Anda di halaman 1dari 13

KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

DI KAMPUNG KUTA KABUPATEN CIAMIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tata Ruang Berbasis Kearifan Lokal

Oleh :

Rikki Fauzi 213060019

PROGRAM STUDI

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan maksimal dan tepat waktu.
Dalam makalah dengan judul “Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di
Kampung Kuta Kabupaten Ciamis” saya menjabarkan mengenai analisis kearifan lokal yang
ada di Kampung Kuta, Desa karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat, bagi kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dengan memperhatikan sumber daya
dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan berdasarkan nilai dan kearifan setempat.

Makalah ini dibuat dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah Tata Ruang Berbasis
Kearifan Lokal. Selain itu juga sebagai media informasi terkait tata ruang dan kearifan lokal
yang ada di Kampung Kuta. Dengan selesainya makalah ini saya sampaikan terima kasih atas
bantuan dalam kelancaran pembuatan makalah berupa bimbingan, arahan, koreksi dan saran
kepada:

 Bapak Dr. Ari Djatmiko. Ir., MT, selaku dosen pengampu yang memberikan saya
arahan serta koreksi dalam penulisan makalah ini.

Penulis sadar dan mohon maaf yang sebesar besarnya bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu berharap ada kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun,
demi kesempurnaan tulisan ini. Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Bandung, 2 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 5

1.3 Tujuan............................................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kearifan lokal merupakan segala bentuk kebijaksanaan yang didasari oleh nilai-nilai
kebaikan yang dipercaya, terapkan, dan senantiasa dijaga keberlangsungannya dalam kurun
waktu yang cukup lama (turun temurun) oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau
wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka. Kearifan merupakan sesuatu hal yang
telah melekat pada masyarakat dan telah menajadi ciri khas di daerah tertentu secara turun
temurun dan telah diakui oleh masyarakat luas, dan biasanya, masyarakat yang senantiasa
menjaga dan melestarikan kearifan lokal seringkali disebut dengan masyarakat adat.
Masyarakat adat sendiri adalah kelompok yang paling rentan terhadap penurunan kualitas
lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang tidak terkendali yang
terjadi selama ini di Indonesia, padahal Indonesia memiliki kearifan lingkungan yang tersebar
pada hampir seluruh suku-suku bangsa yang ada di daerah. Kearifan lingkungan atau sering
juga disebut kearifan tradisional/lokal telah diwariskan secara turun-temurun oleh nenek
moyang bangsa Indonesia, seperti yang dimiliki masyarakat Kampung Kuta, Desa
Karangpaninggal, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Adat istiadat dan kearifan
lingkungan masyarakat Kuta dalam menjaga SDA dan lingkungan menjadi daya tarik tersendiri
bagi pendatang (wisatawan budaya dan pendidikan) sehingga dapat menjadi ancaman sekaligus
peluang yang dihadapi masyarakat Kuta untuk melestarikan nilai-nilai kearifan lokal mereka.
Tekanan dari pihak luar tersebut cenderung akan mengakibatkan terjadinya degradasi SDA dan
nilai kearifan lokal yang selama ini telah dilestarikan masyarakat Kuta, apalagi setelah
terbukanya akses transportasi dan informasi.

