Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

WEDANTA DARSANA

DI SUSUN OLEH :

NI PUTU DARMI YANTI


PUTU JUNIANI

STAH BHATARA GURU


TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah ini memuat tentang “Wedanta Darsana” yang tentunya dapat
menambah wawasan kita semua. Oleh karena itu makalah ini disusun agar
pembaca dapat memperluas ilmu yang sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Seperti sebuah pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak
retak”. Begitu juga dalam pembuatan makalah ini. Walaupun makalah ini
memiliki kelebihan dan kekurangan, penyusun mohon untuk saran dan kritiknya.

Kendari, 25 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3 Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
2.1 Pengertian Advaita Vedanta.................................................................... 3
2.2 Sejarah Advaita Vedanta......................................................................... 4
2.3 Pandangan Advaita Vedanta.................................................................... 4
2.4 Pokok-pokok Ajaran Advaita Vedanta.................................................... 7
BAB III METODOLOGI............................................................................... 9
3.1 Epistimologi Advaita Vedanta................................................................. 9
3.2 Aksiologi Advaita Vedanta...................................................................... 12
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vedanta Darsana adalah yang terakhir dari enam sistem filsafat India (Sad
Darsana) yang mengakui otoritas Veda (Astika), dan mendapat tempat terpenting
di antara mereka. Pustaka atau literature Vedanta adalah Upanisad, Brahmasutra
dan Bhagavadgita, ketiganya disebut Prastanatraya (tiga jalan besar). Dari
ketiganya, Brahmasutra dari Badarayana menempati posisi kunci. Sutra-sutra itu
biasanya diekspresikan dalam kalimat singkat dan sering ambigu (memiliki arti
lebih dari satu) dan secara alamiah menimbulkan tafsir berbeda yang menjadi
sebab lahirnya tiga cabang Vedanta yang terkenal, yaitu; Advaita, Dvaita dan
Visitadvaita, (Putra, 2014; 91-92).

Vedanta terdiri dari kata Sansekerta “Veda” dan “Anta”. Veda berarti ajaran-
ajaran suci yang berarti juga kitab sucinya Agama Hindu untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Anta berarti akhir, jadi Vedanta berarti bagian akhir dari
kitab suci Veda yang menguraikan filsafat inti dari kerohanian Hindu untuk
mencapai kesempurnaan hidup berupa ketentraman rohani, kestabilan cita rasa
dan karsa, serta kehidupan abadi di akhirat yang disebut Moksa, (Sudiani, 2012;
67).

Vedanta sendiri merupakan bagian dari Mimamsa. Kata Mimamsa memiliki


makna “Penyelidikan”. Mimamsa dibagi menjadi dua jenis, yaitu Purva Mimamsa
dan Utara Mimamsa. Purva Mimamsa artinya penyelidikan sistematis yang
pertama. Maksudnya, sistem ini membicarakan bagian Veda yang pertama yaitu
kitab Brahmana dan Kalpasutra. Sedangkan Utara Mimamsa atau Vedanta yang
artinya penyelidikan sistematis. Maksudnya, sistem ini membicarakan bagian
Veda yang kedua, yaitu kitab Upanisad. Purva Mimamsa sering disebut Karma
Mimamsa, sedangkan Utara Mimamsa disebut juga Jnana Mimamsa, (Ngurah,
1999; 125).

1
Advaita merupakan salah satu aliran filsafat Vedanta yang juga membahas tentang
hakekat Brahman, Atman, Maya dan Moksa. Namun, setiap aliran filsafat
memiliki pokok-pokok ajaran dengan penekanan yang berbeda-beda. Dari
penjelasan di atas, maka muncul pertanyaan-pertanyaan yang menjadi
permasalahan sebagai berikut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pandangan Advaita Vedanta terhadap keberadaan


Brahman, Atman, Maya dan Moksa?
2. Bagaimanakah pokok-pokok ajaran dalam Advaita Vedanta?

1.3 Tujuan

1. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pandangan Advaita Vedanta


terhadap keberadaan Brahman, Atman, Maya, dan Moksa.
2. Pembaca dapat mengetahui dan memahami pokok-pokok ajaran dalam
Advaita Vedanta.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Advaita Vedanta

Advaita berasal dari dua kata yakni “A” yang artinya tidak, dan “Dwaita”
yang artinya dualisme, jadi Advaita berarti tiada dualisme. Advaita Vedanta
adalah bagianakhir dari kitab suci Veda yang menguraikan filsafat monoisme
untuk mencapai kesempurnaan hidup berupa ketentraman rohani, kestabilan cita
rasa dan karsa, serta kehidupan abadi di akhirat yang disebut Moksa, (Sudiani,
2012; 67).

Sastra/ kitab yang menjadi pedoman mendasar bagi penganut ajaran Vedanta
disebut Prasthanatrayi yaitu terdiri atas Upanishad, Bhagavad Gita dan Brahma
Sutra. Sedangkan orang yang pertama secara eksplisit menyatukan prinsip-prinsip
Advaita Vedanta adalah Adi Shankara.

Sri Sankara, yang di anggap sebagai Avatara dari Siva, merupakan seseorang yang
jenius yang hebat dan mengagumkan, serta menguasai logika. Ia adalah seorang
yang bijak tentang realisasi tertinggi, dimana filsafatnya telah member hiburan,
kedamaian dan pencerahan pada orang-orang yang tak terhitung jumlahnya, baik
dari timur maupun dari barat. Para pemikir barat menundukkan kepalanya pada
kaki padma Sri Sankara. Filsafatnya telah menyejukkan kesedihan dan kesusahan
dari orang-orang yang sangat sedih dan memberinya harapan, kegembiraan,
kebijaksanaan, kesempurnaan, kemerdekaan dan ketenangan pada banyak orang
dan sistem filsafatnya membuat kagum seluruh dunia.

Beliau memiliki 4 orang murid, yaitu: Padma-pada, Hastamalaka, Suresvara atau


Mandana dan Trotaka dan seorang muridnya yang lain, yang bernama Ananda-
Giri menulis sejarah kegigihannya membantah, yang di sebut Sankara-Vijaya,
yang secara tradisi membuatnya sebagai pendiri sekte Saiva yang utama, yaitu
Dasa-Nami-Dandins atau Sepuluh orang peminta-minta. Disamping ulasan-ulasan

3
beliau terhadap kitab-kitab upanisad, Brahma Sutra, Vedanta Sutra, Bhagavad
Gita dan Mahabarata, beliau juga menulis beberapa buah buku antara lain: Atma-
Bodha, Ananda-Lahari, Jnana Bodhini, Mani-ratna-mala.

2.2 Sejarah Advaita Vedanta

Tokoh pendiri Advaita Vedanta ini adalah Sankara yang diperkirakan


hidup pada tahun 788-820 Masehi. Akan tetapi di dalam kitab-kitab Upanisad
telah banyak disebutkan adanya guru-guru kerohanian yang telah mengajarkan
tentang monoisme, yaitu; Yajnavalkya dan Uddalaka. Tokoh-tokoh monoisme
yang muncul kemudian sesungguhnya mengembangkan ajaran yang telah ada
dalam kitab Upanisad itu. Hal ini dapat dipahami oleh karena ajaran Advaita pada
hakekatnya bersumber dari Vedanta-sutra atau kitab-kitab Upanisad, (Sumawa &
Krisnu, 1996; 205).

Orang pertama yang secara sistematis menguraikan filsafat Advaita adalah


Gaudapada, yang merupakan Parama Guru Sri Sankara. Gaudapada dalam
Mandukya Karika-nya yang terkenal telah menguraikan ajaran inti dari ajaran
Advaita Vedanta,(Sudiani, 2012; 72).

