“SAD DARSANA”
Disusun Oleh:
Nama Anggota:
5. Ni Made Mayluna
atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa makalah yang berjudul
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata pelajaran Agama Hindu.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet
yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa, dan kekurangan pasti milik kita sebagai
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................................1
Kata Pengantar.....................................................................................................................2
Daftar Isi..............................................................................................................................3
BAB I
Sad Darsana..........................................................................................................................4
BAB II
Penutup...............................................................................................................................16
1.Kesimpulan.................................................................................................................16
2.Saran...........................................................................................................................18
Daftar Pustaka....................................................................................................................19
3
BAB I
SAD DARSANA
Kata Darśana berasal dari urat kata dṛś yang artinya melihat, menjadi kata
Darśana (kata benda) artinya pengelihatan atau pandangan. Kata Darśana dalam
hubungan ini berarti pandangan tentang kebenaran (filsafat). Ilmu Filsafat adalah sebuah
Demikian halnya ilmu filsafat yang ada di dalam ajaran Hindu yang juga disebut
dengan bersumber pada kitab suci Veda. Aliran atau sistem filsafat India dibagi menjadi
dua kelompok besar, yaitu āstika dan nāstika. Kelompok pertama terdiri atas enam sistem
filosofi utama yang secara populer dikenal sebagai Ṣaḍ Darśana yang dikenal dengan
aliran orthodox, bukan karena mereka mempercayai adanya Tuhan, tetapi karena mereka
menerima otoritas dari kitab-kitab Veda, (Sudirga dan Yoga Segara, 2014:117).
Sebagai catatan, dalam bahasa India modern, kata āstika dan nāstika umumnya
berarti theis dan atheis, tetapi dalam kepustakaan filosofi Sanskṛta, kata āstika berarti
‘orang yang mempercayai otoritas kitab-kitab Veda, atau orang yang mempercayai
kehidupan setelah kematian’, sedangkan kata nāstika berarti lawannya. Di sini, kata
tersebut dipergunakan dalam pengertian pertama karena dalam pengertian yang kedua,
aliran filsafat Jaina dan Buddha pun adalah āstika, karena mereka mempercayai
kehidupan setelah kematian. Dalam kedua pengertian di atas, keenam aliran filsafa
4
2. Bagian Sad Darsana (Filsafat Astika)
a. Nyaya Darśana
Pendiri ajaran ini adalah Rṣi Gautaman yang juga dikenal dengan nama Akṣapāda
dan Dīrghatapas, yang menulis Nyāyaśāstra atau Nyāya Darśana yang secara umum
juga dikenal sebagai Tarka Vāda atau diskusi dan perdebatan tentang suatu Darśana
atau pandangan filsafat kurang lebih pada abad ke-4 SM, karena Nyāya mengandung
Sistem filsafat Nyāya membicarakan bagian umum darśana (filsafat) dan metoda
(cara) untuk melakukan pengamatan yang kritis. Sistem ini timbul karena adanya
pembicaraan yang dilakukan oleh para ṛṣi atau pemikir, dalam usaha mereka mencari
arti yang benar dari śloka-śloka Veda Śruti, guna dipakai dalam penyelenggaraan
upacara-upacara Yajña.
Pada tahun 400 Masehi kitab Nyāyaśāstra ini dikomentari oleh Rṣi Vāstsyāna
dengan karyanya yang berjudul Nyāya Bhāsya (ulasan tentang Nyāya). Objek
merupakan pencipta dari alam semesta ini. Nyāya menegakkan keberadaan Īśvara
sebuah śāstra atau ilmu pengetahuan yang merupakan alat utama untuk meyakini
5
b. Waiśesika Darśana
Waisesika yang merupakan salah satu aliran filsafat India yang tergolong ke
dalam Ṣaḍ Darśana agaknya lebih tua dibandingkan dengan filsafat Nyāya. Vaisesika
dan Nyāya Darśana bersesuaian dalam prinsip pokok mereka, seperti sifat-sifat dan
hakikat Sang Diri dan teori atom alam semesta, dan dikatakan pula Vaisesika
merupakan tambahan dari filsafat Nyāya, yang memiliki analisis pengalaman sebagai
(padārtha), yaitu perhitungan atau perumusan tentang sifat-sifat umum yang dapat
dikenakan pada benda-benda yang ada di alam semesta ini, serta merumuskan
konsep-konsep umum yang berlaku pada benda-benda yang dikenal, baik melalui
filsafat Vaisesika mengambil nama dari kata Viśesa yang artinya kekhususan, yang
merupakan ciri-ciri pembeda dari benda-benda. Jadi ciri pokok permasalahan yang
Vaisesika muncul pada abad ke-4 SM, dengan tokohnya Rṣi Kaṇāda, yang juga
dikenal sebagai Rṣi Ūluka, sehingga sistem ini juga dikenal sebagai Aūlukya Darśana
dan juga dengan nama Kaśyapa dan dianggap seorang Deva-ṛṣi. Kata Ūluka artinya
burung hantu.
