Anda di halaman 1dari 15

SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Peradilan di Indonesia

Dosen Pengampu :

H. M. Imdadur Rohman, M.H.I

Disusun oleh :

1. Linda Farihatur Rohmah (C91219118)


2. Mohammad Soleh Husin (C91219127)
3. Wilda Rahmaningrum (C91219150)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberikan kemudahan


kepada kami dalam menyusun makalah yang kini berada dihadapan pembaca.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita Baginda
Rasulullah SAW. Yang telah memberikan teladan terbaik kepada kita untuk terus
menerapkan kehidupan dengan kesantunan budi pekerti (Ahlakul Karimah). Tak lupa
kami haturkan terima kasih atas masukan dari berbagai pihak sebagai salah satu
penunjang penyelesaian makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradilan di Indonesia
sekaligus sebagai penunjang pembaca dalam memahami materi perkuliahan
mengenai peradilan di Indonesia. Di dalamnya memuat tentang materi seputar sistem
peradilan yang ada di Indonesia.

Akan tetapi dalam penyusunannya, penulis menyadari bahwa makalah ini


masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca sebagai perbaikan di waktu yang akan datang.

Pada akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi mahasiswa


Ahwalus Syakhsiyyah. Hanya kepada Allah SWT, kita semua berharap agar kiranya
ilmu yang kita miliki bermanfaat bagi banyak pihak. Amin ya rabb al – ‘alamin.

Surabaya, 20 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTRA ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Kekuasaan Kehakiman 2
B. Peradilan Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman 4
C. Hubungan Badan-badan Peradilan dengan Mahkamah Agung,
Departemen kehakiman 7
BAB III PENUTUP 10
A. KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA iv

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem peradilan di suatu negara dipengaruhi oleh sistem hukum yang
dianut oleh negara tersebut. Sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum
(rechstaate), masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan Indonesia
mendasarkan setiap kegiatan dan kebijakan percampuran antara sistem hukum
di Eropa, hukum agama dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut
mengacu pada hukum Belanda.
Hal ini didasari fakta dan sejarah bahwa Indonesia merupakan bekas
wilayah jajahan Belanda. Begitupula hukum agama merupakan dari sistem
hukum di Indonesia dikarenakan sebagian besar yang memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia pada masa penjajahan dan
masyarakat Indonesia sekarang menganut agama Islam, karena itu hukum
Islam banyak diterapkan, terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Sementara itu hukum adat merupakan aturan-aturan masyarakat yang
dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara dan
diwariskan secara turun temurun.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Kekuasaan Kehakiman?
2. Bagaimana Peradilan itu Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman?
3. Bagaimana Hubungan Badan-badan Peradilan dengan Mahkamah Agung,
Departemen Kehakiman?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia


Sistem Peradilan Indonesia adalah suatu mekanisme dari keseluruhan
komponen peradilan nasional, pihak dalam proses peradilan, hierariki (urutan)
kelembagaan peradilan, serta komponen lain yang saling berkaitan.1Tujuan
sistem peradilan ialah mewujudkan keadilan hukum. Komponen prosedural
sistem peradilan Indonesia mencakup proses penyelidikan, penuntutan dan
pemeriksaan dalam sidang peradilan.
Tujuan penyelenggaraan peradilan nasional adalah menegakkan hukum
dan keadilan. Perihal penyelenggaraan peradilan di indonesia antara lain
diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang kemudian direvisi
menjadi UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Sehingga
dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman BAB 1 dalam
kententuan umum terdapat pasal 1 ayat (1) yaitu “kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.”.2
Dalam BAB 2 UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman
terdapat asas-asas dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia dimulai dari pasal
2 sampai pasal 17. Asas-asasnya sebagai berikut:

1
Muhammad Fikri Alfaruq dan Fajar Rahmat Hidayat, “Sistem Peradilan di Indonesia”, 2016, hal.
2
2
UU No. 48 tentang kekuasaan kehakiman.

5
1. Asas-asas dalam ruang lingkup peradilan Perdata
a. Asas “ Ius Curia Novit”
“Setiap hakim dianggap tahu akan hukumnya”, sehingga tidak ada alasan
bagi hakim untuk menolak suatu perkara yang diajutkan kepadanya
dengan dalih bahwa hakimnya tidak tahu hukumnya atau hukumnya
belum ada. (Pasal 10 ayat 1)
b. Asas peradilan cepat,(efisien) singkat (efektif) dan biaya ringan (tidak
memberatkan). (Dalam pasal 2 ayat 4)
c. “Asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan kepada pengacara.”
Tidak mengatur secara tegas bahwa untuk perkara di pengadilan harus
diwakilkan kepada seorang pengacara. (pasal 12 ayat 1)
d. Asas Nemo Judex Indeneus in Propria Causa.
Asas ini mengajarkan bahwa tidak seorang pun yang dapat menjadi
hakim dalam perkara sendiri. Dalam hukum acara perdata, asas ini
menekankan pada obyektifitas pada pemeriksaan perkara. Tentunya
asas ini ditunjukkan kepada hakim bahwa seorang hakim karena
jabatannya harus mengundurkaan diri dari kedudukannya dalam
memeriksa suatu perkara yang diajukan kepadanya bilamana ia
mempunyai kepentingan langsung terhadap tersebut atau mempunyai
hubungan keluarga yang dekat dengan salah satu pihak yang
berperkara. (pasal 17 ayat 3)
2. Asas-asas dalam ruang lingkup peradilan pidana
a. Perlakuan yang sama dimuka hukum, tanpa diskriminasi apapun.
(Dalam pasal 4 ayat 1)
b. Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi Hak
untuk memperoleh bantuan hukum.(pasal 9 ayat 3)
c. Hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan. (pasal 12 ayat 1)
d. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sedehana. (pasal
4 ayat 2)

6
e. Peradilan yang terbuka untuk umum. (pasal 13 ayat 1)
f. Pelanggaran atas hak-hak warga negara (penangkapan, penahanan,
pengeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang
dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis). (pasal 7)
g. Kewajiban pengadilan dan mengendalikan putusannya. (pasal 2 ayat 1)

Dalam pasal 18 UU No. 48 Tahun 2009 pelaku kekuasaan kehakiman


ialah Mahkamah Agung serta badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan
Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Mahkamah
Konstitusi.

B. Peradilan Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman


Dalam undang-undang nomor 48 tahun 2009 menyebutkan di dalam
pasal 1 yaitu3
1. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar negara republik
Indonesia tahun 1945, demi terselenggaranya negara hukum republik
Indonesia.
2. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang dasar negara republik Indonesia
tahun 1945.
3. 3Mahkamah konstitusi adalah pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dasar negara republik
Indonesia tahun 1945.
4. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945.

3
Aris Priyadi, “Politik Hukum Kekuasaan Kehakiman”. Journal article Cakrawala Hukum(2013),1.

7
5. Hakim adalah hakim pada mahkamah agung dan hakim pada badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha dan
hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan
peradilan tersebut.
Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, para Lembaga peradilan
memiliki peran masing-masing, antara lain :
a. Peradilan Umum,
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Pengadilan negeri berperan dalam
proses pemeriksaan, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan
perdata di tingkat pertama. Pengadilan tinggi berperan dalam
menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau
banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili di
tingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili
antara pengadilan negeri dalam daerah hukumnya. Pada saat ini,
pengadilan tinggi juga berwenang untuk menyelesaikan pada tingkat
pertama dan terakhir sengketa hasil pemilihan kepala daerah langsung
(Pilkada).4
b. Peradilan Agama
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilakukan oleh
pengadilan agama. Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3
Tahun 2006, pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang
beragama islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,
infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah.

4
Maolioka, “Peran Lembaga Peradilan Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman”, dalam
https://www.maolioka.com/2017/08/peran-lembaga-peradilan-sebagai.html, diakses pada 20
Oktober 2020.

8
c. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan tata usaha negara berperan dalam proses penyelesaian
sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Peradilan Militer
Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan
dalam lapangan hukum pidana, khususnya bagi pihak-pihak berikut:5
1) Anggota TNI
2) Seseorang yang menurut undang-undang dapat dipersamakan dengan
anggota TNI
3) Anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI
menurut undang-undang
Seseorang yang tidak termasuk ke dalam kategori 1), 2) dan 3), tetapi
menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ditetapkan
berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia harus
diadili oleh pengadilan militer.

d. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

5 Ibid, 2.

9
Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk hal-hal berikut.
1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannyadiberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3) Memutuskan pembubaran partai politik.
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
1) telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya;
2) telah melakukan perbuatan tercela; maupun
3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

C. Hubungan Badan-badan Peradilan dengan Mahkamah Agung,


Departemen Kehakiman
Sistem peradilan di Indonesia saat ini dilakukan dalam sistem peradilan
terpadu satu atap. Artinya, penyelenggaraan, pengelolaan dan pembinaan
peradilan dilakukan secara terpadu pada semua lingkungan peradilan dibawah
Mahkamah Agung Repubik Indonesia dalam UU Nomor 48 tahun 2009
disebutkan bahwa “kekuasaan kehakiman menurut Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia th 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungn peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan”6.

10
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar
dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
Dalam ketentun pasal 24 ayat (3), dapat membuka peluang akan adanya
badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dnegan kekuasaan kehakiman
dapat dikatergorikan sebagai lembaga negara yang memiliki constitutional
importance atau dinilai demikian pentingnya sehingga keberadaanya harus
disebutkan dalam UUD 1945. Departemen Hukum dan HAM yang
membawahi unsur lembaga permasyarakatan sebagai salah satu bagian dari
sistem peradilan pidana selain kepolisian, kejaksaan dan peradilan
(Mahkamah Agung).
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman pada tanggal 23
Maret 2004 telah ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004
tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi, dan Finansial di Lingkungan
Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama ke
Mahkamah Agung. Dengan penetapan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun
2004 pada tanggal 23 Maret 2004 maka organisasi, administrasi, dan finansial
di lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara di bawah
kekuasaan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, dan peradilan
agama di bawah kekuasaan Departemen Agama beralih menjadi berada di
bawah kekuasaan Mahkamah Agung.7

Abd.Halim Talli, “Sistem Pembinaan dan Pengawasan Hakim Pengadilan Agama Pasca Lahirnya
6

UU No.50 Tahun 2009”, Jurnal Al Hikmah Vol. XV Nomor 1/2014, 24, 2014.

11
BAB III

7
Hadi Supriyanto, “Pemisahan Fungsi Kekuasaan Eksekutif Dan Yudikatif”, Jurnal Legislasi
Indonesia - Volume 1 Nomor 1 Juli 2004, 7.

12
PENUTUP

Kesimpulan

Sistem Peradilan Indonesia adalah suatu mekanisme dari keseluruhan


komponen peradilan nasional, pihak dalam proses peradilan, hierariki (urutan)
kelembagaan peradilan, serta komponen lain yang saling berkaitan. Kekuasaan
kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia.

Kekuasaan kehakiman terdapat asas-asas dalam kekuasaan kehakiman di


Indonesia yaitu Asas-asas dalam ruang lingkup peradilan Perdata dan Asas-asas
dalam ruang lingkup peradilan pidana. Pelaksanaan peradilan dalam kekuasaan
kehakiman, Pengadilan negeri berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan dan
menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Pengadilan tinggi
berperan dalam menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau
banding. pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang beragama islam.
Peradilan tata usaha negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha
negara. Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan dalam
lapangan hukum pidana,

Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004 pada tanggal 23 Maret 2004 maka
organisasi, administrasi, dan finansial di lingkungan peradilan umum dan peradilan
tata usaha negara di bawah kekuasaan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia, dan peradilan agama di bawah kekuasaan Departemen Agama beralih
menjadi berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.

13
14
DAFTAR PUSTAKA

Aris Priyadi, “Politik Hukum Kekuasaan Kehakiman”. Journal article Cakrawala

Hukum(2013),1.

Abd.Halim Talli, “Sistem Pembinaan dan Pengawasan Hakim Pengadilan Agama

Pasca Lahirnya UU No.50 Tahun 2009”, Jurnal Al Hikmah Vol. XV Nomor 1/2014,

(2014), 24.

Maolioka, “Peran Lembaga Peradilan Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman”,

dalam https://www.maolioka.com/2017/08/peran-lembaga-peradilan-sebagai.html,

(20 Oktober 2020).

Muhammad Fikri Alfaruq, Fajar Rahmat Hidayat, “Sistem Peradilan di Indonesia”,

2016, hal. 2

UU No. 48 tentang kekuasaan kehakiman.

15

Anda mungkin juga menyukai