20181414061
BAB I .......................................................................................................... 1
1.1 Definisi Kearifan Lokal.............................................................. 1
1.2 Peran Kearifan Lokal................................................................. 1
1.3 Local Genius Sebagai Kearifan Lokal Suatu Daerah................. 2
BAB II ........................................................................................................ 4
2.1 Ruang Lingkup Kearifan Lokal.................................................. 4
BAB III........................................................................................................ 6
3.1 Dimensi Kearifan Lokal............................................................. 6
BAB IV ....................................................................................................... 8
4.1 Pengertian Tradisi....................................................................... 8
4.2 Pengertian Kebudayaan.............................................................. 10
BAB V ......................................................................................................... 12
5.1 Pengertian Multikultural............................................................. 12
5.2 Jenis-Jenis Multikulturalisme..................................................... 13
5.3 Faktor Terbentuk Masyarakat Multikultural.............................. 14
BAB VI ....................................................................................................... 15
6.1 Macam-Macam Nilai Tradisi...................................................... 15
6.2 Nilai-Nilai Tradisi Yang Tercermin Dari Kebudayaan Dan
Kearifan Lokal.................................................................................. 16
BAB VII ...................................................................................................... 19
7.1 Perubahan Perilaku Sosial.......................................................... 19
7.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial............................................... 19
7.3 Perubahan Perilaku Sosial Pada Era New Life........................... 20
BAB VIII .................................................................................................... 22
8.1 Dimensi Kearifan Lokal............................................................. 22
8.2 Pengertian Pemberdayaan Komunitas........................................ 23
8.3 Pendekatan Pemberdayaan Komunitas....................................... 23
1
BAB I
LOCAL GENIUS SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI
SUATU DAERAH
1.1 Definisi Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal
dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif (Putu Oka
Ngakan, 2007)
Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau
ajeg dalam suatu daerah (Gobyah, 2009).
Kearifan Lokal atau sering disebut Local Wisdom adalah semua bentuk
pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau
etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas
ekologis (Keraf, 2002).
kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi - strategi pengelolaan alam
semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad - abad
teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia Francis
Wahono (2005)
Kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan
suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan
kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang
berhubungan dengan lingkungan maupun sosial.
Ada kesadaran baru bahwa krisis ekologi bisa diselamatkan dengan
kembali kepada kearifan lokal masyarakat adat. Serta kearifan lokal
memberikan komitmen politik di tingkat nasional untuk melindungi hak-hak
masyarakat adat beserta seluruh kearifan lokalnya.Sedangkan, ditingkat
Global atau Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
mengesahkan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIPs).
1.2 Peran Kearifan Lokal
Adapun peran dari kearifan lokal itu sendiri adalah sebagai berikut:
1
1. Menciptakan adat dan budaya daya, cipta, rasa dan karsa (kemauan yang
kuat).
2. Menjaga kelestarian alam dan lingkungannya dengan berpedoman pada
nilai - nilai moral dalam pikiran dan tingkah lakunya dengan baik.
3. Menempatkan di dalam lingkungan dengan berlandaskan pada norma-
norma yang berlaku sehingga mempunyai manfaat bagi kesejahteraan
alam dan lingkungannya.
1.3 Local Genius Sebagai Kearifan Lokal Suatu Daerah
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius. Local genius ini
merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales.
Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius
ini. Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga
cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan
bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai
watak dan kemampuan sendiri.
Sementara Moendardjito mengatakan bahwa unsur budaya daerah
potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk
bertahan sampai sekarang.
Ciri-cirinya adalah:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke
dalam 1 budaya asli
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya
2
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat
setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan local merupakan
produk budaya masa lalu yang patut secara terus - menerus dijadikan
pegangan hidup.
3
BAB II
RUANG LINGKUP KEARIFAN LOKAL DALAM MENJAGA
TRADISI DAN KELESTARIAN BUDAYA DAERAH
2.1 Ruang Lingkup Kearifan Lokal
Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam
suatu komunitas sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan alam dan
interaksinya dengan masyarakat serta budaya lain.
Oleh karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional karena
dia dapat mencakup kearifan masa kini dan karena itu pula lebih luas
maknanya daripada kearifan tradisional.
a. Hutan larangan adat “Desa Rumbio, Kec. kampar, Prov. Riau”, kearifan
lokal ini dibuat dengan tujuan untuk agar masyarkat sekitar bersama -
sama melestarikan hutan disana, dimana ada peraturan untuk tidak boleh
4
menebang pohon dihutan tersebut dan akan dikenakan denda seperti beras
100 kg atau berupa uang sebesar Rp 6.000.000,- jika melanggar.
b. Cingcowong (Sunda/Jawa Barat), merupakan upacara untuk meminta
hujan tradisi Cingcowong ini dilakukan turun temurun oleh masyarakat
Luragung guna untuk melestarikan budaya serta menunjukan bagaimana
suatu permintaan kepada yang Maha Kuasa apabila tanpa adanya patuh
terhadap perintahnya.
c. Bebie (Muara Enim-Sumatera Selatan), merupakan tradisi menanam dan
memanen padi secara bersama-sama dengan tujuan agar pemanenan padi
cepat selesai dan setelah panen selesai akan diadakan perayaan sebagai
bentuk rasa syukur atas panen yang sukses.
d. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku).
Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah
dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka
pemanfaatan sumber daya alam secara hati-hati.
e. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kumali. Kelestarian
lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu
dalam berladang dan tradisi tanam tanjak
5
BAB III
6
Keberadaan sistem agama yang melingkupi masyarakat, mengandung makna
kolektifitas yang saling memberi pengaruh terhadap tatanan sosial keberagamaan
secara totalitas, namun tidak dapat dipandang sebagai sistem yang berlaku secara
abadi di masyarakat.
7
BAB IV
8
aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal mulai sejak dulu
samapai sekarang yang dijaga dan dilestarikan.
Fungsi tradisi menurut Soerjono Soekanto (2011:82) yaitu sebagai
berikut:
1. Tradisi berfungsi sebagai penyedia fragmen warisan historis yang kita
pandang bermanfaat. Tradisi yang seperti onggokan gagasan dan material
yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun
masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu. Contoh: peran yang
harus diteladani (misalnya, tradisi kepahlawanan, kepemimpinan
karismtais, orang suci atau nabi).
2. Fungsi tradisi yaitu unutk memberikan legitimasi terhadap pandangan
hidup, keyakinan, pranata dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini
memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Contoh:
wewenang seorang raja yang disahkan oleh tradisi dari seluruh dinasti
terdahulu. Tradisi berfungsi menyediakan simbol identitas kolektif yang
meyakinkan, memeperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa,
komunitas dan kelompok. Contoh tradisi nasional: dengan lagu, bendera,
emblem, mitologi dan ritual umum.
3. Fungsi tradisi ialah untuk membantu menyediakan tempat pelarian dari
keluhan, ketidakpuasan, dan kekcewaan kehidupan modern. Tradisi yang
mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber
pengganti kebanggalan bila masyarakat berada dalam kritis. Tradisi
kedaulatan dan kemerdekaan di masa lalu membantu suatu bangsa untuk
bertahan hidup ketika dalam penjajahan. Tradisi kehilangan
kemerdekaan, cepat atau lambat akan merusak sistem tirani atau
kedikatatoran yang tidak berkurang di masa kini.
Jadi dari ketiga fungsi diatas tradisi merupakan suatu identitas yang
dimiliki oleh masyarakat yang hidup atau bertempat tinggal didalam suatu
daerah.
9
4.2 Pengertian Kebudayaan
Dr. Ir. Sri Rahaju Djatimurti Rita Hanafi, M.P (2016:32) Kebudayaan
adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan
pengalamannya, serta menjadi landasan sebagai tingkah lakunya, kebudayaan
merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan
sosial yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisnya
kepada generasi berikutnya melakukan melalui proses belajar dan dengan
menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan
maupun yang tidak termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh
manusia. Agar anak atau keturunan mereka selalu menjaga dan menjalankan
supaya tidak hilang atau terlupakan.
Masih menurut Dr. Ir. Sri Rahaju Djatimurti Rita Hanafi, M.P
(2016:32) kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan petunjuk-
petunjuk, rencana-rencana dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian
model koknitif yangdimiliki manusia dan digunakan secara selektif dalam
menghadapi lingkungan sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan
tindakan-tindakannya. Dimana manusia hidup bersama dalam bermasyarakat
untuk melakukan suatu kegiatan bersama-sama.
Untuk memahami kebudayaan secara mendalam ada beberapa unsur
kebudayaan: Dr. Ir. Sri Rahaju Djatimurti Rita Hanafi, M.P (2016:38)
1. Sistem religi dan upacara keagamaan, merupakan produk
manusia sebagai homo relgius ini didasari oleh kecerdasan pikiran dan perasaan
luhur yang dimiliki manusia dan kesadaran bahwa diataskekuatan dirinya terdapat
kekuatan lain Yang Maha Besar yang dapat “menghitam- putihkan”, kehidupan
dan dilakukanlah penyembahan kepada-Nya yang dikenal sebagai agama. Sistem
religi dan upacara keagamaan ini dilakukan sebagai usaha untuk membujuk
kekuatan besar tersebut agar mau menuruti kemauan manusia.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan, merupakan produk manusia
sebagai homo socius, menyadari bahwa dirinya lemah maka manusia dengan
10
akalnya membentuk kekuatan dengan cara menyusunorganisasi kemasyarakatan
yang merupakan tempat bersama untuk mencapai tujuan bersama yaitu,
meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Seperti sistem gotong royong.
3. Sistem pengetahuan, merupakan produk manusia sebagai homo
sapiens. Pengetahuan diperoleh dari pikiran orang lain, kemampuan manusia
untuk mengingat apa yang telah diketahui dan kemudian menyampaikannya
kepada orang lain bahasa menyebabkan pengetahuan menyebar luas apalagi bila
pengetahuan tersebut dibukukan sehingga dapat diteruskan kegenerasi berikutnya.
4. Sistem mata pencaharian hidup, merupakan produk manusia
sebagai homo economicus. Sistem ini menjadikan tingkat kehidupan manusia
secara umum terus meningkat.
5. Sistem teknologi, Merupakan produk manusia sebagai homo
faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas dibantu dengan kekuatan
tangannya yang mampu memegang sesuatu dengan erat manusia menciptakan
sekaligus mempergunakan alat yang kemudian dimanfaatkan untuk lebih
memenuhi kebutuhannya.
6. Bahasa, merupakan produk manusia sebagai homo longuens.
Bahasa manusia pada mulanya berupa tanda (kode), kemudian disempunakan
dalam bahasa lisan dan akhirnya menjadi bahasa lisan.
7. Kesenian, merupakan produk manusia sebagai homo esteticus,
setelah kebutuhan fisik terpenuhi maka manusia berusaha memenuhi kebutuhan
psikisnya yang didapat dengan menciptakan kesenian.
Jadi, sampai sekarang manusia tidak bisa lepas dari ketujuh unsur diatas
dikarenakan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
11
BAB V
12
tanpa memperdulikan perbedaan (diferensiasi) seperti perbedaan budaya,
etnik, gender, bahasa, dan agama.
1. Multikulturalisme Akomodatif
2. Multikulturalisme Otonomis
Berbeda dengan akomodatif, pada jenis otonomis masyarakat plural,
yaitu masyarakat yang memiliki keberagaman seperti dari segi budaya, ras,
dan etnis yang berusaha mewujudkan adanya kesetaraan (equality) dengan
budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom (berdiri sendiri)
dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima.
Fokus dari jenis ini adalah untuk mempertahankan cara hidup
mereka, yang memiliki hal yang sama dengan kelompok dominan, dimana
adanya pertentangan terhadap kelompok dominan dan berusaha
menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai
mitra sejajar.
3. Multikulturalisme Interaktif atau Kritikal
Multikulturalisme interaktif atau kritikal merupakan jenis dimana
masyarakat kultural tidak berfokus pada kehidupan otonom, namun lebih
fokus pada membentuk penciptaan kolektif (kerjasama tanpa adanya
13
hirarki) yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif
distingtif (membedakan antara satuan bahasa) mereka.
4. Multikulturalisme Isolasionis
Masyarakat dari berbagai kelompok kultural menjalan hidup secara
otonom (berdiri sendiri) dan terlibat interaksi yang hanya minimal satu
sama lain.
5. Multikulturalisme Kosmopolitan
Berusaha menghapus semua batas-batas kultural untuk menciptakan
sebuah masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terikat pada budaya
tertentu dan sebaliknya secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan
interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan.
1. Letak Wilayah
2. Letak dan Keadaan Geografis
3. Perbedaan Kemampuan dan Perkembangan Setiap Wilayah
4. Perbedaan Sikap dalam Menyerap Budaya Asing
5. Perbedaan Sistem Religi yang Dianut Masyarakat.
6. Asal-usul Masyarakat yang Berlainan
14
BAB VI
15
Nilai moral yang merupakan nilai mengatur tindakan individu dalam
membedakan baik dan buruk dalam hubungannya antar individu dalam
masyarakat. Moral yang dimiliki individu tercermin dalam sikap jujur,
suka menolong, adil pengasih, kasih sayang, ramah dan sopan. Nilai moral
yang ada di kehidupan masyarakat dibagi menjadi dua bentuk, diantaranya
nilai moral vertikal dan nilai moral horizontal. Nilai moral vertikal adalah
hubungan yang terjalin secara spiritual yakni antara manusia dan Tuhan.
Selanjutnya, nilai moral horizontal adalah hubungan positif yang terjalin
antara manusia dengan manusia, manusia dengan hewan dan manusia
dengan alam.
5. Nilai Toleransi
Nilai toleransi yang mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, dan
suka rela dalam menghadapi perbedaan. Nilai toleransi merupakan nilai
yang didasarkan pada kedamaian, menghargai perbedaan dan kesadaran.
Toleransi diartikan sebagai sikap saling menghormati, saling menerima,
dan saling menghargai di tengah keragaman budaya. Toleransi dalam
kehidupan bermasyarakat memiliki dua bentuk, yaitu toleransi agama dan
toleransi social (Nisvilyah, 2013).
16
dalam suatu agama. Nilai religi yang terkandung dalam tradisi tercermin saat
doa secara khusyuk dipanjatkan kepada Tuhan YME. Ketika doa dipanjatkan,
masyarakat berdoa dengan suasana yang khidmat untuk menyampaikan
harapan-harapan di tahun berikutnya, sesuai agama dan kepercayaan masing-
masing. Nilai religi yang terdapat dalam tradisi tercermin ketika masyarakat
berdoa dengan hati yang ikhlas dan berharap akan datangnya kebaikan serta
memohon dijauhkan dari berbagai musibah yang bisa terjadi kapan saja.
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama tidak akan tersebar tanpa budaya,
begitu pula sebaliknya budaya akan tersesat tanpa agama.
Keindahan suatu objek berkaitan dengan nilai estetika. Nilai tersebut
membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya,
kepekaan terhadap seni dan keindahan (Nurmalinda, 2017). Nilai estetika atau
keindahan yang terkandung dalam tradisi terlihat dari ragam bentuk dan
hiasan pada tahap pelaksanaan tradisi. Nilai keindahan adalah realitas yang
dapat membangun makna Apabila suatu obyek memiliki nilai keindahan,
maka makna dapat terbangun dengan baik. Nilai gotong royong melekat
dengan erat pada kehidupan masyarakat sehari-hari, umumnya tercermin dari
beberapa kegiatan adat, seperti upacara adat, yang didalamnya terlihat
keterlibatan masyarakat dalam awal, inti sampai kegiatan akhir upacara adat
(Rolitia et al., 2016). Perilaku masyarakat yang saling bahu membahu dalam
pelaksanaan tradisi mulai dari awal hingga akhir mencerminkan nilai gotong
royong. Masyarakat secara sadar bersama-sama saling membantu satu sama
lain apabila terdapat kesulitan dalam keseluruhan pelaksanaan tradisi. Jika
sikap gotong royong telah menjadi suatu kesadaran, maka akan tercipta
kerukunan dan kedamaian yang mengarahkan pada kestabilan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Nilai moral menjadi panduan hidup masyarakat mengenai hal-hal yang
perlu dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral meliputi sikap
kepatuhan, pemberani, rela berkorban, jujur, adil dan bijaksana, menghormati
dan menghargai, bekerja keras, menepati janji, tahu balas budi, baik budi
pekerti, rendah hati serta berhati-hati dalam bertindak. Nilai moral yang
17
terkandung dalam tradisi terdermin dalam sikap teladan yang dicontohkan
sesepuh desa dengan rutin menjalankan tradisi setiap tahun. Nilai moral ada
dan tumbuh dalam diri tanpa paksaan dari luar dan bersumber dari kesadaran
yang muncul pada diri masing-masing individu (Sabi’ati, 2016). Nilai
toleransi tumbuh dengan baik dan mengakar pada kehidupan masyarakat yang
terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama berbeda. Nilai toleransi
terdapat pada sikap atau tindakan yang menghargai dan tidak melecehkan
pihak lain ketika terdapat paham, pandangan dan keyakinan beragama yang
berbeda (Tholkhah, 2013). Nilai toleransi yang terkandung dalam tradisi
tercermin ketika seluruh masyarakat berkumpul tanpa adanya sikap
membedakan latar belakang yang berbeda. Hal tersebut mampu memperkuat
nilai toleransi dan menghadirkan sikap saling menghargai antar masyarakat.
