Anda di halaman 1dari 9

Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara

,
Diterima Pada
2 Juni 2021

Disetujui Pada KAJIAN NILAI PENDIDIKAN SENI PERTUNJUKAN GEBUG ENDE DI


28 Juni 2021 DESA SERAYA, KABUPATEN KARANGASEM

Ni Made Tuindah Rai Masyoni1, I Gusti Ngurah Seramasara 2


E-ISSN : 1Institut Seni Indonesia Denpasar
P-ISSN :
2 Institut Seni Indonesia Denpasar

madetuindah@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan keterkaitan dengan sejarah, perkembangan, dan
mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pertunjukan Gebug Ende. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan tahap-tahap: a) pengumpulan data, b) kategorisasi data ,
c) reduksi data), d) penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Gebug Ende berasal dari kata gebug yang artinya
memukul, dan ende berarti alat pelindung (tameng). Maka Gebug Ende secara harfiah dapat diartikan suatu
pertunjukan dengan gerakan saling memukul dengan menggunakan rotan sebagai alat pemukul dan ende sebagai
alat untuk melindungi diri. Gebug Ende merupakan kesenian tradisi warisan budaya leluhur yang bertahan
sampai saat ini dan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi, di mana tradisi ini dilakoni untuk
memohon turun hujan pada musim kemarau. Tradisi ini merupakan tradisi yang unik dan dikenal oleh
masyarakat luas yang berasal dari Desa Seraya, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Seiring dengan
perkembangan era globalisasi, dilihat dari pelaksanaannya, Gebug Ende dapat digolongkan menjadi tiga
golongan kegiatan antara lain; sebagai tari sakral, sebagai kegiatan tradisi budaya, dan sebagai kegiatan
ceremonial/hiburan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkenalkan kesenian tradisi yang sangat unik
di Kabupaten Karangasem yaitu kesenian Gebug Ende, agar nantinya kesenian ini semakin dikenal oleh
masyarakat luas, dan tetap dilestarikan oleh para generasi penerus. Tradisi ini sangat dipercayai oleh masyarakat
Desa Seraya untuk memohon hujan pada musim kemarau tiba. Masyarakat sangat semangat dan antusias
melestarikan kesenian Gebug Ende, baik anak-anak maupun dewasa.
Kata kunci: pertunjukan, tradisi, gebug ende.

PENDAHULUAN Kabupaten Karangasem. Kesenian tradisi


yang cukup unik dan diminati oleh
Bali merupakan pulau yang terkenal akan masyarakat luas di Kabupaten Karangasem
seni dan budayanya yang khas. Beragam adalah Gebug Ende. Tradisi Gebug Ende
tradisi yang mencerminkan Bali menarik berasal dari Desa Seraya, Kecamatan
banyak orang untuk melihat keunikan Karangasem, Kabupaten Karangasem.
budayanya. Berbagai ragam kesenian dan
budaya yang merupakan warisan leluhur Desa Seraya kini telah dimekarkan menjadi
tetap dilestarikan dan diwarisi hingga saat tiga desa yaitu Seraya Barat, Seraya Tengah
ini oleh masyarakat Bali. dan Seraya Timur. Wilayah Desa Seraya
berada di daerah dataran tinggi, dataran
Setiap kabupaten/kota yang ada di Bali, rendah, lembah-lembah dan perbukitan
memiliki kesenian tradisi yang berbeda- kering yang dekat dengan pantai, yang
beda, dan masing-masing memiliki ciri khas dikenal dengan Pantai Ujung. Dengan
tersendiri. Salah satu kabupaten yang letaknya yang demikian menjadikan desa ini
terletak di ujung timur Pulau Bali adalah memiliki hawa panas dan curah hujan yang

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021


Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara
,

rendah. Kehidupan warga Desa Seraya yang sebagai alat pemukul dan ende sebagai alat
sebagian besar hidup dengan mendapatkan untuk melindungi diri. Seiring dengan
penghasilan dari mata pencaharian bertani perkembangan era globalisasi, dilihat dari
membuat warga sangat mengharapkan pelaksanaannya, Gebug Ende dapat
turunnnya hujan. Bila turun hujan digolongkan menjadi tiga golongan kegiatan
masyarakat bisa menanam 5 bahan makanan antara lain; sebagai tari sakral, sebagai
pokok, seperti jagung, kacang-kacangan, kegiatan tradisi budaya, dan sebagai
ketela pohon dan lain sebagainya, sehingga kegiatan ceremonial/hiburan. Keberfungsian
kebutuhan pokok terpenuhi. Sedangkan bila pelaksanaan tradisi Gebug Ende selain
terlambat datangnya turun hujan, maka memiliki fungsi secara niskala juga memiliki
akan membuat warga cukup resah. fungsi sebagai bentuk pengendalian diri dan
Keresahan itu diakibatkan karena warga meningkatkan solidaritas antar masyarakat
merasa terancam akan persediaan makanan di Desa Seraya.
yang semakin menipis akibat panen yang
terancam gagal karena kekurangan air. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik
mengangkat kesenian tradisi yang ada di
Pelaksanaan tradisi Gebug Ende di Desa Kabupaten Karangasem yaitu Gebug Ende,
Pakraman Seraya karena adanya suatu bertujuan untuk memperkenalkan kepada
kepercayaan masyarakat setempat bahwa para pembaca mengenai sejarah,
dengan melakukan pementasan tradisi ini perkembangan dan nilai-nilai pendidikan
bisa dijadikan perantara untuk memohon karakter yang terkandung, sehingga peneliti
turunnya hujan. (Patra Sukadi, 2013:6) berkeinginan agar kesenian tersebut dikenal
Masyarakat Desa Seraya sangat semangat oleh masyarakat luas dan tetap dilestarikan.
dan antusias melestarikan kesenian Gebug
Ende, baik anak-anak maupun dewasa. METODE
Tradisi ini sudah berlangsung secara turun
temurun. Dalam mempertahankan tradisi Metode penelitian yang digunakan dalam
Gebug Ende di Desa Seraya sangat kuat penelitian ini adalah metode deskriptif
dipengaruhi oleh beberapa alasan atau kualitatif. Deskriptif kualitatif yaitu
faktor-faktor, yaitu adanya sistem keyakinan penelitian yang dilakukan untuk
bahwa dengan melakukan pementasan menggambarkan suatu variabel secara
tradisi Gebug Ende mampu mengundang mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa
hujan, adanya pengaruh modernisasi atau membuat perbandingan atau
globalisasi yaitu kehidupan manusia yang menghubungkan variabel dengan variabel
semakin kompleks dan maju membuat lainnya. Metode ini menekankan pada
masyarakat mulai meninggalkan tradisi atau makna, penalaran, menjelaskan situasi
kebudayaan yang ada dalam suatu tertentu yang berhubungan dengan kejadian
masyarakat, sehingga hal tersebut kehidupan sehari-hari.
menyebabkan berkurangnya keyakinan
terhadap budaya lokal dan roh leluhur. Sudirman (dalam Swandewi, 2008:29)
(Desak Made Suprayanti, 2014:8) menjabarkan mengolahan dan analisis
Gebug Ende berasal dari kata gebug sebagai berikut: a) pengumpulan data, pada
yang artinya memukul, dan ende berarti alat tahap ini semua data yang diperoleh dari
pelindung (tameng). Maka Gebug Ende hasil wawancara, observasi, dan
secara harfiah dapat diartikan suatu dokumenter, b) kategorisasi data, pada
pertunjukan dengan gerakan saling tahap ini data yang telah dikumpulkan dan
memukul dengan menggunakan rotan yang telah dijaring atas dasar pikiran,

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021


Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara
,

pendapat atau kriteria tertentu dengan kemudian secara politis keduanya terpisah,
mengelompokan kartu-kartu yang telah ada ikatan sejarah dan budaya di antara
dibuat ke dalam bagian-bagian isi yang suku-sukunya. Khususnya dengan Suku
secara jelas berkaitan, c) reduksi data, data Sasak di Pulau Lombok. Merujuk pada
yang telah terkumpul akan dilakukan sejarah, sejak abad ke-17 terjalin hubungan
reduksi, dirangkum dan akan dipilih hal-hal antara kerajaan Karangasem dengan
yang paling penting dan berkaitan degan kerajaan Pejanggik di Lombok.
kajian penelitian dan d) penarikan
kesimpulan atau verifikasi data. Salah satu inti garda depan kerajaan
Karangasem adalah pasukan dari Seraya
Pengumpulan data dilakukan dengan yang berjumlah 40 orang. Keempat puluh
observasi, wawancara, dokumenter, dan orang tersebut adalah warga Seraya pilihan
studi kepustakaan dengan teknik analisis yang kebal (tidak terlukai oleh senjata tajam)
data yaitu: reduksi data, penyajian data, dan yang terkenal dengan sebutan soroh Petang
penarikan kesimpulan yang hasilnya Dasa. Bersama-sama dengan pasukan
disajikan secara verbal dan sistematis. lainnya, pasukan Petang Dasa berada paling
depan menuju sasak dengan naik jukung.
Pendekatan yang dipakai adalah teori sosial Senjata yang dipakai oleh pasukan Petang
kritis yang berprinsip bahwa kebudayaan Dasa dalam ekspedisi tersebut hanyalah
adalah teks sehingga dapat dibaca guna gebug dan ende.
memahami maknanya. Pemaknaan tidak
hanya mengacu pada struktur kognisi Singkat cerita, ketika sampai di Sasak,
binerisme namun juga dipahami sebagai pasukan kerajaan Karangasem menyerang
sesuatu yang dibentuk lewat penafsiran. wilayah kerajaan Sasak dengan berbagai
Makna terikat pada ideologi, kekuasaan, senjata. Pasukan Petang Dasa dengan senjata
kepentingan dan/atau hasrat yang gebug dan ende tersebut menyerang dan
tersembunyi di balik kebudayaan sebagai magebug membabi buta melawan pasukan
teks. Aktualisasinya, tidak bisa hanya dari Sasak. Dan akhirnya wilayah Sasak
dibatasi pada kata-kata, kalimat kalimat, dapat dikuasai oleh Raja Karangasem.
dan teks tunggal tertentu, melainkan relasi Sebagai hadiahnya, pasukan dari Seraya
antar teks atau intertektualitas. Pencarian diberikan menetap di tanah Sasak. Tempat
makna atas suatu kebudayaan menekankan orang-orang Seraya menetap di Sasak diberi
pada makna denotatif dan makna konotatif nama Seraya Pagesangan. Oleh karena Sasak
yang didapat lewat penafsiran secara sudah dikuasai oleh Kerajaan Karangasem,
dekonstruktif. Hal ini dilakukan untuk ada pula pasukan yang dari Seraya pulang
menganalisa suatu tradisi sebagai simbol ke Bali. Pasukan Petang Dasa memenangkan
budaya yang mengandung nilai pendidikan pertempuran akibat turunnya hujan lebat,
karakter. yang kemudian diyakini sebagai
pertolongan dari Hyang Widhi. Mereka
HASIL DAN PEMBAHASAN kemudian kembali ke desa masing-masing
setelah perang berakhir.
Sejarah singkat Gebug Ende
Pada zaman kerajaan Karangasem, beberapa Desa Seraya saat itu dilanda oleh kekeringan
warga melaksanakan ekspedisi ke Tanah berkepanjangan. Mengingat kemenangan
Sasak. Seperti yang sudah diketahui, Bali mereka dalam perang, para pasukan ini
dan NTB dulunya sama-sama menjadi kemudian melaksanakan upacara memohon
bagian dari Provinsi Sunda Kecil. Meski hujan kepada Hyang Widhi disertai dengan

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021


Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara
,

permainan peperangan. Sejak saat itu, ritual beberapa warga melaksanakan ekspedisi ke
gebug ende menjadi tradisi masyarakat Desa Tanah Sasak. Dengan membawa pasukan
Seraya. Untuk mengenang peristiwa yang berjumlah 40 orang yang terkenal
tersebut, maka di Desa Adat Seraya tetap dengan sebutan soroh Petang Dasa. Ketika
melaksanakan kegiatan magebug sebagai sampai di Sasak, pasukan kerajaan
upaya melestarikan tradisi budaya yang Karangasem menyerang wilayah kerajaan
pernah dilakukan oleh leluhur dahulu, agar Sasak dengan berbagai senjata. Pasukan
tradisi budaya tersebut tidak punah. Petang Dasa dengan senjata rotan dan ende
tersebut menyerang dan magebug membabi
Perkembangan Seni Pertunjukan Gebug buta melawan pasukan dari sasak. Dan
Ende akhirnya wilayah Sasak dapat dikuasai oleh
Seiring dengan perkembangan zaman era Raja Karangasem. Untuk mengenang
globalisasi, termasuk kepariwisataan, maka peristiwa tersebut, maka di Desa Adat
dilihat dari pelaksanaannya Gebug Ende Seraya tetap melaksanakan kegiatan
dapat digolongkan menjadi 3 golongan Magebug sebagai upaya melestarikan tradisi
kegiatan antara lain sebagai berikut. budaya yang pernah dilakukan oleh leluhur
dahulu, agar tradisi budaya tersebut tidak
a. Gebug Ende, sebagai tari sacral, punah.
Sebagai tari sakral, Gebug Ende
dipertunjukkan pada sasih kapat, tepatnya c. Gebug Ende sebagai kegiatan
setelah upacara Usaba Kapat selesai atau ceremonial/hiburan
masineb. Sebelum kegiatan magebug, prajuru Sebagai kegiatan seremonial, pertunjukan
desa dan pemangku desa bersama-sama Gebug Ende telah dimodifikasi dari pakem
ngaturang pejati di Pura Bale Agung dan aslinya dengan tujuan untuk memenuhi
ngaturang segehan di tempat/arena permintaan pelaku pariwisata atau kegiatan
pertunjukan gebug berlangsung. Pada zaman pemerintah lainnya seperti dipentaskan
dulu, sejak warga Seraya masih pada Pesta Kesenian Bali, perayaan Ulang
mengandalkan pertanian jagung sebagai tahun Kota, dan yang lainnya. Oleh pecinta
mata pencaharian utama, biasanya seniman Seraya, telah banyak menciptakan
menjelang Usaba Kapat kegiatan membajak tarian yang terinspirasi dari Gebug Ende
di ladang sudah selesai. Pada sasih kapat yang dapat dipergunakan sebagai
(umumnya akhir bulan Oktober) di Desa akomodasi pariwisata atau kegiatan lainnya.
Seraya selalu kekurangan air. Usaba Kapat
juga merupakan rangkaian usaba yang Nilai Pendidikan Karakter dalam
terakhir berlangsung di Desa Adat Seraya Pertunjukan Gebug Ende
dalam kurun waktu satu tahun. Oleh karena Pada dasarnya, nilai pendidikan yang
rangkaian upacara atau usaba telah selesai terkandung dalam pertunjukan Gebug Ende
dan musim dalam keadaan kemarau adalah pendidikan karakter. Pendidikan
panjang, maka warga Seraya melaksanakan karakter merupakan gabungan dari dua
kegiatan magebug. Kegiatan magebug sangat kata, yaitu pendidikan dan karakter. Kita
dipercaya oleh warga Seraya sejak dahulu ketahui bahwa pengertian pendidikan
untuk memohon hujan secara turun begitu banyak versi yang menyebutkan.
temurun. Salah satunya adalah Ki Hadjar Dewantara
dalam Kongres Taman Siswa yang pertama
b. Gebug Ende sebagai kegiatan tradisi tahun 1930 mengatakan bahwa pendidikan
budaya. umumnya berarti daya upaya untuk
Pada zaman Kerajaan Karangasem, memajukan bertumbuhnya budi pekerti

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021


Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara
,

(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), religius ditunjukkan dari makna yang
dan tubuh anak. Sedangkan istilah dipercaya bahwa tradisi ini dimaksudkan
karakter secara harfiah berasal dari bahasa untuk memohon hujan kepada Tuhan Yang
Latin “charakter”, yang antara lain berarti: Maha Kuasa. Selain itu karakter religius
watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi dapat dilihat dari atribut dan sarana yang
pekerti, kepribadian atau akhlak. Karakter digunakan dalam pertunjukan. Para pemain
adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi menggunakan kain hitam dan saput hitam
pekerti yang menjadi ciri khas seseorang putih (poleng), serta ikat kepala berwarna
atau sekelompok orang. merah, tanpa menggunakan baju. Sebelum
dimulai, terlebih dahulu dilakukan ritual
Pendidikan karakter merupakan upaya- permohonan oleh para juru banten agar
upaya yang dirancang dan dilaksanakan semuanya diberi keselamatan dan
secara sistematis untuk membantu peserta pertunjukan dapat berjalan dengan lancar.
didik memahami nilai-nilai perilaku Serta masyarakat yang akan mengikuti
manusia yang berhubungan dengan Tuhan pertunjukan Gebug Ende juga
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama melaksanakan permohonan/sembahyang
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang bersama terlebih dahulu. Properti yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, digunakan yaitu alat pemukul
perkataan, dan perbuatan berdasarkan berupa rotan dengan panjang sekitar 1,5
norma-norma agama, hukum, tata krama, meter hingga 2 meter yang disebut gebug.
budaya, dan adat istiadat. Sedangkan alat penangkisnya berupa
anyaman kulit sapi kering dengan bentuk
Dalam pertunjukan Gebug Ende terdapat melingkar yang disebut dengan ende. Ketika
beberapa nilai-nilai pendidikan karakter saatnya mulai, maka gending pengiring pun
yaitu: dinamis, kompetitif, keberanian, dimainkan. Para pemain mulai saling pukul
religius, jujur, disiplin, kerja keras, dan menggunakan gebug dan ende yang telah
kreatif. Karakter dinamis dalam hal ini, dipersiapkan sebagai sarana utama
yaitu semangat para masyarakat yang ikut pertunjukan. Karakter kejujuran, sikap jujur
berpartisipasi dalam melestarikan tradisi yang terkandung dalam pertunjukan Gebug
Gebug Ende, dan perjuangan masyarakat Ende dapat dilihat terutama jujur dengan
dalam magebug, untuk dapat mengalahkan kode etik permainan serta jujur mengakui
lawan. Karakter kompetitif dapat dikatakan kekalahan atau kemenangan lawan.
keberanian para pemain dalam bersaing Karakter disiplin, ditunjukkan dengan sikap
untuk mengikuti pertunjukan Gebug Ende, disiplin dalam mentaati aturan/norma yang
para masyarakat Desa Seraya baik anak- berlaku. Dalam pertunjukan Gebug Ende,
anak maupun dewasa, sangat berani dan pemain hanya dapat memukul bagian dari
pantang menyerah dalam mengikuti pinggang hingga ke kepala. Di tengah arena
pertunjukan Gebug Ende, karena tradisi ini terdapat sebuah rotan sebagai garis batas
dipercayai sebagai tradisi memohon hujan. yang digunakan membagi lapangan menjadi
Karakter keberanian, masyarakat Desa 2 bagian. Para pemain tidak diizinkan
Seraya memiliki karakter yang berani dalam memukul lawan melewati pembatas rotan
menghadapi kehidupan yang keras. Dalam tersebut. Karakter kerja keras, untuk dapat
pertunjukan Gebug Ende para pemain menjadi pemenang, maka para pemain
berani mengorbankan dirinya jika harus harus bekerja keras dalam mengalahkan
terluka pada saat mengikuti pertunjukan. lawan. Untuk itu, semangat, kerja keras,
Bisa dikatakan, masyarakat Desa Seraya ketelitian dan kecermatan dengan sungguh-
adalah masyarakat yang kebal. Karakter sungguh akan memberikan hasil sesuai

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021


Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara
,

harapan. Karakter kreatif yang ditunjukkan pinggang hingga ke kepala. Tidak boleh
dalam Gebug Ende adalah kreatifitas dalam memukul di bawah pinggang sampai kaki
menemukan kelemahan lawan serta kreatif (Adi Gunarta, 2016:38). Permainan selesai
dalam melindungi diri dari pukulan lawan. saat salah satu pemain sudah tidak dapat
Kreatifitas dalam memainkan ende serta membalas serangan dari lawannya.
mencari celah dalam memukul lawan.
Pertunjukan Gebug Ende pada umumnya
Aturan/Norma Pementasan setiap putaran, dipertunjukan oleh 2 orang
Seperti biasanya, sebelum pertunjukan laki-laki. Untuk jumlah penari tidak
dimulai tentunya terdapat persiapan yang ditentukan (bebas). Disesuaikan dengan
harus dilakukan untuk mendukung jalannya kondisi masyarakat yang ingin dan berani
pertunjukan. Persiapan-persiapan yang dalam mengikuti pertunjukan Gebug Ende.
dimaksud adalah banten/sesajen. Para penari Di tengah arena terdapat sebuah rotan
mempersiapkan segala perlengkapan seperti sebagai garis batas yang digunakan
properti dan busana yang akan digunakan. membagi lapangan menjadi 2 bagian. Para
Properti yang digunakan yaitu alat pemukul pemain tidak diizinkan memukul lawan
berupa rotan denganpanjang sekitar 1,5 melewati pembatas rotan tersebut. Kali
meter hingga 2 meter yang disebut gebug. pertama diawali dengan kelompok anak-
Sedangkan alat penangkisnya berupa anak, setelahnya baru ada giliran untuk
anyaman kulit sapi kering dengan bentuk kelompok dewasa. Tidak ada perbedaan
melingkar yang disebut dengan ende. aturan antara anak-anak dan dewasa. Jika
dipertunjukan untuk kegiatan
Dalam pertunjukan Gebug Ende, Sebelum seremonial/hiburan, maka para penari
dimulai, terlebih dahulu dilakukan ritual sudah ditentukan jumlahnya dan biasanya
permohonan oleh para juru banten agar terdapat penari perempuan, misalnya 4
semuanya diberi keselamatan dan penari perempuan, dan 4 penari laki-laki.
pertunjukan dapat berjalan dengan lancar.
Serta para masyarakat yang akan mengikuti Gebug Ende bisa dipertunjukkan di mana
pertunjukan Gebug Ende juga mengikuti saja asalkan medannya datar dan lapang.
ritual permohonan atau sembahyang Seperti di halaman pura, balai banjar, jalan,
bersama sebelum pertunjukan dimulai. Dan lapangan, dan sebagainya. Namun biasanya,
juga persiapan para penabuh menyiapkan jika Gebug Ende dipertunjukkan sebagai tari
gamelan yang akan digunakan untuk sakral, maka tempat pementasan
mengiringi pertunjukan Gebug Ende. dilaksanakan di Pura Bale Agung Desa Adat
Seraya selama 3 hari. Selain itu, Gebug
Pertunjukan dibuka dengan ucapan selamat Ende juga dapat dilaksanakan di seluruh
datang serta pembekalan agar para pemain wilayah desa adat sesuai dengan situasi
menekankan kejujuran dan sportifitas. kondisi sebagai upaya untuk melestarikan
Selain para pemain, ada peran wasit yang tradisi budaya. Jika dipertunjukkan sebagai
disebut “saye” (wasit). Saye dalam hal ini acara hiburan dapat dilaksanakan di
memiliki peran untuk memimpin, lapangan, di gedung, maupun tempat
mengawasi, mengatur, dan menegakkan lainnya. Hal ini disesuaikan dengan
norma-norma aturan dalam pertandingan. kebutuhan pertunjukan.
“saye” memberitahukan uger-uger (batasan)
yang harus ditaati para pemain. Aturan
dalam pertunjukan Gebug Ende adalah
pemain hanya dapat memukul bagian dari

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021


Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara
,

yang juga ikut diwariskan bersama-sama dengan


barang dan jasa yang terkandung”.

Suatu pertunjukan kesenian sangat penting


adanya elemen-elemen yang mendukung.
Jazuli (dalam Azzahro dan Indriyanto, 2019)
mengemukakan elemen-elemen pertunjukan
meliputi tema pertunjukan, penari/pelaku
pertunjukan, kostum yang digunakan,
musik yang mengiringi, properti yang
Gambar 1.Pertunjukan Gebug Ende mendukung keindahan sajian, gerak tari
Sumber : (Dok.jjbtour 2016)
dalam pertunjukan, rias wajah untuk
memperkuat karakter, dan tempat
pertunjukan.

Dalam proses pertumbuhannya, kesenian


tradisional yang merupakan bagian dari
kesenian rakyat diwariskan secara turun
temurun dari satu generasi ke generasi
Gambar 2.Pertunjukan Gebug Ende berikutnya. Hal ini sesuai dengan apa yang
(Sumber : Dok.wisatabali.com 2019) di ungkapkan Yoety (dalam Fauzan dan
Sedyawati (dalam Wijaya, 2015) menjelaskan Nashar, 2017 ), kesenian tradisional adalah
bahwa seni Pertunjukan merupakan sebuah kesenian yang sejak lama turun temurun
ungkapan budaya, wahana untuk hidup dan berkembang pada suatu daerah,
menyampaikan nilai-nilai budaya, dan masyarakat etnik tertentu yang
perwujudan norma-norma estetik-artistik perwujudannya mempunyai peranan
yang berkembang sesuai dengan zaman. tertentu dalam masyarakat pendukungnya
Proses akulturasi berperan besar dalam
melahirkan perubahan dan transformasi Kutipan di atas menunjukkan bahwa Gebug
dalam bentuk tanggapan budaya, termasuk Ende adalah salah satu kesenian tradisi yang
juga seni pertunjukan ada di Desa Seraya, Kabupaten Karangasem.
Tradisi ini dipercayai sebagai media untuk
Kemudian Yus Rusyana (dalam Caturwati, memohon hujan saat musim kemarau tiba.
2008) menjelaskan tentang tradisi sebagai Tradisi Gebug Ende merupakan identitas
berikut. masyarakat Desa Seraya yang memiliki
“Sesuatu disebut tradisi apabila hal itu telah nilai-nilai kearifan lokal, serta menunjukkan
tersedia di masyarakat, berasal dari masyarakat identitas keberagaman Budaya Bali dalam
sebelumnya, yaitu telah mengalami penerusan
turunanturunan antar generasi. Tradisi terwujud
bentuk seni atraktif.
sebagai barang dan jasa serta perpaduan antara
keduanya. Sebagai barang, tradisi merupakan PENUTUP
produk dari masa lalu yang diwariskan kepada
generasi berikutnya. Sebagai jasa, tradisi
Bali memiliki beraneka ragam kesenian,
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat, yang jenis dan caranya sudah tertentu. seperti seni tari, seni karawitan, seni musik,
Kegiatan yang demikian itu diwariskan dari satu seni drama, dan yang lainnyaBerbagai
generasi ke generasi berikutnya. Dalam produk ragam kesenian dan budaya yang
barang dan jasa itu terkadang nilai dan norma merupakan warisan leluhur tetap
dilestarikan dan diwarisi hingga saat ini

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021


Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara
,

oleh masyarakat Bali. Setiap karakter. Pendidikan karakter merupakan


kabupaten/kota, memiliki kesenian tradisi upaya-upaya yang dirancang dan
yang berbeda-beda, dan masing-masing dilaksanakan secara sistematis untuk
memiliki ciri khas tersendiri. membantu peserta didik memahami nilai-
nilai perilaku manusia yang berhubungan
Salah satu kesenian tradisi yang ada di Desa dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
Seraya, Kecamatan Karangasem, Kabupaten sesama manusia, lingkungan, dan
Karangasem adalah Gebug Ende. Desa kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
Seraya kini telah dimekarkan menjadi tiga sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
desa yaitu Seraya Barat, Seraya Tengah dan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
Seraya Timur. Wilayah Desa Seraya berada tata krama, budaya, dan adat istiadat.
di daerah dataran tinggi, dataran rendah, Dalam pertunjukan Gebug Ende memiliki
lembah-lembah dan perbukitan kering yang beberapa nilai pendidikan karakter yaitu:
dekat dengan pantai, yang dikenal dengan dinamis, kompetitif, keberanian, religius,
Pantai Ujung. Dengan letaknya yang jujur, disiplin, kerja keras, dan kreatif.
demikian menjadikan desa ini memiliki Pertunjukan Gebug Ende tentunya diawali
hawa panas dan curah hujan yang rendah. dengan menghaturkan sarana upacara, dan
Kehidupan warga Desa Seraya yang dilakukan ritual permohonan oleh para juru
sebagian besar hidup dengan mendapatkan banten agar semuanya diberi keselamatan
penghasilan dari mata pencaharian bertani dan pertunjukan bisa berjalan dengan
membuat warga sangat mengharapkan lancar. Pertunjukan Gebug Ende di Desa
turunnnya hujan. Gebug Ende merupakan Seraya biasanya dipertunjukkan di Pura Bale
kesenian tradisi warisan budaya leluhur Agung setelah upacara Usaba Kapat selesai
yang bertahan sampai saat ini dan atau masineb. Selain itu, dapat dilaksanakan
diwariskan secara turun temurun dari di seluruh wilayah desa adat sesuai dengan
generasi ke generasi, dimana tradisi ini situasi kondisi sebagai upaya untuk
dilakoni untuk memohon turun hujan pada melestarikan tradisi budaya. Jika
musim kemarau. dipertunjukkan sebagai acara hiburan dapat
dilaksanakan di lapangan, di gedung,
Gebug Ende secara harfiah dapat diartikan maupun tempat lainnya. Hal ini disesuaikan
suatu pertunjukan dengan gerakan saling dengan kebutuhan pertunjukan.
memukul dengan menggunakan rotan
sebagai alat pemukul dan ende sebagai alat DAFTAR RUJUKAN
untuk melindungi diri. Keberfungsian Daftar Rujukan (Artikel dan Buku)
pelaksanaan tradisi Gebug Ende selain Azzahro, A. A., & Indriyanto, R. 2019. Interaksi
memiliki fungsi secara niskala juga memiliki Simbolik pada Pertunjukan
fungsi sebagai bentuk pengendalian diri dan Sintren Desa Luwijawa
Kecamatan Jatinegara
meningkatkan solidaritas antar masyarakat
Kabupaten Tegal. Jurnal Seni
di Desa Seraya
Tari, 8(1), 103-110.
Dibia, I Wayan. 1999. Selayang Pandang Seni
Seiring dengan perkembangannya Gebug Pertunjukan Bali. Masyarakat
Ende dapat digolongkan menjadi 3 Seni Pertunjukan Indonesia.
golongan antara lain: sebagai tari sakral, Bandung.
sebagai kegiatan tradisi budaya, dan sebagai Fauzan, R., & Nashar, N. 2017. Mempertahankan
kegiatan seremonial/hiburan. Nilai Tradisi, Melestarikan Budaya
pendidikan yang terkandung dalam (Kajian Historis dan Nilai
pertunjukan Gebug Ende adalah pendidikan Budaya Lokal Kesenian Terebang

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021


Ni Made Tuindah Rai Masyoni, I Gusti Ngurah Seramasara
,

Gede di Kota
Serang). Candrasangkala: Jurnal
Pendidikan Sejarah dan
Sejarah, 3(1), 1-9.
Gunarta, I Wayan Adi (Juni 2016). "Gebug Ende:
Ritual untuk Memohon
Hujan". Kalangwan.
Patra Sukadi, I Made. 2013. Peran Desa Pakraman
Dalam Pemertahanan Tradisi
Gebug Ende Dan Implikasinya Bagi
Pendidikan Pelestarian Budaya.
Jurusan Pendidikan Pancasila
Dan Kewarganegaraan, Fakultas
Ilmu Sosial, Undiksha Singaraja.
Suprayanti, Desak Made. 2014. Pemertahanan
Tradisi Gebug Ende di Desa
Pekraman Seraya, Karangasem,
Bali, dan Potensinya Sebagai
Sumber belajar Sejarah di SMA.
Jurnal Pendidikan Sejarah.
Wijaya, H. Y. 2015. Perancangan Buku Apresiasi
Kesenian Jaranan Senterewe
Kediri Jawa Timur. Jurnal DKV
Adiwarna, 1(6), 12.

Sumber Lainnya (Internet)


Baihaki, Imam. 2016. Tradisi Gebug Ende
Karangasem, Tradisi Unik Turun Temurun
Warga Desa Seraya. Tersedia di
https://www.kintamani.id/tradisi-gebug-
ende-karangasem-tradisi-unik-turun-
temurun-warga-desa-seraya/ [Accessed 5
Mei 2021].
Club, Bali Tours. 2021. Gebug Ende Seraya.
Tersedia di
https://www.balitoursclub.net/gebug-
ende-seraya/ [Accessed 7 Mei 2021].
Karangasem, Kab. 2013. Tradisi “Perang” Gebug
Ende Seraya: Saling Pukul dengan Rotan
untuk Memohon Hujan. Tersedia di
http://v2.karangasemkab.go.id/index.php/
baca-artikel/24/Tradisi-
%E2%80%9CPerang%E2%80%9D-Gebug-
Ende-Seraya:-Saling-Pukul-dengan-Rotan-
untuk-Memohon-Hujan [Accessed 8 Mei
2021].

Narasumber
I Made Salin, 50 tahun, Bendesa Desa Adat
Seraya, Br. Gambang Desa Seraya Tengah
Kabupaten Karangasem .

PENSI: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni - Vol, 1 No, 1 Juli 2021

Anda mungkin juga menyukai