Fakultas MIPA
Jurusan Pend. Fisika
Agama Hindu
Ulasan Lengkap Bhagawad Gita (Pancama
Weda)
Affinity 2A
Editor; still Wirawan
2015
PRAKATA
Om Swastyastu,
Puja dan puji syukur ke hadapan Tuhan yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena atas berkat dan ijin Beliaulah tugas-tugas akhir dari rekan-rekan affinity dapat
terselesaikan tepat waktu. Atas terselesaiaknnya tugas akhir ini, dengan begitu besarnya
pengorbanan dan tantangna yang dihadapi saat pembuatannya hingga dapat terkumpul dengan
tepat waktu, saya ucapkan terima kasih kepada
1. Orang Tua yang selalu memberikan doa yang tulus serta membiayai perkuliahan, baik
tugas maupun biaya lainnya.
2. Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si. atas ijin bimbingannya pada segenap Affinity 2A
dalam mata kuliah Agama Hindu.
3. Sahabat dan teman Affinity sekalian, atas kerjasamanya dalam menyukseskan
pengumpulan tugas akhir Agama Hindu tepat waktu
Seperti pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak begitu pula ulasan
mengenai Bhagawad Gita ini, saya selaku editor dan teman-teman affinity sekalian memohon
kritik dan saran yang bersifat membangun, atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih,
Suksma,
Om Santhi, Santhi, Santhi, Om
Still Wirawan
NIM 1413021011
Penulis,
Teman Affinity,
NIM 01 s.d 30
AGAMA HINDU
BERYADNYA MELALUI ILMU PENGETAHUAN
Oleh:
NAMA
: LUH MAHARTINI
NIM
: 1413021001
KELAS
: II A
DOA PEMBUKA
Om Swastyatu,
Om Bhur Bhuvah Svah, Tat Savitur Varenyam,
Bhargo Devasya Dhimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah.
PRAKATA
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nyalah, makalah yang berjudul Beryadnya Melalui Ilmu Pengetahuan dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini, tentunya mengalami sedikit rintangan. Namun berkat
bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak, rintangan tersebut dapat diatasi.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, walaupun penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk menjadikan makalah ini
lebih baik di kemudian hari. Tidak lupa penulis memohon maaf apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Penulis
DAFTAR ISI
DOA PEMBUKA
PRAKATA
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yadnya..
16
3.2 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Terjemahan:
Pekerjaan dari orang yang sudah terlepas dari ikatan kepamerihan diri
pribadi, dengan pikiran terpusat di dalam pengetahuan, melakukan pekerjaan
hanya sebagai yadnya (korban suci), segala kerjanya bebas dari hukum karma.
Brahmarpanam brahma havir
Brahmagnau Brahmana hutam
Brahmaiva tena gantavyam
Brahma-karma-samadhina
(Bhagavad Gita IV. 24)
Terjemahan:
Baginya pelaksanaan korban suci itu adalah Brahman (Tuhan), korban itu
sendiri adalah Brahman. Disajikan oleh Tuhan didalam api dari Tuhan. Tuhan itu
yang akan dicapai bagi ia yang menyadari bahwa Tuhan ada didalam
pekerjaannya.
Terjemahan:
Seandainya pun engkau adalah orang paling berdosa di antara orangorang paling berdosa, namun tanpa diragukan sedikit pun, melalui perahu ilmu
pengetahun suci, maka engkau akan diseberangkan dari lautan dosa.
Sraddhaval labhate jnanam
Tat-parah samytendriyah
Jnanam labdhva param santim
Acirenadhigacchati
(Bhagavad Gita IV.39)
Terjemahan:
Mereka yang mempunyai keyakinan yang mantap, yang sudah
mengendalikan
indria-indrianya
dengan
baik
dan
sudah
mencapai
Mengenai arti pentingnya ilmu pengetahuan juga dapat dilihat pada sloka
(dalam Wiguna, 2014) berikut:
Ilmu pengetahuan ibaratnya bagaikan Kamadhenu,
yaitu yang setiap saat dapat memenuhi segala keinginan.
Pada saat orang berada di negara lain, ilmu pengetahuan
bagaikan seorang ibu yang selalu memelihata kita.
Orang bijaksana mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah
kekayaan yang rahasia, harta yang tak kelihatan.
(Canakya Niti Sastra Bab IV.5)
Atma-samyama-yogagnau
Juhvati jnana-dipite
(Bhagavad Gita IV.27)
Terjemahan:
Beberapa orang Yogi mempersembahkan seluruh fungsi indria dan
fungsi nafas hidup yang diterangi oleh ilmu pengetahuan suci ke dalam api
suci praktik Yoga pengekangan diri sendiri.
Dravya-yajnas tapo-yajna
Yoga-yajnas tathapare
Svadhyaya-jnana-yajnas ca
Yatayah samsita-vratah
(Bhagavad Gita IV.28)
Terjemahan:
Yogi-Yogi lain ada yang mengorbankan harta benda sebagai
persembahan suci, ada yang melaksanakan pertapaan berat sebagai
persembahan korban suci, ada
persembahan suci, ada yang dengan mempelajari kitab-kitab suci Veda dan
ada pula yang melaksanakan korban suci dengan menyebarluaskan
pengetahuan-pengetahuan suci.
Sreyan dravya-mayad yajnaj
Jnana-yajnah parantapa
Sarvam karmakhilam partha
Jnane parisamapyate
(Bhagavad Gita IV.33)
Terjemahan:
Wahai Arjuna sang penakluk musuh, melakukan persembahan suci
melalui ilmu pengetahuan suci adalah lebih baik daripada persembahanpersembahan suci melalui harta benda. Wahai Arjuna, putra Dewi Prtha,
(ketahuilah bahwa) seluruh perbuatan-perbuatan tersebut berakhir pada ilmu
pengetahuan suci.
karena
berfokus
pada
kemeriahan
upacara
yadnya
yang
suci dan buku-buku sastra agama akan dapat mendekatkan diri pada karunia
Tuhan. Rajin membaca sastra agama sesungguhnya merupakan wujud dari
pengamalan Rsi Yadnya, diharapkan semakin sering kita membaca sastra agama
kita akan semakin paham dengan baik akan keagungan ajaran suci Weda yang
disebarkan oleh para Rsi lewat sastra agama tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan penting bagi kita untuk
membangun perpustakaan di pura, desa atau banjar serta mengoperasikannya
dengan baik, sehingga dapat memberikan manfaat yang luas kepada umat Hindu
khususnya.
2. Menjaga dan Melestarikan Lontar-Lontar
Sebagai makhluk yang beragama, sudah sepantasnya kita ikut menjaga
dan melestarikan karya sastra lokal salah satunya, yaitu lontar.
Lontar yang merupakan sebuah teks berisikan Purana sebagai bagian dari
Weda Smerti khususnya dalam kelompok Upaweda sebagai kitab suci umat
Hindu Dharma yang disebutkan tidak akan pernah musnah selama kehidupan ini
masih ada. Teks tersebut sebagaimana disebutkan ditulis tangan pada helaihelai daun lontar dan juga terdapat prasi berbentuk gambar dan lukisan-lukisan,
yang memiliki arti sangat penting dalam hal ilmu pengetahuan dan pengalaman
hidup (Suartama, 2014).
Menjaga dan melestarikan lontar juga merupakan yadnya yang dilakukan
secara tulus ikhlas tanpa pamrih. Karena di dalam naskah lontar terekam hampir
seluruh ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup yang pernah dimiliki orang
Bali di masa lampau, sehingga perlu untuk dijaga dan dilestraikan, agar nanti
dikemudian hari anak cucu kita dapat mempelajari ilmu yang terdapat pada
lontar-lontar tersebut. Ilmu yang terdapat pada lontar sampai sekarang masih
tetap relevan dan berharga untuk diketahui serta dipelajari di tengah-tengah
dunia yang masih tidak menentu.
Oleh sebab itu lontar dengan berbagai tradisinya yang masih hidup di
Bali (dari cara memproses daun lontar sebagai bahan tulis, sampai kepada
mengapresiasi dan mengupas isi lontar dalam tradisi mabasan), perlu terus
dilestarikan, dipelihara, dan bahkan dikembangkan sesuai dengan tuntutan
kemajuan iptek dan zaman.
10
11
12
peserta,
yang
mana
peserta
akan
memperoleh
kesempatan
di bidang agama. Buku yang dibuat tersebut juga nantinya dapat disumbangkan
ke sekolah-sekolah ataupun ke masyarakat.
7. Menerapkan Ajaran Brahmacari
Brahmacari merupakan masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas
pokok kita pada masa ini adalah belajar dan belajar. Belajar dalam pengertian
bukan hanya membaca buku, tetapi lebih mengacu pada ketulusikhlasan dalam
segala hal. Kita harus melaksanakan masa brahmacari ini dengan sungguhsungguh. Misalnya dengan mengamalkan prinsip belajar sepanjang hayat untuk
kelangsungan hidup kita dan persiapan untuk menuju ke masa grahasta. Selalu
belajar dan tetap belajar agar ilmu pengetahuan yang kita miliki semakin
bertambah, serta tidak memandang usia, walaupun kelak kita sudah tua, kita
harus tetap belajar, karena belajar tidak akan pernah ada habisnya. Jika kita
tidak belajar, kita akan menjadi bodoh dan kebodohan merupakan musuh yang
dapat menyebabkan perbuatan buruk dan menghasilkan kesengsaraan bagi diri
kita sendiri maupun bagi orang lain, maka dengan demikian untuk menghindari
kebodohan, kita harus dan wajib untuk mendalami ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan sangatlah penting, demikian sebagai manusia yang
memiliki jnana sudah seharusnya meningkatkannya dengan belajar dan terus
belajar, yang mana dengan ilmu pengetahuan orang dapat membedakan yang
mana yang baik dan yang mana yang buruk. Ilmu yang dipelajari juga tidak
terarah pada ilmu tentang materi saja, tetapi kita harus mempelajari ilmu spritual.
Mampu
menerapkan
ajaran
brahmacari
dengan
sungguh-sungguh
telah
membuktikan bahwa kita telah beryadnya dalam hal ilmu pengetahuan, dengan
jalan belajar disertai kesungguhan hati dan ketulusikhlasan tanpa ada paksaan.
8. Mempelajari Cara Membuat Upakara
Mempelajari cara membuat upakara, salah satunya adalah mejejaitan yang
tidak akan pernah lepas dengan kegiatan yadnya yang ada di Bali. Sekarang ini,
anak-anak Sekolah Dasar (SD) sudah mendapat pelajaran mejejaitan yang menjadi
muatan lokal. Belajar dan berlatih membuat ceper, icuk, canang bunter, tamas,
sok-sokan daksina, dan lain-lain sudah dibiasakan sejak Sekolah Dasar (SD).
Sehingga nantinya dalam setiap kegiatan yadnya, mereka tidak akan merasa asing
lagi dalam hal membuat upakara.
Kegiatan mempelajari cara membuat upakara dapat dilakukan dalam
14
kegiatan pasraman anak-anak dan remaja, yang biasanya secara rutin dilaksanakan
pada liburan panjang setelah kenaikan kelas untuk mengisi waktu luang mereka,
agar terhindar dari kegiatan-kegiatan negatif.
Masyarakat dalam pembuatan upakara baik itu Manusa Yadnya maupun
Dewa Yadnya biasanya dilakukan secara gotong royong. Bagi mereka yang bisa
membuat banten akan dapat menyumbangkan kemampuannya dalam hal membuat
banten, sehingga dapat meringankan beban orang yang memiliki kegiatan upacara.
Karena apabila banten itu dibeli dengan harga yang lebih mahal dan dapat menjadi
beban bagi yang melaksanakan upacara. Saat itu, orang yang memiliki
kemampuan lebih juga dapat mengajarkan atau memberikan ilmunya secara tidak
langsung kepada generasi yang lebih muda.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Yadnya berarti upacara korban suci yang dilandasi oleh hati yang tulus ikhlas.
2. Ilmu pengetahuan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah suatu bidang yang
disusun secara sistematis berdasarkan metode tertentu, untuk dapat dimanfaatkan
sebagai penjelas gejala tertentu. Ilmu pengetahuan dalam ajaran agama Hindu
disebut Jnana. Jnana Marga Yoga merupakan jalan ilmu pengetahuan untuk
menuju atau mencapai Tuhan, bertujuan memberikan kebebasan dari kegiatan
kerja dan pelepasan dari belenggu kerja.
3. Beryadnya melalui ilmu pengetahuan jauh lebih utama daripada dengan
beryadnya dengan menggunakan harta benda.
4. Implementasinya adalah sebagai umat Hindu kita dapat beryadnya melalui ilmu
pengetahuan dengan cara membangun perpustakaan, menjaga dan melestarikan
lontar-lontar, menjaga dan melestarikan museum, memberikan dharma wacana
dan dharma tula, menyumbangkan buku bacaan, menerapkan ajaran brahmacari,
serta mempelajari cara membuat upakara.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan, yaitu seseorang yang hendak beryadnya
sekiranya dilakukan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih.
16
DAFTAR PUSTAKA
M.
2013.
Definisi
Ilmu
Pengetahuan.
Dalam
I.
B.
W.
2012.
Saraswati
dalam
Weda
(Hindu).
Dalam
https://linggahindusblog.wordpress.com/tag/ilmu-pengetahuan-dalam-hindu/.
Diakses pada tanggal 3 Juni 2015.
Mantra, I. B. 1981. Bhagawad Gita. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.
Pudja, G. 1984. Sarasamuccaya. Jakarta: MS.
Pura, Y. 2012. Yadnya. Dalam https://manacikapura.wordpress.com/tattwa/yadnya/.
Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.
Putra, D. 2009. Nilai-Nilai di Dalam Sebuah Keikhlasan/Pengorbanan di Dalam
(Yadnya). Dalam http://dexputra501.blogspot.com/2014/04/nilai-di-dalam-sebuahkeikhlasan-di.html. Diakses pada tanggal 2 Juni 2015.
Suartama, K. 2014. Sumber Ajaran Agama Hindu Melalui
Lontar. Dalam
Wiguna, M. 2014. Nilai etika dan moralitas dalam canakya nitisastra serta kontribusinya
bagi
pendidikan
karakter.
Dalam
DOA PENUTUP
OLEH :
DEWA AYU SASTI SAWITRI
1413021002/KLS. 2A
DOA PEMBUKA
Om purwe jato brahmano brahmacari
dharmam wasanas tapasodatistat
tasmajjatam brahmanam brahma
Iyestham dewasca sarwe amrttna saksama
artinya:
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas
karunia Beliau-lah makalah yang berjudul Berjalan di Jalan Penerangan dapat penulis
selesaikan pada waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak akan bisa penulis selesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak dalam memberi masukan yang bersifat membangun terutama dari dosen
pembimbing yang selalu memberikan pengarahan kepada penulis serta teman-teman yang
senantiasa memberi masukan kepada penulis. Maka dari itu, penulis mengucapkan rasa terima
kasih sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritikan yang bersifat konstruktif sangat diharapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
Doa Pembuka
Prakata................................................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Tuhan dalam Perspektif Hindu ................................................................ 3
2.2 Tujuan Mendekatkan Diri kepada Tuhan ............................................................. 5
2.3 Cara Mendekatkan Diri kepada Tuhan ................................................................. 6
2.4 Implementasi Umat Hindu dalam Usahanya Mendekatkan Diri kepada Tuhan .. 10
Daftar Pustaka
Doa Penutup
ii
BAB I
PENDAHULUAN
dalam makalah ini akan dibahas mengenai konsepsi Ketuhanan dalam perspektif Hindu agar
kita sebagai umat Hindu semakin mengerti tentang ajaran-Nya sehingga dapat mencapai
tujuan akhir sebagai pemeluk agama Hindu.
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.3.2
Menjelaskan tujuan umat Hindu harus senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan.
1.3.3
1.3.4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Tuhan dalam Perspektif Hindu
Dalam perspektif Hindu, Tuhan sering disebut dengan Sang Hyang Widhi. Sang Hyang
Widhi memiliki banyak nama lain dan digambarkan dengan banyak wujud, namun
sesungguhnya, Sang Hyang Widhi tidaklah dapat diwujudkan dalam pikiran manusia
(acintyarupa) atau dalam bahasa Jawa Kuno dinyatakan tan kagrahita dening manah
mwang indriya yang artinya tidak terjangkau oleh akal indriya manusia (Winawan, TT : 9).
Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat menggambarkan bagaimana
sebenarnya Sang Hyang Widhi (Tuhan) itu. Sang Hyang Widhi bersifat impersonal God
(tidak berwujud).
Sang Hyang Widhi digambarkan sebagai Yang Maha Esa yang merupakan sumber
segalanya seperti yang tercantum dalam sloka Bhagavad Gita yang mengatakan :
sri-bhagavan uvaca
aksharam brahma paramam
svabhavo dhyatmam ucyate
bhuta-bhavodbhava-karo
visargah karma-samjnitah
(Bhagavad Gita VIII.3)
Sri Bhagavan bersabda : Yang Maha Agung dan tidak termusnahkan adalah Brahman, sang
jiwa dikatakan sebagai Adhyatman, sedangkan kekuatan aktif yang menumbuhkembangkan
makluk hidup disebut sebagai karma.
Kemudian, dalam sloka lain juga disebutkan :
kavim puranam anusasitaram
anor aniyamsam anusmared yah
sarvasya dhataram acintya-rupam
aditya-varnam tamasah parastat
(Bhagavad Gita VIII.9)
Orang hendaknya selalu memusatkan pikirannya pada Tuhan Yang Maha Tahu, Yang Paling
Tua, Pengendali Tertinggi dari segala sesuatu, yang lebih kecil dari pada atom, yang
3
memelihara semua yang ada, yang wujudnya jauh dari jangkauan pikiran, yang bersinar
cemerlang laksana matahari menghapus kegelapan.
Dari sloka di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Tuhan memang tidaklah dapat
terjangkau oleh pikiran manusia yang terbatas. Sloka tersebut juga menjelaskan mengenai
wujud Tuhan yang lebih kecil dari atom (anima) yang merupakan salah satu dari delapan
sifat agung Tuhan (Asta Astaiswarya) yang terdiri dari Anima, Laghima, Mahima, Prapti,
Prakarya, Icitwa, Wacitwa dan Yatta Kamawasaitwa (Sudiana, 2007 : 13).
Tapi, dalam kehidupan umat Hindu, Tuhan dapat digambarkan dalam berbagai
wujudnya sebagai dewa dan dewi. Hal ini dapat dijelaskan dengan paduan sastra sebuah
lontar bernama Vidhi Papincatan yang menguatkan pendapat bahwa Tuhan merupakan tak
berwujud (impersonal God). Tapi, ketika Sang Hyang Widhi (Tuhan) dimohonkan hadir oleh
umat-Nya, Beliau akan hadir dan telah terwujud dalam alam pikiran dengan wujud utamanya
diseebut Tri Murti yang mengambil manifestasi sebagai Brahma, Visnu, dan Siwa. Ketika
umat menyembah-Nya dalam wujud manifestasi, maka Tuhan dipuja sebagai Tuhan yang
personal (berpribadi).
Pengambilan wujud manifestasi oleh Sang Hyang Widhi yang berbeda-beda merupakan
realisasi dari fungsi tiap manifestasi yang memiliki tugas berbeda. Sesuai dengan sloka
dalam Bhagavad Gita yang menyatakan :
adhibhutam ksaro bhavah
purushas cadhidaivatam
adhiyajno ham evatra
dehe deha-bhrtam varia
(Bhagavad Gita VIII.4)
Wahai manusia termulia, Arjuna, yang dapat termusnahkan adalah Adhibhuta, pemimpin
para Dewa, yaitu Hiranyagarbha. Brahma adalah Adhidaiva, sedangkan Adhiyajna sebagai
Penerima segala pesembahan adalah Aku Sendiri.
Sloka ini menyiratkan secara singkat mengenai bagaimana fungsi Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Brahma dan Visnu.
Dari sloka tersebut, dapat dipahami bahwa untuk dapat bersatu dengan-Nya mencapai
kebebasan tertinggi, manusia harus senantiasa mengingat Tuhan. Di saat melakukan sesuatu,
berusaha untuk mencapi suatu hal, manusia harus bisa mengingat Tuhan agar bisa
mengendalikan diri. Manusia harus berserah diri pada-Nya, namun tetap selalu berusaha
untuk mencapainya. Berpasrah diri bukan berarti diam tidak melakukan apa pun, tapi tetap
berusaha melakukan sesuatu agar dapat terus dekat dengan-Nya.
Ajaran Agama Hindu juga memberikan penjelasan mengenai jalan yang dapat ditempuh
untuk bisa mendekatkan diri kepada Tuhan seperti yang dijelaskan sloka berikut :
abhyasa-yoga-yuktena
cetasa nanya-gamina
paramam purusham divyam
yati parthanucintayan
(Bhagavad Gita VIII.8)
Selalu memusatkan pikiran pada Tuhan Yang Maha Esa melalui pelaksaan praktik yoga
yang baik dan pikiran yang tidak mengembara pada hal-hal lain selain Tuhan, wahai Putra
Prtha, maka seseorang akan sampai pada Pribadi Tertinggi Yang Maha Agung.
Mendekatkan diri kepada Tuhan dapat dilakukan dengan memusatkan pikiran melalui
Yoga. Yoga berasal dari kata yuj yang berarti menghubungkan yang secara detail
merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan penyatuan roh pribadi dengan roh tertinggi
(Maswinara, 1998 : 49). Salah satu ajaran agama Hindu tentang yoga dinamakan Catur
Marga Yoga dimana Catur Marga Yoga ini dapat memantapkan pikiran seseorang dan juga
memberikan kekuatan agar manusia dapat memusatkan pikiran, seperti yang dijelaskan
sloka berikut pada Bhagavad Gita, yakni :
prayana-kale manasacalena
bhaktya yukto yoga-balena caiva
bhruvor madhye pranam avesya samyak
sa tam param purusham upaiti divyam
(Bhagavad Gita VIII.10)
Dia yang pada saat kematian tiba, dengan pikiran yang tidak tergoyahkan dan melalui
kekuatan yoga, menempatkan nafas hidup (di tengah-tengah dahi) terpusat di antara kedua
alis, maka dia pasti sampai pada Pribadi Yang Maha Agung.
7
Catur Marga Yoga merupakan empat jalan penyatuan Atma dengan Brahman yang
terdiri dari Bhakti Yoga, Karma Yoga, Jnana Yoga dan Raja Yoga (Sudiana, 2007 : 35).
Bhakti Yoga merupakan usaha untuk mencapai moksa dengan jalan sujud bhakti kepada
Tuhan. Orang-orang yang mengikuti jalan ini sering disebut dengan Bhaktan. Ketika
seseorang sujud serta bakti kepada Tuhan, Tuhan akan menuntun Bhaktan tersebut untuk
mencapai kesempurnaan dengan melakukan sembah, berdoa serta memohon ampun atas
segala dosa yang telah diperbuat, juga mengucap syukur akan membuat cinta baktinya
semakin dalam hingga membuat Tuhan menampakkan dirinya di hadapan Sang Bhaktan.
Kemudian, jalan selanjutnya adalah Karma Yoga. Karma Yoga merupakan jalan untuk
mencapai kesempurnaan dengan berbuat kebajikan tanpa terikat oleh nafsu. Nafsu yang
dimaksud dapat berupa nafsu untuk mendapatkan hasil dari apa yang telah dilakukan atau
nafsu lainnya yang membuat apa yang telah dilakukan menjadi pamrih. Salah satu sloka
Bhagavad Gita menyatakan :
yad aksharam veda-vido vadanti
vishanti yad yatayo vita-ragah
yad icchanto brahmacaryam caranti
tat te padam sangrahena pravaksye
(Bhagavad Gita VIII.11)
Sekarang akan Aku jelaskan kepadamu secara ringkas mengenai keadaan yang kekal abadi
yang disebutkan oleh para ahli Veda, yang orang-orang suci yang sudah terbebaskan dari
keinginan dan hawa nafsu dapat memasukinya, yang jika orang-orang menginginkan untuk
mencapainya mereka harus menjalankan sumpah brahmacarya, berpantang melakukan seks
dalam segala bentuk.
Melaksanakan Karma Yoga juga memerlukan pengendalian diri terhadap nafsu
sehingga apa yang dikerjakan dapat dilaksanakan dengan iklas. Pengendalian diri menjadi
sangat penting karena banyak sekali manusia tidak dapat melakukan pengendalian diri
dengan baik. Pada sloka Bhagavad Gita menyatakan :
sarva-dvarani samyamya
mano hridi nirudhya ca
murdhny adhayatmanah pranam
8
asthito yoga-dharanam
(Bhagavad Gita VIII.12)
Dengan menutup semua pintu gerbang yang ada dalam badan, pikiran dipusatkan di dalam
hati, dan nafas hidup di tempatkan di ubun-ubun, maka orang menjadi mantap dalam
konsentrasi yoganya.
Sloka tersebut menjelaskan mengenai langkah yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan nafsu yang dimiliki. Menutup segala rongga dalam badan dan
mengendalikannya. Menutup segala indriya untuk dapat melepaskan diri dari ikatan duniawi
agar manusia mudah untuk mengendalikan segala hawa nafsu yang dimilikinya sehingga
pencapaian moksa melalui Karma Yoga dapat dilaksanakan dengan baik.
Jalan selanjutnya yang dapat ditempuh manusia untuk mencapai moksa adalah Jnana
Yoga. Jnana Yoga dalah jalan atau usaha untuk mencapai moksa dengan menggunakan
kebijaksanaan filsafat. Jalan ini menuntun seseorang untuk dapat mendalami ajaran-ajaran
dalam agama sehingga seorang manusia dapat menjadi lebih bijaksana. Seseorang dengan
kebijaksanaannya akan mampu menaklukkan segala nafsu yang ada didalam dirinya sendiri,
menaklukkan segala ikatan keduniawian yang ada dalam diri sehingga seorang Jnanin
(sebutan untuk orang yang melaksanakan Jnana Yoga) dapat menunggal dengan Brahman.
Kemudian jalan terakhir dalam Catur Marga Yoga adalah Raja Yoga. Raja Yoga
merupakan jalan untuk dapat berhubungan dengan Tuhan melalui Tapa, Bratha, Yoga dan
Samadhi. Tapa dan Bratha dapat diartikan sebagai latihan dalam mengendalikan indriya
sedangkan Yoga dan Samadhi merupakan latihan untuk menghubungkan dan menyatukan
Atma dengan Paramatma. Orang yang dapat menumbuhkan kesadaran diri serta
mengabdikan diri sepenuhnya kepada Sang Hyang Widhi Wasa akan dapat mengetahui
hakekat kebenaran Brahman. Orang yang demikianlah yang dapat dikatakan sebagai Yogin.
Sebuah sloka dalam Bhagavad Gita menyebutkan :
ananya-cetah satatam
yo mam smarati nityasah
tasyaham sulabhah Artha
nitya-yuktasya yoginah
(Bhagavad Gita VIII.14)
9
Dia yang setiap saat dengan pikiran yang tidak bercabang-cabang selalu mengingat Aku,
wahai Putra Prtha, bagi seorang yogi yang dengan kesadaran spiritual yang mantap selalu
berada dalam Diri-Ku, maka Aku sangat mudah dicapai.
Raja Yoga menggunakan pikiran sebagai alat, oleh karena itu pengenalan terhadap
pikiran itu sangat penting. Berhasil tidaknya tergantung dari bagaimana manusia bisa
mengendalikan pikiranya sendiri (Cundamani, 1991 : 172). Kemudian, sloka diatas
menjelaskan mengenai langkah untuk pendekatan diri kepada Tuhan melalui pemusatan
pikiran dan juga kesadaran secara spiritual. Seorang yang memiliki kesadaran spiritual
terhadap Tuhan akan bisa memusatkan pikirannya dan juga bisa melakukan Yoga dan
Samadhi. Orang-orang yang demikianlah yang akan sampai pada-Nya yakni tujuan tertinggi
dalam Agama Hindu, moksa. Seorang Yogin seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
haruslah memiliki kesadaran spiritual dan mau mengabdikan dirinya kepada Tuhan, selalu
memikirkan Tuhan dimana pun dan bagaimana pun keadaannya.
Seseorang yang senantiasa memikirkan Tuhan, memfokuskan dan memusatkan
segalanya kepada Tuhan, pastilah ia akan mencapai moksa. Tanpa mengenal waktu, situasi,
dan keadaan. Apabila seseorang tetap pendiriannya kepada Tuhan, sujud serta bakti sekali
pun dalam situasi akan meninggalkan badan kasar, orang tersebut akan sampai pada tujuan
tertinggi yaitu moksa dinyatakan dalam sloka berikut :
om ity ekaksharam brahma
vyaharan mam anusmaran
yah prayati tyajan deham
sa yati paramam gatim
(Bhagavad Gita VIII.13)
Ketika seseorang pergi meninggalkan raganya dengan mengingat-Ku sambil mengucapkan
aksara suci OM di dalam hatinya, maka ia akan sampai pada tempat tujuan yang paling
tinggi.
2.4 Implementasi Umat Hindu dalam Usahanya Mendekatkan Diri kepada Tuhan
Umat Hindu memilik tujuan terakhir yakni moksa dimana atma telah mencapai
kebebasan tertinggi dan meninggalkan segala ikatan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya
10
bahwa ada beberapa jalan yang dapat dilakukan sebagai umat untuk mencapai moksa tersebut
yakni Catur Marga Yoga.
Bagian yang pertama adala Bhakti Yoga dimana dalam kehidupan sehari-hari, manusia
dapat melaksanakannya seperti melakukan Tri Sandya tepat waktu juga melakukan
persembahyangan sehari-hari dan selalu bersyukur akan apa yang dimiliki dengan
menghargai juga termasuk dalam wujud Bhakti Yoga. Ajaran Agama Hindu memiliki banyak
sekali rainan atau hari raya suci yang mana merupakan peluang bagi umat manusia sendiri
untuk melaksanakan Bhakti Yoga, seperti ketika ada odalan dimana umat dapat
melaksanakan ngayah bersama umat lainnya. Kemudian ketika pura sedang dalam tahap
renovasi atau perbaikan, umat dapat ikut melaksanakan perbaikan atau renovasi tersebut. Hal
lainnya juga dapat dilakukan adalah ngayah mereresik (melakukan pembersihan) di pura
dimana biasanya dalam tradisi di Bali, para truna-truni dari wilayah yang sama akan
melakukan sebuah sangkep (rapat) bersama untuk menentukan jadwal mereresik di pura
untuk selanjutnya dilaksanakan bersama sesuai dengan jadwal yang telah disepakati
sebelumnya. Kegiatan ini sebenarnya tidak hanya dilaksanakan oleh remaja saja, tapi anak
kecil pun bisa bergabung untuk ikut ngayah mereresik.
Kemudian, contoh lainnya yang dapat dijelaskan adalah ngayah mayasin di pura-pura
yang rutin dilaksanakan ketika kajeng kliwon atau purnama (untuk Pura Dalem dan Desa).
Pada ngayah mayasin ini, tiap hari-hari tertentu para pemuda dan juga anggota banjar akan
pergi ke pura untuk melakukan pembersihan juga pemasangan atribut untuk bangunanbangunan yang ada di pura seperti kain (kamben), payung, dan lain sebagainya. Selain atribut
bangunan, pengayah juga membantu pemangku di pura untuk menyiapkan sarana dan
prasarana yang akan digunakan untuk persembahyangan hari itu seperti api/dupa, tempat tirta,
sound (untuk pengayah mekidung), tikar serta sesajen-sesajen yang telah disiapkan oleh
pemangku sebelumnya untuk di tata di Pura. Pengayah pada hari ini juga menyiapkan tirta
yang akan dsucikan dan dibagikan ke umat yang bersembahyang nantinya. Pembuatan tirta
ini biasanya disebut dengan ngukup yang memerlukan bahan-bahan seperti bunga, air, api
dan lain-lain untuk dapat membuat tirta yang memiliki rasa khas serta wangi.
Contoh lainnya adalah ketika umat melaksanakan upacara Panca Yadnya terutama pada
bagian Dewa Yadnya yang sering dilaksankan di pura-pura dan juga merajan/sanggah milik
umat Hindu. Acara ini biasanya dalam bentuk piodalan yang dilaksanakan setiap 210 hari
11
atau setahun sekali. Piodalan ini biasanya akan memberikan umat kesempatan untuk ngayah.
Ngayah yang ada ketika piodalan akan bermacam-macam seperti ngayah mekekidung,
ngayah metabuh, ngayah ngigel, dan lain sebagainya. Kesempatan ini merupakan jalan yang
dapat dilaksanakan oleh umat seagama untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Hal-hal yang telah disebutkan diatas merupakan penjabaran dari beberapa implementasi
yang sering ditemui di masyarakat. Seperti yang dijelaskan sebelumnya jika umat Hindu
memiliki banyak hari suci, hal ini menandakan masih banyak juga contoh-contoh Bhakti
Yoga yang dapat dilakukan oleh umat Hindu.
Beralih pada bagian kedua yakni Karma Yoga dimana manusia yang mengambil jalan
ini harus seantiasa melakukan kebaikan. Hal ini dapat dikaitkan dengan konsep Tri Hita
Karana (tiga penyebab kebahagiaan) (Wikipedia, 2015) yang secara langsung berkaitan juga
dengan pelaksanaan Bhakti Yoga. Seperti ketika seseorang memiliki piodalan di sanggah
atau pun merajan, sebagai umat seagama, kita pasti akan pergi ke rumah orang tersebut dan
ikut membantu dalam menyiapkan segala upacara yang diperlukan (metetulung). Secara tidak
langsung, kita telah ikut dalam ngayah di sanggah atau merajan orang tersebut dan hal ini
sudah termasuk dalam Bhakti Yoga yang menyinggung ajaran prahyangan (hubungan yang
harmonis antara manusia dengan Tuhan) yang merupakan salah satu bagian dari Tri Hita
Karana.
Pada bagian selanjutnya dari Tri Hita Karana yakni pawongan yang berarti hubungan
harmonis dengan sesama umat. Konteks pawongan ini dapat dikaitkan dengan ajaran Tat
Twam Asi yang merupakan pedoman umat Hindu untuk bersosialisasi. Manusia sebagai
makhluk sosial pasti memerlukan manusia lainnya untuk bertahan hidup. Tapi, selain
berinteraksi, manusia juga perlu menjaga hubungan antar sesama agar dapat menjadi bagian
dari masyarakat. Salah satu cara agar dapat menjaga hubungan satu sama lain adalah berbuat
baik (subha karma) kepada sesama. Contohnya adalah selalu menolong orang lain di sekitar
kita yang membutuhkan. Cara yang dapat dilakukan untuk menolong orang ada banyak. Hal
kecil yang dapat dilakukan oleh mahasiswa khususnya adalah ikut berpartisipasi dalam
kegiatan yang dilaksanakan di organisasi. Walau pun bukan pemimpin dari organisasi
tersebut, ketika seseorang mendapat jabatan untuk memegang tanggung jawab hendaknya
sebagai manusia harus bisa bertanggung jawab untuk menyelesaikan acara tersebut. Hal ini
12
sudah termasuk dalam Karma Yoga karena dengan bertanggung jawab pada acara tersebut,
sudah dapat dipastika jika orang itu sudah membantu untuk menyelesaikan tugas.
Selain itu, hal lain yang dapat dilakukan adalah ikut berpartisipasi ketika ada organisasi
lain yang mengadakan acara amal. Seseorang yang ikut berpartisipasi dalam acara ini sudah
dapat dikatakan telah melakukan kebajikan. Tidak perduli dengan kuantitas yang diberikan
asalkan tidak mengharapkan hasil apa-apa dari yang telah diamalkan.
Hal lainnya yang berkaitan dengan pawongan adalah melakukan donor darah. Beberapa
organisasi di tingkat universitas biasanya mengadakan kegiatan donor darah. Tidak ada
salahnya sebagai seorang manusia untuk ikut melakukan donor darah karena selain dapat
membantu orang lain, donor darah juga dapat meningkatkan kesehatan diri. Donor darah
merupakan salah satu kegiatan yang positif karena kegiatan ini mampu menolong banyak
orang yang membutuhkan.
Konteks lain yang dapat berkaitan dengan hubungan harmonis antar sesama (pawongan)
adalah konsep tri kaya parisudha dimana konsep ini sangat diperlukan untuk bisa
membangun hubungan baik dengan umat lainnya yang terdiri dari tiga bagian yaitu manacika,
wacika, dan kayika.
Di dalam masyarakat, seorang manusia harus bisa mengendalikan segala tingkah
lakunya agar dapat diterima di masyarakat. Semua tingkah laku manusia berakar dari sebuah
pikiran, jadi manusia haruslah berpikir tentang hal-hal yang positif (manacika) sehingga apa
yang akan dilakukan berakhir baik. Contohnya ketika melihat seseorang yang tampak sibuk
dengan gadget saat melakukan rapat di organisasi hendaknya tidak langsung menegurnya
secara jeblak karena mungkin saja dia sibuk dengan urusan yang berkaitan dengan rapat.
Selalu berpikir positif, akan membuat seseorang terhindar dari tingkah buruk yang akan
menimbulkan masalah kedepannya.
Kemudian, selain memiliki pemikiran yang positif (manacika), manusia juga dituntut
untuk bisa berbicara secara sopan dan santun (wacika) dimana dasar dari wacika ini adalah
manacika. Ketika menghadapi seseorang, hendaknya manusia dapat memikirka kata yang
sekiranya pantas sebelum akhirnya disuarakan agar apa yang telah diucapkan tidak menjadi
boomerang untuk diri sendiri. Semisal ketika mengahapi lomba debat, seseorang harus dapat
memikirkan dengan baik dan menyuarakan dengan baik pendapat yang dimilikinya. Selain
itu, berbicara santun juga diperlukan ketika menghadapi senior atau yang dituakan/dihormati,
13
semisal dosen. Umat harus dapat memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dia ucapkan.
Dari sini dapat dilihat hubungan antara pikiran yang baik dengan perkataan yang baik.
Terakhir adalah kayika yakni perbuatan yang baik dimana perbuatan yang baik ini juga
berkaitan erat dengan dengan pikiran yang baik (manacika). Contohnya ketika seorang
mahasiswa dihadapkan pada banyaknya tugas dan juga kegiatan organisasi, mahasiswa ini
harus tetap bisa berpikir baik agar apa yang dilakukannya juga baik. Jika dia memiliki
pemikiran yang sudah melenceng ke arah negatif, kemungkinan mahasiswa akan mangkir
dari kewajibannya. Hal ini tentu tidak diinginkan. Maka dari itu, untuk menghasilkan sesuatu
yang baik, selalu diawali dengan pemikiran yang baik pula.
Dengan pemikiran yang baik, manusia dapat terhindar dari kebingungan (moha) yang
dapat menjerumuskan seseorang pada kegelapan. Seperti pada kasus mahasiswa tadi. Jika
mahasiswa tadi tidak memiliki pengendalian pikiran yang cukup, dipastikan dia akan
bingung (moha) lalu melakukan hal yang bersifat negatif seperti bolos.
Sebenarnya, masih banyak kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk berbuat
kebaikan pada sesama dan semua hal itu pastilah akan membawa umat kepada moksa asalkan
apa yang telah dilakukan tidak berdasarkan pamrih.
Kemudian bagian selanjutnya yakni palemahan yang berarti hubungan harmonis dengan
lingkungan. Hubungan ini patut dijaga karena sebagai manusia, umat juga bergantung pada
lingkungan.
Sebagai manusia, untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, manusia
mencarinya di alam dan maka dengan inilah, manusia wajib untuk menjaganya. Hal yang
dapat dilakukan sebagai wujud nyata hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungan
adalah dengan merawat tanaman yang ada di sekitar lingkungan. Menyirami bunga atau
merawat tanaman juga telah termasuk dalam perbuatan baik dengan lingkungan. Bahkan,
hanya dengan menata taman agar lebih indah juga sudah termasuk dalam kebajikan ini.
Hal kecil lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan tidak membuang sampah
sembarangan terutama sampah plastik yang sulit terurai. Melakukan langkah kecil ini sudah
mendorong adanya kebersihan di lingkungan sekitar dan akan membuat lingkungan semakin
sehat.
Kegiatan organisasi tingkat siswa mau pun mahasiswa terdapat program pembersihan
areal sekolah atau pun jurusan. Kegiatan ini biasanya juga diselingi dengan penataan taman
14
seperti pada kegiatan jurusan yang melakukan kerja bakti untuk menanam rumput sehingga
keadaan lingkungan bisa jadi lebih hijau. Pembersihan juga rutin dilakukan oleh anggota dari
organisasi tersebut secara berkala atau pun bergilir.
Pada skala yang lebih besar di tingkat mahasiswa, mahasiswa dapat ikut serta dalam
suatu kegiatan mendaki gunung dan ketika mendapatkan kesempatan tersebut, mahasiswa
bisa melakukan pembersihan di gunung dengan memungut sampah-sampah anorganik yang
telah ditinggalkan oleh pendaki lain sehingga ekosistem dapat terjaga. Selain itu, ikut serta
dalam kegiatan kerja bakti baik di tingkat banjar hingga organisasi pun sudah dapat
dikatakan telah melakukan kebajikan untuk alam.
Ajaran Hindu telah mengajarkan tentang menjaga hubungan harmonis dengan
lingkungan. Hal ini sudah terbukti dengan adanya hari raya Tumpek Wariga (pengatag/uduh)
dimana tumbuh-tumbuhan pada hari itu diupacarai. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari
rasa syukur umat dengan diberkahinya tumbuh-tumbuhan kepada umat oleh Tuhan sehingga
umat Hindu dapat menopang hidup pada apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Adanya
Tumpek Wariga ini sudah menunjukkan jika umat Hindu menjaga hubungannya dengan
lingkungan yang diberikan oleh Tuhan.
Sebagai manusia yang memilih jalan Karma Yoga wajib bagi orang tersebut untuk
melakukan kebajikan kepada semua orang dan juga lingkungan karena semua hal itu berasal
dari satu sumber yakni Brahman dan sesuai dengan konsep Tat Twam Asi.
Selanjutnya adalah Jnana Yoga yang merupakan jalan untuk mencapai tujuan dengan
kebijaksanaan filsafat. Inti dari ajaran ini adalah melepaskan kebingungan (moha) dengan
filsafat ilmu pengetahuan untuk bisa mengendalikan pikiran.
Seperti pada contoh kecilnya seorang anak yang tidak tau bahwa melakukan yadnya
sesa itu penting. Ketika diberi tahu apa pentingnya hal tersebut, sang anak akan belajar dan ia
akan mengerti sehingga ia tidak ragu lagi jika melaksankan yadnya tersebut. Begitu pun pada
hal lainnya, Jnana Marga membuat pemikiran terbuka sehingga seseorang dapat
melaksanakan ajaran agama dengan baik. Contoh ini juga menunjukkan bagaiman Jnana
Yoga berkaitan dengan Bhakti Yoga dimana dari seseorang yang menjalani Jnana Yoga
pemikirannya akan terbuka dan lebih bijaksana sehingga ketika melakukan persembahyangan,
tidak ada keraguan lagi yang mengganggu yadnya anak tersebut.
15
Pertama akan dibahas mengenai yama. Di kehidupan sehari-hari, manusia sering sekali
memiliki pemikiran-pemikiran negatif. Banyak dari anak-anak terutama remaja yang mulai
memiliki pemikiran buruk seperti mengambil jatah snack teman ketika rapat (aprigraha),
meminjam uang teman dan tak pernah mengembalikannya lagi (asteya), melakukan
kesalahan dengan sengaja untuk mendapat perhatian dari orang-orang sekitar seperti
membuat kegaduhan tidak jelas, mengatakan hal-hal kotor bahkan terang-terangan
menjadikan hal-hal yang seharusnya tidak dibicarakn di tempat umum sebagai bahan gossip
dan lain sebagainya. Hal-hal seperti di atas haruslah dikurangi karena bertentangan dengan
ajaran dari yama yang mengajarkan untuk mengendalikan diri berupan pantangan untuk
menyakiti seperti memukul anjing atau hewan peliharaan (ahimsa), memberikan uang hasil
temuan di jalan pada pemiliknya, memiliki suatu benda atau barang karena jujur bukannya
mengambil milik orang lain.
Berikutnya adalah nyama yang merupakan pengendalian diri secara batin. Hal yang
dapat dilakukan untuk pengendalian ini adalah dengan mandi dan membersihkan diri (sauca),
tetap menghargai apa yang dimiliki dengan tidak membuang barang sembarang (santosa),
muali memperdalam ilmu agama dengan belajar kitab-kitab suci (swadhyaya), dan selalu
ingat untuk melaksanakan sembahyang tri sandya tepat waktu juga persembahyangan lainnya
(Iswara pranidhana). Hal-hal yang telah disebutkan merupakan bentuk dari implementasi
nyama dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian asana yang sering dilakukan ketika hendak melakukan persembahyangan,
dimana umat akan mengambil posisi duduk yang sempurna untuk bisa melakukan
persembahyangan secara nyaman dan khusyuk. Biasanya pada laki-laki akan mengambil
sikap bersila (padmasana) dan perempuan dengan bersimpuh (bajrasana).
Selanjutnya adalah pranayama yang dilakukan sebelum persembahyangan. Menarik
nafas, kemudian menahannya lalu menghembuskannya. Hal ini dilakukan untuk mendapat
ketenangan sebelum memulai persembahyangan. Tapi dalam beberapa praktiknya di
kehidupan sehari-hari, pranayama sering dilakukan oleh orang-orang yang ingin mencapai
ketenangan agar bisa berpikir jernih ketika menghadapi masalah. Contoh nyatanya ketika
guru menghembuskan nafasnya saat sedang kewalahan mengurusi kelas yang dididiknya.
Lalu ada pratyahara. Di kehidupan sehari-hari pratyahara ini sering ditemui terlebih
ketika laki-laki dan wanita berkumpul besama. Pengendalian hawa nafsu sangat dibutuhkan
17
karena sering sekali wanita secara sadar atau tidak memperlihatkan sesuatu yang seharusnya
tidak terlihat. Seperti misalnya bagian punggung wanita saat menggunakan pakaian adat,
sebagai laki-laki harus bisa mengendalikan diri melihat hal-hal seperti itu. Sama juga seperti
wanita, ketika melihat laki-laki yang tampan, harus bisa mengendalikan pikirannya sendiri
agar tidak lepas control dan berteriak aneh hanya untuk menarik perhatian lawan jenisnya.
Kemudian ada dhyana dimana manusia mengarahkan pemikirannya pada satu hal,
Tuhan. Di kehidupan sehari-hari, pelaksanaan dari dhyana ini dapat ditemui ketika
penenangan diri sebelum melaksanakan persembahyangan, dimana beberapa menit sebelum
sembahyang, umat akan hening sejenak untuk bisa memfokuskan dirinya.
Dharana merupakan usaha untuk menyatukan pikiran dengan Tuhan. Ketika
melaksanakan persembahyangan dan menutup mata, umat akan berusaha untuk fokus
dengan membayangkan bagaimana manifestasi Tuhan agar apa yang didoakan samapai
pada-Nya. Hal ini merupakan salah satu bentuk dari dharana.
Lalu yang terakhir adalah Samadhi yang dapat dilakukan dengan yoga. Yoga
merupakan salah satu bentuk latihan untuk membuat pikiran berkonsentrasi dengan baik,
intinya untuk melatih pikiran agar dapat menyatu dengan-Nya karena pikiran merupakan
alat untuk samapai kepada-Nya sesuai dengan ajaran dalam Bhagavad Gita.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan rumusan masalah serta uraian-uraian lainnya, dapat ditarik
kesimpulan yakni :
3.1.1. Tuhan memiliki banyak nama serta wujud. Tapi sesungguhnya Tuhan itu tidak
dapat digambarkan oleh pemikiran manusia yang terbatas (impersonal God).
Ketika Tuhan dimohonkan hadir oleh umat-Nya, Beliau akan turun dan
mengambil wujud manifestasi. Saat hal ini terjadi, manusia menyembah Tuhan
dalam keadaan berperibadi (personal God).
3.1.2. Umat
Hindu
memiliki
sebuah
tujuan
akhir
untuk
menghapuskan
DAFTAR PUSTAKA
N.
K.
P.
TT.
Panca
Sraddha.
Terdapat
pada
DOA PENUTUP
Om Dewa suksma parama acintya
ya namah swaha
Sarwa karya prasidhantam
Om Santih, Santih, Santih Om
artinya:
Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang maha gaib dan maha karya,
Hanya atas anugrah-Mu lah maka makalah ini terselesaikan dengan baik,
Semoga damai, damai di hati, damai di dunia, damai selamanya.
AGAMA HINDU
Disusun Oleh
I KADEK MARIASA
1413021003
KELAS II A
Doa pembuka
Om sam gacchadwam, sam vadadwam, sam wo manamsi janatam dewa Bhagam yatha
purwe sam janana upasate.
Om samani wa akutih samana hrdayaniwah, samanamastu wo mano yatha wah susahasati.
Om ano bhadrah kratawo yantu wiswatah
Terjemahan :
Oh Hyang Widhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu sama lain untuk
menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu bersatu.
Oh Hyang Widhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati, bersatu dalam
pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera dan bahagia.
Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
MOKSA SEBAGAI KEBAHGIAAN TERTINGGI ini dapat penulis selesaikan
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Doa Pembuka
Prakata ...................................................................................................................i
Daftar Isi ............................................................................................................... .... ii
BAB I Pendahuluan .....................................................................................
1.1 Latar Belakang .................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................. 2
1.4 Manfaat penulisan.................2
BAB II Pembahasan ...................................................................................
2.1 Moksa Sebagai Kebahagiaan Tertinggi Umat Hindu.......................................... 3
2.2 Srsti dan Pralaya di Alam Semesta..................................................................... 5
2.3 Jalan Mencapai Moksa............................................................. 8
2.4 Implementasi Ajaran Moksa dalam Kehidupan Sehari-hari....................... 10
2.5 Implementasi Srsti dan Pralaya dalam Kehidupan Sehari-hari...........................11
2.6 Implementasi Jalan Menuju Moksa dalam Kehidupan sehari-hari......................11
18
18
Daftar Pustaka
Doa Penutup
ii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kebahagiaan di definisikan sangat beragama dan memiliki berbagai macam makna
yang berbeda-beda bagi setiap orang, tetapi kebahagiaan yang paling tertinggi bukanlah
memiliki harta yang banyak, bukan memiliki kekuasaan, atau bukan kepuasan akan
nafsu, bahkan sesungguhnya kebahagiaan tertinggi bukanlah mencapai surga.
Kebahagiaan tertinggi tersebut adalah moksa atau sering di sebut mukti. Moksa adalah
bersatunya atma dengan sumbernya yaitu Bramana ( Ida Sang Hyang Widihi Wasa).
Pencapaian moksa akan menyebabkan terbebasnya roh dari punarbawa (lingkaran
kelahiran dan kematian). Kelahiran ke dunia ini baik dari surga ataupun dari neraka akan
membawa karma pahalanya sendiri-sendiri. Kelahiran dari surga yang memiliki karma
yang sangat baik sekalipun akan tetap mengalami kesedihan di dunia ini. Hakikatnya
setiap kehidupan makhluk di dunia ini pasti akan mengalami kesedihan dan tidak ada
satu pun makhluk hidup di dunia ini yang akan selalu merasakan kebahagiaan.
Melepaskan diri dari ikatan purbawa tidaklah mudah diperlukan keyakinan dan
ketekunan dalam mempelajari dan mengamalkan ajaran agama dan tetap kilas dan
pasrah pada-Nya.
Kehidupan di dunia ini juga tidak akan lepas dari srsti dan pralaya. Srasti dan
pralaya merupakan saat penciptaan dan peleburan alam semesta dan isinya, semua
makhluk tidak akan mampu menolak lingkaran srsti dan pralaya ini, tetapi terdapat alam
lain yang jauh lebih tinggi dan abadi yang menjadi paramadhama bagi Tuhan, alam yang
tidak akan pernah terpengaruh oleh srsti atau pralaya. Kebahagiaan manusia saat ini
cenderung mencari kenikmatan dunia dan jarang memikirkan kehidupan setelah
meninggal, oleh karena ajaran moksa, alam Tuhan, dan cara mencapai-Nya sangatlah
penting untuk dipahami.
Pentingnya moksa dan alam yang tidak terpengaruh oleh srsti dan pralaya dijelaskan
dalam Bhagawad Gita Bab 8 sloka 15-28. Pemahaman akan sloka-sloka dalam
Bhagawad Gita Bab 8 sloka 15-28 akan memberikan tuntunan dalam cara mencapai
Tuhan dan bersatu dengan-Nya. Berdasarkan urai di atas maka penulis membuat
makalah yang berjudul Moksa Sebagai Kebahagiaan Tertinggi dan diharapkan dapat
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Moksa Sebagai Kebahagiaan Tertinggi Umat Hindu
Moksa berarti ketenangan dan kebahagiaan spiritual yang kekal abadi. Moksa adalah
tujuan tertinggi umat Hindu. Kebahagiaan batin yang terdalam dan kekal ialah bersatunya
atma dengan brahmana yang disebut moksa. Moksa atau mukti berarti kebebasan,
kemerdekaan yang sempurna tenteram rohani sebagai dasar kebahagiaan abadi, kesucian,
bebasnya roh dari penjelmaan, dan bersatu dengan Tuhan (Mudana & Dwaja, 2014).
Kesadaran bahwa perjalanan hidup pada hakikatnya adalah mencari Tuhan (Isa Sang
Hyang Widhi Was), lalu bersatu dengan Tuhan. Perjalanan menuju Tuhan penuh dengan
rintangan. Perjalanan menuju Tuhan seperti mengarungi samudra yang luas dan ganas, satusatu perahu yang dapat mengarungi samudra yang luas dan ganas tersebut adalah dharma.
Pencapaian moksa akan menjadikan proses kelahiran yang berulang-ulang atau
lingkaran punarbawa berakhir, seperti yang di jelaskan pada Bhagawad Gita :
mam upetya punar janma
duhkhalayam asasvatam
napnuvanti paraman gatah
(Bhagawad Gita.VIII.15)
Setelah mencapai-Ku, para roh agung tidak terlahir kembali ke dunia yang penuh dengan
penderitaan ini, sebab mereka sudah mencapai tingkat kesempurnaan tertinggi.
a-brahma-bhuvanal lokah
punar avartino rjuna
mam upetya tu kaunteya
punar janma na vidyate
(Bhagawad Gita. VIII.16)
Pencapaian-pencapaian di alam semesta ini hingga pencapaian pada surga tertinggi
Brahmana loka, wahai Arjuna, setelah sampai di surga-surga itu mereka akan dilahirkan
kembali ke dunia ini. Akan tetapi. Wahai Putra Kunti, mereka yang sampai pada-Ku tidak
pernah di lahirkan kembali (ke dunia penuh kesengsaraan ini).
Moksa selain berarti kebahagiaan juga berarti kebebasan abadi, moksa dalam
kebebasan abadi, dinyatakan memiliki beberapa tingkatan, di antaranya (Budiarta, 2009) :
a. Samipya
Samipya artinya adalah moksa atau kebebasan yang dapat dicapai semasih hidup,
terutama dicapai oleh para maha Rsi saat melakukan yoga, samadhi. Para maha Rsi
dapat menerima wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa. Samipya sama sifatnya dengan
Jiwan Mukti.
b. Surupya
Surupnya adalah moksa atau kebebasan yang dicapai semasih hidup. Atma pada
kedudukan surupnya bisa mengatasi unsur-unsur maya. Atma yang mengambil
perwujudan tertentu namun tidak terikat segala sesuatu seperti halnya batara seperti
Buddha, Sri Kresna, Rama.
c. Salokya (karma Mukti)
Salokya (karma Mukti) merupakan kebebasan yang dicapai oleh tam itu sendiri dan
telah berada dalam posisi kesadaran sama dengan Tuhan, Tetapi belum dapat bersatu
dengan-Nya. Keadaan Salokya adalah keadaan atma telah mencapai tingkat Dewa
yang merupakan manifestasi sinar suci dari Tuhan.
d. Sayujya (Purna Mukti)
Sayujya (Purna Mukti) merupakan tingkatan kebebasan yang paling tinggi dan
sempurna. Atma telah bersatu dengan Tuhan dan tidak terbatas oleh apa pun juga
sehingga telah mencapai Brahma Atma Aikyam yaitu atman dengan tuhan telah
benar-benar bersatu.
Kunci dari pencapaian moksa adalah melenyapkan segala pengaruh awidya dari
dalam diri, sehingga atma akan mendapatkan kebebasan yang yang sempurna. Kitab
Sarasamuscaya menyebutkan :
yanna dharmaya nartha na cantaye, vyartham tajjanminam janma maranayaiva kevalam
(Sarasumuscaya, 270)
Orang yang tidak berhasil melakukan dharma, artha, kama, dan moksa, sayang benar ia
ada, tetapi tiada berguna hidupnya orang yang demikian dinamai orang yang hanya
mementingkan memelihara wadagnya, yang kemudian di caplok maut.
Moksa sebagai kebahagiaan tertinggi umat hindu karena dengan mencapai moksa
atma akan terlepas dari ikatan karma, kelahiran, kematian, dan belenggu maya/penderitaan
hidup keduniawian.
2.2 Srsti dan Pralaya di Alam Semesta
Jagat raya ini pernah tidak ada, lalu ada, kemudian tidak ada lagi, demikian
seterusnya berulang-ulang. Keadaan alam semesta ketika mengada disebut masa srsti atau
brahma diwa, sedangkan keadaan ketika alam semesta meniada disebut pralaya atau
brahma nakta. Satu masa srsti dengan satu masa pralaya disebut satu kalpa atau satu hari
Brahman.
Proses dari tidak ada menjadi ada alam semesta ini berlangsung secara bertahap, dari tahap
yang amat halus dan tidak berwujud, sampai pada jenjang yang berwujud dan sangat kasar.
Proses pralaya menurut beberapa kitab suci Hindu digambarkan sebagai berikut (Surya,
2008) :
a. Hancurnya ikatan api atau matahari yang kemudian menyebar keseluruh alam
semesta.
b. Sebaran api yang sangat dahsyat ini menyebabkan semua zat cair menguap, semua
zat pada meleleh kemudian menguap.
c. Semua makhluk hidup mati dan hancur.
d. Unsur-unsur panca maha bhuta menjadi atom yang amat halus sekali.
e. Alam jagat raya dipenuhi hawa panas kemerahan dan dentuman halilintar yang
sambung-menyambung dengan dahsyat.
f. Alam semesta menjadi tidak ada selama satu kalpa atau kurang lebih 432 juta tahun
manusia.
Wujud
alam
semesta
pada
saat
ini
adalah
sepi,
kosong
dan
hampa
b. Purusa adalah unsur dasar kejiwaan atau rohani, sedangkan prakirti adalah unsur
dasar kebendaan atau jasmani. Purusa dan prakirti keduanya sangat halus dan tidak
bisa diamati, tanpa permulaan dan tanpa akhir.
c. Unsur prakerti melahirkan Triguna yaitu; Sattwam, Rajas, dan Tamas. Sattwam
adalah unsur yang bersifat terang dan tenang. Rajas unsur yang memiliki sifat dasar
dinamis dan aktif. Tamas adalah unsur yang memiliki sifat dasar gelap dan berat.
d. Perpaduan Purusa dan Prakirti menyebabkan Triguna tidak seimbang. Awalnya
unsur Sattwam yang mendominasi maka lahirlah yang disebut Mahat yang
berarti Maha Agung.
e. Mahat menciptakan alam Citta yang terdiri dari tiga unsur yaitu Budhi, Manah, dan
Ahamkara yang tercipta secara berurutan.
f. Alam citta yang pertama muncul adalah Buddhi, yaitu unsur kejiwaan tertinggi yang
berfungsi untuk menentukan keputusan. Budhi bersifat sattwam sehingga setiap
keputusannya bersifat bijaksana.
g. Buddhi selanjutnya melahirkan Ahamkara, yaitu benih kejiwaan yang bersifat
individu.
h. Ahamkara lahirlah yang disebut Manas, yaitu akal atau pikiran yang berfungsi untuk
berpikir.
i. Manas mendapat pengaruh Triguna terciptalah Dasendriya, selanjutnya lahirlah
Panca Tanmatra yaitu lima unsur zat yang sangat halus. Panca Tanmatra
memunculkan Panca Maha Bhuta
j. Panca Maha Bhuta berkembang menjadi alam semesta beserta isinya yaitu makhluk
hidup yang ada di bumi termasuk manusia.
Berdasarkan uraian di atas semua yang ada di alam ini lahir dari Tuhan dan pada saatnya
nanti akan kembali lagi ke dalam tubuh-Nya yang menjadi kosong dan hampa. Srsti dan
Pralaya alam semesta juga termuat dalam sloka-sloka Bhagawad Gita, yaitu :
sahasra-yuga-paryantam
ahar yad brahmano idah
ratrim yuga-sahasrantam
te ho-ratra-vido janah
(Bhagawad Gita.VIII.17)
Orang yang memahami bahwa satu siang bagi Dewa Brahma sama dengan seribu tahun
manusia, dan satu malam Dewa Brahma sama dengan seribu tahun manusia, maka orangorang seperti itu hendaknya di mengerti sebagai orang yang mengetahui siang dan malam
(dengan sebenarnya).
nasyatsu na vinasyati
(Bhagawad Gita.VIII.20)
Akan tetapi, ada alam yang tidak berwujud lainnya yang lebih tinggi. Alam yang tidak
berwujud itu bersifat kekal abadi, dan ia tidak terbinasakan ketika seluruh makhluk hidup di
binasakan.
avyakto ksara ity uktas
tam ahuh paramam gatim
yam prapya na nivartante
tad dhama paramam mama
Itulah yang di katakan sebagai tidak berwujud dan tak termusnahkan, dan itu pula yang
dikatakan sebagai tujuan paling utama. Setelah mencapainya, orang tidak akan dilahirkan
kembali ke dunia material ini. Itulah Pramadharma-Ku, tempat tinggal-Ku yang paling
tinggi
Berdasarkan sloka-sloka Bhagawad Gita di atas ada alam semesta ini akan
mengalami pralaya atau srsti, tetapi terdapat alam yang tidak akan pernah mengalami
pralaya atau srsti yaitu Paradharma Tuhan.
dicapai hanya melalui pelaksanaan alah Bhakti yang tidak mendua, tidak bercabangcabang.
naite srti partha jangan
yogi muhyati kascana
tasmat sarvesu kalesu
yoga-yukto bhavarjuna
(Bhagawad Gita.VIII.27)
Para yogi yang memiliki pengetahuan suci tidak akan terbingungkan oleh dua jalan yang
berbeda ini, wahai Putra Prtha. Oleh karena itu, wahai Arjuna, dalam segala keadaan,
tetaplah berada dalam kesadaran suci di dalam jalan yogi
vedesu yajnesu tapahsu caiva
danesu ayat punya-phalam paradistam
atyeti tar sarvam idam viditva
yogi param sthanam upeti cadyam
(Bhagawad Gita.VIII.28)
Para yogi telah memahami semua ini dengan baik sudah melampaui semua hasil kegiatan
saleh yang didapat dari mempelajari Veda, melakukan persembahan suci, melaksanakan
kedermawanan yang baik, dan juga hasil-hasil yang didapat melalui pelaksanaan pertapaanpertapaan berat, dan mereka mencapai tempat Tuhan yang paling utama dan kekal.
Catur Marga Yoga adalah jalan mempersatukan atman dengan atma. Kata yoga
berasal dari kata yuj yang memiliki arti menghubungkan diri, yang dapat dilakukan oleh
setiap orang. Setiap orang memiliki kebebasan untuk dalam memilih jalan yoga yang akan
ditempuh, tetapi tujuan utama yang satu yaitu moksa. Bagian-bagian Catur Marga Yoga
antara lain (Winawan, 2002) :
a. Karma Yoga
Karma yoga yaitu proses mempersatukan atman atau jiwatman dengan pramatma
dengan jalan berbuat kebajikan untuk membebaskan diri dari ikatan duniawi. Karma
yoga memberikan pemahaman bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan semaksimal
mungkin tanpa terikat oleh hasil.
9
b. Bhakti Yoga
Bhakti yoga adalah proses menyatukan atman dengan Brahman berlandaskan atas
dasar cinta kasih yang mendalam pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
c. Jnana Yoga
Jnana yoga adalah pengetahuan suci yang dilaksanakan untuk mencapai hubungan
atau persatuan antara atma dengan Brahman.
d. Raja Yoga
Raja yoga dilaksanakan dengan cara pengendalian dan penempaan diri melalui tapa,
bata, dan samadi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
dan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Pemahaman dan Penerapan ajaran Catur Marga Yoga akan menjadikan umat Hindu
mencapai kehidupan yang damai, rukun, tenteram, sejahtera, bahagia. Pelaksanaan catur
marga yoga tidak berjalan bisa sendiri-sendiri atau terpisah-pisah. Keempat Marga Yoga
dilaksanakan bersama-sama, namun pemilihan mana yang utama tergantung dari
kemampuan individu.
a) Bhakti Marga Yoga
Tumpek Uye jatuh tepat setiap 210 hari dalam perhitungan Hindu. Konsep Tri Hita
Karana memberikan penghormatan kehadapan ida sang hyang widhi wasa atas
pengadaan hewan dan tumbuhan dengan tulus dan ikhlas. Pelaksanaan upacara
tumpek adalah realisasi dari konsep Tri Hita Karana dalam kehidupan. Pelaksanaan
semua upacara keagamaan yang didasari dari rasa tulus ikhlas merupakan
perwujudan dari pelaksanaan Bhakti Marga Yoga. Penerapan Bhakti Marga Yoga
oleh umat Hindu, yaitu :
Melaksanakan doa atau Puja Tri Sandhya secara rutin setiap hari.
Melaksanakan upacara Pitra Yajna (bhakti kehadapan guru rupaka atau rerama,
ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur, ngeluwer).
13
Brahmacari
Brahmacari adalah masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas. Tugas pokok pada
massa Brahmacari adalah belajar dan belajar. Belajar dalam arti luas belajar bukan
hanya membaca buku, tetapi lebih mengacu pada ketulusan ikhlasan dalam segala
hal. Contohnya: rela dan ikhlas menerima konsekuensi dari perbuatan yang salah
seperti dimarahi guru atau orang tua karena berbuat salah. Masa muda hendaknya di
manfaatkan dengan sebaik-baiknya, masa muda bagaikan rumput ilalang yang masih
muda (pikiran masih sangat tajam), hendaknya pikiran digunakan untuk menuntut
dharma dan ilmu pengetahuan.
Catur Guru
Berhasilnya seseorang menempuh jenjang pendidikan tertentu (pendidikan
tinggi yang berkualitas) tidak akan mungkin terjadi jika tidak memiliki rasa bakti
kepada Catur Guru. Orang yang melaksanakan ajaran Guru Bhakti sejak dini (anakanak) pada umumnya memiliki disiplin diri dan percaya diri yang sangat baik.
Memiliki disiplin diri dan percaya diri yang mantap, tidak saja akan menyebabkan
sukses dalam bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan.
Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau rasa bakti kepada Catur Guru dikembangkan
dalam situasi apapun, sebab hakikat dari ajaran ini adalah untuk pendidikan diri,
utamanya adalah pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada sang Catur Guru dalam
arti yang seluas-luasnya. Beberapa model atau bentuk nyata dan penerapan Jnana
Marga Yoga , yaitu :
Menerapkan ajaran Wrati Sasana, Slokantara, Sila Krama, dan ajaran agama
Hindu yang bersumber pada Veda dan susastra Hindu lainnya.
14
Karma phala
Karma phala merupakan hasil dari suatu perbuatan yang dilakukan. Kepercayaan
bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang baik dan perbuatan
yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Seseorang yang berbuat
baik pasti baik pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat
buruk, buruk pula yang akan diterimanya. Karma phala memberi keyakinan untuk
mengarahkan segala tingkah laku agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik
guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang
buruk. Karma phala mengantarkan roh (atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila
dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah Surga,
sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang
diterimanya. Pustaka- pustaka dan cerita- ceria keagamaan menjelaskan bahwa
Surga artinya alam atas, alam suksma, alam kebahagiaan, alam yang serba indah dan
15
serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat
siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati
Surga atau neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami
penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju Moksa.
