Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradilan di Indonesia
sekaligus sebagai penunjang pembaca dalam memahami materi perkuliahan
mengenai peradilan di Indonesia. Di dalamnya memuat tentang materi seputar sistem
peradilan yang ada di Indonesia.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTRA ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Kekuasaan Kehakiman 2
B. Peradilan Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman 4
C. Hubungan Badan-badan Peradilan dengan Mahkamah Agung,
Departemen kehakiman 7
BAB III PENUTUP 10
A. KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA iv
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem peradilan di suatu negara dipengaruhi oleh sistem hukum yang
dianut oleh negara tersebut. Sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum
(rechstaate), masyarakat dan para penyelenggara pemerintahan Indonesia
mendasarkan setiap kegiatan dan kebijakan percampuran antara sistem hukum
di Eropa, hukum agama dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut
mengacu pada hukum Belanda.
Hal ini didasari fakta dan sejarah bahwa Indonesia merupakan bekas
wilayah jajahan Belanda. Begitupula hukum agama merupakan dari sistem
hukum di Indonesia dikarenakan sebagian besar yang memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia pada masa penjajahan dan
masyarakat Indonesia sekarang menganut agama Islam, karena itu hukum
Islam banyak diterapkan, terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Sementara itu hukum adat merupakan aturan-aturan masyarakat yang
dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara dan
diwariskan secara turun temurun.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Kekuasaan Kehakiman?
2. Bagaimana Peradilan itu Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman?
3. Bagaimana Hubungan Badan-badan Peradilan dengan Mahkamah Agung,
Departemen Kehakiman?
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad Fikri Alfaruq dan Fajar Rahmat Hidayat, “Sistem Peradilan di Indonesia”, 2016, hal.
2
2
UU No. 48 tentang kekuasaan kehakiman.
5
1. Asas-asas dalam ruang lingkup peradilan Perdata
a. Asas “ Ius Curia Novit”
“Setiap hakim dianggap tahu akan hukumnya”, sehingga tidak ada alasan
bagi hakim untuk menolak suatu perkara yang diajutkan kepadanya
dengan dalih bahwa hakimnya tidak tahu hukumnya atau hukumnya
belum ada. (Pasal 10 ayat 1)
b. Asas peradilan cepat,(efisien) singkat (efektif) dan biaya ringan (tidak
memberatkan). (Dalam pasal 2 ayat 4)
c. “Asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan kepada pengacara.”
Tidak mengatur secara tegas bahwa untuk perkara di pengadilan harus
diwakilkan kepada seorang pengacara. (pasal 12 ayat 1)
d. Asas Nemo Judex Indeneus in Propria Causa.
Asas ini mengajarkan bahwa tidak seorang pun yang dapat menjadi
hakim dalam perkara sendiri. Dalam hukum acara perdata, asas ini
menekankan pada obyektifitas pada pemeriksaan perkara. Tentunya
asas ini ditunjukkan kepada hakim bahwa seorang hakim karena
jabatannya harus mengundurkaan diri dari kedudukannya dalam
memeriksa suatu perkara yang diajukan kepadanya bilamana ia
mempunyai kepentingan langsung terhadap tersebut atau mempunyai
hubungan keluarga yang dekat dengan salah satu pihak yang
berperkara. (pasal 17 ayat 3)
2. Asas-asas dalam ruang lingkup peradilan pidana
a. Perlakuan yang sama dimuka hukum, tanpa diskriminasi apapun.
(Dalam pasal 4 ayat 1)
b. Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi Hak
untuk memperoleh bantuan hukum.(pasal 9 ayat 3)
c. Hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan. (pasal 12 ayat 1)
d. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sedehana. (pasal
4 ayat 2)
6
e. Peradilan yang terbuka untuk umum. (pasal 13 ayat 1)
f. Pelanggaran atas hak-hak warga negara (penangkapan, penahanan,
pengeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang
dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis). (pasal 7)
g. Kewajiban pengadilan dan mengendalikan putusannya. (pasal 2 ayat 1)
3
Aris Priyadi, “Politik Hukum Kekuasaan Kehakiman”. Journal article Cakrawala Hukum(2013),1.
7
5. Hakim adalah hakim pada mahkamah agung dan hakim pada badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha dan
hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan
peradilan tersebut.
Dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, para Lembaga peradilan
memiliki peran masing-masing, antara lain :
a. Peradilan Umum,
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Pengadilan negeri berperan dalam
proses pemeriksaan, memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan
perdata di tingkat pertama. Pengadilan tinggi berperan dalam
menyelesaikan perkara pidana dan perdata pada tingkat kedua atau
banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili di
tingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili
antara pengadilan negeri dalam daerah hukumnya. Pada saat ini,
pengadilan tinggi juga berwenang untuk menyelesaikan pada tingkat
pertama dan terakhir sengketa hasil pemilihan kepala daerah langsung
(Pilkada).4
b. Peradilan Agama
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilakukan oleh
pengadilan agama. Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3
Tahun 2006, pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang
beragama islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,
infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah.
4
Maolioka, “Peran Lembaga Peradilan Sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman”, dalam
https://www.maolioka.com/2017/08/peran-lembaga-peradilan-sebagai.html, diakses pada 20
Oktober 2020.
8
c. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan tata usaha negara berperan dalam proses penyelesaian
sengketa tata usaha negara. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata
usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Peradilan Militer
Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan
dalam lapangan hukum pidana, khususnya bagi pihak-pihak berikut:5
1) Anggota TNI
2) Seseorang yang menurut undang-undang dapat dipersamakan dengan
anggota TNI
3) Anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI
menurut undang-undang
Seseorang yang tidak termasuk ke dalam kategori 1), 2) dan 3), tetapi
menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ditetapkan
berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia harus
diadili oleh pengadilan militer.
d. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
5 Ibid, 2.
9
Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk hal-hal berikut.
1) Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannyadiberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3) Memutuskan pembubaran partai politik.
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
1) telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya;
2) telah melakukan perbuatan tercela; maupun
3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
10
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar
dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
Dalam ketentun pasal 24 ayat (3), dapat membuka peluang akan adanya
badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dnegan kekuasaan kehakiman
dapat dikatergorikan sebagai lembaga negara yang memiliki constitutional
importance atau dinilai demikian pentingnya sehingga keberadaanya harus
disebutkan dalam UUD 1945. Departemen Hukum dan HAM yang
membawahi unsur lembaga permasyarakatan sebagai salah satu bagian dari
sistem peradilan pidana selain kepolisian, kejaksaan dan peradilan
(Mahkamah Agung).
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman pada tanggal 23
Maret 2004 telah ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004
tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi, dan Finansial di Lingkungan
Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama ke
Mahkamah Agung. Dengan penetapan Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun
2004 pada tanggal 23 Maret 2004 maka organisasi, administrasi, dan finansial
di lingkungan peradilan umum dan peradilan tata usaha negara di bawah
kekuasaan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, dan peradilan
agama di bawah kekuasaan Departemen Agama beralih menjadi berada di
bawah kekuasaan Mahkamah Agung.7
Abd.Halim Talli, “Sistem Pembinaan dan Pengawasan Hakim Pengadilan Agama Pasca Lahirnya
6
UU No.50 Tahun 2009”, Jurnal Al Hikmah Vol. XV Nomor 1/2014, 24, 2014.
11
BAB III
7
Hadi Supriyanto, “Pemisahan Fungsi Kekuasaan Eksekutif Dan Yudikatif”, Jurnal Legislasi
Indonesia - Volume 1 Nomor 1 Juli 2004, 7.
12
PENUTUP
Kesimpulan
Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2004 pada tanggal 23 Maret 2004 maka
organisasi, administrasi, dan finansial di lingkungan peradilan umum dan peradilan
tata usaha negara di bawah kekuasaan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia, dan peradilan agama di bawah kekuasaan Departemen Agama beralih
menjadi berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
13
14
DAFTAR PUSTAKA
Hukum(2013),1.
Pasca Lahirnya UU No.50 Tahun 2009”, Jurnal Al Hikmah Vol. XV Nomor 1/2014,
(2014), 24.
dalam https://www.maolioka.com/2017/08/peran-lembaga-peradilan-sebagai.html,
2016, hal. 2
15