Anda di halaman 1dari 16

DANA PUNIA MENURUT HINDU

1. Pengertian Dana Punia

Dana punia menurut Hindu merupakan salah satu ajaran


yang harus dihayati dan diamalkan. Pengertian dana
punia adalah pemberian yang baik dan suci dengan tulus
ikhlas sebagai salah satu bentuk pengamalan ajaran dharma.
Sesuai dengan asal kata dana punia, dana berarti pemberian
dan punia berarti selamat, baik, bahagia, indah dan suci. Dana
punia merupakan suatu sarana untuk meningkatkan sradha
dan bhakti kita kepada Tuhan YME, selain itu dengan berdana
punia akan membangun sikap kepedulian kita terhadap
sesama.

2. Landasan Dana Punia


a) Landasan Filosofis
Ajaran dana punya dilandasi oleh ajaran Tattvam Asi, yang
berarti aku adalah kamu, kamu adalah aku, kita semua adalah
sama. Pandanglah setiap orang seperti diri kita sendiri yang
memerlukan pertolongan, bantuan atau perlindungan untuk
mewujudkan kebahagiaaan hidup yang sejati, seperti
diamanatkan dalam kitab suci Veda,
“vasudhaivakutumbakam” semua makhluk adalah bersaudara.
Manusia merupakan makluk sosial dalam arti manusia tidak
dapat hidup sendiri sehingga memerlukan bantuan orang lain.
Dengan menghayati dan memahami ajaran Tat Twam Asi
sudah semestinya terjalin hubungan yang baik antar sesama.
Jangan sampai kita sebagai manusia saling menyakiti satu
sama lain, melakukan tindakan anarkis yang merugikan orang
lain, atau bahkan tega membunuh sesama manusia.
Hendakanya kita saling menolong dan memberikan
perlindungan terhadap sesama, bila menjadi orang kaya
bantulah orang – orang yang miskin, bila menjadi orang yang
kuat bantulah orang – orang yang lemah, sehingga kehidupan
yang harmonis dapat terwujud, yang merupakan implementasi
dari ajaran Tat Twam Asi.

b) Landasan Sastra
1) Manawadharmasastra
Kitab Manawadharmasastra berisi tentang Hukum Hindu,
termasuk didalamnya menjelaskan tentang dana punia. Dalam
kitab Manavadharmasastra, terkandung ajaran yang
menjelaskan tentang dana punia, sebagai berikut :
” caktito’pacamanebhyo data-wyam grha medhina,
samwaibhagasca bhutebhyah kartawyo’nuparodhatah ”
artinya :

“Seorang kepala keluarga harus memberi makan sesuai


kemampuannya kepada mereka yang tidak menanak dengan
sendirinya (yaitu pelajar dan pertapa) dan kepada semua
makhluk. Seseorang hendaknya membagi-bagikan makanan
tanpa mengganggu kepentingannya sendiri”.
(Manawadharmasastra IV.32).

” triswapye tesu dattam hi widhina apyarjitam dhanam,


datur bhawatyan arthaya paratra daturewa ca ”
artinya :

“Walaupun harta itu dperoleh sesuai menurut hukum


(dharrna) tetapi bila tidak didermakan
(disedekahkan/diamalkan) kepada yang layak, akan terbenam
ke kawah neraka”. (Manawadharmasastra IV. 193).

” sraddhayestam ca purtam ca
nityam kuryada tandritah,
craddhakrite hyaksaye te
bhawatah swagatairdhanaih ”
artinya :

“Hendaknya tidak jemu-jemunya ia berdana punia dengan


memberikan hartanya dan mempersembahkan sesajen dengan
penuh keyakinan. Memperoleh harta dengan cara yang benar
dan didermakan akan memperoleh tempat tertinggi (Moksa)”.
(Manawadharmasastra IV.226).

