GANAPATI TATTWA
OLEH
2022
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa , karena atas
Asung Kerta Wara Nugraha beliau lah , tugas makalah Mata Kuliah Tattwa II yang berjudul
“Ganapati Tattwa” dapat penulis selesaikan dengan baik.
Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen yang dimana
selaku pengampu mata kuliah Tattwa II yang telah memberikan sebuah materi tugas dalam
bentuk makalah sehingga penulis dapat menambah wawasan secara mandiri di dalam bidang
Ganapati Tattwa.
Penulis menyadari bahwa tugas Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tugas
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Semoga hasil Makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
Kata Pengantar………………………………………………...................................... 2
Daftar Isi………………………………………………………..………………………3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………....4
1.2 Rumusan Masalah…………………...…………………….…………………...4
1.3 Tujuan……………………………………………….........................................5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Lontar Ganapati Tattwa................................................................…..................6
2.2 Konsep Ketuhanan Dalam Ganapati Tattwa........................………………......8
2.3 Konsep Penciptaan Alam Semesta Dalam Ganapati Tattwa..............................8
2.4 Hubungan Gaib/ Rahasia dari Sang Hyang Siwatma........................................11
2.5 Sadanggayoga Jalan Mencapai Kelepasan........................................................12
2.6 Lahirnya Tri Aksara Dasaaksara & Catur Dasaksara........................................14
2.7 Panglukatan Ganapati........................................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………16
3.2 Saran…………………………………………………………………………..17
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..18
BAB I
PENDAHULUAN
Ajaran pokok dari Siwa Siddhanta adalah bahwa Siwa, merupakan realitas tertinggi, dan
jiwa atau roh pribadi adalah dari intisari yang sama dengan Siwa, tetapi tidak identik.(Yayasan
Sanatana, 2003:261). Realita tertinggi disebut Siwa, yang merupakan kesadaran tak terbatas,
yang abadi, tanpa perubahan, tanpa wujud, merdeka, ada dimana-mana, maha kuasa, esa tiada
duanya, tanpa awal, tanpa penyebab, tanpa noda, ada dengan sendirinya, selalu bebas, selalu
murni dan sempurna. Ia tak dibatasi oleh waktu yang merupakan kebahagiaan dan kecerdasan
yang tak terbatas, bebas dari cacat, maha pelaku dan maha mengetahui.
Sumber ajaran siva di Bali terdapat empat kelompok, yaitu weda, tattwa, etika, dan
upacara. Kelompok Weda : Weda Parikrama, Weda Sanggraha, Surya Sevana dan Siva
Pakarana. Kelompok Tattwa : Bhuwana Kosa, Bhuwana Sang Ksepa, Wrhaspati Tattwa, Siwa
Gama, Siwatattwa Purana, Gong Besi, Purwa Bhumi Kamulan, Tantu Pagelaran, Usana Dewa,
Ganapati Tattwa, Tattwa Jnana dan Jnana Siddhanta. Kelompok Etika : Siwa Sasana, Rsi
Sasana, Wrti Sasana, Putra Sasana dan Slokantara. Kelompok Upacara : Upacara Dewa Yadnya
empulutukaben, kramaning atiwatiwa, indik maligya, dan puteru pasaji), Rsi Yadnya
(kramaning madhiksa dan yajna samskara), Manusa Yadnya (dharma kahuripan, eka ratama,
janamaprawrti, puja kalapati, puja kalib), Bhuta Yadnya (eka dasa ludra, pancawali karma,
indik caru dan pujapalipala). Salah satu sumber yang akan dibahas adalah Ganapati Tattwa
yang termasuk sumber Siwa Siddhanta ke dalam kelompok Tattwa. Ganapati Tattwa ini adalah
mengisahkan bagaimana percakapan Dewa Siwa dengan putranya yaitu Ganesha atau
Ganapati.
