Anda di halaman 1dari 25

PENDIDIKAN LATIHAN

KEMAHIRAN HUKUM (PLKH)


OLEH
IRIANTO PRIJATNA UTAMA, S.H, M.Hum
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman sudah beberapa kali mengalami
perubahan, yakni:
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang- Undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

1
Sumber-sumber Hukum dalam Mata Kuliah PLKH:

Meliputi semua sumber-sumber hukum acara dalam beracara di semua lingkungan peradilan, Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Sumber-sumber hukum dimaksud diatas dapat dikualifikasi sbb:
- H.I.R. (Het Herziene Indonesich Reglement), untuk Jawa dan Madura;
- R.b.g. untuk luar Jawa dan Madura;
- B.W. (Bergerlijk Wetbook);
- UU no. 48 th 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
- UU no. 1 th. 1974 tentang Perkawinan dan PP no. 9 th. 1975;
- UU no. 49 th. 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU no. 2 th 1986 tentang Peradilan Umum;
- UU no. 8 th. 2004 tentang Perubahan atas UU no. 2 th 1986 tentang Peradilan Umum;
- UU no. 5 th 2004 tentang Perubahan atas UU no. 14 th. 1985 tentang Mahkamah Agung;
- UU no. 51 th. 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
- UU no. 50 th. 2009 tentang Peradilan Agama;
- UU no. 31 th 1997 tentang Peradilan Militer;
- Yurisprudensi;
- Surat Edaran Mahkamah Agung;
- Pendapat Para Ahli Hukum;
- Sumber-sumber hukum lain;

2
Kekuasaan Kehakiman diamanatkan didalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) didalam Pasal 24 dan 25. Berdasarkan
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Kekuasaan Kehakiman
dinyatakan bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Kekuasaan Kehakiman berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dilakukan


oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Hal serupa juga dinyatakan di dalam Pasal 18 UU
Kekuasaan Kehakiman.

3
4
Komisi Yudisial diatur lebih lanjut didalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY). Berdasarkan Pasal
24B UUD 1945 dinyatakan bahwa Komisi Yudisial bersifat
mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim. Berdasarkan Pasal 40 UU
Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
martabat, serta perilaku hakim dilakukan pengawasan
eksternal oleh Komisi Yudisial, Dalam melakukan
pengawasan tersebut, Komisi Yudisial mempunyai tugas
melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim
berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. 5
Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut didalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU
MK). Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untukmenguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum. Hal tersebut juga disebutkan dalam
Pasal 29 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman. Selain kewenangan
tersebut, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 29 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman dan
Pasal 24C ayat (2) UUD 1945.
6
Mahkamah Agung diatur lebih lanjut didalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung (UU MA), dimana sebelumnya diatur didalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Berdasarkan Pasal 24A UUD 1945 dinyatakan bahwa Mahkamah
Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya
yang diberikan oleh undang-undang. Mahkamah Agung
mempunyai struktur organisasi sebagai berikut:

7
8
9
 FUNGSI PERADILAN
• Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan
kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui
putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-
undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
• Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang
memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir.
- semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
- permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29, 30, 33 dan 34 Undang - undang
Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985).
- semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya
oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku ( Pasal 33
dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985 ).
• Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang
tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan
dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).

10
 FUNGSI PENGAWASAN

• Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya


peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang
dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar
dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
• Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
o terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan
perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman,
yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili dan
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan
meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan
teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk
yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
o Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang
menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung
Nomor 14 Tahun 1985). 11
 FUNGSI MENGATUR

 Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang


diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila
terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalamUndang-undang
tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun
1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).

 Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana


dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur
Undang-undang.

12
 FUNGSI NASEHAT

 Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-


pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal
37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung
memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka
pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung
No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar
Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan
untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain
grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan
hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-
undangan yang mengatur pelaksanaannya.

 Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk


kepada pengadilan disemua lingkungan peradilan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung).
13
 FUNGSI ADMINISTRATIF

 Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama,


Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara)
sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14
Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial
sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang
bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang
Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan
Mahkamah Agung.

 Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung


jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan
Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

14
 FUNGSI LAIN-LAIN

Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta


menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2
ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-
undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan
kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

15
TUGAS DAN FUNGSI PENGADILAN

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun


2004 jo. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum

Pasal 50 dimana dinyatakan bahwa Pengadilan Negeri bertugas dan


berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan
perkara perdata di tingkat pertama, sedangkan didalam Pasal 51 ayat (1)
dinyatakan kekuasaan dari pada Pengadilan Tinggi yakni Pengadilan Tinggi
bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di
tingkat banding, serta ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Tinggi juga
bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.

16
Tugas Pokok Pengadilan adalah menerima, memeriksa, memutus
dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya oleh para
pencari keadilan, sebagaimana yang ditentukan didalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 jo.
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum beserta
Penjelasannya. Hal tersebut dinyatakan didalam Pasal 50 dimana
dinyatakan bahwa Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di
tingkat pertama, sedangkan didalam Pasal 51 ayat (1) dinyatakan
kekuasaan dari pada Pengadilan Tinggi yakni Pengadilan Tinggi bertugas
dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
banding, serta ayat (2) dinyatakan bahwa Pengadilan Tinggi juga bertugas
dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.

17
TUGAS DAN FUNGSI PENGADILAN
Fungsi daripada pengadilan itu sendiri adalah sebagai berikut:
• Fungsi Mengadili (Judicial Power)
• Fungsi untuk memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang menjadi
kewenangannya dan diwilayah hukumnya
• Fungsi Pembinaan
• Fungsi untuk melakukan pembinaan, baik menyangkut tekhnis yustisial maupun
tekhnis administrasi peradilan maupun administrasi umum secara berkala
ataupun dalam waktu-waktu yang dipandang perlu.
• Fungsi Pengawasan
• Fungsi untuk melakukan pengawasan pelaksanaan tugas secara menyeluruh
kepada seluruh jajaran Pengadilan Negeri yang ada diwilayah hukumnya, baik
secara reguler maupun untuk waktu-waktu yang diperlukan untuk dijadikan
bahan evaluasi atas kinerja masing-masing Pengadilan Negeri bersangkutan
(Pengadilan Tinggi), serta fungsi pengawasan internal dalam pelaksanaan tugas-
tugasnya (Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri);
• Fungsi Administratif
• Fungsi untuk menyelenggarakan administrasi umum, Keuangan dan
Kepegawaian serta lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas pokok Teknis
Peradilan dan Administrasi Peradilan
18
Pengadilan, sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman, adalah salah
satu unsur penting dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum (​
rechtsstaat​). Hanya pengadilan yang memenuhi kriteria mandiri
(independen), netral (tidak berpihak), dan kompeten yang dapat
menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Oleh karena itu, posisi hakim
sebagai aktor utama lembaga peradilan menjadi amat vital, terlebih lagi
mengingat segala kewenangan yang dimilikinya. Melalui putusannya,
hakim dapat mengubah, mengalihkan, atau bahkan mencabut hak dan
kebebasan warga negara, dan semua itu dilakukan dalam rangka
menegakkan hukum dan keadilan. Besarnya kewenangan dan tingginya
tanggung jawab hakim ditunjukkan melalui putusan pengadilan yang
selalu diucapkan dengan irah-irah "Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa". Hal ini menegaskan bahwa kewajiban
menegakkan keadilan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada
sesama manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.

19
Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten, transparan,
akuntabel dan berwibawa, yang mampu menegakkan wibawa hukum,
pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan merupakan ​conditio sine qua
non atau persyaratan mutlak dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum.
Pengadilan sebagai pilar utama dalam penegakan hukum dan keadilan serta
proses pembangunan peradaban bangsa. Tegaknya hukum dan keadilan serta
penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya
martabat dan integritas Negara. Dan hakim sebagai aktor utama atau figure
sentral dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk mengasah kepekaan
nurani, memelihara integritas, kecerdasan moral dan meningkatkan
profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat banyak.

Wewenang dan tugas hakim yang sangat besar itu menuntut tanggungjawab
yang tinggi, sehingga putusan pengadilan yang diucapkan dengan irah-irah “Demi
Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menunjukkan kewajiban
menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan itu wajib dipertanggungjawabkan
secara horizontal kepada semua manusia, dan secara vertikal
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

20
BEBERAPA PENGADILAN YANG BERADA DI BAWAH PERADILAN UMUM:

PERADILAN UMUM

PENGADILAN NEGERI

Pengadilan Pengadilan
Pengadilan Pengadilan Pengadilan Pengadilan
Hubungan Tindak Pidana
Niaga Perikanan Tipikor HAM
Industrial (PHI) Terorisme

21
Penyelesaian Perkara/Sengketa
Penyelesaian suatu perkara perdata dapat dilakukan dengan cara LITIGASI
atau NON LITIGASI.
-Litigasi merupakan penyelesaian perkara melalui lembaga peradilan
dengan cara mengajukan gugatan atau permohonan kepada pengadilan
yang berwenang.
-Sedangkan Non Litigasi adalah penyelesaian perkara diluar lembaga
peradilan dengan cara melalui lembaga MEDIASI atau ARBITRASE.

23
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
-Hakim bersifat menunggu (nemo judex sine actore)
Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili tuntutan hak/perkara yang
diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas.
-Hakim pasif, ruang lingkup atau luas pokok perkara ditentukan oleh para pihak; hakim wajib
mengadili seluruh gugatan dan dilarang memutus lebih dari yang dituntut.
-Sifat terbukanya persidangan, tujuannya memberi perlindungan HAM, menjamin obyektifitas
dan pemeriksaan yang fair. Tidak sah suatu putusan yang dibacakan dalam sidang yang tidak
terbuka untuk umum.
-Mendengar kedua belah pihak, kedua pihak berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta
kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapatnya masing-masing.
-Putusan harus disertai alasan-alasan, dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim atas
putusannya kepada masyarakat sehingga bersifat obyektif.
-Beracara dikenakan biaya, namun bagi yang tidak mampu dapat mengajukan perkara secara
cuma-cuma(prodeo) dengan keterangan camat dia tinggal.
-Tidak ada keharusan mewakilkan, hal ini ada kelebihan dan kekurangannya bagi hakim yang
memeriksa. Gugatan secara lisan tidak berlaku bagi kuasa.

24
TERIMA KASIH
WA’ASSALAMUALAIKUM WR.WB

Anda mungkin juga menyukai