Anda di halaman 1dari 15

Berikut ini adalah tulisan tentang rangkuman pada buku arti dan fungsi sarana upakara.

Salah satu bentuk pengamalan beragama Hindu adalah berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Disamping itu pelaksanaan agama juga di laksanakan dengan Karma dan Jnyana. Bhakti,
Karma dan Jnyana Marga dapat dibedakan dalam pengertian saja, namun dalam pengamalannya
ketiga hal itu luluh menjadi satu. Upacara dilangsungkan dengan penuh rasa bhakti, tulus dan
ikhlas. Untuk itu umat bekerja mengorbankan tenaga, biaya, waktu dan itupun dilakukan dengan
penuh keikhlasan.

Untuk melaksanakan upacara dalam kitab suci sudah ada sastra-sastranya yang dalam kitab
agama disebut Yadnya Widhi yang artinya peraturan-peraturan beryadnya. Puncak dari Karma
dan Jnyana adalah Bhakti atau penyeraha diri. Segala kerja yang kita lakukan pada akhirnya kita
persembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan cara seperti itulah Karma dan
Jnyana Marga akan mempunyai nilai yang tinggi.

Kegiatan upacara ini banyak menggunakan simbul-simbul atau sarana. Simbul - simbul itu
semuanya penuh arti sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berbhakti pada Tuhan dalam
ajaran Hindu ada dua tahapan, yaitu pemahaman agama dan pertumbuhan rokhaninya belum
begitu maju, dapat menggunakan cara Bhakti yang disebut ”Apara Bhakti”. Sedangkan bagi
mereka yang telah maju dapat menempuh cara bhakti yang lebih tinggi yang disebut ”Para
Bhakti”.

Apara Bhakti adalah bhakti yang masih banyak membutuhkan simbul-simbul dari benda-benda
tertentu. Sarana-sarana tersebut merupakan visualisasi dari ajaran-ajaran agama yang tercantum
dalam kitab suci. Menurut Bhagavadgita IX, 26 ada disebutkan : sarana pokok yang wajib
dipakai dasar untuk membuat persembahan antara lain:

- Pattram = daun-daunan,

- Puspam = bunga-bungaan,

- Phalam = buah-buahan,

- Toyam = air suci atau tirtha.

Dalam kitab-kitab yang lainnya disebutkan pula Api yang berwujud “dipa dan dhŭpa”
merupakan sarana pokok juga dalam setiap upacara Agama Hindu. Dari unsur-unsur tersebut
dibentuklah upakara atau sarana upacara yang telah berwujud tertentu dengan fungsi tertentu
pula. Meskipun unsur sarana yang dipergunakan dalam membuat upakara adalah sama, namun
bentuk-bentuk upakaranya adalah berbeda-beda dalam fungsi yang berbeda-beda pula namun
mempunyai satu tujuan sebagai sarana untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Arti dan Fungsi Bunga

Arti bunga dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sebagai ”... sekare pinako katulusan
pikayunan suci”. Artinya, bunga itu sebagai lambang ketulusikhlasan pikiran yang suci. Bunga
sebagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan oleh Umat Hindu bukan dilakukan
tanpa dasar kita suci.

Untuk fungsi bunga yang penting yaitu ada dua dalam upacara. Berfungsi sebagai simbul, Bunga
diletakkan tersembul pada puncak cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah.
Setelah selesai menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di atas kepala atau disumpangkan di
telinga. Dan fungsi lainnya yaitu bunga sebagai sarana persembahan, maka bunga itu dipakai
untuk mengisi upakara atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa ataupun roh suci leluhur.

Dari Bunga, buah dan daun di Bali dibuat suatu bentuk sarana persembahyangan seperti :
canang, kewangen, bhasma dan bija. Canang, kewangen, bhasma dan bija ini adalah sarana
persembahyangan yang berasal dari unsur bunga, daun, buah dan air. Semua sarana
persembahyangan tersebut memiliki arti dan makna yang dalam dan merupakan perwujudan dari
Tatwa Agama Hindu.

Adapun arti dari masing-masing sarana tersebut antara lain yaitu :

1. Canang

Canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa atau Bhatara Bhatari leluhur. Unsur - unsur pokok daripada canang tersebut adalah:
a. Porosan terdiri dari : pinang, kapur dibungkus dengan sirih.

Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan : pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti.

b. Plawa yaitu daun-daunan yang merupakan lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci,
seperti yang disebutkan dalam lontar Yadnya Prakerti.

c. Bunga lambang keikhlasan

d. Jejahitan, reringgitan dan tetuasan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.

e. Urassari yaitu berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana
dari pada hiasan Swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.

2. Kewangen

Kewangen berasal dari bahasa Jawa Kuno, dari kata “Wangi” artinya harum. Kata wangi
mendapat awalan “ka” dan akhiran “an” sehingga menjadi “kewangian”, lalu disandikan menjadi
Kewangen, yang artinya keharuman. Dari arti kata kewangen ini sudah ada gambaran bagi kita
tentang fungsi kewangen untuk mengharumkan nama Tuhan.

Arti dan makna unsur yang membentuk kewangen tersebut adalah Kewangen lambang
”Omkara”. Kewangen disamping sebagai sarana pokok dalam persembahyangan, juga
dipergunakan dalam berbagai upacara Pancayadnya. Kewangen sebagai salah satu sarana penting
untuk melengkapi banten pedagingan untuk mendasari suatu bangunan.

Demikian pula dalam upacara Pitra Yadnya, ketika dilangsungkan upacara memandikan mayat,
kewangen diletakkan di setiap persendian orang meninggal yang jumlahnya sampai 22 buah
kewangen, dimana fungsi kewangen disini adalah sebagai lambang Pancadatu (lambang unsur-
unsur alam) sendang fungsi Kawangen dalam upacara memandikan mayat sebagai pengurip-urip.

3. Bunga sebagai Lambang, antara lain

a. Bunga lambang restu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa


b. Bunga lambang jiwa dan alam pikiran.

c. Bunga yang baik untuk sarana keagamaan.

Arti dan Fungsi Api Dhupa dan Dipa

Dalam persembahyangan Api itu diwujudkan dengan : Dhupa dan Dipa. Dhupa adalah sejenis
harum-haruman yang dibbakar sehingga berasap dan berbau harum. Dhupa dengan nyala apinya
lambang Dewa Agni yang berfungsi :

1. Sebagai pendeta pemimpin upacara

2. Sebagai perantara yang menghubungkan antara pemuja dengan yang dipuja

3. Sebagai pembasmi segala kotoran dan pengusir roh jahat

4. Sebagai saksi upacara dalam kehidupan.

Kalau kita hubungkan antara sumber-sumber kitab suci tentang penggunaan api sebagai sarana
persembahyangan dan sarana upacara keagamaan lainnya, memang benar, sudah searah
meskipun dalam bentuk yang berbeda. Disinilah letak keluwesan ajaran Hindu yang tidak kaku
itu, pada bentuk penampilannya tetapi yang diutamakan dalam agama Hindu adalah masalah isi
dalam bentuk arah, azas harus tetap konsisten dengan isi kitab suci Weda. Karena itu merubah
bentuk penampilan agama sesuai dengan pertumbuhan zaman tidak boleh dilakukan secara
sembarangan. Ia harus mematuhi ketentuan-ketentuan sastra dresta dan loka drsta atau : desa,
kala, patra dan guna.

Arti dan Fungsi Tirtha

Air merupakan sarana persembahyangan yang penting. Ada dua jenis air yang dipakai dalam
persembahyangan yaitu : Air untuk membersihkan mulut dan tangan, kedua air suci yang disebut
Tirtha. Tirtha inipun ada dua macamnya yaitu: tirtha yang di dapat dengan memohon kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa dan Bhatara-bhatari dan Tirtha dibuat oleh pendeta dengan puja.
Tirtha berfungsi untuk membersihkan diri dari kekotoran maupun kecemaran pikiran. Adapun
pemakaiannya adalah dipercikkan di kepala, diminum dan diusapkan pada muka, simbolis
pembersihan bayu, sabda, dan idep. Selain sarana itu, biasanya dilengkapi juga dengan bija, dan
bhasma yang disebut gandhaksta.

Tirtha bukanlah air biasa, tirtha adalah benda materi yang sakral dan mampu menumbuhkan
persanaan, pikiran yang suci. Untuk asal usul kata Tirtha sesungguhnya berasal dari bahasa
Sansekertha.

Macam - macam Tirtha untuk melakukan persembahyangan ada dua jenis yaitu tirtha
pembersihan dan tirtha wangsuhpada. Arti dan makna tirtha ditinjau dari segi penggunaannya
dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Tirtha berfungsi sebagai lambang penyucian dan pembersihan

b. Tirtha berfungsi sebagai pengurip / penciptaan.

c. Tirtha berfungsi sebagai pemeliharaan

Dalam Rg Weda I, bagian kedua sukta 5, mantra 2 dan 5 dijelaskan Dewa Indra sebagai pemberi
air soma yang merupakan air suci. Mantra adalah Weda, sehingga kitab Catur Weda disebut
kitab Mantra, karena tersusun dalam bentuk syair-syair pujaan. Mantra itu banyak macam dan
ragamnya, ada mantra yang hanya terdiri dari dua, tida atau lima suku kata seperti: Om Ang Ah,
Ang Ung Mang, Sang Bang Tang Ang Ing dan sebagainya. Mantra juga disebut ”Bija Mantra”.
Suku kata yang demikian itu dianggap mengandung sakti, disebut ”Wijaksara”.

Mantra yang digunakan sebagai pengantar upacara disebut : Brahma. Nama ini kemudian
digunakan untuk menyebutkan, Ia yang maha kuasa. Mantra yang ditujukan kepada Tuhan dalam
salah satu manifestasinya disebut ”Stawa” misalnya ”Siwastawa, Barunastawa, Wisnustawa,
Durghastawa, dan sebagainya.

Mantra pada umumnya memakai lagu dan irama, sehingga mantra juga disebut ”Stotra”. Dalam
sekian banyak mantra, contoh dua buah mantra yaitu mantra ”Puja Trisandhya” dan mantra
”Apsudewastawa” dapat diambil kesimpulan bahwa mantra adalah sebagai sarana
persembahyangan yang berwujud bukan benda (non material) yang harus diucapkan dengan
penuh keyakinan. Tanpa keyakinan semua sarana persembahyangan itu akan sia-sia, untuk dapat
menghubungkan diri dengan yang dipuja.

Posted by Sapta at 9:39 PM

Labels: Hari Raya, Mantram, Sarana Upakara, Yadnya

A. Pengertian Upacara dan Kebaktian1. Pengertian UpacaraUpacara adalah suatu rangkaian


tindakan atau perbuatan yang terkait dengan aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama.
Dalam suatu upacara yang terkait dengan aturan adat dan agama, seperti upacara ritual (ritus),
sembahyang, upacara kurban, dan lain-lain. Sedangkan di dalam agama Hindu yang terkait
dengan upacara keagamaan, seperti persembahyangan, persembahan atau korban (Yahna), dan
lainnya.Upacara juga merupakan suatu aspek terakhir dari unsur keimanan dalam sistem agama
Hindu, karena itu ia merupakan kedudukan yang sangat penting pula yang harus diperhatikan
dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap umat Hindu.Dalam kitab Reg Weda, yang
dikemukakan ada 4 macam cara untuk mencapai tujuan atau pemujaan kepada Tuhan di dalam
maksud upacara tersebut yaitu:

a. Dengan melalui cara mengucapkan mantra-mantra, cara ini dikenal pula dengan istilah bhakti-
marga.

b. Dengan melalui cara menyanyikan lagu-lagu pujian atau Hymn misalnya melagukan mantera
dan storta, cara ini dikenal dengan istilah wibhukti-marga.

c. Dengan melalui cara keilmuan, misalnya mengamati dan mengamalkannya, cara ini dikenal
dengan Jnana-Marga.d. Dengan melalui cara melakukan yadnya yaitu yang disebut ajaran
karma-marga.

2. Pengertian kebaktianBiasanya pengertian kebaktian ini lebih cenderung pada agama Kristen,
tetapi disini pengertian kebaktian itu berdasarkan agama Hindu.Kebaktiana berasalh dari kata
bakti yaitu patuh, tunduk, dan hormat. Jadi bisa dikatakan bahwa kebaktianadalah
merupakansesuatu hal yang dilakukan oelh orang-orang yang beragama Hindu untuk beribadah
kepadaroh-roh nenek moyang yang suci. Maksudnya

dalamarti ibadah tersebut adalah merupakan patuh, tunduk, dan hormat kepada roh-roh nenek
moyang yang suci, dari cara pelaksanaannya yang mereka lakukan adalah dengan cara-cara yang
sacral seperti ritual, upacara kurban, sembahyang, doa dan lain-lain, serta mereka menganggap
bahwa ibadah itu merupakan hal yang skral pula

B. Upacara-upacara dan Kebaktian dalam Agama Hindu1. Upacara dalam agama HinduYang
termasuk upacara di dalam agama hindu ini adalah sebagai berikut:a. Ritual (ritus)Dalam
upacara keagamaan, ritual ini merupakan kepercayaan kepada kesakralan sesuatu menuntut ia
diperlakukan secara khusus yang tidak dpat dipahami secara ekonomi dan rasional, seperti cara
perlakuan terhadap sesuatu yang disakralkan, yaitu melakukan tawaf di sekeliling ka’bah, pada
umumnya tidak dapat dipahami keuntungan dan alasan rasional, upacara, persembahan,
sesajen, dan lain-lain.Sebagai kata sifat, ritual adalah segala yang dihubungkan atau
disangkutkan, sedangkan sebagai kata benda adalah segala yang bersifat upacara keagamaan,
seperti upacara gereja katolik.Dalam agama upacara ritual ini biasa dikenal dengan ibadat,
kebaktian, berdoa, atau sembahyang.Sedangkan di dalam agama Hindu, ada dua macam ritual
Hindu yang lazim di kalangan orang Hindu masa kini, yaitu sebagai ritual keagamaan vedis dan
agamis. Ritual-ritual vedis meliputi kurban-kurba kepada para dewa, suatu upacara kurban
berupa melakukan persembahan seperti sesajian makanan-makanan dan dalam kesempatan
tertentu berupa binatang. Biasanya sesajin ini ditempatkn pada baki suci di lemparkan ke dalam
api suci yang di nyalakan di atas altar pengorbanan.Suatu perbedaan antara upacara-upacara
keagaman umum yang besar dengan upacara domestik. Upacara-upacara keagaman umum
dilakukan dengan rumusan samhita dan memerlukan perapian. Sedangkan upacara keagamaan
domestik dilakukan di depan tungku keluarga oleh kepala keluarga yang menggunakan rumusan
dari kumpulan doa-doa khusus.Ritual vedis bertujuan untuk mengangkat, memperkuat
prosedur-prosedur sekular yang berkaitan dan bertujuan untuk menetapkan suatu hubungan
antara dunia ilahi dengan dunia manusia.Ritual agamis memusatkan perhatian pada
penyembahan antara dunia ilahi dengan dunia manusia.Ritual agamis memusatkan perhatian
pada penyembahan pujaan-pujaan pelaksanaan puasa serta pesta-pesta yang termasuk bagian
agama Hindu yang merakyat. Barang pujaan, yang hanya merupakan tanda untuk makhluk
tertinggi melambangkan yang ilahi.Bentuk khas dari praktik keagamaan Hindu adalah cara
penyembahan yang disebut puja. Dalam suatu rangkaian ritual, modelnya wang-wangian.
Makanan dan minuman di persembahkan kepadanya. Patung tersebut diarak keluar dari
halaman kuil.Dalam agama vedis, Agni adalah dewa yang menjadi tempat kesatuan antara dunia
ilahi dan dunia manusiawi. Agni sebagai api melahap pengurbanan dan sebagai imam
mempersembahkannya kepada dewa-dewa yang ada di atas. Ia adalah peneggah antara dewa
dan manusiab.

Upacara kurba
Ritus-ritus inisiasi dipraktekkan untuk menysucikan situasi-situasi kritis dan marginal dalam
hidup indivdu dan kolektif. Persiapan-persiapan sebelum kelairan, upacara-upapcara sekitar
kelahiran, inisiasi memberikan nama waktu pubertas, perawinan, sakit dan upacara-upacara
pemakaman diselenggarakan di seluruh dunia untuk mencegah bahaya-bahaya yang
tersembunyi.Upacara kurban mempunyai tempat utama karena dengan manusia religus
mengadakan pesembahan diri kepada dewa lewat suatu pemberian, dan hubungan serta
komunikasi yang erat antara dia dengan dewa ditetapkan lewat keikutsertaan dan ambil bagian
dalam persembahan yang disucikan, sebagai unsur dari fenomena sebagai dampak dalam
agama-agama di dunia.Upacara kurban dalam Hindu, yang berupa persembahan hadiah dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan-keuntungan dari Tuhan, seperti kemakmuran,
kesehatan, panjang umur, ternak, keturunan, dan lain-lain. Upacara kurban bukan hanya suatu
pesembahan, tetapi juga suatu penyucian, suatu perpindahan dari yang profane kepada yang
kudus, yang mengubah bentuk kurban yang dipersembahkan maupun orang yang
mempersembahkannya. Melalui kurban itulah komunikasi antara yang kudus dan yang profane
di bangun, yang juga merupakan suatu tindakan penghormatan kepada dewa-dewa dengan
peribadahan.Upacara-upacara kurban dibedakan menjadi upacara kurban domestik dan umum
sesuai dengan hadir tidaknya imam-imam dan menurut jumlah api yang digunakan upaara-
upaara kurban domestik dijalankan dengan mnggungakan api, melemparkan butiran-butiran
beras yang direndam dengan minyak mentega dan mengucapkan mantra-mantra. Sedangkan
kepala rumah tangga melakukannya di atas perapiannya sendiri, persembahan yang dilakukan
merupakan hasil-hasil bumi yang mereka tanam.Upacara-upacara kurban umum dilakukan oleh
imam-imam di altar, dijalankan dengan mnggunakan api, melemaparkan butiran-butiran beras
Yang direndam dengan minyak mentega dan mengucapkan mantra-mantra. Tetapi upaara-
upacara ini tidak menggunakan persembahan dari hasil-hasil bumi, tetapi dengan binatang
seperti kurban kuda, upacara ini merupakan pesta kerajaan dan rakyatnya.Dari aspek lain,
upaara kurban adalah suatu penyatuan mistik di dalam mana pengurban melahirkan masa
depannya sendiri di altar, dan melalui uptttacara kurbanlah manusia menebus keberadaanya
dari para dewa.

C. SembahyangPada tiap hari raya piodalan, tempat-tempat suci dan pada hari-hari tertentu,
orang-orang mengadakn upacara persembahyangan yang disertai pula dengan upacara banten.
Persembahyangan ini ada yang dilakukan sendiri-sendiri dan ada pula secara besama-
sama.Rangkaian persembahyangan baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama yang merupakan hasil keputusan mahasabha perisada hidup Dharma Indonesia ke VI di
Jakarta tahun 1991, sebagai berikut:1. Persiapan sembahyangYang meliputi persiapan secara
lahir dan batin. Secara lahir persiapan itu dapat meliputi kebersihan badan, sikap duduk yang
baik, pengaturan nafas, sikap tangan dan lain-lain. Yang merupakan sarana penunjang persiapan
ini yaitu pakaian yang bersih yang tidak mengganggu ketenangan pikiran, adanya bunga dan
dupa sedangkan persiapan atin adalah ketenangan dan kesucian pikiran.

2. Puja TrisadhyaSetelah sikap badan itu baik, maka dilanjutkan dengan melaksanakan puja
Trisdhya, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Asana, merupakan sikap duduk bersila (bagi pria) dan bersimpuh (bagi wanita) serta
memusatkan pikiran kehadapan HyangWidhi, dengan mantra-mantra.
b. Pranayama, mengatur jalannya nafas, gunanya untuk menenangkan dan mengheningkan
pikiran agar dapat menyatu dengan Hyang Widhi yang di sertai mantra-mantra
c. Karasoddhana (pembersihan tangan)
d. Mantra Trisandhya

3. Urutan-urutan sembahUrutan-urutan sembah, baik pada waktu sembahyang sendiri maupun


bersama-sama yang dipimpin oleh seorang pemangku. Namun terlebih dahulu yang perlu
diperhatikan adalah sikap tangan yang baik pada waktu sembahyang ialah kedua telapak tangan
dikatupkan dan diletakkan di depan ubun-ubun adapun urutan-urutan sembah tersebut sebagai
berikut:
a. Sembahyang puyung
b. Sembah kehadapan Hyang Widhi dalam manifestasnya sebagai sanghyang Aditya
c. Sembah kehadapan HyangWidhi sebagai Ista Dewata pada hari dan tempat persembayangan.
Ista Dewata artinya Dewata (pewujudan Tuhan) yang dipuja pada kwatu persembahyangan saat
itu.d. Sembah kepada Hyang Widhi seagai pemberi Anugrerahe. Sembah Puyung, Sebagai
Penghormatan pada dewa yang tak terpikirkan yang Maha Tinggi dan Ghaib.

Setelah persembahyangan selesai, maka dilanjutkan dengan mohon tirtha dan bija,. Tirtha
adalah air suci, yaitu air yang telah disucikan dengan suatu cara tertentu dan disebut dengan
Tirtha Wangsuh pada Hyang Widhi. Tirtha ini dipercikkan di kepala, diminum dan dipakai
mencuci muka yang bertujuan agar pikiran dan hati kita menjadi bersih dan suci, yaitu bebas
dari kotoran, noda dan dosa, kecemaran dan sejenisnya.Sedangkan wija adalah biji kertas yang
di cuci dengan air cendana. Wiji ini sebagai lambang kumara yaitu putra atau bija Bharata
(Dewa) Siwa. Kumara adalah benih ke-siwa-an yang bersemayam di dalam diri setiap orang.

4. DoaDalam agama Hindu, doa yang disebut juga mantra, Stawa atau Brahma merupakan
bagian yang penting dalam menumbuhkan dan memantapkan keyakinan kita terhadap adanya
Hyang Widhi. Doa-doa ini selalu disampikan pada setiap kegiatan atau kejadian untk mencapai
tujuan tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.Doa merupakan salah satu unsur
keyakinan yang mempunyai kedudukan yang penting dan memiliki kegunaan serta manfat yang
besar dalam pembinaan etika, moral, dan spiritual, oleh karena itu doa harus diyakini dan
diucapkan atau disampaikan dengan kesucian serta ketulusan hati kepada HyangWidhi, sebagai
puja dan puji guna tercapainya satu tujuan yang diharapkan di dalam hidup iniFungsi dan tujuan
doa dalam kehidupan ini, yaitu sebagai berikut:

a. Sebagai pernyataan rasa syukur atas anugerah Hyang Widhi yang telah menciptakan dunia
dengan segala isinya, termasuk segala sesuatu yang diperlukan bagi kehidupan manusia dan
semua makhluk.
b. Sebagai Sadhana untuk mohon perlindungan dan keselamatan serta agar selalu di jauhkan
dari segala caobaan, rintangan, godaan hidup yang ingin mengganggu kehidupan kita.
c. Dengan doa, kita memohon anugerah kehadapan Hyang Widhi berupa kesucian lahir dan
batin, kesempurnaan moral dan spiritual serta kebahagiaan hidup di dunian dan di akhirat.Cara
dan sikap berdoa, ada beberapa cara dan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu:

a. Doa yang dilakukan dengan pengucapan kata-kata suci atau mantram


b. Doa yang dilakukan dengan bahasa simbul dalam bentuk upacara
c. Doa yang dilakukan dengan menggunakan upacara dan mantram sekaligusDoa-doa ini
dlakukan dengan mengucapkan mantram sesuai dengan tujuan masing-masing, tanpa
menggunakan sarana atau bahasa simbul
Latar belakang dan pengertian.
Melaksanakan upacara yadnya termasuk di dalamnya upacara Pitra Yadnya adalah merupakan
kewajiban bagi setiap umat Hindu.
Upacara Pitra Yadnya terdiri dari:

Upacara Sawa Wedana bermakna mengembalikan unsur- unsur Panca Maha Bhuta (Sthula
sarira) dan menyucikanatma orang yang telah meninggal) dunia.
Upacara Atma Wedana
bermakna menyucikan suksma sarira dan atma sebagai kelanjutan dari upacara Sawa Wedana.
Upacara Ngalinggihang Dewa Pitara (Dewa Hyang)
dapat dilaksanakan berupa menstanakan kembali atma (roh suci) yang diyakini telah mencapai
"Atmasiddha dewata".di Sanggah Kamulan (Pemerajan) atau Pura Kawitan (Pura Leluhur).

Tujuan dan fungsi upacara.


Upacara Ngalinggihang Dewa Pitara (Menstanakan Dewa Hyang/ Atma leluhur diyakini telah
suci) bertujuan untuk menjalin bhakti keturunan atau santana dengan para leluhur di samping
juga melalui para leluhur umat manusia dapat lebih mendekatkan dirinya kepada Sang Hyang
Widhi.Adapun fungsi upacara pemujaan kepada para leluhur ini adalah sebagai sarana supaya
para leluhur dapat memberikan perlindungan dan pengayoman kepada keturunannya, di
samping untuk dapat menghubungkan umat manusia kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

Tata Pelaksanaan.
Rangkaian upacara
Setelah melaksanakan upacara Atma Wedana, dilanjutkan pula dengan upacara Nyegara
Gunung/ Nyegara Giri atau Majar- ajar ke laut dan ke gunung.
Upacara selanjutnya adalah menstanakan atau Ngalinggihang Dewa Pitara atau Dewa Hyang
dengan rangkaian sebagai berikut
Nuntun dari pura Dalem (Kahyangan Tiga, Segara atau Pura Dalem Puri Besakih.
Dilanjutkan dengan upacara menstanakan Ngalinggihang di Sanggah Kamulan (Pamerajan) atau
Pura Kawitan (leluhur).
Penjelasan :
Bagi yang nuntun di pura Dalem (Kahyangan Tiga)Pertama melaksanakan upacara
mempersembahkan sesajen (ayaban) ke hadapan Ida Bhatara di pura Dalem (Siwa). Selanjutnya
pimpinan upacara (Pinandita atau. Pandita) memohon supaya leluhur keluarga yang
bersangkutan (yang memohon) diperkenankan disthanakan pada Sanggah Kamulan
(Pamerajan), Pura Kawitan atau pura leluhur.Sarana yang dipergunakan adalah "Daksina
palinggih" yang kemudian dilanjutkan dengan upacara Pradaksina mengelilingi palinggih Pura
Dalem tiga kali. Sebelum upacara ini dilaksanakan terlebih dahulu dipersembahkan Segehan
Agung dengan "penyambleh ayam Hitam". Dewa Pitara (Dewa Hyang kemudian diiring menuju
Sanggah Kamulan (Pemerajan), Pura Kawitan atau Pura Leluhur untuk disthanakan.
Bagi yang memilih nuntun dari segara rangkaian upacaranya hampir sama dengan menuntun di
pura Dalem (Kahyangan Tiga) dengan tambahan mapekelem (persembahan sesajen yang
dilabuh ke laut) berupa sajen suci hitam, itik hitam dan salaran.
Bagi yang memilih menuntun di Pura Dalem Puri upacaranya lebih besar dan upacara (l) dan (2)
di atas. dengan pertama melaksanakan upacara di Pura Segara Gua Lawah dan dilanjutkan.
dengan upacara ke Pura Dalem Puri. Sebelum menuju PuraDalem Puri terlebih dahulu
mempersembahkan sesajen "Piuning" ke Pura Manik Mas, Bangun Sakti, Ulun Kulkul, Pura Gua
dan Pura Banua.Perjalanan selanjutnya dan Pura Manik Mas menuju pura Dalem Puri terlebih
dahulu menyeberangi Titi Gonggang dan Batu Macepak yang terletak pada jurang sebelah barat
Pura Manik Mas.Pada kedua tempat ini (Titi Gonggang dan Batu Macepak) mempersembahkan
sesajen Pejati atau Penebusan. Setelah selesai memohon Dewa Pitara di Dalem Puri dilanjutkan
dengan mempersembahkan Pejati di Pura Basukihan, Padharman (bila yang bersangkutan
memiliki Padharman) dan diakhiri dengan mempersembahkan Pejati di Pura Penataran Agung.
Upakara (Sesajen).Adapun upakara atau sesajen dan sarana yang merupakan inti adalah :
Banten saji Dewa Putih Kuning, Jerimpen Agung, Sesayut, Pangulapan, Pengambyan, Benang Tri
Datu (tiga .warna : merah, putih, hitam) satu tukel (satu gulung),uang kepeng 225 biji yang
diikatkan pada benangtridatu. Sebuah tutup (tombak) yang diikat dengan benang tridatu dialasi l
buah kelapa yang dikupas serabutnya, diisi beras, pada ujung tombak dilengkapi dengan "Sat-
sat" dari janur di samping sebuah daksina palinggih dan kain sebagai
Tigasana.Penjelasan:Jumlah dan sarana upakara (sesajen) disesuaikan dengan kemampuan
(desa, kala, patra) serta petunjuk Pinandita atau Pandita.
Puja Mantra :Puja Mantra disesuaikan dengan manifestasi Sang Hyang Widhi yang dipuja :
Durgastawa.
Sagarastawa.
Pertiwistawa.
Gurustawa.
Saraswatistawa.
Prajapatistawa.
Dan lain- lain sesuai dengan lokasi pura dan sarana upakaranya.
Penjelasan :Bila yang memimpin upacara seorang Pinandita (Pamangku) hendaknya
mempergunakan "seha" sesuai dengan kewenangannya.
Sumber ajaran.Pemujaan Dewa Pitara atau Pitara yang telah suci adalah merupakan salah satu
pokok ajaran agama Hindu yang mengajarkan penyembahan kepada leluhur yang telah suci atau
Dewa Pitara di samping menyembah Ida Sang Hyang Widhi dan Dewa- Dewa sebagai manifestasi
Nya. Pemujaan leluhur yang telah suci itu diajarkan dalam kitab suci agama Hindu dan sastra-
sastranya yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan umat di mana agama Hindu
itu berkembang. Sumber- sumber ajaran tersebut antara lain sebagai berikut:
Weda.
Itihasa dan Purana.
Negara Kertagama.
Wrhaspatitattwa.
Siwagama
Siwatattwapurana.
Purwabhumikamulan.
Puja Mamukur.
Yama Purwanatattwa.
Pitutur Leburgangsa. Sanghyang Leburgangsa.

Alat- alat Upacara


Penjor
Pengawin-awinPengawin untuk upacara keagamaan tangkainya menurut ukuran asta kosala,
bila dipergunakan harus diberi sasap, serta diprayascita. Pengawin jenis senjata Nawasanga,
payung pagut, lelontek, umbul- umbul dengan lukisan naga, kober dengan lukisan Hanoman,
garuda dan Gana dan lukisan- lukisan yang mengandung simbul keagamaan serta segala jenis
umbul- umbul yang memakai uncal hanya boleh dipergunakan untuk keperluan upacara
keagamaan.
Canang Sari:Canang Sari yang lengkap hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan upacara
keagamaan (yang dengan porosan, tebu dan lain- lainnya).
Urassari:Urassari yakni hiasan bunga- bunga saja yang terdapat pada bagian atas dari canang
sari dapat dipergunakan untuk keperluan lain, dengan sebutan puspawarsa. Puspa sama dengan
bunga dan warsa sama dengan hujan, Puspa warsa berarti hujan bunga.
Gebogan/ Pajegan:Bila dipergunakan untuk lain- lain maksud di luar upacara keagamaan
hendaknya tidak memakai sampian lebih- lebih porosan.
Lamak dan sebagainya:Lamak untuk upacara keagamaan, adalah lamak yang memakai simbul-
simbul keagamaan yang lengkap misalnya, simbul gunungan, kekayonan, cili- cilian, bulan,
bintang, matahari dan sebagainya, dan pemasangannya dilengkapi dengan gantungan-
gantungan dan pelawa.Untuk keperluan lain tidak dipergunakan simbul- simbul yang lengkap,
serta pemasangannya tidak disertai gantungan- gantungan dan pelawa.
Istilah:Untuk menghindari kesalahan pengertian, segala bentuk elemen hiasan yang menyerupai
alat perlengkapan keagamaan yang sebenarnya, diberi nama dengan istilah- istilah lain,
misalnya:
Yang menyerupai penjor disebut pepenjoran.
Yang menyerupai lamak disebut lelamakan.
Yang menyerupai gebogan disebut gegebogan, demikian dan seterusnya.

Contoh Upacara

Piodalan
Upakara/ upacara piodalan berwujud upakara/ upacara untuk ngerekayang Ida Sang Hyang
Widhi Waça dengan segala manifestasinya dengan itu umat mewujudkan rasa baktinya.
Kerangka upakara/ upacara piodalan melambangkan:
Utama Angga (hulu).
Madhyama Angga (angga/ sarira).
Nistama Angga (suku/ delamakan).
Pelaksanaan upakara/ upacara piodalan nista, madya, utama, untuk pemerajan dan kahyangan
tiga.
Tata urutan upacara piodalan:
Nuwur/ nurunang (Utpati).
Ngadegang/ nyejer (Sthiti).
Ngeluwurang/ nyimpen (Pralina).
Susunan/ tingkat upakara/ upacara sesuai dengan prasaran (tanpa perubahan)

Setiap yadnya (upacara agama) hendaknya dilaksanakan dengan dasar hati yang suci, tulus
ikhlas dradha matwang, tiaga dana, berlandaskan Tri Kaya Parisudha.

Setiap upakara/ upacara keagamaan adalah sakral, tidak layak jika dipergunakan untuk
kepentingan lain.

Pengertian Panca Wali Krama.Panca Wali Krama adalah upacara buta yadnya dengan tujuan
untuk pemahayu jagat.
Jenis Panca Wali KramaPanca Wali Krama sesuai dengan saat dan tempat dilakukan ada 2 (dua)
jenis, yaitu :
Panca Wali Krama padgati kala (sewaktu- waktu), yaitu upacara Bhuta Yadnya sewaktu- waktu
demi penyucian akibat durmengala agung Kahyangan/ Jagat.
Panca Wali Krama berjangka, yakni upacara bhuta Yadnya setiap sepuluh tahun di Besakih,
diselenggarakan untuk pergantian tenggek.
Penyelenggara Karya Panca Wali Krama di Besakih. Oleh karena Panca Wali Krama di Besakih
adalah Karya jagat, maka Karya diselenggarakan oleh Sang Aji Bali (lontar Raja Purana
Besakih).Pelaksanaannya diselenggarakan oleh Umat Hindu dengan bantuan Pemerintah Daerah

UPACARA UPASAKSI

Maha Esa yang bertujuan untuk menyatakan kebenaran perbuatan seseorang baik yang telah
lalu maupun yang akan datang.
Bentuk- bentuk Upacara Upasaksi.
Upasaksi sumpah jabatan, adalah upasaksi dalam hubungan sumpah jabatan yang akan
dipangku oleh anggota ABRI maupun Sipil.
Upasaksi/ Sumpah di Pengadilan adalah sumpah yang berhubungan dengan perkara di
pengadilan.
Upasaksi/ Sumpah dalam bentuk cer (berhubungan. dengan penguatan pengakuan), adalah
sumpah yang mempergunakan sarana mantram Aricandani.
Pelaksanaan Upasaksi.
Upasaksi sumpah jabatan:
Pengambilan sumpah adalah pejabat yang ditunjuk.
Yang akan disumpah berpakaian sopan sesuai dengan pakaian dinas.
Sikap yang akan disumpah berdiri tegak :
Sikap tangan "DEWA PRESTISTHA" untuk Sipil.
Anggota ABRI dalam sikap sempurna.
Saksi pendamping adalah Rohaniawan atau pejabat yang ditunjuk dengan sikap tangan "DEWA
PRESTISTHA" sebaiknya berdiri di sebelah kanan dari yang disumpah.
Sarana untuk Sipil sebaiknya memegang dupa yang menyala dengan sikap tangan "'DEWA
PRESTISTHA sedapat mungkin dilengkapi dengan sarana upacara lainnya seperti air suci canang
sari, dan daksina.Sarana untuk anggota ABRI sebaiknya sama dengan sipil kecuali upacara
penyumpahan di lapangan.
Sarana mantram yang dipergunakan oleh yang mengambil sumpah adalah : Om atah Parama
Wisesa, saya bersumpah sesuai dengan sumpah yang telah ditentukan.
Upasaksi/ Sumpah di Pengadilan.
Pengambilan sumpah adalah pejabat yang ditunjuk.
Yang akan disumpah berpakaian sopan
Sikap yang akan disumpah berdiri tegak:
Sikap tangan "DEWA PRESTISTHA" untuk sipil dengan memegang dupa yang menyala.
Anggota ABRI dengan sikap sempurna.
Saksi pendamping untuk Mahkamah Militer berdiri tegak dalam sikap tangan "DEWA
PRESTISTHA".
Upasaksi/ Sumpah dalam bentuk cer (berhubungan dengan penguatan pengakuan):
Pengambil sumpah rohaniawan yang ditunjuk.
Tempat pelaksanaan yaitu di tempat suci.
Yang disumpah berpakaian putih atau pakaian adat setempat.
Sarana upacara sesuai dengan kondisi setempat.

Batas- batas dan Wewenang Muput/ Upacara/ Upakara yadnya

Kewenangan Para Sulinggih dari Pinandita di dalam struktur kemasyarakatan Hindu adalah
merupakan sarana agama yang amat penting untuk terlaksananya upacara/ upakara
yadnyasebagai berikut:
Sulinggih:Berdasarkan Keputusan Maha Sabha Parisada Hindu Dharma Ke II Tanggal- 2 s/ d 5
Desember 1968, yang dimaksud dengan Sulinggih, ialah mereka yang telah· melaksanakan
upacara/ upakara Diksa ditapak oleh Nabenya dengan Bhiseka, Pedanda, Bhujangga, Resi
Bhagawan, Empu dan DukuhKewenangan Sulinggih:Para Sulinggih berwenang menyelesaikan
segala upacara/ upakara Panca Yadnya umat Hindu (Loka Phala Sraya)
Pinandita:Yang dimaksud dengan Pinandita, ialah mereka yang telah melaksanakan upacara/
Upakara yadnya Pawintenan sampai dengan "Adiksa Widhi" dengan tidak "ditapak" dan "amari
aran", yaitu : Pamangku, Mangku Dalang, Wasi, Pengemban, Mangku Balian/ Dukun dan
DharmaAcarya.Kewenangan Pinandita.
Menyelesaikan upacara puja wali/ piodalan sampai tingkat piodalan pada pura yang
bersangkutan
Apabila Pinandita menyelesaikan upacara di luar Pura yang diemongnya atau upacara/ Upakara
yadnya itu diselenggarakan di luar Pura atau jenis upacara/ upakara yadnya tersebut bersifat
rutin seperti puja wali/ odalan, manusa yadnya, bhuta yadnya, yang seharusnya dipuput dengan
tirtha Sulinggih, maka Pinandita boleh menyelesaikan dengan nganteb serta menggunakan
tirtha Sulinggih selengkapnya.
Pinandita berwenang untuk menyelesaikan upacara rutin di dalam pura dengan nganteb/
mesehe serta memohon tirtha ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi dan Bhatara Bhatari yang
melinggih atau yang disthanakan di Pura tersebut termasuk upacara yadnya membayar kaul dan
lain- lain.
Dalam penyelesaian upacara Bhuta Yadnya/ Caru Pinandita diberi wewenang muput upacara
Bhuta Yadnya tersebut maksimum sampai dengan tingkat "Panca Sata" dengan mempergunakan
tirtha Sulinggih.
Dalam hubungan muput upacara Manusa Yadnya, Pinandita .diberi wewenang dari upacara bayi
lahir, sampai dengan otonan biasa dengan menggunakan tirtha Sulinggih.
Dalam hubungan dengan muput upacara pitra yadnya Pinandita diberi wewenang sampai pada
mendem sawa sesuai dengan Catur Dresta.
Catatan:
Agar para Sulinggih dan Pinandita di dalam memimpin pelaksanaan upacara yadnya
menyesuaikan dengan ucap sastra (Pustaka lontar) yang mengaturnya.
Agar para Sulinggih berkenan membimbing untuk meningkatkan kesucian dan kemampuan para
Pinandita.
Agar diadakan Pahoman (Pasraman) para Sulinggih dan para Pinandita di dalam menyesuaikan
memantapkan dan meningkatkan ajaran agama dihubungkan dengan perkembangan kemajuan
zaman.
Agar Para Sulinggih di samping untuk memimpin penyelesaian upakara yadnya, juga patut
memberikan Upadeça untuk memantapkan pengertian dan pengamalan ajaran agama Hindu

KesimpulanUpacara adalah suatu rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait dengan
aturan-aturan adat atau agama. Dan juga merupakan aspek terakhir dari unsur keimanan dalam
agama Hindu.Cara untuk mencapai tujuan atau pemujaan terhadap Tuhan dalam agama hindu
di dalam kitab Reg Weda, ada 4 macam, yaitu:1. Melalui cara mengucapkan mantra-mantra2.
Melalui cara mengyanyikan lagu-lagi3. Melaluui cara keilmuan4. Melalui cara Yadnya5. Upacara-
upacaranya yaitu:1. Ritual (ritus)2. Upacara kurban3. Sembahyang4. DoaSedangkan kebaktian
adalah tunduk, patuh dan hormat kepada roh-roh nenek moyang yang suci, dan mereka anggap
seperti ibadah dan cara pelaksaannya itu merupakan cara-cara yang mereka anggap sakral,
seperti ritual, upacara kurban, sembahyang, doa dan lain-lain. Di dalam kepercayaan agama
Hindu.

Anda mungkin juga menyukai