Anda di halaman 1dari 10

PERKEMBANGAN KERAJAAN AGAMA HINDU DI JAWA TIMUR

PERTAMA : KERAJAAN KAJURUHAN

Kanjuruhan adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Timur, yang pusatnya
berada di dekat Kota Malang sekarang. Kanjuruhan diduga telah berdiri pada abad ke-8 Masehi
(masih sezaman dengan Kerajaan Taruma di sekitar Bekasi dan Bogor sekarang). Bukti tertulis
mengenai kerajaan ini adalah Prasasti Dinoyo. Rajanya yang terkenal adalah Gajayana.
Peninggalan lainnya adalah Candi Badut dan Candi Karangbesuki

Raja Gajayana juga membuat sebuah tempat pemujaan Resi Agastya, yang diresmikan
pada 760 M dengan upacara oleh pendeta ahli Weda. Dibangun pula arca sang Resi Agastya
dari batu hitam yang sangat elok.

Raja Gajayana memiliki seorang putri bernama Uttejana, yang kemudian dinikahkan
dengan Pangeran Jananiya dari Paradeh. Setelah Raja Gajayana meninggal, Kerajaan
Kanjuruhan dipimpin oleh Pangeran Jananiya.

Keberadaan Kerajaan Kanjuruhan dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat


pemerintahan, yang kemudian berkembang menjadi Kota Malang.

Masa Runtuh Kerajaan Kanjuruhan

Semua raja Kerajaan Kanjuruhan terkenal akan kebijaksanaan, keadilan, serta


kemurahan hatinya. Rakyat pun mencintai para rajanya. Namun, Kerajaan Kanjuruhan tidak
bertahan lama karena ditaklukkan Kerajaan Mataram Kuno.
Sekitar tahun 847 Masehi, Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah dipimpin Sri
Maharaja Rakai Pikatan Dyah Saladu. Dikutip dari laman Universitas Krisnadwipayana, Rakai
Pikatan terkenal bijak dan tidak sewenang-wenang.

Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Mataram Kuno berkembang pesat. Rakai Pikatan


disegani oleh raja-raja diseluruh Pulau Jawa.

Sebab, perluasan wilayahnya selalu berhasil. Sehingga Kerajaan Mataram Kuno


dikenal sebagai kerajaan yang memiliki wilayah yang lapang, tentara yang kuat, dan warganya
sangat banyak.

Perluasan Kerajaan Mataram Kuno terus berlanjut hingga ke Pulau Jawa bagian timur.
Ketika Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung,
Kerajaan Kanjuruhan berada dalam kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno.

Meski begitu, Kerajaan Kanjuruhan tetap memerintah di wilayahnya. Para penguasa


Kerajaan Kanjuruhan menjadi penguasa daerah dengan gelar Rakyan Kanuruhan.

Banyak kerajaan besar di Jawa Timur yang eksis pada zamannya. Itu terbukti dari
temuan prasasti di Jawa Timur yang menjadi bagian dari catatan sejarah perkembangan
peradaban Indonesia.

Salah satu kerajaan bercorak Hindu-Budha di Jawa Timur adalah Kerajaan Kanjuruhan.
Dikutip dari buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara oleh Deni Prasetyo, Kerajaan
Kanjuruhan diyakini sebagai Kerajaan Hindu-Buddha tertua di Jawa Timur.

Sejarah Kerajaan Kanjuruhan

Kerajaan Kanjuruhan eksis sekitar akhir abad ketujuh hingga pertengahan abad
kedelapan. Pusat kerajaan berada di Desa Kejuron, dekat Kota Malang.

Bukti keberadaan Kerajaan Kanjuruhan ditemukan pada Prasasti Dinoyo yang


berangka tahun 682 Saka atau 760 masehi.

Prasasti Dinoyo bertuliskan huruf Jawa Kuno dengan bahasa Sanskerta. Prasasti yang
ditemukan di Desa Merjosari, Malang itu menceritakan tentang para penguasa Kerajaan
Kanjuruhan.
Penguasa Kerajaan Kanjuruhan yang pertama adalah Raja Dewasimha. Pada masa
kepemimpinannya, Raja Dewasimha memerintah rakyatnya untuk mengagungkan Dewa Siwa.

Setelah meninggal, Raja Dewasimha kemudian digantikan oleh putranya yang bernama
Liswa atau lebih dikenal sebagai Gajayana. Pada masa pemerintahan Raja Gajayana, Kerajaan
Kanjuruhan mengalami perkembangan pesat dalam bidang pemerintahan, sosial, ekonomi
maupun seni budaya.

