WEDANTA DARSANA
DI SUSUN OLEH :
Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini memuat tentang “Wedanta Darsana” yang tentunya dapat
menambah wawasan kita semua. Oleh karena itu makalah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu yang sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Seperti sebuah pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak
retak”. Begitu juga dalam pembuatan makalah ini. Walaupun makalah ini
memiliki kelebihan dan kekurangan, penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3 Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Pengertian Advaita Vedanta.................................................................... 3
2.2 Sejarah Advaita Vedanta......................................................................... 4
2.3 Pandangan Advaita Vedanta.................................................................... 4
2.4 Pokok-pokok Ajaran Advaita Vedanta.................................................... 7
BAB III METODOLOGI............................................................................... 9
3.1 Epistimologi Advaita Vedanta................................................................. 9
3.2 Aksiologi Advaita Vedanta...................................................................... 12
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Vedanta Darsana adalah yang terakhir dari enam sistem filsafat India (Sad
Darsana) yang mengakui otoritas Veda (Astika), dan mendapat tempat terpenting
di antara mereka. Pustaka atau literature Vedanta adalah Upanisad, Brahmasutra
dan Bhagavadgita, ketiganya disebut Prastanatraya (tiga jalan besar). Dari
ketiganya, Brahmasutra dari Badarayana menempati posisi kunci. Sutra-sutra itu
biasanya diekspresikan dalam kalimat singkat dan sering ambigu (memiliki arti
lebih dari satu) dan secara alamiah menimbulkan tafsir berbeda yang menjadi
sebab lahirnya tiga cabang Vedanta yang terkenal, yaitu; Advaita, Dvaita dan
Visitadvaita, (Putra, 2014; 91-92).
Vedanta terdiri dari kata Sansekerta “Veda” dan “Anta”. Veda berarti ajaran-
ajaran suci yang berarti juga kitab sucinya Agama Hindu untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Anta berarti akhir, jadi Vedanta berarti bagian akhir dari
kitab suci Veda yang menguraikan filsafat inti dari kerohanian Hindu untuk
mencapai kesempurnaan hidup berupa ketentraman rohani, kestabilan cita rasa
dan karsa, serta kehidupan abadi di akhirat yang disebut Moksa, (Sudiani, 2012;
67).
1
Advaita merupakan salah satu aliran filsafat Vedanta yang juga membahas tentang
hakekat Brahman, Atman, Maya dan Moksa. Namun, setiap aliran filsafat
memiliki pokok-pokok ajaran dengan penekanan yang berbeda-beda. Dari
penjelasan di atas, maka muncul pertanyaan-pertanyaan yang menjadi
permasalahan sebagai berikut.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Advaita berasal dari dua kata yakni “A” yang artinya tidak, dan “Dwaita”
yang artinya dualisme, jadi Advaita berarti tiada dualisme. Advaita Vedanta
adalah bagianakhir dari kitab suci Veda yang menguraikan filsafat monoisme
untuk mencapai kesempurnaan hidup berupa ketentraman rohani, kestabilan cita
rasa dan karsa, serta kehidupan abadi di akhirat yang disebut Moksa, (Sudiani,
2012; 67).
Sastra/ kitab yang menjadi pedoman mendasar bagi penganut ajaran Vedanta
disebut Prasthanatrayi yaitu terdiri atas Upanishad, Bhagavad Gita dan Brahma
Sutra. Sedangkan orang yang pertama secara eksplisit menyatukan prinsip-prinsip
Advaita Vedanta adalah Adi Shankara.
Sri Sankara, yang di anggap sebagai Avatara dari Siva, merupakan seseorang yang
jenius yang hebat dan mengagumkan, serta menguasai logika. Ia adalah seorang
yang bijak tentang realisasi tertinggi, dimana filsafatnya telah member hiburan,
kedamaian dan pencerahan pada orang-orang yang tak terhitung jumlahnya, baik
dari timur maupun dari barat. Para pemikir barat menundukkan kepalanya pada
kaki padma Sri Sankara. Filsafatnya telah menyejukkan kesedihan dan kesusahan
dari orang-orang yang sangat sedih dan memberinya harapan, kegembiraan,
kebijaksanaan, kesempurnaan, kemerdekaan dan ketenangan pada banyak orang
dan sistem filsafatnya membuat kagum seluruh dunia.
3
beliau terhadap kitab-kitab upanisad, Brahma Sutra, Vedanta Sutra, Bhagavad
Gita dan Mahabarata, beliau juga menulis beberapa buah buku antara lain: Atma-
Bodha, Ananda-Lahari, Jnana Bodhini, Mani-ratna-mala.
2.3.1 Brahman
Menurut Sankara, Brahman mempunyai dua wujud yaitu Para Brahman dan
Apara Brahman. Para Brahman adalah perwujudan Tuhan yang absolut tanpa
sifat, tanpa bentuk, tanpa perbedaan, dan tanpa pembatasan (Niruphadi). Dalam
4
wujud seperti ini Tuhan disebut Nirguna Brahman. Nirguna juga disamakan
dengan Sunya Niskala, Parama Siva yaitu istilah yang digunakan untuk
memahami hakekat Tuhan dalam keadaan-Nya semula. Dalam istilah filsafat
dikatakan sebagai alam transcendental, yang artinya ada diluar jangkauan pikiran
manusia, (Sudiani, 2012; 75).
Apara Brahman adalah perwujudan Brahman yang relative dalam artian Brahman
memiliki sifat-sifat dan pembatasan. Dalam wujud Apara Brahman Tuhan
dipandang sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta. Maka itu
Tuhan dipandang sebagai Yang Maha Tahu dan Maha Kuasa. Dalam keadaan
seperti ini Tuhan dipandang sebagai Saguna Brahman atau Isvara yang dipuja oleh
manusia, (Sudiani, 2012; 75).
2.3.2 Atman
5
membatasi unsur-unsur yang identic itu. Keadaan yang membatasi itu adalah alat
batin atau Antah Karana (Upadhi), (Sudiani, 2012; 82).
Disamping Antah Karana, ada lagi sarana tambahan yang lain yaitu berupa hasil
perbuatan sepanjang hidup manusia yang disebut dengan Karma Wasana. Karma
Wasana ini ada pada tubuh halus yang kemudian menentukan kehidupan manusia
selanjutnya. Dengan adanya sarana tambahan yang berlapis-lapis itu
menyebabkan pengertian “Aku” menjadi manusia yang sangat unik dan ruwet
sekali, karena terdiri dari campuran Atman dan bukan Atman. Karena adanya
Avidya keduanya disamakan yang akibatnya menimbulkan penderitaan, (Sudiani,
2012; 82).
2.3.3 Maya
Alam semesta atau dunia dipandang sebagai suatu penampakan khayal dari
Brahman, oleh karena itu keadaannya tidak nyata atau semu. Sedangkan dalam
proses penciptaan alam semesta, Sankara menerima teori Samkya yakni
pertemuan Purusa dan Prakerti kemudian dipengaruhi oleh Triguna sehingga
lahirlah secara berturut-turut; Budhi, Ahamkara (ego), Manas, Dasendria, Panca
Tanmantra dan Panca Mahabhuta. Gabungan dari Panca Mahabhuta inilah muncul
alam semesta beserta isinya, (Sudiani, 2012; 73).
2.3.4 Moksa
6
2.4 Pokok-pokok Ajaran Advaita Vedanta
Hendaklah seseorang dalam proses belajar itu mengikuti tiga petunjuk guru yaitu:
Hanya Brahmanlah yang disebut Sat, artinya hanya Brahmanlah yang demikian
keberadaan. Di luar Brahman keadaannya adalah a-sat, artinya bukan keberadaan
yang ada secara kekal. Namun di dalam pengalaman hidup sehari-hari dunia
kelihatannya benar-benar nyata, yang dapat dilihat dan diamati, (Sumawa &
Krisnu, 1996; 209). Ajaran Advaita dari Sankara menegaskan sifat transenden dari
Brahman yang tiada dua-Nya dan jugadualisme daripada alam semesta termasuk
Isvara yang memerintahnya. Yang nyata adalah Brahman atau Atman. Predikat
apapun tidak bisa diberikan kepada Brahman karena setiap predikat
mencerminkan kegandaan, (Atmaja, 1989; 11).
Wairagya, yaitu melaksanakan disiplin yang praktis dan tidak terikat pada sesuatu
yang ada disekitarnya. Berusaha mendapatkan pengetahuan yang tertinggi (Jnana)
dan mengubah pengetahuan ini menjadi pengalaman langsung yaitu dengan
belajar kepada guru mengenai Advaita, sehingga mengetahui benar-benar bahwa
7
Atman adalah Brahman seutuhnya· Berusaha memancarkan pengetahuan ini
dalam hidup sehari hari,(Sudiani, 2012; 84).
8
BAB III
METODOLOGI
1. Nirvikalpa
2. Savikalpa
9
3.1.2 Anumana (Penyimpulan)
Hetu: alasan penyimpulan dimanadalam hal ini terlihat ada asap yang keluar dari
gunung tersebut
Upanaya: Pemakaian aturan umum itu pada kenyataannya yang terlihat, yaitu
bahwa jelas gunung itu berapi.
Nigamana: berupa penyimpulan yang benar dan pasti dari seluruh proses
sebelumnya, dengan pernyataan bahwa gunung itu berapi, (Maswinara,
1999;130).
10
3.1.4 Sabda (kesaksian)
Bagi para Advaita Vedanta alat pengetahuan yang terpenting adalah kesaksian
atau sabda, yaitu sabda suci Veda yang mengandung kebenaran mutlak. Veda
menurut Sankara diciptakan oleh Tuhan dan bersifat kekal. Pada waktu dunia
Pralaya, Veda ikut lenyap, tetapi kapan dunia ini diciptakan maka Veda akan
muncul kembali untuk membimbing umat manusia kea rah kesempurnaan.
Advaita juga mengakui bahwa pengetahuan yang didapat melalui sabda pramana
dipandang benar bila berasal dari orang yang dapat dipercaya. Misalnya
pertanyaan-pertanyaan para Maha Rsi tentang kebenaran adanya Tuhan dan
kesucian-kesucian ajaran-Nya. Ajaran Tuhan yang ada pada kitab suci Veda
menurut Advaita hendaknya dijadikan pedoman dalam hidup ini demi
kesempurnaan umat manusia, (Sudiani, 2012; 78).
Arthapatti adalah suatu bentuk perkiraan yang sangat diperlukan terhadap sesuatu
yang sulit dipahami melalui beberapa penjelasan yang berawalan satu dengan
yang lainnya. Bila memberikan penjelasan kepada orang lain tentang sesuatu
benda yang belum pernah dilihat sebelunnya, kita harus menjelaskan benda yang
dimaksud itu dengan benda lain yang sudah dikenal, sehingga orang itu akan
mudah mengerti. Pengetahuan yang diperoleh dari peristiwa ini bukanlah
merupakan suatu kesimpulan dan pula merupakan suatu bentuk perbandingan.
Contoh: kita melihat seorang laki-laki berbadan gemuk sedangkan ia tidak pernah
dilihat makan pada siang hari, disini kita mendapat suatu kenyataan yang
bertentangan antara badannya yang gemuk dengan puasa yang dilakukannya. Kita
tidak dapat menemukan jalan damai untuk kedua fakta ini yaitu kegemukan dan
tidak makan atau puasa, kecuali kita menerima perkiraan tentulah orang laki-laki
itu makan pada waktu malam hari, (Sudiani, 2012; 79).
11
Misalnya ada pertanyaan dari seseorang, bagaimana saya tahu tentang
ketidakadaan itu? Maka jawabannya: lihatlah dan katakan apakah ada pot bunga
di atas meja ini? Saya tidak dapat mengatakan hal tersebut, karena benda itu
memang tidak ada. Terhadap hal ini oleh Advaita dikatakan bahwa ketidakadaan
pot di atas meja itu diketahui karena tidak adanya pot di atas meja, maka dari itu
tidak dapat dipahami, (Sudiani, 2012; 80).
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Advaita Vedanta adalah bagian akhir dari kitab suci Veda yang
menguraikan filsafat monoisme untuk mencapai kesempurnaan hidup berupa
ketentraman rohani, kestabilan cita rasa dan karsa, serta kehidupan abadi di
akhirat yang disebut Moksa.
Inti sari filsafat Advaita Vedanta dari Sri Sankara terkandung dalam
separoh sloka: “BRAHMA SATYAM JAGAN MITHYA, JIVO BRAHMAIVA
NA APARAH,”yang artinya bahwa Brahman (Yang Mutlak) sajalah yang nyata,
dunia ini tidak nyata dan Jiva tidak berbeda dengan Brahman, (Sudiani, 2012; 72).
1. Brahman
2. Atman
13
3. Maya
4. Moksa
· Pencapaian kebebasan
Epistimologi ajaran Advaita mengakui adanya enam jenis, dua dari yang pertama
sama dengan yang dikemukakan oleh Nyaya.
· Anumana (kesimpulan)
· Upamana (perbandingan)
· Sabda (kesaksian)
14
· Hanya Brahman yang nyata, selain Brahman seluruh alam semesta beserta
isinya adalah ilusi belaka.
· Timbul cinta kasih yang sangat mendalam terhadap semua mahluk karena
terealisasikannya ajaran “Tat Twam Asi”.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ngurah, I Gusti Made dkk. 1999. Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk
Perguruan Tinggi. Paramita: Surabaya.
Sumawa, I Wayan & Krisnu, Djokorda Raka. 1996. Materi Pokok Darsana.
https://Sundaridharma.blogspot.co.id
16