Anda di halaman 1dari 13

KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PTUN

“Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah PTUN”


Dosen Pengampu : Joni Sandri Ritonga,SH,M.H

Disusun oleh
Kelompok 5
Siyasah 6-B

Nopiah Fadilah (0203213095)


Mustakim Rizki Ritonga (0203213167)
Habib Abdul Kaliq (0203213173)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA MEDAN 2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,Inayah,Taufik
dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam memahami pelajaran yang
berjudul “Karakteristik Hukum Acara PTUN”
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman saya miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Medan, 3 Mei 2024

Kelompok 5

ii
Daftar isi
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................3

A. Karakteristik Hukum Acara PTUN................................................................3

BAB III PENUTUP………………………………………………………………...9

A. Kesimpulan...................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...10

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Pasal 5 ayat (1)
dan ayat (2) serta pasal 6 UU Peradilan Tata Usaha Negara, pada pokoknya mengatur
bahwa kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dan berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara tertinggi
(Sjachran, 2010). Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota
Kabupaten/Kota dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota. Sedangkan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota Provinsi, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah Provinsi (Supandi, 2011). Pengadilan Tata Usaha Negara
tingkat pertama maupun tingkat banding mengadili sengketa Tata Usaha Negara.
Menurut Pasal 1 angka 10 UU Peradilan Tata Usaha Negara, sengketa Tata Usaha
Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang
atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara baik
ditingkat pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha
Negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Harahap, 2002). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah
hukum yang mengatur tentang caramenyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara baik
ditingkat pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha
Negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Indroharto, 1999). Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan
lingkungan peradilan yang terakhir dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada tanggal 29 Desember 1986, adapun
tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah untuk mewujudkan
tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib yang
dapat menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum dan menjamin

1
terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antara aparatur di bidang
tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Dengan terbentuknya Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN) menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negara hukum
yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kepastian hukum dan Hak Asasi Manusia
(HAM).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Karakteristik Hukum Acara PTUN?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Karakteristik Hukum Acara PTUN

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Hukum Acara PTUN


Peranan hakim yang aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari kebenaran
materil. Kompensasi ketidakseimbangan antara kedudukan Penggugat dan Tergugat
(jabatan tata usah negara). Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian
bebas (vrijbewijs) yang terbatas. Gugatan di pengadilan tidak mutlak bersifat
menunda pelaksanaan Keputusan tata Usaha negara yang digugat. Putusan hakim
tidak bersifat ultra petita (melebihi tuntutan Penggugat) tetapi dimungkinkan adanya
reformatio in pieus (membawa pengugat dalam keadaan yang lebih buruk) sepanjang
diatur dalam undang-undang. Terhadap putusan hakim tata usaha negara berlaku asas
erga omnes, artinya bahwa putusan itu tidak hanya berlaku bagi para pihak yang
bersengketa tetapi juga berlaku bagi pihak-pihak yang lain yang terkait. Dalam proses
pemeriksaan dipersidangan berlaku asas audi alteram partem, yaitu para pihak yang
bersengketa harus didengar penjelasannya sebelum hakim membuat putusan. Asas ini
merujuk pada hak asasi manusia. Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan
(point d’interet, point d’action) atau apabila tidak ada kepentingan, maka tidak boleh
mengajuan gugatan. Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materil dengan tujuan
menyelaraskan, menyerasikan, menyeimbangkan kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum.
karakteristik 1hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara sebagai pembeda dengan
peradilan lainnya, khususnya Peradilan Umum (Perdata), sebagai berikut:
a. Adanya tenggang waktu mengajukan gugatan (Pasal 55)
b. Terbatasnya tuntutan yang dapat diajukan dalam Pelitum gugatan penggugat
(Pasal 53)
c. Adanya proses dismisal (rapat permusyawaratan) oleh Ketua Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN) (Pasal 62).

