Anda di halaman 1dari 6

ARTIKEL

TRADISI TERBANGAN DAN TIRAKAT MENYAMBUT MALAM 1


SURO DI DUSUN TRIMUKTI KAMPUNG LANGSAT PERMAI
KECAMATAN BUNGARAYA

TRIA OCA ARISKA

Jurusan Syari’ah dan Ekonomi Islam, Prgram Studi Akuntansi Syari’ah

Ariskatriaoca@gmail.com

A. PENDAHULUAN

Sejarah dan perkembangan Kampung Langsat Permai di Kabupaten Siak.


Kampung ini terbentuk pada tahun 1978 melalui program Transmigrasi yang
diinisiasi oleh Pemerintah Pusat. Awalnya, kampung ini dihuni oleh 50 keluarga
dari DI Yogyakarta, kemudian diikuti oleh keluarga dari Jawa Timur dan daerah
Pasundan.

Pada tahun 1983, kampung ini menjadi bagian dari pemekaran dan
pembentukan kampung baru bernama Jatibaru. Selanjutnya, pada tahun 2002,
Kampung Langsat Permai resmi dimekarkan. Nama "Langsat Permai" sendiri
diambil dari banyaknya pohon langsat yang dulunya tumbuh di sepanjang sungai
dan jalan di kampung ini.

Latar belakang ini memberikan konteks tentang bagaimana kampung ini


terbentuk, mengalami perubahan, dan menghadapi modernisasi seiring
berjalannya waktu. Selain itu, pemilihan nama kampung juga menunjukkan
keterkaitannya dengan lingkungan alam sekitar, khususnya pohon langsat yang
pernah melimpah di daerah tersebut.

B. PEMBAHASAN

Negara Indonesia memiliki banyak ragam tradisi dan budaya, terutama


daerah masyarakat Jawa. Salah satu tradisi yang masih ada dan masih dilestarikan
sampai saat ini adalah tradisi Sholawat Terbangan dan Tirakatan menyambut
Malam 1 Suro di Kampung Langsat Permai. Tradisi shalawat terbangan
marupakan tradisi shalawat dengan teks atau muatan budaya Jawa di dalamnya
dengan diiringi alat musik terbang.

Tradisi shalawat terbangan memiliki dua aspek tujuan yaitu sebagai ibadah
dan spiritual dan sebagai sosio kultural. Adanya sistem kepercayaan nenek
moyang menyebabkan terjadinya akulturasi budaya dan agama pada masyarakat
Jawa. Seperti halnya dengan tradisi shalawat terbangan di Kampung Langsat
Permai yang menjadi ungkapan rasa cinta masyarakat kepada sang baginda Nabi
Muhammad SAW. Hal tersebut memunculkan bahwa pemahaman terkait rasa
cinta yang diampaikan oleh tokoh agama kemudian menjadi bagian dari
pemahaman hadis-hadis shalawat dan terinterpretasi menjadi sebuah tindakan
dalam tradisi shalawat terbangan. Hal ini melatar belakangi peneliti untuk
mengkaji tradisi shalawat terbanga,terutama kaitanya dengan resepsi masyarakat
atas hadis-hadis shalawat yang menguatkan terjadinya relasi antara tradisi
shalawat terbangan dan hadis-hadis shalawat.

Tradisi Terbangan dan Tirakatan menyambut Malam 1 Suro masyarakat


Kampung Langsat Permai yang dijadikan penyebaran Islam. Tradisi Tirakatan 1
Suro atau 1 Muharram adalah warisan berharga bagi masyarakat Desa Langsat
Permai, yang terletak di kecamatan Bunga Raya, Kabupaten Siak. Desa ini
terbentuk pada tahun 1978 melalui program Transmigrasi yang diprakarsai oleh
Pemerintah Pusat. Awalnya, 50 keluarga dari DI Yogyakarta menempati dusun I,
yang sekarang dikenal sebagai Tri Mukti. Kemudian, keluarga dari Jawa Timur,
khususnya dari Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Lamongan, bergabung
sekitar 50 keluarga di dusun tersebut. Transmigrasi lokal juga dilakukan dengan
25 keluarga yang menetap di dusun II, sekarang dikenal sebagai dusun Gajah
Mukti. Pada gelombang transmigrasi kelima, 50 keluarga dari daerah Pasundan,
khususnya Bandung dan Sumedang, menetap di dusun III yang kini dikenal
sebagai dusun Mukti Jaya.

Pada tahun 1983, paket A termasuk Langsat Permai dibentuk menjadi


sebuah kampung bernama Jatibaru. Gagasan pemekaran Kampung Langsat
Permai muncul pada tahun 2001 dan diresmikan pada 18 Februari 2002. Nama
"Langsat Permai" berasal dari banyaknya pohon langsat yang dulunya tumbuh di
sepanjang sungai dan jalan di kampung ini. Buah langsat ini sangat populer di
kalangan warga, terutama anak-anak, karena mereka sering memetiknya saat
perjalanan ke sekolah, masjid, atau pasar. Sayangnya, pohon-pohon langsat
tersebut kini sudah sangat berkurang karena ditebang oleh penduduk setempat
untuk keperluan pembangunan jalan dan rumah. Meskipun demikian, tradisi dan
adat turun-temurun tetap hidup di Langsat Permai.
Salah satu tradisi yang dijaga dengan penuh kekhusyukan adalah Tirakatan
1 Muharram atau 1 Suro. Tirakatan ini merupakan bentuk penghormatan kepada
para pahlawan yang gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, serta
mendoakan leluhur yang telah meninggalkan kita. Dalam acara Tirakatan,
masyarakat berkumpul untuk melakukan doa bersama dan lek-lekan (tidak tidur
semalam suntuk), serta merenung sambil berdoa, dengan harapan mendapat
kemudahan dalam mencari rejeki, ketenangan hidup, dan ridho dari Ilahi Rabbi.
Tradisi ini tetap memperkaya warisan budaya di Desa Langsat Permai.

Masyarakat Kampung Langsat Permai masih mempertahankan tradisi


yang dimilikinya secara turun-temurun. Upaya mempertahankan tradisi di tengah
modernisasi menjadi motivasi generasi penerus untuk mempertahankan tradisi
daerahnya. Salah satu tradisi yang masih dipertahankan oleh masyarakat
Kampung Langsat Permai hingga saat ini adalah Tirakatan menyambut Malam 1
suro, selain itu ada Terbangan. Masuknya tradisi ini ke Kampung Langsat Permai
diduga memiliki hubungan erat dengan masuknya Islam ke tanah Jawa. Hal
tersebut disimbolkan melalui alat musik Terbangan. Di dalam tradisi ini terdapat
nyanyian berupa sholawat untuk nabi yang diiringi oleh instrumen sejenis rebana
atau tagonian.

1. Terbangan

Tradisi Terbangan, seperti yang disebutkan dalam artikel, merupakan salah


satu aspek unik dari warisan budaya di Kampung Langsat Permai. Terbangan ini
diyakini memiliki hubungan erat dengan masuknya Islam ke tanah Jawa dan
disimbolkan melalui alat musik yang digunakan dalam tradisi tersebut.

Terbangan melibatkan nyanyian berupa sholawat untuk Nabi Muhammad


SAW yang diiringi oleh instrumen mirip rebana atau tagonian. Tradisi ini menjadi
bentuk ekspresi cinta dan spiritualitas masyarakat terhadap Nabi. Dalam konteks
penelitian, tradisi shalawat terbangan juga mencerminkan akulturasi budaya dan
agama, serta bagaimana masyarakat meresapi dan menghidupkan nilai-nilai
spiritual melalui tradisi tersebut.

Terbangan menjadi salah satu elemen penting dalam memperkaya ragam


tradisi di Kampung Langsat Permai, dan eksistensinya mencerminkan ketekunan
masyarakat dalam melestarikan identitas dan kearifan lokal mereka.

2. Tirakat menyambut Malam 1 suro

Tradisi Tirakat menyambut Malam 1 Suro, seperti yang dijelaskan dalam


artikel, merupakan bagian penting dari warisan budaya di Kampung Langsat
Permai. Tirakat ini menjadi momen penghormatan kepada para pahlawan yang
gugur dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, sekaligus sebagai doa untuk
leluhur yang telah meninggalkan kita. Masyarakat kampung berkumpul dengan
penuh kekhusyukan pada Malam 1 Suro, melakukan doa bersama, lek-lekan (tidak
tidur semalam suntuk), dan merenung sambil berdoa.

Tradisi ini mencerminkan spiritualitas dan pengabdian kepada nilai-nilai


luhur. Meskipun pohon langsat yang memberi nama kampung telah berkurang,
tradisi Tirakat tetap menjadi bagian hidup masyarakat, memperkaya warisan
budaya dan mempertahankan identitas kampung di tengah perubahan zaman.

Artikel tentang Langsat Permai ini membahas tentang:

1) Sejarah Terbentuknya Kampung: Menjelaskan bagaimana kampung ini


terbentuk melalui program Transmigrasi pada tahun 1978, melibatkan
keluarga dari berbagai daerah di Indonesia.

2) Perubahan Nama dan Pembagian Dusun: Merincikan perubahan nama


kampung menjadi Jatibaru pada tahun 1983 dan pembagian kampung
menjadi beberapa dusun dengan masing-masing sejarah keturunan yang
berbeda.

3) Tradisi Tirakatan 1 Muharram atau 1 Suro: Menyoroti pentingnya dan


kekhusyukan masyarakat dalam menjaga tradisi ini, yang melibatkan doa
bersama, lek-lekan, dan renungan sambil berdoa. Tradisi ini dijaga sebagai
bentuk penghormatan kepada pahlawan kemerdekaan dan doa untuk
leluhur.

4) Perubahan Lingkungan: Menyampaikan dampak pembangunan jalan dan


rumah terhadap lingkungan, khususnya berkurangnya pohon langsat yang
dulunya melimpah di kampung tersebut.

5) Pemeliharaan Tradisi di Tengah Modernisasi: Menekankan upaya generasi


penerus dalam mempertahankan tradisi dan budaya daerah mereka, dengan
fokus pada tradisi Tirakatan dan upaya memelihara warisan budaya di
tengah perubahan zaman.

6) Tradisi Shalawat Terbangan: Menggambarkan tradisi ini sebagai bagian


dari kekayaan budaya di Kampung Langsat Permai, terkait dengan
masuknya Islam ke tanah Jawa. Penelitian juga menyoroti hubungan
antara tradisi ini dan hadis-hadis shalawat, serta pentingnya pemahaman
masyarakat terhadap nilai-nilai tersebut.
Pembahasan menyajikan gambaran holistik tentang sejarah, tradisi,
perubahan lingkungan, dan upaya pemeliharaan warisan budaya di Kampung
Langsat Permai.

C. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif-deskriptif


dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi yang mendukung
kevalidan data. Untuk menganalisis hasil penelitian, peneliti menggunakan
pendekatan living hadis dengan teori fenomenologi. Pendekatan ini digunakan
untuk melihat hadis bekerja memberikan pengetahuan yang menjadi sistem pola
makna dan pengetahuan dari tindakan masyarakat dalam tradisi shalawat
terbangan. Sementara, teori fenomenologi digunakan untuk mengungkap
pengetahuan yang menjadi kesadaran bersama, serta bagaimana hadis menjadi
inhern di dalam kesadaran dan pengetahuan masyarakat.

D. KESIMPULAN

Kesimpulan dari artikel ini mencakup beberapa poin kunci:

1. Kampung Langsat Permai sebagai Warisan Budaya: Meskipun mengalami


perubahan lingkungan dan perubahan nama kampung, Kampung Langsat Permai
berhasil mempertahankan warisan budaya dan tradisi, terutama dalam perayaan
Tirakatan 1 Muharram atau 1 Suro.

2. Pentingnya Tradisi dalam Identitas Kampung: Tradisi Tirakatan dan shalawat


terbangan bukan hanya sebatas ritual, tetapi juga menjadi bagian integral dari
identitas kultural masyarakat di kampung tersebut.

3. Tantangan Lingkungan: Pembangunan jalan dan rumah telah membawa


perubahan signifikan pada lingkungan, terutama dengan berkurangnya pohon
langsat yang dulunya melimpah di sepanjang sungai dan jalan kampung.

4. Peran Generasi Penerus: Artikel menekankan upaya generasi penerus dalam


mempertahankan tradisi dan budaya daerah mereka, menunjukkan keinginan kuat
untuk merawat warisan nenek moyang di tengah arus modernisasi.

5. Hubungan Tradisi dengan Islam: Tradisi shalawat terbangan di Kampung Langsat


Permai dilihat sebagai hasil akulturasi budaya dan agama, menggambarkan rasa
cinta masyarakat terhadap Nabi Muhammad SAW.
Secara keseluruhan, artikel ini menyampaikan pentingnya pemeliharaan dan
penghargaan terhadap warisan budaya dan tradisi di tengah perubahan zaman, serta peran
vital generasi penerus dalam menjaga identitas kultural kampung mereka.

E. PENUTUP

Hasil dari penelitian ini, pertama, Kampung Langsat Permai merupakan daerah
yang memiliki tradisi dan budaya unik yang tetap dilestarikan dan dijaga dari
perkembangan zaman khusunya dalam tradisi keagamaan kedua, pada proses pelaksanan
tradisi shalawat terbangan dimulai dari persiapan sampai dengan penutup. Ketiga, adanya
relasi antara tradisi shalawat terbangan dengan-hadis perintah dan keutamaan shalawat.
Masyarakat meresepsi hadis secara eksegesis, sehingga muncul nilai dan orientasi
pemahaman masyarakat atas hadis-hadis shalawat yang kemudian diwujudkan dalam
tradisi. Pada akhirnya, tradisi shalawat terbangan salah satu bentuk ungkapan cinta
kepada Nabi Muhammad SAW, teologis dan spiritualis kepada Allah SWT. Dengan
demikian, hasil memiliki eksistensi tidak semata-mata karena teks hasil nya, akan tetapi
karena makna, pengetahuan, dan nilai yang dipengaruhinya.

Anda mungkin juga menyukai