PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kebudayaaan diartikan dengan seni, baik berupa seni
suara, seni tari, seni rupa, dan lain sebagainya, namun sesungguhnya kebudayaan
itu bukan hanya seni melainkan seni itu merupakan salah satu dari kebudayaan.
Sosial dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan sesuatu aspek yang
menyangkut kehidupan masyarakat, sedangkan budaya diartikan dengan segala
hasil cipta, rasa dan perilaku manusia yang dilakukan dengan sadar, kebudayaan
bersifat material dan non material.
Dalam kehidupan manusia sebagai khalifah Allah dipermukaan bumi tentu saja
memiliki beraneka ragam kehidupan sosial dan budaya. Ini merupakan hal yang
wajar karena setiap individu memiliki kebudayaan sediri-sendiri terutama yang
berasal dari nenek moyang mereka yang lebih dikenal dengan adat istiadat, hal ini
sangat berguna untuk mengatur kehidupan individu yang berada didalam
masyarakat tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari kebudayaaan diartikan dengan seni, baik berupa seni
suara, seni tari, seni rupa, dan lain sebagainya, namun sesungguhnya kebudayaan
itu bukan hanya seni melainkan seni itu merupakan salah satu dari kebudayaan.
1
Sosial dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan dengan sesuatu aspek yang
menyangkut kehidupan masyarakat, sedangkan budaya diartikan dengan segala
hasil cipta, rasa dan perilaku manusia yang dilakukan dengan sadar kebudayaan
bersifat material dan non material.
Adat istiadat adalah lembaga social yang terdapat di masyarakat yang masih
memegang teguh tradisi. Di Indonesia masyarakat semacam itu terdapat terutama
di pelosok-pelosok desa seperti di desa Logas Kabupaten Kuantan Singingi yang
masih memegang teguh tradisi \turun mandi untuk bayi yang baru lahir.
Dalam kehidupan manusia terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan
pada semua bangsa Indonesia, oleh karena itu sering disebut sebagai isi pokok
dari tiap kebudayaan didunia. Tujuh isi pokok kebudayan tersebut adalah bahasa,
pengetahuan, organisasi sosial, system peralatan hidup, teknologi, mata pencarian
hidup, sistem religi dan kesenian.(Koentjaraningrat 1990:263)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
2. Untuk memperkenalkan kebudayaan yang masih teguh dilaksanakan
masyarakat
3. Menggambarkan nilai-nilai budaya yang masih kuat dilaksanakan pada
masyarakat pedesaan sehingga dapat diwariskan dan dijaga kelestariannya
hingga sekarang
4. Untuk lebih mengetahui kebudayaan lokal yaitu tradisi upacara turun
mandi di desa Logas
5. Untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah budaya yang diselenggarakan
oleh Balai pelestarian Nilai Budaya Kepulauan Riau
D. Kerangka Pemikiran
Judul tulisan ini adalah “ Tradisi Turun Mandi (Bacungak) Pada Masyarakat
Logas”. Upacara turun mandi termasuk dalam sistem religi, merupakan salah satu
dari rangkaian lingkaran hidup manusia. Setiap upacara keagamaan terbagi
kedalam 4 komponen, yaitu : 1. tempat upacara, 2. waktu upacara, 3. benda-
benda dan alat upacara, 4. orang-orang yang melaksanakan dan memimpin
upacara.
Tradisi turun mandi atau dalam bahasa setempat (daerah Logas) disebut
‘bacungak’ ini sudah menjadi sebuah tradisi turun temurun sejak dulu di desa
Logas yang dilakukan pada bayi yang baru lahir. Tujuan dari turun mandi ini
(bacungak) ini adalah untuk meresmikan sorang bayi dan ibu bayi untuk bisa
mandi ke sungai dan keluar dari rumah dengan bebas, karena bayi masih kecil
dan ibunya masih dalam nifas atau proses pemulihan tidak diperbolekan keluar
rumah atau pergi mandi kesungai. Tradisi bacungak akan diikuti oleh acara
marzanji dan badua. Tradisi upacara turun mandi ini masih dilakukan oleh
masyarakat desa Logas dan tetap bertahan dalam kehidupan masyarakat, dan
masih dilakukan dengan nilai-nilai budaya setempat, sehingga tradisi upacara
turun mandi pada bayi baru lahir mempunyai makna bagi masyarakat yang
melaksananakannya. Makna-makna tersebut tergambar dalam symbol-simbol
yang ada yang diturunkan ke generasi berikutnya melalui proses social.
3
Tradisi turun mandi (bacungak) ini juga dilatarbelakangi oleh ajaran Islam yang
masuk ke desa Logas, yang sebagai mana dicontohkan oleh Rasulullah bahwa
ketika anak baru lahir diberi/disuapin madu/kurma yang di oleskan ke mulut bayi
yang bertujuan agar bayi tetap sehat dan kuat, dan kita harus menjaga kesucian
bayi baik rohani maupun jasamaninya, maka umat Rasullullah menggabungkan
anatara ajaran Islam dengan kebudayaan yang berada didesa Logas dan menjadi
tradisi turun mandi/bacungak.
E. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini penulis telah melakukan metode studi lapangan
dan studi kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara wawancara
dengan tokoh masyarakat setempat (Bapak Rasidi), dukun beranak/dukun
kampong (Ibu Sofina) dan ketua marhaban (Ibu Yusmanidar) serta melihat
langsung tradisi upacara turun mandi dan mengambil foto saat upacara turun
mandi berlangsung. Sedangkan penelitian kepustakaan dilakukan untuk
mendapatkan informasi maupun data tertulis baik dari buku, majalah, maupun
internet.
4
BAB II
ISI
Desa logas merupakan salah satu desa yang berada di bawah Kecamatan Singingi
Kabupaten Kuantan Singingi yang luasnya 1.335 ha. Desa Logas terdiri dari 9
RT, 4 RW, dan 2 dusun. Desa logas ditinjau dari segi perbatasan kelurahan
dengan daerah sekitarnya adalah sebagai berikut:
Sebagian besar masyarakat desa Logas bermata pencarian sebagai petani sawit
dan karet sesuai dengan kondisi alam yang terletak di daratan tinggi dan
perbukitan, selain itu penduduk desa logas ada yang menjadi PNS, POLRI,
buruh , pedagang dan lain-lain. Untuk melihat/mengetahui jenis mata pencaharian
penduduk desa Logas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
Jumlah Penduduk Desa Logas
Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok
5
6 Pengrajin industry rumah tangga 2 orang
7 Pedagang keliling 3 orang
8 Peternak 5 orang
9 Montir 6 orang
10 Pengusaha kecil menengah 18 orang 27 orang
11 POLRI 7 orang
Sumber data: Kantor Kepala Desa Logas tahun 2013
1. Melayu Paliang
2. Melayu Paduko
3. Melayu Tomonguang
4. Melayu Tamano
6
5. Melayu Patopang
Di Kecamatan Singingi khususnya desa Logas terdapat sebuah tradisi yang masih
bertahan hingga saat ini yaitu tradisi upacara turun mandi atau dalam bahasa
Logas disebut ‘bacungak’ ini telah menjadi sebuah tradisi yang turun temurun dan
bahkan sudah ratusan tahun yang lalu yang dilakukan kepada bayi yang baru lahir.
Tujuan dari tradisi “bacungak” adalah untuk mereresmikan si bayi dan ibu bayi
untuk bisa mandi ke sungai dan keluar rumah, juga dimaksudkan untuk
menghormati keturunan yang baru lahir dan berbahagia dengan masyarakat
setempat dengan memberitakan bahwa pada kaum tersebut telah lahir keturunan.
Dalam syariat Islam yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika seorang anak lahir
maka akan diberikan madu kedalam mulutnya. Hal ini selain bermakna kesehatan
sebagai antibody alamiah bagi anak tersebut, juga sebenarnya mengandung makna
filosofis dalam rangka memperkenalkan kebaikan dalam rangka dini, lalu acara
turun mandi ini juga berkaitan dengan ajaran Islam yang mana diinternalisasi
nilai islam yang ingin diwujudkan adalah bahwa seorng anak yang lahir dalam
keadaan fitrah, maka orang tuanya lah yang menjadikan anaknya Nasrani atau
Yahudi, jadi kebersihan fisik dan rohaninya harus tetap dijaga orang tuanya.
Sebelum bayi dimandikan oleh dukun beranak (dukun kampung) ada banyak
persiapan yang harus dilakukan. Pertama, jika jenis kelamin bayi adalah laki-laki
acara turun mandi dilaksanakan pada hari ganjil yaitu hari ke 9, 11, 13, 15 dan 17
dan jika bayinya perempuan maka hari turun mandinya adalah hari ke 6, 8, 10, 12,
14 dan16 dan penentuan pelaksanaan tersebut tergantung pada kesiapan dan tali
pusat sang bayi sudah lepas. Tanggal ganjil melambangkan seorang pria yang
mandiri saat dewasa nanti dan menjadi tuntunan/sebagai pemimpin. Tanggal
genap melambangkan perempuan yang akan menjadi makmumnya dan menurut
7
kepercayaan masyarakat di hari genap melambangkan keanggunan. Turun mandi
dilakukan pada pagi hari pukul 8.00 WIB saat bayi baru bangun tidur.
Setelah semua bahan disiapkan maka sang dukun bayi memulai prosesi
“bacungak”
4. Prosesi “bacungak”
8
ayam dan disertai dengan mantera-mantera dan peralatan seperti cermin,
sisir, minyak kelapa, bedak, beras, dan bunga tujuh warna yang diletakkan
ke dalam nampan/talam yang biasanya disebut bintang limau.
b. Setelah itu bayi dan ibu bayi dibawa keluar rumah menuju sungai atau
tempat pemandian. Sang dukun menggendong bayi tersebut dengan
berjalan kaki menuju sungai dan diikuti oleh rombongan masyarakat. Sang
dukun dipayungi oleh masyarakat yang ikut dalam acara itu. Yang
membuat acara tersebut lebih meriah adalah adanya alunan music daerah
yang mengiringi rombongan berjalan ke sungai, musiknya adalah randai.
Selain itu, rombongan masyarakat membawa puntung kayu bakar, seekor
ayam yang beratnya sekitar 7-9 ons dan bintang limau yang telah
dipersiapkan.
c. Setelah sampai di sungai sang dukun bayi melakukan beberapa acara
seperti memasangkan arang kayu dan sarang laba-laba. Melepaskan arang
kayu ke sungai melambangkan supaya beban bayi tak ada dan pergi jauh.
Sarang laba-laba mempunyai makna kelak ketika sang bayi dewasa ia rajin
mencari nafkah seperti laba-laba. Mendudukkan bayi diatas ayam
melambangkan kelak dewasa bayi akan mencari nafkah seperti ayam yang
tak hentinya mencari makanan. Menengadahkan bayi ke kaca setelah
dibedaki maknanya adalah agar bayi setelah besar nanti tidak sombong
dan tak lupa diri dan ia akan memperhatikan penampilannya.
Memperebutkan beras yang dimasukan kedalam pandan kering bermakna
kelak ketika dewasa ia akan diperebutkan wanita atau sebaliknya (menjadi
primadona).
d. Doa ketika bayi telah sampai di sungai “bismillahirrahmanirrahim…
puncuak lingundi antiang lingudi diambiak patah tigo mailak setan dibum.
Nampak lai tasapo tido barokak aku menurunkan budak ke anak, turun
Allah turun Muhammad turun bagindo Rasullullah”. Setelah itu, ketika
bayi akan dimandikan dukun kembali membacakan doa. Doa tersebut agar
anak terlindungi dari syaitan, doanya adalah “bismillahirrahmanirrahim…
batang capo salawo capo, balerek di topi aiu, antu setan jangan sapo
9
manyapo budak keanak kan mandi ka aiu, mandi Allah mandi Muhammad
mandi bagindo Rasullullah berkahila, laillahaillallah Muhammad SAW’.
Dan acara memandikan bayi pun selesai.
e. Lalu rombongan yang ikut memandikan bayi kembali pulang ke rumah
sang bayi. Sesampainya dirumah sang bayi pun diberikan “gelang obat “
yang terbuat dari kulit kayu torok, lalu ibunya diberi stagen/gurita gunanya
supaya tidak bontan (pendarahan). Golang kayu torok dikenakan pada
tangan dan perut bayi. Lalu bayi diasapkan dengan kulit bawang putih dan
merah, caranya dengan meletakkan bayi di dalam buayan (ayunan) dan
diiringi membaca doa oleh dukun bayi dan acara turun mandi ini telah
selesai apabila bayinya sudah ditidurkan. Bayi di asapkan saat di ayunan
dengan kulit bawang merah dan putih mempunyai makna supaya makhluk
gaib atau syaitan pergi jauh tidak menganggu anak tersebut.
e. Acara selanjutnya adalah ibu bayi, keluarga dan para tamu undangan
makan bersama, dan yang istimewanya adalah ibu bayi disuruh memilih
makanan yang disukai, kemudian diletakkan di piring lalu dukun
membacakan doa. Jadi sang ibu boleh makan sesukanya tanpa memikirkan
pantangan yang ketat (pantangan makanan ibu bayi adalah cabe dan
makanan berminyak) agar anaknya selalu sehat. Jika sang dukun belum
membacakan doa dan memperbolehkan memakan maka sang ibu bayi
belum boleh memakannya. Setelah acara makan-makan selesai, sang
dukun pun pulang ke rumahnya dengan membawa satu rantang makanan,
2 karambial baikek (dua kelapa yang diikat) serta ayam kampung.
10
muslimah. Sebelum pelaksanaan marzanji ada beberapa peralatan yang harus
dipersiapkan yaitu ;
1. 2 ikek karambial tuo (2 ikat kelapa tua) yang telah diukir sedemikian rupa
2. 7 jenis bunga
3. Bedak. Melambangkan agar anak bisa menutupi kelemahanya dan menjadi
anak yang mementingkn pergaulan saat masa depan
4. Beras kuning (beras yang telah diberi kunyit)
5. Pandan wangi, sebagai simbol agar anak tersebut bisa menjaga
keharumanya dan tidak berperilaku menyimpang.
6. kunyik bolai (kunyit jerangau) yang di potong kecil kecil lalu di tusuk
dengan jarum
7. Gunting
‘Kusemangat’
11
dari pada Allah sholawat dan salam kepada nabi alaihi salam kepada sekalian
sahabat dan rekan hingga sekalian mukmin dan islam,
Alhamdulillah doa bemula mendoakan (nama anak) kasih segala mengharapkan
pertolongan azza wajallah dijauhkan segala marabahaya,
dikandung ibumu sembilan bulan nasi dan air tidak tertelan melahirkan engkau
betapa kesakitan terkadang bercerai nyawa dan badan,
setelah engkau jatuh ke lantai dengan segera bidan menggapai setelah dimandikan
lalu dikaini tinggallah lemah ibumu terlukai,
setelah dipakaiani lalu diazani/iqomat meminta doa agar selamat ingatlah pesan
nabi Muhammad diatas dunia mengerjaakan syariat,
wahai (nama anak) kami berpesan kepada engkau dalam ayunan ibu bapakmu
jangan dilawan jangan diikuti iblis dan syaitan,
wahai (nama anak) dalam ayunan kami berpesan engkau ingatkan diatas kepala
engkau junjungkan di dalam hati engkau taruhkan,
wahai (nama anak) kami ayunkan engkau ini kami doakan umur yang pendek
minta panjangkan rezeki yang halal minta murahkan,
ya Allah Robbul Izati limpahkan rahmat sehari-hari sehatkan badan terangkan hati
(nama anak) ini murahkan rezeki,
ya Allah Robbul Izzati (nama anak) ini murahkan rezeki minta karunia pangkat
yang tinggi dunia akhirat soleh terpuji,
wahai (nama anak) kuntum melati/harum mewangi rupamu tampan wajah berseri
kami berdoa pada Illahi semoga (nama anak) hidup berbakti,
wahai (nama anak) bunga sekuntum rupamu tampan baumu harum (nama anak)
diayunan kami mencium tinggallah….(nama anak) assalamu alaikum”.
12
yasinan iuran sebelum pergi ke acara marzanji dengan jumlah minimal Rp 5.000.,
Acara marzanji pun selesai dan dilanjutkan makan bersama-sama.
Malam harinya setelah sholat Maghrib diadakan acara badua (acara berdoa
syukuran). Acara badua ini sangatlah menarik karena cara mengundang tamu
undangannya dilakukan dengan cara datang ke tiap-tiap rumah/keluarga yang
maimbau (khususnya) laki-laki dewasa. Caraya adalah orang yang mengundang
datang ke tiap-tiap rumah yang diundang dengan membawa piring yang ditutupi
dengan kain yag berisi rokok seperti marlboro, sampoerna, gudang garam dll.
Yang mengundang tamu ini memberikan rokok kepada orang yang diundangnya,
apabila rokok diambil maka disunahkan orang tersebut datang ke acara badua
(berdoa syukuran) dan apabila hanya isterinya yang berada di rumah, maka rokok
tersebut juga akan diambil lalu diberikan kepada sang suami saat suaminya telah
sampai dirumah nanti. Setelah acara maimbau selesai dilanjutkan dengan acara
badua pada malam harinya. Acara badua dimulai dengan membakar kemenyan
dan tamu undangan diharapkan diam. Saat akan makan niniak mamak
mengucapkan pantun sebagai berikut:
kadatuak sombah batiboan pado zahirnyo, tapi di batin-nyo sagalo kito nan
taduduak, nan duduak di tana lantai nan togak disungkui atok saisi umah nan
godang kok indak basibak jo basisia indak batango jo babate, kajirok tobang
ramo-ramo ingok mancokam lidi sogahg tadabuak lalu katongah kato, ketek
indak disabuik namo godang indak disabuik golau sombah tibo ditingah, tongah
nan mano di pasombanyo satontang hidang nan talotak baijo nan bak baghi indak
babaco nan basurek nan manola harapan satontang hiding nan talotak kok aiu
digoleh mintak diminum, nasi dipiriang nondak dimakan itulah nan diimbauan ka
datuak yo mintak diimbauan ka awungh nan baumpuan ka pinang nan sabatang.
Turun mandi (bacungak) ini bukan hanya sebagai hanya sebagai tradisi yang
merupakan norma/peraturan yang harus ditaati, namun bacungak ini juga
memiliki fungsi sosial untuk mempererat persatuan pada masyarakat Logas,
karena bacungak ini sangat menyatukan masyarakat. Bacungak ini membuat
13
masyarakat bisa saling berkomunikasi dan menjadi momen kebersamaan. Acara
bacungak ini dibuat semeriah mungkin karena acara ini menandakan syukur atas
kelahiran bayi-nya. Acara ini bukan hanya sebagai sarana mempererat persatuan
masyarakat tetapi juga menandakan manusia sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu dengan yang lainnya, dan juga sebagai wujud kerja
sama/gotong royong dalam acara tersebut.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tradisi adalah adat atau kebiasaan turun temurun dari nenek monyang yang masih
dijalankan dalam masyarakat. Tradisi mempunyai arti dan makna penting karena
memiliki nilai-nilai tersendiri yang dipahami oleh masyarakat setempat dan harus
tetap dipertahankan dalam kehidupan masyarakat Kecamatan Singingi, khususnya
desa Logas. Tradisi bacungak adalah tradisi turun mandi yang dilakukan pada
waktu tertentu ketika bayi telah lepas tali pusatnya. Tradisi bacungak diikuti
dengan acara marzanji. Setelah selesai melakukan tradisi ini, maka menurut adat
bayi dan ibunya telah diizinkan untuk beraktivitas keluar rumah. Masyarakat
Kecamatan Singingi masih memegang teguh kebudayaan/adat yang diwariskan
secara turun temurun ini, walapun kebudayaan ini telah ada sejak ratusan tahun
yang lalu. Tradisi turun mandi ini sangat berperan penting dalam menjalin
silaturrahmi dan persatuan antar sesama anggota masyarakat.
B. Saran
Tradisi turun mandi merupakan kebudayaan yang masih dijaga hingga saat ini,
tradisi ini sangat berperan penting dalam silaturahmi/komunikasi yang harmonis
sesama manusia. Saran dari penulis adalah agar kita bisa menjaga dan
melestarikan tradisi dan budaya yang terdapat di daerah kita, terutama untuk
generasi muda. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi dan dokumentasi terhadap
tradisi dan budaya yang ada pada suatu daerah agar kebudayaan tersebut tidak
hilang begitu saja, karena kebudayaan di suatu daerah akan terus berkembang dan
tetap lestari jika ada masyarakat pendukungnya. Melalui karya tulis ini merupakan
salah satu cara untuk melestarikan budaya daerah.
15
DAFTAR PUSTAKA
http:// www.google.id
DATA INFORMAN
1. Nama : Sofina
Umur : 71 tahun
Pendidikan : SD
16
Waktu Wawancara: Tanggal 21 Maret dan 1 April 2017 pukul 13.30
2. Nama : Yusmanidar
Pendidikan : SD
Alamat : Logas
17
Waktu wawancara : Tanggal 19 Maret, tanggal 04 April dan 20 April
2017
Nama : RASIDI
Pendidikan : SMA
Alamat : Logas
18
Waktu wawancara : Kamis 23 Maret 2017 pukul 14.00 WIB di Kantor Kepala
Desa Logas .
LAMPIRAN FOTO
19
Gambar 1. Bayi saat masih berumur 1 minggu dan saat persiapan pelaksanaan
turun mandi (bacungak) yang dilakukan pada pagi hari.
Gambar 2.
Saat pelaksanaan turun mandi (bacungak) pada pagi hari yang dilakukan pada
masa sekarang yaitu di halaman depan rumah.
20
Gambar 3.
Sesudah bayi turun mandi (bacungak), kemudian dipakaikan baju dan dibedung
Gambar 4
Bayi berada di dalam ayunan pada saat acara sesudah dimandikan, lalu diasapi
dengan membakar kulit bawang merah dan bawang putih
21
Gambar 5
22
Gambar 6. Acara badua, makan bersama keluarga bayi dan undangan yang
dilakukan pada saat selesai sholat maghrib
23
Gambar 7
Perbedaan kondisi sungai pada masa dulu dan sekarang. Gambar sebelah kiri,
sungai pada masa dulu sangat bersih dan airnya jernih sehingga dapat digunakan
untuk tempat acara tradisi turun mandi (bacungak. Gambar kanan, kondisi sungai
sudah tercemar, airnya keruh dan mengandung zat kimia sehingga sangat
membahayakan bagi manusia.
24
BIODATA PENULIS
Panggilan : Ari
Kelas : XI IIS 2
NISN : 2061/9990509691
Agama : Islam
Alamat : Logas
No. HP : 082211176047
Agama : Islam
Pekerjaan : Dagang
Alamat : Logas
Agama : Islam
Alamat : Logas
25
26