Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Kewenangan Lemaga Peradilan di Indonesia

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata 1

Dosen Pengampu : M. Khoirur Rofiq, SHI., MSI

Disusun Oleh Kelompok :

Nandiful Hakim (2102056015)


Hana Dian Malasari (2102056016)
Izza Amalia Putri (2102056022)

PRODI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO 2023/2024


KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT atas semua limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kita
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kewenangan Lemaga Peradilan di
Indonesia”ini dengan baik dan selesai tepat waktu.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Khoirur Rofiq, SHI., MSI,
selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Acara Perdata I yang telah memberikan
kesempatan terhadap kami untuk melakukan penyusunan makalah ini. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya sebagai materi rujukan atau referensi kami dalam
penyusunan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat sebagai salah
satu rujukan atau pedoman bagi pembaca, menambah wawasan serta pengalaman dalam
kepenulisan. Sekalipun telah diusahakan sebaik mungkin, namun makalah ini tentunya masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca diharapkan bisa
untuk disampaikan demi perbaikan makalah ini.

Semarang, 15 Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
Latar belakang...................................................................................................................................1
Rumusan masalah.............................................................................................................................2
Tujuan...............................................................................................................................................2
Bab II.....................................................................................................................................................3
Pembahasan..........................................................................................................................................3
Dasar hukum susunan dan kekuasaan badan peradilan....................................................................3
Kewenangan absolut lemaga peradilan diindonesia.........................................................................4
Kewenangan relatif lembaga peradilan di Indonesia........................................................................5
Kewenangan khusus peradilan negeri (umum).................................................................................6
BAB III....................................................................................................................................................9
PENUTUP...............................................................................................................................................9
KESIMPULAN.....................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................ 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Konstitusi Indonesia menegaskan bahwa Indonesia adalah negara yang
1
berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
menyatakan dengan tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Kekuasaan
demikian lazim dikenal dengan sebutan kewenangan mengadili atau kompetensi.
Sedangkan pengadilan khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk
memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang diatur dalam undang-undang.
Badan-badan peradilan tersebut mempunyai kewenangan masing-masing dalam
menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan suatu perkara. Kompetensi
juga dapat disebut yuridiksi, yang di dalam lingkungan kekuasaan kehakiman berarti
kewenangan pengadilan untuk mengadili atau pengadilan yang berwenang mengadili
sengketa tertentu sesuai dengan ketentuan yang digariskan peraturan perundang
undangan.
Setiap badan Peradilan mempunyai kompetensi masing-masing yang telah diatur
dalam 207 perundang-undangan. Sehingga hal ini tidak akan menimbulkan
persinggungan kewenangan antar Peradilan, begitu pula Peradilan Umum dengan
Peradilan Agama yang seperti diketahui Peradilan Umum merupakan Peradilan yang
mengadili perkara-perkara Pidana dan Perdata yang diatur dalam Pasal 50 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah dirubah
dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas
UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, tidak akan
bersinggungan dengan Peradilan Agama yang mana kewenangan dalam Peradilan
Agama yang diatur dalam Pasal 49 UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
nanti akan disebut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama anatara orang-orang yang
Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar 1945.

1
beragama islam di bidang (a) perkawinan, (b) waris, (c) hibah, (d) wakaf, (e) zakat,(f)
2
wakaf, (g) infaq, (h)shadaqah, (i) ekonomi syariah”.
Rumusan masalah
Apa Dasar hukum pemagian kekuasaan kehakiman di indonesia ?
Apa Kewenangan absolut lembaga peradilan di indonesia ?
Apa Kewenangan relatif lembaga peradilan di indonesia ?
Apa Kewenangan Khusus peradilan negri (umum) ?
Tujuan
Untuk Mengetahui Dasar hukum pemagian kekuasaan kehakiman di indonesia.
Untuk Mengetahui Kewenangan absolut lemaga peradilan di indonesia.
Untuk mengetahui Kewenangan relatif lembaga peradilan di indonesia.
Untuk mengetahui Kewenangan Khusus peradilan negri (umum).

Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), hlm.

2
Bab II

Pembahasan

A. Dasar hukum susunan dan kekuasaan badan peradilan


Menurut Amandemen Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) UU No
14 Tahun 1970 sebagaimana diubah dengan UU No 35 Tahun 1999 dan sekarang
diganti dengan Pasal 2 jo Pasal 10 ayat (2) UU No 48 Tahun 2009, Kekuasaan
Kehakiman (Judicial Power) yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA)
dilakukan dan dilaksanakan oleh beberapa lingkungan peradilan yang terdiri dari :
Peradilan Umum
Peradilan Agama
Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara

Keempat lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung ini


merupakan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di bidang yudikatif.

Mengenai sistem pemisahan yurisdiksi dianggap masih relevan dan dasar-dasar


yang dikemukakan dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU No 14 Tahun 1970: 1.
Didasarkan pada lingkungan kewenangan 2. Masing-masing lingkungan memiliki
kewenangan mengadili tertentu atau diversity jurisdiction. 3. Kewenangan tertentu
tersebut, menciptakan terjadinya kewenangan absolut atau yurisdiksi absolut pada
masing-masing lingkungan sesuai dengan subject matter of jurisdiction. 4. Oleh
karena itu, masing-masing lingkungan hanya berwenang mengadili sebatas kasus
yang dilimpahkan undang-undang kepadanya

Kewenangan masing-masing lingkungan adalah sebagai berikut :

a). Peradilan umum sebagaimana digariskan Pasal 50 dan Pasal 51 UU No 2 Tahun


1986 sebagaimana diubah dengan UU No 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum,
hanya berwenang mengadili perkara :

Pidana (pidana umum dan khusus) dan

Perdata (perdata umum dan niaga)

3
b). Peradilan agama berdasarkan Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah
dengan UU No 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, hanya berwenang mengadili
perkara bagi rakyat yang beragama Islam mengenai :

1) Perkawinan
2) Kewarisan (meliputi wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam)
3) Waqaf dan shadaqah.

c). Peradilan Tata Usaha Negara, menurut Pasal 47 UU No 5 Tahun 1986


sebagaimana diubah dengan UU No 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan TUN,
kewenangannya terbatas dan tertentu untuk mengadili sengketa Tata Usaha Negara.
d). Peradilan Militer, sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU No 31 Tahun 1997, hanya
berwenang mengadili perkara pidana yang terdakwanya terdiri dari Prajurit TNI
berdasarkan pangkat tertentu.

Selain pengadilan Negara yang berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman


yang digariskan Amandemen Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 2 Jo Pasal 10
ayat (2) UU No 4 Tahun 2004, terdapat juga sistem penyelesaian sengketa
berdasarkan yurisdiksi khusus yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-
undangan. Sistem dan badan yang bertindak melakukan penyelesaian itu, disebut
peradilan semu atau extra judicial.

B. Kewenangan absolut lemaga peradilan diindonesia


Tugas pokok dari pada pengadilan, yang menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman adalah untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan
setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Kekuasaan Pengadilan Negeri dalam perkara perdata meliputi semua sengketa
tentang hak milik atau hak-hak yang timbul karenanya atau hak-hak keperdataan
lainnya (Pasal 2 ayat 1 RO), kecuali apabila dalam undang-undang ditetapkan
pengadilan lain untuk memeriksa dan memutusnya, misalnya perkara perceraian bagi
mereka yang beragama Islam menjadi wewenang Pengadilan Agama (Pasal 12 PP
9/1975 jo UU No 1/1974 Tentang Perkawinan).
Wewenang Pengadilan Negri disebut wewenang mutlak atau kompetensi absolut.
Kompetensi mutlak (wewenang absolut) adalah kewenangan badan peradilan
dalam memeriksa dan mengadili mengenai perkara tertentu yang secara mutlak tidak
dapat diperiksa oleh badan peradilan lainnya, baik dalam lingkungan peradilan yang

4
sama maupun berbeda. Kewenangan mutlak adalah wewenang badan pengadilan
dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh
badan pengadilan lain, baik dalam lingkungan pengadilan yang sama (pengadilan
negeri dengan pengadilan tinggi) maupun dalam lingkungan peradilan yang lain
(pengadilan negeri dengan pengadilan agama). Wewenang mutlak ini disebut juga
atribusi kekuasaan kehakiman. Putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan terhadap
suatu perkara yang secara mutlak tidak berwenang memeriksa dan mengadilinya
adalah batal demi hukum.
Peradilan agama merupakan bagian kegiatan pemerintah dalam rangka
menegakkan keadilan. Bila dalam suatu masyarakat tidak terdapat peradilan, maka
3
masyarakat itu akan menjadi kacau balau. Namun eksistensi peradilan agama
termarginalkan dalam waktu yang cukup panjang hingga masa kemerdekaan. Setelah
Indonesia merdeka, negara Republik Indonesia berkewajiban untuk membentuk
hukum nasional, dan Hukum Islam telah dijadikan sumber bahan baku dalam
penyusunan hukum nasional Indonesia meski harus diakui problem dan kendalanya
yang tak pernah usai.

C. Kewenangan relatif lembaga peradilan di Indonesia


Dalam hukum acara perdata dikenal 2 (dua) macam kompetensi, yaitu
kompetensi relatif dan kompetensi absolute. Kompetensi relatif berkaitan dengan
kewenangan mengadili berdasarkan pada pembagian daerah hukum (yuridiksi) untuk
Pengadilan Negeri daerah hukumnya meliputi daerah tingkat kabupaten/kota di
tempat pengadilan negeri itu berada. Kompetensi relatif mengatur pembagian
kekuasaan mengadili antar pengadilan yang serupa, tergantung pada tempat tinggal
tergugat. Dalam pasal 118 HIR diatur mengenai kekuasaan relatif, asasnya adalah
yang berwenang adalah pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya meliputi
tempat tinggal tergugat. Asas ini dikenal pula dengan sebutan acta sequitur forum rei.
Terhadap asas actor sequitur forum rei, terdapat beberapa pengecualian, sebagaimana
diatur dalam pasal 118 HIR itu sendiri.
Gugatan diajukan pada pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya meliputi

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana Media Group, 2005),
hlm. 5.

5
tempat kediaman tergugat, apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui. b.
Apabila tergugat terdiri atas dua orang atau lebih, gugatan dijatuhkan pada
tempat tinggal salah seorang dari para tergugat, terserah pilihan dari
penggugat. Jadi, penggugat yang menentukan di mana ia akan mengajukan
gugatannya.
Akan tetapi, apabila pihak tergugat ada dua orang, yaitu yang seorang, misalnya
yang berutang dan yang lain penjaminnya, maka gugatan harus diajukan
kepada pengadilan negeri pihak yang berutang. Sehubungan dengan hal ini
perlu bahwa secara analogis dengan ketentuan yang termuat dalam pasal 118
(2) bagian akhir ini apabila tempat tinggal tergugat dan turut tergugat berbeda,
gugatan harus dijatuhkan di tempat tinggal tergugat.
Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tidak dikenal, gugatan
diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
tempat tinggal penggugat atau salah seorang dari penggugat.
Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tidak dikenaldan gugatan
salah mengenai barang tetap, maka dapat juga diajukan kepada ketua
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi di mana barang tetap itu
terletak.
Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan dapat
diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi
4
temp tinggal yang dipilih dalam akta tersebut.

D. Kewenangan khusus peradilan negeri (umum)


Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah
Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
pada umumnya. Peradilan umum meliputi:
Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum
meliputi wilayah provinsi.
Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah
hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan khusus lainnya
spesialisasi, misalnya : Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi, Pengadilan Pajak,

Bambang Sugeng Sujayadi, Hukum Acara Perdata & Litigasi Perkara Perifata, Prenada Media Group.
Jakarta, 2009, hal 25

6
Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak.
Peradilan Umum berwenang memeriksa atau menyidangkan baik kasus pidana
maupun kasus perdata dan termasuk kasus yang menyangkut masalah hubungan
keluarga yaitu perceraian, kecuali jika para pihak yang akan cerai itu beragama Islam,
maka harus disidangkan oleh Peradilan Agama.
Perkara-perkara yang menjadi wewenang badan peradilan umum untuk
memeriksanya ialah perkara-perkara yang bersifat umum, dalam arti :
a. Umum orang-orangnya, dalam arti orang yang berpekara itu bukanlah orangorang
yang tatacara pengadilanya harus dilakukan oleh suatu peradilan yang
khusus. (Orang yang tata cara pengadilan dirinya harus dilakukan oleh
badan peradilan yang khusus atau tersendiri misalnya militer, yang bersalah
harus ditangani oleh badan peradilan militer).
b. Umum masalah atau kasusnya, dalam arti bukanlah perkara yang
menurut bidangnya memerlukan penanganan yang khusus oleh suatu badan
peradilan tersendiri di luar badan peradilan umum.

1. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan yang sehari-harinya
memeriksa dan memutuskan perkara pidana dan perdata. Pengadilan negeri
berkedudukan di ibu kota daerah kabupaten/kota. Daerah hukumnya juga
meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan negeri bertugas adalah
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di
tingkat pertama, serta dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan
nasihat tentang hukum kepada instansi pemerintah didaerahnya apabila
diminta.
Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang, memeriksa, mengadili,
memutuskan dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
pertama (Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986).
2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat kedua atau banding yang
mengadili perkara perdata dan perkara pidana, di mana perkara telah diputus
sebelumnya oleh pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama.
Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang dengan
daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri
7
atasPimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT), Hakim
5
Tinggi, Panitera,Sekretaris dan Staf.
Pengadilan Tinggi mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana
disebutkan dalam undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan
kedua atas undang-undang Nomor 2 Tahun 1906 Tantang Paradilan umum
dalam pasal 51 menyatakan: Pengadilan Tinggi bertugas den berwenang
mengadili perkera pidana dan perkara perdata di Tingkat Banding, Pengadilan
Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat Pertama dan
terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pergadilan Negeri di daerah
hukumnya, Memberikan keterangan, pertimbangan, dan nasihat tentang
6
hukum kepada instansi pemerintah di daerahnya apabila di minta.

Hukum online, Perbedaan Peradilan dan Pengadilan Tahun


2014,http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt548d38322cdf2/perbedaan-peradilan-denganpengadila,
diunduh pada Kamis 31 Maret 2016, pukul 04:54 Wib
A. Ridwan Halim, Op.cit, hlm.2-3

8
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Menurut Amandemen Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) UU No 14
Tahun 1970 sebagaimana diubah dengan UU No 35 Tahun 1999 dan sekarang diganti dengan
Pasal 2 jo Pasal 10 ayat (2) UU No 48 Tahun 2009, Kekuasaan Kehakiman (Judicial Power)
yang berada di bawah Mahkamah Agung (MA) dilakukan dan dilaksanakan oleh beberapa
lingkungan peradilan yang terdiri dari :

Peradilan Umum
Peradilan Agama
Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara

Kewenangan mutlak adalah wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara
tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, baik dalam
lingkungan pengadilan yang sama (pengadilan negeri dengan pengadilan tinggi) maupun
dalam lingkungan peradilan yang lain (pengadilan negeri dengan pengadilan agama).

Kompetensi relatif berkaitan dengan kewenangan mengadili berdasarkan pada


pembagian daerah hukum (yuridiksi) untuk Pengadilan Negeri daerah hukumnya meliputi
daerah tingkat kabupaten/kota di tempat pengadilan negeri itu berada.

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang


menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Peradilan
umum meliputi:

Pengadilan Tinggi,

Pengadilan Negeri

9
DAFTAR PUSTAKA

Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama & Mahkamah Syariah, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2017).

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta:


Kencana Media Group, 2005),

Bambang Sugeng Sujayadi, Hukum Acara Perdata & Litigasi Perkara Perifata, Prenada
Media Group. Jakarta, 2009

10

Anda mungkin juga menyukai