Kekuasaan Kerajaan Kanjuruhan meliputi lereng timur dan barat Gunung Kawi, hingga
mencapai ke area Pegunungan Tengger Semeru. Selain itu, jarang terjadi peperangan,
pencurian, dan perampokan. Sebab, Raja Gajayana selalu bertindak tegas sesuai hukum.

Peninggalan Kerajaan Kanjuruhan

Berikut beberapa peninggalan bersejarah dari Kerajaan Kanjuruhan:

1. Prasasti Dinoyo
Prasasti Dinoyo merupakan salah satu bukti keberadaan Kerajaan Kanjuruhan.
Kini, Prasasti Dinoyo telah menjadi salah satu benda cagar budaya yang disimpan
di Museum Nasional Jakarta.
2. Candi Badut
Candi Badut atau yang dikenal sebagai Candi Liswa ini berlokasi di Desa
Karangbesuki, Dau, Malang. Candi yang ditemukan pada tahun 1923 ini diduga
sebagai candi tertua di Jawa Timur.
Candi Badut memiliki ciri khas berupa pahatan kalamakara pada ambang pintu yang
dibuat tanpa rahang bawah.
3. Candi Karangbesuki
Candi Karangbesuki berlokasi di Desa Karangbesuki, Sukun, Malang. Bentuk
Candi Karangbesuki yang sudah tidak utuh, yang hanya meninggalkan alas dan
pondasi menyebabkan candi ini dikenal sebagai Candi Wurung.
KEDUA : KERAJAAN KEDIRI

Kerajaan Kediri dan peninggalan termasuk ke dalam salah satu kerajaan bercorak
Hindu yang ada di nusantara, Indonesia. Terletak di area sungai Brantas, Jawa Timur dan cerita
kerajaan ini sangat erat kaitanya dengan kerajaan Hindu lainnya yang ada di Indonesia.
Termasuk terhadap Singapura dan Kahuripan, karena kerajaan ini termasuk dalam pembagian
wilayah kekuasaan.

Raja Airlangga menjadi pemimpin kerajaan Kediri pada saat itu, dilakukannya
pembagian kekuasaan karena dilakukan untuk menghindari adanya perebutan kekuasaan dan
pertikaian yang terjadi antara kedua anaknya. Kedua anak raja Airlangga ini masing-masing
bernama Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.

Sejarah Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri juga disebut dengan Panjalu yang pusat pemerintahannya berada di
Daha, kisah mengenai kerajaan ini tertuang dalam kitab Negarakertagama. Diceritakan bahwa
Airlangga memiliki dua putera yang gila akan kekuasaan, hingga akhirnya berebut
mendapatkan kekuasaan bahkan sampai saling bertempur satu sama lain.

Dalam menghindari bentrokan antar kedua anaknya, Airlangga di tahun 1041 membagi
kerajaannya menjadi dua. Masing-masing namanya adalah kerajaan Jenggala atau Kahuripan
dan Panjalu atau Kediri itu sendiri. Dalam memberi pembatas, kedua kerajaan ini dibatasi oleh
Gunung Kawi dan sungai Brantas.

Sri Samarawijaya mendapatkan kesempatan memimpin kerajaan yang berada di


wilayah barat, dalam hal ini kerajaan Panjalu. Sementara Mapanji berada di wilayah timur
memimpin kerajaan Jenggala yang pusat kerajaannya berada di Kahuripan. Sumber sejarah
kerajaan Kediri dalam hal ini tertuang dalam kitab Mahaksubya, serat Calon Arang dan kitab
Negarakertagama.

Kerajaan Panjalu menguasai wilayah Kediri dan Madiun, sementara kerajaan Jenggala
meliputi wilayah Malang dan delta sungai Brantas yang pelabuhannya berada di Surabaya,
Rembang dan Pasuruan. Namun pembagian kerajaan tak cukup bagi kedua anak Airlangga,
kondisi itu bahkan membuat adanya peperangan.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kediri

Peperangan antara Panjalu dan Jenggala tetap terus terjadi selama 60 tahun berlalu,
penyebabnya kedua anak Airlangga sama-sama merasa pantas mendapatkan takhta sang ayah.
Hingga pada akhirnya Jenggala mampu memenangi perang, namun Panjalu yang sukses
merebut seluruh tahta yang dimiliki Airlangga.

