AGAMA HINDU
Macam-macam Tirtha
kekuatan yoganya sang pendeta, oleh karena itu maka, sang pendeta acap
kali diberi julukan di masyarakat Hindu adalah sebagai Bethara Siwa
Sekala. Dari kata Bethara Siwa Sekala sudah jelas mengandung pengertian
bahwa sekala dengan niskala adalah sama (identik) inilah disebut
keseimbangan nyata dengan tidak nyata (Wahya Dyatmika).(Sudarsana,
2008:68)
Pembuatan tirtha oleh Sulinggih/Sang Diksita/Sang Dwijati, khusus untuk
tirtha pembersihan, sebagai dasar untuk menggunakan berbagai jenis tirtha
yang lainnya. Adapun cara pembuatannya secara garis besarnya adalah
sebagai berikut : Pertama-tama semua bahan atau alat pembuatan tirtha
dipersiapkan terlebih dahulu dalam keadaan bersih dan sehat (hygienis).
Bahan dan alat-alat tersebut misalnya : air yang diambil dari tempat yang
betul-betul bersih, dhupa dan dipa, asaban cendana, wija (bija) daun alangalang dan lainya.Mula-mula oleh Ida Sulinggih (pendeta) air diasapi dan
dituangkan pada Siwambha disertai dengan puja mantra Nama Gangga
kemudian dilanjutkan dengan puja kuta mantra, setelah itu diisi dengan
wangi-wangian. Proses berikutnya dengan menulisi air dalam Siwambha
memakai bunga dengan tulisan. : Am, Um, Mam, disertai dengan puja Tri
Purusa Mantra, dilanjutkan dengan menulis huruf Im. Ditulis melintang dari
utara ke selatan, air dalam Siwambha diputar tiga kali, mengarah putaran
jarum jam disertai dengan puja Amrta Saptawaja. Perputaran air tiga kali
ini untuk menyatukan unsur-unsur : Am, Um, Mam ke tengah menjadi Om
dan aliran air itu ke kanan menunjukan lambang amrta (air kehidupan).
2. Tirtha yang didapatkan melalui jalan memohon (Wasuwapada)
Tata cara untuk mendapatkan tirta ini adalah dengan cara, menaruh air
bersih ditempat pemujaan (bangunan suci) disertai sesajen dengan ukuran
manista, madia, utama dan diiringi permohonan kehadapan Ida Sang Hyang
Widhi atau manifestasinya berupa pujaan pujaan atau doa doa.
Pengertian Wasuwapada berasal dari kata Wasua dan Pada, dimana
kata Wasua berarti Wangsuan (Bahasa Bali) atau bilasan, sedangkan kata
Pada artinya kaki, dengan demikian kata Wasuapada artinya bekas bilasan
kaki Ida Sang Hyang Widhi. Jadi tirta Wasuapada yang dimagsud adalah tirta
anugrah dari Idha Sang Widhi Wasa atau manifestasi-Nya yang dominan
berasal dari kekuatan Transenden (Widhi Buana Agung).
Jenis tirta dengan jalan memohon (Nuur), oleh Pemangku/Pinandita/Dalang,
Sang Yajamana (Penyelenggaraan Upacara). Jenis tirtha ini disebut tirtha
Wangsuhpada, kekuluh atau banyuh cokor. Kalau tirtha itu dimohon di suatu
pura atau tempat suci lainnya, dimana telah ada pemangkunya. Permohonan
tirtha Wangsuhpada Kekuluh atau Banyuh Cokor dilaksanakan oleh
Pemangku yang bersangkutan. Pada waktu piodalan di pura. Pemangku
dalam tugasnya juga memohon tirtha pengelukatan, banten yang dipujanya
biasanya diambil dari puja dalam lontar Kesuma Dewa. Disamping itu tirtha
1. Tirtha Pembersihan
2. Tirtha Pengelukatan
3. Tirtha Wangsuhpada/Banyun Cokor, Kekuluh
4. Tirtha Pemenah
5. Tirtha Penembak
6. Tirtha Pengentas
Dari jenis tirta tersebut, ada hanya dapat digunakan pada Upacara Pitra
Yadnya saja yaitu : Tirta Pemanah, Tirtha Penembak, Tirtha Pengentas.
Sedangkan Tirtha Pembersihan dan Tirtha Pengelukatan dan Tirtha
Wangsuhpada hampir semua upacara yadnya mempergunakannya.
a.
Tirta Pembersihan
Fungsi
tirta
pembersihan
membersih-sucikan
upakara
sesuai
dengan
(bebanten)
yang
namanya
dipakai
adalah
sebagai
untuk
sarana
persembahyangan dan juga diri sendiri agar terbebas dari kekotoran. Karena
itu
penggunaan
tirta
pembersihan
ini
dilakukan
sebelum
inti
Tirta Pengelukatan
Tirta yang digunakan untuk pensucian terhadap bangunan, alat upacara
atau diri seseorang. Air ini diperoleh dengan jalan puja mantra para pandita
melalui pasupati. Tirta pengelukatan biasanya dicipratkan tiga kali yang
mengandung arti sebagai simbol pensucian yang kedua atau menengah.
Tirta ini juga biasanya digunakan untuk mensucikan canang sari serta banten
lainnya.
c.
d.
Tirta pamanah
Tirta pemanah adalah satu jenis air suci yang diperoleh dari sumber air
suci pada waktu upacara ngening. Orang-orang mencari air suci dengan
membawa panah yang dibuat dan diberikan mantra oleh pendeta. Air suci
itu akan dipakai saat jenazah dimandikan.
e.
Tirta panembak
Tirta penembak yaitu tirta yang digunakan saat memandikan mayat. Tirta
Tirta pangentas
Kata pangentas berasal dari kata tas yang berarti putus. Dalam upacara
pengabenan
ada
istilah
tiuk
pangentas
yang
artinya
pisau
untuk
Fungsi Tirta
Tirta menurut kepercayaan agama Hindu adalah memiliki beberapa fungsi
antara lain adalah.
1. Fungsi sebagai pengesengan
Tirta yang berfungsisebagai pengesengan pada umumnya dilaksanakan pada
waktu upacara pitra yadnya, contohnya Tirta Pengentas. Kat pengentas
berasl dari suku kata pe, ngen dan tas. Pe berasal dari pengertian Pegat
(Bahasa Bali) atau putus, sedangkan ngen berasal dari kata ngen ngen
yang artinya ingatan dan tas mengandung pengertian musnah atau hangus (
habis tanpa bekas ). Dengan demikian tirta pengentas tersebut mengandung
pengertian dan makna untuk memutuskan ingatan ingatan ( tresna ) antara
keluarga yang ditinggalkan dengan yang meninggalkan ( yang diupacarai ).
Kalau secara mendalam bahwa tirta Pengentas tersebut mengandung
konsep tujuan Moksrtham Aatmanam
supra natural, hal ini akan didapatkan melalui kekuatan yoga atau kekuatan
Hyang Widhi yang adapada Tirta tadi.
2. Antakarana Sarira (Jiwa)
Lapis badan yang lebih dalam dan tidak dilihatnsecara nyata , yang
merupakan badan penyebab dari segala getaran pada diri manusia,
termasuk penggerak pikiran manusia. Badan ini memiliki sifat purusa hanya
kesucianny dapat dipengaruhi oleh kekuatan Panca Maha Bhuta ( Pakerti )
sehingga badan ini ikut menjadi kotor atau sifat purusanya semakin
berkuurang. Maka dengan demikian badan ini perlu dibersihkan dan
disucikan keembali melalui perbuatan yang baik ( kebijakan) termasuk
metirta, agar sifat purusanya dapat dicapi kembali. Tidak ubahnya seperti
magnint yang penuh tertutup lumpur, daya magnitnya tidak akan keluar.
Badan ini berada dalam tingkat bhuana loka.
3. Suksma Sarira (Atman)
Suksma Sarira merupakan sumber kehidupan dari Antkarana Sarira (jiwa)
dan Stula Sarira (badan kasar) , karena bersifat Atman yang merupakan
percikan kecil dari Sang Hyang Widhi. Badan ini lebih halus dar pada jiwa dan
memiliki sifat ketuhanan yang murni, badan ini tidak bisa dilekati oleh
kekotoran, tidak bisa dipengaruhi oleh pengaruh prakerti, badan ini suci,
hanya terbungkus didalam badan prakerti. Untuk mempertahankan
keserasian serta keseimbangannya dengan Antakarana Sarira (jiwa) dan
Stula Sarira (badan kasar) maka perlu dipelihara dengan tindakan kebijakan,
santapan rohani termasuk juga metirta. Apabila tindakan ketiga badan
tersebut telah menemukan keseimbangan maka, telah tercapainya pula yg
disebut Moksrtham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma. Kalau tingkatan ini dapat
dipertahankan oleh seseorang berarti, mereka mampu mendekati diri
kehadapan sifat sifat Sang Hyang Widhi ( purusa ) dan niscaya mereka
mampu mencapai Moksrtham Atmanam ( moksa).
Dalam Bisma Parwa disebutkan :
Kadi rupa Sang Hyang Aditya an prakasan Iking sarwa loka.
Mangkana ta Sang Hyang Atma an prakasakan iking sarira marginin wenang
maprewrtti.
Arti bebas :
Sebagai rupanya Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikianlah Atman
menerangi badan, dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.
Melihat isi sloka diatas bahwa, dalam setiap makhluk hidup, atman
itulahyang menjadi sumber hidupnya, sedangkan jiwa dan badan kasarnya
adalah, sebuah alat agar kelihatan ada kehidupan di dunia untuk bisa
bermakna. (Sura,1981:74-75)
Dengan uraian diatas dapat disimak maknanya sehubungan dengan tata
cara metirta, agar cepat bisa dimengerti bahwa magsud dan tujuan
memercikkan tirta adalah sebanyak tiga kali, minum sebanyak tiga kali dan
meraup tiga kali juga.
Sikap Metirta
Sikap metirta harus betul betul dihayati dan dilaksanakan dengan benar,
mengingat isi dari uraian diatas bahwa tirta tersebut memiliki makna dan
tujuab pengelukatan dan pebersihan.
Caranya :
1. Tirta dipercikan ke ubun ubun sebanyak
mengucapkan mantra dalam hati (japa).
tiga
kali
sambil
Mantranya :
Ong Hrang Hring Sah Parama Siwa Merta Yenamah Suaha
( memohon peleburan dosa agar dikaruniai kebahagiaan lahir dan bathin ).
Pada waktu meraup digunakan tangan tangan yang diusapkan dimulai dari
dahi turun sampai ke dagu ( artinya mohon pengelukatan), kemudian dari
dagu naik keatas sampai ke ubun ubun (artinya memohon pebersihan),
demikian berulang kali sebanyak tiga kali. Dan terakhir ke dadasambil
mengucapkan mantra dalam hati (japa)
(Informan. Ida Pedanda Gede Pemaron)
Mantranya :
Raup pertama :
Ong Ksemung Siwa Merta Yenamah
Raup kedua :
Ong Ksemung Sadha Siwa Yenamah
Raup ketiga :
Ong Ksemung Parama Siwa Mertha Yenamah
Diusapkan di dada :
Ong Sarira Parisudhamam suaha
Demikian tata cara metirta yang baik di pemerajan atau di Pura sesuai
dengan etika menurut sumber sumber sastra yang ada. mudah mudahan
atas Asung Kertha Nugraha Hyang Widhi, para umat Hindu dapat
meningkatkan pengetahuan agamanya setelah mendapat membaca buku
ini, sehingga pelaksanaan persembahyangan jauh lebih mantap dan jauh
lebih meyakini kebesaran Sang Hyang Widhi.
Dalam naskah Silakrama disebutkan upaya penyucian stula sarira,
antakarena sarira dan suksma sarira, semasih hidup sebagai berikut :
Adbhir Gatrani Sudyanthi
Manah Satyena Sudyanthi
Widyattapobhyam Bhrtatma Budhir
Jnanena Sudyati
Tubuh dibersihkan dengan air (Tirta)
pendekatan
kepadanya
adalah
melalui
pelayanan
bhakti.
Meskipun ada cara lain seperti menjadi brahmana, sarjana, orang kaya dan
filsuf besar, tanpa adanya prinsip bhakti kepadanya semuanya itu hanya
akan sia-sia belaka, karena bhakti bersifat kekal, semua kepercayaan apapun
pasti melakukan bhakti untuk memuja Tuhan mereka.
Dalam
sloka
ini
juga
sangat
dijelaskan
Tuhan
menginginkan
persembahan dalam bentuk vegetarian, jadi apa yang tidak diinginkan tidak
disebutkan dalam sloka ini seperti persembahan daging, ikan dan telur.
Tuhan hanya ingin pelayanan bhakti berupa persembahan seperti sehelai
daun,
setangkai
bunga,
setetes
air,
buah
atau
biji-bijian
yang
dosa
umatnya
dengan
hanya
memakan
sisa-sisa
hasil
sekedar pemanfaatan benda cair itu secara fisikal. Lebih jauh dari itu adalah
nuansa sakral dari air suci itu dalam menumbuhkan jiwa spiritual umat agar
dirinya terbebas dari segala kekotoran baik yang disebabkan oleh unsur
material (badan kotor) maupun unsur immaterial (rohani kotor). Itu
sebabnya, meski nampak sepele percikan air suci yang disebut tirtha itu
merupakan lambang kehidupan yang di dalam lontar Paniti Agama Tirtha
disebut tirtha ngaran amrta: tirtha adalah hidup. Artinya, tirtha itulah
penyebab umat dan agama Hindu itu tetap eksis. Tanpa tirtha umat dan
agama Hindu akan kering lalu mati. Sebaliknya dengan tirtha, dahaga lahir
dan batin akan terpuaskan dalam kehidupannya.
Sumber
https://kadekyunii.wordpress.com/2015/01/14/tirtha/
https://www.facebook.com/notes/hindu-bali/arti-dan-saranaupakara/469297929759525
http://phdi.or.id/artikel/arti-sarana-persembahyangan
http://niluhsusilawati94.blogspot.co.id/2014/11/arti-dan-fungsi-air-dalamhindu.html?m=1
: 201506010
Prodi