Anda di halaman 1dari 3

BHAKTI SEJATI DALAM RAMÀYANA

A. Ajaran Bhakti Sejati


Kata Bhakti (Bahasa Sanskerta) berarti pengabdian atau bagian (Monier: 2008). Dalam
praktikHinduisme menandakan suatu keterlibatan aktif oleh seseorang dalam memuja Yang Mahakuasa.
Istilah bhaktisering diterjemahkan sebagai pengabdian, meskipun kata partisipasi semakin sering
digunakan sebagai istilah yang lebih akurat, karena menyampaikan sesuatu yang hubungan dekat dengan
Tuhan. Orang yang melakukanbhakti disebut bhakta, sementara bhakti sebagai jalan spiritual disebut
sebagai bhakti marga atau jalan bhakti.
B. Bagian-bagian Ajaran Bhakti Sejati
Kitab Bhagavata Purana VII.5.23 menyebutkan ada 9 jenis bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan
Yang Maha Esa, yang disebut dengan istilah Navavidha bhakti, diantaranya:
1. Srawanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan cara membaca atau mendengarkan hal-hal yang bermutu seperti
pelajaran/ceramah keagamaan, cerita-cerita keagamaan dan nyanyian-nyanyian keagamaan, membaca kitab-kitab suci.
2. Kirtanam yang berarti berbhakti kepada Tuhan dengan jalan menyanyikan kidung suci keagamaan atau kidung suci yang
mengagungkan kebesaran Tuhan dengan penuh pengertian dan rasa bhakti yang ikhlas serta benar-benar menjiwai isi
kidung tersebut.
3. Smaranam adalah cara berbhakti kepada Tuhan dengan cara selalu ingat kepada-Nya, mengingat nama-Nya, bermeditasi.
Setiap indera kita menikmati sesuatu, kita selalu ingat bahwa semua itu adalah anugrah dari Tuhan. Cara yang khusus
untuk selalu mengingat Beliau adalah dengan mengucapkan salah satu gelar Beliau secara berulang-ulang misalnya: “Om
Nama Siwa ya”. Pengucapan yang berulang-ulang ini disebut dengan japa atau japa mantra.
4. Padasevanam yaitu dengan memberikan pelayanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk melayani, menolong
berbagai mahkluk ciptaannya.
5. Arcanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara memuja keagungan-Nya.
6. Vandanam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan jalan melakukan sujud dan kebhaktian.
7. Dhasyam yaitu berbhakti kepada Tuhan dengan cara melayani-Nya dalam pengertian mau melayani mereka yang
memerlukan pertolongan dengan penuh keiklasan.
8. Sukhyanam yaitu memandang Tuhan Yang Maha Esa sebagai sahabat sejati, yang memberikan pertolongan ketika dalam
bahaya.
9. Atmanivedanam adalah berbhakti kepada Tuhan dengan cara menyerahkan diri sepenuhnya kehadapan Hyang Widhi.
Seseorang yang menjalankan bhakti dengan cara ini akan melakukan segala sesuatunya sebagai persembahan kepada
Tuhan.

C. Çloka Ajaran Bhakti Sejati dalam Rāmāyana

Rāmāyana adalah kitab suci Veda Smrti tergolong Upaveda yang disebut
Itihasa. Rāmāyana sebagai Itihasa yang terdiri dari 7 Kanda dengan jumlah sloka sebanyak 24.000
buah stanza. Ramãyana sebagai kitab suci Veda ditulis oleh Bhãgawan Walmiki. Menurut tradisi, kejadian
yang dilukiskan di dalam Ramãyana menggambarkan kehidupan pada zaman Tretayuga tetapi menurut
kritikus Barat berpendapat bahwa Ramãyana sudah selesai ditulis sebelum tahun 500 S.M. Diduga
ceritanya telah populer tahun 3100 S.M.
. Kitab Ramayana adalah karya sastra yang ditulis oleh Maharsi Walmiki, terbagi menjadi 7 ( tujuh )
bagian dengan istilah ” Sapta Kanda ” bagian-bagiannya antara lain :
1. Bala kanda.
2. Ayodya kanda
3. Aranya kanda
4. Kiskinda kanda
5. Sundara kanda
6. Yudha kanda
7. Uttara kanda
C.1. Nilai - Nilai Dalam Cerita Ramayana
Dalam kitab Ramayana terdapat suatu ajaran Sang Rama terhadap adik musuhnya bernama
Gunawan Wibisana yang menggantikan kakaknya, Rahwana, setelah perang di Alengka. Ajaran itu
dikenal dengan nama Asthabrata, (astha yang berarti delapan dan brata yang berarti ajaran atau laku).
yang merupakan ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah negara atau
kerajaan, yaitu :
 Bumi
 Air.
 Api
 Angin
 Surya
 Rembulan
 Lintang
 Mendung
C.2. Nilai-Nilai Yadnya Dalam Epos Ramayana
Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha melaksanakan Homa yadnya untuk
memohonketurunan. Beliau meminta Rsi Resyasrengga sebagai purohita untuk melakukan pemujaan
kepada dewa siwa dalam upacara agnihotra. (Homa yadnya atau sering disebut agnihotra. Agnihotra
berasal dari kata sansekerta dimana terdiri dari dua kata yaitu agni dan hotra. Agni adalah api dan hotra
adalah penyucian. Jadi Agnihotra dalam pengertian leksikal yang dimaksud persembahan suci kepada
Sang Hyang Agni (api suci) teristimewa adalah persembahan susu, minyak susu dan susu asam. Ada dua
macam Agnihotra yaitu yang dilakukan secara rutin (konstan) umumnya 2 kali sehari pagi dan sore (nitya
atau nityakāla) dan Agnihotra yang dilakukan secara insidental (kāmya atau naimitikakāla). Secara umum
semua yadnya dalam veda mempunyai arti sama yaitu agnihotra. Sebab pengertian yadnya dalam veda
adalah persembahan yang dituangkan ke dalam api suci. Api suci yang dimaksud adalah api yang
dihidupkan dan dikobarkan dalam kunda. Kunda adalah lambang pengorbanan).
1. Dewa Yadnya
adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang
Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat dewa yadnya
dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yadnya (agnihotra) yang dilaksanakan oleh prabu
Dasaratha. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian melalui perantara dewa agni. Jika
istadewatanya bukan dewa agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka upacara ini dinamai homa yadnya.
Istilah lainnya Hawana dan Huta mengingat para dewa diyakini sebagai penghuni svahloka, maka sudah
selayaknya yadnya yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit dan bumi.
2. Pitra Yadnya
upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Kata pitra bersinonim dengan Pita
yang artinya ayah atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia yang
beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut agama hindu hal ini adalah salah
satu bentuk yadnya yang utama. Betapa durhakanya seseorang apabila berani dan tidak bisa menunjukkan
rasa baktinya kepada orang tua sebagai pitra. Seperti dalam Ramayana, dimana Sri Rama sebagai tokoh
utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahan tetap menunjukkan rasa bhakti yang
tinggi terhadap orang tuanya.
Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai pitra yadnya yang termuat dalam epos Ramayana
demi memenuhi janji orang tuanya (Raja Dasaratha), sri rama Laksmana dan dewi Sita mau menerima
perintah dari sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaannya sebagai raja di
Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan keinginan Raja Dasaratha dan hanya sebagai bentuk janji
seorang raja terhadap istrinya Dewi Kaikeyi, Sri Rama secara tulus dan ikhlas menjalankan perintah orang
tuanya tersebut. Bersana istri dan adiknya Laksmana hidup mengembara di hutan selama bertahun-tahun.
Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak hendaknya selalu mampu menunjukkan sujud baktinya
kepada orang tua atas jasnya telah memelihara dan menghidupi anak tersebut.
3. Manusa Yadnya
Dalam rumusan kitab suci veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yadnya atau Nara Yadnya itu
adalah memberi makan pada masyarakat (maweh apangan ring Kraman) dan melayani tamu dalam
upacara (athiti puja). Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa yadnya tergolong sarira
samskara. Inti sarira samskara adalah peningkatan kualitas manusia. Manusa yadnya di Bali dilakukan
sejak bayi masih berada dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan. Pada cerita
Ramayana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yadnya yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal
ini dapat dilihat pada kisah yang menceritakan Sri Rama mempersunting Dewi Sita.
4. Rsi Yadnya
itu adalah menghormati dan memuja Rsi atau pendeta. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan,
Rsi Yadnya ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang, artinya Rsi yadnya
adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri menjadi manusia. Dengan demikian
melayani pendeta sehari-hari maupun saat-saat beliau memimpin upacara tergolong Rsi Yadnya.
Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para
tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Rsi sebagai pemimpin keagamaan, penasehat
kerajaan, dan guru kerohanian.
5. Bhuta Yadnya
Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai kekuatan negative
yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Bhuta yadnya pada hakikatnya bertujuan untuk
mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya menyejahterakan dan melestarikan alam
lingkungan (sarwaprani) upacara butha yadnya yang lebih cenderung untuk nyomia atau mendamaikan
atau menetralisir kekuatan-kekuatan negative agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia dan
bahkan diharapkan membantu umat manusia.
Nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas pada uraian kisah epos Ramayana, hal ini dapat
dilihat pada pelaksanaan Homa Yadnya sebagai yadnya yang utama juga diiringi dengan ritual Bguta
Yadnya untuk menetralisir kekuatan negative sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.

D. Bentuk penerapan Bhakti Sejati dalam Kehidupan

Berikut ini dapat dipaparkan bentuk-bentuk penerapan ajaran bhakti sujati, sebagai berikut;
1. Mendengarkan sesuatu dengan baik “Srawanam”
2. Bersyukur (mensyukhuri atas anugrah-Nya) “Vedanam”.
3. Menembangkan, melantumkan, menyanyikan gita/kidung “Kirtanam”.
4. Selalu mengingat nama Tuhan “Smaranam”.
5. Menyembah, sujud, hormat di Kaki Padma “Padasevanam”.
6. Bersahabat dengan Tuhan “Sukhyanam”.
7. Berpasrah diri memuja para bhatara-bhatari dan para dewa sebagai manifestasi Tuhan
“Dahsyam”.
8. Memuja Tuhan dengan sarana arca “Arcanam”.
9. Berpasrah total kepada Tuhan “Sevanam atau Atmanividanam”.

Anda mungkin juga menyukai