Anda di halaman 1dari 18

SINTESIS MAKALAH

MERUMUSKANKAN PERAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DI


LINGKUNGAN SEKITAR BERKAITAN DENGAN KEARIFAN LOKAL

“Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keanekaragaman Hayati”

Dosen Pengampu : Vica Dian Aprelia Resti, M.Pd


Liska Berlian, M.Si

Anggota Kelompok (3) :

Milda 2281220009
Intan Heldayani 2281220015
Lisnurhaeni 2281220017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena ridho-Nya kami diberi kesempatan
menyelesaikan Makalah ini untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keanekaragaman Hayati dengan judul “Merumuskan Peran Keanekaragaman
Hayati di Lingkungan Sekitar Berkaitan dengan Kearifan Lokal”.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memaparkan hasil yang kami dapat
dari buku, jurnal, dan beberapa sumber mengenai judul yang kami sajikan. Kami
sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan juga
terdapat kesalahan atau pun kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar kami bisa memperbaiki lagi
kedepannya. Dan kami meminta maaf apabila ada kesalahan dari penulisan
maupun struktur di makalah ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Liska Berlian, M.Si. dan Ibu Vica
Dian Aprelia Resti, M,Pd. selaku dosen Mata Kuliah Keanekaragam Hayati. Serta
kepada para pembaca. Kami berharap makalah ini dapat diterima dan bermanfaat.

Serang, 26 Mei 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ I


DAFTAR ISI ......................................................................................................... II
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... IV


1.1 Latar Belakang Penulisan Sintesis Makalah ................................................... IV
1.2 Tujuan Masalah Penulisan Sintesis Makalah .................................................... V

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................6


2.1 Peran Kearifan Lokal di Provinsi Banten...........................................................6
2.2 Pembahasan Keterkaitan Manusia dalan Kearifan Lokal di Provinsi Banten ....6

BAB III PENUTUP ..............................................................................................16


3.1 Kesimpulan ......................................................................................................16
2.2 Saran .................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17


LAMPIRAN ..........................................................................................................18

II
DAFTAR LAMPIRAN

Artikel 1 .................................................................................................................18
Artikel 2 .................................................................................................................18
Artikel 3 .................................................................................................................18
Artikel 4 .................................................................................................................18
Artikel 5 .................................................................................................................18

III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-


perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi
juga dengan budaya menusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan
hidup fisiknya itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena
kemampuan manusia mensiasati lingkunganhidupnya agar tetap layak untuk
ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaandipandang sebagai manifestasi
kehidupan setiap orang atau kelompok orangyang selalu mengubah alam.
Kebudayaan merupakan usaha manusia,perjuangan setiap orang atau
kelompok dalam menentukan hari depannya.Kebudayaan merupakan aktivitas
yang dapat diarahkan dan direncanakan. Oleh sebab itu dituntut adanya
kemampuan, kreativitas, dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya
membiarkan diri dalam kehidupan lamamelainkan dituntut mencari jalan baru
dalam mencapai kehidupan yang lebihmanusiawi. Dasar dan arah yang
dituju dalam perencanaan kebudayaanadalah manusia sendiri sehingga
humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.

Peran manusia dalam keanekaragaman hayati, keanekaragaman hayati yang


ada di bumi dapat mengalami perubahan, yang sebagian besar disebabkan oleh
aktivitas manusia, bencana alam, maupun seleksi alam. Aktivitas manusia dapat
menyebabkan keuntungan maupun kerugian pada keanekaragaman hayati.
Aktivitas manusia yang merugikan keanekaragaman hayati yaitu pembukaan
hutan, pengurukan lahan basah, usaha pertambangan, pencemaran lingkungan dan
seleksi. Sedangkan aktivitas manusia yang menguntungkan keanekaragaman
hayati yaitu penghijauan, penangkaran, perkawinan silang, dan perlindungan
alam.
Pemberdayaan kearifan lokal menjadi cara efektif untuk menyadari bahwa
manusia harus menjaga alam karena adanya sifat saling ketergantungan. Prinsip
tersebut mengarah pada pembatasan eksploitasi alam dengan memperhatikan
konservasi lingkungan (Suryadarma, 2008). Konservasi adalah pemanfaatan yang

IV
optimal untuk kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan (Pusat Pengkajian
Strategi Kehutanan, 2012).
Pengubahan paradigma dan perilaku masyarakat terhadap alam sangat
penting bagi keseimbangan lingkungan. Masyarakat harus mengambil peran
dalam upaya konservasi. Semakin berkembangnya teknologi dan pengetahuan,
maka terdapat kemungkinan adanya pengembangan produkproduk baru dari
potensi tumbuhan lokal seperti produk yang dihasilkan dapat berupa obat, bahan
pangan, pengembangan tumbuhan unggul maupun upaya rekayasa genetika
pengembangan produk lain. Pengetahuan tentang potensi lokal penting bagi
masyarakat untuk melestarikan dan memanfaatkan potensi lokal dengan optimal
serta menjaga agar tidak diambil alih oleh pihak luar. Upaya konservasi sangat
penting bagi keberlangsungan sumber daya hayati.

Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengolahan sumber daya alam hayati
yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya berasaskan pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Tujuannya adalah mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati keseimbangan ekosistem
sehingga dapat mendukung upaya peningkatan keseimbangan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan

Maka dari itu kelompok kami membahas mengenai kearifan lokal di


banten yang terdiri dari budaya,suku bangsa, bahasa, adat istiadat serta terdiri
dari beberapa kebudayaan lainnya. oleh sebab itulah kami angkat judul ini
mengingat agar kaum mudapenerus bangsa dapat mempertahankan kearifan lokal
yang sudah dari dulu ada seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi saat
ini. diharapkanagar anak muda di banten tidak terlena dengan perkembangan
zaman yang serba praktis di dunai yang super canggih dan sudah
modern akibat berkembangnya dunia teknoligi dan informasi.

1.2 Tujuan Penulisan Sintesis Makalah

1. Mendeskripsikan Peran Kearifan Lokal di Provinsi Banten


2. Menjelaskan Keterkaitan Manusia Dalam Kearifan Lokal Di ProvinsiBanten
V
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peranan Kearifan Lokal di Provinsi Banten


Berdasarkan Hasil Analisis Dari Beberapa Artikel
a) Hasil Analisis Artikel 1 “Ritual, Kepercayaan Lokal dan Identitas
Budaya Masyarakat Ciomas Banten”
Masyarakat Ciomas Banten seringkali dipandang sebagai masyarakat
yang memiliki watak keras dan berjiwa jawara. Ciomas memiliki kebudayaan
berupa golok Ciomas, jawara, keras dan tindak kekerasan lainnya. Konotasi
negatif terhadap orang Ciomas yang masih melekat sampai saat ini tentu saja
bukan tanpa alasan atau tanpa sebab. Namun demikian, tingkat religiusitas
masyarakat Ciomas juga menjadi citra positif yang cukup melekat dalam
pandangan orang luar. Dalam sistem religi masyarakat Ciomas mempercayai
Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya. Hal ini terindikasi dari banyaknya
pesantren, kiai, dan ahli hikmah yang memiliki popularitas cukup luas, baik
dalam hal tingkat keilmuan (Islam) maupun dalam hal kemampuan ilmu
hikmah (magis), dalam pandangan orang luar. Citra positif yang melekat pada
tokoh-tokoh agama dan ahli magis ini menjadi magnet bagi masyarakat luar,
baik yang berasal dari daerah Banten maupun luar Banten, untuk belajar
agama, meminta ilmu hikmah (magis) untuk beragam tujuan pragmatis,
maupun yang hanya sekedar sowan (silaturahmi) dan meminta doa restu
kepada kiai dan ahli hikmah di Ciomas Banten.
Di satu sisi, label negatif sulit terhapus dari image masyarakat Ciomas
dalam pandangan orang luar. Di sisi yang lain, banyaknya pesantren dan
figur-figur karismatik yang menjadi pemimpin tradisional masyarakat Ciomas
dengan kemampuan ilmu agama dan ilmu magisnya menjadi penyeimbang
dalam pencitraan identitas masyarakat Ciomas. Berbagai ritual keagamaan
dan tradisi adat yang bersandar pada nilai-nilai keagamaan yang rutin
dilakukan setiap tahun juga memperlihatkan adanya fenomena keagamaan
yang menarik yang menjadi bagian dari identitas kultural masyarakat Ciomas.

