Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

BudAyA BerBuru AdAt{rori LAKo,Witu ri’i}

O
L
E
H

NAMA: FeryANti BeBHe LoNgA

KeLAs: X B

MAtA PeLAjArAN: sejArAH {iLMu PeNgetAHuAN sosiAL}

seKoLAH MeNeNgAH AtAs Negeri 2 soA

2023/2023
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah dengan judul "BUDAYA BERBURU ADAT{RORI LAKO}" ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa juga saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial terkhususnya mengenai {Sejarah}. Selain itu, pembuatan makalah ini
juga bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Loa,06 Oktober 2023

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman budaya merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian
dari warisan budaya yang perlu dilestarikan.Seiring dengan peningkatan tekhnologi dan
transformasi budaya kearah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi ,warisan
budaya dan nilai-nilai tadisional masyarakta adat tersebut mengahadapi tantangan
terhadap eksistensinya. Kita dapat memahami bahwa kebudayaan lokal sebenarnya
merupakan pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati ling
kungan hidup sekitar mereka,dan menjadikan pengetahuan itu sebagai budaya dan
memperkenalkan serta meneruskan dari generasi ke generasi.

Beberapa bentuk pengetahuan tradisional muncul lewat cerita cerita legenda,nyanyi-


nyanyian,ritual-ritual dan juga aturan atau hukum setempat.Dengan cara itulah
kebudayaan lokal dapat dikembangkan dan dilestarikan hingga saat ini.Pada masa
sekarang ini seiring dengan pesatnya perkembangan tekhnologi informasi dan media
sosisal,pemaknaan budaya lokal secara relatif luas amatlah penting,karena kontak budaya
pasti terjadi,sehingga dapat dimungkinkan terjadinya saling akomodasi dan akulturasi
budaya.
Berkaitan denan ritual-ritual adat, disini kita akan membahas lebih jauh mengenai
berburu adat dalam budaya lokal di Kabupaten Ngada khususnya di wilayah kecamatan
Soa tetap diwariskan hingga saat ini. Kegiatan berburu adat biasanya ditempatkan dalam
siklus kalender berbasis budaya pertanian lokal setempat. Tradisi ini erat kaitannya
dengan ritual keyakinan masyarakat akan keberadaan makhluk pengganggu tanaman padi,
jagung, kacang-kacangan atau tanaman lainnya seperti babi hutan, atau rusa yang dapat
merusak bagi semua tanaman yang menjadi usaha masyakat lokal sebagai bahan pangan
dalam pemenuhan kebituhan hidup sehari - hari. Maka upacara ini dilaksanakan setiap
tahun sebagai upacara tahunan (annual ritual). Tradisi berburu adat di Soa meliputi
beberapa kampung yakni Kampung Mengeruda (Witu Menge), Kampung Lo'a (Witu
Loa/Witu Ri’i), Kampung Seso (Witu Welu) serta kampung Libunio (Witu Nio). Berburu
adat dilaksanakan sesuai dengan kalender lokal berbasis peredaran bulan. Upacara
berburu biasanya dilaksanakan dari bulan Juni sampai Oktober dalam tahun.
Pelaksanaan upacara adat berburu pada masing - masing kampung memiliki waktu yang
berbeda - beda. Sehingga tidak ada kampung yang melaksanakan kegiatan berburu secara
bersamaan . Kegiatan Rori Witu dilaksanakan berdasarkan penetapan kalender adat yakni
para tokoh adat (Mori Raghu/Rawu Witu) sesuai dengan peredaran bulan. Perlengkapan
berburu yakni tombak (tuba), tombak berkait (Bhou) bentuknya seperti mata kail. Para
pemburu biasanya berasal dari semua masyarakat Soa tidak dibatasi baik anak - anak
maupun orang dewasa. Mereka biasanya berburu dengan menggunakan kuda (zara) atau
dengan berjalan kaki. Para berburu biasanya membentuk kelompok berburu sesuai daerah
seasal atau gabungan anggota dari kampung lain yang disebut loka.
Setiap loka secara bersama- sama memperebutkan buruan atau pun mempertahankan hasil
buruan dari aksi penjarahan yang dilakukan oleh kelompok atau loka yang lain. Dalam
usahanya untuk mendapat binatang buruan, para pemburu menyertainya dengan anjing
dalam jumlah yang besar. Semua anjing yang dibawa dikerahkan untuk mencari babi
hutan (hui) dan juga rusa (kogha). Binatang buruan yang diperoleh biasanya saling
berebutan sehingga tidak seorang pun yang mendapatkan satu bagian tubuh secara utuh
dari binatang buruan tersebut namun hanya sebagian misalnya ada yang mendapatkan
bagian kepala, kaki, atau tangan dan juga bagian yang lainnya.
Perebutan ini menunjukan kegigihan dan jiwa kesatria seorang laki-laki. Bagi yang lebih
kuat akan mendapatkan bagian binatang buruan sedangkan yang lemah dan putus asa
tidak mendapatkan apa - apa.Namun perebutan hanya terjadi pada saat berburu tidak
menimbulkan dendam atau permusuhan antara satu dengan yang lain dan semangat
persaudaraan tetap terjaga.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pelaksanaan berburu adat{Witu Ri’i/Witu Loa}?
1.2.2 Bagaimana upaya yang bisa dilakukan masyrakat untuk menjaga kelestarian berburu
adat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pelaksanaan berburu adat{Witu Ri’i/ Witu Loa }
1.3.2 Untuk mengetahui upaya yang bisa dilakukan masyrakat untuk menjaga kelestarian
berburu adat
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pelaksanaan Berburu Adat {Rori Lako Witu Rii Witu Loa /}
2.1.1 Motivasi melakukan aktivitas atau ritual
Upacara Rori Lako adalah upacara ritual berburuan hewan liar yang ada di Soa yang
biasanya berlangsung pada bulan oktober, ritual ini bukan hanya untuk berburu hewan liar
tetapi juga merupakan tanda-tanda musim tanam. Hewan liar yang biasa diburu adalah rusa
dan babi hutan. Upacara rori lako memiliki beberapa ritual mulai dari persiapan hingga akhir
kegiatan. Hasil buruan yang didapat dibawah kembali ke Nua (kampung) adalah suatu
kehormatan bagi masyarakat soa. Karena itu hewan buruan ini kadang diusung untuk
dipertunjukan ke publik.
Motivasi mereka berburu yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan cara
mencari babi hutan dan rusa yang nanti hasil buruannya akan dibagikan kepada anak, istri,
keluarga, dan seluruh warga masyarakat so’a yang tergabung dalam kelompok berburu
tersebut.
Ritual ini juga bertujuan sebagai salah satu cara untuk mempertajam keterampilan berburu,
mempererat tali persaudaraan antara sesama masyarakat di dalam kelompok tersebut
sekaligus untuk melestarikan dan menjaga agar kebudayaan tersebut tetap ada sehingga para
generasi penerus dapat mempertahankannya sebagai salah satu identitas budaya.
2.1.2 Orang-Orang yang terlibat dalam upacara Rori Lako
Ritual Rori Lako yang dilakukan oleh masyarakat Soa merupakan tradisi yang diwarisi oleh
nenek moyang secara turun temurun dari awal kehidupan masyarakat soa sampai pada saat
ini yang masih tetap dipertahankan.
Pada dasarnya orang-orang yang terlibat dalam ritual ini adalah seluruh masyarakat Soa,
tanpa memandang umur, status, dan jenis kelamin. Dalam arti upacara ini bisa diikuti oleh
siapapun yang merupakan masyarakat Soa. Anak-anak juga ikut terlibat dalam ritual ini tetapi
mereka hanya diperbolehkan untuk ikut pada saat melakukan perburuan sedangkan untuk
ritual lasa witu karena pada ritual ini seluruh masyarakat yang tergabung dalam kelompok
tersebut apabila sudah duduk maka dia tidak boleh pindah ataupun mengubah posisi duduk
dari awal pada saat dia datang, dan juga dilarang untuk memberikan apapun miliknya kepada
orang lain yang di luar dari kelompok tersebut bahkan keluarga sekalipun. Apabiala larangan
ini dilanggar maka orang tersebut akan mendapatkan sial, seperti gagal panen ataupun
terkena tombaknya sendiri pada saat berburu. Karena apa yang sudah dikatan bukan hanya
sekedar untuk menakut-nakutkan saja tapi sudah banyak terbukti orang yang melanggar
aturan tradisi tersebut mendapatkan musibah seperti yang dikatakan di atas.
2.1.3 Peran Orang Yang Terlibat dalam Upacara Rori Lako
Kegiatan berburu adalah kegiatan yang dilakukan oleh seluruh masyarakat Soa untuk
mencari dan berburu binatang liar yang berada di hutan, binatang yang diburu adalah babi
hutan dan rusa. Kegiatan ini dilakukan selama tiga hari dan tiga malam, semua warga tidak
diperbolehkan untuk pulang ke rumah dan bermalam di hutan. Warga Soa yang terlibat
dalam upacara ini mempunyai peran yang berbeda, jika para kaum laki-laki berburu babi
hutan, maka kaum perempuan bertugas untuk mempersiapkan segalah kebutuhan yang
dibutuhkan oleh kaum laki-laki salah satunya adalah memsak makanan untuk para pemburu.
Mereka yang terlibat dalam ritual ini pada umumnya mempunyai peran masing-masing, bagi
kaum lelaki mereka berperan untuk berburu babi hutan dan rusa di hutan, bagi kaum wanita
berperan untuk memasak makanan bagi para pemburu. Sedangkan untuk anak-anak mereka
mereka ada yang mengikut para pemburu untuk mengejar binatang buruan ada pula yang
membantu para wanita untuk memasak

.
2.1.4 Pelaksanaan Rori Lako
Sebelum mereka melakukan upacara Rori Lako biasanya mereka melakukan persiapan
terlebih dahulu, yaitu {Upacara Lasa Witu) dan {Upacara Woro Kazu}
a. Tahapan awal atau persiapan yaitu masyarakat mempersiapkan diri untuk
menyongsong musim hujan, sehingga tahap pertama berkaitan dengan berburu adat
adalah (Laza Uma) Kegiatan pengenalan pembersihan kebun oleh para petani di
kebunnya masing-masing.
b. Tahap pelaksanaan yakni :masyarakat dan tetua adat sudah ada di rumah pokok (sa’o
pu’u) untuk (Bato) memasak daging hasil tangkapan dari kegiatan

c. Tahap akhir dalam pelaksanaan berburu adat adalah tahapan malam (Pepu) dimana
para tetua adat dari suku Lo’a mempersiapkan alat-alat pusaka berburu adat yang
sudah ada sejak dari nenek moyang.
2.1.5 Dampak/Akibat Jika Upacara Yang Dilakukan Tidak Sejalan Aturan Tradisi/Terjadi
Pelanggaran
Demikian pentingnya ritual ini tapi ada orang yang tidak mengabadikan sebagai bagian yang
penting. Ada pula masyarakat yang melanggar ataupun melakukan ritual yang tidak sesuai
aturan tradisi yang semestinya. Apabila seseorang yang melanggar upacara Rori Lako maka
orang tersebut akan mendapat musibah atau sial. Musibah atau sial ini hanya dialami oleh
orang yang melanggar upacara tersebut, musibah ini sifatnya tidak turun temurun dalam arti
orang itu hanya mengalami sekali dan tidak berdampak pada keturunannya. Musibah yang
dialami oleh orang tersebut berupa gagal panen, terkena tombak saat berburu. Musibah yang
dikatakan di atas bukan hanya ucapan yang menakuti-nakuti saja, tetapi dapat dibuktikan
dengan kenyataan yang dialami oleh masyarakt

2.1.6 Alat, Bahan, Busana Dan Peralatan Lainnya Yang Digunakan Pada Saat Upacara Rori
Lako
Para pemburu mengenakan pakayan yaitu kain adat (Ragi) dan baju kaus yang biasa
digunakan sehari-hari. Mereka membawa tombak, parang dan anjing untuk melacak
keberadaan binatang buruan serta membantu mereka untuk mengejar dan menggigit binatang
buruan. Tombak berfungsi sebagai alat untuk menikam binatang buruan seperti rusa dan babi
hutan, parang digunakan untuk memotong kayu atau untuk membagi binatang buruan yang
didapatkan kepada anggota yang tergabung dalam kelompok tersebut. Mereka juga membawa
bambu sepanjang satu ruas yang diisi dengan air bersih untuk diminum ketika mereka haus
pada saat berburu.
Sedang perempuan berjalan di belakang laki-laki, dengan membawa Bere yang berisi siri
pinang dan tudhi kedhi (pisau kecil) yang digunakan untuk mengupas pinang. Perempuan
mempunyai peranan penting dalam ritual ini, perempuan berkewajiban untuk memasak
makanan bagi para pemburu.

2.1.7 Makna Dari Upacara Rori Lako


Dalam upacara Rori Lako masyarakat Desa Loa Kecamatan Soa mempunyai makna yang
dapat kita lihat dari segi kehidupan sosial dan segi kebudayaan yaitu :
a. Dalam kehidupan sosial,
Dalam upacara ritual adat tentu mempunya makna dari setiap ritual adat yang dilakukan.
Disini masyarakat Desa Tarawaja mengambil makna dari ritual Rori Lako, dapat mempererat
hubungan kekerabatan dalam masyarakat tersebut. Selain memepererat hubungan
kekerabatan mereka juga mempunyai jiwa sosial yang tinggi yaitu gotong-royong dalam
bekerja sehingga dapat mempermudah proses ritual tersebut.
b. Kebudayaan,
Dengan diadakan upacara rori lako maka secara tidak sadar mereka telah melakukan usaha
untuk tetap melestarikan kebudayaan tersebut agar tetap terjaga dan dan tergeser oleh
pengaruh kebudayaan lain yang berasal dari luar. Dengan cara melibatkan seluruh
masyarakatnya untuk ikut bergabung dalam ritual rori lako tersebut sehingga para penerus
kebudayaan ini dapat mengetahui secar pasti proses dari ritual tersebut sehingga pada
akhirnya pada generasi selanjutnya tetap memeprtahankan kebudayaan ini tanpa
menghialngkan makna yang ada dalam budaya tersebut.

2.2 Upaya Melestarikan Budaya Berburu/Rori Lako


Upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif nilai-nilai kearifan lokal.
Keterbukaan dikembangkan menjadi kejujuran dalarn setiap aktualisasi pergaulan, pekerjaan dan
pembangunan, beserta nilai-nilai budaya lain yang menyertainya. Budi pekerti dan norma kesopanan
diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan
prestasi, bukan untuk membangun kesombongan. Ketulusan, memang perlu dijadikan modal dasar
bagi segenap unsur bangsa. Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan
untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi dengan yang lain sebagai entitas dari
bangsa yang sama. Dari ketulusan, seluruh elemen bangsa yang majernuk masing-masing merajut
kebhinnekaan, kemudian menjadikannya sebagai semangat nasionalisme yang kokoh. Pada saat yang
sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat
sehingga menjadi identitas kokoh bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat
tertentu.

Kemudian diperlukan proses pelembagaan yang harus dikembangkan agar proses pembangunan
nasional dapat melahirkan keseimbangan, pemerataan dan pertumbuhan ekonomi, memberi
keleluasaan terhadap partisipasi masyarakat, mendukung proses komunikasi dan membuka ruang
publik, mendorong munculnya pernerintah yang terorganisasi dengan baik dan sangat responsif, serta
mempercepat lahirnya elit yang matang dan fleksibel dalam berpolitik.

Kita sebagai pelajar juga harus mampu mengembangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Pelajari budaya lokal
b. Ikuti kegiatan kebudayaan
c. Mengajarkan budaya ke orang lain.
d. Kenalkan budaya ke dunia internasional
e. Buat budaya sebagai identitas
f. Ekspor barang kebudayaan ke negara lain.
g. Tidak terpengaruh budaya asing.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebudayaan merupakan salah satu warisan budaya dari pada nenek moyang yang sampai
sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat. Begitu juga halnya dengan masyarakat
Kecamatan Soa Desa yang sangat banyak memilki hasil kebudayaan dari masyarakat itu
sendiri. Rori Lako merupakan warisan budaya dari para leluhur yang harus diwariskan dari
generasi ke generasi.
3.2 Saran
Kepada generasi muda diharapakan lebih peduli terhadap peniggalan nenek moyang yang
menjadi peninggalan sejarah yang perlu dipublikasikan kedunia luar.

Anda mungkin juga menyukai