Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KELOMPOK I

GANAPATI TATTWA

“Untuk Memenuhi Tugas Makalah Mata Kuliah Tattwa II”

OLEH

Ni Putu Ayu Heppyana (2013081001)

Agus Aditya Saputra (2013081002)

Kadek Wulan Dwi Cahyani (2013081004)

I Gede Erwin Suryadnyana (2013081005)

PROGRAM STUDI FILSAFAT HINDU

JURUSAN BRAHMA WIDYA

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU KUTURAN SINGARAJA

2022
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa , karena atas
Asung Kerta Wara Nugraha beliau lah , tugas makalah Mata Kuliah Tattwa II yang berjudul
“Ganapati Tattwa” dapat penulis selesaikan dengan baik.

Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen yang dimana
selaku pengampu mata kuliah Tattwa II yang telah memberikan sebuah materi tugas dalam
bentuk makalah sehingga penulis dapat menambah wawasan secara mandiri di dalam bidang
Ganapati Tattwa.

Penulis menyadari bahwa tugas Makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu
penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tugas
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Semoga hasil Makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Om Santih, Santih, Santih Om

Penulis

Singaraja 6 Desember 2022


DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………...................................... 2
Daftar Isi………………………………………………………..………………………3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………....4
1.2 Rumusan Masalah…………………...…………………….…………………...4
1.3 Tujuan……………………………………………….........................................5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Lontar Ganapati Tattwa................................................................…..................6
2.2 Konsep Ketuhanan Dalam Ganapati Tattwa........................………………......8
2.3 Konsep Penciptaan Alam Semesta Dalam Ganapati Tattwa..............................8
2.4 Hubungan Gaib/ Rahasia dari Sang Hyang Siwatma........................................11
2.5 Sadanggayoga Jalan Mencapai Kelepasan........................................................12
2.6 Lahirnya Tri Aksara Dasaaksara & Catur Dasaksara........................................14
2.7 Panglukatan Ganapati........................................................................................15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………16
3.2 Saran…………………………………………………………………………..17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ajaran pokok dari Siwa Siddhanta adalah bahwa Siwa, merupakan realitas tertinggi, dan

jiwa atau roh pribadi adalah dari intisari yang sama dengan Siwa, tetapi tidak identik.(Yayasan

Sanatana, 2003:261). Realita tertinggi disebut Siwa, yang merupakan kesadaran tak terbatas,

yang abadi, tanpa perubahan, tanpa wujud, merdeka, ada dimana-mana, maha kuasa, esa tiada

duanya, tanpa awal, tanpa penyebab, tanpa noda, ada dengan sendirinya, selalu bebas, selalu

murni dan sempurna. Ia tak dibatasi oleh waktu yang merupakan kebahagiaan dan kecerdasan

yang tak terbatas, bebas dari cacat, maha pelaku dan maha mengetahui.

Sumber ajaran siva di Bali terdapat empat kelompok, yaitu weda, tattwa, etika, dan

upacara. Kelompok Weda : Weda Parikrama, Weda Sanggraha, Surya Sevana dan Siva

Pakarana. Kelompok Tattwa : Bhuwana Kosa, Bhuwana Sang Ksepa, Wrhaspati Tattwa, Siwa

Gama, Siwatattwa Purana, Gong Besi, Purwa Bhumi Kamulan, Tantu Pagelaran, Usana Dewa,

Ganapati Tattwa, Tattwa Jnana dan Jnana Siddhanta. Kelompok Etika : Siwa Sasana, Rsi

Sasana, Wrti Sasana, Putra Sasana dan Slokantara. Kelompok Upacara : Upacara Dewa Yadnya

(caturwedhya, wrhaspatikalpa, ddewatattwa dan sundarigama), Pitra Yadnya (yamatattwa,

empulutukaben, kramaning atiwatiwa, indik maligya, dan puteru pasaji), Rsi Yadnya

(kramaning madhiksa dan yajna samskara), Manusa Yadnya (dharma kahuripan, eka ratama,

janamaprawrti, puja kalapati, puja kalib), Bhuta Yadnya (eka dasa ludra, pancawali karma,

indik caru dan pujapalipala). Salah satu sumber yang akan dibahas adalah Ganapati Tattwa

yang termasuk sumber Siwa Siddhanta ke dalam kelompok Tattwa. Ganapati Tattwa ini adalah

mengisahkan bagaimana percakapan Dewa Siwa dengan putranya yaitu Ganesha atau

Ganapati.
1.2 Rumusan Masalah

1). Jelaskan secara ringkas Lontar Ganapati Tattwa ?


