Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MANAJAEMEN PURA JAGATNATHA PLUMBON, BANGUNTAPAN BANTUL


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Masjid dan Islamic Centre
Dosen Pengampu: Maryono, S.Ag., M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 5:

Kelas B

Hanifah Alif Fitri

11240126

Frida Setya Ayu W

11240134

Riska Prihadiyanti

11240027

Novitasari

11240005

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ajaran agama Hindu disebutkan bahwa tujuan hidup manusia adalah
untuk memperoleh kebahagiaan hidup lahir bathin (Moksartaham Jagadhita). Tujuan
hidup ini diperoleh melalui usaha dan kerja keras yang dilandasi oleh Sraddha
(keyakinan/keimanan) dan (ketakwaan/bhakti kehadapan Tuhan Yang Maha
Esa/Sanghyang Widhi Wasa).
Ada enam unsur Sraddha yang dapat memberikan keseimbangan hidup di
dunia, yakni: pertama, Satya yang merupakan unsur kebenaran dan kejujuran
menjadi sifat dan hakekat Tuhan; kedua, Rta merupakan hukum Tuhan yang Bersifat
abadi; ketiga, Diksa sebagai alat untuk sampai pada tingkat kesucian diri; keempat,
Tapa sebagai upaya mensucikan diri lahir bathin; kelima, Brahma merupakan sthava
atau doa pujian untuk mendekatkan diri kepada Tuhan; keenam, Yaja yakni korban
suci yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas.
Pura atau kahyangan dibangun di tempat-tempat yang dianggap suci. Tempattempat yang dianggap suci disebutkan pada bagian awal dari tulisan ini (Tantra
Samuccaya I.1.28), yakni di Trtha atau Patrthan, di tepi sungai, tepi danau, tepi
pantai, pertemuan dua atau lebih sungai-sungai yang di Bali disebut Campuhan,
sedang di India disebut dengan nama Sagam yang mengandung makna sama, yakni
bertemunya dua sungai atau lebih. Di muara sungai, di puncak-puncak gunung atau
bukit-bukit, di lereng-lereng pegunungan, dekat pertapaan, di desa-desa, di kota atau
pusat-pusat kota dan di tempat-tempat lain yang dapat memberikan suasana bahagia.
Dengan memperhatikan kutipan di atas, maka tiada halangan untuk membangun
sebuah pura atau kahyangan di mana saja di tempat-tempat yang dipandang suci.
Pengertian Pura ialah Tuhan Yang Maha Esa dan para devat bersthana di
kahyangan atau svarga-loka, diiringi oleh para iddha, Vidydhara-Vidydhar.
Demikian masing-masing devat diyakini memiliki Vhana (kendaraan) berupa
binatang-binatang mitos seperti lembu, singa, angsa, garuda dan lain-lain dan sthanaNya yang abadi adalah kahyangan atau sorga yang tempatnya jauh di atas angkasa,
vyomntara, yang oleh masyarakat Bali disebut luhuring ka. Pada waktuwaktu upacara seperti piodalan dan upacara lainnya, Tuhan Yang Maha Esa, Sang

Hyang Widhi dan para devat serta para roh suci leluhur dimohon hadir turun ke
dunia untuk bersthana di sthana yang telah disediakan untuk-Nya yang disebut pura
dengan aneka nama, jenis serta fungsi dari bangunan palinggihnya
Pura seperti halnya meru atau candi (dalam pengertian peninggalan purbakala
kini di Jawa) merupakan simbol dari kosmos atau alam sorga (kahyangan), seperti
pula diungkapkan oleh Dr. Soekmono pada akhir kesimpulan disertasinya yang
menyatakan bahwa candi bukanlah sebagai makam, maka terbukalah suatu perspektif
baru yang menempatkan candi dalam kedudukan yang semestinya (sebagai tempat
pemujaan/pura).
Secara sinkronis candi tidak lagi terpencil dari hasil-hasil seni bangunan
lainnya yang sejenis dan sejaman, dan secara diakronis candi tidak lagi berdiri di luar
garis rangkaian sejarah kebudayaan Indonesia. Kesimpulan Soekmono ini tentunya
telah menghapus pandangan yang keliru selama ini yang memandang bahwa candi di
Jawa ataupun pura di Bali sebagai tempat pemakaman para raja, melainkan sebagian
pura di Bali adalah tempat suci untuk memuja leluhur yang sangat berjasa yang kini
umum disebut padharman. Untuk mendukung bahwa pura atau tempat pemujaan
adalah replika kahyangan dapat dilihat dari bentuk (struktur), relief, gambar dan
ornament dari sebuah pura atau candi. Pada bangunan suci seperti candi di Jawa kita
menyaksikan semua gambar, relief atau hiasannya menggambarkan mahluk-mahluk
sorga, seperti arca-arca devat, vahana devat, pohon-pohon sorga (parijata, dan lainlain), juga mahluk-mahluk suci seperti Viddhara-Vidydhar dan Kinara-Kinar,
yakni seniman sorga, dan lain-lain.
Pndt. Shri Dharma P. (I Wayan Sudarma)

B. Profil Pura Jagatnatha


Pura Jagatnatha terletak di Jalan Pura no.370, Desa Plumbon Banguntapan,
Bantul, Yogyakarta. Sejarah berdirinya pura ini mulai pada tahun 1967 di mana
kelurahan banguntapan banyak disinggahi masyarakat yang memeluk agama Hindu
Dharma, hingga terbentuk Majelis Umat Hindu Dharma di wilayah Banguntapan ,
Bantul, karena banyaknya umat yang berkembang. Dan Pada tahun 1975 masyarakat
Banguntapan pemeluk agama Hindu mulai membangun pura jagatnatha, dengan
berhasil membangun gedung persembahyangan dan padmasana pada waktu itu.

Pada Januari 1976, PHDI Kecamatan Banguntapan mengajukan permohonan


ijin penggunaan tanah kas desa seluas 720m untuk pura. yang dilanjutkan dengan
membangun Gedung Kori dan pagar kanan kiri. Februari 1982 hingga Juni 1982
Membangun candi bentar dan tembok penyengker depan yang kemudian Pura
Banguntapan ditingkatkan statusnya menjadi Pura Pusat/Jagat Natha dengan nama
Pura Jagatnatha Banguntopo, Jogjakarta dan itu menjadi awal nama pura jagatnatha
dan sejarah pembangunanya.
Dulu Pura ini adalah tempat pertapaan dari Hamengku Buwono II yang
kemudian bergelar Ki Banguntapan. Ki Banguntapan ini di yakini sebagai salah satu
titisan dari Sabdopalon. Pura Jagatnatha menjadi wisata unggulan untuk wisata religi
di Yogyakarta.
Pura Jagatnatha Banguntapan kini punya beberapa orang yang ditunjuk untuk
mengelola Pura yang disebut sebagai Penyungsung. Penyungsung dipilih oleh umat
berdasarkan kriteria tertentu yang dianggap mampu. Umat Jagatnatha sendiri terdiri
dari warga Banguntapan dan ada juga yang disebut kelompok utara yaitu orangorang yang berasal dari Bali yang tinggal di Yogyakarta. Para Penyungsung ini
bekerja dengan sukarela (tanpa dibayar).
C. Keistimewaan Pura Jagatnatha
Bangunan pura Jagatnatha memiliki kekhasan tersendiri, yaitu pada bagian
tengah dibangun sebuah tempat yang diberi atap. Maksud dari pembangunan ini
adalah agar pada saat berdoa, terhindar dari panas matahari atau hujan.
Pura ini menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat pemeluk agama Hindu
di Yogyakarta, selalu pura ini yang menjadi tujuan utama utuk bersembahyang, tak
hanya masyarakat jogja sendiri, namun pemeluk agama Hindu pendatang dari kotakota lain pun datang dan bersembahyang di pura ini. Untuk bangunan pura sendiri
mempunyai bangunan yang cukup unik dengan adanya atap pada bangunan
tengahnya, jauh dari ciri khas agama Hindu yang bersembahyang diruangan terbuka
yang bertujuan untuk menyatu dengan alam.
Pura Jagatnatha Banguntapan saat ini memiliki dua orang panindita atau
pemuka agama yang masih aktif memimpin acara sembahyang. Kedudukan sebagai
pemuka bukanlah hasil dari pemilihan umat akan tetapi murni dari panggilan hati

untuk hidup sebagai seorang pemuka. Pura ini sering digunakan berdoa oleh banyak
umat Hindu disekitar pura. Mengingat ada banyak warga masyarakat yang beragama
Hindu yang tinggal disekitar Pura.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Sumber Daya Manusia
Pura Jagatnatha terletak di Jalan Pura no.370, Desa Plumbon
Banguntapan, Bantul, Yogyakarta. Berdirinya pura ini mulai pada tahun 1967 di
mana kelurahan banguntapan banyak disinggahi masyarakat yang memeluk
agama Hindu Dharma, hingga terbentuk Majelis Umat Hindu di wilayah
Banguntapan , Bantul, karena banyaknya umat yang berkembang.
Pura Jagatnatha Banguntapan memiliki beberapa orang yang ditunjuk
untuk mengelola Pura yang disebut sebagai Penyungsung (Pengempon).Memiliki
dua orang Pinandita atau pemuka agama yang masih aktif memimpin acara
sembahyang.Kedudukan sebagai pemuka bukanlah hasil dari pemilihan umat
akan tetapi murni dari panggilan hati untuk hidup sebagai seorang pemuka.Di
dalam kepengurusan terdapat struktur kepengurusan berupa penasehat, ketua,
sekretaris, wakil sekretaris, bendahara dan seksi-seksi.
Untuk perekrutan pengurus melalui rapat pemilihan yang diadakan oleh
pengurus Pura.Pemilihan pengurus dan pengempon ini dipilih oleh umat
Hindu.Orang yang dipilih sebagai pengurus terutama pengempon memiliki
kriteria dianggap mampu dan layak dimata umatnya.Jadi, tidak ada kriteria
tertentu dalam pemilihannya atau SOP (standar operasional prosedur) tidak ada.
Orang yang dianggap mampu menjadi pengempon dan telah dipilih oleh umat
harus siap ngayah atau mengabdikan diri dengan tulus ikhlas dan siap melayani
umat. Oleh karena itu, calon pengempon dan pengurus harus siap yatnya atau
berkorban atau pengorbanan dalam artian siap berkorban waktu, tenaga, dan
pikiran dalam hal ini untuk mengurus Pura. Pengempon dan pengurus Pura
sendiri dalam mengurus Pura dan memeliharanya tidak ada penggajian.Jadi,
Pengempon dan pengurusnya benar-benar tulus ikhlas mengabdikan diri dan
memelihara Pura.
Untuk masa jabatan Pengempon dan pengurus Pura adalah 5 tahun. Jadi,
setiap 5 tahun sekali diadakan rapat pergantian pengempon dan pengurus. Dalam
pengelolaan Pura, Pengempon dan pengurus dibantu oleh para seksi-seksi yaitu
seksi keamanan, seksi upacara upakara, dan seksi yatnya.Pengempon disini
bertanggung jawab atas semua hal yang menyangkut dengan Pura.Seksi
keamanan bertugas untuk menjaga Pura saat ada upacara maupun tidak ada