Penerapan karma marga oleh umat Hindu, yaitu :
Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu.
berlandaskan
satyam
(kebenaran),
sivam
(kesucian),
dan
sundaram
(keharmonisan/keindahan).
Hari raya nyepi Sesuai dengan hakikat Hari Raya Nyepi di atas maka umat Hindu wajib
melakukan tapa, yoga, dan semadi. Brata tersebut didukung dengan Catur Brata Nyepi, yaitu
:
Amati Agni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
16
Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari Prabata yaitu fajar menyingsing sampai fajar
menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam.
Penerapan yoga marga oleh umat Hindu, yaitu :
Melakukan kerja sama atau relasi yang baik dan terpuji dengan sesama.
Mengelola ashram yang bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual, dan
upaya pencerahan diri lahir batin.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
3.1.1 Moksa menjadi kebahagiaan tertinggi umat hindu karena dengan mencapai moksa
atma akan terlepas dari ikatan karma, kelahiran, kematian, dan belenggu
maya/penderitaan hidup keduniawian.
3.1.2 Alam semesta mengalami srsti dan pralaya karena alam ini pada hakikatnya lahir
dari Tuhan dan pada saatnya nanti akan kembali lagi ke dalam tubuh-Nya yang
menjadi kosong dan hampa, tetapi ada alam yang tidak akan pernah mengalami
pralaya atau srsti yaitu Paradharma Tuhan.
3.1.3 Jalan mencapai moksa adalah melalui selalu berbuat baik, ikhlas, tekun dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama, dan menjalankan catur marga yoga.
3.1.4 Implementasi ajaran moksa dalam kehidupan sehari-hari adalah pada pengendalian
nafsu harus benar-benar didasari dari ajaran yang benar, ajaran moksa sebagai tujuan
tertinggi umat Hindu akan menjadi tonggak yang kuat dalam menentukan perbuatan
yang benar.
3.1.5 Srsti dan pralaya berlaku untuk semua makhluk hidup di alam semesta. Adapun
Implementasi srsti dan pralaya dalam kehidupan sehari-hari adalah memberikan
kesadaran bagi manusia untuk mempergunakan sebaik-baiknya kehidupan sekarang
untuk mencapai moksa dengan jalan berbuat yang baik dan berlandaskan pada
ajaran-ajaran kebenaran Weda.
3.1.6 Implementasi jalan mencapai moksa adalah melaksanakan catur marga yoga secara
bersama-sama, dan memilih salah satu yang akan dijadikan prioritas tergantung dari
kemampuan yang dimiliki.
3.2 Saran
Sebagai umat hindu yang memiliki tujuan tertinggi moksa, hendaknya tujuan
tersebut benar-benar diperjuangkan untuk diraih dengan jalan dharma, karena hanya
18
dengan dharma moksa bisa tercapai. Kebahagiaan palsu di dunia ini hendaknya tidak
dikerja mati-matian, tetapi moksalah yang harusnya di kejar terus menerus.
19
DAFTAR PUSTAKA
Budiarta, G. 2009. Panca Sraddha. Dalam https://id.scribd.com/doc/72984295/PANCASRADDHA. Diakses pada 4 Juni 2015.
Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Kadjeng, I. N. 1997. SARASAMUSCCAYA. Jakarta: Paramitha Surabaya
Mudana, I. N. & Dwaja, I. G. N. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta :
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Surya,
T.
2008.
Konsep
Penciptaan.
Dalam
http://www.tejasurya.com/artikel-
DOA PENUTUP
AGAMA HINDU
Disusun Oleh :
1413021004/II A
Doa Pembuka
Om purwe jato brahmano brahmacari
dharmam wasanas tapasodatistat
tasmajjatam brahmanam brahma
Iyestham dewasca sarwe amrttna sakama
artinya:
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
Karma Yoga Sebagai Landasan dalam Melaksanakan Kewajiban dengan Baik
ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Prakata ...................................................................................................................
ii
iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
2.2 Karma Marga Sebagai Landasan dalam Melaksanakan Kewajiban dengan Baik.
14
30
31
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
ikatan, maka jiwa Karma Yogi, orang beriman yang menempuh karma marga
sebagai jalan, akan dapat menunggal dengan Parama Siwa.
Menggunakan Karma Marga sebagai pedoman hidup, seseorang akan dapat
mencapai ketentraman batin dan kebahagiaan abadi, karena hidupnya bagaikan daun
alas, walaupun dimasukkan ke dalam lumpur tetapi tidak akan melekat. Seorang
Karma Yogi yang menempuh jalan dengan ajaran Karma Marga sebagai jalan, tidak
akan diombang-ambingkan oleh pasang surut gelombang hidup yang melemahkan
jiwa perjuangannya untuk mengabdi dan untuk mempertahankan keadilan,
prikemanusiaan, melindungi yang lemah, membasmi yang jahat dan curang. Seorang
Karma Yogi akan tetap tenang menghadapi segala kesulitan yang menghadang dan
tiada akan getar menghadapi pahit getirnya perjuangan hidup untuk kebenaran,
keadilan, dan kesucian. Karma Marga dalam tingkatan yang lebih tinggi juga akan
mencapai tingkat kepasrahan, karena dalam Karma Yoga akan mengajarkan
seseorang untuk bertindak tanpa pamrih atau tanpa memikirkan imbalan yang akan
didapatnya dalam melaksanakan kewajiban yang dimilikinya. Semua tindakan yang
dilakukan untuk memenuhi kewajibannya dianggap hanya sebagai cara mengabdi
dan beryadnya pada Sang Pencipta.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat sebuah makalah dengan
judul Karma Yoga Sebagai Landasan dalam Melaksanakan Kewajiban dengan
Baik dan diharapkan dapat mengimplementasikan ajaran Agama dalam kehidupan
sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang
menjadi pokok permasalahan dibuatnya makalah ini, diantaranya:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Karma Marga?
1.2.2 Bagaimana melaksanakan kewajiban dengan baik berlandaskan Karma
Marga?
1.2.3 Bagaimana implementasi dalam melaksanakan kewajiban dengan baik
berlandaskan Karma Marga?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan makalah ini:
1.3.1 Untuk menjelaskan pengertian Karma Marga.
pengetahuan
tentang
implementasi
dalam
melaksanakan
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Karma Marga Sebagai Landasan dalam Melaksanakan Kewajiban dengan Baik
Tuhan
memiliki
manifestasi
yang
berbeda-beda
sesuai
dengan
kemahakuasaan dan tugas beliau. Tuhan yang memiliki manifestasi yang berbedabeda tersebut tidak henti hentinya menjaga dan memelihara dunia ini, menjaga dari
keruntuhannya dan kemusnahannya. Tuhan dengan kegiatan-Nya yang abadi,
memelihara dunia ini dan mencegahnya untuk tidak jatuh kembali pada
ketidakberadaan. Tuhan dengan kemahakuasaannya berwujud sebagai Tri Murti
dengan konsep pencipta, pemelihara, serta melebur sesuai dengan tugas dan
fungsinya dan menciptakan dunia ini dengan penuh kasih sayang dan cinta kasih
sehingga terciptalah alam atau lingkungan ini, manusia dan Tuhan. Brahma telah
melakukan kewajibannya menciptakan Bwah loka, sedangkan Wisnu turun untuk
memelihara dan menjaga agar tidak ada terciptanya perbuatan-perbuatan yang
menyebabkan dunia pralaya atau mengalami kehancuran dan menegakkan Dharma
pada setiap ciptaan-Nya. Siva sebagai Tuhan Yang Maha Esa memiliki kedudukan
sebagai mempralina dalam siklus lahir, hidup, dan mati. Turunnya Tuhan ke dunia
tiada lain untuk mengabdikan diri-Nya pada pembebasan manusia dari
4
kesengsaraannya. Tuhan yang bisa tetap tinggal di surga dalam bahagia yang abadi,
tetapi memilih turun ke dunia meskipun dunia ini serba terbatas dan terikat yang bisa
membawa kesenangan dan kesedihan. Turunnya Tuhan ke dunia adalah untuk ditiru
oleh manusia, untuk membuat orang bahagia meskipun Tuhan sendiri yang
melaksanakan kelihatan dengan jalan penderitaan dan kemiskinan. Penyatuan diri
dengan Awatara tiada lain hanya dengan kerja menjauhkan diri dari kemalasan dan
bekerja dengan keikhlasan untuk kepentingan dunia. Hal tersebut diuraikan pada
Sloka 22,23, dan 24 pada Bhagavad Gita.III seperti berikut.
na me parthasti kartavyam
trisu lokesu kincana
nanavaptam avaptavyam
varta eva ca karman
(Bhagavad Gita.III Sloka 22)
Wahai Arjuna, di alam Triloka ini tidak ada tugas kewajiban apa pun yang harus Kulakukan, dan tidak ada suatu apa pun yang tidak dapat dicapai oleh-Ku. Tetapi, Aku
tetap melakukan tugas kewajiban-Ku dengan baik.
yadi hy aham na varteyam
jatu karmany atandritah
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah
(Bhagavad Gita.III Sloka 23)
Wahai Arjuna, apabila karena (atas pertimbangan) keberhati-hatian lalu Aku tidak
melakukan tugas kewajiban-Ku (maka segala sesuatu akan menjadi kacau), sebab
orang-orang mengikuti jalan-Ku dalam segala hal.
utsideyur ime loka
na kuryam karma ced aham
sankarasya ca karta syam
upahanyam imah prajah
(Bhagavad Gita.III Sloka 24)
Jika Aku tidak melakukan tugas kewajiban-Ku maka seluruh dunia ini akan
menjadi kacau balau. Dengan demikian, Aku akan menjadi penyebab munculnya
orang-orang yang tidak diinginkan di masyarakat, dan Aku akan menjadi penyebab
kehancuran dari kelanjutan hidup manusia (di muka bumi ini).
pun, tanpa rasa kepemilikan, tanpa rasa penyesalan sedikit pun, dan setelah itu
bertempurlah.
Orang yang sudah mampu melaksanakan kewajiban dengan baik seharusnya
jangan mengusik atau mengkritik seseorang yang terikat pada kehidupan dan
pekerjaannya, karena kesadaran yang sejati harus datang dari hati nurani diri sendiri.
Kewajiban orang yang bijaksana adalah memberikan contoh kepada orang-orang
yang belum bijaksana, sehingga dapat menimbulkan kesadaran atau inspirasi, bahwa
bekerja atau hidup ini sebenarnya untuk Yang Maha Esa semata dan bukan untuk
kepentingan diri pribadi sendiri, akan tetapi seorang yang bijaksana juga yang tak
pernah memaksakan kehendak atau keinginan-Nya untuk diikuti seseorang, seperti
yang diuraikan pada Bhagavad Gita.III Sloka 26 , yaitu:
na buddhi-bhedam janayed
ajnanam karma-sanginam
josayet sarva-karmani
vidvan yuktah samacaran
Orang-orang bijaksana hendaknya tidak mengacaukan pemikiran orang-orang yang
berada dalam kebodohan yang sangat terikat pada pahala-pahala dari perbuatanperbuatan yang dilakukan. Orang-orang bijaksana hendaknya melaksanakan tugas
kewajiban dengan baik dengan baik, dan mengajak mereka untuk melaksanakan tugas
kewajiban dengan baik.
Seseorang yang bijaksana, selain mempunyai kewajiban mengajak seseorang
yang belum bijaksana menuju arah yang baik, seseorang tersebut juga harus tidak
boleh sekali-kali menimbulkan kekacauan dalam hati orang yang ditolongnya ini,
dengan memberikan contoh-contoh yang baik seseorang yang bijaksana akan
membantu orang yang lain sesuai pengabdiannya kepada Yang Maha Esa, seperti
yang dijelaskan pada Sloka 29 Bhagavad Gita.III.
prakrter guna-sammudhah
sajjante guna-karmasu
tan akrtsna-vido mandan
krtsna-vin na vicalayet
(Bhagavad Gita.III Sloka 29)
Orang-orang bodoh yang dibingungkan oleh sifat-sifat alam menjadi terikat pada
sifat-sifat alam dan perbuatan-perbuatan. Orang-orang yang berpengetahuan sempurna
sloka
33
Bhagavad
Gita.III,
dapat
dijelaskan
bahwa
adalah sesuatu hal yang agung, seperti yang dijelaskan hal ini diuraikan pada Sloka 35
Bhagavad Gita.III, yaitu:
11
Arjuna berkata: dalam hal ini, apakah sebenarnya yang mendorong orang untuk
berbuat dosa? Wahai Sri Krsna, bahkan tanpa diinginkan pun seolah-olah dipaksa
oleh kekuatan hebat untuk berbuat demikian?
sri-bhagavan uvaca
kama esa krodha esa
rajo-guna-samudbhavah
mahasano maha-papma
viddhy enam iha vairinam
(Bhagavad Gita.III Sloka 37)
Sri Krsna bersabda: adalah nafsu keinginan, adalah kemarahan yang muncul dari
sifat kenafsuan, ia sangat berdosa dan memakan habis segalanya. Wahai Arjuna,
ketahuilah bahwa ia adalah musuh berbahaya di dunia material ini
Terdapat enam macam musuh menurut ajaran Agama Hindu. Kama dan
krodha merupakan dua musuh yang paling utama di antara enam musuh yang ada
pada diri manusia. Manusia yang selalu dipenuhi nafsu, maka akan nafsu tersebut
akan membungkus Sang Atman tersebut sehingga tak nampak cahayanya dari luar.
Hal ini dijelaskan pada Sloka 38 Bhagavad Gita.III.
dhumenavriyate vahnir
yathadarso malena ca
yatholbenavrto garbhas
tatha tenedam Avram
(Bhagavad Gita.III Sloka 38)
Sebagaimana halnya api ditutupi oleh asap , dan cermin ditutupi oleh debu, atau
janin ditutupi oleh kandungan, seperti itu pula halnya kesadaran spiritual orang
ditutupi oleh hawa nafsu.
Nafsu atau keinginan pada diri manusia tak pernah terpuaskan dengan
menikmati obyek keinginan itu, karena nafsu akan tumbuh semakin besar, seperti api
yang dituangi bahan bakar, seperti yang dijelaskan pada Bhagavad Gita.III Sloka 39.
avrtam jnanam etena
jnanino nitya-vairina
kama-rupena kaunteya
duspurenanalena Cad
(Bhagavad Gita.III Sloka 39)
12
Wahai Arjuna, hawa nafsu ini dengan begitu kuat menutupi pengetahuan suci
seseorang. Dan, bagi orang-orang bijaksana ia adalah musuh abadi dalam bentuk
hawa nafsu. Ia membakar segalanya bagaikan api menyala-nyala dan tidak pernah
terpuaskan.
Kama atau nafsu ini mencegat selalu di gerbang indra-indra manusia,
kemudian kama ini meruntuhkan benteng pikiran dan kemudian masuk ke daerah
buddhi (intelegensia) dan menghancurkan kekuatan batin dan tekad dari manusia itu
sendiri. Penjelasan tentang nafsu tersebut diuraikan pada Bhagavad Gita.III Sloka 40.
indriyani mano buddhir
asyadhisthanam ucyate
etair vimohayaty esa
jnanam avrtya dehinam
(Bhagavad Gita.III Sloka 40)
Indria-indria, pikiran dan kecerdasan dikatakan sebagai tempat duduk yang nyaman
bagi hawa nafsu ini. Melalui indria-indria, pikiran dan kecerdasan hawa nafsu ini
menutupi pengetahuan suci dan membingungkan sang roh yang berada di dalam
badan jasmani.
Sloka 41 Bhagavad Gita.III menyebutkan bahwa;
tasmat tvam indriyany adau
niyamya bharatarsabha
papmanam prajahi hy enam
jnana-vijnana-nasanam
(Bhagavad Gita.III Sloka 41)
Oleh karena itu, wahai Arjuna yang paling utama di antara keturunan Bharata, sedari
awal engkau hendaknya mengendalikan indria-indria tersebut. Dengan kekuatan
sepenuhnya bunuhlah hawa nafsu ini yang merupakan penghancur segala pengetahuan
dan keinsyafan diri.
Berdasarkan sloka di atas, dianjurkan untuk umat Hindu agar jangan sampai
terjerumus pada nafsu, karena nafsu dapat menghancurkan kehidupan manusia itu
sendiri, sehingga kesadaran harus dibangkitkan setahap demi setahap. Lebih tinggi
mendaki, maka akan lebih bebas jadinya, bila seseorang bertindak di bawah pengaruh
indra-indra, maka akan menjadi kurang bebas. Sloka 42 Bhagavad Gita.III
menjelaskan tentang urutan dari tingkat kesadaran. Sloka ini menunjukkan
kesadaran yang dicapai tingkat demi tingkat, dan makin meninggi tingkatan yang
13
dicapai maka kebebasan juga meningkat sampai yang tertinggi yaitu dimana budi
menentukan laksana diri sendiri disinari oleh Atma yang suci.
indriyani parany ahur
indriyebhyah param manah
manasas tu para buddhir
yo buddheh paratas tu sah
(Bhagavad Gita.III Sloka 42)
Disebutkan bahwa indria-indria bersifat lebih halus (lebih kuat) daripada alam
Prakrti, lebih kuat daripada indria-indria adalah pikiran, lebih kuat daripada pikiran
adalah kecerdasan, dan lebih kuat daripada kecerdasan adalah dia, sang hawa nafsu.
Sloka 43 Bhagavad Gita.III kemudian menyebutkan:
evam buddheh param buddhva
samstabhyatmanam atmana
jahi satrum maha-baho
kama-rupam durasadam
(Bhagavad Gita.III Sloka 43)
Mengetahui hawa nafsu lebih kuat daripada kecerdasan, maka setelah menguasai diri
melalui sang diri, wahai Arjuna yang berlengan perkasa, bunuhlah musuh yang tidak
terkalahkan, dalam bentuk hawa nafsu.
Sloka di atas menuntun manusia untuk mampu mengalahkan hawa nafsu
bahkan menghancurkannya, karena nafsu tersebut dapat datang kembali sewaktuwaktu disaat seseorang tersebut lengah. Pasrahkanlah diri sendiri dan laksanakanlah
suatu kegiatan tanpa pamrih dengan maksud untuk menjaga kesejahteraan dunia,
karena jika kesadaran itu sudah dicapai maka semua laksana akan dituntun hanya oleh
sinar jiwa suci, untuk kebahagiaan dunia.
15
17
membawa hasil yang buruk, jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik
pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk,
buruk pula yang akan diterimanya. Karmaphala memberi keyakinan kepada
umat Hindu untuk mengarahkan segala tingkah laku umat Hindu agar selalu
berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur
dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk. Karmaphala
mengantarkan roh (atma) masuk surga atau masuk neraka. Bila dalam
hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah surga,
sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk maka hukuman
nerakalah yang diterimanya. Pustaka- pustaka dan ceritra- ceritra
keagamaan dijelaskan bahwa surga artinya alam atas, alam suksma, alam
kebahagiaan, alam yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka
adalah alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil
dan perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati surga atau
neraka, roh atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami
penjelmaan kembali sebagai karya penebusan dalam usaha menuju moksa.
Berbuat
baik
kepada
sesama
manusia
juga
dapat
dilihat
20
21
dilakukan di dalam rumah. Hal terpenting dari Wana Prasta, yaitu sudah
mampu melepaskan diri sendiri dari ikatan keduniawian.
d) Sanyasa berarti masa pelepasan. Pada zaman sekarang pelaksanaan masa
sanyasa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, yaitu:
o
kesenangan orang lain, maka yakinilah bahwa orang tersebut akan menikmati
kesenangan yang seimbang pula.
Kewajiban yang dilaksanakan oleh setiap manusia seharusnya mampu
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena manusia terlahir dengan memiliki Tri
Pramana, yang terdiri dari Sabda, Bayu dan Idep yang menjadikan manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki kedudukan utama. Tri Pramana inilah yang
dapat menuntun manusia dalam segala hal, sehingga sesungguhnya hanya
manusialah yang mampu menyelamatkan dirinya sendiri dari kegelapan. Manusia
yang memiliki karma buruk dalam hidupnya, maka manusia itu sendiri yang dapat
menolongnya dalam pembebasan karma semasa hidupnya dengan jalan yang baik
dan benar. Seperti melaksanakan dan menjalankan hal-hal yang dapat mencapai
pembebasan dan kebahagiaan. Manusia khususnya umat Hindu dalam melaksanakan
kewajiban-kewajibannya
pastilah
perlu
menjalin
hubungan
baik
dengan
menanamkan konsep Tattwam Asi dalam diri, maka dengan demikian akan terjalin
hubungan yang harmonis dan sejalan bukan hanya manusia dengan manusia, tetapi
hubungan dengan lingkungan dengan Tuhan akan terjalin selaras, yang disebut
dengan Tri Hita Karana.
Tri Hita Karana adalah tiga penyebab kebahagiaan, yang terdiri dari
Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Hubungan antara manusia dan
sesamanya (Pawongan) dapat dilihat pada hubungan antara manusia itu sendiri.
Manusia dilahirkan untuk menjalankan fungsinya sebagai laki-laki atau perempuan.
Misalnya seorang laki-laki yang sudah berkeluarga akan mempunyai
tanggung jawab besar seperti menafkahi istri dan anaknya. Seorang laki-laki yang
tidak mampu menjalankan tugas dan fungsinya maka hidupnya tidak akan mencapai
kebahagiaan yang sejati.
Itulah contoh bagaimana hubungan antara manusia yang dalam hidupnya
bukan hanya interaksi satu sama lainnya tetapi dalam hidupnya manusia membawa
kewajiban sesuai tugas dan fungsinya untuk mencapai kebahagiaan dan pembebasan.
Konsep hubungan manusia dengan Tuhan dan konsep hubungan manusia dan
lingkungan, sama halnya dengan konsep manusia dengan manusia, yaitu manusia
mempunyai kewajiban untuk membayar dan bersyukur atas hidupnya. Penjelasan
tentang implementasi konsep-konsep tersebut sudah dijelaskan pada pembahasan
Panca Yadnya.
24
menghantui setelah seseorang tersebut melihat dunia tidak bisa diubah sesuai dengan
keinginannya, sehingga sangat perlu bagi manusia menyadari beberapa hal tentang
dunia, bagaimana semestinya bertindak agar tetap maju dan tidak mengalami
keraguan. Satu-satunya jalan adalah manusia harus belajar menyadari:
a. Manusia sesungguhnya mempunyai hutang kepada dunia ini, sehingga manusia
membayar hutang tersebut dengan bekerja atau berbuat. Umat Hindu menyadari
tentang adanya beraneka ragam pemberian dari Hyang Widhi, dari orang tua atau
leluhur, serta dari orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Berbagai
pemberian ini dipandang sebagai hutang, atau ikatan yang lumrah disebut Rna
merupakan tiga ikatan atau hutang yang hendaknya diperhatikan, yaitu:
1. Dewa Rna berarti kewajiban atau ikatan hutang kepada Hyang Widhi , beserta
manifestasinya.
2. Pitra Rna berarti kewajiban atau ikatan hutang kepada Pitra, leluhur, serta
orang tua.
3. Rsi Rna berarti kewajiban atau ikatan hutang kepada para Rsi (orang suci).
orang tersebut menganggap Tuhan tidak adil atau pilih kasih. Orang cepat
menyalahkan pihak lain sebagai penyebab ketidakberhasilannya, karena itu
kesadaran bahwa dunia ini netral, tidak baik dan tidak buruk.
Umat manusia dalam pelaksanaan kewajibannya terkadang dihalangi oleh
sifat-sifat yang ada pada diri manusia itu sendiri. Sifat-sifat itu disebut dengan Sad
Ripu, yang terdiri dari:
1. Kama
Kama artinya keinginan atau hawa nafsu. Kama sangat besar pengaruhnya dalam
kehidupan, kama dapat mempengaruhi pikiran. Rangsangan yang kuat akan
menarik kama dan mempengaruhi pikiran. Bila tidak memiliki kemampuan atau
pengetahuan untuk mengatasinya, maka sifat-sifat buruk lah yang akan muncul
yang berakibat buruk pula terhadap diri sendiri. Kama yang tidak terkendali ini
akan muncul sebagai musuh. Namun sebaliknya, kama akan berfungsi sebagai
sahabat apabila dapat dikendalikan atau disalurkan kepada hal-hal yang bersifat
dharma/kebenaran.
2. Lobha
Lobha
berasal
dari
kata
lubh
yang
berarti
tamak,
rakus.
Rakus merupakan sifat senang yang berlebihan dan tidak terkendali, sifat yang
selalu ingin dipuaskan, sifat yang ingin mementingkan diri sendiri. Sifat-sifat
seperti ini dimiliki oleh setiap orang, apabila kemunculan sifat ini tidak
dikendalikan dengan pengetahuan dharma, tidak memiliki rasa welas asih,
tatwam asi, dan satya, maka lobha seperti ini akan menjadi musuh. Ia akan
mendatangkan rasa benci, rasa cemburu, rasa dendam, sehingga menimbulkan
rasa gelisah, kurang aman, dan was-was. Biasanya lobha akan tumbuh dengan
kuat akibat kama yang selalu terpenuhi.
3. Krodha
Krodha artinya marah. Krodha muncul diawali oleh ketidakpuasan, rasa kecewa,
rasa dendam, dan rasa terhina.
4. Mada
Mada artinya mabuk/kemabukan, kemabukan dapat muncul dari dalam diri
sendiri. Kama (keinginan) yang selalu terpenuhi menyebabkan lobha tak
terkendali.
27
5. Matsarya
Matsarya artinya iri hati. Iri hati, cemburu, seringkali muncul akibat dari
kekecewaan, ketidakpuasan, ketidakadilan, dan kegagalan dalam menghadapi
suatu peristiwa. Di satu pihak ada yang berhasil dengan mudah, sedangkan di
pihak lain mengalami kegagalan dan hambatan. Sehingga pihak yang gagal
merasa kecewa. Kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakadilan akan
menimbulkan perasaan iri hati.
6. Moha
Moha artinya bingung. Kebingungan tidak dapat menentukan sikap, karena
kebuntuan otak dalam berpikir, kecerdasan hilang, orang tak tahu arah, tak tahu
mana yang benar dan salah, tak tahu mana yang baik mana yang buruk, tak tahu
mana yang berguna dan yang tidak berguna, kebingungan menghambat segalagalanya.
Semua musuh di atas, dapat di atasi secara lambat laun kalau seseorang
tersebut mau mendisiplinkan dan belajar secara bersama dengan orang-orang lain
tentang hal-hal yang spiritual dan dengan penuh dedikasi bertindak dan melihat ke
dalam diri sendiri, Prakrti itu sendiri bukanlah sesuatu kekuatan yang dinamik.
Memang betul dalam kehidupan ini Prakrti memainkan peranan yang amat penting
dan kuat pengaruhnya pada setiap individu, tetapi selama seseorang mau
menceburkan diri di dalamnya dan mau terseret oleh arusnya, maka selama itu juga
seseorang tersebut akan terbenam di dalam Prakrti ini, tetapi sekali individu itu
menentangnya maka akan timbul kesadaran untuk mengatasinya. Mengatasinya
tidak dengan berperang dengan Prakrti ini, karena sukar untuk mengalahkannya,
tetapi dengan merubah diri yang terbenam ini menjadi ibarat sebuah perahu yang
melayarinya, adi masih dengan Prakrti juga karena memang tidak bisa lepas darinya
selama masih hidup, tetapi sudah tidak terseret lagi tetapi malahan berlayar
dengannya sampai ketujuan. Sekali sudah menyeberang maka selamatlah, beginilah
orang-orang Hindu mengibaratkan Prakrti, sebagai sebuah sungai yang amat kuat
arusnya, yang tak perlu ditentang tetapi sebaliknya dilayari saja untuk sampai ke
tujuan, yaitu Yang Maha Esa. Keterikatan dan rasa dualistik adalah musuh-musuh
yang harus dikalahkan. Caranya adalah dengan karma-yoga, kuasailah rasa dualistik
seperti suka dan tak suka. Organ-organ sensual atau indra-indra dapat dikalahkan
oleh tekad yang kuat. Tanpa terganggu oleh rasa dualistik ini, yang hadir dalam
28
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Karma Marga juga adalah jalan untuk mencapai moksa dengan melaksanakan
kewajiban-kewajiban hidup tanpa pamrih dan bukan untuk kepentingan diri
sendiri.
3.1.2 Melaksanakan kewajiban berlandaskan Karma Yoga, yaitu manusia harus
melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh, tanpa pamrih, dan
melaksanakannya untuk kepentingan semua makhluk. Manusia yang sudah
bijaksana juga mempunyai kewajiban dalam memberikan contoh-contoh
kepada manusia lainnya yang masih berada di jalan yang salah dan bukan
membuat orang-orang yang demikian menjadi bingung. Seseorang yang
melaksanakan kewajibannya haruslah sadar bahwa sesungguhnya yang
melakukan semua tindakan tersebut adalah Prakrti, bukan dirinya sendiri.
Orang-orang yang masih bersifat demikian haruslah berupaya lepas dari ikatan
Prakrti adalah dengan cara Bhakti kepada Tuhan dan sela melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, jika manusia tidak mampu mengendalikan Prakrti
tersebut maka manusia itu akan hancur, hidup tanpa tujuan. Sangatlah penting
untuk setiap individu untuk melaksanakan kewajibannya sendiri meskipun
tidak sempurna, daripada melaksanakan kewajiban orang lain walaupun
sempurna. Hal-hal
memenuhi kewajibannya, yaitu adanya musuh yang ada dalam diri sendiri
yaitu Sad Ripu. Manusia harus selalu berupaya untuk mengalahkan,
mengendaikan nafsu-nasfu (Sad Ripu) tersebut, karena merupakan musuh
yang paling berbahaya dan dapat mendatangkan kehancuran jika tidak dapat
dikendalikan.
3.1.3 Implementasi melaksanakan kewajiban berlandaskan Karma Marga, yaitu
manusia melaksanakan kewajiban berdasarkan swa dharmanya masingmasing. Kewajiban tersebut dapat dibedakan menjadi: kewajiban berdasarkan
Panca Yadnya, kewajiban berdasarkan Catur Warna, kewajiban berdasarkan
Catur Asrama, dan kewajiban berdasarkan Sesana. Manusia dalam
pelaksanaan kewajibannya pasti akan berinteraksi dengan sesama manusia.
Pedoman yang digunakan untuk menjaga interaksi itu berjalan dengan baik,
30
yaitu Tat Twam Asi, sehingga dengan sendirinya akan kebahagiaan, yang
disebut dengan Tri Hita Karana. Pelaksanaan kewajiban oleh setiap manusia
terkadang terhambat oleh perasaan bahwa hal-hal yang dilakukannya tidak
mampu mengubah dunia, sehingga manusia tersebut perlu menanamkan
konsep bahwa dirinya sesungguhnya bekerja untuk memenuhi untuk
kewajibannya membayar hutang kepada Tuhan dan bukan untuk dirinya
sendiri, sehingga hasil akhir dari kewajiban yang telah dilakukannya selalu
dipasrahkan kepada Tuhan. Hambatan-hambatan lainnya dalam pelaksanaan
kewajiban oleh manusia adalah musuh yang ada dalam dirinya sendiri, yang
dikenal dengan Sad Ripu, yang sangat perlu untuk dikendalikan agar tidak
membuat hidup menjadi kacau dan kancur.
3.2 Saran
Sebagai umat hindu hendaknya wajib untuk menaati segala jenis hukum Tuhan
maupun hukum pemerintah. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan diri
sendiri, orang lain, atau alam. Pelaksanaan hal-hal tersebut akan membuat kehidupan
di dunia ini damai, aman, dan harmonis.
31
Doa Penutup
artinya:
Ya Tuhan dalam wujud Parama Acintya yang maha gaib dan maha karya, hanya atas
anugrahMu-lah maka makalah ini terselesaikan dengan baik. Semoga damai, damai di hati,
damai di dunia, damai selamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Agama Hindu
Meditasi sebagai Salah Satu Cara
Mencapai Moksa
KELAS II A
Oleh:
Ni Putu Nadia Nikki Utami
(1413021005)
Doa Pembuka
Om sam gacchadwam, sam vadadwam, sam wo manamsi janatam dewa Bhagam
yatha purwe sam janana upasate.
Om samani wa akutih samana hrdayaniwah, samanamastu wo mano yatha wah
susahasati.
Om ano bhadrah kratawo yantu wiswatah
Terjemahan :
Oh Hyang Widhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu sama lain
untuk menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu bersatu.
Oh Hyang Widhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati, bersatu
dalam pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera dan bahagia.
Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
Meditasi sebagai Salah Satu Cara Mencapai Moksa ini dapat penulis selesaikan
tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Prakata .........................................................................................................
ii
iii
BAB I Pendahuluan
1.1 LatarBelakang ......................................................................................
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Meditasi.
10
12
12
25
25
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari semua hal yang
menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari. Meditasi juga
diartikan melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif
yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan
penilaian tertentu.
Meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama dengan melamun sehingga
meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya. Meditasi justru
merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang melakukan meditasi tahu dan paham akan
apa yang sedang dia lakukan. Dewasa ini, meditasi digunakan dalam banyak hal seperti
untuk mendapatkan kedamaian dan kekuatan jiwa. Meditasi merupakan salah satu bagian
dari yoga. Meditasi merupakan nama lain dhyana yoga yang berarti yoga dengan
memusatkan pikiran, fokus kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Pada zaman sekarang, meditasi banyak digunakan untuk mengurangi kecemasan, stress,
dan depresi. Ketenangan jiwa yang diperoleh ketika meditasi dengan baik mampu meredakan
dan memungkinkan seseorang berpikir jernih dalam pengambilan suatu keputusan. Meditaso
merupakan pengalihan perhatian ketingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke
tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber pemikiran. Meditasi mampu
menurunkan tingkat rangsangan seseorang dan membawa suatu keadaan yang lebih tenang,
baik secara psikologis maupun fisiologis.
Moksa adalah tujuan terakhir dari seluruh umat hindu. Dengan menjalankan sembahyang
batin dengan dharana (menetapkan cipta), dhyana (memusatkan cipta), dan Samadhi
(mengheningkan cipta). Manusia berangsur-angsur akan dapat mencapai tujuan hidupnya
yang tertinggi yaitu bebas dari segala ikatan keduniawian untuk bersatunya atman dengan
Brahman. Didalam ajaran kerohanian hindu terdapat jalan untuk mencapai kesempurnaan,
yaitu moksa dengan menghubungkan diri dan pemusatan pikiran kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang disebut catur marga yoga yang terdiri dari bhakti marga yoga, karma
marga yoga, jnana marga yoga, dan raja marga yoga. Meditasi merupakan bagian dari raja
marga yoga yang berarti menyatukan diri dengan brahman melalui pemusatan pikiran yang
1
biasa dikenal dengan istilah meditasi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik menulis
sebuah makalah yang berjudul, Meditasi sebagai Salah Satu Cara Mencapai Moksa.
1.4 Manfaat
1.4.1 Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan meditasi
1.4.2 Dapat mengetahui tujuan dari meditasi
1.4.3 Dapat mengetahui jenis-jenis meditasi
1.4.4 Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan moksa
1.4.5 Dapat mengetahui keterkaitan meditasi dan moksa
1.4.6 Dapat mengetahui implementasi meditasi dalam kehidupan sehari-hari
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Meditasi
Meditasi adalah sarana penyeimbang dari kehidupan yang sangat ribut dan sarat akan
kompetensi ini (Wuryanano, 2006).
Meditasi berasal dari bahasa Ingris "Medition" yang diucapkan dalam bahasa Indonesia
menjadi "Meditasi" atau juga memiliki pengertian focus conciouness on one thing, atau
upaya pemusatan secara serius kepada obyek tertentu (mustikahati, 2013).
Meditasi adalah suatu cara untuk melatih diri kita untuk memiliki keadaan cita atau sikap
yang lebih bermanfaat. Ini dilakukan dengan berulang kali membangkitkan suatu keadaan
batin tertentu untuk membuat diri kita terbiasa dengannya dan menjadikannya kebiasaan kita
(Berzin, A. 2010). Seperti pada Bhagavad-gita bab VI, sloka 25 yang berbunyi:
sanaih sanair uparamed
buddhya dhrti-grhitaya
atma-samstham manah krtva
na kincid api cintayet
Artinya:
Dengan pembiasaan yang teratur secara perlahan-lahan orang hendaknya mengarahkan
kesadarannya pada keaadaan Samadhi. Melalui kecerdasan yang mantap, orang hendaknya
mengerahkan pikirannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan tidak memikirkan sesuatu yang
lain selai Tuhan Yang Maha Kuasa (Darmayasa, 2014)
Meditasi adalah memfokuskan pikiran menuju status kesadaran yang membawa nuansa
ketenangan, kejelasan, dan kebahagiaan (Sukmono, R J. 2011). Seperti pada Bhagavad-gita
bab VI, sloka 26 yang berbunyi:
yato yato niscalati
manas cancalam asthiram
tatas tato niyamyaitad
atmany evavasam nayet
Artinya:
Pikiran bersifat tidak tetap dan goyah. Ke mana-ke mana saja ia pergi, di sana-di sana lah
hendaknya ia dikendalikan, dan diarahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Darmayasa, 2014)
3
Dalam bahasa Pali atau Sansekerta, meditasi disebut sebagai Samadhi. Kata Samadhi
dinyatakan Buddha dalam khotbah pertamanya Dhammacakkapattana sutta. Kata Samadhi
berasal dari kata sam-a-dha yang artinya menyatukan atau konsentrasi, yang berkaitan
dengan keadaan bathin tertentu. Kata itu merupakan kata teknis yang berarti keadaan batin
dan cara untuk mencapai keadaan batin tersebut.
Meditasi sesungguhnya merupakan suatu disiplin batin yang akan membentuk suatu
keadaan dimana pola pikir mengarah ke suatu titik tertentu. Pola dasar meditasi adalah untuk
mencapai keseimbangan dalam hidup (Effendi, 2002).
Meditasi adalah sebuah prosesi kedisiplinan holistik untuk mencapai titik relaksasi
tertinggi baik dalam kesadaran maupun berfokus pada alam bawah sadar seseorang. Meditasi
bisa saja di katakan latihan konsenterasi yang dilakukan oleh banyak agama, penganut
kepercayaan animisme-dinamisme dan sejenisnya yang telah di lakukan sejak jaman dahulu.
Pengertian meditasi dalam makna yang luas justru tidak menekankan pada unsur keagamaan
tetapi yang melakukan meditasi berasal dari banyak agama dan kepercayaan. Gerakangerakan meditasi yang saya ketahui ada beberapa macam yaitu, dengan duduk bersila di
tempat yang sunyi sambil menegakan punggung, mengatur sirkulasi pernafasan dengan
perlahan dalam kondisi mata terpejam. Namun ada juga yang melakukan meditasi dengan
cara merebahkan tubuhnya tetap dalam kondisi mata terpejam,mengendorkan otot syaraf
dan merilekskan pikiran sambil mengatur sirkulasi pernafasan dengan perlahan (Mbahmijan,
2013).
Semadi atau meditasi adalah praktik relaksasi yang melibatkan pelepasan pikiran dari
semua hal yang menarik, membebani, maupun mencemaskan dalam hidup kita sehari-hari.
Makna harfiah meditasi adalah kegiatan mengunyah-unyah atau membolak-balik dalam
pikiran, memikirkan, merenungkan. Arti definisinya, meditasi adalah kegiatan mental
terstruktur, dilakukan selama jangka waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik
kesimpulan, dan mengambil langkah-langkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan
tindakan atau penyelesaian masalah pribadi, hidup, dan perilaku. Dengan kata lain, meditasi
melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara
proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian
tertentu. Kita mulai paham bahwa hidup merupakan serangkaian pemikiran, penilaian, dan
pelepasan subjektif yang tiada habisnya yang secara intuitif mulai kita lepaskan. Dalam
4
keadaan pikiran yang bebas dari aktivitas berpikir, ternyata manusia tidak mati, tidak juga
pingsan, dan tetap sadar (Wikipedia, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, meditasi adalah yoga dengan cara memfokuskan pikiran
menuju Tuhan Yang Maha Esa tanpa memikirkan kenikmatan duniawi.
dari semua orang dan segala hal; dan setelah itu, kita menjadi kecewa. Jadi, satu-satunya
sumber kebahagiaan ada di dalam batin. Kapan pun Anda bermeditasi, usahakanlah untuk
berhubungan dengan sumber itu. Untuk diri Anda sendiri, untuk kebahagiaan, kesenangan,
dan kepuasan diri Anda sendiri maka Anda harus selalu berusaha untuk berhubungan dengan
pusat kegembiraan yang ada di dalam batin Anda sendiri.
Setidaknya ketika kita hidup sebagai manusia, kita harus menjalani suatu kehidupan yang
bermakna; kita harus bahagia dan meneruskan hidup kita dengan cara yang penuh arti, karena
itu cocok dengan martabat kita sebagai manusia, sebagai Tingkat Kesepuluh dari segala
satwa di dunia ini. Kitalah puncak ciptaan jasmani. Kita belum tahu bahwa kita berada di
puncak alam semesta. Mungkin bukan yang tertinggi, tetapi setidaknya di sini, kitalah
puncak ciptaan. Maka, kita harus meneruskan hidup kita sebagai manusia yang bermartabat;
bukannya takut terhadap segala hal, bodoh, dan tenggelam dalam kesengsaraan, terutama
ketika kita memiliki harta batin yang dapat selalu kita gunakan.
prasanta-manasam hy enam
yoginam sukham uttamam
upaiti santa-rajasam
brahma-bhutam akalmasam
Artiya:
Oleh karena pikiran seorang yogi yang sudah mencapai kedamaian sejati,
yang sudah terbebas dari dosa-dosa, yang kerlap-kerlip sifat kenafsuannya
sudah menjadi tenang, seorang yogi yang sudah berada dalam penyatuan
kesadaran seperti itu akan mencapai kebahagiaan tertinggi (Darmayasa, 2014).
yunjann evam sadatmanam
yogi vigata-kalmasah
sukhena brahma-samsparsam
atyantam sukham asnute
Artinya:
Dengan cara seperti itu, seorang yogi yang sudah menghubungkan dirinya
senantiasa pada Tuhan Yang Maha Esa terbebaskan dari segala dosa, dan
dalam penuh kebahagiaan ia mencapai Tuhan Yang Maha Esa serta mengalai
kebahagiaan kekal abadi (Darmayasa, 2014)
7
sankalpa-prabhavam kamams
tyaktva sarvan asesatah
manasaivendriya-gramam
viniyamya samantatah
Artinya:
Seseorang hendaknya meninggalkan sepenuhnya tanpa sisa seluruh
keinginan duniawi yang muncul dari hasrat hati terdalam. Dan melalui pikiran
orang hendaknya menghentikan gerak-gerik seluruh indria dari segala arah.
Sloka di atas memberi arahan pada kita bagaimana kita seharusnya di
dunia yang penuh dengan hal-hal ang fana ini. Sloka diatas mengajarkan kita
untuk meninggalkan keinginan duniawi melaui pikiran.
4. Gerak
Teknik ini memerlukan tenaga dan stamina yang kuat karena dalam teknik ini
seseorang melakukan gerakan-gerakan yang dinamis yang mengalir bagai menari.
Maksud dari gerakan ini adalah membersihkan secara energi dengan berputar,
serta membuat pikiran focus pada gerakan yang dilakukan. Kemudian pikiran
orang tersebut akan hanyut ke dalam ketenangan dan kedamaian serta penuh
dengan kebahagian sehingga akan menyatu dengan Tuhan Yang Maha Esa.
B. Membebaskan Pikiran
Teknik ini sama dengan memusatkan pikiran tapi dengan pendekatan yang
berbeda. Dengan teknik ini seseorang diharapka mampu membebaskan pikiran
dengan hanya diam pada posisi santai serta memasrahkan apa yang terjadi pada
dirinya.
Teknik ini dianjurkan untuk tingkat yang sudah memperoleh pencerahan
bukan untuk pemula karena dapat menyebabkan seseorang kehilangan arah. Hal
ini terjadi karena para pemula biasanya belum mempunyai energi atau frekuensi
yang cukup tinggi untuk melindungi dirinya terhadap gangguan dari frekuensi
rendah.
9
2.3.2
10
pikiran manusia dan bersifat nirguna yag artinya tidak ada bahasa manusia yang mampu
menjelaskan bagaimana sesungguhnya alam moksa tersebut (Sudirga, dkk. 2010).
Moksa merupakan tujuan hidup tertinggi agama hindu. Moksa memiliki empat
jenis tertentu seperti:
1. Samipya
Samipya adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai seseorang semasa
hidupnya di dunia ini. Hal ini dapat dilakukan oleh para yogi dan para maharsi.
Beliau dalam melakukan yoga Samadhi telah dapat melepaskan unsur-unsur
maya. Sehimgga beliau dapat mendengar wahyu tuhan. Dalam keadaan yang
demikian, atman berada sangat dekat sekali dengan tuhan. Setelah beliau selesai
melakukan Samadhi, maka keadaan beliau kembali sebagai biasa. Emosi, pikiran,
dan organ jasmaninya aktif kembali.
2. Sarupya (Sadharmya)
Sarupya (Sadharmya) adalah suatu kebebasan yang didapat oleh seseorang di
dunia ini, karena kelahirannya, kedudukan atman merupakan pencarian dari
kemahakuasaan tuhan. Seperti halnya Sri Rama, Buddha Gautama, dan Sri
Kresna. Walaupun atman telah mengambil suatu perwujudan tertentu, namun ia
tidak terikat oleh segala sesuatu yang ada di dunia ini.
3. Salokya
Salokya suatu kebebasan yang boleh dicapai oleh atman. Dimana atman itu
sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan tuhan. Dalam
kesadaran seperti itu dapat dikatakan atman telah mencapai tingkatan dewa yang
merupakan manifestasi dari tuhan itu sendiri.
4. Sayujya
Sayujya adalah suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi dimana atman telah
dapat bersatu dengan Brahman. Dalam keadaan seperti inilak sebutan Brahman
Atman Aikyam yang artinya atman dan Brahman sesungguhnya tunggal.
Istilah lain yang dipergunakan untuk mengklarifikasi tingkat-tingkat moksa, yaitu:
1) Jiwa Mukti adalah suatu kebebasan yang didapat oleh seseorang dalam hidupnya
di dunia ini. Dimana atman tidak terpengaruh oleh indriya dan unsure-unsur dari
11
maya. Dengan demikian maka jiwa mukti sama sifatnya dengan samipya dan
sarupya (sadharmya).
2) Wideha Mukti (Karma Mukti) adalah suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa
hidupnya. Dimana atman telah meniggalkan badan kasar, tetapi wasana dari
unsure maya tidak kuat lagi mengikat atman itu, dalam keadan seperti itu
kesadaran yang dicapi oleh atman sudah setara dengan tuhan. Tetapi, belum
bersatu karena masih adanya imbas unsure maya. Dengan demikian maka wideha
mukti (karma mukti) dapat disamakan dengan salokya.
3) Purna Mukti adalah kebebasan yang paling sempurna dan yang tertinggi, dimana
atman telah dapat bersatu dengan tuhan. Dengan demikian purna mukti dapat
disamakan dengan sayujya.
kepada satu titik, maka ia akan lebih efektif untuk mencapai sasaran
hidup. Meditasi juga dapat menghilangkan kesedihan, kebingungan dan
dapat membantu dalam mengendalikan emosi kita. Manusia tidak akan
terlepas dari suka dan duka. Pilihan tetap berada dalam genggaman kita, di
mana kita dapat bebas memilih untuk tenggelam dalam emosi tersebut
atau mengendalikannya. Emosi yang tak terkendalikan akan sangat
merugikan kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun rohani.
2.6.2
energi magnetik (koordinasi antar organ), energi eterik yang biasa dikenal
sebagai basic life energy (energi untuk pertumbuhan dan perkembangan),
energi astral (emosional dan intelektual), dan lain-lain.
Berdasarkan teori ini meditasi akan meningkatkan vibrasi dan
pulsasi seluruh energi tubuh yang berefek pada meningkatkan resonansi
jantung dan aorta (pembuluh darah besar yang membawa darah dari
jantung). Resonansi dan vibrasi energi akan menstimulasi sistem saraf
cranial (yaitu 12 pasang sistem saraf yang berhubungan erat dengan fungsi
otak). Aktifnya 12 pasang sistem saraf membuat ventrikel otak bekerja
optimal yaitu menghasilkan rangsangan mekano-elektrik pada sistem
cortex-sensory di otak. Akibatnya aliran neurotransmitter lebih lancar,
yang akan melepaskan aktivitas sensorimotor. Aktivitas sensorimotor yang
baik akan meningkatkan fungsi dan kerja seluruh organ atau sistem tubuh.
Efeknya, regenerasi sel dan jaringan tubuh akan berlangsung secara
optimal.
Penelitian lain menunjukkan bahwa meditasi akan menimbulkan
perubahan bertahap pada tingkat energi basal yang berfungsi membentuk
stem sel (sel cikal bakal dari seluruh sel tubuh). Dengan baiknya
pembentukan stem sel maka sel atau jaringan yang mati atau rusak dapat
segera diganti sebelum menimbulkan masalah.
Di negara maju seperti Amerika atau Eropa Barat, cara meditasi
telah banyak digunakan sebagai upaya untuk melengkapi pengobatan
medis. Dalam beberapa laporan ilmiah, terlihat bahwa meditasi sangat
penting untuk mengatasi berbagai macam penyakit degeneratif seperti
jantung koroner, tekanan darah tinggi, kanker, rematik, alergi sampai
asma, depresi, kecemasan, kecanduan obat, gangguan metabolisme dan
sebagainya.
2.6.4
kebencian kita akan hidup dengan tenang, damai dan bahagia. tanpa
permusuhan, tanpa kekejaman, dan tanpa rasa ingin menyakiti satu sama
lain. Melaksanakan meditasi batin kita akan menjadi tenang, tentram,
menumbuhkan cinta kasih yang universal, yaitu cinta kasih kepada semua
makhluk termasuk cinta kasih kepada diri kita sendiri. Dengan kata lain
kita akan dapat mengatasi kebencian.
Kebencian akan menimbulkan kesedihan, dukacita, ratap tangis,
dan keputusasaan. Kebencian adalah musuh langsung dari cinta kasih. Jika
kebencian muncul dalam batin, cinta kasih tidak bisa muncul. Jadi, jika
kita ingin mengembangkan cinta kasih, kebencian harus dienyahkan.
Sungguh menderita seseorang yang memiliki dosa dalam dirinya. Ia akan
disiksa oleh batin atau pikirannya sendiri dan hidupnya tidak akan tenang,
di manapun ia berada ia akan merasa terganggu oleh kebencian yang
muncul dalam dirinya. Ia akan mudah marah, jengkel, iri hati, dan tidak
senang melihat kesalahan orang lain walaupun kecil. Ia dipenuhi oleh
kebencian, tenggelam dalam kebencian, dan terbakar oleh api kebencian.
Saat kebencian muncul, sifat-sifat baik lainnya tidak dapat muncul karena
tertutupi oleh kebencian tadi. Saat kebencian muncul, banyak orang yang
menggambarkan bahwa hatinya seolah-olah terbakar, ia merasakan sesak
di dada,muncul suatu perasaan yang amat sangat menyiksa, ngilu dan
menyakitkan.
Namun,
mereka
yang
mempunyai
dosacarita,
akhirnya meditasi akan akan menumbuhkan rasa cinta yang hanya untuk
cinta kasih, yaitu cinta kasih tanpa pilih kasih dan cinta kasih yang
universal kepada semua makhluk, baik itu temang, saudara, guru, musuh,
serta orang yang kita benci. Cinta kasih yang bertujuan untuk mengurangi
penderitaan orang lain dan mengembangkan kemauan baik, kegembiraan
dan kebahagiaan.
2.6.5
2.6.6
Pra-Menstruasi
(PMS)
Sindrom
pra-menstruasi
17
Pranayama
artinya
seni
mengendalikan
pernafasan
atau
latihan
Pranayama
untuk
menguatkan,
untuk
pola pernapasan Anda dan mengungkapkan rasa terima kasih Anda kepada
Tuhan untuk hal-hal yang telah diberikan kepada Anda. Praktekkan ini
setiap hari selama 20 menit atau lebih dan lihatlah penurunan bobot pada
timbangan Anda. Biarkan keajaiban pikiran positif bekerja pada pikiran,
tubuh dan jiwa melalui alam bawah sadar Anda. Pikiran Anda memiliki
kekuatan untuk mengubah keinginan Anda menjadi kenyataan. Jadi
bayangkan diri Anda turun beberapa kilo lebih ringan dengan visualisasi
bermain olahraga (senam aerobik, fitness dll), dan lambat laun tubuh Anda
akan mengikuti pikiran Anda dan membuang rasa malas untuk
mewujudkan tujuan tersebut.
2.6.10 Implementasi dalam Meningkatkan Daya Ingat
Studi menemukan, teknik meditasi kirtan kriya meningkatkan
aliran darah ke otak dan memperbaiki daya ingat dalam waktu delapan
minggu saja.
Dalam studi yang dipublikasikan di Journal of Alzheimer's Disease
ini, peneliti meminta partisipan menjalani tes kognitif dan pemetaan
gambar otak untuk mengukur aliran darah.
Para partisipan mempelajari teknik kirtan kriya. Teknik tersebut
meliputi pengulangan empat bunyi, SA, TA, NA, MA. Sambil
mengucapkan bunyi tersebut, partisipan juga menyentuh ibu jari hingga
jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking.
Mereka diminta mengucapkan bunyi tersebut keras-keras selama
dua menit, berbisik selama dua menit, tanpa suara selama empat menit,
berbisik selama dua menit, dan mengucapkan kembali dengan keras
selama dua menit.
Sedang kelompok pembanding yang terdiri dari lima partisipan
mendapatkan perlakuan yang agak berbeda. Mereka juga menjalani tes
pemetaan yang sama tetapi diminta mendengarkan dua biola Mozart per
hari selama delapan minggu 12 menit sehari.
Partisipan yang melakukan meditasi mengalami peningkatan darah
ke otak besar, tepatnya ke lobus frontal dan lobus parietal, dua area yang
22
23
24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Meditasi adalah yoga dengan cara memfokuskan pikiran menuju Tuhan Yang Maha Esa
tanpa memikirkan kenikmatan duniawi,
2. Tujuan meditasi adalah untuk mengenal diri sendiri secara lebih dalam dan memahami
arti dari kebahagiaan sejati,
3. Meditadi dikelompokkan menjadi dua yaitu meditasi dengan usaha sendiri da meditasi
dengan proses insiasi. Dari kedua jenis meditasi tersebut, tujuan keduanya tetaplah sama
untuk lebih mengenal diri sendiri sehingga bisa menyatu dengan Tuhan,
4. Moksa adalah satu sradha agama Hindu yang merupakan tujuan tertinggi agama hindu
yang didefinisikan menyatunya atman dengan Brahman,
5. Meditasi berkaitan dengan moksa dimana meditasi merupakan salah satu dari sekian
banyak jalan mencapai moksa yang merupakan tujuan tertinggi umat Hindu,
6. Implementasi meditasi dalam kehidupan sehari-hari diantaranya dalam penuruna berat
badan, gangguan tidur, penurunan berat badan, peningkatan daya ingat, awet muda, dll.
3.2 Saran
Marilah kita mulai kehidupan yang lebih berbobot dengan melaksanakan meditasi.
Karena meditasi yang berlandaskan spiritual merupakan salah satu jalan mencapai kedamaian
hidup guna mengurangi beban hidup yang semakin berat apalagi dengan pesatnya
perkembangan zaman yang selalu diikutidengan kemajuan teknologi.
25
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2011. 14 Tips Untuk Awet Muda. Terdapat pada: http://www.akuinginsukses.com/14tips-untuk-awet-muda/. Diakses pada 2 Juni 2015
Berzin, A. 2010. Apa itu Meditasi?. Terdapat pada:
http://www.berzinarchives.com/web/id/archives/approaching_buddhism/introduction/wha
t_is_meditation/transcript.html. Diakses pada: 3 Juni 2015
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Effendi, T. 2002. Meditasi Jalan Meningkatkan Kehidupan Anda. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Iskandar, A dan Novianto, E. 2008. Mediate & Growrich Sehat, Kaya dan Bahagia DuniawiSpiritual. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kadjeng, dkk. 1993. Sarasamuccaya dengan teks Sansekerta dan Jawa Kuno. Singaraja:
Penerbit Hanuman Sakti
Mbahmijan. 2013. Pengertian dan Manfaat Meditasi Versi Mbahmijan. Terdapat pada:
http://www.mbahmijan.com/pengertian-dan-manfaat-meditasi/. Diakses pada: 1 Juni
2015
Mustikahati. 2013. Definisi Meditasi. Terdapat pada:
http://www.mustikahati.com/2013/03/definisi-meditasi.html. Diakses pada: 1 Juni 2015
Sudirga, dkk. 2010. Agama Hindu Untuk SMA Kelas XII. Bekasi: Ganeca Exact
Sukmono, R J. 2011. Mendongkrak Kecerdasan Otak dengan Meditasi. Jakarta: Transmedia
Pustaka
Wikipedia. 2013. Moksa. Terdapat pada: http://id.wikipedia.org/wiki/Moksa. Diakses pada: 2
Juni 2014
Wikipedia. 2014. Semadi. Terdapat pada: http://id.wikipedia.org/wiki/Semadi. Diakses pada: 1
Juni 2015
Wuryanano. 2006. The Touch Of Super Mind. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Doa Penutup
Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha, Sarwa Karya Prasidhantam
Om Anobadrah Kerhta Wyantu Wiswatah
Om Santih, Santih, Santih, Om
Terjemahan:
Ya Tuhan, dalam wujud parama acintya yang maha gaib dan maha karya, hanya atas
anugrahmulah maka pekerjaan ini berhasil dengan baik, Semoga kebaikan datang dari segala
penjuru, Semoga damai, damai di hati, damai di dunia, damai selamanya.
AGAMA HINDU
Bhagavad Gita Bab XIII
Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang dihubungkan
dengan Hakikat purusa dan prakerti (pradana)
KELAS II A
OLEH :
NI PUTU HAPPY RAHAYU
(1413021006)
DOA PEMBUKA
Terjemahan :
Oh Hyang Widhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu
sama lain untuk menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu
bersatu.
Oh Hyang Widhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati,
bersatu dalam pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera
dan bahagia.
Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
i
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
PRAKATA
Om Swastyastu
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat Asung Kertha Wara Nugraha-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Hakikat Tuhan Yang Maha Esa
yang dihubungkan dengan Hakikat Purusa dan Prakerti tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof.
Dr. I Wayan Satyasa, S.Pd M.Si selaku dosen pengampu mata Kuliah
Agama Hindu, atas arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang
ikut andil dalam penyusunan makalah ini dan berbagai sumber yang penulis
dapatkan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
sempurna. Namun penulis berusaha semaksimal mungkin agar dapat
makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran
yang membangun dari pembaca sangat diperlukan untuk membangun
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Penulis
ii
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
DAFTAR ISI
PRAKATA ......................................................................................................
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang dihubungkan
dengan Hakikat Purusa dan Prakerti .......................................................
2.3 Implementasi Hakikat Purusa dan Prakerti dalam Agama Hindu ...........
10
2.3 Implementasi Hakikat Tuhan Yang Maha Esa dalam Agama Hindu .....
13
15
iii
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup dengan sendiri. Manusia
diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lain. Manusia memiliki keinginan untuk bersosialisasi
dengan sesamanya. Hal ini merupakan salah satu kodrat manusia yang selalu ingin
berhubungan dengan manusia yang lainnya. Setiap manusia selama hidup pasti
mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapat berupa perubahan yang tidak
menarik dalam arti kurang mencolok. Perubahan-perubahan yang pengaruhnya
terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat
sekali, akan tetapi ada juga berjalan dengan cepat. Terjadinya perubahanperubahan tersebut disebabkan karena adanya interaksi sosial. Manusia pun
berlaku sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan keterkaitannya
dengan lingkungan dan tempat tinggalnya.Manusia bertindak sosial dengan cara
memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta meningkatkan
kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya. Makhluk hidup
tercipta dari dua unsur yaitu Purusa dan Pradana. Dua unsur tersebut adalah
unsur alam semesta. Purusa dan Pradana sebagai kekuatan awal dalam urutan
penciptaan manusia oleh Hyang Widhi. Purusa adalah asas bendani yang kekal,
yang berdiri sendiri serta tidak berubah. Sekalipun purusa tidak dapat diamati,
namun ada dengan nyata hal ini dibuktikan dengan susunan alam semesta
menunjukan, bahwa beradanya alam semesta alam itu tentu bukan demi
kepentingan diri sendiri, melainkan demi kepentingan sesuatu yang berbeda
dengan alam semesta itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merasa sangat perlu
dilakukannya penyusunan makalah yang berjudul Hakikat Tuhan Yang Maha
Esa yang dihubungkan dengan Hakikat Purusa dan Prakerti agar dapat
bermanfaat sebagaimana mestinya.
1
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk menjelaskan yang dimaksud Hakikat Tuhan Yang Maha Esa
yang dihubungkan dengan Hakikat Purusa dan Prakerti.
1.3.2 Untuk menjelaskan Hakikat Purusa dan Prakerti menurut Pandangan
Agama Hindu.
1.3.3 Untuk menjelaskan implementasi Hakikat Purusa dan Prakerti dalam
Agama Hindu.
1.3.4 Untuk menjelaskan implementasi Hakikat Tuhan Yang Maha Esa dalam
Agama Hindu.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan, adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan
makalah ini, antara lain :
1.4.1 Bagi Penulis
Penulisan
dijadikan
bahan
evaluasi
pembuatan
makalah-makalah
3
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan
Hakikat Purusa dan Prakerti
Secara etimologis, arti kata Tuhan atau Dewa sebutan dalam Agama Hindu
berasal dari bahasa sansekerta yaitu Dev yang berarti cahaya berkilauan , sinar
gemerlapan yang semuanya itu ditujukan kepada matahari atau langit yang
merupakan salah satu wujud manifestasinya. Tuhan atau Dewa berperan
memberikan sinar, petunjuk, nasehat, dan perlindungan kepada manusia. Manusia
adalah makhluk yang tidak dapat hidup dengan sendiri Manusia diciptakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. ( Sudire, 2003:419)
Makhluk hidup tercipta dari dua unsur yaitu Purusa dan Pradana. Dua unsur
tersebut adalah unsur alam semesta. Purusa dan Pradana sebagai kekuatan awal
dalam urutan penciptaan manusia oleh Hyang Widhi. Purusa adalah asas bendani
yang kekal, yang berdiri sendiri serta tidak berubah. Sekalipun purusa tidak dapat
diamati, namun ada dengan nyata hal ini dibuktikan dengan susunan alam
semesta menunjukan, bahwa beradanya alam semesta alam itu tentu bukan demi
kepentingan diri sendiri, melainkan demi kepentingan sesuatu yang berbeda
dengan alam semesta itu sendiri.Demikianlah dunia berada bukan demi
kepentingan dunia sendiri, melainkan untuk kepentingan yang bukan bukan dunia,
yang bukan benda yaitu roh, purusa.
mendapatkan kelepasan. Tiap hal yang ada, berada secara sendiri-sendiri, artinya
dilahirkan
sendiri,
mati
sendiri,
memiliki
organismenya
sendiri
dan
k
d
-jam eva ca
di m i hmi
Wahai
sava
mengetahui tentang prake ti alam purusa yang menikmati), lapangan dan yang
mengenal lapangan, pengetahuan dan obyek pengetahuan. Disebutkan bahwa
Arjuna ingin tahu tentang prakerti prak ti alam purusa yang menikmati k etra
(lapangan), ksetrajna (yang mengetahuinya), serta pengetahuan dan obyek
pengetahuan. Ketika Arjuna bertanya tentang segala hal ini, Krishna menyatakan
bahwa badan ini disebut lapangan dan orang yang mengetahui tentang badan ini
disebut yang mengetahui lapangan. Badan ini adalah lapangan kegiatan bagi roh
yang terikat. Roh yang terikat terperangkap dalam keberadaan material, dan ia
berusaha untuk berkuasa atas alam material. Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
serta hubungan antara roh yang individual dan Roh yang utama. Kedudukan
tertinggi Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa serta kedudukan roh individual yang
selalu lebih rendah didefinisikan dengan pasti . Hal ini juga dijelaskan dalam
(Bhagavad Gita Bab XIII. 3) sebagai berikut :
k
i m
-j
-k
k
-k
yat taj j
iddhi
j
m
m m
5
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
Terjemahan :
Pahamilah
bahwa
yang
mengetahui
lapangan
dalam
semua
lapangan
i hi
h bhe
g m
i
k
adan ini disebut k etra
-ja ucyate
Yang Maha Esa, yang mengetahui badan dan pemilik badan. Karena itu, Beliau
disebut yang mengetahui segala lapangan Pengetahuan yang sempurna tentang
kedudukan dasar badan, kedudukan dasar roh yang individual dan kedudukan
dasar Roh Yang Utama dikenal dalam kesusasteraan Veda sebagai jna Itulah
pendapat Krishna. Krishna adalah Roh Yang Utama yang bersemayam di dalam
tiap-tiap badan mendampingi roh yang individual. Krishna menyatakan dengan
jelas di sini bahwa Roh Yang Utama mengendalikan lapangan kegiatan dan juga
6
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
i hi
h dh g
i idh i
hi
brahma-
h
- d i
m d hi
h k
i
i i i i
Terjemahan :
Pengetahuan itu tentang lapangan kegiatan dan dia yang mengetahui kegiatan
diuraikan oleh berbagai sastera Veda. Pengetahuan itu khususnya disampaikan
dalam Vedanta-sutra dengan segala logika mengenai sebab dan akibat.Penjelasan
dari urain di atas Krishna sedang menjelaskan hal ini yang sering menimbulkan
perselisihan pendapat mengenai apakah sang roh dan Roh Yang Utama bersatu
atau berbeda dengan cara mengutip dari sebuah Kitab Suci, yaitu Vedanta, yang
diakui sebagai sumber yang dapat dipercaya. Vyasadeva (Penyusun Vedantasutra) adalah seorang resi yang mulia. Perbedaan antara Roh Yang Utama dan roh
yang individual dijelaskan secara sempurna di dalam Vedanta-sutra. Sebagaimana
disebutkan dalam ( Bhagavad Gita Bab XIII.28) yaitu :
m
i h
i
i
Terjemahan:
Orang yang melihat Roh Yang Utama mendampingi roh individual di dalam
semua badan, dan mengerti bahwa sang roh dan Roh Yang Utama tidak pernah
dimusnahkan di dalam badan yang dapat dimusnahkan, melihat dengan
sebenarnya. Disebutkan mereka hanya melihat badan, dan mereka berpikir bahwa
ketika badan dibinasakan, segala sesuatu sudah habis. Tetapi sebenarnya tidak
demikian. Sesudah badan dibinasakan, sang roh dan Roh Yang Utama tetap ada,
dan mereka berjalan terus untuk selamanya dalam berbagai bentuk yang bergerak
7
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
dibinasakan
ia
dipindahkan
ke
dalam
bentuk
yang
lain.