Menjadi pribadi yang toleran berarti menerima kehadiran keyakinan yang
berbeda dan memberikan kebebasan orang lain menganut keyakinan yang
telah dipilih (Anggraeni & Suhartini, 2018:66).
Teori yang digunakan untuk mengkaji bentuk nilai-nilai kearifan lokal
tradisi adalah teori interaksi simbolik. Teori interaksi simbolik merupakan
proses berpikir mengenai interaksi antar individu dan ditandai oleh pertukaran
simbol untuk mencapai suatu makna (Hutapea, 2016). Hal ini sesuai dengan
pelaksanaan tradisi yang didalamnya terkandung nilai-nilai kearifan lokal
meliputi nilai religi, nilai estetika, nilai gotong royong, nilai moral dan nilai
toleransi. Hal ini serupa dengan pernyataan dari Bacthiar (2010) bahwa tiap
individu dalam masyarakat berinteraksi dan pada akhirnya menghasilkan
simbol-simbol yang bermakna sosial sama yakni berupa nilai-nilai kearifan
lokal.
18
BAB VII
PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL PADA ERA NEW LIFE
19
perubahan tersebut mengikuti kondisi perkembangan masyarakat.
Masyarakat hanya berusaha menyesuaikan diri dengan keperluan keadaan
dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
20
pandemi Covid-19 masyarakat tidak lagi melakukan kegiatan yang sifatnya
kerumunan. Masyarakat cenderung mengikuti kebijakan pemerintah dan
anjuran dari tokoh agama setempat. Seperti kerja-kerja sosial keagamaan
menggunakan protokol kesehatan dan membatasi jumlah warga yang
berkumpul. Masyarakat Pedukuhan Cabeyan lebih terbuka dan menerima
perubahan yang terjadi akibat pandemi Covid-19.
Adapun saran dari peneliti kepada tokoh agama setempat dan
pemerintah untuk ikut serta dalam menyampaikan dan mengedukasi
masyarakat mengenai kebijakan pemerintah dan aturan-aturan yang berlaku
ketika pandemi, supaya masyarakat memiliki kesadaran menjalankan
kehidupan secara komunal. Lebih-lebih tokoh agama setempat dan pihak
pemerintah di tingkat pedukuhan memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk
menggerakkan warga. Bagi masyarakat khususnya warga Pedukuhan
Cabeyan untuk terus mematuhi protocol kesehatan dan menjaga aktivitas
yang menimbulkan naiknya kasus pandemi. Sehingga dengan hal tersebut
perubahan yang terjadi dapat dimaknai secara positif oleh masyarakat
setempat.
21
BAB VIII
BUDAYA SEBAGAI KATALISATOR KEARIFAN LOKAL
22
daerahnya, misal provinsi Riau yang kaya akan minyak kelapa sawit, yang
dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber penghasilan dan menggerakkan
ekonomi mereka.
5. Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal
Dimensi mekanisme pengambilan keputusan lokal. Yakni berkaitan
dengan kemampuan dalam menentukan keputusan suatu perkara atau
memberikan kebijakan sosial lainnya. Konteks dari keputusan lokal ini,
misalnya terjadi situasi dimana dibutuhkan keputusan maupun menentukan
hukum adat. Keputusannya ditetapkan oleh lingkungan sosial atau
masyarakatnya itu sendiri.
6.Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal
Yaitu dimensi solidaritas kelompok lokal yang bisa menyatukan
masyarakat setempat dalam menjaga kekompakan, kebersamaan, serta rasa
senasib sepenanggungan sebagai makhluk sosial.
23
1. Pendekatan Kesejahteraan
Yakni pendekatan dengan cara terjun langsung untuk memberi bantuan
dengan sasaran kelompok-kelompok tertentu. Contohnya, jika ada bencana
alam terjadi, maka akan ada penyaluran bantuan langsung ke daerah yang
terkena bencana alam tersebut.
2. Pendekatan Pembangunan
Memusatkan perhatian pada pembangunan untuk meningkatkan
kemandirian, kemampuan, dan keberdayaan masyarakat.
3. Pendekatan Pemberdayaan
Yakni pendekatan dengan cara memberikan pelatihan kepada masyarakat
untuk mengatasi ketidakberdayaan khususnya di bidang ekonomi akibat
dari kemiskinan dari proses politik.
24