Anda di halaman 1dari 15

Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI


BENTUK KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT SUKU
BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI

Haeran
Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syari’ah Al-Mujaddid Tanjung Jabung Timur
Email: Haeran.linguistik@gmail.com

Abstract

Each society or territory has culture and its characteristics. One of them is Bugisness
society in the region of East Tanjung Jabung whose maccérak pãrek tradition, a
tradition which combines tradition and religion. Data were collected by interviewing,
document study, and direct observation, then analyzed by using descriptive qualitative
method. The result of the study found that the Bugisness society in East Tanjung Jabung
as outsiders, always keep their anchestors’ tradition that was inherited from generation
to generation, which is implemented into maccérak pãrek tradition, a tradition as
manifestation of thanksgiving to God and respecting to supranatural creatures who are
given power by God to keep a place or territory in social harmony. The implementation
of this tradition beginning with preparation phase, slaughtering phase and, ended by,
implementation phase. The impact of this tradition is expected to weave harmonious
relationship of society, government and environment. The values of harmonious
cooperation can also be found in the implementation of this local wisdom.. The
implementation of values of this tradition is not only to build harmony in Bugisness
society, but also between Bugisness and other etnic groups.

Key words: Maintaining, Tradition, Maccèrak Pãrek, Local Wisdom, Bugisnesse,


East Tanjung Jabung Jambi.

1. Pendahuluan tersebut merupakan sesuatu yang


berharga, sehingga menjadi patokan
1. 1. Latar Belakang dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut
Setiap masyarakat memiliki kebudayaan memberi makna dalam hidup, sehingga
dengan cirinya masing-masing, termasuk menjadi panduan dan memberi corak
perangkat nilai-nilai dan gagasan yang dalam perilaku manusia. Nilai merupakan
secara universal merupakan wujud ideal sesuatu yang sangat diperlukan., ehingga
dari setiap kebudayaan. Nilai budaya menjadi sesuatu yang sangat penting
secara definitif mengandung pengertian, dalam berbagai situasi. Dengan demikian,
berupa aspek-aspek ideal dari konsep- nilai merupakan sesuatu yang harus
konsep abstrak yang hidup dalam pikiran dijaga dan dilestarikan agar tetap
sebagaian besar warga suatu masyarakat berkembang, sebagai sesuatu yang
mengenai sesuatu yang dianggap penting berharga bagi kehidupan manusia.
dan berharga dalam hidup. Nilai budaya

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


133
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

1. 2. Kearifan Lokal berbeda, tetapi memiliki kesamaan pada


Nilai tidak bisa dipisahkan dari kearifan lokalnya dalam menjaga hubungan
lokal karena termasuk bagian integral sesama manusia dengan berbagai macam
darinya. Dalam hubungannya dengan ritual dan tradisi yang digunakan.
kearifan lokal, nilai adalah pedoman Kearifan lokal dimiliki oleh hampir
untuk bertingkah laku dalam semua suku yang ada di Indonesia saat
hubungannya antar manusia. Di antara ini. Karena bahasa yang berbeda-beda
nilai tersebut, kearifan lokal adalah sehingga penyebutannya juga berbeda-
budaya masyarakat yang telah diciptakan beda, tetapi maknanya hampir sama yakni
oleh nenek moyang dan menjadi warisan tidak terlepas dari pelajaran yang positif.
bagi anak cucunya dan sebagai alat Selain itu juga, kearifan lokal ini adalah
kontrol tingkah laku masyarakat. sebuah produk budaya yang diciptakan
Pandangan John Haba (dalam Abdullah oleh nenek moyang kita, sehingga
dkk, 2008:7) bahwa kearifan lokal menjadi warisan leluhur yang perlu dikaji
mengacu pada berbagai kekayaan budaya kembali dari makna nilai-nilai kearifan
yang tumbuh dan berkembang dalam lokal itu sendiri, apalagi berkaitan dengan
sebuah masyarakat dikenal, dipercayai, kearifan lokal yang hampir terlupakan
dan diakui sebagai elemen-elemen oleh generasi milenial yang lahir
penting yang mampu mempertebal kohesi menjelang abad ke-21 dan awal abad ke -
sosial di antara warga masyarakat. 21 hingga saat ini.
Kearifan lokal merupakan kumpulan
berbagai pengetahuan lokal yang 1. 3. Kearifan Lokal Tanjung Jabung
digunakan oleh kelompok manusia dalam Timur, Jambi
menyelenggarakan penghidupannya yang Salah satu daerah yang memiliki banyak
memuat prinsip, nasihat, tatanan, norma, kearifan lokal adalah Kabupaten Tanjung
dan perilaku leluhur masa lampau. Jabung Timur di Provinsi Jambi yang
Kearifan lokal terimplementasikan dalam memiliki akar perjalanan sejarah panjang,
sistim kehidupan manusia yang meliputi yang sejak masa-masa awal
hubungan kepada Tuhan, sesama keberadaannya telah tampil menjadi
manusia, dan alam. wilayah yang heterogen dan multikultur
Kearifan lokal memiliki kemampuan dengan sejumlah kearifan lokal yang
memasuki ruang batin masyarakat masih hidup hingga kini. Heterogenitas
sehingga mampu memberikan kesejukan, Tanjung Jabung Timur ditandai oleh
kedamaian, sekaligus menjadi alat banyaknya etnis yang tinggal di
perekat bagi masyarakat yang majemuk Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
(Rusli, 2012: 22). Senada dengan itu, Kedatangan etnis lain di Tanjung Jabung
Keraf (2002) mengemukakan bahwa Timur pada dasarnya telah dimulai jauh
kearifan lokal adalah semua bentuk sebelum terbentuknya Kabupaten
pengetahuan, keyakinan, pemahaman Tanjung Jabung Timur.
serta adat kebiasaan atau etika yang Keberadaan budaya Melayu sebagai
menuntun perilaku manusia dalam kebudayaan utama di Kabupaten Tanjung
kehidupan. Kearifan lokal merupakan Jabung Timur tidak menutup tumbuh
hubungan yang mengatur dalam kembangnya kebudayaan lain yang
kehidupan masyarakat yang dikenal dibawa penduduk Kabupaten Tanjung
sebagai adat. Setiap suku bangsa yang Jabung Timur yang bukan etnis Melayu.
ada di Indonesia ini, memiliki adat yang Sebagai konsekuensi dari pertemuan

