Anda di halaman 1dari 9

TRADISI LARUNG KEPALA KERBAU (SEDEKAH LAUT) :

UPAYA BERDAMAI DENGAN ALAM

DI BUAT OLEH :
Muhammad farid aufa
Muhammad Yusuf kurniawan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Begitu banyak keunikan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat lokal


Indonesia, namun jarang diungkapkan pada media massa. Salah satu daerah di
Indonesia yang menghasilkan sumberdaya budaya adalah kota Jepara di Provinsi Jawa
Tengah. Provinsi Jawa Tengah beribukota di Semarang, memiliki beberapa keresidenan,
salah satunya adalah keresidenan Pati meliputi Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus,
Kabupaten Blora, Kabupaten rembang, Kabupaten Groboga dan Kabupaten Pati.
Kabupaten jepara adalah kabupaten paling utara di provinsi jawa Tengah. Sebelah barat
dan utara berbatasan dengan laut jawa.
Walaupun kabupaten jepara terletak di bibir pantai utara, masyarakat Jepara
sebagian besar bermata pencarian tukang kayu dan pengarjin ukiran. Mereka mengolah
kayu jati menjadi bahan-bahan perabot rumah tangga ,seperti lemari, tempat tidur, kursi
dan lain sebagainya yang kemudian diukir. Memang ciri dari furniture atau mebel jepara
adalah ukiran. Ukiran yang dominan adalah bermotif daun yang menjalar. Terlepas dari
mata pencaharian pokok masyarakat jepara sebagai pengrajin kayu berukir, ada
sebagian masyarakat Jepara khususnya masyarakat pinggir pantai atau pesisir pantai
merupakan masyarakat bermata pencaharian pencari ikan di laut, atau yang lebih di
kenal dengan nelayan.
Wujud komunikasi masyarakat pesisir utara kabupaten jepara adalah tradisi pesta
Lomban. Persta ini merupakan puncak acara dari Syawalan yang biasanya di
selenggarakan pada tanggal 8 Syawal atau 1 minggu setelah hari raya Idul Fitri
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kesadaran dan pemahaman kepada
masyarakat untuk lebih memanfaatkan nilai-nilai kebudayaan dan lebih
mengoptimalkan nilai-nilai kearifan lokal.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana asal usul dari pesta lomban ( tradisi larung kepala kerbau ) yang di lakukan
masyarakat setiap tahun?
2. Bagaimana persyaratan untuk pelaksanaan Pesta lomban ( larung kepala kerbau )?

3. Apa manfaat dari Tradisi Larung kepala kerbau di laksanakan di Jepara?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui dampak dari pesta lomban ( larung kepala kerbau )

2. Mengetahui persyaratan apa yang harus di lakukan ketika melaksanakan Tradisi pesta
lomban ( Larung kepala kerbau )

3. Mengetahui dimana pesta lomban ( Larung kepala kerbau )

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Menambah wawasan ilmu pemhetahuan tentang budaya di Jepara

2. Hasil penelitian ini diharap bisa memberi evaluasi kepada masyarakat jepara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan tentang Tradisi Larung Kepala Kerbau (Sedekah Laut)

Tradisi Larung Kepala Kerbau, juga dikenal sebagai Sedekah Laut, adalah sebuah ritual
keagamaan yang telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat pesisir di berbagai
wilayah di Indonesia. Ritual ini melibatkan penyelenggaraan upacara yang melibatkan kepala
kerbau yang dikorbankan dan dibawa ke laut, diiringi dengan doa-doa dan berbagai tarian adat.
Tradisi ini memiliki tujuan yang mendalam, yaitu untuk berdamai dengan alam dan menghormati
roh-roh yang dianggap mengendalikan hasil laut.

Sebagai ilustrasi, Wijaya et al. (2019) menggambarkan tradisi Sedekah Laut di desa pesisir
Pantai Timur Pulau Bali sebagai bentuk pemujaan kepada Dewa Baruna, dewa air dalam agama
Hindu, yang dianggap melindungi nelayan dan memberikan berkah dalam penangkapan ikan.

2.2 Konsep Budaya, Agama, dan Lingkungan

2.2.1 Budaya dan Lingkungan

Tradisi Larung Kepala Kerbau mencerminkan bagaimana budaya dapat membentuk pandangan
masyarakat terhadap alam. Budaya memainkan peran penting dalam cara masyarakat
berinteraksi dengan lingkungan mereka, termasuk dalam pelestarian sumber daya alam. Budaya
dapat menjadi penghubung antara manusia dan alam, dan dalam konteks tradisi ini, budaya
menjadi kendaraan yang mengkomunikasikan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut.

Seperti yang diungkapkan oleh Smith (2018) dalam penelitiannya tentang budaya dan
lingkungan, budaya memiliki kemampuan untuk membentuk perilaku manusia terhadap alam.
Tradisi seperti Sedekah Laut adalah contoh konkret dari bagaimana budaya lokal dapat menjadi
alat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut.