Padārtha secara harfiah artinya adalah arti dari sebuah kata, tetapi di sini Padārtha
adalah satu permasalahan benda dalam filsafat. Sebuah Padārtha merupakan suatu
objek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi nama (pada). Semua yang ada, yang
dapat diamati dan dinamai, yaitu semua objek pengalaman adalah Padārtha.
benda sederhana sifatnya abadi dan bebas. Padārtha dan Vaisesika Darśana, seperti
6
yang disebutkan oleh Rsi Kanada sebenarnya hanya 6 buah kategori, namun satu
tanah (prthivi), air (apah), api (tejah), udara (vayu), ether (akasa), waktu
(kala), ruang (dis), roh (jiwa), dan pikiran (manas). Empat drawya pertama
Guna : sifat-sifat atau ciri-ciri dari substansi, terdiri dari : rupa atau warna,
guna yang terakhir merupakan sifat dari roh, sedangkan yang lain milik
mendekat (gamana).
umum yang lebih tinggi dan lebih rendah, 2) jenis kelamin dan spesies.
7
Samawaya : keterpaduan satu jenis, yaitu keterpaduan anatara substansi
dengan sifatnya.
c. Sāmkhya Darśana
filsafat ini bernama ‘Sāṁkhya’. Mungkin ada alasan lain bahwa salah satu arti dari
‘Sāṁkhya’ adalah musyawarah atau refleksi atas hal-hal yang berkaitan dengan
Śhabda (kesaksian verbal) adalah tiga pramānā yang diterima (sumber pengetahuan
yang sah atau metode mengetahui benar). Misalnya, Nyāyikās (pengikut filsafat
Nyāya) telah menerima empat Pramānā, para Mimāsakās (pengikut filsafats Mimāsa)
Demikian pula, dalam filsafat Sāṁkhya, tiga Pramānā telah diterimanya. Pendiri
dari sistem filsafat ini adalah Mahaṛṣi Kapila Muni, yang dikatakan sebagai putra
Brahma dan Avatāra dari Viṣṇu. Pada sistem Sāṁkhya tak ada penyelidikan secara
sistem tiruan yang diawali dari satu Tattva atau prinsip mula-mula atau Prakṛti, yang
berkembang atau yang menghasilkan (prakaroti) sesuatu yang lain. Sāṁkhya Darśana
8
didirikan oleh Mahaṛṣi Kapila Muni, ini adalah filsafat yang paling kuno. Filsafat ini
dibangun oleh Rṣi Kapila. Sebuah teks yang ditulis oleh Ishwar Krishna disebut
Hal ini ditulis dalam Aryan Chand (sejenis puisi Sanskṛta kuno) dan berisi 72
Apta wakya (benar, sesuai dengan weda dan guru yang mendapatkan
wahyu).
Dalam ajaran Sāṁkhya kelepasan itu adalah penghentian yang sempurna dari
semua penderitaan. Inilah tujuan terakhir dari hidup kita. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi memperingan hidup kita, namun tidak dapat melepaskan
mencapai kelepasan itu ialah melalui pengetahuan yang benar atas kenyataan dunia
ini. Tiadanya pengetahuan itulah yang menyebabkan orang menderita. Dalam banyak
hal orang-orang yang tidak punya pengetahuan tentang hukum alam dan hukum
itu tidak sempurna, maka ia tidak lepas dari penderitaan sepenuhnya. Kelepasan itu
hanya akan dicapai bila pengetahuan orang akan kenyataan itu sudah sempurna.
9
d. Yoga Darśana
Kata Yoga berasal dari akar kata ‘yuj’ yang artinya menghubungkan. Yoga
dengan roh tertinggi. Hiraṇyagarbha adalah pendiri dari sistem Yoga. Yoga yang
didirikan oleh Mahāṛṣi Patañjali, merupakan cabang atau tambahan dari filsafat
Sāṁkhya. Ia memiliki daya tarik tersendiri bagi para siswa yang memiliki
temperamen mistis dan perenungan. Ia menyatakan bersifat lebih orthodox dari pada
Tertinggi (Ìśvara). Tuhan menurut Patañjali merupakan Purūṣa istimewa atau roh
khusus yang tak terpengaruh oleh kemalangan kerja, hasil yang diperoleh dan cara
tanpa terkondisikan oleh waktu, merupakan guru bagi para bijak zaman dahulu. Dia
bebas selamanya.
‘Yoga Sutra’ yang ditulis oleh Maharsi Patanjali terdiri dari 4 bagian terdiri dari
yoga, cara mencapai samadhin dan pahala yang akan didapat oleh mereka
tentang kekuatan gaib yang didapat oleh mereka yang melakukan praktek
yoga.
10
Kaiwalya–pada. Isinya melukiskan tentang alam kelepasan dan keadaan
jiwa yang telah dapat mengatasi keterkaitan duniawi dan penyerahan diri
anggota, yang mengandung disiplin pikiran dan tenaga fisik. Haṭha Yoga membahas
dari Rāja Yoga. Sādhanā yang progresif dalam Haṭha Yoga membawa pada
keterampilan Haṭha Yoga. Haṭha Yoga merupakan tangga untuk mendaki menuju
tahapan puncak dari Rāja Yoga. Bila gerakan pernapasan dihentikan dengan cara
dari energi mental pada Puruṣa yang mencerahi dirinya. Rāja Yoga dikenal dengan
Yama, (larangan),
Niyama (ketaatan),
Dhāraṇa (konsentrasi),
Dhyāna (meditasi),
11
e. Mīmāmsa Darśana
Pūrva Mīmāmsā atau Karma Mīmāmsā atau yang lebih dikenal dengan
Mīmāmsā, adalah penyelidikian ke dalam bagian yang lebih awal dari kitab suci
Veda; suatu pencarian ke dalam ritual-ritual Veda atau bagian Veda yang berurusan
dengan masalah Mantra dan Brāhmana saja disebut Pūrva Mīmāmsā karena ia lebih
awal daripada Uttara Mīmāmsā (Vedānta), dalam pengertian logika, dan tidak
Mīmāmsā sebenarnya bukanlah cabang dari suatu sistem filsafat, tetapi lebih
tepat kalau disebutkan sebagai suatu sistem penafsiran Veda dimana diskusi
filosofisnya sama dengan semacam ulasan kritis pada Brāhmana atau bagian ritual
dari Veda, yang menafsirkan kitab Veda dalam pengertian berdasarkan arti yang
Veda. Kesetiaan atau kejujuran yang mendasari keyakinan keagamaan Veda terdiri
Percaya bahwa dunia adalah suatu kenyataan dan semua tindakan yang
Tokoh pendiri dari sistem filsafat Mīmāmsā adalah Mahāṛṣi Jaimini yang
kitab Mīmāmsā Sūtra yang menjadi sumber ajaran pokok Mīmāmsā. Sūtra pertama
12
dari Mīmāmsā Sūtra berbunyi: Athato Dharmajijñasa, yang menyatakan keseluruhan
dari sistemnya yaitu, suatu keinginan utnuk mengetahui Dharma atau kewajiban,
diuraikan oleh kitab Veda. Dharma yang diperintahkan Kitab Veda, dikenal dengan
terdiri atas 12 buku atau bab Mahāṛṣi Jaimini merupakan dasar filsafat Mīmāmsā,
sedangkan ulasan-ulasan lain selain Prabhakāra dan Kumārila, juga dari penulis lain
f. Wedānta Darśana
Filsafat ini sangatlah kuno yang berasal dari kumpulan literatur bangsa Arya yang
dikenal dengan nama Veda. Vedānta ini merupakan bunga diantara semua spekulasi,
pengalaman dan analisis yang terbentuk dalam demikian banyak literatur yang
13
dikumpulkan dan dipilih selama berabad-abad. Filsafat Vedānta ini memiliki
kekhususan.
Yang pertama, ia sama sekali impersonal, ia bukan dari seseorang atau Nabi.