1.2 Rumusan Masalah
1.2 Tujuan
Ganapati Tattwa adalah salah satu Lontar Tattwa, Lontar Filsafat Siwa, yang digubah
dengan mempergunakan metode Tanya jawab. Tanya jawab ditulis di dalam 37 lembar dauntal
yang disusun dalam 60 bait, menggunakan bahasa Sansekerta yang disertai dengan ulasan
dalam bahasa Kawi. Ganapati, putera Siwa, adalah Dewa penanya yang cerdas. Dan Siwa
adalah Maheswara, yang menjabarkan ajaran Rahasia Jnana, menjelaskan tentang misteri alam
semesta beserta isinya. Terutama tentang hakikat manusia : dari mana ia dilahirkan, untuk apa
ia lahir, kemana ia akan kembali dan bagaimana caranya agar bisa mencapai kelepasan.
Kitab Ganapati Tattwa ini telah dikaji oleh Sudarshana Devi Singhal dan diterbitkan dalam
Satapitaka Series No.4 oleh International Academy of Indian Culture, Nagpur, India (1958)
terdiri dari 60 sloka dalam Chabda Anustubh Sansekerta. Isinya merupakan dialog antara Sang
Hyang Siwa dengan Sang Hyang Ganapati, putranya sendiri. Secara ringkas isinya dapat
diuraikan sebagai berikut: Omkara adalah wujud sabda sunya, nada Brahman, asal mula
Pancadaivatma : Brahma, Wisnu, Iswara, Rudra dan Sang Hyang Sadasiva. Pancadivatma
merupakan asal Panca Tan Matra yang terdiri dari Rupa (unsur bentuk), Gandha (unsur bau),
Rasa (unsur rasa/kenikmatan), Sparsa (unsur sentuhan), dan Sabda (unsur suara). Dari Panca
Tan Matra munculah Panca Mahabutha yang merupakan unsur materi (elemen alam semesta)
yang terdiri dari : Apah (air/benda cair), Teja(panas), Vayu (angin), Prthivi (tanah) dan Akasa
(ether). Dari Panca Mahabutha ini alam semesta beserta isinya diciptakan, dan Sang Hyang
Sivatma menjadi sumber hidup yang menggerakkan segala ciptaannya (Ganapatitattwa dalam
Dharanayoga, Tarkayoga, dan juga Samadhi ebagai jalan spiritual untuk mencapai Moksa
(Ganapatitattwa dalam Buku Pasek Gunawan, 2012:62). Juga diuraikan tentang eksistensi
Padmahrdaya (Padmahati) sebagai Sang Hyang Sivalingga, Beliau harus direnungkan. Hanya
ia yang bijaksana, berhati suci, dan penuh keyakinan yang dapat mengetahui beliau. Beliau
hendaknya setiap saat dipuja dengan sarana Sang Hyang Caturdasaksara (14 buah huruf suci).
Dilanjutkan dengan uraian tentang berbagai jenis Lingga (Ganapatitattwa dalam Buku Pasek
Pada bagian lain diuraikan tentang anggapan orang bodoh dan sombong yang tidak
memahami Atma, juga uraian tentang sthana Bhatara Brahma, Visnu dan Siva dalam tubuh
manusia. Sang Hyang Bhedajnana adalah ajaran yang sangat rahasia tentang manusia. Yang
berhak menerima ajaran Dharma. Berikutnya diuraikan tentang Moksa (kalepasan) dan orang-
orang yang mencapai hal tersebut, yakni yang mengutamakan pengetahuan yang suci. Bagian
diperlukan, mantra yang digunakan, dan manfaat dari upacara ritual tersebut. Kitab ini ditutup
dengan mantra pemujaan ditujukan kepada Sang Hyang Ganapati dan Dewi Saraswati
Menurut Ganapati Tattwa Omkara adalah wujud sabda sunya, nada Brahman, asal mula
Pancadaivatma : Brahma, Wisnu, Iswara, Rudra dan Sang Hyang Sadasiva. Pancadivatma
merupakan asal Panca Tan Matra yang terdiri dari Rupa (unsur bentuk), Gandha (unsur bau),
Rasa (unsur rasa/kenikmatan), Sparsa (unsur sentuhan), dan Sabda (unsur suara). Dari Panca
Tan Matra munculah Panca Mahabutha yang merupakan unsur materi (elemen alam semesta)
