Anda di halaman 1dari 15

Tugas Hukum Acara Peradilan HAM

DISUSUN OLEH :

REZA FEBRIAN 010001600308

Giffary Argyarama 010001600145

Ardinovan Junico Alief 010001600051

UNIVERSITAS TRISAKTI

FAKULTAS HUKUM

2019

Komisi-Komisi Negara:
Pada saat permulaan orde baru hingga saat ini (Era reformasi), telah tumbuh beberapa
lembaga-lembaga yang berkaitan dengan tujuan Negara, fungsi Negara, dan tugas-tugas
pemerintahan dalam arti yang luas. Lembaga-lembaga atau dalam kata lain, komisi-komisi
atau badan ini muncul dengan berbagai tujuan yang secara garis besarnya menjalankan
fungsi-fungsi Negara / Pemerintahan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari tujuan-tujuan
negara yang telah ditetapkan dalam konstitusi.

Adanya lembaga-lembaga tersebut memeliki bermacam tujuan dan fungsinya, secara


structural juga lebaga-lembaga atau komisi-komisi ini bersifatsub-ordinatif dan dapat pula
bersifat koordinatif. Satu lembaga dapat memegang dua hingga tiga fungsi sekaligus; yaitu
fungsi legislatif (regulatif), fungsi eksekutif (operational-administratif) dan juga fungsi
yudisial (memberikan punishment/hukuman). Semua lembaga ini memiliki kedudukan yang
indpenden demi efektifitasnya. Derajat independensinya pun berbeda-beda.

KOMISI YUDISIAL

• Sejarah

sebelum terbentuknya Komisi Yudisial, lembaga pengawas peradilan terlebih dahulu sudah
sempat terbentuk, yaitu Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) dan juga Dewan
Kehormatan Hakim (DKH).

MPPH yang direncanakan untuk digagas pada tahun 1968 berfungsi sebagai pemberi
pertimbangan dan pengambil keputusan terakhir mengenai saran dan atau usul yang terkain
dengan pengangkatan, kepindahan, pemberhentian maupun hukuman jabatan para hakim
yang diajukan, baik oleh Hakim Agung maupun oleh menteri Kehakiman.

Namun, gagasan tersebut gagal dan tidak bias menjadi materi muatan UU No.14 tahun 1970
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan kehakiman.

Sedangkan Dewan Kehormatan Hakim (DKH) yang tertian dalam UU No.35 tahun 1999
berwenang mengawasi perilaku hakim, dan juga memberikan saran terkait perekrutan,
promosi, dan juga mutasi hakim, serta menyusun kode etic bagi para hakim.

Dalam amandemen UUD NRI Tahun 1945 pada tahun 2001 disepakati tentang pembentukan
Komisi Yudisial. Ketentuan mengenai Komisi yudisial diatur di Pasal 24B UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karena itu KY dibentuk dengan dua kewenangan
konstitutif, yaitu untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang
lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim. Selanjutnya dalam menjalankan keberadaan Komisi Yudisial maka dibentuklah UU
No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang disahkan di Jakarta pada 13 Agustus 2004.

• Dasar Hukum pembentukan Komisi yudisial1

1. Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. 
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Hakim. 
4. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. 
5. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 
6. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial

• Wewenang dan Tugas Komisi Yudisial

Berdasarkan Pasal 13 UU No.18 Tahun 2011 tentang perubahan atas UU No.22 Tahun 2004,
Komisi Yudisial memiliki wewenang yang antara lain adalah :
1
http://www.komisiyudisial.go.id/frontend/static_content/history
1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah
Agung kepada DPR untuk mendapat persetujuan;
2. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim;
3. Menetapkan kode etik da/atau pedoman perilaku hakim (KEPPH) bersama-
sama dengan mahkamah agung;
4. Menjaga dan Menegakkan pelaksanaan kode etik dan/atau pedoman perilaku
Hakim (KEPPH)

• Tugas

berdasarkan pasal 14 UU No.18 Tahun 2011, dalam malaksanakan wewenang sebagai mana
diatur dalam pasal 13 huruf A , yaitu :

a. Melakukan pendaftaran calon hakim agung;

b. Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;

c. Menetapkan calon hakim agung; dan

d. Mengajukan calon hakim agung ke DPR.

Selain itu adapun tugas Komisi Yudisial mengacu pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2011 mengatur bahwa: 

1. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta


perilaku hakim, Komisi Yudisial mempunyai tugas:

a. Melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku hakim;

b. Menerima laporan dari masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim;

c. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan


pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara tertutup;

d. Memutus benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim,
e. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan,
kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan
keluhuran martabat hakim.

• Tata Cara Pemilihan Ketua

tata cara pemilihan ketua Komisi yudisial diatur dalam Pasal 2,3,4 dan 5 UU No.1
tahun 2010 tentang Tata cara pemilihan komisi Yudisial , yaitu :

Pasal 2

Rapat pencalonan dan pemilihan Pimpinan dipimpin oleh Pimpinan sementara.

Pasal 3

(1)  Semua Anggota Komisi Yudisial berhak mencalonkan diri menjadi Pimpinan
baik sebagai Ketua atau sebagai Wakil Ketua melalui pemilihan Pimpinan yang
dilakukan oleh Anggota secara langsung, bebas dan rahasia, serta dilaksanakan
secara terbuka untuk umum.

(2)  Rapat Pimpinan harus dihadiri oleh seluruh Anggota Komisi Yudisial yang
memberikan suaranya secara langsung, bebas dan rahasia tanpa diwakili oleh
Anggota lainnya.

Pasal 4

(1)  Pemilihan Pimpinan dilakukan dalam 2 (dua) tahap, dimulai dengan pemilihan
Ketua dan dilanjutkan pemilihan Wakil Ketua.

(2)  Pemilihan Pimpinan dilakukan dengan cara setiap Anggota menulis satu nama
calon Ketua dan satu nama calon Wakil Ketua pada formulir berbeda yang
disiapkan Komisi Yudisial.

Pasal 5

(1)  Calon Pimpinan yang mendapat suara terbanyak dinyatakan sebagai Pimpinan
terpilih.
(2)  Apabila terdapat calon Pimpinan dengan suara terbanyak sama, pemilihan
diulang, dari dua calon Pimpinan yang memperoleh suara terbanyak yang sama
sampai salah satu diantara keduanya memperoleh suara terbanyak.

• Tata cara Pelaporan Masyarakat

1. Laporan ditulis dalam bahasa Indonesia ditujukkan kepada Ketua Komisi


Yudisial
2. Mencantumkan identitas Pelapor, meliputi : nama, alamat dan nomor telepon
yang bisa dihubungi
3. Mencantumkan identitas penerima kuasa (apabila menggunakan kuasa),
meliputi : nama, alamat, pekerjaan dan nomor telepon yang bisa dihubungi
4. Mencantumkan identitas terlapor, meliputi : nama, jabatan, instansi dan / atau
nomor perkara jika terkait dengan putusan
5. Memuat pokok laporan, berisi hal penting / pokok pikiran yang akan dipelajari,
diteliti/ditelaah oleh Komisi Yudisial
6. Kronologis / Kasus Posisi, ditulis secara jelas dan singkat tentang persoalan
yang terjadi
7. Hal yang dimohonkan untuk dilakukan oleh Komisi Yudisial
8. Lampiran laporan (kelengkapan data) :
1. Bukti Formal
  Fotokopi identitas Pelapor yang masih berlaku (KTP/SIM/Paspor)

  Khusus Advokat melampirkan Fotokopi KTA (Kartu Tanda Advokat) yang


masih berlaku

  Surat kuasa khusus untuk menyampaikan laporan ke Komisi Yudisial


(khusus yang menggunakan kuasa)

2. Bukti Pendukung Materiil Data dan / atau fakta yang menguatkan laporan
mengenai dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,
antara lain:
  Fotokopi Salinan resmi putusan / penetapan yang dilaporkan (mengikuti
tingkat peradilan, seperti tingkat pertama, banding, kasasi dan PK)
  Video, audio visual, rekaman persidangan (apabila ada)

  Foto, kliping Koran (apabila ada)

  keterangan saksi secara tertulis di atas kertas bermaterai, minimal 2 (dua)


orang saksi (apabila ada)

9. Terkait dengan laporan mengenai eksekusi harus memuat dan melampirkan :


  Alasan penundaan, penghentian atau pembatalan eksekusi

  Fotokopi salinan resmi putusan terkait dengan eksekusi

  Fotokopi surat permohonan eksekusi (bagi pelapornya pemohon eksekusi)

  Fotokopi surat penetapan eksekusi

  Fotokopi surat teguran (aanmaning)