upacara.Seksi upacara upakara bertugas untuk menyiapkan hal-hal yang


dibutuhkan saat upacara.Dan seksi yatnya (pengorbanan) bertugas untuk
menyiapkan sarana peribadahan yang digunakan saat upacara.Setiap 3 bulan
sekali diadakan rapat rutin bagi Pengempon dan pengurusnya untuk melaporkan
pendanaan dan evaluasi kinerja para pengurus. Rapat tidak hanya dilakukan
setiap 3 bulan sekali juga tetapi diadakan jika dipandang perlu diadakan rapat,
seperti menjelang kegiatan Hari Raya dimana sebelum hari banyak hal yang perlu
disiapkan sehingga kegiatan rapat bisa saja dilakukan secara intensif.
2. Dana
Hal yang berhubungan dengan keuangan atau dana yaitu, pemasukan dana
adalah berasal dari punia atau sumbangan para umat/ orang yang sembahyang
di Pura Jagatnatha dan sumbangan khusus dari umat. Jadi, dana itu berasal dari
umat, untuk umat, dan oleh umat. Sumbangan tersebut merupakan subakarma
atau bentuk pengamalan bagi umat Hindu.
Bentuk sumbangan adalah berupa uang yang dimasukkan pada suatu
kotak yang berada didalam tempat ibadah tersebut, dimana kotak itu akan digilir
kepada umat setelah persembahyangan telah selesai. Sumbangan yang diberikan
oleh umat sesuai dengan kemampuan finansial umat itu sendiri.
Persembahyangan

umat

dilakukan

setiap

hari

dan

setiap

persembahyangan itu pula umat menyumbangkan uang mereka. Karena, dalam


kepercayaan umat Hindu setiap melakukan persembahyangan harus membawa
persembahan (persembahan itu berupa bunga, air, dupa dan sesari atau
uang).Sumbangan berupa uang tersebut dengan rutin digunakan untuk
operasional Pura, seperti tikar dan persembahan sembahyangan.
Sedangkan sumbangan khusus ini diperoleh dari umat yang kiranya
menyumbangkan dana yang besar untuk operasional Pura ataupun pembenahan
Pura. Prosedur bagi umat yang akan menyumbangkan dananya dalam jumlah
besar adalah dengan menyerahkan langsung kepada pengurus atau pengempon
Pura.
Untuk pengelolaan keseluruhan dana yang diperoleh digunakan untuk
kegiatan rutin persembahyangan, sarana peribadahan dan membenahi fasilitas
Pura. Laporan keuangan Pura untuk dana yang diperoleh dari punia
diumumkan hari itu juga saat umat selesai melaksanakan sembahyang, sedangkan

dana yang diperoleh dari sumbangan khusus akan diumumkan saat rapat rutin dan
hanya pengurus serta Pengempon yang mengetahui.
3. Materi Ceramah
Untuk materi dari Pura Jagatnatha sendiri tidak menentukan dalam artian
tidak ada kurikulum untuk materi.Pengurus tidak menyediakan judul materi,
melakukan penjadwalan, dan tema.Hanya saja, setiap seminggu sekali selalu
ganti tema. Materi persembahyangan disampaikan oleh Pemangku atau Pinandita
atau Wasi untuk tingkat wilayah yang kecil dan hanya pada ritual
persembahyangan yang kecil, seperti Pura Jagatnatha wilayah kecamatan materi
disampaikan oleh Pinandita. Sedangkan untuk wilayah yang besar dan upacara
ritual tahunan (yaitu Ritual Purama Tilem) maka materi disampaikan oleh
Pedande. Khusus di Pura Jagatnatha sendiri, tema yang disampaikan berpacu
pada kitab suci.
4. Program
Pada Pura Jagatnatha tidak ada program-program sosial maupun pendidikan
yang diperuntukan umat-umat Hindu.Program yang ada di Pura Jagatnatha sendiri
hanyalah program kegiatan persembahyangan, seperti upacara hari raya.Sebagai
contoh saat upacara Purnama Tilem pengurus dibantu pemuda Hindu untuk
menyebarkan kotak (kotak punia) kepada umat-umat.Untuk program sosial dan
kegiatan lainnya diurus oleh PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) wilayah
Banguntapan.Jadi, program-program yang ada di Pura Jagatnatha ini murni hanya
untuk kegiatan beribadahan.
5. Organisasi
Di Pura Jagatnatha ini terdiri dari beberapa kepengurusan yang terdiri dari
Penasehat, Pengempon, Pengurus: ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, seksi
keamanan, seksi upacara upakara, seksi yatnya. Pengempon dan pengurus dibantu
oleh para seksi-seksi yaitu seksi keamanan, seksi upacara upakara, dan seksi yatnya.
Pengempon disini bertanggung jawab atas semua hal yang menyangkut dengan Pura.
Seksi keamanan bertugas untuk menjaga Pura saat ada upacara maupun tidak ada
upacara. Seksi upacara upakara bertugas untuk menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan
saat upacara. Dan seksi yatnya (pengorbanan) bertugas untuk menyiapkan sarana
peribadahan yang digunakan saat upacara.Kepengurusan Pura Jagatnatha tidak
berpusat, oleh karenanya Pura yang berada di wilayah Banguntapan, DIY, dan Bali
tidak bersangkut-paut.