yang terdiri dari : Apah (air/benda cair), Teja (panas), Vayu (angin), Prthivi (tanah) dan Akasa
(ether). Dari Panca Mahabutha ini alam semesta beserta isinya diciptakan, dan Sang Hyang
Sivatma menjadi sumber hidup yang menggerakkan segala ciptaannya. Menguraikan juga
tentang eksistensi Padmahrdaya (Padmahati) sebagai Sang Hyang Sivalingga, Beliau harus
direnungkan. Hanya ia yang bijaksana, berhati suci, dan penuh keyakinan yang dapat
mengetahui beliau. Beliau hendaknya setiap saat dipuja dengan sarana Sang Hyang
Konsep penciptaan alam semesta dalam teks Ganapati tattwa adalah digambarkan bahwa
sebelum adanya alam semesta yang ada hanyalah keadaan kosong yang sangat luas,
satusatunya keberadaan mutlak yang ada adalah Tuhan. Dari kekosongan tersebut Tuhan
berpikir untuk menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan Tuhan adalah sumber segala yang
ada di dunia ini. Dalam kitab Upanisad ini juga menjelaskan tentang alam semesta yakni pada
sloka Chāndogya Upanisad, VI.2.1, yang berbunyi sebagai berikut: “Pada permulaannya
anakku, hanyalah ada wujud Yang Esa ini, satu tiada duanya. beberapa orang berkata bahwa
pada mulaannya hanyalah yang tidak berwujud ini, yang satu tiada duanya. dari yang itu tidak
tidak berwujud semua bersumber atau berawal dari Tuhan Yang Maha Esa yang tiada duanya.
dari Tuhan atau Bhataralah yang menciptakan atau membentuk segala ciptaan yang ada di
semesta atau didunia ini, Tuhan atau Bhatara merupakan awal pengetahuan tentang dunia
karena semuanya berasal dari dirinya. Seperti dalam cerita atau dalam Kitab Mahabharata juga
dijelaskan pada saat Arjuna diberikan wejangan suci oleh Sri Krishna pada saat menjelang
pertempuran di medan perang Kuruksetra. Sri Krishna bersabda sebagai berikut: sloka,11.7.
“wahai arjuna apapun yang ingin kau lihat, lihatlah dengan segera dalam badan-ku ini. Bentuk
semesta ini dapat memperlihatkan kepadamu apapun yang engkau ingin lihat sekarang ada
apapun yang engkau lihat pada masa yang akan datang. Segala sesuatu baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak berada disini secara lengkap, di satu tempat”. (Prabhupada,
2006:554).
Jadi Tuhan merupakan sumber utama dari ciptaan dan semua sumber ciptaan yang ada
semuanya berada dan berasal dari Tuhan dan menyatu dengan Tuhan. Dengan demikian Sang
Hyang Widhi adalah Tuhan sebagai Pencipta alam semesta. Tuhan sebagai Widhi disebut
bersthana di luhuring Ākāśa, yakni di angkasa, nan jauh disana. Dalam pengertian ini,
tentuanya Tuhan Yang Maha Esa digambarkan dengan 2 perwujudan dalam agama Hinduyakni
perwujudan Nirguna Brahman dan Saguna Brahman. Nirguna Brahman (Impersonal God)
merupakan Tuhan yang tidak berwujud, sedangkan Saguna Brahman (Personal God) yakni
dimana Tuhan yang menjelma dengan berbagai bentuk dengan fungsinya. (Titib, 2001:15).
Tuhan meliputi alam semesta yang ada ini, dalam jurnal Genta Hredaya volume 4
nomer 1 juga menjelaskan sedikit tentang Kosmologi dimana yang dikutip didalam buku Pak
Donder, menyebutkan bahwa kosmologi Hindu menempatkan Tuhan pada posisi pertama dan
utama sebagai causa prima, “cikal bakal” (sangkan paraning dumadi) dari alam semesta ini.
Kosmologi Hindu melihat penciptaan alam semesta atau jagat raya ini bermula dari Tuhan
(Dewi, 2020). Jadi dalam hal ini Tuhan merupakan benih dari kehidupan yang ada saat ini.