Dengan cara demikian, sang roh adalah penguasa. Tetapi ada orang lain yang
mengartikan kata paramesvara sebagai Roh Yang Utama. Dalam kedua arti
tersebut, Roh Yang Utama dan roh individual tetap ada. Mereka tidak
dibinasakan. Sifat rendah hati; kebebasan dari rasa bangga; tidak melakukan
kekerasan; toleransi; kesederhanaan; mendekati seorang guru kerohanian yang
dapat dipercaya; kebersihan; sifat mantap; pengendalian diri; melepaskan ikatan
terhadap obyek-obyek kepuasan indera-indera; kebebasan dari keakuan yang
palsu; mengerti buruknya kelahiran; kematian; usia tua dan penyakit;
ketidakterikatan; kebebasan dari ikatan terhadap anak-anak; isteri; rumah dan
sebagainya; keseimbangan pikiran di tengah-tengah kejadian yang menyenangkan
dan yang tidak menyenangkan; bhakti kepada-Ku yang murni dan tidak pernah
menyimpang; bercita-cita tinggal di tempat yang sunyi; ketidakterikatan terhadap
khalayak ramai; mengakui bahwa keinsafan diri adalah hal yang penting; dan
usaha mencari Kebenaran Mutlak dalam filsafat Aku menyatakan bahwa segala
sifat tersebut adalah pengetahuan. Yang dijelaskan dalam ( Bhagavad Gita Bab
XIII.) adalah sebagai berikut :
m i m d m hi m
hi
k i j
h i
m m - i ig h
i g m
h k
j
d
m -m
-j - dhi-
kh -d
8
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
asaktir ana hi
-d -g hdi
i
m - i
i i
m
i
-yogena
h ki
hi i
vivikta-d
i j
i m
di
- i
tattva-j h -d
jj
j
mii
d
m
k m
h
mendapatkan kelepasan. Tiap hal yang ada, berada secara sendiri-sendiri, artinya
dilahirkan
sendiri,
mati
sendiri,
memiliki
organismenya
sendiri
dan
dalam
pawiwahan
terjadi
perbedaan
agama
dapat
keraguan atas agama yang dianut. Anak mau mengikuti salah satu agama
dari orang tuanya (ayah atau ibunya) yang diyakini si anak, namun karena
orang tua mereka terikat satu perjanjian, sehingga mengakibatkan si anak
mengikuti keyakinan berdasarkan kesepakatan orang tua. Sementara, orang
tua pun sebenarnya merasakan tekanan psikologis, baik berupa goncangan
ringan maupun goncangan berat akibat perbedaan agama suami-istri. Ada
sementara keluarga, yang karena semata-mata untuk menjaga keutuhan
rumah
tangga,
mereka
harus
rela
membuat
perjanjian,
dengan
tangan
Dan kebahagiaan disini tentunya tidak saja didasari dengan rasa cinta itu
sendiri tetapi juga harus didasari dengan rasa iman yang membimbing
pasangan untuk lebih taat pada penciptanya dalam mencapai kebahagiaan
yang kekal. Apabila semua itu tidak dimiliki dalam artian berbeda
keyakinan, maka didalam rumah tangga tersebut akan terasa renggang dan
hampa. Apabila dikaruniai keturunan, tentunya akan berpengaruh pada
kedudukan anak serta mental anak dan bagaimana menjaga hubungan baik
antara anak dan orangtua mengenai perkawinan beda agama. Masalah
masalah yang timbul disini adalah berebut pengaruh agar anaknya
mengikuti agama yang diyakininya. Jika ayahnya Islam, dia ingin anaknya
menjadi muslim, jika ibunya Kristen dia ingin anaknya menganut agama
Kristen. Secara tidak langsung telah menjadi suatu kompetisi bagi kedua
pasangan orangtua demi mempengaruhi agama mana yang akan dianut.
Maka anak pun akan terbebani mentalnya dalam memilih atau menganut
agama mana yang akan di anutnya. Memang anak yang baik dan terpuji
yaitu anak yang berbakti kepada kedua orang tua dan menghormati segala
perintah, akan tetapi ketika anak di hadapkan pada masalah yang seperti ini
anak pasti akan bingung mana yang harus dipilih, psikologi anak bisa saja
menjadi terganggu oleh permasalahan orang tuanya. Mereka bingung siapa
yang harus diikuti keyakinannya. Terlebih fase anak yang tengah memasuki
masa pembentukan dan perkembangan kepribadian di mana nilai-nilai
agama sangat berperan. Kalau agama malah menjadi sumber konflik,
tentulah kurang bagus bagi anak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara
psikologis pernikahan beda agama menyimpan masalah yang bisa
menggerogoti kebahagiaan maupun keharmonisan rumah tangga. Dengan
adanya akibatakibat yang terjadi, tentunya banyak perkawinan beda agama
berakhir dengan perceraian. Namun, bukan berarti pernikahan seagama juga
akan terbebas dari masalah. Semuanya tergantung pada kedua pasangan
yang akan menikah bagaimana menyikapi perbedaanperbedaan yang
timbul dalam lingkup keluarga. Begitu juga dengan masalah status anak
yang dilahirkan. Menurut hukum, anak yang dilahirkan oleh pasangan yang
12
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
10 hari di dalam rahim seorang ibu yang sedang mengandung, dan selama itu
pula sang jabang bayi belajar akan hakikat Tuhan Yang Maha esa dengan
segala fenomenaNya baik di alam bumi ini maupun di buana-agung dimana
Beliau senantiasa maha hadir dimana saja. Sewaktu seorang jabang bayi lahir,
ia menangis pertama kali, dan setiap bayi selalu merneriakkan uah, uah.
Pengucapan
gayatri mantram
tentunya memiliki
waktu
dan aturan
14
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan empat hal yaitu:
3.1.1 Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yang dihubungkan dengan Hakikat
Purusa dan Prakerti dapat diartikan Semua makhluk hidup tercipta
dari dua unsur yaitu Purusa dan Pradana , dua unsur tersebut adalah
unsur alam semesta. Purusa dan Pradana sebagai kekuatan awal dalam
urutan penciptaan manusia oleh Tuhan Yang Maha Esa.
3.1.2 Hakikat Purusa dan Prakerti menurut pandangan Agama Hindu dapat
diartikan Purusa dan Prakerti merupakan dua unsur pokok yang
terkandung dalam setiap materi di alam semesta. Purusa dan Prakerti
merupakan unsur yang bersifat kekal, halus, dan tidak dapat
dipisahkan.
3.1.3. Implementasi dari Hakikat Purusa dan Prakerti yaitu Pawiwahan
dalam masyarakat Bali.
3.1.4. Implementasi dari Hakikat Tuhan Yang Maha Esa yaitu Penggunaan
Gayatri Mantram dalam tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa .
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sarankan terkait penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut:
3.2.1 Hendaknya kita sebagai umat beragama dapat menyadari Hakikat
Tuhan Yang Maha Esa dan Hakikat Purusa dan Pradana
3.2.2. Hendaknya kita dapat memperdalam materi mengenai Hakikat Purusa
dan Prakerti.
3.2.3. Hendaknya materi yang telah dijelaskan tidak hanya dipahami secara
teori akan tetapi juga diimplementasikan secara nyata.
15
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
DOA PENUTUP
Terjemahan:
Oh Hyang Widhi doa kami kurang, perbuatan kami tiada sempurna bhakti hamba
juga tiada sempurna, maka itu kami memuja Mu Iswara yang agung, semoga
dapat menganugrahkan kesempurnaan/kemampuan melakukan kewajiban.
Om Hyang Widhi semoga kami senantiasa sukses tanpa halangan dan
memperoleh kebahagiaan.
16
AGAMA HINDU- HAKIKAT TUHAN YANG MAHA ESA YANG DIHUBUNGKAN
DENGAN HAKIKAT PURUSA DAN PRAKERTI
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita( Nyanyian Tuhan).Denpasar : Yayasan
Dharma Sthapanam.
Dwija,
Diakses
Juni 2015.
Krishna,
http://media.kompasiana.com/buku/2012/07/20/mantra-
Tersedia
dalam
Made.
2003.
Konsep
Ketuhanan.
Tersedia
dalam
wayan.
2015.
Purusa
dan
Prakerti.
Tersedia
dalam
AGAMA HINDU
Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya
Menurut Pandangan Bhagawand Gita
Oleh:
I Kadek Dedi Asmara Jaya
NIM. 1413021007
KELAS : II A
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu,
Om Bhur Bwah Svah, Tat Savitur Varenyam,
Bhargo Devasya Dhimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah.
PRAKATA
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha
Esa karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya Menurut Pandangan Bhagawand Gita
sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya tidak sedikit kendala yang penulis alami.
Berkat bantuan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut dapat
penulis atasi. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
Doa Pembuka
Prakata .......................................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sejauh apapun mata memandang, setinggi apapun kepala mendongak kelangit dan
sejauh apapun pikiran berhayal pasti akan ada hasil ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Batu yang amat padat, air yang mengalir deras, makanan yang dapat memenuhi rasa
lapar, udara yang dapat memenuhi paru-paru, atom yang dapat menyusun benda,
elektron yang dapat mengitari pusat atom, bumi yang dapat berotasi pada sumbunnya
serta berevolusi terhadap matahari dan lain sebagainya adalah bukti bahwa segala bentuk
hal yang ada di jagat raya adalah hasil karya Beliau yang senentiasa tidak pernah luput
dari kendali-Nya. Dari wujud yang sangat kecil hingga wujud yang takberhingga
semuanya dikendalikan oleh-Nya. Tidak ada batasan yang mampu menerjemahkan
seberapa banyak yang dapat diciptakan oleh Beliau.
Alam semesta adalah salah satu wujud ciptaan beliau yang sangat kompleks dan
tersusun atas berbagai komponen yang sangat beragam. Sampai sekarang ini tidak ada
satupun manusia yang tau dimana ujung dan pangkalnya, kapan terbentuk dan berakir,
dan dapat menyatakan dengan pasti ukurannya. Tuhan menciptakan alam semesta
beserta isinya dengan sangat sempurna memberikan ruang kepada manusia untuk hidup
dengan segala bentuk kebutuhannya yang tidak terbatas. Segala macam kebutuhan ini
telah disediakan dengan lengkap oleh Tuhan Yang Maha Esa namun manusia terkadang
tidak mensyukuri hal tersebut. Banyak orang yang berlomba-lomba membuat penemuan
yang dapat meniru serta memodifikasi karunia dari Tuhan contohnya adalah teknologi
operasi plastik yang dapat membuat seseorang terlihat lebih sempurna dari keadaan
lahirnya, tentu hal tersebut adalah wujud nyata ketidak syukuranya atas apa yang
diciptakan Tuhan terhadap dirinya. Dilain pihak terdapat beberapa orang yang tidak
memiliki keyakinan terhadap Tuhan yang sudah barang tentu didak mempercayai bahwa
segalanya adalah hasil ciptaan Tuhan sehingga muncul pertanyaan kenapa manusia
harus mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa, Apa alasan Tuhan menciptakan manusia
serta ciptaan lainnya, serta apa hubungan Tuhan terhadap kehidupan manusia.
Segala bentuk hubungan Tuhan dengan ciptaannya dibahas secara lengkap melalui
seloka-seloka yang tercantum pada kitab suci Bhagawand Gita khususnya pada Bab ke15. Pada bab ini menerangakan bagaimana hakikat Tuhan serta ciptaanya yang dapat
memberi pandangan kepada setiap pembacanya tentang bagaimana keagungan Tuhan
(Ida Sang Hyang Widhi Wasa) sebagai tokoh yang menjadi dalang dari segala macam
bentuk kehidupan.
Permasalahn diatas membuat penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai
kajian Kitab Suci Bhagawand Gita terhadap hubungan Tuhan terhadap ciptaanya atau
pandangan bahwa Tuhan adalah sumber dari semua ciptaan-Nya kedalam sebuah
makalah yang berjudul Hubungan Tuhan dengan Ciptaannya Menurut Pandangan
Bhagawand Gita
BAB II
PEMBAHASAN
Wasana disebut sangskara , sisa-sisa yang tinggal sedikit dari bau sesuatu yang masih
bekas-bekasnya saja , yang diikuti hukuman yaitu jatuh dari tingkatan sorga atau dari
kawah neraka.
Sloka 3:
na rupam asyeha tathopalabhyate
nanto na cadir na ca sampratishtha
ashvattham enam su-virudha-mulam
asanga-sastrena drdhena chittva
(Bhagawand Gita.XV.3)
Bentuk sebenarnya tidak diketahui, baik ujung maupun pangkalnya ataupun
batangnya. Setelah memotong pohon Asvattha yang berakar mantap ini dengan
pedang kuat ketidakterikatan Jadi setelah berhasil melepaskan diri dari segala macam
keterikatan duniawi yang kuat maka batang akan bisa terlepas dari akarnya.
Sloka 4:
tatah padam tat parimargitavyam
yasmin gata na nivartanti bhuyah
tam eva cadyam purusham prapadye
yatah pravrttih prasrta purani
(Bhagawand Gita.XV.4)
Maka, jalan yang membawa seseorang dan tak kembali lagi harus dicari dengan
mengatakan, Aku berlindung hanya pada Pribadi Utama, sebagai sumber kemunculan
alam dunia yang kuno ini berasal Kata Purusa yanng pertama adalah Tuhan dalam
bentuk phanteismenya , baik disebut Isvara atau virat purusa atau Maha Purusa. Para
siswa, dengan melepaskan dirinya dari dunia objektif ini dan berlindung pada
kesadaran utama ini sebagai sumber enerji kosmis.
Sloka 5:
nirmana-moha jita-sanga-dosa
adhyatma-nitya vinivrtta-kamah
dvandvair vimuktah sukha-duhkha-samjnair
gacchanty amudhah padam avyayam tat
(Bhagawand Gita.XV.5)
Bebas dari kesombongan dan ilusi, yang telah menaklukkan jahatnya keterikatan,
yang segala keinginannya selalu untuk mengabdi pada Diri, yang terbebas dari dualitas
yang dikenal sebagai senang dan susah dan tak terbingungkan, akan pergi menuju
5
tujuan yang Abadi Bebas dari dualisme yaitu apabila badan mengadakan kontak
dengan benda yang merupakan objek-objek indera , pikiran tidak akan terprngaruh
akan itu bisa menimblkan senang atau susah, sikap pikiran dan perasaannya sama.
Sloka 6:
na tad bhasayate suryo
na sasanko na pavakah
yad gatva na nivartante
tad dhama paramam mama
(Bhagawand Gita.XV.6)
Tempat itu tidak disinari oleh matahari, demikian juga bulan ataupun api. Itulah
tempat tinggal-Ku yang tertinggi dan orang yang mencapainya tak akan kembali lagi
Alam moksa merupakan tempat yang tertinggi yang hanya dapat disinari dari
kesadaran yang merupakan tujuan akir dari umat Hindu.
Sloka 7:
mamaivamso jiva-loke
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakriti-sthani karshati
(Bhagawand Gita.XV.7)
Aku sendiri melalui bagian yang abadi itu setelah menjadi jiwa di dunia ini , menarik
indera-indera dengan indera sebagai indera keenam , bersemayam dalam prakerti
Paramatman yang ada di dunia empiris merupakan percikan suci yang menghidupi
mahluk ciptaan-Nya.
Sloka 8:
sariram yad avapnoti
yac capy utkramatishvarah
grhitvaitani samyati
vayur gandhan ivasayat
(Bhagawand Gita.XV.8)
Bila Tuhan mengenakan badan jasmani dan ketika ia meninggalkannya, ia juga
membawa serta indra-indra dan pikiran dan pergi bagaikan angin yang membawa bau
harum dari tempatnya Ketika atman telah meninggalkan badan kasarnya, ia juga akan
tetap menyertakan segala bentuk karmanya dan ini yang menentukan apakah roh
terdsebut akan bersatu kembali dengan-Nya atau kembali lagi men jelma sebagai
6
ciptaannya. Sehingga hidup menjadi manusia adalah kesemptan penting untuk dapat
meuju moksha seperti yang dijelaskan dalam Kitab Suci Sarasamuccaya sloka 6:
Sopanabhutam svargasya
manusyam prapya durlabham,
tathatmanam samadyad
dhvamseta na punaryatha
(Sarasamuccaya. 6)
pergunakanlah dengan sebaik-baiknya kesempatan menjadi manusia karena ini
kesempatan yang sulit diperoleh, yang merupakan tenaga ke surga, sesuatu yang
menyebabkan tidak terjatuh lagi itu yang dilakukan
Sloka 9:
srotram caksuh sparshanam ca
rasanam ghranam eva ca
dhisthaya manas cayam
visayan upasevate
(Bhagawand Gita.XV.9)
Ia menikmati obyek indra dengan menggunakan telinga, mata, indra sentuhan, indra
pengecap dan hidung, demikian juga pikiran
Sloka 10:
utkramantam sthitam vapi
bhunjanam va gunanvitam
vimudha nanupasyanti pasyanti
jnana-caksusah
(Bhagawand Gita.XV.10)
mereka yang tersesat tak dapat melihat yang pergi ,tinggal dan menikmati , yang
bersatu dengan guna, tetapi mereka yang memiliki mata kebijaksanaan dapat
melihatnya Jadi bukan idria yang mengetahui segala yang dapat dialami panca indera
tetapi jiwalah yang dapat mengetahui sedangkan indria hanya mengalaminya saja.
Maka dari itu perlu dibiasakan poengendalian terhadap panca indra ini dengan
pelaksanaan puasa yaitu pengendalian segala jenis keinginan yang ditimbulkaan oleh
adanya panca indra ini. ketika seluruh indera dapat dikendalikan maka orang tersebut
akan lebih mudah untuk mencapai kebebasan dari keeterikatan duniawi.
Brahman yaitu percaya pada adanya Tuhan yang dibahasan makalah ini dijelaskan
sebagai sumber dari segala yang ada dan akan ada maka harus memiliki keyakinan
bahwa Beliau selalu berada dimana-mana sehingga dikeseharian haruslah
senantiasa melaksanakan kebajikan dan melaksanakan puja dan puji syukur.
Misalnya saja bersyukur pada oksigen yang selalu ada sehingga mahlik hidup bisa
bernafas dan tetap hidup didalam oksigen tersebut pun terdapat Tuhan Yng Maha
Esa.
Atman yaitu percaya terhadap atman sebagai percikan kecil dari Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang memberi kehidupan pada badan kasar manusia. Maka dari itu
perawatan terhadap diri sendiri secara fisik sangat perlu guna menyediakan wadah
yang nyaman bagi atman sehingga atman akan berada lama didalam badan yang
memungkinkan atman tersebut lebih lama berada di bumi untuk menebus dosadosanya dengan melakukan Dharma bersama dengan badan kasar yang dihidupinya.
Misalnya dengan olah raga, menjaga kesehatan, menjaga kebersihan dan lain
sebagainya.
Punarbawa yaitu kepercayaan pada kelahiran kembali dimana atman yang belum
bisa menyatu
dengan
kedunia jadi
Karma Phala yaitu kepercayaan pada adanya hasil dari perbuatan. Krena Tuhan
senantiasa mengendalikan ciptaanya maka segala bentuk perbuatan yang dilakukan
manusia sebagai ciptaan-Nya diketahui oleh Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi Wasa
dan diberikan balasan yang setimpal. Maka dari itu manusia harus senantiasa
berbuat Dharma agar mendapat phala yang baik juga.
Moksa yaitu kebahagiaan abadi yakni ketika atman bersatu dengan brahman. Suatu
interaksi yang menakjubkan antara Tuhan dan ciptaan-Nya ketika sanga atman
telah berhasil terlepas dari keduniawian. Jalanya adalah dengan melaksanakan tapa,
puasa dan punia. Tapa berarti dengan melaksanakan puja dan puji kepada Tuhan
sehingga jarak dengan Tuhan akan semakin mendekat. Puasa yaitu dengan
mengekang segala jenis nafsu atau keinginan , dan punia adalah pemberian bantuan
kepada pihak yang membutuhkan secara iklas. Misalnya saja pada cerita Lubdaka
yang mencapai moksa dengan melaksanakan tapa dan dan puasa .
dengan sesama, dengan lingkungan, dan dengan Tuhan dalan fungsinya sebagai
sang pencipta.
D. Pelaksanaan Yadnya
Tuhan memiliki hubungan yang sangaat erat dengan segala bentuk ciptaanNya. Dimana ada ciptaan-Nya, disanalah beliau berada karena Beliau adalah sumber
dari segala yang ada dan yang akan ada maka dari itu sebagai umat yang taat
terhadap Ida Sang Hyang Widi Wasa yang berada dimana-mana maka diwajibkan
untuk selau bersyukur atas segala karunia yang diberikan salah satunya adalah
anugrah dilahirkan sebagai manusia yang bermartabat dengan keunggulan idep
dibandigkan ciptaan lainnya. Dengan keberadaan indep ini menjadi alasan kenapa
manusia dapat menolong dirinya sendiri dari kesengsaraan dan otomatis dapat
membantu mahluk lain untuk terlepas dari kesengsaraan. Wujud nyata dari hal ini
adalah dengan adanya pelaksanaan yadnya yang bertujuan menjaga keseimbangan
seluruh ciptaan Beliau.
Manusia Yadnya yaitu sebagai wujud trimakasih serta sujud bhakti dalam
keikutsertaan untuk saling menjaga, mengargai, menghormati antar sesama
manusia. Karena setiap manusia berasal dari sumber yang sama yaitu berasal
dari Brahman. Salah satu contoh nyatanya adalah dengan memberikan
sumbangan kepada fakir miskin atau pihak lain yang memerlukan pertolongan
tanpa adanya pabrih. Disamping dapat menolong orang lain, hal ini juga
membatu dalam proses mendekatkan diri pada Tuhan. Contoh lainnya adalah
upacara mepandes atau metatah yaitu bertujuan untuk menetralisir efek
Sadripu pada manusia sehingga akan lebih mudah dalam menjaga dirinya tetap
berada pada jalur Dharma sehingga akan lebih dekat kepada Sang Pencipta.
Kemudian pawiwahan adalah salah satu betuk Dharma dengan tujuan untuk
melanjutkan keturunan sehingga akan membatu leluhur yang masuk proses
punarbawa jadi pasanngan suami istri ini akan menjadi perantara bagi leluhur
untuk menjelma kembali menjadi manusia. Tentunya hal tersebut memberikan
pahala yang sangat besar pada yang melaksanakannya sehingga berada lebih
dekat dengan sang pencipta dan selalu berada pada jalur dharma.
Pitra Yadnya yaitu yadnya yang dipersembahkan kepada luluhur. Salah satu
hal yang penting yang harus dilakukan oleh manusia yang masih hidup adalah
dengan mendoakan arwah dari para leluhur agar selalu mendapat
pengampunan dan mendapat posisi yang baik disamping-Nya. Jika hal ini tidak
dilaksanakan maka sudah barang tentu manusia yang tidak pernah mendoakan
leluhurnya tidak akan mencapai kabahagiaan dalam hidupnya. Kemudian
upacara yang tergolong Pitra Yadnya salah satunya adalah pelaksanaan ngaben
yaitu prosesi pengembaalian Panca Maha Bhuta kembali ke asalnya. Sehingga
pitra yang wafat akan lebih cepat mencapai pelepasan dan bersatu dengan
Brahman. Menjadi hal wajib bagi yang masih hidup untuk mengabenkan
pitranya.
Bhuta Yadnya yaitu persembahan suci tulus iklas kepada bhuta seperti hewan,
tumbuhan, dan para bhuta kala yang hidup dialam Bhur lokha. Salah satunya
adalah pelaksanaan persembahyangan saat tumpek wariga dan tumpek
kandangan
(uye).
Pelaksanaan
tumpek
wariga
adalah
pelaksanaan
Kara kepada para tumbuhan agar tumbuh subur dan dapat memberikan sumber
kehidupan bagi mahluk hidup lainnya seperti manusia. Selain itu juga
memohonkan agar tumbuhan mendapat pengangkatan derajat dikehidupannya
kelak jika ia berguna bagi manusia. Kemudian tumpek uye atau tumpek
kandangan adalah yadnya yang dipersembahkan kepaada Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Bhatara Rare Angon untuk memberikan anugrah
kepada hewan-hewan agar nantinya berguna bagi hidup manusia dan bisa
dikehidupan selanjutnya menjadi makluk dengan derajat lebih tiggi.
Kemuadian pelaksanaan prosesi mecaru atau nyomya bhutakala adalah
pyadnya yulus iklas sebagai permohonan kepada Ida Bhatara Kala agar para
bhuta kala tidak menggangu aktifitas manusia dalam keseharian. Ketiga
yadnya tadi bertunujan untuk memperoleh keseimbangan antar sesama ciptaan
Tuhan sehingga terjadi kedamaian antara sesama ciptaan Tuhan dan Sang
Pencipta.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
A. Pandangan Bhagawand Gita terhadap hubungan Tuhan dengan ciptaannya adalah
Tuhan sebagai sumber dari segala yang sudah ada dan yang akan ada selanjutnya
dianalogikan sebagai pohon Asvattha yaitu bagian akarnya yang berada di atas
selanjutnya batang, ranting, daun serta bagian lainnya dari pohon tersebut adalah
kodisi lain misalnya saja wesana dari roh yang menghidupi ciptaan Tuhan tersebut.
Kemudian selama hidupnya, ciptaan Tuhan tersebut haru berusaaha menggapai
tempat tertingi dimana beliau berada yang banyak sekali rahasia yang
menyembunyikannya dan hanya bisa diketahui oleh orang yang memiliki
pengetahuan dan terbebas dari ikatan keduniawian sehingga mampu memotong
pohon Asvattha tersebut sehingga bisa kembali bersatu dengan-Nya.
3.2 SARAN
Sebagai Umat hindu sudah semestinnya mengaplikasikan apa yang ditulis secara
lengkap pada Kitab-Kitab Suci Agama Hindu salah satunya adalah Bhagawand Gita
sebagai pedoman dalam hidup. Salah satu pointnya adalah mengenai hubungan
manusia sebagai ciptaan Tuhan dengan Sang Pencipta atau Ida Sang Hyang Widhi
Wasa yang merupakan sumber dari segala yang ada dan yang akian ada sehingga
ketika hubungan ini berjalan harmonis dan diimbangi karma wesana yang bagus pula
niscaya kebahagiaan akan menghampiri.
13
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Kadjeng, I. N. 1997. SARASAMUSCCAYA. Jakarta: Paramitha Surabaya
Puja, Gede. 1999. BHAGAWAND GITA (Pancama Veda). Jakarta: Paramitha Surabaya
Winawan, I. W. W. 2002. MATERI SUBSTANSI KAJIAN MATA KULIAH PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
DOA PENUTUP
Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi
dan maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.
OLEH:
DOA PEMBUKA
Ya Hyang Widhi,
Hyang Saraswati Yang Maha Agung dan Kuasa,
Engkau sebagai sumber ilmu pengetahuan,
Semoga Engkau memelihara kecerdasan kami.
Ya Hyang Widhi, bimbinglah kami dari yang tidak benar menuju yang benar. Bimbinglah kami
dari kegelapan pikiran menuju cahaya (pengetahuan) yang terang.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nyalah makalah yang berjudul Visvarupa Darsana Yoga dan Implementasinya
dapat diselesaikan tepat pada waktunya
Trimakasih penulis ucapkan kepada pihak yang membimbing, dan mendukung dalam
pembuatan makalah ini yang dalam kesempatan ini tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan
yang dimiliki. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi terciptanya hasil yang optimal. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DOA PEMBUKA
PRAKATA
ii
DAFTAR ISI.
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
2.3 Implementasi
15
20
DOA PENUTUP... 21
DAFTAR PUSTAKA22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agama adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam menunjang
keberlangsungan hidup sebagai manusia yang bermartabat. Ajaran tentang nilai-nilai
ketuhanan menjadi pokok penting dari ajaran agama itu sendiri sebagai orientasi untuk
menjalani hidup bagi mereka yang mempercayai adanya tuhan. Seperti kata pepatah ilmu
pengetahuan tanpa agama adalah buta, sedangkan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah
lumpuh. Inilah yang menjadi dasar agama (khususnya agama Hindu) diterapkan dalam
pendidikan yaitu untuk membentuk peserta didik menjadi insan manusia terpelajar yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia serta
peningkatan potensi spiritual.
Seiring perkembangan jaman dengan masuknya budaya asing banyak orang telah
kehilangan jati dirinya dan jauh dari ajaran-ajaran agama. Banyak orang yang berbuat di
luar ajaran dharma, mulai terjadi penurunan moral dan banyaknya pelanggaranpelanggaran norma agama yang dilakukan di masyarakat. Hal ini menyebabkan
kekacauan yang terjadi di mana-mana.
Oleh karena itu perlunya ditekankan ajaran-ajaran agama terhadap generasi muda
melalui dunia pendidikan untuk menanggulangi dampak-dampak tersebut dengan cara
meningkatkan pemahaman terhadap ajaran agama untuk selanjutnya di Implementasikan
dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh ajaran-ajaran dalam Bagawadgita,
Kitab suci Bhagavad Gita terdiri dari 700 Sloka dalam 18 Bab, yang dalam garis besarnya
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama Bab I-VI melukiskan disiplin kerja
tanpa mengharapkan buah hasilnya dan sifat jiwa yang ada dalam badan kita ini, bagian
kedua Bab VII-XII mengutarakan disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada
Brahman yang maha esa dan bagian ketiga Bab XIII-XVIII menguraikan kesimpulan
daripada kedua bagian yang terdahulu dengan disertai disiplin pengabdian seluruh jiwa
raga dan kegiatan kerja untuk dipersembahkan kepada Brahman yang kekal abadi.Di
dalam Bhagawad Gita kita diajarkan tentang jalan mencapai kebenaran serta petunjuk
petunjuk untuk mencapai kebebasan, yang dituangkan dalam bentuk syair yang
menguraikan ajaran-ajaran filsafat Vedanta dalam beberapa bab, mengingat pentingnya
ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Bhagawadgita maka dipaparkan mengenai
beberapa ajaran yang terkandung di dalamnya ,khususnya bab XI yang membahas tentang
Visvarupa Darsana Yoga dan Implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.3.1 Untuk menjelaskan pengertian Bhagawad Gita
1.3.2 Untuk menjelaskan prinsip dasar ajaran agama Hindu yang terdapat pada
Bhagawad Gita khususnya bab XI
1.3.3 Untuk menjelaskan implementasi ajaran-ajaran yang terdapat pada Bhagawad
Gita khususnya bab XI
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1.4.1 Memperoleh pengetahuan tentang pengertian Bhagawad Gita.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan mengenai prinsip dasar agama Hindu yang terdapat
pada Bhagawad Gita khususnya bab XI.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan tentang implementasi ajaran-ajaran yang terdapat
pada Bagawad Gita khususnya bab XI.
1.5.Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kajian pustaka,
yaitu penulis mengumpulkan literature-literatur yang dapat mendukung penulisan ini.
Literatur tersebut sebagian berasal dari buku maupun artikel.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bhagawad Gita
Bhagawadgita (Sanskerta: ; Bhagavad-gt) adalah sebuah bagian dari
Mahabharata yang termasyhur, dalam bentuk dialog yang dituangkan dalam bentuk
syair. Dalam dialog ini, Kresna, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah pembicara
utama yang menguraikan ajaran-ajaran filsafat vedanta, sedangkan Arjuna, murid
langsung Sri Kresna yang menjadi pendengarnya. Secara harfiah, arti Bhagavad-gita
adalah "Nyanyian Sri Bhagawan (Bhaga = kehebatan sempurna, van = memiliki,
Bhagavan = Yang memiliki kehebatan sempurna, ketampanan sempurna, kekayaan
yang tak terbatas, kemasyuran yang abadi, kekuatan yang tak terbatas, kecerdasan
yang tak terbatas, dan ketidakterikatan yang sempurna, yang dimiliki sekaligus secara
bersamaan). (Wikipedia,2015) Kitab suci Bhagavad Gita terdiri dari 700 Sloka dalam
18 Bab, yang dalam garis besarnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama
Bab I-VI melukiskan disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya dan sifat jiwa
yang ada dalam badan kita ini, bagian kedua Bab VII-XII mengutarakan disiplin ilmu
pengetahuan dan kebaktian kepada Brahman yang maha esa dan bagian ketiga Bab
XIII-XVIII menguraikan kesimpulan daripada kedua bagian yang terdahulu dengan
disertai disiplin pengabdian seluruh jiwa raga dan kegiatan kerja untuk
dipersembahkan kepada Brahman yang kekal abadi. Bhagawad Gita merupakan
karya seni yang bersifat duniawi dan hanya bertujuan membujuk rasa ketuhanan dan
spiritual orang. Bhagawad Gita merupakan kitab spiritual yang dipenuhi oleh
kekuatan spiritual dengan kekuatan maha dahsyat untuk mengubah hidup orang lahir
batin, material-spiritual dalam waktu singkat.
2.2 Bhagawad Gita Bab XI (Visvarupa Darsana Yoga)
Menurut (Wikipedia.2015) Bhagavad-gita Bab Ke-11 dalam Padma Purana
menjelaskan bentuk Semesta, menguraikan tentang Sri Krishna menganugrahkan
pengelihatan rohani kepada Arjuna. Ia memperlihatkan bentuk-Nya yang tidak
terhingga dan mengagumkan sebagian alam semesta. Dengan cara demikian,
Krishna membuktikan secara meyakinkan identitas-Nya sebagai Yang Mahakuasa.
Krishna menjelaskan bahwa bentuk-Nya Sendiri serba tampan dan dekat dengan
bentuk manusia adalah bentuk asli Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang dapat melihat
bentuk ini hanya dengan bhakti yang murni.
Dalam Bhagawad Gita Bab XI (Visvarupa Darsana Yoga) terdapat beberapa
sloka diantaranya (Bhagawad Gita, 2014):
Sloka 1
Arjuna uvaca
mad-anugrahaya paramam
guhyam adhyatma-samjnitam
yat tvayoktam vacas tena
moho yam vigato mama
Terjemahan :
Arjuna berkata: pelajaran spiritual yang sangat rahasia yang Anda sampaikan kepada
hamba sesungguhnya semua itu hanyalah demi anugrah khusus kepada hamba. Setelah
mendengar pelajaran rahasia spiritual tersebut maka kini khayalan hamba menjadi
lenyap.
Sloka 2
bhavapyayau hi bhutanam
srutau vistaraso maya
tvattah kamala-patraksa
mahatmyam api cavyayam
Terjemahan :
Wahai Kamalapatraksa,Sri Krsna yang bermata indah bagaikan bunga Padma, hamba
sudah mendengarkan secara terperinci dari Anda mengenai penciptaan dan peleburan
seluruh makhluk hidup, dan juga hamba sudah mendengarkan keagungan Anda yang
kekal abadi.
Sloka 3
evam etad yahatta tvam
atmanam paramesvara
drastum icchami te rupam
aisvaram purusottama
Terjemahan :
Wahai Purusottama, sebagaimana Anda sudah menyampaikan perihal Kesejatian Diri
Anda, wahai Paramesvara,hamba ingin melihat Wujud Visvarupa,Wujud Semesta Anda
yang mengagumkan itu.
Sloka 4
manyase yadi tac chakyam
maya drastum iti prabho
yogesvara tato me tvam
darsayatmanam avyayam
Terjemahan :
Wahai Prabu,seandainya Wujud Semesta Anda yang sangat mengagumkan tersebut dapat
dilihat oleh hamba, itupun jika Anda berpendapat hamba layak untuk melihat-Nya,maka
wahai Yogesvara, mohon berkenan memperlihatkan Wujud Semesta Anda yang Kekal
Abadi tersebut kepada hamba.
Sloka 5
Sri-bhagavan uvaca
pasya me partha rupani
sataso tha sahasrasah
nana-vidhani divyani
nana-varnakrtini ca
Terjemahan :
Sri Bhagavan Krsna bersabda : wahai putra Prtha,sekarang lihatlah Wujud SemestaKu,berbagai jenis dengan beratus-ratus dan ribuan-ribuan jenis wujud rohani yang
berwarna- warni.
Sloka 6
pasyadityan vasun rudran
asvinau marutas tatha
bahuny adrst-purvani
pasyascaryani bharata.
Terjemahan :
Wahai Arjuna lihatlah wujud-wujud dari duabelas Aditya,delapan Vasu,sebelas Rudra,
dua Asvini Kumara,dan juga empatpuluh sembilan Maruta, lihatlah wujud-wujud yang
tidak terhitung jumlahnya yang tidak pernah kau lihat sebelumnya.
Sloka 7
ihaika-stham jagat krtsnam
pasyadya sa-caracaram
mama dehe gudakesa
yac canyad drastum icchasi
Terjemahan :
Wahai Arjuna yang sudah mengalahkan rasa kantuk, sekarang lihatlah disini disatu
tempat didalam Badan-Ku ini, seluruh alam semesta beserta segala isinya, baik yang
bergerak maupun tidak bergerak. Selain itu, apapun yang lain yang ingin kau lihat, itupun
bisa kau lihat.
Sloka 8
na tu mam sakyase drastum
anenaiva sva-caksusa
divyam dadami te caksuh
pasya me yogam aisvaram
Terjemahan :
Tetapi, sesungguhnya engkau tidak bisa melihat Wujud-Ku dengan mata duniawimu itu.
Oleh karena itu, Aku berkahi engkau dengan mata spiritual,dan lihatlah kehebatan dari
kekuatan spiritual-Ku.
Sloka 9
sanjaya uvaca
evam uktva tato rajan
maha-yogesvaro harih
darsayam asa parthaya
paramam rupam aisvaram
Terjemahan :
Sanjaya berkata : wahai Maharaja Dhrtarastra, setelah bersabda seperti itu,maka
Penguasa Tertinggi dari kekuatan spiritual, Sri Hari, lalu memperlihatkan Wujud Semesta
Maha Agung-Nya (kepada Arjuna).
Sloka 10-11
aneka-vaktra-nayanam
anekadbhuta-darsanam
aneka-divyabharanam
divyanekodyatayudham
divya-malyambara-dharam
divya-gandhanulepanam
sarvascarya-mayam vevam
anantam visvato-mukham
Terjemahan :
Sri Krsna kemudian memperlihatkan Wujud Visvarupa-Nya yang maha ajaib
mencengangkan, dengan wajah-wajah sangat banyak dan mengarah ke seluruh arah.
Terlihat mulut-mulut yang tidak terhitung jumlahnya,jumlah mata yang juga tidak
terhitung banyaknya, berbagai jenis penampakan-penampakan spiritual yang tidak
terhingga, berbagai jenis perhiasan spiritual yang sangat mengagumkan dan tidak
terhingga, semua tangan memegang senjata-senjata rohani yang tidak terhitung pula
jumlahnya, dan juga memakai kain perhiasan yang sangat mengagumkan dengan
kalungan bunga rohani melingkar di leher, seluruh tubuh dan keningnya diolesi cendana,
kumkum harum,dan lain-lain yang serba rohani mengagumkan.
Sloka 12
divi-surya-sahasrasya
bhaved yugapad utthita
yadi bhah sadrsi sa syad
bhasas tasya mahatmanah
Terjemahan :
Jika pada saat yang bersamaan ribuan-ribuan matahari bersinar dilangit, barangkali
seperti itulah luar biasanya cahaya dari Wujud Visvarupa itu.
Sloka 13
tatraika-stham jagat krtsnam
pravibhaktam anekadha
apasyad deva-devasya
sarire pandavas tada
8
Terjemahan :
Pada waktu itu, di satu tempat, di dalam Wujud Semesta Tuhan Yang Maha Esa, di dalam
tubuh Devanya para Dewa, Arjuna melihat seluruh alam semesta yang terbagi-bagi dalam
berbagai alam semesta lain yang jumlahnya tidak terhingga.
Sloka 14
tatah savismayavisto
hrsta-roma dhananjayah
pranamnya sirasa devam
krtanjalir abhasata
Terjemahan :
Setelah melihat Wujud Visvarupa Tuhan Yang Maha Esa seperti itu, Arjuna menjadi
dipenuhi oleh perasaan keheran-heranan, dan dalam penuh rasa kekaguman serta bulu
romanya berdiri, ia mencakupkan tangan dan mnundukan kepalanya, lalu berkata.
Sloka 15
pasyami devams tava deva dehe
sarvams tatha bhuta-visesa-sanghan
brahmanam isam kamalasana-stham
rsims ca sarvan uragams ca divyan
Terjemahan :
Arjuna berkata: wahai Tuhan Yang Maha Kuasa, hamba melihat di dalam Badan Anda
seluruh para dewa dan berbagai jenis kumpulan makhluk-makhluk spiritual, hamba juga
melihat di atas bunga Padma bersthana Dewa Brahma, dan juga hamba malihat Dewa
Siwa, orang-orang suci maharesi agung, dan naga-naga rohani.
Sloka 16
aneka-bahudara-vaktra-netram
pasyami tvam sarvato nanta-rupam
Penjaga dari dharma, kewajiban suci yang kekal abadi, dan Anda adalah Purusa, Pribadi
yang kekal abadi dan tidak termusnahkan. Itulah pemahaman hamba.
Sloka 19
anadi-madhyantam ananta-viryam
ananta-bahum sasi-surya-netram
pasysmi tvam dipta-hutasa-vaktram
sva-tejasa visvam idam tapantam
Terjemahan :
Hamba melihat Wujud Semesta Anda yang tidak berawal, tidak ada pertengahan, dan
tidak ada akhir, dalam kehebatan yang maha luar biasa, jumlah lengan yang terbilang
banyaknya, matahari dan rembulan adalah mata Anda, dan dengan cahaya Anda serta api
yang menyala-nyala keluar dari mulut Anda, seperti Anda sedang membakar seluruh
jagat ini.
Sloka 20
dyav a-pthivyor idam antaram hi
vyaptam tvayaikena disas ca sarva
dvadbhutam rupam ugram tavedam
loka-trayam pravyathitam mahatma
Terjemahan :
Wahai roh Yang Maha Agung, Wujud Semesta Anda ini memenuhi seluruh ruang batas
dari bumi dan surga ini dan seluruh arah dipenuhi hanya oleh Wujud Semesta Anda.
Melihat Wujud Semesta Anda yang sangat luar biasa dan menggetarkan ini seluruh
makhluk di tiga susunan alam semesta menjadi ketakutan.
Sloka 21
ami hi tvam sura-sangha visanti
kecid bhita pranjalayo ganti
svastity uktva mahari-siddha-sangha
11
12
Terjemahan :
Wahai Visvarupa, Tuhan yang berlengan perkasa, setelah melihat Bentuk Visvarupa
Anda yang maha agung ini dengan jumlah wajah dan mata yang sangat banyak, sangat
banyak jumlah lengan, paha dan kaki, sangat banyak perut, dan banyak pula gigi-gigi
Anda yang mengerikan menyebabkan seluruh dunia menjadi ketakutan, dan hamba juga
menjadi ketakutan.
Sloka 24
nabha-spsam diptam aneka-varam
vyattananam dipta-visala-netram
dva hi tvam pravyathitantar-atma
dhtim na vindami samam ca vio
Terjemahan :
Wahai Sri Visnu, Wujud Visvarupa Anda sangat besar sampai menyentuh langit
dengan cahaya gemerlapan berwarna-warni, mulut-mulut Anda terbuka lebar, mata Anda
sangat besar dan menyala, setelah melihat Wujud Anda seperti itu, pikiran hamba menjadi
kacau balau penuh ketakutan, dan hamba tidak mampu mendapatkan kemantapan bathin
atau pun ketenangan pikiran.
Sloka 25
damra-karalani ca te mukhani
dvaiva kalanala-sannibhani
diso na jane na labhe ca sarma
prasida devesa jagan-nivasa
Terjemahan :
Wahai Dewanya para Dewa, melihat begitu banyaknya Wajah Anda yang sangat luar
biasa menyala bagaikan maut di kala kiamat dengan gigi-gigi tajam menakutkan, hamba
menjadi kehilangan ketenangan bathin dan tidak mampu mengingat arah mata angina.
Wahai Tuhan tumpuan seluruh alam semesta, mohon berkenan berpuas hati
memberikan karunia kepada hamba.
13
Sloka 26
ani ca tvam dhrtarastrasya putrah
sarve sahaivavani-pala-sanghaih
bhismo dronah suta-putras tathasau
sahasmadiyair api yodha-mukhyaih
Sloka 27
vakrani te tvaramana visanti
damstra-karalani bhayanakani
kecid vilagna dasanantaresu
sandrsyante curnitair uttamangaih
Terjemahan:
Bersamaan dengan para kstaria pemimpin-pemimpin hebat yang berpihak pada kita,
tampak pula Bhisma, Drona dan Karna masuk ke dalam Wujud Visvarupa Anda.
Sedangkan semua putra Raja Dhrtarastra bersama raja-raja yang bersekutu dengan
mereka, dengan begitu cepatnya (tersedot) masuk ke dalam mulut-mulut Anda yang
sangat mengerikan. Hamba juga melihat beberapa di antaranya hancur remuk beserta
kepala-kepalanya tersangkut di antara gigi-gigi Anda.
Sloka 28
yatha nadinam bahavo mbu vegah
samudram evabhimukha dravanti
tatha tavami nara-loka-vira
visanti vaktrany abhivijvalanti
Terjemahan:
Bagaikan gelombang-gelombang air sungai yang sangat banyak mengalir dengan sangat
derasnya menuju lautan, seperti itu pula seluruh ksatria yang hebat-hebat di atas muka
bumi ini masuk ke dalam mulut-mulut Anda yang menyala-nyala.
14
Melakukan persembahyangan
Sembahyang adalah merupakan ajaran Bhakti Yoga, dimana Bhakti Yoga
adalah jalan bagi pengabdian diri, pemujaan, dan penyerahan diri kepada
Tuhan. Para pemuja dalam jalan ini memuja Tuhan dalam berbagai bentuk
15
yang ia punyai. Jalan ini adalah penyadaran yang sesuai dengan orang-orang
yang terberkahi dengan pikiran yang emosional. Para pemuja dalam jalan ini
secara inisial memilih salah satu Dewa (Ista-Dewa), yang sesuai temperamen
dirinya, untuk mewujudkan tujuan spiritual. Tujuan dari jalan spiritual adalah
melebur ego dari seorang individu melalui pengabdian dan penyerahan diri
pada keinginan Tuhan. Sembahyang juga sebagai wujud rasa syukur terhadap
segala pemberian tuhan seperti bersyukur atas alam semesta ciptaan Beliau.
-
Berjapa Yoga dan Gayatri Sadhana Japa Yoga dijelaskan tentang mantra
dapat mengubah sifat kita menjadikan lebih halus, lembut dan lebih tenang.
Japa adalah pelafalan mental atau diam mengingat sebuah mantra yang
perlahan-lahan membangkitkan getaran energi dalam ruang atau medan
pikiran. Selain itu didalam Gayatri Sadhana dijelaskan pelaksanaan meditasi
Gayatri dapat menghancurkan segala karma dan dosa dan dengan pemurnian
hati serta pikiran, ia membukakan penglihatan ketiga guna pencerahan;
dengan mantramu manusia dapat hidup lama atau berumur panjang dengan
kesehatan yang prima, bersinar laksana cahaya dan membantu umat manusia
dalam mempercepat evolusinya.
16
dilahirkan kembali di dunia tetapi jika kita bisa mencapai moksa kita akan
mengalami kebahagiaan yang tertinggi karena atma kita telah bersatu
dengan Brahman/ Ida Sang Hyang Widhi. Dalam implementasinya manusia
selalu berusaha berbuat baik demi agar mendapatkan karma phala yang baik
namun tidak sedikit juga manusia yang berbuat buruk karena sifat keraksaan
mereka, seperti halnya tujuan utama umat hindu yakni moksa dalam
kehidupan sehari-hari juga banyak orang berbuat baik demi mencapai
moksa.
-
18
Kirtanam
(Berbhakti
19
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 Simpulan
-
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca adalah, seseorang hendaknya
selalu memahami dengan benar pengetahuan tentang ajaran agama, sebagai pedoman
di dalam menggunakan serta mampu melaksanakan kewajibannya dalam menuntut dan
mengamalkan ilmu pengetahuan.
20
DOA PENUTUP
21
DAFTAR PUSTAKA
(1413021009)
DOA PEMBUKA
Ya Tuhan, hamba berkumpul di tempat ini hendak bicara satu dengan yang lain untuk
menyatukan pikir sebagai mana halnya para dewa selalu bersatu. Ya Tuhan, tuntunlah kami
agar sama dalam tujuan, sama dalam hati, bersatu dalam pikiran hingga dapat hidup bersama
dalam sejahtera dan bahagia. Ya Tuhan, semoga pikiran yang baik datang dan segala penjuru.
PRAKATA
Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, makalah yang berjudul Daiwa-Asura Sampad dan Implementasinya dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu maupun
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna membantu
proses penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, walaupun saya menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca untuk menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari.
Tidak lupa saya memohon maaf apabila dalam penulisan
kesalahan.
Om Santih, Santih, Santih, Om.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DOA PEMBUKA
PRAKATA
ii
DAFTAR ISI.
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bhagawad Gita.
13
3.2 Saran
13
DOA PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Bhagawad Gita.
2. Untuk mengetahui sloka yang terdapat pada Bhagawad Gita bab ke-16?
3. Untuk mengetahui implementasi ajaran yang terdapat pada Bhagawad Gita bab ke-16?
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah:
1.4.1 Bagi Penulis
Untuk melatih dan menambah pengalaman penulis dalam hal membuat makalah
khususnya Agama Hindu dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.
Melalui makalah ini penulis juga dapat memperoleh pengetahuan baru tentang
ajaran yang terdapat pada Bhagawad Gita bab ke-16. Karena pada bab ke-16
membahas mengenai Daiwi dan Asura Sampad yaitu sifat rohani dan sifat jahat
yang terdapat dalam diri manusia. Bab ke-16 dapat digunakan sebagai pedoman
hidup untuk menentukan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Selain itu,
makalah ini juga dapat dijadikan bahan evaluasi pembuatan makalah-makalah
selanjutnya, agar menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
1.4.2 Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai ajaran yang terdapat pada
Bhagawat Gita bab ke-16 beserta implementasinya yang dapat dijadikan pedoman
dalam bertindak.
BAB II
PEMBAHASAN
Sloka 4
dambho darpo bhimanasca
krodhah parus yamevaca
ajsanam cabhijatasya
parthasampadam surim
Terjemahan:
Sifat munafik, sombong, angkuh, amarah, sikap kasar, dan juga kebodohan adalah sifat-sifat
tidak mulia bagi orang yang.., wahai Arjuna.
Sloka 5
daivi sampad vimoksaya
nibandhayasuri mata
ma sucah sampadam daivim
abhijato si pandava
Terjemahan:
Sifat-sifat mulia spiritual mengantarkan orang pada tujuan pembebasan dari kesengsaraan,
sedangkan sifat-sifat tidak mulia menyebabkan ikatan duniawi. Akan tetapi wahai putra Pandu,
engkau tidak perlu cemas karena engkau sudah mendapatkan sifat-sifat mulia spiritual.
Sloka 6
dvau bhuta-sargau lokesmin
daiva asura eva ca
daivo vistarasah prokta
asuram partha me srnu
Terjemahan:
Terdapat dua jenis makhluk hidup diciptakan di mayapada ini; yang satu bersifat suci mulia
dan yang satu lagi bersifat jahat. Aku sudah menyampaikan secara panjang lebar perihal sifatsifat suci mulia. Kini dengarkanlah dari-Ku, wahai Arjuna, tentang sifat-sifat yang jahat.
5
Sloka 7 pravrttim ca
nivrttim ca Jana na
vidur asurah
Na saucam napi cacaro
na satyam tesu vidyate
Terjemahan:
Orang-orang yang memiliki sifat jahat tidak mengerti tentang apa yang dilakukan dan apa yang
tidak pantas dilakukan. Mereka juga tidak menjaga kebersihan lahiriah (apalagi kebersihan
bathiniah). Bagi mereka, tidak ada istilah menjalankan kebenaran,atau pun mempertahankan
tingkah laku yang baik dan terpuji.
Sloka 8
asatyam apratistham te
jagad ahur anisvaram
aparaspara-sambhutam
kim anyat kama-haitukam
Terjemahan:
Mereka mengatakan bahwa alam semesta ini tidak benar adanya, tidak ada batas-batasnya, dan
juga tidak ada Tuhan yang mengendalikannya. Semua lahir hanya karena hubungan lelaki dan
perempuan. Oleh karena itu, hawa nafsu sajalah penyebabnya, lalu, apakah ada penyebab lain?
Sloka 9
etam drstim avastabhya
nastatmano lpa-buddhayah
prabhavan ugra-karmanah
ksayaya jagato hitah
Terjemahan:
Mereka yang mengembangkan kesadaran atheist seperti itu, mereka mengingkari kedudukan
sejati dirinya sebagai roh yang bersifat kekal abadi,kecerdasannya sangat rendah, selalu
melakukan perbuatan-perbuatan mengerikan, dan sesungguhnya mereka adalah musuh bagi
dunia, dan mereka lahir hanya untuk menghancurkan dunia.
Sloka 10
kamam asritya duspuram
dambha-mana-madanvitah
mohad grhitvasad-grahan
pravartante suci-vratah
Terjemahan:
Dengan berlindung pada hawa nafsu yang sesungguhnya tidak pernah dapat terpuaskan, orangorang yang terlena oleh kebanggaan, penghormatan,kebingungan dan khayalan, dan mereka
terlelap pada hal-hal yang kotor, disebabkan oleh pengaruh khayalan, maka mereka hidup di
dunia ini dengan berlindung pada hal-hal yang tidak benar.
Sloka 11
cintam aparimeyam ca
pralayantam upasritah
kamopabhoga-parama
etavad iti niscitah
7
Terjemahan:
Mereka berlindung pada hawa nafsu,yang sampai hari kematian pun tidak mungkin dapat
dipuaskan,maka mereka akan menjadi sibuk dalam mengumpulkan benda-benda duniawi dan
menikmati kepuasan-kepuasan duniawi, dan dengan penuh keyakinan mereka berpendapat,
apa yang ada,itulah hidup.
Sloka 12
asa-pasa-satair baddhah
kama-krodha-parayanah
ihante kama-bhogartam
anyayenartha-sancayan
Terjemahan:
Mereka terjaring oleh ratusan-ratusan keinginan dan hidupnya hanya diisi oleh pemuasan hawa
nafsu dan amarah.Mereka akan menjadikan tujuan hidupnya untuk menikmati kepuasan indriaindria, dan mereka akan berusaha terus menerus untuk mengumpulkan harta benda dengan cara
melanggar hukum.
e. Drathi Krama
Drathi Karma, yaitu memperkosa kehormatan seorang wanita. Jika ada
seorang laki-laki yang menyukai seorang wanita ia tidak boleh memaksa
wanita tersebut dan memperkoiasa wanita tersebut, ia harus meminang
wanita tersebut dengan baik-baik. Jika ia tidak diterima oleh wanita tersebut
maka ia harus menerima dengan lapang dada.
f. Raja Pisuna
Raja Pisuna, yaitu memfitnah atau menghasut dan mengadu domba
seseorang denga orang lain. Dalam keluarga pasti ada saja percekcokan dan
perbedaan pendapat, jika ada hal tersebut kita harus membantu melerai
bukannya malah menaburkan bensin ke daam api atau malah mengadu
domba antara orang-orang yang sedang bertikai.
4. Melaksanakan Tri Kaya Parisudha (tiga perilaku yang disucikan) Dengan
bepedoman teguh pada sifat Daiwi Sampad kita sebagai manusia Hindu harus
melaksanaan Tri Kaya Parisudha dengan baik.
a.
Manacika
b.
Wacika
c.
Kayika
11
5. Adapun beberapa contoh sifat-sifat Daiwi Sampad dalam kehidupan sehari-hari ialah :
-
taat beragama
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Bhagawad Gita adalah nyanyian suci Tuhan.
2. Daiwi Sampad adalah sifat-sifat yang mulia atau sifat kedewataan dan Asuri
Sampad adalah sifat-sifat yang rendah atau sifat asura.
3. Implementasi Daiwi Sampad dalam kehidupan sehari-hari adalah mengikuti
pedoman dasar yaitu ajaran suci.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah selalu berpedoman teguh pada
ajaran dharma dan agama. Dalam bertindak dan berperilaku kita harus
berpegang teguh pada ajaran Daiwi Sampad.
13
DOA PENUTUP
Om anugraha manoharam
devadatta nugrahaka
arcanam sarwa pujanam
namah sarwa nugrahaka
Om ksama swamam jagadnatha
sarwa papa hitankarah sarwa
karya sidham dehi pranamya
suryeswaram
Om santih, santih, santih, Om
Ya Tuhan limpahkanlah anugrahMu yang menggembirakan kepada hamba. Tuhan yang maha
pemurah, semoga Tuhan melimpahkan segala anugrah kepada hamba. Ya Tuhan, pelindung
alam semesta, pencipta semua makhluk, ampunilah dosa hamba dan anugrahilah hamba
dengan keberhasilan atas semua karya. Tuhan yang memancarkan sinar suci, ibaratnya sang
surya memancarkan sinarnya, hamba sujud kepadaMu. Ya Tuhan, semoga damai, damai di
hati, damai di dunia, damai selama-lamanya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagawad Gita ( Nyanyian Tuhan ). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam.
Wikipedia.
2015.
Bhagawadgita.
Yang
terdapat
pada
AGAMA HINDU
Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita Bab IX
DISUSUN OLEH
(1413021010)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI..iii
BAB 1. PENDAHULUAN..1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................2
1.3 Tujuan. ...2
1.4 Manfaat...........................................................2
1.5 Metode Penulisan .3.
BAB 1I. PEMBAHASAN ... 4
BAB 1II. PENUTUP19
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan buku yang
berjudul Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita Bab IX.
Dapat diselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun sebagai tugas akhir
agama hindu dan untuk menambah wawasan mengenai Bhagavad Gita
Laporan ini dapat terselesaikan dengan waktu yang relatif singkat berkat bantuan yang
bersifat material maupun spiritual dan dorongan, arahan serta bimbingan dari Bapak/Ibu Dosen
Pengampu Mata Kuliah dan teman-teman serta dari pihak masyarakat atau lain. Untuk itu penulis
tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dosen Pengampu Mata Kuliah Agama Hindu yang telah memberikan motivasi dan
informasi terkait dengan penyusun laporan ini.
2. Mahasiswa/Mahasiswa yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan penulis miliki. Dan mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi
masyarakat luas/pembaca untuk perkembangan pengetahuan.
DOA PEMBUKA
Om Awighnam Astu Namo Sidham
Om Adityasy param jyoti
Rakta tejo namostute
Sweta pankaja madhyastha
Bhskarya namostute
Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah swaha
Artinya :
Ya Tuhan, Semoga atas berkatmu tiada halangan yang menghadang, Om,
kepada dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada siwa yang sesungguhnyalah
berada dimana mana, kepada dewa yang bersenayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai
satu tempat, kepada Adhanaresvari , hamba menghormat beliau
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Raja yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan atau moksa.
Melalui raja marga yoga seseorang akan lebih cepat mencapai moksa, tetapi tantangan yang
dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa dengan jalan ini diwajibkan
mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna untuk dapat menuntun dirinya ke arah
tersebut. Adapun tiga jalan pelaksanaan yang ditempuh oleh para raja yogin untuk mencapai
moksa yaitu melakukan tapa, brata yoga atau Samadhi.
Hakekat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan raja dari semua ilmu (vidya)
yaitu ajaran Ketuhanan. Hal ini disebabkan karena semua yang ada di alam semesta ini
berasal dari Tuhan dan oleh karena itu mempelajari Ketuhanan Yang Maha Esa dianggap
sangat mulia dan ilmunya adalah tertinggi dari semua ilmu. Artinya ilmu-ilmu lainnya
bersifat suplemen.
Pengetahuan dikatakan memiliki sifat analogis ini menurut kitab suci Hindu disebut
brahmawidya atau Brahmatattva Jnana. Brahma berarti Tuhan, atau gelar yang diberikan
kepada Tuhan sebagai yang memberikan kehidupan pada semua ciptaanNya, Yang Maha
Kuasa. Widya atau Jnana kedua-duanya berarti ilmu. Tattva berarti hakikat tentang Tat (Itu,
yaitu Tuhan dalam bentuk Nirguna Brahman). Tattva Jnana artinya sama dengan ilmu
tentang hakikat, yaitu ilmu tentang Tuhan.
Pengendalian diri tersebut penting untuk dilakukan guna memahami potensi yang
ada dalam diri dan memahami segala kelebihan maupun kekurangan yang ada dalam diri
kita. Menguasai setiap hawa nafsu atau keinginan kita dan memanfaatkan semua yang ada
dalam diri untuk berdharma demi kepentingan bersama. Sehingga dengan memahami hal
tersebut, kita akan menjadi pribadi yang baik dan mampu menciptakan suasana tentram di
masyarakat. Selain itu, pengendalian diri juga berfungsi untuk membatasi setiap hal yang kita
lakukan sehingga tidak keluar dari batas kewajaran dan tetap berpedoman pada dharma.
Melalui yoga dan Samadhi kita dapat mengintroveksi diri kita sendiri.
Hakekat ajaran - ajaran raja yoga, termuat dalam Bhagavad Gita Bab IX yang
berjudul Raja Vidya Raja Guhya Yoga. Dimana pada bab ini menjelaskan tentang kebesaran
dari ilmu ketuhanan. Maka dengan demikian, apabila hendak melakukan bhakti atau
sembahyang, maka tujuan sembahyang adalah kepada Yang Maha Esa, apapun gelar yang
diberikan kepadaNya. Semua harus mencari perlindungan kepadaNya.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis dapat mengangkat suatu judul Mencapai
Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita Bab IX sebagai motivasi
untuk mempelajari ilmu ketuhanan.
1.3.3 Untuk menjelaskan implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga dalam
filosofi Bhagavad Gita Bab IX dalam kehidupan.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Inti Sari Ajaran Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita
Bab IX
Moksa, berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari akar kata Muc yang berarti
membebaskan atau melepaskan. Dengan demikian kata Moksa berarti kelepasan atau kebebasan.
Dari segi istilah, Moksa disamakan dengan nirwana dan nisreyasa atau keparamarthan.
Kebebasan dalam pengertian Moksa adalah suatu keadaan terlepasnya Atman dari ikatan maya
sehingga dapat menyatu dengan Brahman. Bagi orang yang telah mencapai Moksa, mereka
berarti telah mencapai alam Sat Cit Ananda, yaitu kebahagiaan yang tertinggi.
Raja Yoga, Kata Raja berarti yang memimpin, yang tertinggi atau yang terkemuka. Raja
Marga artinya jalan yang tertinggi sedangkan Raja Marga Yoga berarti jalan atau usaha tertinggi
untuk menghubungkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa melalui jalan yoga yang tertinggi.
Kalau dua jalan yang sebelumnya, yakni Bhakti Marga Yoga dan Karma Marga yoga disebut
Pravrtti marga, yakni jalan yang umum dan mudah dilaksanakan oleh umat awam pada
umumnya, maka dua jalan yang lain yaitu Jnana Marga Yoga dan Raja Marga Yoga disebut
Nivrtti Marga ,yang artinya jalan yang tidak umum atau bertentangan dengan dua yang
sebelumnya. Raja marga Yoga memerlukan pengendalian diri, disiplin diri, pengekangan dan
penyangkalan terhadap hal hal yang bersifat keduniawian. Seseorang yang mempunyai bakat
untuk itu dan mendapatkan seorang guru yang tepat untuk menuntunnya, maka yang
bersangkutan akan berhasil mengikuti Raja Marga Yoga ini. Sebenarnya bila kita kaji lebih jauh,
Yoga teristimewanya Yoga Marga adalah jalan yang segera nampak hasilnya bila dilakukan
dengan ketekunan di bawah bimbingan seorang guru rohani atau Yogi (Merta, 2011)
Bhagavad Gita Bab IX, membahas hakekat dasar-dasar ajaran Raja Yoga dengan judul
Raja Vidya Raja Guhya Yoga. Hakekat raja hanya sebagai istilah untuk menunjukkan raja dari
semua ilmu (vidya) yaitu ajaran Ketuhanan. Hal ini adalah karena segala apa yang ada di alam
semseta ini berasal dari Tuhan dan karena itu mempelajari Ketuhanan Yang Maha Esa dianggap
sangat mulia dan ilmunya adalah tertinggi dari semua ilmu. Artinya ilmu-ilmu lainnya bersifat
suplemen. Dalam hubungan ini Krsna tidak saja menjelskan arti dan kedudukan Tuhan sebagai
Brahman, sebagai Bapak atau sebagai Pelindung dan Pencipta tetapi juga bagaimana alam
semesta ini diciptakan. Bila hendak melakukan bhakti atau sembahyang maka tujuan
sembahyang adalah kepada Yang Maha Esa itu, apapun nama atau gelar yang diberikan
kepadaNya. Semua harus mencari perlindungan kepadaNya dan dengan demikian Krsna
mengajarkan Tuhan sebagai poros dari semua ciptaan dan kebaktian.
Sri-bhagavan uvaca
Idam tu te guhyatamam
Pravaksyamy anasuyave
Jnanam vijnana-sahitam
Yaj jnatva moksyase subhat
(Bhagavad Gita IX, 1)
Artinya :
Sri bhagavan bersabda: Wahai Arjuna yang sudah terbebas dari rasa iri hati,
akan Aku sampaikan pengetahuan yang sangat rahasia ini kepadamu. Pengetahuan ini
penuh dengan pengetahuan pengetahuan sangat suci dan juga pengetahuan praktis
yang patut di pahami. Setelah memahaminya, engkau akan terbebaskan dari hal hal
yang tidak berberkah.
Raja-vidya raja-guhyam
Pavitram idam uttamam
Pratyaksavagamam dharmyam
Su-sukham kartum avyayam
(Bhagavad Gita IX, 2)
Artinya :
Pengetahuan ini yang akan Kuajarkan kepada-mu adalah raja dari segala ilmu
pengetahuan dan merupakan pengetahuan yang paling rahasia. Pengetahuan ini sangat
suci dan maha utama. Pengetahuan ini penuh dengan prinsip dharma sangat tinggi,
bersifat kekal abadi, ia sangat mudah dipraktikkan, dan bila dilaksanakan maka ia akan
memberikan pahala yang segera.
Asraddadhanah purusa
Dharmasyasya parantapa
Artinya :
Aku adalah persembahan suci Kratu, Aku adalah korban suci Yajna, Aku
adalah persembahan Svadha untuk leluhur, Aku adalah tumbuhan obat, Aku adalah
Mantra suci, Aku juga adalah minyak persembahan suci Ghi, Akulah api suci , dan
Akulah persembahan pada Api suci, Aku adalah Aksara Suci OM yang patut diketahui,
Aku juga adalah Rg, Sama, Yajur Veda. Dan bagi alam semesta ini Aku adalah Bapak,
Ibu, Kakek, tujuan, pemelihara, Tuhan Yang Maha Kuasa, saksi, tempat tinggal, tempat
berlindung, kawan yang paling akrab, pencipta, pelebur, tempat bersandar, gudang, dan
juga benih abadi.
2.2 Keterkaitan Ajaran Mencapai Moksa Melalui Raja Yoga dalam Filosofi Bhagavad Gita
Bab IX dengan Ajaran Ajaran Agama Hindu yang Lainnya
Moksa merupakan salah satu sradha (keyakinan) dalam Agama Hindu yang merupakan
tujuan hidup tertinggi Agama Hindu. Dalam kitab Sarasmuscaya 35, disebutkan sebagai berikut
Ekam yadi bhawedcchastram creyo
Nissamcayam bhawet,
Bahutwadiha castranam guham
Creyah prawecitam (Sarasmuscaya 35)
Artinya :
Sesungguhnya hanya satu saja tujuannya agama, mestinya tidak sangsi lagi
orang tentang yang disebut kebenaran yang dapat membawa ke surga maupun moksa,
semua menuju kepada-Nya akan tetapi masing masing berbeda beda caranya,
disebabkan oleh kebingungan sehingga yang tidak benar dibenarkan, ada yang
mengatakan bahwa di dalam gua yang besarlah tempatnya kebenaran itu
Dalam mencapai moksa melalui raja yoga, para yogi/sesorang harus mengetahui asta
aiswarya yang mana merupakan delapan kemahakuasaan tuhan Asta Aiswarya adalah bentuk dan
sifat ke-Maha-Kuasa-an Sanghyang Widhi skala dan niskala, yang terdiri dari delapan kekuatan,
sehingga Aiswarya sering pula disebut Asta Aiswarya yaitu Kedelapan bentuk dan sifat ini
bersemayam pada-Nya yang dilambangkan sebagai Singhasana meliputi seluruh alam semesta,
terpusat pada empat kekuatan aktif (Saraswati, 2011). Adapun bagian bagian Asta Aiswarya
adalah sebagai berikut :
1. Anima artinya sifat sanghyang widhi maha kecil,lebih kecil dari bena terkecil(atom).
2. Lagina artinya sanghyang widhi maha ringan,lebih ringan dari benda yang
teringan(eter) atau lebih ringan dari pada gas,sanghyang widhi mampu mengambang
diudara dan terapung diair.