Untuk organisasi yang terbentuk dari Pura itu sendiri tidak ada.Namun,
organisasi yang terbentuk diluar kepengurusan Pura adalah:
a. PMHD. PMHD (Perkumpulan Muda Hindu Dharma) merupakan
perkumpulan pemuda hindu yang berada di Banguntapan khususnya
disekitar Pura. Organisasi ini dibentuk sebagai wadah persaudaraan
seiman. Organisasi ini walaupun terbentuk diluar kepungursan Pura namun
ikut berkontribusi pada Pura, seperti saat upacara hari raya, pernikahan,
pemuda membantu menjaga keamanan Pura. Dan saat Hari Purnama Tilem
pemuda dilibatkan dalam penyebaran kotak punia.
b.

Majlis Umat Hindu Dharma adalah perkumpulan umat Hindu yang


berasal dari Bali kemudian berdomisili di Yogyakarta.

c. PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) merupakan Majlis Agama


Hindu Indonesia.
d. P4 (Pembantu Pencatatan Perkawinan) merupakan organisasi yang
mengurus perkawinan umat Hindu dan juga mengurus perpindahan agama.
Umat yang menikah akan mengadakan adatnya di Pura yang dipandu oleh
Pemangku. Dan hanya boleh dihadiri keluarga terdekat dan pemuka agama
Hindu itu sendiri.

6. Jamaah/Partisipasi
Umat Jagatnatha sendiri terdiri dari warga Banguntapan dan ada juga yang
disebut kelompok utara yaitu orang-orang yang berasal dari Bali yang tinggal di
Yogyakarta.Tidak hanya umat yang berada disekitar Pura tetapi umat Hindu yang
berada di Wilayah Yogyakarta dari berbagai kabupaten boleh bersembahyang di Pura
Jagatnatha.Pura

Jagatnatha setiap hari buka, dan umat Hindu melakukan

persembahyangan setiap hari dan sehari dilakukan 3 kali yaitu pagi, siang, dan
malam. Pura Jagatnatha sering dikunjungi oleh umat dari berbagai daerah. Jadi, siapa
saja boleh bersembahyang di Pura tersebut. Oleh karena itu, tidak ada tata
administrasi mengenai jumlah umat yang bersembahyang di Pura Jagatnatha.
Mengenai data jamaah yang memiliki hanyalah PHDI Banguntapan.
Karena jumlah umat tidak terdata, maka umat yang meninggal, yang
berpindah agama, dan umat yang memeluk agama Hindu tidak terdata pula.Untuk
meningkatkan jumlah umat, Pura Jagatnatha tidak memiliki visi dan misi untuk

meningkatkan jumlah umat. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak Budi
selaku pengempon Pura, jika ada orang yang berkeinginan memeluk agama Hindu
pihaknya tidak memaksakan bahkan pihaknya menanyakan pada orang tersebut atas
dasar apa ingin memeluk agama Hindu, pihaknya menyuruh orang tersebut untuk
berfikir kembali untuk hal tersebut.
Adapun adat dan syarat untuk memeluk agama Hindu yaitu :
a. Dengan mengikuti upacara adat yang dipimpin oleh Panindita atau
Pemangku
b. Adapula saksi-saksi dalam upacara tersebut
c. Dihadiri beberapa keluarga terdekat
d. Sesaji atau persembahan
e. Membaca Sudi Wardhani, sudi yang berarti suci, dan wardhani berarti
ucapan. Maka Sudi Wardhani berarti ucapan yang suci. Dalam agama
Hindu ini disebut matra. Dimana mantra ini diucapkan oleh orang yang
akan memeluk agama Hindu didampingi Pinadita. Kemudian mengikuti
adat yang berikutnya, dalam hal ini narasumber tidak bisa memberi tahu
adat yang selanjutnya. Namun, pembacaan Sudi Wardhani tersebut
menjadi bentuk resmi bahwa telah menjadi umat Hindu.
7. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada terdapat di Pura Jagatnatha cukup memadai.
Sarana yang ada seperti toilet, gedung candi sasono, tempat parkir dan kantor
kesekretariatan, serta alas duduk (tikar, karpet, dsb). Ada petugas kebersihan yang
bertugas untuk membersihkan lingkungan Pura baik di dalam maupun di luar. Petugas
tersebut berasal dari warga sekitar tentunya juga umat Pura Jagatnatha, dan petugas
tersebut tidak digaji.
Pura Jagatnatha sendiri terdiri dari beberapa bagian bangunan, yaitu :
a. Bagian depan Pura, dimana letak keskretariatan di area tersebut. Masih di area
depan Pura terdapat pula gedung candi sasono. Area ini merupakan area yang
boleh dikunjungi oleh orang-orang yang ingin melihat Pura Jagatnatha. Gedung
candi sasono ini merupakan gedung multi fungsi, dimana saat pengunjung datang
ke Pura penerimaan tamu di gedung tersebut. Fungsi yang lain gedung tersebut
biasanya digunakan untuk berlatih kesenian, rapat, dll.
b. Bagian tengah Pura, dimana pengunjung tidak boleh memasuki area tersebut. Area
tersebut merupakan area dimana para umat melakukan adat upacara. Di area ini,

terdapat bangunan-bangunan yang memiliki simbol-simbol keTuhanan umat


Hindu.
c. Bagian utama Pura, merupakan tempat yang di sakralkan karena area ini sebagai
kiblat umat Hindu untuk melakukan persembahyangan. Oleh karena itu, para
pengunjung sangat dilarang untuk mengunjungi area tersebut.
Untuk para pengunjung yang datang diluar umat Hindu, tidak dikenakan biaya
masuk Pura. Dan pengunjung yang datang untuk memasuki Pura diharuskan melepas
alas kaki, serta tidak boleh sembarangan mengambil gambar yang berada didalam
Pura. Hanya di area tertentu seperti di area pintu masuk Pura.
Pura tidak boleh dimasuki oleh pengunjung ataupun umat yang sedang haid,
umat yang salah satu keluarganya meninggal, dan orang gila, serta berpakaian rapi.
Hal ini karenakan Pura merupakan tempat peribadahan dimana tempat itu harus dijaga
kesuciannya. Bila salah satu dari tiganya memasuki Pura maka harus diadakan
upacara pembersihan.
Bagi umat Hindu dalam melaksanakan persembahyangan terdapat pakaian
khusus untuk bersembahyang. Namun, jika ada umat yang akan melakukan
sembahyang di Pura Jagatnatha khususnya, membolehkan tidak memakai pakaian
tersebut tetapi diwajibkan berpakaian rapi. Pura menyediakan kain untuk beribadah
bagi umat yang tidak memakai celana panjang. Pura juga menyediakan sarana
perembahyangan (persembahan) bagi umat yang akan melaksanakan sembahyang.
Sarana tersebut adalah sebuah kanya (nampan) yang berisikan:
a. Sebuah gelas/tempat tirtha berisi air bersih (diletakkan di pelingih,
pelangkiran,

altar,

sanggar

pemujaan)-

untuk

memohon

tirtha

wangsuhpada.
b. Sebuah mangkok kecil berisi beras yang sudah dicuci bersih diberi
wewangian (bija)
c. Dupa secukupnya
d. Bunga / canang sari / kwangen secukupnya

BAB III
PENUTUP
Pura Jagatnatha adalah salah satu tempat ibadah agama Hindu yang
berada di Kabupaten Bantul. Pura yang berdiri sejak

tahun 1967 ini selalu

berusaha menjaga bangunan tersebut agar tetap berada pada kondisi yang baik.
Oleh karena itu, banyak usaha yang dilakukan pengurus untuk melakukan
perbaikan bangunan dan fasilitas sehingga umatnya dapat bersembahyang dengan
khusyuk.
Dalam pengelolaan sumber daya manusia yang ada tidak menyurutkan
semangat para pengurus untuk selalu memelihara Pura agar para umat yang
datang merasa nyaman. Dana yang diperoleh dari donatur dan sumbangan para
umat dapat dipergunakan dengan baik guna operasional dan berjalannya kegiatan
pada Pura. Dengan hal itu juga program-program yang ada pun dapat berjalan
dengan lancar. Dalam segi materi ceramah, pada vihara ini tidak ada materi
khusus karena materi yang diberikan adalah ditentukan oleh panindita itu sendiri.
Struktur organisasi pada Pura ini adalah adanya Penasehat, Pengempon, dan
Pengurus. Pengurus terdiri dari ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara dan
seksi kemanan, seksi upacara upakara, seksi yatnya. Umat yang datang dari
berbagai kalangan dan dari berbagai daerah. Di Pura ini terdapat fasilitas seperti
toilet, tempat parker, gedung candi sasono, sarana persembahyangan, kain untuk
sembahyang dan kesekretariatan. Setiap Upacara Purnama Tilem para umat
Hindu saling membantu untuk menyiapkan upacara tersebut.
Jadi, secara keseluruhan Pura Jagatnatha ini merupakan tempat
peribadahan yang murni sebagai tempat sembahyangnya umat Hindu. Dimana
sangat menjunjung tinggi kesucian Pura tersebut.

KISI-KISI WAWANCARA
1. SDM
a. Bagaimana cara rekrutmen calon pengurus di Pura Jagatnatha ?
b. Adakah pengembangan pelatihan untuk pengurus atau calon pengurus ?
c. Adakah SOP (Standar Operasinal Prosedur) yang digunakan dalam merekrut
calon pengurus di Pura Jagatnatha ?
d. Bagaimana sistem pengkajian yang ada di Pura Jagatnatha ?
2. Dana
a. Bagaimana cara pencarian dana pada Pura Jagatnatha ?
b. Bagaimana pengelolaan dana di Pura Jagatnatha ?
c. Apakah ada donatur tetap ?
d. Bagaimanakah sistem administrasinya ?
3. Materi Ceramah
a. Apakah materi yang disampaikan bertema dan berstruktur ?
b. Adakah kurikulum dalam penyampaian materi ibadah ?
c. Apakah materi tersebut berkaitan dengan kehidupan sehari-hari ?
d. Apakah materi tersebut selalu berpacu pada kitab ?
4. Program
a. Progaram - program apa sajakah yang diadakan di Pura Jagatnatha?
b. Bagaimana program-program ini dapat dijalankan ?
c. Program apa saja yang belum tercapai atau yang belum berjalan ?
d. Bagaimana menidak lanjuti program yang berjalan atau yang belum berjalan ?
5. Organisasi
a. Bagaimana organisasi tersebut di bentuk ?
b. Apa tujuan terbentuknya organisasi tersebut ?
c. Apakah ada struktur organisasi dalam kepengurusan ?
d. Apakah struktur organisasi yang dibentuk menyeluruh atau terpusat di satu daerah
saja ?
6. Jamaah dan Partisipasi
a. Apakah ada struktur khusus untuk jamaah ?
b. Bagaimana pengelolaan jamaah di Pura Jagatnatha?
c. Apakah ada tata administrasi khusus bagi jamaah ?
d. Bagaimanakah cara meningkatkan jumlah jamaahnya?

7. Sarana dan Prasarana


a. Apa saja sarana dan prasarana yang disediakan bagi jamaah di Pura Jagatnatha?
b. Bagaimana pengelolaan sarana dan prasarana tersebut ?
c. Apakah sarana dan prasarana sudah memadai dan dirasa cukup ?
d. Apakah ada struktur dalam organisasi yang dibentuk untuk meningkatkan sarana
dan prasarana yang disediakan di Pura Jagatnatha ?

Anda mungkin juga menyukai