Dalam teks Ganapati Tattwa ini menjelaskan bahwa Tuhan membentuk omkara dari omkara
muncullah windu dan dari windu muncullah Panca Daivàtmà yang terdiri dari Brahma, Wisnu,
Rudra, Isvara dan Sadasiva. Seperti yang dijelaskan di dalam teks atau lontar sebagai berikut:
Artinya: Ganapati mohon direstui petunjuk yang jelas ke hadapan Dewa Siwa beserta
permaisurinya Dewi Uma dan Gangga: Dewa Gana adalah putera gurunya yang sakti mulia
Dimana dalam hal ini Bhatara Gana adalah penanya yang sangat cerdas yang hendak
mengatahui proses terciptanya alam semesta beserta isinya serta proses kembalinya kepada
Sang Hyang Siwatman Menciptakan Alam Semesta Dari Unsur Panca Mahabutha Dalam
bagian ini, akan di jelaskan bagaimana percakapan Sang Ganapati dengan Dewa Siwa. Dimana,
Dewa Siwa memberikan wejangan bagaimana Sang Hyang Siwatman itu menciptakan alam
semesta dari unsur Panca Maha Butha. Berawal dari perihal munculnya Panca Daiwatma, yang
dijelaskan bahwa dari Omkara muncul Windu, bagaikan embun yang berada di ujung
berkilauan. Dari Windu itu muncullah Panca Daiwatma yaitu : Brahma, Wisnu, Rudra,
Kami/daku dan Sang Hyang Sadasiwa. Kemudian tentang hakikat alam semesta, dari Panca
Daiwatma lahir Panca Tanmatra, yaitu : dari Brahma lahir bau, dari Wisnu muncul unsur
kenikmatan, dari Rudra timbul mode/bentuk, dari Daku (Iswara) keluar unsur rabaan, dari Sang
Hyang Sadasiwa nada/suara. Kemudian dari sabda timbul ether, dari sparsa muncul angin, dari
rupa keluar sinar, dari rasa lahir zat cair, dan dari gandha timbul tanah. Dari perthiwi
terwujudlah bumi, berkat apah muncul air, karena teja tercipta matahari, bulan dan bintang;
karena wahyu adalah angin; dari akasa lahirlah tumbuh-tumbuhan seperti: rumput pohon kayu,
tanaman melata, serba kulit kelopak dan inti serta segala makhluk yaitu : bianatang/ternak,
burung, ikan makhluk halus; demikianlah keadaannya alam semesta itu. Setelah itu juga
berbeda dengan manifestasinya Dewa beserta dengan penciptaan alam semesta, sebab manusia
lahir dari Windu, awal mulanya Omkara wujudnya yakni : Brahma dan Wisnu menciptakan
badan jasmani, yang terbentuk dari unsur tanah dan zat cair . Rudra menciptakan alat pengliatan
(mata) yang terwujud dari sinar daku (iswara) membuat pernafasan yang berbentuk raba
sentuhan , Sang Hyang Sadasiwa menciptakan bunyi/suara yag terwujud dari unsur ether
Alam semesta dan badan jasmani manusia adalah tunggal. Sama seperti dalam
hubungannya dengan keberadaan bhuana agung dan bhuana alit. Apa yang ada di alam semesta
juga ada dalam tubuh jasmani manusia. Seperti halnya pada alam semesta, Brahma berstatus
di selatan, memelihara tanah/bumi; Wisnu berstatus di utara memelihara zat cair/air; Rudra
berstatus di barat, mengendalikan matahari, bulan dan bintang; Daku (Iswara) berstatus di
mengendalikan ketiduran, berhubungan pada mulut, mengatur nada suara; Sang Hyang
Dalam bagian ini juga dijelaskan tentang muladhara, yang tempatnya diantara lubang dubur
dan alat kelamin. Tentang perpaduan serta pembentukan manusia baru yang dilahirkan melalui
perantara sang ibu. Dikatakan pula perihal tentang yang menghidupkan bayi itu sdalam
kandungan hingga adalam usia tuanya. Seperti dalam Ganapati Tattwa, 1.15 dijelaskan bahwa
a. Pratyaharayoga
Segala tujuan kepuasan hawa nafsu yang dapat dikendalikan dengan ketenangan iman
(pikiran) yang teguh, itulah yang dinyatakan Pratyahara. Pratyaharayoga artinya segala
hubungan hawa nafsu itu terkekang, tiada dibbaskan pemuasannya, dikendalikan dengan
kesadaran iman suci yang teguh, meskipun kurang mesra namun ada juga kejernihannya,
b. Dhyanayoga
Tanpa pasangan, tiada perubahan agitasi, tanpa koneksi, dan tetap juga tenang, maka
system konsentrasi renungan berpikir yang demikian itulah yang disebut Dhyana. Dhyanayoa
artinya system pemikiran yang tiada mendua tanpa perubahan, (selalu) tenang juga dalam suka
dukanya, tiada pernah gelisah, tetap teguh tanpa terpengaruhi, kesadaran pemikiran yang
Tattwa, 5)
c. Pranayamayoga
Isaplah udara dengan segala lubang lain yang tertutup dan terus konsentrasi kemudian
keluarkan udara itu perlahan-lahan, inilah yang disebut system pelaksanaan Pranayama.
