Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MODUL

MATA KULIAH BUDAYA DAN KEARIFAN LOKAL

MUHAMMAD FADHIL IKHSAN

20181414061

PROGRAM STUDI D IV PERHOTELAN


FAKULTAS PARIWISATA
UNIVERSITAS TRIATMA MULYA
BADUNG
2023
DAFTAR ISI
Isi Halaman

BAB I .......................................................................................................... 1
1.1 Definisi Kearifan Lokal.............................................................. 1
1.2 Peran Kearifan Lokal................................................................. 1
1.3 Local Genius Sebagai Kearifan Lokal Suatu Daerah................. 2
BAB II ........................................................................................................ 4
2.1 Ruang Lingkup Kearifan Lokal.................................................. 4
BAB III........................................................................................................ 6
3.1 Dimensi Kearifan Lokal............................................................. 6
BAB IV ....................................................................................................... 8
4.1 Pengertian Tradisi....................................................................... 8
4.2 Pengertian Kebudayaan.............................................................. 10
BAB V ......................................................................................................... 12
5.1 Pengertian Multikultural............................................................. 12
5.2 Jenis-Jenis Multikulturalisme..................................................... 13
5.3 Faktor Terbentuk Masyarakat Multikultural.............................. 14
BAB VI ....................................................................................................... 15
6.1 Macam-Macam Nilai Tradisi...................................................... 15
6.2 Nilai-Nilai Tradisi Yang Tercermin Dari Kebudayaan Dan
Kearifan Lokal.................................................................................. 16
BAB VII ...................................................................................................... 19
7.1 Perubahan Perilaku Sosial.......................................................... 19
7.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial............................................... 19
7.3 Perubahan Perilaku Sosial Pada Era New Life........................... 20
BAB VIII .................................................................................................... 22
8.1 Dimensi Kearifan Lokal............................................................. 22
8.2 Pengertian Pemberdayaan Komunitas........................................ 23
8.3 Pendekatan Pemberdayaan Komunitas....................................... 23
1

BAB I
LOCAL GENIUS SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI
SUATU DAERAH
1.1 Definisi Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal
dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif (Putu Oka
Ngakan, 2007)
Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau
ajeg dalam suatu daerah (Gobyah, 2009).
Kearifan Lokal atau sering disebut Local Wisdom adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas
ekologis (Keraf, 2002).
kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi - strategi pengelolaan alam
semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad - abad
teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia Francis
Wahono (2005)
Kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan
suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan
kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang
berhubungan dengan lingkungan maupun sosial.
Ada kesadaran baru bahwa krisis ekologi bisa diselamatkan dengan
kembali kepada kearifan lokal masyarakat adat. Serta kearifan lokal
memberikan komitmen politik di tingkat nasional untuk melindungi hak-hak
masyarakat adat beserta seluruh kearifan lokalnya.Sedangkan, ditingkat
Global atau Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
mengesahkan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIPs).
1.2 Peran Kearifan Lokal
Adapun peran dari kearifan lokal itu sendiri adalah sebagai berikut:

1
1. Menciptakan adat dan budaya daya, cipta, rasa dan karsa (kemauan yang
kuat).
2. Menjaga kelestarian alam dan lingkungannya dengan berpedoman pada
nilai - nilai moral dalam pikiran dan tingkah lakunya dengan baik.
3. Menempatkan di dalam lingkungan dengan berlandaskan pada norma-
norma yang berlaku sehingga mempunyai manfaat bagi kesejahteraan
alam dan lingkungannya.
1.3 Local Genius Sebagai Kearifan Lokal Suatu Daerah
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini
merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales.
Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius
ini. Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga
cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan
bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai
watak dan kemampuan sendiri.
Sementara Moendardjito mengatakan bahwa unsur budaya daerah
potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk
bertahan sampai sekarang.
Ciri-cirinya adalah:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke
dalam 1 budaya asli
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya

I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal” Mengatakan


bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi
atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara
nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.

2
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat
setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan local merupakan
produk budaya masa lalu yang patut secara terus - menerus dijadikan
pegangan hidup.

3
BAB II
RUANG LINGKUP KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA
TRADISI DAN KELESTARIAN BUDAYA DAERAH
2.1 Ruang Lingkup Kearifan Lokal

Kearifan lokal merupakan fenomena yang luas dan komprehensif.


Cakupan kearifan lokal cukup banyak dan beragam sehingga sulit dibatasi
oleh ruang.

Kearifan tradisional dan kearifan kini berbeda dengan kearifan lokal.


Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan lokalitas dari kearifan
tersebut sehingga tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah
diwariskan dari generasi ke generasi.

Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam
suatu komunitas sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan alam dan
interaksinya dengan masyarakat serta budaya lain.