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


134
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

antar etnis, perkawinan antar etnis pun terbantahkan. Suku ini memiliki aksara
menjadi warna-warni yang turut tersendiri untuk bertutur dan pandai
memperkaya fakta tentang keberagaman berlagu dan berzanji. Orang Bugis juga
budaya Kabupaten Tanjung Jabung memiliki seni dan budaya tertentu yang
Timur. Sebagai wilayah yang heterogen mentradisi di tempat mereka tinggal, dan
dan multikultur, beberapa etnis yang menjadi pembuka terulung hutan
mendiami Tanjung Jabung Timur selain belantara dalam pertanian, perkebunan
Melayu adalah Bugis, Jawa, Banjar, atau perkampungan (Harun et all,
Batak, dan lain-lain. Perbedaan suku pada 2013:1).
masyarakat yang ada di Tanjung Jabung Salah satu tradisi yang masih dijalankan
Timur ini sudah menggambarkan oleh masyarakat suku Bugis di Tanjung
perbedaan kebudayaan di dalamnya, Jabung Timur adalah tradisi maccérak
memiliki tata cara kehidupan yang pãrek. Istilah maccérak pãrek hanya
berbeda-beda, dilihat dari segi bahasa, dilakukan oleh suku Bugis di Tanjung
sistem sosial masyarakat dan identitas Jabung Timur, meskipun tradisi
masyarakatnya. maccérak masih dilakukan oleh
Suku Bugis yang mendiami kabupaten masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan
Tanjung Jabung Timur merupakan tetapi berbeda dengan apa yang dilakukan
masyarakat pendatang dari daerah di Tanjung Jabung Timur meskipun
asalnya Sulawesi Selatan. Orang Bugis di secara prinsip juga memiliki kesamaan.
Tanjung Jabung Timur semuanya Beberapa penelitian terkait dengan tradisi
menganut agama Islam sebagai maccérak telah pernah dilakukan
keyakinan hidup. Orang Bugis di sebelumnya, seperti oleh Nur Rahma,
Tanjung Jabung Timur hidup Hajrah Yansa dan Hamsir (2018) dengan
berdampingan dengan damai, baik judul “Tinjauan Sosiokultural Makna
dengan penduduk asli maupun kelompok- Filosofi Tradisi Upacara Adat Maccérak
kelompok etnis pendatang lainnya. Selain Manurung sebagai Aset Budaya Bangsa
tetap mempertahankan tradisi leluhurnya, yang Perlu Dilestarikan (Desa Kaluppini
orang Bugis di Tanjung Jabung Timur Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan).
tetap menghargai tradisi dari etnis lainnya Maccérak Manurung adalah sebuah
sesuai dengan prinsip “di mana bumi tradisi pesta persembahan kepada To
dipijak di situ langit dijunjung.” Falsafah Manurung (raja atau pemimpin berabad-
ini masih dipegang teguh oleh orang abad yang lalu). Penelitian terkait dengan
Bugis. Maccérak juga dilakukan oleh Muh. Ardi
Kehidupan orang Bugis di Tanjung Akam Lawwarani dan Nur Alizah dengan
Jabung Timur lebih memilih pesisir judul “Maccérak Siwanua: Tradisi
pantai sebagai tempat aktivitas sehari-hari Menyucikan Kampung dan Pesta Rakyat
mereka dalam memudahkan di Desa Alitta, Kecamatan Mattiro Bulu
kehidupannya. Cara hidup suku ini Kabupaten Pinrang.” Tradisi Maccérak
memiliki budaya saling berhubungan Siwanua merupakan wujud rasa syukur
antar sesama, amalan hidup selalu dan penghormatan kepada Raja La
mengikut adat istiadat, pemali dan Massora dan We Bungko, figure yang
pantangan dan berasaskan persaudaraan. masih dikeramatkan oleh masyarakat
Tradisi mereka memegang prinsip siri, Alitta sampai sekarang. Penelitian
pesse dan adeq yang diwariskan turun- selanjutnya juga dilakukan oleh Yul
temurun sebagai prinsip hidup tidak Aprisa dan Patahuddin (2019) terkait

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


135
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

dengan “Tradisi Maccérak Tappareng di kearifan lokal masyarakat suku Bugis di


Danau Tempe 2000-2018.” Tradisi ini Tanjung Jabung Timur adalah melalui
muncul sebagai bentuk penghormatan wawancara, studi pustaka, observasi
kepada roh-roh yang menghuni Danau secara langsung serta dokumentasi.
Tempe. Mencermati penelitian Wawancara dilakukan terhadap tokok
sebelumnya, maka khusus mengenai masyarakat yang masih melaksanakan
tradisi maccéra’ pãre belum pernah dan terlibat langsung dalam pelaksanaan
dilakukan peneliti sehingga layak untuk ritual tradisi ini. Sementara studi pustaka
dilakukan. Hasil penelusuran di lapangan dilakukan dengan cara mencari dan
menunjukkan bahwa tradisi maccéra’ membaca sumber-sumber yang relevan
pãre perlahan-lahan sudah mulai terkikis dengan penelitian ini, baik dari hasil
oleh perubahan zaman, terutama oleh penelitian, jurnal, artikel media online,
generasi muda sehingga penulis artikel serta buku-buku terkait dengan
berasumsi perlunya penelitian ini suku Bugis. Adapun observasi dilakukan
dilakukan agar tradisi warisan ini tetap cengan mengamati secara langsung dan
lestari. Tidak menutup kemungkinan 10 mendokumentasikan ritual tradisi ini.
atau 20 tahun ke depan tradisi ini menjadi Data yang diperoleh baik dari
tidak lagi dikenal. wawancara, studi pustaka maupun
Melalui tulisan ini, penulis ingin observasi secara langsung selanjutnya
mengungkap suku Bugis sebagai satu dianalisis menggunakan metode kualitatif
suku bangsa di Tanjung Jabung Timur yang bersifat deskriptif.
yang mengembangkan kehidupan
masyarakatnya yang khas dan unik 3. Hasil dan Pembahasan
sekaligus dapat menentukan arah hidup
mereka melalui sebuah tradisi yang 3. 1. Suku Bugis di Tanjung Jabung
dikenal dengan nama maccéra’ pãre. Timur
Pembahasan ini diharapkan juga mampu
menjadi wacana ilmu untuk mengungkap Suku Bugis atau To ogi’ adalah salah satu
diaspora Bugis di Sumatera sebagai suku suku di antara sekian banyak suku yang
pewaris khazanah perantau bersama suku tersebar hampir di semua kecamatan di
bangsa dan etnis pribumi lainnya di Kabupaten Tanjung Jabung Timur di
Tanjung Jabung Timur. Permasalahan Provinsi Jambi, seperti di Kecamatan
yang ingin diangkat dalam penelitian ini Mendahara (Desa Pangkal Duri, Desa
terkait dengan kehidupan suku Bugis di Lagan, dan lain-lain), Kecamatan
Tanjung Jabung Timur, tradisi maccérak Mendahara Ulu (Desa Sinar Wajo, Desa
pãrek bagi suku Bugis di Tanjung Jabung Sungai Beras, Desa Mencolo, dan lain-
Timur, prosesi pelaksanaan tradisi lain), Kecamatan Kuala Jambi
maccérak pãrek serta dampak (Kelurahan Tanjung Solok, Desa Teluk
pelaksanaan tradisi maccérak pãrek. Majelis, dan lian-lain), Kecamatan Muara
Sabak Timur (Desa Alang-Alang, Desa
Siau Dalam, Desa Lambur, Desa Kota
2. Metode Pengumpulan dan Analisis Harapan, dan lain-lain), Kecamatan
Data Nipah Panjang (Desa Sungai Raya, Desa
Teluk Kijing, Desa Simpang Datuk, Desa
Metode pengumpulan data yang Simpang Jelita, dan lain-lain, Kecamatan
digunakan terkait dengan pemertahanan Sadu (Desa Sungai Lokan, Desa Sungai
tradisi maccérak pãrek sebagai bentuk

