ZULKARNAIN YANI
Balai Litbang Agama Jakarta,
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
zulkarnainyani@yahoo.com
Artikel diterima 5 September 2019, diseleksi 6 November 2019, dan disetujui 26 Desember 2019
Abstract
PAKAIAN TAQWA: MELIHAT NILAI-NILAI ISLAM NUSANTARA
Abstrak
MELALUI PAKAIAN ADAT KERATON YOGYAKARTA
This paper presents the results of research
DOI: https://doi.org/10.32488/harmoni.v18i2.364
Tulisan ini menyajikan hasil penelitian
on traditions and rituals in the district of tentang tradisi dan ritual melemang di
Muara Enim, South Sumatra. This research kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
was conducted from 4 - 18 October 2018 Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 4
in the villages of Karang Raja and Kepur. sampai 18 Oktober 2018 di desa Karang
The purpose of this study is to present what Raja dan Kepur. Tujuan penelitian ini
cultural and religious values can be drawn menyajikan nilai-nilai budaya dan agama
from the tradition of melemang in the 2 apa saja yang bisa diambil dari tradisi
(two) villages. The melemang tradition is a melemang di dua desa tersebut. Tradisi
customary tradition that exists in the month melemang merupakan tradisi adat yang
of Muharram in the villages of Karang Raja ada pada bulan Muharram di desa Karang
and Kepur. This tradition has been carried Raja dan Kepur. Tradisi ini sudah dilakukan
down from generation to generation since secara turun-temurun sejak zaman nenek
the days of their ancestors (Puyang) to the moyang (Puyang) mereka hingga saat ini.
present. This tradition is intended as an Tradisi ini bertujuan sebagai tolak bala’ dari
anticipation for the flood disaster that will bencana banjir yang akan menimpa dua
befall these 2 (two) villages by holding desa tersebut dengan mengadakan sedekah
village alms (dusun) in the form of making desa (dusun) dalam bentuk membuat
lemang by the entire community without lemang oleh seluruh masyarakat tanpa
exception. This tradition is characterized terkecuali. Tradisi ini bercirikan pembuatan
by making lemang made from a mixture of lemang yang terbuat dari campuran beras
glutinous rice and grated coconut, which ketan dan kelapa parut, yang dicampur
is mixed with bananas, shrimp or onions pisang, udang atau bawang dengan dilapisi
coated with banana leaves, then put into daun pisang, kemudian dimasukkan ke
a section of bamboo. The cultural values dalam bambu berukuran seruas bambu.
that we can be drawn from this tradition Nilai-nilai budaya yang dapat kita ambil
are the value of Hospitality and Mutual dari tradisi ini yaitu nilai Silaturahmi dan
Cooperation between members of the Gotong Royong. Adapun nilai agama yang
society. The religious values conveyed in disampaikan dalam tradisi tersebut berupa
the tradition are creed and worship. nilai aqidah dan ibadah.
Keywords: Tradition, Melemang, Cultural Kata Kunci : Tradisi, Melemang, Nilai Budaya,
Values, Religious Values. Nilai Agama.
panggang di atas bara api. Biasanya atau tepung. Tidak terelakkan sekitar
lemang di sajikan dengan tapai atau mulut mereka akan cemong dengan
ketan hitam yang sudah difermentasikan. tepung ataupun arang itu. Di luar pagar
Namun, bagi masyarakat Sumatera panggung para penonton bersorak-sorai
Barat, malamang merupakan suatu terhibur: antara takjub dan lucu. Pada
tradisi. Tradisi ini biasanya dilakukan kasus yang lain para penonton akan
di saat hari-hari tertentu, seperti hari melemparkan koin atau sapu tangan
besar keagamaan atau memperingati ke tengah panggung kemudian para
hari kematian. Contohnya masyarakat penampil melemang akan mengambilnya
Pariaman Sumatera Barat, biasanya seperti halnya mengambil koin-koin di
melaksanakan tradisi malamang pada atas: saweran pada pertunjukan melemang
saat acara Maulid Nabi. Tradisi ini lahir (Dedi Arman, 8 Agustus 2016).
tak lepas dari peran Shaykh Burhanuddin,
Ulama asal Pariaman. Saat itu Shaykh METODE
Burhanuddin melakukan perjalanan
ke daerah pesisir Minangkabau untuk Penelitian ini menggunakan metode
menyiarkan agama Islam, terutama di kualitatif deskriptif yang dilakukan
daerah Ulakan – Pariaman (Eda Ervina, 8 dalam 2 (dua) tahapan; pertama tahapan
Mei 2014). penjajakan; tahapan ini dilakukan selama
5 (lima) hari yang bertujuan untuk
Selain itu, di masyarakat desa mendapatkan informasi awal mengenai
Penaga – Teluk Bintan, melemang tradisi dan ritual melemang di wilayah
merupakan seni pertunjukkan yang Muara Enim. Pada saat studi penjajakan
menitikberatkan pada kelenturan tubuh dilakukan, masyarakat Desa Karang Raja
dengan membuat gerakan-gerakan sedang melaksanakan tradisi melemang
kayang. Tentu untuk melakukan gerakan di tanggal 9 (sembilan) Muharram.
kayang semacam itu butuh kelenturan Sehingga peneliti melihat langsung tradisi
tubuh. Mungkin karena kelenturan tubuh tersebut dan memperoleh dokumentasi
maka disamakan dengan sifat lemang; pelaksanaan tradisi tersebut. Sedangkan di
kenyal dan lentur. Lemang sendiri sejenis Desa Kepur, tradisi melemang dilaksanakan
makanan berbahan pulut (ketan) yang pada tanggal 11 dan 12 bulan Muharram.
cukup akrab bagi masyarakat Melayu, Pada tanggal tersebut, peneliti sudah
baik di Sumatera maupun kepulauan. berada di Jakarta, sehingga peneliti
Melemang sendiri adalah seni akrobatik memperoleh dokumentasi tradisi tersebut
yang mempertunjukkan kelenturan dan dari Saudara Rifa Kalbadri, wartawan
ketahanan tubuh penampilnya. Pada TVRI Stasiun Pemancar Muara Enim.
pertunjukannya para penampil dalam
posisi tubuh kayang dengan menjadikan Tahap kedua berupa pengumpulan
tangan dan kakinya sebagai tumpuannya data selama 15 (lima belas) hari.
berjalan mendekati biji kelapa atau talam Pada tahapan ini, peneliti melakukan
yang diletakkan di tengah panggung. pengumpulan data dengan metode
Tetap dalam posisi kayang mereka berupa wawancara dengan beberapa
mengambil koin-koin tersebut dengan narasumber utama, seperti Bapak Sahudin
cara menggigitnya. Walhasil bagian (Ketua Pemangku Adat atau Imam Desa
mulutnya bersentuhan dengan arang Karang Raja, Bapak H. Himyah (sesepuh
masyarakat desa Karang Raja berusia (dikenal dengan sebutan Puyang Santri)
94 tahun), Ahmad Syukri (sesepuh untuk mengadakan acara berupa sedekah
masyarakat desa Kepur berusia 93 tahun), dusun yang berfungsi sebagai penangkal
Burhalim (Ketua Pemangku Adat desa bencana yang akan ada di masyarakat.
Kepur), Ahmad Bidin (Imam desa dan Puyang Santri diperintahkan untuk
pewaris kepuyangan di desa Kepur) dan membuat 3 (tiga) lemang yaitu lemang
Kepala Desa Karang Raja. gemuk, lemang manis dan lemang sempaloh.
Selain lemang yang disajikan untuk acara
sedekah tersebut, dibuat juga serabi merah
PEMBAHASAN
dan putih, bubur merah dan putih, bunga
Deskripsi Tradisi dan Ritual Melemang serawe, nasi kunyit, ayam bakar, yang
kesemuanya tersebut setelah selesai masak
Tradisi melemang merupakan tradisi dibawa ke langgar dengan mengundang
adat yang ada di Desa Karang Raja dan seluruh masyarakat desa dan dilanjutkan
Desa Kepur – Muara Enim. Tradisi ini dengan ritual berupa pembacaan surah
dilaksanakan setiap bulan Muharram al-Fatihah yang dipimpin oleh Imam
oleh masyarakat di dua desa tersebut. desa. Setelah menerima perintah tersebut,
Pelaksanaan melemang ini menjadi tradisi Puyang Santri memerintahkan Lebi Mah
yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu Kute Alam dan Abdul Hasim bin Umar
yang diprakarsai oleh para Puyang di (Puyang Serawi) agar mengambil bambu
dua desa tersebut sebagai wujud dari muda untuk membuat lemang 3 (tiga)
rasa syukur dan ungkapan keselamatan warna tersebut.
bagi masyarakat desa. Pada pembahasan
ini, peneliti akan menggambarkan secara Tradisi melemang di Desa Karang
singkat mengenai sejarah tradisi melemang, Raja dilaksanakan pada hari ke 9
apa itu melemang dan bagaimana tradisi (sembilan) bulan Muharram yang dimulai
serta ritual keagamaan dalam melemang sejak pagi hari dengan mempersiapkan
tersebut. bahan-bahan untuk membuat lemang
yang akan dimakan bersama pada tanggal
Tradisi melemang yang ada di desa 10 Muharram. Pada tanggal 7 (tujuh)
Karang Raja sudah ada sejak zaman Muharram, masyarakat desa Karang Raja
nenek moyang hingga saat ini. Menurut melakukan ziarah ke makam-makam
pak Sahudin (8 Oktober 2018), tradisi Puyang, yaitu makam Shaykh ‘Abd al-
melemang yang ada di desa ini merupakan Jabbar atau Puyang Tamblang, makam
sarana sedekah desa untuk menolak balak Rudi Angkasa (Puyang Sesapah), makam
berupa banjir yang akan melanda desa Kromo Widjoyo (Puyang Santri) dan
tersebut. Pada tahun 1034, saat terjadi makam Puyang Rangga Lawe.
banjir bandang di wilayah Sungai Enim,
Shaykh ‘Abd al-Jabbar, dikenal dengan Pada pagi hari tanggal 10
sebutan Puyang Tamblang, pada saat Muharram, rangkaian tradisi melemang
itu sebagai KK Demang di wilayah Desa dilanjutkan dengan ritual keagamaan
Tamblang memanggil Kromo Widjoyo4 yang dilakukan antara lain; pembacaan
surah Yasin, istighashah, do’a bersama
4 Kromo Widjoyo (Puyang Santri) dalam dan ceramah agama mengenai sejarah
struktur pemerintahan di kerajaan Kute Pelawi
merupakan pengayom dan pembina masyarakat ke (Puyang Serawi) merupakan pembantu (ajudan) dari
ajaran Islam Lebi Mah Kute Alam dan Abdul Hasim bin Kromo Widjoyo (Puyang Santri).
hingga air santan menyusut. Dinginkan Nilai-Nilai Budaya dan Agama dalam
adonan tersebut, setelah dingin, baru Tradisi Melemang.
adonan tadi dimasukkan ke dalam bambu
Dalam pengamatan peneliti,
muda yang sudah diberi daun pisang.
masyarakat Desa Karang Raja dan Desa
Setelah itu, bambu tersebut dimasukkan
Kepur sangat menjunjung tinggi nilai-
ke dalam dandang yang sudah disiapkan,
nilai adat dan budaya sebagai kearifan
proses memasak dengan menggunakan
lokal. Kearifan lokal merupakan gagasan-
dandang ini selama 2 – 3 jam.
gagasan setempat (lokal) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan,bernilai baik,
yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. Dalam kearifan lokal
terkandung pula kearifan budaya
lokal. Kearifan budaya lokal sendiri
adalah pengetahuan lokal yang sudah
sedemikian menyatu dengan sistem
kepercayaan, norma, dan budaya serta
diekspresikan dalam tradisi dan mitos
yang dianut dalam jangka waktu yang
lama (Yunus, 2015; 1).
desa tersebut mulai mempersiapkan ngaron, memasak beras ketan putih dan
segala kebutuhan dan peralatan yang santan kelapa dalam kuali. Yang satu
akan digunakan pada saat melemang. mengaduk-aduk adonan beras ketan
Anak-anak, para remaja dan orang tua dengan santan kepala dan satunya lagi
bergotong-royong, tanpa segan mereka memegang papan agar apinya tidak
terlibat aktif dalam proses pembuatan terkena tiupan angin.
lemang. Mulai dari mencari bambu muda
yang dilakukan oleh orang tua dan
dibantu oleh para remaja, mereka mencari
bambu ke pinggiran sungai yang ada
di desa sebelah. Kita juga dapat melihat
pada saat menyiapkan bambu-bambu
muda, yang sudah dipotong seukuran
ruas bambu, dengan memasukkan daun
pisang ke dalam bambu tersebut, tua
Foto : 2 warga yang saling membantu dalam
muda, pria dan wanita, bahkan anak-anak membuat adonan santan
kecil pun, tanpa disadari, ikut terlibat
aktif dalam memasukkan daun pisang ke Tentu saja, semangat saling
dalam bambu. tolong menolong juga terlihat pada saat
masyarakat kedua desa melakukan ziarah
ke makam-makam Puyang mereka.
Mereka bekerjasama membersihkan
makam-makam Puyang tersebut.
Tua-muda ikut terlibat aktif dalam
kegiatan membersihkan makam, tanpa
membedakan apakah makam tersebut
merupakan makam Puyang mereka atau
tidak, selama makam tersebut merupakan
makam Puyang desa, maka dengan
sendirinya makam tersebut dibersihkan.
itu, rangkaian ritual tersebut sebagai wanita, bujang dan gadis, yang saling
manifestasi rasa syukur bahwa desa selalu beramah tamah satu sama lainnya.
diberikan keselamatan dan terhindar dari Lemang sempalo; memiliki arti yang
musibah yang tidak diinginkan. Hal ini khas, yang melambangkan budaya adat
sejalan dengan tujuan dari melemang yaitu istiadat yang penuh keakraban sesuai
sebagai tolak balak dengan mengadakan dengan norma-norma agama yang
sedekah dusun. Serta mengingatkan berlaku, serta selalu saling menjaga
kepada masyarakat agar ingat kepada kehormatan dan aib sesama, dan lemang
Allah Swt dengan menjalankan segala gemuk; melambangkan kesucian guna
yang diperintahkan dalam agama memperdalam ajaran syari’at agama
Islam dan menjauhkan dari segala yang Islam dengan memperkokoh hubungan
dilarang oleh agama Islam. silaturahmi dengan sesama insan yang
beriman dan bertaqwa
Nilai ibadah yang bisa kita ambil
berupa hubungan baik dengan sesama UCAPAN TERIMA KASIH
warga (hablun min al-Nas). Dengan adanya
Pada kesempatan ini, penulis ingin
tradisi melemang ini akan mempererat
mengucapkan terima kasih kepada seluruh
hubungan sesama umat manusia, apalagi
pihak yang telah membantu kelancaran
dengan sesama desa. Hal tersebut terlihat
proses penelitian ini, mulai dari tahapan
pada saat menyambut orang yang tidak
persiapan, pelaksanaan penjajakan dan
dikenal sama sekali. Tidak ada perasaan
pengumpulan data, pengolahan data
curiga dengan orang tersebut, bahkan
dan pelaksanaan seminar hasil penelitian
orang yang baru dikenal tersebut disambut
ini. Tak lupa, peneliti menyampaikan
dan dihidangkan dengan hidangan lemang
ucapan terima kasih kepada Kepala Balai
beserta kopi. Hal tersebut memberikan
Litbang Agama Jakarta beserta seluruh
pemahaman pada anak untuk saling
jajarannya, struktural dan pelaksana
peduli dengan tetangganya, tidak
(TU BLAJ) yang telah membantu selama
mempunyai sifat kikir dan pelit dan selalu
proses penelitian ini. Selain itu, Kepala
berbagi dengan sesama sebagai aktualisasi
Kementerian Agama Kabupaten Muara
dari nilai-nilai ajaran Islam.
Enim, Kasi Bimas Islam dan seluruh
jajarannya, Sekretaris Dinas Pariwisata
SIMPULAN
Kabupaten Muara Enim, Sekretaris
Tradisi melemang yang ada di Desa Kecamatan Muara Enim, Kepala Desa
Karang Raja dan Desa Kepur merupakan Karang Raja dan Desa Kepur, Pemangku
salah satu budaya lokal yang merupakan Adat Desa Karang Raja dan Desa Kepur,
kearifan lokal masyarakat setempat, yang Imam Desa Karang Raja dan Desa Kepur,
bertujuan sebagai tolak balak dengan juga Sesepuh Desa Karang Raja dan Desa
mengadakan sedekah dusun berupa Kepur. Penulis juga menyampaikan
lemang. Lemang sendiri merupakan terima kasih kepada Mitra Bestari dan
makanan khas tradisional orang Melayu Pengelola Jurnal Harmoni, Puslitbang
dan sangat disukai. Lemang yang dibuat Bimas Agama dan Layanan Keagamaan,
di kedua desa tersebut ada 3 (tiga) Badan Litbang dan Diklat Kementerian
jenis: lemang manis; sebagai lambang Agama RI, yang telah memberikan
perkumpulan sanak saudara seisi desa catatan dan kritik hingga tulisan ini bisa
atau kampung, tua muda, pria dan diterbitkan pada edisi kali ini.
Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 18 No. 2
324 Zulkarnain Yani
DAFTAR ACUAN
Abdullah, Yusuf dan Abisyuja’i Said., 1986. “Sejarah Islam Masuk ke Kabupaten Muara
Enim”. dalam Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan. Editor K.H.O
Gadjahnata dan Sri-Edu Swasono. Jakarta. UI-Press.
Ambary, Hasan Muarif., 1998. Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis
Islam Indonesia. Jakarta. Logos Wacana Ilmu
Japarudin, 2017. “Tradisi Bulan Muharram di Indonesia”, Jurnal Tsaqofah dan Tarikh,
Volume. 2 Nomor. 2, Juli – Desember
Rochmadi, N., 2012. “Menjadikan Nilai Budaya Gotong-Royong Sebagai Common
Identity dalam Kehidupan Bertetangga Negara-Negara ASEAN”. Repository
Perpustakaan Universitas Negeri Malang. 20/11/2012
Sutarto, Dendi., 2012. “Kearifan Budaya Lokal dalam Penguatan Tradisi Malemang di
Tengah Masyarakat Modernisasi di Sungai Keruh Musi Banyuasin Sumatera
Selatan”. Makalah Seminar Kepemimpinan Kepemudaan Madya Kementrian
Pemuda dan Olahraga RI - PUSKAKEM Universitas Sriwijaya di Hotel Aston
Palembang, 2-6 Oktober 2012
Syarbini, Amirullah., 2011. “Islam dan Kearifan Lokal (Local Wisdom) : Menelusuri Nilai-
Nilai Islam dalam Praktek Ritual Adat Masyarakat Banten”. Makalah pada The
11th Annual Conreference on Islamic Studies” Merangkai Mozaik Islam dalam
Ruang Publik untuk Membangun Karakter Bangsa”. Bangka-Belitung. 10 – 13
Oktober.
Yunus, Abd. Rahim., 2015. “Nilai-Nilai Islam dalam Abd. Rahim Yunus Budaya dan
Kearifan Lokal (Konteks Budaya Bugis)”. Jurnal Rihlah. Vol. II No. 1 Mei 2015.
Internet
Ervina, Eda., (2014). “Cerita Tradisi Malang dari Sumatera Barat”. https://www.merdeka.
com/peristiwa/cerita-tradisi-malamang-dari-sumatera-barat.html . dikutip tanggal
3 September 2018.
Gurupendidikan. 2018. “Gotong Royong: Pengertian dan Contohnya; Manfaat, Nilai,
Tujuan”. https://www.gurupendidikan.co.id/gotong-royong-dan-contohnya/,
dikutip tanggal 28 Oktober 2018.