3. Mahima artinya sanghyang widhi maha besar,lebih besar dari benda yang
terbesar,sanghyang widhi meresapi dan memenuhi segala tempat,tiada ruang yang
kosong bagi beliau,beliau ada didalam dan diluar alam ini.
4. Prapti artinya tiba,maksudnya segala tempat terjangkau oleh sanghyang widhi,tidak
terbatas oleh ruang dan waktu,pada saat bersamaan beliau berada disegala tempat.
5. Prakamya artinya segala kehendak dan keinginan sanghyang widhi akan
terwujud,segala keinginan beliau pasti tercapai,tidak ada yang tidak tercapai.
6. Isitwa artinya sanghyang widhi maha utama atau sifat sanghyang widhi sangat
mulia,sanghyang widhi selalu unggul,mengungguli segalanya.
7. Wasitwa artinya sifat sanghyang widhi maha kuasa,beliaulah yang berkuasa didunia
ini,beliaulah yang paling menentukan atas kelahiran,kehidupan dan kematian semua
mahluk didunia ini,beliaulah yang menentukan terciptanya dunia(sresti) dan beliau
pulalah yang melebur atau mengembalikan ini keasalnya(pralaya).
8. Yatrakamawasayitwa artinya segala kehendak sanghyang wihi akan terlaksana dan
tidak ada yang menentang kodratnya.
Seorang raja yoga akan dapat menghubungkan dirinya dengan kekuatan rohani untuk
mencapai moksa melalui astangga yoga yaitu delapan tahapan yoga untuk mencapai moksa
(Siralita,2012) Astangga yoga diajarkan oleh Maharsi Patanjalai dalam bukunya yang disebut
yoga sutra patanjali. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga adalah sebagai berikut :
1. Yama
Yama yaitu suatu bentuk larangan yang harus dilakukan oleh seseorang dari segi
jasmani. Dalam kitab Bhagavad Gita V, 27-28, disebutkan sebagai berikut :
5. Pratyahara
Pratyahara yaitu mengontrol atau mengendalikan indria dari ikatan objeknya sehingga
orang dapat melihat hal hal suci.
6. Dharana
Dharana yaitu usaha usaha untuk menyatukan pikiran dengan sasaran yang
diinginkan.
7. Dhyana
Dhyana yaitu pemusatan pikiran yang tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu objek.
Dalam kitab Bhagavad Gita VI,15, disebutkan sebagai berikut :
Artinya :
Seorang Yogi yang sudah menguasai pikirannya secara sempurna, dan dengan
tetap menjaga pengendalian pikiran seperti itu ia hendaknya senantiasa memusatkan
kesadarannya kepada-Ku, maka dengan mantap berada di dalam diri-Ku ia akan
memperoleh kedamaian yang kekal abadi.
8. Samadhi
Samadhi yaitu penyatuan Atman (sang diri sejati) dengan Brahman. Apabila
seseorang melakukan latihan yoga dengan teratur dan sungguh sungguh, ia akan dapat
menerima getaran getaran suci dan wahyu Tuhan. Dalam Bhagawadgita dinyatakan sebagai
berikut :
perayaan hari suci Nyepi dimana umat Hindu dianjurkan melakukan tapa, yoga, dan semadi
(Subadra, 2001). Brata tersebut didukung dengan Catur Brata Nyepi sebagai berikut :
1. Amati Agni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
2. Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan
kegiatan menyucikan rohani.
3. Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian melainkan mawas diri.
4. Amati Lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusatan
pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi.
Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari Prabata yaitu fajar menyingsing
sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam. Dimana pada hari raya nyepi
ini semua inderiya kita dilatih untuk dapat menahan hal hal yang bersifat keduniawian.
Sehingga pada hari raya nyep tersebut umat manusia sebenarnya sudah mencapai moksa
secara sekala, yang dimaksud mencapai moksa di sekala yaitu adanya kedamaian karena pada
hari raya nyepi tersebut seluruh aktvitas masyarakat di henti senja, adanya udara sejuk
(oksigen yang bebas dari polusi), dan lain sebagainya. Dan secara niskala untuk mencapai
moksa melalui raja yoga pada hari raya nyepi, yaitu karena pada hari raya nyepi sunyi,
tentram dan damai sehingga para seseorang dapat berkonsentrasi tinggi dalam tapa, yoga dan
Samadhi untuk mencapai moksa melaui raja yoga ( mencapai pengetahuan yang suci dan
maha utama dari Ida Sang Widhi Wasa)
introspeksi atau pengendalian diri. Hal ini dimaksudkan setiap umat manusia di dunia harus
bisa mengintropeksi atau mengendalikan dirinya dari hal hal yang bersifat buruk atau
keduniawaan khususnya sad ripu yaitu enam jenis musuh yang terdapat dalam diri manusia
meliputi :
a. Kama artinya hawa nafsu atau keinginan yang negatif (keinginan yang tidak terkendali)
b. Lobha artinya loba, tamak, rakus, (gelah anak, gelah aku)
c. Krodha artinya kemarahan, kebencian, emosi
d. Moha artinya kegusaran atau kebingungan, tidak tahu jalan yang benar
e. Mada artinya kemabukan, tidak dapat mengontrol diri
f. Matsarya artinya irihati, atau dengki, iri melihat orang berbahagia dan senang melihat
orang menderita.
Sehingga melaui intropeksi atau pengendalian diri kita mengandalikan enam
musuh terrsebut dan dapat mencapai tujuan hidup yaitu moksa dengan jalan raja yoga,
dimana untuk mencapai hal tersebut umat manusia harus bisa melepaskan atau mengendalikan
diri dari sad ripu tersebut agar bisa mencapai Kaki Padma Tuhan atau mencatu dengan tuhan.
c. Menjalin hubungan kemitraan secara terhormat dengan rekanan, lingkungan, dan
semua ciptaan Tuhan di alam semesta ini
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu menjalin hubungan
kemitaraan secara terhormat dengan rekanan, lingkunan dan semua ciptaan tuhan di alam
semesta. Hal ini dimaksudkan adalah bahwa umat manusia hendak memiliki hubungan
yang harmonis antara makhluk hidup lainnya sesuai konsep tri hita karana yaitu tiga
penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan meliputi :
1. Parahyangan
Kata Parahyangan berasal dari bahasa sansekerta, dari kata Hyang,yang berarti
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Jadi, kata parahyangan berarti hubungan yang harmonis
dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan demikian kita harus menjalin hubungan
yang harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dengan cara menjalankan perintahNYA dan menjauhi larangan-NYA.
2. Pawongan
Kata Pawongan berasal dari bahasa sansekerta, dari kataWong,yang berarti
orang atau manusia. Jadi, kata pawongan berarti hubungan yang harmonis antara manusia
dengan sesama manusia. Dengan demikian kita harus menjalin hubungan yang harmonis
dengan sesama manusia, dengan cara saling menghormati dan saling menghargai satu
sama lain.
3. Palemahan
Kata palemahan berasal dari bahasa sansekerta, dari kataLemah,yang berarti
lingkungan sekitar/alam semesta. Jadi, kata palemahan berarti hubungan yang harmonis
antara manusia dengan lingkungan sekitar/alam semesta.
Dengan demikian selain menjalin hubungan yang harmonis denga Tuhan dan sesama
manusia kita juga harus menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar/alam
semesta dengan cara menjaga lingkungan sekitar dari kerusakan. Maka dengan tercipta suasana
seperti itu moksa melalui jalan raja yoga, akan dapat tercapai dengan sempurna dan penuh
dengan rasa tali persaudaraan yang amat erat antara semua makhluk hidup dan ciptaan dari
Tuhan Yang Maha Esa.
d. Mengelola ashram yang bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual,
dan upaya pencerahan diri lahir batin
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu mengelola ashram yang
bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual, dan upaya pencerahan diri lahir batin.
Dimana umat manusia khusus para yogi (sulinggih) biasanya mengelola ashram, tujuan mereka
mengelola ashrama adalah untuk mendekati diri dengan Ida Sang Widhi Wasa dan untuk
membantu masyarakat orang buta tentang nilai nilai agama. Selain itu melalui ashram terebut
mereka dapat memberikan suatu pencerahan baik bagi diri mereka sendiri maupun masyakat
banyak. Maka dengan melakasanakan hal tersebut para yogi akan dapat mencapai moksa melalui
raja yoga dengan jalan penyerahan diri mereka secara lahir batnin.
e. Menerapakan ajaran Astangga Yoga dalam kehidupan
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu menerapkan ajaran
Astangga yoga dalam kehidupan yaitu :
1. Aplikasi Asana
Asana merupakan sikap duduk yang nyaman, rileks dan tenang. Dalam
kehidupan sehari-hari orang-orang mungkin mengabaikannya karena tidak tahu bahwa
posisi duduk yang salah dapat mengakibatkan penyakit tulang seperti skoliosis, lordosis
dan kifosis serta gangguan peredaran darah. Ini kelihatan sepele akan tetati jika posisi
asana ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik sedang melakukan yoga ataupun
tidak maka akan dapat meminimalisasi penyakit yang ditimbulkan akibat kesalahan
duduk. Selama ini kita mengambil sikap asana hanya pada saat bersembahyang ataupun
yoga, padahal praktiknya kita lebih banyak menghabiskan waktu di luar kegiatan
tersebut. Jadi penting menerapkan sikap asana yang baik dalam kehidupan sehari-hari
2. Aplikasi Pranayama
Pranayama berarti mengatur pernafasan. Selama ini menjadi kelalaian dari
manusia bahwa menyadari nafas berarti menyadari akan hakekat Ketuhanan. Kita sering
mengabaikan bahwa bernafas yang baik merupakan cara untuk menjaga kesehatan. Akan
tetapi manusia di jaman sekarang cenderung mengabaikan serta kita sering tidak sadar
bahwa selalu berpikir optimis kalau besok kita pasti masih hidup, sedangkan kita tahu
bahwa nafas kita ini adalah kuasa dari Tuhan. Pranayama tidak semata-mata mengacu
kepada nafas masuk dan keluar dan kaitannya dengan fenomena fisika-kimia, tetapi jauh
lebih halus dari itu. Proses menarik, menahan dan mengeluarkan nafas hanyalah
gambaran kasar dari prana. Sebagaimana sesungguhnya ruji dikencangkan pada pusat
sebuah roda, demikianlah segala apa adalah terikat pada prana. Prana berjalan bersama
pada prana. Prana memberikan prana. Memberikan kehidupan pada mahluk yang hidup.
Bapak seseorang adalah prana. Ibu seseorang adalah prana. Saudara wanita seseorang
adalah prana, guru seseorang adalah prana, seorang Brahmana adalah prana. Sehingga
dikatakan bahwa dengan penguasaan pernafasan yang merupakan gambaran kasar dari
Prana itu sendiri seseorang dapat mengendalikan pikiran yang bergejolak, hawa nafsu
serta kelemahan badan. Bahkan dengan menguasai prana dengan baik, seorang praktisi
dapat mengalami fenomena metafisis yang tidak dapat dijelaskan oleh fenomena fisika
biasa. Jadi Pranayama tidak kita aplikasikan ketika ingin bersembahyang dan beryoga
saja akan tetapi dala praktek kehidupan sehari-hari karena porsi waktu kita jauh lebih
besar menjalani hal tersebut.
ini seseorang dapat dikatakan sebagai seorang Siddha dan memperoleh kesaktiankesaktian mistis tertentu.
Dengan menerapkan ajaran astangga yoga, seseorang akan dapat mencapai
moksa melalui raja yoga dengan penuh rasa penyerahan diri. Dimana ajaran astangga
yoga kita diajarjakan tentang cara beryoga, tapa, Samadhi dengan baik sehingga
mencapai alam samdhi atau Kaki Padma Tuhan
terhadapnya. Sayangnya aspek tersebut acapkali terlupakan. Kita memahami istilah tersebut, tapi
kita tak melakoninya. Ini seperti memegang resep medis di rumah dari seorang dokter ahli, tapi
kita tak meminum obatnya. Ini menyebabkan kondisi yang memprihatinkan dalam masyarakat
kita. Kenali dirimu sebelum engkau mengenali orang lain, karena ketika kita mengenali diri kita,
kita akan senantiasa untuk melihat kelebihan dan kekurangan, yang justru merupakan langkah
awak bagi kita untuk berbenah. Sama seperti filosofi daun yang gugur karena angin, bukan
karena angin yang sepoi-sepoi ataupun kencang, tetapi karena daun hanyalah daun, yang ketika
waktunya nanti akan gugur dan kembali pada ibu petiwi. Dengan mengenali diri kita sendiri,
seseorang akan dapat mencapai moksa melalui raja yoga dengan penyatuan diri kita dengan
pericikan tuhan (atma) yang ada di dalam diri kita.
h. Menerapkan filosofi ngedetin/ngeret indriya
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu Menerapkan filosofi
ngedetin/ngeret indriya. Dimana seseorang untuk mencapai moksa pada umat harus bisa
menerapakan ajaran ajaran agama selain itu menerapakan filosofi ngeret indriya sangat
diperlukan hal ini disebabkan karena, melalui ngeret indriya seseorang akan dapat mengenalikan
dirinya, mengenali dirinya dan kita akan berbuat di batas kewajaran. Biasanya orang sudah bisa
ngeret indriya kecenderuangan mereka lebih menjauhikan dari hal hal keduniawian dunia. Dan
untuk mencapai moksa melalui raja yoga mereka lakukan dengan terus menerapkan mawas diri
dari hal hal yang buruk dari dunia ini.
g. Menerapkan filosofi upawasa
Implementasi ajaran mencapai moksa melalui raja yoga yaitu menerapkan filosofi
upawasa, puasa dalam Hindu disebut Upawasa. Upawasa berasal dari bahasa Sansekerta yang
terdiri dari 2 kata, yaitu Upa dan Wasa. Upa artinya dekat atau mendekat dan Wasa artinya
Tuhan atau Yang Maha Kuasa. Jadi puasa atau Upawasa artinya mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa. Menurut Hindu, puasa itu tidak sekadar menahan rasa haus dan lapar, tidak
hanya untuk ikut merasakan miskin dan kelaparan, juga tidak untuk menghapus segala dosa
dengan janji surga. tetapi lebih dari hal tersebut, tujuan utama upawasa adalah untuk
mengendalikan nafsu indria, mengendalikan keinginan. indria harus berada di bawah
kesempurnaan pikiran dan pikiran berada di bawah kesadaran budhi. Jika Indria terkendali dan
pikiran terkendali maka kita akan dekat dengan kesucian, dekat dengan Tuhan. Dengan jalan
menerapkan filosofi upawasana seseorang akan dapat mencapai moksa melalui raja yoga dengan,
menahan segala hawa nafsu keduniawian yang ada di alam semesta ini.
panyepian, dan Menerapkan filosofi tapasya, pangastawa, dan menerapkan ajaran agama
Hindu dengan baik dan benar menuju keluhuran diri sebagai mahluk sosial dan religi.
3.2 Saran
3.2.1 Adapun saran yang saya sampaikan sehubungan dengan penulisan makalah ini, yaitu
sebagai mahasiswa sebaiknya melaksanakan moksa melalui raja yoga yang termuat
dalam Bhagavad gita, dengan melakukan hal tersebut kita akan lebih dekat dengan tuhan
atau menyatu dengan tuhan hingga mencapai Kaki Padma Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2013. Bhagawad Gita (Nyanyian Tuhan) Cetakan ke-8. Yayasan Dharma
Sthapanam : Denpasar
Merta, Made. 2011. Catur Marga Yoga. Dalam http://mertajaya.blogspot.com/2011/01/caturmarga-yoga.html. (diakses 1 Juni 2015)
Pudja, Gede MA. 1999.Sarasamuccaya. Bali : Departemen Agama RI
Saraswati. 2011 . Patanjali Raja Yoga.. Dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia. Raja Yoga :
Dasar-dasar Pemahaman dan Petunjuk-petunjuk Praktis bagi para Penekun.
www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=322&I
(diakses tanggal 1 Juni 2015)
Siralita, Made. 2012. 4 Jalan Mencari Tuhan. Dalam http://bigsmiled.blogspot.com/2012/06/4jalan-mencari-tuhan-agama-berasal.html. (diakses1 Juni 2015)
Subadra, Ida Bagus Nyoman.2001. Agama Hindu. Bali : Departemen Agama RI
DOA PENUTUP
Om ayu werdi yasa werdi
Wredi pradnyan suka sriam
Dharma Santana werdisyat santute sapta werdayah
Om Dewa Suksma Parama Acintya Ya Namah Swaha,
Om Santhi Santhi Santhi Om
Artinya :
Om, sang hyang widhi melimpahkan usia yang panjang, bertambah dalam
kemashuran, bertambah dalam kepandaian , kegembiraan dan kebahagian, bertambah dalam
dharma dan keturunan , tujuh pertambahan semoga menjadi bagianmu. Ya Tuhan, dalam wujud
Parama Acintya, yang maha gaib dengan karunia ini pekerjaan ini berhasil dengan baik, semoga
damai di hati.
AGAMA HINDU
Teori Konflik Menurut Bhagawad Gita
Oleh:
I Kadek Wirawan
NIM. 1413021011
KELAS : II A
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu,
Om Bhur Bwah Svah, Tat Savitur Varenyam,
Bhargo Devasya Dhimahi, Dhiyo Yo Nah Pracodayat.
Om Ano Bhadrah Kratawo Yantu Wiswatah.
Doa Pembuka
PRAKATA
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Teori Konflik Menurut Pandangan Bhagawad Gita sesuai dengan waktu yang
direncanakan.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya tidak sedikit kendala yang penulis alami. Berkat
bantuan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut dapat penulis atasi.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga makalah
ini bermanfaat.
Penulis
[Prakata] i
DAFTAR ISI
Doa Pembuka
Prakata .......................................................................................................................
[Daftar Isi] ii
BAB I PENDAHULUAN
Bagi Pembaca
Adapun manfaat makalah ini bagi pembaca adalah dapat meningkatkan
pemahaman mengenai Bhagawad Gita khususnya bab pertama dan mengetahui
implementasinya. Selain itu, makalah ini juga dapat digunakan sebagai refrensi dalam
penulisan makalah berikutnya.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Isi secara umum sloka-sloka pada bagian akhir bab pertama Kitab Bhagawad Gita
Sloka 25
bhisma-drona-pramukhatah
sarvesam ca mahiksitam
uvaca partha pasyaitan
samavetan kurun iti
Terjemahan : Di Hadapan Bhisma, Drona, dan raja-raja dunia lainnya, Sri Krsna bersabda,
Wahai Paretha, lihatlah para Kuru yang telah berkumpul disini.
Sloka 26
tatrapasyat sthitan parthah
pitrn atha pitamahan
acaryan matulan bhratrn
putran pautran sakhims tatha
Sloka 27
svasuran suhrdas caiva
senayor ubhayor api
Terjemahan : Di sana, di tengah-tengah pasukan kedua belah pihak, Arjuna dapat melihat
ayah, kakek, para guru, paman dari keluarga ibu, saudara, putra, cucu, kawan, mertua, dan
orang yang mengharapkan kesejahteraan, semuanya hadir di sana.
tan samiksya sa kaunteyah
sarvan bandhun avasthitan
Sloka 28
krpaya parayavisto
visidann idam abravit
Terjemahan : Melihat mereka semua yang adalah sanak keluarganya, Arjuna tergugah rasaa
kasih sayang dan kemudian berkata :
arjuna uvaca
drstvemam svajanam krsna
yuyutsum samupasthitam
Sloka 29
sidanti mama gatrani
mukham ca parisusyati
vepathus ca sarire me
roma-harsam ca jayate
Terjemahan : Arjuna berkata, wahai Krsna, setelah melihat semua sanak keluarga hadir disini
dengan niat untuk bertempur, hamba merasa seluruh anggota badan bergetar, mulut terasa
kering, seluruh tubuh menjadi gemetar dan bulu roma pada berdiri.
Sloka 30
gandivam sramsate hastat
tvak caiva paridahyate
na ca saknomy avasthatum
bhramativa ca me manah
Terjemahan : Kulit hamba terasa terbakar dan Gandiwa terjatuh dari tangan hamba. Wahai
Kesava, hamba juga tidak mampu lagi berdiri, pikiran hamba menjadi kacau.
Sloka 31
nimittani ca pasyami
viparitani kesava
na ca sreyonuspasyani
hatva svajanam ahave
Terjemahan : Wahai Kesava, hamba melihat sebab-sebab smuanya terbalik. Hamba tidak
melihat adanya kebaikan apapun dengan membunuh para anggota keluarga didalam peperangan
ini.
Sloka 32
na kankse vijayam krsna
na ca rajyam sukhani ca
kim no rajyena govinda
kim bhogair jivitena va
Terjemahan : Wahai Krsna, hamba tidak menginginkan kemenangan, tidak juga kerajaan,
ataupun kesenangan. Wahai Govinda, apa gunanya kerajaan, hidup dan kesenangankesenangan seperti itu untuk kita?
Sloka 33
yesam arthe kanksitam no
rajyam bhogah sukhani ca
ta imevasthita yuddhe
pranams tyaktva dhanani ca
Terjemahan : Demi siapa kita menghasratkan kerajaan, kemewahan dan berbagai kesenangan,
mereka semua dengan pengorbanan harta dan nyawa kini berdiri disini siap untuk bertempur.
Sloka 34
acaryah pitarah putras
tathaiva ca pitamahah
matulah svasurah pautrah
syalah sambandhinas tatha
Terjemahan : Para guru, bapak-bapak, putra-putra, para kakek, paman-paman, mertua-mertua,
dan cucu-cucu, ipar-ipar, dan juga para sanak keluarga.
Sloka 35
etan na hantum icchami
ghnatopi madhusudana
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A
api trailokya-rajasya
hetoh kim nu mahikrte
Terjemahan : Wahai Madhusudana, meskipun dngan imbalan memperoleh kerajaan Triloka,
hamba tidak akan membunuh mereka walaupun mereka menyerang hendak membunuh hamba.
Lalu, apa artinya dengan kerajaan di atas muka bumi ini?
Sloka 36
nihatya dhartarastran nah
ka pritih syaj janardana
papam evasrayed asman
hatvaitan atatayina
Terjemahan : Wahai Janardana, kesukaan apa yang akan kita peroleh dengan membunuh putraputra Dhrstaratra? Membasmi para pembunuh ini kita hanya akan mendapatkan dosa-dosa.
Sloka 37
tasman narha vayam hantum
dhartarastran svabandhavan
svajanam hi katham hatva
sukhinah syama madhava
Terjemahan : Oleh karena itu, wahai Madhava, kita tidak pantas membunuh putra-putra
Dhrstaratra yang adalah sanak keluarga sendiri. Bagaimana mungkin kita bisa menjadi orang
yang berbahagia dengan membunuh sanak keluarga sendiri?
Sloka 38
yady apy ete na pasyanti
lobhopahata-cetasah
kula-ksaya-krtam dosam
mitra-drohe ca patakam
Sloka 39
katham na jneyam asmabhih
papad asman nirvatitum
kula-ksaya-krtam dosam
prapasyadbhir janardhana
Terjemahan : Walaupun orang-orang ini yang pikirannya telah dikuasai oleh kelobaan, tidak
melihat dosa dalam membunuh keluarga sendiri atau kehancuran dalam bertengkar dengan
kawan-kawan, wahai Janardhana,
Sloka 40
kula-ksaya pranasyanti
kula-dharmah sanatanah
dharme naste kulam krtsnam
adharmobhibhavaty uta
Terjemahan : Dengan hancurnya sebuah dinasti, seluruh tradisi keluarga yang kekal
dihancurkan, dan dengan demikian sisa keluarga akan terlibat dalam kebiasaan yang
bertentangan dengan Dharma.
Sloka 41
adharmabhibavat krsna
pradusyanti kula-striyah
strisu dustasu varsneya
jayate varna-sankarah
Terjemahan : Wahai Sri Krsna, dengan merajalelanya hal-hal yang bertentangan denagn
dharma maka kaum wanita dalam keluarga akan menjadi tercemar. Duhai Varsneya..., ketika
tingkah laku para wanita telah merosot, maka akan lahirlah keturunan yang tidak diinginkan.
Sloka 42
sankaro narakayaiva
kula-ghnanam kulasya ca
patanti pitaro hy esam
lupta-pindodaka-kriyah
Terjemahan : Anak-anak yang tidak diinginkan seperti itu akan membawa para keluarga
maupun para penghancur keluarga tersebut ke neraka.lenyapnya tradisi mempersembahkan
makanan dan air kepada leluhur akan mengakibatkan kejatuhan para leluhur.
Sloka 43
dosair etaih kula-ghnanam
varna-sankara-karakaih
utsadyante jati-dharmah
kula-dharmas ca sasvatah
Terjemahan : Akibat dosa-dosa para pengahcur tradisi keluarga yang menyebabkan lahirnya
anak-abak yang tidak diinginkan, maka tradisi-tradisi keluarga yang suci-kekal dan kegiatankegiatan yang mensejahterakan keluarga, semuanya menjadi binasa.
Sloka 44
utsanna-kula-dharmanam
manusyanam janardana
narake niyatam vaso
bhavatity anususruma
Terjemahan : Wahai janardana, hamba mendengar bahwa mereka yang tradisi-tradisi suci
keluarganya telah musnah akan tinggal di neraka dalam waktu yang tidak dapat ditentukan.
Sloka 45
aho bata mahat papam
kartum vyavasita vayam
yad rajya-sukha-lobhena
hantum syajanam udyatah
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A
Terjemahan : Aduh betapa menyedihkan bahwa kita (yang mempunyai pengertian baik) sedang
bersiap-siap untuk melakukan kegiatan yang sangat berdosa,
kenikmatan, dan kesenangan akan kerajaan kita bertekad membunuh keluarga sendiri.
Sloka 46
yadi mam apratikaram
asatram sastra-panayah
dhartarastra rane hanyus
tan me ksemataram bhavet
Terjemahan : Seandainya, bila di medan perang hamba tidak membawa senjata dan melawan,
lalu putra-putra Dhrstarastra membawa senjata di tangan membunuh hamba, maka kematian
seperti itu akan lebih baik bagi hamba.
Sloka 47
sanjaya uvaca
evam uktvarjunah sankhye
rathopastha upavisat
visrjya sasaram capam
soka-samvigna-manasah
Terjemahan : Sanjaya berkata : setelah berkata seperti itu di medan perang. Arjuna meletakkan
busur dan anak panahnya, lalu terduduk dalam kereta. Pikirannya dipenuhi oleh kesedihan yang
mendalam.
Secara umum, Baghawadgita bab pertama (Arjuna Wisada Yoga) membahas tentang
keraguan Arjuna ketika harus berperang melawan saudara dan keluarganya demi menegakkan
Dharma. Di satu sisi, ia harus berani berkorban demi menegakkan Dharma, namun di sisi lain,
ia juga tidak mau berdosa karena harus membunuh keluarganya.
Keraguan Arjuna didasari atas ajaran Ahimsa (tidak menyakiti dan tidak membunuh),
Karma Phala, dan Maha Pataka, serta ajaran Vairagya dan Jatidharma yang jelas bertentangan
dengan konsep perang.
Ahimsa sebagai salah satu ajaran agama Hindu mengajarkan bahwa manusia tidak boleh
membunuh maupun menyakiti ciptaan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), seperti yang
tercantum dalam Sarasamuscaya sloka 34
eko dharmmah param creyah ksmaika canticucyate vidyaika parama tustirahisaika
sukhavaha
yang menjelaskan bahwa Ahimsa (tidak membunuh, menyakiti, dan kerasukan marah)
merupakan kebahagiaan yang nyata. Sedangkan ajaran Karma Phala Karma, yakni hasil
perbuatan (Kemendikbud RI, 2013). Agar dapat mencapai tujan tertinggi agama Hindu yakni
Moksa, Arjuna haruslah mempunyai karma yang baik. Hal ini pula yang menimbulkan
pertentangan di hati Arjuna, karena perang (membunuh) merupakan perbuatan yang tidak baik
Agama Hindu/Bab 1 Bhagawad Gita/I Kadek Wirawan/II A
yang tidak sesuai dengan konsep Ahimsa dan Karma Phala. Selain itu, rival atau lawan perang
Arjuna dalam perang Bharata Yuda adalah keluarga dan Gurunya yang jelas bertentangan
dengan ajaran Maha Petaka. Selain itu, perang saudara ini juga akan menimbulkan kemerosotan
moral dan musnahnya tradisi menghormati leluhur yang mengakibatkan lahirnya anak-anak
yang tidak diinginkan dan musnahnya tradisi yang suci.
Hal-hal tersebut membuat Arjuna berada dalam dilema yang membuatnya dikuasai
kebingungan dalam mengambil keputusan. Menurut agama Hindu, kebingungan (moha)
merupakan bagian dari sad ripu (musuh dalam diri manusia) yang harus dikendalikan.
Berdasarkan keraguan-keraguan yang timbul dalam diri Arjuna, ia sebagai seorang ksatria
memohon bimbingan dari Krsna.
Berdasarkan bahasan diatas, dapat diketahui bahwa Arjuna dalam keraguannya untuk
mengambil keputusan untuk berperang atau tidak sangat bijaksana dengan mempertimbangkan
konsekuensi dari perang itu sendiri. Konsekuensi dari perang ini tentu menimbulkan suatu
dilema yang besar bagi Arjuna, sehingga Arjuna harus meminta bimbingan dari Bhasudeva
Krsna.
2.2. Implementasi dari teori konflik pada Bhagawad Gita bab pertama pada kehidupan seharihari
Swa Dharma dan Para Dharma
Swa Dharma adalah sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing tergantung dari catur
warna. Menurut Winawan (2002) Swa Dharma merupakan salah satu jalan mewujudkan
moksartham dan jagadhita. Misalnya seorang Bupati harus mampu melaksanakan
tanggungjawabnya sebagai seorang Bupati (varna ksatria). Ia harus berani menegakkan hukum
yang berlaku secara universal, meskipun orang yang harus ditindak memiliki kekerabatan
dengannya.
Sedangkan Para Dharma merupakan tugas atau tanggungjawab tanpa batasan varna, jenis
kelamin, tingkat umur, dimanapun berada. Lebih lanjutnya Winawan (2002) juga menyebutkan
bahwa jika melanggar Para Dharma ini, maka dalam hidup seseorang itu akan mengalami
benturan atau halangan yang akan menyebabkan kesengsaraan.
Sebagai seorang pemeluk agama Hindu, seseorang tersebut harus menegakkan Dharma
dalam setiap aktivitasnya. Meskipun harus berkorban nyawa dan harta, Dharma tetap harus
ditegakkan.
10
11
1. Parahyangan, dalam hal ini manusia dalam konfliknya (baik dalam diri, maupun dengan
orang lain) harus tetap menjaga hubungan baik dengan Tuhan dengan menjalankan
ajaran agama.
2. Pawongan, dalam hal ini nanusia dalam konflik atau dilemanya tetap harus menjaga dan
membina hubungan baik dengan sesamanya.
3. Palemahan, dalam hal ini penyelesaian suatu dilema atau konflik hendaknya juga
memperhatikan aspek lingkungan yag juga merupakan ciptaan Tuhan.
Secara keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan hubungan
manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan
alam lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kerukunan dan kebahagiaan bagi
kehidupan manusia. Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan
penyebab, dimana satu dengan yang lainnya selalu berjalan secara bersamaan dalam kehidupan
manusia. Manusia senantiasa ingat akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,
senantiasa taqwa kepada Tuhan, senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa pula tidak lupa
memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat baik kesalahan dalam berpikir, berkata
maupun kesalahan dalam perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama manusia
dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh sehingga tercipta
kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang sesuai.
Manusia senantiasa berhubungan dengan alam lingkungannya dengan maksud untuk
melestarikannya demi tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari
untuk mewujudkan kebahagiaan yang kekal baik di dunia maupun di akhirat kemudian hari.
Merusak alam lingkungan sama artinya merusak kehidupan manusia itu sendiri karena segala
kebutuhan manusia terdapat dalam lingkungan alam itu sendiri, baik binatang maupun tumbuhtumbuhan dan segala sesuatu yang terpendam di dalam alam semesta sebagai ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
Tat Twam Asi
Tat Twam Asi merupan ajaran Hindu yang memandang kesamaan derajat manusia. Twam
Asi dalam kehidupan sehari-hari sehingga kerukunan dapat terwujud. Jika ajaran Tat Twam Asi
ini diterapkan dengan baik, maka dalam penyelesaian konflik akan mencapai sebuah
kerukunan.
12
Lemahnya implementasi Bhagawad Gita bab pertama ini dapat tercermin dalam
kehidupan sehari-hari, salah satu kasus yang dapat dibahas dengan bhagawad gita bab pertama
ini adalah kasus KKN. KKN khususnya nepotisme harus dihentikan. Seorang pemegang jabatan
tidak boleh ragu dalam mengambil keputusan menegakkan kebenaran meskipun yang akan
disanksikan adalah keluarganya sendiri. Keputusan yang salah akan menyebabkan merosotnya
moral dan melunturnya nilai Dharma. Apabila terdapat sebuah keraguan dalam diri seorang
tersebut maka hendaknya orang tersebut mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa (Ida
Sang Hyang Widhi Wasa), layaknya yang dilakukan Arjuna ketika merasa dilema besar saat Sri
Krsna memberikan konsep perang padanya.
Seorang kepala sekolah tidak boleh membiarkan guru (bawahannya) tidak hadir di
sekolah sesukanya meskipun guru tersebut adalah keluarganya. Begitupula seorang yang
melihat terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan Dharma sebagai kewajiban (Para Dharma)
umat Hindu harus berani meluruskan dan menegakkan Dharma kembali.
Salah satu contoh penerapan teori konflik ini adalah kasus hukum mati duo bali nine.
Presiden Joko Widodo dalam menentukan jadi-tidaknya eksekusi duo bali nine ini sangat
berhati-hati dan mempertimbangkan beberapa aspek. Mengingat penegakan Hukum adalah
kewajiban dari warga negara apalagi statusnya sebagai seorang pemimpin negara (Presiden),
Joko Widodo harus berani mengambil keputusan eksekusi bali nine harus benar-benar
dilakukan, namun disisi lain, Australia sebagai negara asal dua terpidana mati duo bali nine
meminta agar warganya tidak dieksekusi. Bahkan dalam usahanya melindungi warga
negaranya, Australia sempat mengancam akan mencabut dubesnya di Indonesia dan menarik
bantuan untuk RI seperti yang ditulis Muhaimin dalam surat kabar online Sindonews (2015).
Presiden sebagai kepala negara harus menjalankan kewajibannya menjaga perdamaian
dan diplomasi dengan negara lain dalam keputusan-keputusannya.
Eksekusi mati tahanan duo bali nine tentunya dapat dikatakan sebagai contoh konflik
yang dialami Presiden Joko Widodo karena harus menegakkan hukum sebagai simbol dari
kebenaran dan juga harus tetap menjaga hubungan yang harmonis dengan negara lain.
Pengimplementasian teori konflik ini dalam kehidupan sehari-hari sangat penting halnya.
Sebelum memutuskan dan melakukan sesuatu, layaknya dipikir dahulu dari berbagai sudut
pandang dan perlu bimbingan dan pencerahan serta ketenangan hati untuk mendapat keputusan
yang baik.
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad-gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Kadjeng, I. N. 1997. SARASAMUSCCAYA. Jakarta: Paramitha Surabaya
Kemendikbud RI. 2013. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti/Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Muhaimin. 2014. Eksekusi Mati, Uji Nyali RI Melawan Tekanan Dunia. Dalam
http://international.sindonews.com/read/994940/45/eksekusi-mati-uji-nyali-ri-melawantekanan-dunia-1430216417. Diakses pada 2 Juni 2015
Winawan, I. W. W. 2002. MATERI SUBSTANSI KAJIAN MATA KULIAH PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
Daftar Pustaka
DOA PENUTUP
Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan
maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.
Doa Penutup
AGAMA HINDU
Pengaruh Tri Guna terhadap Pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam
Meningkatkan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Oleh:
Ni Nyoman Ayu Putri Nadi
1413021012
II A
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu,
PRAKATA
Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Pengaruh Tri Guna terhadap Pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam Meningkatkan
Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. I
Wayan Santyasa, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
membimbing dalam pemberian tugas ini serta semua pihak yang telah membantu penyelesaian
makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga
makalah ini bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
DOA PEMBUKA
PRAKATA ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tri Guna...............................................................................
2.3 Pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam
Meningkatkan
Keyakinan
terhadap
Tuhan
Yang
Maha
Esa...........................................................................................................
Moksa......................................................................................................
17
17
DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agama merupakan suatu cara atau jalan umat manusia untuk meyakini kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1945 menyatakan
bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa (ayat 1) dan Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk Agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut Agamanya dan kepercayaannya itu (ayat 2).
Ajaran
Agama mengatur tentang kewajiban umat untuk menaati perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
Ajaran Agama, khususnya Agama Hindu selalu mengajarkan setiap umatnya untuk
berpikir, berkata, dan berbuat berlandaskan dharma. Namun hal tersebut tidaklah
dilakukan oleh setiap individu, mengingat setiap individu memiliki sifat yang berbeda
satu sama lainnya dan sifat tersebut yang akan menentukan bagaimana sikap individu
tersebut. Alam ini dipengaruhi oleh Tri Gunaya yaitu tiga sifat alam material dan karakter
manusia ditentukan oleh salah satu unsur yang dominan dalam dirinya dari ketiga sifat
tersebut. Unsur Tri Guna yang dominan juga akan mempengaruhi bentuk keyakinan yang
di anut, seperti keyakinan dalam melaksanakan Yadnya dan Tapa. Yadnya dan Tapa
merupakan jalan untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sehingga pelaksanaan Yadnya dan Tapa yang dipengaruhi Tri Guna hendaknya di
laksanakan dengan berlandaskan pada keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pelaksanaan Yadnya dan Tapa tidak didasarkan pada keyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan tidak sesuai dengan ajaran Agama yang di anut, hasilnya tidak akan
berguna baik dalam kehidupan maupun setelah meninggal. Agar hal tersebut tidak terjadi,
maka perlu meningkatkan pengetahuan dan pengamalan tentang ajaran Agama,
khususnya mengenai keyakinan terhadap Tri Guna dan dapat melaksanakan Yadnya dan
Tapa untuk meningkatkan keyakinan terhadap tercapainya moksa. Berdasarkan hal
tersebut maka Yadnya dan Tapa yang di laksanakan akan berguna baik dalam kehidupan
maupun setelah meninggal nanti.
Maka dari itu, penulis membuat makalah ini dengan judul Pengaruh Tri Guna
terhadap Pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam Meningkatkan Keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan diharapkan dapat mengimplementasikan ajaran Agama
dalam kehidupan sehari-hari.
1|Sraddha Traya Vibhaga Yoga
1.2.2
1.2.3
Bagaimana pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanan Yadnya dan Tapa dalam
Meningkatkan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa?
1.2.4
1.3.2
1.3.3 Untuk menjelaskan pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanan Yadnya dan Tapa
dalam Meningkatkan Keyakinan terhadap Tuhan Yang aha Esa.
1.3.4 Untuk menjelaskan implementasi Yadnya dan Tapa sebagai upaya
Meningkatakan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mencapai
Moksa.
1.4 Manfaat penulisan
Berdasarkan tujuan, adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini,
antara lain:
1.4.1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tri Guna
Tri Guna terdiri dari dua kata yaitu Tri dan Guna. Tri berarti tiga, Guna berarti sifat.
Jadi Tri Guna adalah tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia. Adapun bagianbagian Tri Guna yaitu sebagai berikut:
1. Sattvam yaitu sifat kebaikan seperti sifat tenang, suci, bijaksana, cerdas, terang,
tentram, waspada, disiplin, dan sebagainya. Sattvam adalah suatu Prakerti yang
merupakan alam kesenangan yang ringan, yang tenang bercahaya. Kesadaran yang
bersifat ringan yang menimbulkan gerak keatas, angin dan air di udara dan semua
bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan dan sebagainya (Suadnyana,
2015).
2. Rajas yaitu sifat kenafsuan seperti sifat lincah, goncang, tergesa-gesa, bimbang,
dinamis, irihati, congkak, kasa, panas hati, cepat tersinggung, angkuh dan
sebagainya. Rajas menggerakan Sattvam dan Tamas untuk melaksanakan tugasnya.
3. Tamas yaitu sifat kebodohan atau kegelapan seperti sifat pengantuk, gugup, malas,
kumal, suka berbohong dan sebagainya. Tamas adalah unsur yang menyebabkan
seseorang bersifat negatif, sehingga menimbulkan kegelapan, kebodohan dan
mengantarkan dalam kebingungan.
Tiga sifat tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya dan membentuk watak
seseorang. Karakter seseorang ditentukan oleh unsur atau sifat mana yang lebih dominan
di dalam dirinya karena sifat ini alami terlahir dalam diri seseorang, seperti yang
dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut:
Sri-bhagavan uvaca
Tri-vidha bhavati sraddha
Dehinam sa svabhava-ja
Sattviki rajasi caiva
Tamasi ceti tam srnu
(Bhagavad Gita XVII.2)
Artinya, Sri Bhagavan Krsna bersabda: ada tiga jenis keyakinan yang terlahir dari sifatsifat alami setiap insan manusia, yaitu keyakinan dalam sifat kebaikan, keyakinan dalam
sifat kenafsuan, dan keyakinan di dalam sifat kebodohan. Dengarkanlah penjelasan
tentang semua itu (dari-Ku, wahai Arjuna).
3|Sraddha Traya Vibhaga Yoga
sattvanurupa sarvasya
sraddha bhavati bharata
sraddha-mayo yam puruso
yo yac-chraddhah sa eva sah
(Bhagavad Gita XVII.3)
Artinya, Wahai Arjuna, setiap orang mempunyai keyakinan yang secara alami berasal
dari dalam hati terdalamnya. Orang ini akan memegang keyainannya dengan sangat kuat.
Oleh karena itu, bagaimana keyakinannya maka seperti itulah orangnya.
Berdasarkan hal tersebut, hendaknya Sattvam, Rajas dan Tamas terjalin dengan
harmonis, sehingga seseorang akan dapat mengendalikan diri dengan baik. Hubungan
antara ketiga sifat ini akan terus bergerak bagaikan roda yang sedang berputar silih
berganti, saling ingin menguasai sifat yang lain selama manusia hidup, sehingga untuk
mengendalikan sikap yang tidak sesuai dengan ajaran Agama, maka perlu
meningkatkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.2 Pengertian Yadnya dan Tapa
Yadnya dan Tapa adalah ajaran Agama Hindu yang merupakan jalan untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Keyakinan akan tercapainya moksa dapat diwujudkan dengan
melaksanakan Yadnya dan Tapa yang berlandaskan dharma agar Yadnya dan Tapa yang
dilakukan berguna.
Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta Yajna dari akar kata Yaj yang artinya
memuja, mempersembahkan atau korban suci, jadi Yadnya adalah korban suci yang
dilaksanakan dengan hati yang tulus ikhlas..
Tapa artinya panas. Panas adalah bentuk kesempurnaan spiritual ialah panas yang
dihasilkan oleh pengendalian diri yang bisa membakar noda-noda dosa dan keserakahan
(Cudamani, 1987). Tapa
mencari harta duniawi, serta berkeyakinan yang besar terhadap Tuhan. Petapa Hindu
disebut sanyasin, sadu, atau swmi, sedangkan yang wanita disebut sanysini.
2.3 Pengaruh Tri Guna terhadap pelaksanan Yadnya dan Tapa dalam Meningkatkan
Keyakinan terhadap Tuhan Yang maha Esa.
Tiga sifat Tri Guna mempengaruhi tingkah laku seseorang yang selanjutnya
berpengaruh terhadap pelaksanaan Yadnya dan Tapa. Keyakinan tiap-tiap individu
tergantung pada sifatnya yang dipengaruhi fifat Tri Guna (Winawan, 2002). Sifat
Sattvam yang dominan yang menguasai pikiran, orang itu akan menjadi pribadi yang
4|Sraddha Traya Vibhaga Yoga
bijaksan, tahu benar dan salah, hormat dan sopan, lurus hati dan kasih sayang, serta tidak
mementingkan diri sendiri. Segala pikiran, perkataan, dan perilakunya mencerminkan
kebijaksanaan dan kebajikan. Seperti tindakan Sang Yudistira dan Sang Krishna dalam
cerita Mahabharata, dan tindakan Sang Rama dan Wibhisana dalam cerita Ramayana.
Sifat Rajas yang dominan menguasai pikiran, orang akan memiliki pribadi yang keras
kasar, cepat marah, mengagungkan diri sendiri, kurang belas kasihan, egois, dan
menyakiti hati. Sifat Tamas yang dominan menguasai pikiran, orang akan memiliki
pribadi yang malas, pengotor, suka makan, suka tidur, dungu, dan iri hati. Ketiga guna
inilah yang menyebabkan manusia memiliki keinginan yang akan menimbulkan gerak.
Orang yang tidak memiliki ketiga guna ini sama dengan batu, tidak akan punya aktifitas.
Bila Sattvam bertemu dengan rajas, maka terang bercahaya pikirannya, yang akan
menghantarkan atma menuju sorga. Bila Sattvam, Rajas, dan Tamas seimbang
menguasai pikiran, maka atma akan lahir kembali menjadi manusia. Sifat Tamas harus
dibangunkan oleh Rajas, karena hanya Rajas yang mampu memaksakan Tamas, lalu
Sattvam yang membangunkan Rajas dan menundukkan Rajas (Cudamani, 1987). Tri
Guna juga mempengaruhi kesukaan seseorang, seperti kesukaan terhadap makanan.
Makanan yang disukai mencerminkan sifat yang menguasai orang tersebut, sehingga
terdapat tiga jenis makanan, seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Githa, sebagai
berikut:
ayuh-sattva-balarogya
sukha-priti-vivardhanah
rasyah snigdhah sthira hrdya
aharah sattvika-priyah
(Bhagavadgitha XVII.8)
Artinya, Makanan-makanan yang membantu memperpanjang usia hidup, menambah
vitalitas, kekuatan, kesehatan, kesenangan dan kepuasan, dan juga lezat, tidak kering,
bergizi dan menyenangkan hati adalah jenis makanan yang disukai oleh mereka yang
berada dalam sifat kebaikan.
katv-amla-lavanaty-usna
tiksna-ruksa-vidhahinah
ahararajasasyesta
duhkha-sokamaya-pradah
(Bhagavad Gita XVII.9)
5|Sraddha Traya Vibhaga Yoga
Artinya, Makanan-makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, sangat panas,
terlalu pedas, terlalu kering, serta makanan yang dengan bumbu yang menyengat adalah
makanan yang disukai oleh orang-orang yang berada dalam sifat kenafsuan, yang
memberikan kedukaan, kesedihan dan timbulnya berbagai jenis penyakit (di dalam
badan).
yata-yamam gata-rasam
puti paryusitam ca yat
ucchistam api camedhyam
bhojanam tamasa-priyam
(Bhagavad Gita XVII.10)
Artinya, Makanan yang masuk terlalu lama, hambar rasa, basi, busuk, sisa dimakan
orang lain, dan makanan yang (tidak bersih dan) tidak suci, adalah jenis makanan yang
dissukai oleh mereka yang berada didalam sifat kegelapan.
Berdasarkan hal tersebut, hendaknya kita mengkonsumsi makanan yang menyehatkan
dan dibenarkan berdasarkan ajaran Agama, bukan mengkonsumsi makanan seperti orang
yang sedang berada dalam sifat kenafsuan dan kebodohan atau kegelapan.
Tri Guna memiliki pengaruh besar dalam pelaksanaan Yadnya dan Tapa. Yadnya
dan Tapa atau pemujaan yang dilakukan oleh orang yang memiliki sifat Sattvam atau
sifat kebaikan, maka akan menyembah para dewa. Yadnya dan Tapa yang dilakukan oleh
orang yang memiliki sifat rajas akan memuja para raksasa dan jauh dari kebenaran,
seperti yang dijelaskan dalam Bhagawad Githa sebagai berikut:
Yajante sattvika devan
Yaksa-raksamsi rajasah
Pretan bhuta-ganams canye
Yajante tamasa janah
(Bhagavad Gita XVII.4)
Artinya, Orang-orang yang berada dalam sifat kebaikan menyembah para dewa, orangorang yang berada dalam sifat kenafsuan menyembah para yaksa dan raksasa, dan orangorang yang berada dalam sifat kebodohan menyembah arwah-arwah orang yang sudah
meninggal yang gentayangan dan para hantu.
Pemujaaan yang dilakukan terhadap para raksasa dan arwah-arwah yang gentayangan
terjadi karena orang tersebut tidak memiliki kesadaran akan kebaikan atau kebenaran
sesuai dengan ajaran Agama.
oleh umat
beragama karena dengan Yadnya dapat meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang
Mahaa Esa. Berdasarkan hal tersebut diharapkan mampu untuk mengendalikan sifat-sifat
buruk Rajas dan Tamas yang merugikan. Yadnya yang dilakukan oleh seseorang yang
dikuasai oleh sifat Sattvam cenderung akan melakukan yadnya yang tulus ikhlas tanpa
mengharapkan imbalan, seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut:
aphalakanksibhir yajno
vidhi-drsto ya ijyate
yastavyam eveti manah
samadhaya sa sattvikah
(Bhagavad Gita XVII.11)
Artinya, Persembahan korban suci yang dilakukan oleh mereka yang sudah tidak
menginginkan hasil dari persembahan korban suci yang dilakukan, persembahan korban
suci yang dilakukan sesuai dengan aturan-peraturan kitab-kitab suci, yang dilakukn
setelah memantapkan dalam hati bahwa persembahan korban suci yang dilakukan adalah
sebuah kewajiban yang harus dilakukan, persembahan korban suci seperti itu adalah
korban suci dalam sifat kebaikan.
Yadnya yang dilakukan karena pengaruh Rajas yang dominan cenderung akan
mengharapkan imbalan karena pengaruh keinginan atau kenafsuan yang besar tehadapp
hasil-hasil dari yadnya yang dilakukan dan karena dalam diri seseorang tersebut tidak
mecerminkan sifat Sattvam, seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai
berikut:
abhisandhaya tu phalam
dambhartham api caiva yat
ijyate bharata-srestha
tam yajnam viddhi rajasam
(Bhagavad Gita XVII.12)
Artinya, Akan tetapi, persembahan korban suci yng dilakukan dengan keinginan untuk
mendapatkan hasil-hasil duniawi, atau dilakukan demi memperlihatkan kebanggaan,
wahai Arjuna, ketahuilah baahwa persembahan korban suci seperti itu adalah korban suci
dalam sifat kenafsuan.
Yadnya yang dipengaruhi oleh sifat Tamas adalah Yadnya yang dilakukaan oleh
orang yang sedang berada dalam kebodohan atau dalam pengaruh kegelapan. Keyakinan
terhadap Tuhan sudah di kalahkan oleh sifat kegelapan. Seperti yang dijelaskan dalam
Bhagavad Gita, sebagai berikut:
vidhi-hinam asrstannaam
mantra-hinam adaksinam
sraddha-virahitam yajnam
tamasam paricaksate
(Bhagavad Gita XVII.13)
Artinya, Persembahn korban suci yang dilakukan tanpa mematuhi aturan-peraturan yang
ditetapkan oleh kitab-kitab suci tanpa membagikan makanan, tanpa mengucapkan
mantra-mantra Veda, tanpa memberikan sumbangan kepada para pendeta yaang
melaksanakan upacara korban suci, dan yang dilakukannya tanpa keyakinan,
persembahaan korban suci seperti itu adalah korban suci dalam sifat kebodohan.
Yadnya memberi kebahagiaan, mengakhiri sifat pamrih dan kebiasaan kikir jika
Yadnya dilaksanakan sesuai dengan Ajaran Agama, maka sifat-sifat mulia akan tertanam
dalam diri dan mampu mengamalkan dalam kehidupan. Yadnya yang dilakukan
hendaknya tanpa keragu-raguan, sehingga Yadnya yang dilakukan dapat terwujud
dengan maksimal.
Tapa adalah pengendalian diri yang bisa membakar noda-noda dosa dan keserakahan
yang juga dalam pelaksanaannya dipengaruhi oleh Tri Guna. Pengendalian diri tersebut
meliputi pengendalian diri terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan. Pengendalian diri
berawal dari pengendalian pikiran agar tidak berfikir yang kotor
karena melalui
Artinya, Melakukan pemujaan sepantasnya kepada para dewa, para brahmana, guru
spiritual (bapak, ibu), menjaga kebersihan, kesederhanaan, berpantang hubungan seksual,
dan tidak melakukan kekerasan, (semua ini) dikatakan sebagai pertapaan badan.
Yadnya dan Tapa yang dilakukan hendaknya berlandaskan akan keyakinan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sehingga dengan melakukan Yadnya dan Tapa tujuan untuk
mencapai moksa yaitu tujuan tertinggi umat Hindu. Pencapaian moksa yang tak lepas
dari kata Om tat sat seperti yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita sebagai berikut:
om tat sad iti nirdeso
brahmanas tri-vidhah smrtah
brahmanas tena vedas ca
yajnas ca vihitah pura
(Bhagavad Gita XVII.23)
Artinya, Om tat sat, dari tiga susunan kata keramat yang menunjukkan Tuhan Yang
Mahakuasa, dari ketiga susunan kata keramat tersebut terdahulu kala pada awal
penciptaan alam semesta Tuhan menciptakan kitab suci Veda, para Brahmana dan
berbagai jenis korban suci.
Pemujaan yang dilakukan dengan melaksanakan Yadnya dan Tapa secara tulus ikhlas
dan mengakui keberadaan Tuhan, niscaya akan menghantarkan manusia pada tujuan
hidup yaitu Moksa.
2.4 Implementasi Yadnya dan Tapa sebagai Upaya Meningkatakan Keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Mencapai Moksa
Meningkatkan Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan mencapai tujuan hidup
yaitu Moksa diperlukan pelaksanaan Yadnya dan Tapa dalam kehidupan sehari-hari yang
berlandaskan dengan Ajaran Agama.
Implementasi Yadnya dan Tapa sebagai upaya meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan mencapai Moksa adalah:
2.4.1 Tri sandhya
Tri Sandhya merupakan doa yang harus dipanjatkan setiap hari oleh umat Hindu.
Tri Sandhya wajib dilaksanakan tiga kali sehari. Mantram Tri Sandhya terdiri dari
enam bait. Tri sandhya merupakan Yadnya dan Tapa karena Tri Sandhya
merupakan sembah atau pemujaan yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai perwujudan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan dalam
melaksanakan Tri Sandhya memerlukan pengendalian diri yang berupa pemusatan
pikiran yang merupakan Tapa. Berdasarkan hal tersebut maka sebagai umat
9|Sraddha Traya Vibhaga Yoga
Karma
merupakan
Yadnya
yang
dilakukan
berdasarkan
waktu
pelaksanaanya. Nitya Karma juga di sebut Yadnya Sesa (Arwati, 2003) yaitu
Yadnya yang dilakukan setiap hari, contohnya mebanten saiban. Yadnya yang
dilakukan hendaknya dengan hati yang tulus ikhlas yaitu sebagai pengaruh Guna
Sattvam dalam diri. Nitya Karma sangat penting untuk dilaksanakan karena
merupakan ucapan rasa syukur terhadap apa yang telah diperoleh sehingga wajib
untuk dilaksanakan setiap hari. Berdasarkan hal tersebut, dengan melaksanakan
nitya karma niscaya dapat mencapai tujuan hidup umat Hindu yaitu Moksa.
2.4.3 Naimitika karma
Naimitika Kharma merupakan Yadnya yang dilakukan berdasarkan waktu
pelaksanaanya selain Nitya Karma. Naimitika Karma merupakan Yadnya yang
dilakukan berdasarkan desa, kala, patra antara lain pelaksananna pada saat puja
wali (Padjaja & Luh Asli, 2009). Pada saat hari raya tertentu, umat Hindu
melakukan pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan hati yang tulus ikhlas,
niscaya tujuan hidup Moksa dapat tercapai.
2.4.4 Panca yadnya
Panca yadnya terdiri dari dua kata yaitu Panca dan Yadnya. Panca berarti lima dan
Yadnya berarti pengorbanan suci. Jadi Panca Yadnya adalah lima pengorbanan
suci yang dilakukan dengan hati yang tulus ikhlas. Adapun bagian Panca Yadnya
yaitu:
1. Manusa Yadnya adalah upacara persembahan suci yang tulus ikhlas dalam
rangka pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual terhadap
seseorang sejak terwujudnya jasmani di dalam kandungan sampai akhir
kehidupan.
2. Bhuta Yadnya yaitu Yadnya yang ditujukan kepada para Bhuta, seperti upacara
tawur kesanga untuk dipersembahkan kepada para bhuta yang tujuannya untuk
menjalin hubungan yang harmonis dengan Bhuta Kala dan memanfaatkan daya
gunanya.
3. Pitra Yadnya yaitu Yadnya yang ditujukan kepada para leluhur dengan tujuan
untuk penyucian dan meralina ( kremasi) serta penghormatan terhadap orang
yang telah meninggal menurut ajaran Agama Hindu, seperti upacara Ngaben.
10 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a
4. Dewa Yadnya yaitu Yadnya yang ditujukan kehadapan Tuhan dan sinar-sinar
suci-Nya yang disebut Dewa-Dewi. Salah satu dari Upacara Dewa Yadnya
seperti Upacara Hari Raya Saraswati yaitu upacara suci yang dilaksanakan oleh
umat Hindu untuk memperingati turunnya Ilmu Pengetahuan yang dilaksanakan
setiap 210 hari yaitu pada hari Sabtu, yang dalam kalender Bali disebut
Saniscara Umanis wuku Watugunung, pemujaan ditujukan kehadapan Tuhan
sebagai sumber Ilmu Pengetahuan
5. Rsi Yadnya yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas sebagai
penghormatan serta pemujaan kepada para Rsi yang telah memberi tuntunan
hidup untuk menuju kebahagiaan lahir-bathin di dunia dan akhirat.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu mengamalkan ajaran Panca Yadnya dengan
hati yang tulus ikhlas, karena panca Yadnya mencerminkan keyakinan terhadap
Kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan mengamalkan ajaran panca
yadnya dalam kehidupan niscaya kesempurnaan hidup yaitu Moksa dapat tercapai.
2.4.5 Catur Marga
Catur marga terdiri dari dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti empat dan
marga berarti jalan. Jadi Catur Marga berarti empat jalan untuk mencapai Moksa.
Bagian-bagian Catur Marga antara lain :
1.
2.
Karma Marga yaitu mengamalkan ajaran agama dengan berbuat Dharma atau
kebajikan seperti mendirkan tempat suci (pura) dan merawatnya, menolong
orang yang kesusahan, melaksanakan kewajiban sebagai anggota keluarga/
anggota masyarakat dan berbagai kegiatan sosial (subhakarma) lainnya yang
dilandasi dengan ikhlas dan rasa tanggung jawab. Itulah pengamalan agama
dengan kerja (karma).
3.
4.
Berdasarkan hal tersebut maka catur marga sangat penting untuk dilaksanakan
dalam kehidupan sehari-hari karena melaui catur marga akan dapat beryadnya
sesuai dengan jalan yang dibenarkan berdasarkan ajaran agama. Ajaran Catur
marga yoga yang dilaksanakan, maka kesempurnaan hidup yaitu Moksa
niscaya bisa tercapai.
2.4.6 Tri Kaya Parisudha
Kata Tri Kaya Parisudha terdiri dari tiga kata yaitu tri artinya tiga, kaya artinya
perilaku, parisudha artinya semuanya suci. Sehingga Tri Kaya Parisudha dapat
diartikan sebagai perilaku yang suci. Adapun bagian-bagian Tri Kaya Parisudha
adalah:
1.
2.
3.
2.4.7 Punarbhawa
Punarbhawa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya kelahiran yang
berulang-ulang. Ditinjau dari katanya Punar berarti musnah atau hilang,
sedangkan bhawa berarti tumbuh atau lahir jadi punarbhawa berarti lahir
berulang-ulang/reinkarnasi/penitisan kembali samsara. Kelahiran ini disebabkan
oleh karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembatasan dari samsara
tergantung dari perbuatan baik kita di masa lampau (atita), yang akan datang
(nagata) dan yang sekarang (wartamana). Adapun Punarbhawa tersebut
merupakan suatu penderitaan yang diakibatkan oleh karma wesana dari
12 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a
menempatkan dirinya sebagai pemberi bukan penerima. Jika kita dengan penuh
kesadaran cinta dan kasih kepada Tuhan maka kebenaran yaitu kemahakuasaan
Tuhan akan datang karena daya penggerak atau cinta kasih-Nya. Jadi dari uraian
tersebut maka dapat dipahami bahwa Cinta Kasih adalah perasaan rindu, sayang
yang patut dibina dengan penuh kesadaran tanpa keterikatan. Cinta kasih
merupakan Yadnya yang tulus ikhlas yang merupakan pengaruh guna Sattwa,
sehingga dengan mengamalkan sikap cinta kasih maka niscaya tujuan hidup
untuk mencapai Moksa dapat tercapai.
2.4.10 Karma Phala
Karma Phala terdiri dari kata Karma yang berarti perbuatan, dan Phala yang
berarti hasil. Jadi Karma phala adalah hasil perbuatan. Karma phala merupakan
suatu hukum sebab akibat umat Hindu. Umat Hindu sangat meyakini akan
kebenaran hukum ini. Apapun yang dilakukan sengaja maupun tidak sengaja akan
menimbulkan dampak. Segala sebab yang berupa perbuatan akan membawa
akibat hasil perbuatan. Segala karma (perbuatan) akan mengakibatkan karma
phala (hasil atau phala perbuatan). Ini merupakan dalil yang logis, yaitu setiap
sebab pasti menimbulkan akibat dan setiap akibat yang ada pasti ada
penyebabnya.
Perbuatan yang baik mencerminkan seseorang yang mampu mengendalikan
pengaruh buruk Tri Guna dan berusaha untuk selalu mengamalkan pengaruh baik
Tri Guna.
melakukan
Yadnya
yang
bersumber
dari
kebenaran
Ajaran
Agama.
Melaksanakan Yadnya yang benar, maka akan menghasilkan pahala yang baik
pula. Mengamalkan ajaran Karma Phala, maka niscaya tujuan hidup yaitu Moksa
dapat tercapai.
2.4.11 Susila
Susila merupakan salah satu bagian dari Tiga Kerangka Agama Hindu. Susila
berarti perilaku atau tingkah laku yang baik. Setiap perbuatan yang dilaksanakan
harus berlandaskan akan dharma, karena dengan berlandaskan dharma perbuatan
yang dilakukan akan berdampak positif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Orang yang mampu mengamalkan ajaran susila berarti telah mampu
mengendalikan diri dari perbuatan buruk, berarti telah melaksanakan Yadnya dan
Tapa berlandaskan Dharma, maka kesempurnaan hidup yaitu Moksa akan
tercapai.
14 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a
2.4.12 Swadhaya, mempelajari kitab-kitab suci, kitab suci menuntun untuk hidup suci
dan tentram, Swadhaya membimbing orang memiliki kearifan yang merupakan
pengaruh guna sattwam sehingga seorang dapat membedakan mana perbuatan
yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Berdasarkan hal tersebut maka dalam
pelaksanaan Yadnya dan Tapa yang sudah dilandaskan dengan Ajaran Agama,
maka niscaya tujuan hidup yaitu Moksa dapat tercapai.
2.4.13 Yoga
Yoga dalam
menguasai diri. Ajaran ini merupakan suatu sistem latihan dengan penuh
kesungguhan untuk membersihkan, mempertinggi dan memperdalam nilai-nilai
kerohanian dalam mendekatkan diri dengan Tuhan (Brahman), sehingga cara itu
segala konsentrasi selalu tertuju kepada-Nya. Yoga merupakan sistem Ajaran
gaib yang diperkembangkan Hinduisme dengan maksud membebaskan orang dari
dunia khayalan seperti yang dipahami dengan panca indera. Pembebasan ini sukar
dan mungkin memerlukan beberapa kali umur hidup. Yogi (penganut yoga) yang
percaya akan pantheisme (kepercayaan bahwa dunia dengan segala isinya adalah
Tuhan) mencari persatuan dengan jiwa seluruh alam dunia. Penganut yoga yang
atheis (tidak mengakui adanya Tuhan) mencari perasingan yang sempurna dari
segala jiwa-jiwa lainnya dan pengetahuan diri sendiri yang sempurna. Kemuliaan
terakhir yang dicari ialah kemuliaan penerangan sempurna. Para penganut Yoga
memakai disiplin jasmani untuk mencapai itu: penyucian, kebersihan, samadi dan
latihan. Berdasarkan uraian diatas maka yoga angat penting untuk dilakukan.
Tapa yang dilakukan melalui Yoga, maka niscaya tujuan hidup yaitu Moksa dapat
tercapai.
2.4.14 Catur bratha penyepian
Catur Brata Penyepian (empat jenis pantangan) yang tidak boleh dilaksanakan
pada saat hari raya Nyepi. Adapun bagian Catur Bratha Penyepian yakni:
1. Amati Geni (tidak memasak dan tidak menggunakan api untuk memasak atau
menerangi).
2. Amati Karya (tidak boleh bekerja).
3. Amati Lelungaan (tidak boleh berpergian/meninggalkan rumah).
4. Amati Lelanguan (tidak boleh menikmati hiburan atau kesenangan duniawi).
Ajaran Catur bratha penyepian mengajarkan agar umat Hindu agar mampu
mengendalikan diri dan tidak melanggar pantangan yang ada. Mengamalkan
15 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a
ajaran Catur bratha penyepian berarti juga telah melaksanakan Tapa dan
mengendalikan guna rajas dan tamas. Tapa yang dilakukan berdasarkan Ajaran
Agama yang niscaya akan dapat mencapai tujuan hidup manusia yaitu Moksa.
2.4.15 Tri Parartha terdiri dari dua kata yaitu Tri dan Parartha. Tri berarti tiga dan
Parartha berarti kesempurnaan, kebahagiaan. Jadi, Tri Parartha berarti tiga
perihal atau tiga hal yang menyebabkan terwujudnya kesempurnaan, kebahagian,
keselamatan, dan kebahagian orang lain. Ajaran Asih menanamkan rasa welas
asih dan kasih sayang kepada makhluk ciptaan Tuhan, Punia menanamkan sikap
yang tulus ikhlas tanpa mengaharapkan imbalan terhadap Yadnya yang
dilakukan. Bhakti yaitu dengan memuja Tuhan Yang Mahaa Esa sperti halnya Tri
Sandhya. Berdasaran hal tersebut maka pengamalan Ajaran Tri Parartha sangat
penting dei tercapinya kesempurnaan hidup ysitu Moksa.
2.4.16 Catur Paramitha terdiri dari dua kata, yaitu Catur dan Paramitha. Catur berarti
empat, dan Paramitha berarti perbuatan yang mulia. Jadi, Catur Paramitha
merupakan empat perbuatan yang mulia dan luhur untuk mencapai kesempurnaan
hidup. Ajaran Catur Paramitha terdiri dari Maitri, Karuna, Muditha, dan Upeksa.
Maitri berarti suka bersahabat. Ajaran Maitri mengajarkan untuk selalu bersikap
tidak membeda-bedakan orang lain, menghindari kebencian, menjunjung sikap
kekeluargaan, dan selalu ingin menyenangkan orang lain. Karuna berarti suka
menolong. Ajaran Karuna mengajarkan untuk selalu bersikap welas asih, suka
membantu, suka memaafkan, dan bisa berbagi dengan orang lain. Muditha berarti
simpatik atau toleransi. Ajaran Muditha mengajarkan untuk selalu menjaga
perasaan orang lain, selalu simpati terhadap orang lain, dan peduli terhadap
kesusahan orang lain. Dan ajaran terakhir dari Catur Paramitha yaitu Upeksa
yang berarti tidak suka mencampuri urusan orang lain. Ajaran Upeksa
mengajarkan untuk selalu bijaksana dalam melihat suatu permasalahan, tidak
suka mencampuri urusan orang lain, dan tidak suka memfitnah orang lain.
