MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara
Dosen Pengampu Sukis Jiwantomo SH.MH
Disusun Oleh :
NAILA ROCHA (2120010)
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillah puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena berkat ridho dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mahkamah Agung” tanpa
ada suatu halangan.
Sholawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW, yang selalu
dinanti-nantikan safaatnya di hari akhir.
Dalam penyusunan makalah ini banyak bantuan yang penulis terima. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan, mendapatkan balasan dari Allah
Subhanallahu wa Ta’ala.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran masih penulis
harapkan untuk perbaikan selanjutnya.
Wassalamualaikum wr.wb.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketentuan yang menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal
24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.Eksistensi Mahkamah Agung ditetapkan
setelah diundangkannya Undang-Undang No. 7 tahun 1947 tentang susunan
kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada
tanggal 3 Maret 1947.Undang-Undang No. 7 tahun 1947 kemudian diganti dengan
Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 menyebutkan
Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan tertinggi. Undang-Undng No. 14
tahun 1970 tentang "Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17
Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah
Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai
badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari
Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang
masing-masing terdiri dari:
1. Peradilan Umum;
2. Pemdilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peadilan Tata Usaha Negara.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Mahkamah Agung?
2. Bagaimana Kedudukan Mahkamah Agung?
3. Jelaskan Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung?
4. Jelaskan Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Mahkamah Agung.
2. Mengetahui Kedudukan Mahkamah Agung.
3. Mengetahui Wewenang dan Fungsi Mahkamah Agung.
4. Mengetahui Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Fungsi Peradilan
- Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan
hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua
hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara
adil, tepat dan benar.
- Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung
berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.
1. Semua sengketa tentang kewenangan mengadili. permohonan
peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang
Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985).
2. Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang.
3. Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan
Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985).
Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu
wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah
Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya
(materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi
(Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
b. Fungsi Pengawasan
- Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan
wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
- Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
1. Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan
perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam
hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan.
2. Setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta
memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa
mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah
Agung Nomor 14 Tahun 1985).
3. Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut
peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun
1985).
c. Fungsi Mengatur
- Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum
cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai
pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-
undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
- Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana
dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-
undang.
d. Fungsi Nasehat
- Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-
pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain
(Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-
undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan
Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1),
Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan
kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun
demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi
sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
pelaksanaannya.
- Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi
petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka
pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-
undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
e. Fungsi Administratif
- Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10
Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris,
administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah
Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-
undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan
Mahkamah Agung.
- Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab,
susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang
No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
D. Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Agung
1. Pengangkatan Hakim Agung
Terdapat beberapa perbedaan antara pengangkatan Hakim Agung sebelum
reformasi, dan setelah reformas, dengan amandemen UUD 1945.Pada masa
Orde Lama proses pengangkatan (rekrutmen) Hakim Agung melibatkan ketiga
lembaga tinggi negara yaitu eksekutif (Presiden) dan Menteri Kehakiman,
yudikatif (MA) dan legislatif (DPR). Aturan ini khusus ditetapkan bagi
pemilihan Hakim Agung, sedangkan dalam pemilihan hakim biasa hanya
melibatkan pihak yudikatif dan eksekutif. Dalam Pasal 4-11 Ayat (2) KRIS
ditetapkan bahwa Ketua, Wakil Ketua dan hakim Mahkamah Agung diangkat
oleh Presiden atas anjuran DPR dari sekurang-kurangnya 2 (dua) calon bagi tiap-
tiap pengangkatan. Pengangkatan (pemilihan) Hakim Agung pada masa Orde
Lama meski melibatkan lembaga negara lainnya yakni DPR, namun keputusan
akhir tetaplah berada di tangan eksekutif (Presiden).
Salah satu penyimpangan dan politisasi dalam pemilihan Hakim Agung yang
sekaligus memperlihatkan begitu berkuasanya eksekutif (Kepala Negara) saat itu
adalah dengan diangkat dan ditetapkannya Ketua MA sebagai penasehat hukum
Presiden dengan pangkat Menteri berdasarkan Per. Pres. 4/1962, LN 38).
Meskipun Ketua MA pada saat itu berkilah bahwa ia tidak akan menjadi pejabat
eksekutif dan menjadi alat dari pemerintah, Namun secara birokrasi MA telah
kehilangan kebebasannya dan kemandiriannya dan sangat dimungkinkan
pengaruh dari eksekutif.
Pada masa Orde baru, proses rekrutmen hakim agung diawali dengan
diadakanya forum yang melibatkan Mahkamah Agung dan pemerintah yang
biasanya dikenal dengan sebutan Forum Mahkamah Angung dan Departemen
(MahDep). MahDep merupakan forum yang digunakan sebagai ajang konsultasi
antara Mahkamah Agung dab Depatrtemen dalam membicarakan daftar kandidat
hakim agung yang akan diajukan ke Mahkamah Agung da Pemerintah ke Dewan
Perwakilan Rakyat. Biasanya Mahkamah Angung berinisiatif memberikan
nama-nama calon hakim agung ke Departemen terlebih dahulu.
Ketua Mahkamah Agung biasanya melakukan konsultasi dengan pimpinan
Mahkamah Agung sebelum mengajukan proposal nama ke Departemen. Namun
dalam praktiknya Ketua Mahkamah Agung seringkali memegang kontrol yang
dominan dalam menentukan nama-nama calon yang dimasukkan dalam
proposal.
Selanjutnya, nama-nama calon dipresentasikan dalam MahDep. Pada saat
presentasi, biasanya Departemen mengusulkan beberapa perubahan, misalya
dengan memasukkan nama-nama dari militer maupun kejaksaan. Setelah usulan
nama-nama kandidat hakim agung dibahas, kemudian nama-nama tersebut
diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat yang kemudian diangkat sebagai
hakim agung oleh presiden.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran MahDep dalam
rekruitmen hakim agung jauh lebih signifikan apabila dibandingkan dengan
peran Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini terkait denga lemahnya posisi Dewan
Perwakilan Rakyat. Dibandingkan dengan kekuasaan pemerintah (eksekutif).
Setelah tahun 1998, terjadi reformasi, kata “reformasi” tiba-tiba menjadi
hangat dibicarakan. “Reformasi ekonomi”, “reformasi struktural”, dan
“reformasi politik” menjadi bahan diskursus berbagai kalangan, baik kalangan
pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), kampus, hingga rakyat jelata.
Pada intinya, semua pihak mendambakan reformasi yang segera agar dapat
keluar dari himpitan krisis ekonomi pada saat itu dan diantaranya reformasi
dalam bidang hukum. Menurut Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia,
bentuk-bentuk reformasi hukum dikelompokkan menjadi 7 (tujuh), yaitu:
1. Kajian dan forum ilmiah;
2. Perancangan peraturan;
3. Implementasi peraturan;
4. Pelatihan hokum
5. Advokasi dan kesadaran masyarakat;
6. Lembaga hukum; dan
7. Penyusunan rencana.
Dalam hal Hakim yang merangkap sebagai pengusaha antara lain Hakim yang
merangkap sebagai direktur perusahaan, menjadi pemegang saham perseroan
atau mengadakan usaha perdagangan lain.
Di dalam pasal 23 ayat (1) UUKY ditegaskan mengenai usul penjatuhan sanksi
yang dapat diberikan Komisi Yudisial kepada hakim sesuai dengan tingkat
pelanggarannya, yaitu:
a. Teguran tertulis;
b. Pemberhentian sementara; atau
c. Pemberhentian.
Manakala hakim akan diperiksa Komisi Yudisial, maka pasal 22 ayat (4)
menegaskan: “Badan peradilan dan hakim wajib memberikan keterangan atau
data yang diminta Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan terhadap perilaku
hakim dalam jangka waktu paling lambat 14 hari terhitung sejak tanggal
permintaan Komisi Yudisial diterima.
Yang dimaksud dengan hakim dalam ketentuan ini termasuk hakim pelapor,
hakim terlapor, atau hakim lain yang terkait. Sedangkan yang dimaksud dengan
keterangan itu dapat diberikan secara lisan dan/atau tertulis” (penjelasan pasal
22 ayat 4).
Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban tersebut,
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan penetapan
berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan
keterangan atau data yang diminta (Pasal 22 ayat 5).
Apabila badan peradilan atau hakim telah diberikan peringatan atau paksaan
tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya, maka pimpinan badan peradilan
atau hakim yang bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
perundangundangan dibidang kepegawaian (pasal 22 ayat 6). Semua keterangan
dan data ini bersifat rahasia (pasal 22 ayat 7). Sedangkan mengenai ketentuan
tata cara pelaksanaan tugas sebagai mana dimaksud pada pasal 22 ayat (1) di atur
oleh Komisi Yudisial.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wewenang Mahkamah Agung sangat banyak,tidak hanya mengadili pada
tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan
di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali
undang-undang menentukan lain,menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang; dan kewenangan lainnya yang diberikan
undang-undang.seperti yang tercantum pada pasal 20 UU no 48 tahun 2009 ayat 2
tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi juga meliputi Mahkamah Agung dapat dapat
memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga
negara dan lembaga pemerintahan dan terhadap putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat
mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal
atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang, Pimpinan Mahkamah
Agung bersama pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat bisa menjadi saksi
pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden apabila Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat terdapat suatu hal yang
bersifat memaksa atau keadaan lain yang membuat Majelis Permusyawaratan
Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak bisa menyelenggarakan sidang,
Mahkamah Agung bisa memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal
Pemberian Grasi dan RehabilitasiMahkamah Agung berhak untuk mengajukan 3
orang Hakim Konstitusi dan Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan
peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.
B. Saran
Mengenai Perekrutan Hakim Agung, perlu diatur bahwa seluruh hakim baik hakim
agung maupun hakim konstitusi, pengusulannya harus diusulkan oleh KY. Dengan
demikian seluruh hakim akan diawasi oleh pengawas eksternal yaitu KY. MA
maupun MK tidak perlu membentuk majelis kehormatan yang bertugas mengawasi
perilaku hakim, yang anggotanya diambil dari lingkungan hakim itu sendiri.
Dengan kata lain, ke depan tugas mengawasi hakim cukup diserahkan ke KY baik
hakim , Hakim Agung Maupun Hakim Kostitusi. Hasil pengawasan KY
direkomendasikan kepada ketua MA maupun MK untuk ditindaklanjuti. Dewan
kehormatan di MA maupun MK bersifat ad hoc saja, dan mereka ada dan bertindak
setelah rekomendasi KY.
DAFTAR PUSTAKA