Oleh karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional karena
dia dapat mencakup kearifan masa kini dan karena itu pula lebih luas
maknanya daripada kearifan tradisional.

Untuk membedakan kearifan lokal yang baru saja muncul dengan


kearifan lokal yang sudah lama dikenal komunitas tersebut, dapat digunakan
istilah kearifan kini, kearifan baru, atau kearifan kontemporer.

Kearifan tradisional dapat disebut kearifan dulu atau kearifan lama.

Contoh Kearifan Lokal:

a. Hutan larangan adat “Desa Rumbio, Kec. kampar, Prov. Riau”, kearifan
lokal ini dibuat dengan tujuan untuk agar masyarkat sekitar bersama -
sama melestarikan hutan disana, dimana ada peraturan untuk tidak boleh

4
menebang pohon dihutan tersebut dan akan dikenakan denda seperti beras
100 kg atau berupa uang sebesar Rp 6.000.000,- jika melanggar.
b. Cingcowong (Sunda/Jawa Barat), merupakan upacara untuk meminta
hujan tradisi Cingcowong ini dilakukan turun temurun oleh masyarakat
Luragung guna untuk melestarikan budaya serta menunjukan bagaimana
suatu permintaan kepada yang Maha Kuasa apabila tanpa adanya patuh
terhadap perintahnya.
c. Bebie (Muara Enim-Sumatera Selatan), merupakan tradisi menanam dan
memanen padi secara bersama-sama dengan tujuan agar pemanenan padi
cepat selesai dan setelah panen selesai akan diadakan perayaan sebagai
bentuk rasa syukur atas panen yang sukses.
d. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku).
Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah
dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka
pemanfaatan sumber daya alam secara hati-hati.
e. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian
lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu
dalam berladang dan tradisi tanam tanjak

5
BAB III

DIMENSI KEARIFAN LOKAL DAN AGAMA DALAM NILAI-NILAI


RELIGIUS LOKAL

3.1 Dimensi Kearifan Lokal


Kearifan lokal mencakup beberapa dimensi, yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan berbasis lokalisasi dalam suatu budaya. Setiap masyarakat
pasti memiliki pemahaman lokal yang berhubungan dengan lingkungan
di mana mereka tinggal.
2. Nilai lokal yang merupakan aturan dalam kehidupan agar diperolehnya
suatu hubungan antar masyarakat yang harmonis.
3. Keterampilan atau kemampuan untuk bertahan hidup.
4. Sumber daya lokal yakni sumber daya yang tersedia di alam.
5. Mekanisme pengambilan keputusan lokal. Masyarakat memiliki
pemimpin yang mengatur daerahnya sendiri.
6. Solidaritas kelompok lokal. Suatu komunitas masyarakat yang
dipertemukan karena suatu ikatan satu sama lain yang membentuk
solidaritas lokal.

Agama merupakan sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi


mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan
struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan
dunia sekitar.

Sementara kebudayaan merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa


manusia yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan
filosofis dan kearifan lokal (local wisdom). Agama maupun kebudayaan,
keduanya memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi
kehidupan sesuai kehendak Tuhan dan kemanusiannya.

Agama melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan, sedangkan kebudayaan


mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa dinamis dalam kehidupannya.

6
Keberadaan sistem agama yang melingkupi masyarakat, mengandung makna
kolektifitas yang saling memberi pengaruh terhadap tatanan sosial keberagamaan
secara totalitas, namun tidak dapat dipandang sebagai sistem yang berlaku secara
abadi di masyarakat.

7
BAB IV

PENGERTIAN TRADISI, BUDAYA DALAM UNSUR-UNSUR


KEBUDAYAAN DAERAH

4.1 Pengertian Tradisi

Menurut Funk dan Wagnalls (2013:78) istilah tradisi dimaknai sebagai


pengetahuan, doktrin, kebiasaan, dan lain-lain yang dipahami sebagai
pengetahuan yang telah diwarisikan secara turun-temurun termasuk cara
penyampaian doktrin. Jadi tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan
oleh masyarakat dulu sampai sekarang. Muhaimin (2017:78) mengatakan
bahwa tradisi terkadang disamakan dengan kata-kata adat dalam pandangan
masyarakat dipahami sebagai struktur yang sama. Dimana agar dalam tradisi,
masyarakat mengikuti aturan-aturan adat.
Adapun pengertian Tradsi menurut R. Redfield (2017:79) yang
mengatakan bahwa tradisi dibagi menjadi dua, yaitu great tradition ( tradisi
besar) adalah suatu tradisi mereka sendiri, dan suka berfikir dan dengan
sendiri mencakup jumlah orang yang relative sedikit. sedangkan little
tradition ( tradisi kecil) adalah suatu tradisi yang berasal dari mayoritas orang
yang tidak pernah memikirkan secara mendalam pada tradisi yang mereka
miliki. Sehingga mereka tidak pernah mengetahui seperti apa kebiasan
masyarakat dulu, karena mereka kurang peduli dengan budaya mereka.
Menurut Cannadine (2010:79) Pengertian Tradisi adalah lembaga baru
di dandani dengan daya pikat kekunoan yang menentang zaman tetapi
menjadi ciptaan mengagumkan. Jadi tradisis adalah suatu kebiasaan
masyarakat dulu yang di jaga dan dilestarikan namun di pengaruhi oleh
budaya luar karena adanya modernisasi
Sehingga dalam arti sempit, tradisi yaitu warisan-warisan sosial khusus
yang memenuhi syarat saja yaitu yang tetap bertahan hidup di masa kini, yang
masih kuat ikatannya dengan kehidupan masa kini. Jadi tradisi yaitu suatu