Berdasarkan hal tersebut, sangat penting pengamalan Ajaran Catur Paramitha
karena merupakan pengamalan Ajaran Yadnya dan juga Tapa. Pengamalan
Ajaran Catur Paramitha niscaya akan membawa umat Hindu mencapai tujuan
hidup yaitu Moksa.
16 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1
Tri Guna adalah tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia, yang
terdiri dari Guna Sattvam, Rajas, dan Tamas
3.1.2
Yadnya adalah korban suci yang dilaksanakan dengan hati yang tulus ikhlas.
Tapa adalah pengendalian diri yang bisa membakar noda-noda dosa dan
keserakahan.
3.1.3
Tri Guna memberi pengaruh yang besar terhadap pelaksanaan Yadnya dan
Tapa. Yadnya dan Tapa yang dilakukan dibawah pengaruh Guna Sattvam
akan dilakukan didasarkan rasa yang tulus ikhlas tanpa mengharapkan
imbalan. Yadnyadan Tapa yang dilakukan dibawah pengaruh Guna Rajas akan
dilakukan didasarkan atas kenafsuan dan masih menginginkan adanya hasil
atau imbalan. Yadnya dan Tapa yang dilakukan dibawah pengaruh Guna
Tamas akan dilakukan didasarkan fifat kebodohan yaitu Yadnya yang
dilakukan tidak sesuai dengan Ajaran Agama yaitu di pengaruhi sifat
kegelapan. Yadnya dan Tapa yang dilakukan hendaknya tak lepas dari
pengamalan kata Om tat sat yang mengakui keberadaan Tuhan Yang Maha
Esa dan mencapai tujuan hidup teringgi yaitu Moksa.
3.1.4
3.2 Saran
Sebagai umat beragama Hindu hendaknya wajib melaksanakan Yadnya dan Tapa
sesuai dengan Ajaran Agama dan dilaksanakan dengan hati yang tulus ikhlas dan
mengendalikan sifat Tri Guna yang memberi pengaruh buruk terhadap pelaksanaan
Yadnya dan Tapa tersebut.
17 | S r a d d h a T r a y a V i b h a g a Y o g a
DAFTAR PUSTAKA
Arwati, sri. 2003. Banten saiban dan segehan. Denpasar: Pt usada sastra.
Cumadani. 1987. Pengantar Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Wisma Karma
Darmayasa, 2014. Bhagawad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar Yayasan Dharma
Sthapanam.
Padjaja, Tjok Rai & Luh Asli. 2009. Pendidikan Agma Hindu. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Suadnyana,
Gus.
2015.
Darsana.
http://www.academia.edu/4366348/DAR%C5%9AANA.
Tersedia
pada
2015.
Winawan. 2002. Materi Substansi Kajian Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas
DOA PENUTUP
Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan
maha gaib.
Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.
AGAMA HINDU
KARMA YOGA SEBAGAI LANDASAN DALAM
BERPRILAKU DAN BERYADNYA
DOSEN PENGAMPU:
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.
DISUSUN OLEH:
I Kadek Arisujarnata
(1413021013)
SEMESTER II KELAS A
DOA PEMBUKA
Om Saraswati Gumelar Ya Namah Swaha
Tasmajjatam Brahmanam Brahma Iyestham Dewasca Sarwe Amrttna Sakama
Artinya:
Ya Tuhan, Murid-Mu hadir dihadapan-Mu, Oh Brahman yang berselimutkan
kesaktian dan berdiri sebagai pertama. Tuhan, anugrahkanlah pengetahuan dan
pikiran yang terang. Brahman yang Agung setiap makhluk hanya dapat bersinar
berkat cahaya-Mu yang senantiasa memancar.
PRAKATA
Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Yang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Karma Yoga Sebagai Landasan dalam Berprilaku dan Beryadnya tepat pada
waktunya.
Penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan, serta dorongan
dari banyak pihak. Untuk itulah dengan penuh rasa hormat penulis ucapkan terima kasih kepada
Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan
dalam merapungkan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga semua pikiran yang baik datang dari segala penjuru.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Penulis.
ii
DAFTAR ISI
COVER
DOA PEMBUKA
PRAKATA..
DAFTAR ISI...
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan.
1.4. Manfaat Penulisan................
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karma Yoga..
2.2 Hakikat dan Keterkaitan Karma Yoga Dipandang Berdasarkan
Tingkah Laku..
2.3 Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan Suci (Yajna)...
2.4 Implementasi Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Dipandang Berdasarkan
Tingkah Laku..
2.5 Implementasi Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan
Suci (Yajna)
BAB III. PENUTUP
3.1 Simpulan.
3.2 Saran...................
i
ii
iii
1
2
2
3
4
5
8
11
16
19
20
DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Agama merupakan suatu kepercayaan yang dianut dan dipercayai oleh umat
pemeluk agama itu sendiri. Setiap orang harus percaya dan meyakini kebenaran ajaran agama
yang bersumber dari Tuhan. Semua makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha
Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, manusia merupakan makhluk termulia dan teristimewa,
karena manusia memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lainnya yaitu
pikiran. Agama Hindu berpikir, berkata dan berbuat termasuk dalam konsep Tri Pramana,
yang terdiri dari Bayu, Sabda , Idep. Manusia memiliki ketiganya. Pikiran ini hanya dimiliki
oleh manusia yang telah dibekali sejak dilahirkan. Inilah keistimewaan lahir menjadi
manusia, karena manusia memiliki pikiran maka diharapkan manusia mempunyai wiweka
mampu membedakan mana yang baik dan buruk dan dengan pikiran atau akal budinya
manusia dapat berbuat baik maupun berbuat buruk sesuai dengan keadaan manusia tersebut,
serta manusia dapat mengurangi perbuatan buruknya dengan memperbanyak perbuatan baik
yang telah diajarkan oleh sastra Agama Hindu.
Terkait dalam perilaku yang mencerminkan etika, maka dalam melaksanakan
perbuatan setiap hari janganlah terlalu memperhatikan dari segi pahalanya. Terkadang tanpa
dipungkiri bahwa setiap bertindak maka di pikiran terlintas bahwa harus berbuat baik agar
tidak dosa dan mendapat pahala. Tentunya hal ini masih memperlihatkan bahwa kita masih
diliputi perasaan pamrih, sebaiknya kita berbuat untuk yadnya. Karma Marga/Yoga Karma
adalah Jalan untuk mencapai kesatuan atman dan Brahman melalui kerja atau perbuatan
tanpa ikatan terhadap hasil, tanpa pamrih, tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan
pengorbanan. Hal ini sesuai dengan pembahasan di dalam Bhagavad Gita mengenai Karma
Yoga yang membahas perilaku benar yang dilakukan tanpa pamrih dan tanpa
memperhitungkan pahala yang didaptkat setelah melalukan pekerjaan tersebut.
Tetapi dewasa ini orang-orang tidak dapat mengamalkan ajaran perilaku yang
baik dan benar yang sesuai dengan isi kitab suci Bhagavad Gita, hal ini akibat dari
perkembangan teknologi dan informasi serta pengaruh-pengaruh budaya barat yang dapat
dengan mudahnya masuk ke dalam budaya kita. Berdasarkan hal tersebut perlu adanya dasar
1
agama yang kuat agar ajaran agama dalam kitab suci tersebut, bukan hanya dipelajari saja
namun juga harus diimplementasikan sesuai dengan waktu, situasi dan tempatnya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga tercipta suatu kebahagiaan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu adanya inisiatif untuk mengangkat suatu
makalah dengan judul Karma Yoga Sebagai Landasan dalam Berprilaku dan Beryadnya
sebagai motivasi dalam melaksanakan segala tugas dan kewajiban yang ada dalam kehidupan
manusia.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini yaitu sebagai berikut.
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan Karma Yoga?
1.2.2 Bagaimana hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang berdasarkan tingkah
laku?
1.2.3 Bagaimana hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui pengorbanan suci (Yajna)?
1.2.4 Bagimana implementasi hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang berdasarkan
tingkah laku?
1.2.5 Bagimana implementasi hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui pengorbanan
suci (Yajna)?
1.3.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk menjelaskan pengertian Karma Yoga.
1.3.2 Untuk menjelaskan hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang berdasarkan
tingkah laku.
1.3.3 Untuk menjelaskan hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui pengorbanan suci
(Yajna).
1.3.4 Untuk menjelaskan implementasi hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang
berdasarkan tingkah laku.
1.3.5 Untuk menjelaskan implementasi hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui
pengorbanan suci (Yajna).
1.4.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Memperoleh pengetahuan mengenai pengertian Karma Yoga.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan mengenai hakikat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang
berdasarkan tingkah laku.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan mengenai hakikat dan keterkaitan Karma Yoga melalui
pengorbanan suci (Yajna).
1.4.4 Memperoleh pengetahuan mengenai implementasi hakikat dan keterkaitan Karma
Yoga dipandang berdasarkan tingkah laku.
1.4.5 Memperoleh pengetahuan mengenai implementasi hakikat dan keterkaitan Karma
Yoga melalui pengorbanan suci (Yajna).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karma Yoga
Kata Karma berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu Kri yang berarti Berbuat ;
segala perbuatan ialah karma. Istilah tersebut jiga memiliki arti akibat dari perbuatan.
Diartikan secara batiniah kata karma tersebut bermaksud : apa yang terjadi sekarang
adalah sebab dari perbuatan-perbuatan dimasa lampau. Namun dalam Karma Yoga ini
dimaksudkan kata Karma berarti Bekerja (Murti, 1991).
Karma Marga/Yoga Karma adalah Jalan untuk mencapai kesatuan atman dan
Brahman melalui kerja atau perbuatan tanpa ikatan terhadap hasil, tanpa pamrih, tulus
dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan pengorbanan (Paduarsana, 2012).
Karma Yoga adalah salah satu macam yoga dalam agama Hindu. Filsafat dan
penjelasan mengenai Yoga ini diuraikan pada bab ketiga dalam kitab Bhagavad Gita,
yaitu bab Karma Yoga. Bab tersebut terdiri dari 43 sloka, berisi kotbah Kresna kepada
Arjuna yang menguraikan filsafat Hindu mengenai karma (perbuatan; kewajiban) dan
phala (hasil; buah). Bab ini merupakan lanjutan dari bab dua, yaitu tentangSamkhya
Yoga. Dalam Bhagawad Gita diceritakan bahwa Arjuna bingung dengan uraian Kresna
sebelumnya (dalam bab kedua, mengenai roh dan kematian) (Wikipedia, 2015). Dalam
bab III sloka pertama dan kedua, Arjuna berkata:
Arjuna uvaca
jyayasi cet karmanas te
mata buddhir janardana
tat kim karmani ghore mam
niyojayasi kesava.
(Bhagavad Gita III sloka 1)
Arjuna berkata, Wahai Krsna, jika Anda berpendapat bahwa kecerdasan lebih baik
daripada pekerjaan, lalu wahai Kesava, mengapa Anda menginginkan hamba menjadi
sibuk dalam perbuatan yang mengerikan ini?
Vyamisreneva vakyena
buddhim mohayasiva me
tad ekam vada niscitya
yena sreyoham apnuyam.
(Bhagavad Gita III sloka 2)
dan kebebasan tertinggi (moksa) (Paduarsana, 2012). Hal tersebut di atas juga
didukung oleh adanya pernyataan di dalam Bhagavad Gita sebagi berikut.
na karmanam anarambhan
naiskarmyam purusosnute
na ca sannyasanad eva
siddhim samadhigacchati
(Bhagavad Gita III sloka 4)
Sesungguhnya, tidak hanya dengan cara menghindari melaksanakan pekerjaan
orang dapat mencapai pembebasan dari reaksi perbuatan, dan tidak hanya dengan
melepaskan ikatan-ikatan duniawi orang dapat dengan sempurna mencapai
keberhasilan.
na hi kascit ksanam api
jatu tisthaty akarma-krt
karyate hy avasah karma
sarvah prakrti-jair gunaih.
(Bhagavad Gita III sloka 5)
Bahkan selama sesaat pun tidak ada orang dapat hidup di dunia ini tanpa melakukan
suatu perbuatan. Tanpa berdaya semua orang dipaksa oleh sifat-sifat alam untuk
melakukan suatu perbuatan.
niyatam kuru karma tvam
karma jyayo hy akarmanah
sarira-yatrapi ca te
na prasiddhyed akarmanah.
(Bhagavad Gita III sloka 8)
Lakukanlah perbuatan-perbuatan seperti yang telah ditetapkan di dalam kitab-kitab
suci, karena sesungguhnya adalah lebih baik melakukan perbuatan daripada tidak
berbuat apa-apa. Bahkan perjalanan badan jasmani ini pun tidak akan bisa terjadi
tanpa melakukan perbuatan.
naiva tasya krtenartho
nakrteneha kascana
na casya sarva-bhutesu
kascid artha-vyapasrayah.
(Bhagavad Gita III sloka 18)
6
Bagi orang yang sudah mencapai tingkat keinsyafan seperti itu, di dunia ia tidak
mempunyai tujuan apa pun dari pelaksanaan tugas kewajiban, dan tidak mempunyai
tujuan apa pun dengan tidak melaksanakan tugas kewajiban. Dan dalam hubungan
dengan makhluk hidup manapun ia sama sekali tidak mempunyai pamrih tujuan
dalam bentuk apa pun.
tasmad asaktah satatam
karyam karma samacara
asakto hy acaran karma
param apnoti purusah.
(Bhagavad Gita III sloka 19)
Oleh karena itu, lakukanlah tugas kewajiban tanpa keterikatan pada tujuan dari
perbuatan, karena orang yang melakukan tugas kewajibannya tanpa keterikatan pada
tujuan, maka orang seperti itu akan sampai kepada Tuhan Yang Maha Esa.
karmanaiva hi samsiddhim
asthita janakadayah
loka-sangraham evapi
sampasyan kartum arhasi.
(Bhagavad Gita III sloka 20)
Raja suci bernama Janaka dan yang lain-lain telah mencapai kesempurnaan hanya
dengan melaksanakan tugas-tugas kewajiban suci. Oleh karena itu, demi kepentingan
mendidik masyarakat biasa, engkau hendaknya melakukan tugas kewajiban tanpa
keterikatan pada tujuan.
karmendriyani samyamya
ya aste manasa smaran
indriyanthan vimudhatma
mithyacarah sa ucyate.
(Bhagavad Gita III sloka 6)
Orang yang mengendalikan indria-indrianya tetapi pikirannya senantiasa mengingat
obyek-obyek indria, orang seperti itu dikatakan sebagai orang sangat bodoh yang
melakukan perbuatan berpura-pura.
yas tv indriyani manasa
niyamyarabhaterjuna
karmendriyaih karma-yogam
asaktah sa visisyate.
(Bhagavad Gita III sloka 7)
Wahai Arjuna, orangyang dengan sungguh-sungguh berusaha mengendalikan
indria-indrianya dengan pikiran dan dengan indria-indria pekerjaannya tersebut, dan
tanpa keterikatan apa pun mulai melakukan perbuatan-perbuatan suci di dalam
karma-yoga, maka ia sesungguhnya jauh lebih maju.
2.3 Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan Suci (Yajna)
Setiap orang yang hidup di dunia ini tidak dapat hidup menyendiri, mereka
tergantung satu sama lainnya, dan tiap-tiap orang dihidupkan oleh satu jiwatma yang
besar, yaitu parama atma. Paramatma inilah tiap-tiap makhluk harus menyesuaikan
dirinya. Dan hokum timbale balik dan saling berhubungan itu disebut Yajna. Apabila
seseorang melakukan pekerjaan berdasarkan pengorbanan suci (Yajna), maka ia dapat
mengikuti hokum dunia yang besar, dan apabila tidak, maka ia akan menderita (Mantra,
1990). Tentang hal ini telah ada disebutkan di dalam Bhagavad Gita sebagai berikut.
yajnarthat karmanonyatra
lokoyam karma-bandhanah
tad-artham karma kaunteya
mukta-sangah samacara.
(Bhagavad Gita III sloka 9)
Lakukanlah perbuatan-perbuatan sebagai persembahan suci kepada Tuhan Yang maha
Esa. Kalau tidak, perbuatan-perbuatan tersebut akan mengakibatkan ikatan karma di
dunia ini. Oleh karena itu, wahai Arjuna, lakukanlah segala perbuatan sebagai
8
persembahan suci kepada Tuhan Yang Maha esa, maka engkau akan dibebaskan dari
segala ikatan karma.
saha-yajnah prajah srstva
purovaca prajapatih
anena prasavisyadhvam
esa vodtva ista-kama-dhuk.
(Bhagavad Gita III sloka 10)
Pada Zaman dahulu kala, Prajapatih, Sang Pencipta, telah menciptakan alam semesta
beserta makhluknya melalui persembahan suci yajna, dan bersada, Sejahterakanlah
semuanya melalui perbuatan suci ini. Melaksanakan perbuatan sebagai persembahan suci
seperti ini akan dapat memenuhi segala sesuatu yang engkau inginkan.
devan bhavayatanena
te deva bhavayantu vah
parasparam bhavayantah
sreyah param avapsyatha.
(Bhagavad Gita III sloka 11)
Puaskanlah para Dewa melalui perbuatan-perbuatan dalam persembahan suci ini, maka
para Dewa akan menganugrahkan segala kesejahteraan kepadamu. Dengan memberikan
kepuasan satu sama lain seperti itu maka engkau akan mencapai kemuliaan paling
utama.
istan bhogan hi vo deva
dasyante yajna-bhavitah
tair dattan apradayaibhyo
yo bhunkte stena eva sah.
(Bhagavad Gita III sloka 12)
Para Dewa yang telah terpuaskan oleh persembahan-persembahan suci pastilah
senantiasa akan memenuhi keinginan-keinginan dan memberkahi segala kebutuhan
hidup. Akan tetapi, jika segala berkah tersebut tidak dipergunakan sebagi persembahan
suci, maka sesungguhanya orang yang menikmati sendirian berkah-berkah tersebut
disebut sebagai seorang pencuri.
yajna-sistasinah santo
mucyante sarva-kilbisaih
bhunjate te tv agham papa
9
ye pacanty atma-karanat.
(Bhagavad Gita III sloka 13)
Orang saleh yang memakan makanan yang sudah dipersembahkan terlebih dahulu
sebagai persembahan suci, terbebaskan dari segala jenis dosa. Sedangkan mereka yang
memasak makanan untuk kenikmatan diri sendiri, sesungguhnya mereka hanya memakan
dosa.
annad bhavanti bhutani
parjanyad anna-sambhavah
yajnad bhavati parjanyo
yajnah karma-samudbhavah.
(Bhagavad Gita III sloka 14)
Semua makhluk hidup dilahirkan dari makanan. Makanan dilahirkan dari hujan. Dan
hujan turun karena pelaksanaan persembahan-persembahan suci yajna. Selanjutnya,
persembahan suci yajna terlahir dari perbuatan.
karma brahmodbhavam viddhi
brahmaksara-samudbhavam
tasmat sarva-gatam brahma
nityam yajne pratisthitam.
(Bhagavad Gita III sloka 15)
Ketahuilah bahwa perbuatan muncul dari Veda, dan Veda muncul dari Aksara Brahma,
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, Tuhan Yang Maha Esa senantiasa berada pada
persembahan suci Yajna.
evam pravartitam cakram
nanuvartayatiha yah
aghayur indriyaramo
mogham partha sa jivati.
(Bhagavad Gita III sloka 16)
Arjuna yang baik hati, orang yang tidak melaksanakan korban suci tersebut seperti yang
telah ditetapkan di dalam veda, pasti hidupnya penuh dengan dosa. Sia-sialah kehidupan
orang seperti itu, di mana hidupnya hanya untuk memuaskan indria-indria.
10
macam
yang
berdasarkan
pada
pikiran
adalah
tidak
2. Catur Paramita adalah empat bentuk budi luhur, Catur Paramita ini adalah
tuntunan susila yang membawa masunisa kearah kemuliaan. Yaitu (Parisada
Hindu Dharma Indonesia, 2012);
Maitri artinya lemah lembut, yang merupakan bagian budi luhur yang
berusaha untuk kebahagiaan segala makhluk. Implementasinya dalam
kehidupan adalah menerapkan senyum, sapa dan salam setiap bertemu
dengan orang.
Karuna adalah belas kasian atau kasih sayang, yang merupakan bagian
dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya pendertiaan segala
makhluk. Implementasinya adalah apabila ada bencana alam di suatu
daerah, sebagai manusia yang memiliki perasaan maka harus mampu
memiliki belas kasihan dan mampu untuk membantu baik berupa do
maupun material.
Mudita
artinya
sifat
dan
sikap
menyenangkan
orang
lain.
12
4. Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat
mental untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagianbagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah (Parisada Hindu Dharma
Indonesia, 2012):
Guru Susrusa artinya hormat, taat dan tekun melaksanakan ajaran dan
nasehat-nasehat guru. Implementasinya adalah selalu mendengarkan
perkataan guru saat guru sedang mengajar di dalam kelas.
Aharalaghawa
artinya
pengaturan
makan
dan
minum.
13
6. Asta Siddhi adalah delapan ajaran kerohanian yang memberi tuntunan kepada
manusia untuk mencapai taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin.
Asta Siddhi meliputi (Parisada Hindu Dharma Indonesia, 2012):
Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari rohroh halus, racun dan orang-orang sakti.
7. Dasa Nyama Bratha terdiri dari (Parisada Hindu Dharma Indonesia, 2012):
Ijya artinya pemujaan dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur.
Implementasinya adalah ngejot punjung setiap ada piodalan di
merajan.
Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar
dapat mencapai ketenangan batin. Implementasinya Yoga dan
Semadhi.
15
2.5 Implementasi Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan Suci
(Yajna)
Upaya untuk membersihkan diri dari segala dosa dan melunasi hutang yang dibawa
sejak lahir itu manusia berkewajiban untuk melakukan Panca Yadnya secara rutin.
Dengan pelaksanaan Panca Yadnya secara rutin dapat mengimplementasikan ajaran
Karma Yoga di dalam kehidupan sehari-hari (Midastra, dkk 2007). Adapun beberapa
implementasi Karma Yoga melalui pengorbanan suci (Yajna) adalah sebagi berikut.
2.5.1. Nitya Karma
Yadnya ini dalam bentuk yadnya sesa yaitu, setelah selesai menanak nasi sebelum
disantap dipersembahkan kepada: Bhatara-Bhatara di Merajan, Hyang Brahma di
Pewaregan (dapur), Hyang Wisnu di sumur atau di tempat air, Hyang Siwa Raditya
di atap rumah, Hyang Pratiwi di halaman rumah, Kepada Pengunggu Karang di
Tuggu (Jero Gede), di lesung, di talenan, di cobek (pengulekan bumbu), sapu dan
lain-lain. Aplikasi dari Yadnya ini, umat Hindu dilatih untuk mementingkan
kepentingan orang lain atau umum terlebih dahulu daripada kepentingan diri sendiri
(Partadjaja, 2009).
16
10. Upacara Ngeraja (Upacara Munggal Dewa), yaitu upacara yang dilaksanakan
ketika anak mulai menginjak dewasa, sebagai pemujaan kepada Sang Hyang
Semara Ratih.
11. Upacara Mapendes (Upacara Potong Gigi), yaitu upacara yang dilaksanakan
setelah anak menginjak dewasa sebagai simbolis pengendalian Sad Ripu.
12. Upacara Wiwaha, yaitu upacara perkawinan yang dilaksankan setelah anak
menikah.
2.5.5. Bhuta Yadnya
Bhuta Yadnya adalah korban suci yang ditujukan kepada makhluk bawahan, baik
yang kelihatan maupun yang tidak untuk menjaga keseimbangan alam. Contoh
implementasi Karma Yoga melalui Bhuta yadnya adalah (Midastra, dkk., 2007):
1. Mesegeh di rumah dan di pura pada saat ada hari raya umat Hindu baik itu hari
raya besar maupun hari raya yang kecil.
2. Mecaru, yaitu upacara yang dilaksanakan untuk membersihkan dan
menyeimbangkan suatu pekarang atau suatu daerah dari makhluk bawahan.
3. Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) menjelang Hari Raya Nyepi (Tahun Baru /
aka / Kalender Bali). Upacara Tawur ke Sanga (Sembilan) adalah upacara suci
yang merupakan persembahan suci yang tulus ikhlas kepada Bhuta-Kala agar
terjalin hubungan yang harmonis dan bisa memberikan kekuatan kepada
manusia dalam kehidupan (Prajoko, Ahmad. 2012).
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Karma Marga atau Yoga Karma adalah jalan untuk mencapai kesatuan atman dan
Brahman melalui kerja atau perbuatan tanpa ikatan terhadap hasil, tanpa pamrih,
tulus dan ikhlas, penuh dengan amal kebajikan dan pengorbanan.
3.1.2 Hakikat dan keterkaitan Karma Marga Yoga dengan perbuatan, kerja dan tingkah
laku merupakan suatu pengembalian dengan melepaskan segala hasil atau buah
dari segala yang dikerjakannya. Dengan melakukan amal kebajikan tanpa pamrih,
secara otomatis dapat mengembalikan emosi dan melepaskan atma dari ikatan
duniawi. Perbuatan atau tingkah laku yang baik dan tulus ikhlas haruslah
dilakukan dengan proses pengendalian diri dalam melakukan suatu pekerjaan
tersebut, berdasarkan hal tersebut maka dalam dalam bertingkah laku harus
mampu menghindari segala keinginan atau nafsu.
3.1.3 Hakekat dan Keterkaitan Karma Yoga Melalui Pengorbanan Suci (Yajna) adalah
setiap orang yang hidup di dunia ini tidak dapat hidup menyendiri, mereka
tergantung satu sama lainnya, dan tiap-tiap orang dihidupkan oleh satu jiwatma
yang besar, yaitu parama atma. Kepada Paramatma inilah tiap-tiap makhluk harus
menyesuaikan dirinya. Dan hokum timbale balik dan saling berhubungan itu
disebut Yajna.
3.1.4 Kemampuan yang dimiliki oleh manusia tunduk pada hukum rwabhineda, yakni
subha dan asubhakarma (baik dan buruk, benar dan salah, dan lain sebagainya),
namun kemampuan itu sendiri hendaknya diarahkan pada Subhakarma (perbuatan
baik). Implementasi dari hakekat dan keterkaitan Karma Yoga dipandang
brdasarkan tingkah laku dalam konteks Subha Karma adalah 1). Tri Kaya
Parisudha, 2). Catur Paramita, 3). Panca Yama Brata, 4). Panca Nyama Brata, 5).
Catur Aiswarya, 6). Asta Siddhi, 7). Dasa Nyama Brata.
3.1.5 Pelaksanaan Panca Yadnya secara rutin dapat mengimplementasikan ajaran
Karma Yoga di dalam kehidupan sehari-hari. Adapun beberapa implementasi
Karma Yoga melalui pengorbanan suci (Yajna) adalah sebagi berikut: 1). Nitya
Karma, 2). Naimitika Karma, 3). Dewa Yadnya, 4). Rsi Yadnya, 5). Pitra Yadnya,
4). Manusa yadnya, dan 5) Bhuta Yadnya.
19
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan sehubungan dengan penulisan makalah ini,
yaitu sebagai mahasiswa sebaiknya mulai selalu memperhatikan setiap tingkah laku yang
dilakukan agar mampu sesuai dengan ajaran agama yang tertuang adalam kitab
Bhagawadgita, kemudian para mahasiswa juga mampu mengamalkan prinsip Karma
Yoga yang dijelaskan di dalam kitab Bhagawadgita dalam kedidupan, baik itu dalam
bentuk tungkah laku maupun dalam bentuk Yadnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam.
Mantra, Ida Bagus. 1981. Bhagavad Gita. Denpasar: Parisada Hindu Dharma Pusat.
Mantra, Ida Bagus. 1990. Tata Susila Hindu Dharma. Denpasar: PT. Upada Sastra.
Midastra, I Wayan, Wijaya, I Ketut, Sandiarta, Made, Lugra, Ketut, dan Ngasih, Nyoman.
2007. Widya Dharma Agama Hindu. Denpasar: Ganesa Exact.
Murti, Yoga. 1991. Karma Marga. Jakarta: Hanuman Sakti
Paduarsana. 2012. Karma Yoga. Terdapat dalam: https://paduarsana.com/tag/karma-yoga/ .
Diakses 31 Mei 2015.
Parisada Hindu Dharma Indonesia. 2012. Subha Karma dan Asubha Karma. Terdapat dalam:
https://id-id.facebook.com/notes/hindu-bali/mari-belajar-tentang-subha-dan-asubhakarma-perbuatan-yang-baik-dan-buruk/478784345477550 2012. Diakses 3 Juni
2015.
Partadjaja, Tjok Rai dan Asli, Luh. 2009. Pendidikan gama Hindu.Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Prajoko, Ahmad. 2012. Upacara Panca Yadnya dalm Kehidupan Beragama. Terdapat dalam:
http://www.parissweethome.com/bali/cultural_my.php?id=7 Diakses 31 Mei 2015.
Sukarma, I Wayan. 2012. Konsep Ketuhanan Dalam Bhagawadgita. Terdapat dalam :
http://www.cakrawayu.org/artikel/8-i-wayan-sukarma/8-konsep-ketuhanan-dalambhagawadgita.html. Diakses 2 Juni 2015.
Wikipedia. 2015. Karma Yoga. Terdapat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Karma_Yoga
diakses 30 Mei 2015.
DOA PENUTUP
Om Dyauh santir antariksam santih, prthiwi santir, apah santir, asadhayah
santih wanaspatayah santir wiswe dewah santir brahma santih sarwam santih
santir ewa santih sa ma santir edhi
Om yuwrdhir Yasowwridhih Wridhih Pradnyasukhashasriyam Dharma Santana
Wrdhisca Santu Te Sapta Wrdhayah
Om Dirghayur Nirwighna Sukha Wridhi Nugrahakam
Om Shantih, Shantih, Shantih, Om
Artinya:
Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, anugrahkanlah kedamaian dilangit, damai dibumi,
damai bagi para dewata, damailah Brahma, damailah alam semesta, semoga
kedamaian senantiasa datang pada kami.
Oh Sang Hyang Widhi Wasa, berkahilah kami dengan tujuh perpanjangan : hidup
lama, nama harum, ilmu pengetahuan, kebahagian, kesejahteraan, kepercayaan,
dan Putera-putera utama( sebagai generasi penerus bangsa).
Oh Sang Hyang Widhi Wasa, semoga kami sukses tanpa halangan dan
memperoleh kebahagiaan atas anugerah-Mu.
Agama Hindu
Arjuna Visada Yoga sebagai Landasan Melaksanakan Dasar-Dasar
Ajaran Agama Hindu
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.
Nama
Disusun Oleh:
: Komang Eri Mahayasa
NIM
:1413021015
Kelas
: II.A
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas rahmat beliaulah makalah yang berjudul Arjuna Visada Yoga
sebagai Landasan Melaksanakan Dasar-Dasar Ajaran Agama Hindu dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Kesempatan baik ini penulis gunakan untuk mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini.
1. Prof. Dr. I Wayan Satyasa, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Agama
Hindu, atas arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
2. Mahasiswa Mahasiswi dan semua pihak terkait yang sudah berperan serta
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
masih perlu perbaikan. Oleh sebab itu, penulis senantiasa membuka diri dan sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, untuk penyempurnaan
makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................................
ii
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bhagawad Gita Bab I tentang Arjuna Visad Yoga...............................................
2.2 Ajaran-ajaran Agama Hindu yang Berkaitan dengan Bhagawad Gita Bab I......
2.2.1
Moha..........................................................................................................
2.2.2
Ajaran Ahimsa..........................................................................................
2.2.3
Maha Pataka.............................................................................................
10
2.2.4
Ajaran Vairagy.........................................................................................
11
12
2.3.1
12
2.3.2
14
2.3.3
16
2.3.4
18
20
3.2 Saran......................................................................................................................
20
DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
iii
DOA PEMBUKA
OM SWASTYASTU
Artinya:
Oh indra berilah kami kebijaksanaan,
sebagai lelurur kami yang memberikan kebijaksanaan kepada putra-putranya.
Bimbinglah kami, ya Tuhan!
Dalam jalan kami,
semoga kami masih bisa hidup dan dapat melihat cahaya itu.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bhagavad Gita adalah salah satu kitab suci agama Hindu yang merupakan
kitab suci Veda yang ke lima. Bhagavad Gita sering disebut sebagai nyanyian Tuhan.
Bhagawad Gita memuat percakapan perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai
Sri Krishna dan Arjuna menjelang perang di medan Kuruksetra. Sri Krisnha
memberikan nasihat kepada Sang Arjuna sesaat sebelum perang antara keluarga
Pandawa dan keluarga Kurawa berlangsung di tengah medan perang. Kitab suci
Bagavad Gita mengandung ajaran moral tentang rahasia hidup yang dirangkai dengan
bahasa sastra yang sangat indah. Bhagavad Gita juga memuat tentang sari pati ajaran
Veda atau Sari pati ajaran agama Hindu yang isisnya sangat simpel dan di perlukan
oleh masyarakat luas.
Bagavad Gita sebagai kitab suci agama Hindu tentunya menjadi salah satu
pedoman hidup umat agama Hindu. Bhagavad Gita menjadi pedoman bagi umat hindu
dalam berpikir, berkata, dan juga berbuat. Bhagavad Gita mengandung ajaran-ajaran
kebenaran yang dapat dijadikan cerminan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
di masyarakat. Tujuan penting dari hidupnya manusia adalah untuk mencapai Moksa.
Upaya untuk mencapai moksa adalah satunya alah dengan mempelajari dan
menerapkan ajaran-ajaran kebenaran menurut kitab suci Bhagavad Gita. Ajaran-ajaran
kebenaran dalam Bhagavad Gita lebih terarah dan merupakan pengumpulan dan
pengembangan dari Veda-Veda sebelumnya.
Bhagavad Gita terbagi menjadi delapan belas Bab dan masing-masing Bab
terdiri dari slokanya masing-masing. Pada bab pertama dibahas tentang Arjuna Visada
Yoga atau ajaran keragu-raguan yang timbul dalam diri Arjuna. Keragu-raguan Arjuna
timbul setelah menyadari akibat dari peperangan adalah bertentangan dengan ajaran
agama. Peperangan tidak sesuai dengan ajaran agama dan bertentangan dengan dasardasar nilai agama Hindu.
Keragu-raguan pada zaman modern ini sering dijumpai dalam kehidupan di
masyarakat. Keragu-raguan timbul karena ketidak mampuan orang dalam
memutuskan suatu hal. Orang-orang yang dihadapkan pada pilihan sulit sering
1
mengalami rasa ragu untuk menentukan pilihan. Keraguan yang ada dalam diri
seseorang jika tidak dapat dikendalikan cenderung akan membuat orang tersebut
melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan dasar-dasar agama Hindu.
Mengendalikan keraguan sangat penting untuk dilakukan oleh setiap orang.
Pengendalian keragu-raguan dapat dilakukan dengan mempelajari ajaran-ajaran suci
agama Hindu. Salah satu ajaran suci yang merupakan ajaran kebenaran yang wajib
umat Hindu pelajari dan pahami adalah ajaran dalam kitab suci Bagavad Gita
khususnya Bhagavad Gita Bab I tentang Arjuna Visada Yoga. Mempelajari ajaran suci
dalam Bhagavad Gita khususnya Bab I juga bertujuan agar umat Hindu tidak
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan dasar-dasar ajaran agama Hindu.
Berdasarkan pemaparan di atas maka disusunlah makalah berjudul Arjuna
Visada Yoga sebagai Landasan Melaksanakan Dasar-Dasar Ajaran Agama Hindu
untuk membahas lebih lanjut Bhagavad Gita Bab I Sloka 1 sampai Slola 24.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.2.1. Apa isi dari Bhagawad Gita Bab I tentang Arjuna Visad Yoga?
1.2.2. Apa dasar-dasar ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan Bhagavad Gita
Bab I tentang Arjuna Visad Yoga?
1.2.3. Bagaimana implementasi dasar-dasar ajaran agama Hindu tentang Arjuna
Visad Yoga dalam kehidupan sehari-hari?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini berdasarkan rumusan maslah di atas
adalah:
1.3.1. Menjelaskan isi Bhagawad Gita Bab I tentang Arjuna Visada Yoga.
1.3.2. Menjelaskana dasar-dasar ajaran gama Hindu yang berkaitan dengan Bhagavad
Gita Bab I tentang Arjuna Visad Yoga
1.3.3. Menjelaskan implementasi ajaran-ajaran agama tentang Arjuna Visad Yoga
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah:
1.4.1. Bagi Penulis
Melalui penulisan makalah ini diharapkan dapat memperoleh
pengetahuan tentang kitab suci Bhagavad Gita khususnya Bab I tentang Arjuna
Visad Yoga. Selanjutnya diharapkan dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu melalui penulisan makalah ini diharapkan
dapat mengamalkan ajaran-ajaran agama Hindu.
1.4.2. Bagi Pembaca
Melalui makalah ini diharapkan para pembaca dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai Arjuna Visad Yoga dan dapat
mempelajari ajaran-ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan Arjuna Visad
Yoga dan mampu untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan seharihari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.4 Bhagawad Gita Bab I tentang Arjuna Visad Yoga
Bhagawad Gita Bab I dimulai melalui pandangan ajaran bersandar pada
dialektika teori konflik mengenai hakikat yang di alami oleh manusia. Arjuna Visada
Yoga atau ajaran keragu-raguan yang timbul pada diri Arjuna setelah menyadari akibat
peperangan yang dapat terjadi dinilai bertentangan dengan ajaran agama. Bab I adalah
gambaran situasi di padang Kuru, tempat terjadinya peperangan saudara. Masalah
yang dihadapi oleh Arjuna adalah pertentangan nilai religi dasar-dasar agama Hindu
(Pudja, 1999: xv)
Bagavad Gita Bab I menggambarkan suasana peperangan Baratayudha antara
Pandawa melawan Kurawa di medan perang Kuruksetra.
dhrtarstra uvca
dharma-ksetre kuru-ksetre
samavet yuyutsavah
mmakh pndav caiva
kim akurvata sajaya
(Bhagavad Gita I.1)
Artinya: Maharaja Dhrtarasta berkata: wahai Sanjaya, putra-putraku dan putra-putra
Pandu sedang berkumpul di medan suci Kuruksetra dengan tekad untuk
bertempur (ceritakanlah padaku) apa yang mereka (sedang) lakuka?
sajaya uvca
drstv tu pndavnkam
vydham duryodhanas tad
cryam upasagamya
rj vacanam abravt
(Bhagavad Gita I.2)
Artinya: Sanjaya berkata: Wahai Maharaja Dhrtarastra, setelah melihat tentara
Pandava yang disusun rapi dalam barisan militer posisi Vajra-vyuha, Raja
Duryodahana mendekati Acarya Drona dan berkata sebagai berikut:
4
payaitm pndu-putrnm
crya mahatm camm
vydhm drupada-putrena
tava isyena dhmat
(Bhagavad Gita I.3)
Artinya: Wahai Guruku, lihatlah pasukan kuat putra-putra Pandu, ditata rapi oleh siswa oleh
siswa anda cerdas, putra Maharaja Drupada.
asmkam tu viist ye
tn nibodha dvijottama
nyak mama sainyasya
samjrtham tn bravmi te
(Bhagavad Gita I.7)
Artinya: Guruku Sang Dwija Utama, ketahuilah tokoh-tokoh hebat yang beda di pihak kita.
Sebagai informasi untuk anda, izinkanlah hamba menyampaikan keterangan
tentang komandan-komandan yang memimpin pasukan hamba.
bhavn bhsma ca karna ca
krpa ca samitim-jayah
avatthm vikarna ca
saumadattis tathaiva ca
(Bhagavad Gita I.8)
Artinya: tokoh-tokoh yang selalu menang dalam peperangan seperti Guru sendiri (Acarya
Drona), kakek Bhisma, Karna, dan juga Acarya Krpa, Asvattahama, Vikarna serta
Raja Bhurisrava, putra Somadatta.
drupado draupadey ca
sarvaah prthiv-pate
saubhadra ca mah-bhuh
akhn dadhmuh prthak prthak
(Bhagavad Gita I.18)
Artinya: Drupada, putra-putra Drupadi dan lain-lain, Wahai Tuanku Raja Penguasa
Bumi, juga putra-putra Subhadra yang sangat perkasa, mereka semua menu
Sangkhakala-nya masing-masing.
Sloka-sloka di atas menggambarkan kekuatan dari masing-masing pika yakni
keluarga Kurawa dan keluarga Pandawa. Sloka 18 menceritakan para Kesatria meniup
Sangkhakala masing-masing sebagi pertanda dimulainya perang. Sebelumnya bahwa
Panca Pandawa diasingkan ke hutan selama dua belas tahun. Tahun ke tiga belas
Pandawa menyamar bekerja kepada Raja Wirata. Setelah Pandawa kembali ke Astina
Pura, Pandawa bersiap untuk mengambil hak-haknya dari para Kurawa. Perebutan
kekuasaan antara dua belah pihak yang bersaudara itu akhirnya menyebabkan
meletusnya peperangan Baratayudha. Secara umum sloka-sloka awal pada Bhagavad
Gita Bab I menceritakan meletusnya peperangan antara Kurawa melawan Pandawa.
Bhagavad Gita Bab I juga menceritakan tentang konflik batin yang dialami
oleh Arjuna. Konflik batin yang dilamai Arjuna lebih dikenal dengan ajaran keraguraguan (Arjuna Visada Yoga). Arjuna menyadari bahwa akibat dari adanya peperangan
tidak sesuai dengan ajaran Agama.
atha vyavasthitn drstv
dhrtarstrn kapi-dhvajah
pravrtte astra-sampte
dhanur udyamya pndavah
(Bhagavad Gita I. 20)
hrskeam tad vkyam
idam ha mah-pate
(Bhagavad Gita I. 21)
Artinya: Wahai Maharaja Dhrtarastra, setelah Arjuna yang berbendera kereta
bergambar Hanuman mengamati posisi para putra Dhrtarastra maka ia
mengangkat busur, siap untuk melepaskan anak panahnya dan berkata
sebagai berikut kepada Sri Krsna
Ketika seorang dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit, sering kali orang
tersebut akan bingung untuk menentukan pilihannya. Ketika orang kebingungan
dan ragu-ragu untuk menentukan pilihan dan takut pilihannya adalah salah
kadang kala orang mengambil jalan pintas untuk menghadapi masalahnya.
Zaman kaliyuga di mana perbuatan buruk lebih dominan dari pada perbuatan
baik, orang-orang cenderung memilih jalan yang tidak baik atau jalan yang
bertentangan dengan Dharma.
Moha sangat berbahaya jika menguasai diri seseorang. Bingung
membuat manusia tidak dapat berpikir dengan baik hingga pada akhirnya akan
membuat ia berbuat yang tidak baik pula. Berdasarkan hal ini kebingungan atau
keragu-raguan yang ada di dalam diri harus dapat untuk dikendalikan. Memiliki
keyakinan akan keputusan yang diambil dalam menghadapi malah. Keputusan
yang di ambil tentunya berlandaskan ajaran-ajaran agama Hindu. Keyakinan
akan kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa akan selalu melindungi umatnya
yang berbuat sesuai dengan ajaran-Nya dan sesuai dengan ajaran kebenaran.
Layaknya Arjuna yang mengharapkan bimbingan dari Sri Khrisna untuk keluar
dari kebingungannya.
2.2.2 Ajaran Ahimsa
Ahimsa adalah suatu kebajikan yang sangat tinggi dalam ajaran agama
Hindu. Ahimsa memiliki arti tidak melakukan kekerasan, tidak melukai atau
tidak membunuh. Ahimsa mengajarkan bahwa semua seorang harus
menganggap semua makhluk hidup adalah perlambangan dari Tuhan dan
sehingga seseorang itu tidak boleh melukai pikiran, dengan kata-kata, atau
perbuatan makhluk lainnya. Bhagavad Gita X.5, XII.8, XVI.2, dan XVII.14
mengartikan ahimsa sebagai tidak melakukan kekerasan. Memang benar
bahwasanya membunuh adalah salah satu bentuk dari tindakan kekerasan.
Kitab suci Bagavad Gita Bab I menceritakan peperangan bratayudha di
medan perang Kuruksetra. Peperangan sudah pasti akan terjadi saling menyakiti,
melakukan kekerasan, dan membunuh. Dapat diartikan bahwa perang tidak
sesuai dengan ajaran Ahimsa. Dasar ajaran Ahimsa membuat Arjuna ragu-ragu
untuk ikut dalam peperangan. Arjuna menghadapi masalah bahwa peperangan
tidak sesuai dengan ajaran agama Hindu.
9
11
12
mendapatkan masalah itu ia merasa bingung. Untuk itu yang harus dilakukan
adalah bersungguh-sungguh dalam melaksanakan swadarma.
3) Berpikir Positif
Pengendalian moha dalam diri dapat pula dilakukan dengan selalu
berpikir positif. Berpikir positif dalam hal ini adalah memiliki kepercayaan
diri dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Berpikir positif selalu
percaya bahwa perbuatan Dharma yang dilakukan akan menghasilkan susu
kebaikan pula. Contohnya seorang anak yang akan masuk perguruan tinggi
setelah lulus SMA. Melalui berpikir positif dan tanpa keraguan ia memilih
perguruan tinggi yang akan dia cari. Ketika anak itu ragu-ragu dan tidak mau
berpikir positif tentang tujuannya di perguruan tinggi maka ia akan bingung
dalam memilih perguruan tinggi mana yang ia akan cari, layaknya Arjuna
yang bingung akan ikut berperang atau tidak. Untuk itu dalam menghindari
moha atau kebingungan, maka harus selalu berpikir positif dan menjalankan
kehidupan berdasarkan Dharma.
4) Bermeditasi atau Sembahyang
Aktifitas dharma seperti meditasi, sembahyang dan melukat, adalah
sebuah kekuatan penyembuhan bathin. Ini bisa menjadi aktivitas pendukung
yang efektif bagi manusia guna melenyapkan moha. Contoh implementasinya
adalah dengan melakukan meditasi secara rutin, rajin sembahyang ke tempattempat suci pada hari raya keagamaan atau pada hari-hari tertentu, dan
melakukan pebersihan pada diri secara skala maupun niskala pada waktuwaktu tertentu.
5) Meyakini Kebesaran Tuhan
Keyakinan terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dalam hal ini Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dalam menjalankan kehidupan sehari-hari akan
menghindarkan manusia dari Moha. Contohnya ketika kita dihadapkan pada
masalah yang sangat rumit dan sulit dicari jalan keluarnya yakinlah pada
Tuhan bahwa keputusan yang kita ambil adalah baik. Setiap situasi yang sulit
mendekatkan diri kepada Tuhan agar kita dapat berpikir dengan jernih dan
tidak mengalami keragu-raguan atau bingung. Melalui cara ini akan dapat
dicari jalan keluar yang terbaik yang berlandaskan Dharma.
13
akan
menyebabkan saling menyakiti antar sesama dan ini tidak sesuai dengan
ajaran Ahimsa. Kisah Mahabarata seperti yang tersirat dalam kitab suci
14
15
keduniawian.
Pengendalian
diri
bisa
dilakukan
dengan
melaksanakan puasa atau bratha, mempelajari kitab suci Veda, serta menahan
diri dari godaan-godaan keduniawian.
3) Membekali Diri dengan Pengetahuan Agama
Pengetahuan agama sangat penting untuk dimiliki agar terhindar dari
dosa besar. Orang yang tidak memiliki pengetahuan agama tidak akan tahu
ke mana tujuan hidupnya. Orang-orang yang tidak tahu tujuan hidup akan
selalu berbuat yang meyimpang dari aram agama Hindu. Membekali diri
dengan pengetahuan agama dapat dilakukan dengan mempelajari kitab suci
Agama Hindu yakni Panca Veda. Selanjutnya bisa dilakukan melalui belajar
dengan orang suci atau tokoh spiritual keagamaan.
Pengetahuan agama dalam implementasinya menjadi tuntunan manusia
dalam berpikir, berkata, dan juga berbuat. Pengetahuan suci yang dimiliki
manusia akan menuntunnya berbuat ke arah yang baik. Pengetahuan Agama
tidak hanya berguna bagi diri sendiri namun juga bergua bagi orang lain dan
bagi lingkungannya. Membekali diri dengan pengetahuan suci agama maka
dapat menghindarkan manusia dari perbuatan yang tidak baik. Pengetahuan
yang telah dimiliki menjadi pedoman orang sebelum bertindak. Seperti
halnya Arjuna dalam Bhagavad Gita belajar pengetahuan agama dari Sri
Khrisna. Sebagai maha siswa belajar pengetahuan agama sebagi belah untuk
membentengi diri dari perbuatan-perbuatan yang berdosa dilakukan dengan
belajar ibu agama dari orang tua, orang suci, kitab suci Veda , serta Dosen.
17
18
4) Melaksanakan Dharma
Jalan selanjutnya untuk mencapai moksa adalah dengan melaksanakan
Dharma. Implementasinya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik
seperti membantu orang, mempelajari kitab suci Veda, menegakkan
kebenaran, dan sebaginya.
Kitab suci Bagawad Gita di dalamnya disebutkan bahwa Dharma dan
Kebenaran adalah nafas kehidupan. Krisna dalam wejangannya kepada
Arjuna mengatakan bahwa dimana ada Dharma, disana ada Kebajikan dan
Kesucian, dimana Kewajiban dan Kebenaran dipatuhi disana ada
kemenangan. Orang yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma
maka selalu tempuhlah kehidupan yang suci dan terhormat.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan materi yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
3.1.1 Bhagavad Gita Bab I berisikan dialektika teori konflik yang di alami oleh
Arjuna sebagi sifat keragu-raguan yang timbul pada diri Arjuna setelah
menyadari akibat peperangan yang dapat terjadi dinilai bertentangan dengan
ajaran agama.
3.1.2 Dasar-dasar ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan Bhagavad Gita Bab I
adalah Moha yakni kebingungan dalam diri manusia, ajaran Ahimsa yakni
tidak melakukan kekerasan, melukai, dan membunuh, ajaran Maha Pataka
yakni dosa yang sangat besar dalam hal ini adalah larangan membunuh guru,
dan Ajaran Vairagya yakni ajaran pencapaian moksa.
3.1.3 Implementasi dasar-dasar ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan Arjuna
Visada Yoga adalah Ajaran Moha dilakukan dengan bersikap welas asih dan
kebaikan, melaksanakan swadharma, berpikir positif, bermeditasi atau
sembahyang, dan meyakini kebesaran tuhan. Ajaran Ahimsa dilakukan dengan
tidak melakukan kekerasan, menjalin hubungan baik antar sesama, dan tidak
melakukan pembunuhan. Ajaran Maha Pataka dilaksanakan dengan
menjalankan ajaran Dharma, mengendalikan diri dari sifat keduniawian, dan
membekali diri dengan pengetahuan agama. Dan ajaran Vairagya dilaksanakan
dengan melaksanakan catur marga yoga, mendekatkan diri dengan Tuhan, Tri
Sadhana, dan melaksanakan Dharma
3.2 Saran
Adapun saran aynag dapat penulis sampaikan kepada umat Hindu sedharma
adalah agar selalu membekali diri dengan pengetahuan agama yang bersumber dari
kitab suci Veda khususnya Bhagavad Gita. Selanjutnya diharapkan untuk apak
melaksanakan dasar-dasar ajaran agama Hindi di dalam kehidupan bermasyarakat.
20
DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam.
Duwijo dan Susila, Komang. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pudja. 1999. Bhagavad Gita (Pancamo Veda). Surabaya: Paramita.
Oleh :
Putu Gede Adi Septiawan
NIM : 1413021016
KELAS IIA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Atas Rakhmat-Nya
makalah yang berjudul Pemujaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada Dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu, karena
berkat pengajarannya selama kuliah, penulis bisa mendapat banyak hal yang dapat ditulis pada
makalah ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, sehingga perlu
penilaian yang membangun. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi yang memerlukan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.......................................................................................i
.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI
.........................................................................................iii
DOA PEMBUKA
.............................................................................................2
D. Manfaat
.............................................................................................................2
............................................................8
...................................................5
...........................................................8
............................................................................................12
...................................................................................................13
........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP
ii
DOA PEMBUKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama bukan semata-mata ajaran spiritual, melainkan isinya mencangkup
seluruh aspek kehidupan manusia. Setiap agama mengajarkan kepada umatnya segala
ketentuan yang harus diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai manusia agar
kesejahteraan, kedamaian, kebahagiaan, dan keamaanan dapat terwujud. Sehingga,
agama merupakan landasan bagi manusia dalam menjalani kehidupannya. Ada banyak
agama di dunia, tetapi pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama untuk menuntun
umatnya pada kebenaran. Realisasi dari upaya tersebut yaitu setiap agama memiliki
kitab suci yang di dalamnya terdapat ajaran-ajaran Tuhan sebagai pedoman hidup
manusia. Umat beragama yang baik setidaknya memahami dan mengamalkan ajaranajaran yang terdapat pada kitab suci agamanya.
Agama Hindu memiliki kitab suci yang disebut Weda. Weda itu sendiri ada
banyak klasifikasinya sesuai dengan aspek-aspek yang diaturnya. Hal ini yang
menyebabkan Weda disebut sebagai kitab suci yang universal. Salah satu kitab suci
yang merupakan bagian dari Weda yaitu, Bhagawad Gita. Kitab suci ini dikatakan
sebagai rangkuman dari kitab-kitab Weda sebelumnya. Melalui Bhagawad Gita, setiap
orang dapat lebih meningkatkan keyakinannya terhadapTuhan Yang Maha Esa. Babbab dan pasal-pasal yang terdapat di dalamnya menjelaskan kepada manusia tentang
hidup beragama yang benar.
Manusia Hindu sudah selayaknya mengetahui ajaran-ajaran yang terdapat pada
Weda, tidak terkecuali kitab Bhagawad Gita. Namun, pada zaman sekarang ini tidak
banyak manusia Hindu yang mengetahui dan memahami kitab sucinya, apalagi dengan
kedelapan belas bab beserta pasal yang terdapat salam Bhagawad Gita. Hal ini ada
banyak faktor yang menyebabkan, secara umum karena terlalu disibukkan oleh
kepentingan
duniawi.
Mengingat
begitu
pentingnya
memahami
dan
Yoga. Secara lebih spesifik, makalah ini akan membahas topik yang sesuai dengan
judulnya yaitu, Pemujaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Jnana Wijnana Yoga?
2. Apa hakikat pemujaan kepada Tuhan menurut Bhagawad Gita?
3. Bagaimana konsep pemujaan kepada Tuhan yang baik menurut Bhagawad Gita?
4. Apa implementasi ajaran Jnana Wijnana Yoga mengenai pemujaan kepada Tuhan?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Untuk menjelaskan ajaran Jnana Wijnana Yoga.
2. Unutk menjelaskan hakikat pemujaan kepada Tuhan menurut Bhagawad Gita.
3. Untuk menjelaskan konsep pemujaan kepada Tuhan yang baik sesuai dengan
Bhagawad Gita.
4. Untuk menjelaskan implementasi dari ajaran Jnana Wijnana Yoga.
D. Manfaat
1. Bagi pembaca
Makalah ini dapat memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai ajaran
Jnana Wijnana Yoga mengenai pemujaan kepada Tuhan, serta memberikan
implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang paling penting setelah
memahami ajaran Jnana Wijnana Yoga adalah dapat mempertebal keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Bagi penulis
Penulis dapat memperdalam pengetahuann dan menambah wawasannya tentang
ajaran agama Hindu melalui pengkajian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jnana Wijnana Yoga
Jnana artinya ilmu pengetahuan, dan Wijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan itu.
Perbedaan keduanya yaitu, Jnana mempelajari intisari dari Yang Maha Esa (Nirguna
Nirvakara Paramatman), sedangkan Wijnana mempelajari aspek-aspek manifestasinya
(Prema Jaya, 2012). Ajaran yang terkandung di dalamnya menekankan hal-hal mengenai
pemujaan dan penyerahan diri kepada Tuhan. Jnana Wijnana Yoga merupakan kelanjutan
dari Dhyana Yoga, yakni pemusatan pikiran pada satu objek yang tidak lain adalah Tuhan
Yang Maha Esa. Agar semadhi berjalan baik, maka perlu memahami hubungan antara
Atman dan Parama Atman, serta alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu. Untuk
mencapai pemusatan pikiran yang mantap dalam rangka pemujaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, maka para pemuja harus dapat mengendalikan sifat-sifat Tri Guna. Ketiga sifat
Tri Guna ini menyebabkan manusia menjadi tidak sadar, keliru, kehilangan kecerdasannya
untuk mengenal Tuhan. Bila orang sudah menyadari akan hal ini, maka ia akan mulai dapat
mengarahkan pikirannya secara benar dan menyadari bahwa Brahman itu tunggal dan ada
pada setiap makhluk (Pudja, 2004).
dengan mengikuti prinsip-prinsip dari kitab suci. Mereka juga memiliki cita-cita yang harus
dipenuhi sebagai balasan bhakti.
Kemudian, lebih lanjut dijelaskan pula dalam kitab Bhagawad Gita bab VII sloka 17,
yakni sebagai berikut :
tesm jn nitya-yukta
eka-bhaktir viisyate
priyo hi jnino 'tyartham
aham sa ca mama priyah
Artinya : Di antara keempat jenis orang-orang tersebut, orang bijaksana terpelajar yang
senantiasa dengan tulus ikhlas berbhakti tunggal hanya kepada-Ku adalah orang yang
paling baik. Sebab, orang bijaksana terpelajar yang memiliki kecerdasan rohani seperti itu
sangat mengasihi Aku dan karenanya Aku pun sangat mengasihinya.
Uraian sloka di atas menjelaskan bahwa di antara orang-orang yang memuja Tuhan,
orang yang memuja secara ikhlas tanpa mengharapkan apa-apa adalah orang yang paling
baik. Orang seperti ini memiliki pengetahuan tentang kebenaran yang mutlak dan menjadi
pemuja Tuhan yang paling murni. Ia tidak terikat pada hasil-hasil material. Orang yang
mantap dalam pengetahuan murni tentang sifat rohani kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
dilindungi dalam bhakti sehingga pengaruh material tidak dapat menyentuh dirinya.
Selanjutnya, dalam kitab Bhagawad Gita bab 7, sloka 18 dijelaskan pula sebagai
berikut:
udrh sarva evaite
jn tv tmaiva me matam
sthitah sa hi yukttm
mm evnuttamm gatim
Artinya : Sesungguhnya semua orang-orang yang datang pada-Ku itu adalah orangorang-orang berjiwa mulia. Akan tetapi, orang bijaksana terpelajar yang memiliki
kecerdasan rohani adalah penyembah-Ku yang Kuanggap sebagai jiwa-Ku. Ia adalah roh
agung yang memiliki kemantapan spiritual sangat baik, yang hanya menjadikan Diri-Ku
sebagai tujuan tertinggi dalam hidupnya.
Sloka ini memberikan penjelasan bahwa Tuhan mengakui semua pemuja-pemuja yang
baik hatinya itu, sebab siapapun yang mendekatkan diri dengan Tuhan dengan tujuan
apapun juga disebut sebagai orang yang mulia. Namun, di antara para pemuja, satu orang
yang memiliki pengetahuan rohani yang lengkap adalah yang paling disenangi, sebab satusatunya tujuannya adalah mengabdikan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ketiga sloka Bhagawan Gita di atas dapat memberikan gambaran tentang hakikat
pemujaan kepada Tuhan, bahwa Tuhan menerima pemujaan apapun dari orang-orang yang
berbhakti pada-Nya. Namun, pemujaan yang paling baik adalah pemujaan yang didasari
ketulus ikhlasan untuk mengabdi kepada-Nya tanpa terikat oleh kepentingan-kepentingan
materialisme.
Tuhan Yang Maha Esa dan menyerahkan diri pada Beliau. Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa adalah sebab segala sebab dan bahwa manifestasi material ini tidak lepas dari
hubungan dengan Beliau.
Orang yang kurang cerdas yang sudah kehilangan kecerdasan rohaninya menyerahkan
diri kepada para dewa supaya keinginan duniawinya segera dipenuhi. Pada umumnya,
orang seperti itu tidak mendekati kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab mereka berada
dalam sifat-sifat alam yang lebih rendah (kebodohan dan nafsu). mereka yang seperti itu
menyembah berbagai dewa. Mereka dipuaskan dengan mengikuti aturan dan peraturan
sembahyang. Para penyembah dewa didorong oleh keinginan-keinginan kecil dan tidak
mengetahui bagaimana cara mencapai tujuan tertinggi, tetapi seorang penyembah Tuhan
Yang Maha Esa tidak tersesat. Orang yang kurang cerdas mengira para Dewa yang
menganugrahkannya hal-hal material, padahal sebenarnya Tuhan Yang Maha Esa yang
mengabulkan keinginan-keinginannya. Hal ini diterangkan dalam Bhagawad Gita bab
VII sloka 22, yaitu sebagai berikut :
sa tay raddhay yuktas
tasyrdhanam hate
labhate ca tatah kmn
may iva vihitn hi tn
Artinya : Orang yang sudah dimantapkan keyakinannya kepada para Dewa, maka ia
akan melakukan pemujaan sesuai dengan keinginannnya, dan keinginan-keinginannya itu
menjadi terpenuhi. Tetapi, sesungguhnya akulah yang mengabulkan keinginankeinginannya itu.
Orang yang memuja dewa-dewa tidak mengetahui kebenaran Tuhan Yang Maha Esa
sebagai yang paling berkuasa atas dewa-dewa itu. Hal ini dijelaskan dalam Bhagawad Gita
bab VII sloka 24, sebagai berikut :
avyaktam vyaktim pannam
manyante mm abuddhayah
param bhvam ajnanto
mamvyaym anuttamam
Artinya : Mereka yang kurang pemahamannya mengganggap diri-Ku yang tak berwujud
ini sebagai yang berwujud. Mereka tidak memahami kebenaran-Ku yang tertinggi yaitu
kekal abadi dan Maha Utama.
Orang-orang yang kurang pengetahuannya yang diselimuti oleh sifat Tri Guna sulit
untuk mengeahui kebenaran sejati Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga, mereka cenderung
memuja berbagai dewa-dewa atau mengembangkan kepercayaan-kepercayaan lain.
Padahal semua dewa-dewa tersebut hanya manfestasi Tuhan Yang Maha Esa
Pengaruh unsur-unsur keduniawian yang kuat sangat sulit untuk dikendalikan, dan
semua manusia di dunia ini tidak luput dari sifat-sifat Tri Guna tersebut. Hal ini sesuai
dengan yang dijelaskan dalam Bhagawad Gita bab VII sloka 27, yaitu :
icch-dvesa-samutthena
dvandva-mohena bhrata
sarva-bhtni sammoham
sarge ynti parantapa
Artinya : Wahai Arjuna, khayalan muncul dari dua hal yang saling bertentangan yaitu
keinginan dan kebencian. Wahai keturunan Bharata, semua makhluk yang dilahirkan di
dunia ini sepenuhnya berada dalam kekuatan khayal ini.
Seseorang yang menjadi sadar akan sifat kepribadian Tuhan akan mengetahui
bagaimana Tuhan Yang Maha Esa adalah prinsip yang mengendalikan manifestasi material
dan juga para dewa. Sehingga, pemujaannya menjadi terarah pada satu tujuan yakni
Brahman. Ia juga telah menyadari bahwa bagian rohaninya adalah bagian dari Brahman.
Pemujaan kepada Tuhan berkaitan dengan Yadnya, terutama Dewa Yadnya. Semestinya
sesuai dengan konsep pemujaan yang baik, maka dalam melaksanakan Yadnya selalu
dilandasi rasa tulus ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Pelaksanaan Yadnya seperti ini
adalah Yadnya yang didasari sifat Sattwam, dalam Tri Guna.
pohon-pohon sakral merupakan peristiwa yang biasa terjadi. Namun, yang menjadi
pokok persoalannya adalah apakah orang yang melakukan pemujaan seperti
disebutkan itu, masih meyakini kebenaran Tuhan Yang Maha Esa ? Kepentingankepentingan material terkadang membuat orang-orang bergeser keyakinan. Jika hal
itu memang benar terjadi, maka sesuai ajaran Bhagawad Gita, orang tersebut bukan
salah satu dari keempat orang yang baik hati memuja Tuhan. Mereka yang termasuk
menyembah pohon tersebut bukan menyembah Tuhan, melainkan menyembah
manifestasi Tuhan dan aspek-aspeknya, yang secara hukum Hindu adalah keliru.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi mengenai pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
disebabkan oleh kuatnya pengaruh sifat-sifat duniawi yang menyelimuti manusia itu.
Terutama yang di dominasi oleh sifat Rajas dan Tamas dari Tri Guna. Sifat Rajas membuat
orang menjadi lobha, serakah, selalu tidak puas dengan apa yang dimiliki, dan berorientasi
materialistik. Sedangkan sifat Tamas membuat orang menjadi pemalas, enggan bekerja
keras, dan cenderung memilih jalan pintas. Kedua sifat buruk ini menyebabkan kualitas
pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak murni, karena dibarengi oleh cara-cara yang
tidak benar dan harapan akan imbalan yang tinggi. Mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut
dapat dilakukan dengan cara-cara seperti berikut:
1.
4. Melakukan Tapa
Tapa merupakan bentuk pemusatan pikiran kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melalui
Tapa, seseorang akan lebih mudah memahami kebenaran Tuhan. Ia juga akan lebih mudah
mengendalikan Tri Guna dalam dirinya. Tingkat kecerdasan rohani orang yang sering
bertapa lebih tinggi, mereka telah dapat memahami hubungan antara atmandan Brahman.
Para Rsi yang menyusun Weda memperoleh wahyu Tuhan lewat tapa, dari sana dapat
diketahui bahwa pemujaan dalam bentuk tapa sangat baik untuk memperkuat hubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jnana Wijana Yoga merupakan ajaran dalam Kitab Bhagawad Gita bab VII yang
menjelaskan tentang hal-hal mengenai pemujaan dan penyerahan diri kepada Tuhan.
2. Hakikat pemujaan kepada Tuhan yaitu Tuhan mengakui empat orang yang baik hati
memuja-Nya, keempat orang tersebut adalah orang yang menderita, orang yang
mencari harta, orang yang mencari ilmu, dan yang paling baik adalah orang yang
berbudi, karena melakukan pemujaan tanpa terikat hasil. Semuanya diterima oleh
Tuhan.
3. Konsep Pemujaan kepada Tuhan yang benar adalah tidak mementingkan hasil dan
selalu berbhakti hanya pada Tuhan Yang Maha Esa.
4. Implementasi dari pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yaitu dilakukan dengan
cara mempelajari kitab-kitab agama, mengendalikan diri dari keduniawian, tapa,
beryadnya dengan ikhlas, dan yakin hanya pada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Saran
Setiap umat Hindu hendaknya melakukan pemujaan dengan ikhlas tanpa
mementingkan hasil-hasil material.
13
DAFTAR PUSTAKA
Prema, Jaya. 2012. Bhagawad Gita Bab 7. Lingkaran Manifestasi (Jnana Vijana Yoga).
Tersedia dalam http://m.mpujayaprema.com/?x=r&i=169. Diakses pada 4 Juni 2015.
Pudja. 2004. Bhagawad Gita (Pancama Weda). Surabaya:Paramita.
DOA PENUTUP
AGAMA HINDU
MENELUSURI LEBIH DALAM MAKNA DAN
IMPLEMENTASI BHAGAWADGITA
BAB VII JNANA VIJNANA YOGA SLOKA 115
OLEH :
I MADE GEDE DWI
GEMINIAWAN
413021018/2A
DOA
PEMBUKA
Tasmajjatam Brahmanam Brahma Iyestham Dewasca Sarwe Amrttna
Sakama
Artinya
:
Ya Tuhan, Murid-Mu hadir dihadapan-Mu, Oh Brahman yang
berselimutkan kesaktian dan berdiri sebagai pertama. Tuhan,
anugrahkanlah pengetahuan dan pikiran yang terang. Brahman yang
Agung setiap makhluk hanya dapat bersinar berkat cahaya-Mu yang
senantiasa memancar.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang HyangWidhi/Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini
sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Dalam penulisan makalah ini tentunya tidak sedikit kendala yang penulis alami.
Berkat bantuan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, kendala-kendala tersebut
dapat kami atasi. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Demikianlah makalah ini penulis susun, akhir kata tak lupa penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila terdapat kekurangan dan kesalahan di dalam penyusunan
makalah ini yang masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata semoga makalah ini
berguna bagi kita semua dan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Singaraja, Juni 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Judul.............................................................................................................
Prakata .........................................................................................................
ii
iii
BAB I
Pendahuluan
1.1 LatarBelakang.....................................................................
BAB II
Landasan teori...........................................................................
BAB III
Pembahasan
3.1 Makna dan Implementasi Jnana Vijnana Yoga...................
BAB IV
12
Penutup
4.1 Simpulan .............................................................................
39
39
iii
BAB I
PENDAHULUA
N
1.1 Latar
Belakang
Bhagavad Gita adalah bagian daripada Bhisma Parva, Bab ke 6 pada epos
Mahabharata, dan merupakan kitab suci Veda yang ke V setelah Rg-Veda,
Samaveda, Yajurveda, dan Atharvaveda. Bhagavad Gita terdiri dari 18 Bab, yang
didalamnya terdapat ajaran suci atau sabda suci dari Tuhan yang maha esa. Sri
Krsna adalah pelaku utama dalam cerita tersebut, Beliau sebagai manifestasi dari
Tuhan memberikan pelajaran berharga pada Arjuna berupa ajaran suci. Dimana
ajaran suci itu disebut Bhagavad Gita yang berarti nyanyian suci Tuhan.
Kehidupan kita penuh dengan aturan dan kaidah kaidah serta norma- norma
yang harus di taati serta dilakukan didalam Bhagawad gita kita dituntut untul
melaksanakan ajaranya dengan membaca serta memahami makna yang terkandung
didalamnya. Di dalam Bhagawad Gita kita diajarkan tentang jalan mencapai
kebenaran serta petunjuk-petunjuk untuk mencapai kebebasan, kita perlu
mempelajari Bhagawad Gita karena kita akan dapat memilah milah mana perbuatan
yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan yaitu antara pergolakan
antara kebenaran dengan kebatilan yaitu dualitas serta rwabineda, Purusa dan
Prakerti. Dimana kita akan mengetahui bahwa banyak jalan utnuk mendekati belau
Bab VII Bhagawadgita berjudul Jnana Vijnana Yoga terdiri atas 30 sloka.
Intinya adalah membahas Jnana dan Vijnana. Jnana artinya pengetahuan dan
Vijnana adalah serba tahu dalam pengetahuan. Bab ini merupakan lanjutan dari bab
VI tentang Dhyana untuk mencapai tingkat samadhi. Oleh karena itu, perhatian
pembahasannya terletak pada tujuan atau objek Dhyana yaitu Tuhan Yang Maha
Esa yang dalam agama disebut Para Brahman, Para Atman, Parama Isvara. Oleh
karena itu, Krsna mulai menjelaskan pengertian Atman dan hubungannya dengan
Parama-atman
atau
Brahman
yang
absolut.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
Alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu disebut bhuta, yang
mempunyai lima komponen dasar disebut Panca Maha Bhuta yang terdiri atas
prthivi (tanah), apah (air), teja atau agni (api, panas), vayu (angin), dan akasa
(ether). Kelima unsur dasar itu timbul dari prakrti dan sebagai akibat dari evolusi
dari prakrti. Di samping unsur materi terdapat unsur rohani yang disebut Atman
atau Jiva yang menyebabkan timbulnya ciptaan (srsti). Jiva atau Atman adalah
bagian dari Brahman. Oleh karena itu, perlu disadari hubungan pengertian antara
Atman dan Brahman. Di dalam melakukan samadhi hakikat inilah yang harus
dicapai dalam pengertian dan makna aksara mantra AUM atau Om Kara sebagai
manifestasi wujud abadi. Di samping itu, Krsna juga menjelaskan pengertian
triguna sebagai hakikat sifat dasar dari prakrti sehingga timbulnya proses evolusi
sebagai akibat ketidakseimbangan triguna. Ketidaksadaran dan kekeliruan
pandangan manusia adalah pada kekuatan maya sehingga salah mengidentifikasi
dan menyamakan Atman dengan prakrti. Pemahaman keliru ini ibarat melihat
cermin, melihat dirinya pada cermin seakan-akan manusia dalam cermin itu
berbeda. Inilah yang disebut dengan kekuatan maya. Dengan manyadari hal ini,
orang akan mulai dapat mengarahkan pikirannya secara benar dan dari sini akan
terlihat mengapa aham (Aku) itu adalah Brahman (yang absolut transedental) dan
ada pula pada setiap makhluk.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis membahas lebih
lanjut Makalah yang berjudul Menelusuri Lebih Dalam Makna
dan
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
1.5 Metode
Penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah menggunakan metode
kepustakaan, yakni mencari bahan-bahan materi atau pembahasan dari sumber
buku
pedoman
dan
buku
catatan,
serta
dari
internet.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
BAB II LANDASAN
TEORI
Bab VII Bhagawadgita yaitu membahas tentang Jnana artinya ilmu
pengetahuan dan Wijnana artinya serba tahu dalam pengetahuan itu (Darmayasa,
2014). Pembahasan dalam hal ini merupakan tujuan atau objeknya adalah Tuhan
yang Maha Esa, yang didalam Agama Hindu disebut dengan Brahman-Para AtmanParama Iswara dan lain-lainnya. Oleh karena itu maka Krsna memulai menjelaskan
makna pengertian Atman dan hubungannya dengan Parama Atman atau Brahman
yang absolut.
Alam semesta dengan segala bentuk ciptaan itu disebut Bhuta mempunyai
lima komponen dasar yang disebut Panca Maha Bhuta, terdiri dari Prthiwi (Tanah),
Apah (Air), Teja atau Agni (Api atau panas), Wayu (angin), akasa (ether). Kelima
unsur dasar itu muncul dari Prakerti dan sebagai akibat evolusi dari Prakerti.
Disamping unsur materi terdapat unsur-unsur rohani yang disebut Atman atau Jiwa
(Purusa) yang menyebabkan timbulnya ciptaan (Sristi).
Jiwa atau Atman adalah bagian dari Brahman dan perlu disadari adanya
hubungan antara Atman dengan Brahman. Didalam melakukan samadhi, hakikat
inilah yang harus dicapai dalam pengertian dan makna aksara mantra AUM atau
Omkara sebagai manifestasi wujud abadi. Krsna juga menyinggung pengertian Tri
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
Guna sebagai hakikat sifat dasar dari prakerti sehingga timbulnya proses evolusi
sebagai akibat ketidak seimbangan Tri Guna.
Ketidak sadaran dan kekeliruan pandangan pada Manusia adalah karena
kekuatan Maya sehingga salah identifikasi manusia dan menyamakan Atman
dengan prakerti. Pemahaman kekeliruan ini ibarat orang melihat kaca, melihat
dirinya pada kaca sehingga seakan-akan manusia dalam kaca itu berbeda. Ini yang
disebut kekuatan Maya. Bila orang menyadari hal ini maka orang akan mulai dapat
mengarahkan pikirannya secara benar dan dari sini akan terlihat mengapa Aham
(Aku) itu adalah Brahman (yang absolut Transendental), dan adapula pada setiap
makhluk.
Manusia yang dimantapkan keyakinannya kepada para Dewa itu karna oleh
Beliau, maka siapapun melakukan pemujaan sesuai keingingannya akan terpenuhi.
Tetapi sebenarnya Tuhanlah yang mengabulkan segala permohonan itu, dan para
Dewa hanyalah sebagai perantara dalam perwujudan Tuhan (manifestasi Tuhan).
Banyak mereka yang kurang pemahaman terhadap adanya Tuhan yang tidak
berwujud menjadi berwujud. Mereka pun tidak memahami kebenaran tentang
Tuhan yang tertinggi yaitu kekal abadi dan Maha Utama.
Setiap manusia hanya paham bahwa Tuhan itu ada, berbentuk, berada jauh
ditempatnya, banyak dan ada dimana-mana, dan tidak banyak pengetahuan mereka
tentang Tuhan dengan benar. Bahwa sesungguhnya Tuhan itu kosong namun ada,
kekal abadi dan Maha segalanya. Dikatakan Maha segalanya yaitu karna Beliau
adalah Maha Tahu, Maha Mendengar, Maha melihat, Maha Besar, dan tidak ada
yang dapat menandingi kekuatannya, karena hanya Beliaulah yang memiliki
kekuatan Maha Sempurna.
Sri Bhagavan bersabda: yang Maha Agung dan tidak termusnahkan adalah
Brahman (Aku) (Kamala, 2004). Sang Jiva dikatakan sebagai Adhyatman,
sedangkan kekuatan aktif yang menumbuhkembangkan makhluk hidup disebut
sebagai Karma. Sesuatu yang ada dalam tubuh makhluk hidup yaitu sebagai
penghidup sesungguhnya adalah Atman (percikan terkecil dari Brahman), dan
sesuatu yang melakukan Karma itu adalah yang menyelimuti Atman tersebut.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
Sesungguhnya Atman tidak dapat termusnahkan karna memiliki sifat yang sama
seperti Brahman. Dan hanyalah badan kasar yang bisa tumbuh itulah yang akan
melakukan Karma dan tidak Abadi.
Adapun sloka-sloka pada Bab VII Bhagawadgita Jnana Vijnana Yoga
tersebut adalah sebagai berikut (Darmayasa, 2014).
manushyanam sahasresu
kascid yatati siddhaye
yatatam api siddhanam
kascin mam vetti tattvatah (Bhagawadgita,
VII.3)
Out of many thousands among men, one may endeavor for perfection, and of
those who have achieved perfection, hardly one knows Me in truth.
Terjemhan:
Di antara beribu-ribu orang hampir tak seorangpun yang berusaha mencapai
kesempurnaan dan di antara mereka yang berjuang dan berhasil, hampir tak
seorangpun yang mengetahui Aku dalam kebenaran.
bhumir apo nalo vayuh
kham mano buddhir eva ca
ahankara itiyam m e
bhinna prakritir astadha (Bhagawadgita,
VII.4)
Earth, water, fire, air, ether, mind, intelligence and false ego all together these
eight constitute My separated material energies.
Terjemahan:
Tanah, air, api, udara, akasa, pikiran, akal dan rasa keakuan - ini merupakan 8
macam pembagian unsur alam-Ku
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
Ini adalah unsur alam-Ku yang lebih rendah. Ketahuilah unsur alam-Ku yqang
lebih tinggi lainnya, yang merupakan sang roh, yang menyanggal alam dunia ini,
wahai Mahabahu (Arjuna)
etad-yonini bhutani
sarvanity upadharaya
aham krtsnasya
jagatah
prabhavah pralayas tatha (Bhagawadgita,
VII.6)
All created beings have their source in these two natures. Of all that is material
and all that is spiritual in this world, know for certain that I am both the origin and
the dissolution.
Terjemahan:
Ketahuilah bahwa semua mahluk mempunyai asal kelahiran di sini. Aku adalah
asal mula dari seluruh alam semesta ini, demikian pula penyerapannya kembali.
syllable om in the Vedic mantras; I am the sound in ether and ability in man.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
Terjemahan:
Aku adalah rasa dalam air, wahai putra Kunti (Arjuna). Aku adalah sinar pada
bulan dan matahari. Aku adalah pranawa, atau suku kata suci AUM dalam semua
kitab Veda; Aku adalah suara pada ruang (akasa) dan kemanusiaan pada manusia.
10
Terjemahan:
Aku adalah kekuatan dari yang kuat, yang bebas dari keinginan dan nafsu. Pada
mahluk-mahluk Aku adalah keinginan yang tidak bertentangan dengan hukum
(dharma), wahai Bharatarsabha (Arjuna)
11
This divine energy of Mine, consisting of the three modes of material nature, is
difficult to overcome. But those who have surrendered unto Me can easily cross
beyond it.
Terjemahan:
Maya ilahi-Ku ini, yang mengandung ketiga sifat alam itu sulit untuk diatasi.
Tetapi, mereka yang berlindung pada-Ku sajalah yang mampu untuk
mengatasinya.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
12
BAB III
PEMBAHASAN
MAKNA DAN IMPLEMENTASI JNANA VIJNANA
YOGA
Sesungguhnya semua ajaran dari bab I hingga bab XVIII dalam Bahgavad
Gita, mengajarkan tentang Ketuhanan, namun yang lebih menekankan ada pada
masing-masing bab yang berbeda (PHDI, 2013). Ajaran tentang Ketuhanan dalam
Bhagavad Gita disini dimulai dari uraian pada Bab IV yang membahas tentang
Jnana Yoga yaitu ketika Sri Krsna sudah langsung menjelaskan pada Arjuna, bahwa
ilmu pengetahuan spiritual atau Yoga yang kekal abadi ini berusia sangat Tua
sekali, diturunkan turun temurun dalam sistem perguruan, mulai pada
Vivasvan/Dewa Matahari, kemudian Vivasvan menurunkannya kepada Manu, lalu
Manu menurunkannya kepada Iksvaku yang konon adalah Raja pertama diatas
muka bumi ini, dan demikian seterusnya diturunkan dari Guru kepada murid atau
tepatnya dari Guru kepada Guru, kepada Guru, kepada Guru.
Kemudian disampaikan pula oleh Krsna pada Arjuna bahwa alasan dan
tujuan serta makna Beliau sewaktu-waktu turun ke dunia ini yaitu,Kapan saja dan
dimana saja terjadi kemunduran dalam pelaksanaan ajaran kebenaran, dan
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
13
meningkatnya hal-hal yang bukan ajaran kebenaran, maka pada waktu itu aku
Sendiri akan menjelma (ke dunia ini). Dimana ketika dunia yang tidak abadi ini
mengalami kemunduran dari ajaran Dharma maka Brahman itu sendiri akan
menciptakan kembali Dirinya untuk menyelamatkan dunia dari keadaan buruk itu.
Di dalam Bhagavad Gita pula dijelaskan agar manusia memiliki pengetahuan
tentang Tuhan dan selalu mendekatkan diri pada Nya.
Adapun makna dan implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana
Yoga Sloka 1-15, sebagai berikut.
1)
mempelajari
yoga
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
14
akan
Kuajarkan
(Kubukakan)
kepadamu
apakah
itu
mempelajari lagi hal-hal lain. Seperti misalnya pada dunia sekolah, jika
seorang guru sudah memberika peserta didik materi pelajaran dan kemudian
memberikan ulangan harian, serta hasil yang diperoleh sesuai dengan nilai
standar, bahkan ada nilai hampir sempurna, maka guru tersebut bisa
menyimpulkan pembelajaran berhasil, dan guru tidak lagi mengulang
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
15
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
16
Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Namun para pengikut
Sankaracarya tidak mengakui Krishna sebagai Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa, sebab sangat sulit mengenal Krishna, walaupun seseorang sudah
mencapai keinsafan rohani terhadap Brahman yang tidak berbentuk pribadi.
Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, sebab segala sebab, Sri
Govinda yang asli. varah paramah krsnah sac-cid- ananda vigrahah/ anadir
adir govindah sarva karana-kranam. Orang yang bukan penyembah sulit
sekali mengenal Krishna. Walaupun mereka menyatakan bahwa jalan
bhakti, atau pengabdian rohani sangat mudah, mereka tidak akan sanggup
mempraktekkan cara bhakti. Kalau memang jalan bhakti begitu mudah,
seperti yang dikatakan oleh golongan orang yang bukan penyembah,
mengapa mereka memilih jalan yang lain dan sulit? Sebenarnya, jalan bhakti
tidak mudah. Sesuatu yang hanya namanya saja jalan bhakti yang
dipraktekkan oleh orang yang tidak berkualifikasi, karena mereka tanpa
pengetahuan tentang bhakti barangkali tampaknya mudah, namun apabi la
bhakti dipraktekkan secara nyata menurut aturan dan peraturan, mereka para
sarjana dan para filosof yang berangan-angan pikiran akan jatuh dari jalan
itu.
Bagi yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan sudah
menginsafi Brahman atau yogi yang sudah menginsafi Paramatma tidak
mungkin mengerti tentang Krishna Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa
sebagai putera ibu Yasoda atau kusir kereta Arjuna. Para dewa yang
muliapun kadang-kadang bingung tentang Krishna: Krishna bersabda,
(muhyanti yat surayah). Mam tu veda na kacana, Tiada seorangpun yang
mengenal Diri-Ku dengan sebenarnya." Kalau seseorang sungguh-sungguh
mengenal Krishna, maka samah atma sudurlabhah. Roh yang mulia seperti
itu jarang sekali ditemukan. Karena itu, kalau seseorang tidak melakukan
latihan bhakti kepada Tuhan, ia tidak dapat mengenal Krishna dengan
sebenarnya (tattvatah), walaupun ia sarjana yang hebat atau ahli filsafat.
Hanya para penyembah yang murni dapat mengetahui sesuatu tentang sifatsifat rohani yang tidak terhingga di dalam Krishna, di dalam sebab segala
sebab, dalam Kemahakuasaan dan kemewahan Beliau, dan di dalam
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
17
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
18
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
19
belum mengenal sumber yang paling utama, yaitu Krishna. Keakuan yang
palsu Aku berada," dan Itu milikku," yang merupakan prinsip dasar
kehidupan materialtermasuk sepuluh indera untuk kegiatan material.
Kecerdasan menunjukkan seluruh ciptaan alam, yang disebut mahat-tattva.
Karena itu, dari delapan tenaga yang dipisahkan dari Tuhan terwujudlah
duapuluh empat unsur dunia material yang merupakan mata pelajaran
filsafat Skhya yang tidak percaya kepada Tuhan. Unsur-unsur tersebut
semula berasal dari tenaga-tenaga Krishna dan dipisahkan dari Krishna,
tetapi para filosof Skhya yang tidak percaya kepada Tuhan dan kurang
memiliki pengetahuan tidak mengenal Krishna sebagai sebab segala sebab.
Sloka ini mengajarkan pada kita, bahwa semua unsur material baik
Bhuana Agung dan Bhuana Alit yang ada di bumi ini berasal dari sang
Pencipta Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu kita wajib bersyukur atas
kebesaran tersebut.
5) Inilah sifatKu yang di bawah (rendah). Dan ketahuilah sifatKu yang
lain, yang bersifat lebih tinggi - kehidupan atau jiwa, dengan apa
dunia ini ditunjang, oh Arjuna!
Di sini disebut dengan jelas bahwa para makhluk hidup adalah
bagian dari alam utama (atau tenaga utama) Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga
yang rendah adalah alam terwujud dalam berbagai unsur, yaitu; tanah, air,
api, udara, angkasa, pikiran, kecerdasan, dan keakuan yang palsu. Kedua
bentuk alam material, yaitu bentuk kasar (tanah dan sebagainya) dan halus
(pikiran dan sebagainya), dihasilkan dari tenaga rendah. Para makhluk
hidup, yang memerah tenaga-tenaga rendah tersebut untuk berbagai tujuan,
adalah tenaga utama Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh karena tenaga
tersebut, seluruh dunia material berjalan. Manifestasi alam semesta tidak
berdaya untuk bergerak kecuali digerakkan oleh tenaga utama, yaitu
makhluk hidup. Tenaga-tenaga selalu dikendalikan oleh sumber tenaga.
Karena itu, para makhluk hidup selalu dikendalikan oleh Tuhan para
makhluk hidup tidak mempunyai eksistensi tersendiri. Para makhluk hidup
tidak pernah mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan Tuhan,
seperti
yang
di
bayangkan
oleh
orang
yang
kurang
cerdas.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
20
mengendalikan
sesuatu.
Karena
itu,
orang
yang
kurang
hidup
dibebaskan
dari
pengaruh
tenaga material
yang
akan
Krishna
sepenuhnya,
atau
mencapai
pembebasan.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
21
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
22
permainanNya.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
23
7) Tak ada sesuatupun yang lebih tinggi dariKu, oh Arjuna! Semua yang
ada di sini tertali padaKu, ibarat permata-permata yang teruntai
disehelai benang.
Biasanya ada perdebatan mengenai apakah Kebenaran Mutlak Yang
Paling Utama berbentuk pribadi atau tidak berbentuk pribadi. Menurut
Bhagavad-gita, Kebenaran Mutlak adalah Kepribadian Tuhan Yang Maha
Esa Sri Krishna, dan kenyataan ini dibenarkan pada setiap langkah.
Khususnya dalam ayat ini, ditegaskan bahwa Kebenaran Mutlak adalah
kepribadian. Brahma-samhita juga membenarkan bahwa Kepribadian
Tuhan Yang Maha Esa adalah Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama:
varah paramah krsnah sac-cid-anandavigrahah; yaitu, Kebenaran Mutlak
Yang Paling Utama Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah Sri Krishna.
Tuhan Yang Mahaabadi, sumber segala kebahagiaan, Govinda, dan bentuk
kekal kebahagiaan dan pengetahuan yang lengkap. Oleh karena bukti dari
sumber-sumber yang dapat dipercaya tersebut, tidak dapat diragu-ragukan
bahwa Kebenaran Mutlak adalah Kepribadian Yang Paling Utama, sebab
segala sebab.
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa melampaui segala paham
material tentang kegelapan. Hanya orang yang mengenal Beliau dapat
melampaui ikatan kelahiran dan kematian. Tiada cara lain untuk mencapai
pembebasan selain pengetahuan tentang Kepribadian Yang Paling Utama
itu. Tidak ada kebenaran yang lebih tinggi daripada Kepribadian Yang
Paling Utama itu, karena Beliau adalah Yang Mahatinggi. Beliau lebih kecil
daripada yang paling kecil dan Beliau lebih besar daripada yang paling
besar. Beliau mantap bagaikan pohon yang diam. Beliau menerangi angkasa
rohani. Seperti halnya sebatang pohon menyebarkan akarnya, begitu pula
Beliau menyebarkan tenaga-tenaga-Nya yang luas.
8) Aku adalah rasa segar di dalam air, oh Arjuna, dan cahaya dalam
sang Chandra dan sang surya. Aku adalah Satu Kata Pemuja (OM)
di dalam semua Veda. Aku adalah suara di dalam ether dan benih
kekuatan
dalam
diri
manusia.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
24
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
25
9) Aku adalah wewangian yang sejati di dalam bumi dan warna merah
di dalam bara api. Akulah kehidupan di dalam segala yang hidup dan
disiplin yang amat keras di dalam kehidupan para pertapa.
Segala sesuatu di dunia material mempunyai rasa atau aroma
tertentu, misalnya rasa dan aroma di dalam bunga, atau di dalam tanah, di
dalam air, di dalam api, di dalam udara, dan sebagainya. Rasa yang tidak
tercemar, atau rasa yang asli, yang berada di dalam segala sesuatu adalah
Krishna. Begitu pula, segala sesuatu mempunyai rasa asli yang khusus, dan
rasa itu dapat diubah dengan campuran zat-zat kimia. Karena itu, segala
sesuatu yang asli mempunyai bau tertentu, harum tertentu, dan rasa tertentu.
Vibhavasu berarti api. Tanpa api kita tidak dapat menjalankan pabrik, kita
tidak dapat memasak, dan sebagainya, dan api itu adalah Krishna. Panas
dalam api adalah Krishna. Menurut ilmu kedokteran Veda, kesulitan
mencerna makanan disebabkan suhu rendah di dalam perut. Karena itu, api
diperlukan untuk mencerna makanan. Dalam kesadaran Krishna kita
menyadari bahwa tanah, air, api, udara, dan tiap-tiap prinsip yang aktif,
semua zat kimia dan semua unsur material disebabkan oleh Krishna.
Panjang usia hidup manusia juga disebabkan oleh Krishna. Karena itu, atas
berkat karunia Krishna, manusia dapat memperpanjang usianya atau
menguranginya. Karena itu, kesadaran Krishna aktif di setiap bidang.
10) Kenalilah Aku, oh Arjuna sebagai inti yang abadi dari semua makhluk.
Aku adalah
Aku adalah
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
26
berdiri di satu tempat. Tiap-tiap makhluk hidup adalah salah satu dari
jumlah 8.400.000 jenis kehidupan. Beberapa di antaranya bergerak dan
beberapa di antaranya tidak bergerak. Tetapi, dalam setiap jenis kehidupan
benih kehidupan mereka adalah Krishna. Sebagaimana dinyatakan dalam
kesusasteraan Veda, Brahman, atau Kebenaran Mutlak Yang Paling Utama,
adalah asal mula segala sesuatu. Krishna adalah Parabrahman, Roh Yang
Paling Utama. Brahman tidak bersifat pribadi dan Parabrahman bersifat
pribadi. Brahman yang tidak bersifat pribadi termasuk di dalam aspek yang
bersifat pribdi demikianlah pernyataan dalam Bhagavad-gita. Karena itu,
pada permulaan, Krishna adalah sumber segala sesuatu. Krishna
diumpamakan sebagai akar. Seperti halnya akar sebatang pohon
memelihara seluruh pohon itu, begitu pula Krishna sebagai akar asli segala
sesuatu memelihara segala sesuatu dalam manifestasi material ini
11) Aku adalah kekuatan dari yang kuat, bebas dari nafsu dan keinginan.
Tetapi Aku adalah keinginan yang benar yang tak bertentangan dengan
dharma, oh Arjuna.
Kekuatan orang yang kuat hendaknya digunakan untuk melindungi
orang yang lemah, dan bukan untuk mengadakan ancaman pribadi. Begitu
pula, hubungan suami isteri menurut prinsip-prinsip keagamaan (dharma),
hendaknya digunakan untuk berketurunan, dan tidak digunakan untuk
tujuan lain. Kemudian tanggung jawab orang tua ialah menjadikan
keturunannya sadar akan Krishna.
12) Dan ketahuilah bahwa ketiga guna (sifat-sifat prakriti), ketiga tahap
(sifat) setiap makhluk - kesucian (sattvika), nafsu (rajasa) dan kemalasan
(tamasa) adalah dariKu semata. Kupegang mereka semua, bukan mereka
yang memegangKu.
Yang Maha Kuasa adalah motor dari sifat-sifat alami ini (gund),
tetapi la berada di atas sifat-sifat ini dan tak terpengaruh oleh mereka (sifatsifat ini). Segala kegiatan material di dunia sedang dijalankan di bawah
pengaruh tiga sifat alam material. Walaupun sifat-sifat alam material
tersebut berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, Beliau tidak
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
27
28
14) Sukar benar, untuk menembus ilusi MayaKu yang agung ini, yang
tercipta akibat
sifat-sifat
prakriti.
Tetapi
mereka-mereka
yang
denganNya.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
29
mengatasi
pengaruhnya.
Sebagaimana
sudah
dinyatakan
sebelumnya, baik alam material maupun alam rohani yang berasal dari
Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa adalah kekal. Para makhluk hidup
termasuk tenaga utama yang kekal dari Tuhan, tetapi oleh karena pengaruh
tenaga yang rendah, yaitu alam material, khayalan mereka juga bersifat
kekal. Karena itu, roh yang terikat disebut nityabaddha, atau terikat untuk
selamanya. Tiada seorangpun yang dapat menentukan sejarah ia menjadi
terikat pada tanggal tertentu dalam sejarah material. Sebagai akibatnya,
walaupun alam material itu adalah tenaga yang rendah, pembebasan roh
terikat dari cengkraman alam material sangat sulit sebab tenaga material
pada hakekatnya dijalankan oleh kehendak Yang Mahakuasa, yang tidak
dapat diatasi oleh makhluk hidup. Alam material yang rendah didefinisikan
di sini sebagai alam rohani karena hubungannya bersifat rohani dan karena
alam bergerak atas kehendak Yang Mahakuasa. Oleh karena alam material
dijalankan atas kehendak Yang Mahakuasa, walaupun alam bersifat rendah,
alam bertindak dengan begitu ajaib dalam menciptakan dan meleburkan
manifestasi alam semesta. Kenyataan ini dibenarkan dalam Veda sebagai
berikut: may mrtu prakrtim vidyan mayinam tu mahesvaram. Walaupun
may (khayalan) adalah palsu dan sementara, latar belakang may adalah
ahli kebatinan yang paling utama, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, yang
bernama Mahesvara, atau Penguasa Yang Paling Utama.
Kata guna juga berarti tali; harus dimengerti bahwa roh yang terikat
diikat ketat oleh tali-tali khayalan. Jika tangan dan kaki seseorang diikat, ia
tidak dapat membebaskan diri ia harus ditolong oleh orang yang tidak diikat.
Oleh karena orang yang terikat tidak dapat membantu orang yang diikat,
yang menyelamatkan haruslah orang yang sudah bebas. Karena itu, hanya
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
30
Sri Krishna, atau utusan yang dapat dipercaya dari Krishna, yaitu guru
kerohanian, dapat membebaskan roh yang terikat. Tanpa bantuan utama
seperti itu, seseorang tidak dapat dibebaskan dari ikatan alam material.
Bhakti atau kesadaran Krishna, dapat membantu seseorang untuk
memperoleh pembebasan seperti itu. Oleh karena Krishna adalah penguasa
tenaga yang mengkhayalkan, Beliau dapat menyuruh kepada tenaga yang
tidak dapat diatasi tersebut agar roh yang terikat dibebaskan. Krishna
memerintahkan pembebasan tersebut atas karunia-Nya yang tiada sebabnya
terhadap roh yang sudah menyerahkan diri dan atas kasih sayang Beliau
sebagai ayah terhadap makhluk hidup, yang semula menjadi anak
kesayangan-Nya. Karena itu, menyerahkan diri kepada kakipadma Tuhan
adalah satu-satunya cara untuk dibebaskan dari cengkraman alam material
yang keras. Kata-kata mam eva juga bermakna. Mam di sini berarti kepada
Krishna (Visnu), bukan Brahma atau Siva. Walaupun kedudukan Brahma
dan Siva tinggi sekali dan hampir sejajar dengan Visnu, namun sebagai
penjelmaan-penjelmaan rajo-guna (nafsu) dan tamo-guna (kebodohan),
mereka tidak dapat membebaskan roh yang terikat dari cengkraman may.
Brahma dan Siva juga kadang-kadang dipengaruhi oleh may. Hanya Visnu
yang
menguasai
may.
Karena
itu,
hanya
Visnu
yang
dapat
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
31
dengan mental yang tulus semua milik duniawi seperti anak-anak, istri,
kekasih yang tercinta, harta-benda, raga, pikiran, ketenaran, kemashyuran,
dan lain sebagainya, dan menjadikan semua itu ibarat sesajen atau
pengorbanan untukNya, tanpa pamrih. Pemuja seperti inilah yang akan
dibimbing untuk keluar dari ilusi dan kegelapan Sang Maya, Ilusi yang
diciptakanNya sendiri untuk menyeleksi "bibit-bibit unggul ciptaanNya
juga."
Bhagavad-gita dinyatakan seseorang dapat mengatasi hukumhukum alam material yang keras hanya dengan menyerahkan Diri-Nya
kepada kakipadma Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Sekarang timbullah
pertanyaan:
Mengapa
filosof-filosof
yang
terdidik,
ahliahli
ilmu
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
32
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
33
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
34
namun sedikit sekali waktunya untuk mendengar tentang daya hidup yang
kekal yang menggerakkan dunia material.
(2) Golongan duskrti, atau orang jahat, yang lain disebut naraadham, atau manusia yang paling rendah. Nara berarti manusia, dan
adhma berarti paling rendah. Dari 8.400.000 jenis kehidupan, ada 400.000
jenis manusia. Di antara 400.000 jenis manusia, banyak jenis kehidupan
manusia yang lebih rendah dan kebanyakan tidak beradab. Manusia beradab
ialah manusia yang memiliki prinsip-prinsip yang mengatur kehidupan
masyarakat, politik dan keagamaan. Orang yang sudah berkembang di
bidang sosial dan politik tetapi tidak mempunyai prinsip-prinsip keagamaan
harus dianggap nara-adham. Agama tanpa Tuhan juga bukan agama, sebab
tujuan mengikuti prinsip-prinsip keagamaan ialah untuk mengenal
Kebenaran Yang Paling Utama dan hubungan antara manusia dan Tuhan.
Dalam Bhagavad-gita, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa menyatakan
dengan jelas bahwa tiada kekuasaan yang lebih tinggi dari Diri-Nya dan
bahwa Beliau adalah Kebenaran Yang Paling Utama. Bentuk kehidupan
manusia beradab dimaksudkan untuk menghidupkan kembali kesadaran
Krishna yang telah hilang dari hati manusia terhadap hubungannya yang
kekal dengan Kebenaran Yang Paling Tinggi, Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa Sri Krishna, yang Mahaperkasa. Siapapun yang kehilangan
kesempatan tersebut digolongkan sebagai nara-adham. Kita mendapat
keterangan dari Kitab-kitab Suci bahwa bila bayi berada di dalam
kandungan ibunya (suatu keadaan yang sangat tidak menyenangkan), ia
berdoa kepada Tuhan supaya Diri-Nya diselamatkan dan ia berjanji bahwa
begitu ia keluar dari kandungan dia hanya akan menyembah Tuhan saja.
Berdoa kepada Tuhan bila menghadapi kesulitan adalah perasaan yang
wajar di dalam hati setiap makhluk hidup, sebab makhluk hidup mempunyai
hubungan yang kekal dengan Tuhan. Tetapi sesudah ia diselamatkan, si
anak lupa akan kesulitan kelahirannya, dan ia juga melupakan Beliau yang
menyelamatkannya, karena ia dipengaruhi oleh may, tenaga yang
mengkhayalkan.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
35
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
36
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
37
berkata, O Tuhan Yang hamba cintai! Anda tidak dapat dikenal oleh orang
yang terlibat dengan prinsip-prinsip yang tidak percaya kepada Tuhan,
walaupun Anda memiliki sifat-sifat, ciri-ciri dan kegiatan luar biasa,
kepribadian Anda dibenarkan oleh semua Kitab Suci sebagai sifat kebaikan,
dan Anda diakui oleh penguasa-penguasa
dipercaya.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
38
BAB IV
PENUTU
P
4.1
Simpulan
1) makna Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 adalah
pengetahuan tentang Yang Mutlak, Sri Krishna adalah Kebenaran Yang
Paling Utama, Penyebab yang paling utama dan kekuatan yang memelihara
segala sesuatu, baik yang material maupun rohani. Roh-roh yang sudah maju
menyerahkan diri kepada Krishna dalam pengabdian suci bhakti, sedangkan
roh yang tidak saleh mengalihkan obyek-obyek sembahyang kepada yang
lain.
2) Bhagawadgita
Bab
VII
Jnana
Vijnana
Yoga
Sloka
1-15
dapat
4.2 Saran
Penulis berharap seluruh umat Hindu dapat mempelajari dan
mengimplementasikan isi Bhagawadgita khususnya Bab VII Jnana Vijnana Yoga
Sloka 1-15, karna banyak makna penting yang terdapat didalamnya. Ajaran-ajaran
tersebut sangat membantu dalam kehidupan manusia di dunia untuk mencapai
kesempurnaan hidup lahir dan bhatin. Selain itu bisa menambah ilmu para peserta
didik yang ber Agama Hindu yang kurang paham dengan ajaran Bhagavad Gita,
dan
sebagai
pedoman
dalam
kehidupan
mereka
sehari-hari.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
39
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Yayasan Dharma Sthapanam:
Denpasar.
Kamala. 2004. Mahabharata. Paramita, Surabaya.
Parisada Hindu Dharma Indonesia. 2013. Swastikarana (pedoman ajaran Hindu
Dharma). PT. Mabhakti, Jakarta.
Prema, M.P.J. 2015. Bhagawat Gita Bab 7. Lingkaran Manifestasi (Jnana Vijnana
Yoga.Terdapat pada http://www.mpujayaprema.com. Diakses tanggal 1
Juni 2015.
Menelusuri Lebih Dalam Makna dan Implementasi Bhagawadgita Bab VII Jnana Vijnana Yoga Sloka 1-15 By: I.M.G.D. Geminiawan |
39
DOA
PENUTUP
Om Dyauh santir antariksam santih, prthiwi santir, apah santir, asadhayah
santih wanaspatayah santir wiswe dewah santir brahma santih sarwam santih
santir ewa santih sa ma santir edhi.
Artinya
:
Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, anugrahkanlah kedamaian dilangit, damai
dibumi, damai bagi para dewata, damailah Brahma, damailah alam
semesta, semoga kedamaian senantiasa datang pada kami.
JNANA YOGA
AJARAN MENGHUBUNGKAN DIRI DENGAN TUHAN
MELALUI ILMU PENGETAHUAN
Dosen Pengampu
oleh
I Wayan Rudiartadi
NIM/KLS. 1413021019/II A
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul Jnana Yoga Ajaran untuk
Menghubungkan Diri dengan Tuhan Melalui Ilmu Pengetahuan dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung,
baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna membantu
penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada
orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan materiil kepada penulis.
Terima kasih pula kepada para penulis, yang tulisannya dikutip sebagai bahan rujukan
dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk menjadikan makalah
ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jnana Yoga ...........................................................................................
8
12
22
22
DAFTAR PUSTAKA
DOA PENUTUP
iii
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.4.2
1.4.3
1.4.4
BAB II
PEMBAHASAN
yang merupakan penyebab ikatan dan penderitaan umat manusia. Oleh sebab itu, ilmu
pengetahuan dikatakan sebagai pusat (landasan) dari keseluruhan bentuk kerja
(perbuatan).
Artinya: Wahai Arjuna, seperti itulah para raja-raja suci zaman dahulu mendapatkan
pengetahuan Yoga ini secara turun-temurun. Akan tetapi, lama kelamaan disebabkan
oleh kekuatan perjalanan waktu, maka ajaran Yoga ini menjadi lenyap dari dunia ini.
sa evayam maya tedya
yogah proktah puratanah
bhaktosi me sukha ceti
rahasyam hy etad uttananm
(Bhagawadgita IV. 3)
Artinya: Ajaran Yoga yang sangat kuna, maha utama dan sangat rahasia tersebut, pada
hari ini juga Aku sampaikan kepadamu kerana engkau adalah penyembah-Ku dan
juga sahabat-Ku.
Setelah Iksvaku menerima ajaran ini, selanjutnya diteruskan kepada
keturunannya. Berdasarkan sloka di atas juga dapat diketahui, walaupun ajaran
Bhagawadgita ini kekal adanya, tetapi karena umat manusia yang menerimanya tidak
lepas dari sifat avidya, maka seiring dengan berjalannya waktu, ajaran Yoga ini akan
lenyap dari dunia ini. Oleh sebab itu, akan terjadi peningkatan perilaku Adharma di
dunia, dan pada saat itulah, Tuhan berwujud Dewa Wisnu akan turun sendiri ke dunia
demi menegakkan kembali ajaran dharma, kapanpun dan dimanapun itu, tetapi umat
manusia tidak menyadari semua itu.
Beliau akan memunculkan diri-Nya sendiri melalui kekuatan khayal-Nya dan
menjelma di dunia ini pada setiap zaman atau yang sering disebut Awatara. Beliau
menjelma dalam berbagai wujud, sesuai dengan sepuluh Awatara yang pernah
menyelamatkan dunia dari kehancuran, Ia akan menyelamatkan orang-orang yang
masih berpegang teguh terhadap ajaran dharma dan akan menumpas segala macam
kejahatan (perilaku adharma) serta menegakan kembali ajaran-ajaran dharma.
Penjelasan ini sesuai dengan sloka-sloka yang terdapat pada Bhagawadgita berikut:
sri-bhagavan ucava
bahuni me vyatitani
janmani tava carjuna
tany aham veda sarvani
na tvam vettha parantapa
(Bhagawadgita IV. 5)
Artinya: Tuhan Yang Maha Esa bersabda, Aku telah mengalami kelahiran-kelahiran
yang sangat banyak, demikian pula dengan kelahiranmu, wahai Arjuna. Aku
mengetahui semua itu tetapi kamu tidak mengetahuinya, wahai Parantapa.
ajo pi sann avyayatma
bhutanam isvaro pi san
prakrtim svam adhisthaya
sambhavamy atma-mayaya
(Bhagawadgita IV. 6)
Artinya: Walaupun Aku tidak dilahirkan, dalam wujud kekal abadi, dan juga
walaupun Aku adalah Tuhan dari seluruh makhluk hidup, tegak mantap di dalam sifatsifat-Ku, maka Aku memunculkan Diri-Ku melalui kekuatan khayal-Ku.
yada yada hi dharmasya
glanir bhavati bharata
abhyutthanam adharmasya
tadatmanam srjmany aham
(Bhagawadgita IV. 7)
Artinya: Wahai Arjuna, kapan saja dan dimana saja terjadi kemunduran dalam
pelaksanaan ajaran-ajaran kebenaran, dan meningkatnya hal-hal yang bukan ajaran
kebenaran, maka pada itu Aku sendiri akan menjelma (ke dunia ini).
paritranaya sadhunam
vinasaya ca duskrtam
dharma-samsthapanarthaya
sambhavami yuge yuge
(Bhagawadgita IV. 8)
Artinya: Untuk melindungi orang-orang yang saleh, membinasakan orang-orang yang
jahat, dan menegakkan kembali prinsip-prinsip ajaran kebenaran yang murni, maka
Aku menjelma ke dunia ini pada setiap zaman.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa ilmu pengetahuan (Jnana),
yang pada pembahasan kali ini adalah Bhagawadgita, sesungguhnya merupakan
wahyu Tuhan yang bermanifestasi sebagai Dewa Wisnu. Beliau akan berawatara pada
setiap zaman untuk menegakkan kembali ajaran-ajaran dharma yang mulai merosot.
2.3 Cara Menghubungkan Diri dengan Tuhan melalui Ajaran Jnana Yoga
Melalui Bhagawadgita bab IV sloka 1-21 dapat diketahui bahwa cara untuk
menghubungkan diri dengan Tuhan demi tercapainya tujuan Agama Hindu, yakni
bersatunya Jiwatman dengan Brahman adalah dengan ilmu pengetahuan (Jnana),
Bhakti, dan Karma.
Mengenai ajaran Jnana, Krsna menyatakan untuk dapat berhubungan dan
bersatu dengan Tuhan yang bersifat spiritual, umat manusia harus mengetahui
kebenaran yang ada secara sempurna melalui Jnana Yoga itu sendiri. Telah dijelaskan
sebelumya, bahwa jnana atau ilmu pengetahuan merupakan pusat dari keseluruhan
bentuk kerja, sehingga ajaran selanjutnya mengenai Bhakti dan Karma akan sangat
kokoh jika sudah dilandasi pemahaman mengenai ilmu pengetahuan (Jnana). Melalui
tempaan ilmu pengetahuan, orang akan bebas dari keterikatan, kecemasan, dan
kemarahan, sehingga pikirannya akan hanya tertuju dan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Tuhan (ajaran Bhakti).
janma karma ca me divyam
evam yo vetti tattvatah
tyaktva deham punar janma
naiti mam eti so rjuna
(Bhagawadgita IV. 9)
Artinya: Kemunculan dan kegiatan-Ku sepenuhnya bersifat spiritual. Wahai
Arjuna, orang yang mengetahui kebenaran tersebut dengan sempurna, setelah
meninggalkan badan kasarnya maka mereka tidak akan mengalami perputaran
kesengsaraan yang tiada hentinya, dan mereka akan mencapai pembebasan, kembali
kepada-Ku.
vita-raga-bhaya-krodha
man-maya mam upasritah
bahavo jnana-tapasa
puta mad-bhavam agatah
(Bhagawadgita IV. 10)
Artinya: Sepenuhnya bebas dari keterikatan, kecemasan dan kemarahan, pikiran
terpusat kepada-Ku dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Ku, sangat banyak
orang-orang disucikan oleh tempaan ilmu pengetahuan suci, dan mereka pada
akhirnya mencapai pembebasan, kembali kepada-Ku.
Mengenai ajaran Bhakti, Kresna menyatakan bahwa Tuhan pasti akan
menyambut umat-Nya selama mereka berusaha mencari Tuhan dengan jalan apapun.
Menurut Bhagawadgita, tidak ada filsafat, dogma, agama dan cara sembahyang
tertentu untuk mencapai Tuhan, melainkan ada berbagai jalan untuk mencapai Tuhan.
Jadi, Tuhan menerima semua jalan yang ditempuh oleh umat-Nya, selama jalan
tersebut mengajarkan kebaikan agar menuju kepada-Nya. Ajaran ini mencerminkan
sikap toleransi antar umat beragama yang tinggi.
ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham
mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah
(Bhagawadgita IV. 11)
Artinya: Jalan manapun ditempuh manusia kearah-Ku, semuanya Ku-terima, dari
mana-mana semua mereka menuju jalan-Ku, oh Parta.
Mengenai ajaran Karma, Bhagawadgita menganjurkan seseorang untuk
bekerja dengan tidak memikirkan pahala, sebab bila seseorang memikirkan pahala
yang diperolehnya jika bekerja, maka ia akan terikat dengan hasil kerjanya. Seseorang
yang telah membebaskan jiwanya dari belenggu hanya bekerja secara jasmaniah. Di
dalam keadaan seperti ini, seseorang telah lepas dari hawa nafsu dan keinginankeinginan pribadi.
kanksatah karmanam siddhim
yojanta iha devatah
ksipram hi manuse loke
siddhir bhavati karma-ja
(Bhagawadgita IV. 12)
Artinya: Di jagatmaya ini, oleh karena orang-orang menginginkan keberhasilan dari
segala perbuatan yang dilakukannya, maka mereka melakukan pemujaan kepada para
Dewa. Sebab perbuatan-perbuatan yang bertujuan mendapatkan pahala-pahala
duniawi di alam mausia ini memberikan hasil dengan segera.
catur-varnyam maya srstam
guna-karma-vibhagasah
tasya kartaram api mam
viddhy akartaram avyayam
(Bhagawadgita IV. 13)
Artinya: Aku menciptakan Catur Varna, empat jenis pembagian golongan di
masyarakat
berdasarkan
sifat-sifat
dan
pekerjaan-pekerjaannya.
Walaupun
sesungguhnya Akulah yang membuat Catur Varna tersebut, tetapi ketahuilah bahwa
Aku yang bersifat kekal abadi tidak melakukan perbuatan.
na mam karmani limpanti
na me karma-phale sprha
iti mam yo bhijanati
karmabhir na sa badhyate
(Bhagawadgita IV. 14)
Artinya: Aku tidak bersentuhan dengan hasil dari perbuatan-perbuatan, oleh karena
itulah perbuatan tidak bisa mempengaruhi-Ku. Mereka yang mengerti tentang diri-Ku
seperti itu, mereka tidak akan terikat oleh perbuatan-perbuatan.
evam jnatva krtam karma
purvair api mumuksubhih
kuru karmaiva tasmat tvam
purvaih purvataram krtam
(Bhagawadgita IV. 15)
Artinya: Pada zaman dahulu kala, orang-orang suci yang telah mencapai pembebasan
melakukan perbuatan-perbuatan berdasarkan pengertian seperti ini. Oleh karena itu,
engkau lakukan tugas kewajibanmu sebagaimana para leluhur melakukannya sejak
zaman dahulu.
kim karma kim akarmeti
kavayo py atra mohitah
tat te karma pravaksyami
yaj jnatva maksyase subhat
(Bhagawadgita IV. 16)
Artinya: Apa itu perbuatan dan apa itu yang bukan perbuatan, dalam hal ini orangorang bijaksana pun mengalami kebingungan. Perbuatan itulah yang akan Aku
10
11
12
Menerapkan ajaran dalam wrati sasana, slokantara, sila krama, dan ajaran agama
Hindu yang bersumber pada Veda dan susastra Hindu lainnya.
Ajaran Brahmacari
Brahmacari adalah mengenai masa menuntut ilmu dengan tulus ikhlas,
sehingga orang-orang yang termasuk dalam masa ini adalah para pelajar.
Menerapkan ajaran Brahmacari berarti juga sudah mengimplementasikan ajaran
Catur Asrama. Tugas pokok umat pada masa ini adalah belajar dan belajar. Belajar
dalam arti luas, yakni belajar dalam pengertian bukan hanya membaca buku, tetapi
lebih mengacu pada ketulus ikhlasan dalam segala hal.
Contohnya: rela dan ikhlas jika dimarahi guru atau orang tua. Guru dan
orang tua, jika memarahi pasti demi kebaikan anak. Maha Rsi Wararuci dalam
Kitab Sarassamuccaya, sloka 27 mengajarkan memanfaatkan masa muda ini
dengan sebaik-baiknya, yang beliau umpamakan seperti rumput ilalang yang
masih muda. Bahwa masa muda itu pikiran masih sangat tajam, hendaknya
digunakan untuk menuntut dharma, dan ilmu pengetahuan. Dengan tajamnya
pikiran seorang anak juga bisa meyadnyakan tenaga dan pikirannya itu.
Ajaran Aguron-Guron
Ajaran aguron-guron merupakan suatu ajaran mengenai proses hubungan
guru dan murid. Namun istilah dan proses ini telah lama dilupakan karena sangat
susah mendapatkan guru yang mempunyai kualifikasi tertentu dan juga sangat
sedikit orang menaruh perhatian dan minat terhadap hal ini. Maka untuk
memenuhi kualifikasi tertentu, hendaknya seorang guru mencari sekolah yang
mempunyai kurikulum yang membawa kesadaran kita melambung tinggi
melampaui batas-batas senang dan sedih, bahagia dan derita, lahir danmati. Maka
guru seperti itu pasti akan datang kepada kita. Menuntun kita, menentukan arah
tujuan kita, menunjukkan cara dan metodenya, menghibur dan menyemangatinya.
Jangan ragu, pasti akan ada guru yang datang kepada kita.
13
seseorang
menempuh
jenjang
pendidikan
tertentu
(pendidikan tinggi yang berkualitas) tidak akan mungkin bila kita tidak memiliki
rasa bhakti kepada Catur Guru. Mereka yang melaksanakan ajaran Guru Bhakti
sejak dini (anak-anak), mereka pada umumnya memiliki disiplin diri dan percaya
diri yang mantap pula. Dengan disiplin diri dan percaya diri yang mantap, tidak
saja akan sukses dalam bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai aspek
kehidupan. Di sinilah kita melihat ajaran Catur Guru Bhakti senantiasa relevan
sepanjang masa, sesuai dengan sifat agama Hindu yang Sanatana Dharma.
Aktualisasi ajaran Guru Bhakti atau rasa bhakti kepada Catur Guru dapat
dikembangkan dalam situasi apapun, sebab hakekat dari ajaran ini adalah untuk
pendidikan diri, utamanya adalah pendidikan disiplin, patuh dan taat kepada Sang
Catur Guru dalam arti yang seluas-luasnya.
Ajaran Bhakti
Pada Jnana Yoga juga disebutkan mengenai ajaran Bhakti, yakni sujud
bhakti yang tulus ikhlas, dan cinta kasih yang mendalam kepada Sang Hyang
Widhi Wasa yang bisa diaplikasikan melalui:
Melaksanakan doa atau Puja Tri Sandhya seara rutin setiap hari.
14
15
binatang yang hidup di dunia yang sering dikenal dengan istilah ngotonin
sarwa ubuhan. Keduanya jatuh tepat setiap 210 hari dalam perhitungan
hindu. Menurut konsep Tri Hita Karana penghormatan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa atas pengadaan hewan dan tumbuhan ini dilakukan
dengan tulus dan ikhlas. Dengan kata lain melaksanakan upacara tumpek ini
adalah realisasi dari konsep Tri Hita Karana alam kehidupan. Jika semua itu
sudah kita lakukan dengan rasa tulus dan ikhlas berarti kita telah
melaksanakan ajaran-ajaran bhakti.
16
17
tentangga dalam hal ini manusia lain yang kita butuhkan sebagai mahluk
sosial, ada alam yang memberi kita berkah agar bisa meneruskan hidup dan
ada tuhan sebagai pencipta kita. Sehingga kita senantiasa harus menjaga
hubungan tersebut agar terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Demikianlah
contoh secara gamlang yang dapat diuraikan selain masih banyak lagi contoh
lain yang terkait mengenai hal tersebut yang mana bisa dimulai dari
lingkungan rumah tangga atau lingkungan keluarga, sebab dalam keluarga
banyak memberikan edukasi yang tinggi tentang nilai-nilai serta konsep
ketuhanan, sehingga dari padanya hendaknya kepada anak diberikan hal itu
sedini mungkin.
Ajaran Karma
Ajaran Karma dalam kehidupan sehari-hari dapat diimplementasikan ke
dalam pebuatan-perbuatan sepeti beribut:
Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu.
18
Ngayah merupakan suatu istilah yang ada di bali yang identik dengan
gotong royong. Ngayah ini bisa dilakukan di pura-pura dalam hal upacara
keagamaan, seperti odalan-odalan/karya. Sedangkan matatulungan ini bisa
dilakukan terhadap antar manuasia yang mengadakan upacara keagamaan
pula, seperti upacara pawiwahan, mecaru dan lain sebagainya. Sesuai dengan
ajaran karma, maka hendaknya ngayah atau matatulungan ini dilakukan secara
ikhlas tanpa ada ikatan apapun. Sehingga apa yang kita lakukan bisa
memberikan suatu manfaat.
Ajaran Karmapahala
Karma phala merupakan hasil dari suatu perbuatan yang dilakukan.
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil yang
baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk.
Jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya,
demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan
diterimanya. Karma phala memberi keyakinan kepada kita untuk
mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara
yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan
dan tujuan yang buruk. Karma phala mengantarkan roh (atma) masuk Surga
atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik maka pahala
19
yang didapat adalah Surga, sebaliknya bila hidupnya itu selalu berkarma buruk
maka hukuman nerakalah yang diterimanya.
20
Wacika
Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan yang patut di
kendalikan, yaitu:
Tidak suka mencaci maki.
Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.
Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain.
Tidak ingkar janji atau berkata bohong.
Demikianlah disebutkan dalam Sarasamuscaya; kiranya jelas bagi kita
bahwa betapa sebetulnya semua tuntunan praktis bagi pensucian batin telah
tersedia. Kita harus dapat menerapkannya sesuai dengan kemampuan masingmasing.
Kayika
Terdapat tiga hal utama yang harus dikendalikan, yaitu:
Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.
Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja.
Tidak berjinah atau yang serupa itu.
Implementasi Tri Kaya Parisudha dalam kehidupan sehari-hari sangat nyata
hasilnya untuk mencapai keadaan harmonis dalam diri sendiri maupun
terhadap orang lain.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Jnana Yoga adalah suatu jalan/cara mempersatukan diri (Jiwatman) dengan Tuhan
(Paramatman) melalui mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan
diri dari ikatan-ikatan keduniawian.
2. Ilmu pengetahuan (Jnana), yang pada pembahasan kali ini adalah Bhagawadgita,
sesungguhnya merupakan wahyu Tuhan yang bermanifestasi sebagai Dewa
Wisnu. Dahulunya Krsna (Dewa Wisnu) menurunkan ajaran ini kepada Vivasvan
lalu kepada Manu, dan Manu mengajakannya kepada Iksvaku, serta terus secara
turun-temurun. Beliau (Dewa Wisnu) akan berawatara pada setiap zaman untuk
menegakkan kembali ajaran-ajaran dharma yang mulai merosot.
3. Melalui Jnana Yoga umat hindu diajarkan untuk mencapai penyatuan dengan
Tuhan dengan ajaran Jnana, Bhakti, dan Karma.
4. Implementasi ajaran Jnana Yoga dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya sebatas
mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi juga semua perilaku yang belandaskan
pemahaman terhadap ilmu pengetahuan itu (dharma).
3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu kita sebagai umat Hindu seharusnya selalu
mengingat tujuan hidup didunia ini dan tujuan di akhirat, yaitu mewujudkan jagadhita
dan mencapai moksa. Guna mencapai tujuan suci tersebut banyak jalan yang dapat
ditempuh, tidak ada keharusan untuk melalui suatu jalan. Agama mengajarkan jalan
mana boleh ditempuh untuk mencapai-Nya sesuai dengan kemampuan, namun tetap
harus berlandaskan dharma.
22
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, I K., Lugra, I K., & Anom, D. G. 2004. Pendidikan Agama Hindu. Denpasar:
CV. Sinar Bali.
DOA PENUTUP
AGAMA HINDU
I PUTU SUARDIKA
1413021022
Doa pembuka
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang HyangWidhiWasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
Bhagawad Gita BAB XII, Bhakti Yoga ini dapat penulis selesaikan tepat pada
waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Prakata ...................................................................................................................
ii
iii
14
14
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bhagawad Gita adalah salah satu kitab umat hindu yang terkenal di bali selain
Sarasamuscaya, slokantara, dan nitisastra. Bhagawad Gita adalah bagian daripada Bhisma
Parva, Bab ke 6 pada epos Mahabharata, dan merupakan kitab suci Veda yang ke V setelah
Rg-Veda, Samaveda, Yajurveda, dan Atharvaveda. Bhagawad Gita terdiri dari 18 Bab, yang
didalamnya terdapat ajaran suci atau sabda suci dari Tuhan yang maha esa. Sri Krsna adalah
pelaku utama dalam cerita tersebut, Beliau sebagai manifestasi dari Tuhan memberikan
pelajaran berharga pada Arjuna berupa ajaran suci. Dimana ajaran suci itu disebut Bhagawad
Gita yang berarti nyanyian suci Tuhan.
Sabda atau ajaran suci Tuhan tidak turun ke dunia hanya sekali saja, namun berkali-kali
dengan perantara yaitu manifestasi Tuhan itu sendiri. Pada Bhagawad Gita, yang menerima
sabda suci tersebut adalah Arjuna. Karena Arjuna adalah kesatria gagah perkasa, dan Sri
Krsna percayakan bahwa Arjunalah yang berhak menerima Ajaran suci sebagai penuntun
dalam keragu-raguannya untuk berperang melawan saudara-saudaranya. Peperangan yang
terjadi yaitu demi menghancurkan kejahatan dan menegakkan kebenaran.
Kitab suci Bhagawad Gita terdiri dari 700 Sloka dalam 18 Bab, salah satunya Bab 12
yang menyampaikan pertanyaan arjuna tentang mana yang lebih baik: menyembah Tuhan
sebagai pribadi atau menyembah Tuhan sebagai yang tak berwujud. Sri Krsna menjawab
bahwa yang paling sempurna adalah yang menyembah Beliau dengan penuh bhakti sebagai
pribadi. Penyembah seperti itu akan diselamatkan dari lautan kelahiran dan kematian. Namun
tidak berarti bahwa yang menyembah Tuhan sebagai sesuatu yang berwujud tak akan sampai
kepada Tuhan, hanya untuk sampai ke sana jalan yang harus ditempuh lebih sulit. Prinsip
bhakti yoga harus diikuti, jika prinsip bhakti yoga tak dapat diikuti, bekerjalah sebagai
persembahan kepada Tuhan. Jika ini pun tak dapat dilakukan, bekerjalah tanpa
mengharapkan hasil.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:
1.2.1 Apa saja isi dari Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga ?
1.2.2 Bagaimana implementasi dari Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga dalam
kehidupan sehari-hari ?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
makalah ini, yaitu:
1
1.3.1 Menguraikan isi dari Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga.
1.3.2 Menjelaskan implementasi dari Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga dalam
kehidupan sehari-hari.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.4.1
Bagi Penulis
Melalui penulisan makalah ini penulis dapat memperdalam pengetahuan
mengenai Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga kemudian dapat
diaplikasikan/diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu melalui
penulisan makalah ini dapat melatih penulis dan menambah pengalaman penulis
untuk membuat makalah Agama Hindu dengan baik.
1.4.2
Bagi Pembaca
Melalui makalah ini, diharapkan para pembaca dapat menambah, memperdalam
pengetahuannya mengenai Bhagawad Gita Bab XII tentang Bhakti Yoga serta
dapat menerapkan/mengimplementasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BHAGAWAD GITA BAB XII BHAKTI YOGA
Dalam perang pihak pandawa melawan kaurawa, Arjuna diselimuti oleh keraguan
kemudian bertanya mengenai mana yang lebih utama, menyembah Tuhan yang berwujud
atau menyembah Tuhan sebagai yang tak berwujud. Hal ini disebutkan dalam Bhagawad
Gita sebagai berikut:
Arjuna uvca
evam satata-yukt ye
bhakts tvm paryupsate
ye cpy aks aram avyaktam
tesm ke yoga-vittamh
(Bhagawad Gita XII. 1)
Artinya :
Arjuna bertanya :
Orang yang menyembah Brahman, yang berada di luar jangkauan indria-indria
dan tidak berbentuk, atau orang yang dengan bersungguh-sungguh senantiasa
menyembah anda dalam bhakti yang baik, dari kedua jenis penyembah tersebut
yang manakah yang dianggap lebih sempurna dalam pengetahuan yoga ?
Sebenarnya ada dua golongan rohaniwan. Sekarang Arjuna sedang berusaha
menyelesaikan pertanyaan tentang proses mana yang lebih mudah dan golongan mana yang
paling sempurna. Dengan kata lain, Arjuna memperjelas kedudukannya sendiri karena dia
terikat pada bentuk pribadi Krishna. Dia tidak terikat pada Brahman yang tidak bersifat
pribadi. Arjuna ingin mengetahui apakah kedudukannya aman. Manifestasi yang tidak
bersifat pribadi, baik di dunia material ini maupun di dunia rohani tempat Tuhan Yang Maha
Esa, merupakan masalah untuk semadi. Sebenarnya, seseorang tidak dapat membayangkan
aspek Kebenaran Mutlak yang tidak bersifat pribadi dengan cara yang sempurna. Karena itu,
Arjuna ingin berkata, Apa gunanya membuang waktu seperti itu?" Dalam Bab Sebelas
Arjuna mengalami bahwa lebih baik seseorang terikat pada bentuk pribadi Krishna, sebab
dengan demikian ia dapat mengerti segala bentuk lainnya pada waktu yang sama dan tidak
ada gangguan terhadap cinta-bhaktinya kepada Krishna. Pertanyaan yang penting ini yang
diajukan kepada Krishna oleh Arjuna akan menjelaskan perbedaan antara paham Kebenaran
Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dan paham yang mengakui bentuk pribadi
Tuhan. Kemudian Sri Krsna bersabda sebagai berikut sebagaimana dalam Bhagawad Gita :
r-bhagavn uvca
mayy veya mano ye mm
nitya-yukt upsate
3
raddhay parayopets
te me yuktatam math
(Bhagawad Gita XII. 2)
Artinya :
Sri Bhagawan Krsna bersabda :
Orang yang memusatkan pikirannya pada bentuk pribadi-Ku dan selalu tekun
menyembah-Ku dengan keyakinan besar yang rohani dan melampaui hal-hal
duniawi Aku anggap paling sempurna
Selanjutnya dalam Bhagawad Gita XII. 3-4, disebutkan :
ye tv aks aram anirdeyam
avyaktam paryupsate
sarvatra-gam acintyam ca
kta-stham
acalam dhruvam
sanniyamyendriya-grmam
sarvatra sama-buddhayah
te prpnuvanti mm eva
sarva-bhta-hite rath
Artinya :
Tetapi orang yang sepenuhnya menyembah yang tidak terwujud, di luar
jangkauan indera-indera, yang berada di mana-mana, tidak dapat dipahami, tidak
pernah berubah, mantap dan tidak dapat dipindahkan paham tentang Kebenaran
Mutlak yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan dengan mengendalikan inderaindera, bersikap yang sama terhadap semua orang, dan sibuk demi kesejahteraan
semua orang, akhirnya mencapai kepada-Ku
Orang yang tidak menyembah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Krishna, secara
langsung, tetapi berusaha mencapai tujuan yang sama melalui proses tidak langsung, juga
akhirnya mencapai tujuan yang sama yaitu, Sri Krishna. Untuk mengerti Roh Yang Utama di
dalam roh yang individual, seseorang harus menghentikan kegiatan indera-indera, yaitu
melihat, mendengar, merasa, bekerja dan sebagainya. Kemudian ia mengerti bahwa Roh
Yang Utama berada di mana-mana. Sesudah menyadari kenyataan ini, seseorang tidak iri
kepada semua makhluk hidup manapun. Hal ini pun dijelaskan lebih lanjut dalam Bhagawad
Gita sebagai berikut :
kleo 'dhikataras tes m
avyaktsakta-cetasm
avyakt hi gatir duhkham
dehavadbhir avpyate
4
itu sebaiknya dilakukan hanya demi Krishna. Selanjutnya dijelaskan pula pada Bhagawad
Gita XII. 8 sebagai berikut:
mayy eva mana dhatsva
mayi buddhim niveaya
nivasisyasi mayy eva
ata rdhvam na samayah
Artinya :
Tempatkanlah pikiranmu pada-Ku, masukkanlah kecerdasanmu dalam Diri-Ku.
Sesudah itu, tanpa keraguan sedikit pun, maka engkau akan selalu berada di
dalam Diri-Ku.
Orang yang menekuni bhakti kepada Sri Krishna hidup dalam hubungan langsung dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, tidak dapat diragukan bahwa kedudukannya sudah
bersifat rohani sejak awal. Seorang penyembah tidak hidup pada tingkat materialia hidup
di dalam Krishna. Nama Suci Tuhan dan Tuhan Sendiri tidak berbeda. Karena itu, bila
seorang penyembah mengucapkan mantra Hare Krishna, Krishna serta kekuatan dalam dari
Krishna sedang menari pada lidah penyembah itu. Bila seorang penyembah
mempersembahkan makanan kepada Krishna, Krishna menerima makanan itu secara
langsung, dan penyembah itu diKrishnakan dengan memakan sisa makanan itu. Orang yang
tidak menekuni bhakti seperti itu tidak dapat mengerti bagaimana kenyataan ini terjadi,
walaupun ini merupakan proses yang dianjurkan dalam Bhagavad-gita dan kesusasteraan
Veda lainnya. Dijelaskan pula lebih lanjut pada sloka selanjutnya sebagai berikut :
atha cittam samdhtum
na aknos i mayi sthirm
abhysa-yogena tato
mm icchptum dhanajaya
(Bhagawad Gita XII. 9)
Artinya :
Jika engkau merasa tidak mampu untuk dapat memusatkan pikiranmu kepadaKu secara mantap, maka wahai Dhanajaya, bangkitkanlah keinginanmu untuk
mencapai Diri-Ku melalui pelaksanaan latihan yoga yang bersungguh-sungguh.
Proses pertama menyangkut orang yang sudah sungguh-sungguh mengembangkan ikatan
kepada Krishna, Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, melalui cinta-bhakti rohani. Proses
kedua dimaksudkan untuk orang yang belum mengembangkan ikatan terhadap Kepribadian
Yang Paling Utama melalui cinta-bhakti rohani. Berbagai aturan dan peraturan sudah
ditetapkan untuk golongan kedua tersebut. Aturan itu dapat diikuti supaya akhirnya mereka
diangkat sampai tingkat ikatan kepada Krishna.
Bhakti-yoga berarti penyucian indera-indera. Saat ini dalam kehidupan material inderaindera selalu tidak suci, sebab indera-indera sibuk dalam kepuasan indera-indera. Tetapi
6
indera-indera tersebut dapat disucikan melalui latihan bhakti-yoga, dan dalam keadaan suci
indera-indera berhubungan langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian dijelaskan
selanjutnya dalam Bhagawad Gita XII. 10 sebagai berikut :
abhyse 'py asamartho 'si
mat-karma-paramo bhava
mad-artham api karmani
kurvan siddhim avpsyasi
Artinya :
Jika dalam melaksanakan praktik yoga pun engkau tidak sanggup, maka jadilah
orang yang melakukan segala perbuatan demi Aku. Dengan melakukan segala
perbuatan dalam kesadaran demi persembahan kepada-Ku pun engkau akan dapat
mencapai keberhasilan.
Orang yang tidak dapat mengikuti latihan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga, di
bawah bimbingan seorang guru kerohanian, masih dapat ditarik sampai tingkat
kesempurnaan tersebut dengan cara bekerja untuk Tuhan Yang Maha Esa. Cara melakukan
pekerjaan tersebut sudah dijelaskan dalam ayat lima puluh lima dari Bab Sebelas. Hendaknya
seseorang simpatik terhadap kegiatan mengajarkan kesadaran Krishna. Ada banyak
penyembah yang tekun mengajarkan kesadaran Krishna, dan mereka perlu dibantu. Jadi,
kalau seseorang tidak sanggup mengikuti latihan prinsip-prinsip yang mengatur bhakti-yoga
secara langsung, ia dapat berusaha membantu pekerjaan seperti itu. Tiap-tiap usaha
memerlukan tanah, modal, organisasi dan tenaga. Seperti halnya dalam usaha dagang
seseorang memerlukan tempat tinggal, sejumlah modal untuk digunakan, sejumlah tenaga
dan organisasi untuk memperluas kegiatan, begitu pula bahan-bahan yang sama dibutuhkan
dalam pengabdian kepada Krishna. Satu-satunya perbedaan ialah bahwa dalam keduniawian
seseorang bekerja demi kepuasan indera-indera. Akan tetapi, pekerjaan yang sama dapat
dilakukan demi kepuasan Krishna, dan itulah kegiatan rohani. Kalau seseorang memiliki
dana secukupnya, ia dapat membantu mendirikan kantor atau tempat sembahyang untuk
mengajarkan kesadaran Krishna. Ia dapat membantu dengan penerbitan. Ada berbagai
lapangan kegiatan, dan hendaknya seseorang tertarik pada kegiatan seperti itu. Kalau
seseorang tidak dapat mengorbankan hasil kegiatannya, orang yang sama masih dapat
mengorbankan sebagian dari hasil pekerjaannya untuk mengajarkan kesadaran Krishna.
Mengabdikan diri secara sukarela seperti itu demi kepentingan kesadaran Krishna akan
membantu seseorang untuk naik tingkat sampai tingkat yang lebih tinggi dalam cinta-bhakti
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan pada waktu ia mencapai tingkat itu, ia menjadi
sempurna.
benda apapun dan tak pernah tertarik dengan objek-objek duniawi, ia merangkul semuanya
dalam dekapan hangat kasih sayangnya.
Sembahyang dapat memelihara kesehatan seseorang. Dengan melakukan Asana atau
sikap duduk Padmasana, dimana tulang punggung, leher dan kepala harus tegak lurus (tidak
membungkuk), kemudian dengan Pranayama (pengaturan nafas) dengan sikap batin yang
hening, tenang dan suci, akan menjadikan tubuh seseorang semakin sehat.
Ahimsa / Tidak Menyakiti
Dalam buku yang berjudul Disiplin dan Sadhaana Spiritual. Kegiatan tersebut
merupakan ajaran yoga dimana tidak membunuh merupakan ajaran daripada Ahimsa.
Ahimsa merupakan bagian dari pada astangga yoga, Ahimsa merupakan tahap awal untuk
mengendalikan diri. Jika tahap awal ini gagal dicapai maka sulit atau tidak bisa untuk
mencapai tahap yang lebih tinggi yaitu Samadhi.
Engkau tidak boleh menggunakan tubuh yang diberikan Tuhan untuk membunuh
makhluk Tuhan, apakah mereka manusia, binatang atau apapun. (Yajur Veda Samhita
12.32)
Yang di maksud tidak menyakiti makhluk lain yaitu tidak membunuh binatang
sembarangan, kita harus mengasihi makhluk tersebut. Ini termasuk kedalam Ahimsa salah
satu ajaran yoga. Walaupun ahimsa secara umum berarti sebagai kebajikan dari pendeta
Budha dan jainisme, akarnya tumbuh dalam Veda dan Upanisad yang subur yang merupakan
kitab Hindu yang utama.
Ahimsa mengajarkan bahwa seseorang harus menganggap semua makhluk hidup adalah
perlambang dari Tuhan dan sehingga seseorang itu tidak boleh melukai pikiran, dengan katakata atau perbuatan mahluk lainnya.
Membantu Orang Tua / Bekerja Tanpa Mengharap Imbalan (Pamrih)
Menurut buku Hinduisme sebuah pengantar dalam buku tersebut dijelaskan mengenai
Bhakti. Bhakti dalam artian adalah berbhakti kepada orang tua dengan membantu kedua
orang tua disaat kesulitan dengan tidak mempersulit keadaaan. Dengan jalan Bhakti
seseorang akan mudah mencapai kehidupannya.
Kegiatan di atas termasuk kedalam ajaran Karma Yoga. Karma Yoga adalah jalan
kegiatan yaitu jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian Tuhan melalui kerja
tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan akan buah dari perbuatan. Karma Yoga
mengajarkan ke pada kita bagaimana bekerja demi untuk kerja itu sendiri yaitu tak terikat.
Dan bagaimana mempergunakan sebagian besar tenaga kita untuk keuntungan yang terbaik.
Motto dari seorang Karma-Yogin adalah Kewajiban demi untuk kewajiban itu sendiri.
9
Bagi seorang Karma-Yogin, kerja adalah pemujaan. Setiap orang hendaknya melakukan
kewajiban sesuai dengan Warna dan asramanya masing-masing golongan sosial serta tahapan
dalam kehidupannya. Tak ada manfaatnya meninggalkan pekerjaannya sendiri dan condong
melakukan pekerjaan orang lain.
Konsentrasi Dalam Suatu Kegiatan
Tindakan memegang, membawa, menguasai, dan memiliki. Maharsi Patanjali
mengajarkan 3 cara dharana, yaitu: (1) menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada
satu objek saja, tetap dibawah pengawasan manah (pikiran), (2) menentramkan gerak-gerik
pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh kasih sayang dan tenang baik dalam
keadaan duka maupun suka, (3) mengkonsentrasikan indra tersebut pada nafas yang keluar
masuk tubuh.
Dharana yang merupakan pengkonsentrasian pikiran terhadap suatu objek. Tanpa
kosentrasi, kita tidak dapat memiliki suatu keberhasilan dalam jalan kehidupan. Pada seorang
manusia duniawi, pancaran pikiran berpencar kesegala arah, melompat-lompat seperti seekor
kera. Sekali saja Pratyahara telah dapat dilakukan, pikiran kemudian diarahkan kepada objek
konsentrasi. Objek tersebut dapat berupa gambaran dari Dewa, sebuah mantra, nafas
seseorang atau bagian tubuh, atau hal yang lain.
Berjapa Yoga dan Gayatri Sadhana
Japa Yoga dijelaskan tentang mantra dapat mengubah sifat kita menjadikan lebih halus,
lembut dan lebih tenang. Japa adalah pelafalan mental atau diam mengingat sebuah mantra
yang perlahan-lahan membangkitkan getaran energi dalam ruang atau medan pikiran. Selain
itu didalam Gayatri Sadhana dijelaskan pelaksanaan meditasi Gayatri dapat menghancurkan
segala karma dan dosa dan dengan pemurnian hati serta pikiran, ia membukakan penglihatan
ketiga guna pencerahan; dengan mantramu manusia dapat hidup lama atau berumur panjang
dengan kesehatan yang prima, bersinar laksana cahaya dan membantu umat manusia dalam
mempercepat evolusinya.hal tersebut disebutkan dalam buku yang berjudul Japa Yoga dan
Gayatri Sadhana.
Merenung / Pemusatan Pikiran
Ini termasuk kedalam ajaran Dhyana, berarti meditasi, refleksi, atau pemusatan pikiran
disebut juga kontemplasi atau renungan mendalam. Patanjali menjelaskan tatra
pratyaikatanata dhyanam artinya, arus pikiran terkonsentrasi tak putus-putusnya pada objek
renungan. Seperti halnya air sungai yang menuju laut, demikian pulalah hendaknya
renungan itu terpusat pada Isvara Tuhan
10
Mengenai penerapan bhakti marga oleh umat Hindu seperti berikut ini :
Melaksanakan doa atau puja tri sandhya seara rutin setiap hari;
Menghaturkan banten saiban atau jotan/ngejot atau yajnasesa;
Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasi-Nya;
Berbakti kehadapan Leluhur;
Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa;
Melaksanakan upacara dewa yajna (piodalan/puja wali, saraswati, pagerwesi,
galungan, kuningan, nyepi, siwaratri, purnama, tilem, tumpek landep, tumpek wariga,
tumpek krulut, tumpek wayang dan lain-lainnya);
8. Melaksanakan upacara manusia yajna (magedong-gedongan, dapetan, kepus puser,
macolongan, tigang sasihin, ngotonin, munggah deha, mapandes, mawiwaha,
mawinten, dan sebagainya);
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bab 12 menyampaikan pertanyaan arjuna tentang mana yang lebih baik: menyembah
Tuhan sebagai pribadi atau menyembah Tuhan sebagai yang tak berwujud. Sri Krsna
menjawab bahwa yang paling sempurna adalah yang menyembah Beliau dengan penuh
bhakti sebagai pribadi. Penyembah seperti itu akan diselamatkan dari lautan kelahiran dan
kematian. Namun tidak berarti bahwa yang menyembah Tuhan sebagai sesuatu yang
berwujud tak akan sampai kepada Tuhan, hanya untuk sampai ke sana jalan yang harus
ditempuh lebih sulit. Prinsip bhakti yoga harus diikuti, jika prinsip bhakti yoga tak dapat
diikuti, bekerjalah sebagai persembahan kepada Tuhan. Jika ini pun tak dapat dilakukan,
bekerjalah tanpa mengharapkan hasil. Adapun implementasinya dapat dilakukan dengan cara
rajin sembahyang, menghormati Orang tua, merenungkan segala perbuatan, beryadnya, serta
bekerja tanpa mengharapkan hasil.
3.2 SARAN
Tuhan bersifat Maha Kuasa sedangkan makhluk hidup penuh dengan kekurangan maka
Beliau telah menciptakan banyak cara untuk mencapainya, salah satunya Bhakti Yoga.
Tuhan sangat mencintai orang-orang yang berusaha maju di jalan rohani dengan cara apapun
yang bisa mereka lakukan, Untuk itulah jika banyak yang engkau kurang bisa lakukan maka
bekerjalah apa saja yang mungkin bisa lakukan sebaik mungkin serta tanpa mengharapkan
hasil karena Tuhan akan memberi berkah untuk orang yang bekerja seperti itu.
14
Daftar Pustaka
DOA PENUTUP
DOSEN PENGAMPU:
(1413021023)
SEMESTER II KELAS A
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena atas Asung
Kertha Waranugraha-Nya, makalah Agama Hindu yang berjudul Wujud Tuhan dalam
Keyakinan Hindu, dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Penulisan
makalah ini adalah merupakan suatu kewajiban penulis sebagai mahasiswa yang diberikan oleh
Dosen untuk dapat lebih kreatif mencari sumber bacaan baik secara mandiri maupun kelompok.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini, terutama dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu,
Bapak Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih jauh dari kesempurnaan, hal ini
disebabkan karena keterbatasan pengetahuan, serta pengalaman menulis makalah yang penulis
miliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas
partisipasinya, penulis mengucapkan terimakasih.
Om Santih, Santih, Santih Om
Penulis
DAFTAR ISI
DOA PEMBUKA
KATA PENGANTAR ....... i
DARTAR ISI... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.3 Tujuan.
1.4 Manfaat...
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sifat Tuhan dalam Keyakinan Hindu ..
11
20
3.2 Saran...
20
DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat dunia mengenal berbagai macam kepercayaan, salah satunya yaitu
kepercayaan terhadap Tuhan. Kepercayaan ini melatarbelakangi tumbuh dan berkembangnya
aliran kepercayaan dan agama. Agama merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ajaran Agama yang dimengerti secara baik dan benar akan dapat
menuntun seseorang untuk mencapai kebahagiaan lahir dan bahin. Agama dapat dijadikan
kemudi dalam kehidupan sehari-hari yang diawali dengan pengertian dan pemahaman
terhadap ajaran agama itu sendiri. Agama yang ada dan berkembang di dunia ini
sesungguhnya bertitik tolak pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa
agama yang berkembang di dunia, salah satunya yaitu Agama Hindu yang merupakan
Agama tertua dan pertama kali dikenal umat manusia. Umat Hindu percaya terhadap Tuhan
Yang Maha Esa terbukti dengan banyak hal, kejadian, dan keajaiban dunia yang diyakini
terjadi secara alami yang menyebabkan kepercayaan umat Hindu makin bertambah terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Semua hal dan keajaiban dunia yang terjadi pasti ada sebabnya,
Tuhan sudah mengatur semua yang ada dan penyebab pertama segala yang ada di muka bumi
ini.
Hal yang menyebabkan kepercayaan kepada Tuhan adalah adanya alam semesta beserta
isinya, seperti adanya matahari, bulan, bintang, dan makhluk-makhluk hidup yang
menempati dunia ini, adanya pergantian siang menjadi malam, adanya kelahiran, usia tua,
dan kematian yang semuanya itu ada dalam keadaan teratur. Menurut ajaran Agama,
Tuhanlah yang menjadikan semua. Tuhanlah yang menjadikan semua yang ada di alam
semesta ini, demikian pula semua ini akan kembali kepada-Nya.
Agama adalah kepercayaan, maka dengan agama pula akan dirasakan suatu pegangan
iman yang kokoh. Pegangan itu tiada lain adalah Tuhan, yang merupakan sumber dari semua
yang ada dan yang terjadi. Kepada-Nyalah umat memasrahkan diri, karena tidak ada tempat
lain dari pada-Nya tempat untuk kembali. Keimanan kepada Tuhan ini merupakan dasar
kepercayaan Agama Hindu. Inilah yang menjadi pokok-pokok keimanan agama Hindu.
Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian, yakin dan iman terhadap Tuhan itu sendiri.
1
Yakin dan iman ini merupakan pengakuan atas dasar keyakinan bahwa sesungguhnya Tuhan
itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa dan Maha segala-galanya. Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
disebut juga Hyang Widhi (Brahman), adalah ia yang kuasa atas segala yang ada ini. Tidak
ada apapun yang luput dari Kuasa-Nya. Ia sebagai pencipta, sebagai pemelihara dan pelebur
alam semesta dengan segala isinya.
Percaya kepada Tuhan merupakan dasar agama Hindu. Tujuan agama Hindu ialah
menuntun orang untuk mendapatkan kesejahteraan lahir bathin (Jagadhita dan Moksa).
Kesejahteraan lahir bathin didapat oleh umat manusia dengan melaksanakan dharma dalam
hidupnya, karena dharma itulah yang mendukung manusia untuk mendapatkan kerahayuan.
Dharma adalah kebajikan dan peraturan-peraturan yang membawa seseorang kepada
kebahagiaan. Seseorang yang hidupnya berdasarkan dharma akan lepas pula dari noda.
Dharma memegang peranan penting dalam hidup ini, yang perlu dipedomani dan
dilaksanakan.
Memahami bagaimana Tuhan itu, sangatlah memiliki kesubjektifan atau paham tersediri
antara masing-masing penganut suatu agama. Konsep tentang ketuhanan memiliki beberapa
hasil pemahaman yang berbeda, diantaranya adalah paham monotheisme, politheisme,
pantheisme atau atheisme. Paham-paham itu ada yang bertahan atau mengalami perubahan
serta mulai berkembang sebagai studi ilmu pengetahuan dan pemahaman spiritual yang
sesuai dengan pemahaman zaman dewasa ini.
Paham yang dimiliki oleh umat beragama memunculkan sistem pemujaan kepada Tuhan
yang berbeda-beda. Sistem pemujaan umat Hindu bisanya dengan membuat bangunan suci,
arca (patung-patung), pratima, pralinga, mempersembahkan bhusana, sesajen yang
merupakan wujud bhakti umat Hindu kepada Tuhan. Berdasarkan hal tersebut, untuk
mengetahui lebih mendalam sifat hakikat Tuhan dan hal yang dilakukan umat Hindu dalam
menggambarkan wujud Tuhan, maka penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul
Wujud Tuhan dalam Keyakinan Hindu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan dibuatnya makalah ini, diantaranya:
1.2.1 Bagaimana sifat Tuhan dalam keyakinan Agama Hindu?
1.2.2 Bagaimana penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sifat Tuhan dalam Keyakinan Hindu
Tuhan Yang Maha Esa merupakan asal atau sumber dan sekaligus kembalinya seluruh
alam semesta beserta isimnya ini. Keyakinan Agama Hindu mempercayai bahwa Brahman
atau Tuhan hanyalah satu, esa, tidak ada duanya, namun karena kebesaran dan kemuliaanNya, para Rsi dan orang-orang yang bijak menyebutnya dengan beragam nama. Kitab Suci
Veda juga membicarakan wujud Brahman (Tuhan) yang menjelaskan bahwa Brahman
sebenarnya adalah energi, cahaya, sinar yang sangat cemerlang dan sulit sekali diketahui
wujudnya.
Berdasarkan hal tersebut Brahman dikatakan abstrak, kekal, abadi, atau dalam
terminologi Hindu disebut Nirguna atau Nirkara Brahman (Impersonal God) artinya Tuhan
tidak berpribadi dan transenden yaitu Brahman tidak terjangkau pemikiran manusia atau
tidak berwujud, namun kalau Brahman menghendaki dirinya terlihat dan terwujud, hal itu
sangat mudah dilakukan. Brahman yang berwujud disebut Saguna atau Sakara Brahman
(personal God), Tuhan yang berpribadi atau immanent (Titib, 1994).
Tuhan didalam Agama Hindu merupakan suatu esensi tertinggi yang meresapi seluruh
jagat raya ini, di dalam naskah-naskah kitab suci keberadaan Tuhan banyak di jelaskan
didalam kitab-kitab tersebut seperti misalnya didalam kitab suci Bhagavad Gita yakni
disebutkan sebagai berikut:
na me viduh sura-ganah
prabhavam na maharsayah
aham adir hi devanam
maharsinam ca sarvasah
(Bhagavad Gita.X.2)
Artinya, Rahasia kelahiran-Ku ini, para dewa tidak mengenalinya, dan para maharesi suci
juga tidak mengenalinya. Sebab, dalam segala hal Aku adalah sumber awal dari para
maharesi mulia dan juga para dewa.
aham atma gudakesa
4
sarva-bhutasaya-sthitah
aham adis ca madhyam ca
bhutanam anta eva ca
(Bhagavad Gita.X.20)
Artinya, Wahai Arjuna yang sudah mengalahkan rasa kantuk, sesungguhnya Aku adalah
awal, pertengahan, dan akhir semua makhluk hidup. Dan Aku adalah roh yang bersemayam
di dalam hati semua makhluk hidup.
sarganam adir antas ca
madhyam caivaham arjuna
adhyatma-vidya vidyanam
vadah pravadatam aham
(Bhagavad Gita.X.32)
Artinya, Wahai Arjuna, diantara ciptaan, Aku adalah awal, pertengahan, dan akhir. Diantara
segala ilmu pengetahuan, Aku adalah pengetahuan keinsyafandiri, dan diantara perdebatan,
Aku adalah Vada, yang memahami penentuan kebenaran.
yac capi sarva-bhutanam
bijam tad aham arjuna
na tad asti vina yat syan
maya bhutam caracaram
(Bhagavad Gita.X.39)
Artinya, Wahai Arjuna, benih dari segala ciptaan, benih itulah Aku. Sebab, tanpa
keberadaan-Ku, sama sekali tidak akan ada ciptaan (di alam ini), baik ciptaan yang bergerak
maupun yang tidak bergerak.
Tuhan (Hyang Widhi), yang bersifat Maha Ada, juga berada disetiap mahluk hidup,
didalam maupun diluar dunia (imanent dan transenden). Tuhan (Hyang Widhi) meresap di
segala tempat dan ada dimana-mana (Wyapi Wyapaka), serta tidak berubah dan kekal abadi
(Nirwikara). Tuhan berada dimana-mana, ia mengetahui segalanya. Tuhan adalah saksi
agung akan segala yang ada dan terjadi, sehingga orang tidak dapat lari kemanapun untuk
menyembunyikan segala perbuatannya karena tidak ada tempat sepi yang luput dari
kehadiran-Nya. Tuhan itu selalu hadir dan meresap di segala tempat, tetapi sukar dapat
dilihat oleh mata biasa. Indra manusia hanya dapat menangkap apa yang dilihat, didengar,
5
dikecap dan dirasakan. Kemampuan manusia terbatas, sedangkan Tuhan (Hyang Widhi)
adalah Maha sempurna dan tak terbatas (Titib, 1994).
Kitab Suci Veda menyebutkan bahwa Tuhan (Hyang Widhi) tidak berbentuk (nirupam),
tidak bertangan dan berkaki (nirkaram nirpadam), tidak berpanca indra (nirindryam), tetapi
Tuhan (Hyang Widhi) dapat mengetahui segala yang ada pada mahluk (Titib, 1994). Tuhan
(Hyang Widhi) tidak pernah lahir dan tidak pernah tua, tidak pernah berkurang dan
bertambah. Tuhan Maha Ada dan Maha Mengetahui segala yang ada di alam semesta ini.
Tuhan berkuasa atas semua dan Esa adanya. Tuhan tidak terjangkau oleh pikiran, maka orang
membayangkan bermacam-macam sesuai dengan kemampuannya. Tuhan yang Tunggal
(Esa) itu dipanggilnya dengan banyak nama sesuai dengan fungsinya. Tuhan (Hyang Widhi)
dipanggil Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara dan Ciwa sebagai
pelebur/pemralina. Orang-orang menyembah-Nya dengan bermacam-macam cara pada
tempat yang berbeda-beda. Kepada-Nyalah orang menyerahkan diri, mohon perlindungan
dan petunjuk-Nya agar manusia menemukan jalan terang dalam mengarungi hidup ini.
Ketuhanan yang diajarkan sebagai unsur iman dalam Agama Hindu merupakan unsur
penghayatan yang paling penting dalam keseluruhan pola kehidupan yang berhubungan
dengan kemahakuasaan Tuhan dengan segala manifestasi-Nya. Pokok-pokok pengertian
tentang ketuhanan sebagai keimanan dalam sistem pengahayatan tentang Tuhan dengan
kemahakuasaan-Nya, diantaranya Asta Aiswarya dan Cadu Sakti.
Asta Aiswarya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata Asta yang berarti delapan,
dan Aiswarya yang berarti kemahakuasaan. Asta Aiswarya berarti delapan sifat
kemahakuasaan Tuhan yang merupakan sradha (dasar keimanan dalam Agama Hindu).
Delapan sifat kemahakuasaan Tuhan terdiri dari (Midastra & Maruta, 2007: 2):
1. Anima artinya sifat Tuhan Maha Kecil, lebih kecil dari partikel-partikel atom.
2. Lagima artinya sifat Tuhan Maha Ringan, lebih ringan daripada gas dan Beliau dapat
mengambang di udara dan terapung di air.
3. Mahima artinya sifat Tuhan Maha Besar, segala tempat dipenuhi oleh beliau dan meresap
memenuhi alam semesta.
4. Prapti artinya dapat menjangkau segala tempat, tidak terhalang langkahnya oleh siapapun
dan bersifat Wyapi Wyapaka Nirwikara yang berarti ada dimana-mana namun tidak
terpengaruh oleh yang ada.
6
pendengaran tembus, Dura Jnana artinya pikiran tembus yang dapat membaca jalan
pikiran seseorang. Ajaran Jnana Sakti dijelaskan dalam Bhagavad Gita, yaitu:
svayam evatmanatmanam
vettha tvam purusottama
bhuta-bhavana bhutesa
deva-deva jagat-pate
(Bhagavad Gita.X.15)
Artinya, Wahai Tuhan Yang Paling Utama, wahai Asal Mula segala sesuatu, Penguasa
para dewa dan seluruh alam semesta, memang sesungguhnya Anda melalui Diri Anda
sendiri yang paling mengetahui tentang diri Anda yang sesungguhnya.
aham atma gudakesa
sarva-bhutasaya-sthitah
aham adis ca madhyam ca
bhutanam anta eva ca
(Bhagavad Gita.X.20)
Artinya, Wahai Arjuna yang sudah mengalahkan rasa kantuk, sesungguhnya Aku adalah
awal, pertengahan, dan akhir semua makhluk hidup. Dan Aku adalah roh yang
bersemayam di dalam hati semua makhluk hidup.
4. Kriya sakti artinya sifat Tuhan Maha Karya, Tuhan adalah Maha Pencipta, sebab
Tuhanlah yang pada mulanya menciptakan langit, matahari, bulan, bintang, serta bumi,
dan pada saatnya nanti akan ditarik kembali. Ajaran Kriya Sakti dijelaskan dalam
Bhagavad Gita, yaitu:
atha va bahunaitena
kim jnatena tavarjuna
vistabhyaham idam krtsnam
ekamsena sthito jagat
(Bhagavad Gita.X.42)
Artinya, atau, wahai Arjuna, apa perlunya engkau bertanya begitu banyak perihal
ini? Hanya dengan segelintir kecil dari Diri-Ku, Aku menciptakan seluruh alam semesta
ini dan berada dimana-mana.
2. Wujud kesadaran agung yang merupakan asal dari segala yang telah dan yang akan
ada.
3. Raja di alam yang abadi dan juga di bumi ini yang hidup dan berkembang dengan
makanan.
4. Sumber segalanya dan sumber kebahagiaan hidup.
5. Maha suci tidak ternoda.
6. Mengatasi segala kegelapan, tak termusnahkan, maha cemerlang, tiada terucapkan,
tiada duanya.
7. Absolut dalam segala-galanya, tidak dilahirkan karena Beliau ada dengan sendirinya
(swayambhu) (Viresvarananda, 2004).
Agama Hindu sangat kaya dengan berbagai simbol baik dalam wujud gambar, tulisan,
maupun dalam wujud benda-benda tertentu yang diyakini sebagai representasi
perwujudan Hyang Widhi Wasa atau segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat-sifatNya. Simbol tersebut merupakan media yang digunakan bhakta dengan objek bhaktinya,
yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Simbol-simbol dalam
Agama Hindu dibuat dengan sangat indah, unik, dan menarik untuk menggambarkan
hakikat Tuhan yaitu Satyam (kebenaran), Sivam (kebaikan) dan Sudaram (keindahan).
Hakikat Tuhan tersebut dijelaskan dalam sloka Bhagavad Gita, yaitu:
yad yad vibhutimat sattvam
srimad urjitam eva va
tat tad evavagaccha tvam
mamo tejo-msa-sambhavam
(Bhagavad Gita.X.41)
Artinya, semua makhluk hidup dan hal lainnya yang penuh dengan kehebatan, keindahan,
dan kekuatan tersebut, ketahuilah bahwa semua itu hendaknya engkau pahami hanya
berasal dari segelintir kecil dari keagungan-Ku.
Simbol-simbol Tuhan dalam Agama Hindu banyak jumlahnya, seperti (Okanila, 2004):
1. Bentuk manusia dengan berbagai kelebihannya, seperti bertangan empat, delapan dan
dua belas, berkaki tiga, bermata tiga. Contohnya Dewa Brahma, Vishnu, Siva, Dewi
Saraswati, Laksmi, Durgha, Rama, Krishna.
10
2. Arca
Arca merupakan perwujudan Dewa dan Bhatara dalam bentuk patung yang jelas
penggambarannya sebagai manusia dan binatang yang digunakan sebagai sarana untuk
memudahkan konsentrasi di dalam persembahyangan yang sebenarnya ditujukan kepada
Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasi-Nya
karena arca itu bukanlah Sang Hyang Widhi. Arca memiliki ukuran yang lebih besar dari
pratima. Arca biasanya terbuat dari kayu pilihan, seperti cendana, cempaka, majagau, dan
beberapa kayu yang berbau harum. Acra memiliki fungsi, yaitu (Sudiatmika, 2014):
a. Sebagai sarana untuk memusatkan pikiran kearah meditasi yang lebih tinggi.
b. Menggambarkan dewa-dewa yang dipuja, mempersonifikasikan dewa yang abstrak.
c. Sebagai media pemujaan/kebaktian dengan cara mempersembahkan sajian atau
menyelenggarakan upacara di hadapan Dewa tersebut.
d. Sebagai hiasan bangunan candi atau sebagai pelengkap.
e. Memantapkan sradha dan bhakti umat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Agama Hindu adalah salah satu agama yang memiliki banyak arca yang merupakan
perwujudan sosok dewa/dewi yang disembah umat Hindu. Agama Hindu menyebut arca
dengan murti (murthi) yang berarti perwujudan roh atau jiwa yang bersifat ketuhanan
atau perwujudan seorang manusia yang dianggap sebagai titisan seorang dewa atau dewi.
Arca tidak hanya terbuat dari kayu tetapi juga terbuat dari batu dan logam.
3. Pratima
Pratima merupakan perwujudan Dewa dan Bhatara dalam bentuk patung yang
digunakan sebagai sarana untuk memudahkan konsentrasi di dalam persembahyangan
yang sebenarnya ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasiNya. Pratima memiliki ukuran yang lebih kecil dari arca. Pratima biasanya terbuat dari
emas, perak dan uang kepeng. Penggunaan pratima sebagai alat memuja Tuhan
berlangsung sebelum kerajaan Singasari dan Majapahit (Admin, 2013). Penggunaan
pratima saat ini sudah jarang dilakukan, pratima saat ini merupakan pusaka yang
dikeramatkan. Ajaran Agama Hindu mengenal empat jalan untuk mencapai
kesempurnaan hidup atau jalan menuju Tuhan yang disebut dengan Catur Marga, yang
salah satu dari empat jalan tersebut adalah Bhakti Marga. Bhakti Marga merupakan jalan
12
yang paling mudah untuk dilakukan untuk semua umat Hindu. Bhakti Marga sering
disebut sebagai ajaran yang alamiah. Bhakti Marga terdiri dari:
a. Apara Bhakti adalah cinta kasih dari seseorang yang belum mempunyai tingkat
kesucian yang tinggi.
b. Para Bhakti adalah cinta kasih dari seseorang yang sudah memiliki tingkat kesucian
yang tinggi.
Seorang Bhakta tidak pernah berpikir bagaimana Tuhan itu, namun seorang Bhakta
senantiasa memiliki iman yang teguh percaya bahwa Tuhan itu ada dan tunggal (esa).
Mewujudkan cinta kasih seorang Apara Bhakti memerlukan objek sebagai alat untuk
memuja Tuhan Yang Maha Esa. Objek tersebut dikenal dengan Pratima sebagai alat
perwujudan atau gambaran pikiran seorang Apara Bhakti dapat terpusat kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Pratima yang digunakan hanya sebagai alat pemusatan pikiran kepada
Tuhan Yang Maha Esa, bukan sebagai benda yang disembah. Seorang Apara Bhakti pun
hendaknya menyadari bahwa Pratima bukanlah Dewa atau Tuhan. Hindu bukanlah
politheisme tidak juga menyembah patung, batu.
4. Patung
Sistem kepercayaan dan upacara keagamaan dalam Agama Hindu, berdasarkan
fungsinya, patung dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, antara lain: patung dewa
dan patung perwujudan (Sudiatmika, 2014).
a. Patung Dewa
Patung Dewa pada garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Istadewata
Istadewata adalah dewa yang diyakini sebagai dewa paling tinggi, di antara dewadewa yang lain. Istadewata sebagai media konsentrasi (pemusatan pikiran) dalam
pemujaan, diwujudkan dalam simbul-simbul tertentu, antara lain berwujud patung
(arca, pratima, pralingga) dan ditempatkan pada tempat suci, seperti candi dan
pura. Bentuk dewa tersebut diwujudkan memakai ukuran, bhusana dan hiasan
dengan atribiut/tanda-tanda atau laksana tertentu berdasarkan ketentuan-ketentuan
dan Silpasastra. Dewa tertinggi dalam agama Hindu adalah Dewa Tri Murti.
Dewa tersebut adalah manifestasi Tuhan sebagai pencipta (uttpeti), pemelihara
13
(sthiti) dan pengembali ke asal (pralina). Dewa Brahma, sebagai pencipta, Dewa
Wisnu sebagai pemelihara dan Dewa Iswara sebagai pamralina, masing-masing
Dewa tersebut memiliki wahana/kendaraan dan Sakti. Dewa Brahma wahananya
angsa dan saktinya Dewi Saraswati. Dewa Wisnu mempunyai wahana burung
Garuda dan saktinya bernama Dewi Sri atau Laksmi. Dewa Iswara wahananya
Lembu Nandi dan Saktinya Dewi Durga atau Uma (Parwati). Diantara Dewa Tri
Murti tersebut Dewa Iswara/Siwa dipandang sebagai dewa tertinggi dan dipuja
sebagai dewa yang utama. Dewa Brahma dalam bentuk patung biasanya
diwujudkan berkepala empat, sehingga disebut Dewa Catur Mukha, dengan
masing-masing kepala mengarah keempat penjuru mata angin. Selain itu Dewa
Brahma bertangan empat, disebut Catur Bhuja, masing-masing membawa:
Aksamala/Genitri.
Kamandalu.
Camara
Aksamala
Padma
Wina
Pustaka
Gada
Sangkha
Cakra
Padma
Saktinya Dewa Wisnu adalah Dewi Sri (Laksmi), biasanya diwujudkan bertangan
dua:
14
Tangan yang lainnya membawa benda, akan tetapi dengan sikap memberi
(wara mudra)
Trisula
Aksamala
Camara
Kamandalu
Saktinya Dewa Siwa adalah Dewi Durga biasanya bertangan delapan (cunda)
dengan membawa:
Cakra
Kadga
Busur
Panah
Sangkha
Prisai
Ekor Mahisa
Rambut Raksasa
Mangkok
Parasu/kapak
Aksamala
Patahan taring
Ganesha dianggap dewa sangat sakti, dapat menolak serta menghancurkan segala
rintangan atau mara bahaya, sehingga disebut pula Dewa Wighneswara. Patung
Ganesha sebagai dewa penolak bahaya di Bali, sering ditempatkan di Catuspatha,
Margatiga, di tepi sungai pinggir jurang dan di tempat lain yang dipandang
angker.
2. Dewa Dikpalaka
Dewa Dikpalaka sering disebut Dewa Lokapala adalah kelompok Dewa penguasa
penjuru mata angin yang kesemuanya tidaklah lain dari pada manifestasi dari
Dewa Siwa. Kelompok itu adalah: Asta Dewata, Dewata Nawasanggha dan
Ekadasa Rudra. Aliran Siwa Siddhanta sebagaimana yang dianut di Bali
khususnya Dewa Siwa sebagai dewa yang utama, dianggap mempunyai tiga
manifestasi pokok sebagai penguasa alam semesta, yaitu:
a. Siwa bersifat sekala (mewakili segala wujud dan bentuk yang memenuhi
dunia ini) dan berkedudukan di Nadir.
b. Sadasiwa, bersifat sakala niskala bertempat di pusat.
16
Dewata
bersama
dengan
Dewa
Siwa
menjadi Nawa
Siwa, di Nadir
Sadasiwa, di pusat
Paramasiwa, di Zenith
Iswara, di timur
Maheswara, di tenggara
Brahma, di selatan
Mahadewa, di barat
Wisnu, di utara
b. Patung Perwujudan
Patung perwujudan adalah patung yang menggambarkan seorang raja/tokoh dengan
pakaian kebesaran atau dengan wujud dewa, karena raja tersebut dianggap sebagai
penjelmaan dari dewa tertentu. Patung perwujudan itu dibuat setelah seorang
raja/tokoh meninggal dunia dan terhadapnya telah dilaksanakan upacara keagamaan
antara lain upacara Sraddha yaitu upacara penyucian terhadap roh (mungkin sejenis
upacara memukur di Bali). Umumnya patung perwujudan itu ditempatkan pada
candi/tempat pemujaan lainnya yang khusus didirikan untuk keperluan tersebut.
Atribut/tanda-tanda dari patung perwujudan itu pada dasarnya sama dengan atribut
dari dewa yang menitisnya. Perbedaannya dengan patung dewa hanya terlihat dari
17
sikap tangan patung perwujudan itu. Patung perwujudan itu menunjukkan sikap
tangan menyembah (anjali mudra) dan juga membawa kuncup bunga padma.
5. Padmasana
Padmasana adalah simbol yang menggambarkan kedudukan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
sebagai bunga teratai atau dapat juga dikatakan bahwa Padmasana sebagai tuntunan batin
atau pusat konsentrasi (Dwija, 2015). Bunga teratai dipilih sebagai simbol yang tepat
menggambarkan kesucian dan keagungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena memenuhi
unsur-unsur, yaitu:
a. Helai daun bunganya berjumlah delapan sesuai dengan jumlah manifestasi Ida
Sang Hyang Widhi Wasa di arah delapan penjuru mata angina.
b. Puncak mahkota berupa sari bunga yang menggambarkan simbol kedudukan Ida
Sang Hyang Widhi secara vertikal dalam manifestasi sebagai Siwa (adasthasna
atau dasar), Sadasiwa (madyasana atau tengah) dan Paramasiwa (agrasana atau
puncak).
c. Bunga teratai hidup di tiga alam yaitu tanah atau lumpr disebut pertiwi, air disebut
apah, dan udara disebut akasa. Bunga teratai merupakan sarana utama dalam
upacara-upacara Panca Yadnya dan juga digunakan oleh Pandita-Pandita ketika
melakukan surya sewana.
Hiasan Padmasana terdiri dari:
1. Dasar bangunan terdapat Bhedawangnala yaitu ukiran mpas (kura-kura besar) yang
dililit dua ekor naga. Kura-kura adalah simbol dasar bhuvana sedangkan naga adalah
simbol Basuki yaitu kekuatan yang mengikat lam semesta. Bhedawangnala
merupakan suatu kelompok (kesatuan) yang meluangkan adanya api. Api disini
merupakan simbol dari energi kekuatan hidup. Letak simbol Bhedawangnala di dasar
bangunan maka dapat bermakna yaitu sebagai kekuatan bumi ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa yang perlu dijaga, dan patut pula bermakna sebagai dasar kehidupan
manusia yaitu energi yang senantiasa perlu ditumbuh kembangkan.
2. Dewa Wisnu yang mengendarai Garuda diletakkan di bagian tengah belakang adalah
simbol Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai pemelihara.
3. Angsa diletakkan di bagian atas belakang adalah simbol Dewi Saraswati yang
bermakna pengetahuan, ketelitian, kewaspadaan, ketenangan dan kesucian.
18
4. Acintya diletakkan di bagian atas depan adalah simbol Sang Hyang Widhi yang tidak
dapat dilihat, dipikirkan wujudnya.
5. Hiasan lainnya dapat berupa karang gajah, karang boma, karang bun, karang paksi
yang semuanya bermakna sebagai simbol keanekaragaman aalam semesta.
Arti simbolis dari semua bentuk Padmasana adalah sthana Ida Sang Hyang Widhi wasa
yang dengan kekuatan-Nya telah menciptakan manusia sebagai makhluk utama dan alam
semesta sebagai pendukung kehidupan, senantiasa perlu dijaga kelanggengan hidupnya.
19
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1 Brahman dikatakan abstrak, kekal, abadi, atau dalam terminologi Hindu disebut
Nirguna atau Nirkara Brahman , namun kalau Brahman menghendaki dirinya terlihat
dan terwujud disebut Saguna atau Sakara Brahman. Sifat kemahakuasaan Ida sang
Hyang Widhi Wasa juga termuat dalam Asta Aiswarya dan Cadu Sakti.
3.1.2 Agama Hindu sangat kaya dengan berbagai simbol baik dalam wujud gambar, tulisan,
maupun dalam wujud benda-benda tertentu yang diyakini sebagai representasi
perwujudan Hyang Widhi Wasa atau segala sesuatu yang berhubungan dengan sifatsifat-Nya. Simbol tersebut merupakan media yang digunakan bhakta dengan objek
bhaktinya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Simbolsimbol dalam Agama Hindu dibuat dengan sangat indah, unik, dan menarik untuk
menggambarkan hakikat Tuhan yaitu Satyam (kebenaran), Sivam (kebaikan) dan
Sudaram (keindahan).
3.1.3 Penggambaran wujud Tuhan oleh Agama Hindu dilukiskan dengan cara gambar atau
lukisan, arca, pratima, patung, dan padmasana.
3.2 Saran
Sebagai umat beragama hendaknya mengetahui penggambaran wujud Tuhan Yang Maha
Esa dan percaya dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Umat beragama khususnya umat
hindu juga harus mengetahui sifat Tuhan sebagai kemahakuasaan-Nya sehingga dalam
bertindak manusia memikirkan hal yang harus dilakukan dan juga percaya dengan adanya
Tuhan dengan wujud-wujud Tuhan yang digambarkan dalam berbagai bentuk.
20
DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2013. Pratima dalam Hindu. Terdapat pada paduarsana.com/2013/01/30/pratimadalam-hindu/. Diunduh pada 5 Juni 2015
Babad Bali. _______. Brahman. Terdapat pada http://www.babadbali.com/canangsari/pabrahman.htm. Diunduh pada 5 Juni 2015
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan).Denpasar: Yayasan Dharma Sthapanam
Dwija, B. 2015. Padmasana. Terdapat pada stitidarma.org/padmasana/. Diunduh pada 5 Juni
2015.
Midastra, I Wayan dan I Ketut Maruta. 2007. Widya Dharma Agama Hindu SMP kelas 7.
Jakarta: Ganeca Exact
Mudana, I Nengah dan I Gusti Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Okanila. 2004. Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Terdapat pada
http://okanila.brinkster.net/DataCetak.asp?ID=534. Diunduh pada 5 Juni 2015
Sudiatmika, I Wayan Adi. 2014. Patung dalam Agama Hindu. Terdapat pada
www.sudiatmika.web/2014/05/23/patung-dalam-agama-hindu/. Diunduh pada 5
Juni 2015
Titib, I Made. 1994. Ketuhanan dalam Weda. Jakarta: Manik Geni
Viresvarananda, Swami. 2004. Pengetahuan tentang Ketuhanan. Surabaya: Paramita
Oleh :
Dosen Pengampu
DISUSUN OLEH
(KELAS IIA)
I Kadek Agustian Bayu Atmajaya
1413021024
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul Tri Guna Sebagai
Pedoman Bertingkah Laku dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, penulis mengucapkan
terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta
dukungan materiil kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang
tulisannya dikutip sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ii
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengetahuan Tentang Tri Guna...................................................
14
15
16
DAFTAR PUSTAKA
iii
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha
iv
BAB I
PENDAHULUAN
hidup
2. Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
konsep ajaran Tri Guna berdasarkan Bhagavad-gita Bab XIV tentang
Guna Traya Vibhaga Yoga beserta implementasinya yang dapat dijadikan
pedoman dalam kehidupan ini agar mampu menjalani kehidupan sesuai
dengan ajaran dharma.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Penderitaan saya dan anda di dunia fana ini adalah karena kita diikat oleh
ketiga sifat alam tersebut.
2. Dengan lepas dari ikatan Tri Guna, kita bisa kembali pada kedudukan
dasar sebagai abdi/pelayan Tuhan di dunia rohani dan tinggal disana dalam
hubungan
bhakti
(cinta-kasih)
timbal
balik
selamanya
yang
keinginan,
memaksa
makhluk
hidup
bekerja
pamerih
dan
menyebabkan dirinya amat terikat pada hasil kerja (yang pasti megakibatkan
lahir lagi ke dunia fana). Sifat tamas menyebabkan sang makhluk hidup
mengkhayal, berpikir tidak waras, malas, dan banyak tidur (sehingga bisa
merosot ke dalam kehidupan yang lebih rendah dalam kelahiran berikutnya).
Ketiga Guna (Tri Guna) ini selalu bersama dan tidak pernah terpisah
satu sama lain, tidak hanya salah satu yang membangun benda-benda di dunia
ini. Kerja sama ketiga Guna (Tri Guna) itu dibagaikan minyak, sumbu, dan api
yang bersama-sama menghasilkan cahaya, walaupun masing-masing elemen
itu berbeda-beda yang sifatnya bertentangan.
Namun dikatakan bahwa ketiga unsur Tri Guna tersebut selalu
bergejolak dan berusaha mengatasai satu dengan yang lain agar menjadi yang
paling dominan (dalam Bhagavad-gita XIV.10):
rajas tamas cabhibhuya
sattvam bhavati bharata
rajah sattvam tamas caiva
tamah sattvam rajas tatha
Artinya: Wahai Arjuna, kadang-kadang sifat-sifat kebaikan lebih menonjol
dan mengatasi sifat kenafsuan dan kegelapan. Kadang-kadang sifat kenafsuan
yang muncul mengatasi sifat kebaikan dan sifat kegelapan. Demikian pula
kadang-kadang sifat kegelapan mengatasi sifat kebaikan dan kenafsuan.
Bila dibiarkan salah satu dari unsur Tri Guna tersebut menonjol dan
mengatasi unsur yang lainnya. Maka juga akan mempengaruhi kelahiran
berikutnya (punarbawa), seperti yang dibahas dalam Bhagavad-gita XIV
sloka 14 dan 15:
yada sattve pravrddhe tu
pralayam yati deha-bhrt
tadottama-vidam lokan
amalan pratipadyate
(Bhagavad-gita XIV. 14)
Artinya: Ketika sifat-sifat kebaikan yang berkembang, dan jika pada saat itu
orang mengalami kematian, maka sang roh akan mencapai alam-alam tempat
para resi mulia yang suci tanpa cela.
rajasi pralayam gatva
karma-sangisu jayate
tatha pralinas tamasi
mudha-yonisu jayate
(Bhagavad-gita XIV. 15)
Artinya: Jika seseorang meninggal saat dikuasi oleh sifat nafsu, maka ia akan
lahir dalam lingkungan orang-orang yang selalu sibuk dalam bekerja demi
pahala, sedangkan orang yang meninggal dalam sifat kegelapan akan lahir
dalam kelahiran-kelahiran kebodohan.
Guna atau karakter dari kehidupan yang lampau dibawa juga jika
seseorang lahir ke dunia (Cudamani, 1991). Jika waktu hidupnya yang lampau
dia adalah seorang pelukis, maka setelah lahir ke dunia, sedikit saja ada orang
membimbing dan memberi kesempatan melukis ia akan cepat menjadi pelukis
ulung. Dalam ilmu pengetahuan, Guna itu tidak lain dari bakat. Bakat timbul
adalah hasil dari pengalaman.
Ciri-ciri orang yang telah terlepas dari Tri Guna adalah sebagai berikut
(NarayanaSmrti, 2009):
1. Dia tidak membenci pencerahan spiritual, kemelekatan (pada hal-hal
material) ataupun khayalan ketika hal-hal itu datang kepadanya. Juga dia
tidak menginginkannya jika hal-hal itu lenyap (tidak ada).
2. Dia tetap tenang tanpa rasa keprihatinan apapun, sebab dia berada di luar
pengaruh unsur-unsur Tri Guna.
3. Dia hidup mantap (dalam keadaan apapun), sebab dia sadar bahwa hanya
unsur-unsur Tri Guna itu saja yang aktif.
4. Dia merasakan suasana yang senang dan susah yang sama saja, menerima
cacian dan pujian dengan sikap sama, melihat segumpal tanah, sebuah
batu, dan sekeping emas dengan pandangan dan perasaan sama.
5. Dia memperlakukan sahabat ataupun musuh dengan cara yang sama dan
bebas dari segala kegiatan pamerih apapun.
Dalam hal ini sulit membedakan antara orang malas dengan orang sadhu,
karena sama-sama tidak bekerja. Bila tamas berkawan dengan rajas tanpa
sattvam, sama seperti mobil yang berjalan tanpa tujuan. Ibarat melakukan
pekerjaan yang berbahaya dengan tidak bertanggung jawab. Bila kita sudah
sampai di tempat tujuan, maka gas, rem, dan kemudi, kita lepaskan dan mobil
pun kita tinggalkan.
Adapun pengaruh yang ditimbulkan dari Tri Guna dalam kehidupan ini
adalah:
Sifat sattvam, tentu memberikan pengaruh dalam meningkatkan budhi
pekerti (perilaku baik, luhur, dan mulia), dimana sifat sattvam sesuai dengan
bentuk, fungsi, dan maknanya adalah mengandung sifat kebaikan. Ini tentunya
semua akan dapat lebih memudahkan mengembangkan budhi pekerti yang
luhur. Sehingga dengan pengaruh sifat sattvam ini segala perilaku yang
berhubungan dengan budhi pekerti cepat terlaksana, karena dilihat dari
banyaknya kesamaan bentuk fungsi dan maknanya, yaitu sifat kebaikan untuk
mengembangkan perilaku yang baik. Usaha dalam pengembangan budhi
pekerti sifat yang didominasi oleh sattvam memiliki peluang paling besar.
Karena memang memiliki pesamaan-persamaan yang merupakan modal dalam
berperilaku mulia, dan dengan menggunakan kecerdasan yang ada.
Kecerdasan yang artinya kuat dalam menganalisis hal-hal yang
menurut pandangan sebenarnya, dan mengerti arti sang roh dan apa arti alam,
jnanam, memiliki pengetahuan rohani. Asammoha, kebebasan dari keraguraguan dan khayalan berangsur-angsur tapi pasti. Ksama, memaafkan
kesalahan kecil yang dilakukan orang lain. Satyam, kejujuran berarti
kenyataan harus disampaikan menurut kedudukan yang sebenarnya,untuk
memberikan manfaat kepada orang lain. Sama, mengekang pikiran untuk tidak
memikirkan yang tidak diperlukan. Sukam yaitu kesenangan dan kebahagiaan
untuk pengembangan pengetahuan rohani. Bhava, kelahiran dimengerti
sebagai hal yang berhubungan dengan badan. Ahimsa, tidak melakukan
kekerasan. Danam sifat kedermawanan.
Dengan demikian pengaruh sifat sattvam sangatlah mudah untuk dapat
mengembangkan dan meningkatkan tingkah laku kearah yang lebih baik.
Kelemahanya dari sifat kebaikan ini adalah masih mengikatkan diri terhadap
kebaikan semata, sehingga sering merasa puas dengan kebaikan saja inilah
yang menghambatnya untuk pencapaian pembebasan dari keterikatan (moksa).
Sifat rajas yang memiliki arti nafsu tentunya memberikan pengaruh
terhadap tingkah laku (budhi pekerti) dalam kehidupan ini, bila sifat nafsu
mendominasi, dimana sifat kebaikan dan kebodohan dikalahkan oleh sifat ini
maka memberi pengaruh terhadap keyakinan jelas dalam pengembangan
tingkah laku pasti menemukan konflik yang berakibat kehancuran. Disebutkan
rasa tidak pernah puas oleh apa yang telah didapat dalam hal kenikmatan
material.
Dalam berperilaku seperti ini, maka segala perbuatan itu pasti
menimbulkan kekacauan. Karena terjadi kekeliruan arah, pemaksaan
kehendak sesuka hati, terus-menerus yang berlebihan, sehingga rasa bangga
berlebihan akan hasilnya melupakan penderitaan orang lain. Perilaku seperti
ini tentu menimbulkan keonaran, keributan, kekacauan bahkan kerusakan
terhadap sesama, lingkungan dan ciptaan yang lainnya.
Oleh karena sifat ini memiliki bentuk, fungsi, dan makna dalam
melakukan sesuatu tidak memperhitungkan baik-buruk yang akan dilakukan.
Rajas sifat nafsu, aktif, keras, serakah dan sejenisnya dari rajas timbullah
kerakusan yang semakin aktif, kesibukan untuk untuk kepentingan pribadi,
makin rakus dan makin serakah (bingung oleh berbagai pikiran/keinginan)
bahkan keyakinan baikpun jika dipengaruhi oleh sifat ini akan sering goyah
atau tidak mantap, sehingga dalam berperilaku sering terlibat dalam jaringan
keonaran, tersesat menyimpang semakin jauh dari dharma.
Ketika rajas semakin dominan, kecenderungan atau tingkah laku
manusia, seperti halnya semakin nafsu, lobha, semakin sombong, sifat-sifat
yang burukpun semakin hebat, karena memuaskan nafsu seperti api disiram
bensin perilaku akan semakin takabur. Semakin sombong, semakin bengis,
seperti disebutkan sifat-sifat keraksasaan sifat egoistis dan angkuh serta
memandang dirinya yang paling hebat. Contohnya: Aku adalah raja dan aku
yang paling berhak menikmatinya, aku adalah paling sempurna dan berkuasa,
10
11
berkarakter baik hanya melihat baik-baiknya saja dari semua raja itu,
sedangkan Duryodana hanya melihat kekurangan/ketidakbaikannya saja.
Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat juga bahwa orang suka
membicarakan kejelekan orang lain dapat dipastikan orang tersebut
berkarakter (Guna) tidak baik. Duryodana dalam hal ini simbul orang
mempunyai guna rajas, sedangkan Yudistira adalah orang mempunyai guna
sattvam.
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat sattvam dalam
mengembangkan perilaku
yang
mulia
adalah dengan
meningkatkan
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat penulis simpulkan
beberapa hal yaitu sebagai berikut :
1. Pengetahuan (tentang Tri Guna) ini adalah yang paling utama dari semua
pengetahuan suci (Veda), dengan menginsyafi dan mempraktikkan
pengetahuan ini orang suci di masa lalu dapat mencapai kesempurnaan
hidup.
2. Tri Guna berasal dari kata Tri yang artinya tiga dan Guna yang artinya
tali. Jadi Tri Guna berarti tiga tali pengikat yaitu sattvam, rajas, dan
tamas. Ketiga tali ini mengikat segala makhluk sehingga mereka betah
tinggal di alam material. Ketiga Guna (Tri Guna) ini selalu bersama dan
tidak pernah terpisah satu sama lain, tidak hanya salah satu yang
membangun benda-benda di dunia ini. Kerja sama ketiga Guna (Tri Guna)
itu dibagaikan minyak, sumbu, dan api yang bersama-sama menghasilkan
cahaya, walaupun masing-masing elemen itu berbeda-beda yang sifatnya
bertentangan.
3. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat sattvam dalam
mengembangkan perilaku yang mulia adalah dengan meningkatkan
pelaksanaan-pelaksanaan ajaran dharma secara intensif melalui pelatihan
kerohanian terus menerus yang berkaitan dengan mengatasi sifat rajas dan
sifat tamas yaitu :
Menerapkan Tat Twam Asi berarti Dikau itu, semua mahluk adalah
Engkau.
14
3.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan sebaiknya umat
Hindu memahami isi Bhagavad-gita secara umum dan khususnya untuk
Bhagavad-gita Bab XIV tentang Guna Traya Vibahaga Yoga agar mampu
merubah segala perilaku ke arah yang lebih baik dengan selalu mengutamakan
sifat sattvam. Sifat rajas dan tamas dipergunakan dalam situasi dan kondisi
yang tepat. Dengan segala tindakan yang dipengaruhi oleh nafsu dan
kebodohan/kemalasan dapat diminimalkan sehingga dapat mengurangi
kerugian terhadap manusia dan segala ciptaan Tuhan.
15
DOA PENUTUP
16
DAFTAR PUSTAKA
Antoni,
M.
2014.
Tri
Guna,
Tiga
Sifat
Alam
Material.
Dalam
Agama Hindu
Bhakti dalam Kesadaran Tuhan
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si.
Oleh :
Ni Kadek Heny Seprina Dewi
1413021026
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha
ii
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Bhakti dalam Kesadaran
Tuhan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain untuk
memenuhi salah satu dari kewajiban mata kuliah Agama Hindu serta merupakan bentuk
langsung tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr.
I Wayan Santyasa, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
membimbing dalam pemberian tugas ini serta kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari
tulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, serta kesempurnaan hanya milik Tuhan
Yang Maha Esa sehingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai acuan evaluasi diri.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
seluruh mahasiswa-mahasiswi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
DOA ...................................................................................................................................
ii
iii
DAFTAR ISI......................................................................................................................
iv
14
14
14
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tuhan adalah Esa (Eka) maha kuasa dan maha ada, yang menjadi sumber dari segala
yang ada. Mempelajari ketuhanan merupakan hal yang amat penting dan perlu, karena
dengan mengenal tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) secara tepat dan baik dinyatakan
sebagai jalan yang dapat mengantar manusia kepada jalan kesempurnaan menuju moksa.
Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) memiliki delapan sifat kemahakuasaan yang disebut
Asta Iswarya dan digambarkan dalam bentuk Padma Asta Dala yang artinya teratai
berdaun delapan. Disamping Asta Iswarya atau delapan sifat kemahakuasaan Tuhan, ada
pula yang disebut Cadhu Sakti artinya empat kekuatan atau kemahakuasaan Tuhan, yang
terdiri dari Prabhu sakti, Wibhu sakti, Jnana sakti, dan Kriya sakti. Tuhan sebagai maha
pencipta, salah satu ciptaannya adalah manusia.
Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang paling tinggi derajatnya, hal ini
dikarenakan manusia memiliki bayu, sabda, dan idep. Namun, manusia juga terlahir
dengan segala keterbatasan, kegelapan dan kekurangan yang dimilikinya. Menjelma
menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh utama sebabnya demikian karena ia dapat
menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan jalan
berbuat baik demikianlah keuntungannya dapat menjelma sebagai manusia. Tujuan
manusia lahir ke bumi adalah untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik, salah satu
cara mendekatkan diri dengan Tuhan adalah dengan jalan berbakti yang tulus ikhlas.
Kitab suci Agama Hindu menjelaskan ada empat jalan menuju tuhan yang disebut
dengan Catur Marga Yoga yakni bakti marga yoga, karma marga yoga, jnana marga yoga,
dan raja marga yoga. Berbakti yang tulus ikhlas salah satu contohnya adalah bekerja yang
didasari atas kesadaran yang tinggi, karena bekerja dengan kesadaran yang tinggi lebih
mulia dibandingkan dengan berkerja yang hanya mementingkan hasil. Kurangnya
kesadaran terhadap tuhan menyebabkan manusia menjadi goyah, tidak memiliki tujuan
hidup, dan memiliki keragu-raguan yang tinggi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat kami rumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan kali ini yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Apakah pengertian bhakti?
1.2.2 Bagaimana keterkaitan bhakti dalam perspektif agama Hindu?
1.2.3 Bagaimana bhakti dalam kesadaran Tuhan?
1.2.4 Bagaimana implementasi bhakti dalam kesadaran Tuhan?
1.3
Tujuan Penulis
Adapun tujuan dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian bhakti.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana keterkaitan bhakti dalam perspektif agama Hindu.
1.3.3 Untuk mengetahui bhakti dalam kesadaran Tuhan.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana implementasi bhakti dalam kesadaran Tuhan.
1.4
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Memperoleh pengetahuan tentang pengertian bhakti.
1.4.2 Memperoleh pengetahuan tentang keterkaitan bhakti dalam perspektif agama
Hindu.
1.4.3 Memperoleh pengetahuan tentang bhakti dalam kesadaran Tuhan.
1.4.4 Memperoleh pengetahuan tentang implementasi bhakti dalam kesadaran Tuhan.
1.5
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan kali ini adalah metode kajian pustaka. Di mana
penulis mengumpulkan literatur-literatur dari buku-buku maupun dari internet yang
berhubungan dengan masalah yang kami angkat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bhakti
Bhakti memiliki makna setia, kasih, dan tunduk (Setiawan, 2012). Bhakti di bagi
menjadi beberapa cirri-ciri yaitu:
1) Dari segi kepasrahan
2) Dari segi sikap badan atau tubuh
3) Bhakti ditinjau dari teknik dan sikap mental
4) Bhakti ditinjau dari sarana yang digunakan.
2.2 Keterkaitan Bhakti dalam Perspektif Agama Hindu
Istilah bhakti memiliki arti yang luas yaitu sujud, memuja, hormat, setia, taat, dan
kasih sayiang. Bhakti juga merupakan suatu jalan dalam bentuk melakukan sujud dan
pemujaan serta memperhambakan diri secara setia kehadapan Hyang Widhi (Winawan,
2002). Rasa bhakti ini juga di wujudkan dengan jalan menghormati dan menyayangi sesama
ciptaan beliau dan orang yang menempuh jalan bhakti di sebut bhakta.
Jalan untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, agama hindu memberikan kebebasan
kepada umat-Nya untuk menempuh berbagai jalan yang dirasakan cocok oleh pribadi yang
bersangkutan. Terdapat empat cara atau jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang disebut dengan Catur Marga (Mudana dan Dwaja, 2014). Catur
marga terdiri dari empat bagian yaitu:
1) Bhakti Marga Yoga
Bhakti marga yoga yaitu berbhakti dengan cara melakukan persembahan atau sujud
bhakti. Bhakti dibagi menjadi dua yaitu Para Bhakti dan Apara Bhakti. Para bhakti
artinya cara berbakti kepada Hyang Widhi yang utama, sedangkan Apara bhakti artinya
cara berbakti kepada Hyang Widhi yang tudak utama. Apara bhakti dilaksanakan oleh
bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran rohaninya kurang atau sedang-sedang
saja. Para bhakti dilaksanakan oleh bhakta yang tingkat inteligensi dan kesadaran
rohaninya tinggi.
Ciri-ciri bhakti yang melaksanakan apara bhakti antara lain banyak terlibat dalam ritual
( upacara Panca Yadnya) serta menggunakan berbagai simbol (niyasa), sedangkan ciriciri bhakti yang melaksanakan para bhakti antara lain sedikit terlibat dalam ritual tetapi
banyak mempelajari Tattwa agama dan kuat atau berdisiplin dalam melaksanakan
ajaran-ajaran agama sehingga dapat mewujudkan Trikaya Parisudha dengan baik di
mana Kayika (perbuatan), Wacika (ucapan), dan Manacika (pikiran) selalu terkendali
dan berada pada jalur dharma. Bhakti yang seperti ini banyak melakukan Drwya
Yadnya (berdana punia), Jnana Yadnya (belajar-mengajar), dan Tapa Yadnya
(pengendalian diri).
2) Jnana Marga Yoga
Jnana marga yoga merupakan jalan pengetahuan. Moksa (tujuan tertinggi manusia
berupa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa) dicapai melalui pengetahuan tentang
Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Jnana bukan hanya pengetahuan kecerdasan
mendengarkan atau membenarkan, bukan hanya persetujuan kecerdasan tetapi realisasi
langsung dari kesatuan atau penyatuan dengan yang tertinggi yang merupakan
paravidya. Pelajar jnana yoga pertama-tama melengkapi dirinya dengan tiga cara yaitu:
Pembedaan (viveka), Ketidakterikatan (vairagya), Kebajikan.
3) Karma Marga Yoga
Karma yoga adalah jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian menuju
Tuhan melalui kerja tanpa pamrih. Karma yoga mengajarkan bagaimana bekerja demi
kerja itu, yaitu tiadanya keterikatan. Bagi seorang Karmayogin, kerja adalah pemujaan,
sehingga setiap pekerjaan dialihkan menjadi suatu pemujaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Seorang Karmayogin tidak terikat oleh karma (hukum sebab akibat), karena ia
mempersembahkan buah perbuatannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4) Raja Marga Yoga
Raja yoga adalah jalan yang membawa penyatuan dengan Tuhan Yang Maha Esa,
melalui pengekangan diri dan pengendalian diri. Seseorang yang melaksanakan ajaran
Raja Marga Yoga disebut dengan yogi. Yogi berkonsentrasi pada cakra-cakra, pikiran,
4
vigatecchabhayakrodho
yah sada mukta eva sah
Artinya:
Dengan menutup indria terhadap segala obyek indria dari luar, menjaga mata dan
penglihatan di pusatkan antara kedua alis mata, menghentikan nafaskeluar dan masuk
didalam lobang hidung, dan dengan cara demikian mengendalikan pikiran, indria-indria dan
kecerdasan, seorang rohaniwan yang bertujuan mencapai pembebasan menjadi bebas dari
keinginan, rasa takut dan amarah. Orang-orang yang selalu berada dalam keadaan demikian
pasti mencapai kebebasan.
Bhakti dalam kesadaran Tuhan dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu dengan
pengetahuan rohani dan bekerja dalam kesadaran Tuhan.
1) Pengetahuan rohani
Pengetahuan merupakan hal dasar yang harus dimiliki oleh manusia. Pengetahuan
selalu sangat dihargai. Pengetahuan dapat diperoleh dari orang yang sempurna
dalam kesadaran tuhan, oleh karena itu harus mampu mencari guru kerohanian
yang dapat dipercaya dan mempelajarai apa itu kesadaran Tuhan, sebab kesadaran
Tuhan akan menghilangkan segala kebodohan seperti matahari menghilangkan
kegelapan. Apabila orang sudah sempurna dalam pengetahuan menyerahkan diri
kepada tuhan sesudah dilahirkan berulang kali, atau apabila sudah mencapai
kesadaran tuhan segala sesuatu akan diungkapkan, seperti halnya segala sesuatu
diungkapkan oleh matahari pada waktu siang, seperti yang terdapat dalam
Bhagavad Gita V sloka 16.
Bhagavad Gita, V. 16
Jnanena tu tad ajnanam
yesam nasitam atmanah
tesam aditya-vaj jnanam
6
Maharesi yang memiliki kesucian baik seperti itu mencapai Vaikuntha, tempat tinggal
tuhan yang kekal.
Tuhan tidak berat sebelah terhadap siapapun, segala sesuatu tergantung terhadap
pelaksanaan tugas dan kewajiban yang nyata dalam kesadaran Tuhan.
2.4 Implementasi Bhakti dalam Kesadaran Tuhan
1)
Pengetahuan rohani
a. Melakukan Dharma Tula
Dharma tula dapat diartikan dengan bertimbang, berdiskusi atau berembug atau
temu wicara tentang ajaran agama Hindu dan Dharma. Secara tradisional dharma
tula itu dilaksanakan berkaitan dengan dharma gita. Biasanya untuk memperoleh
pemahaman atau pengertian yang lebih jelas dari bagian-bagian dharma gita
yang mengandung ajaran falsafah. Biasanya seluruh peserta aktif berperan serta
memberikan ulasan atau membahas apa yang menjadi subyek pembicaraan.
Dalam pelaksanaan lebih jauh, dharma tula diharapkan tidak hanya menyertai
dharma gita melainkan pula diadakan secara mandiri melibatkan semua potensi
terutama generasi muda, menampilkan topik tertentu untuk kemudian dibahas
bersama atau dalam kelompok yang ada. Dharma tula dimaksudkan sebagai
metode pendalaman ajaran-ajaran agama Hindu. Kegiatan dharma tula sesuai
dengan tingkat umur remaja dan dewasa. Oleh karena itu melalui metode ini,
setiap peserta akan memeproleh kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
atau sebaliknya.
b. Melakukan Dharma Wacana
Dharma Wacana adalah methoda penerangan Agama Hindu yang disampaikan
pada setiap kesempatan Umat Hindu yang berkaitan dengan kegiatan
keagamaan. Kegiatan penerangan semacam ini dimasa lalu disebut Upanisada.
Terminologi Upanisada atau upanisad mengandung arti dan sifatnya yang
"Rahasyapadesa" dan merupakan bagian dari kitab Sruthi. Pada masa lalu ajaran
upanisad sering dihubungkan dengan "Pawisik" yakni ajaran rahasia yang
diberikan oleh seorang guru kerohanian kepada siswa atau muridnya dalam
8
Engkau adalah akau dan akau adalah engkau. Suatu slogan yang sangat
sederhana untuk diucapkan, tapi memiliki arti yang sangat mendalam, baik
dalam arti pada keghidupan sosial umat dan juga sebagai diri sendiri yang
memiliki pertanggung jawaban karma langsung kepada brahma. Contohnya:
ketika ada orang yang memerlukan bantuan, maka yang harus dilakukan adalah
membantu orang tersebut sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Dalam
menolong pun harus ikhlas tanpa memikirkan imbalan yang akan diberikan.
c. Ajaran Karmaphala
Karmaphala merupakan hasi dari suatu perbuatan yang dilakukan. Kita percaya
bahwa perbuatan yang baik (subha karma)membawa hasil yang baik dan
perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk. Jadi jika
manusia berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya., demikian pula
sebaliknya yang berbuat buruk, pasti buruk pula yang akan diterimanya.