2.3 Pandangan Advaita Vedanta

2.3.1 Brahman

Advaita Vedanta menyatakan dalam ajarannya hanya Brahman yang ada,


yang tunggal, sedangkan jiwa perorangan adalah Brahman seutuhnya yang
menampakkan diri dengan sarana tambahan (Upadhi), (Sudiani, 2012; 73).Karena
Atman adalah Brahman yang seutuhnya sehingga Jiwa pribadipun memiliki sifat-
sifat yang sama dengan Brahman, yaitu berada dimana-mana, tanpa terikat oleh
ruang dan waktu, maha tahu, tidak berbuat dan tidak menikmati, (Sudiani, 2012;
82).

Menurut Sankara, Brahman mempunyai dua wujud yaitu Para Brahman dan
Apara Brahman. Para Brahman adalah perwujudan Tuhan yang absolut tanpa
sifat, tanpa bentuk, tanpa perbedaan, dan tanpa pembatasan (Niruphadi). Dalam

4
wujud seperti ini Tuhan disebut Nirguna Brahman. Nirguna juga disamakan
dengan Sunya Niskala, Parama Siva yaitu istilah yang digunakan untuk
memahami hakekat Tuhan dalam keadaan-Nya semula. Dalam istilah filsafat
dikatakan sebagai alam transcendental, yang artinya ada diluar jangkauan pikiran
manusia, (Sudiani, 2012; 75).

Apara Brahman adalah perwujudan Brahman yang relative dalam artian Brahman
memiliki sifat-sifat dan pembatasan. Dalam wujud Apara Brahman Tuhan
dipandang sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta. Maka itu
Tuhan dipandang sebagai Yang Maha Tahu dan Maha Kuasa. Dalam keadaan
seperti ini Tuhan dipandang sebagai Saguna Brahman atau Isvara yang dipuja oleh
manusia, (Sudiani, 2012; 75).

2.3.2 Atman

Hubungan Brahman dengan jiwa perorangan tidak dapat disamakan dengan


hubungan antara Brahman dengan dunia. Jiwa perorangan tidak dapat dipandang
sebagai penampakan khayalan belaka dari Brahman, sebab jiwa adalah Brahman
yang seutuhnya tidak dapat dibagi-bagi. Cuma saja Brahman disini menampakkan
dirinya dengan sarana tambahan (upadhi) yang konsekuensinya Brahman dibatasi
oleh sarananya itu sendiri, (Sudiani, 2012; 82).

Hubungan antara Brahman dengan Jiwa digambarkan sebagai “Kerang Perak”


yang dilihat dengan menggunakan “Kaca Kuning”. Kerang yang pada dasarnya
berwarna perak itu, tampak kuning bila dilihat dengan sarana tambahan berupa
“Kaca Kuning”. “Kerang berwarna kuning” bukanlah penampakan khayalan dari
“Kerang berwarna perak”. Yang tampak sama-sama kerangnya, Cuma saja
warnanya yang berbeda pada penampakan adalah “Kerang berwarna kuning”
sedangkan pada kenyataannya “Kerang berwarna perak”. “Kerang Kuning” atau
Jiwa perorangan bukanlah penampakan khayalan dari “Kerang Perak” atau
Brahman seperti halnya penampakan alam semesta. Ada unsur-unsur yang identik
antara Jiwa dengan Brahman, hanya saja Brahman memiliki keadaan yang

5
membatasi unsur-unsur yang identic itu. Keadaan yang membatasi itu adalah alat
batin atau Antah Karana (Upadhi), (Sudiani, 2012; 82).

Disamping Antah Karana, ada lagi sarana tambahan yang lain yaitu berupa hasil
perbuatan sepanjang hidup manusia yang disebut dengan Karma Wasana. Karma
Wasana ini ada pada tubuh halus yang kemudian menentukan kehidupan manusia
selanjutnya. Dengan adanya sarana tambahan yang berlapis-lapis itu
menyebabkan pengertian “Aku” menjadi manusia yang sangat unik dan ruwet
sekali, karena terdiri dari campuran Atman dan bukan Atman. Karena adanya
Avidya keduanya disamakan yang akibatnya menimbulkan penderitaan, (Sudiani,
2012; 82).

2.3.3 Maya

Alam semesta atau dunia dipandang sebagai suatu penampakan khayal dari
Brahman, oleh karena itu keadaannya tidak nyata atau semu. Sedangkan dalam
proses penciptaan alam semesta, Sankara menerima teori Samkya yakni
pertemuan Purusa dan Prakerti kemudian dipengaruhi oleh Triguna sehingga
lahirlah secara berturut-turut; Budhi, Ahamkara (ego), Manas, Dasendria, Panca
Tanmantra dan Panca Mahabhuta. Gabungan dari Panca Mahabhuta inilah muncul
alam semesta beserta isinya, (Sudiani, 2012; 73).

2.3.4 Moksa

Tujuan hidup tertinggi menurut Advaita adalah untuk mengetahui dan


merealisasikan bahwa Atman adalah Brahman. Barang siapa yang dapat
mengetahui sang diri sejati itu maka ia mencapai kelepasan yaitu bersatu dengan
Brahman. Atman menurut Advaita adalah Brahman seutuhnya yang
menampakkan diri disertai dengan sarana tambahan atau upadhi yang membatasi
wujudnya yang sejati. Adapun sarana tambahan itu adalah budhi, ahamkara (ego),
manas, dan pembantu-pembantunya yaitu Jnanendria dan Karmendria, (Sudiani,
2012; 81).

6
2.4 Pokok-pokok Ajaran Advaita Vedanta

2.4.1 Mengikuti Petunjuk Guru

Hendaklah seseorang dalam proses belajar itu mengikuti tiga petunjuk guru yaitu:

Mendengarkan perintah guru sebaik-baiknya, mengartikan perintah-perintah itu


melalui pertimbangan-pertimbangan yang dalam sehingga bentuk keragu-raguan
lenyap, dan melakukan meditasi berulang-ulang dan kebenaran yang diajarkan
oleh sang guru, (Sudiani, 2012; 84).

2.4.2 Hanya Keberadaan Brahman Yang Mutlak

Hanya Brahmanlah yang disebut Sat, artinya hanya Brahmanlah yang demikian
keberadaan. Di luar Brahman keadaannya adalah a-sat, artinya bukan keberadaan
yang ada secara kekal. Namun di dalam pengalaman hidup sehari-hari dunia
kelihatannya benar-benar nyata, yang dapat dilihat dan diamati, (Sumawa &
Krisnu, 1996; 209). Ajaran Advaita dari Sankara menegaskan sifat transenden dari
Brahman yang tiada dua-Nya dan jugadualisme daripada alam semesta termasuk
Isvara yang memerintahnya. Yang nyata adalah Brahman atau Atman. Predikat
apapun tidak bisa diberikan kepada Brahman karena setiap predikat
mencerminkan kegandaan, (Atmaja, 1989; 11).

2.4.3 Pencapaian Kelepasan

Tujuan hidup manusia adalah untuk mengetahui dan merealisasikan kebenaran,


untuk mengetahui dan merealisasikan bahwa Atman adalah Brahman. Barang
siapa yang mencapai tujuab itu ia akan berubah pikirannya, baik mengenai dirinya
maupun yang mengenai dunia. Perubahan ini menghasilkan kelepasan yaitu
kembali keasal-Nya, Brahman. Sarana untuk mencapai itu menurut Advaita ialah
melalui:

Wairagya, yaitu melaksanakan disiplin yang praktis dan tidak terikat pada sesuatu
yang ada disekitarnya. Berusaha mendapatkan pengetahuan yang tertinggi (Jnana)
dan mengubah pengetahuan ini menjadi pengalaman langsung yaitu dengan
belajar kepada guru mengenai Advaita, sehingga mengetahui benar-benar bahwa

7
Atman adalah Brahman seutuhnya· Berusaha memancarkan pengetahuan ini
dalam hidup sehari hari,(Sudiani, 2012; 84).

8
BAB III

METODOLOGI

3.1 Epistimologi Advaita Vedanta

Dalam Advaita Vedanta menyatakan bahwa ada enam jenis pramana,


yaitu: pratyaksa (pengamatan), anumana (penyimpulan), upamana (perbandingan),
sabda (kesaksian), arthapati (perkiraan), dan anupalabdhi (tanpa pengamatan).
Pandangan Sankara dan Kumarila Bhatta berbeda tentang kemunculan Veda.
Kumirila Bhatta mengatakan bahwa Veda tanpa penyusun, maksudnya Veda tidak
diciptakan oleh manusia maupun oleh Tuhan. Sedangkan Sankara menyatakan
bahwa Veda diciptakan oleh Tuhan, dan keberadaan Veda adalah kekal.

3.1.1 Pratyaksa (Pengamatan Langsung)

Pratyaksa merupakan sumber pengetahuan yang paling tinggi. Proses untuk


mengetahui keberan dari suatu pengetahuan dengan menggunakan indria, dalam
hal ini indria berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Tetapi, ada juga
pengamatan yang bersifat transendental yang hanya bisa dilakukan oleh orang-
orang tertentu yakni sebagai berikut:

1. Nirvikalpa

Merupakan suatu pengamatan terhadap objek tanpa penilaian, misalnya: ketika


seseorang melihat sapi dia hanya mengetahui keberadaan sapi itu tanpa mengetui
lebih luas tentang seberapa besar tubuhnya, makanannya apa, dimana hidupnya,
serta perawatan untuk pemeliharaannya.

2. Savikalpa

Savikalpa merupakan suatu pengamatan terhadap objek dengan suatu penilaian.


miaslnya: ketika seseorang melihat sapi, dia pasti juga akan mengamati tentang
tubuhnya, makanannya apa, dimana hidupnya, serta perawatan untuk
pemeliharaannya.

9
3.1.2 Anumana (Penyimpulan)

Anuamana berarti cara untuk mendapatkan kebenaran suatu pengetahuan dengan


cara menyimpulkan. Penyimpulan adalah suatu proses penalaran dimana akan
melewati suatu tahapan-tahapan berpikir tertentu yang diperlukan untuk mencapai
suatu kesimpulan. Ada 5 tahapan dalam proses penyimpulan antara lain:

Pratijna: memperkenalkan objek permasalahan tentang kebenaran pengamataan


misalnya gunung itu berapi.

Hetu: alasan penyimpulan dimanadalam hal ini terlihat ada asap yang keluar dari
gunung tersebut

Udaharana: menghubungkan dengan aturan umum tentang suatu masalah, yang


ada dalam hal ini adalah bahwa segala yang berasap itu tentu ada apinya.

Upanaya: Pemakaian aturan umum itu pada kenyataannya yang terlihat, yaitu
bahwa jelas gunung itu berapi.

Nigamana: berupa penyimpulan yang benar dan pasti dari seluruh proses
sebelumnya, dengan pernyataan bahwa gunung itu berapi, (Maswinara,
1999;130).

3.1.3 Upamana (Perbandingan)

Pandangan Advaita Vedanta mengenai perbandingan berbeda dengan pandangan


Nyaya. Nyaya mengakui perbandingan adalah sumber pengetahuan yang unik,
tetapi Advaita selain menerima perbandingan sebagai sumber yang berdiri sendiri,
menerima perbandingan pula sebagai perasaan atau hal yang sangat berbeda.
Menurut Advaita pengetahuan muncul dari perbandingan bila kita tahu bahwa
objek yang diingat adalah persis seperti yang diterima. Contoh: pada saat melihat
cerurut (tikus kecil) orang menerimanya sebagai tikus yang diketahui terlebih
dulu, kemudian dia memperoleh pengetahuan bahwa tikus yang dia ingat sama
persis seperti tikus yang ia lihat, (Sudiani, 2012; 78).