Kearifan lokal yang dipegang oleh masyarakat Kampung Kuta berhasil menjaga
keseimbangan alam dan terpeliharanya tatanan hidup bermasyarakat. Salah satu yang menonjol
adalah dalam hal pelestarian hutan, mata air dan pohon aren untuk sumber kehidupan mereka.
Kearifan lokal Kampung Kuta dapat terlihat dari kepatuhan dan ketaatan masyarakatnya dalam
menjalankan tradisi leluhur, yaitu: menjaga dan melestarikan hutan adat, mata air, budidaya
tanaman di kebun dan pekarangan rumah, pelarangan menggali tanah untuk pembuatan sumur
dan penguburan jenazah, aturan pembuatan rumah panggung (tidak boleh rumah batu), dan
meneruskan tradisi gotong royong. Kearifan lokal masyarakat Kuta yang didasarkan kepatuhan
pada tradisi leluhur, kepercayaan pada kekuatan gaib, dan ketakutan pada sanksi yang telah
ditetapkan menjadi aturan-aturan adat menyebabkan kelestarian (SDA) dapat dipertahankan
sampai saat ini. Hal itu menunjukkan bahwa nenek moyang di Kampung Kuta memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang mendalam terhadap gejala alam dan kondisi
lingkungannya. Sehingga karena ketaatannya dalam menjaga kelestarian lingkungannya, pada
Tahun 2002 Kampung Kuta memperoleh penghargaan Kalpataru untuk kategori Penyelamat
Lingkungan. Kearifan lokal tersebut menunjukkan bahwa sistem pengelolaan SDA yang
mereka lakukan secara ekonomi, sosial budaya, dan ekologi telah berlangsung secara
seimbang, tanpa merugikan kepentingan generasi mendatang. Masyarakat Kuta telah
melakukan pengamanan kekayaan dan keindahan bumi, melindungi keanekaragaman hayati,
mencegah kerusakan SDA dengan tetap menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang mereka
miliki.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa adat istiadat dan kearifan lokal masyarakat Kuta
dalam menjaga sumber daya alam dan lingkungan menjadi daya tarik tersendiri bagi pendatang
(wisatawan budaya dan pendidikan) sehingga dapat menjadi ancaman sekaligus peluang yang
dihadapi masyarakat Kuta untuk melestarikan nilai-nilai kearifan lokal mereka, tetapi
masyarakat Kuta tetap dapat melakukan pengamanan kekayaan dan keindahan bumi,
melindungi keanekaragaman hayati, mencegah kerusakan SDA dengan tetap menjaga dan
melestarikan kearifan lokal yang mereka miliki.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu untuk menganalisis kearifan lokal yang ada di
Kampung Kuta, Desa karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat,
bagi kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dengan memperhatikan sumber daya dan
lingkungan sebagai pendukung kehidupan berdasarkan nilai dan kearifan setempat. Dengan
fokus analisa pada jenis-jenis kearifan lokal yang ada di Kampung Kuta berupa tata kelola,
sistem nilai, tata cara/prosedur, dan ketentuan khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kearifan Lokal
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, kearifan lokal adalah nilai-
nilai luhur yang berlaku di dalam tata kehidupan masyarakat yang bertujuan untuk
melindungi sekaligus mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Keraf (Suhartini, 2009) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika
yang menuntun lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi
ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia dan
alam.
Rahyono menyatakan bahwa kearifan dapat menjadi sarana pembelajaran bagi
setiap manusia untuk menjadi orang yang cerdas, pandai, dan bijaksana. Segala hal
yang tidak membuat manusia menjadi cendikia dan bijaksana berarti bukanlah sesuatu
yang arif atau sesuatu yang mengandung kearifan. (Rahyono, 2009)
Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci, firman Tuhan, dan berbagai
nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat
setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk
budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun
berasal dari daerah lokal, tetapi nilai yang terkandung di dalamnya sangat universal.
Dengan demikian, kearifan lokal secara substansial merupakan norma yang berlaku
dalam suatu masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam
bertindak dan berperilaku sehari-hari. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas
yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz,
2007). Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat
dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan
secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut.
Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat.
Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal
tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan
pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat.
B. Jenis – jenis Kearifan Lokal
Jenis kearifan lokal meliputi tata kelola, nilai-nilai adat, serta tata cara dan prosedur,
termasuk dalam pemanfaatan ruang (tanah ulayat).
1. Tata Kelola
Suatu sistem kemasyarakatan yang mengatur tentang struktur sosial dan keterkaitan
antara kelompok komunitas yang ada, seperti Dalian Natolu di Sumatera Utara,
Nagari di Sumatera Barat, Kesultanan dan Kasunanan di Jawa dan Banjar di Bali.
Dan terdapat pula pembagian tugas dan fungsi dalam suatu kelompok masyarakat
adat. Kewenangan dalam struktur hirarki sosial juga menjadi bagian dari tata kelola,
seperti kewenangan ketua adat dalam pengambilan keputusan, dan aturan sanksi
serta denda sosial bagi pelanggar peraturan dan hukum adat tertentu.
2. Sistem Nilai
Sistem nilai merupakan tata nilai yang dikembangkan oleh suatu komunitas
masyarakat tradisional yang mengatur tentang etika penilaian baik-buruk serta
benar atau salah. Ketentuan tersebut mengatur hal-hal adat yang harus ditaati,
mengenai mana yang baik atau buruk, mana yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan, yang jika hal tersebut dilanggar, maka akan ada sanksi adat yang
mengaturnya.

3. Tata cara atau Prosedur


Ketentuan mengenai waktu yang tepat serta sistem penanggalan tradisional yang
dapat memperkirakan kesesuaian musim untuk berbagai kegiatan, selain itu juga
memiliki aturan mengenai penggunaan ruang adat termasuk batas teritori wilayah,
penempatan hunian, penyimpanan logistik, aturan pemanfaatan air untuk
persawahan atau pertanian hingga bentuk-bentuk rumah tinggal tradisional.
4. Ketentuan Khusus (Kawasan sensitif, suci, bangunan)
Mengenai pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan sensitif. Terkait dengan
bentuk adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap iklim, bencana atau ancaman
lainnya, masyarakat tradisional juga telah mengembangkan berbagai bentuk
arsitektur rumah tradisional yang dapat memberikan perlindungan dan ramah
terhadap lingkungan.
Kampung Kuta, Tambaksari, Ciamis adalah sebuah dusun adat yang sampai saat ini
masih teguh memegang budaya adat leluhur. Komunitas ini berada di Desa
Karangpaninggal Kecamatan Tambaksari, sekitar 60 Km dari Kota Ciamis ke arah timur.
Kampung ini berbatasan dengan Dusun Cibodas di sebelah utara, Dusun Margamulya di
sebelah barat, dan Sungai Cijulang di sebelah selatan dan timur, yang sekaligus merupakan
perbatasan antara wilayah Jawa Barat dengan Jawa Tengah.
Kampung Kuta memiliki luas 185 hektar yang terdiri atas 2 RW dan 4 RT dengan
jumlah KK (Kartu Keluarga) sekitar 120. Jumlah ini menurun dari tahun 2002, dimana ada
sekitar 160 jumlah KK. Hal ini disebabkan oleh banyaknya orang tua yang telah meninggal
dan tidak memiliki penerus. Ada juga yang memiliki anak, namun kemudian lebih memilih
untuk tinggal di luar Kampung Kuta. Kampung Kuta sendiri sebenarnya terbuka untuk
orang luar yang ingin tinggal di kampung tersebut, asalkan bersedia mematuhi adat yang
berlaku.
Kearifan lokal yang dipegang oleh masyarakat Kampung Kuta berhasil menjaga
keseimbangan alam dan terpeliharanya tatanan hidup bermasyarakat. Salah satu yang
menonjol adalah dalam hal pelestarian hutan, mata air dan pohon aren untuk sumber
kehidupan mereka. Masyarakat Adat memiliki hutan keramat atau disebut Leuweung Gede
seluas 40 hektar yang sering didatangi oleh orang-orang yang ingin mendapatkan
keselamatan dan kebahagiaan hidup. Namun, sangat dipantang meminta sesuatu yang
menunjukkan ketamakan seperti kekayaan. Untuk memasuki wilayah hutan keramat
diberlakukan sejumlah larangan yaitu antara lain, tidak boleh memanfaatkan dan merusak
sumber daya hutan, memakai baju dinas, memakai perhiasan emas, memakai baju hitam-
hitam, membawa tas, memakai alas kaki, meludah, dan berbuat gaduh. Di hutan tersebut
juga dilarang menebang pohon, mengambil ranting, tanaman, binatang, dan menangkap
burung yang ada di dalamnya. Bahkan kayu bakar untuk kebutuhan memasak pun diambil
dari kayu dan ranting-ranting pohon yang di ladang dan kebun mereka masing-masing.
Semua larangan-larangan tersebut bertujuan untuk menjaga hutan tidak tercemar dan tetap
lestari. Maka tidak heran di Leuweung Gede masih terlihat kayu-kayu besar dan tua.
Selain itu, sumber air masih terjaga dengan baik. Di pinggir hutan banyak mata air yang
bersih dan sering digunakan untuk mencuci muka. Karena ketaatannya dalam menjaga
kelestarian lingkungannya, pada Tahun 2002 Kampung Kuta memperoleh penghargaan
Kalpataru untuk kategori Penyelamat Lingkungan. Larangan-larangan lain yang berlaku di
luar Leuweung Gede tapi masih termasuk wilayah Kampung Kuta pun wajib dipatuhi,
seperti larangan membangun rumah dengan atap genting. Rumah yang dibuat harus seperti
rumah panggung, dengan bentuk persegi panjang dan atap yang terbuat dari rumbia atau
ijuk. Selain itu, apabila ada warga yang meninggal, jenazahnya tidak boleh dikuburkan di
Kampung Kuta, harus dibawa ke Cibodas agar tanah di kampung tersebut tidak tercemar
zat-zat berbahaya dari jenazah dan juga untuk menjaga kesucian tanah. Tidak boleh
memperlihatkan hal-hal yang bersifat memamerkan kekayaan yang bisa menimbulkan
persaingan, mementaskan kesenian yang mengandung lakon dan cerita, misalnya wayang.
Apabila larangan-larangan tersebut dilanggar, mereka meyakini akan mendapatkan
malapetaka.
Keunikan lainnya, warga Kampung Kuta dilarang membuat sumur. Air untuk keperluan
sehari-hari termasuk mandi, harus diambil dari mata air. Sarana air bersih di Kampung
Kuta memanfaatkan 4 sumber mata air, yaitu Cibangbara, Ciasihan, Cinangka dan
Cipanyipuhan yang dialirkan melalui slang plastik dan bambu ke tempat pemandian umum.
Tujuan pelarangan penggalian sumur adalah agar tanah terjaga dengan baik dan karena
kondisi tanah di kampung yang labil sehingga dikhawatirkan dapat merusak kontur tanah
yang juga merupakan amanah dari leluhur Kampung Kuta. Apabila ada yang melanggar,
atau yang dikenal dengan sebutan pamali, maka akan ada akibat yang harus ditanggung.
Amanah orang tua itulah yang terus menerus diturunkan ke anak-cucu generasi mereka.
Walaupun terikat aturan-aturan adat, masyarakat Kampung Kuta mengenal dan
menggemari berbagai kesenian yang digunakan sebagai sarana hiburan. Baik kesenian
tradisional seperti calung, reog, sandiwara (drama Sunda), tagoni (terbang), kliningan,
jaipongan, kasidah, ronggeng, sampai kesenian modern dangdut. Pertunjukan kesenian
biasa dilaksanakan pada saat mengadakan selamatan atau hajatan terutama perkawinan dan
penerimaan tamu kampung.
Salah satu upacara adat yang rutin dilakukan adalah upacara adat Nyuguh, yang
dilaksanakan pada tanggal 25 Shapar setiap tahunnya. Sesuai kebiasaan leluhur, acara
nyuguh harus dilakukan di pinggir Sungai Cijolang yang berbatasan langsung dengan
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Konon, pernah satu kali acara nyuguh tak dilaksanakan,
tiba-tiba seluruh kampung mendapat musibah. Padi yang siap panen rusak, sejumlah hewan
ternak mati. Warga menyakini kerusakan itu terjadi karena “utusan” Padjadjaran itu tidak
disuguhi makanan. Alhasil mereka pun mencari makanan sendiri dengan cara merusak
kampung.
Berdasarkan pemaparan di atas, berikut penulis klasifikasi kearifan lokal di Kampung
Kuta berdasarkan jeni-jenis kearifan lokal;

