Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP TRADISI “KUMAN PAWA’

TALEYA” DIDESA SILIAN

Rinny Millitia Makalow & Matulandi Artur Tewu

Teologi Kristen Protestan


Fakultas Teologi, Universitas Kristen Indonesia Tomohon
Yayasan GMIM Dominee Albertus Zakarias Runturambi Wenas

Email : rinnymakalow07@gmail.com

ABSTRAK

Jurnal ini membahas tinjauan teologis terhadap tradisi “kuman pawa’ taleya” di desa
Silian. Tradisi “kuman pawa’ taleya” atau makan nasi baru adalah tradisi yang dilakukan oleh
masyarakat desa Silian Kecamatan Silian Raya Kabupaten Minahasa Tenggara Sulawesi Utara
sebagai ucapan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu dalam pekerjaan dan
ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah memberi berkat hasil panen bagi masyarakat. Tradisi
ini dilakukan pada masa panen padi yakni pada bulan September – bulan November setiap
tahunnya. Dilakukan pada bulan September – bulan November karena sawah dari masyarakat
desa Silian merupakan sawah tadah hujan dan pada bulan inilah curah hujan sangat baik didesa
Silian. Uniknya adalah setelah padi dipanen dan diolah menjadi beras harus didoakan dahulu
sebelum diolah untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Yang mendoakan adalah seorang tokoh
agama, yakni pendeta karena semua masyarakat desa Silian adalah pemeluk agama Kristen
Protestan. Alasannya adalah sebagai bentuk ucapan syukur atas hasil panen yang telah diterima.
Ucapan syukur itu nampak melalui 3 (tiga) kegiatan yaitu, bersyukur, berdoa dan berbagi.
Kata Kunci : kuman pawa’ taleya, Silian, tradisi

ABSTRACK

This Journal discusses a theological review of the tradition of “kuman pawa’ taleya” in
the village of Silian. The tradition of "kuman Pawa' taleya " or eating new rice is a tradition
carried out by the people of Silian Village, Silian Raya district, Southeast Minahasa regency,
North Sulawesi as a thank you to people who have helped in the work and an expression of
gratitude to God who has blessed the harvest for the community. This tradition is carried out
during the rice harvest in September – November each year. Conducted in September-
November because the rice fields of the Silian village community are rainfed rice fields and in
this month the rainfall is very good in Silian village. Uniquely, after the rice is harvested and

Fakultas Teologi UKIT


processed into rice, it must be prayed for before being processed for consumption by the
community. The one who prayed was a religious figure, namely the priest because all the people
of Silian village were Protestant Christians. The reason is as a form of gratitude for the harvest
that has been received. Thanksgiving is seen through 3 (three) activities, namely, giving thanks,
praying and sharing.
Keywords : kuman pawa’ Taleya, Silian, tradition

PENDAHULUAN

Tradisi atau adat adalah sesuatu yang diwariskan dan diturunkan dari generasi ke
generasi dalam suatu masyarakat tertentu. Tradisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) merupakan adat turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dilakukan di
masyarakat. Atau yang dinilai dan dianggap bahwa metode atau aturan yang ada adalah yang
terbaik dan paling benar sehingga menjadi pedoman hidup bagi sekelompok masyarakat 1.
Menurut W.S. Lendra tradisi sangat penting dalam masyarakat. Ditegaskannya bahwa, tanpa
tradisi, kehidupan masyarakat akan kacau balau atau tidak beraturan, bahkan kodrat manusia
menjadi rusak dan tak terkendali2. Oleh karena itu tradisi merupakan hal yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat tujuannya untuk mengatur kehidupan masyarakat yang menganut
dan mengikutinya3. Atas pandangan inilah sehingga tradisi dalam suatu kelompok masyarakat
perlu untuk dijaga dan lestarikan karena memiliki tujuan dan maksud untuk mengatur
kehidupan masyarakat kearah yang lebih baik dan didalam tradisi terdapat nilai-nilai luhur atau
kearifan tentang kehidupan. Tradisi dapat diartikan sebagai warisan kepercayaan atau kebiasaan
yang harus terus dilestarikan dari generasi ke generasi dengan maskud dan tujuan tertentu4.

“Kuman Pawa’ Taleya” adalah tradisi yang ada di Desa Silian Kecamatan Silian Raya
Kabupaten Minahasa Tenggara. Tradisi ini terjadi saat masa panen padi. Tradisi “kuman pawa’
taleya” dilakukan sebagai bentuk ungkapan terimakasih kepada orang-orang yang telah
membantu pekerjaan dan rasa syukur dari masyarakat desa Silian kepada Tuhan yang telah
memberikan berkat lewat hasil panen yang melimpah5. Karena masyarakat didesa Silian hanya

1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa, 2013),
hal. 1543
2
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar (Ed. Rev Jakarta: Rajawali Pers, 1982)
3
Mardimin Johanes, Jangan Tangisi Tradisi (Cet. 8 Yogyakarta: Kanisius, 2012), hal 12-13
4
Piotzr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Ed. 1 Cet. 6 Jakarta : Prenada Media Grup, 2014) Hal.
69
5
Sejarah desa Silian tahun 2012

Fakultas Teologi UKIT


bisa memanam padi diwaktu-waktu tertentu tergantung musim penghujan. Berbeda dengan
daerah lain yang boleh menanam padi setiap tiga bulan sekali. Hal ini dikarenakan sawah
masyarakat Desa Silian adalah sawah tadah hujan sehingga memerlukan musim hujan agar
dapat menanam padi. Oleh sebab itulah, waktu bagi masyarakat untuk menanam padi hanya
bisa dilakukan pada akhir bulan Juli – September karena dibulan-bulan inilah curah hujan
sangat baik didaerah ini dan panen pada bulan September – November. Ketika masyarakat
menanam padi mereka pun menaburkan bibit ikan disawah yang sama dengan padi. Dan hasil
panen inilah yang kemudian bagi masyarakat desa Silian dilakukanlah tradisi “kuman pawa’
taleya”. Tradisi “kuman pawa’ taleya” tidak dapat dilepaskan dari tradisi masyarakat Agraris
pada masyarakat Minahasa, yang sangat kental dengan kegiatan mengolah sawah, panen padi
dan menikmati hasilnya.

Untuk siklus mengolah sawah dalam masyarakat didesa Silian berjalan dengan kearifan
setempat yaitu masih bergantung sepenuhnya pada kemurahan alam, dengan memanfaatkan
musim penghujan. Masyarakat Silian dalam menanam padi hanya bisa dilakukan pada akhir
bulan Juli – bulan September karena dibulan-bulan itulah curah hujan sangat baik dan hasilnya
dapat dipanen pada bulan September – bulan November. Pada saat padi ditanam juga dilepaskan
untuk dipelihara bibit ikan disawah yang ditanami padi dengan harapan supaya padi dan ikan
dapat dipanen secara bersamaan. Dari hasil panen inilah maka masyarakat desa Silian
melaksanakan tradisi “kuman pawa’ taleya”.

Yang unik dari tradisi ini adalah sebelum beras dimasak menjadi nasi, harus terlebih
dahulu didoakan oleh tokoh agama dalam hal ini pendeta karena dalam pemahaman masyarakat
desa Silian doa yang dilakukan oleh seorang pendeta karena doa seorang pendeta memiliki
makna tertentu bagi Masyarakat. Dengan alasan inilah masyarakat lebih memilih agar didoakan
langsung dari pendeta. Selain itu juga masyarakat yang ada didesa Silian 100% adalah pemeluk
agama Kristen Protestan sehingga tidak ada agama lain bahkan didesa Silian sendiri hanya ada
gereja GMIM yakni GMIM “Sion” Silian dan tidak ada bangunan gereja golongan lain. Karena
itulah 96% masyarakat desa Silian adalah warga GMIM dan sisanya golongan gereja lain yang
bergereja didesa tetangga. Salah satu anggota keluarga biasanya suami atau istri mengunjungi
rumah atau tempat tinggal pendeta dengan tujuan agar hasil panen yang ada didoakan oleh
pendeta sambil memberikan persembahan dalam bentuk beras yang baru selesai digiling untuk
keluarga pendeta.

Fakultas Teologi UKIT


Setelah didoakan keluarga mengundang pendeta untuk sama-sama ikut dan mengambil bagian
dalam tradisi “kuman pawa’ taleya” atau makan nasi baru dirumah keluarga tersebut. Selain
pendeta, diundang juga pelayan khusus kolom dan keluarga besar mereka. Meskipun
sebelumnya telah didoakan namun sebelum makan bersama harus dilakukan ibadah sebagai
ungkapan syukur dari keluarga yang boleh menikmati berkat Tuhan dari hasil panen yang
melimpah. Jika beras hasil panen tersebut belum didoakan oleh pendeta maka beras ini belum
akan diolah atau dimasak oleh masyarakat karena mereka menganggap belum diberkati oleh
Tuhan. Dan ketika hal yang demikian terjadi, maka tradisi “kuman pawa’ taleya” ini tidak akan
dilakukan

Informasi kuat yang dapat ditangkap tradisi “kuman pawa’ taleya” adalah kesatuan alam
raya, bagian-bagian dialam ini tidak berdiri sendiri, ada konektivitas satu dengan yang lain.
Manusia, tanah, udara, dan unsur-unsur alam lainnya adalah satu keluarga besar. Tradisi ini juga
memberi kesan kuat Culture Agraris yang melekat dalam kehidupan masyarakat desa Silian.
Sebagaimana akar budaya Minahasa yang sangat dekat dengan alam semesta, kehidupan
bergantung pada alam, dan dari alam pula orang mengenal adanya realitas tertinggi atau Yang
Kuasa, relasi dan interaksi sosial salah satu penandanya adalah alam, dengan kata lain
Masyarakat Agraris dan Masyarakat Agamis sangat berhubungan dan saling mendukung. J.C
Neurdenburg sebagaimana dikutip J.M Saruan6 mengidentifikasikan bahwa tradisi-tradisi yang
merupakan produk leluhur Minahasa merupakan bukti bahwa orang Minahasa adalah sangat
beragama.

Tradisi atau kepercayaan yang diwariskan oleh para leluhur, ada yang masih terawat dan
dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya dari setiap daerah tetapi ada juga yang karena
berbagai kemajuan dunia saat ini mulai mengikis. Bahkan tidak sedikit juga tradisi dan budaya
yang disalahartikan oleh kelompok masyarakat serta dianggap sudah tidak sesuai dan tidak
relevan dengan norma dan ajaran agama yang ada. Padahal dalam realitanya ada begitu banyak
tradisi yang memiliki nilai-nilai luhur yang relevan bahkan kemudian bisa untuk diadopsi,
diadaptasi dan dimodifikasi dalam ajaran agama tertentu sebagai bagian dari agama dalam pola
relasi dengan tradisi dan kebudaayaan lokal disuatu daerah.

Tujuan dari jurnal ini adalah untuk mencari tahu kesadaran masyarakat dalam
melakukan tradisi tradisi “kuman pawa’ taleya”, makna teologis yang terkandung serta peran

6
J.M Saruan, Opo dan Allah Bapa : Suatu Studi Mengenai Perjumpaan Agama, Suku dan
Kekristenan di Minahasa, Diss. 1991 hal 1

Fakultas Teologi UKIT


dari tokoh agama dan masyarakat dalam melakukan tradisi “kuman pawa” taleya” didesa
Silian.

METODE PENELITIAN

Dalam jurnal ini digunakan metode penelitiaan pendekatan kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menhasilakn data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
yang perilakunya dapat diamati dan bisa memberi informasi dan makna7. Dan pendekatan studi
etnografi serta menetapkan infroman kunci sebagi sumber data agar mendapatkan data-data
yang kompehensif dan representative serta sesuai dengan yang diteliti. Informan yang telah
dipilih dan diwawancarai adalah Pemerintah Desa Silian, tokoh-tokoh adat dan budaya desa,
tokoh-tokoh agama dan beberapa anggota masyarakat yang mengetahui dengan jelas mengenai
tradisi ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

“Kuman pawa’ taleya” dalam Bahasa Tounsawang yang artinya adalah makan nasi baru
merupakan tradisi yang ada di Desa Silian Kecamatan Silian Raya Kabupaten Minahasa
Tenggara Provinsi Sulawesi Utara. Tradisi ini terjadi disaat masa panen padi. Tradisi “kuman
pawa’ taleya” dilakukan oleh masyarakat sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang telah
memberikan berkat lewat hasil panen yang berlimpah dan ucapan terimakasih dari masyarkat
kepada kerabat yang telah membantu mereka dalam melakukan penanaman sampai panen
padi8. Terkesan kuat disini adalah kegiatan mengolah sawah bukan hanya sekedar kegiatan yang
bersifat agraris tetapi juga bersifat sakral, jadi bukan sekedar mengolah sawah supaya bisa
makan, tapi mengolah sawah karena kesadaran bahwa ada relasi yang tak terpisahkan antara
manusia, alam dan Yang Kuasa. Manusia bekerja, tanah mengeluarkan kehidupan dan Yang
Kuasa Pemilik Segalanya. Tidak diketahui secara pasti kapan awalnya tradisi ini dilakukan
tetapi tradisi ini dilakukan ketika masyarakat mulai menanam padi dengan budaya “mapalus”9.

7
Lexi Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Karya. 1989), 3
8
Sejarah desa Silian tahun 2012
9
Mapalus adalah budaya orang Minahasa yang saling membantu, gotong-royong dan bekerja sama dalam
melakukan pekerjaan.

Fakultas Teologi UKIT


Dengan kondisi sawah masyarakat desa Silian yang adalah sawah tadah hujan yang hanya bisa
ditanami pada waktu musim penghujan. Oleh karena itulah masyarakat desa Silian hanya bisa
mulai menanam padi pada akhir bulan Juli – September dan mulai panen pada bulan September
- November setiap tahunnya10.

Tradisi “kuman pawa’ taleya” ini dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk kesadaran
spiritual bahwa segala sesuatu termasuk padi ada sumbernya, manusia hanya menanam dan
mengolah sawah tapi yang menumbuhkannya yaitu dari Yang Kuasa atau dari Tuhan. Sangat
nampak dalam tradisi ini adalah rasa syukur kepada Tuhan diungkapkan dengan cara manusia
berelasi dengan Tuhan melalui Doa dari Pemuka Agama atau Pendeta, melalui makan nasi baru
yang merupakan simbolisasi dari berkat Tuhan, dan melalui makan bersama terbangun ruang
sosial untuk manusia saling berelasi melalui makanan yang disiapkan untuk makan bersama,
disiapkan juga secara bersama-sama. Makanan yang siapkan berupa nasi dari beras hasil
dipanen, ikan mujair, ikan nilem yang merupakan ikan khas yang dari daerah ini, sayur daun
singkong dan kangkung yang juga adalah hasil dari kebun. Dari sini dapat dilihat bahwa tradisi
“kuman pawa’ taleya” melekat erat dengan sistem sosial juga sistem kerja tradisional yaitu
“mapalus”. Seiring perkembangan peradaban maka dari aspek penyajian makanan yang
dihidangkan dalam tradisi ini pun menjadi semakin beragam yaitu menyesuaikan dengan
tingkat perekonomian masyarakat11.

Proses awal dari tradisi ini adalah dengan mempersiapkan bibit padi untuk ditanam dan
sawah sebagai lahan. Proses awal ini dilakukan pada akhir bulan Juli – bulan September yang
dilakukan secara bersama-sama atau dengan budaya “mapalus”. Dan pemerintah akan
mengumumkan menggunakan pengeras suara jika waktu tanam padi sudah tiba. Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam proses penanaman padi sampai panen, yakni :

• Bibit tanaman padi harus yang baik


• Sawah sebagai lahan tanam harus dipersiapkan dengan baik
• Air yang harus diperhatikan agar tidak kurang dan lebih agar tanaman padi dapat
tumbuh dengan baik
• Pemberian pupuk sebagai nutrisi tambahan untuk pertumbuhan tanaman padi

10
Hasil wawancara dengan Bpk. H.T
11
Hasil wawancara dengan Bpk. H.T & Bpk. N.T

Fakultas Teologi UKIT


• Jika sudah mendekati masa panen harus dijaga agar bulir padi tidak dimakan oleh
hama. Pada saat ini petani akan membuat alat yang disebut dengan “totele” dalam
Bahasa Tounsawang berupa kaleng agar menghasilkan bunyi-bunyian yang keras.
• Setelah dipenen harus dijemur sampai benar-benar kering
• Lalu digiling dan menjadi beras yang siap diolah menjadi nasi untuk dikonsumsi
oleh masyarakat

Setelah itu, beras dibagi-bagikan kepada tokoh agama dalam hal ini pendeta dengan
harapan agar boleh didoakan sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan yang telah
memberkati lewat hasil panen. Setelah didoakan kemudian mengundang pendeta untuk
bersama-sama dalam tradisi “kuman pawa’ taleya”. Diundang juga orang-orang yang ikut
berperan membantu dalam proses penanaman sampai panen, keluarga besar dan pemerintah.
Jika ada beras yang belum didoakan oleh pendeta maka tradisi ini tidak dilakukan oleh
masyarakat. Dan ketika beras harus segera diolah untuk dikonsumsi maka yang mendoakan
hanya pelayan khusus kolom yakni penatua atau diaken. Meskipun sebelumnya telah didoakan
namun sebelum semua makanan yang telah diolah dikonsumsi bersama harus dilakukan ibadah
sebagai ungkapan syukur dari keluarga kepada Tuhan dari hasil panen yang melimpah. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga tradisi ini tidak dilakukan oleh masyarakat :

• Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi pola pikir


masyarakat sehingga dianggap jika tradisi atau kebudayaan sudah mulai ketinggalan
zaman
• Hasil panen yang gagal
• Ada yang belum melihat makna teologi yang mendalam dari tradisi ini
• Tradisi yang berasal dari keluhuran manusia berelasi dengan Tuhan dan sesamanya
belum sepenuhnya dilihat sebagai identitas cultural yang perlu pertahankan bahkan
diwariskan kepada generasi turun temurun
• Sangat dibutuhkan peran pemuka agama atau Pendeta sebagai tokoh yang paling
dihormati di konteks tradisi ini untuk memberi peran yang lebih besar lagi.

Faktor yang paling utama dalam melakukan dan melestarikan tradisi ini adalah dari
masyarakat desa Silian sendiri. Karena tradisi ini merupakan identitas dari desa Silian karena
tradisi ini hanya ada didesa Silian. Masyarakat Silian sebagai penerima warisan kearifan tradisi
ini, masyarakat Silian sebagai pelaku, serta memastikan tradisi ini tetap terpelihara sehingga

Fakultas Teologi UKIT


terserap oleh generasi-generasi selanjutnya. Tradisi ini merupakan identitas kultural dari desa
Silian karena tradisi ini hanya ada didesa Silian.

Hal inilah yang dilihat oleh gereja secara khusus oleh Jemaat GMIM “Sion” Silian
Wilayah Tombatu Barat melalui program pelayanan yang dilakukan oleh Badan Pekerja Majelis
Jemaat dan Pelayan Khusus serta jemaat. Lewat program bulan Pengucapan Syukur Hasil
Panen yang dilakukan pada bulan Oktober setiap tahunnya. Semua hasil panen dari jemaat
dikumpulkan yang kemudian akan dibagikan kepada jemaat yang benar-benar membutuhkan
seperti para orang tua lanjut usia, anggota jemaat yang karena cacat atau kecelakaan atau pun
sakit sehingga tidak bisa bekerja dan mencari nafkah untu kebutuhan keluarga, bahkan
dibagikan juga kepantiasuhan sehingga ungkapan “dari jemaat oleh jemaat dan untuk jemaat”
benar-benar dirasakan oleh jemaat karena saling membantu dan berbagi dengan orang lain.
Bahkan menjadi ruang aktualisasi makan diakonia melalui saling membantu, berbagi dan
bersama-sama menikmati berkat Tuhan dalam bentuk hasil panen.

Temuan berharga dalam penelitian ini adalah bahwa tradisi “kuman pawa’ taleya”
merupakan tradisi yang sangat luhur, sakral dan sosial, bahkan memiliki makna teologis yang
sangat kuat sehingga perlu untuk dilestarikan oleh masyarakat desa Silian. Dengan tradisi ini
masyarakat saling berinteraksi diruang sosial juga ruang budaya, yang memiliki lebih
mengeluarkan kelebihannya untuk membantu dan berbagi dengan sesama dalam ekspresi rasa
syukur kepada Tuhan karena hasil panen yang terima.Dalam tradisi ini, doa dari pemuka agama
dalam hal ini Pendeta, juga Penatua/Diaken, mendapat tempat utama, beras baru sebelum
dimasak dan makan bersama didahului dengan doa, melalui doa terjadi relasi antara manusia
dengan Tuhan. Melalui Makan Nasi Baru terjadi relasi manusia dengan Tuhan dalam bentuk
Ucapan Syukur atas berkat Tuhan. Fakta-fakta ini kemudian menempatkan tradisi ini menjadi
sangat relevan dengan ajaran Alkitab tentang pengungkapan iman orang Kristen yang tahu dan
sadar mengucap syukur kepada Tuhan, karena berkat yang Tuhan berikan dan mau mengasihi
sesama dengan berbagi lewat hasil panen yang diterima. Selain itu juga berbagi makanan dan
makan bersama dapat membangun relasi yang sangat kuat dalam kehidupan masyarakat
khususnya dalam masyarakat Minahasa.

Melalui makan bersama terjadi interaksi dan relasi antara satu dengan yang lain.
Percakapan, pembicaraan, sendagurau dan berbagai keramahtamahan yang terjadi disaat makan
bersama membentuk relasi yang lebih akrab dan penuh kekeluargaan. Menyuguhkan makanan
dan menerima makanan dalam makan bersama juga merupakan Tatakrama, dianggap tidak

Fakultas Teologi UKIT


sopan menyambut orang tanpa suguhan makanan, juga tidak sopan jika ada suguhan makanan
tapi tidak ikut makan bersama, walaupun sudah kenyang tapi harus ikut makan ”biar cuma
beking kotor piring” (walaupun makan sedikit dan hanya mengotori piring saja). Dengan
makan bersama bisa membuka ruang sosial menciptakan manusia yang harmonis dan religius.
Saat makan bersama maka berbagai bentuk perbedaan dikikis menjadi sebuah hubungan yang
baik yang lebih dekat, dan terjadi sikap menghargai orang. Dan kegiatan makan nasi baru bukan
hanya sebagi ucapan terima kasih dan ungkapan syukur tetapi juga sebagai tempat terbentuknya
relasi-relasi dalam masyarakat.

Hal inilah yang juga sejalan dengan kutipan ayat dalam Alkitab baik Perjanjian Lama
maupun Perjanjian Baru. Keluaran 23:16 “Kau peliharalah juga hari raya menuai, yakni
menuai buah bungaran dari hasil usahamu menabur diladang; demikian juga hari raya
pengumpulan hasil pada akhir tahun, apabila engkau mengumpulkan hasil usahamu dari
ladang” dan Lukas 9:13-17 “Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Kamu harus memberi mereka
makan!". Mereka menjawab: "Yang ada pada kami tidak lebih dari pada lima roti dan dua ikan,
kecuali kalau kami pergi membeli makanan untuk semua orang banyak ini”. Sebab di situ ada
kira-kira lima ribu orang laki-laki. Lalu Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Suruhlah
mereka duduk berkelompok-kelompok, kira-kira lima puluh orang sekelompok”. Murid-murid
melakukannya dan menyuruh semua orang banyak itu duduk. Dan setelah Ia mengambil lima
roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti
itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang
banyak. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian dikumpulkan potongan-
potongan roti yang sisa sebanyak dua belas bakul.” Yang menyebutkan tentang bagaimana
seharusnya sebagai orang Kristen untuk memuliakan Tuhan lewat hasil panen yang diterima
serta membagi-bagikan itu kepada orang lain. Sehingga benar-benar masyarakat desa Silian
yang adalah 100% memeluk agama Kristen nampak dalam kehidupan yang memuliakan Tuhan
lewat hasil panen padi yang diterima. Dan hal inilah yang dimiliki dan digambarkan dalam
tradisi “kuman pawa’ taleya”.

Masyarakat desa Silian yang menerima hasil panen bersyukur dan memuliakan Tuhan
lewat hasil panen serta saling berbagi berkat dengan sesama bahkan bagi mereka pun yang
gagal panen untuk makan bersama dan menikmati berkat secara bersama sehingga tali
persaudaraan terus terjalin dengan baik lewat interaksi-interaksi sosial yang terjadi ketika
makan bersama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tradisi ini masih sangat relevan dengan

Fakultas Teologi UKIT


ajaran Alkitab sehingga perlu untuk terus dilestarikan. “Kuman pawa’ Taleya” bukan hanya
sekedar tradisi tetapi memiliki makna teologi yang sangat besar bagi masyarakat. Dari tradisi
ini masyarakat diajak bukan hanya hidup untuk diri sendiri tetpai juga peduli terhadap orang
lain. Bentuk kepedulian itu nampak saat saling berbagi yang dilakukan ketika makan bersama.
Relasi yang terjalin bukan hanya terhadap sesama manusia tetapi juga relasi kepada Tuhan
dengan ungkapan syukur lewat doa.

Tradisi “kuman pawa’ taleya” yang ada di desa Silian sebagai bentuk ucapan syukur
atas berkat hasil panen kepada Tuhan Sang pemberi berkat. Tradisi yang dilakukan sebagai
bentuk ucapan syukur kepada Tuhan atas berkat yang telah diterima serta berbagi untuk sesama
yang membutuhkan merupakan tradisi yang sesuai dan relevan dengan ajaran Yesus Kristus
dalam Alkitab. Sehingga nampak makna teologi yang dimiliki oleh tradisi “kuman pawa’
Taleya” didesa Silian melalui bersyukur, berdoa dan berbagi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi pola dan
cara berpikir masyarakat tentang tradisi dan budaya yang ada dalam suatu masyarakat. Hal ini
pun terlihat jelas dalam kehidupan masyarakat desa Silian. Kehidupan masyarakat yang terus
dipengaruhi oleh perkembangan zaman lewat ilmu pengetahuan dan teknologi membuat
masyarakat mulai meninggalkan tradisi-tradisi yang ada, misalnya tradisi “kuman pawa’
taleya”. Masyarakat mulai merasa jika tradisi ini sudah mulai ketinggalan zaman karena
kurangnya pemahaman yang benar mengenai apa makna yang terkandung dalam tradisi ini.
Pemahaman yang benar akan makna yang terkandung dalam tradisi “kuman pawa’ taleya”
kemudian akan menyadarkan masyarakat bahwa begitu pentingnya tradisi “kuman pawa’
taleya” untuk tetap dilakukan dan dilestarikan dalam kehidupan.

Hal ini dikarenakan selain tradisi “kuman pawa’ taleya” hanya ada didesa Silian sebagai
identitas dari masyarakat desa Silian tetapi juga tradisi ini adalah tradisi yang relevan dan sesuai
dengan ajaran Kristen yang diajarkan oleh Tuhan lewat Alkitab. Karena dalam tradisi ini
mengandung makna teologis yang kuat tentang ucapan terimakasih dan bersyukur serta berbagi
bagi sesama atas berkat Tuhan lewat hasil panen. Oleh karena itu tradisi “kuman pawa’ taleya”
ini harus terus dilestarikan berbagai upaya harus dilakukan baik dari pemerintah, gereja dan
masyarakat dalam melestarikan tradisi ini supaya tidak punah dan terus ada dari generasi ke

Fakultas Teologi UKIT


generasi. Upaya-upaya itu diantaranya dengan secara aktif mengambil peran dan sama-sama
mengambil bagian dalam tradisi ini. Semua elemen masyarakat harus berperan dalam
pelestariannya.

Sebagai sebuah tradisi yang hanya ada didesa Silian maka perlu untuk dilakukan
program-program yang bisa meningkatkan pemahaman dan kesadaran dari masyarakat dalam
melakukan tradisi ini. Program-program yang bisa dilakukan adalah dengan seminar-seminar
dengan tujuan memberi pemahaman yang benar tentang tradisi “kuman pawa’ taleya” serta
perlu diadakan pameran kebudyaan untuk menggali kembali tradisi-tradisi yang ada di Silian.

Fakultas Teologi UKIT


DAFTAR PUSTAKA

Amin, Darori. "Islam dan kebudayaan Jawa." Yogyakarta: Gama Media 83 (2000).

Arikunto, Suharsimi. "Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik." (2019).


Boland, B. J., and P. S. Naipospos. "Tafsiran Alkitab Injil Lukas." Edited by Staf Redaksi BPK
Gunung Mulia. 12th ed. Jakarta: BPK Gunung Mulia (2012).
Budhisantoso, Subur. "Tradisi Lisan Sebagai Sumber Informasi Kebudayaan Dalam Analisa
Kebudayaan." Jakarta: Depdikbud (2014).

Bungin, Burhan. "Metodologi Penelitian Sosial & Ekonomi: Format-Format Kuantitatif Dan
Kualitatif" (2013).
Connolly, Peter. "Aneka Pendekatan Studi Agama, terj." Imam Khoiri. Yogyakarta:
LKiS (2016).
D Hendropuspito, O. C. “Sosiologi agama”. Kanisius, 2012.
Drewes, B. F., and Julianus Mojau. "Apa itu Teologi? Pengantar ke Ilmu Teologi." (2007).

Durkheim, Emile. "The Elementary Forms of the Religious Life, tr." Inyiak Ridwan Muzir
& M. Syukri. Yogyakarta: IRCiSoD (2017).
Emzir, Metodologi, and M. Pd. "Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data." Jakarta:
Raja Grafindo (2012).
End, Van den. "Ragi Carita 1." Jakarta: BPK Gunung Mulia (2013).
Erickson Millard, J. "Teologi Kristen." Malang: gandum mas (2018).

Indonesia, Kamus Besar Bahasa. "Departemen Pendidikan Nasional." Jakarta: Pusat


Bahasa (2013).
Johanes, Mardimin. "Jangan Tangisi Tradisi." Yogyakarta: Kanisius (2012).

Koentjaraningrat, Raden Mas. “Kebudayaan, Mentalitas, Dan Pembangunan:


Bungarampai.” Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Matalu, Muriwali Yanto. Dogmatika Kristen: Dari Perspektif Reformed. Gerakan
Kebangunan Kristen Reformed, 2017.
Moeleong Lexy, J. "Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 11." (2009).
Paterson, Robert Mackintosh. Tafsiran Alkitab: Kitab Keluaran. BPK, 2006.

Poerwadarminta, W. J. S. "Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Empat Cetakan


Empat." Jakarta: Balai Pustaka (2013).
Prakoso, Abintoro. "Sosiologi Hukum." (2017).

Fakultas Teologi UKIT


Prasetyo, D., and Irwansyah. “Memahami Masyarakat Dan Perspektifnya”. Jurnal
Manajemen Pendidikan Dan Ilmu Sosial, Vol. 1, no. 1, Jan. 2020
Rina Yulianti, S. H. Perlindungan Hukum Bagi Hak Masyarakat Atas Sumber Daya Pesisir.
Scopindo Media Pustaka, 2022.
Saksono, Ignatius Gatut, and Djoko Dwiyanto. Faham Keselamatan Dalam Budaya Jawa.
Ampera Utama, 2012.

Saruan, Josef Manuel. Sejarah dan Kebudayaan Minahasa


Sejarah desa Silian tahun 2012
Sejarah GMIM Sion Silian tahun 2012

Sindung Haryanto, Sindung. Dunia Simbol Orang Jawa. Kepel Press, 2013.
Soekanto, Soerjono, and Budi Sulistyowati. "Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi
Revisi)." Jakarta: Raja Grafindo Persada (2013).

Soekanto, Soerjono. "Sosiologi: Suatu Pengantar." (1982).


Soelaeman, Munandar. "Ilmu Budaya Dasar." Bandung: PT. Refika Aditama (2010).
Sugiyono, Dr. "Memahami Penelitian Kualitatif." (2010).

Sztompka, Piotr. "Sosiologi Perubahan Sosial= The Sociology of Social Change." (2014).
Thomas F. O’dea, The Sociology Of Religion (Sosiologi Agama) terj. Tim Penerjemah
Yosigama, PT. Raja Grafindo Persada, 2016

Wasitaatmadja, Fokky Fuad. Etnografi Hukum Budaya Hukum Masyarakat Cina Jelata.
Prenada Media, 2020.
Wenas Jessy, Sejarah dan Kebudayaan Minahasa, Institut Seni Budaya Sulawesi Utara :
Terbitan Pertama, 2007

Zed, Mestika. Metode Peneletian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia, 2004.

Tesis/Disertasi/Internet

Anggraieni, Pratiwi Dwi. "Tingkat Antusiasme Masyarakat Dalam Mengikuti Olahraga


Tradisional di Desa Kelinjau Ilir Kecamatan Muara Ancalong."
(2021).
Fritz, Katherine. (2008). Phenomenology & Ethnography Class Session 5 Qualitative Data
Analysis. Analysis
https://kbbi.web.id/makan

Fakultas Teologi UKIT


Mawuntu, Marhaeni. "Identitas Sosio Kultural Tou: Rekonstruksi Identitas Sosio Kultural
Sebagai Identitas Sosial Minahasa Kini." Titian Emas 1.1 (2020): 106-
116.
Oleh Rofiana Fika Sari, Pengertian Tradisi Menurut beberapa Ahli,
https://www.idpengertian.com/penegrtian-tradisi-menurut-para-ahli/12
januari, 2021/
Proyek Binbaga Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Perbandingan Agama I, (Jakarta: IAIN,
2020)
Runturambi, Rivenhard. Budaya Makan dalam Perayaan Pengucapan Syukur sebagai
Tindakan Simbolik Integrasi Sosial di Minahasa Tenggara. Diss. 2021
Saruan, Josef Manuel. Opo dan Allah Bapa: Suatu Studi Mengenai Perjumpaan Agama,
Suku dan Kekristenan di Minahasa. Diss. 1991.

Fakultas Teologi UKIT

Anda mungkin juga menyukai