Anda di halaman 1dari 16

SISTEM HIDUP DAN TEKNOLOGI

SUKU DAYAK TEWOYAN

Ditulis Oleh :

Nama :
NIM :
Semester :
Kelas :
Prodi :
Mata Kuliah :
Dosen Pengampu :

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI PALANGKA RAYA
JURUSAN PENDIDIKANA AGAMA KRISTEN

PALANGKA RAYA
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan................................................................................ 3
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN.............................................................. 4
A. Gambaran Umum Suku Dayak Tewoyan........................................... 4
1. Kepercayaan................................................................................. 5
2. Mata Pencaharian......................................................................... 6
3. Bahasa dan Budaya...................................................................... 7
B. Sistem Hidup dan Teknologi Suku Dayak Tewoyan......................... 8
1. Berladang...................................................................................... 8
2. Sistem Perladangan...................................................................... 9
3. Peratalatan.................................................................................... 10
BAB III PENUTUP...................................................................................... 12
A. Kesimpulan......................................................................................... 12
B. Saran................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
berbagai suku bangsa yang hidup dan tinggal di daerah-daerah tertentu di
Indonesia. Masing-masing suku bangsa memiliki adat istiadat, bahasa, agama
dan sebagainya yang berbeda satu samalain. Masing-masing suku bangsa ini
memilikikekhasan yang merupakan kenyataan yang unik, yang
menggambarkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Berdasarkan Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945, yang berbunyi:
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang.

Serta Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi :


Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.”Pasal-pasal tersebut
mempertegas pengakuan sekaligus penghormatan terhadap kesatuan
masyarakat hukum adat.1

Kalimantan Tengah merupakan bagian dari wilayah Indonesia yang


dihuni oleh suku Dayak. Secara geografis dan domisili penduduk suku Dayak
umumnya tinggal di sepanjang sungai Kahayan dan sungai Kapuas.
Keberadaan suku bangsa Dayak terbagi dalam 405 sub suku yang masing-
masing sub suku bangsa ini mempunyai bahasa dan adat-istiadat sendiri-
sendiri.2
1
Dokumentasi Pusat Penelitian, Pengembangan dan Pelestarian Budaya Dayak Kalimantan
Tengah, Palangkaraya: Dokumentasi Penelitian, 2014, hlm. 4.
2
Tjilik Riwut, Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

1
Sebelum datangnya agama-agama besar dan resmi yang diakui oleh
pemerintah Indonesia, masyarakat dayak telah memiliki kepercayaan sendiri
yang disebut Kaharingan atau disebut juga Agama Helo (agama dulu).3 Syarif
Ibrahim Alqadrie mengungkapkan:
Ada semacam persepsi umum berkaitan dengan sistem kepercayaan
nenek moyang masyarakat Dayak bahwa ada unsur hubungan timbal
balik antara kepercayaan dengan nilai budaya yang dianut oleh
masyarakt setempat yang mempengaruhi dan mewarnai sistem
kehidupan mereka.4

Secara implisit bahwa kepercayaan Kaharingan memuat aturan-aturan


kehidupan yang nilai-nilai dan isinya bukan hanya sekedar adat-istiadat, tetapi
juga ajaran untuk beperilaku.Ajaran-ajaran ini diajarkan secara lisan oleh
orang tua kepada anak- anaknya secara turun-temurun. Ajaran dan kebiasaan
yang dilakukan secara turun- temurun ini dikenal dengan istilah hadat (adat).
Selain adat-istiadat, terdapat juga sistem hidup dan teknologi dalam kehidupan
masyarakat Dayak.
Salah satu suku dari 405 sub suku Dayak di Kalimantan adalah Suku
Dayak Tewoyan. Suku Dayak Tewoyan adalah salah satu suku yang
mendiami sepanjang kawasan Sungai Barito Utara, Kalimantan Tengah. Suku
Dayak Tewoyan dalam kehidupannya terisi dengan berbagai macam upacara
adat yang masih sangat kental di kalangan masyarakat yang beragama
Kaharingan khususnya. Beragam, budaya bisa dijumpai, misalnya dalam hal
adat istiadat, ritual-ritual-ritua, kebiasaan-kebiasaan, pantangan-pantangan,
bahkan sistem hidup dan teknologi yang ada dalam suku ini.5

Yogya, 1993, hlm 234-235.


3
Ibid.
4
Syarif Ibrahim Alqadrie, Kebudayaan Dayak; Aktualisasi dan Transformasi Masyarakat Dayak
di Kalimantan Barat, Jakarta: PT Grasindo, 1994, hlm 20.
5
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 3.

2
Dalam makalah ini, penulis akan mengkaji tentang sistem hidup dan
teknologi yang ada dalam suku Suku Dayak Tewoyan. Tentang bagaimana
sistem hidup yang mereka terapkan dan bagaimana teknologi digunakan untuk
menopang kehidupan dalam Suku Dayak Tewoyan ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah
dalam makalah ini, yaitu: bagaimana sistem hidup dan teknologi Suku Dayak
Tewoyan?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini, yaitu:
untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana sistem hidup dan teknologi Suku
Dayak Tewoyan.

BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Suku Dayak Tewoyan

3
Suku Dayak Tewoyan terletak di Desa Hajak. Desa Hajak terletak di
Kabupaten Barito Utara, Kota Muara Teweh. Memiliki beberapa kecamatan,
salah satunya Kecematan Teweh Baru yang berada sepanjang wilayah sungai
Barito. Kecamatan Teweh Baru memiliki beberapa desa definitif, salah
satunya adalah Desa Hajak, yang berada di kawasan hulu sungai Barito. Jarak
antara Desa Hajak dengan kota Muara Teweh adalah sejauh 16 km.6
Sejarah singkat adanya Desa Hajak, menurut cerita awal mula
terbentuknya Desa Hajak yaitu berawal dari sepasang laki-laki dan perempuan
(yang dipercayai sebagai masyarakat pelarian dari kampung lain) yang tiba
dikawasan Desa Hajak tepat di muara sungai Hajak menggunakan perahu, dan
mulai menetap di kawasan Desa Hajak tersebut. Untuk bertahan hidup,
mereka membuat hajak (berbentuk seperti pagar) untuk mencari ikan
dikawasan sungai yang mereka diami. Membuat Hajak mempermudah mereka
mendapat ikan, tanpa harus berlama-lama atupun menyusuri sungai. Mereka
cukup menunggu ikan menghampiri Hajak, kemudian ikan akan masuk pada
jala bambu yang disiapkan tepat di dekat Hajak ataupun menggunakan tombak
untuk menangkap ikan, sehingga sungai tersebut mereka namankan sungai
Hajak.7
Hajak dibuat menggunkaan kayu dengan lebar 75 meter tepat di aliran
badan sungai, dan hanya menyisihkan sekitar 1 meter untuk perahu lewat.
Kemudian untuk menangkap ikan, selain menggunakan hajak, mereka akan
menempatkan perangkap ikan yang terbuat dari bambu tepat di dekat hajak,
dan juga dapat menggunakan tombak yang mereka lakukan dari sore hari
sampai pagi hari. Mereka percaya bahwa pada saat sore, malam, dan
menjelang pagi adalah waktu yang tepat untuk berburu ikan.8
Seiring berjalannya waktu, mereka menetap di sungai Hajak. Mereka
membuat rumah, berladang, dan memiliki keturunan sehingga menjadi suatu
desa yang dinamakan Desa Hajak. Kegiatan ngehajak menjadi suatu tradisi
6
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 61.
7
Ibid, 61-62
8
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 62.

4
yang mereka selalu lakukan setiap tahunnya, apalagi setelah mereka mulai
memutuskan untuk berladang. Ikan hasil dari ngehajak akan mereka gunakan
untu bahan makanan selama menanam padi ataupun panen, sehingga ngejahak
mereka lakukan setiap setahun sekali sama seperti berladang, dan biasanya
dilakukan pada saat penjemuran (ngekai jowa).9
Hajak dikenal oleh masyarakat modern adalah jala, namun hajak
memiliki bentuk yang memiliki ciri khas sendiri dan hanya dimiliki oleh Desa
Hajak sebagai ciri khas dari desa ini. Hingga pada saat ini, ngehajak juga
sering dilakukan setiap tahunnya oleh masyarakat Suku Dayak Tewoyan di
Desa Hajak10
Secara geografis, Desa Hajak di kelilingi oleh hutan dan pegunungan,
sebelah utara berbatasan dengan Desa Malawaken, sebelah barat berbatasan
dengan Kelurahan Jingah dan Desa Trinsinng, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Sikui dan Desa Bukit Sawit, dan sebelah timur berbatasan
dengan Desa Saboh. Desa Hajak merupakan sebuah desa yang berada
Kecmatan Teweh Baru, dari kota Muarateweh berjarak kira-kira 16 km dari
Desa Hajak. Untuk mencapai Desa Hajak bisa dilalui melalui jalur darat dann
juga jalur air.11
1. Kepercayaan
Pada umumnya, dalam Suku Dayak Tewoyan sudah memiliki
kepercayaan pada Tuhan yang disembah selama beribu-ribu tahun oleh
nenek moyang suku ini. Agama suku ini selanjutnya disebut Kharingan,
namun saat ini ada banyak dari suku ini yang menganut agama lainnya,
salah satunya adalah Kristen. Dalam suku ini ada begitu banyak tradisi
yang disertai dengan ritual yang merupakan adat-istiadat yang diyakini
oleh suku ini secara turun temurun melekat dan sampai saat ini masih tetap
dilakukan. Adapun tradisi dalam bentuk ritual-ritual yang masih kuat dan
sangat kental dilakukan oleh Suku Dayak Tewoyan adalah Ritual Badewa,
Balian, Kematian, Pernikahan, Kelahiran, bokas, mendirikan Rumah,
9
Ibid.
10
Ibid, 62-63.
11
Ibid, 63.

5
berladang (ngum’e) dan masih banyak lagi. Menurut kepercayaan Suku
Dayak Tewoyan, Tuhan hanya satu, namun agama yang menjadikan
Tuhan itu banyak. Meskipun demikian masyarakat suku ini meyakini,
bahwa ada kedudukan atau kekuasaan lainnya yang perlu mereka hormati
dan hargai, seperti halnya dalam tradisi ngum’e, perlu untuk dilakukan
ritual agar dapat direstui oleh Sang Pencipta yang diyakini yaitu Nabi
Tanah dan alam tersebut. Di Desa Hajak setiap tahun diadakan “Ritual
Ngum’e” di mana masyarakat meyakini bahwa baik sebelum, maupun
selama proses ngum’e bahkan sampai pada masa panen perlu untuk
diadakannya suatu ritual. Tujuan dari diadakannya ritual tersebut yaitu
bertujuan untuk meminta pertolongan kepada Nabi Tanah, agar kegiatan
Ngum’e lancar, dilindungi, dijauhkan dari bahaya dan hasil panen pun
melimpah.12
2. Mata Pencaharian
Mata pencaharian utama dari Suku Dayak Tewoyan yaitu berladang,
menyedap karet, ngehajak, sawit, wallet, dan pada musim tertentu
misalnya pada saat musim buah, warga akan mengumpulkannya dan akan
di jual dengan membuat pondok kecil disepanjang jalan Raya Hajak.
Warga Desa Hajak termasuk dalam warga yang berpenghasilan menengah
kebawah, walaupun kehidupan dalam desa pas-pasan tetapi perjuangan
untuk mencukupi kebutuhan tetap ada dalam diri mereka, memanfaatkan
alam untuk mencukupi kebutuhan hidup.13
3. Bahasa dan Budaya
Bahasa yang di gunakan oleh Suku Dayak Tewoyan di Desa Hajak
adalah bahasa Tewoyan, selian itu bahasa bakumpai, banjar, dan juga
Indonesa. Kebanyakan dari Suku Dayak Tewoyan di Desa Hajak ketika
bertemu dengan orang baru yang tidak memhami bahasa Tewoyan
menggunakan bahasa Indonesia. Budaya yang ada di dalam masyarakat

12
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 67.
13
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 65.