6
Sebagai masyarakat yang seluruh penduduknya beragama Islam, masyarakat
Ciomas tidak hanya mengenal, memahami dan mempraktikkan ritual ibadah
kepada Tuhan sebagaimana diajarkan dalam al Quran dan hadits, tetapi juga
melakukan beragam ritual sosial keagamaan sebagai bagian dari tradisi
masyarakat setempat. Ada beberapa ritual sosial keagamaan yang rutin
dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Ciomas Banten. Salah satu contoh
ritual keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Ciomas adalah pada bulan
Muharam, tepatnya tanggal 10 Muharam atau lebih dikenal dengan 10 Syura,
masyarakat Ciomas melakukan ritual Slametan Tolak Bala. Pada tanggal ini,
setiap rumah biasanya dimintai beras seikhlasnya. Beras ini kemudian
dikumpulkan dan dibuat ’bubur Syuro’ (bubur nasi dan sedikit garam, untuk
selanjutnya dimakan bersama seluruh warga (ngeriung) sambil membaca do’a
selamat.
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa perilaku atau tindakan ritual
merupakan sebuah elemen paling penting dalam kehidupan kultural
masyarakat. Dalam hal ini, Malory Nye berpendapat bahwa sebagian besar
perilaku ritual dilakukan secara tidak disadari dan keluar dari kebiasaan,
bahkan tanpa memikirkan tentang apakah ada makna dan tujuan dibalik
tindakan ritual tersebut. Kadang-kadang, menurutnya, sebenarnya
keotomatisan dari tindakan ritual semacam itu yang mendorong kita
menyebutnya sebagai ritual, dalam makna ritual yang tanpa dipikirkan dan
tidak bermakna. Tapi, tidak semua tindakan ritual dilakukan dengan cara
yang tanpa dipikirkan, beberapa ritual barangkali dilakukan secara khidmat
dan khusyu (Nye, 1988: 132). Ritual keagamaan ini juga menunjukkan
adanya keinginan masyarakat Ciomas untuk menjaga identitas kultural
mereka sebagai masyarakat yang religius dan dapat di simpulkan bahwa
daerah Ciomas masih menjunjung tinggi ritual dan tradisi keagamaan sebagai
salah satu kearifan lokal yang di miliki yang berfungsi jugasebagai pemersatu
masyarakat daerah Ciomas untuk meningkatkan nilai-nilai solidaritas antar
sesama.

7
b) Hasil Analisis Artikel 2 "Kearifan Lokal Suku Baduy Dalam
Pemanfaatan Madu Sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu Di Desa Kanekes
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten”
Masyarakat suku baduy mempunyai kesepakatan dan aturan adat
tersendiri dalam mengelola temuan pohon yang terdapat sarang lebah madu
hutan (odeng). Kesepakatan itu menjadi kearifan lokal di kebudayaan suku
baduy. Menurut masyarakat suku baduy apa bila salah seorang dari
masyarakat suku baduy menemukan sarang lebah odeng di hutan adat suku
baduy. Maka, akan jadi pemilik dari sarang lebah odeng itu sendiri dan harus
diberikan tanda berupa tancapan kayu yang diujungnya terdapat selipan daun
atau patahan ranting sebagai tanda kepemilikan sarang lebah odeng.
Masyarakat Baduy memiliki sistem hukum dan sanksi yang mengatur
kehidupan mereka sehari-hari sudah diatur oleh sang puun sebagai pikukuh
karuhun (ketentuan yang sudah ditetapkan sejak nenek moyang). Pengetahuan
mengenai hukum dan sanksi adat diperoleh masyarakat secara turun temurun
berdasarkan budaya lisan dan kebiasaan. Seperti hukuman dalam mencuri
sarang lebah, maka pelaku pencurian diwajibkan mengganti kerugian pihak
korban dan silih ngahampura (Permintaan maaf). Jika pelaku meninggal
sebelum ganti rugi terjadi, maka ganti rugi diserahkan pada sabah (keluarga
bapak/ibunya). Pelaku juga akan ditanya kesanggupan untuk tidak
mengulangi perbuatan, jika tidak sanggup maka ia akan dikeluarkan dari
Baduy Dalam.
Masyarakat suku baduy yang memanen madu Hutan (Odeng) dengan
cara tradisional. Sebelum memanen madu hutan (odeng), masyarakat suku
baduy melakukan pengecekkan sarang lebah madu hutan, apabila lebah madu
hutan sudah tidak menyerang. Maka, madu hutan sudah siap akan di panen.
Berdasarkan gejala alam tersebut maka para petani akan bersiap-siap untuk
memanen madu hutan odeng.
Masyarakat suku baduy memiliki hak ulayat terhadap hutannya, karena
itu apapun yang ada di dalam hutan harus dijaga dengan sebaik mungkin
sesuai adat yang telah ditetapkan sejak zaman nenek moyang masyarakat

8
suku baduy terutama pemanfaatan hasil hutan bukan kayu berupa madu hutan
atau Odeng. Konsep ini memiliki nilai luhur dan historis yang tinggi karna
seluruh lapisan masyarakat suku baduy percaya bahwa hutan merupakan asset
penting yang wajib dijaga dengan baik. Masyarakat suku baduy sangat patuh
terhadap ketentuan adat yang telah ditetapkan oleh Puun, menurut mereka apa
bila melanggar dalam mengelola hutannya akan mendapatkan sanksi dari
alam itu sendiri seperti dilarang menebang pohon di hutan secara sembarang
kecuali keperluan untuk membuat bahan bangunan di pemukiman suku baduy,
Kearifan lokal yang diturunkan dari nenek moyang mereka dengan menjaga
hutan sebagai inti kehidupan dan akan selalu dijaga.

c) Hasil Analisis Artikel 3 “Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy


Berbasis Kearifan Lokal”
Pengelolaan kawasan konservasi alam harus memperhatikan aspek sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat lokal. Kawasan Hutan Keramat adalah
daerah yang paling sakral dan dilindungi oleh masyarakat Badut yang
merupakan sistem kepercayaan animisme yang dianut mereka yaitu Sunda
Wiwitan. Adat, budaya, dan tradisi kental pada kehidupan masyarakatnya dan
hidup sederhana, bersahabat dengan alam yang alami, dan sprirt kemandirian
merupakan 3 hal utama dalam kehidupan mereka. Karena tidak ada sentuhan
modernisasi baik dari pakaian, alat pertanian, makan, dan lain-lain, maka
masyarakat Baduy menghasilkan hal-hal tersebut oleh mereka sendiri dan
akan memunculkan rasa gotong royong dan saling menghormati.
Masyarakat baduy memiliki konsep dan mempraktikkan pencagaran alam,
seperti mereka sangat memperhatikan dan menjaga hutan karena dengan itu
keterlanjutan ladangnya akan terjaga. Interaksi yang terjadi antar masyarakat
akan memiliki dampak positif dan negatis, dan kearifan lokal dapat
meminimalkan dampak negatif yang ada. Secara sadar atau tidak sadar saat
masyarakat Baduy mengikuti, melaksanakan, dan meyakini pikukuh dari
leluhur yang dilakukan turun temurun memiliki peranan yang besar bagi
pelestarian lingkungan.

