Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aulya Sajhnna Vanesza

NPM : 2206825321
Kelas : Paralel B

A. Kasus Posisi
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Presiden berwenang
untuk mengangkat duta dan konsul. Kemudian di dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dalam hal mengangkat duta.
Pada Tahun 2020, terdapat permasalahan yang terjadi di Zimbabwe yaitu ketika pemilihan
Duta Besar untuk Negara. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan fit and proper test
kepada calon yang diajukan presiden, yang dimana proses tersebut dianggap kewenangan
“pertimbangan” oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sementara, menurut pihak Presiden
dengan diadakannya proses tersebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah melampaui atau
melangkahi dari kewenangannya. Dimulai dari “pertimbangan” yang berubah menjadi
“persetujuan” atau bahkan “pemilihan”. Kewenangan yang dimiliki oleh Presiden dirasa
seperti diambil alih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

B. KewenanganMahkamahKonstitusi
Dalam kasus perkara diatas ditemukan adanya sengketa kewenangan lembaga negata atau
disebut SKLN. Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang - Unsang Dasar Negara Republik
Indonesia, Mahkamah Konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir memiliki kewenangan
yaitu “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum”. Adapun juga kewenangan Mahkawah Konstitusi yang diatur
dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, dan
Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Dalam menjalankan tugasnya Mahkamah Konstitusi dapat memutus kewenangan lembaga
negara yang kewenangan tersebut sebelumnya diperoleh berdasarkan Undang-Undang
Negara Republik Indonesia. Namun ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh
Mahkamah Konstitusi mengenai definisi - definisi penting dalam menyelesaikan peraturan
yang tertulis pada peraturan Mahkamah Konstitusi No 8 Tahun 2006 tentang Pedoman
Beracara dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara berupa :
- Pasal 1 ayat (5)
Lembaga Negara adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
- Pasal 1 ayat (6)
Kewenangan konstitusional lembaga negara adalah kewenangan yang dapat berupa
wewenang/hak dan tugas/kewajiban lembaga negara yang diberikan oleh UUD 1945.
- Pasal 1 ayat (7)
Sengketa adalah perselisihan atau perbedaan pendapat yang berkaitan dengan pelaksanaan
kewenangan antara dua atau lebih lembaga negara.

Jika terjadi konflik antar lembaga negara yang kekuasaannya diperoleh dari Undang -
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka Mahkamah Konstitusi
mempunyai yurisdiksi mengadili dan memutus kasus tersebut.

C. Legal Standing
Dalam Perkara sengketa kewenangan lembaga negara, terdapat pemohon dan termohon.
Posisi pemohon merupakan lembaga negara yang memiliki wewenang secara langsung
maupun tidak yang disampaikan didalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945, yang mengklaim bahwa kewenangan konstitusionalnya diambil, dikurangi, dihalangi,
diabaikan dan/atau dirugikan oleh lembaga negara lain, serta mempunyai kepentingan
langsung pada badan yang bersengketa. Kemudian, posisi termohon adalah lembaga negara
yang dianggap mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan dan/atau merugikan
pihak pemohon.

Di dalam kasus perka ini, legal standing pemohon yaitu Presiden yang dapat diwakilkan oleh
surat kuasa, dan termohon adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dapat dimiliki oleh
seorang pemimpin atau seseorang yang diberikan suatu kuasa. Baik pemohon maupun
termohon merupakan lembaga negara yang diberikan kewenangan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam kasus perkara ini, presiden adalah
pemohon yang mengklaim bahwa kewenangan konstitusionalnya diambil, dikurangi,
dihalangi, diabaikan dan/atau dirugikan dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah
termohon yang dianggap telah mengambil, mengurangi, menghalangi, mengabaikan
dan/atau merugikan termohon. Pemohon dan termohon diberikan kewenangan oleh
Undang-Undang Negara Republik Indonesia. Pemohon (presiden) memiliki kepentingan
langsung kepada kewenangan yang dipersengketakan adalah bentuk upaya presiden untuk
mengangkat duta dan konsul. Dengan demikian, Presiden telah memiliki legal standing
untuk mengajukan permohonan perkara SKLN di hadapan Mahkamah Konstitusi.

Anda mungkin juga menyukai