10
3.1.4 Sabda (kesaksian)

Bagi para Advaita Vedanta alat pengetahuan yang terpenting adalah kesaksian
atau sabda, yaitu sabda suci Veda yang mengandung kebenaran mutlak. Veda
menurut Sankara diciptakan oleh Tuhan dan bersifat kekal. Pada waktu dunia
Pralaya, Veda ikut lenyap, tetapi kapan dunia ini diciptakan maka Veda akan
muncul kembali untuk membimbing umat manusia kea rah kesempurnaan.
Advaita juga mengakui bahwa pengetahuan yang didapat melalui sabda pramana
dipandang benar bila berasal dari orang yang dapat dipercaya. Misalnya
pertanyaan-pertanyaan para Maha Rsi tentang kebenaran adanya Tuhan dan
kesucian-kesucian ajaran-Nya. Ajaran Tuhan yang ada pada kitab suci Veda
menurut Advaita hendaknya dijadikan pedoman dalam hidup ini demi
kesempurnaan umat manusia, (Sudiani, 2012; 78).

3.1.5 Arthapatti (persangkaan atau perkiraan tanpa bukti)

Arthapatti adalah suatu bentuk perkiraan yang sangat diperlukan terhadap sesuatu
yang sulit dipahami melalui beberapa penjelasan yang berawalan satu dengan
yang lainnya. Bila memberikan penjelasan kepada orang lain tentang sesuatu
benda yang belum pernah dilihat sebelunnya, kita harus menjelaskan benda yang
dimaksud itu dengan benda lain yang sudah dikenal, sehingga orang itu akan
mudah mengerti. Pengetahuan yang diperoleh dari peristiwa ini bukanlah
merupakan suatu kesimpulan dan pula merupakan suatu bentuk perbandingan.
Contoh: kita melihat seorang laki-laki berbadan gemuk sedangkan ia tidak pernah
dilihat makan pada siang hari, disini kita mendapat suatu kenyataan yang
bertentangan antara badannya yang gemuk dengan puasa yang dilakukannya. Kita
tidak dapat menemukan jalan damai untuk kedua fakta ini yaitu kegemukan dan
tidak makan atau puasa, kecuali kita menerima perkiraan tentulah orang laki-laki
itu makan pada waktu malam hari, (Sudiani, 2012; 79).

3.1.6 Anupalabdi (tanpa pengamatan)

Anupalabdi adalah cara untuk mendapatkan pengetahuan mengenai tidak adanya


pengamatan terhadap suatu objek dikarenkan bendanya memang tidak ada.

11
Misalnya ada pertanyaan dari seseorang, bagaimana saya tahu tentang
ketidakadaan itu? Maka jawabannya: lihatlah dan katakan apakah ada pot bunga
di atas meja ini? Saya tidak dapat mengatakan hal tersebut, karena benda itu
memang tidak ada. Terhadap hal ini oleh Advaita dikatakan bahwa ketidakadaan
pot di atas meja itu diketahui karena tidak adanya pot di atas meja, maka dari itu
tidak dapat dipahami, (Sudiani, 2012; 80).

3.2 Aksiologi Advaita Vedanta

a) Mampu membedakan hal-hal yang bersifat kekal dan tidak kekal


b) Bisa mengatasi keinginan yang berlebihan akan kenikmatan terhadap
objek-objek keduniaan pada waktu sekarang dan selanjutnya
c) Memiliki pemikiran-pemikiran yang luhur seperti; kesabaran, cinta kasih,
dan kekuatan berkonsentrasi
d) Mengarahkan kemauan dan keinginan untuk menuju kepada kelepasan.
e) Meyakini bahwa Atman itu adalah Brahman seutuhnya yang tidak dapat
dibagi-bagi.
f) Meyakini bahwa hanya Brahman yang nyata, selain Brahman seluruh alam
semesta beserta isinya adalah ilusi belaka.

12
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Advaita Vedanta adalah bagian akhir dari kitab suci Veda yang
menguraikan filsafat monoisme untuk mencapai kesempurnaan hidup berupa
ketentraman rohani, kestabilan cita rasa dan karsa, serta kehidupan abadi di
akhirat yang disebut Moksa.

Inti sari filsafat Advaita Vedanta dari Sri Sankara terkandung dalam
separoh sloka: “BRAHMA SATYAM JAGAN MITHYA, JIVO BRAHMAIVA
NA APARAH,”yang artinya bahwa Brahman (Yang Mutlak) sajalah yang nyata,
dunia ini tidak nyata dan Jiva tidak berbeda dengan Brahman, (Sudiani, 2012; 72).

1. Brahman

Hanya Brahman yang nyata, selain Brahman seluruh alam semesta


beserta isinya adalah maya. Sedangkan Atman adalah Brahman yang
seutuhnya sehingga Jiwa pribadipun memiliki sifat-sifat yang sama dengan
Brahman, yaitu berada dimana-mana, tanpa terikat oleh ruang dan waktu,
maha tahu, tidak berbuat dan tidak menikmati.

2. Atman

Jiwa adalah Brahman yang seutuhnya tidak dapat dibagi-bagi.


Cuma saja Brahman disini menampakkan dirinya dengan sarana tambahan
Antah Karana (upadhi) yang konsekuensinya Brahman dibatasi oleh
sarananya itu sendiri. Selain Antah Karana, Karma Wasana juga ada pada
tubuh halus yang kemudian menentukan kehidupan manusia selanjutnya.

13
3. Maya

Alam semesta atau dunia dipandang sebagai suatu penampakan


khayal dari Brahman, oleh karena itu keadaannya tidak nyata atau semu.
Sedangkan dalam proses penciptaan alam semesta, Sankara menerima
teori Samkya

4. Moksa

Tujuan hidup tertinggi menurut Advaita adalah untuk mengetahui


dan merealisasikan bahwa Atman adalah Brahman. Barang siapa yang
dapat mengetahui sang diri sejati itu maka ia mencapai kelepasan yaitu
bersatu dengan Brahman.

Pokok-pokok ajaran Advaita Vedanta

· Mengikuti petunjuk guru

· Hanya keberadaan Brahman yang mutlak

· Pencapaian kebebasan

Epistimologi ajaran Advaita mengakui adanya enam jenis, dua dari yang pertama
sama dengan yang dikemukakan oleh Nyaya.

· Pratyaksa (pengamatan langsung)

· Anumana (kesimpulan)

· Upamana (perbandingan)

· Sabda (kesaksian)

· Arthapati (persangkaan atau perkiraan tanpa bukti)

· Anupalabdi (tanpa pengamatan).

Aksiologi Advaita Vedanta

· Atman adalah Brahman seutuhnya yang tidak dapat dibagi-bagi, dengan


merealisasikan hal itu akan membuat seseorang mencapai kelepasan.

14
· Hanya Brahman yang nyata, selain Brahman seluruh alam semesta beserta
isinya adalah ilusi belaka.

· Timbul cinta kasih yang sangat mendalam terhadap semua mahluk karena
terealisasikannya ajaran “Tat Twam Asi”.

· Menyatukan berbagai aliran agama karena Advaita merupakan filsafat


kesatuan dan menghormati semua mahluk.

15
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, I.B Oka Punia. 1989. Upanisad-Upanisad Utama. Yayasan Parijata:


Jakarta Selatan

Maswinara, I Wayan.1998. Sistem Filsafat Hindu (Sarva Darsana


Samgraha).Surabaya: Paramita.

Ngurah, I Gusti Made dkk. 1999. Buku Pendidikan Agama Hindu Untuk
Perguruan Tinggi. Paramita: Surabaya.

Putra, Ngakan Putu. 2014. Kamu Adalah Tuhan. Media Hindu.

Sudiani, Ni Nyoman. 2012. Materi Ajar Mata kuliah Darsana.

Sumawa, I Wayan & Krisnu, Djokorda Raka. 1996. Materi Pokok Darsana.

https://Sundaridharma.blogspot.co.id

16

Anda mungkin juga menyukai