Anda di halaman 1dari 13

D I L A N

PER A L E H

T I T U S I O
KO N S A H

H K A M
MA G
A G U N

KELOMPOK 7
ANGGOTA
FARREL AURIEL TIFFANI ROULINA NAINGGOLAN
(2004551271) (2004551276)

PASCAL ADVEN GENBADI


KADEK ANANDA PUTRA
SURBAKT (2004551277)
(2004551272)

HENY EVARIA GABRIELLA I GUSTI JAYA KHANAKA PUTRA


(2004551273) (2004551278)
Tahun 1945 Mahkamah Agung pemegang

N
Kekuasaan Kehakiman.

G A Tahun 1964 Berdasarkan pasal 19 UU No. 19

B A N Tahun 1964, Presiden dapat turut atau

E M N

R K R A campur tangan soal-soal pengadilan.

P E A U
T R
Tahun 1970 diundangkan UU No. 14 Tahun

N G S A 1970, kemandirian Mahkamah Agung masih

PE D A A
menjadi kajian akademik belaka, karena

A N N Y ketentuan pasal 11 ayat (1) mengatur:

D U M
U K badan-badan yang melakukan peradilan

H tersebut pasal 10 ayat (1) organisatoris,

administrative dan finansial ada dibawah

masing-masing departemen yang

bersangkutan.
LANJUTAN

Tahun 1988 terjadi reformasi dan melahirkan Ketetapan MPR Nomor: X/MPR/1998

Bab II huruf C dan Bab IV huruf C dan agenda yang harus dilaksanakan pada

huruf a : Pemisahan secara tegas antar fungsi-fungsi yudikatif dan eksekutif.


Tahun 1999 diundangkan UU No. 35 Tahun 1999 dan mengembalikan semua

badan peradilan kepada Mahkamah Agung yang dikenal dengan one roof system ,

khususnya ketentuan pasal 11.


Tahun 2009 diundangkan UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 18 mengatur ketentuan kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung dan

Badan Peradilan yang berada dibawahnya dan Mahkamah Konstitusi. Pasal 30

ayat (2) mengatur Pengangkatan Hakim Agung sebagaimana dimaksud ayat (1)

dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama nama calon yang diusulkan oleh

Komisi Yudisial. Lahirnya lembaga baru tersebut secara hukum alam akan

menimbulkan gesekan dan gerakan perubahan.


TAMBAHAN

Dalam pelaksanaan peradilan konstitusi oleh MA, dipandang perlu

menetapkan undang - undang yang mengatur kedudukan, susunan dan

kekuasaan Mahkamah Agung serta hukum acara yang berlaku bagi

Mahkamah Agung. Dasar hukumnya ialah :

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat(1), Pasal 24, dan Pasal 25 Undang-

Undang Dasar 1945.


Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga

Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara.


Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan - ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman.


RUANG

LINGKUP
PASAL 50 UU NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI MENGATUR PEMBATASAN

YANG DI UJI TERHADAP UU YANG DAPAT DIUJI OLEH MAHKAMAH


KONSTITUSI

MENURUT JIMLY ASSHIDDIQIE, SELAIN UU, MAHKAMAH


KONSTITUSI JUGA BERWENANG MENGUJI PERPU,
SEBAB PERPU MERUPAKAN UU DALAM ARTI MATERIEL
(WET IN MATERIELE ZIN).

PASAL 7 AYAT (1) UU NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG


PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN,

PASAL 9 UU NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG


PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PEMBATASAN DALAM PENGUJIAN UU TERHADAP UUD


OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI ADALAH DALAM HAL
PERKARA NEBIS IN IDEM
Kewenangan

Mahkamah
Dalam mengetahui kewenangan Mahkamah Agung

kita dapat melihat pada Pasal 28 Undang-Undang

Agung No. 14 Tahun 1985 yang berbunyi:


(1) Mahkamah Agung bertugas dan berwenang

memeriksa dan memutus:


permohonan kasasi;
sengketa tentang kewenangan mengadili;
permohonan peninjauan kembali putusan

Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas

sebagaimana dimaksudkan ayat (1) Ketua

Mahkamah Agung menetapkan pembidangan tugas

dalam Mahkamah Agung.


Lanjutan Kewenangan Pertama, MA berwenang memeriksa

dan memutus permohonan kasasi atas putusan-

putusan peradilan di bawahnya terkait ada atau

tidaknya kesalahan dalam penerapan hukum

(upaya hukum biasa, kasasi dilakukan untuk

terjadinya keseragaman dalam penerapan hukum

dan peninjauan kembali menjaga agar semua

hukum dan undang-undang diseluruh wilayah

negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar

Kewenangan Kedua, MA bertugas menyelesaikan

semua sengketa kewenangan mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir sesuai bunyi Pasal 33

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985.


Kewenangan Ketiga, MA memutus permohonan

peninjauan kembali (PK) atas putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

(upaya hukum luar biasa) yang mengandung


kesalahan dan kekhilafan hakim (Pasal 67 UU No. 14

Tahun 1985). Tetapi selain kewenangan yang

terdapat di dalam UU tersebut MA juga

sebenearnya masih memiliki kewenangan lain yaitu:

Next Slide
1. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap

undang-undang (Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009).


2. Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan

dari semua badan peradilan yang berada di bawahnya (Pasal 32 ayat 3 UU Nomor

3 Tahun 2009).
3. Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan

peradilan yang berada di bawahnya (Pasal 32 ayat 4 UU Nomor 3 Tahun 2009)


4. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasehat masalah hukum kepada lembaga

negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta (Pasal 22 UU Nomor 48 Tahun

2009).
5. Memberi pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan

rehabilitasi (Pasal 35 UU Nomor 5 Tahun 2004).


6. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua

badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan

kehakiman (Pasal 24 ayat 1 UU Nomor 48 Tahun 2009).


7. Melakukan pengawasan internal atas tingkah laku hakim (Pasal 32A UU Nomor 3

Tahun 2009).
Kedudukan

Hukum Pemohon
Legal standing adalah adaptasi dari istilah personae
standi in judicio yang artinya adalah hak untuk
mengajukan gugatan atau permohonan di depan
pengadilan
Kedudukan hukum atau legal standing merupakan
syarat untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah
konstitusi dengan ketentua siapa saja yang berhak
menjadi pemohon atas sengketa hasil pemilihan umum
kepala daerah. Legal standing yang lahir kakrena
adanya hubungan hukum, atau hubungan manusia
dengan hubungan alam. Pihak yang menjadi legal
standing di pengadilan dapat berupa individu maupun
kelompok orang atau organisasi
Lanjutan

Dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-undang No. 24 Tahun 2003

Mahkamah Konstitusi, yaitu: “Pemohon adalah pihak yang

menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya

dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:


1. perorangan warga negara Indonesia
2. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup

dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam

undang-undang,
3. Badan hukum publik atau privat, atau
4. Lembaga negara
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai