“Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keanekaragaman Hayati”
Milda 2281220009
Intan Heldayani 2281220015
Lisnurhaeni 2281220017
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena ridho-Nya kami diberi kesempatan
menyelesaikan Makalah ini untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keanekaragaman Hayati dengan judul “Merumuskan Peran Keanekaragaman
Hayati di Lingkungan Sekitar Berkaitan dengan Kearifan Lokal”.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memaparkan hasil yang kami dapat
dari buku, jurnal, dan beberapa sumber mengenai judul yang kami sajikan. Kami
sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan juga
terdapat kesalahan atau pun kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar kami bisa memperbaiki lagi
kedepannya. Dan kami meminta maaf apabila ada kesalahan dari penulisan
maupun struktur di makalah ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Liska Berlian, M.Si. dan Ibu Vica
Dian Aprelia Resti, M,Pd. selaku dosen Mata Kuliah Keanekaragam Hayati. Serta
kepada para pembaca. Kami berharap makalah ini dapat diterima dan bermanfaat.
Penulis
I
DAFTAR ISI
II
DAFTAR LAMPIRAN
Artikel 1 .................................................................................................................18
Artikel 2 .................................................................................................................18
Artikel 3 .................................................................................................................18
Artikel 4 .................................................................................................................18
Artikel 5 .................................................................................................................18
III
BAB I
PENDAHULUAN
IV
optimal untuk kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan (Pusat Pengkajian
Strategi Kehutanan, 2012).
Pengubahan paradigma dan perilaku masyarakat terhadap alam sangat
penting bagi keseimbangan lingkungan. Masyarakat harus mengambil peran
dalam upaya konservasi. Semakin berkembangnya teknologi dan pengetahuan,
maka terdapat kemungkinan adanya pengembangan produkproduk baru dari
potensi tumbuhan lokal seperti produk yang dihasilkan dapat berupa obat, bahan
pangan, pengembangan tumbuhan unggul maupun upaya rekayasa genetika
pengembangan produk lain. Pengetahuan tentang potensi lokal penting bagi
masyarakat untuk melestarikan dan memanfaatkan potensi lokal dengan optimal
serta menjaga agar tidak diambil alih oleh pihak luar. Upaya konservasi sangat
penting bagi keberlangsungan sumber daya hayati.
Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengolahan sumber daya alam hayati
yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya berasaskan pelestarian dan pemanfaatan sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Tujuannya adalah mengusahakan
terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati keseimbangan ekosistem
sehingga dapat mendukung upaya peningkatan keseimbangan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
6
Sebagai masyarakat yang seluruh penduduknya beragama Islam, masyarakat
Ciomas tidak hanya mengenal, memahami dan mempraktikkan ritual ibadah
kepada Tuhan sebagaimana diajarkan dalam al Quran dan hadits, tetapi juga
melakukan beragam ritual sosial keagamaan sebagai bagian dari tradisi
masyarakat setempat. Ada beberapa ritual sosial keagamaan yang rutin
dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Ciomas Banten. Salah satu contoh
ritual keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Ciomas adalah pada bulan
Muharam, tepatnya tanggal 10 Muharam atau lebih dikenal dengan 10 Syura,
masyarakat Ciomas melakukan ritual Slametan Tolak Bala. Pada tanggal ini,
setiap rumah biasanya dimintai beras seikhlasnya. Beras ini kemudian
dikumpulkan dan dibuat ’bubur Syuro’ (bubur nasi dan sedikit garam, untuk
selanjutnya dimakan bersama seluruh warga (ngeriung) sambil membaca do’a
selamat.
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa perilaku atau tindakan ritual
merupakan sebuah elemen paling penting dalam kehidupan kultural
masyarakat. Dalam hal ini, Malory Nye berpendapat bahwa sebagian besar
perilaku ritual dilakukan secara tidak disadari dan keluar dari kebiasaan,
bahkan tanpa memikirkan tentang apakah ada makna dan tujuan dibalik
tindakan ritual tersebut. Kadang-kadang, menurutnya, sebenarnya
keotomatisan dari tindakan ritual semacam itu yang mendorong kita
menyebutnya sebagai ritual, dalam makna ritual yang tanpa dipikirkan dan
tidak bermakna. Tapi, tidak semua tindakan ritual dilakukan dengan cara
yang tanpa dipikirkan, beberapa ritual barangkali dilakukan secara khidmat
dan khusyu (Nye, 1988: 132). Ritual keagamaan ini juga menunjukkan
adanya keinginan masyarakat Ciomas untuk menjaga identitas kultural
mereka sebagai masyarakat yang religius dan dapat di simpulkan bahwa
daerah Ciomas masih menjunjung tinggi ritual dan tradisi keagamaan sebagai
salah satu kearifan lokal yang di miliki yang berfungsi jugasebagai pemersatu
masyarakat daerah Ciomas untuk meningkatkan nilai-nilai solidaritas antar
sesama.
7
b) Hasil Analisis Artikel 2 "Kearifan Lokal Suku Baduy Dalam
Pemanfaatan Madu Sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu Di Desa Kanekes
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten”
Masyarakat suku baduy mempunyai kesepakatan dan aturan adat
tersendiri dalam mengelola temuan pohon yang terdapat sarang lebah madu
hutan (odeng). Kesepakatan itu menjadi kearifan lokal di kebudayaan suku
baduy. Menurut masyarakat suku baduy apa bila salah seorang dari
masyarakat suku baduy menemukan sarang lebah odeng di hutan adat suku
baduy. Maka, akan jadi pemilik dari sarang lebah odeng itu sendiri dan harus
diberikan tanda berupa tancapan kayu yang diujungnya terdapat selipan daun
atau patahan ranting sebagai tanda kepemilikan sarang lebah odeng.
Masyarakat Baduy memiliki sistem hukum dan sanksi yang mengatur
kehidupan mereka sehari-hari sudah diatur oleh sang puun sebagai pikukuh
karuhun (ketentuan yang sudah ditetapkan sejak nenek moyang). Pengetahuan
mengenai hukum dan sanksi adat diperoleh masyarakat secara turun temurun
berdasarkan budaya lisan dan kebiasaan. Seperti hukuman dalam mencuri
sarang lebah, maka pelaku pencurian diwajibkan mengganti kerugian pihak
korban dan silih ngahampura (Permintaan maaf). Jika pelaku meninggal
sebelum ganti rugi terjadi, maka ganti rugi diserahkan pada sabah (keluarga
bapak/ibunya). Pelaku juga akan ditanya kesanggupan untuk tidak
mengulangi perbuatan, jika tidak sanggup maka ia akan dikeluarkan dari
Baduy Dalam.
Masyarakat suku baduy yang memanen madu Hutan (Odeng) dengan
cara tradisional. Sebelum memanen madu hutan (odeng), masyarakat suku
baduy melakukan pengecekkan sarang lebah madu hutan, apabila lebah madu
hutan sudah tidak menyerang. Maka, madu hutan sudah siap akan di panen.
Berdasarkan gejala alam tersebut maka para petani akan bersiap-siap untuk
memanen madu hutan odeng.
Masyarakat suku baduy memiliki hak ulayat terhadap hutannya, karena
itu apapun yang ada di dalam hutan harus dijaga dengan sebaik mungkin
sesuai adat yang telah ditetapkan sejak zaman nenek moyang masyarakat
8
suku baduy terutama pemanfaatan hasil hutan bukan kayu berupa madu hutan
atau Odeng. Konsep ini memiliki nilai luhur dan historis yang tinggi karna
seluruh lapisan masyarakat suku baduy percaya bahwa hutan merupakan asset
penting yang wajib dijaga dengan baik. Masyarakat suku baduy sangat patuh
terhadap ketentuan adat yang telah ditetapkan oleh Puun, menurut mereka apa
bila melanggar dalam mengelola hutannya akan mendapatkan sanksi dari
alam itu sendiri seperti dilarang menebang pohon di hutan secara sembarang
kecuali keperluan untuk membuat bahan bangunan di pemukiman suku baduy,
Kearifan lokal yang diturunkan dari nenek moyang mereka dengan menjaga
hutan sebagai inti kehidupan dan akan selalu dijaga.
9
Kearifan lokal merupakan warisan budaya yang ada dalam suatu
masyarakat. Masyarakat tradisional seperti suku Baduy umumnya sangat
mengenal dengan baik lingkungan sekitarnya dan berakibat dapat mengetahui
dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berkelanjutan.
Luas wilayah Baduy mencapai 5.101,85 han yang memiliki tata guna
lahan yaitu lahan usaha pertanian, lahan hutan tetap, dan pemukiman. Dalam
aspek pendidikan, Baduy menggunakan pendidikan nonformal yang
dilakukan di rumah-rumah maupun di lapangan secara langsung dan aspek
ekonomi yang diajarkan yaitu bercocok tanam dengan menjaga keseimbangan
alam, menenun pakaian, dan membuat gula aren. Dan pengetahuan sosial
diberikan untuk memahami struktur adat serta ritual yang dijalankan.
Mengenai alam, mereka paham titik mana yang tidak boleh dan boleh untuk
dimanfaatkan, dan untuk menjaga air sungai mereka diajarkan untuk tidak
menggunakan sabun serta pasta gigi karena dapat mencemari air sungan dan
menggantinya dengan bahan alami dari tumbuhan. Dalam aspek ekonomi,
masyarakat Baduy bertani dengan menggunakan sistem perladangan dan
tidak membuat perubahan secara besar-besaran pada alam yang dapat
menyebabkan ketidakseimbangan alam, mereka menanam padi atau
tumbuhan lain dengan kontur lereng, tidak membuat terasering, tidak
menggunakan irigasi teknis dan memanfaatkan hujan dan mata air untuk
mengairi sawah. Terdapat beberapa larangan dalam pertanian orang Baduy
seperti dilarang menggunakan cangkul, dilarang menanam singkong,
menggunakan bahan kimia untuk memberantas hama, dilarang pergi keladang
pada hari Senin, Selasa, dan Kamis, dan dilarang membuka ladang di
Leuweng atau hutan tutupan dan dilarang membuka lahan baru di hutan
kampung.
Kondisi lingkungan tempat masyarakat Baduy tinggal memiliki kualitas
baik, dapat dilihat dari keanekaragaman hayati yang tinggi seperti banyak
jenis flora dan fauna yang tidak ada di wilayah lain karena beberapa satwa
yang ada tergolong liar dan langka sehingga dilindungi pemerintah Indonesia.
Kondisi tersebut menciptakan keseimbangan alam dan memberikan
10
keuntungan lain seperti sumber daya plasma nutfah yang dapat dikembangkan
untuk budidaya dan penyilangan tanaman dan tingginya keanekaragaman
vegetasi dapat menjaga iklim, menghindari pemanasan global, melindungi
dari angin kencang, sinar matahari yang terik, perlindungan satwa liar,
mencegah erosi, dan lain-lain. Di Baduy terdapat hutan larangan, hutan
dudungusan, dan hutan garapan, terbaginya 3 jenis hutan tersebut dan
peraturan atau larangan yang ada dapat menjaga kelestarian dan kealamian
hutan.
11
sehari-hari. Bahasa tersebut menjadi alat pengungkap budaya yang ada di
masyarakat. Toponim diberikan berdasarkan apa yang terjadi di masyarakat
sehingga menjadi salah satu kearifan lokal masyarakat Pandeglang.
12
di wilayah geografis tertentu, serta memiliki nilai, ideologi, ekonomi, politik,
budaya, dan sistem sosial yang khas.
Masyarakat adat sering juga disebut ‘masyarakat tradisional’ atau dalam
istilah lain disebut indigeneous people, secara garis besar masyarakat adat
adalah sekelompok masyarakat yang menggunakan keseragaman pola hidup
yang kemudian dijadikan pedoman, baik itu pedoman lisan maupun tulisan.
Perbedaan masyarakat adat dengan masyarakat non adat adalah cara hidup
masyarakat adat dengan pola yang berulang dan bahkan tetap, sehingga
terkesan statis dan menutup diri dari kehidupan modern yang dinamis.
Eksistensi masyarakat adat di Provinsi Banten yang didukung oleh
pemerintah Kabupaten Lebak, berimplikasi terhadap kuatnya identitas dan jati
diri asli, terjaminnya hak hak masyarakat adat, dan kebebasan masyarakat
adat untuk melaksanakan tatali paranti karuhun yang menjadi ruh dari
kehidupan masyarakat adat itu sendiri. Hal ini memberi ruang lebih kepada
masyarakat adat di Kabupaten Lebak untuk melaksanakan ritual-ritual
kebudayaanya dan melaksanakan pikukuh baik yang mengatur pola hubungan
antar manusia, manusia dengan penciptanya dan manusia dengan alam
sekitar.
Kerarifan lokal juga diartikan sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap
sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Keraifan
lokal merupakan cara masyarakat hidup dan mepertahankan kehidupannya
dengan berpegang teguh pada keyakinan yang bersumber dari para leluhur
atau nenek moyang. Kearifan lokal mengandung nilai-nilai suci firman Tuhan
yang berkaitan dengan tata cara atau pedoman hidup. Kearifan lokal juga
merupakan bentuk warisan nilai-nilai yang sudah sepatutnya untuk dijaga dan
dilestarikan, tidak hanya sebagai cara mempertahankan hidup namun juga
menjadi bagian atau identitas dari kelompok masyarakat tertentu. Kearifan
lokal dapat dijumapai dalam berbagai bentuk, seperti dalam tarian, nyanyian,
pepatah, kitab-kitab atau benda pusaka peninggalan para leluhur.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kearifan lokal dapat dikatakan sebagai kepribadian budaya atau pandangan
hidup yang dimiliki atau ada pada suatu bangsa atau masyarakat tertentu.
Indonesia memiliki suku bangsa, agama, bahasa daerah, dan adat istiadat yang
beragam pada setiap daerahnya, maka kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah
di Indonesia pun beragam termasuk Provinsi Banten.
Banten memiliki beberapa bahasa daerah dan budaya yang berbeda pada
setiap daerahnya, yang membentuk kearifan lokal di Provinsi Banten. Kearifan
memiliki peran baik untuk manusia, keanekaragam hayati yang ada, dan apa yang
ada di lingkungan. Manusia dapat memperkuat atau melestarikan kearifan lokal
jika ikut melestarikan dan melaksanakan hal yang menjadi kegiatan turun temurun
di suatu lingkungan.
Dari artikel 1, diketahui bahwa kearifan lokal juga diartikan sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan
bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu.
Kerarifan lokal merupakan cara masyarakat hidup dan mepertahankan
kehidupannya dengan berpegang teguh pada keyakinan yang bersumber dari para
leluhur atau nenek moyang.
Dari artikel 2, diketahu bahwa kearifan lokal pada provinsi Banten khususnya
masyarakat baduy berperan penting dalam kelangsungan keanekaragaman hayati
yang ada pada lingkungan sekitarnya, karena dengan terjaganya kearifan lokal
khususnya pada masyarakat adat Baduy yang menganggap hutan sebagai inti
kehidupan dan harus dijaga dengan baik, maka nantinya akan tercipta lingkungan
yang memiliki keanekaragam hayati yang melimpah dan dengan manusia menjaga
alam maka alam pun akan menyediakan kebutuhan yang manusia inginkan karena
manusia dan alam itu saling berinteraksi.
Dari artikel 3, diketahui bahwa dengan adanya kearifan lokal dapat menjaga
kelestarian lingkungan. Masyarakat Baduy yang merupakan masyarakat
14
tradisional umumnya paham mengenai lingkungan dan alam tempat tinggal
mereka, dimana mereka akan membuat segala upaya untuk menjaga alam tersebut.
Terdapat kebiasan pada masyarakat Baduy dimana saat menanam padi tidak boleh
mengubah lahan dan hanya mengikuti topografi lereng, hal ini dapat membuat
terjaganya alam dan keseimbangan ekosistem.
Dari artikel 4 dan 5, terlihat peran kearifal lokal untuk lingkungan dan
masyarakat sendiri tentunya dapat menambah perspektif baik dan menjunjung
tinggi nama daerah yang memiliki kearifan lokal tersebut, untuk masyarakat
sekitarnya itu atau untuk manusia, serta dapat menjadi salah satu upaya dalam
meningkatkan kinerja serta produktifitas masyarakat dalam membangun daerah
tersebut dan meningkatkan perekonomian jika kearifan lokal tersebut di kelola
dengan baik dan bijak untuk di jadikan sebagai objek wisata/sarana belajar yang
bisa di kembangkan lebih lanjut kedepannya.
3.2 Saran
Kearifan lokal haruslah dijaga, lestarikan, dan lakukan guna menjaga tetap
terjalannya kearifan lokal tersebut. Kearifan lokal sebagai ciri bahwa Indonesia
adalah negara yang kaya dan beragam. Keanekaragaman hayati yang ada harus
dijaga dan dimanfaatkan dengan baik, dan kearifan lokal suatu daerah dapat
membantu terjaga keanekaragaman hayati di daerah tersebut.
Untuk itu diharapkan bagi pembaca untuk mempelajari, memahami, dan
melaksanakan kearifan lokal di Indonesia terutama pada daerah sendiri, untuk
dapat ikut menjaga budaya serta keanekaragaman hayati yang ada.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bantenprov. (2017). Profil masyarakat hukum adat dan kearifan lokal di Provinsi
Banten. Dinas Lingkungan Provinsi Banten, diakses pada tanggal 19 Mei
2022 https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article-pdf/full.pdf
Mumpuni et al. 2015. Peran Masyarakat dalam Upaya Konservasi. Biologi, Sains,
Lingkungan, dan Pembelajarannya. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi
FKIP UNS.
Syam, W. I., Iskandar, A. M., & Tavita, G. E. (2020). Kearifan Lokal Suku Baduy
Dalam Pemanfaatan Madu Sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu Di Desa
Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Jurnal
Hutan Lestari, 8(4), 721-729.
16
LAMPIRAN
Artikel 1
(https://media.neliti.com/media/publications/23804-ID-ritual-kepercayaan-lokal-d
an-identitas-budaya-masyarakat-ciomas-banten.pdf)
Artikel 2
(https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/download/43853/75676587741)
Artikel 3
(https://journal.uny.ac.id/index.php/humaniora/article/view/3180/2665)
Artikel 4
(https://ejournal.upi.edu/index.php/BS_JPBSP/article/view/9661)
Artikel 5
(https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/komunitas/article/view/2390)
17