8
aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal mulai sejak dulu
samapai sekarang yang dijaga dan dilestarikan.
Fungsi tradisi menurut Soerjono Soekanto (2011:82) yaitu sebagai
berikut:
1. Tradisi berfungsi sebagai penyedia fragmen warisan historis yang kita
pandang bermanfaat. Tradisi yang seperti onggokan gagasan dan material
yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun
masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu. Contoh: peran yang
harus diteladani (misalnya, tradisi kepahlawanan, kepemimpinan
karismtais, orang suci atau nabi).
2. Fungsi tradisi yaitu unutk memberikan legitimasi terhadap pandangan
hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini
memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Contoh:
wewenang seorang raja yang disahkan oleh tradisi dari seluruh dinasti
terdahulu. Tradisi berfungsi menyediakan simbol identitas kolektif yang
meyakinkan, memeperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa,
komunitas dan kelompok. Contoh tradisi nasional: dengan lagu, bendera,
emblem, mitologi dan ritual umum.
3. Fungsi tradisi ialah untuk membantu menyediakan tempat pelarian dari
keluhan, ketidakpuasan, dan kekcewaan kehidupan modern. Tradisi yang
mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber
pengganti kebanggalan bila masyarakat berada dalam kritis. Tradisi
kedaulatan dan kemerdekaan di masa lalu membantu suatu bangsa untuk
bertahan hidup ketika dalam penjajahan. Tradisi kehilangan
kemerdekaan, cepat atau lambat akan merusak sistem tirani atau
kedikatatoran yang tidak berkurang di masa kini.
Jadi dari ketiga fungsi diatas tradisi merupakan suatu identitas yang
dimiliki oleh masyarakat yang hidup atau bertempat tinggal didalam suatu
daerah.

9
4.2 Pengertian Kebudayaan

Dr. Ir. Sri Rahaju Djatimurti Rita Hanafi, M.P (2016:32) Kebudayaan
adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi landasan sebagai tingkah lakunya, kebudayaan
merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan
sosial yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisnya
kepada generasi berikutnya melakukan melalui proses belajar dan dengan
menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan
maupun yang tidak termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh
manusia. Agar anak atau keturunan mereka selalu menjaga dan menjalankan
supaya tidak hilang atau terlupakan.
Masih menurut Dr. Ir. Sri Rahaju Djatimurti Rita Hanafi, M.P
(2016:32) kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan petunjuk-
petunjuk, rencana-rencana dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian
model koknitif yangdimiliki manusia dan digunakan secara selektif dalam
menghadapi lingkungan sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan
tindakan-tindakannya. Dimana manusia hidup bersama dalam bermasyarakat
untuk melakukan suatu kegiatan bersama-sama.
Untuk memahami kebudayaan secara mendalam ada beberapa unsur
kebudayaan: Dr. Ir. Sri Rahaju Djatimurti Rita Hanafi, M.P (2016:38)
1. Sistem religi dan upacara keagamaan, merupakan produk
manusia sebagai homo relgius ini didasari oleh kecerdasan pikiran dan perasaan
luhur yang dimiliki manusia dan kesadaran bahwa diataskekuatan dirinya terdapat
kekuatan lain Yang Maha Besar yang dapat “menghitam- putihkan”, kehidupan
dan dilakukanlah penyembahan kepada-Nya yang dikenal sebagai agama. Sistem
religi dan upacara keagamaan ini dilakukan sebagai usaha untuk membujuk
kekuatan besar tersebut agar mau menuruti kemauan manusia.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan, merupakan produk manusia
sebagai homo socius, menyadari bahwa dirinya lemah maka manusia dengan

