Anda di halaman 1dari 11

2022

01
Konflik Perang
antar Suku
Kongo
Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional
2022
02
Desak Nyoman Gita Cahyani 2004551239

A. A. Deha Devina Devi 2004551246

Ni Putu Risa Pramiswari Asak 2004551251

Indah Galatia C Simanjuntak 2004551268

Tiffani Roulina Nainggolan 2004551276

Anggota Kelompok
2022
Pembahasan

03
1. Kasus
2. Cara Submit Perkara
3. Para Pihak
4. Jenis Kejahatan Dan Analisa Rumusan
Pasal Jenis Kejahatan
Dasar Hukum
Analisis Kasus Terhadap Rumusan Pasal
8 Statuta Roma
5. Putusan
2022
Kasus

04
Sebagai sebuah negara yang baru menganut demokrasi, kongo Tidak terdapat penyebab pasti yang
menjadi negara yang rawan konflik. Konflik utama yang terjadi adalah menjadi pemicu timbulnya konflik antar suku
konflik antarsuku yang telah berlangsung sejak lama dan pada di Kongo, tetapi telah terjadi secara turun
akhirnya memicu terjadinya pemberontakan terhadap pemerintah temurun selama berabad. Konflik bersenjata
kongo. Suku-suku yang ada di Kongo hidup secara berdampingan di antar dua suku dimulai dari daerah-daerah
seluruh wilayah kongo dan seringkali menimbulkan konflik sehingga pinggiran dan pedalaman kongo, terutama
mengakibatkan pada kegiatan pemberontakan. di daerah-daerah perbatasan.
2022
Kasus
Konflik paling parah yang terjadi di Kongo terjadi antara

05
suku Hema dan suku Lendu, yaitu di wilayah distrik Ituri
yang berada di timur laut kongo. Konflik kepentingan yang
turut membayangi perang antar suku tersebut pada
perkembangannya melahirkan gerakan lebih besar yaitu
pemberontakan terhadap presiden Mobutu. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh negara-negara tetangga seperti
Rwanda dan Uganda untuk ikut mengeruk hasil bumi
Kongo.

Dalam hal ini, ICC hadir untuk membantu Kongo


menyelesaikan pelanggaran kekuasaan yang terjadi di
Kongo. Di samping itu, Kongo merupakan negara yang ikut
serta meratifikasi statuta roma pada april 2002, yang
membuat kongo secara langsung menjadi anggota ICC.
Hal ini membuat kejahatan perang yang terjadi di kongo
dapat dilaporkan kepada ICC untuk segera diselesaikan
dalam peradilan.
2022
Cara Submit Perkara

06
01 02
Mengingat bahwa Kongo merupakan salah Setelah Pemerintah Kongo berhasil
satu negara yang telah meratifikasi Statuta menangkap Thomas Lubanga Dyilo pada
Roma maka Kongo dapat menyelesaikan tahun 2004, kasusnya diserahkan ke ICC
kejahatan ini melalui peradilan ICC. Seperti untuk diadili. Penuntut umum memulai
yang tertera dalam Pasal 5 Statuta Roma, penyelidikan dengan mengumpulkan bukti
disebutkan dalam ayat 1 poin ( c ) bahwa yang memberatkan Lubanga. Selanjutnya,
kejahatan yang termasuk dalam yurisdiksi kasus ini berlanjut ke proses pengadilan.
Mahkamah adalah kejahatan perang. Setelah melewati proses yang begitu
panjang, hakim memutuskan Lubanga
terbukti melakukan kejahatan perang
dengan merekrut anak-anak di bawah
umur untuk ikut serta dalam peperangan.
2022
Para Suku Hema dan suku Lendu yang berkonflik di wilayah distrik Ituri
tepatnya berada di timur laut Kongo. Dalam hal ini, yang menjadi
terdakwa adalah Thomas Lubanga Dyilo sebagai pemimpin Suku Hema

Pihak
yang terbukti telah merekrut anak-anak di bawah umur untuk ikut
berperang sehingga Thomas dianggap telah melakukan perbuatan
kejahatan perang.

07
Dasar Hukum

2022
Pasal 8 ayat 2 huruf (a) dan (e) Statuta Roma, bahwa yang dimaksud dengan kejahatan perang antara lain:
a) Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa tertanggal 12 Agustus 1949, meliputi