Kemenangan Panjalu membuat ibu kota kerajaan dipindah ke Kediri dan pada akhirnya
Panjalu lebih dikenal ketimbang Kediri. Setelah berdiri nyaris dua abad, kerajaan Kediri mulai
menemui titik lemah setelah terjadinya perselisihan antara Raja Kertajaya dan kaum Brahmana.
Sri Maharaja Kertajaya berkuasa sejak 1194-1422.

Raja Kertajaya merupakan sosok raja yang sangat kejam dan mengaku dirinya sebagai
dewa, ia memaksa kaum Brahmana menyembahnya dan bahkan mengklaim jika hanya Dewa
Shiwa yang mampu mengalahkannya. Kekejaman Kertajaya bahkan terlihat saat ia tanpa ragu
menyiksa kaum Brahmana yang menolak titahnya.

Pada satu saat kaum Brahmana meminta bantuan Ken Arok dari Tumapel untuk
menggulingkan kepemimpinan Kertajaya. Menariknya di tangan Ken Arok, Kertajaya
akhirnya terbunuh dan berhasil menguasai Kediri. Kesuksesan Ken Arok menumpas Kertajaya
dan merebut wilayah kekuasaannya membuat ia mendirikan kerajaan baru bernama Singosari.

Kehidupan Kerajaan Kediri

Ekonomi

Kehidupan ekonomi bisa dilihat lewat kronik-kronik Cina dengan menyebutkan


beberapa hal, di antaranya seperti kerajaan penghasil banyak beras. Kemudian banyak barang
dagangan yang laku keras di pasaran, termasuk seperti emas, perak, daging hingga gerabah.
Penggunaan uang dari emas sebagai alat pembayaran, adanya polisi dan pajak dari rakyat.

Sosial

Masyarakat kerajaan Kediri tidak menganut sistem kasta meskipun penganut agama
Hindu, sesuai yang tertuang di kitab Lubdaka. Kitab ini juga menyebut bahwa tinggi atau
rendahnya martabat seseorang tak dilihat dari dasar keturunan dan kedudukan, melainkan
dilihat dari tingkah laku seorang tersebut.

Silsilah Kerajaan Kediri

Dalam perkembangan kerajaan Kediri, setidaknya ada 7 pemimpin atau raja yang
pernah memimpin kerajaan ini. Kerajaan Kediri memasuki masa jaya saat dipimpin oleh Prabu
Jayabaya, saking jayanya nama raja dari kerajaan Kediri yang satu ini bahkan masih dikenang
oleh banyak orang hingga saat ini, berikut ini silsilah para raja kerajaan Kediri.

1. Shri Jayawarsa Digjaya Shastra Prabhu


2. Shri Kameshwara
3. Prabu Jayabaya
4. Prabu Sarwaswera
5. Prabu Kroncharyadipa
6. Srengga Kertajaya
7. Kertajaya

Di Mana Letak Kerajaan Kediri?

Kerajaan Kediri terletak di Jawa Timur, pusat pemerintahan kerajaan ini ada di kota
Daha dan sekarang lebih dikenal dengan nama kota Kediri. Sebelum berada di Daha, pusat
kerajaan Kediri berada di wilayah Kahuripan. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang tertuang
di prasasti keluaran tahun 1042 dan ceritanya terdapat pada berita Serat Calon Arang.

Peperangan antara Panjalu dan Jenggala yang sudah dijelaskan di atas adalah selama
60 tahun berlalu. Dan kemenangan itu pula yang mengantarkan pusat pemerintahan kerajaan
Panjalu dipindahkan dari Daha ke Kediri, sehingga saat ini lebih dikenal dengan nama Kediri.
Kerajaan Kediri berdiri sekitar 1045 masehi dan runtuh pada 1222 m setelah 177 tahun berdiri.
Siapa Tokoh-tokoh yang Berpengaruh dalam Kerajaan Kediri?

Dimulai dari pemerintahan Raja Sri Samarawijaya yang merupakan salah satu putra
dari Raja Airlangga, masa kekuasaannya dianggap sebagai masa kegelapan setelah tak adanya
prasasti yang menceritakan mengenai kisahnya. Kemudian berlanjut ke Sri Jayawarsa yang
merupakan seorang raja sangat mencintai rakyatnya.