Istilah Vedānta berasal dari kata Veda-anta, artinya bagian terakhir dari Veda atau
inti sari atau akhir dari Veda, yaitu ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab
Upaniṣad. Kitab Upaniṣad juga disebut dengan Vedānta, karena kitab-kitab ini
merupakan jñana kāṇda yang mewujudkan bagian akhir dari Veda setelah Mantra,
Sistem filsafat Vedānta juga disebut Uttara Mīmāmsā kata ‘Vedānta’ berarti akhir
dari Veda. Sumber ajarannya adalah kitab Upaniṣad. Oleh karena kitab Vedānta
bersumber pada kitab-kitab Upaniṣad, Brahma Sūtra dan Bhagavad Gītā, maka sifat
ajarannya adalah absolutisme dan teisme. Absolutisme maksudnya adalah aliran yang
meyakini bahwa Tuhan yang Maha Esa adalah mutlak dan tidak berpribadi
Brahma Sūtra atau Vedānta Sūtra dan Bhagavad Gītā. Brahma Sūtra mengandung
556 buah Sūtra, yang dikelompokkan atas 4 bab, yaitu Samanvaya, Avirodha,
Sādhāna, dan Phala. Pada Bab I, pernyataan tentang sifat Brahman dan hubungannya
dengan alam semesta serta roh pribadi. Pada Bab II, teori-teori Sāṁkya, Yoga,
Vaiśeṣika dan sebagainya yang merupakan saingannya dikritik, dan jawaban yang
sesuai diberikan terhadap lontaran pandangan ini. Pada Bab III, dibicarakan tentang
pencapaian Brahmavidyā. Pada Bab IV, terdapat uraian tentang buah (hasil) dari
pencapaian Brahmavidyā dan juga uraian tentang bagaimana roh pribadi mencapai
14
Brahman melalui Devayana. Setiap bab memiliki 4 bagian (Pāda). Sūtra-sūtra pada
Sūtra pertama sangat penting untuk diketahui karena berisi intisari ajaran Brahma
Sūtra, yaitu:
semesta ini.
Sūtra ketiga : Sāstra Yonitvāt – Kitab Suci itu sajalah yang merupakan
kitab suci dan tidak secara bebas ditetapkan dengan cara lainnya, karena
15
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan
Secara etimologi Sad Darsana berasal dari dua kata yakni “Sad” dan “Darsana”. Sad
artinya enam sedangkan darsana artinya pandangan tentang kebenaran. Dalam bahasa
sanskerta dikatakan bahwa Darsana berasal dari akar kata drs yang memiliki makna
melihat. Kemudian berubah menjadi kata darsana yang artinya pandangan atau
penglihatan.
Jadi Sad Darsana dalam ajaran filsafat Hindu dapat diartikan sebagai enam
a. Nyaya Darsana Secara etimologi Nyaya berarti argumentasi sehingga sering juga
dikenal dengan Tarka Vada yang berarti diskusi tentang suatu darsana (filsafat).
Di dalam Nyaya terdapat ilmu perdebatan (Tarka vidya) dan ilmu diskusi (vada
vidya) yang sifatnya analitik and logis. Filsafat Nyaya menekankan pada aspek
nalar dan logika dengan pendekan ilmiah dan realitas. Nyaya darsana didirikan
b. Waisesika Darsana
Pendiri filsafat Waisesika Darsana adalah Rsi Kanada yang dikenal pula dengan
nama Aulukya dan Kasyapa. Teori alam semesta dan hakekat sang diri dalam
Waisesika Darsana sama dengan filsafat Nyaya Darsana sebab filsafat Waisesika
yang dapat dikatakan tentang benda-benda yang ada. Penciptaan dalam Waisesika
16
c. Samkhya Darsana
Filsafat Samkhya Darsana didirikan oleh Sri Kapila Muni. Secara arti kata
d. Yoga Darsana
Pendiri dari Yoga Darsana adalah Maha Rsi Patanjali. Filsafat ini merupakan
tambahan dari Filsafat Samkhya Darsana. Secara etomologi kata yoga berasal dari
pengendalian aktifitas pikiran dalam rangka penyatuan roh individual dengan roh
tertinggi.
e. Mimamsa Darsana
Pendiri filsafat Mimamsa Darsana adalah Sri Jaimini. Mimamsa disebut juga
kitab Suci Veda. Secara arti kata Mimamsa artinya menganalisa dan mengerti
dalam weda.
f. Wedanta Darsana
Pendiri dari Vedanta darsana adalah Badarayana atau Vyasa. Wedanta Darsana
mereka yang mengasingkan diri dari aktifitas dunia (sannyasin) termasuk dalam
tahap terakhir dari Catur Asrama dan dipandang sebagai kulminasi kehidupan
setiap orang.
17
2. Saran
Demikianlah yang dapat saya paparkan mengenai materi ini, tenrunya masih banyak
kekurangan dan kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan penulis. Saya berharap para
pembaca bias member kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya
makalah ini berguna bagi penulisnya pada khususnya juga para pembaca pada
umumnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
https://www.mutiarahindu.com/2019/10/pengertian-sad-darsana-dan-bagian.html
https://hindualukta.blogspot.com/2015/02/filsafat-nyaya-dalam-sad-darsana.html
https://mgmplampung.blogspot.com/2014/11/sad-darsana-dan-pembagianya.html
http://p2k.unkris.ac.id/en3/3065-2962/Sad-Darsana_34963_p2k-unkris.html
http://agamahinduisme.blogspot.com/2015/09/pengertian-sad-darsana.html
19