Pranayamayoga artinya: tutupilah segala lubang mata, hidung, telinga dan mulut, namun
terlebih dahulu isaplah udara, konsentrasi/tembuskan pada ubun-ubun, bila sudah terasa
d. Dharanayoga
Statuskanlah Omkara itu dihati dan konsentrasikan Siwatma (Sunyatma) dengan Siwatma
Dharanayoga berarti : secara spirituilnya sebagai simbolik bahwa Omkara itu ada di hati, yaitu
sebagai pusat pengendalian pengaruh unsure jasmaniah bila tenang tiada lagi terdengar sesuatu
dalam saat beryoga, maka dalam status beginilah Bhatara (Atma) dalam perwujudan
e. Tarkayoga
Pikiran itu bagaikan tanpa suara diangkasa, terpisahnya suara dengan angkasa itulah
sebenarnya tujuan pikiran yang suci (Paramartha), demikianlah Tarkayoga itu adanya.
Tarkayoga artinya : bagaikan langit/angkasa kiranya pikiran suci (Paramartha) itu, yang tiada
terpengaruhi sesuatu, sebab tak ada unsure suara padanya, begitulah simbulnya Paramartha,
yang berlainan dengan angkasa udara, walaupun persamaannya sungguh serba jernih;
Tiada lalai, tanpa aktivitas, tanpa keperluan, tanpa pengakuan, tanpa keinginan, tidak
terpengaruh, tanpa harapan; itulah yang disebut Semadhi. Semadhiyoga artinya: bhatin yang
tidak lalai, tiada berharap, tanpa keakuan, tiada sesuatu yang diinginkannya, tak ada yang
diperlukan, tenang tiada terpengaruh; itulah yang dinamakan Semadhiyoga. (Ganapati Tattwa,
9).
Aksara Ya dihilangkan dimasukkan pada aksara A (Aksara) pada tahap pertama. Tahap
kedua masukkan aksara Tang (Siwa) pada aksara U (Ukara). Tahap ketiga aksara Ya (Yakara)
(Ukara) apabila dilebur akan menjadi aksara O (Okara). Apabila aksara Ma (Makara)
dihilangkan ia akan menjadi Bindu (Windu = titik) yang terletak diatas O (Okara). Demikianlah
tatacara lahir (Utpati), pemeliharaan (Sthiti), dan peleburan (Pralina). Sang Hyang Panca
Brahma dan Pancaksara. Pertama-tama aksara Ma (Makara) diikuti oleh aksara A dan
selanjutnya diikuti oleh aksara U sebagai kelahiran Sang H yang Tri Aksara Mam, Am dam
Apabila aksara A dipakai permulaan kemudian diikuti oleh aksara U dan aksara Ma,
sebagai pemeliharaannya Sang Hyang Tri Aksara Am, Um dan Mam. Itulah tatacara yang jiga
dapat menyebabkan mencapai sorga. Adapun apabila dimulai dengan aksara U (Ukara)
selanjutnya diikuti oleh aksara A dan terakhir aksara Ma, sebagai pelebur Sang Hyang
Tryaksara Um, Am, dan Mam (akan mencapai) Sorga. Adapun aksara U lebur pada Bindu
(windu=titik) dan Ardacandra. Sedangkan aksara Ma (Makura) lebur pada Nada. Nada itu
terletak pada alam kosong. Demikianlah tatacaranya. Sampai pada hati Caturdasaksara.
Inilah Sang Hyang Bhedajnana kuajarkan kepadamu anakku, oleh karena teramat
rahasia sifatnya, karena itu tidak diketahui oleh dunia (masyarakat), apa sebabnya? Karena ia
adalah rahasia tentang diri (kita), seandainya rahasia itu tidak diketahui mustahil akan dapat
mencapai (dunianya) Siwa. Sesungguhnya asal diri manusia adalag Dewa (Dewa sarira) dan ia
yang selalu menjaga Sang diri. Hal itu diketahui oleh Sang Pendeta yang merupakan
pengetahuan rahasia tentang manusia, dari awal, pertengahan dan akhir, habis olehku
mengajarkan kepadamu, oleh karena teramat sangat penting untuk diketahui. (Ganapati Tattwa,
34-41).
Masyarakat Hindu di Bali mengenal upacara ngelukat atau melukat., yakni ritual
pembersihan diri secara lahir dan bhatin atau sekala dan niskala. Upacara ini disebut melukat
karena di dalamnya menggunakan tirtha atau air suci pangelukatan yang khusus dibuat untuk
tujuan tersebut (Pudja dalam Buku Bawa Atmaja, 1999 : 90). Seperti dikemukakan dalam
Ganapati Tattwa maka Ganesa atau Ganapati bisa dipuja untuk kepentingan pengelukatan. Tata
cara upacara beserta mantram yang diucapkan oleh pemimpin ritual yang menyelenggarakan
pengelukatan Ganapati, adalah sama dengan pelaksanaan ritual pengendalian hama dan
digunakan di sekeliling (yang hendak dibersihkan), bahannya bambu Ampel Gading digambari
Gana, tangan kirinya memegang Cakra, tangan kanan memegang Gada. Disertai dengan
upakara : ajuman putih kuning, suci satu, dagingnya bebek (itik) putih jambul, airnya
ditempatkan pada sangku tembaga yang diisi kembang Sudamala serta peras sesantun diisi
uang (sesari) 1.100, samsam daun Katima. Bambu Ampel Gading yang telah digambari Gana
itu dimasukkan pada sangku yang berisi air. Setelah dipuja gunakanlah pada tempat yang
terserang hama.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Setelah membahas tentang Ganapati Tattwa, maka sebagai penutup dapat disimpulkan
bahwa Ganapati Tattwa mengisahkan bagaimana percakapan Dewa Siwa dengan putranya
yaitu Ganesha atau Ganapati. Ganapati Tattwa adalah salah satu Lontar Tattwa, Lontar Filsafat
Siwa, yang digubah dengan mempergunakan metode Tanya jawab. Tanya jawab ditulis di
dalam 37 lembar daun tal yang disusun dalam 60 bait, menggunakan bahasa Sansekerta yang
Ganapati, putera Siwa, adalah Dewa penanya yang cerdas. Dan Siwa adalah Maheswara,
yang menjabarkan ajaran Rahasia Jnana, menjelaskan tentang misteri alam semesta beserta
isinya. Terutama tentang hakikat manusia : dari mana ia dilahirkan, untuk apa ia lahir, kemana
ia akan kembali dan bagaimana caranya agar bisa mencapai kelepasan. Dalam lontar ini juga
di sampaikan tentang Catur Dasaaksara dan Tri Aksara. Selain itu adapula tentang
Dalam Ganapati Tattwa Ganesa atau Ganapati bisa dipuja untuk kepentingan pengelukatan.
Tata cara upacara beserta mantram yang diucapkan oleh pemimpin ritual yang
pengendalian hama dan penyakit tanaman maupun manusia. Masyarakat Hindu di Bali
mengenal upacara ngelukat atau melukat., yakni ritual pembersihan diri secara lahir dan bhatin
atau sekala dan niskala. Upacara ini disebut melukat karena di dalamnya menggunakan tirtha
atau air suci pangelukatan yang khusus dibuat untuk tujuan tersebut (Pudja dalam Buku Bawa
Demikian makalah yang penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada penulis. Apabila
terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, sekian dan terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, Nengah Bawa. 1999. Ganesa sebagai Avighnesvara, Vinayaka dan Pengelukatan.
Surabaya : Paramita
Rai Mirsha, dkk. 1995. Ganapati Tattwa Kajian Teks dan Terjemahannya. Denpasar : Upada
Sastra