9
Kearifan lokal merupakan warisan budaya yang ada dalam suatu
masyarakat. Masyarakat tradisional seperti suku Baduy umumnya sangat
mengenal dengan baik lingkungan sekitarnya dan berakibat dapat mengetahui
dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berkelanjutan.
Luas wilayah Baduy mencapai 5.101,85 han yang memiliki tata guna
lahan yaitu lahan usaha pertanian, lahan hutan tetap, dan pemukiman. Dalam
aspek pendidikan, Baduy menggunakan pendidikan nonformal yang
dilakukan di rumah-rumah maupun di lapangan secara langsung dan aspek
ekonomi yang diajarkan yaitu bercocok tanam dengan menjaga keseimbangan
alam, menenun pakaian, dan membuat gula aren. Dan pengetahuan sosial
diberikan untuk memahami struktur adat serta ritual yang dijalankan.
Mengenai alam, mereka paham titik mana yang tidak boleh dan boleh untuk
dimanfaatkan, dan untuk menjaga air sungai mereka diajarkan untuk tidak
menggunakan sabun serta pasta gigi karena dapat mencemari air sungan dan
menggantinya dengan bahan alami dari tumbuhan. Dalam aspek ekonomi,
masyarakat Baduy bertani dengan menggunakan sistem perladangan dan
tidak membuat perubahan secara besar-besaran pada alam yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan alam, mereka menanam padi atau
tumbuhan lain dengan kontur lereng, tidak membuat terasering, tidak
menggunakan irigasi teknis dan memanfaatkan hujan dan mata air untuk
mengairi sawah. Terdapat beberapa larangan dalam pertanian orang Baduy
seperti dilarang menggunakan cangkul, dilarang menanam singkong,
menggunakan bahan kimia untuk memberantas hama, dilarang pergi keladang
pada hari Senin, Selasa, dan Kamis, dan dilarang membuka ladang di
Leuweng atau hutan tutupan dan dilarang membuka lahan baru di hutan
kampung.
Kondisi lingkungan tempat masyarakat Baduy tinggal memiliki kualitas
baik, dapat dilihat dari keanekaragaman hayati yang tinggi seperti banyak
jenis flora dan fauna yang tidak ada di wilayah lain karena beberapa satwa
yang ada tergolong liar dan langka sehingga dilindungi pemerintah Indonesia.
Kondisi tersebut menciptakan keseimbangan alam dan memberikan

10
keuntungan lain seperti sumber daya plasma nutfah yang dapat dikembangkan
untuk budidaya dan penyilangan tanaman dan tingginya keanekaragaman
vegetasi dapat menjaga iklim, menghindari pemanasan global, melindungi
dari angin kencang, sinar matahari yang terik, perlindungan satwa liar,
mencegah erosi, dan lain-lain. Di Baduy terdapat hutan larangan, hutan
dudungusan, dan hutan garapan, terbaginya 3 jenis hutan tersebut dan
peraturan atau larangan yang ada dapat menjaga kelestarian dan kealamian
hutan.

d) Hasil Analisis Artikel 4 “Kearifan Lokal Dalam Toponimi Di Kabupaten


Pandeglang Provinsi Banten Sebuah Penelitian Antropol Inguistik”
Populasi masyarakat adat Kanekes saat ini diperkirakan sekitar 5000
hingga 8000 jiwa. Mereka merupakan salah satu komunitas adat Sunda yang
menerapkan kehidupan terisolasi dari dunia luar dimana mereka membatasi
dirinya bersentuhan dengan modernisasi dan budaya yang mereka anggap
sebagai budaya luar. Toponim atau penamaan tempat wilayah Kabupaten
Pandeglang kini sudah di pengaruhi oleh istilah-istilah asing. Berdasarkan
studi literature di dapati hasil bahwa sebagian besar wilayah Pandeglang
adalah dataran rendah yang mengalir banyak sungai sehingga penamaan pun
berkaitan dengan air sehingga toponim yang menggunakan morfem ci- (BI:
air); lema kadu (BI: buah durian); dan lema pasir (BI: bukit). Selain dataran
rendah, di Pandeglang pun terdapat dataran tinggi berupa beberapa gunung.
Hal ini terlihat dari toponim yang menggunakan kata pasir. Umumnya
masyarakat Pandeglang memiliki mata pencaharian sebagai petani, baik
petani di sawah maupun di ladang. Sebagai daerah agraris, Pandeglang
terkenal memiliki beberapa komoditas unggulan hasil pertanian. Salah
satunya adalah buah durian yang terkenal sebagai “raja buah”. Dalam hal ini
toponim di Pandeglang pun banyak yang menggunakan kata durian (BS:
kadu). Toponim tidak hanya sekedar nama yang hanya menunjukkan lokasi
saja, tetapi mengandung unsur nama budaya setempat. Masyarakat
Pandeglang umumnya menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar

11
sehari-hari. Bahasa tersebut menjadi alat pengungkap budaya yang ada di
masyarakat. Toponim diberikan berdasarkan apa yang terjadi di masyarakat
sehingga menjadi salah satu kearifan lokal masyarakat Pandeglang.

e) Hasil Analisis Artikel 5 “Kearifan Lokal Adat Masyarakat Sunda Dalam


Hubungan Dengan Lingkungan Alam”
Kearifan masyarakat sunda Wilayah Kanekes atau suku Baduy dapat di
lihat dari pengalaman masyarakat sunda lama yang sangat akrab dengan
daerah atau lingkungan di sekitarnya serta telah lama hidup sebagai wilayah
yang masyarakatnya berprofesi sebagai peladang. Masyarakat wilayah
Kanekes memandang bahwa lingkungan alam bukanlah suatu yang harus di
jadikan sebagai sesuatu yang di patuhi namun harus di pelihara dan di rawat.
Masyarakat sunda khususnya wilayah Kanekes, masih terikat dengan alam
pasundan yang menjadikan manusia di daamnya memiliki budaya yang arif
dan bijaksana dalam mengelola lingkungannya. Masyarakat sunda yang
kepercayaannya di kembangkan dari folklore sunda dan dapat di jabarkan
sebagai manusia yang di turunkan dari “Mandala Hiyang” oleh Tuhan Yang
Maha Esa (Nu Ngersakeun) memiliki tugas untuk mengelola dan menjaga
alam bukan untuk mengekploitasi alam. Kearifan lokal tersebut menjadi salah
satu adanya adat dan budaya masyarakat sunda yang tentunya menjadi proses
tumbuh kembang masyarakat termasuk dengan tatanan masyarakat adat sunda
yang masih terikat dengan tatali paranti karuhun.

2.2 Pembahasan Keterkaitan Manusia dalam Kearifan Lokal di Provinsi Banten


Indonesia memiliki beragam komunitas adat yang tersebar di seluruh
Nusantara, setiap masyarakat adat memiliki ciri dan identitas tersendiri yang
membedakan antara masyarakat adat satu dengan masyarakat yang lainya.
Masyarakat hukum adat juga memiliki beragam pengertian, Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendefinisikan masyarakat adat
sebagai suatu komunitas yang memiliki asal-usul leluhur secara turuntemurun

12
di wilayah geografis tertentu, serta memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik,
budaya, dan sistem sosial yang khas.
Masyarakat adat sering juga disebut ‘masyarakat tradisional’ atau dalam
istilah lain disebut indigeneous people, secara garis besar masyarakat adat
adalah sekelompok masyarakat yang menggunakan keseragaman pola hidup
yang kemudian dijadikan pedoman, baik itu pedoman lisan maupun tulisan.
Perbedaan masyarakat adat dengan masyarakat non adat adalah cara hidup
masyarakat adat dengan pola yang berulang dan bahkan tetap, sehingga
terkesan statis dan menutup diri dari kehidupan modern yang dinamis.
Eksistensi masyarakat adat di Provinsi Banten yang didukung oleh
pemerintah Kabupaten Lebak, berimplikasi terhadap kuatnya identitas dan jati
diri asli, terjaminnya hak hak masyarakat adat, dan kebebasan masyarakat
adat untuk melaksanakan tatali paranti karuhun yang menjadi ruh dari
kehidupan masyarakat adat itu sendiri. Hal ini memberi ruang lebih kepada
masyarakat adat di Kabupaten Lebak untuk melaksanakan ritual-ritual
kebudayaanya dan melaksanakan pikukuh baik yang mengatur pola hubungan
antar manusia, manusia dengan penciptanya dan manusia dengan alam
sekitar.
Kerarifan lokal juga diartikan sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap
sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Keraifan
lokal merupakan cara masyarakat hidup dan mepertahankan kehidupannya
dengan berpegang teguh pada keyakinan yang bersumber dari para leluhur
atau nenek moyang. Kearifan lokal mengandung nilai-nilai suci firman Tuhan
yang berkaitan dengan tata cara atau pedoman hidup. Kearifan lokal juga
merupakan bentuk warisan nilai-nilai yang sudah sepatutnya untuk dijaga dan
dilestarikan, tidak hanya sebagai cara mempertahankan hidup namun juga
menjadi bagian atau identitas dari kelompok masyarakat tertentu. Kearifan
lokal dapat dijumapai dalam berbagai bentuk, seperti dalam tarian, nyanyian,
pepatah, kitab-kitab atau benda pusaka peninggalan para leluhur.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kearifan lokal dapat dikatakan sebagai kepribadian budaya atau pandangan
hidup yang dimiliki atau ada pada suatu bangsa atau masyarakat tertentu.
Indonesia memiliki suku bangsa, agama, bahasa daerah, dan adat istiadat yang
beragam pada setiap daerahnya, maka kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah
di Indonesia pun beragam termasuk Provinsi Banten.
Banten memiliki beberapa bahasa daerah dan budaya yang berbeda pada
setiap daerahnya, yang membentuk kearifan lokal di Provinsi Banten. Kearifan
memiliki peran baik untuk manusia, keanekaragam hayati yang ada, dan apa yang
ada di lingkungan. Manusia dapat memperkuat atau melestarikan kearifan lokal
jika ikut melestarikan dan melaksanakan hal yang menjadi kegiatan turun temurun
di suatu lingkungan.
Dari artikel 1, diketahui bahwa kearifan lokal juga diartikan sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan
bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.
Kerarifan lokal merupakan cara masyarakat hidup dan mepertahankan
kehidupannya dengan berpegang teguh pada keyakinan yang bersumber dari para
leluhur atau nenek moyang.
Dari artikel 2, diketahu bahwa kearifan lokal pada provinsi Banten khususnya
masyarakat baduy berperan penting dalam kelangsungan keanekaragaman hayati
yang ada pada lingkungan sekitarnya, karena dengan terjaganya kearifan lokal
khususnya pada masyarakat adat Baduy yang menganggap hutan sebagai inti
kehidupan dan harus dijaga dengan baik, maka nantinya akan tercipta lingkungan
yang memiliki keanekaragam hayati yang melimpah dan dengan manusia menjaga
alam maka alam pun akan menyediakan kebutuhan yang manusia inginkan karena
manusia dan alam itu saling berinteraksi.
Dari artikel 3, diketahui bahwa dengan adanya kearifan lokal dapat menjaga
kelestarian lingkungan. Masyarakat Baduy yang merupakan masyarakat