” yatkimcidapi data wyam yacitenanasuyaya,


utpatsyate hi tatpatram yattarayati sarwatah ”
artinya :

”Apabila dimintai, hendaknya ia selalu memberikan sesuatu,


walaupun kecil jumlahnya, tanpa perasaan mendongkol,
karena penerima yang patut akan mungkin ditemui yang
menyelamatkannya dari segala
dosa”.(Manawadharmasastra IV.228).

” waridastriptimapnoti sukha maksayyamannadah,


tila pradah prajamistam dipadascaksur uttamam ”
artinya :
“Ia yang berderma air akan memperoleh kepuasan, berderma
makanan akan memperoleh pahala kenikmatan, yang
berderma biji-bijian akan memperoleh keturunan, dan yang
berderma mampu akan memperoleh pengetahuan,yang
sempurna”. (Manawadharmasastra IV. 229).

” bhumido bhumimapnoti dirgam ayurhiranyadah,


grihado’gryani wesmani rupyado rupam uttamam ”
artinya :

“Yang berderma tanah akan memperoleh dunia yang layak


baginya, berderma emas memperoleh umur panjang, berderma
rumah akan memperoleh karunia yang agung, yang berderma
perak akan memperoleh keindahan”. (Manawadharmasastra
IV. 230).

” wasodascandrasalokyam aswisalokyamaswadah,
anaduddah sriyam pustam godo bradhnasya wistapam ”
artinya :
“Yang berderma pakaian akan memperoleh dunia yang layak
di alam ini dan di bulan nanti, yang berderma kuda
memperoleh kedudukan seperti dewa Asvina, yang berderma
kerbau akan memperoleh keberuntungan dan yang berderma
lembu akan mencapai suryaloka (Sorga)”.
(Manawadharmasastra IV. 231).

” yena yena tu bhawena yadyaddanam prayacchati,


tattattenaiwa bhawena prapnoti pratipujitah ”
artinya :

“Apapun juga niatnya untuk berdana punia pahala itu akan


diperolehnya di kemudian hari”. (Manawadharmasastra IV.
234).

” yo’rcitam pratigrihnati dadatyarcitamewa ca,


tawubhau gacchatah swargam narakam tu wiparyaye ”
artinya :

“Ia yang dengan hormat menerima pemberian dana punia ia


dengan tulus memberikannya keduanya mencapai sorga, dan
apabila pemberian dan penerimaannya tidak tulus akan jatuh
ke neraka”. (Manawadharmasastra IV. 235).

2) Sarasamucaya
Selain yang dijelaskan dalam kitab Manawadharmasastra
diatas, dalam sarasamucaya juga dijelaskan mengenai dana
punia, yaitu sebagai berikut :

“ na mata na pita kincit kasyacit pratipadyate,


danapathyodano jantuh svakarmaphalamacnute “
artinya :

“Barang siapa yang memberikan dana punia maka ia


sendirilah yang akan menikmati buah (pahala) dan
kebajikannya itu”. (Sarasamuccaya 169).

” amatsarryam budhah prahurdanam dharama ca


samyamam’
avasthitena nityam hi tyage tyasadyate subham ”
artinya :

“Adapun yang disebut dana punia adalah nasehat (wejangan)


para pandita, sifat yang tidak dengki, taat melakukan Dharma,
sebab bila semua itu dilakukan dengan tekun, ia akan
memperoleh keselamatan sebagai pahala dan dana punia”.
(Sarasamuccaya 170).

” danena bhogi bhavati medhavi vrddhasevaya,


ahinsaya ca dirghayuriti prahurmanisinah ”
artinya :

“Maka hasil pemberian dana punia melimpah-limpah adalah


diperolehnya berbagai kenikmatan dunia lain (sesudah mati),
akan pahala pengabdian kepada orang tua adalah diperolehnya
hikmah kebijaksanaan yaitu kewaspadaan dan kesadaran,
sedangkan pahala dan ahimsa karma ialah panjang usia,
demikianlah sabda Maha Yogi (Bhatara)”. (Sarasamuccaya
171).

” na danadduskaratam trisu lokesu vidyate,


arse hi mahati trsna sa ca krcchrena labhyate ”
artinya :

Sebab di dunia tiga ini tidak ada yang lebih sulit dilakukan
daripada berdanapunya (bersedekah ), umumnya sangat besar
terlekatnya hati kepada harta benda, karena dari usaha bersakit
– sakitlah harta benda itu diperoleh.

” dhanani jivitam caica pararthe prajna ut srajet,


sannimittam varam tyago vinace niyate sati ”
artinya :

Maka tindakan orang yang tinggi pengetahuanya, tidak sayang


merelakan kekayaan, nyawanya sekalipun, jika untuk
kesejahteraan umum; tahulah beliau akan maut pasti datang
dan tidak adanya sesuatu yang kekal; oleh karena itu adalah
lebih baik berkorban ( rela mati ) demi untuk kesejahteraan
umum.

” yasya pradanavandhyani dhananyayanti yanti ca,


sa lohakarabhastreva cvannapi na jivati ”
artinya :

“Kekayaan seseorang datang dan pergi (mengalami pasang


surut), bila tidak dipergunakan untuk berdana punia, maka
mati namanya, hanya karena bernafas bedanya, seperti halnya
puputan pandai besi”. (Sarasamuccaya 179).
3.Jenis – Jenis Dana Punia
Dana punia tidak terbatas hanya materi saja, tetapi bisa juga
non-materi. Yang penting dilandasi dengan rasa yang tulus
dan ikhlas. Menurut Swami Wiwekananda ada tiga yang
termasuk dana punia, yaitu :

a) Dharmadana : memberikan budi pekerti yang luhur untuk


merealisasikan ajaran dharma.

b) Widyadana : memberikan ilmu pengetahuan.

c) Arthadana : memberikan materi atau harta benda yang


dibutuhkan, asalkan didasari dengan rasa tulus dan ikhlas,
serta diperoleh dengan jalan dharma.

Kualitas ilmu pengetahuan ( dharmadana dan widyadana )


memiliki tingkatan lebih tinggi dibanding materi ( arthadana ).

Menurut buku pedoman sederhana pelaksanaan agama Hindu


dalam masa pembangunan ( 1986:136-137 ), disebutkan :
a) Brahmadana : mengamalkan ilmu pengetahuan kepada
orang lain, terutama ilmu pengetahuan agama.

b) Abdhanyadana : menyelamatkan orang atau makluk hidup


dari mara bahaya atau memberikan perlindungan kepadanya.

c) Atidana : mengikhlaskan istri, anak, dan keluarga untuk


melaksanakan dharma agama dan dharma negara apabila
diperlukan.

d)Mahtidana : bertindak sebagai donor darah, mata, ginjal,


dan bila perlu mengorbankan jiwa sendiri ( atmahuti ),(
Triguna, I.B.G.Yudha.2011.68 ).

4.Waktu Yang Tepat Untuk Berdana Punia


Secara umum tidak ada batasan waktuk untuk melakukan
dana punia. Kapanpun kita melakukan dana punia tidak
menjadi masalah. Asalkan didasari oleh rasa tulus ikhlas dan
sesuai dengan dharma maka pahala akan kita dapatkan.
Didalam Sarasamuccaya disebutkan :

” ayanesu ca yaddattam sadacitimukhesu ca,


candrasuryoparage ca visuve ca tadaksayam ”(
Sarasamuccaya 183 )
artinya :

Inilah perincian waktu yang baik : ada yang disebut


daksinayana, waktu matahari mulai berkisar kearah selatan;
uttarayana, waktu matahari mulai kearah utara; ada yang
bernama saat matahari; saat gerhana bulan atau gerhana
matahari; juga waktu yang baik yaitu ketika matahari berada
dikhatulistiwa ( wisuwakala ); sesuatu barang disedekahkan
pada waktu itu, bukan alang kepalang pahalanya.

