Anda di halaman 1dari 11

BEJE SEBUAH KEARIFAN LOKAL SUKU DAYAK NGAJU DALAM KERANGKA

KONSERVASI LINGKUNGAN

Di susun oleh :

Nama : Isa Andreyanku Lana


Adi Hardani
Yanli Medianata
Mata Kuliah : Teologi Ekologi

Semester : Semester III

Prodi : Pendidikan Agama Kristen

KEMENTRTIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI (IAKN)

PALANGKA RAYA

2023
KATA PENGANTAR

Kami memulai kata pengantar ini dengan penuh rasa syukur dan penghormatan kepada
Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat dan Tuhan kami, yang telah memberikan hidup-Nya sebagai
kurban penyelamatan bagi umat manusia. Semoga berkat, kasih, dan damai sejahtera dari-Nya
senantiasa menyertai kita semua dalam perjalanan iman ini. Makalah ini merupakan hasil dari
eksplorasi penulis dalam mata kuliah Teologi Ekologi di bawah bimbingan Bapak Lianto, M.Th.

Penulis merasa terhormat memaparkan makalah ini dengan harapan dapat memberikan
wawasan lebih dalam tentang konsep "Beje" dalam konteks suku Dayak Ngaju di Kalimantan
Tengah. Penulis menjelajahi aspek-aspek penting seputar "Beje," yang bukan hanya alat
penangkapan ikan, tetapi juga sebuah simbol budaya, filosofi konservasi, dan bagian integral dari
kehidupan suku Dayak Ngaju.

Penulis berharap makalah ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat kepada
pembaca tentang betapa berharga dan relevan keragaman budaya lokal dalam menjaga alam dan
sumber daya alam. Terima kasih kepada Bapak Lianto, M.Th., yang telah membimbing penulis
dalam mata kuliah ini, serta kepada semua pihak yang telah mendukung penulis dalam
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
dalam tentang pentingnya menjaga kearifan lokal dalam menjaga lingkungan kita.

Palangka Raya, 27 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2

DAFTAR ISI...........................................................................................................................................3

BAB I : PENDAHULUAN..................................................................................................................4

1.1. Latar Belakang......................................................................................................4

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................5

1.3. Tujuan...................................................................................................................5

BAB II : PEMBAHASAN...................................................................................................................6

2.1. Pengertian "Beje" sebagai Kearifan Lokal...............................................................6

2.2. Pengaruh "Beje" Terhadap Sikap dan Tindakan Pelestarian Lingkungan...........7

2.3. Pemanfaatan "Beje" Sebagai Kerangka Konservasi Lingkungan yang Efektif................8

BAB III : PENUTUP...........................................................................................................................10

3.1. Kesimpulan............................................................................................................10

3.2. Saran.....................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam lingkup budaya yang kaya dan beragam di Indonesia, suku-suku pribumi
memiliki sejumlah kearifan lokal yang telah diteruskan dari generasi ke generasi. Salah satu
contoh kearifan lokal yang menonjol adalah konsep "Beje" dalam konteks suku Dayak Ngaju
di Kalimantan. Meskipun mungkin asing bagi banyak orang di luar suku Dayak, Beje
merupakan salah satu aspek yang memiliki makna mendalam dan signifikan dalam
kehidupan mereka. Beje adalah sebuah istilah yang merujuk pada sebuah kolam perangkap
ikan yang dibuat oleh suku Dayak Ngaju (Abubakar et al., 2018; Indradewa & St, 2021).
Terbuat dari anyaman bambu dan rotan, Beje bukan hanya sekadar alat tradisional untuk
menangkap ikan secara alami. Lebih dari itu, Beje mencerminkan filosofi konservasi alam
yang telah menjadi bagian integral dari budaya suku Dayak Ngaju. Melalui Beje, suku Dayak
Ngaju mengungkapkan prinsip-prinsip konservasi dan keberlanjutan yang memandu
hubungan mereka dengan lingkungan dan sumber daya alam.

Dalam konteks Beje, suku Dayak Ngaju tidak hanya melihat sungai dan hutan sebagai
tempat sumber daya, melainkan sebagai bagian dari identitas dan warisan budaya mereka.
Penggunaan Beje memengaruhi sikap dan tindakan mereka terhadap pelestarian lingkungan.
Mereka menjaga keseimbangan ekosistem sungai dan habitat ikan, sambil memahami bahwa
menjaga alam adalah kunci untuk menjamin kelangsungan hidup generasi mendatang.
Dengan memahami betapa pentingnya kearifan lokal ini dalam menjaga keseimbangan
ekologis dan budaya, kita dapat merenungkan cara kearifan lokal suku Dayak Ngaju, seperti
Beje, dapat menjadi kerangka konservasi lingkungan yang efektif dan relevan dalam upaya
pelestarian alam, sumber daya alam, serta warisan budaya suku Dayak Ngaju. Dengan
menggali lebih dalam tentang Beje dan pengaruhnya, kita dapat memahami betapa berharga
dan relevannya budaya dan kearifan lokal dalam menjaga keberlanjutan lingkungan di era
modern yang serba cepat ini.
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian "Beje" dalam konteks suku Dayak Ngaju sebagai kearifan lokal?
2. Bagaimana "Beje" memengaruhi sikap dan tindakan suku Dayak Ngaju terhadap
pelestarian lingkungan?
3. Bagaimana "Beje" dapat digunakan sebagai kerangka konservasi lingkungan yang
efektif dalam praktik sehari-hari suku Dayak Ngaju?

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian Beje dan perannya dalam budaya suku Dayak Ngaju.
2. Menganalisis pengaruh Beje terhadap sikap dan tindakan suku Dayak Ngaju dalam
menjaga lingkungan.
3. Mengidentifikasi potensi penggunaan Beje sebagai model konservasi lingkungan
yang efektif.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian "Beje" sebagai Kearifan Lokal

Dalam budaya suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, "Beje" adalah istilah yang
merujuk kepada sebuah kolam perangkap ikan yang memiliki peran sentral dalam kehidupan
dan budaya mereka. Beje bukan sekadar sebuah alat untuk menangkap ikan, melainkan
sebuah aspek kunci dari kearifan lokal yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Kolam Beje ini merupakan sebuah simbol budaya yang sangat mendalam dan mengandung
makna yang dalam bagi suku Dayak Ngaju. Beje digunakan sebagai alat tradisional untuk
menangkap ikan secara alami. Selama musim penghujan, air sungai dan sekitarnya akan
meluap, dan Beje akan tergenang. Kolam Beje memiliki ukuran khas, dengan lebar sekitar 2
meter, kedalaman sekitar 1.5 meter, dan panjang yang bervariasi, terkadang mencapai ratusan
meter jika digunakan bersama-sama oleh komunitas. Ikan-ikan alami akan masuk ke dalam
kolam ini, yang kemudian akan ditangkap oleh masyarakat suku Dayak Ngaju. Ini adalah
sumber pangan yang penting bagi mereka (Al Adha, n.d.).

Namun, peran Beje dalam budaya suku Dayak Ngaju melampaui aspek pangan. Beje
juga memiliki nilai budaya yang mendalam. Ini adalah warisan budaya yang dijaga dan
dilestarikan oleh masyarakat suku Dayak Ngaju. Beje mencerminkan identitas kultural
mereka dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Praktik pembuatan
dan penggunaan Beje juga mengikuti tradisi adat dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
suku Dayak Ngaju. Selain sebagai simbol budaya, Beje juga mencerminkan hubungan yang
erat antara masyarakat suku Dayak Ngaju dengan alam dan sumber daya alam di sekitarnya.
Praktik penangkapan ikan dengan Beje dilakukan dengan memperhatikan siklus alam dan
menjaga keseimbangan ekosistem sungai. Ini mencerminkan filosofi suku Dayak Ngaju yang
menghargai keberlanjutan dan harmoni antara manusia dan alam (Akbar et al., 2011).

Dalam rangkaian budaya suku Dayak Ngaju, Beje bukan hanya merupakan alat untuk
mencari makanan, melainkan juga simbol budaya yang kaya makna dan penting. Kolam Beje
ini merupakan jembatan antara masa lalu dan masa kini, serta sebuah ekspresi dari kearifan
lokal yang berperan dalam mempertahankan budaya dan kehidupan masyarakat suku Dayak
Ngaju di Kalimantan Tengah.

B. Pengaruh "Beje" Terhadap Sikap dan Tindakan Pelestarian Lingkungan

Pengaruh "Beje" terhadap sikap dan tindakan suku Dayak Ngaju dalam pelestarian
lingkungan adalah hal yang sangat signifikan dan mencerminkan hubungan harmonis mereka
dengan alam (Achmad et al., 2012). Beje, dalam konteks suku Dayak Ngaju, bukan sekadar
alat penangkapan ikan, tetapi juga melibatkan prinsip-prinsip pelestarian alam yang telah
menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya dan tradisi mereka.

Pertama-tama, penggunaan Beje memperkuat kesadaran ekologi di masyarakat suku


Dayak Ngaju (Saden et al., n.d.). Mereka memahami pentingnya menjaga keseimbangan
ekosistem sungai dan habitat ikan. Dengan memanfaatkan Beje, mereka mampu menangkap
ikan tanpa merusak lingkungan sekitar. Hal ini mencerminkan bahwa mereka melihat sungai
dan lingkungan alam sebagai sumber daya yang harus dilestarikan untuk generasi yang akan
datang. Sikap ini tercermin dalam penghargaan mereka terhadap alam dan upaya untuk
menjaga keseimbangan ekologis. Kedua, Beje merupakan contoh praktik berkelanjutan
dalam pengelolaan sumber daya alam. Suku Dayak Ngaju tidak hanya menganggap hasil
tangkapan ikan sebagai sumber pangan, tetapi juga sebagai sumber ekonomi. Dengan
menggunakan Beje, mereka dapat mempertahankan keberlanjutan hasil tangkapan ikan serta
menjaga lingkungan alam di sekitarnya agar tetap lestari. Mereka memiliki pemahaman
mendalam tentang siklus alam dan pentingnya menjaga ekosistem yang sehat untuk
mendukung kehidupan mereka.

Selain itu, penggunaan Beje juga mencerminkan upaya pelestarian budaya suku
Dayak Ngaju. Praktik ini memperkuat ikatan budaya mereka dengan alam dan mendorong
tindakan pelestarian alam yang tercermin dalam budaya mereka. Dalam upaya menjaga
kearifan lokal mereka, suku Dayak Ngaju secara alami merawat dan melindungi lingkungan
yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas dan budaya mereka. Mereka
memperlakukan alam dengan hormat dan memahami bahwa menjaga keberlanjutan alam
adalah kunci untuk menjaga budaya mereka tetap hidup.
Dengan demikian, Beje adalah bukan hanya sekadar alat untuk mencari makanan,
melainkan juga simbol budaya yang kaya makna dan penting. Penggunaan Beje
memengaruhi sikap dan tindakan suku Dayak Ngaju dalam pelestarian lingkungan,
menjadikan pelestarian ekologi, keberlanjutan, dan pelestarian budaya sebagai prioritas
utama dalam hubungan mereka dengan alam. Beje bukan sekadar alat penangkapan ikan; ini
adalah penjaga kelestarian lingkungan dan budaya suku Dayak Ngaju. Dengan praktik-
praktik seperti Beje, mereka merawat alam dan mewariskan nilai-nilai pelestarian lingkungan
kepada generasi selanjutnya.

C. Pemanfaatan "Beje" Sebagai Kerangka Konservasi Lingkungan yang Efektif

Pemanfaatan "Beje" sebagai kerangka konservasi lingkungan yang efektif adalah


contoh konkret tentang bagaimana praktik lokal suku Dayak Ngaju dapat memberikan
inspirasi dan pedoman dalam pelestarian lingkungan yang berkelanjutan (Adinugroho et al.,
2005). Berikut adalah beberapa aspek yang menyoroti potensi penggunaan "Beje" sebagai
model konservasi lingkungan yang efektif dalam praktik sehari-hari:

1. “Beje" menciptakan contoh praktik konservasi yang berkelanjutan dalam pengelolaan


sumber daya alam. Melalui penggunaan Beje, suku Dayak Ngaju menjaga
keseimbangan ekosistem sungai dan menjaga populasi ikan. Hal ini memperkuat
prinsip-prinsip keberlanjutan dalam memanfaatkan sumber daya alam dan menjaga
ekosistem alam.
2. "Beje" mempertahankan dan merayakan budaya suku Dayak Ngaju. Budaya dan
identitas suku Dayak Ngaju terkait erat dengan alam dan lingkungan sekitar mereka.
Oleh karena itu, potensi pelestarian budaya melalui penggunaan Beje menjadi aset
berharga dalam konservasi lingkungan. Praktik konservasi yang berakar dalam
budaya lokal memiliki potensi untuk diadopsi dan diterapkan di wilayah lain sebagai
bagian dari upaya pelestarian lingkungan yang lebih luas.
3. Dampak positif penggunaan Beje pada ekonomi masyarakat menciptakan
kesinambungan antara kesejahteraan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Hasil
tangkapan ikan dari Beje dapat dijual, meningkatkan pendapatan mereka. Dengan
demikian, pemanfaatan "Beje" mengilustrasikan cara kesejahteraan ekonomi
masyarakat dapat terkait erat dengan pelestarian alam, menciptakan insentif untuk
menjaga ekosistem dan lingkungan alam.
4. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Beje menggarisbawahi pentingnya
melibatkan komunitas lokal dalam praktik konservasi. Partisipasi masyarakat dalam
pengambilan keputusan dan pelaksanaan praktik konservasi memperkuat upaya
pelestarian lingkungan.
5. Identifikasi potensi penggunaan Beje mendorong perluasan kebijakan dan regulasi
yang mendukung praktik konservasi serupa di wilayah lain. Ini dapat memperkuat
kerangka hukum untuk pelestarian lingkungan dan mendorong praktik berkelanjutan.
Terakhir, penggunaan Beje dalam pendidikan dan kesadaran lingkungan menjadi alat
yang kuat untuk mengajarkan konsep keberlanjutan, pelestarian lingkungan, dan
pentingnya menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam. Potensi ini
meningkatkan kesadaran lingkungan dan memberikan wawasan tentang praktik
konservasi yang efektif.

Dengan demikian, pemanfaatan "Beje" sebagai kerangka konservasi lingkungan yang


efektif menciptakan peluang untuk menerapkan praktik konservasi berkelanjutan, memahami
peran budaya, ekonomi, dan lingkungan dalam pelestarian lingkungan, serta mendorong
perubahan positif dalam pelestarian alam di berbagai komunitas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam konteks suku Dayak Ngaju di Kalimantan, "Beje" adalah bukan sekadar
alat penangkapan ikan; ini adalah simbol budaya yang memiliki nilai mendalam dan
integral dalam kehidupan dan budaya mereka. Beje mencerminkan hubungan erat mereka
dengan alam dan sumber daya alam serta memainkan peran kunci dalam pelestarian
lingkungan. Melalui praktik penggunaan Beje, suku Dayak Ngaju menjaga keseimbangan
ekosistem sungai, memahami pentingnya menjaga alam, dan mewariskan nilai-nilai
pelestarian lingkungan kepada generasi mendatang.
Pengaruh "Beje" terhadap sikap dan tindakan suku Dayak Ngaju terhadap
pelestarian lingkungan sangat signifikan. Mereka memandang sungai dan lingkungan
alam sebagai sumber daya yang harus dilestarikan untuk generasi yang akan datang. Beje
mencerminkan praktik konservasi berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam,
menjaga ekosistem dan lingkungan alam di sekitarnya agar tetap lestari. Selain itu,
penggunaan Beje juga memperkuat pelestarian budaya suku Dayak Ngaju,
menghubungkan budaya dengan alam, dan memperkuat nilai-nilai pelestarian lingkungan
dalam budaya mereka.
Pemanfaatan "Beje" sebagai kerangka konservasi lingkungan yang efektif
menciptakan peluang untuk menerapkan praktik konservasi berkelanjutan, memahami
peran budaya, ekonomi, dan lingkungan dalam pelestarian lingkungan, serta mendorong
perubahan positif dalam pelestarian alam di berbagai komunitas. "Beje" adalah contoh
nyata tentang bagaimana kearifan lokal suku Dayak Ngaju mendukung pelestarian alam
dan bagaimana praktik lokal dapat menjadi inspirasi dalam upaya pelestarian lingkungan.
B. Saran
Untuk meningkatkan pelestarian lingkungan dan pemanfaatan "Beje," disarankan
untuk Tingkatkan pendidikan dan kesadaran lingkungan di komunitas, Dukung
pelestarian budaya suku Dayak Ngaju, Libatkan komunitas dalam pengambilan
keputusan, Fasilitasi kerjasama antara pemerintah, LSM, dan organisasi lingkungan,
Jelajahi pengembangan model konservasi berdasarkan "Beje."

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, A., Satia, R., Gumiri, S., Utsman, S., Asmawati, Y., Bulkani, B., Yusuf, M., Ardianor,
A., Yusuf, N. S., & Nasir, M. (2018). Pukung Pahewan Kearifan Lokal Suku Dayak Untuk
Dunia. Diva Press.
Achmad, F., Setyasiswanto, S., & Muhajir, M. (2012). Ketahanan Pangan dan Perubahan Iklim:
Dua kasus dari Kalimantan Tengah. Kertas Kerja Epistema, 02.
Adinugroho, W. C., Suryadiputra, I. N. N., & Saharjo, B. H. (2005). Panduan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan gambut. wahyu catur adinugroho.
Akbar, A., Sumardi, S., Hadi, R., Purwanto, P., & Sabarudin, M. S. (2011). Studi sumber
penyebab terjadinya kebakaran dan respon masyarakat dalam rangka pengendalian
kebakaran hutan gambut di areal Mawas Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman, 8(5), 287–300.
Al Adha, M. Y. (n.d.). PERUBAHAN ORIENTASI BUDI UTOMO DARI SOSIAL EKONOMI
KE POLITIK.
Indradewa, I. D., & St, D. A. (2021). Etnoagronomi Indonesia. Penerbit Andi.
Saden, Y. E., yang Ideal, M. B. P., Jagau, Y., Dayak, B. di A. J. S., & Raya, B. di P. P. P. (n.d.).
Daftar Isi.
Riyanti, N., Satia, M. R., & Azhari, M. (2020). Analisis Pengelolaan Sumber Daya Alam
Sebagai Sumber Pendapatan Ekonomi Masyarakat Lokal Di Sempadan Sungai Rungan
Kota Palangka Raya: Analysis of natural resource management as a source of economic
income of local people at the boundary of Rungan City Palangka Raya River. Pencerah
Publik, 7(2), 11-24.

Remikatu, J. H. (2020). Teologi Ekologi: Suatu Isu Etika Menuju Eskatologi Kristen. CARAKA:
Jurnal Teologi Biblika dan Praktika, 1(1), 65-85.

Khitam, H. (2016). Kontekstualisasi Teologi sebagai Basis Gerakan Ekologi. DINIKA:


Academic Journal of Islamic Studies, 1(2), 143-164.

Singgih, E. G. (2020). Agama dan Kerusakan Ekologi: Mempertimbangkan ‘ Tesis White’
dalam Konteks Indonesia. GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat
Keilahian, 5(2), 113-136.

Anda mungkin juga menyukai