Karmaphala memberikan keyakinan untuk mengarahkan segala tingkah laku
agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita-cita yamg
luhurdan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk. Karmephala
menghantarkan roh (atma)
hidupnya selalu berkarma baik maka pahala yang didapat adalah surga,
sebaliknya bila hidupnya selalu berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang
akan diterima. Dalam pustaka-pustaka dan ceritera-ceritera keagamaan
dijelaskan bahwa surge artinya alam atas, alam sukma, alam kebahagiaan, arba
yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka adalah alam hukuman, tempat
roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan perbuatan buruk selama masa
hidup. Selain menikmati surga atau neraka, roh atau atma akan mendapat
kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebgaia karya penebusan dalam
usaha menuju moksa. Contoh: seorang pemangku yang memiliki tugas sebagai
peran utama dalam berlangsungnya suatu upacara persembahyangan, kemudian
di undang oleh salah seorang tuan rumah yang akan melangsungkan upacara
agama, karena kemampuan ekonominya kurang. Beliau mengundang pemangku
dengan sesari yang terbilang sedikit. Dikarenakan sesarinya sedikit pemangku
10
h.
Yadnya
Yadnya merupakan korban suci yang tulus ikhlas. Yadnya dibagi menjadi dua
jenis yaitu; nitya yadnya dan naimitika yadnya. Sedangkan jika ditinjau dari
12
tujuan pelaksanaan, yadnya dibagi menjadi lima yaitu; Dewa yadnya, Rsi
yadnya, pitra yadnya, Manusa yadnya, dan Bhuta yadnya.
Seseorang yang melakukan pekerjaan tanpa mengharapkan imbalan termasuk
juga beryadnya. Dengan melakukan yadnya secara teratur akan mampu
menghantarkan manusia kepada jalan kesempurnaan menuju moksa, yaitu
pembebasan diri dari ikatan duniawi.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1) Bhakti memiliki makna setia, kasih, dan tunduk, adapun cirri-ciri dari bhakti yaitu; dari
segi kepasrahan, dari segi sikap badan atau tubuh, bhakti ditinjau dari teknik dan sikap
mental, bhakti ditinjau dari sarana yang digunakan.
2) Keterkaitan bhakti dalam perspektif agama Hindu, dalam perspektif agama Hindu bhakti
merupakan suatu jalan dalam bentuk melakukan sujud dan pemujaan serta
memperhambakan diri secara setia kehadapan Hyang Widhi. Terdapat empat cara atau
jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang disebut
dengan Catur Marga.
3) Bhakti dalam kesadaran Tuhan dibagi menjadi dua cara atau jalan yaitu dengan
pengetahuan rohani dan dengan bekerja dalam kesadaran Tuhan. Pengetahuan rohani
artinya Pengetahuan yang diperoleh dari orang yang sempurna dalam kesadaran tuhan.
Sedangkan bekerja dalam kesadaran Tuhan diartikan sebagai bekerja dengan
pengetahuan lengkap tentang Tuhan.
4) Implementasi bhakti dalam kesadaran Tuhan, untuk pengetahuan rohani adalah; dengan
melakukan darma tula dan dharma wacana, sedangkan untuk bekerja dalam kesadaran
tuhan adalah; berkarma tulus dan membantu, berkarma yang baik, ajaran karmaphala,
bekerja karena pikiran, mencintai pekerjaan, bekerja untuk kepentingan masyarakat dan
diri sendiri, latigan yoga, dan beryadnya.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan yaitu, sebagai manusia yang merupakan ciptaan Tuhan
yang paling sempurna dari ciptaan-ciptaan-Nya harus lebih eling kepada tuhan, dalam
kegatan apapun. Pada saat melakukan pekerjaan ada baiknya lakukan pekerjaan tersebut
dengan tulus ikhlas dan tanpa memikirkan imbalannya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Dramayasa. 2014. Bhagavad-gita. Bali: Yayasan Dharma Sthapanam.
Hadiwijono, Harun. 1984. Sari Filsafat India. Jakarta: Badan Penerbit Kristen
Mudana, I Nengah dan I Gusti Ngurah Dwaja. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Setiawa, Ebta. 2012.Pengertian Bhakti. Dalam http://kbbi.web.id/bakti. Di akses 25 Mei 2015.
Winawan, Winda. 2002. Materi Substansi Kajian Matakuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Agama Hindu. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
DOA PENUTUP
Oleh:
DOA
Artinya:
Om Hyang Widhi, yang maha suci, Engkau datang setiap hari, Engkau
mengamati
makhluk-Mu,
sahabat
yang
maha
murah
hati,
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Yang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Meditasi sebagai Jalan untuk Mendekatkan Diri kepada Tuhan tepat pada
waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan, serta
dorongan dari banyak pihak. Untuk itulah dengan penuh rasa hormat penulis ucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si sebagai pengampu mata kuliah agama Hindu
yang telah banyak memberikan masukan-masukan dalam penulisan makalah ini.
2. Teman-teman mahasiswa di Jurusan Pendidikan Fisika yang telah memberikan masukanmasukan dalam penyusunan makalah ini.
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan dalam merapungkan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan makalah ini.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Penulis.
ii
DAFTAR ISI
DOA PEMBUKA
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2
1.5 Metode Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yoga .......................................................................................... 4
2.2 Pengertian Dhyana Yoga ............................................................................ 5
2.3
Pengertian Meditasi.. 6
2.4
Manfaat Meditasi . 8
2.5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu
memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman.
Kita lahir berulang kali kedunia untuk meningkatkan perkembangan evolusi jiwa dengan
masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu setiap
orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yang berbeda pula. Yoga sebagai salah satu
jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang
disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang. Ajaran yoga termuat dalam beberapa sastra
agama hindu diantaranya Upanisad, Bhagavad Gita, Yogasutra, dan Hatta Yoga.
Dalam menjalankan yoga ada tahap-tahap yang harus ditempuh yang disebut dengan
Astangga Yoga. Astangga Yoga artinya delapan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam
melaksanakan yoga. Adapun bagian-bagian dari Astangga Yoga yaitu Yama (pengendalian),
Nyama (peraturan-peraturan), Asana (sikap tubuh), Pranayama (latihan pernafasan), Pratyahara
(menarik semua indrinya kedalam), Dharana (telah memutuskan untuk memusatkan diri dengan
Tuhan), Dhyana (mulai meditasi dan merenungkan diri serta nama Tuhan), dan Samadhi (telah
mendekatkan
diri,
menyatu
atau
kesendirian
yang
sempurna
atau
merialisasikan
diri)(Surya;2008). Akan tetapi, dizaman sekarang banyak orang yang tidak menyadari hal
tersebut. Mereka lebih cenderung untuk memilih bekerja untuk mendapatkan uang dari pada
melakukan ajaran yoga. Mereka menganggap bahwa hidup didunia tidak bisa tanpa uang
sehingga mereka akan berlomba- lomba mencari uang untuk memenuhi keinginan
keduniawiannya. Oleh karena itu di zaman sekarang banyak orang yang memiliki masalah
tentang hidupnya. Hal itu terjadi karena orang belum bisa terlepas dari ikatan duniawi. Hidup di
dalam dunia dimana orang-orang harus bekerja sangat keras dan secara fisik dan mental. Karena
kebanyakan orang ingin mencoba mengalahkan orang lain disetiap sisi kehidupan sehingga
manusia tidak dapat hidup dengan pikiran yang tenang. Persaingan yang ketat dan intensif dalam
kehidupan sehari-hari tidak jarang menimbulkan gesekan atau konflik. Konflik ini akan menjadi
semakin parah dan menjadi-jadi jika kita tidak dapat mengendalikan pikiran kita sendiri. pikiran
1
yang tidak terkendali rentan terhadap serangan kotoran-kotoran batin yang menganggu, seperti
kebencian, kemarahan, kekejaman, dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menulis sebuah makalah yang berjudul
Meditasi sebagai Jalan untuk Mendekatkan Diri kepada Tuhan yang digunakan untuk
meningkatkan perkembangan evolusi jiwa dalam kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Yoga?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan dhyana yoga?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan Meditasi?
1.2.4 Apa manfaat dari meditasi?
1.2.5 Bagaimana implementasi Dhyana Yoga dalam kehidupan sehari-hari?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Yoga.
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Dhyana Yoga.
1.3.3 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan meditasi.
1.3.4 Untuk mengetahui manfaat dari meditasi.
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana implementasi Dhyana Yoga dalam kehidupan seharihari.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4.1
Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini, diharapkan mampu memberikan pengalaman
bagi penulis dalam penyusunan makalah, serta pemahaman lebih kepada penulis
tentang bagimana implementasi Dhyana yoga dalam kehidupan sehari-hari.
1.4.2
Bagi Pembaca
Pembuatan makalah ini, diharapkan mampu memberikan informasi serta
menjadi referensi mengenai Dhyana Yoga.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Yoga
Kata yoga berasal dari akar kata yujyang artinya menghubungkan dan yoga itu
sendiri merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh pribadi
dengan roh tertinggi. Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat terhadap diet makan,
tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berpikir dan hal ini harus dilakukan dibawah
pengawasan
yang
cermat
dari
seorang
yogin
yang
ahli
dan
mencerahi
jiwa(Maswinara;1998).
Dalam Bhagavad Gita terdapat mantra yang menjiawai rumusan tadi sebagai berikut:
Naty- asnatas tu yogo sti
na caikantam anasnatah
na cati- svapna- silasya
jagrato naiva carjuna
(Bhagavad Gita VI.16)
Artinya:
Wahai arjuna, kesempurnaan Yoga ini tidak dapat dicapai oleh orang yang makan terlalu
banyak, atau berpuasa terlalu keras, tidur terlalu banyak, ataupun oleh mereka yang
bergadang berlebihan.
Yukthara-viharasya
yukta-cestasya karmasu
yukta- svapnavabodhasya
yogo bhavati duhkha-ha
(Bhagavad Gita VI.17)
Artinya:
Kesempurnaan yoga yang mampu menghancurkan segala jenis kedukaan ini dapat
dicapai oleh mereka yang mengatur dirinya dengan baik dan benar dalam hal makanan,
rekreasi, dan juga dalam pengaturan tidur yang cukup.
Artinya
Sri Krsna: orang yang melaksanakan tugas dan kewajiban tanpa berlindung pada hasil
pekerjaannya, sesungguhnya dia adalah seorang sannyasi, orang yang sudah melepaskan
diri dari keterikan duniawi, dan ia adalah seorang yogi, orang yang telah mencapai
keinsyafan diri. Dan bukan (hanya) orang yang tidak menyalakan api suci (yang
dinamakan sebagai seorang Sannyasi), dan juga bukan (hanya) orang yang meninggalkan
pekerjaan(yang dinamakan sebagai seorang Yogi).
Selain itu, dalam Bhagavad Gita juga disebutkan bahwa:
yam sannyasam iti prahur
yogam tam viddhi pandava
na hy asannyasta-sankalpo
yogi bhavati kascana
(Bhagavad Gita VI.2)
Artinya:
Wahai putra Pandu, ketahuilah bahwa yang dikatan sebagai Sannyasi (melepaskan diri
dari ikatan duniawi) adalah sama dengan Yoga (jalan keinsyafan diri). Sebab, tanpa
melepaskan diri dari keinginan- keinginan duniawi tidak akan ada orang yang bisa
menjadi seorang yogi.
Dari uraian sloka diatas dapat disimpulakan bahwa orang yang sudah dapat
mencapai keinsyafan diri merupakan seorang yogi atau sama dengan yoga serta tanpa
melepaskan diri dari keingina-keinginan duniawi maka tidak ada orang yang bisa menjadi
seorang yogi.
2.3 Pengertian Meditasi
Meditasi adalah usaha pengalihan pikiran kepada kesadaran yang lebih tinggi
dengan tujuan untuk memperluhur jiwa. Meditasi melepaskan kita dari penderitaan
pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif yang secara proporsional berhubungan
langsung dengan kelekatan kita terhadap pikiran dan penilaian tertentu(Wikipedia;2014).
Orang(yogi) yang sudah membebaskan diri dari kenikmatan duniawi, serta bebas dari
keinginan-keingina duniawi. Sebaiknya memantapkan diri untuk lebih memfokuskan diri
guna menghubungkan kesadarannya dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan melakukan
meditasi di tempat yang sepi dan suci. Dalam Bhagavad Gita terdapat mantra yang menjiawai
rumusan tadi sebagai berikut:
Yogi yunjita satatam
atmanam rahasi sthitah
ekaki yata- cittatma
nirasir aparigrahah
(Bhagavad Gita VI. 10)
Artinya: Seorang yogi yang sudah membebaskan dirinya dari rasa memiliki sesuatu, bebas
dari keinginan-keinginan duniawi, sudah menguasai badan dan pikirannya, dia hendaknya
memantapkan
dirinya
hidup
menyepi
didalam
kesendirian
dengan
senantiasa
Artinya:
Sang yogi hendaknya duduk diatas alas yoganya itu dengan baik, dengan mengontrol kerlapkerlip pikiran indria-indria serta memustakan kesadarannya pada yang satu, maka demi
kesucian sang roh ia hendaknya mulai melakukan praktik yoganya.
Samam kaya- siro- grivam
dharayann acalam sthirah
sampreksya nasikagram svam
disas canavalokyan
( Bhagavad Gita VI. 13)
Artinya:
Duduk dengan tegak dan tidak gelisah, menjaga agar badan, leher dan kepala tetap tegak
lurus, memandang ujung hidung dan tidak melihat kesana kemari ke segala arah.
Saat melakukan meditasi dengan mata tertutup, kita mampu menyerap lebih banyak
intisari dari Tuhan yang kita cita-citakan dan menaikkan diri kita perlahan-lahan sampai
saatnya tiba, dengan keagunganNya dan berkatNya kita hampir serupa dengan Tuhan .
2.4 Manfaat Meditasi
Manfaat meditasi yang dilakukan bisa secara langsung maupun tidak langsung di rasakan
secara fisik. Salah satu manfaat tersebut adalah kesembuhan yang diperoleh, jika menderita
sakit tertentu. Dari sudut pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Saat
mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, pernapasan menjadi cepat
dan pendek, dan kelenjar adrenalin memompa hormon-hormon stress(Wikipedia;2014).
Dr. Herbert Benson, seorang ahli jantung dari Universitas Harvard, adalah orang pertama
yang dengan penuh keyakinan menggabungkan manfaat meditasi dengan pengobatan gaya
barat. Secara ilmiah, ia menjelaskan manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan
orang selama berabad-abad. Manfaat meditasi antara lain:
d.
nafsu belaka.
Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari Prabata yaitu fajar menyingsing
sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24) jam. Dalam kesenyapan
hari suci Nyepi ini kita mengadakan mawas diri, menyatukan pikiran, serta
menyatukan cipta, rasa, dan karsa, menuju penemuan hakikat keberadaan diri kita
dan inti sari kehidupan semesta.
Dilihat dari pemaparan tentang catur berata penyepian dapat diintisarikan bahwa
catur berata penyepian merupakan bentuk pengendalian diri yang juga dapat
dikatakan sebagai salah satu bentuk implementasi dari dhyana yoga. Selain
pengendalian secara fisik, pada saat Hari Raya Nyepi seluruh umat hindu
diwajibkan untuk melakukan tapa,brata, yoga, dan Samadhi. Keesokan harinya
disebut dengan ngembak geni, yaitu hari melepaskan brata atau puasa dan saling
mengunjungi antar sesama kerabat keluarga.
Perayaan Siwa Ratri adalah salah satu bentuk ritual Hindu yang mengajarkan kita
untuk selalu memelihara kesadaran diri agar terhindar dari perbuatan dosa dan papa.
Diakui atau tidak, manusia sering lupa, karena memiliki keterbatasan. Kerena sering
mengalami lupa itu, maka setiap tahun pada sasih kepitu (bulan ketujuh menurut
penanggalan Bali), dilangsungkan upacara Siwa Ratri dengan inti perayaan malam
pejagraan. Pejagraan yang asal katanya jagra itu artinya sadar, eling atau melek.
Orang yang selalu jagra-lah yang dapat menghindar dari perbuatan dosa.
Siwa Ratri lebih tepat jika disebut malam kesadaran atau malam pejagraan,
bukan malam penebusan dosa sebagaimana sering diartikan oleh orang yang
masih belum mendalami agama(Sukartha;2004).
Memang, orang yang selalu sadar akan hakikat kehidupan ini, selalu terhindar
dari perbuatan dosa. Orang bisa memiliki kesadaran, karena kekuatan budhinya
(yang menjadi salah satu unsur alam pikiran) yang disebut citta. Melakukan brata
Siwa Ratri pada hakikatnya menguatkan unsur budhi. Dengan memusatkan budhi
tersebut pada kekuatan dan kesucian Siwa sebagai salah satu aspek atau manifestasi
Hyang Widhi Wasa, kita melebur kegelapan yang menghalangi budhi dan
menerima sinar suci Tuhan. Jika budhi selalu mendapat sinar suci Tuhan, maka
budhi akan menguatkan pikiran atau manah sehingga dapat mengendalikan indria
atau Tri Guna.
segala kegelapan batin. Jika kegelapan itu mendapat sinar dari Hyang Siwa, maka
lahirlah kesadaran budhi yang sangat dibutuhkan setiap saat dalam hidup ini.
Dengan demikian, upacara Siwa Ratri se-sungguhnya tidak harus dilakukan setiap
tahun, melainkan bisa dilaksanakan setiap bulan sekali, yaitu tiap menjelang tilem
atau bulan mati. Sedangkan menjelang tilem kepitu (tilem yang paling gelap)
dilangsungkan upacara yang disebut Maha Siwa Ratri.
Untuk dapat mencapai kesadaran, kita bisa menyucikan diri dengan melakukan
sanca. Dalam Lontar Wraspati Tattwa disebutkan, Sanca ngaranya netya majapa
maradina sarira. Sanca itu artinya melakukan japa dan membersihkan tubuh.
Sedang kitab Sarasamuscaya menyebutkan, Dhyana ngaranya ikang Siwasmarana,
artinya, dhyana namanya (bila) selalu mengingat Hyang Siwa.
2.5.3 Persembahyangan yang dilakukan pada saat piodalan di pura Desa ( Desa Pakisan)
Meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama dengan melamun sehingga
meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya. Meditasi justru
merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang melakukan meditasi tahu dan
paham akan apa yang sedang dia lakukan.
waktu tertentu, untuk menganalisis, menarik kesimpulan, dan mengambil langkahlangkah lebih lanjut untuk menyikapi, menentukan tindakan atau penyelesaian
masalah pribadi, hidup, dan perilaku. Sehingga meditasi sangat baik dilaksanakan
secar rutin seperti yang diadakan di desa Sangsit khususnya Banjar Giri Mas,
sebuah pasraman setiap purnama tilem akan dilakukan meditasi yang diikuti oleh
kaum muda di Banjar Giri Mas.
2.5.5 Implementasi di bidang kesehatan
Meditasi juga mendukung di bidang kesehatan. Salah satu manfaat tersebut adalah
kesembuhan yang kita peroleh, jika kita menderita sakit tertentu. Dari sudut
pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Saat anda
mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, pernapasan menjadi
cepat dan pendek, dan kelenjar adrenalain memompa hormon-hormon stres.Selama
melakukan
meditasi,
detak
jantung
melambat,
tekanan
darah
menjadi
Di masa lalu testimoni mengenai manfaat meditasi datang hanya dari orang-orang
yang mempraktikkan meditasi, saat ini ilmu pengetahuan menunjukkan manfaat
meditasi secara objektif. Riset atas para pendeta oleh Universitas Wisconsin
menunjukkan bahwa praktik meditasi melatih otak untuk menghasilkan lebih
banyak gelombang Gamma, yang dihasilkan saat orang merasa bahagia. Dari
penelitian terungkap bahwa meditasi dan cara relaksasi lainnya bermanfaat untuk
mengatasi gangguan fungsi ginjal dengan meningkatkan produksi melatonin dan
serotonin serta menurunkan hormon streskortisol. Dr. Herbert Benson, seorang ahli
jantung dari Universitas Harvard, adalah orang pertama yang dengan penuh
keyakinan menggabungkan manfaat meditasi dengan pengobatan gaya barat. Secara
ilmiah, ia menjelaskan manfaat-manfaat dari meditasi yang telah dipraktikkan orang
selama berabad-abad (Mustika Hati;2013).
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Yoga merupakan pengendalian aktivitas pikiran dan merupakan penyatuan roh
pribadi dengan roh tertinggi. Yoga merupakan satu cara disiplin yang ketat terhadap
diet makan, tidur, pergaulan, kebiasaan, berkata dan berpikir dan hal ini harus
dilakukan dibawah pengawasan yang cermat dari seorang yogin yang ahli dan
mencerahi jiwa.
2. Dhyana Yoga merupakan bab keenam dalam kitab Bhagawad Gita yang menguraikan
filsafat Hindu mengenai dhyana, yang berisi khotbah Kresna kepada Arjuna
mengenai pembebasan diri dari ikatan duniawi.
3. Meditasi adalah usaha pengalihan pikiran kepada kesadaran yang lebih tinggi dan
melepaskan kita dari penderitaan pemikiran baik dan buruk yang sangat subjektif
yang secara proporsional berhubungan langsung dengan kelekatan kita terhadap
pikiran dan penilaian tertentu
4. Manfaat meditasi adalah mampu untuk mengatur dan mengendalikan diri sendiri serta
dapat menghilangkan stress.
5. Implementasi Dhyana Yoga dalam kehidupan sehari-hari terlihat pada saat perayaan
hari raya nyepi seluruh umat hindu diwajibkan untuk melakukan tapa, brata, yoga,
dan Samadhi. Selain itu implementasi Dhyana Yoga juga terlihat pada saat perayaan
hari raya Siwaratri yaitu melakukan malam pejagraan dan masih banyak lagi
implementasi dhyana yoga yang lainnya selain dalam perayaan hari raya Nyepi dan
Siwaratri.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa sudah sepatutnya kita memulai untuk hidup sehat dan damai
dengan melakukan meditasi sehingga lebih memiliki konsentrasi tinggi dan pengendalian
diri yang kuat.
14
DOA
Om swastyastu om avighnam astu
Om Dyauh santir antariksam santih
Prthivi santir apah santir
Osadhayah santih vanaspatayah santir
Visve devah santir brahma santih
Sarvam santih santir eva santih sa ma santir edhi
Om santih santih santih Om
Artinya:
Ya, Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, anugrahkanlah kedamaian dilangit, damai di
angkasa, damai di bumi, damai di air, damai pada tumbuh-tumbuhan, damai pada
pepohonan, damai bagi para dewata, damailah brahma, damailah alam semesta, semoga
kedamaian senantiasa datang pada kami.
Semoga damai di hati, damai selalu
Daftar Pustaka
Oleh :
Dosen Pengampu
OLEH
Luh Rumni Oktaria
1413021028
IIA
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha
ii
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul Membebaskan Diri
dari Kerja dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, kami mengucapkan terima
kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan
materiil kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang tulisannya
dikutip sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DOA PEMBUKA..............................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................iii
DAFTAR ISI..............iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Isi Bhagavadgita Bab V Karma Samyasa Yoga .....................3
2.2 Cara Membebaskan Diri dari Kerja.........................................4
2.3 Implementasi Karma Samnyasa Yoga ...................................8
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .................................................................................13
3.2 Saran .......................................................................................13
DOA PENUTUP ....... 14
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tujuan akhir dari seluruh umat Hindu adalah untuk mencapai pembebasan atau
Moksa. Untuk mencapai kebebasan ini, manusia harus selalu berbuat baik sesuai
dengan ajaran agama, hingga manusia berangsur-angsur akan dapat mencapai tujuan
hidupnya yang tertinggi, yaitu bebas dari segala ikatan keduniawian untuk bersatunnya
Atman dengan Brahman. Kitab suci telah mengajarkan bagaimana cara orang
melaksanakan pelepasan dirinya dari keterikatan keduniawian dan akhirnya Atman
dapat bersatu dengan Brahman, sehingga penderitaan dapat dilebur. Penderitaan yang
dimaksud adalah lahir atau menjelma kembali kedunia ini sebagai hukuman, tetapi
diharapkan dapat menjadi penolong sesama manusia.
Bhagavadgita merupakan salah satu kitab suci umat Hindu yang di dalamnya
terkandung ajaran tentang jalan mencapai kebenaran serta petunjuk-petunjuk untuk
mencapai kebebasan. Kitab suci Bhagavadgita terdiri dari 700 Sloka dalam 18 bab,
yang dalam garis besarnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pertama Bab I
sampai dengan Bab VI melukiskan disiplin kerja tanpa mengharapkan buah hasilnya
dan sifat jiwa yang terdapat dalam badan manusia. Bagian kedua Bab VII sampai
dengan Bab XII mengutarakan disiplin ilmu pengetahuan dan kebaktian kepada
Brahman Yang Maha Esa dan bagian ketiga Bab XIII sampai dengan Bab XVIII
menguraikan kesimpulan dari pada kedua bagian terdahulu dengan disertai pengabdian
seluruh jiwa daripada kegiatan kerja untuk dipersembahkan kepada Brahman yang
kekal abadi.
Salah satu cara mencapai kebebasan yang terdapat di dalam bhagavadgita adalah
pembebasan melalui kerja, yang dibahas pada Bab V kitab bhagavadgita. Di dalam Bab
ini Sri Krsna sebagai manifestasi Tuhan memberikan jawaban atas pertanyaan dari
Arjuna yang kebingungan dalam mengetahui mana yang lebih baik antara
membebaskan diri dari kerja atau bekerja tanpa di dasari kepentingan pribadi. Latar
belakang tersebut membuat penulis tertarik untuk mengkaji dan menjelaskan lebih
mendalam tentang Bhagavadgita Bab V tentang Karma Samnyasa Yoga melalui
makalah yang berjudul Membebaskan Diri dari Kerja.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
diatas,
maka
dapat
dirumuskan
beberapa
1.2.2
1.2.3
1.3
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.4
Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan makalah yang berjudul
Membebaskan Diri dari Kerja adalah:
1.4.1
Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengalaman penulis
dalam menyusun makalah Agama Hindu, dapat bermanfaat untuk memperoleh
pengetahuan baru tentang ajaran Bhagavadgita khususnya Bab V serta dapat
mengimplementasikan konsep Karma Samnyasa Yoga dalam kehidupan
sehari-hari.
1.4.2
Bagi Pembaca
Pembaca dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai ajaran Bhagavadgita
Bab V beserta implementasinya dapat dijadikan pedoman di dalam
kehidupannya sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karma Samnyasa Yoga
Karma Samnyasa Yoga merupakan Bab V dari Kitab Bhagavadgita, pada bab
ini Sri Krsna menjawab pertanyaan Arjuna tentang mana yang lebih baik antara
melepaskan ikatan terhadap kerja dan kerja sebagai persembahan bhakti kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Arjuna uvaca
Sannyasam karmanam krsna
Punar yogam ca samsasi
Yac chreya etayor ekam
Tan me bruhi su-niscitam
(Bhagavadgita V.1)
Artinya:
Arjuna berkata: Wahai Sri Krsna, di satu pihak Anda mengajarkan untuk
meninggalkan perbuatan tetapi di saat yang sama Anda juga mengagungagungkan tentang perbuatan sebagai persembahan. Oleh karena itu,
Beritahukanlah kepada hamba, yang manakah diantara keduanya yang pasti
lebih baik?
Arjuna mempersoalkan dua istilah yang sulit, yaitu samnyasa dan yoga. Dalam
kaitannya dengan pernyataan diatas, yang dimaksud dengan yoga dalam sloka ini
adalah karmayoga. Kata samnyasa berarti pembebasan diri dari kerja dan karmayoga
berarti kerja tanpa kepentingan pribadi (dalam Pendit, 2002). Kedua istilah tersebut,
dalam pengertian masing-masing belum sepenuhnya dipahami oleh Arjuna. Karena
itu, ia bertanya lagi kepada gurunya. Sebelumnya, dalam sloka III.17 dijelaskan
bahwa mereka yang bersatu dengan Atma akan hidup bahagia dan tidak dibelenggu
oleh ikatan. Pada sloka IV.18, 19, 21, 22, 24, 32, 33, 37 dan 41, Krisna menguraikan
makna pembebasan diri dari segala kerja. Kemudian, dalam sloka IV.42 Krsna
meminta agar Arjuna berpegangan pada yoga, yaitu kerja. Bagi orang yang
pikirannya sederhana dan selalu diliputi ketidaktahuan, kerja atau karmayoga pasti
lebih baik dari pada pembebasan diri dari kerja (samnyasa). Yang ditanyakan Arjuna
adalah, bagi mereka yang tidak tergolong orang sederhana tetapi belum menemukan
Atman dalam jiwanya, manakah yang lebih baik, yoga atau samnyasa? Bagi Arjuna
yang belum mengerti, hal itu membingungkan karena bertentangan satu sama lain.
Sri-bagavan uvaca
Sannyasah karma-yogas ca
Nihsreyasa-karav ubhau
Tayos tu karma-sannyasat
Karma-togo visisyate
(Bhagavadgita V.2)
Artinya:
Sri
Krsna
bersabda:
meninggalkan
ikatan-ikatan
perbuatan
dan
dibandingkan
dengan
meninggalkan
ikatan-ikatan
perbuatan,
karena hanya panca indrianya sajalah yang sibuk bergerak di antara obyek-obyek
indria-indria. Dengan demikian ia telah memutuskan hubungan dengan obyek
duniawi dan mempersembahkan seluruh jiwanya kepada Tuhan melalui meditasi
dalam setiap kegiatannya.
2.2 Cara Melepaskan Diri dari Kerja
Membebaskan diri dari kerja artinya adalah pelepasan keakuan terhadap
benda-benda duniawi dengan memusatkan perhatian kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada Bhagavadgita Bab V dijelaskan bahwa yang paling penting adalah
mengendalikan semua indria, pikiran, serta budhi kita. Seorang tanpa kendali tidak
mungkin dapat menghayati ajaran Bhagavadgita ataupun mencapai Tuhan Yang
Maha Esa. Seseorang boleh saja bermeditasi dengan aktif, menguasai berbagai
ajaran atau teori-teori dan teknik-teknik spiritual, akan tetapi jika ia belum berhasil
mengendalikan indria, keinginan, nafsu, pikiran dan buddhinya dengan baik maka
segala upayanya akan sia-sia, bahkan dapat merusak atau menyesatkan dirinya.
Mengendalikan indria, yang dimaksud dengan indria adalah Panca Budi Indria
dan Panca Kama Indria. Panca Budi Indria yaitu lima gerak perbuatan atau
rangsangan, dan Panca Karma Indria yaitu lima gerak perbuatan atau penggerak
(dalam Iswara, 2010). Adapun bagian-bagian dari Panca Budhi Indria adalah sebagai
berikut:
a.
b.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
Selanjutnya adalah dengan berpikir, berkata, dan berbuat yang baik dan benar
atau dalam Agama Hindu disebut dengan Tri Kaya Parisudha. Tri Kaya Parisudha
5
berasal dari tiga kata yaitu Tri yang artinya tiga, Kaya artinya karya, perbuatan,
kerja, atau prilaku sedangkan Parisudha artinya upaya penyucian diri. Jadi Tri Kaya
Parisudha artinya upaya pembersihan atau penyucian atas tiga perbuatan atau prilaku
(dalam Wiadnyana, . Tri Kaya Parisudha terdiri dari :
1.
2.
3.
hindu yang
Setelah jiwa meninggalkan segala kerja, ia akan bertakhta dalam diri manusia
dengan damai dan bahagia. Ini berarti ia tidak lagi bekerja atau menyuruh orang lain
bekerja dan tidak lagi berhubungan dengan dunia luar melalui kesembilan pintu
gerbang tersebut. Dengan kata lain, ia telah berhasil mengendalikan pancaindrianya
dan benda-benda duniawi tidak lagi mempunyai hubungan dengannya.
7
1.
Yajna
Yajna berasal dari kata yaj yang berarti memuja mempersembahkan
atau korban suci. Yajna tentunya selalu disertai dengan keiklasan berkoban
baik untuk orang lain maupun untuk Tuhan Yang Maha Esa. Yajna
mengandung makna kesegajaan berkorban untuk kebaikan orang lain, dengan
mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan orang lain. Yajna dapat
berbentuk upacara yajna seperti: dewa yajna, rsi yajna, manusia yajna, pitra
yajna, dan bhuta yajna.
Dewa yadnya adalah persembahan suci yang ditunjukkan kepada Sang
Hyang Widi dan para Dewa. Tujuan dari Dewa Yadnya adalah menyampaikan
rasa bhakti dan syukur kepada Sang Hyang Widhi atas segala anugerahNya.
Contohnya: seseorang yang beryadnya untuk memperbaiki pura, orang yang
tulus iklas beryadnya tidak akan mengharapkan imbalan apapun setelah
melaksanakan yadnya, orang yang setelah melakukan yadnya dan melupakan
yadnya yang ia lakukan merupakan yadnya yang didasari oleh rasa tulus dan
iklas.
Rsi yadnya adalah persembahan suci yang ditunjukkan kepada para Rsi
dan guru. Rsi adalah orang-orang yang bijaksana dan berjiwa suci. Yang dapat
disebut sebagai orang suci yaitu Pendeta atau Sulinggih. Salah satu contoh
pelaksanaan Rsi yadnya adalah dengan menghormati dan menuruti perintah
guru.
Manusia yadnya adalah upacara yang dipersembahkan untuk manusia
yang bertujuan untuk memelihara dan mensejahterakan hidup umat manusia.
Contoh dari manusia yadnya adalah upacara metatah atau potong gigi yang
bertujuan untuk mengendalikan enam musuh dalam diri manusia atau Sad
Ripu.
8
2.
Ngayah
Ngayah merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Bali halus yaitu
nguwopin yang identik dengan gotong royong. Ngayah biasanya dilakukan
dipura dalam rangka upacara keagamaan, seperti odalan-odalan atau karya.
Ngayah merupakan nilai budaya Bali yang sangat tinggi karena upah bukan
tujuan akhir dari berbagai pekerjaan yang dilakukan, melainkan ngayah
dilakukan secara iklas tanpa ada ikatan apapun. Contohnya: Saat pelaksanaan
upacara Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih umat Hindu akan
melaksanakan ngayah seperti menyapu atau membersihkan areal pura dengan
didasari oleh perasaan tulus dan iklas.
3.
Matatulungan
Matatulungan hampir sama dengan ngayah akan tetapi matatulungun
biasanya dilakukan antar manusia yang mengadakan upacara keagamaan,
seperti upacara pawiwahan, matatah, mecaru dan lain sebagainya. Pada saat
matatulungan juga didasari oleh rasa iklas tanpa mengharapkan imbalan atau
kepentingan pribadi.
4.
akan membawa hasil yang baik, begitu pula perbuatan yang buruk akan
membawa hasil yang buruk pula. Apabila seseorang selama hidupnya selalu
berkarma baik maka kelak atmanya akan masuk Surga, sedangkan sebaliknya
apabila selama hidupnya seseorang selalu berkarma buruk maka atmanya akan
masuk neraka. Karma baik dalam pengimplemtasiannya tentu selalu didasari
oleh keiklasan. Ajaran karma phala ini memberikan keyakinan pada semua
orang agar selalu berbuat dan berprilaku selalu berdasarkan ajaran agama.
5.
6.
10
7.
atau
brahmacarya.
Seorang
Brahmacarya
harus
bisa
8.
9.
11
10.
Menyama Braya
Menyama braya merupakan konsep ideal hidup bermasyarakat yang
mengandung makna untuk dapat hidup rukun. Rukun artinya damai, tidak
berseteru. Sebagai mahluk sosial sudah sewajarnya kita menyadari bahwa
manusia tidak hidup sendiri di dunia. Manusia pada hakikatnya tergantung
dalam segala aspek kehidupan dengan manusia lainnya. Karena itu, manusia
selalu berusaha untuk sebisa mungkin memelihara hubungan yang baik dan
berusaha untuk bekerja sama dengan sesama.
11.
Paras Paros
Paras paros adalah semangat kebersamaan yaitu sepenanggungan dalam
menjaga keharmonisan Tri Hita Karana khususnya hubungan palemahan yaitu
antara manusia dengan lingkungannya. Untuk mencapai ketentraman bersama
sebagai penerapan ajaran karma marga diharapkan agar kita selalu dapat
menjalin hubungan yang baik dan menjalin persahabatan kepada setiap orang.
Contohnya adalah saling tolong menolong dalam masyarakat.
12.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:
1. Samnyasa pembebasan diri dari kerja dan karmayoga kerja tanpa kepentingan
pribadi adalah sama jika dilihat dari tujuan akhirnya dan jika dibandingkan
dengan pembebasan spiritual manusia. Tetapi, jika dilihat dari cara dan
pelaksanaannya, maka samnyasa dan karmayoga berbeda walaupun tidak saling
bertentangan. Samnyasa lebih menekankan ilmu pengetahuan tentang Atman
sebagai alat untuk mencapai kedamaian abadi dan bersatu dengan Brahman,
sedangkan karmayoga menitik beratkan kemauan dan usaha keras sebagai alat
mencapaiNya.
2. Dibandingkan dengan pembebasan diri dari kerja, kerja tanpa kepentingan pribadi
lebih baik, karena pelaksanaannya lebih mudah.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan yakni sebagai umat Hindu sebaiknya
kita lebih memahami ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci agama
sehingga
kita
akan
lebih
memaknai
ajaran-ajaran
tersebut
dan
mampu
13
Daftar Pustaka
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam.
Iswara,
P.
2010.
Penciptaan
Alam
Semesta
Menurut
Veda.
Dalam
D.
2013.
Pengertian
Yoga.
Dalam
DOA PENUTUP
Oleh :
Dosen Pengampu
DISUSUN OLEH
KELAS IIA
Ni Nyoman Pipi Setya Dewi
1413021029
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat karunia yang telah diberikan, makalah yang berjudul Musuh-Musuh yang
Ada Pada Diri Manusia dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung, baik berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna
membantu penyelesaian makalah ini. Tidak lupa pula, kami mengucapkan terima
kasih kepada orang tua yang telah memberikan doa dan restu serta dukungan
materiil kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang tulisannya
dikutip sebagai bahan rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk
menjadikan makalah ini lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
Agama Hinduii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ii
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sifat Manusia yang Menjadi Musuh Dalam Dirinya ...
10
17
18
DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Agama Hinduiii
DOA PEMBUKA
Om Swastyastu
Om Awighnam Astu Namo Sidhham
Om Sidirastu Tad Astu Swaha
Agama Hinduiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk beragama. Beragama
merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah
sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama untuk
keselamatan hidupnya. Agama dapat dijadikan sandaran vertikal bagi
manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan
manusia. Pemerintah dengan berlandaskan pada garis-garis besar haluan
negara (GBHN) memasukkan pendidikan agama ke dalam kurikulum di
sekolah mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
Manusia dalam konsep Hindu adalah Svambhu yang artinya makhluk
pertama yang memiliki kemampuan berpikir yang menjadikan dirinya sendiri.
Secara etimologi kata manusia berasal dari kata manu yang artinya
kemampuam berpikir atau pikiran. Manusia adalah kesatuan antara badan
jasmani dan jiwa menjadikan ia secara psikopik terus berkembang. Manusia
merupakan makhluk yang memiliki Tri Pramana yaitu kemampuan untuk
berpikir, berkata, dan berbuat, yang sekaligus membedakan manusia dengan
makhluk lainnya. Manusia memiliki kesempurnaan yang paling tinggi diantara
makhluk lainnya yang mengatur dirinya menemui penciptanya yaitu Sang
Hyang Widi Wasa.
Manusia memiliki wiweka atau kemampuan untuk membedakan mana
yang baik dan salah dalam melakukan sesuatu. Secara umum manusia senang
pada keindahan, baik itu keindahan alam maupun seni. Musuh terbesar yang
dimiliki manusia yaitu musuh yang ada pada dirinya sendiri atau Sad Ripu,
Awidya serta kegelapan. Sad Ripu ini berada di dalam diri setiap manusia,
sifat sifat tersebut akan mempengaruhi watak dan perilaku manusia. Musuhmusuh yang ada pada diri manusia tersebut dapat mengakibatkan manusia
tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Manusia bisa lupa dengan
dirinya sendiri akibat dari sifat awidya atau kegelapan yang dimilikinya. Saat
ini manusia lebih condong mementingkan hawa nafsunya daripada
Agama Hindu1
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalahnya:
1.2.1. Sifat manusia yang bagaimanakah yang menjadi musuh dalam dirinya?
1.2.2. Siapakah sesungguhnya musuh sejati manusia?
1.2.3. Bagaimana implementasi dalam mengatasi musuh-musuh yang ada
pada diri manusia?
1.3.
Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui sifat manusia yang menjadi musuh dalam dirinya
1.3.2. Untuk mengetahui siapa sesungguhnya musuh sejati manusia.
1.3.3. Untuk mengetahui implementasi dalam mengatasi musuh-musuh yang
ada pada diri manusia.
Agama Hindu2
1.4.
Manfaat
1.4.1. Memperoleh pengetahuan lebih jauh mengenai sifat manusia yang
menjadi musuh dalam dirinya.
1.4.2. Memperoleh pengetahuan siapa sesungguhnya musuh sejati yang ada
pada diri manusia
1.4.3. Memperoleh pengetahuan bagaimana implementasi dalam mengatasi
musuh-musuh yang ada pada diri manusia.
Agama Hindu3
BAB II
PEMBAHASAN
3.1. Sifat Manusia yang Menjadi Musuh Dalam Dirinya
2.1.1. Anarya atau sifat lemah
Sifat lemah yang ada pada setiap diri manusia menyebabkan
mudah menyerah pada keadaan (Kenaka, 2012). Sifat lemah ini
disebut anarya. Sifat lemah dapat membuat orang menjadi berpikir
menuju jalan yang tidak benar. Sifat ini juga dapat membuat orang
lupa dengan tujuan akhirnya. Misalnya saja ketika seseorang
bermasalah dengan gurunya sendiri, walaupun ia dalam keadaan
yang benar maka ia akan mengalah daripada mesti melawan gurunya
sendiri. Bhagavad Gita Bab II yang menyatakan Arjuna tidak mau
melawan gurunya sendiri karena dipengaruhi oleh sifat lemah, yang
terdapat pada sloka:
Klaibyam ma sma gamah partha
Naitat tvayy upapadyate
Ksudram hrdaya-daurbalyam
Tyaktvottistha parantapa
(Bhagavad Gita II. 3)
Wahai Partha, janganlah menyerah kepada kelemahan ini. Hal ini
sama sekali tidak pantas bagimu. Tinggalkanlah kelemahan hati yang
tidak ada artinya itu dan bangkitlah. . . wahai Arjuna.
Arjuna uvaca
Katham bhisman aham sankhye
Dronam ca madhusudana
Isubhih pratiyotsyami
Pujarhav ari-sudana
(Bhagavad Gita II. 4)
Arjuna berkata: Wahai Madhusudana, bagaimana hamba mampu
melespaskan anak panah di dalam pertempuran, O Arisudana . . . , ke
Agama Hindu4
Musuh
ini
tidak
dapat
dihilangkan
namun
dapat
dikendalikan. Sifat awidya yang ada pada diri manusia apa bila tidak
dikendalikan akan menimbulkan berbagai macam tindakan kejam,
seperti marah, kejam, dengki, iri hati , suka memfitnah, merampok
dan yang lainnya. Kesalahan merupakan sesuatu hal yang dimiliki
oleh manusia dan bahkan tidak dapat lepas dari manusia itu sendiri.
Tidak ada manusia yang tidak pernah melakukan kesalahan selama
hidupnya. Bhagavad Gita XIV.5 menyatakan alam material terdiri
dari tiga sifat, kebajikan, nafsu dan kebodohan. Bila makhluk hidup
yang kekal hubungan dengan alam, ia akan diikat oleh sifat-sifat
tersebut, wahai Arjuna yang berlengan perkasa. Ketiga sifat yang
disebutkan dalam sloka tersebut merupakan pemicu yang bisa
membuat manusia melakukan sebuah kesalahan. Ketika seseorang
didominasi oleh sifat rajas dan tamas maka seseorang tersebut akan
berbuat sesuai nafsu dan kebodohan. Hal ini dikarenakan ketiga sifat
itu akan tetap ada dan tidak dapat lepas dari manusia itu sendiri.
Awidya juga dapat menimbulkan kebingungan pada diri seseorang.
Bhagavad Gita Bab II menyatakan Arjuna mengalami kebingungan
antara berperang atau tidak, seperti pada sloka:
Avyaktoyam acintyoyam
Avikaryoyam ucyate
Agama Hindu6
Agama Hindu7
Musuh ini tidak mempengaruhi roh yang ada pada diri manusia, karena
roh ini bersifat kekal atau abadi. Roh ini bersifat tidak dilahirkan, tidak
terbasahkan oleh air, tidak terpikirkan, tidak terkeringkan oleh angina serta
yang lainnya. Bhagavad Gita Bab II menyatakan:
Nainam chindanti sastrani
Nainam dahati pavakah
Na caiman kledayanty apo
Na sosayati marutah
(Bhagavad Gita II. 23)
Senjata-senjata tidak dapat memotong sang roh, api tidak dapat
membakarnya, air tidak dapat membasahi sang roh ini, dan juga angin tidak
dapat mengeringkannya.
Acchedyoyam adahyoyam
Akledyososya eva ca
Nityah sarva-gatah sthanur
Acaloyam sanatanah
(Bhagavad Gita II. 24)
Roh ini tidak dapat dipotong-potong, ia tidak dapat dibakar, tidak dapat
dibasahi oleh air dan juga tidak dapat dikeringkan oleh angina karena Ia
bersifat kekal, berada secara sempurna dimana-man, tidak pernah keluar dari
sifat aslinya, bersifat tetap serta kekal untuk selamanya.
Adapun 6 (enam) musuh yang ada pada diri manusia atau disebut
dengan Sad Ripu. Bagian-bagian dari Sad Ripu (Midastra, 2007):
1. Kama adalah keinginan atau hawa nafsu. Kama dapat dibagi menjadi 2
yaitu kama yang berlebihan atau tidak dapat dikendalikan dan kama
yang dapat direndam atau dikendalikan.
2. Lobha adalah rakus atau ingin memuaskan keinginan sendiri tanpa
menghiraukan hak-hak dan kepentingan orang lain.
3. Krodha adalah pemarah, naik darah, emosi, gelap mata, dukha, dan
gedeg. Krodha merupakan prilaku yang paling cepat mendatangkan
musuh.
Agama Hindu8
Agama Hindu9
Keberanian tanpa disertai dengan pikiran yang sehat dan baik dapat
mengakibatkan kerugian atau kesulitan bagi orang lain maupun yang
bersangkutan sendiri.
3.3. Implementasi Dalam Mengatasi dan Mengendalikan Diri dari MusuhMusuh yang Ada Pada Diri Sendiri
Implementasi dalam mengendalikan diri dari pengaruh kemabukan atau
kegelapan, hendaknya kita selalu berusaha untuk berdisiplin sehingga
mendatangkan keselamatan dan kesejahtraan. Adapun disiplin-disiplin dan
pengendalian diri tersebut adalah:
1. Anarya merupakan sifat lemah yang dimiliki oleh manusia. Sifat lemah
tidak
patut
untuk
dipratikkan.
Cara
untuk
mengimplementasi
Agama Hindu10
yang
dicapai
dengan
jalan
mempelajari
ilmu
Agama Hindu11
menjadi
gelap.
Secara
umum
pengimplementasian
cara
mengendalikan Sapta Timira yaitu Panca Yama Bratha (lima cara untuk
Agama Hindu12
atau
bersifat
negative.
Misalnya:
dilarang
Agama Hindu13
selalu
melaksanakan
tuntunan
yang
diberikannya.
Agama Hindu14
Contohnya:
ketika
ada
orang
yang
mengalami
Agama Hindu15
penglukatan,
focus
terhadap
ajaran
suci,
tidak
Agama Hindu16
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
1. Anarya adalah sifat lemah yang ada pada setiap diri manusia
menyebabkan mudah menyerah pada keadaan. Sifat lemah dapat
membuat orang menjadi berpikir menuju jalan yang tidak benar. Sifat
ini juga dapat membuat orang lupa dengan tujuan akhirnya.
2. Awidya adalah ebodohan pada hakikatnya menimbulkan kesalahan
dalam memahami terutama masalah kirti dan yasa. Awidya merupakan
musuh yang terletak pada diri sendiri. Musuh ini tidak dapat
dihilangkan namun dapat dikendalikan. Sifat awidya yang ada pada
diri manusia apa bila tidak dikendalikan akan menimbulkan berbagai
macam tindakan kejam, seperti marah, kejam, dengki, iri hati , suka
memfitnah, merampok dan yang lainnya. Lem merupakan sesuatu hal
yang dimiliki oleh manusia dan bahkan tidak dapat lepas dari manusia
itu sendiri.
3. Musuh sejati yang ada pada diri manusia itu adalah manusianya itu
sendiri, karena manusia sendiri yang berpikir, berkata, dan berbuat
yang baik atau buruk. Adapun (enam) musuh yang ada pada diri
manusia disebut Sad Ripu. Bagian-Bagian dari Sad Ripu yaitu Kama,
Lobha, Krodha, Moha, Mada dan Matsarya. Dalam diri manusia juga
terdapat tujuh unsur atau sifat yang menyebabkan pikiran orang jadi
gelap. Bagian-bagian dari Sapta Timira adalah Surupa, Dana, Kulina,
Yowana, Guna, Sura, dan Kasuran.
4. Implementasi dalam mengatasi dan mengendalikan diri dari musuhmusuh yang ada pada diri sendiri yaitu Anarya dapat dikendalikan
dengan meningkatkan spiritual misalnya dengan rajin sembahyang,
melakukan yoga semadhi, sehingga timbul rasa percaya diri. Awidya
dalam implementasinya pengendaliannya yaitu dengan menempuh
empat jalan untuk menyatukan diri dengan Tuhan untuk mencapai
moksa atau Catur Marga Yoga. Adapun bagian-bagian dari Catur
Marga Yoga yaitu Bhakti Marga, Karma Marga, Jnana Marga, dan
Agama Hindu17
Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan sebagai umat
Hindu. Kita sebaiknya memahami musuh-musuh yang ada dalam diri
sendiri. Sifat apa saja yang dapat membuat orang menjadi terjerumus
dalam kegelapan, serta dapat mengimplementasikan pengendalian agar
tidak terjerumus kedalam sifat Awidya ataupun Anarya.
Agama Hindu18
DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Darmayasa. 2014. Bhagavad Gita (Nyanyian Tuhan). Denpasar: Yayasan Dharma
Sthapanam.
Kenaka, Jambe Dharmakerti. 2015. Kenali Dirimu dan Kau Akan Mengenal
Tuhan. Jakarta: Yayasan Pitra Yadnya Indonesia.
Maswinara, I Wayan. 2006. Sistem Filsafat Hindu. Surabaya: Paramita Surabaya.
Midastra, I Wayan. 2007. Agama Hindu. Jakarta: Ganeca Exact.
Pendit, Nyoman S. 2001. Kebangkitan, Toleransi dan Kerukunan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
AGAMA HINDU
DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
1413021030
KELAS II A
Doa Pembuka
Om sam gacchadwam, sam vadadwam, sam wo manamsi janatam dewa Bhagam
yatha purwe sam janana upasate.
Om samani wa akutih samana hrdayaniwah, samanamastu wo mano yatha wah
susahasati.
Om ano bhadrah kratawo yantu wiswatah
Terjemahan :
Oh Hyang Widhi, kami berkumpul di tempat ini, hendak berbicara satu sama lain
untuk menyatukan pikiran sebagai mana halnya para Dewa selalu bersatu.
Oh Hyang Widhi tuntunlah kami agar sama dalam tujuan, sama dalam hati,
bersatu dalam pikiran hingga dapat hidup bersama dalam keadaan sejahtera dan
bahagia.
Oh Hyang Widhi, semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru
PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya makalah yang berjudul
Ajaran Yoga sebagai Landasan Umat Hindu dalam Mencapai Moksa ini dapat
penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini tidak bisa diselesaikan tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Agama Hindu yang telah
memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam mendalami materi dan
menyusun makalah. Serta teman-teman yang membantu pengumpulan data hingga
terciptanya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada isi dan penulisan
makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya konstruktif sangat
diharapkan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Prakata ...................................................................................................................
ii
iii
4
6
2.3 Implementasi Cara Mengendalikan Tiga Sifat dalam Diri Manusia untuk
Mencapai Moksa ......................................................................
10
13
18
18
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
(Moksartham)
dan
kesejahteraan
umat
manusia
(Jagadhita).
Kebebasan dalam pengertian Moksa ialah terlepasnya atma dari ikatan maya,
sehingga menyatu dengan Brahman.
Moksa dapat dicapai apabila tumbuh usaha dalam diri untuk melepaskan
diri dari keterikatan keduniawian. Upaya melepaskan diri dari keterikatan
keduniawian dapat menghantarkan manusia menuju Moksa. Hal ini dapat
dilakukan dengan berperilaku baik, beryadna dan melakukan tirthayatra yang
didasari dengan niat yang baik dan suci, sehingga seseorang dapat terlepas
dari keterikatan duniawi.
Orang yang dapat membebaskan dirinya, baik pikiran maupun perasaannya
dari iktan keduniawian serta pengaruh suka dan duka yang muncul dari Tri
Guna akan dapat mencapai Moksa.
Ajaran Yoga dipandang sebagai suatu jalan untuk mencapai tujuan hidup
yang tertinggi, yaitu kebebsan Atma (roh), jiwa manusia yang tidak diikuti
oleh aktifitas keduniawian
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cara Mengendalikan Tiga Sifat dalam Diri Manusia untuk Mencapai
Moksa
Tiga sifat dasar manusia dalam ajaran agama Hindu dikenal dengan
sebutan Tri Guna. Kata Tri Guna berasal dari bahasa Sanskerta, dari kata tri
dan guna. Tri artinya tiga dan guna artinya sifat atau bakat. Jadi, Tri Guna
adalah tiga sifat dasar yang terdapat pada seluruh makhluk. Ketiga sifat dasar
manusia memengaruhi sejak masih dalam kandungan sampai akhir hayat.
Seperti dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut.
Trai-gunya-visaya veda
Nistrai-gunyo bhavarjuna
Nirdvandvo nitya-sattva-stho
Niryoga-ksema atmavan
(Bhagavad Gita II.45)
Artinya:
Ajaran-ajaran Veda sebagian besar mengajarkan tentang tiga sifat alam;
kebaikan, kenafsuan dan kebodohan. Wahai Arjuna, atasilah ketiga sifat alam
itu. Bebaskanlah dirimu dari dualisme, tempatkan kesadaranmu senantiasa di
dalam tingkat kebaikan, bebaskan diri dari keinginan untuk mendapatkan
pahala dan perlindungan dan mantaplah di dalam Sang Diri.
Manusia memiliki sifat Sattvam, Rajas, dan Tamas dalam dirinya. Ketiga sifat
dasar tersebut dapat membentuk karakter atau watak manusia. Adapun
penjabaran tentang ketiga sifat tersebut seperti berikut.
1. Sattvam
Sattvam adalah sifat tenang, jujur, dan baik. Orang yang lebih dominan
sifat sattvamnya dapat membentuk karakter untuk selalu berbuat kebaikan,
baik dalam pikiran, tindakan maupun perkataan sehingga orang tersebut
menjadi bijaksana, cerdas, sopan, desiplin, jujur, dan selalu menegakkan
dharma. Orang yang dikuasai oleh sifat sattvam biasanya berwatak tenang,
waspada, dan berhati yang damai serta welas asih, dalam mengambil
keputusan akan dipertimbangkan terlebih dahulu secara matang, kemudian
barulah dilaksanakannya. Segala pikiran, perkataan, dan perilakunya
mencerminkan kebijaksanaan dan kebajikan.
2. Rajas
Rajas adalah sifat aktif, semangat, lugas, tegas, sombong angkuh serta
yang lain. Orang yang lebih dominan sifat rajasnya dapat membentuk
karakter kreatif, inovatif, angkuh, sombong, cepat tersinggung, dan merasa
paling benar. Orang yang dikuasai oleh sifat rajah biasanya selalu gelisah,
keinginannya bergerak cepat, mudah marah dan keras hati. Orangnya suka
pamer, senang terhadap yang memujinya dan benci terhadap yang
merendahkannya. Seperti dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai
berikut.
Dhyayato visayan pumsah
Sangas tesupajayate
Sangat sanjayate kamah
Kamat krodhobhijayate
(Bhagavad Gita II. 62)
Artinya:
Orang-orang yang selalu memusatkan pikirannya pada objek-objek indria,
maka keterikatan pada obyek-obyek indria itu akan tumbuh. Dari
keterikatan tersebut akan muncul hawa nafsu, dan dari hawa nafsu akan
muncul kemarahan.
3. Tamas
Tamas adalah sifat malas dan lamban. Orang yang lebih dominan sifat
tamasnya dapat membentuk karakter malas, lamban, pasif, mudah
menyerah dan tidak perduli. Orang yang dikuasai sifat tamah biasanya
berpikir, berkata, dan berbuat sangat lamban, malas, suka tidur, dan rakus.
Sifat Tri Guna tidak dapat dihilangkan, namun dapat dikendalikan dan
diusahakan untuk meningkatkan diri dengan memupuk sifat Sattvam, dan
mengarahkan sifat Rajas dan Tamas ke arah yang positif. Upaya-upaya itu
dapat dilakukan dengan melaksanakan ajaran agama Hindu secara baik dan
5
benar. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengendalikan sifat Rajas dan
Tamas yang dominan dalam diri, yaitu Tapa (pengendalian diri),
Brata
hal
yang
dapat
dilakukan
sebagai
manusia
dalam
upaya
mengendalikan diri dari sifat Tamas dan Rajas yang dominan dalam diri. Jika
manusia telah mampu mengendalikan sifat Rajas dan Tamas, serta lebih
menonjolkan
sifat
Sattwam,
sehingga
manusia
dapat
menjalankan
kewajibannya lahir ke dunia ini dengan baik (Sugita & Susila, 2014: 36).
2.2 Peran Ajaran Yoga dalam Upaya Mencapai Tujuan Hidup Beragama
(Moksa)
Catur Marga berasal dari dua kata yaitu Catur dan Marga. Catur berarti
empat dan Marga berarti jalan, cara, dan usaha. Jadi Catur Marga adalah
empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. Catur Marga disebut juga sebagai Catur Marga
Yoga. Catur Marga Yoga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk
menghormati dan mendekatkan diri pada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.
Emapat jalan spiritual yang utama untuk mendekatkan diri pada Tuhan adalah
Karma Marga Yoga, Bhakti Marga Yoga, Jnana Marga Yoga dan Raja Marga
Yoga.
1. Karma Marga Yoga
Karma Marga Yoga berarti jalan atau usaha untuk mencapai Jagadhita
dan Moksa dengan melakukan kebjikan, tidak terikat oleh hawa nafsu,
melainkan melakukan kewajiban demi untuk mengabdi, berbuat amal
kebajikan untuk kesejahteraan umat manusia dan sesama makhluk. Seperti
yang dijelaskan dalam Bhagavad Gita, sebagai berikut.
tani sarvani samyamya
yukta asita mat-parah
vase hi yasyendriyani
tasya parajna pratisthita
dipersembahkan
kepada
Tuhan
Yang
Maha
Esa,
buddhi-yogad dhananjaya
buddhau saranam anviccha
krpanah phala-hetavah
(Bhagavad Gita II.49)
Artinya:
Wahai Dhananjaya, jauhkanlah perbuatan-perbuatan rendah melalui
kesadaran keseimbangan seperti itu. Berlindunglah pada kesadaran seperti
itu, oleh karena orang yang menginginkan pahala dari perbuatanperbuatannya sesungguhnya adalah orang yang pelit.
Artinya:
Ketika pikiranmu yang tergoyahkan oleh berbagai perbedaan yang terdapat di
dalam kitab suci akan menjadi mantap dan terlelap di dalam Tuhan Yang
Maha Esa, maka pada saat itu engkau akan mencapai tingkatan Yoga.
2.3 Implementasi Cara Mengendalikan Tiga Sifat dalam Diri Manusia untuk
Mencapai Moksa
Upaya-upaya dalam mengendalikan Tri Guna dapat dilakukan dengan
melaksanakan ajaran agama Hindu secara baik dan benar.
Untuk
Tapa
(pengendalian
diri),
Brata
(berpantang),
Yoga
b. Ksama
Ksama artinya pemaaf atau sifat yang mudah memaafkan. Umat hindu
hendaknya merupakan sosok yang pemaaf dan tidak bersifat pendendam.
Bersedia memaafkan kesalahan orang lain merupakan sikap yang sangat
terpuji. Umat hindu hendaknya sadar bahwa berbuat kesalahan adalah
manusiawi, artinya kesalahan itu dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak
seorangpun dapat melepaskan diri dari kekeliruan. Oleh karena itu bersifat
pemaaf hendaknya selalu menjadi pola pikir umat hindu.
c. Satya
Satya artinya jujur, bena atau bersifat baik. Orang yang melaksanakan satya
brata berarti bahwa orang itu tidak pernah menyimpang dari ajaran
10
kebenaran, selalu jujur, dan selalu berterus terang. Umat hindu hendaknya
selalu menjunjung tinggi kebenaran, kejujuran dan kesetiaan.
d. Ahimsa
Ahimsa berarti membunuh atau menyakiti. Umat hindu tidak dibenarkan
untuk menyakiti apalagi membunuh orang atau mahluk lain. Membunuh
adalah perbuatan dosa. Pengecualian hanya diberikan dalam hal membunuh
binatang dengan maksud untuk dipergunakan sebagai pengorbanan suci
atau yadnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
e. Dama
Dama berarti mengendalikan nafsu atau mengalahkan nafsu. Dama juga
berarti mengendalikan diri atau mengendalikan nafsu. Umat hindu
hendaknya dapat mengendalikan atau menundukkan hawa nafsunya. Umat
hindu harus dapat memilah yang mana yang baik dan buruk agar dapat
menimbulkan ketenangan dan ketentraman batiniah. Hanya dengan
ketenangan dan ketentraman pikiran umat hindu akan dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik.
f. Arjawa
Arjawa berarti teguh pendirian atau mempertahankan kebenaran. Orang
yang selalu melaksanakan Arjawa Brata berarti selalu berusaha untuk
berbuat benar. Orang ini adalah orang yang taat, disiplin, jujur dan tidak
pernah berbohong. Hanya dengan berpegang teguh pada pendirian,
seseorang akan tidak mudah terombang-ambing oleh pikiran-pikiran yang
tidak baik dan tidak suci.
g. Priti
Priti berarti kasih sayang kepada semua mahluk. Sebab semua mahluk
adalah ciptaan Tuhan, oleh karena itu kita wajib saling menyayangi. Umat
hindu harus bersikap welas asih atau penuh rasa kasih sayang terhadap
sesama. Sikap kasih dan sayang terhadap sesama akan menimbulkan rasa
simpati.
h. Prasada
11
Prasada artinya berpikir tenang, bersih dan suci. Tenang artinya tidak
mudah berubah pikiran, tidak goyah, tetapi juga tidak takut, sehingga tidak
mudah terkena pengaruh yang tidak baik. Dalam pergaulan hidup seharihari umat hindu hendaknya selalu berpikir positif, berpikir jernih dan suci
serta tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, maka kesucian
pikirannya akan menjadi terganggu dan ini menyebabkan sirnanya
ketenangan dan ketentraman sehingga akan sulit baginya untuk menuju
kejalan Tuhan.
i. Madhurya
Madhurya berarti lemah lembut, tidak berkata keras apalagi kasar.
Berbicara dengan siapa saja hendaknya selalu lemah lembut dan dengan
tutur kata yang halus serta tidak sampai menyinggung apalagi menyakiti
hati.
j. Mardawa
Mardawa berarti rendah hati, tidak suka menonjolkan diri dan tidak suka
bersikap sombong. Rendah hati tidak berarti rendah diri, tetapi selalu
bersikap
merendah
atau
tidak
mau
menunjukan
kemampuannya
(Rudiarta,2015).
3. Menerapkan Tat Twam Asi
Tat Twam Asi, berarti Aku adalam Kamu dan Kamu adalah Aku. Jika ada
seseorang yang cepat tersinggung dan mudah marah dengan orang lain,
maka seseorang tersebut sebenarnya sedang marah dengan drinya sendiri.
4. Mempelajari sastra-sastra suci (Veda)
Pengendalian sifat Rajas dan Tamas, dapat dilakukan dengan mempelajari
sastra-sastra suci (Veda), Veda adalah sebagai pedoman bagi umat Hindu
untuk berbuat, bertindak, dan berpikir yang baik. Jika hal tersebut
dilanggar, maka seseorang tersebut telah melakukan perbuatn dosa.
Upaya dalam mengendalikan sifat Rajas dan Tamas tidak hanya dilakukan
melalui Tapa, Brata, Yoga Samadhi, melaksanakan ajaran Dasa Yama Brata
dan menerapkan Tat Twam Asi, namun masih banyak hal yang dapat
dilakukan dalam mengendalikan sifat Rajas dan Tamas.
12
c. Karma Phala
Karma Phala merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan. Jika
seseorang yang melakukan yang baik (Subha Karma) maka akan
membawa hasil yang baik, sedangkan jika melakukan perbuatan yang
buruk (Asubha Karma) maka akan membawa hasil yang buruk.
13
dengan
memuja
Dewi
Saraswati.
Bagi
yang
14
segala hal. Contohnya rela dan ikhlas dimarahi oleh guru atau orang
tua, karena pasti demi kebaikan siwa tersebut dan menggunakan
pikiran untuk menuntut dharma dan ilmu penegetahuan.
b. Ajaran Catur Guru
Berhasilnya seseorang menempuh jenjang pendidikan tertentu tidak
akan mungkin bila seseorang tersebut tidak memiliki rasa bhakti
kepada Catur Guru. Seseorang yang melaksanakan ajaran bhakti
kepada Catur Guru dengan baik, pada umumnya memiliki disiplin
dan percaya diri, dengan disiplin dan percaya diri, tidak sajaakan
sukses dalam bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai aspek
kehidupan lainnya. Aktualisasi rasa bhakti kepada Catur Guru dapat
dikembangkan dalam situasi apa pun, sebab hakikat dari ajaran ini
adalah untuk pendidikan diri, terutama pendidikan disiplin, patuh, dan
taat kepada sang Catur Guru dalam arti yang seluas-luasnya.
4. Raja Marga Yoga
Penerapan Raja Marga Yoga terdapat pada ajaran Astangga Yoga, yaitu
Catur Brata Penyepian.
Astangga Yoga merupakan delapan anggota dari Raja Yoga yang terdiri
dari Yama, Nyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharma, Dyana dan
Samadhi. Yama terdiri dari Ahimsa (tanpa kekerasan), Satya (kejujuran),
Brahmacarya, Asetya (tidak mencuri), dan Aparigraha (tidak menerima
pemberian kemewahan). Nyama adalah kepatuhan yang terdiri dari Sauca
(pemurnian
dalam
(penegendalian
dan
diri),
luar),
Santosa
Swadhyaya
(kepuasan
(belajar
jiwa),
kitab
suci)
Tapas
dan
16
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Mengendalikan tiga sifat dalam diri manusia untuk mencapai Moksa
dilakukan dengan mengendalikan diri dari sifat Tamas dan Rajas yang
dominan dalam diri, serta lebih menonjolkan sifat Sattwam, sehingga
manusia dapat menjalankan kewajibannya lahir ke dunia ini dengan
baik.
2. Peran ajaran yoga dalam upaya mencapai tujuan hidup beragama
(Moksa) adalah dengan melaksanakan empat jalan spiritual untuk
mendekatkan diri pada Tuhan, yaitu: Karma Marga Yoga, Bhakti
Marga Yoga, Jnana Marga Yoga dan Raja Marga Yoga.
3. Implementasi mengendalikan tiga sifat dalam diri manusia untuk
mencapai Moksa, yaitu mengarahakan sifat Rajas dan Tamas kearah
positif, dengan cara melakukan Tapa (pengendalian diri),
Brata
3.2 Saran
Sebagai umat Hindu hendaknya selalu mempelajari dan melaksanakan
ajaran Yoga dengan hati yang ikhlas dan pikiran yang suci dalam
mencapai tujuan tertinggi kehidupan umat Hindu yaitu Moksa.
18
DOA PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA