Anda di halaman 1dari 3

MK

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (disingkat MKRI) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Agung.
Kewajiban dan Kewenangan
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain
Mahkamah Agung. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga
peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi
kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai
dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945;
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus
pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Tugas dan wewenang tersebut juga tertera dalam Pasal 7B ayat (1) UUD NRI, yaitu MK bertugas memeriksa,
mengadili, dan memutuskan pendapat DPR terkait pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Struktur
1. Pimpinan, Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun.
2. Hakim, Para hakim menjalankan wewenang Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman. Jabatan Hakim Konstitusi berjumlah sembilan orang dan merupakan Pejabat Negara yang ditetapkan
oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah lima tahun, dan
dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya.
3. Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi mempunyai tugas melaksanakan dukungan administrasi umum kepada
para hakim konstitusi. Sekretariat Jenderal dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.
4. Kepaniteraan
Kepaniteraan MK memiliki tugas pokok memberikan dukungan di bidang administrasi justisial. Susunan
organisasi kepaniteraan MK terdiri dari sejumlah jabatan fungsional Panitera. Kepaniteraan merupakan supporting
unit hakim konstitusi dalam penanganan perkara di MK.
Persidangan
1. Sidang Panel, Sidang Panel merupakan sidang yang terdiri dari tiga orang hakim konstitusi yang diberi tugas
untuk melakukan sidang pemeriksaan pendahuluan. Persidangan ini diselenggarakan untuk memeriksa kedudukan
hukum pemohon dan isi permohonan. Hakim konstitusi dapat memberi nasihat perbaikan permohonan.
2. Rapat Permusyawaratan Hakim (disingkat RPH), bersifat tertutup dan rahasia. Rapat ini hanya dapat diikuti
oleh Hakim konstitusi dan Panitera. Dalam rapat inilah perkara dibahas secara mendalam dan rinci serta putusan
MK diambil yang harus dihadiri sekurang-kurangnya tujuh hakim konstitusi. Pada saat RPH, Panitera mencatat
dan merekam setiap pokok bahasan dan kesimpulan.
3. Sidang Pleno, adalah sidang yang dilakukan oleh majelis hakim konstitusi minimal dihadiri oleh tujuh hakim
konstitusi. Persidangan ini dilakukan terbuka untuk umum dengan agenda pemeriksaan persidangan atau
pembacaan putusan. Pemeriksaan persidangan meliputi mendengarkan pemohon, keterangan saksi, ahli dan pihak
terkait serta memeriksa alat-alat bukti.
Anggaran
Sebagai lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman, pelaksanaan tugas-tugas MK berikut aktivitas dukungan
yang diberikan oleh Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN). Dalam setiap tahunnya, MK mendapat anggaran berdasarkan Dokumen Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) atau Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL). BPK memberikan Opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan MK tahun anggaran 2006. Kemudian pada laporan
keuangan tahun 2007, 2008 dan 2009 MK kembali meraih predikat WTP berturut-turut dari BPK. Untuk anggaran
tahun 2020 MK mengajukan anggaran sebesar Rp 554,5 miliar.
KY
Komisi Yudisial (disingkat KY RI atau KY) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim. Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Komisi Yudisial bertanggung jawab
kepada publik melalui DPR dengan cara menerbitkan laporan tahunan dan membuka akses informasi secara
lengkap dan akurat.
Sejarah Singkat
Komisi Yudisial merupakan respon dari tuntutan reformasi yang bergulir tahun 1998. Saat itu, salah satu dari
enam agenda reformasi yang diusung adalah penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia
(HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut merupakan wujud
kekecewaan rakyat terhadap praktik penyelenggaraan negara sebelumnya yang dihiasi berbagai penyimpangan,
termasuk dalam proses penyelenggaraan peradilan.
Sejarah Komisi Yudisial dimulai pada 9 November 2001, saat sidang tahunan Majelis Permusyarawatan Rakyat RI
mengesahkan amendemen ketiga UUD 1945. Dalam sidang itulah Komisi Yudisial resmi menjadi salah satu
lembaga negara yang diatur secara khusus dalam konstitusi/dasar negara dalam Pasal 24B UUD 1945.
Dasar Hukum
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
 Pasal 24A ayat (3): Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
 Pasal 24B:
 Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim.
 Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki
integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
 Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
 Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
Tentang Mahkamah Agung.
4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Hakim.
5. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum.
6. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama.
7. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985
tentang Peradilan Tata Usaha Negara
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
Tentang Komisi Yudisial.
Wewenang
Sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Komisi Yudisial mempunyai wewenang sebagai berikut:
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk
mendapatkan persetujuan;
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim;
3. Menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bersama-sama dengan Mahkamah Agung;
4. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Tugas
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, dalam melaksanakan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan, maka Komisi Yudisial mempunyai tugas:
1. Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
2. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
3. Menetapkan calon hakim agung; dan
4. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 mengatur bahwa:
1. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi
Yudisial mempunyai tugas:
 Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;
 Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
 Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim secara tertutup;
 Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,
 Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan
hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
2. Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas mengupayakan
peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim;
3. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk
melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau
Pedoman Perilaku Hakim oleh Hakim.
4. Aparat penegak hukum wajib menindaklanjuti permintaan Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
Anggota
Keanggotaan Komisi Yudisial terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota
masyarakat. Anggota Komisi Yudisial adalah pejabat negara, terdiri dari 7 orang (termasuk Ketua dan Wakil
Ketua yang merangkap Anggota). Anggota Komisi Yudisial memegang jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

Anda mungkin juga menyukai