2). Bagaimana Konsep Ketuhanan Dalam Ganapati Tattwa ?

3). Jelaskan Konsep Penciptaan Alam Semesta Dalam Ganapati Tattwa?

4). Bagaimana Hubungan Gaib/ Rahasia Dari Sang Hyang Siwatma ?

5). Jelaskan Sadanggayoga Sebagai Jalan Untuk Mencapai Kelepasan ?

6). Jelaskan lahirnya Tri Aksara, Dasaaksara dan Catur Dasaksara ?

7). Jelaskan bagaimana Penglukatan Ganapati dalam ganapati tattwa ?

1.2 Tujuan

1). Untuk mengetahui ringkasan Lontar Ganapati Tattwa


2). Untuk mengetahui konsep ketuhanan dalam ganapati tattwa
3). Untuk mengetahui konsep penciptaan alam semesta dalam ganapati tattwa
4). Untuk mengetahui hubungan gaib/ rahasia dari Sang Hyang Siwatma
5) Untuk mengetahui sadanggayoga sebagai jalan untuk mencapai kelepasan
6) Untuk mengetahui lahirnya tri aksara dasaaksara dan catur dasakara
7) Untuk mengetahui panglukatan ganapati
BAB II
PEMBAHASAN

I. LONTAR GANAPATI TATTWA

Ganapati Tattwa adalah salah satu Lontar Tattwa, Lontar Filsafat Siwa, yang digubah

dengan mempergunakan metode Tanya jawab. Tanya jawab ditulis di dalam 37 lembar dauntal

yang disusun dalam 60 bait, menggunakan bahasa Sansekerta yang disertai dengan ulasan

dalam bahasa Kawi. Ganapati, putera Siwa, adalah Dewa penanya yang cerdas. Dan Siwa

adalah Maheswara, yang menjabarkan ajaran Rahasia Jnana, menjelaskan tentang misteri alam

semesta beserta isinya. Terutama tentang hakikat manusia : dari mana ia dilahirkan, untuk apa

ia lahir, kemana ia akan kembali dan bagaimana caranya agar bisa mencapai kelepasan.

Kitab Ganapati Tattwa ini telah dikaji oleh Sudarshana Devi Singhal dan diterbitkan dalam

Satapitaka Series No.4 oleh International Academy of Indian Culture, Nagpur, India (1958)

terdiri dari 60 sloka dalam Chabda Anustubh Sansekerta. Isinya merupakan dialog antara Sang

Hyang Siwa dengan Sang Hyang Ganapati, putranya sendiri. Secara ringkas isinya dapat

diuraikan sebagai berikut: Omkara adalah wujud sabda sunya, nada Brahman, asal mula

Pancadaivatma : Brahma, Wisnu, Iswara, Rudra dan Sang Hyang Sadasiva. Pancadivatma

merupakan asal Panca Tan Matra yang terdiri dari Rupa (unsur bentuk), Gandha (unsur bau),

Rasa (unsur rasa/kenikmatan), Sparsa (unsur sentuhan), dan Sabda (unsur suara). Dari Panca

Tan Matra munculah Panca Mahabutha yang merupakan unsur materi (elemen alam semesta)

yang terdiri dari : Apah (air/benda cair), Teja(panas), Vayu (angin), Prthivi (tanah) dan Akasa

(ether). Dari Panca Mahabutha ini alam semesta beserta isinya diciptakan, dan Sang Hyang

Sivatma menjadi sumber hidup yang menggerakkan segala ciptaannya (Ganapatitattwa dalam

Buku Pasek Gunawan, 2012: 62).


Ajaran Sadangga Yoga yang terdiri dari Pratyaharayoga, Dhyanayoga, Pranayamayoga,

Dharanayoga, Tarkayoga, dan juga Samadhi ebagai jalan spiritual untuk mencapai Moksa

(Ganapatitattwa dalam Buku Pasek Gunawan, 2012:62). Juga diuraikan tentang eksistensi

Padmahrdaya (Padmahati) sebagai Sang Hyang Sivalingga, Beliau harus direnungkan. Hanya

ia yang bijaksana, berhati suci, dan penuh keyakinan yang dapat mengetahui beliau. Beliau

hendaknya setiap saat dipuja dengan sarana Sang Hyang Caturdasaksara (14 buah huruf suci).

Dilanjutkan dengan uraian tentang berbagai jenis Lingga (Ganapatitattwa dalam Buku Pasek

Gunawan, 2012 :62).

Pada bagian lain diuraikan tentang anggapan orang bodoh dan sombong yang tidak

memahami Atma, juga uraian tentang sthana Bhatara Brahma, Visnu dan Siva dalam tubuh

manusia. Sang Hyang Bhedajnana adalah ajaran yang sangat rahasia tentang manusia. Yang

berhak menerima ajaran Dharma. Berikutnya diuraikan tentang Moksa (kalepasan) dan orang-

orang yang mencapai hal tersebut, yakni yang mengutamakan pengetahuan yang suci. Bagian

terakhir menjelaskan upacara ruwatan (panglukatan) Ganapati, sarana upakara yang

diperlukan, mantra yang digunakan, dan manfaat dari upacara ritual tersebut. Kitab ini ditutup

dengan mantra pemujaan ditujukan kepada Sang Hyang Ganapati dan Dewi Saraswati

(Ganapatitattwa dalam Buku Pasek Gunawan, 2012:63).


II. KONSEP KETUHANAN DALAM GANAPATI TATTWA

Menurut Ganapati Tattwa Omkara adalah wujud sabda sunya, nada Brahman, asal mula

Pancadaivatma : Brahma, Wisnu, Iswara, Rudra dan Sang Hyang Sadasiva. Pancadivatma

merupakan asal Panca Tan Matra yang terdiri dari Rupa (unsur bentuk), Gandha (unsur bau),

Rasa (unsur rasa/kenikmatan), Sparsa (unsur sentuhan), dan Sabda (unsur suara). Dari Panca

Tan Matra munculah Panca Mahabutha yang merupakan unsur materi (elemen alam semesta)

yang terdiri dari : Apah (air/benda cair), Teja (panas), Vayu (angin), Prthivi (tanah) dan Akasa

(ether). Dari Panca Mahabutha ini alam semesta beserta isinya diciptakan, dan Sang Hyang

Sivatma menjadi sumber hidup yang menggerakkan segala ciptaannya. Menguraikan juga

tentang eksistensi Padmahrdaya (Padmahati) sebagai Sang Hyang Sivalingga, Beliau harus

direnungkan. Hanya ia yang bijaksana, berhati suci, dan penuh keyakinan yang dapat

mengetahui beliau. Beliau hendaknya setiap saat dipuja dengan sarana Sang Hyang

Caturdasaksara (14 buah huruf suci).

III. KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA DALAM GANAPATI TATTWA

Konsep penciptaan alam semesta dalam teks Ganapati tattwa adalah digambarkan bahwa

sebelum adanya alam semesta yang ada hanyalah keadaan kosong yang sangat luas,

satusatunya keberadaan mutlak yang ada adalah Tuhan. Dari kekosongan tersebut Tuhan

berpikir untuk menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan Tuhan adalah sumber segala yang

ada di dunia ini. Dalam kitab Upanisad ini juga menjelaskan tentang alam semesta yakni pada

sloka Chāndogya Upanisad, VI.2.1, yang berbunyi sebagai berikut: “Pada permulaannya

anakku, hanyalah ada wujud Yang Esa ini, satu tiada duanya. beberapa orang berkata bahwa

pada mulaannya hanyalah yang tidak berwujud ini, yang satu tiada duanya. dari yang itu tidak

berwujud, wujudpun, diciptakanlah”. (Radhakrishnan, 2008:344).