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


136
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

Jambat, Desa Sungai Sayang, Desa adat naik rumah baru, maccérak arajang
Labuhan Pering, dan lain-lain). atau upacara adat yang berhubungan
Kehidupan suku Bugis di Tanjung Jabung dengan daur kehidupan seperti mappano’
Timur memiliki tradisi persaudaraan yang lolo, mappenre tojang, maccérak wattang
tinggi untuk mereka jadikan sebagai to mangideng dan lain-lain.
wasilah berhubungan dan berkomunikasi Suku Bugis Tanjung Jabung Timur juga
antara satu sama lainnya. Suku Bugis di memiliki seni dan budaya tersendiri yang
Tanjung Jabung Timur memiliki seni dibawa langsung dari kampung asal
budaya yang diwarisi secara turun- nenek moyang mereka, dan tetap kekal
temurun dari generasi ke generasi. sehingga kini dan menjadi warisan turun
Walaupun hidup jauh di perantauan, temurun dari generasi ke generasi.
mereka tetap terus berusaha Sebagai suku pendatang, mereka juga
mengembangkan potensi diri dan daerah tidak meninggalkan tradisi kebiasaan
yang mereka tempati ke arah kebaikan nenek moyangnya. Tradisi maccérak
dan bermanfaat. Mereka memiliki etos memang banyak dijumpai di Sulawesi
kerja tinggi, memiliki keberanian Selatan seperti maccérak tasi’1, maccérak
tangguh, perantau pemberani, pekerja akorang2, maccérak tappareng3,
segala di bidang, pemimpin tegar, dan maccérak ase , maccérak bõla5 atau
4

senantiasa memperhatikan keperluan


individu maupun kelompok secara 1
Maccérak tasi’ atau acara “Pesta Laut”
bersama-sama. adalah salah satu manifestasi budaya mengenai
hubungan antara ummat manusia dengan “Yang
Suku Bugis memiliki kelebihan dan
Maha Pencipta” maupun dengan seluruh makhluk
kekurangan yang perlu saling melengkapi hidup dan lingkungan hidupnya di alam ini.
dengan suku bangsa lainnya, terutama Maccera Tasi’ ini adalah salah satu acara
suku bangsa setempat di mana mereka mengucapkan doa syukur atas nikmat dan rejeki
tinggal. Mereka perlu pandai dan dari hasil laut yang melimpah sebagai karunia dari
Yang Maha Pencipta. Acara ini dilakukan di tepi
bijaksana dalam mengembangkan potensi
pantai tepat pada garis pantai pada saat pasang
diri, wilayah dan lingkungannya agar surut yang terjauh dan merupakan batas
tetap terus bertahan. Masyarakat dan pertemuan antara dua lingkungan hidup atau
komunitasnya mesti tetap terikat dengan ekologi yaitu pertemuan antara habitat daratan
adat dan prinsip-prinsip hidup dari dengan habitat lautan.
2
Maccera aqorang adalah sebuah tradisi
warisan nenek moyang. Potensi diri tetap
ritual yang dilakukan ketika seseorang yang
terus dipertahankan untuk bekerja dan mengaji kepada seorang guru mengaji dengan
berusaha dalam memartabatkan seni dan cara menyembelih ayam serta menyediakan
budaya masing-masing. Selalu teguh berbagai bahan-bahan untuk disajikan, seperti
dalam mengekalkan peradaban bersama sokko tellu rupa, yaitu beras ketan tiga macam
warnanya sebagai sajian kepada sanro (dukun)
suku bangsa lainnya.
dan guru selaku pemimpin ritus maccera
Menurut Rasyid (1998), suku Bugis aqorang.
3
adalah termasuk ke dalam salah satu suku Maccérak tappareng yang berarti
yang memiliki banyak tradisi atau mempersembahkan darah kepada danau.
4
upacara dalam kehidupannya, terutama Maccérak ase, yaitu, ritual yang
dilakukan para petani setempat pasca panen padi.
masyarakat tradisional. Di antara tradisi- Tradisi ini dilakukan dengan menyembelih dua
tradisi tersebut mereka melakukan ekor ayam sebagai bentuk syukur kepada
upacara-upacara sebagai media stabilitas pammase dewatae atau Tuhan Yang Maha
kepada makhluk gaib, di antaranya, Pengasih.
5
upacara yang bertalian dengan pertanian, Maccérak bola, yaitu sebuah tradisi
yang dilakukan oleh seseorang ketika selesai

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


137
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

ketika mendapatkan barang-barang baru Bugis tradisi tersebut bahkan menjadi


sebelum difungsikan seperti motor, penciri dari masyarakatnya dan bahkan
pompong, dan lain-lain6. Sementara, tradisi dianggap sesuatu yang sangat
masyarakat Bugis perantau yang menentukan karena menjadi manifestasi
berdomisili di Tanjung Jabung Timur pandangan hidup masyarakat Bugis.
mengemas tradisi tersebut dengan nama
maccérak pãrek dan biasa juga disebut
3. 2. Tradisi Maccérak Pãrek bagi Suku
dengan istilah maccérak kampong atau
massalama’ kampong. Perbedaan istilah Bugis di Tanjung Jabung Timur
tersebut dipengaruhi oleh perbedaan 3. 2. 1. Pengertian Tradisi Maccérak
dialek yang ada pada masyarakat Bugis. Pãrek
Istilah maccérak pãrek umumnya Secara etimologi tradisi maccérak pãrek
digunakan di daerah yang dihuni oleh merupakan gabungan dari dua kata Bugis,
masyarakat Bugis dialek Wajo, sementara yaitu maccérak dan pãrek. Maccerak
istilah maccérak kampong atau adalah sebuah kata kerja, kata jadian
massalama’ kampong digunakan oleh yang berasal dari kata dasar cérak,
masyarakat Bugis dialek Bone. artinya darah. Apabila di depan kata
Perbedaan tersebut hanya dalam batas cerak ditambahkan awalan “ma”, maka
penyebutan tetapi pada prinsipnya sama terbentuklah kata jadian maccérak,
dalam makna dan tujuan. artinya memberikan persembahan
Secara konseptual, tradisi maccérak yang (mempersembahkan; menyajikan) darah,
dikenal dan dilakukan oleh masyarakat atau diartikan meneteskan darah. Istilah
Bugis di Sulawesi Selatan memang maccérak sudah menjadi tradisi bagi
sedikit mengalami pergeseran dengan masyarakat Bugis karena leluhur mereka
tradisi maccérak yang dilakukan di yang masih mempertahankannya sampai
Kabupaten Tanjung Jabung Timur. sekarang. Sementara itu, pãrek yang
Perbedaan tersebut antara lain karena berarti parit sendiri sebagai sebuah
terjadinya perubahan zaman, faktor bentuk pemukiman atau sebagai batas
pemahaman agama, dan akulturasi tanah. Menurut Santoso (tanpa tahun:
dengan komunitas lain. Tradisi maccérak 319), parit diartikan sebagai lubang
bagi masyarakat Bugis sangat penting panjang di tanah tempat aliran air,
untuk dilestarikan, terlihat dari unsur- selokan, lubang panjang tempat
unsur kebudayaan yang masih berlindung (dalam peperangan).
dipertahankan seperti nilai-nilai dan Pemimpin yang didaulat menjadi ketua
tradisi yang diturunkan oleh leluhurnya, atau yang mengepalai sebuah parit
dan masih mempertahankan budaya dari disebut dengan kepala parit. Kepala Parit
kampung halaman mereka, yaitu adalah “kelompok yang membuka areal.”
Sulawesi. Menurut Aprisa dan Berbagai desa di Tanjung Jabung Barat
Patahuddin (2019:99), bagi masyarakat dan Tanjung Jabung Timur kemudian
mengenal istilah “parit.” Penggunaan
membangun rumah baru sebagai bentuk syukur istilah “parit” adalah jejak peradaban
kepada Puang Sewwae (Tuhan Yang Maha Bugis di Jambi. Sebuah desa sejatinya
Kuasa) dengan menyembelih dua ekor ayam. terdiri atas beberapa parit. Banyaknya
6
Ritual yang dilakukan sebagai bentuk
parit dalam suatu desa fleksibel
syukur kepada Tuhan dengan menyembelih
seekor ayam kemudian diambil darahnya untuk tergantung kepada luas desa yang
dieluskan kepada benda atau sesuatu yang dicera bersangkutan. Ada desa hanya terdiri atas
sebagai bentuk pengagungan mereka.

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


138
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

7 (tujuh) parit, ada juga yang sampai 20 panen. Sedikit mengalami pergeseran,
parit. panen padi tidak lagi menjadi barometer
Tradisi maccérak pãrek yang hingga waktu pelaksanaan tradisi ini. Jelasnya,
kini masih dilestarikan oleh masyarakat tradisi ini tetap dilaksanakan sekali setiap
Bugis di Tanjung Jabung Timur tahunnya.
merupakan sebuah ritual yang dilakukan Tradisi maccérak pãrek bagi masyarakat
dengan tujuan memberikan persembahan Bugis bukan sesuatu yang mudah untuk
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus dihilangkan karena sudah mendarah
merupakan pesta rakyat, dalam rangka daging. Tradisi tersebut merupakan
penyucian kampung untuk menolak bala akulturasi adat dan ajaran Islam serta
ataupun membuang sial, dan juga sebagai agama sebelumnya. Sebagai penganut
ajang untuk mempererat hubungan agama Islam, masyarakat Bugis Tanjung
emosional antar masyarakat, menjalin Jabung Timur masih seringkali
silaturrahmi serta sarana berbagi dengan menampilkan pola hidup tradisional
sesama. berkenaan dengan upacara-upacara adat.
Maccérak pãrek, maccérak kampong atau Jauh sebelum datangnya Islam, nenek
sering juga disebut massalama’ kampong moyang Suku Bugis sudah menganut
merupakan tradisi tahunan masyarakat suatu kepercayaan terhadap kekuatan
Bugis di Tanjung Jabung Timur. Hampir gaib yang sifanya supranatural, yang
semua daerah yang dihuni oleh berada di luar dirinya. Mereka
masyarakat Bugis tidak pernah beranggapan bahwa di sekelilingnya
meninggalkan tradisi ini. Pelaksanaan berdiam makhluk halus yang sewaktu-
tradisi maccérak pãrek selain memiliki waktu dapat membahayakan
fungsi spiritual juga berfungsi sebagai kehidupannya, tetapi juga dapat
perwujudan rasa gembira, rasa syukur memberikan kesejahteraan. Hal ini dapat
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas tergantung pada hubungan mereka
anugerah berupa rezeki hasil bumi yang sebagai manusia dengan makhluk halus
melimpah dan dihindarkan pula dari yang diyakininya itu, sehingga mereka
malapetaka selama mencari rezeki, tetap menjaga keharmonisan dengannya,
sehingga tujuan dari tradisi ini adalah agar makhluk tersebut tidak
untuk mengabdikan diri kepada Allah membahayakan kehidupannya dan tetap
SWT. memberikan kesejahteraan hidup
Penyelengaraan tradisi maccérak pãrek baginya.
tersebut diwarnai oleh sikap, tindakan, Meskipun masyarakat Bugis sudah sejak
dan ucapan-ucapan simbolik yang lama memeluk agama Islam, namun
memiliki makna budaya. Makna-makna dalam kehidupan sehari-hari, sebagian
budaya yang diberikan terhadap simbol- dari mereka masih mempertahankan sisa-
simbol upacara itu sendiri mencerminkan sisa keyakinan pra-Islam. Keyakinan
adanya jaringan sistem nilai luhur yang lama itu masih nampak, yakni dengan
sejak lama telah tumbuh dan berkembang adanya pemeliharaan terhadap tempat-
di dalam masyarakat. tempat yang dianggap keramat.
Tradisi ini dilakukan biasanya setelah Masyarakat Bugis masih percaya
panen padi. Namun, setelah banyaknya terhadap makhluk-makhluk halus yang
alih fungsi lahan pertanian ke perkebunan hidup di tempat-tempat yang
di Tanjung Jabung Timur menjadikan dikeramatkan termasuk rumah, sehingga
tradisi ini tidak lagi dilaksanakan pasca setiap ada acara hajatan selalu disediakan

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


139
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

makanan di pertengahan rumah sebagai Pertama, mengenai dana yang disepakati


bentuk penghormatan kepada makhluk biasanya berdasarkan luas kebun yang
yang diberi kuasa untuk menjaga rumah dimiliki warga. Warga yang memiliki
yang dikenal dengan istilah punna bõla, tanah atau kebun yang luas sudah pasti
atau yang menjaga lingkungan sekitar membayar lebih banyak, demikian
yang dikenal dengan nama punna sebaliknya. Semakin sedikit kebun yang
lolangeng. dimiliki semakin sedikit pula jumlah
Tradisi maccérak pãrek dilakukan selain yang harus dibayar. Warga yang tidak
sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah memiliki kebun maka tidak dikenakan
juga sebuah bentuk penghormatan yang beban membayar, mereka hanya
dilakukan terhadap makhluk-makhluk tak membantu berupa tenaga.
kasat mata yang diberi kekuasaan oleh Kedua, mengenai kesiapan waktu dan
Allah untuk menjaga suatu tempat atau tempat, untuk mencari dan menentukan
wilayah, sehingga ada anggapan apabila hari-hari baik (esso mabèllo). Masyarakat
terjadi suatu masalah di suatu kampung Bugis di Tanjung Jabung Timur memiliki
(parit) misalnya wabah penyakit, tradisi melakukan suatu kegiatan ketika
meninggal mendadak, musibah kebakaran hari-hari baik (esso mabèllo), mereka
dan lain-lain, maka warga berasumsi itu tidak mau melaukan suatu acara ketika
terjadi karena kampung (parit) belum bukan hari baik, karena itu akan
diselamati dalam bentuk maccérak pãrek. mendatangkan bahaya baginya. Maka
Asumsi ini menjadi landasan bahwa dari itu, setiap akan melakukan suatu
tradisi maccérak pãrek seolah menjadi kegiatan mereka harus terlebih dahulu
sebuah keharusan dan kadang terkesan mengkomfirmasi kepada orang-orang tua
dipaksakan. yang dipercaya memiliki keahlian
Setiap parit melaksanakan tradisi menentukan hari-hari baik.
maccérak pãrek setiap tahun. Waktu dan
mekanisme pelaksanaannya berbeda- 3. 2. 2. 2. Tahap Penyembelihan
beda, tergantung pada kesepakatan warga
di parit yang bersangkutan. Tahap selanjutnya setelah dana
terkumpul dan waktu pelaksanaan
3. 2. 2. Prosesi Pelaksanaan Tradisi disepakati, maka sehari sebelum hari
Maccérak Pãrek H/hari pelaksanaan, dilakukan
3. 2. 2. 1. Tahap Persiapan penyembelihan hewan yang akan
dijadikan lauk esok harinya. Hewan-
Tahap pertama dari rangkaian tradisi hewan yang disembelih biasanya berupa
maccérak pãrek adalah tahap persiapan. sapi, kambing dan ayam. Sapi dan
Pada masa persiapan pelaksanaan tradisi kambing dibeli dari hasil iuran warga,
maccérak pãrek, terlebih dahulu sementara ayam di beberapa tempat
mempersiapkan unsur-unsur yang akan adakalnya disumbangkan warga.
terlibat pada proses ritual tersebut melalui Pemotongan sapi atau kambing juga
musyawarah antar warga dan pemerintah memberikan nilai sosial bagi masyarakat.
setempat (kepala parit dan perangkatnya), Hewan yang akan disembelih terlebih
baik dalam penentuan hari dahulu harus wudhu, dengan cara dicuci
pelaksanaannya, dana, dan rangkaian kaki dan kepalanya. Sebagaimana
acara yang akan dilaksanakan, sehingga kebiasaan masyarakat Bugis ketika
mereka sangat menjunjung tinggi nilai melakukan ritual maccérak, identik
musyawarah mufakat. dengan darah, dengan cara

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


140
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

mengumpulkan darah yang mengalir saat penyembelihan sesuai dengan tradisi


ketika menyembelih hewan yang Bugis hanya darah ayam.
digunakan untuk maccérak. Kemudian
darah tersebut diusapkan ke benda-benda
yang dicérak. Darah yang diambil pada

Gambar 1. Pelaksanaan Acara Penyembelihan


(Sumber: Dokumen Penulis 2020)
Gambar 1 di atas merupakan prosesi hewan sembelihan juga oleh kaum laki-
kegiatan penyembelihan dalam acara laki, sementara kalangan perempuan
maccérak pãrek. Kegiatan menunggu kegiatan penyembelihan
penyembelihan hanya diikuti oleh selesai dan hewan sembelihan selesai
kalangan laki-laki. Setelah ritual dikuliti. Selanjutnya dilakukan kegiatan
penyembelihan hewan dilakukan, pembersihan oleh pihak perempuan
selanjutnya dilakukan kegiatan menguliti seperti pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2. Kegiatan Pembersihan Hewan Sembelihan


(Sumber: Dokumen Peneliti)

Gambar 2 di atas merupakan kegiatan dikuliti maka pada prinsipnya selesai juga
pembersihan hewan sembelihan. tugasnya. Pada kegiatan pembersihan
Kegiatan pembersihan ini dilakukan oleh yang dilakukan oleh kaum perempuan,
kaum perempuan. Adapun kaum laki- kaum laki-laki biasanya hanya berjaga-
laki, setelah selesainya hewan sembelihan jaga dan mengontrol sekiranya ada yang

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


141
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

diperlukan pada kegiatan pembersihan siklus kehidupan, maka sandaran utama


hewan seperti air untuk membersihkan berada pada dua panduan yaitu adat dan
daging yang sudah dipotong-potong atau Islam. Dimensi keberagamaan
diiiris-iris. ditunjukkan masyarakat Bugis dengan
Setelah proses pembersihan selesai, mengedapankan penghayatan dan
hewan sembelihan tersebut dimasak pengamalan dengan muatan konsep nilai
beramai-ramai. Masyarakat Bugis di bernuansa adat. Penempatan adat dalam
Tanjung Jabung Timur masih kental posisi untuk menjadi pendukung bagi
dengan nilai gotong-royang sehingga kelangsungan agama.
setiap ada perayaan atau upacara untuk Prosesi pelaksanaan tradisi maccérak
melakukan ritual, mereka berbondong- pãrek sarat dengan muatan adat dan Islam
bondong turut membantu pelaksanaan dalam praktik kehidupan masyarakat
ritual tersebut. Bugis. Praktik tersebut adalah melalui
Pada awal-awal tahun 1990-an pembacaan barzanji7. Barzanji bagi
sampai dengan tahun 2000-an, tradisi masyarakat Bugis selalu menjadi bagian
maccérak pãrek biasanya tiga hari acara yang penting untuk dilakukan.
sebelum hari H, masyarakat datang ke Untuk menunjukkan derajat pelaksanaan
tempat acara sambil begadang dan barzanji ini, bahkan kadang
melakukan perjudian. Namun, seiring dipersepsikan sebagai kewajiban untuk
berjalannya waktu praktek perjudian melaksanakan pembacaan barzanji ketika
tersebut mulai ditinggalkan dengan melakukan perhelatan acara tertentu.
gencarnya larangan dari aparat keamanan Menurut Wekke (2013:17), kitab
dan semakin meningkatnya kesadaran Barzanji menjadi ritual yang mengitari
dan pemahaman masyarakat tentang seluruh siklus kehidupan orang Bugis.
agama, yang melarang pemeluknya Mulai dari menjemput kehidupan seorang
berjudi. bayi (‘aqiqah) sampai pada pernikahan.
Hanya pada mattampung (prosesi
3. 2. 2. 3. Tahap Pelaksanaan pemakaman mayat) dan maddoja bîne
Bagi masyarakat suku Bugis, dua hal (menunggu benih padi untuk ditebar),
yang tidak bisa dipisahkan adalah adat barzanji tidak hadir, tetapi selain itu
dan agama. Adèq (adat) dan saraq barzanji selalu hadir dalam denyut nadi
(syariah) menjadi dua hal yang saling kehidupan orang Bugis. Acara aqiqah
menemukan bentuk dalam dinamika disertai dengan pembacaan barzanji,
kehidupan masyarakat Bugis. Posisi adat adapun untuk pernikahan setelah
dalam keberagamaan orang Bugis mappanre tèmmèk (khatam al-Qur’an)
memiliki posisi yang khas. Ada dua hal dilanjutkan dengan pembacaan barzanji.
yang menjadi sayap bagi seorang Begitupula saat syukuran atas adanya
manusia Bugis; di satu sisi ia tetap kendaraan baru, memasuki rumah baru,
memegang teguh adat istiadat, namun di melepas kepergian haji, dan selama
sisi yang lain mematuhi semua urusan perjalanan haji setiap malam Jum’at
yang berkenaan dengan syariat. barzanji dibaca di rumah yang berangkat
Terjadinya kesinambungan antara adat
dan Islam kemudian dalam berbagai 7
Barzanji mengangdung sejarah
aktivitas kehidupan selalu saja terdapat perjalanan kehidupan Nabi Muhammad saw
kegiatan keagamaan yang disertai dengan dibacakan sebagai upaya untuk memaknai sebagai
spiritualitas yang berasal dari kearifan bagian sejarah Islam. Sekaligus sebagai sarana
yang diemban adat. Ketika menempuh untuk mempertahankan kecintaan kepada
Rasulullah SAW.

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


142
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

haji. Saat kembali dari haji dan Selain itu, doa-doa yang diucapkan juga
merayakan kesyukuran atas kepulangan berasal dari bacaan Al-Qur’an. Perubahan
dari tanah sucipun dilengkapi dengan ini juga terjadi pada tradisi maccérak
bacaan barzanji. pãrek pada masyarakat.
Seiring berjalannya waktu upacara- Sebelum pembacaan barazanji dimulai,
upacara atau tradisi-tradisi tersebut terlebih dahulu disiapkan hidangan yang
sedikit demi sedikit mulai terkikis dan diletakkan di depan imam, yang dalam
hilang. Berdasarkan pandangan yang bahasa Bugis disebut dengan nanre
tersebar luas di kalangan orang Bugis, barazanji (hidangan barazanji). Hidangan
perbedaan utama antara ritus Bugis tersebut diletakkan di depan imam yang
tradisional dengan ritus Islam adalah ritus akan memimpin pembacaan kitab
Bugis melakukan penyembahan melalui barazanji, bilal atau khatib atau salah
sajian sedangkan ritus Islam melalui seorang jamaah yang bisa atau biasa
shalat. Meskipun teknik pelaksanaannya memimpin pembacaan barzanji
berbeda, namun kedua praktik tersebut dipersilakan untuk memimpin pembacaan
dianggap dapat menghasilkan sesuatu tersebut. Kemudian pembacaan barazanji
yang sama (Pelras, 2005:220). Menurut dibaca secara bergiliran oleh warga yang
Pelras (2005:219), wujud atau praktik hadir. Setelah pembacaan selesai baru
ritual tradisional suku Bugis setelah dilanjutkan dengan do’a penutup yang
datangnya Islam merupakan praktik dipimpin kembali oleh sang imam.
sinkretisme, ritual yang telah bercampur Setelah pembacaan do’a penutup
dengan unsur-unsur Islam dan pra-Islam. kemudian dilanjutkan dengan menyajikan
Karena orang Bugis dalam hal beragama hidangan dengan menggunakan talam
mereka senangtiasa menjalankan dengan (baki) untuk disantap oleh seluruh warga
cara tidak melupakan tradisi-tradisi yang yang hadir, dimulai oleh laki-laki
ditinggalkan oleh leluhurnya. Mereka kemudian dilanjutkan oleh perempuan.
beragama dengan sikap tanpa Setelah pembacaan barzanji selesai pada
mementingkan ilmu agamanya atau siang harinya, pada sore hari di beberapa
ushuluddin, begitu juga dengan ajaran tempat dilakukan acara mengalirkan
yang didapatkan dari nenek moyangnya, makanan ke sungai yang dikenal dengan
mereka terkadang melenceng dari ajaran nama massõrong. Makanan yang
para leluhur mereka; mereka tidak lagi dialirkan tersebut terdiri dari sokko
mengikuti keyakinan para bissu ataupun (ketan) dengan berbagai warna serta
tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran beberapa bahan lainnya seperti telur
para ulama, melainkan melakukan ayam, kelapa, serta pisang. Setelah
dengan cara mencampuradukkan dengan selesai, warga yang hadir kemudian
budaya. makan bersama. Sesi ini mengakhiri
Keberadaan Islam di tengah-tengah rangkaian acara tradisi maccérak pãrek.
masyarakat Bugis khususnya di Hampir semua wilayah yang dihuni oleh
Kabupaten Tanjung Jabung Timur ikut masyarakat Bugis sudah menghilangkan
memberikan wajah baru bagi keberadaan tradisi massõrong seiring dengan
tradisi maccérak pãrek yang awalnya pengetahuan kareka tentang ajaran Islam
sebagai bentuk persembahan kepada roh yang melarang melakukan massõrong
halus yang mendiami daerah ini, akan karena merupakan bentuk kemusyrikan.
tetapi setelah Islam mengakar di tengah- Seiring berjalannya waktu, prosesi
tengah masyarakat, pelaksanaan tradisi pelaksanaan tradisi maccérak pãre
adalah bentuk ucapan rasa syukur atas mengalami perubahan cukup signifikan,
rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. baik itu dalam tatacara, aturan dan

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


143
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

pelaksanaan maupun prosesi Muhammad SAW; bahkan di beberapa


pelaksanaannya, seperti berikut ini. tempat dilaksanakan di tempat terbuka
1). Lokasi pelaksanaannya tidak lagi di seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4
kediaman kepala parit atau tetua adat, berikut ini.
melainkan dilaksanakan di masjid,
dirangkai dengan acara keagamaan
seperti isra’ mi’raj atau maulid nabi

Gambar 3. Pelaksanaan di Masjid Dirangkai Acara Maulid Nabi


(Sumber: Dokumen Peneliti)

Gambar 3 di atas merupakan rangkaian ini dirangkai dengan acara peringatan


pelaksanaan acara maccérak pare yang maulid nabi Muhammad SAW atau isra’
dilaksanakan di dalam masjid. Kegiatan mi’raj.

Gambar 4. Pelaksanaan di Tanah Lapang


(Sumber: Dokumen Peneliti)

Gambar 4 di atas merupakan rangkaian tersebut melainkan masing-masing


pelaksanaan acara maccérak pare di keluarga membawa makanan di baki
tanah lapang. Semua warga berbaur, tua yang dibawa ke tempat yang telah
muda, laki-laki dan perempuan semuanya disepakati sebelumnya, kemudian
larut dalam suasana kebersamaan. dilaksanakan pembacaan barzanji dan
do’a-do’a, dilanjutkan dengan menyantap
2). Warga setempat tidak lagi membayar hidangan bersama.
iuran untuk biaya pelaksanaan tradisi

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


144
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

3. 3. Dampak Pelaksanaan Tradisi suatu kebiasaan yang mereka anggap


sangat mempengaruhi kehidupan sosial
Maccérak Pãre
mereka. Tradisi maccérak pãrek
Pada masyarakat-masyarakat tradisional, dilakukan tidak semata-mata untuk
keyakinan dan teologi yang dianut pemenuhan aspek spiritual akan tetapi
berkaitan erat dengan struktur sosial telah bernilai silaturahmi dan saling
masyarakat. Keyakinan dan kepercayaan berbagi. Pelaksanaan tradisi maccérak
mereka memainkan peranan yang pãrek mampu menjalin kehidupan yang
integratif dan menciptakan harmoni sosial harmonis antar warga bahkan terhadap
dalam masyarakat. Pada sisi yang pemerintah.
berbeda, konflik merupakan kenyataan Dampak sosial lain adalah munculnya
hidup yang tidak terhindarkan dan sering nilai-nilai gotong-royong yang dapat
bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika diumpai pada saat pelaksanaan tradisi
tujuan masyarakat tidak sejalan atau maccérak pãrek juga pada bagian ketika
karena ketidakseimbangan atau para ibu-ibu memasak bersama untuk
kesenjangan status sosial, kurang kemudian makan bersama ketika upacara
meratanya kemakmuran dan akses yang telah selesai. Fungsi solidaritas sosial
tidak seimbang terhadap sumberdaya juga tercermin jelas di dalam pelaksanaan
serta sudut pandang terhadap suatu tradisi maccérak pãrek tersebut,
permasalahan. Dahrendorf (1959) hubungan antara orang-orang yang
menyatakan bahwa konflik merupakan melaksanakannya atas dasar kesamaan
fenomena yang selalu hadir (inherent tujuan dan kepercayaan yang
omnipresence) dalam suatu komunitas. dipersatukan melalui tradisi meskipun
Pada tingkatan ini, konflik sebenarnya memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-
merupakan fenomena alamiah yang beda. Pada setiap perayaan adat, spirit
menyertai pola interaksi manusia yang dapat ditangkap adalah “makan
sepanjang masa. Persoalannya adalah bersama” atau kebersamaan.
ketika konflik berubah menjadi kekerasan Secara sosial, hal itu juga merupakan
atau anarki, apalagi dengan melibatkan mekanisme untuk mencegah terjadinya
massa dalam jumlah yang sangat banyak, konflik sosial di antara warga. Sebab,
maka harmoni sosial yang telah perebutan sumber ekonomi di manapun
terbangun biasanya akan berubah menjadi bisa menjadi sumber konflik laten di
chaos. tengah masyarakat. Jadi, pada dasarnya
Dampak tradisi maccérak pãrek dapat dipahami bahwa orang tua dahulu
merupakan suatu yang muncul setelah sangat kreatif untuk menciptakan cara
terjadinya perubahan dalam tradisi untuk meretas potensi-potensi konflik di
tersebut yaitu perubahan sebuah tradisi ke tengah masyarakat, membangun
dalam konteks budaya modern, global, solidaritas sekelompok, atau sekampung,
sehingga memunculkan perubahan bagi atau sedesa, sedusun, dan seterusnya,
masyarakat pendukung tradisi serta merekatkan kekeluargaan, yang salah
penikmat seni tradisi maccérak pãrek. satunya adalah dengan makan bersama
Adapun dampak yang penulis temukan yang dibingkai dengan ritual atau prosesi
dalam adalah dampak sosial. Masyarakat tertentu sebagai wujud rasa syukur yang
Bugis dikenal sangat kental dengan kemudian dipatenkan secara turun-
budaya leluhurnya, seperti yang temurun dan menjadilah hal itu sebagai
dilakukan oleh masyarakat Bugis di tradisi.
Tanjung Jabung Timur dalam tradisi Konsep seperti ini dapat pula ditemukan
maccérak pãrek. Mereka melakukan dalam tradisi maccérak pãrek, pada

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


145
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

masyarakat agraris, sehingga tradisi- generasi. Salah satunya adalah tradisi


tradisi seperti itu alangkah baiknya maccérak pãrek, sebuah tradisi sebagai
jangan sampai dihilangkan karena hanya manifestasi bentuk rasa syukur kepada
itu yang menjadi benteng terakhir yang Allah juga sebuah bentuk penghormatan
membuat masyarakat desa atau kampung, yang dilakukan untuk menghormati
atau Rukun Tetangga, atau jamaah, bisa makhluk-makhluk gaib, tak kasat mata,
saling akrab di tengah gencarnya politik yang diberi kekuasaan oleh Allah
praktis. Pada sisi lain, gencarnya arus Subhanahu wa Ta’ala untuk menjaga
modernisasi telah menggantikan fungsi suatu tempat atau wilayah. Pelaksanaan
tangan manusia dengan berbagai tradisi ini diawali dengan tahap
teknologi yang juga berdampak pada persiapan, tahap penyembelihan hewan
hilangnya semangat gotong-royong di dan diakhiri dengan tahap pelaksanaan,
tengah masyarakat pedesaan. yang ditutup dengan bacaan barzanji dan
Tradisi maccérak pãrek tidak hanya menyantap hidangan bersama.
menjadi sarana dan media persatuan Dampak dari tradisi ini mampu menjalin
masyarakat Bugis, tetapi juga menjadi kehidupan yang harmonis antar warga
perekat dengan etnis lain. Di beberapa bahkan terhadap pemerintah. Nilai-nilai
tempat pelaksanaan tradisi maccérak gotong-royong dapat dijumpai di dalam
pãrek juga melibatkan etnis lain yang ikut pelaksanaannya mulai dari awal hingga
berpartisipasi, ambil bagian, sehingga akhir. Tradisi maccérak pãrek tidak
timbul harmonisasi dan menjadi perekat hanya menjadi persatuan masyarakat
yang tidak lekang oleh waktu. Bugis, tetapi juga menjadi perekat dengan
etnis lain. Di beberapa tempat
4. Simpulan pelaksanaan tradisi maccérak pãrek juga
melibatkan etnis lain yang ikut
Masyarakat suku Bugis Tanjung Jabung
berpartisipasi, ambil bagian, sehingga
Timur tersebar hampir di semua
menimbulkan harmoni sosial dan menjadi
kecamatan. Sebagai etnis pendatang,
perekat sosial antar kelompok yang tetap
mereka tetap menjaga tradisi nenek
teruji oleh waktu.
moyang yang diwarisi secara turun-
temurun dan diwariskan dari generasi ke

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan dkk. 2008. Agama dan Stanford University Press.


Kearifan Lokal dalam Tantangan Global. Harun, Makmur Haji et all. 2013.
Cet. Diaspora Bugis di Sumatra: Menyelusuri
II; Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Seni dan
UGM dan Pustaka Pelajar. Budaya Bugis di Provinsi Jambi.
Aprisa, Yul dan Patahuddin. 2019. Tanjong Malim, Perak Darul Ridzuan:
“Tradisi Maccera’ Tappareng di Danau Fakulti
Tempe Bahasa dan Komunikasi, Universiti
2000-2018”. Jurnal Pattingalloang. Pendidikan Sultan Idris (UPSI) 35900.
Volume 6 No.1 Januari-Maret. Keraf, S.A. 2002. Etika Lingkungan.
Dahrendorf, Ralf. 1959. Class and Class Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Conflict in Industrial Society. Stanford:

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


146
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI
Sabda Volume 15, Nomor 2, Desember 2019 ISSN 1410–7910E-ISSN 2549-1628

Lawwarani, Muh. Ardi Akam dan Nur Jakarta: Nalar Bekerjasama dengan
Alizah. 2018. “Maccérak Siwanua: Forum Jakarta-Paris, EFEO.
Tradisi Rahma, Nur, Hajrah Yansa dan Hamsir.
Menyucikan Kampung dan Pesta 2018. “Tinjauan Sosiokultural Makna
Rakyat di Desa Alitta, Kecamatan Filosofi
Mattiro Bulu Tradisi Upacara Adat maccérak
Kabupaten Pinrang..” Jurnal Manurung Sebagai Aset Budaya Bangsa
Walasuji. Volume 9 No. 1 Juni. yang
Pelras, Cristian. 2005. The Bugis, Terj. Perlu Dilestarikan (Desa Kaluppini
Abd. Rahman Abu, Manusia Bugis. Cet. Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan)”.
II. Jurnal PENA. Volume 3 Nomor 1.
Rasyid, Darwas.1998. Sejarah Islam di Daerah Soppeng. Ujungpandang: Balai Kajian
Jarahnitra.
Rusli, Muhammad. 2012. Kearifan Lokal Towani Tolotang. Cet. I. Gorontalo: Sultan
Amai Press.
Santoso, Ananda. Tanpa Tahun. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit
Pustaka Dua.
Wekke, Ismail Suardi. 2013. “Islam dan Adat: Tinjauan Akulturasi Budaya dan Agama
Dalam Masyarakat Bugis.” Analisis. Volume XIII, Nomor 1, Juni.

TRADISI MACCÈRAK PÃREK SEBAGAI BENTUK KEARIFAN LOKAL


147
MASYARAKAT SUKU BUGIS DI TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI

Anda mungkin juga menyukai