DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2 B
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2014
Dalam
ajaran Hindu,
Purusa
dan
rohani
dan
isinya.
badani.
Purusha
ialah asas rohani, dan prakerti ialah asas kebendaan atau jasmani.
Menurut Wikipedia Purusa dan Pradana (Prakerti) adalah dua unsur
Terdapat dua kelompok filsafat (Hindu) di India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika
merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika
sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut
yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran
tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu. Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir
ketika Hindu masih berbentuk ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul
selah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan Nastika merupakan
kelompok yang sangat berbeda.
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) institusi pendidikan filsafat ortodok yang
memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu yaitu: Nyya,
Vaishes hika, Smkhya, Yoga, Mmms (juga disebut dengan Prva Mmms), dan Vednta
(juga disebut dengan Uttara Mmms) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad
Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika,
pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan
Carvaka.
Di antara kesembilan sistem pemikiran itu rupanya, Sankhya dan Yoga yang paling
banyak diadopsi dalam keberagamaan umat Hindu di Indonesia. Kata Sankhya secara denotatif
berarti pengetahuan yang benar dan angka, tetapi secara konotatif dapat berarti
pemantulan, tepatnya pemantulan filsafati. Oleh karena itu, sistem filsafat Sankhya
mengemukakan bahwa orang dapat merealisasikan atau mentransendenkan kenyataan terakhir
dengan pengetahuan. Untuk itu, diperlukan keberanian mengatasi keadaan purusa yang berlawan
dan
bertentangan
tetapi
jumlahnya,
tetapi prakerti
hanya
statis,
tetapi prakerti dinamis. Purusa tidak mengalami perubahan tempat maupun bentuk, tetapi
prakerti mengalami perubahan. Purusa bersifat pasif. Ini berarti bahwa dalam hubungannya
dengan prakerti, purusa tidak dapat mengenal ataupun menghendaki sesuatu dalam arti umum,
kecuali purusa dibantu oleh alat-alat batin (antakarana) dan pembantu-pembantunya. Pada
dirinya sendiri, purusa hanya berfungsi sebagai penonton, bukan sebagai yang berbuat. Hidup
kejiwaan dimungkinan karena hubungannya dengan perkembangan prakerti yang menjadi alatalat batiniah.
Purusa
adalah
azas
roh,
azas
benda.
Menurut
Sankhya
bahwa purusa atau roh itu ada banyak sekali tidak terhitung bilangannya, karena itu sistem ini
juga dapat disebut pluralistis. Inilah ajaran pokok dari Sankhya, dua zat asasi yang saling
bertentangan, yang bersama-sama membentuk realitas dunia ini, yaitu purusa dan prakerti atau
asas rohani dan asas bendani. Artinya, Sankhya hendak mempertahankan dualisme
ontologis prakerti dan purusa dan meyakini bahwa dalam evolusi material, kosmos, kehidupan,
dan pikiran (kecuali prakerti yang eternal) memungkinkan tercapainya tujuan akhir jiwa-jiwa
individu.
Sankhya juga
mempertahankan
suatu
pemisahan
yang
tegas
antara purusa dan prakerti serta mempertahankan pluralisme purusa. Sistem filsafat ini tidak
membahas keberadaan Tuhan (barangkali karena menekankan berfilsafat secara teknis).
Sankhya dengan demikian adalah sebuah spiritualisme pluralistik, realisme atheistik, dan
dualisme. Ini sebabnya Sankhya diakui sebagai upaya pecarian filsafati yang paling maju dalam
bidang filsafat murni (filsafat dalam arti filsafat secara teknis). Demikianlah sistem filsafat
Sankhya yang menyetujui dan menerima serta mengajarkan bahwa hakikat segala sesuatu itu
adalahpurusa dan prakerti.
Terdapat dua kelompok filsafat (Hindu) di India, yaitu Astika dan Nastika. Nastika
merupakan kelompok aliran yang tidak mengakui kitab Weda, sedangkan kelompok Astika
sebaliknya. Dalam Astika, terdapat enam macam aliran filsafat. Keenam aliran filsafat tersebut
yaitu: Nyaya, Waisasika, Samkhya, Yoga, Mimamsa, dan Wedanta. Ajaran filsafat keenam aliran
tersebut dikenal sebagai Filsafat Hindu. Kelompok Nastika umumnya kelompok yang lahir
ketika Hindu masih berbentuk ajaran Weda dan kitab Weda belum tergenapi. Hindu baru muncul
selah adanya kelompok Astika. Kedua kelompok tersebut antara Astika dan Nastika merupakan
kelompok yang sangat berbeda.
Terdapat enam Astika (filsafat Hindu) institusi pendidikan filsafat ortodok yang
memandang Weda sebagai dasar kemutlakan dalam pengajaran filsafat Hindu yaitu: Nyya,
Vaishes hika, Smkhya, Yoga, Mmms (juga disebut dengan Prva Mmms), dan Vednta
(juga disebut dengan Uttara Mmms) ke-enam sampradaya ini dikenal dengan istilah Sad
Astika Darshana atau Sad Darshana. Diluar keenam Astika diatas, terdapat juga Nastika,
pandangan Heterodok yang tidak mengakui otoritas dari Weda, yaitu: Buddha, Jaina dan
Carvaka.
Di antara kesembilan sistem pemikiran itu rupanya, Sankhya dan Yoga yang paling
banyak diadopsi dalam keberagamaan umat Hindu di Indonesia. Kata Sankhya secara denotatif
berarti pengetahuan yang benar dan angka, tetapi secara konotatif dapat berarti
pemantulan, tepatnya pemantulan filsafati. Oleh karena itu, sistem filsafat Sankhya
mengemukakan bahwa orang dapat merealisasikan atau mentransendenkan kenyataan terakhir
dengan pengetahuan. Untuk itu, diperlukan keberanian mengatasi keadaan purusa yang berlawan
dan
bertentangan
tetapi
jumlahnya,
tetapi prakerti
hanya
statis,
tetapi prakerti dinamis. Purusa tidak mengalami perubahan tempat maupun bentuk, tetapi
prakerti mengalami perubahan. Purusa bersifat pasif. Ini berarti bahwa dalam hubungannya
dengan prakerti, purusa tidak dapat mengenal ataupun menghendaki sesuatu dalam arti umum,
kecuali purusa dibantu oleh alat-alat batin (antakarana) dan pembantu-pembantunya. Pada
dirinya sendiri, purusa hanya berfungsi sebagai penonton, bukan sebagai yang berbuat. Hidup
kejiwaan dimungkinan karena hubungannya dengan perkembangan prakerti yang menjadi alatalat batiniah.
Untuk merealisasikan roh dibutuhkan latihan-latihan spiritual bersifat mistis dalam
disiplin diri yang panjang dan berkesinambungan dengan penuh pengabdian dan kontemplasi
konstan. Pada akhirnya ditemukan bahwa roh bukanlah tubuh atau indera-indera. Metode untuk
mendapatkan pengetahuan benar ini diberikan oleh sistem filsafat Yoga sebagai aspek praktis
dari sistem filsafat Sankhya. Itulah sebabnya ketika membicarakan Sankhya tidak bisa lepas dari
Yoga. Yoga
menerima
hampir
seluruh
aspek-aspek
metafisika
sistem
filsafat
Sankhya. Demikianlah ajaran Sankhya (teoretis) tidak dapat dipisahkan dari Yoga (praktik)
1. Tiap hal yang ada di dalam dunia bersifat terbatas. Apa yang bersifat terbatas bergantung
kepada sesuatu yang tidak terbatas, dan yang berdiri sendiri, yang menyebabkan adanya halhal yang terbatas itu. Adapun yang bersifat tidak terbatas itu adalah prakerti.
2. Tiap hal memiliki sifat-sifat tertentu yang juga dimiliki oleh segala sesuatu yang lain.sifatsifat itu umpamanya: kesenangan dan kesusahan. Hal ini menunjukan bahwa ada satu sumber
bersama yang mengalirkan sifat-sifat itu. Sumber itu adalah prakerti.
3. Segala akibat timbul dari aktifitas suatu sebab aktifitas yang menyebabkan dunia ini tentu
berasal dari suatu sebab pertama.yaitu prakerti.
4. Suatu akibat tidak mungkin menjadi sebabnya sendiri. Oleh karena itu tentu ada suatu sebab
asasi. Yang menyebabkan adanya segala macam akibat itu. Sebab asasi itu tidak lain
adalah prakerti.
5. Alam semesta mewujudkan suatu kesatuan. adanya suatu kesatuan mewujudkan adanya suatu
sebab yang menyatukan. Yaitu prakerti.
Setelah purusa-purusa tersebut mengalami evolusi/samsara/ regresi, maka purusa menjadi
bertingkat-tingkat, yang pada prinsipnya dapat diklasifikasikan atas tiga tingkatan :
1. Nitya Purusa, yaitu purusa yang tidak pernah terbelenggu oleh prakerti. Nitya Purusa ini
adalah para Dewa.
2. Mukti Purusa, yaitu purusa yang pernah dibelenggu oleh prakerti, tetapi sudah mencapai
kelepasan. Misalnya roh orang-orang suci yang sudah mencapai kelepasan.
3. Banda Purusa, yaitu purusa yang masih terikat oleh prakerti. Banda Purusa ini dibedakan lagi
atas tiga jenis yaitu: Sida Purusa, masih terkena pengaruh prakerti, tetapi sudah tidak terikat
lagi dengan proses samsara. Samsarin Purusa, masih terikat kepada proses samsara. Samsarin
purusa ini adalah jiwa manusia pada umumnya. Terakhir, Tamo Purusa, yang masih berada
pada tingkatan yang rendah. Tamo Purusa ini adalah roh tumbuh-tumbuhan, roh binatang dan
roh makhluk-makhluk tingkat rendah.
D. Penciptaan Alam Semesta
Dalam Kitab Weda
Dalam kitab Regweda terdapat nyanyian yang mengisahkan asal mula alam semesta.
Nyanyian tersebut disebut Nasadiyasukta dan terdiri dari tujuh bait sebagai berikut:
Pada mulanya tidak ada sesuatu yang ada namun tidak ada sesuatu yang tidak ada. Tidak ada
udara, tidak ada langit pula. Apakah yang menutupi itu, dan mana itu? Airkah di sana? Air yang
tak terduga dalamnya?
Waktu itu tidak ada kematian, tidak pula ada kehidupan. Tidak ada yang menandakan siang dan
malam. Yang Esa bernapas tanpa napas menurut kekuatannya sendiri. Di luar daripada Ia tidak
ada apapun.
Pada mulanya kegelapan ditutupi oleh kegelapan itu sendiri. Semua yang ada ini adalah sesuatu
yang tak terbatas dan tak dapat dibedakan, yang ada pada waktu itu adalah kekosongan dan
yang tanpa bentuk. Dengan tenaga panas yang luar biasa lahirlah kesatuan yang kosong.
Setelah itu timbullah keinginan, keinginan yang merupakan benih awal dan benih semangat.
Para Rsi setelah bermeditasi dalam hatinya menemukan dengan kearifannya hubungan antara
yang ada dan yang bukan ada.
Sinarnya terentang keluar. Apakah ia melintang? Apakah ia di bawah atau di atas? Beberapa
menjadi pencurah benih, yang lain amat hebat. Makanan adalah benih rendah, pemakan adalah
benih unggul.
Siapakah yang sungguh-sungguh mengetahui? Siapakah di dunia ini yang dapat
menerangkannya? Dari manakah kejadian itu, dan dari manakah timbulnya? Para Dewa ada
setelah kejadian itu. Lalu, siapakah yang tahu, darimana ia muncul?
Dia, yang merupakan awal pertama dari kejadian itu, dari-Nya kejadian itu muncul atau
mungkin tidak. Dia yang mengawasi dunia dari surga tertinggi, sangat mengetahuinya atau
mungkin juga tidak.
Menurut filsafat Hindu dalam Regweda, elemen dasar dunia adalah Asat atau ketiadaan
yang sama dengan Aditi yaitu ketidakterbatasan. Semua yang ada adalah Diti yaitu yang terikat.
Ajaran dalam Regweda juga menyatakan bahwa alam semesta diciptakan oleh Brahman dari
unsur yang sudah ada. Hiranyagharba atau "Janin Emas" muncul dari lautan yang memenuhi
angkasa lalu dari dalamnya muncul Brahma yang membangun dunia yang masih kacau tanpa
bentuk agar teratur rapi.
Menurut kepercayaan Hindu, alam semesta terbentuk secara bertahap dan berevolusi.
