Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ni Made Dwina Meidyanti

NPM : 2001842020009

Kelas : 2A

UTS AGAMA HINDU

1. Sahnya perkawinan menurut agama Hindu adalah minimal telah melaksanakan upacara
biyakala (pakalan- kalaan). Kenapa upacara ini dikatakan dapat mengesahkan perkawinan
? Jelaskan Uraikan pula makna dan fungsi dari masing-masing upacara dan upakara
pawiwahan tersebut !
Jawab :

Upacara ini mempunyai makna yang amat dalam, sesuai dengan namanya "mekalan-
kalan" yang memiliki kata dasar "kala" ini diartikan sebagai sebuah kekuatan buruk, yang penuh
dengan energi negatif yang disimbulkan dalam ujud raksasa, diadakannya upacara ini tujuannya
adalah menetralisir sifat-sifat kala yang ada dalam tubuh kedua mempelai, sehingga sedapat
mungkin bisa berubah menjadi sifat dewa, yaitu bijak sana dan dipenuhi dengan kebajikan.
Upacara ini dilaksanakan di tengah pekarangan rumah dalam istilah Balinya disebut dengan
"natah". Upacara Makala-Kalaan juga dimaknai sebagai pengesahan perkawinan kedua
mempelai melalui proses penyucian, sekaligus menyucikan benih yang dikandung kedua
mempelai yang berupa sukla (spermatozoa) dari pengantin laki dan wanita (ovum) dari pengantin
wanita. Kelengkapan upacara ini selain bebantenan seperti upacara diatas yang dijelaskan dalam
buku yang saya maksud, ada juga lainnya yang membuat upacara ini semakin sarat dengan
makna kehidupan, diantaranya adalah:

 Tikar Tandakan, sebuah tikar berukuran kecil terbuat dari janur, disimbulkan sebagai
kesucian seorang gadis yang akan menjalankan pesakapan (pernikahan).
 Kala Sepetan, suwun-suwunan yang isinya antar alain, sebuah bakul berisi batu hitam
seperti cobek, telur ayam, bebungkilan atau umbi-umbian seperti ubi, talas, bumbu dapur
dan lain-lain, daun andong, kapas, uang 25, beras, yang kesemuannya ini dimaksudkan
sebagai bekal untuk menghadapi hidup baru, disamping itu juga bakul tersebut di tutup
dengan sabut kelapa yang dipecah menjadi tiga sebagai simbul "Tri Guna" (Satyam,
Rajas, Tamas) yang merupakan sifat dasar dari manusia, kemudian sabut itu masing-
masing di ikat dengan benang tiga warna (Tri Datu) merah, hitam, putih sebagai simbul
Trimurti, Brahma, Wisnu, Siwa yang membatasi sifat triguna itu agar tercipta
keseimbangan.
 Tegen-tegenan, acara upacara ini penuh dengan makna filosofi Hindu, seperti misalnya
tegen-tegenan dengan mengunakan batang tebu sebagai tongkat pemikul, diartikan
sebagai tahapan dalam jenjang kehidupan ruas-ruas tebu menandakan tingkatan yang
diharapkan terus semakin maju, dan rasa manis merupakan harapan agar hidup yang akan
diarungi kedua mempelai ini semanis rasa tebu itu sendiri. Di tetegenan itu juga ada
besek dan periuk, pacul, semuanya itu adalah perlambang peralatan yang nantinya
digunakan oleh mempelai laki setelah bersetatus suami, untuk membangun rumah tangga
sebagai modal dasar pencari nafkah.
 Dagang-dagangan, upacara ini bermakna sebagai suatu tanda bahwa kedua mempelai
harus saling bantu membantu, dalam membina rumah tangga kelak, sama-sama
mengarungi bahtera hidup dalam susah maupun senang, sama-sama memiliki tanggung
jawab dalam menjaga keutuhan rumah tangga, dengan berdagang untuk mempersiapkan
diri menopang ekonomi dalam keluarga.
 Penegtegan, yaitu upacara yang disimbulkan dengan berdirinya sebuah tiang, yang berisi
sebilah keris, yang diartikan sebagai berikut, tiang merupakan pilar rumah tangga, yang
menopang berdirinya sebuah rumah tangga, dengan sebilah keris yang melambangkan
sebagai simbul purusha yaitu (garis utama asal usul keturunan dari pihak laki-laki).
 Pemegat, terdiri dari dua batang cabang kayu dadap ditancapkan seperti pintu gerbang
yang masing-masing dihubungkan dengan benang putih diletakan di natah (halaman)
depan rumah, pintu gerbang dan benang putih perlambang kesiapan kedua mempelai
keluar dari pintu gerbang menyongsong hidup baru dengan hati dan perasaan yang bersih
dan suci seperti lambang dari benang putih tersebut di atas.
 Tetimpugan, terdiri dara tiga ruas bambu yang pada pelaksanaanya nanti dibakar, agar
menimbulkan bunyi letusan, maksud dari bunyi letusan itu sebagai tanda untuk mengusir
pengaruh-pengaruh buruk yang diakibatkan dari energi-energi negatif, ketiga ruas bambu
itu diartikan sebagai simbul Butha, Kala, Dengen yang merupakan unsur-unsur negatif
tersebut.

2. Yadnya tidak hanya terbatas dalam bentuk ritual (sajen/banten), yadnya juga bisa dalam
bentuk sikap atau perilaku kepada sesama umat. Bagaimana aplikasi panca yadnya dalam
perilaku kehidupan sehari-hari, beri contoh !
Jawab :
Yadnya sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu dari kata “yaj” yang memiliki arti
memuja kemudian dari kata “yaj” tersebut berubah menjadi kata “yajna” yang memiliki arti
korban suci . Panca sendiri memiliki makna lima . Jadi panca yadnya adalah lima korban suci
yang di tunjukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa .
Bagian-bagian Panca Yadnya :

 Dewa Yadnya adalah persembahan suci yang ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dan
para manifestasinya dalam bentuk Tri M. Contohnya : melaksanakan Tri Sandhya 3 kali
sehari yaitu pada pagi, siang, dan sore, melaksanakan Nitya Yadnya dan Naimitika
Yadnya, dan menjaga kebersihan tempat suci.
 Pitra Yadnya adalah suatu bentuk persembahan atau korban suci yang di tujukan kepada
roh-roh para leluhur dan bhatara-bhatara karena mereka lah yang membuat kita ada di
dunia hingga kita dewasa. Contohnya : Melaksanakan upacara pengabenan bagi orang tua
atau leluhur kita yang telah meninggal, Menunjukkan prilaku yang luhur dalam
kehidupan sehari-hari sebagai wujud bakti kepada leluhur yang masih hidup.

 Rsi Yadnya adalah suatu bentuk persembahan karya suci yang di tujukan kepada para
rsi , orang suci , pinandita , pandita , sulinggih , guru , dan orang suci yang berhubungan
dengan agama hindu .Rsi adalah orang-orang yang bijaksana dan berjiwa suci . Sulinggih
maupun guru juga termasuk orang suci karena beliau orang bijaksana yang memberikan
arahan kepada siswa-siswi nya. Contoh : Menghormati dan menuruti perintah guru dan
Rajin belajar.

 Manusa Yadnya adalah suatu upacara suci yang bertujuan untuk memelihara hidup ,
mencapai kesempurnaan dalam kehidupan dan kesejahteraan manusia selama hidupnya.
Contoh-contoh pelaksanaan Manusa Yadnya :
 Saling tolong menolong apabila ada yang membutuhkan
 Membantu teman ataupun siapa saja yang sedang kesusahan
 Menghormati orang lain
 Melakukan upacara seperti :
 Upakara/upacara bayi selama didalam kandungan (Garbha Wadana/pagedong-gedongan )
 Upakara/upacara bayi yang baru lahir kedunia
 Upakara/upacara bayi kepus puser
 Upakara/upacara bayi berumur 42 hari (Tutug Kambuhan)
 Upakara/upacara bayi berumur 105 hari (nyambutin) atau biasanya di sebut telu bulan
karena lama nya hari itu 3 bulanan wuku bali
 Upakara/upacara oton (otonan) yang biasanya di rayakan setiap 6 bulan sekali di dalam
kalender wuku bali .
 Upakara/upacara potong gigi (Mepandas , metatah , mesangih)
 Upakara/upacara perkawinan (Pawiwahan)

 Bhuta yadnya adalah suatu upakara/upacara suci yang ditujukan kepada bhuta kala atau
makluk bawah . Bhuta kala adalah kekuatan yang ada di alam yang bersifat negative yang
perlu dilebur agar kembali kesifat positif agar tidak mengganggu kedamaian hidup umat
manusia yang berada di bumi dalam menjalankan aktifitasnya. Contoh :  Memelihara
hewan peliharaan dengan baik, Merawat tanaman dengan baik
3. Jelaskan Weda sebagai sumber hukum Hindu, serta apa fungsi dan sifat Weda,
Bagaimanakah pandangan kalian tentang Weda banyak orang mengatakan Weda sangat
sulit dipahami oleh orang biasa (awam) !
Jawab :
Bagi umat Hindu atau kelompok masyarakat yang beragama Hindu maka kitab suci yang
menjadi sumber hukum bagi mereka adalah Weda. Ketentuan mengenai Weda sebagai sumber
hukum dinyatakan dengan tegas di dalam berbagai kitab suci. Dalam Manawadharmasastra II. 6
dinyatakan:
“Idanim dharma pramananyaha, wedo’khilo dharmamulan smrticile ca tadwidam. Acarsccaiwa
sadhunam atanastutirewa ca”.
Artinya:
Seluruh pustaka suci Weda adalah sumber pertama daripada dharma kemudian adat
istiadat, dan tingkahlaku terpuji dari orang-orang budiman yang mendalami ajaran pustaka suci
Weda, juga tata cara peri kehidupan orang-orang suci dan akhirnya kepuasan dari pribadi (Gede
Pudja, 2012:62).
Dari sloka tersebut, kita mengenal sumber hukum Hindu sesuai urut-urutannya adalah:
1.Weda, 2.Smrti, 3.Sila, 4.Acara (Sadacara) dan, 5. Atmanastuti. Untuk lebih menegaskan
tentang kedudukannya sumber-sumber hukum itu. lebih Ianjut dinyatakan di dalam
Manawadharmasastra II. 10 sebagai berikut:
“Çrutistu Wedo wijneyo dharmaçastram to wai smrtih te sarwarthe swam imamsye tãbhbyãm
dharmohi nirbabhau”Artinya:
Yang dimaksud dengan Sruti ialah Weda dan dengan Smrti ialah dharmasastra, kedua
macam susastra suci ini tidak boleh diragu-ragukan kebenarannya mengenai apapun juga karena
dari keduanya itu hukum (Gede Pudja, 2012:63).

 Sifat Veda adalah Anadi dan Anantha karena Veda merupakan wahyu Tuhan melalui
para Maha Rsi. Sifat Veda dapat dikategorikan, sebagai berikut:
a. Sifat Veda tidak berawal karena Veda merupakan sabda Tuhan yang telah ada sebelum
alam diciptakan;
b. Sifat Veda tidak berakhir karena Veda berlaku sepanjang zaman;
c. Sifat Veda berlaku sepanjang zaman dari zaman manusia prasejarah sampai zaman
modern;
d. Sifat Veda mempunyai keluwesan dan tidak kaku namun tidak memiliki  inti,pada
hakekatnya Veda bersifat fleksibel; dan
e. Sifat Veda disebut Apauruseyam, maksudnya Veda tidak disusun oleh manusia,
melainkan diterima oleh para Rsi melalui wahyu.
 Fungsi Veda, yaitu:
a. Veda sebagai sumber kebenaran, sumber etika, dan tingkah laku;
b. Veda sebagai kitab suci Agama Hindu, dipergunakan untuk menuntun umat manusia
dalam usaha mencapai kesucian;
c. Veda sebagai sumber ajaran kebenaran sehingga diutamakan oleh umat manusia di dunia;
d. Veda merupakan keyakinan yang sangat mendasar untuk mencapai tujuan akhir yaitu
Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma.
Menurut saya mengapa banyak orang mengatakan jika Weda sulit dipelajari oleh orang
awam karena pada saat mempelajari Weda orang tersebut tidak memiliki guru atau pembimbing
untuk menuntun mereka. Weda adalah ilmu pengetahuan yang suci, Catur Weda dan kitab
lainnya adalah pengetahuan tentang Ketuhanan, sehingga tidak bisa dipahami secara tekstual saja
karena bisa menimbulkan multitafsir. Oleh sebab itu, ketika membaca Kitab Suci Catur Weda
harus didampingi seorang guru. Selain harus didampingi oleh seorang guru, sebelum membaca
kitab suci, seseorang harus sudah mandi. Kemudian memberi hormat kepada guru, selanjutnya
baru mulai membaca kitab suci tersebut.

4. Dalam ajaran agama Hindu tak pernah lepas dari upacara atau ritual, mengapa hal itu
penting dilaksanakan ? bukankah dalam era globalisasi orang ingin serba simpel dan
praktis, uraikan pendapat saudara !
Jawab :
Ritual dan Agama Hindu merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Karena dalam Agama Hindu adalah sebuah kewajiban untuk menjalankan sebuah ritual yang ada
didalam kehidupan sehari-hari dengan tulus iklas.
Dizaman sekarang, masih banyak ritual dalam agama Hindu yang masih dilaksanakan
oleh umat Hindu tetapi dalam pelaksanaannya sudah terdapat beberapa perubahan atau adaptasi
yang sesuai dengan kemampuan dan perkembangan zaman. Dan tidak ada masalah jika beberapa
ritual dalam agama Hindu dilaksanakan secara sederhana selagi tidak mengurangi makna-makna
dari ritual itu sendiri.
Agama Hindu sangat fleksibel. Tidak ada kekakuan bahwa melaksanakan agama Hindu
harus seperti ini dan harus seperti itu. Agama Hindu sangat bisa menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungan. Pelaksanaan agama Hindu bukan saja boleh di sesuaikan dengan kondisi
local, melainkan harus di sesuaikan. Prinsip ini secara umum dikenal dengan Desa-Kala-Patra
(menyesuaikan diri dengan tempat, waktu, dan kondisi objektif yang ada).

5. Sebagai penganut Hindu yang taat pada ajaran-ajaran agama, jika ada orang lain yang
melecehkan agama kita dikatakan memuja berhala karena memakai media arca atau
pratima, langkah apa yang saudara lakukan ? Banggakah saudara menjadi penganut
Hindu ?
Jawab :
Sebagai penganut Hindu, jika ada orang-orang yang melecehkan Agama Hindu
sepatutnya diberikan pemahaman dan pengertian. Para bijak sering mengatakan bahwa agama
Hindu merupakan agama yang universal. Ibarat pepatah, di mana bumi dipijak di situ langit
dijunjung. Artinya di manapun agama Hindu tersebut akan selalu menyesuaikan diri dengan adat
istiadat, tradisi, dan budaya setempat. Hindu bukanlah agama yang kaku, karena sifatnya
fleksibel. Pemujaan terhadap Tuhan dalam Hindu tak harus seragam, tak harus menggunakan
mantra-mantra yang berbahasa Sansekerta, namun juga dengan bahasa Bali, Jawa, atau bahasa
lainnya yang penting niat dan ketulusan.
Lalu bagaimana dengan Hindu khususnya di Bali yang dianggap sebagai pemuja media
arca? Agama Hindu sangat menghargai seni, bahkan semua ritual dalam agama Hindu di Bali
adalah seni dan akan sangat mustahil sebuah ritual tersebut terlaksana tanpa adanya seni.
Patung (arca) adalah hasil imajinasi dari pikiran manusia dan lahir karena kekayaan,
ketajaman, dan kejelian imajinasi. Selain itu untuk memahami sesuatu yang abstrak perlu
dikonkritkan. Tuhan adalah sesuatu yang abstrak yang tak bisa digambarkan oleh siapapun di
dunia ini. Dengan keterbatasan manusia sehingga dengan seni dibuatlah simbol atau media untuk
memusatkan diri pada Tuhan salah satunya berupa patung. Akan tetapi Hindu tidaklah memuja
media berupa patung yang dibuat tersebut, melainkan hanya sebagai media untuk meyakini
keberadaan Tuhan dan dalam melakukan pemujaan umat Hindu tidak memusatkan diri pada
patung melainkan pada Tuhan.
Terkait hal ini, dalam Bhagawad Gita 4.11 disebutkan:
“ye yatha mam, prapadyante tams, tathaiva bhajamy aham, mama vartmanuvartante,
manusyah partha sarvauah.”
Artinya: dengan jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku, Aku memberinya
anugerah setimpal, Semua orang mencari-Ku dengan berbagai jalan, wahai putera Partha.
Karena hal tersebutlah, saya sendiri bangga menjadi umat Hindu. Umat Hindu selalu
memberikan kenyamanan dan ketenangan. Dan tidak terikat kepada aturan-aturan namun masih
memiliki makna yang sama.

Anda mungkin juga menyukai