No Jenis Kearifan Lokal Kearifan Lokal


Sarana air bersih di Kampung Kuta diatur dengan memanfaatkan 4
sumber mata air, yaitu Cibangbara, Ciasihan, Cinangka dan
Cipanyipuhan yang dialirkan melalui slang plastik dan bambu ke
tempat pemandian umum.
Tidak boleh memperlihatkan hal-hal yang bersifat memamerkan
kekayaan yang dapat menimbulkan persaingan
Tidak boleh mementaskan kesenian yang mengandung lakon dan
1 Tata kelola
cerita, misalnya wayang.
Kampung Kuta mengenal dan menggemari berbagai kesenian yang
digunakan sebagai sarana hiburan. Baik kesenian tradisional seperti
calung, reog, sandiwara (drama Sunda), tagoni (terbang), kliningan,
jaipongan, kasidah, ronggeng, sampai kesenian modern dangdut.
Pertunjukan kesenian biasa dilaksanakan pada saat mengadakan
selamatan/hajatan, perkawinan dan penerimaan tamu kampung
Upacara adat yang rutin dilakukan yaitu upacara adat Nyuguh, pada
tanggal 25 Shapar setiap tahunnya. Sesuai kebiasaan leluhur, acara
nyuguh harus dilakukan di pinggir Sungai Cijolang yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Konon, pernah
satu kali acara nyuguh tak dilaksanakan, tiba-tiba seluruh kampung
mendapat musibah. Padi yang siap panen rusak, sejumlah hewan
2 Sistem nilai ternak mati. Warga menyakini kerusakan itu terjadi karena “utusan”
Padjadjaran itu tidak disuguhi makanan. Sehingga mereka mencari
makanan sendiri dengan cara merusak kampung.
Apabila ada yang melanggar nilai-nilai budaya leluhur yang ada di
Kampung Kuta atau yang dikenal dengan sebutan pamali, maka akan
ada akibat yang harus ditanggung. Mereka juga menyakini Amanah
orang tua harus terus diturunkan ke generasi mereka.
Larangan membangun rumah dengan atap genting. Rumah yang
Tata cara atau
3 dibuat harus seperti rumah panggung dengan bentuk persegi panjang
prosedur
dan atap yang terbuat dari rumbia atau ijuk.
Apabila ada warga yang meninggal, jenazahnya tidak boleh
dikuburkan di Kampung Kuta, harus dibawa ke Cibodas agar tanah
di kampung tersebut tidak tercemar zat-zat berbahaya dari jenazah
dan juga untuk menjaga kesucian tanah.
Dilarang membuat sumur, sehingga air untuk keperluan sehari-hari
harus diambil dari mata air, agar tanah terjaga dengan baik dan karena
kondisi tanah di kampung yang labil sehingga dikhawatirkan dapat
merusak kontur tanah yang juga merupakan amanah dari leluhur
Kampung Kuta.
Pelestarian hutan, mata air dan pohon aren untuk sumber kehidupan.
Masyarakat Adat disana memiliki hutan keramat atau disebut
Leuweung Gede seluas 40 hektar yang sering didatangi oleh orang-
orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup.
Namun, sangat dipantang meminta sesuatu yang menunjukkan
ketamakan seperti kekayaan. Untuk memasuki wilayah hutan
keramat diberlakukan sejumlah larangan yaitu antara lain, tidak boleh
memanfaatkan dan merusak sumber daya hutan, memakai baju dinas,
4 Ketentuan khusus
memakai perhiasan emas, memakai baju hitam-hitam, membawa tas,
memakai alas kaki, meludah, dan berbuat gaduh. Di hutan tersebut
juga dilarang menebang pohon, mengambil ranting, tanaman,
binatang, dan menangkap burung yang ada di dalamnya. Bahkan
kayu bakar untuk kebutuhan memasak pun diambil dari kayu dan
ranting-ranting pohon yang di ladang dan kebun mereka masing-
masing. Semua larangan-larangan tersebut bertujuan untuk menjaga
hutan tidak tercemar dan tetap lestari.
BAB III KESIMPULAN
Kearifan lokal yang dipegang oleh masyarakat Kampung Kuta berhasil menjaga
keseimbangan alam sehingga terpeliharanya tatanan hidup bermasyarakat. Salah satu yang
menonjol adalah dalam hal pelestarian hutan, mata air dan pohon aren untuk sumber kehidupan
mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa kearifan lokal Kampung Kuta berdasarkan kepatuhan
pada tradisi leluhur, kepercayaan pada kekuatan gaib, dan ketakutan pada sanksi yang telah
ditetapkan. Sebab mereka meyakini apabila larangan-larangan yang telah ditetapkan dari para
leluhur dilanggar, atau yang dikenal dengan sebutan pamali, akan ada akibat yang harus
ditanggung oleh yang melanggar tersebut atau akan mendapatkan malapetaka. Amanah orang
tua itulah yang terus menerus diturunkan ke anak-cucu generasi mereka. Maka hal tersebut
tentunya menjadi aturan-aturan adat yang menyebabkan kelestarian (SDA) di Kampung Kuta
dapat dipertahankan sampai saat ini. Dari situlah dapat diambil suatu pembelajaran bahwa yang
paling utama adalah menumbuhkan kesadaran dan pengakuan atas kearifan lokal yang pada
gilirannya akan membuat kita semua sadar akan hak dan berusaha menjaga serta
melestarikannya dengan memperhatikan fungsi sumber daya dan lingkungan sebagai
pendukung kehidupan berdasarkan nilai dan kearifan setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Baedowi, Ahmad. 2015. Calak Edu 4: Esai-esai Pendidikan 2012-2014. Pustaka Alvabet. p.
61. ISBN 978-602-9193-65-7. diakses pada Jumat, 27 Oktober 2017.
F.X. Rahyono. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Universitas Indonesia Library. Kearifan lingkungan masyarakat Kampung Kuta bagi
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan: Studi kasus: Desa karangpaningal,
Kecamatan Tambaksari, kabupaten Ciamis, Jawa Barat. UI - Tesis (Membership).
Dalam http://lib.ui.ac.id/bo/uibo/detail.jsp?id=110103&lokasi=lokal, diakses pada
Jumat, 27 Oktober 2017.
Padmanugraha, A.S. 2010. ‘Common Sense Outlook on Local Wisdom and Identity: A
Contemporary Javanese Natives’ Experience’. Yogyakarta: Paper Presented in
International Conference on “Local Wisdom for Character Building”. h. 12
Ramadhina, Aprillia. ___. Kearifan Lokal Masyarakat di Kampung Kuta, Ciamis. Dalam
http://www.alampriangan.com. diakses pada Jumat, 27 Oktober 2017.
Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan. Dalam http://www.staff.uny.ac.id. diakses pada Jumat, 27 Oktober
2017.
Wendry. ___. Mengenal Kampung Adat Kuta Ciamis Jawa Barat. Dalam
http://www.alampriangan.com. diakses pada Jumat, 27 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai