Oleh ;
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Sholawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para
sahabatnya hingga pada umatnya sampai akhir zaman.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada Ibu Dr. Elly Purwanti, M.Pd selaku
Dosen Pengajar Biologi terapan bidang pengetahuan lingkungan. Saya berharap
semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Tujuan..................................................................................................2
1.4 Manfaat................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
2.1 Kearifan Lokal....................................................................................3
2.2 Bentuk kearifan Lokal di Kampung Kuta.......................................3
2.3 Implementasi Kearifan Lokal Dalam Pengolahan Sumber Daya
Air di Kampung Kuta........................................................................4
2.4 Pengolahan Sumber Daya Air...........................................................6
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Air merupakan komponen lingkungan yang paling penting bagi kehidupan. Semua
makhluk hidup di bumi tak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan
kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, air juga dapat menjadi malapetaka jika
tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air yang
relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari,
untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan
pertanian dan lain sebagainya. Saat ini air menjadi masalah yang perlu diperhatian dengan
serius oleh banak pihak. Air bersih menjadi bahan kebutuhan yang tergolong mahal, karena
air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan
manusia. Sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Oleh
karena itu penting sekali kesadaran masyarakat berperan dalam mengelolah sumber daya
air.
Pada suatu komunitas tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang terkait dengan
pengelolaan sumberdaya alam sebagai tata pengaturan lokal yang telah ada sejak masa lalu
dengan sejarah dan adaptasi yang lama. Kearifan lokal tidak hanya berfungsi sebagai ciri
khas suatu komunitas saja, tetapi juga berfungsi sebagai upaya untuk pelestarian
lingkungan ekologis suatu komunitas masyarakat. Oleh karena itu penting untuk
1
mempelajari kearifan lokal dalam mengelolah sumber daya air salah satunya dikampung
kuta.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kearifan Lokal
Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha
manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di
atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan
seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai
hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah
istilah wisdom sering diartikan sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’. Local secara spesifik
menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula. Sebagai
ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya melibatkan
suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan
lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut settting.
Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun hubungan-
hubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan yang sudah
terbentuk secara langsung akan memproduksi nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut yang akan
menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah-laku mereka untuk
menunjukan kearifan local dalam melestarikan lingkungan air (Khusniati, 2014).
pada dasarnya kearifan lokal atau kearifan tradisional dapat didefinisikan sebagai
pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu yang mencakup
sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkenaan dengan model-model pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari. Kearifan tersebut berisikan gambaran
tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan struktur lingkungan, fungsi lingkungan, reaksi alam terhadap tindakan-tindakan
manusia, dan hubungan-hubungan yang sebaiknya tercipta antara manusia
(masyarakat) dan lingkungan alamnya (Aulia & Dharmawan, 2011).
2.2 Bentuk Kearifan Lokal di Kampung Kuta
Masyarakat Kampung Kuta memiliki kearifan lokal yang sudah diwariskan oleh
leluhur. Kearifan lokal masih tetap dijalankan sampai saat ini karena sifatnya amanah
sehingga harus dilaksanakan sesuai dengan aturan main yang ada di Kampung Kuta.
3
Bentuk kearifan lokal yang sudah dijalankan masyarakat Kuta tersebut yaitu budaya
pamali. Pamali (tabu) adalah suatu aturan atau norma yang mengikat kehidupan
masyarakat adat. Tabu atau pamali terungkap dalam prinsip-prinsip utama yang
dikemukakan ketua adat atau kuncen sebagai aturan adat yang harus dipatuhi dan
diyakini kebenarannya. Prinsip-prinsip yang dianggap sebagai kearifan
tradisional/kearifan lokal karena berasal dari warisan leluhur yang telah berlaku secara
turun temurun. Di Kampung Kuta, prinsip tradisional tersebut masih berlaku sebagai
pranata sosial yang dapat mengandalikan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan
alam atau dengan sesamanya (Aulia & Dharmawan, 2011)..
Prinsip-prinsip utama di atas dibedakan menjadi dua bagian yaitu prinsip utama
yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam (1 - 5) dan prinsip yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari (6 - 21). Kelima prinsip yang berhubungan
dengan pengelolaan sumberdaya alam merupakan norma adat yang sangat mengikat
masyarakat karena sudah dilakukan secara turun-temurun dan diketahui oleh seluruh
masyarakat Kampung Kuta. Jadi, yang ditekankan dalam budaya pamali adalah
pelestarian bentuk rumah, larangan penguburan mayat, larangan membuat sumur, dan
peraturan mengenai Hutan Keramat. Budaya pamali memiliki aturan-aturan yang harus
ditaati oleh masyarakat Kampung Kuta. Setiap orang yang melanggarnya selalu
mendapatkan balasan yang diyakini berasal dari karuhun mereka yang murka.
Pelanggaran terhadap tabu (pamali) dapat menyebabkan terjadinya musibah bukan saja
melanda kepada pelanggar tapi juga mengenai seluruh penduduk kampung. Bentuk-
bentuk musibah yang datang dapat bermacam-macam seperti penyakit, serangan hama
tanaman, gempa bumi berupa tanah longsor, angin topan atau banjir, dan bahkan
kematian. Kampung Kuta memiliki ciri khas yaitu mempunyai kesamaan dalam bentuk
dan bahan fisik bangunan rumah. Keaslian turun temurun tetap dapat dipertahankan
karena mereka masih patuh dan taat pada aturan yang berlaku dari leluhurnya dan
merupakan salah satu bagian dari budaya pamali (Aulia & Dharmawan, 2011)..
2.3 Implementasi Kearifan Lokal Dalam Pengolahan Sumber Daya Air di
Kampung Kuta
Sumberdaya air yang terdapat di Kampung Kuta digunakan dalam dua fungsi yaitu
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk ritual adat. Air diperlukan untuk
4
memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum, masak, MCK (mandi, cuci,
kakus), mengairi sawah, kolam ikan, dan memenuhi kebutuhan hewan ternak diambil
dari sumber air bersih yang berasal dari empat mata air, yaitu Cibungur, Ciasihan,
Cinangka dan Cipanyipuhan. Masyarakat hanya memanfaatkan sumber mata air ini
untuk semua kebutuhan hidup sehari-hari dan dilarang untuk menggali sumur sendiri.
Pelarangan penggalian sumur ini untuk menjaga kondisi air bawah tanah agar selalu
baik, bersih dan untuk menjaga tanah yang kondisinya sangat labil. Pelanggaran
pembuatan sumur ini merupakan salah satu budaya pamali yang sangat ditekankan di
Kampung Kuta (Aulia & Dharmawan, 2011)..
Untuk mengalirkan air dari mata air ke tempat pemandian umum, menggunakan
selang plastik/paralon dan bambu ke tempat penampungan atau pemandian umum.
Pemandian umum dan jamban terletak di atas kolam ikan sehingga rantai kehidupan
berjalan baik. Pemasanganan selang/paralon harus dilakukan dari hulu ke hilir sehingga
air dapat mengalir dengan baik. Berdasarkan pernyataan Bapak Krmn diatas, tahap
pemasangan selang/paralon yaitu:
1. Melakukan penggalian tanah sekitar lima puluh sentimeter.
3. Menimbun selang/paralon tersebut menggunakan batu atau ijuk. Batu atau ijuk
digunakan agar selang tertahan dan tidak keluar dari galian tersebut.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kampung Kuta adalah salah satu kampung adat yang diakui keberadaannya yang
terletak di Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis Provinsi
Jawa Barat. Bentuk kearifan lokal yang berkembang pada masyarakat Kampung Kuta
adalah dalam bentuk budaya pamali yang sudah dikenal dan merupakan amanah
dilakukan secara turun-temurun sejak ratusan tahun yang lalu. Kearifan lokal ini
merupakan suatu keyakinan masyarakat Kampung Kuta mengenai kepercayaan
spiritual terhadap leluhur mereka dan berkembang menjadi norma yang mengatur
perilaku masyarakat local.
3.2 Saran
7
DAFTAR PUSTAKA