Dari uraian sloka diatas dapat disimpulkan bahwa waktu yang


baik melakukan dana punia adalah :

a) Uttarayana : saat matahari berada di utara katulistiwa,(


tepatnya saat purnama dan tilem)

b) Wisuwakala : saat matahari tepat berada di


khatulistiwa,(tepatnya purnama dan tilem)

c) Daksinayana : saat matahari berada diselatan


khatulistiwa,(tepatnya purnama dan tilem)

d) Saat gerhana matahari dan bulan.


5.Kualitas Dana Punia Bila Dikaitkan Dengan Ajaran
Bhagawadgita
Seperti halnya suatu makanan yang memiliki kualitas satvam,
rajas, dan tamas, demikian halnya dana punia. Didalan kitab
Bhagawadgita dijelaskan kualitas dana punia, sebagai berikut
:

” datavyam iti yad danam


diyate ’nupakarine
dese kale ca patre ca
tad danam sattvikam smrtam ”( Bhagawadgita XVII.20 )
artinya :

Sedekah yang diberikan tanpa mengharap kembali, dengan


keyakinan sebagai kewajiban untuk memberikan pada tempat,
waktu dan penerima yang berhak, disebut sattvika.

Dari sloka diatas dapat disimpulkan bahwa dana punia yang


bersifat satvika adalah dana punia yang didasari rasa tulus
ikhlas, kepada orang yang berhak menerima , dengan cara
yang baik, sesuai dengan kemampuan, tidak berlebihan (untuk
pamer) dan uang yang diberikan didapat dengan jalan dharma.

contoh :
– memberikan uang kepada pengemis yang benar –
benar membutuhkan dengan tulus ikhlas.

– berdana punia untuk pura dengan tidak mengharapkan


hasilnya atau pamer.

– berdana punia kepada orang suci (sulinggih) dengan


tulus ikhlas.

– sebagai seorang guru memberikan pengetahuan yang


dimilikinya dengan tulus, tanpa ada rasa pamrih.

” yat tu pratyupakarartham
phalam uddisya va punah,
diyate ca pariklistam
tad danam rajasam smrtam”( Bhagawadgita XVII.21 )
artinya :

Sedekah yang diberikan dengan harapan untuk didapat


kembali atau memperoleh keuntungan dikemudian hari dan
dengan perasaan kesal untuk memberikanya, sedekah seperti
itu dinamakan rajasa.
Rajasika merupakan kualitas kedua dari dana punia. Dana
punia yang memiliki sifat rajasika mempunyai ciri-ciri :
memberikan dana punia untuk memperoleh keuntungan di
kemudian hari / mengharapkan hasilnya, hanya untuk pamer,
ada perasaan kesal saat memberikannya.

contoh :

– memberikan dana punia ke pura paling besar, supaya


orang – orang yang lainnya kagum.

– memberikan uang (sedekah) kepada orang tak mampu,


supaya dihormati / disegani.

– sebagai seorang guru memberikan pengetahuan yang


dimiliki dengan tujuan supaya muridnya menghargainya dan
menghormatinya.

” adesa-kale yad danam


apatrebhyas ca diyate,
asat-krtam avajnatam
tat tamasam udahrtam”( Bhagawadgita XVII.22 )
artinya :
Dan sedekah yang diberikan pada kesempatan dan waktu yang
salah kepada mereka yang tidak berhak; tanpa menghormati
atau dengan penghinaan, dinamakan tamasa.

Kualitas terakhir dari dana punia yaitu kualitas tamasika, yang


mempunyai ciri – ciri sebagai berikut : tidak mempunyai
landasan sastranya (tanpa keyakinan / tidak mengetahui
aturanya / asal – asalan ), uang yang didapat dari perbuatan
adharma, tanpa adanya rasa hormat atau dengan penghinaan.

contoh :

– memberikan sedekah kepada pengemis dengan


melemparnya ketanah, dan sangat kecil tidak sebanding
dengan penghasilannya.

– memberikan dana punia ke pura dari hasil korupsi,


atau perbuatan yang adharma.

– sebagai seorang guru memberikan pengetahuan yang


dimiliki dengan masa bodo, asal – asalan.

Anda mungkin juga menyukai