Anggota kelompok :
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kepada Tuhan yang telah memberikan kelancaran dan
rahmat-Nya sehingga kami berkesempatan menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Kawin Cai, Sebuah Tradisi Masyarakat Sunda” walau banyak hambatan
dan masalah dalam pengerjaannya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah kebudayaan sunda dengan dosen Bapak Abdul Hamid, M.Hum. Makalah
ini kami harapakan juga dapat berperan sebagai media penambah wawasan
tentang Kawin Cai bagi penulis dan juga bagi pembaca.
Makalah yang kami tulis sangat jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang
membangun akan selalu sangat terbuka dan kami nantikan demi keparipurnaan
makalah ini. Kami harap makalah ini dapat digunakan dengan bijak dan sebaik-
baiknya dan membawa manfaat untuk banyak orang.
15 April 2020
1. PENDAHULUAN
Upacara adat ini dilakukan agar air tetap ada dan subur untuk
masyarakat Babakan dan sekitarnya. Dalam melestarikan upacara adat
ini, maka disebutlah tradisi Kawin Cai. Tradisi ini biasanya dilaksanakan
pada saat musim kemarau, untuk memohon kepada Allah SWT agar
diberi kelimpahan air untuk mengairi lahan pertanian dan sumber
kehidupan lainnya.
Prosesi upacara adat Kawin Cai diawali dengan pengambilan air dari
hulu cai atau mata air Tirtayatra Situ Balong Dalem, oleh sesepuh desa
atas restu kuncen untuk dimasukkan ke dalam kendi. Usai itu dilanjutkan
dengan upacara Mapag Cai, yakni kendi berisi air Tirtayatra tadi dibawa
menuju sumber mata air keramat Cikembulan atau yang lebih dikenal
dengan Balong Cibulan di Desa Manis Kidul Kecamatan Jalaksana
Kuningan.
Jarak yang ditempuh dengan cara berjalan kaki itu sejauh lima
kilometer. Setibanya di sumur keramat Cibulan, air Tirtayatra
ditumpahkan di salah satu sumber mata air terbesar dari tujuh sumur
keramat yakni Sumur Kajayaan.
Tidak semua air keramat tersebut dialirkan di sumber mata air Balong
Dalem, namun sebagian dipakai siraman kepada beberapa tokoh
masyarakat yang bertugas mengatur pengairan menuju enam desa yang
teraliri sumber mata air Tirtayatra. Sejumlah desa yang teraliri sumber
mata air itu, yakni Desa Babakanmulya, Jalaksana, Sadamantra,
Padamenak, Nanggerang, dan Desa Ciniru.
3. KESIMPULAN
Referensi