6
Suku Dayak Tewoyan di Desa adalah berpegangan kepada adat-istiadat
dan hukum adat yang mana didalamnya terdapat ritual. Bagi Suku Dayak
Tewoyan di Desa Hajak, adat-istiadat dan hukum adat adalah tata aturan
kehidupan mereka yang harus selalu menjadi pegangan dalam keseharian
mereka baik berlaku pada sesama, maupun alam. Bagi Suku Dayak
Tewoyan di Desa Hajak, adat-istiadat dan hukum adat adalah akar
kehidupan. Dengan kepentingan diri sendiri maupun dalam bentuk sosial.
Kebudayaan Suku Dayak Tewoyan di Desa Hajak masih sangat kental
dalam kehidupan masyarakatnya, adat-istiadat dan hukum adat kadang-
kadang menjadi alat atau rujukan untuk menyelesaikan suatu masalah yang
di hadapi dan bagaimana mengharagai sesuatu. Penghargaan terhadap
budaya, sehingga ritual-ritual masih ada sampai pada saat ini dan masih
dilakukan. Tata kehidupan Desa Hajak diatur penuh oleh kepala adat,
peraturan hukum pelanggaran diatur oleh hukum adat dan diputuskan
bersama dalam sebuah musyawarah. Kekuasaan tertinggi berada di tangan
kepala adat, dianggap bijaksana dan tetua kampung, ketua adat memiliki
kekuasaan ganda, baik dalam mengatur kehidupan warga kampung dan
pelaksaan berbagai macam ritual.14

B. Sistem Hidup dan Teknologi Suku Dayak Tewoyan


1. Berladang
Sistem hidup dan teknologi yang dilakukan oleh Suku Dayak
Tewoyan adalah dengan berladang atau disebut Ngum’e. Kehidupan Suku
Dayak Tewoyan sangat sarat dengan ritual adat, mulai dari perladangan,
kelahiran, pengobatan hingga kematian. Upacara yang berkaitan dengan
perladangan merupakan upacara yang paling sering dilakukan dan paling
meriah. Dalam kegiatan bertani masyarakat Suku Dayak Tewoyan
memanfaatkan hutan dan memiliki sejumlah aturan yang harus dipatuhi,

14
Ibid.

7
hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar hutan yang merupakan bagian
dari kehidupan mereka tetap terjaga kelestariannya. Dalam pengelolaan
hutan pada dasarnya masyarakat Suku Dayak Tewoyan selalu berpangkal
dari sistem religi. Hakekat yang terkandung di dalam sistem religi adalah
menuntun dan meneladani masyarakat Suku Dayak Tewoyan untuk
senantiasa berperilaku serasi dengan dinamika alam semesta, sehingga
terwujud keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam
lingkungan.15
Kegiatan berladang atau menanam padi oleh masyarakat Suku Dayak
Tewoyan di daerah Kabupaten Barito Utara, Kecamatan Teweh Baru,
Desa Hajak disebut ngum’e. Pada kegiatan ngum’e sendiri terdapat
beberapa ritual yang harus dilakukan agar segala sesuatunya dapat berjalan
dengan baik. Menurut Radam didalam bukunya “Religi Orang Bukit” pada
masa kini sebenarnya adalah religi berladang. Hal ini didasarkan
kenyataan bahwa sebagian besar tindakan religius dan simbolis
berkomunikasi dengan sesuatu yang dipandang adikodrati dan
menggenggam nasib berada dalam semua aktivitas berladang (ngum’e).16
Ritual dalam tradisi ngum’e Suku Dayak Tewoyan dilakukan mulai
dari sebelum berladang (ngum’e) sampai dengan masa panen hingga
selesai. Suku Dayak Tewoyan percaya dan menyakini bahwa ritual dalam
dalam tradisi ngum’e adalah tradisi yang harus dan wajib dilakukan secara
turun-temurun ketika Suku Dayak Tewoyan ngum’e. Mereka sangat
menghargai dan menghormati padi, beserta alam yang akan dijadikan
ladang.17

2. Sistem Perladangan

15
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 68-69.
16
Ibid.
17
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 68-69.
Ibid.

8
Tujuan dari setiap ritual yang dilakukan dalam setiap proses dalam
tradisi ngum’e adalah agar proses ngum’e tersebut dapat berjalan dengan
baik dan lancar. Keberhasilan yang dimaksud disini adalah berjalan
dengan baik dan lancarnya kegiatan ngum’e tanpa ada gangguan (seperti
cuaca) ataupun malapetaka yang buruk lainnya, dan keberhasilan dalam
pertumbuhan benih padi sampai pada saat panen. Selain itu, Suku Dayak
Tewoyan meyakini bahwa bahwa tujuan diadakannya ritual adalah sebagai
permohonan kepada yang mahakuasa atau Nabi Tanah agar memberkati
setiap peroses yang dilakukan oleh Suku Dayak Tewoyan pada saat
kegiatan ngum’e. Proses yang di maksud adalah dari awal benih turun ke
tanah sampai pada saatnya panen nanti.18
Dayak Tewoyan menyadari bahwa mereka tidak mampu melakukan
segala sesuatu dengan sendirinya, salah satu contoh adalah kegiatan
peladangan. Selain mengandalkan tanah yang subur dan mendukung
masyarakat dalam masalah peladangan, masyarakat Suku Dayak Tewoyan
meminta pertolongan dari Nabi Tanah. Hal ini dilakukan oleh Suku Dayak
Tewoyan karena mereka percaya bahwa Nabi Tanah dapat membantu
mereka dalam pelaksaan kegiatan peladangan. Dengan mengadakan ritual
ngum’e inilah masyarakat Suku Dayak Tewoyan percaya bahwa salah satu
cara agar Nabi Tanah sudi membantu mereka dalam proses ngum’e.19
Sistem perladangan dalam Suku Dayak Tewoyan terbagi menjadi dua,
yaitu:20
a. Berpindah
Dalam sistem perladangan berpindah dalam Suku Dayak
Tewoyan adalah perpindahan dalam lahan yang sudah ditetapkan dan
dibagikan sejak nenek moyang hingga pada saat ini. Misalnya, dalam
satu keluarga memilik 3 lahan yang dikhususkan untuk berladang.
Kemudian, pada tahun pertama, akan dibuka lahan sebagai ladang,

18
Ibid, 70.
19
Ibid, 70-71.
20
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 71-72.

9
pada tahun kedua akan tetap dibuka ladang pada lahan A, selanjutnya
pada tahun ketiga akan berpindah ke lahan B, dan seterusnya ke lahan
C. Perpindahan ladang adalah dalam lahan yang sudah ditentukan dan
dikhususkan untuk membuat ladang.
b. Tebas Tebang Bakar
Dalam sistem perladangan tebas-tebang-bakar ini, adalah sistem
yang sejak mulanya digunakan oleh suku Dayak Tewoyan jika
membuat ladang. Di mana lahan yan akan dijadikan ladang akan
ditebas telebi dahulu (bagian pohon kecil), kemudia,, tebang (bagian
pohon besar), selanjutnya akan dibakar agar dapat dijadikan ladang.

3. Peralatan
Bagi masyarakat Suku Dayak Tewoyan, padi berkaitan dengan
kesuburan dan kehidupan, karenanya pihak perempuanlah yang harus
menanamnya dan mengawali pemanenan. Bagi Suku Dayak Tewoyan,
bidadari juga berkaitan dengan kesuburan dan kehidupan. Pada kehidupan
Suku Dayak Tewoyan, kegiatan upacara sangat menonjol menyertai
keyakinan suku ini. Upacara yang rutin dilaksanakan Suku Suku Dayak
Tewoyan umumnya dimaksudkan untuk memelihara keyakinan yang ada,
sehingga antara keyakinan dan upacara merupakan dua unsur esensial dan
saling melengkapi, keyakinan menggelorakan upacara dan upacara
membenarkan keyakinan.21 Peralatan yang biasa digunaka oleh Suku
Dayak Tewoyan dalam tradisi ngum’e, yaitu:22
1. Odak, sejenis mandau
2. Wase, sejenis kapak
3. Senso, digunakan untuk menebang pohong yang besar
4. Gentu, adalah alat pemotong padi. Terbuat dari kayu, bamboo, dan
silet.

21
Apriani Sentia, Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi Ekologi, Skripsi Institut
Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya, 2021, hlm. 74.
22
Ibid, 119-120.

10
5. Belakun, digunakan sebagai tenpat penampungan padi ketika
proses panen yang diikat dipinggang. Belakun terbuat dari anyaman rotan
6. Ongkeng, adalah tempat penampungan padi agar bisa dibawa ke
pondok berukuran besar, seperti lanjung

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan isi dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Sitem hidup dan teknologi Suku Dayak Tewoyan yang utama yaitu
berladang, dan selebihnya menyedap karet, ngehajak, sawit, wallet, dan
pada musim tertentu misalnya pada saat musim buah, warga akan

11
mengumpulkannya dan akan di jual dengan membuat pondok kecil
disepanjang jalan Raya Hajak.
2. Kepercayaan Suku Dayak Tewoyan Pada umumnya, dalam Suku Dayak
Tewoyan sudah memiliki kepercayaan pada Tuhan yang disembah selama
beribu-ribu tahun oleh nenek moyang suku ini. Dalam suku ini ada begitu
banyak tradisi yang disertai dengan ritual yang merupakan adat-istiadat
yang diyakini oleh suku ini secara turun temurun melekat dan sampai saat
ini masih tetap dilakukan. Meskipun demikian masyarakat suku ini
meyakini, bahwa ada kedudukan atau kekuasaan lainnya yang perlu
mereka hormati dan hargai, seperti halnya dalam tradisi ngum’e, perlu
untuk dilakukan ritual agar dapat direstui oleh Sang Pencipta yang
diyakini yaitu Nabi Tanah dan alam tersebut.
3. Bahasa dan Budaya Suku Dayak Tewoyan Bahasa yang di gunakan oleh
Suku Dayak Tewoyan di Desa Hajak adalah bahasa Tewoyan, selian itu
bahasa bakumpai, banjar, dan juga Indonesa. Budaya yang ada di dalam
masyarakat Suku Dayak Tewoyan di Desa adalah berpegangan kepada
adat-istiadat dan hukum adat yang mana didalamnya terdapat ritual. Bagi
Suku Dayak Tewoyan di Desa Hajak, adat-istiadat dan hukum adat adalah
tata aturan kehidupan mereka yang harus selalu menjadi pegangan dalam
keseharian mereka baik berlaku pada sesama, maupun alam.

B. Saran
Kepada Suku Dayak Tewoyan terkhusunya Desa Hajak, agar tetap
menjaga dan merawat tradisi yang telah ada sejak zaman dahulu. Tradisi yang
bernilai sangat tinggi ini menjadi pondasi kuat bagi Suku Dayak Tewoyan
sebagai identitas diri mereka. Karena dengan kemajuan zaman, hal ini akan
menjadi ancaman bagi Suku Dayak Tewoyan, ancaman yang dapat
menghilangkan nilai-nilai kebudayaan yang dulunya di anggap sebagai sebuah
kebanggan menjadi biasa-biasa saja.

12
DAFTAR PUSTAKA

Alqadrie, Syarif Ibrahim. (1994). Kebudayaan Dayak; Aktualisasi dan


Transformasi Masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, Jakarta: PT
Grasindo.

Dokumentasi Pusat Penelitian. (2014). Pengembangan dan Pelestarian Budaya


Dayak Kalimantan Tengah, Palangkaraya: Dokumentasi Penelitian.

Riwut, Tjilik. (1993). Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan,


Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

13
Sentia, Apriani. (2021). Tradisi Ngum’e Suku Dayak Tewoyan Dalam Berteologi
Ekologi, Skripsi Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Palangka Raya.

14

Anda mungkin juga menyukai