Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional Jurusan Brahma Widya:

Mistisisme Nusantara

Mistisisme Saptadi
dalam Lontar Jnanasiddhanta

I Gusti Ngurah Agus Junaidi


IHDN I Gusti B Agus Sugriwa Denpasar

81
Mistisisme Saptadi dalam Lontar Jnanasiddhanta
I Gusti Ngurah Agus Junaidi

ABSTRAK Ferdinand de Saussure khususnya pada dis-


Realitas menyatakan dirinya sebagai tingsi Form (wadah) dan Content (Isi) dalam
Sang Hyang siddhanta, Ia terdiri atas 7 suku konteks ini adalah wadah konseptual atau ni-
kata yang terdapat dalam tubuhnya yang ter- lai yang terkandung pada isi atau teks ter-
sembunyi, dalam 7 Samudra, 7 Loka, 7 Patala, sebut.
7 Tirtha, dan 7 Akshara rahasia. Tujuh suku
kata itu adalah: Sa, I, Da, Dha, A, Na, Ta itulah C. PEMBAHASAN
Siddhanta mistisisme Agung dari lontar Jna- Para bijak agama Hindu Nusantara (In-
nasiddhanta. Tuhan adalah Saptäkşara, Sap- donesia pada zaman dahulu) menata struktur
tâtma, Saptadevata, Saptapada, Saptabud- atau pola berdimensi 7 yang disebut Saptadi
dhyanggamarga. dari Siwa Tattwa dan Tantra untuk merangkai
Tuhan dalam Jnanasiddhanta adalah Ke- ajaran Siwa dan Budha menjadi keutuhan Siwa
U-Tuhan alam, manusia, dan Tuhan yang me- Budha yang di Bali lebih dikenal dengan Saiva
rupakan asal, tujuan, jalan dan pencapaian. Sidhanta. Yang secara implisit tersirat dalam
Realitas yang bisa dicapai jika manusia sadar lontar Jnanasidhanta seperti Sloka berikut:
untuk mengaksesnya. Siva-tattvam param guhyam Siva-jna-
nam Anopamam
A. PENDAHULUAN Awijneyatidurgrahyam niscitam moksha
Ragam budaya, adat istiadat dan tata karanam
cara beragama Hindu di Bali dengan karak- Sa eko bhagavàn sarvaáh, Siva kàrana
teristik dan kekhasan yang menjadi daya tarik kàranam,
dunia, tentunya tidak terlepas dari spirit dan Aneko viditah sarvah, catur vidhasya-
ajaran Saiva Siddhanta. Ritual keagamaan kàranam.
yang penuh dengan makna dan simbol adalah Ekatwànekatwa swalaksana bhatara.
kemasan etis dan filsafat dari keutuhan holis-
tik tiga kerangka dasar agama Hindu yaitu: Dari sloka tersebut dapat diketahui Fil-
tattwa, susila dan acara. Dalam bahasa seder- safat Ketuhanan dalam lontar Jnanasiddhanta
hananya esensi, etik dan estetika untuk men- bahwa Tuhan atau Brahman diuraikan sebagai
capai kebenaran, kesucian dan keharmonisan Nirguna, Saguna dan Atma (aspek Ketuhanan
(satyam, siwam, sundaram). yang menjiwai setiap makhluk). Dalam Nir-
Beragama Hindu mesti utuh dan me- guna Brahman, Tuhan tidak dapat dijelaskan
nyeluruh tidak bisa hanya pada tataran filsafat dengan kata-kata, tidak dapat digambarkan
atau tattwa saja ataupun pada tataran etik dan seperti apapun, melampaui pikiran. Tuhan
tata cara saja apalagi beragama hanya pada yang tidak berpribadi melampaui ketiga guna.
tataran ritual saja. Ibarat sebutir telur tidak Dialah Tuhan Yang Maha ada yang ada di
bisa disebut telur jika kuning telurnya saja manapun. Dialah yang ada yang sesungguh-
ataupun putih telur saja begitu juga dengan nya tanpa ada yang mengadakan. Aspek Nir-
kulitnya saja, telur adalah kesatuan menyelu- guna Brahman dalam lontar JnanaSiddhanta
ruh antara kuning telur, putih telur dan kulit disebut dengan Parama Siwa tattwa sedang-
telur keseluruhan itu yang disebut telur. Tan- kan aspek Saguna Brahman, Tuhan yang
pa ritual sebagai kulit agama tidak akan mem- digambarkan dengan berbagai nama dan atri-
punyai bentuk atau wujud, tanpa etika dan butnya, Tuhan yang berkepribadian. Tuhan
tata cara sebagai pelindung agama tidak akan yang dipersonalisasikan dan mempunyai satu
tumbuh dan berkembang dan tanpa falsafah guna, disebut Sada Siwa tattwa. Sedangkan
agama tidak akan hidup dan memberikan ke- Tuhan yang terdapat dalam diri setiap makh-
hidupan. luk disebut dengan Siwa tattwa atau Siwatma.
Tulisan ini secara spesifik akan mengulas Selanjutnya diuraikan tentang Sang Hyang
Filsafat Ketuhanan dan Prinsip Saptadi yang Maha Vindu yang Sakala dan Niskala dilam-
terdapat pada Lontar Jnanasiddhanta. bangkan dengan Sanghyang Ongkara Pranava
Jnana sebagai simbolnya yang utuh atau Sang-
B. METODE PENULISAN hyang Sapta Aksara Pranava Jnana sebagai ke-
Tulisan ini menggunakan metode Kuali- 7 bunyi suci Om. Ke-7 bunyi suci Om itu
tatif Content Analysis dari teori Strukturalisme adalah: Nada, Vindu, Ardha Candra, bunyi A,
bunyi U, bunyi M dan bunyi O.
82
Prosiding Seminar Nasional Jurusan Brahma Widya:
Mistisisme Nusantara

Uraian Sang Hyang Maha Vindu ini dipola dalam struktur yang bersap 7. Dari
mengkonsepsi Tuhan dalam wilayah esoteris Maha Vindu menjadi Sapta Omkara. Dari 1
sekaligus eksoteris. Esoteris, wilayah konsep menjadi 7 dalam kesatuan aksara Om (Om-
tuhan yang tidak berwujud, metafisik (melam- kara) yaitu: Nadha, Vindhu, Ardha Candra,
paui indra manusia), holistik, intersubjek- Aksara O, M, A dan U. Nadha bercirikan sunya,
tivitas masuk dalam wilayah Niskala Vindu. Vindhu bercirikan para, ardha Candra
Sedangkan eksoteris, wilayah konsep Tuhan bercirikan Niskala, aksara O bercirikan Sakala-
yang berwujud, dapat dikenali dengan panca Niskala, M, A, U bercirikan Sakala (Sthula).
indra, dapat dimanifestasikan, masuk ke da- Omkara yang bersap 7 merupakan sim-
lam wilayah Sakala Vindu. Lebih lanjut dalam bol Tuhan, semesta dan manusia. Kosmologi
bab Sang Hyang Pranawa Jnana Tuhan juga semesta bersap 7 disebut Sapta loka terdiri
diuraikan dalam wilayah Sakala-Niskala (titik dari, bhur, bvah, svah, maha, jana, tapa dan
temu antara Niskala dan Sakala atau pertemu- saty (rapat, renggang, luas, lapang, mengem-
an esoteris dan eksoteris). Tuhan dilambang- bang, limited dan unlimited). Di dalam bhur
kan dengan aksara suci Om mewakili suara terdapat sapta patala yaitu: Patala, Vaitala,
yang tanpa wujud dan simbol 2 dimensi be- Atala, Santala, Nitala, Sutala dan Tala. (padat,
rupa Akshara sebagai lambang bunyi. Nada, cair, plasma, gas, pijar, magnetis dan radio-
Vindu dan Ardha Candra masuk ke dalam aktif.). Manusia sebagai bagian dari alam
wilayah Niskala atau esoteris karena mewakili semesta (makro kosmos) pun bersap 7 disebut
lambang yang tanpa wujud (Nirguna Brah- dengan Sapta Atma yaitu: Atma, Antaratma,
man). Dan angka 3 mewakili suara A, U, M dan paramatma, atyatma, niskalatma dan sunyat-
O merupakan bunyi yang tanpa wujud namun ma. (lapisan fisik, psikis, mental, emosi, pi-
masih bisa di indra oleh manusia. (Saguna kiran, kecerdasan dan kesadaran).
Brahma). Jadi Sapta aksara merupakan upaya Koherensi dan korespondensi antara Tu-
dari lontar Jnanasiddhanta untuk mengurai- han (Satu yang menjadi segala sesuatu) , alam
kan aspek Tuhan yang Nir-Sa Guna Brahma semesta (makro kosmos), manusia (mikro
paduan dan titik temu antara aspek Tuhan kosmos), deva (sinar),warna , tubuh dan
yang Niskala (Esoteris) dan Sakala (Eksoteris) kondisi mental dengan Omkara dijabarkan
kedalam satu aksara yang disebut Sang Hyang seperti tabel berikut:
Sapta Ongkara atau Sang Hyang Sapta Aksara
Pranawa Jnana. Sang Hyang Saptômkära me- Sapta Sapta Sapta Sapta Sapta
rupakan (tempat) pertemuan semuanya itu. Atma Pada Devata Angga Omkara

Mistisisme tentang realitas, asal, tujuan, Sunyatma Niraksara Paramasiva Kepala Nadha

jalan dan pencapaiannya dengan bernas di- Niskalatma Kevalanirmala Sadasiva Dahi Vindhu
uraikan lontar Jnanasiddhanta bahwa Tuhan Atyatma Turyanta Rudra
Ditengah Ardha
alis Candra
(Siva) meliputi segalanya di alam semesta Ketujuh Aksara
Niratma Turya Mahadeva
maupun di luar semesta bahkan aspek Ketu- lubang O
hanan ada dalam diri setiap makhluk. Tuhan Paramatma Susupta Isvara Tenggorokan M
ada dalam segala sesuatu, meliputi segala se- Antaratma Svapna Visnu Jantung U
suatu dan sekaligus melampaui segala sesuatu. Atma Jagra Brahma Pusar A
Tuhan tidak saja berupa gagasan tapi juga
menjadi asal dan tujuan yang bisa dicapai oleh Filsafat Ketuhanan dalam lontar Jnana-
setiap umat manusia melalui ajaran rahasia siddhanta di Bali umum di ketahui sebagai
yang diberikan oleh seorang guru kepada mu- Saiva Siddhanta merupakan satu dari Mazhab
ridnya. Guru dan murid dalam konteks ini Siwa yang diajarkan oleh Maha Rsi Agastya
adalah guru dan murid yang sudah memenuhi dari daerah Madhya Pradesh India tengah. Di
kualifikasi. Nusantara Maha Rsi Agastya dikenal dengan
Tuhan, semesta dan manusia adalah sa- berbagai nama seperti: Kumbhayoni, Hari
tu. Dari yang satu itu menjadi segala sesuatu Candana, Kalasaja dan Trina Windu. Di Bali
dan kembali menjadi satu. Tuhan yang satu beliau dikenal dengan sebutan Bhatara Guru.
bercirikan empat yaitu: sthüla, suksma, para Saiva Siddhanta merupakan sekte dalam aga-
dan shunya yang menjadi Sangkan paraning ma Hindu, dengan Lingga sebagai media pe-
dumadi (asal, tujuan dan menjadi segala se- mujaannya. Sebagai suatu sistem kepercaya-
suatu). Proses dari satu menjadi segala sesuatu an, Saiva Siddhanta sudah ada sejak jaman
83
Mistisisme Saptadi dalam Lontar Jnanasiddhanta
I Gusti Ngurah Agus Junaidi

prasejarah (lebih dari 6000 tahun yang lam- ia harus mewujudkan ätmalingga dalam diri-
pau) dengan bukti ditemukannya peninggalan nya. Atmalingga adalah mewujudkan Sang
pada penggalian kota Mohenjodaro dan Ha- Hyang Ongkara dan Tri Akşara dalam diri ber-
rappa di India berupa Siwa Linggam dari stana dalam batin.
tanah liat menurut perkiraan Dr. R. E. M. Dalam meditasi ada tujuh hal yang harus
Wheeler, merupakan sebuah phallus dan se- diperhatikan yaitu:
buah cincin tebal yang lebar yang dinyatakan 1. Semua tingkah laku dipusatkan kepada
sebagai sebuah Yoni, yang membawa pada Bhatära Siwa
suatu kesimpulan bahwa pada zaman itu telah 2. Batin dipusatkan pada Bhatära Siwa
terdapat suatu bentuk agama yang bercirikan 3. Pendengaran dipusatkan pada Bhatära
pemujaan Siwa dan Sakti dalam pertemuan- Siwa
nya yang berbentuk simbol Lingga dan Yoni. 4. Penglihatan dipusatkan pada Bhatära
(Maswinara,1999:213) Secara etimologi kata Siwa
Saiva Siddhanta berasal dari kata Siva, Siddha 5. Kata-kata dipusatkan pada Bhatära Siwa
dan anta. Siva dimaknai sebagai “mulia, suci”, 6. Jadikan kedipan mata itu kepada Bhatära
Siddha “sukses, berhasil”, Anta “akhir, sim- Siwa
pulan, inti”. Jadi Saiva Siddhanta merupakan 7. Jadikanlah Bhatära Siwa sebagai
hasil akhir/ kesimpulan/ inti dari pembahasan nafasmu.
tentang Ia yang suci atau mulia yaitu Tuhan
itu sendiri Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Ketujuh pemusatan pikiran ini disebut
Yang Maha Esa Sapta-buddhyanggamärga. Apabila ketujuh
Sejauh ini Filsafat Ketuhanan Jnana- itu berhasil ditunggalkan maka disebut eka-
siddhanta masih sejalan dengan Filosofi Saiva tara parama (ketunggalan tertinggi). Pada saat
Siddhanta Dualis India dalam hal realitas ketunggalan tertinggi terjadi, maka tidak ada
Tunggal, namun dalam hal tujuan dan pen- lagi yang dirasakan, yang ada hanyalah rasa-
capaiannya Jnanasiddhanta condong ke Fil- wiseşa, wulat-wiseşa, wulah-wiseşa. Bila itu
safat Saiva Monistik dari Kashmir. sudah terjadi maka tercapailah kelepasan itu.
Gagasan luar biasa kalau tidak boleh di- Secara sederhana kebatinan Jnanasiddhanta
katakan genius dari penyusun Lontar Jnana- dapat dikonstruks seperti berikut:
siddhanta adalah dengan melengkapi Filsafat
Saiva Sidhanta yang Astika atau mengakui Siddhata
Sapta Sapta Sapta Sapta Sapta
angga atma loka patala akshara
otoritas Veda dengan Filsafat Budha yang Nas- Kaki
Sa Atma Bhur Patala A
tika tersirat pada bab VIII tentang Sang Hyang kanan
I Kaki kiri Antaratma Bhuvah Vaitala U
Naistika Jnana yang menyatakan bahwa pen- Dalam
capaian akhir adalah kemurnian, kehampaan Da alat Paratma Svar Atala M
(shunyata) bahwa pencapaian kondisi mental kelamin
Tangan
tertinggi Niraksara ekivalen dengan Shunyat- Dha
kanan
Niratma Maha Santala O
ma ~ParamaSiva~Kepala~Nadha. A
Tangan
Atyatma Jana Nitala
Ardha
kiri Candra
Bab ini dengan lugas menyandingkan Raut
prinsip Sat dalam Vedanta (Uttara Mimamsa) Na Niskalâtmá Tapa Sutala Vindu
muka
yang Astika dengan prinsip Asat dalam ajaran Ta Kepala Niraksara Satya Tala Nadha

Budha yang Nastika.


Hal ini tampak dalam pelaksanaan Saiva D. PENUTUP
Siddhanta di Bali yang berkaitan erat dengan Dalam Mitologi Sang Hyang Pasupati di
penjabaran Lontar Jnansiddhanta tentang Gunung Meru mengirim ke-7 anaknya yaitu:
Sang Hyang Sapta Ongkara, Sang Hyang Sapta Hyang Gni Jaya, Hyang Dewi Danu, Hyang Pu-
Atma, Sang Hyang Sapta loka dan sinergi tran Jaya, Hyang Tugu, Hyang Tumuwuh,
antara ketiganya hal mana Tuhan Siva di- Hyang Manik Galang dan Hyang Manik Gu-
lambangkan sebagai Ongkara Pranava tiada mawang untuk menentramkam pulau Bali di 7
beda dengan Bhuana Alit (Jati diri manusia) parahyangan: Pura Lempuyang Luhur, Pura
dengan Bhuana Agung (Alam Semesta) Laks- Hulun Danu Batur, Pura Besakih, Pura Anda-
ana Sang Hyang Tripura Sundari (Yantra, kasa, Pura Batukau, Pura Manik Corong dan
Mantra dan Tantra) menuju Satyam, Sivam, Pura Manik Gumawang. Terkristalisasi men-
Sundaram. Dalam melaksanakan yoga, maka jadi satu Ke-U-Tuhan di Pura Besakih dalam
84
Prosiding Seminar Nasional Jurusan Brahma Widya:
Mistisisme Nusantara

Tri Mandala Besakih (Dasar-penataran, Ma- local genius Nusantara yang cenderung asat
dya-Kiwa Tengen dan Puncak–Luhuring Aka- akibat dari pengaruh Budha Mahayana
sha) dengan Catur Loka Pala (Pura Hulun Tantrik.
Kulkul, Pura Gelap, Pura Batumadeg dan Pura Filsafat Ketuhanan dalam Lontar Jnana
Kiduling Kreteg). Dikaryanyatakan (Aci-aci) Siddhanta adalah Saiva Siddhanta Nusantara
dengan upacara /ritual berdasarkan lontar- yang disarikan oleh para Rsi Nusantara dari
lontar Catur Wedhya, Wrhspatikalpa, Dewa- Veda Sruthi utamanya Upanishad diramu de-
tatwa, Sundarigama (Upacara Dewa Yadnya). ngan paham Shunya Budha dirajut dengan
Lontar YamaTatwa, Kramaning Atiwa-tiwa, Tantra di jabarkan dan diaplikasikan dengan
Putra Pesaji (Upacara Pitra Yadnya). Lontar prinsip Wariga sehingga Saiva Siddhanta di
Kramaning Mediksa, Yajna Samskara (Upacara Bali adalah Khas Nusantara yang tidak ada di
Rsi Yadnya). Lontar Dharma Kahuripan Eka belahan dunia manapun.
Ratama, Janmaprawati (Upacara Manusa
Yadnya). Lontar Puja Palipali, Indik Caru. DAFTAR PUSTAKA
Demikian pelaksanaan atau praktek Gautama, Wayan Budha., 2009. Tutur
Saiva Siddhanta di Bali Berlandaskan Filosofi Bhuwana Kosa. Surabaya: Paramita
Jnanasiddhanta sangat kental dengan peng- Gunawan, I Ketut Pasek.,2012. Siva Siddhanta
aruh tantra dimana banten dan upakara me- Tatwa dan Filsafat. Surabaya: Paramita
rupakan yantra (simbol/nyasa). Pura sebagai Maswinara, I Wayan.,1999. Sistem Filsafat
mandalanya, mudra dan mantra Sang Suling- Hindu (Sarva Darsana Samgraha)
gih sebagai penghantarnya yang kesemuanya Surabaya: Paramita.
itu satu kesatuan utuh dari praktek tantra Soebadio, Haryati., 1971. Jnana
dengan perhitungan padewasan berdasarkan Siddhanta.Land-enVolkenkunde:
wariga (Local Genius Nusantara) sebagai ke- Koninklijk Instituut voor T: aal.
satuan utuh dari Tantra yaitu: Yantra, Mantra, Suarka, I Nyoman.,2003. Sundarigama.
Mudra, Mandala, Akshara, Sastra dan Sas- Denpasar: ESBE buku.
mitha. Tim Penyusun.,1999 Siwatatwa. Denpasar:
Jadi Mistisisme Saptadi dalam Lontar Pemerintah Provinsi Bali.
Jnanasiddhanta merupakan kompilasi yang Zaprulkhan, 2016. Filsafat Ilmu Sebuah
menghasilkan harmoni antara konsep ajaran Analisis Kontemporer. Jakarta: PT Raja
Saiva Kashmir bersifat monistik dengan ajaran Grafindo Persada.

85
Mistisisme Saptadi dalam Lontar Jnanasiddhanta
I Gusti Ngurah Agus Junaidi

86

Anda mungkin juga menyukai