Mistisisme Nusantara
Mistisisme Saptadi
dalam Lontar Jnanasiddhanta
81
Mistisisme Saptadi dalam Lontar Jnanasiddhanta
I Gusti Ngurah Agus Junaidi
Uraian Sang Hyang Maha Vindu ini dipola dalam struktur yang bersap 7. Dari
mengkonsepsi Tuhan dalam wilayah esoteris Maha Vindu menjadi Sapta Omkara. Dari 1
sekaligus eksoteris. Esoteris, wilayah konsep menjadi 7 dalam kesatuan aksara Om (Om-
tuhan yang tidak berwujud, metafisik (melam- kara) yaitu: Nadha, Vindhu, Ardha Candra,
paui indra manusia), holistik, intersubjek- Aksara O, M, A dan U. Nadha bercirikan sunya,
tivitas masuk dalam wilayah Niskala Vindu. Vindhu bercirikan para, ardha Candra
Sedangkan eksoteris, wilayah konsep Tuhan bercirikan Niskala, aksara O bercirikan Sakala-
yang berwujud, dapat dikenali dengan panca Niskala, M, A, U bercirikan Sakala (Sthula).
indra, dapat dimanifestasikan, masuk ke da- Omkara yang bersap 7 merupakan sim-
lam wilayah Sakala Vindu. Lebih lanjut dalam bol Tuhan, semesta dan manusia. Kosmologi
bab Sang Hyang Pranawa Jnana Tuhan juga semesta bersap 7 disebut Sapta loka terdiri
diuraikan dalam wilayah Sakala-Niskala (titik dari, bhur, bvah, svah, maha, jana, tapa dan
temu antara Niskala dan Sakala atau pertemu- saty (rapat, renggang, luas, lapang, mengem-
an esoteris dan eksoteris). Tuhan dilambang- bang, limited dan unlimited). Di dalam bhur
kan dengan aksara suci Om mewakili suara terdapat sapta patala yaitu: Patala, Vaitala,
yang tanpa wujud dan simbol 2 dimensi be- Atala, Santala, Nitala, Sutala dan Tala. (padat,
rupa Akshara sebagai lambang bunyi. Nada, cair, plasma, gas, pijar, magnetis dan radio-
Vindu dan Ardha Candra masuk ke dalam aktif.). Manusia sebagai bagian dari alam
wilayah Niskala atau esoteris karena mewakili semesta (makro kosmos) pun bersap 7 disebut
lambang yang tanpa wujud (Nirguna Brah- dengan Sapta Atma yaitu: Atma, Antaratma,
man). Dan angka 3 mewakili suara A, U, M dan paramatma, atyatma, niskalatma dan sunyat-
O merupakan bunyi yang tanpa wujud namun ma. (lapisan fisik, psikis, mental, emosi, pi-
masih bisa di indra oleh manusia. (Saguna kiran, kecerdasan dan kesadaran).
Brahma). Jadi Sapta aksara merupakan upaya Koherensi dan korespondensi antara Tu-
dari lontar Jnanasiddhanta untuk mengurai- han (Satu yang menjadi segala sesuatu) , alam
kan aspek Tuhan yang Nir-Sa Guna Brahma semesta (makro kosmos), manusia (mikro
paduan dan titik temu antara aspek Tuhan kosmos), deva (sinar),warna , tubuh dan
yang Niskala (Esoteris) dan Sakala (Eksoteris) kondisi mental dengan Omkara dijabarkan
kedalam satu aksara yang disebut Sang Hyang seperti tabel berikut:
Sapta Ongkara atau Sang Hyang Sapta Aksara
Pranawa Jnana. Sang Hyang Saptômkära me- Sapta Sapta Sapta Sapta Sapta
rupakan (tempat) pertemuan semuanya itu. Atma Pada Devata Angga Omkara
Mistisisme tentang realitas, asal, tujuan, Sunyatma Niraksara Paramasiva Kepala Nadha
jalan dan pencapaiannya dengan bernas di- Niskalatma Kevalanirmala Sadasiva Dahi Vindhu
uraikan lontar Jnanasiddhanta bahwa Tuhan Atyatma Turyanta Rudra
Ditengah Ardha
alis Candra
(Siva) meliputi segalanya di alam semesta Ketujuh Aksara
Niratma Turya Mahadeva
maupun di luar semesta bahkan aspek Ketu- lubang O
hanan ada dalam diri setiap makhluk. Tuhan Paramatma Susupta Isvara Tenggorokan M
ada dalam segala sesuatu, meliputi segala se- Antaratma Svapna Visnu Jantung U
suatu dan sekaligus melampaui segala sesuatu. Atma Jagra Brahma Pusar A
Tuhan tidak saja berupa gagasan tapi juga
menjadi asal dan tujuan yang bisa dicapai oleh Filsafat Ketuhanan dalam lontar Jnana-
setiap umat manusia melalui ajaran rahasia siddhanta di Bali umum di ketahui sebagai
yang diberikan oleh seorang guru kepada mu- Saiva Siddhanta merupakan satu dari Mazhab
ridnya. Guru dan murid dalam konteks ini Siwa yang diajarkan oleh Maha Rsi Agastya
adalah guru dan murid yang sudah memenuhi dari daerah Madhya Pradesh India tengah. Di
kualifikasi. Nusantara Maha Rsi Agastya dikenal dengan
Tuhan, semesta dan manusia adalah sa- berbagai nama seperti: Kumbhayoni, Hari
tu. Dari yang satu itu menjadi segala sesuatu Candana, Kalasaja dan Trina Windu. Di Bali
dan kembali menjadi satu. Tuhan yang satu beliau dikenal dengan sebutan Bhatara Guru.
bercirikan empat yaitu: sthüla, suksma, para Saiva Siddhanta merupakan sekte dalam aga-
dan shunya yang menjadi Sangkan paraning ma Hindu, dengan Lingga sebagai media pe-
dumadi (asal, tujuan dan menjadi segala se- mujaannya. Sebagai suatu sistem kepercaya-
suatu). Proses dari satu menjadi segala sesuatu an, Saiva Siddhanta sudah ada sejak jaman
83
Mistisisme Saptadi dalam Lontar Jnanasiddhanta
I Gusti Ngurah Agus Junaidi
prasejarah (lebih dari 6000 tahun yang lam- ia harus mewujudkan ätmalingga dalam diri-
pau) dengan bukti ditemukannya peninggalan nya. Atmalingga adalah mewujudkan Sang
pada penggalian kota Mohenjodaro dan Ha- Hyang Ongkara dan Tri Akşara dalam diri ber-
rappa di India berupa Siwa Linggam dari stana dalam batin.
tanah liat menurut perkiraan Dr. R. E. M. Dalam meditasi ada tujuh hal yang harus
Wheeler, merupakan sebuah phallus dan se- diperhatikan yaitu:
buah cincin tebal yang lebar yang dinyatakan 1. Semua tingkah laku dipusatkan kepada
sebagai sebuah Yoni, yang membawa pada Bhatära Siwa
suatu kesimpulan bahwa pada zaman itu telah 2. Batin dipusatkan pada Bhatära Siwa
terdapat suatu bentuk agama yang bercirikan 3. Pendengaran dipusatkan pada Bhatära
pemujaan Siwa dan Sakti dalam pertemuan- Siwa
nya yang berbentuk simbol Lingga dan Yoni. 4. Penglihatan dipusatkan pada Bhatära
(Maswinara,1999:213) Secara etimologi kata Siwa
Saiva Siddhanta berasal dari kata Siva, Siddha 5. Kata-kata dipusatkan pada Bhatära Siwa
dan anta. Siva dimaknai sebagai “mulia, suci”, 6. Jadikan kedipan mata itu kepada Bhatära
Siddha “sukses, berhasil”, Anta “akhir, sim- Siwa
pulan, inti”. Jadi Saiva Siddhanta merupakan 7. Jadikanlah Bhatära Siwa sebagai
hasil akhir/ kesimpulan/ inti dari pembahasan nafasmu.
tentang Ia yang suci atau mulia yaitu Tuhan
itu sendiri Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Ketujuh pemusatan pikiran ini disebut
Yang Maha Esa Sapta-buddhyanggamärga. Apabila ketujuh
Sejauh ini Filsafat Ketuhanan Jnana- itu berhasil ditunggalkan maka disebut eka-
siddhanta masih sejalan dengan Filosofi Saiva tara parama (ketunggalan tertinggi). Pada saat
Siddhanta Dualis India dalam hal realitas ketunggalan tertinggi terjadi, maka tidak ada
Tunggal, namun dalam hal tujuan dan pen- lagi yang dirasakan, yang ada hanyalah rasa-
capaiannya Jnanasiddhanta condong ke Fil- wiseşa, wulat-wiseşa, wulah-wiseşa. Bila itu
safat Saiva Monistik dari Kashmir. sudah terjadi maka tercapailah kelepasan itu.
Gagasan luar biasa kalau tidak boleh di- Secara sederhana kebatinan Jnanasiddhanta
katakan genius dari penyusun Lontar Jnana- dapat dikonstruks seperti berikut:
siddhanta adalah dengan melengkapi Filsafat
Saiva Sidhanta yang Astika atau mengakui Siddhata
Sapta Sapta Sapta Sapta Sapta
angga atma loka patala akshara
otoritas Veda dengan Filsafat Budha yang Nas- Kaki
Sa Atma Bhur Patala A
tika tersirat pada bab VIII tentang Sang Hyang kanan
I Kaki kiri Antaratma Bhuvah Vaitala U
Naistika Jnana yang menyatakan bahwa pen- Dalam
capaian akhir adalah kemurnian, kehampaan Da alat Paratma Svar Atala M
(shunyata) bahwa pencapaian kondisi mental kelamin
Tangan
tertinggi Niraksara ekivalen dengan Shunyat- Dha
kanan
Niratma Maha Santala O
ma ~ParamaSiva~Kepala~Nadha. A
Tangan
Atyatma Jana Nitala
Ardha
kiri Candra
Bab ini dengan lugas menyandingkan Raut
prinsip Sat dalam Vedanta (Uttara Mimamsa) Na Niskalâtmá Tapa Sutala Vindu
muka
yang Astika dengan prinsip Asat dalam ajaran Ta Kepala Niraksara Satya Tala Nadha
Tri Mandala Besakih (Dasar-penataran, Ma- local genius Nusantara yang cenderung asat
dya-Kiwa Tengen dan Puncak–Luhuring Aka- akibat dari pengaruh Budha Mahayana
sha) dengan Catur Loka Pala (Pura Hulun Tantrik.
Kulkul, Pura Gelap, Pura Batumadeg dan Pura Filsafat Ketuhanan dalam Lontar Jnana
Kiduling Kreteg). Dikaryanyatakan (Aci-aci) Siddhanta adalah Saiva Siddhanta Nusantara
dengan upacara /ritual berdasarkan lontar- yang disarikan oleh para Rsi Nusantara dari
lontar Catur Wedhya, Wrhspatikalpa, Dewa- Veda Sruthi utamanya Upanishad diramu de-
tatwa, Sundarigama (Upacara Dewa Yadnya). ngan paham Shunya Budha dirajut dengan
Lontar YamaTatwa, Kramaning Atiwa-tiwa, Tantra di jabarkan dan diaplikasikan dengan
Putra Pesaji (Upacara Pitra Yadnya). Lontar prinsip Wariga sehingga Saiva Siddhanta di
Kramaning Mediksa, Yajna Samskara (Upacara Bali adalah Khas Nusantara yang tidak ada di
Rsi Yadnya). Lontar Dharma Kahuripan Eka belahan dunia manapun.
Ratama, Janmaprawati (Upacara Manusa
Yadnya). Lontar Puja Palipali, Indik Caru. DAFTAR PUSTAKA
Demikian pelaksanaan atau praktek Gautama, Wayan Budha., 2009. Tutur
Saiva Siddhanta di Bali Berlandaskan Filosofi Bhuwana Kosa. Surabaya: Paramita
Jnanasiddhanta sangat kental dengan peng- Gunawan, I Ketut Pasek.,2012. Siva Siddhanta
aruh tantra dimana banten dan upakara me- Tatwa dan Filsafat. Surabaya: Paramita
rupakan yantra (simbol/nyasa). Pura sebagai Maswinara, I Wayan.,1999. Sistem Filsafat
mandalanya, mudra dan mantra Sang Suling- Hindu (Sarva Darsana Samgraha)
gih sebagai penghantarnya yang kesemuanya Surabaya: Paramita.
itu satu kesatuan utuh dari praktek tantra Soebadio, Haryati., 1971. Jnana
dengan perhitungan padewasan berdasarkan Siddhanta.Land-enVolkenkunde:
wariga (Local Genius Nusantara) sebagai ke- Koninklijk Instituut voor T: aal.
satuan utuh dari Tantra yaitu: Yantra, Mantra, Suarka, I Nyoman.,2003. Sundarigama.
Mudra, Mandala, Akshara, Sastra dan Sas- Denpasar: ESBE buku.
mitha. Tim Penyusun.,1999 Siwatatwa. Denpasar:
Jadi Mistisisme Saptadi dalam Lontar Pemerintah Provinsi Bali.
Jnanasiddhanta merupakan kompilasi yang Zaprulkhan, 2016. Filsafat Ilmu Sebuah
menghasilkan harmoni antara konsep ajaran Analisis Kontemporer. Jakarta: PT Raja
Saiva Kashmir bersifat monistik dengan ajaran Grafindo Persada.
85
Mistisisme Saptadi dalam Lontar Jnanasiddhanta
I Gusti Ngurah Agus Junaidi
86