  Fotokopi berita acara pelaksanaan eksekusi

  Fotokopi berita acara sita eksekusi

10. Laporan ditandatangani oleh Pelapor atau kuasanya.

• Produk Hukum

1. Peraturan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Seleksi
Penghubung
2. Peraturan Komisi Yudisial Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Kelola Teknologi
Informasi dan Komunikasi
3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2017 Tentang Hak Keuangan dan
Fasilitas Anggota KY
4. Peraturan Komisi Yudisial RI Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pembentukan,
Susunan, dan Tata Kerja Penghubung Komisi Yudisial di Daerah
5. Peraturan Komisi Yudisial Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Anggota Komisi Yudisial
KOMISI KEJAKSAAN

Komisi Kejaksaan dibentuk pertama kali berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18


Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. Presiden RI saat itu, Susilo
Bambang Yudhoyono menetapkan Perpres tersebut berdasarkan atas pasal 38 Undang-
Undang nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan, setahun sebelum Komisi Kejaksaan berdiri.
UU Kejaksaan tidak mengatur secara rinci dan komprehensif mengenai Komisi Kejaksaan.
Dalam BAB IV Ketentuan Peralihan, Pasal 38 UU Kejaksaan diatur bahwa: “Untuk
meningkatkan kinerja kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan
kewenangannya diatur oleh Presiden”

Bahwa kondisi sosial dan politik pada tahun 2004-2005 pembentukan sebuah komisi adalah
kebutuhan mendesak. Hal ini didasarkan pada sikap pesimis masyarakat terhadap
kemampuan Kejaksaan dalam meningkatkan kualitas dan kinerjanya sendiri. Argumentasi
dan justifikasi pembentukan Komisi Kejaksaan secara umum dipahami karena
ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga yang telah ada, yaitu Kejaksaan. Akibat
pengalaman buruk yang dialami masyarakat, seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang
sistemik, pelanggaran HAM, serta keengganan untuk mereformasi diri membuat pengambil
kebijakan untuk membentuk suatu lembaga baru dibandingkan menguatkan lembaga yang
sudah ada.

Kedudukan Komisi Kejaksaan

Komisi Kejaksaan merupakan lembaga non struktural yang dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat mandiri. Berbeda dengan pengaturan pada Perpres tahun 2005 diatur
bahwa Komisi Kejaksaan “lembaga pemerintah non struktural”. Namun, jika dilihat dari ayat
selanjutnya yaitu Pasal 2 ayat (3) Perpres 18/2011 diatur bahwa Komisi Kejaksaan berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Berdasarkan pengaturan tersebut kita dapat memahami bahwa posisi dan kedudukan Komisi
Kejaksaan berada di pemerintahan karena berada dibawah Presiden.

Komisi Kejaksaan disebut sebagai lembaga non struktural dalam Perpres tersebut. Lembaga
non struktural dipahami dalam konteks Indonesia adalah state auxiliary body yang dibentuk
untuk mendukung tugas lembaga-lembaga yang sudah ada sebelumnya. Menurut Prof. Jimly
A. lembaga penunjang ini terkadang disebut juga sebagai self regulatory agencies,
independent supervisory bodies, atau lembaga yang menjalankan fungsi campuran antara
fungsi regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman yang dilakukan secara bersamaan. 2
Komisi Kejaksaan jika ditinjau dari fungsinya untuk melakukan pengawasan terhadap Jaksa,
maka lebih tepat dikategorikan sebagai independent supervisory body.

Tugas dan Kewenangan Komisi Kejaksaan3

Tugas Komisi Kejaksaan diatur pada Pasal 3 Perpres 18/2011 sebagai penyempurnaan
Perpres 18/2005. Perpres tersebut mengamanatkan tugas Komisi Kejaksaan untuk:
a. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku
Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
sesuai peraturan perundang-undangan dan kode etik;
b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku
Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan;
dan
c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja,
kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan
Kejaksaan.

Komisi Kejaksaan dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap Pegawai Kejaksaan


memiliki kewenangan yang diatur dalam Pasal 4 Perpres 18/2011, yaitu:
a. Menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat tentang kinerja
dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya;
b. Meneruskan laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jaksa Agung untuk
ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal Kejaksaan;
c. Meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait laporan masyarakat
tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan;
d. Melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan yang
telah dilakukan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan;

2
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm. 7.
3
ttps://komisi-kejaksaan.go.id/tugas-dan-wewenang/# diakses tanggal 6 Juni 2019
e. Mengambil alih pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal
Kejaksaan; dan
f. Mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.

Selain kewenangan yang diatur tersebut diatas, Komisi Kejaksaan memiliki kewenangan
untuk meminta informasi dari badan pemerintah, organisasi atau anggota masyarakat
berkaitan dengan kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan. 4 Kewenangan ini
diberikan untuk membuat Komisi Kejaksaan dapat mengumpulkan informasi lengkap dan
mendalam yang dibutuhkan dalam melakukan pengawasan pegawai kejaksaan.

Komisi Kejaksaan berwenang menerima dan menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat


tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya; serta meneruskan laporan pengaduan tersebut kepada Jaksa Agung untuk
ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal Kejaksaan. Setiap laporan pengaduan yang
masuk dibahas dalam Rapat Pleno Komisioner, kecuali terhadap surat dari KPK yang
disampaikan kepada Kejaksaan Agung. Terhadap yang terakhir ini, sesuai dengan kapasitas
yang dimiliki KPK untuk melakukan supervisi pelaksanaan penyidikan, Komisi Kejaksaan
akan langsung menyurati Jaksa Agung untuk meminta tanggapan mengenai tindak lanjut
penanganan perkara atau kasus yang disampaikan oleh KPK.5

Komisi Kejaksaan dapat mengambil alih pemeriksaan apabila pemeriksaan oleh aparat
pengawas internal Kejaksaan tidak menunjukkan kesungguhan  atau belum menunjukkan
hasil nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak laporan masyarakat atau laporan Komisi
Kejaksaan diserahkan ke aparat pengawas internal Kejaksaan, atau apabila diduga terjadi
kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat internal Kejaksaan. Hasil pemeriksaan dimaksud
disampaikan kepada Jaksa Agung dalam bentu krekomendasi Komisi Kejaksaan untuk
ditindak lanjuti. Apabila rekomendasi tersebut tidak ditindaklanjuti atau pelaksanaannya tidak
sesuai rekomendasi, Komisi Kejaksaan dapat melaporkannya kepada Presiden.

Anggota Komisi Kejaksaan

4
Pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan RI.

5
Op. Cit., Komisi Kejaksaan, hlm. 19.
Anggota Komisi Kejaksaan berjumlah sembilan orang, terdiri dari enam orang unsur
masyarakat dan tiga orang wakil Pemerintah yang dapat berasal dari kalangan dalam maupun
luar aparatur pemerintah. Anggota Komisi Kejaksaan diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden untuk masa jabatan empat tahun dan dapat dipilih untuk satu kali masa jabatan
berikutnya.6

Berdasarkan pasal 15 Peraturan Presiden Nomor : 18 Tahun 2011, Keanggotaan Komisi
Kejaksaan terdiri dari :

(1)  Keanggotaan Komisi Kejaksaan terdiri dari:


a.   Unsur masyarakat sebanyak 6 (enam) orang, terdiri dari praktisi/akademisi hukum,
tokoh masyarakat, dan/atau pakar tentang Kejaksaan
b.   Yang mewakili Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang.
(2)  Keanggotaan dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
berasal dari kalangan dalam maupun luar aparatur pemerintah.

Proses seleksi anggota (komisioner) Komisi Kejaksaan dilaksanakan melalui pengajuan dari
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) untuk
komisioner yang mewakili Pemerintah; dan proses seleksi oleh Pansel yang ditetapkan
Presiden atas usul Menkopolhukam untuk komisioner yang mewakili unsur masyarakat.7

Susunan Keanggotaan Komisi Kejaksaan sebagaimana tersebut di atas terdiri dari :


a.  Ketua merangkap anggota;
b.  Wakil Ketua merangkap anggota;
c.  Sekretaris merangkap anggota;
d.  6 (enam) orang Anggota.

6
Perpres No.18/2011, Pasal 26 dan Pasal 31 ayat (1) dan (2)
7
Ibid., Pasal 28
KOMPOLNAS8

KOMPOLNAS atau bisa disebut Komisi Kepolisian Nasional adalah sebuah lebaga/komisi
kepolisian yang ada di Indonesia yang memiliki kedudukan di bawah dan bertanggungjawab
pada Presiden Republik Indonesia. Lembaga ini didirikan pada Tanggal 4 Maret 2011, yang
didasari oleh Peraturan Presiden No 17 Tahun 2011 yang di keluarkan oleh Presiden ke-6 RI,
Susilo Bambang Yudhoyono.

Lembaga ini bertugas untuk membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan memberikan pertimbangan kepada Predisen
dalam pengangkatan dan pemberhentian Kepala Polisi Republik Indonesia. KOMPOLNAS
juga bekerja untuk memberikan saran yang berkaitan dengan anggaran POLRI, dalam
mewujudkan POLRI yang professional dan mandiri, serta menerima saran dan keluhan dari
masyarakat mengenai kinerja kepolisin untuk diterusakn kepada presiden9. Keluhan-keluhan
yang dapat di adukan kepada lembaga ini dapat mengenai penyalahgunaan wewenang,
dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminasi dan penggunaan diskresi
kepolisian yang keliru.

Dasar hukum KOMPOLNAS

 TAP MPR No. VII/MPR/2000 Tentang peran TNI dan Peran Kepolisian Negara
Republik Indonesia
 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
 Keputusan Presiden No.17 Tahun 2011 Tentang Komisi Kepolisian Nasional

Tugas dan Wewenang KOMPOLNAS

KOMPOLNAS bertugas membantu presiden dalam menetapkan arah kebijakan polri dan
memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian
kapolri.10

8
https://kompolnas.go.id

9
https://kompolnas.go.id/tentang-kompolnas/

10
Peraturan Presiden no.17/2011 , Pasal 4 - 6
KOMPOLNAS juga memiliki wewenang untuk mengumpulkan dan menganalisis data
sebagai bahan pemberian saran kepada presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian
Negara Republik Indonesia, pengembangan sumber daya manusia Polri, dan pengembangan
sarana dan prasarana Polri, memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam
upaya mewujudkan Polri yang professional dan mandiri serta menerima saran dan keluhan
dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada presiden.

Dalam menerima saran dan keluhan dari masyarakat, KOMPOLNAS dapat melakukan
kegiatan seperti:11

 Menerima dan meneruskan saran dan keluhan masyarakat kepada POLRI untuk
ditindaklanjuti
 Meminta dan/atau bersama POLRI untuk menindaklanjuti saran dan keluhan dari
masyarakat
 Melakukan klarifikasi dan monitoring terhadap proses tindak lanjut atas saran dan
keluhan masyarakat yang dilakukan oleh POLRI.
 Meminta pemerikasaan ulang atau pemerikasaan tambahan atas pemeriksaaan yang
telah dilakukan oleh satuan pengawas internal POLRI terhadap anggota dan/atau
Pejabat POLRI yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan/atau etika profesi
 Merekomendasikan kepada Kapolri, agar anggota dan/atau pejabat POLRI yang
melakukan pelanggaran disiplin, etika profesi dan/atau diduga melakukan tindak
pidana, diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
 Mengikuti gelar perkara, siding disiplin, dan siding komisi kode etik profesi
kepolisian
 Mengukuti pemerikasaan dugaan pelanggaran disiplin dank ode etik yang dilakukan
oleh anggota dan/atau pejabat POLRI.

Tata cara pemilihan ketua KOMPOLNAS

Ketua dan wakil ketua KOMPOLNAS dipilih dan ditetapkan oleh Presiden. Sedangkan
jabatan sekertaris dalam susuan keanggotaan KOMPOLNAS dipilih dari dan oleh anggota
melalui tata cara yang diatur oleh KOMPOLNAS12
11
Peraturan Presiden No.17 Tahun 2011 Pasal 9
12
Peraturan Presiden No.17 Tahun 2011, Pasal 16
Struktur Organisasi Sekretariat KOMPOLNAS

Tata Cara Pengaduan KOMPOLNAS13

 Mengisi form pengaduan dan identitas


o Nanti pengadu akan mendapatkan kode / nomor referensi pengaduan, dimana
pengadu dapat melacak sejauh mana proses pengaduannya
 Analisa permasalahan oleh tim khusus Propam Mabes Polri dan Itwasum Polri
o Setiap pengaduan yang masuk akan dikaju apakah relevan dengan institusi
Polri dan apakah relevan dengan ketentuan pengaduan
 Proses penyelidikan dan penyidikan
o Dengan prosedur tetap dan terukur, pengaduan ditindaklanjuti

13
https://www.polri.go.id/dumas.php
 Analisa kesimpulan pelaporan
o Fakta-fakta hasil penyidikan disimpulkan dan dilaporkan kepada pimpinan dan
KOMPOLNAS
 Jawaban / tanggapan resmi kepada pengadu
o Melalui email, hasil tanggapan pengaduan akan diberikan.

Berikut adalah contoh form pengaduan KOMPOLNAS: 14

14
https://ppid.kompolnas.go.id/wp-content/uploads/Peraturan-Kompolnas-No_2_2007-ttg-Penanganan-SKM-Kompolnas.pdf

Anda mungkin juga menyukai