Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KOMPETENSI PTUN DALAM SISTEM PERADILAN MENURUT UU NO. 5 TAHUN


1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA YANG DIUBAH DENGAN UU
NO. 9 TAHUN 2004 DAN UU NO. 51 TAHUN 2009

OLEH
KELOMPOK 1 :
1. BONIFASIUS K. S. GORAN (2102010345)
2. ELA SARTIKA THEY (2102010353)
3. EULOGIUS EKANDRY DOA (2102010355)
4. FREDERICH R. S. GAUT (2102010367)
5. DEVITA MELIAN SARI NITTE (2102010326)
6. ADI HARYANTO (2102010326)
7. BENAYA J. O. KAPITAN (2102010344)
8. FELICIANA SH. Q. ANGIE (2102010361)
9. ANDRYAN S. MANAFE (2102010340)
10. YUNITA BERLIAN SESELI (2102010318)
KELAS : H-SEMESTER 5
FAKULTAS : HUKUM

UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG


2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Asas
Pengelolaan Keuangan Negara”. Makalah ini diajukan guna untuk memenuhi tugas mata
kuliah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah Ini memberikan informasi yang lebih luas dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan serta meningkatkan ilmu pengetahuan kepada kami sendiri dan
orang lain.

Kupang, 11 Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
i
DAFTAR ISI............................................................................................................................
ii
BAB I PENGAHULUAN.......................................................................................................
1
A. Latar Belakang.............................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................
1
C. Tujuan........................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................
2
A. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara....................................................................
2
B. Gugatan-Gugatan Tidak Diterima Oleh Peradilan Tata Usaha Negara.........................
2
BAB III PENUTUP .................................................................................................................
5
A. Kesimpulan................................................................................................................... 5
B. Saran.............................................................................................................................
5
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
6

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia dimulai dengan lahirnya
Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang nomor 9 tahun 2004 dan Undang-Undang nomor 51
tahun 2009 serta mulai beroperasi pertama kali pada tanggal 14 Januari 1991 dengan
diterbitkan PP No.7 Tahun 1991 tentang penerapan Undang-Undang nomor 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang- Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun
1990 tentang pembentukan PT.TUN Jakarta, Medan dan Ujung Pandang serta Keppres No52
Tahun 1990 tentang pembentukan PTUN Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya dan Ujung
Pandang, sekarang telah meliputi 4 Pengadilan Tinggi TUN serta 26 Pengadilan Tata Usaha
Negara.1
Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah lembaga peradilan khusus di Indonesia
yang memiliki wewenang atau kompetensi untuk mengadili sengketa hukum administrasi
negara antara pemerintah dan pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan atau tindakan
administrasi. PTUN memiliki akar sejarah yang dalam dan penting dalam konteks
pembangunan sistem hukum dan tata pemerintahan di Indonesia. Dalam beberapa dekade
terakhir, peran PTUN semakin penting seiring dengan perkembangan pemerintahan yang
semakin kompleks.
Perkembangan PTUN dalam konteks wewenang atau kompetensi juga menunjukkan
bahwa meskipun PTUN memiliki peran yang signifikan dalam menyelesaikan sengketa
administrasi. Namun, teradapat kasus-kasus di mana gugatan yang diajukan ternyata tidak
masuk dalam wewenang PTUN untuk diadili. Hal ini terjadi ketika gugatan-gugatan tersebut
melibatkan sengketa yang bukan termasuk dalam ranah administrasi negara atau melibatkan
subjek hukum yang bukan merupakan lembaga atau pejabat pemerintah.
Ketidakpenerimaan gugatan-gugatan semacam itu sebenarnya mencerminkan perlunya
pemahaman yang lebih baik tentang batasan dan wewenang PTUN dalam hukum
administrasi negara. Dengan demikian, makalah ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang
langkah PTUN dalam mengeloh gugatan-gugatan yang tidak masuk dalam wewenangnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman tentang kompetensi yang dimiliki oleh Peradilan Tata
Usaha Negara?
2. Apa maksud dari ‘gugatn tidak diterima’ dan contoh Peradilan Tata Usaha Negara
tidak menerima gugatan yang bukan dalam wewenangnya ?
C. Tujuan
1. Untuk memberikan pemahaman tentang kompetensi yang dimiliki oleh Peradilan
Tata Usaha Negara.
2. Untuk menginformasikan terkait maksud dari ‘gugatn tidak diterima’ serta
memberikan Peradilan Tata Usaha Negara tidak menerima gugatan yang bukan
dalam wewenangnya.

1
H.Ujang Abdulla, Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem Peradilan di Indonesia, hlm.1

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara
dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut
1. Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum
yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk
memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa
(Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah
hukum pengadilan itu.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat
kediaman para pihak yang bersengketa yaitu Penggugat dan Tergugat diatur tersendiri
dalam pasal 54 UU No5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun 2004 dan UU No51 tahun 2009.
2. Kompetensi Absolut Kompetensi absolut
Suatu badan pengadilan adalah kewenangan yang berkaitan untuk mengadili
suatu perkara menurut obyek atau materi atau pokok sengketa. Adapun yang menjadi
obyek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara (Beschikking) Yang diterbitkan oleh Badan/Pejabat TUN.
Kompetensi absolut Pengadilan TUN diatur dalam pasal 1 angka 10 UU No. 51
tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, yang menyebutkan:"Sengketa tata usaha Negara adalah sengketa
yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum
Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di
daerahsebagai akibat dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku"
B. Gugatan-Gugatan Tidak Diterima Oleh Peradilan Tata Usaha Negara
1. Arti ‘Gugatan Tidak Diterima’
Gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) merupakan putusan dimana
dalam hal ini hakim mengatakan gugatan tersebut tidak dapat diterima, karena
mengandung cacat formil. Putusan tidak dapat diterima yaitu putusan akhir yang bersifat
negatif. Salah satu alasan yang merupakan suatu penyebab sebuah gugatan tidak dapat
diterima karena gugatan di luar kompetensi dari peradilan tempat diajukan gugatan
tersebut.2

2. Contoh Gugatam yang Tidak Diterima oleh Peradilan Tata Usaha Negara
2
I Gusti Agung Ketut Bagus Wira Adi Putra, Ida Ayu Putu Widiati, Ni Made Puspasutari Ujiant, Gugatan Tidak
Dapat Diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) dalam Gugatan Cerai Gugat di Pengadilan Agama Badung,
Volume 2, Jurnal Kontruksi Hukum, 2020, halaman 307

2
Contoh 1 (Berdasarkan Putusan Nomor : 17/G/2014/PTUN-KPG)
Penggugat : Hendrik Hau Dalli (WNI), Seorang mantan PNS, tinggal Kecamatan Alak, Kota
Kupang
Tergugat : Bupati Kupang
Gugatan yang diajukan di Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang pada 23 Juni 2014 ini
memiliki objek sengketa sebagai berikut :
1) Surat Keputusan Bupati Kupang Nomor : SK.884/03/63.A/UP tanggal 31 Juli
20017 Tentang Pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai
Pegawai Negeri Sipil Daerah atas nama Hendrik Hau Dally, NIP.131 750 783,
Pangkat/Gol. Ruang : Pengatur Muda, II/a, Unit Kera/Instansi : Badan Satuan
Polisi Pamon Praja dan LIMAS Kabupaten Kupang.
2) Sikap diam Tergugat atas Surat Keberatan Penggugat Nomor :
01/SK/HHD/07/X/07 Tanggal 4 Oktober 2007, dan surat Penggugat Nomor :
02/HHD/KPG/VII/2011 Tanggal 29 Juli 2011, serta surat Penggugat Nomor :
03/SK/HHD/03/2014 Tanggal 22 Maret 2014, terhadap Surat Keputusan Bupati
Kupang Nomor : SK.884/03/63.A/07/UP Tanggal 31 Juli 2007 Tentang
Pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri
Sipil Daerah atas nama Hendrik Hau Dally, NIP. 131 750 783,
Pangkat/Gol.Ruang : Pengatur Muda, II/a, Unit Kerja/Instansi : Badan Satuan
Polisi Pamon Praja dan LINMAS Kabupaten Kupang (Keputusan fiktif negatif) ;
Berdasarkan pada kedua objek sengketa di atas beserta temuan beberapa fakta-fakta
hukum selama persidangan, hakim mengemukakan tenggang waktu pengajuan gugatan
terhadap sengketa I sudah lewat waktu, hal ini ditemukan faktanya dalam persidangan bahwa
Penggugat telah menerima objek sengketa I pada tanggal 4 Oktober 2007 melalui bagian
kepegawaian di Kantor Bupati Kupang dan mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha
Negara Kupang pada 23 Juni 2014, maka dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Keputusan
objek sengketa I sampai dengan didaftarkan gugatan Penggugat terhadap objek sengketa I
telah lewat waktu 90 hari sebagaiamana ditentukan dalam Pasal 55 No. 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, yang berbunyi : ‘Gugatan dapat diajukan hanya dalam
tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya
Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara’
Selanjutnya, terhadap objek sengketa II, menurut ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa
“Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan, sedangkan
hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha
Negara”; Menurut pertimbangan Majelis Hakim bahwa mengenai keberatan yang diajukan
Penggugat terhadap Surat Keputusan Tergugat tentang pemberhentian dengan hormat atas
permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, bahwa dalam hukum acara Peradilan Tata
Usaha Negara dikenal adanya upaya administratif, ini tercantum dalam Pasal 48 ayat (1) UU
Nomor 5 tahun 1986 yang berbunyi : ‘Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau
tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia.’

3
Prosedur administratif ini yang merupakan prosedur yang dapat ditempuh oleh
seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata
Usaha Negara, dan bagaimana prosedur pengajuan keberatan itu sendiri harus melihat pada
aturan dasar penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut;
Terhadap sengeketa I, penulis berpendapat bahwa sengketa tersebut bukan merupakan
wewenang atau kompetensi relatif (nisbi) dari PTUN dan terhadap sengketa II juga bukan
merupakan wewenang atau kompetensi absolute dari PTUN.
Contoh 2 : Keputusan Rektor Perguruan Tinggi Swasta
Kaidah hukumnya adalah bahwa hubungan hukum antara Rektor Universitas Swasta
dengan para dekan/ dosen serta lain-lain pejabat dilingkungan Universitas swasta yang
bersangkutan, bukanlah dalam arti hukum kepegawaian yang termasuk dalam hukum publik,
oleh karena itu keputusannya bukan merupakan Keputusan TUN yang dapat digugat din
Peradilan TUN. Fakta bahwa Universitas Swasta berada dibawah koordinasi Kopertis
Departemen Pendidikan bukanlah berarti bahwa Universitas Swasta berada dalam hierarki
pemerintahan dan pegawai- pegawainya berstatus pegawai negeri, tetapi peranan Kopertis
adalah dalam rangka pengawasan agar Perguruan Tinggi Swasta dapat sudah berada dibawah
koordinasi pemerintah (N. 48 PK/TUN/2002, tanggal 11-6-2004).3
Contoh 3: Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT
Kaidah hukumnya adalah bahwa PPAT adalah Pejabat TUN, karena melaksanakan
urusan Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat
2 Undang-Undang no.5 Tahun 1986 jo pasal 19 PP no. 110 Tahun 1961) akan tetapi akta jual
yang dibuat oleh PPAT bukan merupakan Keputusan TUN karena bersifat bilateral
(kontraktual) tidak bersifat Unilateral yang merupakan sifat Keputusan TUN (No. 302
K/TUN/1999, tanggal 8-2-2000 jo No. 62 K/TUN/1998, tanggal 27-7-2001);4

PENUTUP
A. Kesimpulan

3
H. Ujang Abdullah, Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara di Inonedia, halaman 14
4
H. Ujang Abdullah, Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara di Inonedia, halaman 13

4
Dalam makalah ini, telah dijelaskan latar belakang dan kompetensi Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN) di Indonesia. PTUN memiliki peran penting dalam menyelesaikan
sengketa hukum administrasi negara, terutama yang melibatkan tindakan administrasi
pemerintah yang dapat merugikan pihak tertentu. Namun, ada kasus-kasus di mana gugatan
yang diajukan tidak masuk dalam wewenang PTUN, terutama ketika gugatan tersebut
melibatkan sengketa di luar ranah administrasi negara atau subjek hukum yang bukan
merupakan lembaga atau pejabat pemerintah. Ini menunjukkan perlunya pemahaman yang
lebih baik tentang batasan dan wewenang PTUN dalam hukum administrasi negara.
B. Saran
Pemahaman yang lebih baik tentang kompetensi PTUN perlu disosialisasikan kepada
masyarakat, pengacara, dan pihak terlibat dalam proses hukum administrasi negara. Ini dapat
dilakukan melalui pelatihan, seminar, atau publikasi yang memperjelas batasan-batasan
wewenang PTUN. Selain itu juga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang sering menjadi penyebab gugatan yang tidak sesuai wewenang PTUN,
sehingga langkah-langkah preventif dapat diambil untuk mengurangi gugatan-gugatan yang
tidak sesuai wewenang.

DAFTAR PUSTAKA

5
H.Ujang Abdulla, Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Sistem Peradilan di
Indonesia,
Gusti Agung Ketut Bagus Wira Adi Putra, Ida Ayu Putu Widiati, Ni Made Puspasutari Ujiant,
Gugatan Tidak Dapat Diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard) dalam Gugatan Cerai Gugat
di Pengadilan Agama Badung, Volume 2, Jurnal Kontruksi Hukum, 2020, halaman 307

Anda mungkin juga menyukai