Penciptaan alam semesta dalam kitab Upanisad diuraikan seperti laba-laba memintal benangnya
tahap demi tahap, demikian pula Brahman menciptakan alam semesta tahap demi tahap.
Brahman menciptakan alam semesta dengan tapa. Dengan tapa itu, Brahman memancarkan
panas. Setelah menciptakan, Brahman menyatu ke dalam ciptaannya.
Menurut kitab Purana, pada awal proses penciptaan, terbentuklah Brahmanda. Pada awal
proses penciptaan juga terbentuk Purusa dan Prakerti. Kedua kekuatan ini bertemu sehingga
terciptalah alam semesta. Tahap ini terjadi berangsur-angsur, tidak sekaligus. Mula-mula yang
muncul
pikiran),
yang
sudah
mulai
dipengaruhi
oleh
Triguna,
yaitu Sattwam, Rajas dan Tamas. Tahap selanjutnya adalah terbentuknya Triantahkarana, yang
terdiri
keakuan).
Selanjutnya,
Dasendria
Pancabuddhindria
1. Srotendria (rangsang
Pancakarmendria
pendengar;
perut)
pencium;
pengecap;
5. Upasthendria (penggerak
alat
kelamin;
2.
3.
4.
5.
benda materi yang nyata. Unsur-unsur tersebut dinamai Pancamahabhuta, atau Lima Unsur Zat
Alam. Kelima unsur tersebut yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Akasa (ether)
Pancamahabhuta berbentuk Paramnu, atau benih yang lebih halus daripada atom. Pada
saat penciptaan, Pancamahabhuta bergerak dan mulai menyusun alam semesta dan mengisi
kehampaan. Setiap planet dan benda langit tersusun dari kelima unsur tersebut, namun
kadangkala ada salah satu unsur yang mendominasi. Unsur Teja mendominasi matahari,
sedangkan bumi.
Struktur Alam Semesta
Menurut agama Hindu, bagian atas alam semesta terdiri dari tujuh lapisan. Tujuh lapisan
tersebut dikenal dengan istilah Saptaloka (tujuh alam). Bhurloka adalah lapisan yang paling
bawah tempat bumi berada, Bhuwahloka adalah lapisan alam di atasnya yang didiami oleh para
raksasa, Swahloka atau Swargaloka atau surga adalah kediaman para dewa yang dipimpin oleh
dewa Indra, Mahaloka adalah kediaman Resi Bhrigu, Janaloka adalah kediaman Sapta Resi,
Tapaloka merupakan kediaman ras makhluk yang disebut Weragi, Satyaloka atau Brahmaloka
merupakan kediaman penguasa satu alam semesta yakni dewa Brahma.
Lapisan Atas
Lapisan Bawah
1. Bhurloka
1. Atala
2. Bhuwahloka
2. Witala
3. Sutala
4. Mahaloka
4. Talatala
5. Janaloka
5. Mahatala
6. Tapaloka
6. Rasatala
7. Patala
Indonesia
Inggris
Suryasiddhanta
Bali
Benda
Semesta
1.
Senin
Monday
Soma
Soma
Bulan
2.
Selasa
Tuesday
Angaraka
ANggara Mars
3.
Rabu
Wednesday Buddha
Buda
4.
Kamis
Thursday
Brhaspati
Wraspati Jupiter
5.
Jumat
Friday
Sukra
Sukra
6.
Sabtu
Saturday
Saniscara
Saniscara Saturnus
Merkurius
Venus
7.
Minggu Sunday
Aditya
Radite
Matahari
Ketujuh benda angkasa tersebut berada di Bhurloka. Saptaloka bukan merupakan tujuh
lapisan langit, sebab loka berarti alam dan di dalam satu loka terdapat banyak planet. Lapisan
langit disebut Akasha yang berarti angkasa.
Proses Penciptaan Manusia
Manusia adalah bagian dari Alam samesta, demikian pula asal mula manusia dan alam
samesta pada hakekatnya adalah sama, yaitu berawal dari pertemuan Purusa dan Prakerti.
Setelah terciptanya Panca Mahabutha yaitu: unsur ruang, unsur Hawa/udara, unsur Api/Panas,
unsur Air/bersifat Cair, dan unsur padat/keras, maka sari-sari dari panca mahabutha ini menjadi
Sad Rasa yaitu: Enam Jenis Rasa: Manis, Pahit, Asam, Asin, Pedas dan Sepat.
Dalam proses penciptaan setelah munculnya Ahamkara (unsure dasar rasa) maka muncullah
Dasa Indriya yang dibagi menjadi dua yaitu: Panca Budhi Indria dan Panca Karma Indria.
Panca Budhi Indria:
1.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
4.
5.
Panca Mahabutha menghasilkan dua benih kehidupan Mahluk yaitu Sukla : unsur bibit laki-laki
dan Swanita unsur bibit Wanita. Pertemuan antara Sukla dan Swanita ini terjadilah kehidupan,
lahirnya manusia dan makhluk hidup yang mempunyai segala jenis unsur alam ini.
Pada Diri Manusia unsur kejiwaan (Purusha) ini menjadi Roh/Jiwatma, sedangkan Prakerti
(unsur kebendaan) menjadi badan kasar/tubuh ini/Raga Sarira. Sedangkan Suksma Sarira terdiri
dari Budhi, Ahamkara dan Manas yang disebut tri antah karana yang berfungsu sebagai:
1.
2.
3.
karakter/watak seseorang.
Badan Kasar/Tubuh/Raga manusia terdiri dari unsure-unsur Panca mahabutha dan panca
tanmatra dalam tubuh berbentuk:
1.
Tulang-belulang, Otot, Daging dan segala yang padat sifatnya terjadi dari gandha atau
pertiwi/tanah
2.
Darah, lemak, kelenjar, empedu, air badan dan segala yang cair sifatnya terjadi dari rasa
atau apah/air
3.
Panas Badan, Sinar Mata, dan segala panas dan bercahaya sifatnya terjadi dari rupa atau
teja/api
4.
5.
Ronggo dada, rongga mulut dan segala rongga lainya terjadi dari sabda atau akasa/eter.
Proses Penciptaan Binatang dan Tumbuhan
Seperti halnya manusia, Binatang dan Tumbuhan adalah merupakan bagian dari alam
samesta. Oleh karenanya asal mula dari binatang dan tumbuhan pada hakekatnya sama. Tapi
manusia tidaklah sama dengan binatang dan tumbuhan. Perbedaan ini bersumber dari perbedaan
karma wasana (bekas-bekas perbuatan di masa lalu) Karma wasana bersumber dari Tri Antah
Karana (Budhi, Ahamkara dan Manas), dan Tri Guna (Satwa, Rajas, Tamas). Unsur
Kejiwaan/Atma/Ruh, bertemu dengan unsure kebendaan maka Tri Guna akan aktif saling
menguasai satu sama lain.
Jika kekuatan Triguna berimbang maka Atma/Roh akan menjelma menjadi MANUSIA.
Apabila Tamas lebih kuat dari Satwa dan Rajas maka lahirlah menjadi Binatang dan Tumbuhan.
Apabila Satwa lebih kuat dari Rajas dan Tamas maka Atma/Roh tidak lahir lagi/mengalami
kelepasan/manunggaling kaulo lan gusti. Apabila Satwa dan Tamas sama kuatnya maka
Atma/Roh akan masuk Sorga. Apabila kekuatan Rajas yang paling dominant maka Atma/Roh
Masuk Neraka.
Bhuana Agung dan Bhuana Alit
Bhuana Agung disebut juga dengan Macrocosmos, jagat raya, alam semesta atau alam
besar yang kita muliakan karena keluhuran dan kemampuannya memberikan kehidupan kepada
semua makhluk tanpa henti-hentinya.
Terjadinya Bhuana Agung diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi pada waktu Sresti atau
penciptaan, dan masa Sresti disebut Brahma Dewa yaitu siang hari Brahma. Dan segala yang
diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi di Bhuana Agung ini akan kembali/lebur disebut dengan
istilah Pralaya (kiamat), masa Pralaya disebut Brahma Nakta atau malam hari Brahman.
Satu lingkar dari Pencitaan (Utpti), pemeliharaan ( Sthiti) dan Peleburan (Pralina) dari
alam semesta atau Bhuana Agung disebut Akalpa yaitu sehari dan semalam Brahman disebut
Brahman Kalpa.
Proses terciptanya Bhuana Agung diawali ketika dunia ini belum ada apa-apa, yang ada
hanyalah Ida Sang Hyang Widhi dalam wujud Nirguna Brahman, artinya Tuhan dalam wujud
sepi, kosong, sunyi dan hampa. Kemudian Ida Sang Hyang Widhi menjadikan dirinya sendiri
menjadi Saguna Brahman. Artinya Tuhan sudah mulai beraktifitas. Selanjutnya Tuhan
menciptakan dua unsur yaitu Purusa dan Prakerti atau unsur Cetana dan Acetana.
Unsur Purusa atau Cetana adalah unsur dasar yang bersifat kejiwaan, sedangkan unsur Prakerti
atau Acetana adalah unsur dasar yang bersifat kebendaan. Unsur Prakerti memiliki Tiga Guna
yang disebut Tri Guna, yang terdiri dari:
a. Satwam yaitu sifat dasar terang, bijaksana,
b. Rajas adalah sifat dasar aktif, dinamis dan rajin,
c. Tamas adalah sifat dasar berat, malas dan lamban.
Dengan adanya Tri Guna pada Bhuana Agung yang didominasi oleh unsur Sattwam
menyebabkan lahirnya Mahat yang berarti Maha Agung.
Dengan adanya Mahat di Bhuana Agung melahirkan Budhi yaitu benih kejiwaan tertinggi
yang berfungsi untuk menentukan keputusan. Budhi melahirkan Ahamkara yaitu asas individu,
ego, yang berfungsi untuk merasakan. Selanjutnya Ahamkara melahirkan Manas yaitu alam
pikiran yang gunanya untuk berpikir.
Setelah lahirnya Manas lahirlah Panca Tan Matra yaitu lima benih unsur yang sangat
halus, yang terdiri atas:
a. Sabda Tan Matra; benih suara,
b. Rupa Tan Matra; benih warna,
Bhuana alit berarti alam kecil atau dunia kecil. Yang termasuk Bhuana Alit adalah tubuh
manusia, hewan dan tumbuhan. Manusia merupakan bentuk dari Bhuana Alit adalah makhluk
yang tertinggi karena manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Kelebihan manusia adalah memiliki Tri Premana, yaitu:
a. Bayu; tenaga,
b. Sabda; suara
c. Idep; pikiran /akal.
Bhuana Alit atau tubuh manusia, tumbuhan dan binatang terbentuk sama seperti Bhuana
Agung yaitu pertemuan antara Purusa dengan Prakerti atau Cetana dengan Acetana. Unsur
Purusa atau Cetana akan membentuk Jiwatman, sedangkan unsur Prakerti atau Acetana akan
membentuk badan manusia.
Dalam Jiwa dan badan manusia terdapat alat batin manusia yang menentukan watak atau
karakter seseorang. Tiga alat batin itu bernama Tri Antah Karana yang terdiri atas:
a. Budhi berfungsi untuk menentukan keputusan,
b. Manas berfungsi untuk berpikir, dan
c. Ahamkara fungsinya untuk merasakan dan bertindak.
Setelah bertemunya Purusa dengan Prakerti ditambah denga Tri Antah Karana, disusul
pula dengan masuknya unsur Panca Tan Matra yang akan menjadi Indria penilai yang disebut
Panca Bhudindria, yaitu:
a. Sabda Tan Matra menjadi Srotendria yaitu indria yang terletak di telinga,
b. Sparsa Tan Matra menjadi Twak indria yaitu indria yang terletak di kulit,
c. Rupa Tan Matra menjadi Caksu indria yaitu indria yang terletak di mata,
d. Rasa Tan Matra menjadi Jihwendria yaitu indria yang terletak pada lidah, dan
e. Gandha Tan Matra menjadi Ghranendria yaitu indria yang terletak di kulit.
Selanjutnya Panca Tan Matra berkembang menjadi Panca Maha Bhuta sehingga menjadi
unsur pembentuk tubuh atau jasmani manusia, dengan rincian sebagai berikut:
a. Pertiwi menjadi segala yang bersifat padat dalam tubuh manusia seperti: tulang, otot, daging,
kuku dan sebagainya,
b. Apah menjadi segala yang cair pada tubuh manusia, seperti: keringat, darah, lendir, air
kencing, air liur, ludah,dll
c. Teja menjadi panas/suhu dalam tubuh,
d. Bayu akan menjadi udara dalam badan yang disebut Prana seperti pernafasan.
e. Akasa akan menjadi rongga-rongga dalam tubuh manusia, seperti: rongga mulut, rongga
hidung, rongga dada dan rongga perut.
Kalau digambarkan Proses terbentuknya Bhuana Alit akan berbentuk seperti
bagan di bawah ini:
Pada hakekatnya antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit adalah sama, namun setelah
menjadi bentuk, fungsi dan pengaruhnya pada kedua alam tersebut ia memiliki perbedaanperbedaan.
Sang Hyang Widhi, 2). Purusa, 3). Prakerti, 4). Budhi, 5). Ahamkara, 6). Sabda, 7). Sparsa, 8).
Rupa, 9). Rasa, 10). Gandha, 11). Manah, 12). Akasa, 13). Bayu, 14). Teja, 15). Apah, dan 19).
Pertiwi. Karena proses terjadinya sama maka unsur-unsur dasar tersebut ada pada Bhuana Agung
dan Bhuana Alit.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini disajikan persamaan Bhuana Agung dengan Bhuana
Alit dalam bentuk tabel, sebagai berikut:
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Unsur dasar
Pertiwi / unsur padat
Apah / unsur cair
Teja / unsure panas
Bayu / udara
Akasa / ether/kosong
Gandha / bau
Rasa / rasa
Rupa / bentuk
Sparsa /sentuhan
Sabda / suara
Purusa
Bhuana Agung
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
Bhuana Alit
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
ada
Perbedaan Bhuana Agung dengan Bhuana Alit terletak pada fungsinya atau kegunaannya:
No Unsur dasar
Pertiwi / unsur
1
padat
2
Bhuana Agung
Berwujud Tanah, dan
bebatuan, logam,dll
3
4
Teja / unsure
panas
Bayu / udara
Akasa /
5
6
7
ether/kosong
Gandha / bau
Rasa / rasa
Rupa / bentuk
Sparsa /sentuhan
10
11
12
13
14
15
gas
Bhuana Alit
Berwujud tulang, daging, otot
Berwujud darah, air liur, air kencing, enzim,
keringat,dll
Berwujud suhu tubuh
Berwujud Prana dan Nafas
Berwujud bau
Berwujud rasa
Berwujud warna,
bayangan, bentuk
Berwujud sentuhan
dan Bhuana Alit, karena proses pembentukannya menimbulkan Panca Tan Matra dan Panca
Maha Bhuta sehingga terciptalah Bhuana Agung dan Bhuana Alit dengan sifat-sifat atau keadaan
yang sama. Adapun Peranan dan Fungsi Panca Maha Bhuta adalah:
a.Segala yang padat pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit terjadi dari Pertiwi. Di Bhuana Agung
menjadi tanah sebagai tempat makhluk hidup sedangkan di Bhuana Alit menjadi tulang sebagai
rangka dan sebagai pelindung organ-organ tubuh yang penting,
b.Segala yang cair pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit tercipta dari Apah. Di Bhuana Agung
menjadi air, sebagai sumber kehidupan makhluk hidup, sedangkan di Bhuana Alit menjadi
darah yang berfungsi membawa sari-sari makanan ke seluruh tubuh,
c.Segala yang becahaya dan panas pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit terjadi dari Teja. Di
Bhuana Agung menjadi panas/sinar matahari yang sangat dibutuhkan oleh setiap makhluk
untuk proses potosintesis maupun untuk pencegahan polio. Sedangkan di Bhuana Alit menjadi
tenaga yang membuat makhluk hidup bisa bergerak,
d.Segala angin, hawa dan gas pada alam semesta di Bhuana Agung menjadi udara yang sangat
diperlukan oleh setiap makhluk untuk pernafasan, sedangkan di Bhuana Alit menjadi nafas dan
akan mati bila tidak bernafas,
e.Segala yang kosong pada alam dan ronga-rongga pada tubuh manusia terjadi dari unsur Akasa.
Di Bhuana Agung menjadi ruang angkasa sebagai tempat planet-planet beredar, sedangkan di
Bhuana Alit menjadi rongga-rongga yang berfungsi untuk keluar masuknya udara, seperti
rongga hidung.