Berdasarkan sloka diatas semua yang ada di alam semesta ini baik yang berwujud atau yang

tidak berwujud semua bersumber atau berawal dari Tuhan Yang Maha Esa yang tiada duanya.

dari Tuhan atau Bhataralah yang menciptakan atau membentuk segala ciptaan yang ada di

semesta atau didunia ini, Tuhan atau Bhatara merupakan awal pengetahuan tentang dunia

karena semuanya berasal dari dirinya. Seperti dalam cerita atau dalam Kitab Mahabharata juga

dijelaskan pada saat Arjuna diberikan wejangan suci oleh Sri Krishna pada saat menjelang

pertempuran di medan perang Kuruksetra. Sri Krishna bersabda sebagai berikut: sloka,11.7.

“wahai arjuna apapun yang ingin kau lihat, lihatlah dengan segera dalam badan-ku ini. Bentuk

semesta ini dapat memperlihatkan kepadamu apapun yang engkau ingin lihat sekarang ada

apapun yang engkau lihat pada masa yang akan datang. Segala sesuatu baik yang bergerak

maupun yang tidak bergerak berada disini secara lengkap, di satu tempat”. (Prabhupada,

2006:554).

Jadi Tuhan merupakan sumber utama dari ciptaan dan semua sumber ciptaan yang ada

semuanya berada dan berasal dari Tuhan dan menyatu dengan Tuhan. Dengan demikian Sang

Hyang Widhi adalah Tuhan sebagai Pencipta alam semesta. Tuhan sebagai Widhi disebut

bersthana di luhuring Ākāśa, yakni di angkasa, nan jauh disana. Dalam pengertian ini,

tentuanya Tuhan Yang Maha Esa digambarkan dengan 2 perwujudan dalam agama Hinduyakni

perwujudan Nirguna Brahman dan Saguna Brahman. Nirguna Brahman (Impersonal God)

merupakan Tuhan yang tidak berwujud, sedangkan Saguna Brahman (Personal God) yakni

dimana Tuhan yang menjelma dengan berbagai bentuk dengan fungsinya. (Titib, 2001:15).

Tuhan meliputi alam semesta yang ada ini, dalam jurnal Genta Hredaya volume 4

nomer 1 juga menjelaskan sedikit tentang Kosmologi dimana yang dikutip didalam buku Pak

Donder, menyebutkan bahwa kosmologi Hindu menempatkan Tuhan pada posisi pertama dan

utama sebagai causa prima, “cikal bakal” (sangkan paraning dumadi) dari alam semesta ini.

Kosmologi Hindu melihat penciptaan alam semesta atau jagat raya ini bermula dari Tuhan
(Dewi, 2020). Jadi dalam hal ini Tuhan merupakan benih dari kehidupan yang ada saat ini.

Dalam teks Ganapati Tattwa ini menjelaskan bahwa Tuhan membentuk omkara dari omkara

muncullah windu dan dari windu muncullah Panca Daivàtmà yang terdiri dari Brahma, Wisnu,

Rudra, Isvara dan Sadasiva. Seperti yang dijelaskan di dalam teks atau lontar sebagai berikut:

“Ganapati Śivam preehad ganggomayoh siddārthadah, Devaganahguruh putrah

śaktiviryālokaśriyai. (Ganapati Tattwa, 01)

Artinya: Ganapati mohon direstui petunjuk yang jelas ke hadapan Dewa Siwa beserta

permaisurinya Dewi Uma dan Gangga: Dewa Gana adalah putera gurunya yang sakti mulia

sebagai pengatur kesejahteraan alam semesta. (Ganapati Tattwa, 01)

Dimana dalam hal ini Bhatara Gana adalah penanya yang sangat cerdas yang hendak

mengatahui proses terciptanya alam semesta beserta isinya serta proses kembalinya kepada

unsur asalnya dengan bertanya kepada Bhatara Siwa.

Sang Hyang Siwatman Menciptakan Alam Semesta Dari Unsur Panca Mahabutha Dalam

bagian ini, akan di jelaskan bagaimana percakapan Sang Ganapati dengan Dewa Siwa. Dimana,

Dewa Siwa memberikan wejangan bagaimana Sang Hyang Siwatman itu menciptakan alam

semesta dari unsur Panca Maha Butha. Berawal dari perihal munculnya Panca Daiwatma, yang

dijelaskan bahwa dari Omkara muncul Windu, bagaikan embun yang berada di ujung

rambut/rumput, disinari matahari bening bagaikan dupa, sinarnya terang cemerlang

berkilauan. Dari Windu itu muncullah Panca Daiwatma yaitu : Brahma, Wisnu, Rudra,

Kami/daku dan Sang Hyang Sadasiwa. Kemudian tentang hakikat alam semesta, dari Panca

Daiwatma lahir Panca Tanmatra, yaitu : dari Brahma lahir bau, dari Wisnu muncul unsur

kenikmatan, dari Rudra timbul mode/bentuk, dari Daku (Iswara) keluar unsur rabaan, dari Sang

Hyang Sadasiwa nada/suara. Kemudian dari sabda timbul ether, dari sparsa muncul angin, dari

rupa keluar sinar, dari rasa lahir zat cair, dan dari gandha timbul tanah. Dari perthiwi
terwujudlah bumi, berkat apah muncul air, karena teja tercipta matahari, bulan dan bintang;

karena wahyu adalah angin; dari akasa lahirlah tumbuh-tumbuhan seperti: rumput pohon kayu,

tanaman melata, serba kulit kelopak dan inti serta segala makhluk yaitu : bianatang/ternak,

burung, ikan makhluk halus; demikianlah keadaannya alam semesta itu. Setelah itu juga

dijelaskan bagaimana perihal penjelmaan (kelahiran) manusia. Kelahiran manusia tidaklah

berbeda dengan manifestasinya Dewa beserta dengan penciptaan alam semesta, sebab manusia

lahir dari Windu, awal mulanya Omkara wujudnya yakni : Brahma dan Wisnu menciptakan

badan jasmani, yang terbentuk dari unsur tanah dan zat cair . Rudra menciptakan alat pengliatan

(mata) yang terwujud dari sinar daku (iswara) membuat pernafasan yang berbentuk raba

sentuhan , Sang Hyang Sadasiwa menciptakan bunyi/suara yag terwujud dari unsur ether

(Ganapati Tattwa 1.6)

IV. HUBUNGAN GAIB / RAHASIA DARI SANG HYANG SIWATMA

Alam semesta dan badan jasmani manusia adalah tunggal. Sama seperti dalam

hubungannya dengan keberadaan bhuana agung dan bhuana alit. Apa yang ada di alam semesta

juga ada dalam tubuh jasmani manusia. Seperti halnya pada alam semesta, Brahma berstatus

di selatan, memelihara tanah/bumi; Wisnu berstatus di utara memelihara zat cair/air; Rudra

berstatus di barat, mengendalikan matahari, bulan dan bintang; Daku (Iswara) berstatus di

timur mengatur udara/angin; Sang Hyang Sadasiwa berstatus di tengah, memelihara

ether/atmosphere. Kalau dalam tubuh manusia, Brahma berstatus di muladhara, menghidupkan

indra/jasmaniah, berhubungan dengan hidung, memerlukan bau; Wisnu berstatus di

pusar/nawe, memelihara badan jasmani, berhubungan dengan lidah, memerlukan unsur

kepuasan (rasa); Rudra berstatus di hati, mengatur kesadaran/tekad, berhubungan dengan

pandangan mata, menentukan pikiran; Daku (Iswara) berstatus di kerongkongan/throat,

mengendalikan ketiduran, berhubungan pada mulut, mengatur nada suara; Sang Hyang

Sadasiwa berstatus di ujung lidah, menguasai segala pengetahuan, berhubungan dengan


telinga, meneliti keadaan suara.(Ganapati Tattwa, 1.8). Begitulah keberadaan Daiwatma itu

dalam tubuh jasmani dan alam semesta ini.

