Rāmāyana adalah kitab suci Veda Smrti tergolong Upaveda yang disebut
Itihasa. Rāmāyana sebagai Itihasa yang terdiri dari 7 Kanda dengan jumlah sloka sebanyak 24.000
buah stanza. Ramãyana sebagai kitab suci Veda ditulis oleh Bhãgawan Walmiki. Menurut tradisi, kejadian
yang dilukiskan di dalam Ramãyana menggambarkan kehidupan pada zaman Tretayuga tetapi menurut
kritikus Barat berpendapat bahwa Ramãyana sudah selesai ditulis sebelum tahun 500 S.M. Diduga
ceritanya telah populer tahun 3100 S.M.
. Kitab Ramayana adalah karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terbagi menjadi 7 ( tujuh )
bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :
1. Bala kanda.
2. Ayodya kanda
3. Aranya kanda
4. Kiskinda kanda
5. Sundara kanda
6. Yudha kanda
7. Uttara kanda
C.1. Nilai - Nilai Dalam Cerita Ramayana
Dalam kitab Ramayana terdapat suatu ajaran Sang Rama terhadap adik musuhnya bernama
Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu
dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku).
yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau
kerajaan, yaitu :
Bumi
Air.
Api
Angin
Surya
Rembulan
Lintang
Mendung
C.2. Nilai-Nilai Yadnya Dalam Epos Ramayana
Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha melaksanakan Homa yadnya untuk
memohonketurunan. Beliau meminta Rsi Resyasrengga sebagai purohita untuk melakukan pemujaan
kepada dewa siwa dalam upacara agnihotra. (Homa yadnya atau sering disebut agnihotra. Agnihotra
berasal dari kata sansekerta dimana terdiri dari dua kata yaitu agni dan hotra. Agni adalah api dan hotra
adalah penyucian. Jadi Agnihotra dalam pengertian leksikal yang dimaksud persembahan suci kepada
Sang Hyang Agni (api suci) teristimewa adalah persembahan susu, minyak susu dan susu asam. Ada dua
macam Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin (konstan) umumnya 2 kali sehari pagi dan sore (nitya
atau nityakāla) dan Agnihotra yang dilakukan secara insidental (kāmya atau naimitikakāla). Secara umum
semua yadnya dalam veda mempunyai arti sama yaitu agnihotra. Sebab pengertian yadnya dalam veda
adalah persembahan yang dituangkan ke dalam api suci. Api suci yang dimaksud adalah api yang
dihidupkan dan dikobarkan dalam kunda. Kunda adalah lambang pengorbanan).
1. Dewa Yadnya
adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang
Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat dewa yadnya
dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yadnya (agnihotra) yang dilaksanakan oleh prabu
Dasaratha. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian melalui perantara dewa agni. Jika
istadewatanya bukan dewa agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka upacara ini dinamai homa yadnya.
Istilah lainnya Hawana dan Huta mengingat para dewa diyakini sebagai penghuni svahloka, maka sudah
selayaknya yadnya yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit dan bumi.
2. Pitra Yadnya
upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Kata pitra bersinonim dengan Pita
yang artinya ayah atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia yang
beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut agama hindu hal ini adalah salah
satu bentuk yadnya yang utama. Betapa durhakanya seseorang apabila berani dan tidak bisa menunjukkan
rasa baktinya kepada orang tua sebagai pitra. Seperti dalam Ramayana, dimana Sri Rama sebagai tokoh
utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahan tetap menunjukkan rasa bhakti yang
tinggi terhadap orang tuanya.
Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai pitra yadnya yang termuat dalam epos Ramayana
demi memenuhi janji orang tuanya (Raja Dasaratha), sri rama Laksmana dan dewi Sita mau menerima
perintah dari sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaannya sebagai raja di
Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan keinginan Raja Dasaratha dan hanya sebagai bentuk janji
seorang raja terhadap istrinya Dewi Kaikeyi, Sri Rama secara tulus dan ikhlas menjalankan perintah orang
tuanya tersebut. Bersana istri dan adiknya Laksmana hidup mengembara di hutan selama bertahun-tahun.
Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak hendaknya selalu mampu menunjukkan sujud baktinya
kepada orang tua atas jasnya telah memelihara dan menghidupi anak tersebut.
3. Manusa Yadnya
Dalam rumusan kitab suci veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yadnya atau Nara Yadnya itu
adalah memberi makan pada masyarakat (maweh apangan ring Kraman) dan melayani tamu dalam
upacara (athiti puja). Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa yadnya tergolong sarira
samskara. Inti sarira samskara adalah peningkatan kualitas manusia. Manusa yadnya di Bali dilakukan
sejak bayi masih berada dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan. Pada cerita
Ramayana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yadnya yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal
ini dapat dilihat pada kisah yang menceritakan Sri Rama mempersunting Dewi Sita.
4. Rsi Yadnya
itu adalah menghormati dan memuja Rsi atau pendeta. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan,
Rsi Yadnya ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang, artinya Rsi yadnya
adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri menjadi manusia. Dengan demikian
melayani pendeta sehari-hari maupun saat-saat beliau memimpin upacara tergolong Rsi Yadnya.
Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para
tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Rsi sebagai pemimpin keagamaan, penasehat
kerajaan, dan guru kerohanian.
5. Bhuta Yadnya
Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai kekuatan negative
yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Bhuta yadnya pada hakikatnya bertujuan untuk
mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya menyejahterakan dan melestarikan alam
lingkungan (sarwaprani) upacara butha yadnya yang lebih cenderung untuk nyomia atau mendamaikan
atau menetralisir kekuatan-kekuatan negative agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia dan
bahkan diharapkan membantu umat manusia.
Nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas pada uraian kisah epos Ramayana, hal ini dapat
dilihat pada pelaksanaan Homa Yadnya sebagai yadnya yang utama juga diiringi dengan ritual Bguta
Yadnya untuk menetralisir kekuatan negative sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.
Berikut ini dapat dipaparkan bentuk-bentuk penerapan ajaran bhakti sujati, sebagai berikut;
1. Mendengarkan sesuatu dengan baik “Srawanam”
2. Bersyukur (mensyukhuri atas anugrah-Nya) “Vedanam”.
3. Menembangkan, melantumkan, menyanyikan gita/kidung “Kirtanam”.
4. Selalu mengingat nama Tuhan “Smaranam”.
5. Menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma “Padasevanam”.
6. Bersahabat dengan Tuhan “Sukhyanam”.
7. Berpasrah diri memuja para bhatara-bhatari dan para dewa sebagai manifestasi Tuhan
“Dahsyam”.
8. Memuja Tuhan dengan sarana arca “Arcanam”.
9. Berpasrah total kepada Tuhan “Sevanam atau Atmanividanam”.