10
akalnya membentuk kekuatan dengan cara menyusunorganisasi kemasyarakatan
yang merupakan tempat bersama untuk mencapai tujuan bersama yaitu,
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Seperti sistem gotong royong.
3. Sistem pengetahuan, merupakan produk manusia sebagai homo
sapiens. Pengetahuan diperoleh dari pikiran orang lain, kemampuan manusia
untuk mengingat apa yang telah diketahui dan kemudian menyampaikannya
kepada orang lain bahasa menyebabkan pengetahuan menyebar luas apalagi bila
pengetahuan tersebut dibukukan sehingga dapat diteruskan kegenerasi berikutnya.
4. Sistem mata pencaharian hidup, merupakan produk manusia
sebagai homo economicus. Sistem ini menjadikan tingkat kehidupan manusia
secara umum terus meningkat.
5. Sistem teknologi, Merupakan produk manusia sebagai homo
faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas dibantu dengan kekuatan
tangannya yang mampu memegang sesuatu dengan erat manusia menciptakan
sekaligus mempergunakan alat yang kemudian dimanfaatkan untuk lebih
memenuhi kebutuhannya.
6. Bahasa, merupakan produk manusia sebagai homo longuens.
Bahasa manusia pada mulanya berupa tanda (kode), kemudian disempunakan
dalam bahasa lisan dan akhirnya menjadi bahasa lisan.
7. Kesenian, merupakan produk manusia sebagai homo esteticus,
setelah kebutuhan fisik terpenuhi maka manusia berusaha memenuhi kebutuhan
psikisnya yang didapat dengan menciptakan kesenian.
Jadi, sampai sekarang manusia tidak bisa lepas dari ketujuh unsur diatas
dikarenakan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

11
BAB V

PENGERTIAN MULTIKULTURALISME DALAM KEMAJUAN


BUDAYA DAN TRADISI

5.1 Pengertian Multikultural

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Multikulturalisme


diartikan sebagai gejala pada individu atau suatu masyarakat (kelompok)
yang ditandai dengan kebiasaan dalam menggunakan lebih dari satu
kebudayaan.

Sedangkan, pengertian multikulturalisme menurut para ahli bisa


dilihat di bawah ini:

Definisi multikulturalisme menurut Prof. Dr. Supardi Suparlan yaitu


sebuah ideologi yang menjunjung tinggi adanya perbedaan budaya atau
sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme
(keberagaman) budaya sebagai suatu corak kehidupan masyarakat.

Lalu, menurut Bhikhu Parekh, seorang akademisi dan ahli teori


politisi, multikultural merupakan kesepakatan yang telah dibuat oleh
masyarakat yang didasari oleh rasa kesatuan dengan mengesampingkan
perbedaan seperti perbedaan agama, etnis, politik, budaya, dan perbedaan
lainnya.

Sedangkan, menurut Azyumardi Azra, Multikultural adalah suatu paradigma


hidup bermasyarakat yang didasari atas persatuan yang mengesampingkan
perbedaan untuk mengantisipasi terjadinya konflik sosial lainnya melalui
kerjasama.

Sehingga konsep multikulturalisme itu sendiri adalah suatu


pandangan dunia yang kemudian diimplementasikan dalam kebijakan
mengenai kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan

12
tanpa memperdulikan perbedaan (diferensiasi) seperti perbedaan budaya,
etnik, gender, bahasa, dan agama.

5.2 Jenis-Jenis Multikulturalisme

Multikulturalisme sendiri dibagi menjadi 5 (lima), yaitu akomodatif,


otonomis, interaktif atau kritikal, isolasionis, dan kosmopolitan.

1. Multikulturalisme Akomodatif

Multikulturalisme akomodatif merupakan salah satu jenis dimana


masyarakat yang memiliki kultur dominan yang melakukan penyesuaian
dan akomodasi tertentu terhadap kultur kaum minoritas seperti undang-
undang, hukum, dan berbagai ketentuan yang dianggap sensitif secara
kultural.
Dengan begitu, kaum minoritas diberikan kebebasan untuk mempertahankan dan
mengembangkan kebudayaannya, begitupun sebaliknya.

2. Multikulturalisme Otonomis
Berbeda dengan akomodatif, pada jenis otonomis masyarakat plural,
yaitu masyarakat yang memiliki keberagaman seperti dari segi budaya, ras,
dan etnis yang berusaha mewujudkan adanya kesetaraan (equality) dengan
budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom (berdiri sendiri)
dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima.
Fokus dari jenis ini adalah untuk mempertahankan cara hidup
mereka, yang memiliki hal yang sama dengan kelompok dominan, dimana
adanya pertentangan terhadap kelompok dominan dan berusaha
menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai
mitra sejajar.
3. Multikulturalisme Interaktif atau Kritikal
Multikulturalisme interaktif atau kritikal merupakan jenis dimana
masyarakat kultural tidak berfokus pada kehidupan otonom, namun lebih
fokus pada membentuk penciptaan kolektif (kerjasama tanpa adanya

13
hirarki) yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif
distingtif (membedakan antara satuan bahasa) mereka.
4. Multikulturalisme Isolasionis
Masyarakat dari berbagai kelompok kultural menjalan hidup secara
otonom (berdiri sendiri) dan terlibat interaksi yang hanya minimal satu
sama lain.
5. Multikulturalisme Kosmopolitan
Berusaha menghapus semua batas-batas kultural untuk menciptakan
sebuah masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terikat pada budaya
tertentu dan sebaliknya secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan
interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan.

5.3 Faktor Terbentuk Masyarakat Multikultural

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu


masyarakat multikultural:

1. Letak Wilayah
2. Letak dan Keadaan Geografis
3. Perbedaan Kemampuan dan Perkembangan Setiap Wilayah
4. Perbedaan Sikap dalam Menyerap Budaya Asing
5. Perbedaan Sistem Religi yang Dianut Masyarakat.
6. Asal-usul Masyarakat yang Berlainan

14
BAB VI

NILAI-NILAI TRADISI YANG TERCERMIN DARI KEBUDAYAAN DAN


KEARIFAN LOKAL

6.1 Macam-Macam Nilai- Nilai Tradisi


Nilai kearifan lokal merupakan nilai-nilai yang masih dipertahankan
dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari untuk kemudian
diwariskan kepada generasi selanjutnya.
1. Nilai Religi
Nilai religi adalah nilai yang terkait dengan hubungan antara
manusia dengan Tuhan YME. Nilai religi merupakan segala sesuatu
tersurat maupun tersirat yang ada dalam agama yang mempengaruhi
perilaku seseorang dalam menganut agama (Rifa’i, 2016). Nilai religius
mempunyai sifat hakiki dan datang dari Tuhan YME dan juga
kebenarannya diakui mutlak oleh penganut agama tertentu.
2. Nilai Estetika
Nilai estetika atau nilai keindahan sering dikaitkan dengan benda,
orang dan peristiwa yang dapat menyenangkan hati (perasaan). Nilai
estetika adalah nilai yang berkaitan dengan nilai indah atau jelek yang
diberikan oleh seni. Nilai tersebut memiliki sistem yang secara bersamaan
menyatu dengan gagasan, tindakan, dan hasil karya.
3. Nilai Gotong Royong
Merupakan kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dan
bersifat suka rela dengan tujuan agar kegiatan yang dikerjakan dapat
berjalan dengan lancar, mudah dan ringan (Rahman, 2016). Nilai gotong
royong adalah nilai yang muncul bentuk kerja-sama kelompok masyarakat
untuk mencapai suatu hasil positif dari tujuan yang ingin dicapai secara
mufakat dan musyawarah. Nilai gotong royong tercermin pada
kerbergantungan antar individu, kebersamaan, musyawarah, dan
kerjasama.
4. Nilai Moral

15
Nilai moral yang merupakan nilai mengatur tindakan individu dalam
membedakan baik dan buruk dalam hubungannya antar individu dalam
masyarakat. Moral yang dimiliki individu tercermin dalam sikap jujur,
suka menolong, adil pengasih, kasih sayang, ramah dan sopan. Nilai moral
yang ada di kehidupan masyarakat dibagi menjadi dua bentuk, diantaranya
nilai moral vertikal dan nilai moral horizontal. Nilai moral vertikal adalah
hubungan yang terjalin secara spiritual yakni antara manusia dan Tuhan.
Selanjutnya, nilai moral horizontal adalah hubungan positif yang terjalin
antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan dan manusia
dengan alam.
5. Nilai Toleransi
Nilai toleransi yang mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, dan
suka rela dalam menghadapi perbedaan. Nilai toleransi merupakan nilai
yang didasarkan pada kedamaian, menghargai perbedaan dan kesadaran.
Toleransi diartikan sebagai sikap saling menghormati, saling menerima,
dan saling menghargai di tengah keragaman budaya. Toleransi dalam
kehidupan bermasyarakat memiliki dua bentuk, yaitu toleransi agama dan
toleransi social (Nisvilyah, 2013).

6.2 Nilai-Nilai Tradisi Yang Tercermin Dari Kebudayaan Dan Kearifan


Lokal
Masyarakat memiliki pedoman hidup yang diturunkan dari zaman
nenek moyang yang dikenal dengan kearifan lokal (local wisdom). Kearifan
lokal disampaikan antar generasi secara lisan, dari orang ke orang dan
berbentuk kisah-kisah, legenda-legenda, dongeng-dongeng, upacara agama,
lagu- (Siswanto, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Religius, 2013)
lagu serta hukum (Abbas, 2015). Salah satu kearifan lokal tersebut berbentuk
tradisi, didalamnya terkandung beberapa nilai, diantaranya adalah nilai religi,
nilai estetika, nilai gotong royong, nilai moral dan nilai toleransi. Pedoman
hidup manusia baik untuk kehidupan di dunia maupun di akhirat yaitu berupa
nilai religi. Nilai tersebut mengacu pada nilai-nilai dasar yang diajarkan

16
dalam suatu agama. Nilai religi yang terkandung dalam tradisi tercermin saat
doa secara khusyuk dipanjatkan kepada Tuhan YME. Ketika doa dipanjatkan,
masyarakat berdoa dengan suasana yang khidmat untuk menyampaikan
harapan-harapan di tahun berikutnya, sesuai agama dan kepercayaan masing-
masing. Nilai religi yang terdapat dalam tradisi tercermin ketika masyarakat
berdoa dengan hati yang ikhlas dan berharap akan datangnya kebaikan serta
memohon dijauhkan dari berbagai musibah yang bisa terjadi kapan saja.
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama tidak akan tersebar tanpa budaya,
begitu pula sebaliknya budaya akan tersesat tanpa agama.
Keindahan suatu objek berkaitan dengan nilai estetika. Nilai tersebut
membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya,
kepekaan terhadap seni dan keindahan (Nurmalinda, 2017). Nilai estetika atau
keindahan yang terkandung dalam tradisi terlihat dari ragam bentuk dan
hiasan pada tahap pelaksanaan tradisi. Nilai keindahan adalah realitas yang
dapat membangun makna Apabila suatu obyek memiliki nilai keindahan,
maka makna dapat terbangun dengan baik. Nilai gotong royong melekat
dengan erat pada kehidupan masyarakat sehari-hari, umumnya tercermin dari
beberapa kegiatan adat, seperti upacara adat, yang didalamnya terlihat
keterlibatan masyarakat dalam awal, inti sampai kegiatan akhir upacara adat
(Rolitia et al., 2016). Perilaku masyarakat yang saling bahu membahu dalam
pelaksanaan tradisi mulai dari awal hingga akhir mencerminkan nilai gotong
royong. Masyarakat secara sadar bersama-sama saling membantu satu sama
lain apabila terdapat kesulitan dalam keseluruhan pelaksanaan tradisi. Jika
sikap gotong royong telah menjadi suatu kesadaran, maka akan tercipta
kerukunan dan kedamaian yang mengarahkan pada kestabilan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Nilai moral menjadi panduan hidup masyarakat mengenai hal-hal yang
perlu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral meliputi sikap
kepatuhan, pemberani, rela berkorban, jujur, adil dan bijaksana, menghormati
dan menghargai, bekerja keras, menepati janji, tahu balas budi, baik budi
pekerti, rendah hati serta berhati-hati dalam bertindak. Nilai moral yang

17
terkandung dalam tradisi terdermin dalam sikap teladan yang dicontohkan
sesepuh desa dengan rutin menjalankan tradisi setiap tahun. Nilai moral ada
dan tumbuh dalam diri tanpa paksaan dari luar dan bersumber dari kesadaran
yang muncul pada diri masing-masing individu (Sabi’ati, 2016). Nilai
toleransi tumbuh dengan baik dan mengakar pada kehidupan masyarakat yang
terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama berbeda. Nilai toleransi
terdapat pada sikap atau tindakan yang menghargai dan tidak melecehkan
pihak lain ketika terdapat paham, pandangan dan keyakinan beragama yang
berbeda (Tholkhah, 2013). Nilai toleransi yang terkandung dalam tradisi
tercermin ketika seluruh masyarakat berkumpul tanpa adanya sikap
membedakan latar belakang yang berbeda. Hal tersebut mampu memperkuat
nilai toleransi dan menghadirkan sikap saling menghargai antar masyarakat.
Menjadi pribadi yang toleran berarti menerima kehadiran keyakinan yang
berbeda dan memberikan kebebasan orang lain menganut keyakinan yang
telah dipilih (Anggraeni & Suhartini, 2018:66).
Teori yang digunakan untuk mengkaji bentuk nilai-nilai kearifan lokal
tradisi adalah teori interaksi simbolik. Teori interaksi simbolik merupakan
proses berpikir mengenai interaksi antar individu dan ditandai oleh pertukaran
simbol untuk mencapai suatu makna (Hutapea, 2016). Hal ini sesuai dengan
pelaksanaan tradisi yang didalamnya terkandung nilai-nilai kearifan lokal
meliputi nilai religi, nilai estetika, nilai gotong royong, nilai moral dan nilai
toleransi. Hal ini serupa dengan pernyataan dari Bacthiar (2010) bahwa tiap
individu dalam masyarakat berinteraksi dan pada akhirnya menghasilkan
simbol-simbol yang bermakna sosial sama yakni berupa nilai-nilai kearifan
lokal.

18
BAB VII
PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL PADA ERA NEW LIFE

7.1 Perubahan Perilaku Sosial


Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), perubahan sosial dalam arti
luas adalah setiap perubahan dalam hubungan sosial. Perubahan sosial
merupakan fenomena yang selalu ada di masyarakat mana pun. Perubahan
kadang-kadang dibuat, kemudian antara proses perubahan dalam struktur
sosial. Dalam arti spesifik dari perubahan sosial tergantung pada entitas sosu
sosial yang dipertimbangkan. Perubahan dalam kelompok kecil mungkin
penting pada tingkat kelompok, tapi dapat diabaikan pada tingkat masyarakat
yang lebih besar. Perubahan sosial dapat berkembang dari sejumlah sumber
yang berbeda, termasuk kontak dengan masyarakat lain. Perubahan sosial
juga didorong oleh gerakan ideologis, ekonomi dan politik.
Dalam buku Strategi dan Perubahan Sosial (2016) karya Irwan dan
Indraddin, perubahan sosial merupakan perubahan kepada pola perilaku,
hubungan sosial, lembaga, dan struktur sosial pada waktu tertentu. Itu
menunjukkan bahwa dalam masyarakat terjadi perubahan interaksi antara satu
dengan yang lain ketika melakukan tindakan atau perbuatan. Perubahan sosial
yang terjadi dalam masyarakat disebabkan adanya faktor pendorong baik dari
luar dan dalam masyaraka. Itu yang mendorong untuk melakukan tindakan
atau perbuatan. Kajian perubahan sosial merupaka kajian yang tidak akan
pernah selesai untuk diperdebatkan terhadap isu-isu yan berkembang dalam
kehidupan masyarakat.

7.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial

1. Perubahan Lambat (Evolusi)

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),


perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat memakan waktu cukup
lama dan tidak disertai kehendak tertentu dari masyarakat. Dalam

19
perubahan tersebut mengikuti kondisi perkembangan masyarakat.
Masyarakat hanya berusaha menyesuaikan diri dengan keperluan keadaan
dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.

2. Perubahan Cepat (Revolusi)


Perubahan sosial yang berlangsung cepat karena menyangkut unsur-unsur
kehidupan atau lembaga kemasyarakatan. Pada perubahan tersebut bisa
direncanakan dan tidak direncanakan. Dijalankan dengan kekerasan
maupun tanpa kekerasan. Biasanya pada perubahan cepat diawali dengan
ketegangan atau konflik.
3. Perubahan Kecil
Perubahan kecil merupakan perubahan yang terjadi pada sruktur sosial.
Pada perubahan kecil memiliki damapak bagi masyarakat karena tidak
terpengaruh dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
4. Perubahan Besar
Perubahan besar merupakan perubahan yang berdampak pada terjadinya
perubahan struktur dan lembaga. Pada perubahan besar memberi pengaruh
besar pada kondisi geografisa berubahnya fungsi lahan menjadi tempat
industri, dan perubahan mata pencaharian masyarakat.

7.3 Perubahan Perilaku Sosial Pada Era New Life


Perubahan sosial yang terjadi di masa pandemi Covid-19
menghidupkan cara baru dalam interaksi sosial. Pergeseran pola hidup
masyarakat menjadi alternatif dalam mengubah sistem kegiatan sosial
masyarakat. Pendemi Covid-19 memberikan relasi yang cukup berbeda
dengan yang sebelumnya. Interaksi sosial masyarakat dibangun atas dasar
kepentingan bersama untuk saling menjaga satu sama lain. Pedukuhan
Cabeyan, Desa Panggungharjo menjadi bagian dari perubahan yang
diakibatkan oleh pandemi Covid-19.
Masyarakat Pedukuhan Cabeyan melakukan kegiatan-kegiatan sosial
keagamaan menyesuaikan dengan kondisi sosial yang terjadi. Pada masa

20
pandemi Covid-19 masyarakat tidak lagi melakukan kegiatan yang sifatnya
kerumunan. Masyarakat cenderung mengikuti kebijakan pemerintah dan
anjuran dari tokoh agama setempat. Seperti kerja-kerja sosial keagamaan
menggunakan protokol kesehatan dan membatasi jumlah warga yang
berkumpul. Masyarakat Pedukuhan Cabeyan lebih terbuka dan menerima
perubahan yang terjadi akibat pandemi Covid-19.
Adapun saran dari peneliti kepada tokoh agama setempat dan
pemerintah untuk ikut serta dalam menyampaikan dan mengedukasi
masyarakat mengenai kebijakan pemerintah dan aturan-aturan yang berlaku
ketika pandemi, supaya masyarakat memiliki kesadaran menjalankan
kehidupan secara komunal. Lebih-lebih tokoh agama setempat dan pihak
pemerintah di tingkat pedukuhan memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk
menggerakkan warga. Bagi masyarakat khususnya warga Pedukuhan
Cabeyan untuk terus mematuhi protocol kesehatan dan menjaga aktivitas
yang menimbulkan naiknya kasus pandemi. Sehingga dengan hal tersebut
perubahan yang terjadi dapat dimaknai secara positif oleh masyarakat
setempat.

21
BAB VIII
BUDAYA SEBAGAI KATALISATOR KEARIFAN LOKAL

8.1 Dimensi Kearifan Lokal


1. Dimensi Pengetahuan Lokal
Kearifan lokal dilihat sebagai kemampuan masyarakat setempat untuk
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan lokal warga ini
menjadi manfaat bagi kehidupan mereka. dalam mengelola hasil pertanian dan
menghadapi musim pancaroba, ada kearifan lokal dari masyarakat kasepuhan
Ciptagelar di Sukabumi, Jawa Barat. Mereka terkenal memiliki kearifan lokal
yaitu leuit. Apa itu leuit? Leuit adalah lumbung padi yang digunakan untuk
menyimpan hasil panen mereka.
2. Dimensi Nilai Lokal
Pada dimensi pengetahuan lokal, kearifan lokal dipandang sebagai
kemampuan masyarakat setempat untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya. Sedangkan pada dimensi nilai lokal, kearifan lokal dipandang
tingkah laku yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh  masyarakat
setempat.
3. Dimensi Keterampilan Lokal
Yaitu dimensi keterampilan lokal. Yang berkaitan dengan kemampuan
masyarakat setempat untuk bertahan hidup dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari.  Contohnya masih pada masyarakat Kasepuhan Ciptagelar dengan sistem
lumbung padinya atau leuit nih. Kemampuan masyarakat dalam menciptakan,
mengelola, dan menjalankan leuit hingga sekarang, membuat mereka tetap bisa
bertahan hidup dan memiliki cadangan pangan apabila musim tidak menentu
maupun jika ada krisis pangan.
4. Dimensi Sumber Daya Lokal
Dimensi sumber daya lokal. Hal ini berhubungan sama kemampuan
masyarakat setempat untuk memanfaatkan sumber daya alam dan manusia
sesuai kebutuhannya demi tercipta keseimbangan. Contohnya misal dari
beberapa daerah yang punya sumber daya unik yang hanya dimiliki di

22
daerahnya, misal provinsi Riau yang kaya akan minyak kelapa sawit, yang
dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghasilan dan menggerakkan
ekonomi mereka.
5. Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal
Dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal. Yakni berkaitan
dengan kemampuan dalam menentukan keputusan suatu perkara atau
memberikan kebijakan sosial lainnya. Konteks dari keputusan lokal ini,
misalnya terjadi situasi dimana dibutuhkan keputusan maupun menentukan
hukum adat. Keputusannya ditetapkan oleh lingkungan sosial atau
masyarakatnya itu sendiri.
6.Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal
Yaitu dimensi solidaritas kelompok lokal yang bisa menyatukan
masyarakat setempat dalam menjaga kekompakan, kebersamaan, serta rasa
senasib sepenanggungan sebagai makhluk sosial.

8.2 Pengertian Pemberdayaan Komunitas

Berdasarkan definisinya, pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang


artinya kekuatan atau kemampuan.  Jadi pemberdayaan bisa kita pahami sebagai
proses atau rangkaian tindakan untuk mengubah masyarakat yang tadinya kurang
atau belum berdaya menjadi berdaya.
Komunitas adalah kelompok yang berinteraksi atau menjalin hubungan
sosial dan dibatasi oleh persamaan kehidupan seperti tempat, nilai sosial (value),
dan minat (interest). 
Jadi pemberdayaan komunitas adalah proses atau rangkaian tindakan untuk
mengubah suatu kelompok sosial menjadi berdaya. 

8.3 Pendekatan Pemberdayaan Komunitas


Menurut Eliot (dalam I.N. Sumaryadi, 2005:150), ada tiga strategi
pendekatan yang dipakai dalam proses pemberdayaan komunitas atau masyarakat,
antara lain adalah:

23
1. Pendekatan Kesejahteraan
Yakni pendekatan dengan cara terjun langsung untuk memberi bantuan
dengan sasaran kelompok-kelompok tertentu. Contohnya, jika ada bencana
alam terjadi, maka akan ada penyaluran bantuan langsung ke daerah yang
terkena bencana alam tersebut.
2. Pendekatan Pembangunan
Memusatkan perhatian pada pembangunan untuk meningkatkan
kemandirian, kemampuan, dan keberdayaan masyarakat.
3. Pendekatan Pemberdayaan
Yakni pendekatan dengan cara memberikan pelatihan kepada masyarakat
untuk mengatasi ketidakberdayaan khususnya di bidang ekonomi akibat
dari kemiskinan dari proses politik.

24

Anda mungkin juga menyukai