifat dalam diri
manusia untuk mencapai Moksa
4. Untuk menjelaskan implementasi ajaran Yoga dalam upaya mencapai
tujuan hidup beragama (Moksa).
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan, adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan
makalah ini, antara lain :
1. Memperoleh pengetahuan tentang cara mengendalikan tiga sifat dalam diri
manusia untuk mencapai Moksa.

2. Memperoleh pengetahuan tentang peran ajaran Yoga dalam upaya


mencapai tujuan hidup beragama (Moksa)

3. Memperoleh pengetahuan tentang implementasi cara mengendalikan tiga


sifat dalam diri manusia untuk mencapai Moksa
4. Memperoleh pengetahuan tentang implementasi ajaran Yoga dalam upaya
mencapai tujuan hidup beragama (Moksa).

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cara Mengendalikan Tiga Sifat dalam Diri Manusia untuk Mencapai
Moksa
Tiga sifat dasar manusia dalam ajaran agama Hindu dikenal dengan
sebutan Tri Guna. Kata Tri Guna berasal dari bahasa Sanskerta, dari kata tri
dan guna. Tri artinya tiga dan guna artinya sifat atau bakat. Jadi, Tri Guna
adalah tiga sifat dasar yang terdapat pada seluruh makhluk. Ketiga sifat dasar
manusia memengaruhi sejak masih dalam kandungan sampai akhir hayat.
Seperti dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut.
Trai-gunya-visaya veda
Nistrai-gunyo bhavarjuna
Nirdvandvo nitya-sattva-stho
Niryoga-ksema atmavan
(Bhagavad Gita II.45)
Artinya:
Ajaran-ajaran Veda sebagian besar mengajarkan tentang tiga sifat alam;
kebaikan, kenafsuan dan kebodohan. Wahai Arjuna, atasilah ketiga sifat alam
itu. Bebaskanlah dirimu dari dualisme, tempatkan kesadaranmu senantiasa di
dalam tingkat kebaikan, bebaskan diri dari keinginan untuk mendapatkan
pahala dan perlindungan dan mantaplah di dalam Sang Diri.

Manusia memiliki sifat Sattvam, Rajas, dan Tamas dalam dirinya. Ketiga sifat
dasar tersebut dapat membentuk karakter atau watak manusia. Adapun
penjabaran tentang ketiga sifat tersebut seperti berikut.
1. Sattvam
Sattvam adalah sifat tenang, jujur, dan baik. Orang yang lebih dominan
sifat sattvamnya dapat membentuk karakter untuk selalu berbuat kebaikan,
baik dalam pikiran, tindakan maupun perkataan sehingga orang tersebut
menjadi bijaksana, cerdas, sopan, desiplin, jujur, dan selalu menegakkan
dharma. Orang yang dikuasai oleh sifat sattvam biasanya berwatak tenang,

waspada, dan berhati yang damai serta welas asih, dalam mengambil
keputusan akan dipertimbangkan terlebih dahulu secara matang, kemudian
barulah dilaksanakannya. Segala pikiran, perkataan, dan perilakunya
mencerminkan kebijaksanaan dan kebajikan.
2. Rajas
Rajas adalah sifat aktif, semangat, lugas, tegas, sombong angkuh serta
yang lain. Orang yang lebih dominan sifat rajasnya dapat membentuk
karakter kreatif, inovatif, angkuh, sombong, cepat tersinggung, dan merasa
paling benar. Orang yang dikuasai oleh sifat rajah biasanya selalu gelisah,
keinginannya bergerak cepat, mudah marah dan keras hati. Orangnya suka
pamer, senang terhadap yang memujinya dan benci terhadap yang
merendahkannya. Seperti dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai
berikut.
Dhyayato visayan pumsah
Sangas tesupajayate
Sangat sanjayate kamah
Kamat krodhobhijayate
(Bhagavad Gita II. 62)
Artinya:
Orang-orang yang selalu memusatkan pikirannya pada objek-objek indria,
maka keterikatan pada obyek-obyek indria itu akan tumbuh. Dari
keterikatan tersebut akan muncul hawa nafsu, dan dari hawa nafsu akan
muncul kemarahan.
3. Tamas
Tamas adalah sifat malas dan lamban. Orang yang lebih dominan sifat
tamasnya dapat membentuk karakter malas, lamban, pasif, mudah
menyerah dan tidak perduli. Orang yang dikuasai sifat tamah biasanya
berpikir, berkata, dan berbuat sangat lamban, malas, suka tidur, dan rakus.
Sifat Tri Guna tidak dapat dihilangkan, namun dapat dikendalikan dan
diusahakan untuk meningkatkan diri dengan memupuk sifat Sattvam, dan
mengarahkan sifat Rajas dan Tamas ke arah yang positif. Upaya-upaya itu
dapat dilakukan dengan melaksanakan ajaran agama Hindu secara baik dan
5

benar. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sifat Rajas dan
Tamas yang dominan dalam diri, yaitu Tapa (pengendalian diri),

Brata

(berpantang), Yoga (menghubungkan Atman dengan Brahman) dan Samadhi


(meditasi) Dasa Yama Brata (sepuluh cara pengendalian diri) dan menerapkan
Tat Twam Asi, dan mempelajari sastra-sastra suci (veda).
Banyak

hal

yang

dapat

dilakukan

sebagai

manusia

dalam

upaya

mengendalikan diri dari sifat Tamas dan Rajas yang dominan dalam diri. Jika
manusia telah mampu mengendalikan sifat Rajas dan Tamas, serta lebih
menonjolkan

sifat

Sattwam,

sehingga

manusia

dapat

menjalankan

kewajibannya lahir ke dunia ini dengan baik (Sugita & Susila, 2014: 36).

2.2 Peran Ajaran Yoga dalam Upaya Mencapai Tujuan Hidup Beragama
(Moksa)
Catur Marga berasal dari dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti
empat dan Marga berarti jalan, cara, dan usaha. Jadi Catur Marga adalah
empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga disebut juga sebagai Catur Marga
Yoga. Catur Marga Yoga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk
menghormati dan mendekatkan diri pada Ida Sang Hyang

Widhi Wasa.

Emapat jalan spiritual yang utama untuk mendekatkan diri pada Tuhan adalah
Karma Marga Yoga, Bhakti Marga Yoga, Jnana Marga Yoga dan Raja Marga
Yoga.
1. Karma Marga Yoga
Karma Marga Yoga berarti jalan atau usaha untuk mencapai Jagadhita
dan Moksa dengan melakukan kebjikan, tidak terikat oleh hawa nafsu,
melainkan melakukan kewajiban demi untuk mengabdi, berbuat amal
kebajikan untuk kesejahteraan umat manusia dan sesama makhluk. Seperti
yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut.
tani sarvani samyamya
yukta asita mat-parah
vase hi yasyendriyani
tasya parajna pratisthita

(Bhagavad Gita II.61)


Artinya:
Para Sadhaka yang sungguh-sungguh, mengendalikan seluruh indrianya
dan menjadi terlelap secara sempurna di dalam diri-Ku, karena mereka
yang pikirannya erada di dalam pengendaliaanya, maka kesadaraan orang
seperti itu menjadi mantap secara sempurna.
Karma Yoga juga diartikan sebagai jalan pelayanan tanpa pamrih, yang
membawa pencapaian menuju Tuhan melalui kerja tanpa pamrih. Karma
Yoga merupakan penolakan terhadap buah perbuatan, karena buah
perbuatannya

dipersembahkan

kepada

Tuhan

Yang

Maha

Esa,

sebagaimana dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut.


karma-jam buddhi yukta hi
phalam tyaktva manisinah
janma-bandha-vinirmuktah
padam gacchanty anamayam
(Bhagavad Gita II.51)
Artinya:
Orang-orang suci membebaskan dirinya dari pahala-pahala yang lahir dari
perbuatan dengan menekuni bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam
kedaran suci. Mereka terbebaskan dari perputaran kelahiran dan kematian
dan mencapai alam kekekalan.
2. Bhakti Marga Yoga
Bhakti Marga Yoga adalah usaha untuk mencapai Jagadhita dan Moksa
dengan jalan sujud Bhakti kepada Tuhan. Sujud dan cinta kepada Tuhan
sebagai pelindung dan pemelihara semua makhluk, maka Tuhan akan
menuntun seorang Bhakta, yakni orang yang cinta, bakti dan sujud
kepada-Nya untuk mencapai kesempurnaan. Seseorang yang mencintai
Tuhan tidak akan memiliki keinginan ataupun kesedihan. Seseorang
tersebut juga tidak akan pernah membenci makhluk hidup lainnya dan
tidak akan tertarik dengan objek-objek duniawi. Seperti yang dijelaskan
dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut.
durena hy avaram karma

buddhi-yogad dhananjaya
buddhau saranam anviccha
krpanah phala-hetavah
(Bhagavad Gita II.49)
Artinya:
Wahai Dhananjaya, jauhkanlah perbuatan-perbuatan rendah melalui
kesadaran keseimbangan seperti itu. Berlindunglah pada kesadaran seperti
itu, oleh karena orang yang menginginkan pahala dari perbuatanperbuatannya sesungguhnya adalah orang yang pelit.

yada samharate cayam


kurmo nganiva sarvasah
indriyanindriyarthebhyas
tasya prajna pratisthita
(Bhagavad Gita II.58)
Artinya:
Sebagaimana kura-kura menarik anggota-anggota badannya dari seluruh
arah, seperti itu pula ketika orang menarik seluruh indrianya dari objekobjek indria, maka pada saat itu kesadarannya menjadi mantap sempurna.
3. Jnana Marga Yoga
Jnana Marga Yoga adalah suatuu jalan dan usaha utnuk mencapai
Jagadhita dan Moksa dengan mempergunakan kebijaksanaan filsafat atau
pengetahuan. Seseorang yang memiliki kebijaksanaan, maka seseorang
tersebut akan dapat mencapai dharma yang memberikan kebahagiaan lahir
bathin. Jnana bukan hanya tetang pengetahuan kecerdasan, tetapi juga
tetang realisasi langsung dari kesatuan atau penyatuan dengan yang
tertinggi yang merupakan paravidya. Seperti dijelaskan dalam Bhagavad
Gita, sebagai berikut.
yoga-sthah kuru karmani
sangam tyaktva dhananjaya
siddhy-asiddhyoh samo bhutva
samatvam yoga ucyate

(Bhagavad Gita II.48)


Artinya:
Wahai Dhananjaya, lakukanlah segala tugas kewajibanmu dengan
memantapkan diri di dalam yoga, tinggalkan segala keterikatan pada hasil
dari segala perbuatan, seimbangkan diri di dalam keberhasilan maupun
kegagalan, sebab sikap seimbang seperti itulah yang dinamakan yoga.
4. Raja Marga Yoga
Raja Marga Yoga adalah suatu jalan dan usaha untuk mencapai Jagadhita
dan Moksa melalui pengabdian diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa.
Yoga ini mengandung pengertian tentang pengekagan diri, dengan
pengendalian diri yang ketat, tekun dalam yoga, maka persatuan Atma
dengan Brahman akan tercapai (Mudana & Dwaja, 2014: 46).
Jadi, setelah manusia dapat mengendalikan pikirannya dan dapat melepaskan
diri dari keterikatan keduniawian, maka dapat menghantarkan manusia menuju
moksa. Seperti dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut.
sruti-vipratipanna te
yada sthasyati niscala
samadhav acala buddhis
tada yogam avapsyasi
(Bhagavad Gita II.53)

Artinya:
Ketika pikiranmu yang tergoyahkan oleh berbagai perbedaan yang terdapat di
dalam kitab suci akan menjadi mantap dan terlelap di dalam Tuhan Yang
Maha Esa, maka pada saat itu engkau akan mencapai tingkatan Yoga.

2.3 Implementasi Cara Mengendalikan Tiga Sifat dalam Diri Manusia untuk
Mencapai Moksa
Upaya-upaya dalam mengendalikan Tri Guna dapat dilakukan dengan
melaksanakan ajaran agama Hindu secara baik dan benar.

Untuk

mengarahkan sifat rajas ke arah positif, dapat dilakukan dalam kehidupan


sehari-hari yaitu:
1. Melakukan

Tapa

(pengendalian

diri),

Brata

(berpantang),

Yoga

(menghubungkan Atman dengan Brahman) dan Samadhi (meditasi)


Mengendalikan indria indria agar tidak mudah marah, dapat
mengendalikan hawa nafsu dan sebgainya melalui Tapa, Brata, Yoga dan
Samadhi, agar diperoleh ketenangan dalam jiwa maupun pikiran.
2. Dasa Yama Brata (sepuluh cara pengendalian diri)
Dasa Yama Brata merupakan sepuluh macam pengendalian diri tingkat dasar
untuk mencapai kesempurnaan hidup. Pembagian dari Dasa Yama Brata,
diantaranya:
a. Anresamsa
Anremsmsa berarti tidak kejam atau tidak keji. Umat hindu hendaknya
selalu bersikap baik terhadap siapa saja dan dapat mengendalikan dirinya
dengan baik. Umat hindu yang tidak dapat mengendalikan dirinya akan
dicap sebagai orang yang tidak baik dan bisa jadi dipandang sebagai orang
yang kejam.
Contoh-contoh pelaksanaan ajaran Anresamsa:
-

Membatalkan janji pribadi untuk melaksanakan kepentingan warga


masyarakat

Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi

b. Ksama
Ksama artinya pemaaf atau sifat yang mudah memaafkan. Umat hindu
hendaknya merupakan sosok yang pemaaf dan tidak bersifat pendendam.
Bersedia memaafkan kesalahan orang lain merupakan sikap yang sangat
terpuji. Umat hindu hendaknya sadar bahwa berbuat kesalahan adalah
manusiawi, artinya kesalahan itu dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak
seorangpun dapat melepaskan diri dari kekeliruan. Oleh karena itu bersifat
pemaaf hendaknya selalu menjadi pola pikir umat hindu.
c. Satya
Satya artinya jujur, bena atau bersifat baik. Orang yang melaksanakan satya
brata berarti bahwa orang itu tidak pernah menyimpang dari ajaran

10

kebenaran, selalu jujur, dan selalu berterus terang. Umat hindu hendaknya
selalu menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran dan kesetiaan.
d. Ahimsa
Ahimsa berarti membunuh atau menyakiti. Umat hindu tidak dibenarkan
untuk menyakiti apalagi membunuh orang atau mahluk lain. Membunuh
adalah perbuatan dosa. Pengecualian hanya diberikan dalam hal membunuh
binatang dengan maksud untuk dipergunakan sebagai pengorbanan suci
atau yadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
e. Dama
Dama berarti mengendalikan nafsu atau mengalahkan nafsu. Dama juga
berarti mengendalikan diri atau mengendalikan nafsu. Umat hindu
hendaknya dapat mengendalikan atau menundukkan hawa nafsunya. Umat
hindu harus dapat memilah yang mana yang baik dan buruk agar dapat
menimbulkan ketenangan dan ketentraman batiniah. Hanya dengan
ketenangan dan ketentraman pikiran umat hindu akan dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik.
f. Arjawa
Arjawa berarti teguh pendirian atau mempertahankan kebenaran. Orang
yang selalu melaksanakan Arjawa Brata berarti selalu berusaha untuk
berbuat benar. Orang ini adalah orang yang taat, disiplin, jujur dan tidak
pernah berbohong. Hanya dengan berpegang teguh pada pendirian,
seseorang akan tidak mudah terombang-ambing oleh pikiran-pikiran yang
tidak baik dan tidak suci.

g. Priti
Priti berarti kasih sayang kepada semua mahluk. Sebab semua mahluk
adalah ciptaan Tuhan, oleh karena itu kita wajib saling menyayangi. Umat
hindu harus bersikap welas asih atau penuh rasa kasih sayang terhadap
sesama. Sikap kasih dan sayang terhadap sesama akan menimbulkan rasa
simpati.
h. Prasada

11

Prasada artinya berpikir tenang, bersih dan suci. Tenang artinya tidak
mudah berubah pikiran, tidak goyah, tetapi juga tidak takut, sehingga tidak
mudah terkena pengaruh yang tidak baik. Dalam pergaulan hidup seharihari umat hindu hendaknya selalu berpikir positif, berpikir jernih dan suci
serta tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, maka kesucian
pikirannya akan menjadi terganggu dan ini menyebabkan sirnanya
ketenangan dan ketentraman sehingga akan sulit baginya untuk menuju
kejalan Tuhan.
i. Madhurya
Madhurya berarti lemah lembut, tidak berkata keras apalagi kasar.
Berbicara dengan siapa saja hendaknya selalu lemah lembut dan dengan
tutur kata yang halus serta tidak sampai menyinggung apalagi menyakiti
hati.
j. Mardawa
Mardawa berarti rendah hati, tidak suka menonjolkan diri dan tidak suka
bersikap sombong. Rendah hati tidak berarti rendah diri, tetapi selalu
bersikap

merendah

atau

tidak

mau

menunjukan

kemampuannya

(Rudiarta,2015).
3. Menerapkan Tat Twam Asi
Tat Twam Asi, berarti Aku adalam Kamu dan Kamu adalah Aku. Jika ada
seseorang yang cepat tersinggung dan mudah marah dengan orang lain,
maka seseorang tersebut sebenarnya sedang marah dengan drinya sendiri.
4. Mempelajari sastra-sastra suci (Veda)
Pengendalian sifat Rajas dan Tamas, dapat dilakukan dengan mempelajari
sastra-sastra suci (Veda), Veda adalah sebagai pedoman bagi umat Hindu
untuk berbuat, bertindak, dan berpikir yang baik. Jika hal tersebut
dilanggar, maka seseorang tersebut telah melakukan perbuatn dosa.

Upaya dalam mengendalikan sifat Rajas dan Tamas tidak hanya dilakukan
melalui Tapa, Brata, Yoga Samadhi, melaksanakan ajaran Dasa Yama Brata
dan menerapkan Tat Twam Asi, namun masih banyak hal yang dapat
dilakukan dalam mengendalikan sifat Rajas dan Tamas.

12

2.4 Implementasi ajaran Yoga dalam upaya mencapai tujuan hidup


beragama (Moksa)
Contoh dalam kehidupan sehari-hari peran ajaran Catur Marga Yoga dalam
upaya mencapai tujuan hidup beragama (Moksa), sebagai berikut.
1. Karma Marga Yoga
a. Berbuat dan Membantu dengan tulus
Berbuat dan membantu dengan tulus ikhlas dalam bahasa Bali disebut
dengan Ngayah dan Matatulung merupakan istilah yang ada di Bali
dan identic dengan gotong royong. Ngayah dapat dilakukan di purapura, dalam hal upacara keagamaan, seperti odalan-odalan atau karya.
Matatulungan dapat dilakukan antarmanusia yang mengadakan
upacara keagamaaan, seperti upacara pawiwahan, mecaru dan lain
sebagainya. Sesuai dengan ajaran Karma Yoga, hendaknya ngayah
atau matatulungan ini dilakukan secara ikhlas tanpa ada ikatan apa
pun.
b. Berkarma yang baik
Berbuat baik hendaknya selalu dilakukan. Agama Hindu memiliki
slogan yang mengatakan Rame ing gawe sepi ing pamrih yang artinya
banyaklah berbuat baik tanpa pernah berpikir dan berharap suatu
balasan. Niscaya dengan terus melaksanakannya akan selalu
mendapatkan karunia-Nya. Berkarma baik adalah suatu pelayanan.
Seseorang akan bahagia bila bisa menyenangkan orang lain. Tat Twam
Asi, yang artinya aku adalah kamu dan kamu adalah aku adalah salah
satu dasar untuk berkarma baik.

c. Karma Phala
Karma Phala merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan. Jika
seseorang yang melakukan yang baik (Subha Karma) maka akan
membawa hasil yang baik, sedangkan jika melakukan perbuatan yang
buruk (Asubha Karma) maka akan membawa hasil yang buruk.

13

Karma Phala memberikan keyakinan bahwa segala tingkah laku agar


selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita-cita
yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.
Karma Phala menghantarkan roh (atma) masuk surge atau neraka. Bila
dalam hidupnya selalu berbuat baik maka pahala yang didapat adalah
surga, sebaliknya bila dalam hidupnya selalu berbuat buruk yang
didapat adalah neraka.
2. Bhakti Marga Yoga
a. Pelaksanaan Tri Sandya dan Yadnya Sesa
Jalan yang utama utnuk memupuk perasaan bhakti, yaitu rajin
menyembah Tuhan dengan hati yang tulus dengan melakukan Tri
Sandhya yaitu sembahyang tiga kali dalam sehari serta melaksanakan
yadnya sesa setelah selesai memasak, sebagai upaya dalam
mewujudkan rasa bhakti sekaligus mendekatkan diri kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dengan melaksanakan Tri Sandhya dan
yadnya sesa dengan tulus ikhlas.
b. Pelaksanaan pada Hari Keagamaan
Implementasi Bhakti Yoga juga dapat dilaksanakan pada hari-hari
keagamaan Hindu, seperti hari Saraswati, Tumpek Wariga, Tumpek
Uye dan lain sebagainya. Hari Saraswati adalah hari turunya ilmu
pengetahuan

dengan

memuja

Dewi

Saraswati.

Bagi

yang

melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, yaitu tidak membaca dan


menulis selama 24 jam berarti telah melaksanakan bhakti kepada Dewi
Saraswati.
Tumpek Wariga merupakan upacara untuk menghormati keberadaan
tumbuh-tumbuhan sebagai makhluk hidup, sedangkan Tumpek Uye
adalah upacara dalam menghormati keberadaan hewan atau binatang.
Melaksanakan upacara tumpek adalah realisasi dari konsep Tri Hita
Karana. Jika semua itu dilakukan engan rasa tulus ikhlas berarti telah
melaksanakan ajaran Bhakti Marga Yoga.
Penerapan Bhakti Marga dalam umat Hindu seperti berikut ini :
1. Melaksanakan doa atau puja tri sandhya seara rutin setiap hari

14

2. Menghaturkan banten saiban/ngejot atau yajnasesa


3. Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua
manifestasi-Nya
4. Berbakti kehadapan Leluhur
5. Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa
6. Melaksanakan upacara Dewa Yajna, seperti piodalan atau puja
wali, saraswati, pagerwesi, galungan, kuningan, nyepi, siwaratri,
purnama, tilem, tumpek landep, tumpek wariga, tumpek krulut,
tumpek wayang dan lain-lainnya
7. Melaksanakan upacara Manusia Yajna, seperti magedonggedongan, dapetan, kepus puser, macolongan, tigang sasihin,
ngotonin, munggah deha, mapandes, mawiwaha, mawinten, dan
sebagainya
8. Melaksanakan upacara Bhuta Yajna, seperti masegeh, macaru,
tawur, memelihara lingkungan, memelihara hewan, melakukan
penghijauan, melestarikan binatang langka, dan sebagainya
9. Melaksanakan upacara Pitra Yajna, seperti bhakti kehadapan guru
rupaka atau rerama, ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur,
berdana punya kepada orang tua, membuat orang tua menjadi
bahagia
10. Melaksanakan upacara Rsi Yajna, seperti upacara pariksa, upacara
diksa, upacara ngelinggihang veda, berdana punya pada sulinggih
atau pandita, berguru pada orang suci, tirtha yatra ke tempat suci
bersama sulinggih atau pandita, berguru pada orang suci, sungkem
(pranam) pada sulinggih sebagai guru nabe, menerapkan ajaran tri
rnam, dan sebagainya (Siralita, 2012).
3. Jnana Marga Yoga
a. Ajaran Brahmacari
Brahmacari adalah mengeanai masa menuntut ilmu dengan tulus
ikhlas. Tugas pokok seorang siswa adalah belajar. Belajar yakni bukan
hanya membaca buku, tetapi mengacu pada ketulusikhlsan dalam
15

segala hal. Contohnya rela dan ikhlas dimarahi oleh guru atau orang
tua, karena pasti demi kebaikan siwa tersebut dan menggunakan
pikiran untuk menuntut dharma dan ilmu penegetahuan.
b. Ajaran Catur Guru
Berhasilnya seseorang menempuh jenjang pendidikan tertentu tidak
akan mungkin bila seseorang tersebut tidak memiliki rasa bhakti
kepada Catur Guru. Seseorang yang melaksanakan ajaran bhakti
kepada Catur Guru dengan baik, pada umumnya memiliki disiplin
dan percaya diri, dengan disiplin dan percaya diri, tidak sajaakan
sukses dalam bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai aspek
kehidupan lainnya. Aktualisasi rasa bhakti kepada Catur Guru dapat
dikembangkan dalam situasi apa pun, sebab hakikat dari ajaran ini
adalah untuk pendidikan diri, terutama pendidikan disiplin, patuh, dan
taat kepada sang Catur Guru dalam arti yang seluas-luasnya.
4. Raja Marga Yoga
Penerapan Raja Marga Yoga terdapat pada ajaran Astangga Yoga, yaitu
Catur Brata Penyepian.
Astangga Yoga merupakan delapan anggota dari Raja Yoga yang terdiri
dari Yama, Nyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharma, Dyana dan
Samadhi. Yama terdiri dari Ahimsa (tanpa kekerasan), Satya (kejujuran),
Brahmacarya, Asetya (tidak mencuri), dan Aparigraha (tidak menerima
pemberian kemewahan). Nyama adalah kepatuhan yang terdiri dari Sauca
(pemurnian

dalam

(penegendalian

dan

diri),

luar),

Santosa

Swadhyaya

(kepuasan

(belajar

jiwa),

kitab

suci)

Tapas
dan

Isvarapranidharma (berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa), dengan


yama dan nyama seseorang dapat mewujudkan kesucian hati.
Asana adalah sikap badan yang benar. Pranayama adalah pengaturan
nafas, yang menghasilkan ketenangan indra dan ketenangan pikiran.
Pratyahara adalah penarikan indra dari objek-objek.
Dharana adalah konsentrasi pikiran pada suatu objek dalam Ista Dewata.
Dhyana adalah meditasi pengaliran yang tak henti-hentinya dari pemikiran
satu objek,yang nantinya membawa kepada keadaan Samadhi.

16

Pelaksanaan Hari Raya Nyepi, pada hakikatnya merupakan penyucian


Bhuana Agung dan Bhuan Alit untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagiaan lahir bathin, dan terbinanya kehidupan yang berlandaskan
Satyam (kebenaran), Sivam (kesucian), dan Sundaram (keharmonisan atau
keindahan).
Penerapan Catur Marga Yoga disesuaikan dengan kondisi atau keadaan yang
berdasarkan atas Desa, Kala, dan Patra, dengan memahami dan menerapkan
Catur Marga Yoga diharapkan seluruh umat Hindu dapat menjadi umat yang
berkualitas, bertanggung jawab, memiliki loyalalitas,jati diri yang mulia guna
tercapai kehidupan yang damai, rukun, tentram, sejahtera dan bahagia. Jadi
dengan penerapan ajaran Catur Marga Yoga diharapkan agar tujuan dari
agama Hindu dapat terwujud.

17

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Mengendalikan tiga sifat dalam diri manusia untuk mencapai Moksa
dilakukan dengan mengendalikan diri dari sifat Tamas dan Rajas yang
dominan dalam diri, serta lebih menonjolkan sifat Sattwam, sehingga
manusia dapat menjalankan kewajibannya lahir ke dunia ini dengan
baik.
2. Peran ajaran yoga dalam upaya mencapai tujuan hidup beragama
(Moksa) adalah dengan melaksanakan empat jalan spiritual untuk
mendekatkan diri pada Tuhan, yaitu: Karma Marga Yoga, Bhakti
Marga Yoga, Jnana Marga Yoga dan Raja Marga Yoga.
3. Implementasi mengendalikan tiga sifat dalam diri manusia untuk
mencapai Moksa, yaitu mengarahakan sifat Rajas dan Tamas kearah
positif, dengan cara melakukan Tapa (pengendalian diri),

Brata

(berpantang), Yoga (menghubungkan Atman dengan Brahman) dan


Samadhi (meditasi) Dasa Yama Brata (sepuluh cara pengendalian diri)
dan menerapkan Tat Twam Asi, dan mempelajari sastra-sastra suci
(Veda).
4. Implementasi peran ajaran yoga dalam upaya mencapai tujuan hidup
beragama (Moksa) adalah dengan menerapkan ajaran Catur Marga
Yoga dalam kehidupan sehari-hari.

3.2 Saran
Sebagai umat Hindu hendaknya selalu mempelajari dan melaksanakan
ajaran Yoga dengan hati yang ikhlas dan pikiran yang suci dalam
mencapai tujuan tertinggi kehidupan umat Hindu yaitu Moksa.

18

DOA PENUTUP

Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya


Prasidhantam
Om Anobadrah Kerhta Wyantu Wiswatah
Om Santih, Santih, Santih, Om
Ya Tuhan, dalam wujud parama acintya yang maha gaib dan maha karya, hanya
atas anugrahmulah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik, Semoga kebaikan
datang dari segala penjuru, Semoga damai, damai di hati, damai di dunia, damai
selamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita. Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam


Mudana, I Nengah & I Gusti Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan
Budi Pekerti. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Siralita, Ni Made. 2012. Empat Jalan Mencari Tuhan. Terdapat pada
http://bigsmiled.blogspot.com/2012/06/4-jalan-mencari-tuhan-agamaberasal.html. Diunduh pada tanggal 03 Juni 2015
Sugita, Ida Kade & Komang Susila. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi
Pekerti. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Rudiarta, I Wayan. 2015. Dasa Yama dan Niyama Brata. Terdapat pada
http://bigsmiled.blogspot.com/2012/06/4-jalan-mencari-tuhan-agamaberasal.html. Diunduh pada tanggal 02 Juni 2015

Anda mungkin juga menyukai