14
tradisional umumnya paham mengenai lingkungan dan alam tempat tinggal
mereka, dimana mereka akan membuat segala upaya untuk menjaga alam tersebut.
Terdapat kebiasan pada masyarakat Baduy dimana saat menanam padi tidak boleh
mengubah lahan dan hanya mengikuti topografi lereng, hal ini dapat membuat
terjaganya alam dan keseimbangan ekosistem.
Dari artikel 4 dan 5, terlihat peran kearifal lokal untuk lingkungan dan
masyarakat sendiri tentunya dapat menambah perspektif baik dan menjunjung
tinggi nama daerah yang memiliki kearifan lokal tersebut, untuk masyarakat
sekitarnya itu atau untuk manusia, serta dapat menjadi salah satu upaya dalam
meningkatkan kinerja serta produktifitas masyarakat dalam membangun daerah
tersebut dan meningkatkan perekonomian jika kearifan lokal tersebut di kelola
dengan baik dan bijak untuk di jadikan sebagai objek wisata/sarana belajar yang
bisa di kembangkan lebih lanjut kedepannya.

3.2 Saran
Kearifan lokal haruslah dijaga, lestarikan, dan lakukan guna menjaga tetap
terjalannya kearifan lokal tersebut. Kearifan lokal sebagai ciri bahwa Indonesia
adalah negara yang kaya dan beragam. Keanekaragaman hayati yang ada harus
dijaga dan dimanfaatkan dengan baik, dan kearifan lokal suatu daerah dapat
membantu terjaga keanekaragaman hayati di daerah tersebut.
Untuk itu diharapkan bagi pembaca untuk mempelajari, memahami, dan
melaksanakan kearifan lokal di Indonesia terutama pada daerah sendiri, untuk
dapat ikut menjaga budaya serta keanekaragaman hayati yang ada.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bantenprov. (2017). Profil masyarakat hukum adat dan kearifan lokal di Provinsi
Banten. Dinas Lingkungan Provinsi Banten, diakses pada tanggal 19 Mei
2022 https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article-pdf/full.pdf

Humaeni, A. (2015). Ritual, kepercayaan lokal dan identitas budaya masyarakat


Ciomas Banten. El-HARAKAH (TERAKREDITASI), 17(2), 157-181.

Indrawardana, I. (2013). Kearifan Lokal Adat Masyarakat Sunda Dalam

Hubungan Dengan Lingkungan Alam. Komunitas: International Journal of

Indonesian Society and Culture, 4(1).

Muhyidin, A. (2018). Kearifan Lokal Dalam Toponimi Di Kabupaten Pandeglang

Provinsi Banten: Sebuah Penelitian Antropolinguistik. Jurnal Pendidikan

Bahasa Dan Sastra, 17(2), 238.

Mumpuni et al. 2015. Peran Masyarakat dalam Upaya Konservasi. Biologi, Sains,
Lingkungan, dan Pembelajarannya. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi
FKIP UNS.

Suparmini, dkk. (2013). Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis


Kearifan Lokal. Jurnal Penelitian Humaniora. Vol 18 (1). hlm 8-22.

Syam, W. I., Iskandar, A. M., & Tavita, G. E. (2020). Kearifan Lokal Suku Baduy
Dalam Pemanfaatan Madu Sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu Di Desa
Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Jurnal
Hutan Lestari, 8(4), 721-729.

16
LAMPIRAN

Artikel 1
(https://media.neliti.com/media/publications/23804-ID-ritual-kepercayaan-lokal-d
an-identitas-budaya-masyarakat-ciomas-banten.pdf)

Artikel 2
(https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/download/43853/75676587741)

Artikel 3
(https://journal.uny.ac.id/index.php/humaniora/article/view/3180/2665)

Artikel 4
(https://ejournal.upi.edu/index.php/BS_JPBSP/article/view/9661)

Artikel 5
(https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/2390)

17

Anda mungkin juga menyukai