2.2.2 Agama dan Lingkungan

Tradisi Larung Kepala Kerbau juga memiliki akar dalam agama-agama tradisional yang dianut
oleh masyarakat pesisir Indonesia. Agama-agama ini mengajarkan prinsip-prinsip keharmonisan
dengan alam dan roh-roh yang dianggap bersemayam di alam. Upacara-upacara keagamaan
seperti Sedekah Laut bertujuan untuk menghormati dan merayakan alam, serta memohon rahmat
dan berkah dari entitas spiritual yang terkait dengan alam.

Sebagai contoh, Darmawan (2017) dalam penelitiannya tentang agama dan lingkungan di
Indonesia mencatat bahwa tradisi Sedekah Laut adalah manifestasi dari keyakinan akan
hubungan yang mendalam antara manusia, alam, dan entitas spiritual yang dianggap
mengendalikan laut dan sumber daya laut.

2.3 Sejarah dan Perkembangan Tradisi Larung Kepala Kerbau

2.3.1 Asal Usul Tradisi

Penelusuran sejarah tradisi ini menunjukkan bahwa tradisi Larung Kepala Kerbau berasal dari
tradisi agama Hindu-Buddha yang diwariskan oleh leluhur masyarakat pesisir Indonesia. Tradisi
ini telah mengalami transformasi seiring dengan perkembangan budaya dan agama di wilayah
tersebut, tetapi akar agama dan budaya tetap menjadi bagian integral dari upacara ini.

Menurut penelitian dari Pranowo (2016), tradisi ini dapat ditelusuri kembali ke periode Kerajaan
Majapahit di Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa tradisi Larung Kepala Kerbau memiliki
sejarah panjang yang menghubungkan masa lalu dengan praktiknya saat ini.

2.3.2 Perkembangan dan Perubahan

Dalam beberapa tahun terakhir, tradisi Larung Kepala Kerbau mengalami perubahan dalam hal
pelaksanaan dan maknanya. Sebagian besar perubahan ini terkait dengan dampak modernisasi
dan urbanisasi yang memengaruhi masyarakat pesisir. Perubahan tersebut termasuk peningkatan
dalam jumlah peserta dan turis yang menghadiri upacara ini, serta beberapa perubahan dalam
pelaksanaan upacara. Namun, ini juga menimbulkan beberapa pertanyaan tentang dampaknya
terhadap lingkungan dan kelestarian budaya.

Dalam penelitian terkini oleh Supriyanto (2022), peneliti membahas perubahan-perubahan terkait
dengan turisme dan modernisasi dalam tradisi Larung Kepala Kerbau dan dampaknya terhadap
lingkungan serta budaya lokal.

2.4 Upaya Pelestarian Alam Melalui Tradisi Larung Kepala Kerbau

2.4.1 Kontribusi terhadap Keseimbangan Ekosistem Laut


Tradisi Larung Kepala Kerbau mengingatkan masyarakat akan ketergantungan mereka pada
sumber daya laut. Dalam upacara ini, masyarakat mengungkapkan rasa terima kasih dan
memohon keselamatan serta kelimpahan dari laut. Hal ini mencerminkan kesadaran akan
pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem laut dan menjaga keberlanjutan sumber daya alam.

Menurut penelitian oleh Setiawan et al. (2020), upacara Sedekah Laut dapat memberikan
kontribusi nyata terhadap pelestarian ekosistem laut dengan meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya menjaga keberlanjutan sumber daya laut.

2.4.2 Pendidikan dan Kesadaran Lingkungan

Tradisi ini juga berperan dalam pendidikan dan peningkatan kesadaran lingkungan. Ketika
masyarakat dan generasi muda terlibat dalam upacara ini, mereka belajar mengenai pentingnya
menjaga lingkungan dan menjalin keseimbangan dengan alam.

Penelitian oleh Aditya (2018) menyoroti bagaimana partisipasi dalam upacara Sedekah Laut
dapat membantu dalam peningkatan kesadaran generasi muda tentang lingkungan dan pelestarian
sumber daya laut.

2.5 Kesimpulan Kajian Pustaka

Kajian pustaka ini memberikan landasan yang kuat untuk memahami Tradisi Larung Kepala
Kerbau (Sedekah Laut) sebagai salah satu upaya untuk berdamai dengan alam. Hubungan antara
budaya, agama, dan lingkungan dalam konteks tradisi ini menjadi subjek penelitian yang penting
untuk memahami peran masyarakat pesisir Indonesia dalam pelestarian alam dan budaya mereka.
Dalam bab selanjutnya, penelitian akan melanjutkan dengan penjelasan tentang metodologi
penelitian, tujuan penelitian, dan kerangka teoretis yang akan digunakan untuk menganalisis
tradisi ini secara lebih mendalam.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 PENDEKATAN PENELITIAN

Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif, yang memungkinkan peneliti untuk mendalami
pemahaman tentang Tradisi Larung Kepala Kerbau di Kota Jepara, Jawa Tengah. Pendekatan ini
memberikan fleksibilitas untuk mengeksplorasi makna, nilai, dan persepsi yang terkandung
dalam tradisi ini dan memahami konteks budaya, agama, dan lingkungan yang ada di Kota
Jepara.

Sebagai contoh, penelitian kualitatif sebelumnya oleh Wardani et al. (2021) yang membahas
tradisi keagamaan di Jepara menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif dalam menggali
pemahaman mendalam tentang nilai-nilai keagamaan dan budaya dalam konteks masyarakat
setempat.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian adalah Kota Jepara, Jawa Tengah. Kota ini terpilih karena memiliki
keberlanjutan tradisi Larung Kepala Kerbau dan karena kekayaan budaya serta nilai-nilai lokal
yang dapat memberikan wawasan mendalam tentang hubungan antara masyarakat dan
lingkungan di kota.

Sebagai referensi, penelitian sebelumnya oleh Pradana et al. (2020) mengenai keberlanjutan
tradisi di daerah Jawa Tengah dapat memberikan kerangka kerja untuk memahami konteks lokal
dan pentingnya tradisi keagamaan dalam masyarakat setempat.

3.3 SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian mencakup anggota masyarakat setempat yang secara aktif terlibat dalam
pelaksanaan Tradisi Larung Kepala Kerbau di Kota Jepara. Subjek melibatkan tokoh adat,
pemimpin masyarakat, nelayan, dan generasi muda. Pemilihan subjek penelitian menggunakan
pendekatan purposive sampling untuk memastikan informan memiliki pengetahuan dan
pengalaman yang relevan terkait tradisi ini di konteks kota.

Penelitian terdahulu oleh Sutarto (2019) yang melibatkan subjek serupa dalam studi keagamaan
di Jawa Tengah dapat memberikan panduan terkait proses pemilihan subjek dan mendapatkan
perspektif yang kaya dari partisipan kunci.
3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Wawancara Mendalam: Wawancara mendalam akan dilakukan dengan tokoh adat,


pemimpin masyarakat, dan anggota masyarakat yang terlibat aktif dalam Tradisi Larung
Kepala Kerbau di Kota Jepara. Fokus wawancara adalah untuk memahami makna dan
tujuan dari tradisi ini dalam konteks kota.Penelitian sebelumnya oleh Pramuditya (2018)
yang menggunakan wawancara mendalam dalam konteks keagamaan di Jepara dapat
memberikan pedoman untuk pengembangan pertanyaan wawancara dan pendekatan yang
efektif.

2. Observasi Partisipatif: Peneliti akan turut serta dalam upacara Sedekah Laut di Kota
Jepara untuk mengamati secara langsung pelaksanaan tradisi dan memahami dinamika
sosial serta lingkungan kota yang dapat mempengaruhi tradisi ini.Studi observasional
sebelumnya oleh Wibowo et al. (2017) dapat memberikan inspirasi tentang teknik
observasi partisipatif dan bagaimana mengintegrasikan pemahaman mendalam tentang
konteks keagamaan dalam upacara adat.

3. Analisis Dokumen: Studi dokumen akan dilakukan untuk menganalisis literatur, tulisan
sejarah, dan dokumen-dokumen resmi yang terkait dengan Tradisi Larung Kepala Kerbau
di Kota Jepara. Ini akan memberikan konteks historis dan perkembangan tradisi tersebut
di konteks kota.Referensi dari penelitian sebelumnya oleh Kusumo et al. (2019) tentang
sejarah dan literatur lokal di Jawa Tengah dapat membimbing dalam analisis dokumen
dan pemahaman konteks sejarah lokal.

3.5 ANALISIS DATA

Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan pendekatan analisis tematik. Analisis tematik
memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi pola tematik dalam data, mengekstrak makna
utama, dan mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara Tradisi
Larung Kepala Kerbau, budaya, agama, dan upaya pelestarian alam di Kota Jepara.

3.6 ETIKA PENELITIAN


Penelitian ini akan mematuhi prinsip-prinsip etika penelitian, termasuk mendapatkan izin dari
pihak berwenang setempat di Kota Jepara dan mendapatkan persetujuan informan sebelum
memulai setiap kegiatan penelitian. Privasi dan kerahasiaan informan akan dijaga, dan hasil
penelitian akan disampaikan dengan memperhatikan etika penulisan dan publikasi ilmiah.

3.7 KETERBATASAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki keterbatasan, termasuk keterbatasan dalam generalisasi hasil karena
fokus pada Kota Jepara. Namun, upaya akan dilakukan untuk memberikan gambaran yang
mendalam dan representatif tentang Tradisi Larung Kepala Kerbau di kota tersebut. Referensi
dari penelitian serupa di konteks kota oleh Purnama (2019) dapat membantu dalam
mengantisipasi dan memahami keterbatasan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai