• Dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 jo Pasal 10 ayat (1) huruf b UU MK disebutkan bahwa
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
• Perkembangan ketatanegaraan belakangan ini mencatat adanya konflik antarlembaga negara.Misalnya,
antara DPD dan DPR mengenai penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas).Dalam hal ini,
DPD merasa kewenangannya diabaikan dalam penyusunan Prolegnas.Juga, antara Mahkamah Agung
dan Komisi Yudisial.Dalam hal ini MA merasa kewenangannya yang dijamin oleh konstitusi sebagai
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan dicampuri terlalu jauh oleh
Komisi Yudisial.
• Persoalan tersebut menimbulkan pendapat atau gagasan untuk membawanya ke Mahkamah Konstitusi sebagai
sengketa wewenang antarlembaga negara
• Dalam UU MK tidak didapatkan pengertian sengketa wewenang antarlembaga negara atau sengketa
kewenangan lembaga negara. Berbeda dengan pengertian sengketa tata usaha negara, yang dalam UU Peratun,
Pasal 1 angka 4 menerangkan, bahwa :
• Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
• Untuk memahami pengertian sengketa wewenang antarlembaga negara, dapat dilakukan baik melalui
pemahaman etimologis maupun melalui pemahaman definitif.
• Pemahaman secara etimologis adalah memahami makna suatu terminologis dari asal kata dari terminologis yang
ingin dipahami.
• Sedangkan pemahaman secara definitif dilakukan dengan mengambil sebagai kerangka berpikir satu batasan
atau definisi yang diajukan para sarjana.
• Secara etimologis, sengketa wewenang antarlembaga negara atau sengketa kewenangan lembaga negara dibentuk
dari kata-kata: sengketa, wewenang atau kewenangan, dan lembaga negara. Pemahaman sengketa wewenang
antarlembaga negara, secara etimologis, dilakukan melalui makna kata-kata yang membentuknya tersebut.
Pertama, sengketa.
• Mengenai pengertian sengketa dapat mengacu pada UU Peratun, bahwa sengketa bermakna perbedaan pendapat
antara dua pihak mengenai penerapan hukum, dan salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak lainnya.
• Lebih lanjut dapat diurai: a) perbedaan pendapat tersebut terjadi antara orang atau badan hukum perdata di satu
pihak dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di lain pihak; b) obyek dari perbedaan pendapat itu
mengenai penerapan hukum, dalam hal ini hukum hukum administrasi; dan c) akibat hukum dari perbedaan
pendapat itu adalah menimbulkan kerugian pada orang atau badan hukum perdata.
• Pemahaman lebih dalam mengenai makna sengketa dapat mengacu pada Laura Nader dan Harry Todd, yang
mengemukakan pandangan mengenai adanya tiga fase dalam sengketa , yaitu tahap pra-konflik (preconflict),
tahap konflik (conflict), dan tahap sengketa (dispute).
Kedua, wewenang.
• Istilah “wewenang” bersaing penggunaannya dengan istilah “kewenangan”.Ada pendapat yang membedakan pengertian dua
istilah itu, namun ada juga pendapat yang tidak membedakannya.
• Menurut S.F. Marbun , kewenangan (authority, gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang
tertentu, maupun kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan tertentu secara bulat yang berasal dari kekuasaan legislatif
maupun dari kekuasaan pemerintah,
• sedangkan wewenang (competence, bevoegdheid) hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Jadi kewenangan merupakan
kumpulan dari wewenang-wewenang (rechts bevoegdheden).Selanjutnya dikemukakan, bahwa wewenang adalah kemampuan
bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.
Ketiga, lembaga negara.
• Menurut A. Mukthie Fadjar , belum jelas benar apa yang dimaksud dengan “lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD” itu, apakah semua lembaga/institusi negara yang tercantum atau
disebut di dalam UUD beserta kewenangannya masing-masing, ataukah hanya lembaga tinggi dan
tertinggi negara seperti pada masa lalu (MPR, Presiden, DPR, DPA, BPK, dan MA), apakah hanya
sengketa kelembagaan negara di pemerintah pusat, atau juga antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah, dan juga antar pemerintah daerah?.
• Dari sini dapat ditarik karakteristik dari sengketa wewenang antarlembaga negara, yakni:
a) lembaga negara sebagai para pihak yang bersengketa;
b) kewenangan lembaga negara sebagai pangkal sengketa; dan
c) Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang memutus sengketa.
• Pengertian sengketa dan Lembaga Negara dapat dilihat dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No
08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga
Negara selanjutnya disebut PMK No 08/ 2006 .
• Dalam Bab I mengenai Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa Lembaga Negara adalah
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 sedangkan
• Kewenangan konstitusional lembaga negara adalah kewenangan yang dapat berupa wewenang/hak
dan tugas/kewajiban lembaga negara yang diberikan oleh UUD 1945,
• Serta yang dimaksud dengan Sengketa adalah perselisihan atau perbedaan pendapat yang berkaitan
dengan pelaksanaan kewenangan antara dua atau lebih lembaga negara
PEMOHON DAN TERMOHON
• Pasal 2 ayat (1) PMK No.08/2006 disebutkan bahwa Lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon dalam perkara
sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara adalah:
d. Presiden;