08
i) Pembunuhan yang dilakukan dengan sadar;
ii) Penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan
biologis;
iii) Secara sadar menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau kesehatan;
iv) Perusakan secara luas dan perampasan terhadap milik seseorang, yang tidak berdasarkan oleh kebutuhan
militer dan dilakukan secara tidak sah dan tanpa alasan;
v) Memaksa seorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi untuk berdinas dalam pasukan dari suatu
Angkatan Perang lawan;
vi) Secara sadar merampas hak-hak seorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi atas pengadilan yang
jujur dan adil;
vii) Deportasi tidak sah atau pemindahan atau penahanan tidak sah;
viii) Menahan sandera
e) Pelanggaran serius lainnya terhadap hukum dan kebiasaan yang berlaku dalam konflik bersenjata yang tidak
bersifat internasional, dalam kerangka hukum internasional yang ditetapkan, yaitu salah satu dari tindakan
berikut:
vii) Mewajibkan atau mendaftarkan anak-anak di bawah usia lima belas tahun (15 tahun) ke dalam angkatan
bersenjata nasional atau menggunakannya untuk berpartisipasi aktif dalam permusuhan
Analisis Kasus Terhadap Rumusan Pasal 8 Statuta Roma
Tindakan yang dilakukan oleh Lubanga termasuk sebagai kejahatan perang, sebagaimana sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 huruf (a) angka ii dan iii,
serta Pasal 8 ayat 2 huruf (e) angka vii Statuta Roma berupa penyiksaan, penderitaan berat, serta merekrut anak-anak di bawah usia 15 tahun
untuk ikut ke dalam kegiatan militer. Sebab, Lubanga terbukti melakukan kejahatan perang dengan merekrut anak-anak sebagai milisi
bersenjata yang ikut dalam gerakan pemberontakan. Milisi anak-anak tersebut dipaksa untuk ikut bertempur, membunuh, memutilasi, dan
menyiksa. Perlakuan yang didapatkan oleh anak-anak yang diikutsertakan dalam milisi oleh Lubanga berupa penyiksaan yang kejam dan brutal
dari para anggota pemberontakan serta pelecehan seksual apabila menolak melaksanakan perintah yang diberikan.
Dalam sebuah laporan oleh Trust Fund for Victims menunjukkan bahwa sebanyak 2.900 anak di bawah usia 15 tahun terdaftar sebagai milisi
UPC / FPLC. Majelis ICC tidak mengkonfirmasi jumlah tersebut secara lebih terperinci dan sebaliknya, hanya memutuskan bahwa perekrutan
tersebut tersebar luas dan sejumlah besar anak-anak digunakan sebagai milisi. Anak-anak dengan rentang usia tersebut tidak seharusnya ikut
dalam pertempuran terbuka dan bahkan tidak seharusnya terlibat dalam konflik bersenjata.
Lubanga merekrut mereka dari desa-desa yang telah diserang dan dibinasakan oleh Lendu. Biasanya, anak-anak ini ditemukan tengah
bersembunyi di sebuah lubang, pura-pura mati di tumpukan mayat, dan bersembunyi di kedalaman hutan-hutan Kongo. Anak-anak ini direkrut
dengan dalih untuk membalas dendam terhadap perlakuan Lendu kepada keluarga mereka. Meskipun sebagian besar dari anak-anak ini
sebenarnya tidak mengetahui permasalahan yang sebenarnya terjadi dan merasa takut dan traumatis. Banyak diantara mereka yang berusia di
bawah 15 tahun telah ikut angkat senjata, bahkan melakukan pembunuhan, mutilasi, dan perampasan.
Tindakan yang dilakukan Lubanga sebagai pemimpin telah melanggar Pasal tersebut karena mengikutsertakan anak-anak di bawah umur dalam
suatu konflik bersenjata yang mana seharusnya anak-anak mendapatkan perlindungan dan dijauhkan dari keadaan perang serta diberikan rasa
aman dengan mendapat perlindungan, pemulihan dari trauma serta bukan untuk diikutsertakan dalam suatu perang. Perekrutan anak-anak
sebagai milisi dalam sebuah konflik bersenjata merupakan tindakan yang melanggar HAM paling berat. Mereka kehilangan hak-hak untuk
memperoleh pendidikan, mendapatkan penghidupan yang layak, dan hak-hak dasar lainnya. Anak-anak ini kehilangan harapan hidup dan bahkan
menderita trauma yang mendalam yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh pelaku perekrut mereka.
Putusan
Perbuatan yang dilakukan oleh Lubanga terbukti melanggar pasal 8 Statuta Roma tentang kejahatan perang.
Keputusan hukuman 14 tahun penjara oleh ICC juga menjadi bukti bahwa ICC menjunjung tinggi HAM dan
sesuai dengan aturan hukuman pada pasal 77 Statuta Roma tentang jenis hukuman.
Lubanga kemudian didakwa dan diputuskan bersalah sebagai pelaku dalam perbuatan mendaftarkan dan
mengarahkan anak – anak dibawah usia lima belas tahun untuk masuk dalam kelompok bersenjata,
membunuh pria, wanita, maupun anak-anak yang tidak terlibat dalam konflik bersenjata, menjadikan anak
sebagai budak seks. Serta UPC dan ikut serta secara aktif dalam peristiwa konflik yang terjadi, serta segala
tindakan kejahatan kemanusiaan lainnya yang dilakukan. Pada tanggal 14 Maret 2012, Pengadilan
memutuskan dengan suara bulat bahwa Thomas Lubanga Dyilo bersalah, sebagai pelaku kejahatan terhadap
kemanusiaan dan kejahatan perang terkait dengan pembunuhan, pembantaian serta mengerahkan dan
mendata anak-anak di bawah usia 15 tahun dan menggunakan mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam
permusuhan dari 1 September 2002 sampai 13 agustus 2003. Akhirnya, pada tanggal 10 juli 2012,
Pengadilan menghukum Thomas Lubanga Dyilo 14 tahun penjara, dihitung dari jangka waktu yang dia
habiskan sewaktu ditahan di ICC.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai