Anda di halaman 1dari 246

KATALOG PROGRAM

KURATORIAL SEDEKAH BUMI PROJECT


KATALOG PROGRAM

SEDEKAH BUMI
Cetakan Pertama, Oktober 2023.
148 x 190 mm; v + 241 halaman.

DITERBITKAN PERTAMA (2023) OLEH


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

PENYUNTING/ Sucipto
TIM PENULIS/ Kun Muhammad Delvin, Nella A. Siregar,
Marcellius, M. Arif Budiman.
DESAIN GRAFIS DAN TATA LETAK/ Ilham Fatkhur Rahman,
Dimas Mulya Raharja
Studio Berbahagya
GRAPHIC RECORDS/ Yehezkiel Cyndo
GAMBAR SAMPUL/ Gegerboyo
/DAFTAR ISI

Kolofon Bangun, Membangun, Terbangun:


Daftar Isi Pemaknaan Sedekah Bumi
di Ketangi /95
Catatan Kuratorial Model Kerjasama Vertikal dan
Pendahuluan Horizontal dalam
Pelestarian Tradisi di
Sedekah Bumi Dalam Pembacaan Desa Krikilan /102
Tema Konservasi /21 Selamatan Kampung dan
Identifikasi Sumber Daya Dalam Selamatan Laut dari Desa
Sedekah Bumi /27 Penghasil Timah /109
Sedekah Bumi Dalam Pembacaan Membangun Pariwisata Berbasis
Kritis /38 Komunitas Lewat
Rekontekstualisasi Mesiwah Pare Gumboh /120
Sedekah Bumi /46 Sedekah Bumi dan Proses
Sedekah Bumi Dalam Pembacaan Pewarisan Semangat Leluhur
Tema Agensi Aktor /52 di Megulung /127
Dari Bumi Kembali ke Bumi:
Tiga Rangkaian Besemah Suku Model Pembiayaan Sedekah
Laut Dari Desa Berakit /59 Bumi di Desa Pelemsari /132
Sedekah Bedusun: Warisan Tradisi Dua Puluh Dua Ekor Lela, Ayam
Dan Media Resolusi Konflik /69 Jantan dan Bunga Sedap
Ma’acia dan Evaluasi Tahunan Malam dari Pondokrejo /140
Kehidupan Etnis Burangasi /79 Ruang Penguatan Kohesi Sosial
FKPM, Sedekah Bumi, dan dan Edukasi Regenerasi dari
Konsolidasi Sosial-Budaya Tanah Prajurit /147
Warga Kedungasem /87
SKRM SQUAD: Laskar Penanam
Rasa Cinta Pada Kampung /156
Sedekah Bumi dan Ikhtiar
Memuliakan Perempuan di
Desa Sudo /162
Kebangkitan Tradisi di Tanah
Merah Putih /170
Sedekah Bumi dan Penghormatan
Terhadap Air di Desa Tanjung /177
Menjaga Hidup dalam Aturan
di Ulumanda /182
Gegunungen dari Bantaran
Sungai Lae Cinendang /189
Kita Yang Bekerja Tetapi
Berkat Datang Dari Atas /199

Dokumentasi Proses Kekaryaan


Gegerboyo /208
Hananingsih Widhiasri /215
Perempuan Pengkaji Seni /223
Volcanic Winds /229
XXLab /235
SEDEKAH BUMI
/01

PENGANTAR

Sedekah Bumi,
Sebuah Gerbang
oleh A. Khairudin*

Ketertarikan untuk meneliti sekaligus melakukan intervensi fenomena


tradisi, dalam konteks ini adalah Sedekah Bumi terutama di Sekararum,
sudah muncul sejak 2009 waktu penulis membuat esai tentang ‘Rekontek-
stualisasi Sedekah Bumi’ yang dimuat di harian Suara Merdeka. Fenomena
itu dipicu latar belakang penulis yang tinggal di desa setempat namun
belum memiliki pengetahuan atau seperangkat alat untuk melakukan
penelitian. Selama bermukim di Semarang untuk keperluan belajar sejak
tahun 2004, praktis penulis telah meninggalkan tanah kelahirannya
cukup lama. Di antara jeda sebelum melakukan intervensi di Sekararum
itulah penulis terlibat berbagai proyek kolaborasi bersama masyarakat
terutama di kampung kota secara intensif sejak 2012 di Kampung Busta-
man yang kemudian juga menjadi lokasi penelitian sewaktu menulis tesis
untuk program magister. Ketertarikan ini tak lepas dari intervensi yang
penulis lakukan di Dusun Sekararum, Kecamatan Sumber, Kabupaten
Rembang, Jawa Tengah, selama 5 tahun terakhir yang memperkaya per-
PENGANTAR
/02

spektif dan aneka komparasi antara yang terjadi di wilayah urban


maupun rural.

sedekah bumi menyentuh alam


bawah sadar masyarakat di Desa
Sekararum karena ia sumber dari
eksistensi kultural kampung.
Di sanalah cikal bakal kampung karena diyakini di bawah pohon
besar bersemayam danyang atau cikal bakal pendiri kampungSe-
kararum sendiri merupakan desa baru, sebagian besar warga
Sekararum adalah pindahan dari Dusun Kaligenting yang berjarak
sekitar satu kilometer dari desa sekarang. Karena letaknya yang
dekat dengan sungai di masa lalu dan sering terjadi banjir, dan pada
sekitar tahun 1980-an terjadi banjir besar, mengakibatkan orang
berbondong-bondong pindah di desa yang sekarang. Namun meski-
pun pindah, ritual sedekah bumi masih dilakukan di pohon beringin
pencekik yang terletak di Dusun Kaligenting yang diyakini berse-
mayam pendiri kampung, yaitu sepasang suami istri Mbah Karti
dan Mbah Karto Gendul.

Sesaji yang kental dengan nuansa budaya pra-Islam masih ditampil-


SEDEKAH BUMI
/03

kan namun doa-doa yang menyertainya menggunakan kepercayaan Islam. Sehari


sebelum ritual doa dan Tari Tayub (tarian pergaulan dan hiburan muda-mudi,
semacam Tarian Ronggeng) digelar tahlil bersama. Dalam konteks pengislaman
Jawa versi Ricklefs1, ini merupakan fenomena menarik, terutama dalam melihat
bagaimana beberapa daerah tertentu lolos dari purifikasi agama dan tafsir ketat
kesalehan. Fenomena ini tentu saja bisa menjadi satu kasus menarik bagaimana
tradisi bisa bertahan dan memodifikasi dirinya.

Sedekah Bumi di Sekararum dan banyak juga di desa-desa lain di Rembang ter-
masuk cukup persisten terhadap proses modernisasi Islam yang telah banyak
mengikis tradisi yang dianggap bertautan dengan kepercayaan pra-Islam, mis-
alnya jika kita bandingkan dengan fenomena yang terjadi di sekitar Kecamatan
Lasem, Rembang. Menariknya keberadaan Sedekah Bumi menandakan konsepsi
keberagamaan yang agak longgar yang agak membedakannya dengan orang-

Sedekah Bumi sekaligus mengaktivasi


warga untuk terlibat dalam proses
pembentukan desa.
orang kauman (yang seringkali tinggal di kota-kota besar dekat masjid agung
dan kebanyakan beraliran Muhammadiyah). Keberlonggaran inilah yang menarik
untuk diamati karena ia memberikan tawaran tafsir yang lebih moderat di tengah
PENGANTAR
/04

menguatkan semangat keislaman yang lebih keras.

Hal yang ingin dilihat adalah bagaimana dan mengapa warga Dusun
Sekararum masih mempertahankan tradisi ini, tidak hanya mempertah-
ankan tetapi juga keinginan aktor-aktor desa untuk terlibat dalam mer-
ekonstekstualisasi keberadaan Sedekah Bumi sekaligus mengaktivasi
warga untuk terlibat dalam proses pembentukan desa. Ketika kemudian
tema ini penulis angkat dalam sub tema kuratorial Pekan Kebudayaan
Nasional tahun 2023, sedekah bumi ditarik ke fenomena lebih umum
bagaimana tradisi-tradisi memberi pada ekosistem ini dimaknai para
pelakunya, sebuah tindakan yang tidak banyak mengharapkan manfaat
ekonomi secara massif namun tetap dilakukan karena faktor kecintaan,
berderma, pengabdian dan lain-lain. Namun dalam tulisan ini penulis
hanya akan sedikit menyorot pada ritual-ritual terkait kesuburan tanah,
memberi pada ekosistem dan lingkungan hidup yang dimaknai ulang

ketika Kerajaan Demak menghilangkan


tradisi persembahan untuk memberi
makan rakyat di era Kerajaan Majapahit
belum ditemukan penggantinya.
SEDEKAH BUMI
/05

data yang pernah digali sebelumnya ritual


sedekah bumi di Sekararum justru lebih
dekat dengan kepercayaan mengenai dewi
kesuburan.

dari 10 kampung yang diambil di Kabupaten Rembang dan 10


lainnya di luar Jawa.

Ada lima sub tema yang kemudian ingin dilihat dan ditawarkan
yakni 1) konservasi, 2) menemukenali sumber daya, 3) pemba-
caan kritis, 4) rekontekstualisasi, dan terakhir 5) agensi atau
potensi aktor. Kelima tema itu telah dijelaskan lebih mema-
dai dalam seri tulisan lain jadi penulis tidak akan berpanjang
lebar mengulas hal ini. Pada konteks sedekah bumi, salah satu
ritual yang tak boleh ditinggalkan adalah doa bersama yang
dikenal dengan selametan atau doa memohon keselamatan.
Jika sebelumnya Geertz2 melihat selametan ini sebagai bagian
dari praktik agama Jawa yang lazim dipraktekkan oleh kaum
petani yang masih menganut animisme, Woodward melalui
Andrew Beatty dalam “Adam and Eve and Vishnu: Syncretism in the
Javanese Slametan”3 justru melacaknya sebagai tradisi keraton
PENGANTAR
/06

Yogyakarta yang terinspirasi dari perilaku para sufi. Woodward menambahkan


bahwa selametan ini identik dengan kenduri dalam tradisi orang Melayu yang

padahal banyak potensi yang bisa digali


dari proses ini sebagai gerbang
pada kesadaran yang lebih luas.
bisa ditarik dalam kepercayaan di Indo Persia, India Selatan dan Aceh, basisnya
adalah sedekah. Dalam artikelnya “The "Slametan": Textual Knowledge and Ritual
Performance in Central Javanese Islam”4 Woodward memberi rekonstruksi seja-
rah slametan yakni ketika Kerajaan Demak menghilangkan tradisi persemba-
han untuk memberi makan rakyat di era Kerajaan Majapahit belum ditemukan
penggantinya. Karena rakyat kelaparan Sultan Demak atas saran Sunan Kalijaga
memperkenalkan selametan yang tidak melukai akidah sehingga bisa memenuhi
kebutuhan publik sekaligus tidak menyimpang. Dalam beberapa kasus selametan
ini menggunakan gamelan untuk menarik orang datang dan bagian dari konversi
agama oleh pihak kerajaan.

Aspek lain dalam Sedekah Bumi yakni ngunjung yakni memberikan makanan
matang kepada sanak kerabat dan orang yang dianggap tidak mampu. Akar dari
kesalehan ini juga adalah sedekah yang juga banyak kita temukan dalam budaya
di Jawa. A. G. Muhaimin dalam “The Veneration of Wali and Holy Men: Visits to the
SEDEKAH BUMI
/07

Shrines” memberikan tinjauan menarik mengenai perilaku saleh ini. Berbeda


dengan makam-makam orang suci seperti wali, di dusun yang dikeramatkan
adalah tempat yang diyakini bersemayamnya danyang. Informan seperti Zaenuri,
misalnya, keberatan jika dianggap pohon beringin pencekik besar dianggap berse-
mayamnya roh-roh, karena hal itu akan menimbulkan kontroversi kehidupan
beragama setempat. Ia lebih nyaman menyebutnya perilaku mendatangi pohon
keramat adalah melanjutkan tradisi orang-orang sebelumnya.

Penelusuran tekstual ini akan melacak berbagai silang pendapat mengenai asal
usul sedekah bumi dalam konteks yang lebih luas, namun penulis juga ingin mem-
beri penekanan bagaimana warga memaknai itu semua. Data yang pernah digali
sebelumnya ritual sedekah bumi di Sekararum justru lebih dekat dengan keper-
cayaan mengenai dewi kesuburan

Namun tafsir itu tentu tidak tunggal.


Justru beberapa tafsir itu akan
berusaha dihimpun untuk melihat
kekayaan tafsir warga kampung
berkaitan dengan sedekah bumi.
Secara umum ritual kesuburan dan
PENGANTAR
/08

penghormatan pada leluhur maupun


ekosistem juga dengan mudah kita
temukan di 10 kampung lain di luar
Jawa yang menjadi bagian dari narasi
yang ditampilkan dalam kuratorial ini.
Namun demikian banyak juga yang akhirnya memperlakukan tradisi dalam kon-
teks ini sedekah bumi dan yang menyerupainya sebagaimana adanya. Padahal
banyak potensi yang bisa digali dari proses ini sebagai gerbang pada kesadaran
yang lebih luas. Pada kasus tertentu, misalnya, meski warga enteng hati merogoh
koceknya untuk menanggap aneka pertunjukan seperti dangdut, campursari,
pacuan kuda dan seterusnya hingga ratusan juta rupiah, namun tak serta merta
mereka akan tergerak ketika terjadi kerusakan pada fasilitas umum, fenomena
urbanisasi yang mengubah hubungan manusia dengan tanah kelahiran, perpin-
dahan pabrik-pabrik ke daerah pinggir yang menyebabkan lahirnya kelas buruh,
serta banyak lagi fenomena lain yang luput dibaca secara kritis. Justru melihat
fenomena itu bisa dibicarakan dan disikapi dalam contoh kasus rebranding sedekah
bumi dalam event Nginguk Githok yang telah diinisiasi Kolektif Hysteria bersama
Skrm Squad di Dusun Sekararum sejak 2018. Bingkai kuratorial ini ditawarkan
untuk melihat praktik-praktik serupa bagaimana tradisi diartikulasikan ulang
dalam konteks kekinian.
SEDEKAH BUMI
/09

DAFTAR PUSTAKA

1/
Beatty, Andrew. Adam And Eve And Vishnu: Syncretism
In The Javanese Slametan Author(S).
The Journal Of The Royal Anthropological Institute.
Royal Anthropological Institute Of Great Britain And
Ireland.

2/
Geertz, C. 1960. The Religion Of Java.
Chicago: University Of Chicago Press.

3/
Ricklefs, M.C. 2013. Mengislamkan Jawa, sejarah Isla-
misasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai
sekarang. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

4/
Woodward, Mark R. The “Slametan”: Textual Knowledge
And Ritual Performance In Central Javanese Islam.
The University Of Chicago Press.

5/
Wong, Deborah And René T. A. Lysloff. Threshold To The
Sacred: The Overture In Thai And Javanese Ritual Perfor-
mance. Source: Ethnomusicology , Autumn, 1991, Vol. 35,
No. 3 (Autumn, 1991), Pp. 315-348.
PENDAHULUAN
/10

PENDAHULUAN

Melihat Potensi
Sedekah Bumi
Sebagai Gerbang
Kesadaran
Barangkali, salah satu kekayaan Indonesia yang jarang dimiliki oleh
negara-negara lain di dunia adalah puspa-ragam kebudayaannya.
Posisi geografis Indonesia yang diapit oleh dua samudra dan dua
benua—samudera Hindia dan Pasifik, benua Asia dan Australia—
serta lanskap alamnya yang berupa sebaran pulau besar maupun
kecil mAembuat penghuni negeri ini secara asali diberkahi dengan
ekspresi kebudayaan yang beragam. Pusparagam kebudayaan dari
berbagai pulau dan daerah ini, untungnya, diikat dalam satu kesatuan
nasional yang oleh Soekarno disebut Taman Kebudayaan Nasional
Indonesia. Legasi atau warisan kebudayaan inilah yang hingga saat
ini menjadi ‘harta karun’ yang belum banyak dimanfaatkan dalam
konteks pembangunan Indonesia sekarang.

Salah satu dari produk kebudayaan Nusantara yang menjadi aset


nasional tersebut adalah sedekah bumi. Tradisi Sedekah Bumi, yang
SEDEKAH BUMI
/11

dikenal dengan nama lain seperti “Sedekah Tanah,” “Sedekah Laut,” “Masiweh
Pare Gumboh,” “Sedekah Desa,” “Gegunungen” atau lainnya adalah sebuah tradisi
yang telah ada dalam masyarakat Indonesia sejak ratusan atau bahkan ribuan
tahun lalu. Tradisi ini mencerminkan konsep bahwa tanah dan laut adalah karunia
dari Tuhan yang harus dihormati.

Lewat laku tradisi ini, baik


masyarakat agraris maupun
masyarakat pesisir—petani dan
nelayan—berusaha menunjukkan
rasa hormat dan mengungkapkan
rasa syukur kepada Tuhan atau
dewa-dewi pertanian dan laut atas
hasil panen melimpah yang mereka
peroleh selama setahun terakhir.
Sedekah bumi adalah bentuk ekspresi spiritual dan sosial dalam budaya Indonesia
yang sangat melibatkan masyarakat desa. Laku hidup yang mencerminkan intimnya
relasi manusia dengan Tuhan, para leluhur, sesama manusia dan lingkungan atau
PENDAHULUAN
/12

ruang hidupnya itulah barangkali yang menjadi dasar pertimbangan dipilihnya


tradisi sedekah bumi sebagai sub tema Pekan Kebudayaan Nasional 2023. Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini, dimana kohesi sosial di dalam
masyarakat rentan tergerus oleh laju kencang industrialisasi, identitas nasional
yang terancam luntur oleh interaksi global yang makin intens, dan adanya
kebutuhan untuk menciptakan terobosan ekonomi tanpa mengguncang sendi-
sendi kehidupan masyarakat, Negara membutuhkan strategi kebudayaan yang
bisa menjawab tantangan-tantangan tersebut. Terpilihnya tradisi kultural yang
dipraktekkan hampir di berbagai penjuru tanah air ini bisa menjadi sinyalemen
pentingnya pembangunan bangsa yang berpijak pada kekhasan budayanya
sendiri.

Ketika diangkat dalam sub tema kuratorial Pekan Kebudayaan Nasional tahun
2023, sedekah bumi ditarik ke fenomena lebih umum, yaitu bagaimana ‘tradisi-
tradisi memberi pada ekosistem ini’ dimaknai para pelakunya, sebuah tindakan
yang tidak banyak mengharapkan manfaat ekonomi secaca massif namun
tetap dilakukan karena faktor kecintaan, berderma, pengabdian dan lain-lain.
Untuk mengetahui praktik kebudayaan ini lebih detil, ada lima sub tema yang
akan dijadikan acuan dan dielaborasi, yakni konservasi, identifikasi sumber
daya, pembacaan kritis, rekontekstualisasi, dan agensi atau potensi aktor dalam
penyelenggaraan tradisi sedekah bumi. Kelima sub tema tersebut dipakai untuk
‘membaca’ berbagai praktik tradisi ini di dua puluh titik yang dipilih dimana
sepuluh titik berada di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, dan sepuluh titik
lainnya tersebar di luar Pulau Jawa.
SEDEKAH BUMI
/13

tradisi ini menjadi media baik dalam


memperkuat kohesi sosial antar anggota
masyarakat maupun menjadi media untuk
penyelesaian konflik-konflik sosial di
antara anggota masyarakat seperti yang
terjadi di Desa Bumi Ayu. Dalam konteks
ekologi, Sedekah Bumi menjadi ruang
refelktif dan medan aksi bagi masyarakat
untuk terus intim dengan lingkungan dan
ruang hidupnya sekaligus media untuk
menemukan solusi dari persoalan ekologis
seperti kelangkaan air bersih
Temuan-temuan menarik berkaitan dengan penyelenggaraan tradisi Sedekah
Bumi layak untuk dikaji lebih jauh. Sebagai sebuah praktik kebudayaan yang
dinamis, misalnya, Sedekah Bumi menjadi media ekspresi kebudayaan masyarakat
setempat, baik dalam konteks pelestarian atau konservasi maupun dalam konteks
PENDAHULUAN
/14

interpretasi kreatifnya seperti mengkombinasikan acara Sedekah


Bumi dengan usaha untuk memperkenalkan dan membranding
produk kerajinan lokal seperti di Pringgasela Selatan, Lombok Timur.

Di bidang sosial, tradisi ini menjadi media baik dalam memperkuat


kohesi sosial antar anggota masyarakat maupun menjadi media untuk
penyelesaian konflik-konflik sosial di antara anggota masyarakat
seperti yang terjadi di Desa Bumi Ayu. Dalam konteks ekologi, Sedekah
Bumi menjadi ruang refelktif dan medan aksi bagi masyarakat untuk
terus intim dengan lingkungan dan ruang hidupnya sekaligus media
untuk menemukan solusi dari persoalan ekologis seperti kelangkaan
air bersih seperti yang dilakukan SKRM Squad di Rembang.

Bila ditelisik lebih jauh, terutama bila ditempatkan dalam konteks


‘cultural engineering’ atau perekayasaan budaya, tradisi yang
diselenggarakan di berbagai wilayah di Indonesia ini berkontribusi
pada produksi dan reproduksi pengetahuan maupun praktik
kebudayaan lokal. Para leluhur kita yang bijaksana telah meninggalkan
jejak kontribusi mereka dalam produksi pengetahuan lokal dalam
bentuk ritual Sedekah Bumi. Sebagai pewaris tradisi tersebut,
generasi selanjutnya memiliki tanggung jawab bukan hanya untuk
melanjutkan tradisi itu, namun juga mengembangkannya sesuai
dengan konteks zamannya masing-masing. Dalam proses produksi-
reproduksi pengetahuan ini, generasi pemegang tongkat estafet
SEDEKAH BUMI
/15

mereka memiliki kemampuan


untuk membaca secara kritis,
menyaring, dan mengkombinasikan
perkembangan dunia luar itu dengan
warisan tradisi yang diperolehnya
dari para leluhur. Hanya lewat hal
itulah proses produksi-reproduksi
pengetahuan lokal bukan hanya
harmonis dengan kebutuhan
masyarakat namun juga berkontribusi
bagi perkembangan pengetahuan
secara umum.
untuk melanjutkan tradisi itu memiliki tugas cukup berat. Pertama, mereka
harus memiliki kemampuan individu dan mekanisme untuk meraut kemampuan
individu dari tiap anggota masyarakatnya menjadi sebuah kemampuan atau
daya sosial. Kedua, mereka memiliki kemampuan untuk membaca secara kritis,
PENDAHULUAN
/16

menyaring, dan mengkombinasikan perkembangan dunia luar itu dengan


warisan tradisi yang diperolehnya dari para leluhur. Hanya lewat hal itulah proses
produksi-reproduksi pengetahuan lokal bukan hanya harmonis dengan kebutuhan
masyarakat namun juga berkontribusi bagi perkembangan pengetahuan secara
umum.

Selain proses produksi dan reproduksi pengetahuan lokal, Sedekah Bumi pada
dasarnya adalah medium untuk membangun kesadaran tentang kedaulatan
pangan di tingkatan lokal. Narasi tentang kedaulatan pangan ini tidak
mendapatkan penekanan cukup besar dalam penyelenggaraan ritual sedekah
bumi meskipun secara substansial sudah terpacak dengan jelas. Dalam konteks
perubahan iklim yang menjangkau hampir setiap sudut dunia, salah satu bahaya
besar yang mengintip para penghuni bumi ini ada dua, yaitu ketersediaan air
dan pangan. Bahaya dari perubahan iklim ekstrem yang berpotensi menghambat
atau mengacaukan proses produksi bahan pangan—yang menjadi material inti
dari penyelenggaraan tradisi Sedekah Bumi—ini kemudian bertemu dengan
perkembangan geopolitik terbaru selama lima tahun terakhir. Perang Rusia-
Ukraina dan resiko perang AS-Tiongkok menyingkap kepalsuan tentang keamanan
pangan bagi penduduk dunia, termasuk Indonesia yang secara geografis berada
di kawasan yang rentan terkena dampak konflik regional tersebut.

Berkaitan dengan ketahanan pangan nasional, misalnya, hingga saat ini Indonesia
masih mengalami ketergantungan impor beras dan bahan pangan lainnya. Realita
ini terasa ironis karena lestarinya kepercayaan bahwa negeri ini ‘gemah ripah
SEDEKAH BUMI
/17

loh jinawi.’ Bahwa kepercayaan tersebut sesuatu yang faktual


mungkin tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun tata-laksana
ketahanan pangan nasional membutuhkan peta jalan yang tidak
hanya ditentukan oleh segelintir teknokrat di pusat kekuasaan
Tersedianya secara berlimpah produk-produk pertanian
yang menjadi prasyarat utama dalam penyelenggaraan ritual
sedekah bumi dari kerja keras masyarakat setempat ini
selain menghidupkan ekonomi mereka pada gilirannya juga
memastikan keberlangsungan hidup seluruh elemen bangsa ini.

Hal ketiga—dan ini yang dipikirkan dengan serius oleh Negara—


adalah konsolidasi ekonomi dengan memanfaatkan warisan-
warisan kulturalnya. Dasar pertimbangan dari keputusan
ini barangkali bisa ditelusuri dari kebutuhan Negara dalam
mengantisipasi risiko-risiko negatif dari proses industrialisasi
yang berlangsung sangat massif hingga ke wilayah pedesaan—
gaya hidup yang semakin individualistik, relasi sosial yang
hanya berlandaskan pada perhitungan untung-rugi, lebarnya
jurang ekonomi dan social baik antara masyarakat perkotaan
dengan masyarakat pedesaan maupun di antara masyarakat
perkotaan dan masyarakat pedesaan itu sendiri. Dalam konteks
inilah kemudian kesenian atau kebudayaan memainkan
perannya. Dalam khazanah Jawa, kesenian sering dianggap
sebagai sarana untuk ‘nelesi’ membasahi jiwa yang kering akibat
PENDAHULUAN
/18

Dalam konteks pembangunan peta


jalan kedaulatan pangan inilah
perekayasaan kultural bisa menjadi
pembuka jalan bagi partisipasi publik
yang lebih luas dalam membangun
kedaulatan pangan nasional.
Dan Tradisi sedekah bumi bisa
menjadi media yang efektif untuk
menghidupkan mesin perubahan
sosial yang bisa berkontribusi bagi
terwujudnya kedaulatan pangan.
paparan teriknya kehidupan sehari-hari. Produk-produk kebudayaan seperti
tradisi Sedekah Bumi memberi waktu rehat bagi masyarakat setempat untuk
melenturkan kembali pikiran dan otot-ototnya yang telah bekerja secara mekanis
selama setahun penuh untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Waktu rehat yang
SEDEKAH BUMI
/19

dipakai untuk penyelenggaraan tradisi ini juga menjadi momen yang tepat bagi
mereka untuk menengok ke dalam diri, mengkalibrasi ulang relasi dirinya dengan
Tuhan, arwah para leluhur, sesama manusia, dan lingkungan alamnya sembari
mengidentifikasi masalah dan mencari solusi bersama.
Intervensi yang dilakukan Negara dalam proses kebudayaan ini sebenarnya
menarik, yaitu bagaimana caranya produk kebudayaan tradisional ini secara
kreatif juga bisa dimanfaatkan sebagai salah satu penggerak roda perekonomian
yang punya kontribusi ekonomi langsung bagi masyarakat sendiri maupun bagi
Negara lewat sektor pajak dan pariwisata. Dari sinilah kemudian Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencoba mengkombinasikan produk-produk
kebudayaan dengan ekonomi lewat jalur pengembangan pariwisata berbasis
khazanah kebudayaan lokal.

Penting bagi penyelenggara negara maupun aktor-aktor yang terlibat dalam


penyelenggaraan praktik kebudayaan ini untuk melakukan evaluasi yang lebih
mendalam tentang dampak dari kegiatan ini dalam berbagai matra kehidupan
berbangsa dan bernegara ini. Misalnya, dalam matra kebudayaan, apakah
penyelenggaraan kegiatan ini mampu memperkuat kepribadian bangsa yang
secara historis memang dikenal memiliki kohesi sosio-alamiah yang kuat. Dalam
matra ekonomi, bisakah penyelenggaraan kegiatan kebudayaan semacam ini
berpadu dengan dimensi ekonomi yang semakin agresif memasuki bidang-bidang
kehidupan lain tanpa menggerus nilai-nilai intrinsik yang terkandung dalam
praktik kebudayaan itu sendiri. Dan dalam dalam matra ilmu pengetahuan dan
teknlogi, apakah praktik kebudayaan semacam ini bisa menjadi pijakan yang kokoh
PENDAHULUAN
/20

bagi masyarakat untuk melakukan proses produksi-reproduksi ilmu pengetahuan


serta menjadi inspirasi untuk mendorong munculnya inovasi-inovasi baru.

Hasil evaluasi atas praktik penyelenggaraan acara kebudayaan semacam ini


sangat penting dalam mendorong perubahan atau transformasi budaya, sosial,
ekonomi hingga ilmu pengetahuan. Tanpa melakukan evaluasi menyeluruh atas
kegiatan-kegiatan semacam ini, maka praktik kebudayaan yang menjadi medan
negosiasi antara pemerintah selaku penyelenggara Negara dan masyarakat selaku
subjek utama dalam penyelenggaraan event ini hanya akan mencapai satu atau
dua tujuan saja, bahkan hanya menjadi acara seremonial semata.

***
SEDEKAH BUMI DALAM
PEMBACAAN
TEMA KONSERVASI

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/22

mengkonservasi Sedekah Bumi


dan tradisi lainnya yang ada di
Nusantara adalah tanggung jawab
bersama masyarakat,
pemerintah, dan pihak-
pihak yang peduli.
Kehidupan ini selalu terdiri dari keterkaitan antara kehidupan manusia dengan
alam, manusia dengan sesama, manusia dengan leluhurnya, serta manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaan
mengandung keselarasan dalam empat hubungan tersebut. Ritus, tradisi adat,
maupun ritual kampung sejauh ini telah menjadi bagian tidak terpisahkan
dari keberadaan setiap individu maupun kelompok masyarakat. Dengan
mempertimbangkan tema kuratorial yang diambil, Sedekah Bumi merupakan salah
satu bentuk ruwatan untuk memberi pada ekosistem, dan juga memperhatikan
objek pemajuan kebudayaan dimana masyarakat memiliki konsep dan bentuk
perhelatan yang beragam selama masih punya benang merah yang sama yakni
memberi pada alam.
Masyarakat Indonesia dengan keragaman etnis dan suku bangsa tentu memiliki
upacara adat yang beragam baik terkait siklus hidup, ungkapan syukur atas
SEDEKAH BUMI DALAM
/23
PEMBACAAN TEMA KONSERVASI

hasil bumi, atau upacara tolak bala yang lazim digunakan untuk
meminta pertolongan dan keselamatan dari Yang Maha Kuasa. Selain
konteksnya yang mengandung keselarasan pada alam, Sedekah Bumi
ini menjadi sarana masyarakat untuk memaknai hidupnya dalam
relasi antar sesama atau lingkungan tempatnya berada. Ritus, tradisi
adat, maupun ritual kampung sebagian dari tradisi dan adat istiadat
merupakan kekayaan lokal yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan
untuk membangun kehidupan bersama dalam masyarakat.

Tradisi Sedekah Bumi, juga dikenal sebagai “Sedekah Tanah” atau


“Sedekah Desa,” adalah sebuah tradisi budaya yang telah ada dalam
masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Tradisi ini umumnya
dilakukan masyarakat agraris, terutama petani, untuk menghormati
dan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan atau dewa-dewi pertanian
atas hasil panen yang melimpah. Sedekah Bumi adalah bentuk ekspresi
spiritual dan sosial dalam budaya Indonesia yang sangat melibatkan
masyarakat desa. Melalui tradisi ini pula mencerminkan konsep
bahwa tanah adalah karunia dari Tuhan yang harus dihormatidan

hal tersebut mencerminkan


kesadaran akan pentingnya
merawat tanah dan
SEDEKAH BUMI
/24

dengan melibatkan generasi muda dalam


pelaksanaan tradisi ini adalah cara untuk
memastikan bahwa pengetahuan dan
nilai-nilai yang terkait dengan hasil alam
diturunkan kepada generasi berikutnya.

diberikan penghormatan. Selain aspek spiritual, sedekah bumi


juga memiliki komponen sosial yang kuat. Ini adalah kesempatan
bagi masyarakat desa untuk berkumpul bersama, mempererat
hubungan antar anggota komunitas, dan membagi hasil panen
dengan yang kurang beruntung dalam masyarakat. Beberapa
varian Sedekah Bumi juga mencakup upacara-upacara yang
menekankan perlindungan lingkungan dan keseimbangan
ekologi. Hal tersebut mencerminkan kesadaran akan pentingnya
merawat tanah dan sumber daya alam. Oleh karena itu praktik
Sedekah Bumi menjadi penting untuk dikonservasi.

Sebagai salah satu bentuk pemeliharaan budaya dan identitas,


tradisi Sedekah Bumi adalah bagian integral dari budaya
Indonesia dan warisan nenek moyang. Dengan melestarikannya,
masyarakat dapat mempertahankan identitas budaya mereka dan
SEDEKAH BUMI DALAM
/25
PEMBACAAN TEMA KONSERVASI

mencegah kehilangan tradisi ini. Hilangnya tradisi ini sudah sempat dirasakan
oleh Desa Sumber Kabupaten Rembang. Sejak adanya pertikaian antar kelompok
karena perbedaan keyakinan pada prosesi Sedekah Bumi, sejak tahun 2000-an
tradisi ini sudah tidak lagi diadakan. Dampaknya adalah desa kehilangan budaya
setempat dan lupa akan cikal bakal kehidupan tempat tinggalnya. Lebih parahnya
lagi, generasi yang lahir di tahun 2000 keatas sudah tidak tau menahu soal tradisi
ini. Tradisi yang erat kaitannya dengan alam ini juga mencakup elemen-elemen
yang menekankan pentingnya menjaga lingkungan dan keseimbangan ekologi.
Pada kasus ketidakseimbangan alam juga terjadi di Desa Sumber. Embung yang
merupakan potensi desa, bertahun-tahun mati karena tidak adanya perhatian
dan rasa prihatin dari masyarakat setempat. Cekungan tadah hujan yang tadinya
menjadi sumber pengairan warga lama kelamaan kering dan tidak lagi mengaliri
air. Desa menjadi krisis air dan hal tersebut menjadi isu baru bagi tempat tinggal
mereka. Sebenarnya tradisi ini dapat berperan dalam pendidikan dan kesadaran
lingkungan, serta membantu masyarakat untuk lebih peduli terhadap pelestarian
alam. Kemungkinan inilah yang kemudian dibaca oleh pemuda Desa Sumber.
Mereka menyelipkan narasi soal krisis air dalam permainan ketoprak yang
dipentaskan saat prosesi Sedekah Bumi. Ternyata, isu ini terangkat ke permukaan
dan menjadi perbincangan lanjut oleh warga desa. Perlahan warga sadar bahwa
embung mereka adalah sumber penghidupan sehingga perlu untuk dirawat dan
diaktivasi.

Pemeliharaan tradisi ini menjadi penting dalam konteks modern dimana


tantangan perubahan iklim dan degradasi tanah seringkali dialami. Pengenalan
SEDEKAH BUMI
/26

Sedekah Bumi terhadap generasi muda dianggap relevan dengan isu tersebut.
Dengan melibatkan generasi muda dalam pelaksanaan tradisi ini adalah cara
untuk memastikan bahwa pengetahuan dan nilai-nilai yang terkait dengan hasil
alam diturunkan kepada generasi berikutnya. Selain membantu mempertahankan
tradisi, anak-anak zaman sekarang yang dirasa lebih memiliki pengetahuan
luas diharapkan mampu memberdayakan hasil desanya dengan cara yang lebih
relevan saat ini. Di Desa Sekarsari, tradisi Sedekah Bumi tidak hanya sebagai
ritual keharusan tiap tahunnya. Melalui gelaran acara tersebut mereka mampu
memberdayakan komunitas lokal. Tradisi ini menjadi ruang yang cair untuk
pemajuan ekonomi dan sosial masyarakat desa. Beberapa kelompok kesenian,
musik, tampil dan perlahan mendorong ekonomi lokal serta perdagangan yang
berkelanjutan. Ternyata, Sedekah Bumi adalah salah satu praktik kebudayaan
yang luas dan penting untuk dihormati keberadaannya. Upaya masyarakat dalam
menjaga tradisi dan memperbarui tradisi ini juga perlu didukung, termasuk
mengadopsi elemen-elemen modern seperti teknologi informasi. Dalam
menghadapi perubahan zaman, tradisi ini mungkin perlu beradaptasi agar tetap
relevan. Mengkonservasi Sedekah Bumi dan tradisi lainnya yang ada di Nusantara
adalah tanggung jawab bersama masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak yang
peduli. Dengan upaya bersama, tradisi ini dapat terus hidup, bertahan, dan
berkembang, sambil juga menjaga nilai-nilai budaya dan ekologi yang penting.
IDENTIFIKASI SUMBER DAYA
DALAM TRADISI
SEDEKAH BUMI

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/28

tradisi sedekah bumi dan sejenisnya,


telah ada di Indonesia selama ratusan
hingga ribuan tahun. Ini adalah ritual
yang dilakukan oleh masyarakat untuk
meminta rezeki, perlindungan, dan
mengungkapkan rasa syukur kepada
Yang Maha Agung.
Tradisi sedekah bumi, ataupun sebutan lainnya di daerah-daerah
lain seperti kenduren (meminta berkah), merti desa (bersih desa),
sedekah laut, dan sedekah bedusun telah hadir dalam khasanah
kebudayaan masyarakat Indonesia sejak ratusan atau bahkan ribuan
tahun lalu. Tradisi ini berbentuk ritual atau ritus yang diaplikasikan
sesuai dengan kearifan lokal masing-masing oleh masyarakat dengan
tujuan untuk meminta rezeki berupa hasil bumi (panen), terhindar
dari bahaya-bahaya yang datang baik gagal panen ataupun musibah,
dan bentuk syukur masyarakat kepada Yang Maha Agung karena
pemberian rezeki tersebut. Yang Maha Agung dalam konteks sedekah
bumi tidak hanya merujuk kepada Tuhan sebagai pencipta Bumi yang
manusia pijaki dan hidup ini, tetapi juga para leluhur yang memiliki
IDENTIFIKASI SUMBER DAYA
/29
DALAM SEDEKAH BUMI

andil besar dalam membangun desa dan para danyang atau “penunggu” yang
menjaga desa atau lahan pertanian. Para leluhur ini biasanya memiliki darah
keratonan, penyebar agama, ataupun orang biasa yang memiliki kekuatan sakti
yang dihormati oleh warga dan untuk mengenangnya dibuatkan monumen
ataupun tempat yang terlihat biasa namun disakralkan, biasanya berupa pohon
beringin besar, sumur, batu besar, laut, Sungai, kawah gunung, ataupun objek
lain yang erat kaitannya dengan para leluhur ini (masyarakat Jawa menyebutnya
punden). Tempat-tempat yang disakralkan ini menjadi tujuan akhir (jika adanya
arak-arakan desa) atau tempat berkumpul dalam sebuah prosesi dari tradisi
sedekah bumi.

Punden sebagai tempat akhir yang digunakan masyarakat untuk memeriahkan


tradisi ini menjadi tempat modin atau ketua upacara tradisi untuk memanjatkan
doa, meminta untuk dikabulkannya permintaan atau kekhawatiran masyarakat
terkait aktivitas pertanian, ternak, atau berkebun disertai dengan seserahan yang

meski hal-hal tersebut biasanya


dianggap remeh oleh masyarakat
luas, tetapi bagi pelaku ritus,
mereka mempercayai ada makna di
balik isi dari sesaji tersebut.
SEDEKAH BUMI
/30

dibuat oleh masyarakat berupa gunungan, tumpengan, atau sesaji


yang secara simbolik diberikan kepada yang ghaib atau tak terlihat
sebagai seserahan, wujud terima kasih manusia atas keberkahan
yang telah Tuhan berikan berupa hasil panen dan tolak bala untuk
melindungi desa. Isi dari sesaji ini biasanya juga berasal dari hasil
pertanian dan perkebunan yang dikreasikan seperti buah-buahan,
sayur-sayuran, rokok, dan kembang. Isi dari sesaji yang sudah
disebutkan tadi juga memiliki simbol masing-masing. Kembang
yang berarti keindahan, jajanan atau kue melambangkan warga desa
harus menjadi bagian dari warga desa yang lain, dan seterusnya. Hal
tersebut disusun berdasarkan kebiasaan atau ilmu yang diturunkan
dari masyarakat yang mengadakan tradisi tersebut yang sudah lama
ada dan diteruskan kepada generasi selanjutnya. Meski hal-hal
tersebut biasanya dianggap remeh oleh masyarakat luas, tetapi bagi
pelaku ritus, mereka mempercayai ada makna di balik isi dari sesaji
tersebut. Tentunya sesaji atau seserahan akan berbeda antara satu
daerah dengan yang lain bahkan yang masih dalam satu kecamatan
sekaligus. Penyusunan sesaji juga tidak boleh sembarangan. Ada
seperangkat aturan yang perlu diperhatikan dalam menyusun
sesaji, aturan tersebut biasanya dimiliki dan ditentukan oleh ketua
pelaksana tradisi. Aturan secara turun temurun ini diterapkan
dari awal pertama tradisi ini dilakukan sampai kepada generasi
sekarang. Terdapat dua sesaji yang biasanya dipergunakan dalam
tradisi ini. Yang pertama adalah sesaji yang diperuntukan sebagai
IDENTIFIKASI SUMBER DAYA
/31
DALAM SEDEKAH BUMI

ada seperangkat aturan yang perlu


diperhatikan dalam menyusun
sesaji, aturan tersebut biasanya
dimiliki dan ditentukan oleh ketua
pelaksana tradisi.
seserahan kepada yang ghaib, yang kedua adalah sesaji yang
digunakan untuk atribut atau pelengkap tradisi sedekah
bumi. Beberapa daerah di Jawa (seperti Rembang juga daerah
yang lain) merancang tradisi ini tidak hanya sebagai sesuatu
kegiatan yang sakral tetapi juga sebagai hiburan rakyat. Sesaji
sebagai atribut ini nantinya akan digunakan untuk rebutan
warga mendapatkan hasil bumi yang dipasang sesuai dengan
kreativitas warga.

Sebelum pergelaran tradisi sedekah bumi ini dihelat, masyarakat


dari segala kalangan, baik dari tingkat terendah seperti RT
dan RW sampai ke pemerintah desa mengadakan pertemuan
membahas bagaimana rangkaian tradisi ini diselenggarakan.
Dalam pertemuan tersebut biasanya membahas tentang
pembentukan panitia, dana yang diperlukan, penentuan hari
SEDEKAH BUMI
/32

pelaksanaan tradisi, dan berapa hari tradisi ini akan dilaksanakan. Pembentukan
panitia ini dilakukan untuk menentukan siapa saja orang yang terlibat di dalam
pelaksanaan acara. Kepanitiaan tersebut biasanya diisi oleh perangkat desa, ketua
RW dan RT, organisasi remaja, dan tetua desa. Aktor-aktor yang tergabung ke
dalam kepanitiaan tersebut memiliki peran masing-masing, seperti perangkat
desa yang akan mengatur perizinan dan pendanaan, ketua RW dan RT sebagai
representasi penggerak warga untuk berpartisipasi dan penyampai saran-saran
warga, organisasi remaja yang menggerakkan remaja di desa dan membantu
dalam pelaksanaan tradisi, dan tetua desa yang biasanya memimpin upacara dan
doa. Dana yang digunakan untuk mengadakan tradisi ini biasanya bersumber dari
dua dana, yaitu dana desa yang diambil hasil usaha desa dan dana iuran warga.

Di beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di luar Jawa seperti di Desa Lalang


(Belitung Timur), Desa Burangasi (Sulawesi Tenggara), Desa Liyu (Kalimantan
Selatan), tradisi ini digelar lebih dari satu hari karena rangkaian upacara yang

dana yang digunakan untuk


mengadakan tradisi ini biasanya
bersumber dari dua dana, yaitu
dana desa yang diambil hasil usaha
desa dan dana iuran warga.
IDENTIFIKASI SUMBER DAYA
/33
DALAM SEDEKAH BUMI

beruntut dengan kegiatan yang beragam. Desa Burangasi menggelar tradisi


sedekah bumi atau yang biasa mereka sebut dengan tradisi Ma’acia selama tujuh
hari tujuh malam dengan berbagai rangkaian. Dimulai dengan prosesi Tauano
Ganda, menggantung gendang di Baruga Iwawo (rumah adat) sebagai awal
dimulainya tradisi Ma’acia sampai musyawarah adat sebagai kegiatan penutup
tradisi Ma’acia berisi evaluasi menyeluruh yang membahas siapa
saja yang berulah dan akan dikenakan sanksi. Bagi siapapun yang dijatuhi sanksi,
maka wajib hukumnya untuk membayar sanksi tersebut, jika tidak maka dipercaya
orang tersebut akan mendapatkan musibah. Berbeda lagi di Desa Liyu yang

pada Selamatan Kampung, tidak


boleh dilaksanakannya kegiatan yang
menimbulkan kehebohan.
menggelar tradisi Mesiwah Pare Gumboh sebagai bentuk sukacita atas hasil panen
selama 2 sampai 3 hari dengan selingan hiburan-hiburan selama penyelenggaraan
tradisi tersebut. Di Desa Lalang, pelaksanaan sedekah bumi atau yang mereka
sebut dengan Selamatan Kampung dan Selamatan Laut, masing-masing digelar
selama enam hari, dengan rincian Selamatan Kampung dilaksanakan 3 hari dan
Selamatan Laut digelar juga dengan jumlah hari yang sama. Kedua tradisi tersebut
memiliki aturan masing-masing terutama pada cara warga melaksanakannya
yang mengundang massa yang banyak. Pada Selamatan Kampung, tidak boleh
SEDEKAH BUMI
/34

dilaksanakannya kegiatan yang menimbulkan kehebohan. Hal


tersebut memiliki makna supaya nelayan yang melaut tidak
pergi mencari ikan sehingga terhindar dari bahaya ombak yang
besar. Sedangkan pada tradisi Selamatan Laut, digelar berbagai
hiburan rakyat seperti dangdutan, makan bersama, dan kesenian
tradisional campak. Ada juga di beberapa wilayah yang hanya
melaksanakan tradisi ini hanya dalam satu hari dengan berbagai
pertimbangan yaitu dana acara atau agama dengan tetap
melaksanakan prosesi utama yaitu pembacaan doa, bahkan pada
Besemah Suku Laut yang terjadi di Desa Berakit (Kepulauan Riau),
tradisi ini hanya dilaksanakan oleh masing-masing keluarga,
tanpa adanya perkumpulan warga ataupun acara hiburan. Oleh
karena itu dalam proses pengambilan data, Daya Desa tidak
bisa mengumpulkan data secara menyeluruh karena tidak boleh
diketahui oleh orang banyak. Meskipun setiap wilayah memiliki
cara mereka masing-masing dengan pelaksanaan hari yang

muncul sebuah narasi bahwa jika


tradisi tidak dilaksanakan maka
panen akan gagal, muncul bahaya
yang menimpa.
IDENTIFIKASI SUMBER DAYA
/35
DALAM SEDEKAH BUMI

berbeda, tradisi ini memiliki benang merah yang sama yaitu untuk mengucap
syukur kepada Tuhan karena hasil panen yang telah diberikan.

Ada satu orang yang memiliki peran sangat penting dalam pelaksanaan tradisi
ini yaitu modin atau dukun kampung atau moji atau mulukng. Merekalah yang
memimpin tradisi ini supaya bisa berjalan mulai dalam penyiapan sesaji dan
pembacaan doa-doa atau mantra. Bahkan dukun kampung (Desa Lalang) memiliki
keputusan penuh dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh ke dalam
tradisi selamatan kampung dan selamatan laut. Pemilihan pemimpin tradisi
ini tidak semata-mata ditunjuk oleh masyarakat tetapi sudah turun temurun
atau melalui upacara peralihan tertentu sehingga ilmu-ilmu, doa, dan adab bisa
dipelajari oleh mereka yang akan menggantikan pemimpin tradisi ini secara
menyeluruh. Berbeda kasus ketika kita pergi ke daerah Desa Ketangi di Rembang

ritual sedekah bumi ini juga bergantung


pada lingkungan alam.
dimana ada sesosok yang bukan ketua upacara ataupun tokoh adat, tetapi aktor ini
memiliki “harta” yang bisa mendorong terlaksananya tradisi ini. Ketika si pemilik
harta ini membuat keputusan untuk tidak melaksanakan tradisi sedekah bumi,
maka bisa dipastikan tradisi tersebut tidak terlaksana.

Di bawah semua itu, ada penyokong lain yang membantu dalam melaksanakan
SEDEKAH BUMI
/36

tradisi ini, yaitu para warga sebagai peserta yang memiliki harapan akan
terlaksananya tradisi ini. Mayoritas warga dari desa-desa yang sudah disebutkan
memiliki pekerjaan sebagai pengolah lahan, petani, dan pelaut yang sangat
bergantung pada hasil bumi. Dari keberharapan tersebut, muncul sebuah narasi
bahwa jika tradisi tidak dilaksanakan maka panen akan gagal, muncul bahaya
yang menimpa kampung atau desa, hasil ternak tidak memuaskan, dan lain-lain,
sehingga dari tahun ke tahun, pelaksanaan tradisi ini selalu disokong oleh warga.

.
masing-masing kelompok
masyarakat dan gender memiliki
peran dalam tradisi ini. Laki-laki
misalnya yang berperan untuk
memimpin doa karena memang
harus laki-laki yang mengemban
tugas tersebut yang dibantu oleh
perempuan di belakang layar
dengan tugas asisten pemimpin
ritual (dalam tradisi Ma’acia dan
IDENTIFIKASI SUMBER DAYA
/37
DALAM SEDEKAH BUMI

Mesiwah Pare Gumboh), membuat


makanan, dan penari dalam tradisi
sedekah bumi. Kemudian ada para
pemuda (desa-desa di Rembang)
yang juga berperan untuk
memeriahkan atau bahkan menjadi
asisten dari bapak-bapak dalam
tradisi sedekah bumi ini
Tradisi atau ritual sedekah bumi ini juga bergantung pada lingkungan alam
desa yang melaksanakannya. Bagi desa yang bersebelahan dengan laut maka ada
pelarungan sesaji dengan modifikasinya masing-masing seperti desa-desa yang
terletak di pesisir Pantai utara. Berbeda dengan Suku Tengger yang melaksanakan
upacara Kasada yang melemparkan hasil bumi dan ternak ke dalam kawah Gunung
Bromo. Hal tersebut dilakukan karena para “penjaga kampung” berdiam diri di
lokasi seperti laut, kawah gunung, dan pohon besar, atau sesuatu yang dianggap
sakral oleh warga. Pengidentifikasian hal-hal yang menopang terselenggaranya
tradisi (sumberdaya manusia dan alam) ini sekiranya perlu dilakukan sehingga
bisa membantu warga lokal ataupun peneliti sosial dan budaya dengan mudah
melakukan pemetaan aktor ataupun lingkungan.
SEDEKAH BUMI DALAM
PEMBACAAN KRITIS

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI DALAM
/39
PEMBACAAN KRITIS

tradisi sedekah bumi memberi-


kan peluang untuk membuka diri
terhadap isu-isu, menginspirasi
kesadaran, dan membuka dialog
komunitas. Ritual ini bukan hanya
warisan budaya, tetapi juga wadah
untuk membahas masalah sosial
dan mencari solusi bersama.
Tradisi sedekah bumi yang sudah ada sejak leluhur kita tercipta memungkinkan
untuk membuka diri dari berbagai intervensi yang datang, serta memaknai
tradisi menjadi suatu hal yang lebih berfaedah di masa sekarang dan masa yang
akan datang. Disisi lain, upaya untuk mewingitkan yang profan dan kedekatan
pada hal-hal sakral masih tetap dilestarikan. Tradisi sedekah bumi merupakan
salah satu dari puspa ragam ritual di Nusantara, sehingga menjadi simbol atau
warisan kebudayaan penting yang harus kita tindak-lanjuti dengan manifestasi
dalam kehidupan sehari-hari. Hingga masa kini, di tengah kehidupan yang
antroprosentris atau kehidupan yang memandang bahwa manusia adalah
spesies paling penting di bumi, tradisi ini masih relevan. Akan tetapi bagaimana
SEDEKAH BUMI
/40

selanjutnya sedekah bumi ini memiliki kontekstual yang melekat pada kehidupan
masyarakat saat ini perlu dibaca secara kritis.

Selain hakikatnya sebagai tradisi rutin, sedekah bumi sangat memungkinkan


untuk ditumpangi kepentingan bersama lainnya. Tradisi yang melibatkan banyak
orang dapat dilihat sebagai ruang yang cair untuk melihat ulang problem-problem
sosial yang ada, yang sebelumnya mungkin luput atau diabaikan masyarakat
sebagai permasalahan yang krusial. Contohnya warga lebih antusias untuk iuran
penyelenggaraan dangdut daripada perbaikan jalan, masyarakat menganggap jika
perbaikan jalan merupakan urusan kelurahan ketimbang masalah bersama yang
perlu untuk diselesaikan bersama. Sedekah bumi diharapkan mampu menjadi
kesempatan untuk mendiskusikan problematika tersebut.

sedekah bumi dianggap relevan


dan dapat menjadi salah satu
pendekatan yang efektif dalam
menciptakan kesadaran dan
pembicaraan sosial di tingkat
kampung atau desa.
SEDEKAH BUMI DALAM
/41
PEMBACAAN KRITIS

Sebagai opsi ruang sosial dalam membicarakan isu-isu sosial,


sedekah bumi dianggap relevan dan dapat menjadi salah satu
pendekatan yang efektif dalam menciptakan kesadaran dan
pembicaraan sosial di tingkat kampung atau desa. Selama
ritual sedekah bumi, para pemimpin desa atau tokoh adat dapat
menyampaikan pesan-pesan sosial yang relevan dengan isu-
isu yang sedang dihadapi oleh masyarakat setempat. Kegiatan
ini menjadi kesempatan untuk mengintegrasikan pesan-
pesan sosial atau bahkan menjadi titik awal untuk memulai
proyek sosial bersama yang bertujuan mengatasi isu-isu
sosial. Misalnya, masyarakat dapat bersama-sama menggalang
dana atau sumber daya untuk membantu anak-anak kurang
beruntung dalam hal pendidikan atau kesehatan. Mungkin
saja warga dapat membayangkan atau mengambil inisiatif
untuk mengubah sedekah bumi dari sekedar kegiatan rutin
menjadi suatu ruang yang lebih dinamis dimana mereka dapat
berkumpul dan berinteraksi membicarakan isu-isu sosial dan
fenomena yang sedang terjadi. Akan tetapi inisiatif seperti
ini akan sangat tergantung pada kesadaran dan semangat
partisipasi masyarakat, serta sejauh mana mereka merasa ritual
sedekah bumi dapat disisipi tujuan sosial yang lebih luas.

Pembacaan kritis pada praktik sedekah bumi sudah dilakukan


oleh beberapa desa yang masuk dalam desa binaan pemajuan
SEDEKAH BUMI
/42

kebudayaan. Pada tahun 2021, terdapat perpecahan yang terjadi di masyarakat


desa Bumi Ayu, Sumatera Selatan. Masyarakat terbagi menjadi 2 kelompok karena
adanya politik desa yang bermula pada saat pemilihan ketua desa. Kedua kelompok
tersebut tidak pernah berbaur satu sama lain dan bersikap saling acuh tak acuh.

oleh para tetua, penyelenggaraan


sedekah bedusun dianggap dapat
menjadi tempat mediasi terjalinnya
kembali silaturahmi antara kedua
kelompok tersebut. Proses yang
dilakukan oleh masyarakat ketika
sedekah bedusun adalah menyisipkan
pemahaman kedua kelompok tersebut
untuk saling meredam amarah dan
melupakan kepentingan politik yang
bahkan tidak ada gunanya untuk
diperdebatkan.
SEDEKAH BUMI DALAM
/43
PEMBACAAN KRITIS

Konflik yang ada di masyarakat bukan sekedar isu, tetapi


sudah berupa fenomena sosial yang penting untuk dibenahi
bersama. Tentunya ini tidak mudah mengingat sensitivitas
masing-masing kelompok. Akan tetapi prosesi sedekah bumi
yang hangat dan syarat akan kebersamaan mampu melebur
dua kelompok masyarakat yang semula bertikai menjadi satu
kembali. Sebagai salah satu taktik dalam mempersatukan,
masyarakat diminta membuat 2000 batang lemang.

Mau tidak maupun mereka harus bergotong royong untuk


menghasilkan lemang sebanyak ini. Cara-cara yang cair
seperti ini ternyata mampu menggugurkan ego dan membuat
masyarakat kembali bekerja sama. Melalui kepekaan terhadap
kondisi sosial dan pembacaan kritis pada kesempatan sedekah
bumi, ternyata tradisi ini tidak hanya sebagai prosesi turun
temurun melainkan juga ruang yang masih sangat relevan
untuk diselipi kepentingan-kepentingan lain.

bahkan, pada pemanfaatan yang lain


sedekah bumi dapat menjadi platform
untuk berdiskusi dan mencari solusi
SEDEKAH BUMI
/44

Sedekah bumi dianggap sebagai bentuk fasilitasi dimana masalah


sosial dapat dipertimbangkan ulang dan dibahas dalam konteks
budaya dan komunitas tertentu. Sedekah bumi dapat berfungsi sebagai
wadah untuk meneropong ulang fenomena yang ada karena pada
kesempatan ini akan terjadi dialog komunitas yang memungkinkan
untuk berbagi pandangan mengenai masalah sosial yang sedang
dihadapi. Bahkan, pada pemanfaatan yang lain sedekah bumi dapat
menjadi platform untuk berdiskusi dan mencari solusi bersama. Tidak
hanya itu, tradisi ini menciptakan rasa solidaritas yang memupuk
masing-masing individu lebih terbuka untuk mendengarkan dan
mendiskusikan isu tertentu yang mungkin mempengaruhi mereka
secara bersama-sama. Peringatan akan tanggung jawab juga dapat
dipetik dari tradisi sedekah bumi yang dilangsungkan. Hal ini
dapat diilhami sebagai upaya untuk mencari cara dan memberikan
kontribusi positif yang nyata dalam beberapa hal.

sedekah bumi dapat menjadi


langkah awal yang penting
dalam menginspirasi...
Dalam konteks sedekah bumi, pembacaan kritis akan lebih cenderung
melihat fenomena sekitar dan upaya mencari solusi-solusi lokal yang
tepat guna. Ini bisa termasuk mencari cara inovatif untuk mengatasi
SEDEKAH BUMI DALAM
/45
PEMBACAAN KRITIS

masalah tertentu yang tidak selalu cocok dengan solusi konvensional. Namun,
penting untuk diingat bahwa efektivitas sedekah bumi sebagai platform untuk
meneropong ulang masalah sosial dapat bervariasi tergantung pada konteks
budaya dan lingkungan tersebut. Selain itu, upaya untuk mengatasi masalah
sosial yang lebih besar biasanya memerlukan lebih dari sekedar satu acara atau
tradisi. Akan tetapi, sedekah bumi dapat menjadi langkah awal yang penting
dalam menginspirasi tindakan lebih lanjut untuk menciptakan perubahan sosial
yang positif.

***
REKONTEKSTUALISASI
SEDEKAH BUMI

SEDEKAH BUMI 2023


REKONTEKSTUALISASI
/47
SEDEKAH BUMI

sedekah bumi tidak hanya dilihat se-


bagai warisan nenek moyang, tetapi
juga sebagai aktivitas yang dapat
dibentuk bersama dengan konteks-
konteks sosial yang ada di masyarakat.

Tradisi sedekah bumi menjadi kegiatan rutin yang diadakan setiap tahun oleh
masyarakat desa sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas rezeki berupa
hasil panen yang melimpah serta dilindungi dari bahaya yang akan menimpa
desa. Puncak dari tradisi ini adalah pemberian sesaji di punden atau tempat
yang disakralkan oleh masyarakat setempat yang dipercayai sebagai tempat
bersemayam para leluhur dan pembacaan doa oleh tokoh adat atau modin atau
dukun kampung atau mulukng dengan harapan tahun yang akan datang masih
diberi hasil panen yang melimpah dan dihindarkan dari bahaya. Di sela-sela
itu diberikan hiburan rakyat yang di beberapa desa harus ada seperti ketoprak
yang dilaksanakan semalam suntuk, kemudian ada karnaval dengan mengarak
sesaji hasil kreasi setiap RW, dangdut, perlombaan antar kampung, dan lain-lain.
Tradisi ini juga menjadi sarana bertemu dan berkumpul warga sehingga jalinan
silaturahmi kembali menguat mengingat warga memiliki kesibukannya masing-
masing, bahkan sampai berpindah desa karena mencari pekerjaan atau
SEDEKAH BUMI
//48

bekerja untuk menafkahi keluarga. Untuk menghangatkan kembali hubungan


masyarakat karena berbagai macam hal tadi, maka tradisi sedekah bumi menjadi
media alternatif berkumpulnya warga. Contohnya saja di desa-desa di Rembang,
bahwa tradisi ini menjadi tempat berkumpulnya kembali sanak keluarga yang jauh
dan menjadi tempat reuni warga yang sudah lama pergi dari desa atau bertemu
dengan kawan lama. Warga kemudian membuat dan menyuguhkan hidangan
makanan dalam jumlah banyak yang nantinya disantap bersama-sama ataupun
diberikan kepada warga yang lain.

Jika melihat tradisi ini lebih dalam lagi, ada makna-makna tersirat di setiap
prosesinya. Mengapa tradisi ini dilakukan setelah panen raya, mengapa
dilaksanakan pada tanggal-tanggal tertentu, mengapa selalu dilaksanakan di
punden atau tempat yang disakralkan, mengapa perlu adanya sesaji di dalam
tradisi ini. Hal-hal tersebut pastinya tidak serta-merta dilakukan, namun ada
maksud khusus yang dilakukan oleh para perancang tradisi ini pada zaman
dahulu sehingga tradisi ini memiliki konteks. Mungkin saja maksud-maksud yang
disebutkan di atas tadi adalah hasil “riset” atau pembacaan dari kondisi sosial
masyarakat yang kemudian diangkat dan dibuatlah tradisi ini oleh orang zaman
dahulu. Hal-hal yang seperti itu harusnya terus dilakukan sehingga pelaksanaan
tradisi ini tidak terjebak pada rutinitas tiap tahun yang harus dilaksanakan, tetapi
ada inovasi-inovasi yang terus dilakukan pada tradisi ini yang membawa isu-isu
masa sekarang seperti urbanisasi warga desa ke kota, globalisasi, pemanasan
global, politik dan lain-lain sehingga makna sedekah bumi ini bisa terangkat dan
warga desa bisa lebih sensitif dalam melihat isu-isu tersebut.
REKONTEKSTUALISASI
/49
SEDEKAH BUMI

Misalnya saja seperti di Dusun Sekararum, Rembang yang selama 4 tahun terakhir
tidak melaksanakan sedekah bumi dari rutinitas tahunan tetapi membawa isu-isu
lain yang sedang terjadi di masyarakat. Dalam balutan event tahunan Nginguk Githok
(dalam Bahasa Jawa, nginguk yang artinya melihat, githok yang berarti tengkuk.

Sedekah bumi tidak hanya dilihat


sebagai warisan nenek moyang,
tetapi juga sebagai aktivitas yang
dapat dibentuk bersama dengan
konteks-konteks sosial yang
ada di masyarakat. Kemudian
apakah dengan adanya intervensi
tersebut akan mendatangkan
keberkahan atau pengabulan dari
harapan-harapan masyarakat yang
mengangkat isu sosial di dalam
tradisi ini?
SEDEKAH BUMI
/51

Memiliki makna melihat kembali pada diri sendiri) setiap tahunnya membawakan
tema yang berbeda-beda dengan isu kekinian dengan maksud memaknai ulang
tradisi sedekah bumi ini. Dimulai pada tahun 2018, event Nginguk Githok pertama
dimulai dengan tema Kontak Kebudayaan sebagai bentuk eksperimen Kolektif
Hysteria dengan SKRM Squad yang mewakili warga Sekararum. Dari tahun ke
tahun, event tersebut memiliki tema yang berbeda-beda, seperti Puter Giling
(2019) dengan maksud mengembalikan para perantau ke kampung yang telah
melahirkan dan membesarkannya dengan merujuk kepada ajaran Puter Giling
dengan mengembalikan cinta, Sirnaning Pagebluk (2021) yaitu pemanjatan doa
atas bencana Covid-19 yang mengacaukan kehidupan warga kampung, Sri Rejeki
(2022) dengan mengelaborasi berbagai macam cara warga memenuhi kebutuhan
ekonomi ka rena banyaknya anak muda yang melakukan urbanisasi, Sumingkire
Wisa Raja Kaya (2023) bencana melanda warga kembali dengan datangnya
penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak warga dan
menular melalui virus. Event tersebut, bersamaan dengan tradisi sedekah bumi,
membuat acara-acara yang diisi oleh warga lokal maupun tamu-tamu seniman
dan kolektif di beberapa lokasi desa. Hal serupa pernah dialami di Desa Bumi Ayu
yang mengalami perpecahan politik akibat pemilihan kepala desa. Masyarakat
terpecah menjadi dua kelompok dan mereka tidak pernah berkomunikasi sama
sekali, sehingga dalam mengangkat isu tersebut yang bersamaan dengan tradisi
sedekah bedusun, para warga mencoba untuk menyatukan 2 kelompok masyarakat
dengan membuat 2000 batang lemang sehingga masyarakat bisa saling bekerja
sama untuk meredakan ego mereka masing-masing.
SEDEKAH BUMI DALAM
PEMBACAAN TEMA AGENSI
AKTOR

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/53

aktor yang terlibat memiliki potensi


untuk mempengaruhi proses sosial dan
membangun perubahan positif seperti
solidaritas dan kepedulian sosial.
Sebagai bagian dari penguatan aktivisme masyarakat dalam
menyelenggarakan kegiatan yang stabil dan berkelanjutan, tradisi
sedekah bumi merupakan bagian dari cara mengenali aktor dan
melihat praktik konkritnya. Selain itu, melalui kegiatan ini masyarakat
lokal juga berkesempatan untuk mengupayakan kelembagaan
kelompok sosial yang potensial. Kelembagaan inilah yang kemudian
menjadi basis instalasi infrastruktur sosial yang nantinya bisa
diaktivasi dengan berbagai kegiatan dan jaringan. Contohnya SKRM
(SekarArum) Squad yang lahir dari tradisi tahunan Nginguk Githok
di Rembang. Kelompok sosial ini tidak hanya aktor dari kampung
desa yang berkecimpung di seputar desa mereka. Perlahan kelompok
ini merasakan pengalaman terlibat di sejumlah kampung di luar
wilayah mereka baik keterlibatan secara mendalam maupun sekedar
icip-icip melalui berbagai bentuk program sosial dan kesenian.
Kesempatan inilah yang memberikan ruang tersendiri bagi mereka
untuk bisa berefleksi terhadap kerja-kerja yang telah dilakukan.
SEDEKAH BUMI DALAM PEMBACAAN
/54
TEMA AGENSI AKTOR

Melalui kegiatan-kegiatan sosial seperti sedekah bumi biasanya akan mudah


dipetakan mana aktor potensial dan mana agensi-agensi warga. Penting untuk
mendorong organ-organ lokal untuk aktif terlibat atau menginisiasi langsung
proses konservasi, identifikasi sumber daya, pembacaan kritis, rekontekstualisasi
dan intervensi sedekah bumi yang telah bertahun-tahun berlangsung.

upacara sedekah bumi sering kali


menekankan pentingnya menjaga
keseimbangan ekologi dan melindungi
lingkungan alam.
Sedekah bumi merupakan praktik tradisi yang dianggap mampu mendorong
munculnya aktor kampung. Aktor tidak hanya sebagai warga tetapi juga pemangku
kepentingan lokal yang aktif dalam pengelolaan dan pelestarian sumber daya
alam serta pengembangan komunitas setempat. Partisipatif masyarakat sangat
diperlukan dalam gelaran kegiatan ini. Sedekah bumi melibatkan masyarakat
desa secara aktif dalam upacara maupun perayaannya. Oleh karena itu tradisi ini
mampu menciptakan ikatan sosial yang kuat antar warga desa dan memotivasi
mereka untuk bekerjasama dalam kegiatan yang berkaitan dengan pertanian,
lingkungan, dan kehidupan desa secara umum. Sebagai salah satu bentuk
SEDEKAH BUMI
/55

komitmen terhadap lingkungan dan warisan, upacara sedekah bumi sering


kali menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekologi dan melindungi
lingkungan alam. Tentunya hal ini memerlukan partisipasi yang dapat
membangun komitmen terhadap perlindungan lingkungan dan pemanfaatan
sumber daya alam secara berkelanjutan.

pemberdayaan ibu-ibu penenun ini


menjadi penting dalam gelaran
tradisi tersebut.
Dua puluh Daya Desa yang diundang pada Diskusi Terpumpun Sedekah Bumi
Project di Lombok, misalnya, mencerminkan bagaimana sumber daya manusia
lokal berperan aktif dalam kelestarian tradisi sedekah bumi di asalnya masing-
masing. Individu maupun kelompok yang berperan penting dalam menginisiasi,
memfasilitasi, atau menggerakkan desanya ini memiliki kesamaan visi, yakni
mendorong masyarakat setempat menuju pelestarian nilai-nilai kebudayaan lokal.
Sedekah bumi memiliki potensi besar untuk menciptakan aktor baru yang tidak
hanya aktif dalam mengembangkan desa tetapi juga mempengaruhi proses-proses
sosial di kampung. Hal ini terjadi karena event ini melibatkan sejumlah elemen
yang dapat memengaruhi dinamika sosial di tingkat lokal. Dalam prosesinya,
sedekah bumi harus dipimpin oleh seseorang yang dipercaya sebagai tetua desa
atau pemangku adat. Tetapi, dalam proses penyelenggaraanya event ini menjadi
SEDEKAH BUMI DALAM PEMBACAAN
/56
TEMA AGENSI AKTOR

ruang pemberdayaan warga setempat. Desa Pringgasela Selatan yang


ada di Lombok Timur setiap tahunnya membutuhkan partisipasi
ibu-ibu penenun. Karya ibu-ibu ini diminta tampil pada prosesi
sedekah bumi. Pemberdayaan ibu-ibu penenun ini menjadi penting
dalam gelaran tradisi tersebut. Sementara itu, mulai dari persiapan
hingga pelaksanaan masyarakat desa belajar untuk berpartisipasi
aktif. Sedekah bumi ini juga dianggap mampu mengembangkan
keterampilan sosial, kemandirian, dan organisasi di antara warga
desa, yang pada gilirannya dapat membantu menciptakan aktor-
aktor baru yang aktif dalam proses sosial. Seperti terbentuknya Nina
Penenun, yang hingga saat ini menjadi kelompok penerus tradisi
menenun yang ada di Desa Pringgasela Selatan.

Bila diperhatikan secara seksama, kontribusi aktor dalam


penyelenggaraan ritual tradisional ini membawa perubahan sosial
positif. Misalnya kontribusi dalam menekankan nilai-nilai sosial
seperti solidaritas, berbagi, dan kepedulian sosial. Perubahan
sosial positif yang dapat dilihat di masyarakat adalah orang-orang
menjadi lebih terbuka untuk bekerja sama, membantu yang lain,
dan merespon isu-isu sosial yang relevan. Tadinya, masyarakat Desa
Sekarsari menganggap pemuda mereka tidak lebih dari pengacau
keadaan sosial di kampung. Mereka sering terlibat konflik antar
desa, berkelahi, menghambur-hamburkan uang dengan menanggap
dangdutan menjadi identitas pemuda Sekarsari. Namun pandangan
SEDEKAH BUMI
/57

kelompok pemuda Sekarsari sepakat


untuk menggabungkan diri dalam satu
kesatuan bernama SKRM SQUAD.
pemuda Sekarsari sepakat untuk menggabungkan diri dalam satu
kesatuan bernama SKRM SQUAD. Kelompok ini perlahan membaur
dengan kepentingan desa, seperti berpartisipasi dalam gelaran
sedekah bumi di desanya. Sejak tahun 2017 sampai sekarang, tradisi
sedekah bumi yang tadinya hanya sebagai momen ritual perlahan
dapat diintervensi oleh mereka dengan menyelipkan isu-isu relevan.
Di tahun 2022, saat masa pandemi hewan berlangsung, mereka
menyaksikan keprihatinan warga desanya yang berprofesi sebagai
peternak. Pada hari kedua gelaran sedekah bumi, mereka menggelar
konsultasi terbuka bagi pemilik ternak, juga membagikan obat gratis
bagi hewan ternak. Kegiatan ini dikembangkan bersama jaringan sosial
yang ada di desa. Adanya satu warga yang berprofesi sebagai dokter
hewan dibaca sebagai peluang untuk berkolaborasi dalam inisiatif
tersebut. Dengan demikian, tradisi sedekah bumi dapat memberikan
kesempatan baru bagi aktor baru untuk tampil. Selain belajar tentang
nilai-nilai tradisional, mereka juga dibebani dengan tanggung jawab
sosial. Hal tersebutlah yang mampu mendorong mereka untuk terlibat
SEDEKAH BUMI DALAM PEMBACAAN
/58
TEMA AGENSI AKTOR

aktif dan perlahan muncul ke permukaan.


Sebagai aktor desa tentunya mereka memiliki kesempatan
untuk meng-upscale potensi lokal kampungnya dalam berbagai
kesempatan dan lewat program-program pengembangan potensi
desa. Selain diharapkan mampu mengkoordinasi usaha masyarakat
lokal dalam program berkelanjutan, Para aktor yang tercipta ini juga
membantu menghubungkan daerah asalnya dengan pengembangan
usaha mikro untuk mengakses pasar yang lebih luas.

Tentunya penting untuk menciptakan kemitraan yang efektif antara


aktor desa, pemerintah, dan berbagai lembaga atau organisasi
lainnya yang dapat mendukung pengembangan kampung. Lewat
kemitraan semacam ini akan membuka kemungkinan untuk
memanfaatkan potensi lokal secara lebih efisien dan membantu
menciptakan perubahan positif yang berkelanjutan di tingkat
desa. Hanya dengan cara inilah seluruh pihak yang berkepentingan
dengan pembangunan desa bisa memainkan peran mereka masing-
masing dan mendapatkan manfaat yang sama besar.

***
TIGA RANGKAIAN
BESEMAH SUKU LAUT DARI
DESA BERAKIT

SEDEKAH BUMI 2023


TIGA RANGKAIAN BESEMAH
/60
SUKU LAUT DARI DESA BERAKIT

desa Berakit di Riau memiliki potensi


budaya yang kaya, termasuk tradisi
Sedekah Bumi dengan permainan
gasing, Buka Tali Lawe, Tebus Kipas,
dan Besemah Suku Laut. Ini juga
melibatkan interaksi erat dengan laut.
Desa Berakit merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Telok Sebong,
Kabupaten Bintan, Provinsi Riau. Desa Berakit menjadi salah satu pengisi acara
dalam diskusi kelompok terpumpun Pekan Kebudayaan Nasional 2023 dengan
tema Sedekah Bumi yang diselenggarakan di Lombok pada tanggal 7-9 Agustus
2023. Dalam presentasi yang dibawakan oleh delegasi desa yaitu Daya Desa
Berakit, banyak sekali potensi desa yang ada di Desa Berakit. Beberapa dari potensi
tersebut adalah gasing, besemah suku laut, buka tali lawe dan tebus kipas, dan silat
tampil. Mayoritas masyarakat Desa Berakit bekerja sebagai nelayan dan memiliki
potensi dalam sektor nelayan. Hal ini tampak dalam data mayoritas penduduk
pada tahun 2022 dimana dari 1751 penduduk, yang bekerja sebagai nelayan 338
SEDEKAH BUMI
/61

orang lebih banyak dibanding profesi yang lain. Toponimi atau penamaan Desa
Berakit sendiri berasal dari masyarakat yang melihat rakit di Tanjung Rakit.
Dari penemuan itulah masyarakat kemudian bersepakat untuk menamai daerah
mereka dengan nama Berakit (Abror et al, 2022).

Secara geografis, Desa Berakit merupakan wilayah dataran rendah dengan


ketinggian 13 meter di atas permukaan laut dan berbatasan langsung dengan
laut. Wilayahnya berada di ujung Pulau Bintan yang bisa dilalui menggunakan
jalur darat. Perjalanan menuju Desa Berakit bisa melalui dua jalur darat dari
Tanjungpinang. Pertama, melewati jalan via Kawal. Jalan raya berada di sepanjang
tepi laut hingga Desa Berakit. Jalur kedua melalui lintas barat via kawasan
perkantoran Bupati Bintan di Bintan Buyu.

warisan-warisan tersebut memiliki


nilai filosofis dan kegunaan untuk
kelestarian tradisi itu sendiri dan
juga sebagai gagasan atau ide yang
digunakan oleh masyarakat desa
dalam kehidupan bermasyarakat.
TIGA RANGKAIAN BESEMAH
/62
SUKU LAUT DARI DESA BERAKIT

Kekayaan Indonesia berupa tradisi, suku, bahasa, dan warisan


nenek moyang yang telah ada sejak dulu masih dilestarikan,
tidak terkecuali di desa-desa. Warisan-warisan tersebut
memiliki nilai filosofis dan kegunaan untuk kelestarian tradisi
itu sendiri dan juga sebagai gagasan atau ide yang digunakan
oleh masyarakat desa dalam kehidupan bermasyarakat. Ada
nilai-nilai tradisi yang mengedepankan kegotong-royongan,
pelestarian, estetika, dan masih banyak lagi.

ketika mempelai laki-laki akan


memasuki area pernikan, ada
hadangan berupa kain yang
dilintangkan oleh mak inang
sebagai penghalang dari pihak
mempelai perempuan.
Buka Tali Lawe dan Tebus Kipas merupakan salah satu budaya
yang ada di Desa Berakit yang berupa tradisi pernikahan
Melayu dengan kearifan lokal. Teknis pelaksanaannya adalah
ketika mempelai laki-laki akan memasuki area pernikahan,
ada hadangan berupa kain yang dilintangkan oleh mak
SEDEKAH BUMI
/63

inang sebagai penghalang dari pihak mempelai perempuan. Pihak mempelai


Perempuan kemudian menyiapkan pemantun dan beras kunyit yang dilemparkan
pada saat menyambut mempelai laki-laki. Pihak mempelai laki-laki juga
menyiapkan pemantun dan uang tebusan untuk membuka tali lawe sebagai
halangan. Dari kedua pihak tersebut kemudian berbalas pantun sampai tercapai
kesepakatan untuk membuka tali lawe. Setelah tali lawe dibuka, pihak laki-laki
mempersembahkan gerakan silat yang diiringi oleh gong dan gendang.

uang tebusan diberikan


Mak Inang dari pihak laki-
laki untuk bisa membuka
kipas yang menutupi wajah
mempelai Perempuan.

Tebus kipas dalam pelaksanaannya dilakukan ketika mempelai laki-laki ingin


bersanding di pelaminan bersama mempelai Perempuan. Teknis pelaksanaannya
dari tebus kipas ini adalah setelah mempelai laki-laki mempersembahkan gerakan
silat tadi, kemudian pihak laki-laki dipersilahkan menuju pelaminan. Oleh Mak
Inang dari pihak perempuan, wajah mempelai perempuan kemudian ditutupi
dengan kipas agar tidak terlihat oleh mempelai laki-laki. Berbalas pantun
dilakukan lagi oleh kedua belah pihak untuk membuka kembali kipas yang
menutupi wajah mempelai perempuan. Uang tebusan diberikan Mak Inang dari
TIGA RANGKAIAN BESEMAH
/64
SUKU LAUT DARI DESA BERAKIT

pihak laki-laki untuk bisa membuka kipas yang menutupi wajah mempelai
Perempuan. Ketika kesepakatan didapatkan oleh pihak laki-laki, maka dia bisa
duduk di pelaminan bersama dengan mempelai perempuan yang dilanjutkan
dengan tepuk tepung tawar sebagai pertanda pemberian restu oleh kedua
belah pihak.

Selain Buka Tali Lawe dan Tebus Kipas, Desa Berakit juga terkenal dengan
permainan gasingnya. Jika mainan gasing di daerah lain digunakan sebagai
permainan untuk menghibur diri, di Desa Berakit gasing diaplikasikan sebagai
tradisi yang memiliki makna dan nilai tersendiri. Permainan gasing tidak
hanya digunakan untuk melatih fisik namun juga konsentrasi pemiliknya.
Permainan gasing di Desa Berakit memiliki nilai-nilai luhur dalam masyarakat
seperti kebersamaan, kejujuran, sportivitas, dan nilai positif lainnya. Gasing
diibaratkan seperti hidup manusia, dia terus berputar dan akan berhenti
yang melambangkan ajalnya. Dalam perputaran gasing kehidupan tersebut,
manusia harus mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan untuk
mencari rezeki. Dalam permainan gasing terdapat pemangkahan yang
melambangkan permasalahan hidup yang datang dari Tuhan dan merupakan
ujian. Dengan begitu manusia dituntut untuk selalu bersabar dan bijaksana
dalam menjalaninya.

Besemah Suku Laut menjadi tradisi yang masih bertahan hingga sekarang.
Tradisi dilakukan dengan penyerahan sesaji lewat medium tempurung kelapa
yang dihanyutkan ke laut atau sungai sehingga terbawa ke arus laut lepas.
Besemah Suku Laut pada prakteknya memiliki kemiripan dengan sedekah
SEDEKAH BUMI
/65

bumi. Jika sedekah bumi dilaksanakan di darat, maka Besemah Suku


Laut dilaksanakan di laut dikarenakan lingkungan Desa Berakit yang
berbatasan langsung dengan laut. Dalam tradisi ini, masyarakat
menyiapkan sesaji yang nantinya dilepaskan di laut. Sesaji yang
sudah disiapkan oleh masyarakat ditempatkan di dalam wadah
tempurung kelapa atau perahu kecil berupa jong dan dihanyutkan
di laut atau sungai yang mengarah ke laut. Sesaji yang diletakkan
di dalam tempurung berisi pulut putih, telur, rokok gulung daun,
daun nipah, sirih, bakek, buah pinang, kapur, kemenyan, serta daun
pisang. Rangkaian besemah dibagi menjadi tiga dengan makna
masing-masing. Semah meminta sesuatu yang baik memiliki isi sesaji
tersendiri. Isi sesaji yang harus disiapkan adalah daun nipah, pulut
putih, pulut kuning, 2 butir telur yang sudah matang, daun sirih,
buah pinang, bakek, kemenyan, kapur, dan daun pisang. Misal ada
keluarga yang sakit, keluarga tersebut pergi ke tabib kampung untuk
mengobati sakitnya dengan ramuan-ramuan. Penyakit itu juga harus
dibuang oleh tabib kampung supaya keluarga diberi kesehatan lewat
ritual semah.

Semah meminta yang jahat memiliki isi sesaji seperti beras putih,
beras kuning, beras hitam, beras hijau, sirih yang sudah dilengkapi
kapur, gambir, dan buah pinang sebanyak 4 butir, dan telur mentah
sebanyak 4 butir. Misal jika ada warga yang memiliki rasa tidak suka
dengan warga lain, maka semah tersebut dilakukan untuk mencelakai
TIGA RANGKAIAN BESEMAH
/66
SUKU LAUT DARI DESA BERAKIT

dalam tradisi ini, masyarakat menyiapkan


sesaji yang nantinya dilepaskan di laut.
pihak yang tidak disukai tadi. Semah pelihara kampung atau
merawat laut juga memiliki isi sesaji sendiri dengan isi rokok
gulung daun, pisang matang berwarna hijau, bakek, buah
pinang, sirih, kapur, pulut kuning, pulut putih, dan arak putih.
Besemah Suku Laut masih dilakukan sampai sekarang dengan
waktu pelaksanaan pada akhir dan awal tahun. Tradisi Besemah
Suku Laut dipimpin oleh bomoh kampung (ahli spiritual)
suku laut. Tradisi ini umumnya dilakukan pada saat suku laut
memiliki hajat atau permohonan tertentu kepada yang ghaib
menurut kepercayaan mereka mengingat suku ini masih
mengamalkan kepercayaan dan adat istiadat mereka.

Mengenai isu tentang air, Suku Laut sangat erat kaitannya


dengan air karena kehidupan paling fundamental dari Suku
Laut—yaitu mencari makan—bersumber pada hasil laut. Mereka
melaut dengan menggunakan alat-alat tangkap sederhana
seperti jaring, pancing, dan perahu. Bisa saja mereka mencari
ikan dengan berjalan kaki saat Pantai sedang surut. Penggunaan
local genius juga dilakukan oleh masyarakat suku laut untuk
bertahan hidup dan menilai kondisi lingkungan alam. Ada 4
SEDEKAH BUMI
/67

hewan yang diagungkan oleh Suku Laut yaitu anjing, ayam, monyet,
dan ikan serindit. Untuk pasang dan surut berpatokan pada ayam
karena waktu berkokoknya ayam menandakan jam waktu pasang dan
surut, yaitu pada pagi dan malam hari. Anjing digunakan oleh suku
laut untuk berburu di daratan karena tidak selamanya mereka berlayar
di laut. Monyet dijadikan panduan untuk memberitahu makanan

tradisi ini umumnya dilakukan pada saat


suku laut memiliki hajat atau permohonan
tertentu kepada yang ghaib menurut
kepercayaan mereka
mana yang boleh dikonsumsi atau tidak. Monyet juga memiliki peran
penting dalam proses kelahiran bayi Suku Laut. Dahulu sebelum
adanya ilmu medis sekarang, Suku Laut menerapkan satu lahir dan
satu mati, yaitu ketika bayi lahir maka si Ibu akan meninggal karena
perutnya dibelah untuk mengeluarkan si Bayi. Dengan belajar proses
kelahiran dari monyet maka konsep satu lahir satu mati sudah tidak
ada lagi. Burung serindit memiliki peranan untuk menandakan cuaca
atau bahaya dengan bunyi. Hewan ini dipelihara diperahu sampan
hanya muat untuk 4 kepala. Bisa dipelihara 4 atau 1.
TIGA RANGKAIAN BESEMAH
/68
SUKU LAUT DARI DESA BERAKIT

Interaksi masyarakat dengan laut sangat erat sekali dengan air, khususnya
laut (untuk mencari makanan SDA laut). Ada wilayah tertentu di laut yang
disakralkan oleh suku laut dan harus beradab, yaitu Pulau Nyiri. Ada sesuatu
hal yang dipantangkan di pulau tersebut karena mereka mempercayai adanya
penghuni yang tidak bisa dilihat (sosok makhluk ghaib). Pantangan tersebut
adalah boleh bermain tetapi tidak mengeluarkan suara yang keras dan buang
hajat sembarangan. Ada kejadian supranatural di luar dugaan saat membawa
crew shooting di pulau tersebut. Saat ingin menaiki perahu, tinggal salah satu
langkah lagi untuk bisa naik ke perahu, pak Abdullah (Daya Desa Berakit) merasa
kakinya ada yang menusuk. Setelah dicek, ternyata tertusuk ikan batu yang
mempunyai racun. Meski terkena racun, orang yang tertusuk tersebut tidak boleh
heboh karena dianggap mengganggu penghuni gaib pulau itu. Bahkan mitosnya
jika orang hamil tertusuk ikan batu di perairan pulau ini, maka sakitnya akan
bertambah sepuluh kali lipat.

***
SEDEKAH BEDUSUN:
WARISAN TRADISI DAN
MEDIA RESOLUSI KONFLIK

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BEDUSUN:
/70
WARISAN TRADISI DAN
MEDIA RESOLUSI KONFLIK

desa Bumi Ayu adalah warisan hidup


yang mengalirkan kebudayaan,
keagamaan, dan solidaritas dari masa
lalu ke masa kini, mengingatkan kita
akan kekuatan nilai-nilai bersama
dalam masyarakat.
Desa Bumi Ayu merupakan desa yang terletak di Kabupaten Penukal Abab
Lematang Hilir, Sumatera Selatan. Desa Bumi Ayu menjadi salah satu desa yang
ikut dalam diskusi kelompok terpumpun Sedekah Bumi yang dilaksanakan di
Lombok pada tanggal 7-10 Agustus 2023 dengan Daya Desa sebagai delegasi.
Desa Bumi Ayu juga merupakan desa yang masuk dalam program pemajuan
kebudayaan desa direktorat pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan melalui
pemberdayaan masyarakat.

Dari sebaran informasi yang bisa diperoleh lewat internet, Desa Bumi Ayu dikenal
dengan situs peninggalan Candi Bumi Ayu yang menjadi bukti kejayaan agama
Hindu di Sumatera Selatan. Peninggalan sejarah ini pertama kali ditemukan oleh
orang Belanda bernama Tombrink pada tahun 1864 di pesisir Sungai Lematang
dan dikenal sebagai Candi Kadebok Udang. Dari bentuknya, situs ini mendapat
SEDEKAH BUMI
/71

pengaruh agama Hindu pada abad ke-9 Masehi. Hal ini dikaitkan
dengan kegiatan perdagangan mengingat saat itu Sumatera menjadi
salah satu titik dari jalur perdagangan internasional yang dilalui oleh
kapal-kapal dagang baik lokal ataupun luar. Selain candi, terdapat
pula beberapa arca di sekitar situs komplek candi yang memiliki
kekhasan tersendiri dengan corak Hindu.

Di samping adanya keberadaan candi, terdapat sumber mata air Ayek


Corot. Sumber mata air ini dianggap suci bagi pemeluk agama Hindu
dan yang ingin bersembahyang di candi. Setiap kali kunjungan, maka
peziarah akan mengambil air ini sebagai media penyucian diri. Setiap
acara perayaan umat Hindu, ritual digelar berdekatan dengan sumber
mata air Ayek Corot sebagai bentuk rasa syukur. Pemanfaatan sumber
mata air ini tidak hanya dimanfaatkan oleh para peziarah, namun juga
warga lokal untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, minum, dan
mencuci. Air tersebut tidak pernah kering dan warga menganggap
air ini memiliki khasiat awet muda dan jadi media pengobatan orang
sakit.

Tidak hanya Candi Bumi Ayu saja yang menjadi bentuk kebudayaan
unggulan dan menjadi peninggalan Kerajaan hindu di Desa Bumi Ayu.
Beberapa tradisi atau kebiasaan masyarakat Bumi Ayu masih lestari
hingga sekarang, diantaranya Aksara Ka Ga Nga, Tari Dundang,
dan Sedekah Bedusun. Tradisi tersebut menjadi cerminan diri dan
SEDEKAH BEDUSUN:
/72
WARISAN TRADISI DAN
MEDIA RESOLUSI KONFLIK

identitas bagi masyarakat Desa Bumi Ayu.

naskah Ka Ga Nga sangat berarti


karena berisi tentang ide, gagasan,
dan pengetahuan alam semesta
menurut sudut pandang budaya
masyarakat Sumatera
Aksara Ka Ga Nga tergolong menjadi manuskrip kuno dan
menjadi kekayaan intelektual khususnya dalam karya tulis
masa lalu di Sumatera Selatan. Isi naskah Ka Ga Nga merupakan
sumber informasi kebudayaan daerah masa lampau. Naskah
Ka Ga Nga sangat berarti karena berisi tentang ide, gagasan,
dan pengetahuan alam semesta menurut sudut pandang
budaya masyarakat Sumatera Selatan. Di dalamnya terdapat
ajaran moral, filsafat lokal, keagamaan dan unsur lain yang
mengandung nilai yang luhur. Penyebaran aksara Ka Ga Nga
banyak terdapat di daerah Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan,
dan Lampung. Aksara ini banyak ditulis di medium bambu,
tanduk kerbau, dan batang lontar, bahkan di masa sekarang ini,
SEDEKAH BUMI
/73

aksara tersebut banyak ditulis di dinding dan plang sebagai penanda


dan penerjemah suatu nama jalan atau daerah dari Bahasa Indonesia
Selain aksara, tari-tarian juga menjadi bentuk kekayaan kebudayaan
suatu daerah.

Dalam tari-tarian biasanya ada makna


tersendiri dalam menyikapi suatu
fenomena sosial dan budaya pada
masyarakat yang bersangkutan. Tarian
tidak hanya memiliki nilai estetis yang
bisa dinikmati oleh panca indera namun
juga memiliki nilai-nilai filosofis
Tari Dundang adalah tarian yang dilestarikan di daerah Sumatera
Selatan termasuk Desa Bumi Ayu. Tar
i digunakan untuk menyambut raja atau pemimpin besar pada zaman
dahulu. Bercerita tentang seorang putri dari raja yang meminta
bantuan karena diculik oleh seorang pangeran dari Kerajaan
seberang, tarian ini terinspirasi dari gerakan burung, aktivitas
sehari-hari warga, latar alamnya dan cerita rakyat yang hidup di
SEDEKAH BEDUSUN:
/74
WARISAN TRADISI DAN
MEDIA RESOLUSI KONFLIK

sana. Tarian ini memiliki nilai filosofis dalam gerakannya


di antara gemulai tangan yang menirukan gerakan burung
dundang, gerakan mendayung yang mencerminkan letak desa
yang berada di pinggiran Sungai Lematang, gerakan menenun
menggambarkan orang sedang menenun kain tabak yaitu kain
khas daerah Sumatera Selatan, gerakan seperti memetik kapas
melambangkan cerita masa lalu bahwa masyarakat banyak yang
berkebun dan menuai kapas, dan gerakan tabur bunga untuk
menyambut raja. Tari Dundang diiringi oleh musik gamelan.
Musik gamelan melambangkan kegembiraan dan rasa syukur
atas kesejahteraan. Penari Dundang akan memasuki panggung
secara beriringan satu baris sembari diiringi oleh musik.

naskah Ka Ga Nga sangat berarti


karena berisi tentang ide, gagasan,
dan pengetahuan alam semesta
menurut sudut pandang budaya
masyarakat Sumatera
Tradisi Sedekah Bedusun merupakan tradisi yang berasal dari
Desa Bumi Ayu yang masih Lestari hingga sekarang. Tradisi
SEDEKAH BUMI
/75

selain itu, tradisi tersebut menjadi


pengingat kembali akan leluhur dan
mempererat jalinan silaturahmi antar
warga.
ini melambangkan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan yang telah
memberikan rezeki dan menjauhkan warga dari marabahaya di dalam
desa. Selain itu, tradisi tersebut menjadi pengingat kembali akan
leluhur dan mempererat jalinan silaturahmi antar warga. Tradisi
Sedekah Bedusun memiliki 4 tujuan, yaitu melestarikan budaya dan
kearifan lokal yang ada di Desa Bumi Ayu, membangun partisipasi
masyarakat desa dalam kegiatan kebudayaan supaya terjaga sampai
bertahun-tahun, membangun nilai gotong royong, kepedulian,
dan saling tolong menolong, dan sebagai sarana edukasi dalam
menumbuhkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap
potensi budaya desa. Sebelum dilaksanakannya tradisi sedekah
Bedusun, ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu penggandengan
atau sosialisasi para pemangku kepentingan kampung supaya tradisi
ini bisa terselenggara, pembersihan makam puyang sebagai bentuk
izin masyarakat desa meminta kelancaran kepada leluhur agar
kegiatan ini berjalan dengan baik, melakukan persiapan pelaksanaan
kegiatan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat desa dengan
SEDEKAH BEDUSUN:
/76
WARISAN TRADISI DAN
MEDIA RESOLUSI KONFLIK

perannya masing-masing. Tradisi ini selalu dilaksanakan pada


tanggal 1 Muharram penanggalan islam.
Tradisi Sedekah Bedusun dimulai dengan acara doa bersama
untuk meminta keberkahan dan dijauhkan dari segala musibah
dan mendoakan para leluhur pendiri Desa Bumi Ayu (Kerajaan
Kebon Udang) yang dipimpin oleh tokoh agama dan pemangku
adat. Puncak dari tradisi ini adalah makan bersama menikmati
hasil gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat guna
mengeratkan tali silaturahmi antar individu baik masyarakat
desa ataupun pemangku kepentingan desa. Kemudian diakhiri
dengan melakukan ziarah bersama ke makam Tuan Rijal
(Puyang Seberang) untuk mengenalkan kepada masyarakat
dan menegaskan bahwa beliau adalah penyebar agama islam
pertama di pesisir Sungai Lematang. Tradisi ini identik dengan
penyembelihan kambing untuk disantap bersama-sama.
Semarak pesta adat dapat dijumpai dalam tradisi ini karena
partisipasi warga yang meriah dan suka cita tergambarkan
dalam ekspresi warga. Doa-doa dilantunkan untuk mencapai
tujuan dari sedekah bedusun ini oleh pemangku adat atau tokoh
agama.

Air memiliki fungsi vital dalam tradisi Sedekah Bedusun.


Terdapat prosesi dalam Sedekah Bedusun yang menggunakan
air sebagai media pembersihan desa yang disebut dengan
SEDEKAH BUMI
/77

melangir. Dalam prosesi tersebut air yang dibawa oleh tetua adat atau tokoh
agama didoakan pada 2 hari sebelum tradisi Sedekah Bedusun dilakukan.
Kemudian pada hari tradisi dilaksanakan, air tersebut ditaburkan di
seluruh kampung dengan harapan untuk membersihkan atau mensucikan
kampung yg kotor dan pagar untuk tolak bala. Sayangnya tradisi ini sedikit
tertutup sehingga informasi mengenai proses pembacaan doa tidak bisa
terdokumentasikan.

dalam prosesi tersebut air yang dibawa


oleh tetua adat atau tokoh agama
didoakan pada 2 hari sebelum tradisi
Ibu-ibu (Perempuan) memiliki peran menyiapkan konsumsi dalam tradisi
Sedekah Bedusun. Mereka mengurus segala bentuk konsumsi, bahkan
bentuk makanan yang akan disajikan dibuat ibu-ibu dalam kekuasaan
penuh. Makanan yang biasanya diolah adalah makanan olahan daging
kambing karena acara Sedekah Bedusun identik dengan penyembelihan
kambing. Makanan yang disajikan biasanya berupa rendang dan gulai,
bersamaan dengan makanan pendamping lainnya seperti dodol dan
lemang. Bahan-bahan yang digunakan antara lain adalah rempah, ketan
untuk lemang, srundeng dari kelapa, daun pisang untuk wadah lemang.
SEDEKAH BEDUSUN:
/78
WARISAN TRADISI DAN
MEDIA RESOLUSI KONFLIK

Sedekah Bedusun tidak hanya digunakan sebagai media


untuk silaturahmi dan tolak bala tetapi juga digunakan untuk
mengangkat isu masyarakat. Pada tahun 2021, terdapat
perpecahan masyarakat menjadi 2 kelompok karena adanya
politik di desa yaitu pemilihan ketua desa. Kelompok tersebut
tidak pernah berbaur antara satu sama yang lain dan saling
tak acuh. Penyelenggaraan Sedekah Bedusun menjadi sarana
mediasi terjalinnya kembali tali silaturahmi antara kedua
kelompok tersebut. Yang dilakukan oleh masyarakat ketika
Sedekah Bedusun adalah mengedukasi dua kelompok tersebut
untuk saling menggugurkan ego dan meleburkan masyarakat
menjadi satu kembali. Masyarakat juga membuat 2000 batang
lemang sebagai cara untuk membuat masyarakat kembali
bekerja sama dan menggugurkan ego.

***
MA’ACIA DAN EVALUASI
TAHUNAN KEHIDUPAN
ETNIS BURANGASI

SEDEKAH BUMI 2023


MA’ACIA DAN EVALUASI TAHUNAN
/80
KEHIDUPAN ETNIS BURANGASI

desa Burangasi adalah sebuah cermin


budaya yang terpancar dari masa
lalu, diabadikan oleh tradisi Ma’acia
yang memadukan syukur, seni, dan
spiritualitas dalam sebuah perayaan
yang menggugah hati.
Desa Burangasi menjadi salah satu desa rumpun etnis Burangasi yang memiliki kekayaan
budaya yang masih kental hingga sekarang. Burangasi berkaitan erat dengan Sejarah
Buton dalam awal masuk dan penyebaran agama Islam di tanah Buton melalui ulama
besar Syekh Abdul Wahid. Di samping jejak historis agama Islam, Tanah Burangasi juga
memiliki budaya, hukum adat, bermacam ritual dan tradisi gotong-royong yang masih
terpupuk dengan baik hingga sekarang. Pengenalan budaya supaya dikenal luas oleh
masyarakatnya tersebut diinisiasi oleh kelompok Komunitas Jelajah Budaya Burangasi.
Mereka mengawal dan menggerakan kembali budaya Burangasi dengan disesuaikan
perkembangan zaman tanpa kehilangan hal-hal esensialnya. Misalnya dengan melakukan
ekspos potensi budaya melalui ranah media sosial dan mengikuti lomba Cerita Budaya
Desaku, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud.

Dalam proses pengenalan budaya tersebut, pihak BPNB (Badan Pelestarian Nilai Budaya)
tertarik untuk meneliti lebih dalam terkait budaya Burangasi. Dipandu oleh penggiat
budaya Kemendikbud, Desa Burangasi diusulkan sebagai salah satu desa pemajuan
kebudayaan. Ada perubahan drastis setelah masuknya program desa pemajuan kebudayaan.
SEDEKAH BUMI
/81

Masyarakat Burangasi merasa semakin bangga dan tertantang untuk


mengembangkan dan melestarikan budayanya. Semua elemen masyarakat
termasuk tetua adat, pemerintah desa, komunitas, anak-anak muda, dan
perempuan bergotong-royong untuk memajukan kebudayaan masyarakat

tradisi ini sudah memiliki sertifikat


Pencatatan Inventarisasi Kekayaan
Intelektual Komunal Ekspresi Budaya
Tradisional dari Kemenkumham.
dan menyukseskan program desa pemajuan kebudayaan dari Ditjen
Kebudayaan.

Tradisi Ma’acia adalah salah satu tradisi yang ada di Desa Burangasi yang
memiliki makna sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta
atas hasil panen selama setahun. Tradisi ini sudah memiliki sertifikat
Pencatatan Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal Ekspresi Budaya
Tradisional dari Kemenkumham. Tradisi ini adalah ritual adat yang
sakral dalam proses ritualnya dan masih dipertahankan hingga sekarang.
Masyarakat Burangasi percaya bahwa tradisi ini bisa mendatangkan
karunia dari Tuhan, namun sebaliknya jika tidak dilaksanakan maka
dipercaya dapat mendatangkan kesulitan bagi masyarakat Burangasi.
MA’ACIA DAN EVALUASI TAHUNAN
/82
KEHIDUPAN ETNIS BURANGASI

Pelaksanaannya dilakukan pada bulan Oktober di Baruga Iwawo, yaitu


rumah adat khusus tempat pelaksanaan tradisi Ma’acia. Tradisi ini
dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam. Terdapat beberapa prosesi
dan kesenian dalam tradisi Ma’acia ini. Tradisi ini dimulai dengan
prosesi Tauano Ganda di hari pertama, yaitu proses penggantungan

syair tersebut berisi tentang kisah kehidupan


manusia dari bayi hingga dewasa dengan latar
belakang kemarau panjang dalam kehidupan
leluhur masyarakat Burangasi.
gendang di Baruga Iwawo sebagai awal dimulainya proses tradisi
Ma’acia. Setelah prosesi Tauano Ganda selesai, dilanjutkan dengan
Batanda atau pelantunan syair-syair yang dinyanyikan. Syair tersebut
berisi tentang kisah kehidupan manusia dari bayi hingga dewasa
dengan latar belakang kemarau panjang dalam kehidupan leluhur
masyarakat Burangasi. Musibah kekeringan dan kelaparan dulu
pernah melanda sehingga leluhur Burangasi berdoa dalam lantunan
syair Batanda agar diturunkan rahmat hujan, diberikan umur panjang,
dan dimurahkan rezekinya.
SEDEKAH BUMI
/83

prosesi Batanda dan tarian Cungka


terus dilakukan hingga malam
keenam

Pelantunan syair Batanda diiringi oleh tarian Cungka yaitu tari


tradisional yang dimainkan oleh satu orang atau lebih menggunakan
selendang, setiap malam sampai proses tradisi Ma’acia selesai.
Tarian Cungka memiliki makna yang sama dengan syair Batanda dan
dilaksanakan di rumah adat Baruga Topo dan Baruga Iwawo. Prosesi
Batanda dan tarian Cungka terus dilakukan hingga malam keenam
dibarengi dengan prosesi Pikabacua yaitu bakar batu atau bakar
santa yaitu sejenis umbi-umbian menggunakan media batu di rumah
Parabela sebagai pemimpin adat dan tatanan adat Burangasi, Moji
sebagai pelaksana ritual adat dan agama, dan Waci sebagai pembantu
moji dan parabela. Sebelum itu, dilakukan prosesi Wuwuriano Sampe
yaitu ritual penyerahan santa di rumah Kolaki sebagai pemimpin
wilayah adat, utusan perwakilan Kesultanan Buton selama satu malam.