Sri Jayawarsa sangat berusaha untuk bisa mensejahterakan kehidupan rakyat


kerajaannya, dan kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan raja
Jayabaya. Penguasa Jenggala yang selalu melakukan pemberontakan untuk bisa memisahkan
diri, Jayabaya dianggap sebagai jelmaan dewa Wisnu.

Selain sebagai raja, Jayabaya juga dikenal sebagai pujangga dan memiliki karya
bernama jangka Jayabaya. Karya berupa ramalan mengenai masa depan Jawa, ia merupakan
raja yang adil dan dipercaya membawa Jawa kembali ke masa keemasan. Berlanjut ke masa
Sri Kameswara, di mana era raja ini sastra sebagai seni yang berkembang secara pesat.

Apa Saja Peninggalan Kerajaan Kediri?

Peninggalan Kerajaan Kediri Saksi Peradaban Masa Lalu

1. Prasasti Sirah Keting (1140 M)


Peninggalan kerajaan Kediri yang satu ini berisi mengenai kisah Raja Jayawarsa yang
memberi hadiah tanah kepada masyarakat di kerajaan yang dipimpinnya.
2. Prasasti Ngantang (1135 M)
Isi dari prasasti ini adalah kisah mengenai Raja Jayabaya yang memberi hadiah berupa
sebidang tanah bebas pajak kepada masyarakatnya di Desa Ngantang.
3. Prasasti Jaring (1181 M)
Isi dari prasasti ini adalah kisah mengenai Raja Gandra yang membuat atau
memberikan sejumlah nama hewan, seperti tikus hingga kebo.
4. Prasasti Kamulan (1194 M)
Berisi mengenai kisah Raja Kertajaya yang mendeklarasikan kemenangan kerajaan
Kediri saat berperang melawan musuh di Katang-katang.
KETIGA : KERAJAAN ISANA WANGSA ATAU WANGSA ISANA

Wangsa/Dinasti Isyana merupakan penerus dari dinasti Sanjaya. Wangsa Isyana


didirikan oleh Mpu Sindok bergelar Sri Maharaja Rakai Hino sri Isyana
Wikramadharmattunggadewa. Ia merupakan raja Mataram yang yang memegang kekuasaan
mulai tahun 929 sampai dengan 947 Masehi. Mpu sindok sendiri adalah Raja dari keturunan
wangsa Sanjaya, ia memindahkan kekuasaan yang pada awalnya berpusat di Jawa tengah ke
Jawa Timur. Perpindahan kekuasaan ini sekaligus mengakhiri dinasti Sanjaya, dan kemudian
lahirlah Dinasti Isyana.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pindahnya ibukota Mataram Kuno ke wilayah
Jawa Timur. Yang pertama adalah karena seringnya terjadi konflik dalam hal perebutan
kekuasaan sehingga mempengaruhi kewibawaan kerajaan yang menjadi berkurang atau hilang
tuahnya. Selain itu Mataram Kuno juga tidak memiliki pelabuhan, jadi sedikit sulit untuk
berhubungan dengan dunia yang ada di luar. Faktor musibah ketika Ibu kota kerajaan terkena
bencana letusan gunung berapi juga menjadi alasan utama, terlebih dengan kerajaan yang kerap
terancam dengan serangan kerajaan sriwijaya.

Di Jawa Timur Pusat pemerintahan berada di Watuguluh, wilayah yang berada di antara
gunung Sumeru dan Wilis. Empu Sindok sendiri beragama Hindu syiwa, jadi kerajaan mpu
Sindok ini termasuk dalam kerajaan yang bercorak Hindu. Hanya saja, saat itu agama Buddha
Tantrayana juga sedang berkembang baik. Sehingga terjadi toleransi antar penganut masing-
masing agama. Di masa ini muncul sebuah kitab suci bagi agama Budha Tantrayana dengan
judul “Sang Hyang Kamahayanikan“.
Kehidupan Ekonomi dan Sosial-Budaya Masyarakat

Mpu Sindok ketika memerintah sangat bijaksana. Hal tersebut dapat dilihat dari
usahanya membangun banyak bendungan dan juga memberikan hadiah tanah untuk bangunan
suci yang bertujuan meningkatkan kehidupan masyarakat Kerajaan Wangsa Isyana. Ia juga
mengeringkan daerah rawa untuk membuka lahan pertanian. Sama juga ketika masa
pemerintahan raja Airlangga, yang berusaha memperbaiki fasilitas Pelabuhan Hujung Galuh
yang lokasinya berada di muara Sungai Berantas. Airlangga membuat tanggul yang berfungsi
mencegah banjir. Sementara dalam bidang sastra, di masa pemerintahannya tercipta satu karya
sastra terkenal, yaitu kitab Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa.

Lalu di masa Kerajaan Kediri terdapat banyak informasi dari kronik Cina yang
mengatakan bahwa Kediri banyak menghasilkan beras. Kemudian perdagangan di Kediri
cukup ramai, seperti perdagangan perak,i emas, kayu cendana, gading dan pinang. Dari situ
kita bisa melihat bahwa masyarakat pada masa tersebut hidup dari hasil pertanian pertanian
dan juga perdagangan.

Terkait kehidupan sosial dan budaya Kerajaan Wangsa Isyana, masa pemerintahan
Airlangga menjadi yang menarik untuk dibahas. Seperti yang sebelumnya sudah disinggung,
di masa pemerintahan Raja Airlangga tercipta karya sastra fenomenal yaitu Arjuna Wiwaha
dikarang Mpu Kanwa. Ada pula seni wayang yang berkembang dengan cukup baik, dengan
kisah yang berasal dari epos Ramayana dan Mahabharata. Cerita tersebut ditulis ulang dengan
memadukan unsur budaya Jawa. Karya-karya tersebut lahir dipengaruhi oleh kebijakan
Airlangga yang melindungi seniman, pujangga dan juga sastrawan. sehingga mereka dapat
mengembangkan kreativitas dengan bebas.

Agama yang sedang berkembang di masa pemerintahan raja Airlangga adalah Hindu
Waisnawa. Hal tersebut terlihat dari candi Belahan yang mana Airlangga diwujudkan dalam
sebuah arca sebagai dewa Wisnu yang menaiki garuda. Untuk mengenang raja Airlangga dalam
mempersatukan kerajaan dirulislah kitab Arjuna Wiwaha oleh mpu Kanwa.

Peninggalan Dinasti Isyana

1. Candi Lor (Anjuk Ladang)


Tahun 937 Mpu Sindok memerintahkan Rakai Kanuruhan, Rakai Hinu Sahasra dan
Rakai Baliswara untuk membangun Srijayamerta yaitu bangunan suci sebagai tanda
penetapan wilayah Anjuk Ladang (sekarang Nganjuk) sebagai daerah swatantra untuk
jasa masyarakat Anjuk Ladang dalam perang.
2. Candi Gunung Gangsir
Tidak ada banyak informasi mengenai candi yang konon sejarahnya dibangun pada era
pemerintahan Raja Airlangga, sekitar abad ke-11 Masehi. Candi Gunung Gangsir ini
dibangun menggunakan batu bata, bukan dengan batu andesit.
3. Candi Songgoroti
Ini merupakan satu-satunya peninggalan Mpu Sindok yang berada di Kota Batu. Candi
Songgoriti ini bermula dari keinginan Mpu Sindok untuk membangun tempat
peristirahatan untuk keluarga kerajaan di kawasan pegunungan yang memiliki sumber
mata air. Ia menyuruh seorang petinggi kerajaan, Mpu Supo, dan akritnya menemukan
sebuah wilayah yang sekarang kita kenal sebagai daerah Wisata Songgoriti.
4. Candi Belahan
Candi Belahan adalah pemandian bersejarah yang dibangun Raja Airlangga pada abad
ke 11. Petirtaan Belahan berada di sisi timur gunung Penanggungan. Menurut
sejarahnya, selain menjadi tempat pertapaan Airlangga, tempat ini juga berfungsi
sebagai tempat pemandian para selir Prabu Airlangga. Sehingga terdapat dua patung
permaisuri dari Airlangga, sebagai bentuk pengabdian. Patung tersebut adalah patung
Dewi Laksmi dan juga Dewi Sri.
5. Pertapaan Pucangan
Prasasti Pucangan berada di Gunung Penanggungan yang ditulis menggunakan bahasa
sansekerta dan Jawa Kuno. Prasasti ini adalah peninggalan masa pemerintahan
Airlangga. Isinya menjelaskan tentang peristiwa dan silsilah keluarga raja dengan
berurutan. Prasasti ini terkenal juga dengan nama Calcutta Stone, sebab sekarang lokasi
prasasti ini tersimpan di Museum Kolkata (Calcutta), India.

Anda mungkin juga menyukai