Dalam bagian ini juga dijelaskan tentang muladhara, yang tempatnya diantara lubang dubur

dan alat kelamin. Tentang perpaduan serta pembentukan manusia baru yang dilahirkan melalui

perantara sang ibu. Dikatakan pula perihal tentang yang menghidupkan bayi itu sdalam

kandungan hingga adalam usia tuanya. Seperti dalam Ganapati Tattwa, 1.15 dijelaskan bahwa

yang menjadi penghidupannya.

V. SADANGGAYOGA JALAN UNTUK MENCAPAI KELEPASAN

Adapun bagian dari Sadanggayoga, yaitu

a. Pratyaharayoga

Segala tujuan kepuasan hawa nafsu yang dapat dikendalikan dengan ketenangan iman

(pikiran) yang teguh, itulah yang dinyatakan Pratyahara. Pratyaharayoga artinya segala

hubungan hawa nafsu itu terkekang, tiada dibbaskan pemuasannya, dikendalikan dengan

kesadaran iman suci yang teguh, meskipun kurang mesra namun ada juga kejernihannya,

surutnya pemuasan nafsu itulah yang disebut Pratyaharayoga. (Ganapati Tattwa, 4)

b. Dhyanayoga

Tanpa pasangan, tiada perubahan agitasi, tanpa koneksi, dan tetap juga tenang, maka

system konsentrasi renungan berpikir yang demikian itulah yang disebut Dhyana. Dhyanayoa

artinya system pemikiran yang tiada mendua tanpa perubahan, (selalu) tenang juga dalam suka

dukanya, tiada pernah gelisah, tetap teguh tanpa terpengaruhi, kesadaran pemikiran yang

menunggal itulah jadi perilakunya, demikianlah yang dimaksud Dhyanayoga. (Ganapati

Tattwa, 5)
c. Pranayamayoga

Isaplah udara dengan segala lubang lain yang tertutup dan terus konsentrasi kemudian

keluarkan udara itu perlahan-lahan, inilah yang disebut system pelaksanaan Pranayama.

Pranayamayoga artinya: tutupilah segala lubang mata, hidung, telinga dan mulut, namun

terlebih dahulu isaplah udara, konsentrasi/tembuskan pada ubun-ubun, bila sudah terasa

tegang/penuh terkendali biarkanlah keluar melalui lubang hidung secara perlahan-lahan;itulah

yang disebut konsentrasi pengaturan nafas (Pranayamayoga). (Ganapati Tattwa, 6)

d. Dharanayoga

Statuskanlah Omkara itu dihati dan konsentrasikan Siwatma (Sunyatma) dengan Siwatma

(Sunyatmaka/Sunyasiwa) bila tiada terdengar sesuatu, demikianlah yang disebut Dharana.

Dharanayoga berarti : secara spirituilnya sebagai simbolik bahwa Omkara itu ada di hati, yaitu

sebagai pusat pengendalian pengaruh unsure jasmaniah bila tenang tiada lagi terdengar sesuatu

dalam saat beryoga, maka dalam status beginilah Bhatara (Atma) dalam perwujudan

Sunyasiwatma (menunggal) dengan Sumber Jiwa Alam Semesta/Sadasiwa. Demikianlah yang

dimaksud Dharanayoga. (Ganapati Tattwa, 7)

e. Tarkayoga

Pikiran itu bagaikan tanpa suara diangkasa, terpisahnya suara dengan angkasa itulah

sebenarnya tujuan pikiran yang suci (Paramartha), demikianlah Tarkayoga itu adanya.