Memasuki hari ketujuh yaitu acara puncak tradisi Ma’acia yang dihadiri
oleh masyarakat Burangasi. Dimulai dengan prosesi Batanda kembali
yang dilakukan oleh dua orang Moji dengan iringan tarian Cungka
MA’ACIA DAN EVALUASI TAHUNAN
/84
KEHIDUPAN ETNIS BURANGASI

sambal menunggu kedatangan Parabela. Setelah Parabela datang, dilakukan prosesi


Pokacu, yaitu diskusi untuk penjemputan Kolaki (pemimpin wilayah adat). Penjemputan
dilakukan oleh Waci dengan pakaian adat kebesaran dan didampingi oleh Parabela, Moji,
dan Waci dan disambut dengan tarian Batanda khusus untuk Kolaki.

doa sakral dan sumpah adat yang


dibacakan berupa sastra lisan
berbentuk kalimat bebas berisi doa,
janji, dan sumpah, terkadang juga
kutukan (hal buruk).
Proses selanjutnya adalah Pisuka’a atau ritual sedekah alam dengan membawa sesaji
berupa hasil kebun yang diperoleh. Ritual ini dilakukan oleh Moji di Benteng Liwu dan
di Baruga Iwawo. Makna dari ritual ini adalah sebagai ungkapan syukur terhadap alam
dan Sang Pencipta atas hasil panen yang diperoleh selama satu tahun. Setelah proses
Pisuka’a, kemudian dilakukan Pisampela, ritual pembasuhan tiang tunggal penyangga
Baruga Iwawo dan dilanjutkan dengan Posambua yaitu saling bertukar santa dan ketupat
yang dilakukan oleh sesama perangkat adat sebagai wujud saling mengasihi antar rakyat
dan pemimpin. Setelah semua proses selesai, doa-doa sakral dan sumpah adat kemudian
dipanjatkan dan tidak boleh dilanggar oleh Moji dalam prosesi Batata. Doa sakral dan
sumpah adat yang dibacakan berupa sastra lisan berbentuk kalimat bebas berisi doa, janji,
SEDEKAH BUMI
/85

dan sumpah, terkadang juga kutukan (hal buruk). Batata menjadi media
komunikasi spiritual antara manusia dengan Tuhan. Batata juga bisa menjadi
kontrol sosial untuk mencegah terjadinya kejahatan di masyarakat, menjadi
media pendidikan moral dan karakter untuk mengontrol diri dan menjauhi
perbuatan buruk.

acara ditutup dengan seni hiburan


rakyat yaitu tari Mangaru, tari
Pangibi, dan manca atau silat seni
beladiri tradisional turun temurun
yang diperagakan oleh perempuan
dan laki-laki.

Batata telah selesai, kemudian dilanjutkan dengan makan besar sebagai


bentuk rasa syukur atas hasil panen dengan menu yang telah dihidangkan
di atas talam. Semua tamu yang datang dijamu dengan suguhan makanan
tradisional yang berasal dari kebun hasil panen. Tidak lupa memanjatkan doa
selamat yang diwariskan oleh Syekh Abdul Wahid yang dipimpin oleh Moji
dengan harapan umur panjang, dimudahkan rezeki, dan kesehatan supaya
bisa bertemu di prosesi Ma’acia di tahun selanjutnya. Syair-syair dalam
MA’ACIA DAN EVALUASI TAHUNAN
/86
KEHIDUPAN ETNIS BURANGASI

Batanda dilantunkan kembali dengan diiringi oleh Tari Mangaru yang


dimulai oleh Parabela dan Kolaki, dilanjutkan dengan tari Cungka
kembali yang dilakukan oleh istri-istri perangkat adat dan tamu yang
datang dan setelah itu istirahat. Seluruh tari-tarian yang dilakukan di
Desa Burangasi dominan dilakukan oleh para perempuan.

Proses panjang belum selesai, masyarakat Burangasi dan perangkat


adat beranjak dari Baruga Iwawo menuju rumah adat Ka’anantowa
untuk melakukan musyawarah adat yang berisi evaluasi menyeluruh
tentang siapa yang berulah dan dikenakan sanksi adat. Setelah
musyawarah selesai, acara ditutup dengan seni hiburan rakyat
yaitu tari Mangaru, tari Pangibi, dan manca atau silat seni beladiri
tradisional turun temurun yang diperagakan oleh perempuan dan
laki-laki.

***
FKPM, SEDEKAH BUMI, DAN
KONSOLIDASI SOSIAL-BUDAYA
WARGA KEDUNGASEM

SEDEKAH BUMI 2023


FKPM, SEDEKAH BUMI, DAN
/88
KONSOLIDASI SOSIAL-BUDAYA
WARGA KEDUNGASEM

desa Kedungasem adalah cermin


kehidupan pedesaan yang penuh
dengan karya keras petani, dinamika
pasar, dan kekayaan budaya yang
meriah, diwarnai oleh tradisi sedekah
bumi yang menguatkan rasa persatuan
dalam masyarakat.
Desa Kedungasem merupakan salah satu desa yang berada di Kabupaten Rembang
dan terletak di Kecamatan Sumber. Desa Kedungasem berbatasan dengan Desa
Sidomulyo, Desa Megulung, Desa Bogorejo, dan Desa Wiroto. Ada 3 dukuh yang
ada di Desa Kedungasem yaitu, Dukuh Kedungasem dengan 6 RW, Dukuh Ngaglik
dengan 4 RW, dan Dukuh Kedungwatu 6 RW. Jarak dari ketiga dukuh tersebut
tidak begitu jauh. Asal-muasal nama Kedungasem sendiri berasal dari nama
kedung yang berarti tali dan asem. Konon dahulu ada tali panjang yang mengitari
pohon asem di wilayah tersebut yang tidak bisa dilewati oleh warga sehingga
wilayah tersebut diberi nama Kedungasem. Mbah Demang Poro Welang kemudian
hadir untuk membuat jembatan sehingga warga bisa melewati daerah tersebut.
Mbah Demang Poro Welang menjadi tokoh yang menemukan Desa Kedungasem
dan dimuliakan oleh warga dengan adanya punden untuk menghormati jasanya
dalam mencetuskan Desa Kedungasem.
SEDEKAH BUMI
/89

masa panen tumbuhan


tembakau bisa dilihat dari ciri
fisiknya.
Mayoritas dari warga Kedungasem adalah petani dan pedagang. Jenis pertanian
yang ditanam petani adalah padi dan tembakau. Masa panen padi bisa dilakukan
hingga dua kali di Kedungasem dengan masa tanam dilakukan pada bulan
Oktober sampai Desember dan Maret sampai Mei, tergantung dari musim yang
terjadi di desa. Proses penanaman padi tersebut dimulai dengan mengolah tanah
supaya lebih gembur dengan menggunakan traktor atau sapi dan pemupukan
menggunakan pupuk kompos ataupun kotoran sapi. Pembagian tugas dilakukan
oleh perempuan dan laki-laki. Pengolahan tanah biasanya dilakukan oleh laki-laki,
sedangkan menanam dilakukan oleh Perempuan. Dalam masa panen pertanian
padi, biasanya pada panen kedua bisa lebih cepat karena bekas tanah pada panen
pertama yang masih gembur sehingga bisa lebih cepat. Dalam masa peralihan
musim penghujan yang biasanya dimanfaatkan untuk menanam padi ke musim
kemarau, lahan pertanian ditanami dengan tanaman tembakau. Tumbuhan
tembakau memiliki masa tanam selama 3 bulan dan bisa langsung dipanen setelah
itu. Masa panen tumbuhan tembakau bisa dilihat dari ciri fisiknya. Jika daun
sudah melebar, menebal, dan memiliki karakteristik yang lengket, maka tembakau
bisa dipanen. Perlu kehati-hatian dan kecermatan ekstra ketika akan menanam
tembakau karena ketahanan tumbuhan tersebut rendah. Jika ditanam di lahan
FKPM, SEDEKAH BUMI, DAN
/90
KONSOLIDASI SOSIAL-BUDAYA
WARGA KEDUNGASEM

yang terlalu basah dan terlalu kering, tumbuhan tersebut


bisa mati. Untuk menyiasati keadaan tersebut, maka petani
melakukan penyiraman di malam hari karena pada malam hari,
kondisi tanah tidak terlalu kering dan basah.

Sistem irigasi lahan pertanian


memanfaatkan embung yang
dibuat warga untuk mengairi
tanah. Embung tersebut
difungsikan untuk menampung
air dan menjadi sumber air
Sistem irigasi lahan pertanian memanfaatkan embung
yang dibuat warga untuk mengairi tanah. Embung tersebut
difungsikan untuk menampung air dan menjadi sumber air
cadangan selain sumur yang ada di dekat sawah. Proses bertani
dilakukan di lahan milik warga dan lahan lelang yang dimiliki
oleh pemerintah desa. Lahan lelang tersebut dimaksudkan
untuk digunakan oleh warga untuk bertani setelah sebelumnya
membayar sejumlah uang yang telah disepakati pada proses
pelelangan. Para pemenang lelang bisa menggarap tanah
SEDEKAH BUMI
/91

tersebut dengan jangka waktu 5 tahun setelah kesepakatan tersebut. Ketika masa
penggunaan lahan lelang telah berakhir, diadakan proses lelang berikutnya. Luas
dari tanah lelang sudah dipetakan oleh pemerintah desa dan berada di satu titik
dan tidak menyebar ke seluruh desa.

Pekerjaan lain yang dilakukan oleh warga adalah dengan berdagang di Pasar
Kedungasem dan miyang atau melaut. Pasar tersebut hanya buka 3 hari seminggu,
yaitu pada hari senin, rabu, dan sabtu. Warga mengusulkan untuk membuka pasar
setiap hari dengan waktu yang berbeda-beda (pagi, siang, atau malam) tetapi
belum ada tanggapan lebih lanjut dari pemerintah desa. Warga yang menyewa
tempat di pasar tersebut dikenakan kas dan uang sewa dengan menjual hasil
UMKM. Aktivitas melaut hanya dilakukan oleh segelintir orang dengan menjadi
anak buah kapal orang kota atau ABK karena harus mengeluarkan modal dahulu
agar bisa menjadi ABK. Durasi melaut ini berbulan-bulan bahkan hingga setahun.
Untuk bisa berangkat melaut, warga biasanya pergi menuju Pelabuhan Rembang
atau Juanda.

Event-event kreatif digelar oleh organisasi pemuda yaitu Forum Kreatif Pemuda
Majasem di Desa Kedungasem. Event tersebut antara lain adalah Gowes sepeda
dan Pasar Ramadhan. Untuk gowes sepeda sendiri diikuti oleh peserta dari dalam
dan luar desa dengan cakupan wilayah peserta dari luar kota seperti Blora, Cepu.
Tuban, Sidoarjo dan Surabaya. Total dari peserta yang datang bisa mencapai
angka 3500 peserta. Warga yang berpartisipasi dan mendukung acara tersebut
membantu dengan memberikan dana pribadi yang kemudian dikelola untuk
FKPM, SEDEKAH BUMI, DAN
/92
KONSOLIDASI SOSIAL-BUDAYA
WARGA KEDUNGASEM

mendatangkan hiburan musik. Acara tersebut juga didukung


oleh pemerintah desa dengan membantu pendanaan panitia
untuk orkes musik dengan sound dan panggung.

Event yang lain adalah Pasar Ramadhan yang digelar setiap


bulan Ramadhan. Sebelum dilaksanakannya pasar Ramadhan
tersebut, para warga berunding untuk memeriahkannya mulai
dari tokoh yang dituakan sampai perwakilan pemerintah desa.
Pemuda membuka pasar yang bisa diisi oleh warga untuk
menjualbelikan barang atau makanan di pasar tersebut dengan
membayar hanya Rp2000 saja. Pasar Ramadhan ini sudah
digelar sejak dua tahun terakhir. Pengunjung Pasar ramadhan
ramai sekali membeli dagangan sehingga perputaran ekonomi
berjalan dan warga tertolong dengan adanya pasar Ramadhan
tersebut. Pemerintah desa mendukung penuh kegiatan ini
dengan memberikan bantuan uang sebesar Rp 4.000.000. Di
luar event-event tersebut, FKPM turut membantu kegiatan-
kegiatan kemasyarakatan seperti pengelolaan lapangan futsal
yang ada di desa dan ikut andil dalam menggelar tradisi
sedekah bumi.

Tradisi Sedekah Bumi sendiri merupakan suatu perwujudan


rasa syukur masyarakat terhadap hasil bumi yang telah
diberikan kepada manusia dari Tuhan serta tolak bala agar
SEDEKAH BUMI
/93

tidak ditimpakan bencana. Tradisi sedekah bumi menjadi bentuk


kebudayaan paling umum yang dilakukan oleh masyarakat Jawa
hingga luar Jawa (menggunakan istilah kedaerahan masing-
masing) dengan mempraktikan penyerahan sesajen dan juga

Warga juga membawa nasi


berkat untuk ditukarkan dan
dibagikan kepada yang lain. Ada
dua penari yang disiapkan dan
gamelan sebagai pengiring setelah
pembacaan doa selesai. Kondangan
dilakukan dari pukul tujuh hingga
Sembilan pagi. Setelah pembacaan
doa dilakukan, masyarakat pulang
ke kediaman masing-masing untuk
dilanjutkan pada pukul empat sore
dengan hiburan ketoprak.
FKPM, SEDEKAH BUMI, DAN
/94
KONSOLIDASI SOSIAL-BUDAYA
WARGA KEDUNGASEM

pembacaan doa-doa yang dilakukan oleh ketua pelaksana tradisi di tempat-


tempat yang disakralkan atau memiliki kaitan dalam pekerjaan yang dilakukan
oleh masyarakat dan diikuti dengan hiburan-hiburan untuk mendampingi
sesuatu yang sakral. Tradisi sedekah bumi di Desa Kedungasem dilaksanakan
selama satu hari penuh dengan rangkaian acara kondangan di awal dan hiburan
ketoprak sebagai penutup. Kondangan dihadiri oleh seluruh warga desa dari
segala kalangan. Di kondangan tersebut, modin membacakan doa dengan sesaji
dan uang wajit (sukarela dari warga) sebagai media untuk berkomunikasi dengan
para leluhur.

Di kediaman masing-masing, warga menikmati makanan yang telah disiapkan


oleh ibu-ibu rumah tangga. Tradisi ini juga menjadi momentum warga untuk
bertemu dengan teman-teman lama dan sanak saudara sehingga kental sekali
suasana kekeluargaan di antara mereka. Warga juga melakukan bersih-bersih
desa dan makam sebagai bentuk nyata membersihkan desa dari marabahaya.
Setelah warga beristirahat dan melaksanakan sholat Jumat, warga Bersiap untuk
datang dan menyaksikan hiburan rakyat berupa Ketoprak yang dilaksanakan pada
pukul 4 sore hingga pukul 3 pagi. Sesajen tidak lupa untuk disiapkan dengan
makna supaya para leluhur juga menikmati hiburan ketoprak yang telah disiapkan
oleh warga.

***
BANGUN, MEMBANGUN,
TERBANGUN: PEMAKNAAN
SEDEKAH BUMI DI KETANGI

SEDEKAH BUMI 2023


BANGUN, MEMBANGUN, TERBANGUN:
/96
PEMAKNAAH SEDEKAH BUMI
DI KETANGI

desa Ketangi menghadirkan kekayaan


budaya yang berkisah tentang asal-
muasal penamaan, perjalanan
kepemimpinan, dan dinamika kehidupan
warganya, semuanya disatukan dalam
tradisi sedekah bumi yang memantik
kesadaran akan pentingnya menjaga
sumber air dan berbagi rasa syukur.
Desa Ketangi pada awalnya merupakan komunitas
pemukiman penduduk dengan jumlah jiwa sedikit yang
tersebar pada 4 pedusunan. Ada setidaknya dua versi tentang
asal-muasal penamaan Desa Ketangi. Versi pertama yang
dipercaya sebagian orang berasal dari peristiwa masuknya
maling atau pencuri ke desa tersebut pada siang hari.
Warga desa yang sedang tidur kemudian terbangun atau
dalam Bahasa Jawa disebut ‘ketangi’. Sementara versi kedua
berasal dari kepercayaan yang hidup di Desa Ketangi bahwa
siapapun yang bangun siang akan kehilangan rezekinya.
Sehingga warga sering berteriak “ketangi ketangi ketangi”
yang artinya ‘bangun, bangun, bangun.’
SEDEKAH BUMI
/97

pada masa itu, desa tidak


memiliki pemimpin karena
sebagian besar wilayah
dikuasai oleh Penjajah Jepang.
Penunjukan kepala desa pertama di Ketangi dimulai sejak era pemerintahan
Belanda. Pada masa itu Ketangi dipimpin oleh seseorang bernama Pangi yang
bertempat tinggal di Dusun Plukisan. Ia memimpin Desa Ketangi hingga akhir
hidupnya. Sepeninggal Pangi pada tahun 1942, pemerintahan dilanjutkan Latmo
Lamidin. Pada masa itu, desa tidak memiliki pemimpin karena sebagian besar
wilayah dikuasai oleh Penjajah Jepang. Baru di Tahun 1945 ketika Indonesia
merdeka, pemilihan kepala desa diadakan kembali. Orang yang terpilih yakni
bernama Soetedjo Soeri. Pada masa Kepemimpinan Soetedjo Soeri, mayoritas
rakyat menjadi petani dan buruh tani. Sejak itulah Desa Ketangi dikenal dengan
desa yang memiliki sumber daya manusia yang besar.

Desa Ketangi secara administratif berdekatan dengan Lasem sehingga menjadi


incaran tersendiri bagi para pengusaha batik di sana. Saat ini sebagian besar
buruh batik Lasem berasal dari Desa Ketangi. Tenaga ibu-ibu ini dibayar untuk
mengerjakan batik-batik milik pengusaha besar. Tidak seperti buruh pada
umumnya, mereka akan membawa kain-kain dari Lasem untuk kemudian
dikerjakan di rumah masing-masing. Proses yang dilakukan biasanya adalah
BANGUN, MEMBANGUN, TERBANGUN:
/98
PEMAKNAAH SEDEKAH BUMI
DI KETANGI

mencanting atau melukis kain dengan malam. Walaupun


sumberdaya manusia yang terampil membatik sudah ada, hingga
saat ini Ketangi belum memiliki basis produksi batiknya sendiri.
Sekitar 40% dari jumlah wanita yang ada di desa berprofesi sebagai
buruh batik. Profesi ini hanyalah sampingan dari pekerjaan utama
mereka sebagai petani. Mereka merasa bahwa bekerja sebagai
pembatik dirasa lebih fleksibel. Mereka tetap bisa berdiam di
rumah sambil mengawasi anak-anaknya dan tetap berpenghasilan
di sela-sela menunggu waktu panen.

Berbicara mengenai pabrik, Desa Ketangi masuk ke dalam wilayah


ring dua kawasan PT. Parkland World Indonesia. Industri yang
sudah berdiri sejak 2019 ini memproduksi alas kaki seperti sepatu
dan sandal. Karena lokasinya yang sangat dekat dengan desa,
selain membatik banyak pula wanita desa yang bekerja sebagai
buruh pabrik. Bahkan saat ini bekerja di pabrik adalah hal yang
diinginkan oleh wanita generasi muda desa. Pada beberapa kasus
adanya perubahan minat dari pekerja ladang menjadi buruh
pabrik menimbulkan beberapa konflik rumah tangga. Dengan
bekerja sebagai buruh pabrik tentu akan memiliki kebiasaan baru
untuk bekerja penuh selama 8 jam. Hal ini dianggap menyulitkan
oleh sebagian besar suami. Mereka diberatkan dengan urusan
ladang yang masih ditambah dengan urusan rumah dan menjaga
anak. Karena hal inilah saat ini di Desa Ketangi banyak terjadi
SEDEKAH BUMI
/99

perceraian.

Di Kabupaten Rembang, Desa Ketangi menjadi salah satu desa yang memiliki
cekungan penampung air hujan atau sering disebut dengan embung. Embung
ini berfungsi dengan baik dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat
setempat untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. Hingga pada tahun 2001
terdapat program revitalisasi yang ternyata membuat embung ini tidak lagi
mampu menyerap air. Lama kelamaan embung kering dan oleh sebagian warga
dialih-fungsikan menjadi tempat bercocok tanam. Hal ini semakin membuat
parah kondisi embung. Bentuk embung sebagai resapan air sudah tidak lagi
berwujud. Melihat kondisi tersebut, Akid sebagai salah satu penggerak desa
mencoba mengintervensi isu ini melalui kesenian ketoprak yang dimainkan pada
saat prosesi sedekah bumi berlangsung.

bahwa ketoprak dirasa lebih cair


dan mudah masuk untuk memantik
kesadaran warga. Ketoprak yang
dimainkan diselipkan dengan narasi
soal embung yang kering dan ternyata
berhasil membuat warga tertarik soal
bahasan tersebut.
BANGUN, MEMBANGUN, TERBANGUN:
/100
PEMAKNAAH SEDEKAH BUMI
DI KETANGI

setelah sedekah bumi ini


digelar, isu soal embung dan
kesulitan air bersih banyak
dibahas oleh warga.
Akid menganggap bahwa ketoprak dirasa lebih cair dan
mudah masuk untuk memantik kesadaran warga. Ketoprak
yang dimainkan diselipkan dengan narasi soal embung yang
kering dan ternyata berhasil membuat warga tertarik soal
bahasan tersebut. Setelah sedekah bumi ini digelar, isu soal
embung dan kesulitan air bersih banyak dibahas oleh warga.
Mulai sejak itulah warga antusias untuk melakukan diskusi
secara lebih serius sehingga menghasilkan kesepakatan
bersama, yang mana embung tidak lagi boleh digarap sebagai
lahan pertanian. Setelah embung dikembalikan sesuai
fungsinya perlahan air mulai tertampung kembali. Warga
yang tadinya harus membeli air dari desa sebelah sebanyak
5-7 ember per hari sekarang sudah dapat memanfaatkan
aliran air dari embung. Dan perlahan krisis air di desa
mereka terpecahkan.

Melalui sedekah bumi warga mampu menyelipkan isu lain


SEDEKAH BUMI
/101

yang dianggap penting dan menjadi sesuatu yang relevan pada saat itu. Sebagai
masyarakat yang sebagian besar sumber kehidupannya berasal dari hasil alam,
setiap tahunnya masyarakat di Desa Ketangi masih melakukan tradisi sedekah
bumi. Sedekah bumi merupakan bagian dari bentuk rasa syukur kepada Tuhan
atas limpahan rezeki berupa hasil panen dan dihindarkan dari marabahaya.
Biasanya acara dimulai pada pagi hari dengan berdoa di punden. Punden ini
dipercaya menjadi tempat tinggal seorang danyang yang selama ini menjaga desa
mereka. Dahulu, pada prosesi berdoa lantunan yang diucapkan yakni mantra-
mantra Jawa. Tetapi seiring berjalannya waktu setelah masuknya ajaran Islam,
mereka berdoa secara islami. Hal wajib yang harus ada dalam prosesi sedekah
bumi di Desa Ketangi adalah Tari Tayub. Menurut sesepuh desa, tari ini menjadi
hiburan yang diminta oleh danyang sehingga menjadi keharusan. Berbeda dengan
desa lain, di desa ini tidak ada kirab dan gunungan. Pada siang hingga malam hari
akan dilanjut dengan ketoprak sebagai hiburan bersama warga.

***
MODEL KERJASAMA VERTIKAL DAN
HORIZONTAL DALAM PELESTARIAN
TRADISI DI DESA KRIKILAN

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/103

tradisi Sedekah Bumi di Desa Krikilan


menggambarkan kekayaan budaya dan
semangat kolaborasi dalam menjaga
sumber air serta memperingati hasil
panen, menciptakan keselarasan
antara manusia, alam, dan spiritualitas.
Desa Krikilan adalah salah satu desa yang ada di Kabupaten Rembang
dan menjadi salah satu pengisi dari 10 Desa di Rembang yang
mengikuti diskusi kelompok terpumpun Pekan Kebudayaan Nasional
2023 yang telah dilaksanakan di Lombok pada tanggal 7-9 Agustus
2023. Desa krikilan terbagi menjadi 2 dukuh, yaitu dukuh Krikilan
dan dukuh Jambu. Mayoritas penduduk desa bekerja sebagai petani.
Potensi utama sumber daya alam di desa Krikilan adalah adanya
sumber gas yang dikelola oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT
Bahtera Andalan Gas. Perusahaan tersebut seringkali terlibat dalam
aktivitas warga secara tidak langsung dengan memberikan bantuan
corporate social responsibility yang dikelola bersama dengan warga.
MODEL KERJASAMA VERTIKAL DAN
/104
HORIZONTAL DALAM PELESTARIAN
TRADISI DI DESA KRIKILAN

tradisi Sedekah Bumi dimaknai


sebagai wujud rasa syukur warga
desa Krikilan terhadap hasil panen
warga dengan menghadirkan
beberapa hiburan rakyat .
Sementara itu, potensi budaya yang lestari di Krikilan adalah tradisi
Sedekah Bumi yang dilaksanakan setahun sekali, tepatnya pada panen
padi kedua setiap hari Senin Pahing berdasarkan kalender Jawa.
Tradisi Sedekah Bumi dimaknai sebagai wujud rasa syukur warga
desa Krikilan terhadap hasil panen warga dengan menghadirkan
beberapa hiburan rakyat seperti ketoprak, lomba olahraga antar RT,
dangdutan dan pengajian dengan untuk membawa kebahagian warga
dan harapan panen akan berhasil setiap tahunnya.

Pelestarian tradisi Sedekah Bumi masih terus dilakukan dengan


berbagai cara oleh warga desa hingga sekarang. Misalnya dengan
melakukan kerja sama antar warga dan pemerintah desa mengenai
pelaksanaan sedekah bumi setiap tahunnya. Kerja sama secara
vertikal dan horizontal ini penting untuk pengoordinasian acara
supaya terlaksana, membuat perkumpulan pemuda, komunitas, dan
SEDEKAH BUMI
/105

organisasi yang bertanggung jawab menjaga warisan leluhur yang sudah ada
sejak zaman dahulu sehingga ada regenerasi kepada yang muda. Ada kepercayaan
yang hidup di kalangan warga bahwa jika tradisi ini tidak dilakukan maka akan
menimbulkan malapetaka ke depannya. Dengan mempertahankan substansi
bahwa tradisi ini akan membawa keberkahan untuk masyarakat terutama hasil
bumi, transformasi tradisi karena adanya pengaruh globalisasi dan modernisasi
membuat acara ini digelar dengan bermacam variasi seperti karnaval, dangdutan,
kompetisi olahraga, dan ketoprak. Dengan berbagai varian tersebut, warga tidak
meninggalkan nilai utama dalam tradisi ini yaitu penghormatan kepada para
leluhur desa bahkan pada saat masa kritis.

acara tradisi sedekah bumi di Desa


Krikilan dipengaruhi oleh iuran yang
terkumpul khususnya pada hiburan
rakyat yang menjadi selingan dalam
acara utama.
MODEL KERJASAMA VERTIKAL DAN
/106
HORIZONTAL DALAM PELESTARIAN
TRADISI DI DESA KRIKILAN

Prosesi sedekah bumi mengalami proses panjang dari sebelum


acara hingga setelah acara. Sebelum acara tradisi sedekah bumi,
masyarakat Desa Krikilan membentuk kepanitiaan yang diinisiasi
oleh pemerintah desa, perwakilan RT dan RW, BPD, dan Karang
Taruna. Kepanitiaan tersebut kemudian mengadakan musyawarah
bersama untuk menyelenggarakan tradisi dengan bahasan iuran
untuk pelaksanaan dan lain-lain. Acara tradisi sedekah bumi di
Desa Krikilan dipengaruhi oleh iuran yang terkumpul khususnya
pada hiburan rakyat yang menjadi selingan dalam acara utama.
Semakin besar uang iuran maka semakin megah hiburan rakyat
tersebut. Setiap aktor yang masuk ke dalam kepanitiaan memiliki
peran masing-masing. Misalnya, pemerintah desa membuat
sesaji, mengurus perizinan dan pendanaan acara. Karang Taruna
memegang peran dalam hiburan rakyat khususnya pada acara
selingan sedekah bumi seperti olahraga.

Setelah membentuk kepanitiaan, acara tradisi sedekah bumi ini


kemudian dilaksanakan dengan acara pengiring. Prosesi utama
yang sakral dilaksanakan pada pukul 11.00 dengan agenda berdoa
bersama di masing-masing punden yang ada di Desa Krikilan.
Punden yang paling tua yaitu punden kalen dengan penamaan
oleh masyarakat Punden Mbah Badiyah. Setelah berdoa bersama,
acara dilanjutkan dengan tarian yang diisi oleh pihak ketoprak
dengan dua penari Perempuan dan satu pengisi gamelan. Warga
SEDEKAH BUMI
/107

membawa uang seikhlasnya atau wajit, dikumpulkan dan diberikan kepada para
penari dan membawa makanan berupa sesajen dari pemerintah desa. Makanan
dari warga yang dibuat secara individu diberikan ke warga lain saat tradisi
berlangsung untuk disantap atau dibawa pulang.

dahulu punden ini banyak


didatangi oleh warga luar desa
untuk meminta pesugihan, tetapi
sekarang sudah tidak ada lagi
warga yang datang dan meminta
hal tersebut.

Punden-punden yang ada di Desa Krikilan disambangi oleh warga pada tradisi
sedekah bumi ini. Setelah masyarakat dan pemerintah desa datang ke punden
pertama yaitu punden dari Mbah Badiyah. Punden kedua, yaitu punden dari Mbah
Golo yang berada di Dukuh Jambu kemudian didatangi hanya oleh pemerintah
desa saja. Punden ketiga yaitu punden dari Mbah Ndoromok juga didatangi oleh
warga. Dahulu punden ini banyak didatangi oleh warga luar desa untuk meminta
pesugihan, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi warga yang datang dan meminta
hal tersebut. Dalam pelaksanaan tradisi Sedekah Bumi setiap punden yang ada di
MODEL KERJASAMA VERTIKAL DAN
/108
HORIZONTAL DALAM PELESTARIAN
TRADISI DI DESA KRIKILAN

Desa Krikilan bergiliran didatangi oleh warga sehingga suasananya sangat ramai
sekali. Sesaji yang selalu dibawa oleh pemerintah desa memiliki isi atau bahan-
bahan lokal seperti Pisang setangkup, telur ayam kampung, bawang merah, cabe
merah, merang yang dikasih garam atau kemenyan yang kemudian dibakar,
gula Jawa, Cikalan, rokok, dan gereh. Punden-punden tersebut menjadi tempat
penghormatan bagi para pembabat desa atau orang yang telah mendirikan desa,
utamanya Desa Krikilan. Setiap tradisi sedekah bumi dilakukan, punden menjadi
tempat terakhir dalam pelaksanaannya, dan sebagai bentuk penghormatan warga
yang diwakili oleh ketua tradisi membacakan doa untuk para leluhur.

Setelah Sedekah Bumi selesai digelar, warga kemudian menikmati hiburan rakyat
sebagai acara penggiring. Ketoprak menjadi hiburan wajib dalam penyelenggaraan
tradisi ini. Menurut keterangan beberapa warga desa, pagelaran hiburan ketoprak
bisa menghabiskan dana sampai Rp 30.000.000. Dana tersebut diambil dari
iuran dan juga pembuatan proposal warga kepada perusahaan yang beroperasi
di wilayah Desa Krikilan sebagai bentuk Corporate Social Responsibility. Ketoprak
digelar dari siang hingga malam. Keesokan harinya diadakan hiburan dangdut
yang dilaksanakan pada malam hari setelah diadakannya ketoprak tersebut.

Tradisi Sedekah Bumi di Desa Krikilan yang digelar meriah menjadi media
pengingat kepada Yang Maha Kuasa karena telah memberikan rezeki kepada
warga dan juga sebagai pagar tolak bala yang akan menimpa warga. Selain itu
tradisi ini menjadi media penghiburan warga setelah melaksanakan aktivitas
Bertani dan berkebun setahun penuh.
SELAMATAN KAMPUNG DAN
SELAMATAN LAUT DARI DESA
PENGHASIL TIMAH

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/110

selamatan Kampung dan Selamatan


Laut merayakan keamanan dan ikatan
dengan alam. Ini adalah budaya
Belitung yang kaya dan berharga.

Jika ingin merasakan suasana era kolonial, Desa Lalang yang ada
di Kabupaten Belitung Timur merupakan lokasi yang tepat untuk
dikunjungi. Di desa ini terdapat beberapa bangunan lama yang kental
bersinggungan dengan Belanda. Pada tahun 1823, Pulau Belitung
dikenal memiliki kandungan timah berdasarkan hasil penemuan
asisten residen sekaligus pimpinan tentara kerajaan Belanda, JP.
De La Motte. Melihat potensi alam Belitung Timur, pada 1911 mulai
dibangun pembangkit listrik Electrische Centrale untuk mendukung
kegiatan penambangan timah. Konon, sebagai tumbalnya, sepasang
pengantin Belanda lengkap dengan pakaian pengantinnya ikut
dikuburkan di dalam sebuah ruangan khusus yang berada di bagian
dasar bangunan E.C. Seiring perkembangan zaman, pada tahun 1921
E.C mulai digunakan pula sebagai sumber listrik untuk menerangi
rumah-rumah dan bangunan lain milik perusahaan. Sebagian warga
di perkampungan juga ikut menikmati listrik tersebut. Namun hanya
sebatas bumiputra yang bekerja pada Belanda.
SELAMATAN KAMPUNG DAN
/111
SELAMATAN LAUT DARI DESA
PENGHASIL TIMAH

Ada sebuah cerita berbau mistis tentang E.C ini. Pada saat
berkobar Perang Asia Timur Raya atau lebih dikenal dengan
Perang Pasifik dan salah satunya tujuannya adalah hendak
menguasai Indonesia (termasuk Belitung), Jepang sangat
berambisi menghancurkan segala infrastruktur milik Belanda
yang ada di Belitung, salah satunya adalah Electrische Centrale
ini. Berulang kali pesawat tempur Jepang hendak mengebom
Electrische Centrale. Namun semuanya gagal. Menurut cerita,
saat melakukan serangan udara atas bangunan Electrische
Centrale tersebut, bangunan ini seolah-olah tidak terlihat sama
sekali oleh pilot pesawat Jepang tersebut. Seperti ada kabut yang
menyelimuti diatas Electrische Centrale ini sehingga pilot tidak
bisa melihat dan tidak bisa melakukan penghancuran dengan
menjatuhkan bom.

Takdir kehancuran Electrische Centrale rupanya memang sudah


tidak bisa dielakkan. Bangunan ini sekarang telah rata dengan
tanah akibat perbuatan tangan-tangan yang tidak bertanggung-
jawab. Yang tersisa dan tertangkap pandangan mata tinggal
puing bangunannya saja. Sekarang Electrische Centrale hanyalah
tinggal puing dan puing-puing tersebut masih bisa dilihat saat
mengunjungi Kota Manggar, Ibukota Kabupaten Belitung
Timur, tepatnya di Desa Lalang, berjarak sekitar 100-an meter
dari Kantor Desa Lalang, Manggar, Belitung Timur. Bentuk
SEDEKAH BUMI
/112

bangunan memiliki ciri khas peninggalan zaman kolonial


dengan bentuk limas dan ruangan yang besar dengan ukuran
jendela dan pintu yang juga besar. Pondasi dan dinding
bangunan masih sangat kokoh hingga sekarang.
Belanda mempersiapkan betul sumber daya lokal untuk
dipekerjakan di tambang mereka. Sekolah pertukangan
(Ambacht Cuursus) yang terletak di Bukit Samak, merupakan
sekolah pertama yang dibuka untuk masyarakat Belitung.
Sekolah ini setara dengan Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dengan masa belajar selama 3 tahun. Para siswanya
diasramakan dan setelah lulus biasanya langsung bekerja
pada perusahaan timah. Pada awalnya tenaga pengajarnya
berasal dari orang Belanda dan untuk bisa menjadi siswanya

ambacht Cuursus adalah sekolah


elit yang diperuntukkan untuk
masyarakat lokal yang setelah lulus
akan langsung bekerja.
harus melewati serangkaian tes yang tidak mudah, mulai dari
fisik sampai intelegensia umum. Menariknya berbeda seperti
sekolah kolonial di daerah lain, Ambacht Cuursus adalah
SELAMATAN KAMPUNG DAN
/113
SELAMATAN LAUT DARI DESA
PENGHASIL TIMAH

sekolah elit yang diperuntukkan untuk masyarakat lokal yang setelah lulus akan
langsung bekerja dan ditempatkan di bengkel perusahaan, EC (Pembangkit
Listrik) dan kapal keruk.

Selain sekolah terbuka untuk masyarakat lokal, berlokasi di Dusun Samak Desa
Lalang, ELS (Europeesche Lagere School) atau yang lebih dikenal sebagai SD PN
Timah adalah sekolah dasar pertama di Distrik Manggar yang memiliki sarana
terlengkap. Dahulu tidak semua orang dapat bersekolah disini melainkan hanya
anak-anak dari karyawan perusahaan saja. SD PN Timah ini pernah digambarkan
di dalam film Laskar Pelangi yang memang terlihat sekali fasilitas mewah yang
ada di sekolah ini. Bahkan sekolah ini masih sering dikunjungi oleh orang Belanda
yang dulu masa kecilnya dihabiskan di Bukit Samak Desa Lalang ini. Setelah
perusahaan mengalami masa sulit aset ini diberikan kepada pemerintah daerah
dan berganti nama menjadi SDN 29 Manggar, kemudian berubah kembali menjadi
SDN 23 Manggar hingga sekarang. Bangunan ini sudah mengalami rehabilitasi
beberapa kali tanpa merubah bentuk aslinya. Hanya terdapat beberapa material
yang ditambahkan ketika melakukan rehabilitasi. Hingga sekarang bangunan ini
masih kokoh berdiri dan terus beroperasi.

Setelah mengalami rentetan peristiwa yang membentuk wilayah itu sendiri,


Belitung Timur di tahun 2018 terdapat kesenian Hadrah yang ditetapkan
sebagai budaya warisan tak benda. Kesenian ini merupakan salah satu kesenian
akulturasi yang ada di Belitung. Kesenian ini berasal dari Pontianak Kalimantan
Barat. Menurut penuturan tokoh kesenian Hadrah Belitung, kesenian ini masuk
SEDEKAH BUMI
/114

melalui Dendang oleh seseorang yang beragama Islam berasal dari


Pontianak tepatnya di masa kerajaan Balok dalam rentang waktu
abad ke 17-19 M. Kesenian ini turut andil dalam penyebaran agama
Islam di Pulau Belitung.

pada awalnya, Kesenian Hadrah


adalah kesenian kaum bangsawan
yang hanya boleh dipertunjukkan
bagi keluarga kesultanan.

Menariknya, kesenian ini hanya diajarkan dalam satu malam oleh


orang Pontianak tadi kepada masyarakat. Pada awalnya, Kesenian
Hadrah adalah kesenian kaum bangsawan yang hanya boleh
dipertunjukkan bagi keluarga kesultanan. Para pemain hadrah kala
itu begitu dimuliakan, dengan disiapkan sebuah tempat khusus
berbentuk kasur ketika melakukan pertunjukkan dan tidak boleh
orang lain untuk menempatinya. Kemudian ketika kesenian ini
dibawa ke Belitung beralih fungsi sebagai media penyebaran
agama Islam dengan cara sebagai penarik minat awal masyarakat
setempat dan difungsikan sebagai hiburan sehingga masyarakat
akan berkumpul. Dan di sela-sela pertunjukan biasanya diselipkan
SELAMATAN KAMPUNG DAN
/115
SELAMATAN LAUT DARI DESA
PENGHASIL TIMAH

dakwah. Memang fungsi religi sangatlah kental dari kesenian ini yang bisa
didengar melalui syairnya yang berisikan shalawat bagi nabi Muhammad
SAW. Kemudian kesenian Hadrah juga berfungsi sebagai pengiring pengantin
dalam prosesi adat pernikahan melayu di Belitung yang disebut dengan “ngarak
penganten”. Terkait kostum, sebagai kesenian yang bernafaskan islam maka
pakaian yang digunakan haruslah menutup aurat dan memakai peci sebagai
identitas muslim melayu di Belitung.

Di Desa Lalang sendiri terdapat sanggar hadrah tertua yang ada di Pulau Belitung
yang bernama Sanggar Hadrah AN NUUR. Salah satu bukti eksistensinya adalah
satu set gendang yang dimiliki oleh sanggar ini yang telah diwariskan secara
turun menurun dan telah berusia hampir 150 tahun yang masih tersimpan dan
dimainkan hingga sekarang. Kesenian Hadrah di Pulau Belitung khususnya
Desa Lalang masih tetap dipertahankan dan dimainkan dalam ritual prosesi adat
perkawinan Belitung dengan istilah "Ngarak Penganten". Hadrah Maindi lebih
sering dipertunjukkan ketimbang Hadrah Bedungguk pada prosesi adat "Ngarak
Penganten" di Desa Lalang. Para pemain Hadrah di Desa Lalang, khususnya
Sanggar Hadrah AN-NUUR, kini sudah memasuki generasi terakhir dan belum
memiliki generasi penerus yang sedang menjadi perhatian khusus bagi Sanggar
Hadrah An-Nuur Desa Lalang.

Menyebarnya agama Islam di Belitung Timur membentuk kepercayaan dan tradisi


tertentu yang ada di masyarakat. Salah satu ritual turun temurun Desa Lalang
yakni Selamatan Kampung. Prosesi Adat Selamatan Kampung dilaksanakan
SEDEKAH BUMI
/116

sebagai ikhtiar menjaga keamanan dan ketentraman Kampung/


Desa oleh tetua adat yang disebut dengan Dukun Kampung.
Hingga sekarang prosesi adat ini masih terus dilakukan hanya
saja yang berbeda adalah keterlibatan masyarakat untuk hadir
di dalam prosesi sudah jauh berkurang. Selamatan Kampung
adalah tradisi turun-temurun yang dilaksanakan di semua
Kampung/Desa di Belitung. Waktu pelaksanaannya setiap
tanggal 1 Muharram (Tahun Baru Islam). Prosesi ini akan
dipimpin langsung oleh tetua adat yang biasa disebut Dukun
Kampung. Sebenarnya, menurut Dukun Kampung Selamatan
Kampung boleh dilakukan di tanggal berapa saja selama masih
dalam Bulan Muharram. Makna dari prosesi adat Selamatan
Kampung adalah untuk menyelamatkan dan bersyukur terhadap
Kampung/Desa atas keamanan dan ketentraman baik dalam
dunia maupun ghaib.

Selama prosesi masyarakat diwajibkan untuk menjaga


ketertiban dan ketentraman Kampung dengan tidak boleh
melaksanakan kegiatan yang bisa menimbulkan hingar bingar
hingga 3 hari ke depan. Dukun Kampung akan membacakan
doa di hadapan potongan daun neruse (Ganda Rusa) dan daun
ati-ati yang telah dipotong kecil memanjang yang ditempatkan
di dalam wadah bersama dengan masyarakat. Adapun makna
dari penggunaan daun neruse melambangkan kepercayaan dari
SELAMATAN KAMPUNG DAN
/117
SELAMATAN LAUT DARI DESA
PENGHASIL TIMAH

selamatan Kampung adalah tradisi


turun-temurun yang dilaksanakan di
semua Kampung/Desa di Belitung.
masyarakat secara turun temurun sebagai tanaman penangkal
sihir, penyakit dan marabahaya, dan sebagai pesan ingat duse
(Ingat Dosa) Sedangkan untuk daun ati-ati bermakna hati-hati
dalam kehidupan, berbicara dan berbuat. Di beberapa desa lain
di Pulau Belitung yang masih memiliki hamparan sawah dan
perkebunan milik masyarakat, istilah Selamatan Kampung
lebih dikenal dengan Maras Taun. Pada dasarnya Maras Taun
dan Selamatan Kampung adalah prosesi adat yang sama. Oleh
karena itu, sebagian desa yang melaksanakan tradisi Maras
Taun tidak melaksanakan Tradisi Selamatan Kampung. Di Desa
Lalang tradisi yang digunakan adalah Selamatan Kampung.
Nilai Budaya yang terkandung dalam Selamatan Kampung
meliputi wujud rasa syukur kepada pencipta dalam menjaga
keseimbangan antara alam wujud dengan alam ghaib, sebagai
ajang silaturahmi warga, serta mengingatkan keseimbangan
antara manusia, alam dan Sang Pencipta.

Selain dikenal sebagai penghasil mineral bumi, Desa Lalang


secara geografis letaknya berdekatan dengan laut. Tidak
SEDEKAH BUMI
/118

seperti di tahun 1900-an, saat ini masyarakat Desa Lalang lebih banyak berprofesi
sebagai nelayan. Untuk mencerminkan rasa hormat mereka sebagai nelayan
terhadap laut, para nelayan di Desa Lalang memiliki ritual yang Bernama
Selamatan Laut. Prosesi Selamatan Laut atau biasa disebut dengan
Muang Jong dilaksanakan ketika musim angin selatan (angin kencang)
yang membuat para nelayan tidak akan turun melaut untuk mencari
nafkah. Dipimpin oleh tetua adat yang dipanggil Dukun Kampung,
prosesi ini akan dimulai dengan pembuatan sesajen yang berbentuk
perahu nelayan kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa di tepi
pantai. Setelah selesai pembacaan doa, sesajen atau masyarakat Belitung
biasa menyebutnya dengan Jong ini akan dipikul bersama-sama untuk
dibawa menggunakan kapal nelayan yang telah disiapkan. Setelah
berada di atas kapal, dukun kampung akan ikut untuk melarungkannya
di tengah laut dan masyarakat akan ikut menggunakan perahu lain di

setelah sesajen berada di atas kapal,


dukun kampung akan ikut untuk
melarungkannya di tengah laut dan
masyarakat akan ikut menggunakan
perahu lain di belakangnya.
SELAMATAN KAMPUNG DAN
/119
SELAMATAN LAUT DARI DESA
PENGHASIL TIMAH

belakangnya. Setelah prosesi ini selesai, dilanjutkan dengan makan


bersama dan hiburan rakyat yang digelar selama 3 hari berturut-turut.
Hiburan rakyat yang biasa ditampilkan adalah kesenian tradisional
campak, orkes dangdut dan berbagai macam hiburan lainnya. Nilai-nilai
budaya yang terkandung dalam prosesi Adat Selamatan Laut meliputi
ungkapan rasa syukur atas hasil laut yang diperoleh selama satu tahun
belakangan, sebagai ajang silaturahmi bagi nelayan, serta sebagai
ikhtiar menjaga keseimbangan antara hubungan manusia dengan alam,
hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan Allah.

***
MEMBANGUN PARIWISATA
BERBASIS KOMUNITAS LEWAT
MESIWAH PARE GUMBOH

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/121

tradisi Mesiwah Pare Gumboh adalah


pesta pascapanen di desa ini, diikuti
oleh seluruh masyarakat
dan memasukkan persembahan hasil
panen serta merayakannya dengan
upacara dan tarian.

Desa Liyu merupakan salah satu desa di Kecamatan Halong, Kabupaten


Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan. Desa ini menjadi salah
satu desa yang mengisi acara Diskusi Kelompok Terpumpun Pekan
Kebudayaan Nasional dengan tema Sedekah Bumi 2023 pada tanggal
7-9 Agustus 2023. Desa ini berjarak 202 km dari ibu kota provinsi. Desa
Liyu merupakan desa berbasis wisata (Community Based Tourism)
yang kental dengan tradisi dan budaya Suku Dayak Deah yang
merupakan suku asli Pegunungan Meratus. Dayak Deah merupakan
sub suku Dayak yang bermukim di daerah utara Kalimantan Selatan.
Suku Dayak Deah mendiami wilayah yang mencakup kecamatan Upau,
Muara Uya, dan Haruai di Kabupaten Tabalong dan Gunung Riyut dan
Liyu di Kabupaten Balangan.
MEMBANGUN PARIWISATA BERBASIS
/122
KOMUNITAS LEWAT MESIWAH PARE
GUMBOH

Banyak sekali potensi adat yang ada di Desa Liyu seperti Mesiwah
Pare Gumboh atau tradisi sedekah bumi yang masuk dalam Kharisma
Event Nusantara 2023, yaitu ritual masyarakat yang diadakan setelah
selesai panen padi yang dilaksanakan pada Bulan Juli. Kharisma Event
Nusantara merupakan program yang digalang oleh Kemenparekraf
untuk membangkitkan potensi pariwisata yang ada di Indonesia
dengan mengedepankan budaya setempat. Dalam pelaksanaannya,
Kemenparekraf bekerja sama dengan pemerintah daerah dan
seluruh stakeholder pariwisata untuk menaikkan citra pariwisata
dan pembangkit sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Tradisi
Mesiwah Pare Gumboh merupakan event wajib tahunan pasca panen
sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki yang telah diberikan kepada
masyarakat Desa Liyu. Tradisi ini digelar selama dua sampai tiga hari
bersama dengan masyarakat desa tanpa memandang latar belakang
agama. Didukung oleh wisata alam dan kerajinan untuk souvenir,
acara ini dimeriahkan dengan hiburan dan permainan tradisional.
Untuk menggelar dan menyukseskan tradisi ini, pada musyawarah
desa dan lembaga adat desa dibentuklah panitia acara. Mesiwah
Pare Gumboh sendiri memiliki makna pesta panen syukuran secara
massal satu desa. Ritual ini dimulai dengan masyarakat membawa
berbagai hasil panen mereka (Nengkuat Mulukng) untuk diberikan
kepada tokoh adat Dayak Deah (Penyoyokng) yang kemudian
mempersembahkannya kepada Sang Pencipta.
SEDEKAH BUMI
/123

Nengkuat Mulukng atau hasil panen terdiri dari hasil kebun dan
hasil ternak seperti kambing kemudian ditempatkan di depan para
pemimpin adat. Hasil persembahan tersebut dibacakan mantra-mantra
oleh pemimpin adat atas rasa syukur dan berdoa untuk keberkahan,
keberuntungan, dan keselamatan masyarakat Dayak Deah. Semua
masyarakat Dayak Deah juga membacakan mantra atau doa. Setelah

mulukng berkelamin laki-laki


bertugas menyajikan upacara serta
membaca mantra-mantra.
persembahan didoakan, hasil panen tersebut dimasak dan dinikmati
oleh semua peserta tradisi. Acara dilanjutkan dengan performa
tarian Ape Manukurung bersama dengan masyarakat Dayak Deah
dan pengunjung yang menyimbolkan pesta panen dengan gembira.
Di masa lalu, pesta Mesiwah Pare Gumboh selalu dilaksanakan secara
individu oleh masyarakat setiap tahun setelah memanen padi, namun
karena kelimpahan hasil panen, tradisi ini kemudian dilaksanakan
secara gumboh atau secara bersama. Keesokan malamnya, para tokoh
adat menampilkan tarian topeng bernama Mengudang dan Baliatn
sebagai pelengkap festival.
MEMBANGUN PARIWISATA BERBASIS
/124
KOMUNITAS LEWAT MESIWAH PARE
GUMBOH

Banyak sekali aktor-aktor yang terlibat dalam acara Mesiwah


Pare Gumboh ini mulai dari seluruh elemen masyarakat dalam
kepanitian acara ini maupun relawan dari luar desa yang ikut
membantu. Karena skala acaranya yang besar dan berada
di desa yang kecil serta kurangnya tenaga warga desa dalam
menyiapkan Mesiwah Pare Gumboh, relawan dimunculkan dari
kalangan mahasiswa dan unsur masyarakat lain. Tetapi dalam
pengerucutan acara seperti hal-hal yang sakral hanya dilakukan
oleh aktor-aktor khusus yaitu mulukng dan penggadikng.
Mulukng berkelamin laki-laki bertugas menyajikan upacara
serta membaca mantra-mantra sedangkan penggadikng

janur sendiri dibuat dengan daun


kelapa dan aren yang diiris dan
dirakit menyerupai jamur pada
umumnya.
berkelamin perempuan khususnya ibu-ibu membantu mulukng
dalam memimpin upacara Mesiwah Pare Gumboh. Mulukng
terbagi menjadi demang, kepala adat, dan penghulu. Mulukng
beregenerasi atau menyambut siku dari mulukng yang sudah
SEDEKAH BUMI
/125

tua yaitu anak muda yang tertarik dalam prosesi upacara


Mesiwah Pare Gumboh. Menyambut siku dimaksudkan untuk
memudahkan transfer ilmu kepada yang lebih muda.

Peranan Balai Adat dalam prosesi Mesiwah Pare Gumboh


ataupun prosesi adat lainnya sangat vital. Balai adat sebagai
tempat utama ritual dan juga tempat memasak lemang, dodol,
wajik, dan perangkang sebagai makanan tradisional orang
Dayak yang diolah dari hasil bumi mereka.
Tradisi lain yang sekiranya unik dan hanya ada di Desa Liyu
adalah Baliatn Bawo dan Baliatn Bukit. Baliatn Bawo adalah
budaya tabung tawar atau untuk menyembuhkan orang
sakit. Ritual ini dilaksanakan menggunakan Bahasa Dayak
kuno yang disebut Bawo dan diiringi oleh musik tradisional
seperti gendang, gong, kenong, dan lumba. Baliatn Bawo
biasa dilaksanakan pada malam hari untuk ritual, dan
dari pagi sampai selesai untuk persiapan sesaji ataupun
perlengkapan lainnya seperti janur dan pengowus. Janur
sendiri dibuat dengan daun kelapa dan aren yang diiris
dan dirakit menyerupai jamur pada umumnya. Sedangkan
penowus adalah ukiran atau sejenis patung kecil berbentuk
manusia, hewan, kapal, dan senjata yang terbuat dari
kayu lunak lelutukng dan deraya. Beliatn Bukit memiliki
kemiripan seperti Beliatn Bawo, hanya saja dibedakan dari
MEMBANGUN PARIWISATA BERBASIS
/126
KOMUNITAS LEWAT MESIWAH PARE
GUMBOH

Bahasa yang digunakan yaitu Bahasa Melayu kuno atau Bukit.


Alat pengiringnya pun berbeda yaitu menggunakan alat
musik kecapi, bukah atau gendang, kenong, dan gong. Untuk
penowus dalam Baliatn Bukit tidak sedetail di Baliatm Bawo,
hanya berupa sanggar yang terbuat dari kayu atau bambu yang
memiliki bentuk seperti catur sula.

***
SEDEKAH BUMI DAN PROSES
PEWARISAN SEMANGAT
LELUHUR DI MEGULUNG

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI DAN PROSES
/128
PEWARISAN SEMANGAT LELUHUR
DI MEGULUNG

kyai Amin, seorang ulama, mengidentifikasi


Munfaatin sebagai pendiri desa yang hidup
sekitar 200 tahun lalu. Warga meresmikan
makamnya, mendirikan cungkup, dan
mengadakan tahlil rutin. Desa Megulung
juga menjaga tradisi sedekah bumi dengan
berbagai kegiatan.
Desa yang berada di Kecamatan Sumber, Kabupaten
Rembang ini tidak disangka memiliki perjalanan keislaman
yang baru-baru ini ditemui jejaknya. Pada Bulan Maret
tahun 2019 menjadi tahun yang cukup menggemparkan
bagi masyarakat Desa Megulung, karena warga di kampung
tersebut menemukan jasad seorang perempuan dan kain
kafannya masih utuh di pemakaman umum desa setempat.
Hari itu, ada seorang warga Desa Megulung yang meninggal
dunia. Masyarakat sekitar bahu membahu menggali kubur,
untuk keperluan memakamkan jenazah. Pada kedalaman
sekitar 2 Meter, mereka dikagetkan dengan kain kafan yang
masih utuh berwarna kecoklatan bercampur tanah. Saat kain
SEDEKAH BUMI
/129

kafan dibuka, bagian kepala jenazah terlihat masih utuh. Begitu pula
bagian badan hingga kaki. Suhartono mengungkapkan warga yang
menggali kubur keheranan, karena selama ini tidak pernah menemui
kejadian semacam itu. Setelah kejadian tersebut, suara mengenai
temuan jasad utuh semakin menyebar luas. Muncullah pro-kontra
dan silang pendapat. Ada sebagian kalangan menghendaki makam

mulukng berkelamin laki-laki


bertugas menyajikan upacara serta
membaca mantra-mantra.
digali lagi, guna membuktikan seperti apa wujud jenazah utuh secara
keseluruhan. Sebagian kalangan lainnya menganggap temuan itu
sudah cukup kuat, karena berdasarkan logika ilmu pengetahuan, kain
kafan dan jasad seseorang dalam waktu hitungan beberapa bulan
saja sudah rusak membusuk. Suhartono sempat menawarkan kepada
masyarakat, bagaimana jika makam digali lagi. Berbagai macam
pertimbangan muncul, sehingga tidak jadi. Barulah, pengurus ta’mir
Masjid Desa Megulung berinisiatif menanyakan kepada seorang ulama,
Kyai Amin di Ponorogo, Jawa Timur. Selang beberapa hari, Kyai Amin
datang langsung ke Desa Megulung, untuk menggelar tahlil bersama
puluhan jamaah Masjid.
SEDEKAH BUMI DAN PROSES
/130
PEWARISAN SEMANGAT LELUHUR
DI MEGULUNG

Dalam kesempatan itu, Kyai Amin menyampaikan bahwta


temuan jasad utuh di makam Desa Megulung adalah perempuan
alim bernama Munfaatin, asli dari Sedan yang pernah dinikahi
Ki Demang Waru dan dahulu kala menetap di sebelah barat
Desa Megulung. Simbah Munfaatin pula yang menjadi cikal
bakal pendiri Desa Megulung, sekaligus menanamkan ajaran
Islam bagi penduduk setempat pada masanya. Ia wafat sekitar
200-an tahun silam, atau sekitar tahun 1800-an.

Mbah Munfaatin dipercaya sebagai sosok yang babat alas alias


membuka Desa Megulung. Beliau tinggal dan meninggal di
Desa Megulung. Setelah adanya penjelasan dari Kyai Amin,
warga Desa kompak melakukan penataan makam. Mereka
percaya keberadaan makam ini merupakan hal baik sebagai
sejarah cikal bakal berdirinya desa. Saat ini cungkup berbentuk
rumah joglo ukuran 4 x 4 Meter dibangun di atas makam Simbah
Munfaatin. Untuk mendoakan ketenangan leluhurnya, warga
menggelar tahlil rutin di tempat tersebut. Muara tujuannya,
mewarisi semangat untuk terus berbuat amal kebajikan saat
masih hidup di dunia.

Warisan spirit lain ditunjukan oleh masyarakat Desa Megulung


berupa tradisi sedekah bumi yang sudah ada sejak dahulu kala
dan masih terus dilakukan sampai sekarang. Warisan tradisi
SEDEKAH BUMI
/131

merupakan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa


atas hasil panen yang melimpah. Sejumlah kegiatan digelar untuk
melestarikan tradisi tersebut. Biasanya kegiatan sedekah bumi ini
diisi dengan karnaval, pengajian, ketoprak, dan tayuban. Tayuban
ini sendiri merupakan tradisi turun temurun yang ditujukan untuk
memanggil warga agar datang berkumpul dengan didahului pemukulan
kentongan dari rumah Kepala Desa. Sementara itu kesenian ketoprak
yang tak kehabisan peminatnya tampil sebanyak dua kali. Pentas
pertama biasanya siang sampai sore, dan yang kedua pada malam hari.
Pementasan ketoprak dilakukan di Punden Desa setempat. Sebelum
pementasan ketoprak diadakan pesta dengan iringan tari ledek tayub.
Dahulu, sebelum ada kesenian ketoprak, biasanya ada kajat adicara
Kejawen seperti bancakan. Tetapi saat ini warga sudah beralih dengan
mendatangkan ketoprak sebagai hiburan bersama.

***
DARI BUMI KEMBALI KE BUMI:
MODEL PEMBIAYAAN SEDEKAH
BUMI DI DESA PELEMSARI

SEDEKAH BUMI 2023


DARI BUMI KEMBALI KE BUMI: MODEL
/133
PEMBIAYAAN SEDEKAH BUMI
DI DESA PELEMSARI

tradisi Sedekah Bumi di Desa Pelemsari


menghormati leluhur dan pembabat desa,
dilaksanakan dua hari dengan karnaval,
pembacaan doa, dan tawur nasi.
Punden-punden di desa menjadi pusat
kegiatan. Tradisi ini mencerminkan rasa
syukur atas hasil panen.
Desa Pelemsari merupakan salah satu desa yang ada di
Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Mayoritas warga Desa
Pelemsari bekerja sebagai petani. Tanaman yang ditanam
oleh petani di Desa Pelemsari antara lain adalah tembakau,
jagung, padi, dan palawija. Desa Pelemsari terdiri dari dua
dukuh dan empat RW. Dukuh yang ada di Desa Pelemsari
yaitu Dukuh Plempoh dan Ngglagah. Ada 5 punden yang
tersebar di Desa Pelemsari. Punden tersebut disakralkan
untuk menghormati leluhur dan pembabat desa. Lima punden
tersebut antara lain adalah Punden Mbah Nyah (Perempuan),
Mbah Talgi (laki-laki), Mbah Limbuk (Perempuan), Mbah
Gembor dan Sono (Laki-laki). Punden dalam tradisi sedekah
SEDEKAH BUMI
/134

bumi didatangi sebagai tempat terakhir dalam rangkaian acara tradisi sedekah
bumi. Punden-punden tersebut, demi keberlangsungan tradisi, disambangi dan
dilakukan bersih-bersih di sekitar punden.

Tradisi Sedekah Bumi di Desa Pelemsari dilaksanakan dua hari dengan rangkaian
hari pertama dilakukan pembacaan doa oleh modin di Punden Mbah Nyah pada
malam hari. Doa bersama ini dilakukan oleh warga desa tanpa menggunakan
sesaji. Mereka memanjatkan doa dengan maksud untuk memohon pada Tuhan
agar leluhur yang sudah berjuang mendirikan desa mendapatkan tempat terbaik
disisi-Nya. Warga yang ikut dalam pembacaan doa terhitung banyak. Setelah itu
warga menghibur diri dengan hiburan seperti campursari yang dilaksanakan di
punden. Warga bisa menyumbang lagu dalam pertunjukan campursari ini.
Punden-punden yang ada di Desa Pelemsari berupa pohon jati besar dan ada
pohon beringin dengan sumur yang berjarak sekitar 20 meter. Sumur tersebut
masih digunakan oleh warga untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan
untuk minum hewan ternak. Jika musim hujan tiba, sumur tersebut digunakan
untuk saluran irigasi lahan pertanian warga dengan memakai pompa, jika
sedang musim kemarau, air dari sumur tersebut diambil oleh warga dengan
menggunakan jerigen. Dalam tradisi sedekah bumi itu sendiri, sumur tersebut
digunakan sebagai media berdoa.

Hari utama penyelenggaraan tradisi sedekah bumi diawali pada pagi hari dengan
tari-tarian tradisional, barongan, sedekah bumi itu sendiri, dan tawur sego.
Sebelum menuju ke punden sebagai tujuan akhir, warga melaksanakan karnaval
DARI BUMI KEMBALI KE BUMI: MODEL
/135
PEMBIAYAAN SEDEKAH BUMI
DI DESA PELEMSARI

dengan membawa gunungan hasil kreasi masing-masing RW


untuk diarak keliling kampung. Dalam gunungan tersebut
terdapat hasil panen yang berasal dari ladang warga seperti
jagung, tela, kacang, cabai, jeruk, dan lain-lain. Gunungan
tersebut nantinya akan diperebutkan oleh warga untuk isinya,
Jika ada gunungan yang dinilai memiliki kreativitas tinggi maka
pembuatnya akan diberi doorprize.

tradisi sedekah bumi di Desa


Pelemsari selalu dilaksanakan
pada hari rabu pon malam suro.

Setelah sampai di punden, hiburan seperti barongan dan tari


tradisional digelar. Barongan merupakan tari tradisional yang
berkembang di Pulau Jawa. Tari barongan memakai atribut
makhluk mitologi Jawa yang diiringi oleh musik gamelan.
Memasuki acara yang sakral yaitu tradisi sedekah bumi,
modin (dari pemerintah desa) membacakan doa-doa untuk
keselamatan desa dan tolak bala. Tradisi ini juga memiliki
makna sebagai wujud syukur kepada Tuhan yang sudah
memberikan bumi yang bisa ditanami dan menghasilkan segala
SEDEKAH BUMI
/136

tanaman untuk masyarakat luas. Tradisi sedekah bumi di Desa


Pelemsari selalu dilaksanakan pada hari rabu pon malam suro.
Hal ini ditentukan berdasarkan hari lahir dari penguasa desa
pada saat itu. Makanan-makanan yang dibuat oleh warga yang
dibawa dari rumah masing-masing disuguhkan dalam tradisi
ini. Makanan yang dibawa antara lain adalah dumbek, tape,
ketan ini disuguhkan kepada pemain ketoprak atau tamu dari
luar yang datang untuk menyaksikan acara sedekah bumi.
Setelah ritual sedekah bumi selesai, acara dilanjutkan dengan
tawur nasi oleh warga desa.

nasi yang mereka gunakan mereka


genggam dan dipadatkan untuk
menjadi senjata dan dilemparkan
kepada...
Tradisi tawur nasi dilaksanakan setiap tahunnya sebagai acara
pengiring dari tradisi sedekah bumi. Tradisi ini dilaksanakan
untuk memperingati perayaan bersih desa. Dalam tawur
nasi ini, masyarakat saling serang satu sama lain dengan
menggunakan nasi yang mereka bawa dari rumah masing-
masing sebagai seserahan dan bersifat sukarela. Tidak ada
DARI BUMI KEMBALI KE BUMI: MODEL
/137
PEMBIAYAAN SEDEKAH BUMI
DI DESA PELEMSARI

acuan khusus berapa banyak nasi yang mereka bawa dan


disesuaikan dengan kemampuan warga. Nasi tersebut kemudian
mereka kumpulkan di satu titik yaitu di dekat punden. Nasi
yang mereka gunakan mereka genggam dan dipadatkan untuk
menjadi senjata dan dilemparkan kepada warga yang ikut dalam
perayaan tersebut.

Tidak ada aturan khusus dalam perayaan tawur nasi. Semua


warga yang ikut acara ini adalah lawan dan tidak ada kelompok
tertentu. Tawur nasi yang sudah dilaksanakan sejak zaman
dahulu mengikuti tradisi nenek moyang terdahulu selain
memiliki makna syukur juga berfungsi sebagai tolak bala. Nasi-
nasi yang sudah dikumpulkan dan digunakan untuk acara ini
digunakan kembali untuk pakan ternak seperti ayam dan bebek
supaya hewan tersebut tidak terkena penyakit. Nasi sisa juga
bisa digunakan sebagai pupuk untuk tanaman. Tradisi tawur
nasi ini menjadi simbol keharmonisan dan media pengakur
masyarakat. Acara tawur nasi dikoordinasi langsung oleh
pemerintah desa dan perwakilan dari RT dan RW. Setelah
tawur nasi dilakukan, hiburan rakyat yang harus selalu ada yaitu
ketoprak, kemudian digelar. Penyelenggaraan acara ketoprak
ini dipegang langsung oleh panitia pelaksana.
SEDEKAH BUMI
/138

sebelum pelaksanaannya, warga


menunggu perintah dari desa
untuk hasil-hasil dari musyawarah
yang dilakukan bersama dengan
warga.
Di Pelemsari anggaran untuk melaksanakan tradisi sedekah
bumi diambilkan dari hasil tanah pemajakan SPPT. Jika
didapatkan hasil dengan biaya 50 juta maka acara dikondisikan
dengan hasil tersebut. Penyelenggaraan tradisi sedekah desa
ini sudah dibuatkan Surat Keputusan oleh desa sehingga
memiliki aturan tersendiri dalam aktivitas pemerintahan
desa. Semua warga baik laki-laki dan perempuan bekerja sama
untuk melaksanakan tradisi ini. Sebelum pelaksanaannya,
warga menunggu perintah dari desa untuk hasil-hasil dari
musyawarah yang dilakukan bersama dengan warga. Kalau
anggaran untuk sedekah bumi mencukupi, maka setiap usulan
warga bisa dipenuhi.

Tradisi lain yang dilakukan oleh warga yang erat kaitannya


dengan tradisi sedekah bumi adalah kaleman. Tradisi ini
dilakukan pada masa aktivitas sebelum panen dan setelah
DARI BUMI KEMBALI KE BUMI: MODEL
/139
PEMBIAYAAN SEDEKAH BUMI
DI DESA PELEMSARI

tanam warga. Makna dari tradisi ini adalah supaya tanaman


yang sudah berisi atau berbuah perlu dikalemi atau ditenangkan
supaya hasil panen berlimpah dan tidak terkena hama. Dalam
tradisi ini dihadirkan juga hiburan rakyat yaitu wayang dan
berdoa bersama.

***
DUA PULUH DUA EKOR LELA,
AYAM JANTAN DAN BUNGA SEDAP
MALAM DARI PONDOKREJO

SEDEKAH BUMI 2023


DUA PULUH DUA EKOR LELA, AYAM
/141
JANTAN DAN BUNGA SEDAP MALAM
DARI PONDOKREJO

desa Pondokrejo di Kecamatan Bulu, Jawa


Tengah, menjaga tradisi rumah joglo dan
kesenian Tong-tongklek selama bulan
Ramadhan. Masyarakatnya merayakan
sedekah bumi sebagai ungkapan syukur
kepada Tuhan dan leluhur atas hasil
panen mereka.
Menurut penuturan Mbah Sariban, seorang sesepuh desa, dahulu wilayah
Desa Pondokrejo yang terletak di Kecamatan Bulu ini dinamai Pondok Londo
atau disebut (Rumah Belanda) di tahun 1600-an. Pada waktu itu banyak
orang Belanda yang membuat rumah dan hidup lama di sini. Para Meneer
ini membangun rumah yang besar dengan sebutan rumah joglo. Dahulu,
joglo dibuat dengan kayu dari hutan belantara, bahkan dari kayu yang telah
bertahun-tahun tertimbun tanah. Pemilihan joglo sebagai hunian mereka
ternyata bukan tanpa alasan. Menurut pengamatan dan studi mereka,
struktur tanah di desa tersebut disebut-sebut “gerak”, sehingga struktur
joglo yang memiliki konstruksi rong-rongan, dengan sistem sambungan
dan tumpuan dipercayai merupakan pilihan yang tepat. Pembuatan rumah
SEDEKAH BUMI
/142

ini memerlukan banyak tenaga pribumi. Hanya kalangan khusus yang pada saat
itu mampu untuk mendirikan joglo. Seiring berjalannya waktu, orang-orang
Belanda di kampung ini berkurang sehingga nama Pondok Londo diubah menjadi
Pondokrejo. Menurut warga, perubahan nama itu diinisiasi oleh Haji Ngabdini
yang dipercayai sebagai tetua desa.

Apabila ditelisik lebih dalam, ratusan rumah adat Jawa Tengah di desa ini masih
terus lestari. Uniknya, warga di desa ini bahkan tidak terpengaruh kemajuan
zaman yang seolah mengagungkan rumah tembok. Bahkan ketika membangun
rumah baru, tradisi turun temurun warga untuk membuat joglo terus dilestarikan.
Kepala Desa Pondokrejo menyebutkan, kira-kira 300 dari 470 rumah warganya
merupakan rumah joglo, sedangkan sisanya adalah rumah limasan dan tembok.
Jenis joglo yang ada beragam mulai dari Joglo Lanangan, Joglo Bekuklulang,
Joglo Barongan, Joglo Gonjo Pipilan, Joglo Tumpang Sari 3, Joglo Tumpangsari
Singkup, Joglo Katek, dan Jolgo Dompal. Dengan rata-rata 70 persen rumah di
Desa Pondok Rejo adalah joglo, di tahun 2012 ketika diadakan lomba rumah Joglo
se-Jawa Tengah, desa Pondok Rejo meraih juara 1, dan di Tahun 2008 dinobatkan
sebagai Desa Pelestari Joglo Nasional.

Desa ini bahkan memiliki peraturan desa yang mengatur pelestarian dan
perlindungan rumah joglo berusia ratusan tahun. Peraturan itu mampu
menekan penjualan joglo kuno yang merupakan benda cagar budaya. Kepala Desa
Pondokrejo mengatakan bahwa Peraturan Desa Nomor 3 Tahun 2007 tentang
pelestarian dan Perlindungan Rumah Joglo per tanggal 20 November 2007 tersebut
DUA PULUH DUA EKOR LELA, AYAM
/143
JANTAN DAN BUNGA SEDAP MALAM
DARI PONDOKREJO

mereka harus mengalami panen


bertahun-tahun dengan penyisihan
tabungan yang ekstra untuk
mendapati angka ratusan juta.

dibuat berdasarkan musyawarah bersama dengan warga desa.


Poin penting dalam aturan ini adalah melarang warga desa
menjual rumah joglo. Barangsiapa yang melanggar memang
tidak dikenai sanksi, tetapi akan malu secara sosial lantaran
mengabaikan peraturan yang telah dibuat dan disepakati
bersama. Pemerintah bersama warga desa membuat aturan ini
berdasarkan keprihatinan atas penjualan rumah-rumah joglo
kuno yang terjadi sejak tahun 2000. Warga menjual dengan
harga cukup murah kepada kalangan pengusaha kayu dan
kolektor, yaitu di angka 50-100 juta per unit. Bagi warga desa,
uang sebesar itu sangat berharga. Mereka harus mengalami
panen bertahun-tahun dengan penyisihan tabungan yang
ekstra untuk mendapati angka ratusan juta. Tawaran harga
yang tinggi tersebut membuat warga sangat mudah tergiur.
Melalui peraturan ini mereka berharap penjualan rumah joglo
kuno di desa mereka dapat ditekan dan tetap lestari.
SEDEKAH BUMI
/144

Sebagai desa dengan mayoritas penduduk beragama Islam, setiap bulan Ramadhan
desa dimeriahkan dengan pertunjukan kesenian Tong-tongklek. Kesenian ini lahir
dari tradisi warga saat membangunkan sahur. Biasanya anak-anak dan kawula
muda akan Bersiap mulai jam 1 hingga jam 3 malam untuk menyemarakkan
lingkungan. Mereka membentuk kelompok bahkan komunitas-komunitas khusus
untuk membangunkan sahur. Pada tiap tanggal 27 di bulan puasa, kesenian ini
diakomodir dalam gelaran yang lebih besar, yakni Festival Tong-tongklek. Dalam
festival ini komunitas maupun kelompok akan diperlombakan, dan menariknya
setiap 5 tahun sekali akan diadakan penganugerahan dengan beberapa nominasi.
Di antaranya kelompok paling menarik, kelompok terbaik, dan sebagainya. Saat
ini kesenian Tong-tongklek ini masih terus dipertunjukkan dan pada tahun ini
sudah memasuki putaran ke -9.

Selain Tong-tongklek, kesenian rebana tempo dulu atau yang sering disebut
hadrah masih bisa dijumpai di Desa Pondokrejo. Kesenian ini dimainkan dengan
alat musik kendang turun temurun hingga sekarang. Hadrah akan dimainkan
ketika seseorang memiliki hajat atau nazar tertentu. Kelompok pemain hadrah
adalah biasanya orang-orang yang sudah berusia tua. Pembeda lainnya dengan
rebana pada umumnya yakni syair yang dilantunkan. Sebagian besar syairnya
berisi tentang seni dalam mengagumi Nabi Muhammad SAW serta mengingatkan
manusia untuk beribadah.

Sekitar delapan puluh persen penduduk desa Pondokrejo bekerja sebagai


DUA PULUH DUA EKOR LELA, AYAM
/145
JANTAN DAN BUNGA SEDAP MALAM
DARI PONDOKREJO

petani. Mungkin hal itulah yang menyebabkan warga sangat


menghormati alam dan melaksanakan tradisi leluhur.
Kegiatan sehari-hari mereka adalah pergi ke sawah di pagi
dan pulang ke rumah pada sore hari. Banyak dari mereka yang
bergantung pada hasil pertanian sehingga sebagian besar
penduduk desa menaruh harap dari alam. Sebagai rasa syukur
kepada Tuhan atas limpahan rezeki berupa hasil panen dan
dihindarkan dari marabahaya, hingga saat ini Desa Pondokrejo
menyelenggarakan tradisi sedekah bumi. Persembahan
ditujukan kepada leluhur—seringkali disebut sebagai Mbah
Danyang—yang mereka percayai. Konon desa mereka ada
karena cikal bakal dari sepasang laki-laki dan Perempuan.
Danyang laki-laki yakni Mbah Datuk sedangkan danyang
Perempuan yakni Mbah Sakira.

Pelaksanaan sedekah bumi di Desa Pondokrejo tidak sembarang


waktu dapat dilaksanakan. Hanya pada bulan Muharram hari
Rabu pasaran Jawa Pon tradisi ini boleh dilakukan. Sebagai
wujud menghargai, masyarakat mengekspresikannya dengan
memberikan sesembahan berupa lele rolikur, ingkung, Dan
kembang sedap malam (Ikan lele 22 ekor, ayam jago jantan,
dan bunga sedap malam). Sesaji ini menjadi kebutuhan ritual
atau upacara adat sedekah bumi yang wajib ada atau tidak boleh
terlewat. Gelaran acara dimulai dengan masing-masing RT akan
SEDEKAH BUMI
/146

membuat gunungan lalu dikirab ke seluruh desa dan akan


berakhir di punden. Lalu dilanjutkan dengan doa dan grebek
gunungan.

Grebek gunungan ini memiliki filosofi


agar mendapat keberkahan dari Yang
Maha Kuasa. Selama berlangsungnya
prosesi ini, banyak warga dari desa
lain yang ikut berebut gunungan.
Tradisi ini biasanya digelar 2-3 hari
dengan berbagai hiburan rakyat seperti
ketoprak dan dangdut. Kegiatan ini
juga menjadi kesempatan masyarakat
untuk bertemu dan mengkreasikan
bancaan yang akan digunakan dalam
tradisi sedekah bumi.
RUANG PENGUATAN KOHESI SOSIAL
DAN EDUKASI REGENERASI
DARI TANAH PRAJURIT

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/148

masyarakat Desa Pringgasela berasal


dari 3 suku berbeda yang melebur
menjadi satu kesatuan budaya
harmonis. Festival 'Dongdala'
merayakan keragaman budaya ini
dengan musik
Pringgasela berasal dari kata “Pringga” dan “Sela”. Pringga berarti
prajurit dan Sela berarti batu, jadi Pringgasela dimaknai sebagai
prajurit batu. Asal-muasal penduduk Pringgasela merupakan
keturunan dari keluarga raja Selaparang. Menurut cerita, keluarga
Selaparang mengalami perpecahan pada masa kejayaannya. Hal ini
membuat keturunan keluarga ini terbagi ke dalam beberapa kelompok.
Kelompok pertama mendiami Desa Rumbuk, kelompok kedua
mendiami Desa Sesela, kelompok ketiga mendiami Desa Temanjor,
dan kelompok keempat mendiami Desa Pringgasela.
Pringgasela Selatan adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan
Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur. Desa ini adalah salah satu desa
pemekaran yang baru berusia 10 tahun dengan luas wilayah 465 Ha
dengan 7 Kewilayahan dan dihuni 8268 jiwa penduduk. Bentang alam
desa Pringgasela Selatan sebagian besar merupakan lahan pertanian
RUANG PENGUATAN KOHESI SOSIAL
/149
DAN EDUKASI REGENERASI
DARI TANAH PRAJURIT

dan perkebunan. Potensi wisata di desa Pringgasela Selatan cukup


banyak baik dari segi atraksi atau yang lainnya. Hampir di semua
kewilayahan mempunyai potensi wisata tersendiri. Di Kewilayahan
Pancor Kopong Utara dan Induk terdapat air terjun Gua Kopong
yang airnya bersumber dari mata air pegunungan langsung.
Dahulu kala, Goa Kopong dijadikan sebagai tempat dilakukannya
ritual adat. Waktu pelaksanaan ritual dilakukan pada bulan-bulan
tertentu terutama ketika akan dilakukannya masa tanam untuk
mengharapkan kelancaran dalam proses bertani pada masyarakat.
Kemudian ritual Tolak bala, yang tujuannya untuk mengharapkan
kesehatan dan kesejahteraan untuk masyarakat, biasanya dilakukan
pada bulan Syuro atau Muharram. Goa Kopong merupakan sebuah
Goa dengan diameter sekitar 1,2 meter dan di dalamnya terdapat
mata air yang mengalir terus menerus.

Pada musim kemarau pun, aliran air tetap stabil dan debit airnya
tidak pernah berkurang. Di dekat Goa terdapat Sungai dengan lebar
sekitar 3 meter. Kini sungai tersebut menjadi pasokan air irigasi
utama pertanian setempat. Waktu tempuh ke goa itu sekitar 10 menit
dari kantor desa dengan kendaraan kemudian dilanjutkan berjalan
kaki sekitar 15 menit. Akses menuju goa berupa area persawahan
yang disambung dengan tebing bebatuan menurun. Pada awalnya,
Goa Kopong merupakan tempat dilakukannya ritual adat dan tempat
persembahan terhadap makhluk gaib yang menjaga daerah Kopong.
SEDEKAH BUMI
/150

yang tujuannya untuk


mengharapkan kesehatan dan
kesejahteraan untuk masyarakat.
Tujuannya agar masyarakat setempat diberi kemakmuran dan
kesehatan. Tapi sejak masuknya agama Islam di Pringgasela
Selatan, aktivitas dan kepercayaan tersebut mulai ditinggalkan.
Pada masa kini, Goa Kopong dikembangkan menjadi wisata alam
berupa pemandian kolam renang alami yang sering dikunjungi
oleh masyarakat sekitar maupun luar daerah. Goa Kopong
dikelola oleh Pemerintah Desa dan Masyarakat setempat dan
secara bertahap dikembangkan menjadi area Wisata Alam desa.
Kewilayahan ini sebagian besar penduduknya menjadi
penenun dengan masih mempertahankan kearifan lokalnya
yakni menggunakan alat tradisional yang disebut "Alat Tenun
Gedogan." Tentu bukan menjadi hal yang mengejutkan apabila
Desa Pringgasela Selatan menjadi sentra tenun songket. Tenun
yang dihasilkan memiliki ciri khas motif dan warna. Motif
batik SASAMBO SEAGANA mempunyai filosofi tersendiri yang
dituangkan dalam desain motif batik. Motif ini menceritakan
filosofi suatu benda, kesenian daerah, kuliner dan berbagai
macam filosofi terutama yang berkembang di pulau Lombok.
RUANG PENGUATAN KOHESI SOSIAL
/151
DAN EDUKASI REGENERASI
DARI TANAH PRAJURIT

Inovasi baru yang dikembangkan oleh Kelompok Batik yaitu mengolah pewarna
alam yang bisa dijadikan sebagai pewarna batik. Selain itu, Bahan pembuatan cap
batik yang biasa dipakai adalah limbah kayu yang didapatkan dari gudang potong
kayu di sekitar lokasi, sehingga biaya produksi bisa ditekan seefisien mungkin. Di
Pringgasela Selatan penggunaan pewarna alam kain merupakan warisan budaya
turun temurun dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan di sekitar desa. Proses
pewarnaan dilakukan dengan cara fermentasi dari sari pewarna tumbuhan. Pada
zaman dahulu sebelum berkembangnya benang pabrikan di masyarakat, benang
kapas menjadi komoditas utama untuk pembuatan kain tenun Pringgasela. Kain
kapas inilah yang kemudian diwarnai menggunakan pewarna alam yang didapat
dari tumbuhan alam di sekitar Desa Pringgasela, di antaranya pohon tarum yang
memiliki warna dasar Biru Navy, kulit pohon banten yang memiliki warna dasar
coklat, buah pinang memiliki warna dasar Merah, buah mengkudu memiliki
warna dasar hijau, dan lain-lain.

Berdasarkan warisan nilai-nilai tradisi setiap setempat, wanita Pringgasela


Selatan diwajibkan bisa menenun kain. Setiap motif yang terdapat dalam kain
merupakan ciri khas dan menjadi identitas kain tenun Pringgasela selatan.
Seiring berjalannya waktu, menenun tersebut menjadi salah satu mata
pencaharian masyarakat Desa Pringgasela. Proses menenun dilakukan dengan
cara tradisional menggunakan peralatan dari kayu dengan beraneka macam
fungsi yang menyertainya. Di era yang semakin modern ini, kerajinan kain tenun
kurang diminati oleh masyarakat Pringgasela Selatan. Mereka merasa pekerjaan
tersebut hanya membuang-buang waktu karena harga jual kain tenun tidak sesuai
SEDEKAH BUMI
/152

dengan waktu dan proses pembuatannya yang lama sehingga tidak


cukup menjadi sumber penghasilan tetap.

Melihat kondisi tersebut, maka dibentuklah kelompok “NINA


PENENUN” yang intens dalam melestarikan tradisi tenun di
Pringgasela Selatan. Fokus dari kelompok tersebut yaitu terus
menyosialisasikan pentingnya tenun tradisional di Pringgasela sebagai
warisan budaya. Di samping itu, kelompok Nina Penenun memberikan
pelatihan-pelatihan tenun bagi generasi muda Desa Pringgasela
Selatan serta mengajarkan cara mengolah kain tenun menjadi produk-
produk turunan yang mempunyai daya tarik dan nilai jual yang tinggi
bagi konsumen. Untuk meningkatkan popularitas Tenun Pringgasela,
kelompok pemuda Pringgasela bersatu mengadakan pergelaran
budaya yang dinamakan “Alunan Budaya Desa.” Berbagai Atraksi
yang dipusatkan di tugu Perjuangan desa ditampilkan, di antaranya
atraksi 1350 penenun yang secara bersama-sama menenun. Selain itu
Prosesi upacara adat Boteng Tunggul juga pernah dilakukan untuk
menampilkan kain-kain tenun tua yang diperkirakan berusia ratusan
tahun dan dipamerkan untuk masyarakat umum. Ada juga pergelaran
Fashion Show yang menampilkan kreasi baju tenun yang dikembangkan
oleh masyarakat.

Bila ditilik ke belakang, sejarah tenun di Pringgasela Selatan dipercaya


telah ada sekitar tahun 1522. Di sana terdapat nama sebuah huma
RUANG PENGUATAN KOHESI SOSIAL
/153
DAN EDUKASI REGENERASI
DARI TANAH PRAJURIT

(bebalik) yang dibuat di atas tumpukan batu. Oleh penduduk


sekitar dinamakan Bebalik Batu Prigi yang akhirnya menjadi sebuah
dusun yang disebut Dusun Prigi. Dusun Prigi adalah bagian dari
wilayah kekuasaan Kerajaan Selaparang. Dusun Prigi berbatasan
dengan Kali Belimbing yang biasanya digunakan sebagai tempat
pertahanan dari serangan musuh. Sebagian besar penduduk Dusun
Prigi berasal dari keturunan Selaparang sehingga Dusun Prigi diberi
nama Pringgasela. Pringga artinya Prajurit batu/generasi/raga/
keturunan, dan Sela berarti Selaparang. Jadi Pringgasela berarti
generasi Selaparang.

Sebelum lahirnya nama Desa Pringgasela, ada salah seorang tokoh


agama Islam bernama Lebai Nursini. Ia datang dari Sulawesi setelah
singgah di Pulau Sumbawa untuk menyebarkan agama Islam. Oleh
penduduk Pringgasela ia dianggap seorang wali karena ketakwaan
dan ketekunannya mengajarkan agama Islam. Sambil berdakwah
kepada penduduk, ia juga mengajarkan cara bertani dan menenun.
Dengan memanfaatkan bunga-bunga kapas yang tumbuh liar di
sepanjang huma-huma. Kapas itu dikumpulkan dan dijemur lalu
dipintal dengan menggunakan alat sederhana yang sekarang disebut
ganti (gentian), petuk, saka, dan kanjian. Selanjutnya bunga kapas
yang telah menjadi benang diberi warna dengan zat pewarna yang
terbuat dari tumbuh-tumbuhan, akar dan kulit kayu yang selanjutnya
disesek (ditenun) dengan menggunakan balok-balok kayu sederhana
SEDEKAH BUMI
/154

yang dirakit sedemikian rupa menjadi alat tenun sederhana yang disebut
alat tenun gedogan.

Hingga saat ini kain tenun yang dibuat oleh Lebai Nursini masih tersimpan
sebagai pusaka leluhur Desa Pringgasela yang disebut Reragian. Di samping
itu terdapat umbul-umbul/penjor pertama dan tertua di Indonesia yang
berumur sekitar 288 tahun dan terbuat dari rajutan potongan kain tenun
yang disebut Tunggul. Kata Tunggul disarikan dari kata Tunggal/Satu/Esa
yang dihubungkan dengan nilai dan norma agama bahwa Tuhan Yang Maha
Esa itu hanya satu, yaitu Allah SWT. Tunggul yang panjangnya sekitar 35
meter pernah didirikan pada tahun 1974 dalam upacara perkawinan yang
disebut acara “Boteng Tunggul Gawe Desa”. Oleh masyarakat Pringgasela
kedua benda pusaka ini dianggap mempunyai kekuatan magis dan
dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sampai saat
ini kedua benda pusaka itu masih tersimpan rapi sebagai Pasek Desa dan
induk dari semua kain tenun yang dibuat para pengrajin.

Masyarakat Desa Pringgasela berasal dari 3 suku berbeda dengan kultur


masing-masing, yakni trah Pringgasela, trah Rempung atau Sumbawa,
dan trah Masbagik. Kebudayaan dari ketiga elemen yang berbeda tersebut
"melebur menjadi satu" sebagai suatu kesamaan budaya yang harmonis.
Elemen-elemen kebudayaan seperti musik tradisi Klenang Nunggal, ritus
zikir komunal serta produk tenun lokal dan kuliner tradisional terfasilitasi
dalam festival budaya "Dongdala" yang rutin diselenggarakan sebagai
RUANG PENGUATAN KOHESI SOSIAL
/155
DAN EDUKASI REGENERASI
DARI TANAH PRAJURIT

pesta rakyat, ruang kohesi sosial dan edukasi regenerasi. Semua itu
dilakukan masyarakat di kaki Gunung Rinjani yang kaya sumber
air dan vegetasi hutan hijau. Setiap kali Festival Dongdala digelar,
turut tampil pula Tari Tenun yang menggambarkan tentang proses
produksi tenun masyarakat setempat. Biasanya penari terdiri dari
5 orang wanita yang membentuk pola gerakan kombinasi yang
teratur mengikuti irama music tradisional. Dimulai dari gerakan
merangkai benang, aktivitas ketika menenun dan memperagakan
hasil tenun yang sudah menjadi lembaran kain. Tarian ini dikreasi
untuk memperkenalkan tenun Pringgasela Selatan ke dunia luar dan
diharapkan mampu memotivasi generasi muda agar lebih menekuni
tenun tradisional mereka.

***
SKRM SQUAD: LASKAR PENANAM
RASA CINTA PADA KAMPUNG

SEDEKAH BUMI 2023


SKRM SQUAD: LASKAR PENANAM
/157
RASA CINTA PADA KAMPUNG

festival 'Nginguk Githok' di Desa Sekarsari


menjadi simbol kearifan lokal yang
menggabungkan tradisi dengan unsur
kontemporer. Ini adalah upaya pemuda
desa untuk melestarikan budaya dan
mendorong perubahan positif.
Sebagai desa sub-urban yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian
petani, Desa Sekarsari merupakan daerah yang dikelilingi area persawahan
lahan tadah hujan. Kondisi lahan tandus dan kering pada musim kemarau
mengakibatkan kurang maksimalnya pemanfaatan lahan. Hal ini berdampak
pada lambatnya laju perekonomian warga terutama dari sektor pertanian
dan memicu munculnya berbagai permasalahan sosial. Iklim panas dan
kering ditambah permasalahan ekonomi yang ditimbulkan membuat
masyarakat berangsur-angsur mulai meninggalkan adat, tradisi, dan nilai
kearifan lokal peninggalan leluhur yang dianggap sudah tidak relevan
dengan perubahan zaman. Permasalahan yang tidak kunjung terselesaikan
menciptakan pola pikir pragmatis, yakni satu persatu meninggalkan mata
pencaharian sebagai petani kemudian bermigrasi ke kota besar untuk
mencari penghidupan yang layak.
SEDEKAH BUMI
/158

remaja-remaja ini kemudian


bertransformasi menjadi sebuah
grup seni musik bambu dan
pertunjukan yang

Berangkat dari keprihatinan tersebut beberapa pemuda kampung


berinisiatif membuat sebuah kelompok gerakan dengan visi misi
utama menumbuhkan kecintaan kembali terhadap kampung. Mereka
percaya lewat kegiatan-kegiatan berbasis event kekompakan dan
kerukunan antar warga akan terjaga. Dari sana modal kepedulian dan
rasa memiliki terhadap tempat tinggalnya perlahan akan mendorong
perubahan kondisi desa menjadi lebih baik. Menariknya kelompok
anak muda ini terbentuk tidak langsung sebagai penggerak desa.
Sebelum tahun 2018, kelompok ini merupakan pecinta pertunjukan
musik dangdut pantura yang berkegiatan hanya satu dua kali dalam
setahun dan berperan sebagai panitia penyelenggara. Dan mulai tahun
2018 mereka melihat kepentingan lain yang dapat ditumpangi dan
sifatnya lebih genting untuk dilakukan, yakni menjaga masyarakat
mereka untuk tetap cinta terhadap desanya. Kelompok ini kemudian
menamai dirinya sebagai “SKRM SQUAD”.
SKRM SQUAD: LASKAR PENANAM
/159
RASA CINTA PADA KAMPUNG

Dari kelompok ini kemudian lahir unit-unit kegiatan lain, di


antaranya Grup Rebana Nada-Dien, Grup Tari Sufi, Tim Penggugah
Sahur, dan SKRM Bamboe Percussion. Ketika baru terbentuk,
grup rebana mulai menunjukkan performanya dengan mengisi
acara pengajian yang digelar oleh K.H. Abdul Hafidz selaku Kepala
Daerah Kabupaten Rembang. Selain grup rebana, komunitas
ini juga berhasil memunculkan produk kesenian tari sufi yang
beranggotakan remaja berstatus pelajar SMP-SMA. Sedangkan
SKRM Bamboe Percussion lahir dari kebiasaan membangunkan
warga menjelang santap sahur pada bulan Ramadhan. Remaja-
remaja ini kemudian bertransformasi menjadi sebuah grup seni
musik bambu dan pertunjukan yang beberapa kali mengisi gelaran
festival skala nasional.

Mulai saat itulah kemeriahan setiap satu tahun sekali terlihat di


Dusun Sekararum, Desa Sekarsari, Kecamatan Sumber, Kabupaten
Rembang. Di sini sedekah bumi digelar dengan berbagai acara
mulai tradisi arak-arakan, tahlil pundhen, hajat pundhen, tayuban,
campursari, ketoprak, pengajian, pentas dangdut, penampilan grup
rebana, tari sufi, Bamboe Percussion hingga seni kontemporer
seperti mural. Berbeda dengan desa lainnya, sedekah bumi di
daerah ini banyak bertaut dengan unsur modern, kontemporer, dan
pop. Sugito S. Lome, tokoh pemuda Sekararum menuturkan tiap
tahun tradisi ini digelar dengan mengambil tema sesuai konteks
SEDEKAH BUMI
/160

kekinian di masyarakat. Selain sebagai warisan yang terus dilestarikan


pengambilan tema tertentu setiap tahunnya dimaksudkan sebagai
bentuk revitalisasi sedekah bumi.

tradisi sedekah bumi yang ada di Desa


Sekarsari tahun ini dinamai dengan
“Nginguk Githok” yang artinya refleksi atau
berkaca dalam diri.
Tradisi sedekah bumi yang ada di Desa Sekarsari tahun ini dinamai
dengan “Nginguk Githok” yang artinya refleksi atau berkaca dalam diri.
Festival pertama yang berhasil diselenggarakan selama satu minggu
penuh ini berkolaborasi dengan jaringan komunitas Kolektif Hysteria
Semarang. Dalam hal ini sedekah bumi menjadi ruang untuk memaknai
ulang tradisi nilai-nilai kearifan lokal yang sudah mulai luntur.
Belajar dari pengalaman membuat sedekah bumi menjadi gelaran
yang lebih besar, yakni festival, kelompok ini terbiasa mengintervensi
dan mengaktivasi ruang-ruang yang sebelumnya terbengkalai atau
ditinggalkan. Salah satunya yakni Pundung Gede I. Pundung Gede
merupakan punden kecil di tengah area persawahan yang zaman
dahulu sering dipakai sebagai ritual syukuran atau ritual lain yang
berkaitan dengan kepercayaan masyarakat setempat. Hingga saat ini
SKRM SQUAD: LASKAR PENANAM
/161
RASA CINTA PADA KAMPUNG

tradisi sedekah bumi dilakukan bertepatan dengan tanggal 1 Syuro/ 1 Muharram


sekaligus memperingati pergantian tahun baru penanggalan Islam Jawa.

Gelaran sedekah bumi di Desa Sekarsari biasanya dilangsungkan dengan prosesi


ritual syukuran. Warga Desa Sekarsari berbondong-bondong mendatangi
‘punden’ yang dipercayai sebagai cikal bakal berdirinya desa. Prosesi yang
dilakukan di punden yakni berdoa bersama dan dilanjutkan berbagi makanan
yang bertujuan untuk keselamatan kampung. Setelah berdoa, acara dilanjutkan
dengan pertunjukan tayub yang dibawakan dua penari. Konon Tari Tayub menjadi
syarat mutlak dalam acara sedekah bumi di kampung itu. Berbagai acara digelar
dalam acara 'Sedekah Bumi' kali ini, diantaranya pertunjukan ketoprak, hiburan
organ tunggal, serta pengajian. Di sela-sela acara panitia mengadakan beberapa
lomba hiburan antar warga.

Semakin sering Desa Sekarsari menyelenggarakan kegiatan pada akhirnya


menumbuhkan kesadaran untuk berjejaring lintas daerah, komunitas, dan warga.
Hal ini dilandasi pemikiran bahwa sesuatu yang besar bisa diraih jika dikerjakan
bersama-sama dan melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu masyarakat aktif
mengadakan diskusi dan berkolaborasi dalam berbagai kegiatan bersama.
Praktik-praktik sosial yang dikerjakan ini menarik perhatian dunia luar bahkan
internasional. Beberapa kali desa ini dikunjungi sebagai sumber penelitian atau
sekedar menyaksikan ragam budaya di Desa Sekarsari khususnya pada tradisi
Sedekah Bumi Nginguk Githok.
SEDEKAH BUMI DAN IKHTIAR
MEMULIAKAN PEREMPUAN
DI DESA SUDO

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI DAN IKHTIAR
/163
MEMULIAKAN PEREMPUAN
DI DESA SUDO

adalah bentuk rasa syukur dan


harapan masyarakat kepada Tuhan atas
hasil panen, serta upaya melestarikan air
sebagai sumber kehidupan. Dalam tradisi
ini, peran perempuan sangat diberdaya-
kan, terutama dalam tarian dan persiapan
hidangan ambengan yang melibatkan
berbagai jenis makanan tradisional.
Desa Sudo merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Rembang, Jawa
Tengah. Desa ini Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani padi,
jagung, palawija, dan tembakau saat musim kemarau karena lingkungan
desa Sudo adalah dataran rendah dan persawahan dan terletak di dataran
rendah dengan curah hujan yang rendah/sedang. Terdapat tiga dukuh
yang ada di Desa Sudo yaitu Dukuh Sudo, Bulaksawah, dan Bogo. Total
penduduk yang tinggal di Desa Sudo sebanyak 1.344 jiwa. Luas wilayah Desa
Sudo adalah 6.62 km2 dengan jarak ke ibukota mencapai 15 km. Desa Sudo
menjadi salah satu desa yang mengisi acara diskusi kelompok terpumpun
Sedekah Bumi Pekan Kebudayaan Nasional 2023 yang telah dilaksanakan
SEDEKAH BUMI
/164

di Lombok dengan representasi tradisi sedekah bumi dan acara-acara


pengisi tradisi seperti dangdutan, campursari, dan ketoprak.

penamaan Sudo diartikulasikan


dalam Bahasa Jawa kuno yaitu susut
atau kurang.
Di era akhir Majapahit, Sudo dikenal dengan nama Sudung Bulak
Obor. Wilayah tersebut mengalami bencana alam kekeringan panjang.
Wilayah yang sebelumnya rawa tersebut kering karena Gunung
Sakembaran jebol sehingga genangan air rawa menyusut. Tetapi
pada masa kering tersebut muncul sumber mata air. Penamaan Sudo
diartikulasikan dalam Bahasa Jawa kuno yaitu susut atau kurang.
Dalam kekeringan tersebut para leluhur (Mbah Jenggot, Mbah
Kusumo Jati/Lembu Suro (pejabat dari majapahit yang melepaskan
keduniawian untuk menemukan dunia ketentraman), dan Mbah
Saribut) memberikan pesan yang harus diterapkan yaitu jangan
berkecil hati karena kondisi mengalami kekurangan ini kedepannya
bisa lebih baik lagi dengan menerapkan sabar dan sukur (selayur).
Selain untuk keperluan minum, oase tersebut memiliki manfaat untuk
pembersihan jiwa (junub).
SEDEKAH BUMI DAN IKHTIAR
/165
MEMULIAKAN PEREMPUAN
DI DESA SUDO

masyarakat bisa membawa ide-


ide segar untuk melestarikan air
sebagai sumber kehidupan mereka.
Masyarakat Desa Sudo memiliki pemahaman khusus tentang air
yang sudah menjadi sumber kehidupan di Desa Sudo. Desa sudo
memiliki bendungan dan lahir dari bendungan tersebut. Bendungan
atau sumber mata air itulah yang menjadi media dan penyemangat
gerakan warga. Ada sebuah wilayah di Desa Sudo, yaitu sebidang
tanah, yang dikelola sebagai titik pergerakan masyarakat yang
digenangi air (secara letak geografis). Sebidang tanah tersebut
diharapkan bisa menjadi sumber inspirasi untuk penyelenggaraan
tradisi. Masyarakat bisa membawa ide-ide segar untuk melestarikan
air sebagai sumber kehidupan mereka. Dalam tradisi sedekah bumi
sendiri, masyarakat memanfaatkan air tersebut untuk menyirami
tanaman supaya tumbuh subur dan menghasilkan hasil bumi.
Punden-punden tersebut juga berdekatan dengan air sehingga
masyarakat mengambil pesan dari keberadaan punden yang
berdekatan dengan sumber air sebagai wasiat agar mereka merawat
sumber kehidupan.
SEDEKAH BUMI
/166

pengajian juga dilakukan


di basecamp dan diskusi terkait
kebudayaan atau seni budaya.
Tradisi sedekah bumi sendiri memiliki makna bentuk rasa syukur masyarakat
desa kepada Tuhan atas limpahan rezeki berupa hasil panen dan dihindarkan dari
musibah. Tradisi ini biasanya digelar 2-3 hari dengan hiburan rakyat. Tradisi ini
juga menjadi sarana dalam menjalin hubungan masyarakat serta menjalin tali
silaturahmi dengan mengkreasikan bancakan (seserahan) yang akan digunakan
dalam tradisi sedekah bumi. Persiapan sebelum acara tradisi sedekah bumi yang
pertama adalah rapat desa untuk menentukan kapan dilaksanakannya. Tanggal
pelaksanaan tradisi sedekah bumi tidak selalu pasca panen tetapi bisa 1 bulan
atau 5 bulan setelah panen. Untuk menyesuaikan perkembangan zaman, tradisi
ini juga mencakup kegiatan lain seperti Agustusan sekaligus merayakan hari
kemerdekaan. Hari pelaksanaan selalu dilaksanakan pada hari Sabtu Wage.
Selain sudah turun temurun, penentuan tanggal tersebut memiliki makna proses
penciptaan dunia di dalam enam waktu dalam perspektif budaya Jawa dari Selasa
Kliwon sampai Sabtu Wage. Hari Sabtu Wage tersebut kemudian ditunjuk sebagai
hari pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi sebagai waktu terakhir dalam penciptaan
dunia dalam enam waktu.
SEDEKAH BUMI DAN IKHTIAR
/167
MEMULIAKAN PEREMPUAN
DI DESA SUDO

Pembentukan panitia dilakukan untuk menyukseskan tradisi


Sedekah Bumi yang diisi oleh masing-masing wilayah yaitu
perwakilan RT dan RW dan perangkat desa. Tugas mereka adalah
mengkoordinasikan warga di masing-masing wilayah dan terkait
swadaya dalam bentuk makanan yang sudah jadi untuk hajatan
sedekah bumi, hajatan di rumah, dan uang tunai yang sudah
ditentukan sesuai klasifikasi tingkatan A, B, C berdasarkan status
sosial atau tingkat ekonomi. Klasifikasi A nominalnya Rp185.000
per KK karena dianggap memiliki tingkatan ekonomi tinggi, Rp
150.000 ribu per KK diberikan oleh keluarga yang memiliki tingkat
ekonomi sedang (klasifikasi B), Rp 120.000 per KK diberikan oleh
keluarga dengan tingkat ekonomi kurang (klasifikasi C). Komunitas-
komunitas juga menyuguhkan pentas-pentas dalam tradisi sedekah
bumi seperti sendratari, campursari, dan barongan. Selain hiburan
tersebut acara ini juga diisi oleh kegiatan memancing dari forum
komunitas waduk (FKW) bekerja sama dengan pokdarwis desa
wisata. Pengajian juga dilakukan di basecamp dan diskusi terkait

masyarakat bisa membawa ide-ide


segar untuk melestarikan air sebagai
sumber kehidupan mereka.
SEDEKAH BUMI
/168

kebudayaan atau seni budaya.

Acara inti dari tradisi sedekah bumi adalah ritual hajatan di punden
yang ada di desa Sudo dengan membawa sesaji dan menampilkan penari
dan gamelan di lokasi. Terdapat tiga punden yang ada di Desa Sudo
yaitu Punden Kusumo Jati, Punden Mbah Jenggot, dan Punden Mbah
Saribut (Sari Bumi Pertiwi). Tradisi sedekah bumi sendiri dipusatkan
di satu punden, yaitu punden Mbah Saribut, dan dihadiri oleh semua
elemen masyarakat. Dalam acara tersebut, dihadirkan sesajen dengan
berbagai macam buah dan bahan lain seperti pisang (gegedangan) yang
memiliki makna harapan masyarakat bisa mendapatkan keselamatan
dan terhindar dari bala, bunga tiga rupa (minimal dari tujuh rupa)
memiliki makna cerminan keindahan, dan tikar asli daun pandan
dan daun salam. Daun salam memiliki makna selamat, diharapkan
warga dan desa mendapatkan keselamatan, daun sirih memiliki
makna sumurupo nganti ketemu rasane, kita dituntut untuk mengetahui
berbagai hal atau ilmu dan bisa mengimplementasikan ilmu tersebut.
Atribut yang lain ada kendi (kendali ning diri) memberikan makna
untuk melihat diri dan pengendalian diri supaya terjaga dari hawa
nafsu.

Perempuan memiliki tempat “khusus” dalam pelaksanaan tradisi


Sedekah Bumi di Desa Sudo. Dari tiga punden yang ada di Desa Sudo,
punden yang disentralkan adalah punden yang mewakili perempuan,
SEDEKAH BUMI DAN IKHTIAR
/169
MEMULIAKAN PEREMPUAN
DI DESA SUDO

yaitu punden Mbah Saribut. Masyarakat menyebut punden tersebut


dengan istilah lain yaitu Sri Wanodya (istilah sosok Perempuan
yang memiliki kelebihan), yang dikaitkan dengan Mbah Saribut.
Kaum perempuan, dalam tradisi ini sangat diberdayakan. Perannya
berkaitan dengan bersih-bersih punden dan berpartisipasi merawat
tanaman. Mereka berperan penting dalam tari-tarian karena
keelokan paras dan tarian yang mereka lakukan. Dalam tradisi
ini mereka berperan membuat nasi berkat atau ambengan. Bahan
dan jenis ambeng adalah dumbek (jajanan yang terbuat dari bahan
tepung beras dan tepung gula siwalan yang ditaruh di tempurung
lontar), bugis (ketan dibungkus daun pisang dengan isian kacang
hijau atau parutan kelapa yang diberi gula merah), dan Pasung (daun
pisang dibentuk mengerucut diisi adonan tepung dan pisang yang
sudah diirisi).

***
KEBANGKITAN TRADISI
DI TANAH MERAH PUTIH

SEDEKAH BUMI 2023


KEBANGKITAN TRADISI
/171
DI TANAH MERAH PUTIH

tradisi ini adalah bentuk


penghormatan terhadap warisan
budaya mereka yang selama ini
telah memberikan manfaat bagi
semua. Sedekah bumi adalah
pengingat akan pentingnya
menjaga dan merawat sumber daya
alam dan warisan budaya.
Menurut masyarakat setempat, cikal bakal desa mereka berasal dari adanya
tokoh agama penting yang melakukan perjalanan dalam rangka dakwah. Para
tokoh agama ini kemudian mendirikan petilasan sebagai tempat singgah
untuk beristirahat. Cerita mengenai hal ini berkembang sesuai versinya
sendiri di masyarakat sehingga menciptakan banyak kesimpangsiuran.
Tetapi ada peninggalan berupa petilasan yang masih ada saat ini berupa
sebuah punden. Sebagian masyarakat percaya bahwa di punden ini terdapat
danyang atau penjaga kampung mereka. Mbah Bronto adalah sebutan untuk
danyang laki-laki dan Mbah Ndariyah untuk danyang perempuan.
SEDEKAH BUMI
/172

Dahulu masyarakat masih menjalankan tradisi tertentu untuk


menghormati leluhur mereka. Biasanya, tiap satu tahun sekali sedekah
bumi digelar di sekitar area punden. Memasuki tahun 1990-an, seorang
penduduk yang memegang teguh agama Islam dan merupakan seorang
kyai menyebarkan ajaran Islam di Desa Sumber dengan sangat massif.
Ia melakukannya dengan membuat kelompok khusus pengikutnya.
Kelompok pengikut ini disebut putihan. Kelompok putihan awalnya
melakukan kegiatan keagamaan pada umumnya seperti mengaji,
rebana, dakwah, dan sebagainya.

Tentu tidak semua masyarakat ikut serta dalam kelompok ini.


Kelompok putihan mendominasi Desa Sumber bagian ngetanan atau
timur. Di bagian wilayah lain yakni kidulan atau selatan sebagian
besar merupakan warga asli dengan kepercayaan tradisi yang kuat
dan pelaku seni tradisional. Kesenian yang dilakukan diantaranya
Ketoprak Krido Mandiro, Anggok atau tarian lakon perjuangan, dan
Encek Pencak atau ilmu kanuragan. Warga inilah yang di antaranya
tidak menganut kelompok putihan sehingga dikategorikan sebagai
kelompok abangan.

Sebagai desa dengan warisan tradisi yang kuat dan percaya akan
leluhur, masyarakat desa hendak mengadakan sedekah bumi tahunan
dengan melakukan rembuk bersama terlebih dahulu di balai desa.
Dalam rembuk ini dihadirkan seluruh kelompok, baik abangan
KEBANGKITAN TRADISI
/173
DI TANAH MERAH PUTIH

maupun putihan. Akan tetapi obrolan ini tidak berjalan dengan baik dan terjadi
konflik di antara keduanya. Bahkan hingga melukai satu sama lain. Hal ini
dipicu ketidaksepahaman antara kelompok abangan dan putihan. Kelompok
putihan berpendapat bahwasanya sedekah bumi adalah bagian dari musyrik dan
tidak relevan dengan kehidupan saat ini. Di lain sisi, warga sebagai penduduk
asli sangat tidak terima dengan pernyataan tersebut. Sedekah bumi dipercayai
oleh mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap lelakoning urip. Sebagai
masyarakat yang hidup di atas tanah subur dengan hasil tani melimpah, kita patut
berterima kasih kepada alam melalui sedekah bumi. Kejadian tersebut hingga
saat ini dikenal dengan perang abangan putihan. Tidak adanya hasil mufakat
bersama justru berujung pada kegaduhan di desa. Sejak saat itulah sedekah bumi
tidak lagi diadakan.

Wandi dan Suharmono di tahun 2000-an membaca keprihatinan atas apa yang
terjadi di desanya. Desa yang tadinya nyaman, guyub, dan rukun tidak lagi mereka
rasakan. Atas keprihatinan tersebutlah mereka berinisiatif untuk mengaktivasi
kegiatan yang menarik didatangi oleh siapapun. Harapan mereka hanyalah
menyatukan kembali rasa persaudaraan antar sesama penduduk Desa Sumber.
Pemuda ini berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain dengan membawa
ember untuk mengumpulkan dana seadanya. Dengan dana tersebut, mereka
mendatangkan layer tancep atau yang sering disebut dengan video orog-orog.
Pada era itu, hiburan seperti ini sangat menyenangkan untuk dinikmati bersama.
Warga yang tadinya memisahkan diri satu sama lain perlahan mulai berbaur
dan berinteraksi kembali. Tentu, upaya penyatuan ini tidak terjadi dalam satu
SEDEKAH BUMI
/174

kelompok putihan berpendapat


bahwasanya sedekah bumi adalah
bagian dari musyrik dan tidak relevan
dengan kehidupan saat ini.
malam. Akan tetapi melihat antusiasme warga, mereka percaya bahwa apa yang
terjadi di desanya masih dapat diperbaiki. Sejak kegiatan bersama itulah konflik
yang ada perlahan mulai mereda. Adanya perubahan generasi juga menjadi faktor
penting bagaimana sensitivitas terhadap kepercayaan satu sama lain perlahan
tidak lagi menjadi sesuatu yang patut untuk dipersoalkan.

Sejak sedekah bumi tidak lagi dilakukan, kondisi punden memprihatinkan. Karena
lama tidak terjamah warga, punden ini hampir tertutup oleh sampah plastik yang
terbawa oleh air kemudian tertimbun belasan tahun. Akses menuju punden pun
semakin sempit dan tidak mudah untuk dilewati. Anak-anak yang lahir pada
generasi 2000an ke atas bahkan tidak mengerti bahwa di desanya terdapat punden
yang merupakan cikal bakal tempat tinggalnya berdiri.

Punden ini memiliki sendang yang menurut tetua desa merupakan penghidupan
desa di zaman dulu. Apabila ditelisik lebih jauh, penamaan desa sumber berasal
dari istilah sumberan yang berarti sumber mata air. Dahulu desa sumber
memiliki pepohonan yang terkenal rindang dengan aliran air deras dan jernih.
KEBANGKITAN TRADISI
/175
DI TANAH MERAH PUTIH

Keberlimpahan air ini tidak hanya dimanfaatkan oleh Desa Sumber


tetapi juga desa-desa di sekitarnya. Menurut cerita warga setempat,
pada waktu itu oleh kelompok putihan pohon-pohon besar ini
ditebang karena dianggap menimbulkan kemusyrikan. Sejak saat
itulah sendang ini tidak lagi dialiri air yang deras dan lama kelamaan
kering, juga kondisi desa yang semakin gersang dan panas.
Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, beberapa pemuda,
di antaranya Irul, mulai berupaya untuk mengaktivasi punden.
Di tahun 2019 mereka mencoba membangkitkan kembali tradisi

pohon-pohon besar ini ditebang


karena dianggap menimbulkan
kemusyrikan.
sedekah bumi yang ada. Hal ini didukung oleh para sesepuh dan
generasi terdahulu kampung. Mereka menganggap dengan adanya
sedekah bumi dapat memantik nostalgia kehidupan di masa lalu.
Sedekah bumi yang diintervensi oleh Irul dan kawan-kawan bukan
hanya membuka ingatan warga tentang kesakralan situs dan ritus
yang diselenggarakannya, akan tetapi mampu menjadi ruang dan
kesempatan warga untuk menengok masa lalu melalui kesenian dan
tradisi. Pemuda di Desa Sumber sepakat bahwa pendanaan sedekah
SEDEKAH BUMI
/176

bumi hanya boleh didapat dari warga mereka saja, itupun dalam bentuk
hasil bumi. Berbeda dengan desa-desa lain yang ada di Kabupaten
Rembang, sedekah bumi di Desa Sumber perlu dikonsep ulang dengan
pembacaan yang netral. Hal ini agar tidak memancing kembali memori
lama warga soal perang abangan putihan. Irul dan teman-teman secara
sederhana menyampaikan, bahwa sedekah bumi ini menjadi penting
untuk diadakan kembali karena beberapa tempat bersejarah yang ada
di desa memberikan manfaat secara umum dan apabila dibiarkan terus
menerus akan menjadi tidak bermanfaat, seperti salah satunya sumber
mata air (sendang).

Saat ini sedekah bumi dilakukan secara sederhana, yakni diawali


dengan berdoa di punden laki-laki atau Mbah Bronto, lalu dilanjut
dengan berdoa di Punden Perempuan atau Mbah Ndariyah. Pada saat
melakukan perjalanan dari punden laki-laki ke perempuan, warga
akan menyunggi— membawa sesuatu di atas kepala— bancakan
atau makanan yang dimasak oleh masing-masing rumah. Tradisi
ini biasanya diiringi dengan tari tayub dan arak-arakan gunungan.
Gunungan menjadi simbol atas hasil alam yang selama ini didapat
sekaligus sebagai bentuk untuk dinikmati bersama.

***
MENJAGA HIDUP DALAM
ATURAN DI ULUMANDA

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/178

desa Tandeallo di Kecamatan


Ulumanda, Sulawesi Barat,
dikenal sebagai 'Desa Air Terjun'
karena air terjunnya, seperti
Tapodo dan Kabiraan, masih alami.
Penduduknya, sebagian besar dari
Suku Mandar, adalah petani yang
menjaga tradisi pertanian mereka.
Kecamatan Ulumanda diapit beberapa Sungai yang mempunyai
potensi alam berupa air terjun yang belum tersentuh sama
sekali. Desa Tandeallo sering dijuluki sebagai desa air terjun
karena memiliki beberapa air terjun, di antaranya air terjun
Tapodo, Salu Tallang, air terjun Pelledoang, dan air terjun
Kabiraan. Desa ini terletak di Kabupaten Majene, Sulawesi
Barat, yang berjarak 104 kilometer dengan waktu tempuh
dua jam dari pusat kota Majene. Penduduk Desa Tandeallo
sebagian besar berasal dari Suku Mandar yang merupakan suku
asli di Sulawesi Barat. Umumnya mereka berbahasa dengan
SEDEKAH BUMI DAN
/179
PENGHORMATAN TERHADAP
AIR DI DESA TANJUNG

menggunakan Bahasa Mandar. Bahasa ini bagian dari kelompok


Utara dalam rumpun bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-
Polinesia dari rumpun bahasa Austronesia.

Saat ini mayoritas profesi Masyarakat Tandeallo yakni sebagai


petani. Pengetahuan masyarakat Ulumanda yang menganggap
padi memiliki ruh layaknya manusia inilah yang menjadikan padi
dianggap tidak sejajar dengan tumbuhan lain. Sistem pertanian di
Ulumanda sejak dulu dikelola secara adat dan turun temurun, hal ini
menjadikan masyarakat Ulumanda sebagai petani ladang dengan
sistem berpindah-pindah. Akan tetapi, seiring perkembangan
zaman, sebagian masyarakat mulai meninggalkan cara bertani
tersebut dengan beralih kepada pengolahan sawah dengan sistem
kepemilikan dan diolah secara menetap. Sankka pariama memuat
aturan dalam sistem pertanian sebagai masyarakat yang lahir dan
besar di lingkungan alam pegunungan dengan tanah yang subur,
masyarakat Ulumanda sangat akrab dengan alam pertanian sejak
dulu hingga sekarang.

Dalam hal pertanian ada setidaknya lima ritual yang dikenal


masyarakat Ulumanda. Pertama Mappanau, yaitu prosesi awal
penanaman padi yang biasa dilakukan indo pare. Kedua Makkatte,
yaitu ritual yang dilakukan awal mulai panen padi ladang. Ketiga
Makkaringgi'I, yaitu selamatan untuk mulai makan hasil panen.
SEDEKAH BUMI
/180

Keempat Mattuju, yaitu akhir dari panen padi ladang. Dan terakhir
Mappadiloko, yaitu penyimpanan hasil panen padi lumbung/loko.
Prosesi sakka pariama dilakukan oleh so’bo atau orang yang dianggap
paling mengetahui hubungan vertikal manusia dengan alam semesta
dan juga pembuat keputusan kapan dimulainya proses pertanian.

Masyarakat Desa Tandeallo hidup dalam aturan-aturan turun temurun


yang hingga saat ini masih terjaga keberlangsungannya. Selain
memiliki aturan dalam pertanian, masyarakat Tandeallo memiliki
pula aturan dalam meminang. Sakka Pambojanga yang di dalamnya
telah diatur tahapan-tahapan prosesi peminangan seorang gadis ke
pelaminan sampai kedua mempelai diberi kebebasan untuk mengatur
rumah tangganya sendiri, bahkan tata cara perceraian termasuk
denda sebuah kesalahan pada seseorang yang melanggar ada' tuho.
Berdasarkan aturan inilah pernikahan anggota masyarakat dengan
ulumanda marrende tedong ( menggiring kerbau ) digelar. Akan tetapi
seiring dengan punahnya kerbau ulumanda marrende tedo telah
berubah dengan istilah massoro pa'tedonga yang dapat berupa mahar
selain wujud kerbau sebenarnya namun bernilai setara dengan harga
seekor kerbau yang sesungguhnya.

Dalam prosesi passorong terdapat lima tahapan. Pertama adalah


Buka loa atau pembukaan atau pappamula bicara/loa dilakukan
dengan pemberian barang berupa kain kafan atau benda lain sebagai
SEDEKAH BUMI DAN
/181
PENGHORMATAN TERHADAP
AIR DI DESA TANJUNG

tanda sepakat dimulainya acara passorong. Kedua, Poa sorong


atau pemberian mahar berupa barang yang umumnya pohon
rumbia, kelapa atau sejenisnya. Ketiga, Pa' tedongang pemberian
persembahan berupa kerbau/ tedong sebagai mahar dalam
pernikahan, tedong yang diberikan dalam ragam bentuk dengan
nilai yang disepakati seharga kerbau. Keempat, Pakkatiang juga
pemberian barang atau benda yang senilai atau seharga menurut
ukuran kati, masih bagian yang sama yakni sebagai mahar. Dan
terakhir, Pebajai tangga lalang juga berupa benda atau uang yang
senilai dengan benda sesuai kemampuan.

Pertama kali melamar seorang perempuan, diutuslah secara rahasia


delegasi yang menjadi perwakilan kedua orang tua—yang disebut
mesisi—untuk mendatangi kedua orang tua pihak perempuan.
Setelah lamaran diterima, pihak perempuan mendatangi pihak laki-
laki untuk melamar sesuai kebiasaan melamar—disebut mambaha.
Selesai tahap mambaha, dilanjutkan dengan kebiasaan mallemba
dimana di tahap ini ditentukan waktu acara pernikahan. Acara ini
dilakukan oleh para pemangku ada' tuho yaitu tomakaka bersama
dengan perangkatnya dan keluarga kedua mempelai.

***
SEDEKAH BUMI DAN
PENGHORMATAN TERHADAP AIR
DI DESA TANJUNG

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/183

pada tradisi tersebut diadakan


bancakan (tahlilan) di Sumur Serut
di siang hari setelah adzan dzuhur
dan diadakan di masjid.

Desa Tanjung merupakan salah satu desa yang ada di Kabu-


paten Rembang dan menjadi salah satu pengisi dalam acara
Diskusi Kelompok Terpumpun Sedekah Bumi 2023 di Lombok
pada tanggal 7-9 Agustus 2023. Desa Tanjung merupakan
daerah perbukitan dengan intensitas curah hujan rendah.
Tidak ada sungai besar yang melalui desa tersebut. Akibat
intensitas curah hujan yang rendah tersebut, maka sistem
pertanian yang digunakan adalah pertanian tadah hujan yai-
tu dengan menampung air hujan menggunakan tempat yang
sudah disiapkan oleh warga.

Desa Tanjung terdiri dari 3 dusun yaitu Dusun Tanjung lor


yang dengan tiga RW, Dusun Tanjung Kidul dengan dua RW,
dan Dusun Kajen dengan satu RW. Berjarak dari tiga belas
kilometer pesisir pantai dan terletak di Pinggir hutan di sisi
Barat, mayoritas warga Desa Tanjung bekerja sebagai petani
MENJAGA HIDU
/184
DALAM ATURAN
DI ULUMANDA

dan peternak. Pada musim kemarau, komoditas tanamannya adalah


tembakau karena tahan dengan cuaca kering dan cocok ditanam di
lahan kering. Jika musim penghujan, komoditas tanamannya adalah
padi. Petani di Desa Tanjung menanam di lahan milik pribadi. Warga
juga memanfaatkan lahan hutan yang ada di pinggir desa untuk
menanam jagung, ketela, singkong, dan pisang. Lahan hutan yang
digunakan oleh warga adalah milik dari Perhutani. Keterlibatan
warga dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) membuat
warga bisa melakukan penanaman di hutan tersebut. Selain itu
warga juga bekerja sebagai buruh perawat tanaman untuk pabrik
gula Pakis, pabrik gula Trangkil, dan pabrik gula Rendeng. Komod-
itas utama yang ditanam adalah tanaman tebu sebagai tanaman
penghasil bahan gula mentah. Kebanyakan yang mengerjakan laki.
Mayoritas yang bekerja sebagai buruh perawat tanaman tebu adalah

sedekah Bumi di Desa Tanjung hanya


dilakukan dalam sehari dengan rang-
kaian acara tahlilan dan
ketoprak saja.

laki-laki. Banyak juga warga yang bekerja menjadi tenaga bangu-


SEDEKAH BUMI
/185

nan dengan penempatan di kota-kota besar seperti Jakarta, Sulawesi,


bahkan sampai ke Malaysia.

Potensi kultural yang dimiliki oleh Desa Tanjung adalah adanya makam
kyai yang di haul setiap tahun, yaitu makam Kyai Ronggo dan Kyai Ab-
dul Latif yang terletak di Dusun Kajen. Kedua kyai tersebut merupakan
tokoh agama penyebar agama Islam di Kabupaten Rembang dengan
wilayah penyebaran Kecamatan Sulang dan meluas ke Kecamatan
Sumber dan Kecamatan Kaliori. Kedua kyai tersebut merupakan kakak
beradik sedarah. Peziarah yang datang ketika haul berasal baik dari
Desa Tanjung dan maupun dari luar desa. Makam lain yang ada di
Desa Tanjung dan dinilai penting juga adalah makam Mbah Ronggo
Joyo, yaitu tokoh pembabat desa.

Potensi budaya lain yang terus dilestarikan adalah Sedekah bumi yang
dilakukan di bulan Selo (penanggalan jawa) setelah bulan Syawal.
Sedekah Bumi di Desa Tanjung hanya dilakukan dalam sehari dengan
rangkaian acara tahlilan dan ketoprak saja. Pada tradisi tersebut di-
adakan bancakan (tahlilan) di Sumur Serut di siang hari setelah adzan
dzuhur dan diadakan di masjid. Banyak warga yang datang pada tahl-
ilan yang dilakukan dalam prosesi sedekah bumi, namun lebih banyak
warga yang datang di sumur karena hal tersebut sudah dilakukan sejak
zaman dahulu. Warga yang datang membawa nasi berkat dari rumah
masing-masing yang kemudian ditukarkan kepada warga yang datang
MENJAGA HIDU
/186
DALAM ATURAN
DI ULUMANDA

pada acara tahlilan tersebut. Nasi berkat yang dibawa oleh warga
berisikan telur, ayam, ikan, jajanan dan nasi. Nasi berkat tersebut
dikumpulkan di satu titik dan ditutup dengan daun pisang supaya
tidak dihinggapi oleh lalat dan tetap steril. Warga kemudian duduk
bersila sambal melakukan pembacaan doa yang dilakukan oleh tokoh
masyarakat. Isi dari nasi berkat tersebut berasal dari hasil bumi dan
belanja. Tahlilan atau pembacaan doa dilakukan oleh Mbah Waras,
tokoh masyarakat yang dituakan di Desa Tanjung.

Prosesi tahlilan di Sumur Serut dilakukan selama setengah jam.


Sumur Serut sendiri sudah ada sejak zaman dahulu. Sumur tersebut
memiliki kisah terkait salah satu dari 3 mata air yang diambil oleh
warga dan berkaitan dengan Mbah Ronggo Joyo sebagai pembabat
desa yang menemukan mata air di Sumur Ganggeng yang kini
sudah ditutup karena dahulu ada proyek pembangunan jembatan
dan menjadi akses utama. Mistisisme sumur Ganggeng masih terasa
meskipun sudah ditutup. Konon, orang yang diperlihatkan sumur
tersebut diyakini akan memiliki banyak berkah.

Selain Sumur Ganggeng, dua mata air lain yang ada di Desa Tanjung
dan terkait dengan acara tahlilan ini adalah Sumur Kates dan Su-
mur Serut. Penamaan sumur-sumur tersebut diambil berdasarkan
tanaman-tanaman yang hidup berdekatan dengan sumur tersebut.
Fungsi dari adanya sumur tersebut adalah untuk kebutuhan se-
SEDEKAH BUMI
/187

hari-hari seperti untuk air minum. Pada tahun 1990-an dibangunlah


pembatas bata untuk melindungi warga supaya tidak jatuh ke dalam
sumur tersebut.

di tahun 1990-an, perayaan sedekah


bumi masih melibatkan tumpeng yang
kemudian diperebutkan oleh warga.
Setelah tahlilan dilakukan, acara tradisi sedekah bumi dilanjutkan
dengan pertunjukan ketoprak. Pertunjukan ketoprak digelar dengan
durasi yang sangat lama yaitu dimulai pada pukul setengah 3 siang
sampai jam 2 pagi. Warga mengundang pemain ketoprak tersebut dari
luar dengan biaya dari Kepala Desa Tanjung. Prosesi sedekah bumi di
Desa Tanjung bertransformasi dari tahun ke tahun. Di tahun 1990-an,
perayaan sedekah bumi masih melibatkan tumpeng yang kemudian
diperebutkan oleh warga. Namun sekarang tradisi tumpengan ini

pelaksanaan doa di masjid dilakukan


oleh modin dan tokoh agama.
MENJAGA HIDU
/188
DALAM ATURAN
DI ULUMANDA

sudah berganti dengan bertukar nasi berkat untuk mengedepankan


inti dari sedekah itu sendiri.

Acara sedekah bumi ini juga hasil dari rembug warga tanpa adanya
kepanitiaan. Acara tersebut hanya diumumkan di speaker masjid,
kemudian warga berkumpul di Sumur Serut dan masjid untuk
melakukan pembacaan doa. Pelaksanaan doa di masjid dilakukan
oleh modin dan tokoh agama. Dalam tradisi ini banyak warga yang
terlibat seperti tokoh masyarakat, termasuk yang dituakan, warga,
dan perangkat desa seperti kepala desa dan seluruh jajaran perangkat
desa. Peran dari warga sendiri adalah untuk menjaga kebersihan
dengan mengambil sampah yang berserakan di sekitar lokasi tahlilan
dan mempersiapkan tenda di sumur.

***
GEGUNUNGEN DARI BANTARAN
SUNGAI LAE CINENDANG

SEDEKAH BUMI 2023


GEGUNUNGEN DARI
/190
BANTARAN SUNGAI
LAE CINENDANG

desa Tanjung Mas, dengan warisan


budaya dan spiritualitas Syekh Abdul
Rauf As-Singkili, merupakan
perpaduan yang unik antara masa
lalu dan sekarang, diwujudkan dalam
tradisi Alang Gegoh dan keturunan
ulama besar yang menjaga warisan
tersebut.

Desa Tanjung Mas, yang terletak di bantaran sungai Lae Cinendang,


terdiri dari 222 kepala keluarga (KK) dan sekitar 600 jiwa. Dari 116
desa di Kabupaten Aceh Singkil, Tanjung Mas merupakan salah
satu yang banyak menyimpan situs sejarah dan budaya seperti
makam Ayahanda Syeikh Abdurrauf As-singkily yaitu syeikh Ali
Al-Fansuri. Desa ini memang masih menunjukkan geliat kebudayaan
sebagaimana lazimnya desa-desa Suku Singkil lain, seperti letak desa
yang berada di pinggir Sungai, rumah masyarakat yang berbentuk
panggung dan terbuat dari kayu, agama Islam yang berbasiskan
SEDEKAH BUMI
/191

tarekat, serta banyak terlihat bungki (sejenis perahu kecil) yang ter-
tambat di jamban atau dermaga kecil terbuat dari kayu.

Tetapi dibalik kesamaan tersebut, Desa Tanjung Mas memiliki ciri khas
yang berbeda dengan desa-desa Suku Singkil lain, khususnya dalam hal
dialek, kesenian, serta praktik kultural lainnya. Perbedaan ini muncul
karena secara historis Singkil dan Subulussalam dulunya merupakan
wilayah dari 16 kerajaan yang berdaulat. Pada masa itu, masyarakat
tunduk di bawah aturan yang berbeda, sehingga menyebabkan mun-
culnya perbedaan dan persamaan dalam praktik kultural pada Suku
Singkil seperti yang kita lihat sekarang. Jadi wajar saja jika saat ini
Desa Tanjung Mas masih memiliki khazanah budaya tersendiri yang
tidak dimiliki oleh desa lain di sepanjang sungai Cinendang.

Di Desa Tanjung Mas ditemukan hal-hal yang berkaitan dengan agama


Islam, seperti masjid yang diduga paling tua di Kabupaten Aceh Singkil,
makam bangsawan dan ulama kharismatik, serta adat istiadat, tradisi,
dan kesenian yang bernafaskan Islam. Kekayaan budaya ini muncul
karena secara historis kerajaan Tanjung Mas merupakan kerajaan terbe-
sar yang ada di wilayah Simpang Kanan. Dari sekian banyak khazanah
budaya tersebut, salah satu yang menarik perhatian adalah keberadaan
makam keluarga Syekh Abdul Rauf As-Singkili, yakni makam ayah
kandungnya yang bernama Syekh Ali Al-Fansuri, kemudian makam
saudara kandungnya yang bernama Syekh Aminuddin bin Ali Al-Fan-
GEGUNUNGEN DARI
/192
BANTARAN SUNGAI
LAE CINENDANG

suri, serta makam ibu kandungnya yang tidak disebutkan namanya.


Ketiga makam ini awalnya memiliki lokasi yang berdekatan, tetapi
makam Syekh Aminuddin kemudian dipindah ke seberang sungai
karena lokasi sebelumnya terkena abrasi. Menurut pengakuan be-
berapa warga, kerangka yang mereka temukan saat proses relokasi
terlihat masih dalam keadaan lengkap dan utuh. Mereka meyakini
bahwa hal itu merupakan salah satu karomah yang dimiliki oleh
Syekh Aminuddin bin Ali Al-Fansuri, dan menjadikannya sebagai
salah satu tempat yang tidak boleh dilewatkan para peziarah.

Keberadaan tiga makam ini tidak banyak diketahui oleh orang di


luar Kabupaten Aceh Singkil. Salah satu penyebabnya adalah mas-
yarakat desa belum berpikir untuk mengeksposnya ke media massa.
Kendati demikian masyarakat tetap melayani peziarah yang datang
dari beberapa daerah, karena mereka menganggap peziarah yang
hadir mendatangkan barokah bagi desa mereka. Keberadaan ketiga
makam ini membuktikan bahwa dulu Syekh Abdurrauf As-Singkili
menghabiskan masa kecilnya di Desa Tanjung Mas. Fakta ini menjadi
sangat penting bagi para peziarah yang ingin mengikuti napak tilas
kehidupan guru dari guru-guru mereka.

Secara fisik bentuk makam keluarga Syekh Abdul Rauf As-Singk-


ili berbentuk bulat dan memanjang mirip seperti lingga. Bentuk
seperti ini umumnya juga ditemukan pada makam ulama-ulama
SEDEKAH BUMI
/193

besar lain yang ada di seluruh wilayah Aceh. Tidak ada inskripsi yang
menyebutkan nama jasad yang terkubur di dalamnya. Hal ini dimaknai
sebagai suatu sikap tawadhu atau rendah hati dari seorang ulama, yang
dimaksudkan agar setelah ia meninggal tidak ada yang menyembah
kuburnya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Arab pada
masa sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW (Jahiliyah).

Pengetahuan masyarakat tentang keberadaan makam ulama besar di


desanya bukan hanya tersimpan dalam bentuk memori kolektif, me-
lainkan karena salah seorang keturunan Syekh Ali Al-Fansuri masih
ada yang tinggal di sana. Keturunan ulama besar ini bahkan masih
menyimpan salah satu naskah yang ditulis sendiri oleh Syekh Abdul
Rauf As-Singkili sebagai pusaka. Naskah yang telah lapuk dimakan
usia itu berisikan tentang tarekat dan sejarahnya. Kitab ini diprediksi
sudah berusia lebih dari 350 tahun dan menjelaskan tentang tata cara
shalat dan ilmu tasawuf aliran Tariqat Sattariyah.

Di Indonesia, Tarekat Syattariyah dibawa oleh Syekh Abdurrauf Singkili,


ulama asal Aceh. Keilmuan dan ketokohannya membuat Ratu Shafi-
yyatu Ad-Din, yang memerintah Aceh pada tahun 1641-1675, tertarik
untuk mendapatkan pelajaran agama dari Syekh Abdurrauf Singkili.
Walaupun sudah berusia 3 abad lebih, namun kitab tulis tangan ini
masih bisa dibaca dan tulisan masih sangat jelas. Bahan dasar dari
kitab ini terbuat dari kertas yang tentu berbeda dengan kertas pada
GEGUNUNGEN DARI
/194
BANTARAN SUNGAI
LAE CINENDANG

era sekarang. Sementara itu, menurut keterangan yang memegang


kitab ini, kulit sampul kitab terbuat dari kulit unta.

Selain makam tokoh penyebar agama islam, di Desa Tanjung mas


terdapat masjid yang dipercaya berdiri lebih lama daripada Masjid
Baiturrahman yang ada di Aceh Singkil, yaitu Masjid Ubudiyah.
Masjid Ini berada tepat di belakang bangunan Masjid baru di desa
Tanjung Mas. Ditinjau dari arsitekturnya, bangunan masjid tua ini
tidak terlalu mewah, tapi semua bahan bangunannya terbuat dari
kayu, dan sebagian bahannya masih asli sampai sekarang. Masjid
Ubudiyah Tanjung Mas dibangun mulai Tahun 1844 M. Masjid ini
juga sudah 3 kali pindah lokasi namun bahan dari masjid ini masih
utuh, hanya ada beberapa rehab kecil, seperti atap, dinding dan lantai
namun 4 tiang penyangga dan kubah masjid yang terbuat dari kayu
masih original dan belum pernah diganti. Disdikbud Aceh Singkil
juga telah melakukan pendataan dan sudah mendaftarkan Masjid
ini untuk dijadikan sebagai warisan cagar budaya nasional.

Sebagai desa dengan warisan sejarah yang kuat, Desa Tanjung


Mas memiliki ragam tradisi yang masih berlangsung hingga
sekarang. Tradisi mengarak anak dengan kerbau sebelum dikhitan
ini merupakan bagian kebudayaan Singkil dan juga ditemukan di
beberapa daerah di Nusantara ini. Tradisi ini juga diiringi dengan
kesenian tabuh gendang rebana dan pembacaan shalawat nabi.
SEDEKAH BUMI
/195

Sebelum dilaksanakan prosesi mengarak anak yang akan dikhitan,


terlebih dahulu dimandikan dengan tepung tawar/menepung
tawari, lalu diiringi dendang dengan pesan khusus berupa doa
yang disampaikan untuk anak yang dikhitan, kemudian dilanjutkan
dengan mengarak. Arak-arakan itu dilaksanakan juga sebagai
bentuk pengumuman pada warga sekitar bahwa anak mereka resmi
dikhitan. Selain itu, melalui tradisi mengarak keliling kampung secara
tidak langsung mereka meminta doa dari masyarakat sekitar agar
mendoakan hajatannya berjalan lancar tanpa ada hambatan apapun.
Namun, belakangan tradisi mengarak sunat rasul ini sudah jarang
terlihat.

Masyarakat Desa Tanjung Mas percaya adanya keterkaitan antara ke-


hidupan manusia dengan alam, manusia dengan sesama, manusia yang
hidup pada masa kini dengan leluhurnya di masa lalu, serta manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai ini ditunjukkan melalui
puspa ragam ritual maupun perayaan. Gegunungen ditampilkan dalam
pagelaran pesta adat sebagai bentuk rasa syukur mereka dalam satu
tahun. Dahulu biasanya digelar di sungai menggunakan perahu atau
boat yang dihias dengan bendera-bendera adat, namun kini karena
masyarakat daerah aliran sungai sudah banyak pindah ke daratan, untuk
tetap menjaga kelestariannya Gegunungen dimodifikasi ditampilkan
menggunakan mobil. Gegunungen itu juga dihiasi dengan ukiran motif
Singkil juga dihiasi dengan bendera dan cat warna merah, putih, hijau,
GEGUNUNGEN DARI
/196
BANTARAN SUNGAI
LAE CINENDANG

Keberadaan leluhur, aneka penge-


tahuan, segala bentuk ritual yang
ada di Desa Tanjung Mas secara se-
derhana dirawat dan dilestarikan
dengan sungguh-sungguh oleh mas-
yarakat. Masyarakat secara seder-
hana dan bersama-sama hidup serta
menghidupkan tradisi.
hitam,dan putih yang kesemuanya itu melambangkan kebesaran
adat Singkil. Di dalam Gegunungen juga dilengkapi dengan satu
buah gong, gendang singkil, canang kayu dan berbagai jenis alat
musik tradisional Suku Singkil lainnya. Gegunungen merupakan
salah satu warisan budaya tak benda milik Singkel.

Keberadaan leluhur, aneka pengetahuan, segala bentuk ritual yang


ada di Desa Tanjung Mas secara sederhana dirawat dan dilestari-
kan dengan sungguh-sungguh oleh masyarakat. Masyarakat secara
sederhana dan bersama-sama hidup serta menghidupkan tradisi.
SEDEKAH BUMI
/197

Masyarakat berpegang teguh pada Alang gegoh, yang dapat diartikan


sebagai tradisi gotong-royong bergantian. Tradisi ini sudah dilakukan
oleh masyarakat suku Singkil secara turun-temurun, dan biasanya
dilaksanakan saat penyelenggaraan hajatan atau ketika masyarakat
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan di bidang pertanian (memba-
jak sawah, menyemai bibit, panen, dan sebagainya). Dalam hajatan
misalnya, ketika satu keluarga melaksanakan hajatan di kediaman
mereka, para tetangga yang diberitahu biasanya merasa terpanggil
untuk turut serta berpartisipasi dalam membantu pelaksanaan hajatan
tersebut. Utamanya, partisipasi warga dalam Alang gegoh adalah tena-
ga, tetapi ada juga tetangga yang memberikan bantuan finansial atau
bahan-bahan pangan seikhlasnya. Sementara dalam pertanian, ketika
seseorang sedang membutuhkan tenaga untuk mengerjakan sawah,
para tetangga biasanya memberikan bantuan tenaga secara sukarela
untuk mengerjakan sawah tetangganya. Begitu juga sebaliknya, keti-
ka tetangganya membutuhkan bantuan, maka ia harus memberikan
bantuan kepada tetangganya tersebut. Meskipun terlihat sederhana,
tetapi Alang gegoh merupakan suatu tradisi yang penuh dengan ke-
arifan. Potensinya sangat besar, karena di dalamnya terdapat modal
sosial yang dapat bertransformasi dalam bentuk yang lain. Kemudi-
an, di dalamnya juga ada sikap saling percaya, dan solidaritas yang
mengikat dan menciptakan suasana rukun guyub di antara anggota
masyarakat. Salah satu penerapan Alang Gegoh diwujudkan dalam
Perayaan Budaya Desa Tanjung Mas Tahun 2021 lalu dimana seluruh
GEGUNUNGEN DARI
/198
BANTARAN SUNGAI
LAE CINENDANG

masyarakat memberikan sumbangsih yang berbeda-beda untuk


penyelenggaraan acara. Orang-orang tua memberikan pandangan,
pendapat, dan membagikan pengalaman, sementara anak-anak
muda memberikan tenaga dan waktu mereka. Orang-orang yang
mampu finansialnya memberikan bantuan dana, sementara kaum
ibu menyiapkan kebutuhan lain seperti konsumsi, dan sebagainya.

***
KITA YANG BEKERJA
TETAPI BERKAT DATANG
DARI ATAS

SEDEKAH BUMI 2023


SEDEKAH BUMI
/200

“Desa Waelana-lana di pegunungan Maluku


adalah penjaga warisan budaya melalui
tradisi Hawadegen, Bahasa Buru, Fage Tolat,
tarian seperti Cakalele dan Sawat Buru,
serta tradisi berbalas pantun Inafuka.”
Desa Waelana-lana merupakan salah satu desa yang ada di Ke-
camatan Fena Leisela, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Desa
Waelana-lana menjadi salah satu pengisi acara dalam Diskusi
Kelompok Terpumpun Pekan Kebudayaan Nasional 2023 ber-
tema Sedekah Bumi di Lombok. Desa Waelana-lana berada di
pegunungan dan jauh dari kota. Posisi geografisnya yang berada
di pegunungan membuat Desa Waelana Lana kaya akan sumber
daya alam seperti minyak kayu putih dan damar, kelapa, cengkeh
yang menjadi sumber alam utama yang dikelola oleh desa. Mun-
cul permasalahan dari sektor sumber daya manusia yang kurang
mampu dalam mengolah sumber daya alam, sehingga hasil kebun
dijual ke luar desa dan diolah bukan dari masyarakat Desa Waela-
na-lana. Meskipun begitu, ada beberapa tradisi dan potensi desa
yang mengedepankan kearifan lokal masyarakat Desa Waelana
KITA YANG BEKERJA TETAPI
/201
BERKAT DATANG DARI ATAS

Lana seperti Hawadegen, Bahasa Buru, Fage Tolat, Tarian Cakalele


dan Sawat buru, dan Inafuku.

Hawadegen memiliki fungsi


dalam peningkatan taraf ekonomi
masyarakat dan juga penguatan
nilai-nilai sosial dan budaya.

Hawadegen memiliki nilai pengekspresian rasa syukur atas usaha


masyarakat dalam mengupayakan hasil panen yang diperoleh. Ha-
wadegen dilakukan dengan menggelar kegiatan sosial yang meli-
batkan tokoh adat. Hawadegen memiliki fungsi dalam peningkatan
taraf ekonomi masyarakat dan juga penguatan nilai-nilai sosial dan
budaya. Tradisi Hawadegen dimulai dengan memasak “tema” secara
khusus. Setelah makanan tersebut matang, kemudian dihidangkan
di ruang keluarga untuk dipersembahkan kepada tokoh adat yang
telah diundang. Sebelum disantap, tokoh adat akan menyampaikan
ucapan syukur kepada Sang Pencipta dan leluhur atas rezeki yang
telah diberikan oleh masyarakat Desa Waelana Lana. Hasil dari
berkebun warga dalam prosesi Hawadegen kemudian dinikmati dan
dibawa menuju rumah ibadah sesuai dengan agama masing-masing
SEDEKAH BUMI
/202

dan pemimpin agama memanjatkan doa mengucap syukur. “Kita yang


bekerja tetapi berkat datang dari atas”.

Potensi adat lain berupa tradisi lisan yang dimiliki oleh Desa Waela-
na-lana adalah Bahasa Buru yang menjadi identitas masyarakat un-
tuk berkomunikasi. Dalam kesehariannya, masyarakat melestarikan
Bahasa Buru meski ada perbedaan bahasa di wilayah pesisir yang
menjadi daerah masuk dan keluarnya pendatang. Hal tersebut berefek
kepada memudarnya bahasa asli karena terjadinya akulturasi bu-
daya bahasa-bahasa pendatang dan efek globalisasi dengan adanya
media sosial. Namun beruntungnya bagi masyarakat desa, mereka
masih memegang dan menggunakan Bahasa Buru dalam percakapan
sehari-hari. Berdasarkan hasil perhitungan dialektometri, isolek Ba-
hasa Buru merupakan bahasa dengan persentase perbedaan sebanyak

permainan ini juga berfungsi dalam melatih


kesabaran, keseriusan, dan keberanian
dalam mengambil keputusan dengan
mempertimbangkan waktu secara efektif
dan efisien.
KITA YANG BEKERJA TETAPI
/203
BERKAT DATANG DARI ATAS

81%-100% jika dibandingkan dengan bahasa lain di Maluku seperti


Bahasa Ambalau dan Kayeli.

Fage Tolat menjadi permainan tradisional Desa Waelana-lana. Secara


garis besar Fage Tolat adalah permainan untuk melatih kemamp-
uan diri warga untuk berburu di masa yang akan datang. Alat yang
digunakan dalam permainan ini adalah kayu dan batang bambu
atau loleba. Ukuran kayu yang digunakan berkisar antara 30-50 cm
dengan diameter 10 cm. Kayu tersebut diambil dari tumbuhan yang
ditanam di sekitar rumah atau hutan. Alat buruan dari bambu atau
loleba dibelah menjadi dua bagian. Satu bagian yang terbelah dib-
uat menyerupai lingkaran ban motor, untuk merekatkan lingkaran

Makna gerakan tarian Sawat Buru


terlihat di dalam gerakan yang
ditampilkan.
tersebut digunakan lontar yang diperoleh dari hutan. Loleba ini
digunakan sebagai sasaran yang digelindingkan dari tempat tinggi
ke rendah. Permainan ini melibatkan anak-anak usia 6-12 tahun yang
terbagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4
sampai 10 orang. Masing-masing kelompok berjejer dengan kayu
SEDEKAH BUMI
/204

sebagai senjata mereka dan dilempar hingga masuk ke dalam lingkaran


loleba. Bila kelompok yang berhasil memasukan kayu ke loleba tanpa
meleset maka dia menjadi pemenang. Nilai yang terkandung dalam
permainan Fage Tolat adalah menjadi sarana dalam melatih kekom-

Para pedagang Arab juga


menyebarluaskan ajaran Islam di tanah
Maluku melalui jalur kesenian, yaitu
melalui tarian ini...

pakan, kerjasama, ketepatan, dan semangat berjuang. Permainan ini


juga berfungsi dalam melatih kesabaran, keseriusan, dan keberanian
dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan waktu se-
cara efektif dan efisien.
Masyarakat Desa Waelana-lana memiliki tradisi berupa tarian, yaitu
tarian Cakalele dan tarian Sawat Buru. Tarian Cakalele adalah atraksi
seni yang melambangkan rasa keberanian, ketangkasan, keperkasaan,
dan rasa persaudaraan antar warga. Tarian ini dilakukan sebagai wu-
jud apresiasi dan penghormatan untuk leluhur. Penari Cakalele harus
bisa mengeluarkan ekspresi wajah dan gerakan anggota badan yang
lain sehingga jiwa dari penari dan jiwa tarian itu sendiri bisa keluar.
KITA YANG BEKERJA TETAPI
/205
BERKAT DATANG DARI ATAS

Penari Cakalele dalam mengeluarkan ekspresi tersebut diiringi oleh


musik tradisional seperti tifa, gong, dan bia atau kerang yang ditiup.
Tarian ini menceritakan tentang peperangan yang dilakukan oleh
masyarakat adat di desa Maluku terhadap para penjajah yang beru-
saha mengganggu tatanan adat dan budaya masyarakat. Bertolak
belakang dengan tarian Cakalele, tarian Sawat Buru memiliki makna
perdamaian, keselarasan hidup, dan menyambut tamu. Makna gera-
kan tarian Sawat Buru terlihat di dalam gerakan yang ditampilkan.
Gerak tubuh penari yang indah dan gemulai melambangkan kerama-
han. Pakaian yang digunakan oleh penari Sawat Buru adalah kain
dan kebaya untuk Perempuan dan ikat kepala yang biasa dikenakan
oleh laki-laki. Tarian Sawat Buru dipengaruhi oleh para pedagang
Arab yang datang untuk berdagang rempah-rempah di Maluku pada
masa lalu. Para pedagang Arab juga menyebarluaskan ajaran Islam
di tanah Maluku melalui jalur kesenian, yaitu melalui tarian ini,
sehingga tarian ini sangat kental dengan unsur Arab dan Melayu.

Tradisi Inafuka adalah tradisi berbalas pantun yang dilakukan oleh


2 orang menggunakan Bahasa Buru. Tradisi ini sudah dilakukan
sejak dahulu oleh para leluhur dalam aktivitas sehari-hari ataupun
dalam kegiatan tradisi lain. Tradisi berbalas pantun ini sering dilihat
dalam acara pernikahan, Pembangunan rumah adat, dan kegiatan
lainnya. Isi pantun dalam tradisi Inafuka ini berupa ucapan rasa
syukur kepada Sang Pencipta atau leluhur. Rasa syukur ini sangat
SEDEKAH BUMI
/206

penting diutarakan dalam Inafuka untuk membangun keharmonisan kehidupan


bermasyarakat sekaligus sebagai norma dan etika dalam bersosialisasi.

***
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
SENIMAN
SEDEKAH BUMI 2023
PROSES
KEKARYAAN

Gegerboyo
/PROFIL

Gegerboyo merupakan proyek kolaborasi antara Enka Komariah, Pri-


hatmoko Moki, Vendy Methodos, Anjali Nayenggita, Dian Suci (2017-
2022) dan Ipeh Nur (2019-2022). Didirikan di Yogyakarta, Indonesia
pada bulan Juni 2017. Nama gegerboyo diambil dari sebuah bukit di
Gunung Merapi. Bukit yang melindungi masyarakat sekitar Gunung
Merapi dari erupsi dan awan panas. Geger Boyo dalam bahasa Jawa
memiliki makna; geger yang berarti punggung, dan boyo yang berarti
buaya, jadi Gegerboyo artinya “punggung buaya”. Bukit ini berbentuk
panjang dan bergerigi persis seperti punggung buaya.

Gegerboyo adalah wahana bereksperimen, barter pengetahuan, tukar


pikiran terutama yang berkaitan dengan kebudayaan dan sejarah Jawa
serta perkembangannya sampai saat ini.

Gegerboyo mengambil banyak inspirasi dari budaya urban kontem-


porer, seni jalanan, politik, sosial dan budaya tradisional. Gegerboyo
mempunyai fokus yang kuat pada mural, namun Gegerboyo juga
Salah satu situs warga yang dicatat Gegerboyo selama kunjungan ke Rembang.
Dok. Gegerboyo.

mengerjakan bentuk lain seperti gambar, lukisan, batik, instalasi media campu-
ran dan seni pertunjukan.
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
210
GEGERBOYO

/KONSEP KARYA

'Mata Tenggelam'
Instalasi dari besi, toren air, umpak temuan dari Rembang, batik, dan video.
2023.

Sketsa karya Gegerboyo.


Dok. Gegerboyo.
Proses berkarya Gegerboyo. Dok. Gegerboyo.

Karya Gegerboyo adalah kerja kolaboratif bersama 3 narasumber asal


Rembang bernama Mas Akid (Desa Ketangi) Kang Ren (Desa Megulung)
dan Pak Pranghono (Desa Sudo). Ketiga narasumber ini mempunyai
satu benang merah bahasan yang sama, yaitu tentang embung. Embung
pada pengertian umum adalah suatu cekungan yang berfungsi sebagai
tampungan air hujan yang digunakan untuk pengairan, mencegah
banjir, dan menjaga kualitas air tanah.

Fokus bahasan yang akan kami angkat adalah tentang situasi embung
yang semakin terpuruk di era modern ini. Keterpurukan tersebut meli-
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
212
GEGERBOYO

puti kekeringan, penyalahgunaan fungsi embung sampai terkikisnya kepercayaan


lokal dalam merawat embung. Beberapa hal yang membuat situasi seperti itu
adalah;
1). pemilihan jenis tanaman oleh petani lokal yang menyebabkan cepat
surutnya sumber air tanah.
2). Hilangnya kepercayaan lokal terhadap mitos dan makhluk gaib pen-
jaga embung/alam.
3). Program pemerintah yang tidak tepat sasaran, seperti embungisasi.

Karya Gegerboyo akan berisi rekaman data yang kami dapatkan saat ke Rembang
bertemu narasumber dan melihat langsung situasi embung di sana. Data dan hasil
penelitian tersebut akan kami presentasikan dalam sebuah instalasi karya yang
terinspirasi dari bentuk tower air dikombinasikan dengan karya batik dan video.
Karya instalasi tersebut adalah representasi dari sebuah punden, yang dalam
pengertian umum adalah sebuah tempat yang dihormati, bisa berupa makam
sampai tempat untuk melakukan ritual pemujaan. Konsep ini selaras dengan tema
embung yang akan kami jadikan tema karya.

Embung di Rembang hari ini mati seperti di pemakaman, tapi di saat yang sama
masih ada semangat untuk merawat dan menghormati.
SEDEKAH BUMI
213

Dok. Gegerboyo.
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
214
GEGERBOYO

Dok. Gegerboyo.
PROSES
KEKARYAAN

Hananingsih
Widhiasri
/PROFIL

Hananingsih Widhiasri adalah seniman visual kelahiran Wonogiri, 12


Oktober 1996. Hana menyelesaikan program studi Seni Rupa, jurusan
Desain Komunikasi Visual di Universitas Negeri Semarang. Sejak 2021
aktif menjadi bagian dari Kolektif Hysteria dan mengelola platform
Artlab. Sebagai seorang seniman, banyak bekerja menggunakan teknik
ilustrasi dan sketsa untuk untuk berbagai medium; kertas, kanvas,
tembok, atau dalam bentuk digital. Pada tahun 2022, Hana menjalani
dua program residensi seni di Maumere, Nusa Tenggara Timur, dan
dalam helatan pameran seni rupa lima tahunan, documenta fifteen,
di Kassel. Jerman.

Hananingsih Widhiasri telah bekerja sebagai seniman visual untuk 5


tahun terakhir dan sering melakukan seni melalui ilustrasi, sketsa dan
desain. Ia banyak menyampaikan pesan keberagaman, budaya lokal,
dan hubungan antar makhluk hidup, tidak hanya sesama manusia
melainkan manusia dengan tumbuhan (flora), manusia dengan hewan
(fauna); (sosiokultural), dan manusia dengan alam. Selain itu, ia juga
Rancangan visual karya Hananingsih Widhiasri.
Dok. Hananingsih Widhiasri.

sangat tertarik dalam merekam peristiwa di tempat-tempat baru melalui sketsa,


mengeksplorasi dunia seni, desain, dan kolektivisme melalui proyek-proyek pene-
litian, penciptaan atau hal serupa lainnya.

KONSEP KARYA

'Jalan Selamat'
Instalasi tenda kanvas & stensil cahaya.
2023.

Cultural Resource (sumber daya budaya) adalah objek fisik atau tempat kegia-
tan manusia di masa lalu, seperti situs bersejarah, benda-benda, lanskap, struk-
tur, atau bahkan fitur alam yang penting bagi sekelompok orang yang secara
tradisional terkait dengannya. Contoh-contoh seperti itu dapat mencakup situs
arkeologi, bangunan atau jalan-jalan kuno, situs desa prasejarah, inskripsi batu,
dan medan pertempuran. Sumber daya ini seringkali memberikan informasi unik
tentang masyarakat dan lingkungan masa lalu yang penting bagi masyarakat saat
ini.

Keterkaitan Sedekah Bumi dengan cultural resource terletak pada bagaimana hal
ini dapat memengaruhi struktur dan dinamika sosial dalam masyarakat. Misal-
nya, di Sekararum, Rembang, seringkali ada pertunjukan tayuban dan ketoprak
DOKUMENTASI
218 PROSES KEKARYAAN
HANANINGSIH WIDHIASRI

sebagai bagian dari perayaan Sedekah Bumi. Penentuan ini dapat bergantung
pada kesepakatan warga atau bahkan mungkin dipengaruhi oleh tradisi turun
temurun.

Pertunjukan dan upacara adat ini sering menjadi faktor pendorong bagi sebagian
orang untuk peduli terhadap pelestarian budaya desa. Namun, kadang-kadang
kebudayaan yang dihadirkan bukan berasal dari penduduk asli setempat, tetapi
merupakan akomodasi budaya dari luar daerah yang ditampilkan karena tidak ada
sumber daya manusia yang sesuai untuk menjalankan tradisi serupa.

Proses berkarya Hananingsih Widhiasri. Dok. Hananingsih Widhiasri.


Detail ornamen pada karya Hananingsih Widhiasri.
Dok. Hananingsih Widhiasri.

Orang-orang dari komunitas lokal sering menjadi penyelenggara acara dalam


ritual perayaan Sedekah Bumi. Ini adalah hal yang wajar, karena keterkaitan
antara kelompok-kelompok ini menciptakan banyak peluang untuk menjaga
hubungan sosial dan jaringan.

Karya instalasi ini bertujuan untuk menghadirkan aneka perayaan atau cultural
resource sedekah bumi di komunitas Desa Sekararum, Rembang dan Desa Lalang.
DOKUMENTASI
220 PROSES KEKARYAAN
HANANINGSIH WIDHIASRI

Keduanya dipilih karena sama-sama berada di pesisir laut jawa, dan memiliki
komunitas juga kebudayaan sedekah bumi yang sangat berbeda dan unik.

Melalui stensil cahaya dan lukisan kanvas, karya ini merayakan kekayaan wari-
san budaya dan menginspirasi pemirsa untuk menghargai beragam sumber daya
budaya yang merupakan bagian penting dari identitas manusia. Penggunaan
pencahayaan yang terarah menyoroti elemen budaya dalam stensil cahaya. Insta-
lasi ini mengajak pemirsa untuk merenungkan nilai budaya yang kita warisi dan
bagaimana kita dapat menjaga dan mengaitkannya dalam pemecahan berbagai
permasalahan dalam kehidupan berkelompok, identitas politik, dan banyak aspek
lain yang dianggap penting.

Seniman memiliki hasrat untuk menjelajahi gaya ilustrasi dekoratif dalam pem-
buatan karyanya. Selama ini, seniman telah sering mengandalkan sketsa untuk
merepresentasikan cerita dalam karyanya. Namun, seniman merasa bahwa
dengan menggunakan ilustrasi dekoratif, dapat memberikan sentuhan seni rupa
yang lebih luas pada karya karyanya.

Gaya ilustrasi dekoratif ini akan memungkinkan seniman untuk menginte-


grasikan unsur-unsur artistik ke dalam karya, sehingga memberikan pengala-
man visual yang lebih kaya bagi penonton. Dengan demikian, seniman berharap
dapat menghadirkan karya-karya yang lebih menarik dan berkesan bagi mereka
yang melihatnya.
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
221
HANANINGSIH WIDHIASRI

Dok. Tim Sedekah Bumi Project.


DOKUMENTASI
222 PROSES KEKARYAAN
HANANINGSIH WIDHIASRI

Dok. Tim Sedekah Bumi Project.


PROSES
KEKARYAAN

Perempuan
Pengkaji Seni
/PROFIL

Perempuan Pengkaji Seni (PPS) adalah wadah perempuan untuk


melakukan kajian gender melalui seni atau tentang seni. PPS hadir
sebagai langkah untuk berpartisipasi mengembangkan ekosistem seni
yang lebih beragam dan setara di Jawa Timur, pada konteks keadilan
gender. PPS diharapkan menjadi wadah terbuka untuk praktisi seni
dan seniman seni rupa dan lintas disiplin lainnya terutama di Jawa
Timur.

PPS awalnya hadir pada tahun 2019, sebagai sebuah kelompok diskusi
untuk mempelajari seni dari perspektif perempuan, tetapi pada tahun
2021, kami menjadi lebih terbuka tentang berbagai kemungkinan, agar
kita tidak hanya belajar seni melalui tulisan tetapi juga dengan berb-
agai cara aktivasi seni, karena begitulah nilai-nilai yang kami tawar-
kan lebih mudah disalurkan ke masyarakat. Kami percaya bahwa seni
adalah sebuah elemen aktif, kreatif, dinamis yang memiliki pengaruh
langsung pada masyarakat.
224

Perempuan Pengkaji Seni (PPS) telah menjadi wadah kajian seni, perempuan
dan masalah gender. Dengan kajian tentang seni, penciptaan seni, dan aktivisme
melalui seni. Keterlibatan PPS sebagai langkah untuk berpartisipasi mengem-
bangkan ekosistem seni yang lebih beragam dan setara di Jawa Timur, pada kon-
teks keadilan gender.

Situasi pantai yang menjadi referensi karya Perempuan Pengkaji Seni.


Dok. Perempuan Pengkaji Seni.
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
225
PEREMPUAN PENGKAJI SENI

KONSEP KARYA

'DiLARANG LARUNG BUANG SAMPAH SEMBARANGAN'


Video art dan instalasi sesaji (beras kuning, rokok, tempurung kelapa,
daun pandan, dll.).
2023.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki banyak bentuk praktik ritual yang
melekat pada kehidupan masyarakat pesisir. Seperti halnya sedekah laut yang
dipraktikkan pada beberapa daerah, seperti di Pulau Meitara Utara, Desa Berakit
(Riau), Kota Pariaman (Padang), Desa Munjungan (Trenggalek), dan Kebupaten
Pacitan, sebagai bentuk perwujudan meminta keselamatan, persembahan kepada
penguasa laut, juga sebagai bentuk syukur atas panen laut yang melimpah. Dalam
prosesinya, setiap daerah memiliki keberagamannya masing-masing, Sedekah
Laut di Meitara Utara dan Desa Berakit hanya dilakukan oleh kelompok kecil,
yakni tetua adat, dan beberapa nelayan yang akan melaut. Sedangkan di Kota
Pariaman, Desa Munjungan dan Kabupaten Pacitan, sedekah laut menjadi praktik
yang dilakukan secara beramai-ramai dengan melibatkan banyak masyarakat di
beberapa desa lainnya.

Nyatanya, beberapa praktik sedekah laut kini memiliki tantangan dan mendorong
mereka untuk adaptif terhadap masuknya pariwisata. Praktik sedekah laut pada
beberapa daerah dilakukan untuk tujuan spesifik lainnya, yakni ‘branding’ lokalitas
pada ranah komoditas wisata. Masuknya pariwisata lambat laun dapat merubah
Filter Instagram yang
menjadi salah satu
bagian dari karya
Perempuan Pengkaji
Seni.

Dok. Perempuan
Pengkaji Seni.

pola tradisi dan perspektif masyarakat terhadap leluhur. Dalam konteks kebu-
dayaan, foklor atau mitologi tentang penguasa laut dapat menjadi salah satu dasar
dalam struktur sosial, seperti membentuk bagaimana masyarakat harus berpe-
rilaku. Meskipun demikian, di beberapa daerah lain sedekah laut tetap menjadi
praktik yang sakral dan tidak terintervensi pariwisata.

Melalui karya ini, Perempuan Pengkaji Seni mencoba memperlihatkan kepada


publik bahwa pergeseran akan pola tradisi juga menyebabkan kepercayaan mas-
yarakat terhadap leluhur yang mulai luntur, sehingga berpengaruh pula pada
struktur masyarakat terutama dalam berperilaku. Salah satunya dapat dilihat dari
kurangnya empati masyarakat terhadap lingkungan.
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
227
VOLCANIC WINDS

Dok. Tim Sedekah Bumi Project.


DOKUMENTASI
228 PROSES KEKARYAAN
PEREMPUAN PENGKAJI SENI

Dok. Tim Sedekah Bumi Project.


PROSES
KEKARYAAN

Volcanic
Winds
/PROFIL

Volcanic Winds adalah organisasi seni yang didedikasikan untuk prak-


tik eksperimental dan interdisipliner dari Australia dan Asia. Kami
menciptakan karya di persimpangan antara seni kontemporer, suara,
dan pertunjukan sebagai respons terhadap dunia seni yang berkem-
bang pesat ini, yang mencerminkan pergeseran artistiknya. Didorong
oleh praktik yang sangat kolaboratif, hasil kreatif kami diwujudkan
dalam berbagai bentuk yang menghasilkan pertunjukan, pameran,
aksi artistik, lokakarya, dan diskusi. Selain itu, Volcanic Winds men-
jadi tuan rumah bagi residensi dan kemitraan kreatif yang bertujuan
untuk membina keterlibatan dengan Asia. Kami melakukan hal ini
melalui kerja sama dengan beragam seniman dan organisasi di dua
lokasi aktif kami di Yogyakarta dan Naarm / Birraranga (Melbourne).

Kami menciptakan karya yang memadukan antara seni kontempo-


rer, suara, dan pertunjukan sebagai respons terhadap dunia seni
yang berkembang pesat ini, yang mencerminkan pergeseran artis-
tik. Didorong oleh praktik yang sangat kolaboratif, hasil kreatif kami
DOKUMENTASI
230 PROSES KEKARYAAN
VOLCANIC WINDS

diwujudkan dalam berbagai bentuk yang menghasilkan pertunjukan, pameran,


aksi artistik, lokakarya, dan diskusi.
Hasil rekaman Volcanic Winds.
Dok. Volcanic Winds.
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
231
VOLCANIC WINDS

KONSEP KARYA

'Institualized Ritual'
instalasi audio dan performa aktor.
2023.

Sebuah penggambaran melalui audio dan ruang dengar tentang ritual yang
dipindahkan konteksnya kepada konteks yang merujuk kepada sistem tertentu
sehingga makna ruang dan waktu berubah. Dalam konteks ritual, pelembagaan
mengacu pada proses di mana suatu ritual menjadi formal, terstandarisasi, dan
dimasukkan ke dalam praktik dan kepercayaan lembaga, komunitas, atau budaya
tertentu.

Ketika suatu ritual dilembagakan, berarti ritual tersebut telah diberi status yang
diakui dan resmi dalam kerangka sosial atau agama tertentu. Hal ini sering kali
melibatkan penyusunan langkah-langkah, tindakan, dan simbol-simbol yang ter-
libat dalam ritual, menetapkan aturan dan pedoman untuk pelaksanaannya, dan
memastikan praktiknya teratur dan konsisten.

Pelembagaan suatu ritual dapat terjadi dengan berbagai cara. Ini mungkin mel-
ibatkan pembuatan teks tertulis, manual, atau kitab suci yang menguraikan
prosedur dan makna ritual. Hal ini mungkin juga melibatkan penunjukan individu
atau peran tertentu yang bertanggung jawab untuk melaksanakan ritual, seperti
pendeta, pejabat, atau penatua
Instrumen yang digunakan Volcanic Winds. Dok. Volcanic Winds.

Melalui pelembagaan, ritual memperoleh rasa otoritas, legitimasi, dan kesinam-


bungan. Mereka diakui sebagai aspek penting dari identitas kolektif, tradisi, dan
nilai-nilai suatu komunitas atau lembaga. Pelembagaan juga dapat membantu
melestarikan dan meneruskan warisan budaya atau agama yang terkait dengan
ritual tersebut dari waktu ke waktu.

Namun, pelembagaan ritual juga mempunyai keterbatasan. Kadang-kadang hal


ini dapat menyebabkan kekakuan dan hilangnya spontanitas atau makna pribadi.
Ritual yang dilembagakan mungkin terlepas dari tujuan atau konteks aslinya, dan
pelaksanaannya mungkin bersifat mekanis atau tanpa keterlibatan spiritual atau
komunal yang sejati.

Secara keseluruhan, pelembagaan suatu ritual melibatkan proses menjadikannya


sebagai praktik yang diakui dan diatur dalam lembaga atau komunitas tertentu,
membentuk bentuk, makna, dan perannya dalam konteks tersebut.
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
233
VOLCANIC WINDS

Dok. Volcanic
Winds.
Dok. Volcanic
Winds.
PROSES
KEKARYAAN

XXLab
/PROFIL

XXLAB adalah sebuah grup inisiatif yang terdiri dari beberapa perem-
puan dengan berbagai latar belakang interdisiplin dan keahlian yang
berbeda serta keanggotaan terbuka. XXLAB berbasis di Yogyakarta,
sebuah kota unik di Indonesia, yang terkenal sebagai kota seni dan
pendidikan. XXLAB terbentuk di tahun 2013, sebagai kelanjutan dari
workshop berseri yang dinamakan Ms. Baltazar ID. XXLab memenang-
kan berbagai penghargaan baik tingkat internasional maupun nasional,
beberapa di antaranya adalah Voelstapine Award Prix Ars Electronica,
yang merupakan penghargaan bergengsi di bidang seni media baru
untuk kategori "next idea". XXLAB juga mengikuti berbagai pameran
seni dan inovasi, serta aktif mengadakan berbagai edukasi non-formal

XXLAB berfokus pada eksplorasi di bidang seni, sains dan teknologi


bebas berbasis pada open source (sumber terbuka) software dan hard-
ware yang dikerjakan secara DIY ( Do It Yourself) dan DIWO (Do It With
Others) .
Rancangan karya XXLab. Dok. XXLab.

KONSEP KARYA

'KASAT'
instalasi video.
2023.

Di dalam ritual sedekah bumi di berbagai daerah di nusantara, perempuan meme-


gang peranan penting didalam mengolah,menyajikan, menjaga dan melakukan
tindakan preservasi terhadap hasil bumi yang diperoleh. Terdapat juga berbagai
kepercayaan di berbagai daerah dimana kekuatan bumi disimbolkan sebagai sosok
perempuan.

Kasat merepresentasikan peranan perempuan di dalam hubungannya dengan


ritual sedekah bumi. Perempuan yang selama ini dianggap tugasnya hanya sebatas
urusan "dapur", dan bukan pemeran utama dan seringkali tidak nampak ternyata
memiliki berbagai peranan penting di dalam perempuan memiliki peran yang
signifikan dalam menjaga hubungan manusia dengan alam, merawat kesubu-
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
237
XXLAB

ran tanah, menjaga hasil panen dan memelihara nilai-nilai tradisional. Perem-
puan juga banyak dihubungkan dengan berbagai kekuatan-kekuatan yang tidak
nampak seperti Dewi -Dewi yang menjadi simbol hubungan harmonisasi antara
manusia dan alam. Merajut Tradisi dan Budaya: Perempuan sering bertanggung
jawab untuk meneruskan tradisi dan budaya terkait Sedekah Bumi ke generasi
berikutnya. Mereka dapat berperan dalam mengajar anak-anak dan anggota kel-
uarga lainnya tentang makna, tata cara, dan nilai-nilai ritual ini.

Perempuan adalah penjaga keberlangsungan sebuah lumbung.

XXLab berfoto di salah satu pohon yang dijadikan punden oleh warga.
Dok. XXLab.
238

Hasil karya yang


dipamerkan dalam
Pekan Kebudayaan
Nasional 2023. Dok.
XXLab
DOKUMENTASI
PROSES KEKARYAAN
239
XXLAB

Hasil karya yang


dipamerkan dalam
Pekan Kebudayaan
Nasional 2023. Dok.
XXLab
TIM KERJA

Kurator: Ahmad Khairudin


Asisten Kurator: Pujo Nugroho,Tommy Ari Wibowo
Kepala Program: Purna Cipta Nugraha
Asisten Kepala Program: Anita Dewi

Notulensi: Kiraz Jauzy


Penerima Tamu: Ali Akbar
Administrasi: Anita Dewi
Moderator: Kun Muhammad Delvin, Nella A. Siregar, Ragil
Maulana
Graphic Records: Yehezkiel Cyndo

Anda mungkin juga menyukai