Om Swastyastu
Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa
maka makalah ini dapat diselesaikan. Kami membuat makalah ini yang berjudul “Yajna dalam
Mahabharata dan Masa Kini” agar para pembaca tau apa saja yajna yang dilakukan dalam
mahabharata dan juga yajna yang dilakukan pada masa kini.
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini dan juga kepada teman – teman yang telah
membantu kelancaran pembuatan makalah ini.
Namun demikian kami menyadari keterbatasan yang kami miliki sehingga kemungkinan
adanya kekurangan – kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca guna menyempurnakan makalah ini sebagai pedoman dalam
penulisan dan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
Penyusun
1
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Isi
2.3 Makna yang Dapat Dipetik dari Pelaksanaan Yajna dalam Mahabharata ................... 9
2.4 Perbedaan dan Persamaan dalam Kisah Mahabharata dan Masa Kini ........................ 9
Daftar Pustaka
2
Bab I
Pendahuluan
3
Bab II
Isi
Mahabharata berasal dari kata “Maha” yang berarti besar atau agung sedangkan kata
“Bharata” berarti raja-raja dari dinasti Bharata. Jadi Mahabharata berarti cerita agung
tentang keluarga Bharata. Cerita Mahabharata membahas tentang dua keluarga besar yakni
Pandawa dan Kurawa. Kitab Mahabharata ditulis oleh Bhagawan Vyasa.
Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan
saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan tanah
negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan
pertempuran berlangsung selama delapan belas hari. Mahabarata sendiri terdiri dari 18
parwa yang saling berkaitan satu sama lain. Berikut adalah 18 parwa (astadasaparwa)
tersebut :
1. Adiparwa
Kitab Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya kisah
pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan Dhomya yang menguji ketiga muridnya, kisah
para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa kanak-kanak
Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya rakshasa Hidimba di tangan Bhimasena, dan kisah
Arjuna mendapatkan Dropadi.
2. Sabhaparwa
Kitab Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah balairung
untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni, permainan
dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus
mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran
selama 1 tahun.
3. Wanaparwa
Kitab Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di hutan.
Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang bertapa di gunung Himalaya
untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi bahan cerita
Arjunawiwaha.
4
4. Wirataparwa
Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan Wirata
setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar sebagai ahli
agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari, Nakula sebagai penjinak
kuda, Sahadewa sebagai pengembala, dan Dropadi sebagai penata rias.
5. Udyogaparwa
6. Bhismaparwa
7. Dronaparwa
8. Karnaparwa
Kitab Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai panglima perang oleh
Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan sekutunya yang lain. Dalam kitab
tersebut diceritakan gugurnya Dursasana oleh Bhima. Salya menjadi kusir kereta Karna,
kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna gugur di tangan Arjuna
dengan senjata Pasupati pada hari ke-17.
5
9. Salyaparwa
Kitab Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai panglima perang
Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang. Setelah
ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan hendak
menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan para Pandawa
sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bhima. Dalam perkelahian
tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat Aswatama sebagai panglima.
10. Sauptikaparwa
11. Striparwa
Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami mereka
di medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi
mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula
Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karna yang menjadi rahasia pribadinya.
12. Santiparwa
Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh saudara-
saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci oleh Rsi Byasa dan
Sri Kresna. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran Hindu agar Yudistira dapat
melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.
13. Anusasanaparwa
Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistira kepada Resi Bhisma untuk
menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha, aturan tentang
berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma
meninggalkan dunia dengan tenang.
6
14. Aswamedikaparwa
15. Asramawasikaparwa
16. Mosalaparwa
17. Prasthanikaparwa
18. Swargarohanaparwa
7
2.2 Sarpayajna
Pada zaman Mahabharata dikisahkan Panca Pandawa melaksanakan Yajna Sarpa yang
sangat besar dan dihadiri seluruh rakyat dan undangan yang terdiri atas raja-raja terhormat
dari negeri tetangga dan juga para pertapa suci yang berasal dari hutan atau gunung.
Menjelang puncak pelaksanaan Yajna, datanglah seorang brahmana suci dari hutan ikut
memberikan doa restu dan menjadi saksi atas pelaksanaan upacara yang besar itu.
Seperti biasanya, setiap tamu yang hadir dihidangkan berbagai macam makanan yang
lezat dalam jumlah yang tidak terhingga. Kepada brahmana utama ini diberikan suguhan
yang enak-enak. Setelah melalui perjalanan yang sangat jauh dari gunung ke ibu kota
Hastinapura, ia sangat lapar dan pakaiannya mulai terlihat kotor. Begitu dihidangkan
makanan oleh para dayang kerajaan, Sang Brahmana Utamapun langsung melahapnya
dengan cepat bagaikan orang yang tidak pernah menemukan makanan. Bersamaan dengan
itu melintaslah Dewi Drupadi yang tidak lain adalah penyelenggara Yajna besar tersebut.
Melihat cara Brahmana Utama menyantap makanan dengan tergesa-gesa, berkomentarlah
Drupadi sambil mencela. “Kasihan Brahmana Utama itu, seperti tidak pernah melihat
makanan, cara makannya tergesa-gesa.” kata Drupadi dengan nada mengejek. Walaupun
jarak antara Dewi Drupadi dengan Sang Brahmana Utama cukup jauh, tetapi karena
kesaktiannya ia dapat mendengar dengan jelas apa yang diucapkan oleh Drupadi. Sang
Brahmana Utama diam, tetapi batinnya kecewa. Drupadi pun melupakan peristiwa tersebut.
Dalam ajaran agama Hindu, disampaikan bahwa apabila kita melakukan tindakan
mencela, maka pahalanya akan dicela dan dihinakan. Terlebih lagi apabila mencela seorang
Brahmana Utama, pahalanya bisa bertumpuk-tumpuk. Dalam kisah berikutnya, Dewi
Drupadi mendapatkan penghinaan yang luar biasa dari saudara iparnya yang tidak lain
adalah Duryadana dan adik-adiknya. Di hadapan Maha Raja Drestarata, Rsi Bisma, Guru
Drona, Kripacarya, dan Perdana Menteri Widura serta disaksikan oleh para menteri lainnya,
Dewi Drupadi dirobek pakaiannya oleh Dursasana atas perintah Pangeran Duryadana.
Perbuatan biadab merendahkan kehormatan wanita dengan merobek pakaian di depan
umum, berdampak pada kehancuran bagi negeri para penghina. Terjadinya penghinaan
terhadap Drupadi adalah pahala dari perbuatannya yang mencela Brahmana Utama ketika
menikmati hidangan.
Dewi Drupadi tidak bisa ditelanjangi oleh Dursasana, karena dibantu oleh Krisna dengan
memberikan kain secara ajaib yang tidak bisa habis sampai adiknya Duryadana kelelahan
lalu jatuh pingsan. Krisna membantu Drupadi karena Drupadi pernah berkarma baik dengan
cara membalut jari Krisna yang terkena Panah Cakra setelah membunuh Supala. Pesan
moral dari cerita ini adalah, kalau melaksanakan Yajna harus tulus ikhlas, tidak boleh
mencela dan tidak boleh ragu-ragu.
8
2.3 Makna yang Dapat Dipetik dari Pelaksanaan Yajna dalam Mahabharata
Bermacam-macam yajna dijelaskan dalam cerita Mahaharata, ada yajna berbentuk benda,
yajna dengan tapa, yoga, yajna mempelajari kitab suci, yajna ilmu pengetahuan, yajna untuk
kebahagiaan orang tua. Korban suci dan keiklasan yang dilakukan oleh seseorang dengan
maksud tidak mementingkan diri sendiri dan menggalang kebahagiaan bersama adalah
pelaksanaan ajaran dharma yang tertinggi (yajnam sanatanam).
Kegiatan upacara agama dan dharma sadhana lainnya sesungguhnya adalah usaha
peningkatan kesucian diri. Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyebutkan.:
“Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kejujuran (satya), atma disucikan
dengan tapa brata, budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan (spiritual)”.
Nilai-nilai ajaran dalam cerita Mahabharata kiranya masih relevan digunakan sebagai
pedoman untuk menuntun hidup menuju ke jalan yang sesuai dengan Veda. Oleh karena itu,
mempelajari kita suci Veda, terlebih dahulu harus memahami dan menguasai Itihasa dan
Purana (Mahabharata dan Ramayana), seperti yang disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya
sloka 49 sebagai berikut :
“Weda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna, dengan jalan mempelajari itihasa dan
purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit pengetahuannya”
2.4 Perbedaan dan Persamaan Yajna dalam Kisah Mahabharata dan Masa Kini
Yajna yang dilakukan pada kisah Mahabharata (masa lalu/India) ternyata berbeda dengan
Yajna yang dilakukan oleh masyarakat masa kini (Bali). Berikut merupakan persamaan dan
perbedaan beberapa yajna yang dilakukan pada kisah Mahabharata dan pada masa kini :
Perbedaan
1. Upacara Pemakaman (ngaben)
Di India upacara ngaben dilakukan dengan sangat sederhana. Yaitu dengan cara
menyiramkan air kepada jenazah yang sudah dibungkus oleh kain kasa dan
kemudian dibakar. Setelah dibakar abu dari jenazah tersebut akan dihanyutkan di
sungai.
Sedangkan upacara ngaben di Bali membutuhkan banten yang banyak. Dan
biasanya dilakukan di pemakaman. Yang kemudian abunya diletakkan pada
mrajan rong telu.
9
2. Upacara Pernikahan
Di India tangan dan kaki pengantin wanita dan seluruh anggota keluarga
terdekatnya akan dihias oleh seniman henna profesional. Henna dipercaya bisa
meningkatkan kecantikan pengantin wanita. Upacara ini biasanya dilaksanakan
sehari sebelum pernikahan. Juga dilaksanakan upacara pemujaan Ganesha
Puja. Sebelum pesta dimulai, Ganesha Puja dilakukan untuk keberuntungan. Hal
ini penting karena Ganesha adalah dewa penghancur segala hambatan. Upacara
ini biasanya melibatkan anggota keluarga inti kedua mempelai.
Sedangkan di Bali mencari hari baik/medewasa ayu. Mencari hari baik (dewasa)
biasanya dilakukan oleh pihak pengantin pria, dengan cara meminta petunjuk
kepada seorang sulinggih atau seseorang yang sudah biasa memberikan
dewasa (nibakang padewasaan). Adapun dewasa yang diminta biasanya
berurutan sesuai dengan acara-acara dalam pelaksanaan upacara perkawinan,
antara lain dewasa pangenten (pemberitahuan), dewasa mererasan
(meminang/mapadik), dewasa penjemputan calon pengantin wanita dan dewasa
pawiwahan. Serta dilakukan acara memadik menggunakan upakara. Adapun
upakara yang dibawa pada saat memadik (meminang), antara lain :
a. Pejati, sebagai upakara pesaksi untuk dihaturkan di pemerajan calon
pengantin perempuan
b. Canang pangraos, ditambah dengan segehan putih kuning asoroh
c. Pagemelan (rarapan)
Persamaan
1. Upacara Pemakaman (ngaben)
Upacara ngaben yang dilakukan di India dan di Bali memiliki persamaan
yaitu, sama-sama dilakukan pembakaran terhadap jenazahnya.
2. Upacara Pernikahan
Upacara pernikahan di India dan di Bali sama-sama melakukan pertemuan
keluarga antara pengantin pria dan wanita.
10
2.5 Kaitan Yajna dalam Mahabharata dan Masa Kini
Nilai-nilai yang terkandung di dalam teks Astadasaparwa diantaranya adalah nilai ajaran
dharma, nilai kesetiaan, nilai pendidikan dan nilai yajna (korban suci). Nilai-nilai ini kiranya
ada manfaatnya untuk direnungkan dalam kehidupan pada masa kini :
Inti pokok cerita Mahabharata adalah konflik (perang) antara saudara sepupu
(Pandawa melawan seratus Korawa) keturunan Bharata. Oleh karena itu, Mahabharata
disebut juga Maha-bharatayuddha. Konflik antara Dharma (kebenaran/kebajikan yang
diperankan oleh Panca Pandawa) dengan Adharma (kejahatan yang diperankan oleh
Seratus Korawa). Dalam setiap gerak tokoh Pandawa lima, dharma senantiasa
menemaninya. Setiap hal yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan,
menyenangkan hati diri sendiri, sesama manusia maupun mahluk lain, inilah yang
pertama dan utama kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan
buah yang semakin lama semakin banyak jika kita terus memupuknya. Panca Pandawa
dalam menegakkan dharma, pada setiap langkahnya selalu mendapat ujian berat,
memuncak pada perang Bharatayuddha. Bagi siapa saja yang berlindung pada Dharma,
Tuhan akan melindunginya dan memberikan kemenangan serta kebahagiaan.
Sebagaimana yang dilakukan oleh pandawa lima, berlindung di bawah kaki Krisna
sebagai awatara Tuhan. “Satyam ewa jayate” (hanya kebenaran yang menang).
11
3. Nilai pendidikan
Sistem Pendidikan yang diterapkan dalam cerita Mahabharata lebih menekankan
pada penguasaan satu bidang keilmuan yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswa.
Artinya seorang guru dituntut memiliki kepekaan untuk mengetahui bakat dan
kemampuan masing-masing siswanya. Sistem ini diterapkan oleh Guru Drona, Bima
yang memiliki tubuh kekar dan kuat bidang keahliannya memainkan senjata gada, Arjuna
mempunyai bakat di bidang senjata panah, dididik menjadi ahli panah. Untuk menjadi
seorang ahli dan mumpuni di bidangnya masing-masing, maka faktor disiplin dan kerja
keras menjadi kata kunci dalam proses belajar mengajar.
12
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Yajna merupakan salah satu upacara yang sangat penting untuk dilakukan. Yajna
sendiri adalah segala bentuk pemujaan/persembahan dan pengorbanan yang dilaksanakan
secara tulus ikhlas dengan tujuan-tujuan mulia dan luhur terhadap Ida Sang Hyang Widhi.
Adapun Yajna memiliki 4 unsur yaitu Karya (perbuatan), Sreya (ketulusikhlasan), Bhudi
(kesadaran), dan Bhakti (persembahan). Adapun tujuan yajna adalah untuk melakukan
penebusan utang atau Rna. Sedangkan penyucian dilakukan agar Atman kembali bersatu
dengan Paramatma.
Ada banyak hal yang dapat kita petik dari cerita yang ada dalam kisah Mahabharata.
Salah satunya adalah kita harus menjalankan yajna dengan tulus ikhlas. Dengan
menjalankan yajna secara tulus ikhlas dan dengan hati suci maka niscaya Ida Sang Hyang
Widhi Wasa akan menerima yajna yang sudah kita buat. Kemudian kita tidak boleh
menertawakan brahmana yang berpenampilan lusuh.
3.2 Saran
Makna penting yang dapat kita ambil dari cerita Mahabharata adalah bahwa saat
melakukan yajna, kita haruslah melakukannya dengan tulus ikhlas. Maka dari itu, sebaiknya
kita sebagai umat Hindu sadar bahwa jika ingin melakukan yajna, kita harus juga mengingat
nilai-nilai dalam cerita Mahabharata sebagai pedoman melakukan yajna yang baik. Kita juga
harus sadar akan pentingnya aspek penting yajna dalam setiap aspek kehidupan. Yajna
merupakan suatu hal yang bisa kita lakukan untuk membayar hutang-hutang yang kita bawa
sejak lahir. Dengan melaksanakan yajna, kita bisa terbebas dari hutang tersebut. Jadi,
janganlah sekali-kali lupa untuk melakukan yajna.
13
Daftar Pustaka
Sumber Website :
Yonjaema. 2017. Kaitan Yadnya Pada Masa Kini dan Pada Masa Mahabharata. https://
rimaagustinary.wordpress.com/2017/10/25/kaitan-yadnya-pada-masa-kini-dan-pada-
masa-mahabharata. Diakses tgl 21/09/2019 pukul 10.03
14