Tarkayoga artinya : bagaikan langit/angkasa kiranya pikiran suci (Paramartha) itu, yang tiada

terpengaruhi sesuatu, sebab tak ada unsure suara padanya, begitulah simbulnya Paramartha,

yang berlainan dengan angkasa udara, walaupun persamaannya sungguh serba jernih;

demikianlah yang disebut Tarkayoga. (Ganapati Tattwa, 8)


f. Semadhiyoga

Tiada lalai, tanpa aktivitas, tanpa keperluan, tanpa pengakuan, tanpa keinginan, tidak

terpengaruh, tanpa harapan; itulah yang disebut Semadhi. Semadhiyoga artinya: bhatin yang

tidak lalai, tiada berharap, tanpa keakuan, tiada sesuatu yang diinginkannya, tak ada yang

diperlukan, tenang tiada terpengaruh; itulah yang dinamakan Semadhiyoga. (Ganapati Tattwa,

9).

VI. LAHIRNYA TRU AKSARA, DASAAKSARA & CATUR DASAKSARA

Aksara Ya dihilangkan dimasukkan pada aksara A (Aksara) pada tahap pertama. Tahap

kedua masukkan aksara Tang (Siwa) pada aksara U (Ukara). Tahap ketiga aksara Ya (Yakara)

dihilangkan menjadilah ia aksara Ma (Makara). Adapun aksara A (Aksara) dan aksara U

(Ukara) apabila dilebur akan menjadi aksara O (Okara). Apabila aksara Ma (Makara)

dihilangkan ia akan menjadi Bindu (Windu = titik) yang terletak diatas O (Okara). Demikianlah

tatacara lahir (Utpati), pemeliharaan (Sthiti), dan peleburan (Pralina). Sang Hyang Panca

Brahma dan Pancaksara. Pertama-tama aksara Ma (Makara) diikuti oleh aksara A dan

selanjutnya diikuti oleh aksara U sebagai kelahiran Sang H yang Tri Aksara Mam, Am dam

Um. Itulah tatacara sehingga menyebebkan mencapai sorga.

Apabila aksara A dipakai permulaan kemudian diikuti oleh aksara U dan aksara Ma,

sebagai pemeliharaannya Sang Hyang Tri Aksara Am, Um dan Mam. Itulah tatacara yang jiga

dapat menyebabkan mencapai sorga. Adapun apabila dimulai dengan aksara U (Ukara)

selanjutnya diikuti oleh aksara A dan terakhir aksara Ma, sebagai pelebur Sang Hyang

Tryaksara Um, Am, dan Mam (akan mencapai) Sorga. Adapun aksara U lebur pada Bindu

(windu=titik) dan Ardacandra. Sedangkan aksara Ma (Makura) lebur pada Nada. Nada itu

terletak pada alam kosong. Demikianlah tatacaranya. Sampai pada hati Caturdasaksara.
Inilah Sang Hyang Bhedajnana kuajarkan kepadamu anakku, oleh karena teramat

rahasia sifatnya, karena itu tidak diketahui oleh dunia (masyarakat), apa sebabnya? Karena ia

adalah rahasia tentang diri (kita), seandainya rahasia itu tidak diketahui mustahil akan dapat

mencapai (dunianya) Siwa. Sesungguhnya asal diri manusia adalag Dewa (Dewa sarira) dan ia

yang selalu menjaga Sang diri. Hal itu diketahui oleh Sang Pendeta yang merupakan

pengetahuan rahasia tentang manusia, dari awal, pertengahan dan akhir, habis olehku

mengajarkan kepadamu, oleh karena teramat sangat penting untuk diketahui. (Ganapati Tattwa,

34-41).

VII. PANGLUKATAN SANG GANAPATI

Masyarakat Hindu di Bali mengenal upacara ngelukat atau melukat., yakni ritual

pembersihan diri secara lahir dan bhatin atau sekala dan niskala. Upacara ini disebut melukat

karena di dalamnya menggunakan tirtha atau air suci pangelukatan yang khusus dibuat untuk

tujuan tersebut (Pudja dalam Buku Bawa Atmaja, 1999 : 90). Seperti dikemukakan dalam

Ganapati Tattwa maka Ganesa atau Ganapati bisa dipuja untuk kepentingan pengelukatan. Tata

cara upacara beserta mantram yang diucapkan oleh pemimpin ritual yang menyelenggarakan

pengelukatan Ganapati, adalah sama dengan pelaksanaan ritual pengendalian hama dan

penyakit tanaman maupun manusia. Inilah penglukatan (pembersihan) Ganapati, boleh

digunakan di sekeliling (yang hendak dibersihkan), bahannya bambu Ampel Gading digambari

Gana, tangan kirinya memegang Cakra, tangan kanan memegang Gada. Disertai dengan

upakara : ajuman putih kuning, suci satu, dagingnya bebek (itik) putih jambul, airnya

ditempatkan pada sangku tembaga yang diisi kembang Sudamala serta peras sesantun diisi

uang (sesari) 1.100, samsam daun Katima. Bambu Ampel Gading yang telah digambari Gana

itu dimasukkan pada sangku yang berisi air. Setelah dipuja gunakanlah pada tempat yang

terserang hama.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Setelah membahas tentang Ganapati Tattwa, maka sebagai penutup dapat disimpulkan

bahwa Ganapati Tattwa mengisahkan bagaimana percakapan Dewa Siwa dengan putranya

yaitu Ganesha atau Ganapati. Ganapati Tattwa adalah salah satu Lontar Tattwa, Lontar Filsafat

Siwa, yang digubah dengan mempergunakan metode Tanya jawab. Tanya jawab ditulis di

dalam 37 lembar daun tal yang disusun dalam 60 bait, menggunakan bahasa Sansekerta yang

disertai dengan ulasan dalam bahasa Kawi.

Ganapati, putera Siwa, adalah Dewa penanya yang cerdas. Dan Siwa adalah Maheswara,

yang menjabarkan ajaran Rahasia Jnana, menjelaskan tentang misteri alam semesta beserta

isinya. Terutama tentang hakikat manusia : dari mana ia dilahirkan, untuk apa ia lahir, kemana

ia akan kembali dan bagaimana caranya agar bisa mencapai kelepasan. Dalam lontar ini juga

di sampaikan tentang Catur Dasaaksara dan Tri Aksara. Selain itu adapula tentang

Sadanggayoga yaitu jalan untuk mencapai kelepasan, yang bagian-bagiannya yaitu

Pratyaharayoga, Dhyanayoga, Pranayamayoga, Dharanayoga, Tarkayoga dan Semadhiyoga.

Dalam Ganapati Tattwa Ganesa atau Ganapati bisa dipuja untuk kepentingan pengelukatan.

Tata cara upacara beserta mantram yang diucapkan oleh pemimpin ritual yang

menyelenggarakan pengelukatan Ganapati, adalah sama dengan pelaksanaan ritual

pengendalian hama dan penyakit tanaman maupun manusia. Masyarakat Hindu di Bali

mengenal upacara ngelukat atau melukat., yakni ritual pembersihan diri secara lahir dan bhatin

atau sekala dan niskala. Upacara ini disebut melukat karena di dalamnya menggunakan tirtha

atau air suci pangelukatan yang khusus dibuat untuk tujuan tersebut (Pudja dalam Buku Bawa

Atmaja, 1999 : 90).


II. Saran

Demikian makalah yang penulis buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila

ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada penulis. Apabila

terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, sekian dan terimakasih
DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, Nengah Bawa. 1999. Ganesa sebagai Avighnesvara, Vinayaka dan Pengelukatan.

Surabaya : Paramita

Gunawan, Pasek. 2012. Siva Siddhanta I. Singaraja

____________________Siva Siddhanta II._______

Rai Mirsha, dkk. 1995. Ganapati Tattwa Kajian Teks dan Terjemahannya. Denpasar : Upada

Sastra

Anda mungkin juga menyukai