1
Wijoyo Suparto, Karakteristik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta, UNAIR Press, 2005.

3
d. Dilakukannya pemeriksaan persiapan sebelum diperiksa di persidangan yang
terbuka untuk umum (Pasal 63)
e. Peranan 2hakim TUN yang aktif (dominus litis) untuk mencari kebenaran materiil
(Pasal 63,80,85,95, dan 103)
f. Kedudukan yang tidak seimbang antara penggugat dan tergugat, oleh karenanya
“kompensasi” perlu diberikan karena kedudukan penggugat diasumsikan dalam posisi
yang lebih lemah dibandingkan dengan tergugat selaku pemegang kekuasaan publik.
g. Sistem pembuktian yang mengarah pada pembuktian bebas yang terbatas (Pasal
107).
h.Gugatan di pengadilan tidak mutlak menunda pelaksanaan Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat (Pasal 67).
i. Putusan hakim yang tidak boleh bersifat ultra petita yaitu melebihi apa yang dituntut
dalam gugatan penggugat, akan tetapi dimungkinkan adanya reformatio in peius
(membawa penggugat pada keadaan yang lebih buruk) sepanjang diatur dalam
perundang-undangan.
j. Putusan hakim TUN yang bersifat erga omnes, artinya putusan tersebut tidak hanya
berlaku bagi para pihak yang bersengketa, akan tetapi berlaku juga bagi pihak-pihak
lainnya yang terkait.
k. Berlakunya asas audit alteram partem, yaitu para pihak yang terlibat dalam
sengketa harus didengar penjelasannya sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Selain karakteristik tersebut, perlu ditegaskan bahwa Peratun pada dasarnya
menegakkan hukum publik, yakni Hukum Administrasi sebagaimana ditegakkan
dalam UU Peratun Pasal 47, bahwa sengketa termasuk lingkup kewenangan Peratun
adalah sengketa Tata Usaha Negara. Hal ini ditegaskan lagi dalam rumusan tentang
KTUN (Pasal 1 angka 9) yang mensyaratkan juga tindakan Hukum Tata Usaha untuk
adanya KTUN.

2
Soetami, A. Siti, 2007, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT Refika Aditama, Bandung.

4
Ciri utama Hukum Acara Peradilan TUN di Indonesia 3hukum acaranya secara
bersama-sama diatur dengan hukum materialnya yaitu dalam UU Nomor 5 Tahun
1985 jo UU Nomot 9 Tahun 2004, jo UU Nomor 51 Tahun 2009 4(UU Peradilan
TUN). Selain ciri utama tersebut di atas, ada beberapa ciri khusus yang menjadi
karakteristik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara:
1. Negara yaitu antara lain sebagai berikut; Hakim berperan lebih aktif dalam proses
persidangan, guna mencari kebenaran materiil. Keaktifan hakim dapat ditemukan
antara lain dalam ketentuan Pasal 63 ayat (2) butir a dan b, Pasal 80, Pasal 85,
Pasal103 ayat (1), Pasal 107.
2. Sistem pembuktian mengarah kepada pembuktian bebas (vrijbewijs) yang terbatas
(Indroharto, 1996:189). Menurut Pasal 107 hakim dapat menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian, beserta penilaian pembuktian, tetapi Pasal
100menentukan secara limitatif mengenai alat-alat bukti yang digunakan.
3. Gugatan di Pengadilan TUN tidak bersifat menunda Pelaksanaan Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat (vide Pasal 67). Hal ini terkait dengan dianutnya azas
Presumtio Justae Causa dalam Hukum Administrasi Negara, yang berarti adalah
bahwa suatu Keputusan TUN harus selalu dianggap benar dan dapat dilaksanakan,
sepanjang belum ada Putusan engadilan yang telah bekekuatan hukum tetap yang
menyatakan sebaliknya. Namun demikian apabila terdapat kepentingan Penggugat
yang cukup mendesak, atas permohonan Penggugat, Ketua Pengadilan atau Majelis
Hakim dapat memberikan penetapan sela tentang penundaan pelaksanaan keputusan
TUN yang disengketakan.
4. Terhadap Putusan Hakim Pengadilan TUN berlaku asas erga omnes, artinya bahwa
putusan itu tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa tetapi juga berlaku
bagi pihak-pihak lain yang terkait.
5. Dalam proses pemeriksaan di persidangan berlaku asas audi alteram partem yaitu
para pihak yang terlibat dalam sengketa harus diberi kesempatan yang sama untuk
didengarkan penjelasannya sebelum Hakim memberikan putusan.

3
Indroharto, (2000), Peradilan Tata Usaha Negara (Buku II), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
4
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160 Dan Tambahan
LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 5079)

5
6. Dimungkinkan adanya peradilan in absentia (tanpa kehadiran Tergugat)
5
sebagaimana diatur dalam pasal 72 ayat (2).
7. Adanya kemudahan bagi masyarakat pencari keadilan antara lain :
a. Bagi yang tidak pandai membaca dan menulis dibantu panitera pengadilan dalam
merumuskan gugatannya.
b. Bagi masyarakat golongan tidak mampu diberikan kesempatan untuk beracara
secara cuma-cuma.
c. Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak, atas permohonan
penggugat, Ketua Pengadilan yang berwenang mengadilinya.
d. Penggugat dapat mengajukan gugatannya kepada Pengadilan TUN yang paling
dekat dengan tempat kediamannya untuk kemudian diteruskan ke Pengadilan
yang berwenang mengadilinya.
e. Badan atau pejabat TUN yang dipanggil sebagai saksi wajib untuk datang sendiri.
8. Peranan hakim yang aktif krn ia dibebani tugas untuk mencari kebenaran materiil
(psl 63/2a.b, psl 80/1, psl 85, psl 95/1, psl 103/1)
9. Kompensasi ketidak seimbangan antara kedudukan penggugat dan tergugat.
10. Sistim pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas (vrijbewijs) yang
terbatas.
11. Gugatan di pengadilan tidak mutlak bersifat menunda pelaksanaan keputusan
TUN yang digugat (vide psl 67).
12. Keputusan hakim tidak boleh bersifat ultra petita (melebihi tuntutan penggugat)
tetapi dimungkinkan adanya reformatio in peius (membawa penggugat dalam keadaan
yang lebih buruk) sepanjang diatur dalam UU.
13. Terhadap putusan hakim TUN berlaku asas erga omnes, artinya bahwa putusan itu
tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga berlaku bagi pihak-
pihak lain yang terkait.
14. Dalam proses pemeriksaan dipersidangan berlaku asas auti et alteram partem yaitu
para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya sebelum hakim
membuat putusan.

5
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku I, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1993.

6
15. Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan atau bila tidak ada kepentingan
maka tidak boleh mengajukan gugatan.
16. Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materiil dengan tujuan m
nyeimbangkan kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
Selain Itu Karakteristik Hukum Acara Peradilan 6Tata Usaha Negara Atau
disebut Dengan PTUN Memiliki Beberapa Karakterisik yang Penting Dipahami:
a. Spesialisasi: Hukum Acara PTUN adalah cabang dari hukum acara yang
mengatur prosedur hukum yang spesifik untuk penyelesaian sengketa
administratif antara individu atau badan hukum dengan pemerintah atau
lembaga negara. Ini berbeda dengan hukum acara perdata atau pidana yang
memiliki ruang lingkup yang lebih luas.
b. Kewenangan: PTUN memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa-
sengketa yang timbul akibat tindakan atau keputusan administratif dari
pemerintah atau lembaga negara. Contoh sengketa yang bisa diproses di
PTUN meliputi keputusan tentang pemberian izin, kepegawaian, perizinan
usaha, dan berbagai keputusan administratif lainnya.
c. Upaya Hukum Administratif: Sebelum memasuki proses hukum di PTUN,
biasanya terdapat tahapan upaya hukum administratif yang harus dilewati
terlebih dahulu. Misalnya, pengajuan permohonan keberatan, banding, atau
gugatan administratif kepada lembaga atau instansi yang bersangkutan. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi pihak-pihak terkait untuk
menyelesaikan sengketa secara administratif sebelum masuk ke proses hukum
formal di PTUN.
d. Proses Buktinya: Hukum acara PTUN mengatur prosedur pengumpulan bukti
yang meliputi pengajuan dokumen, penyampaian keterangan saksi, dan
pendapat ahli yang relevan dengan sengketa administratif yang
dipersengketakan. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa keputusan
yang diambil oleh PTUN didasarkan pada bukti-bukti yang sah dan relevan.
e. Cepat dan Efisien: Salah satu tujuan utama dari hukum acara PTUN adalah
memberikan penyelesaian sengketa yang cepat dan efisien. Ini karena sengketa
administratif sering kali mempengaruhi kepentingan dan hak-hak individu atau
badan hukum dengan cepat.

6
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Cetakan Ketiga, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994.

7
7
Oleh karena itu, proses hukum di PTUN biasanya dirancang untuk
berlangsung dengan cepat dan memberikan keputusan yang akurat dan adil
dalam waktu yang wajar.
f. Pengaturan Sidang: Proses hukum di PTUN melibatkan pengaturan sidang
yang melibatkan kedua belah pihak yang bersengketa, yaitu pemohon dan
termohon. Sidang ini dipimpin oleh hakim PTUN yang bertugas. Selama
sidang, kedua belah pihak memiliki kesempatan untuk menyampaikan
argumen dan bukti mereka secara langsung.
g. Putusan: PTUN memiliki kewenangan untuk mengeluarkan putusan yang
bersifat final dan mengikat terkait dengan sengketa administratif yang
diajukan. Putusan PTUN dapat berupa membatalkan, mengubah, atau
mengonfirmasi keputusan administratif yang dipersengketakan. Putusan
tersebut harus memenuhi kriteria keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan
yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
h. Penegakan Putusan: Setelah dikeluarkan, putusan PTUN harus dipatuhi oleh
pihak yang bersengketa, yaitu pemerintah atau lembaga yang terlibat. Jika ada
ketidakpuasan terhadap putusan PTUN, pihak yang merasa dirugikan dapat
mengajukan upaya hukum lebih lanjut ke tingkat banding yang lebih tinggi,
seperti Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) atau Mahkamah
Agung, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB III
7
A. Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Presco, Bandung, 1994.

8
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum Acara Tata Usaha Negara (PTUN) memiliki beberapa karakteristik utama,
termasuk:
a. Kewenangan Khusus: PTUN memiliki kewenangan khusus untuk menangani
sengketa administrasi antara individu atau lembaga dengan pemerintah atau badan
administrasi negara.
b. Tujuan Penyelesaian Cepat: Prosedur dalam PTUN dirancang untuk memastikan
penyelesaian yang cepat dan efisien atas sengketa administrasi.
c. Keadilan Prosesual: Proses di PTUN harus mengikuti prinsip-prinsip keadilan
prosedural, termasuk hak untuk didengar, memberikan bukti, dan mengajukan
pembelaan.
d. Putusan yang Mengikat: Keputusan PTUN mengikat pihak yang terlibat dan harus
dilaksanakan oleh pihak yang berwenang.
e. Lembaga Independen: PTUN biasanya merupakan lembaga independen yang
berada di luar kekuasaan eksekutif dan yudikatif, untuk memastikan keadilan dan
keobjektifan dalam proses penyelesaian sengketa administrasi.
Kesimpulan tersebut mencakup karakteristik-karakteristik kunci yang membedakan
Hukum Acara PTUN dari hukum acara lainnya, serta pentingnya prosedur PTUN
dalam menyelesaikan sengketa administrasi.

DAFTAR PUSTAKA
9
A. Siti Soetami, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Presco, Bandung, 1994.
Soetami, A. Siti, 2007, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT Refika Aditama,
Bandung.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160 Dan Tambahan LembaranNegara
Republik Indonesia Nomor 5079)
Indroharto, (2000), Peradilan Tata Usaha Negara (Buku II), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku
I, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

10

Anda mungkin juga menyukai