Anda di halaman 1dari 4

Nama : Villar Wibawa Wicaksana

Kelas : B
Npm : 214301035
Mata Kuliah : Hukum Pidana Internasional

KEJAHATAN PERANG
A.Pembahasan
Eksistensi hukum pidana internasioal tidak mungkin dipisahkan dengan keberadaan
kejahatan internasional sebagai substansi dari hukum pidana internasional itu sendiri.
Keberadaan kejahatan internasional berawal dari kebiasaan yang terjadi dalam praktek hukum
internasional. Kejahatan perang, adalah salah satu bentuk kejahatan internasional tertua di
dunia yang lahir dari hukum kebiasaan internasional.
Keberadaan hukum pidana internasional semakin sempurna dengan ditandatanganinya
Statuta Roma 1998 untuk membentuk Mahkamah Pidana Internasional yang mencapai tahap
penentuan di hadapan Konferensi Diplomatik PBB di Roma, Italia, sejak 15 Juni sampai
dengan 17 Juli 1998, dengan hasil perhitungan suara di mana terdapat 120 suara yang
mendukung, 7 suara yang menentang, dan 21 suara yang abstain, para peserta menyetujui
statuta yang akan membentuk suatu pengadilan terhadap tindak kejahatan paling serius yang
menjadi perhatian internasional, yakni agresi, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan
kejahatan perang.
Perang adalah suatu tindakan atau aksi fisik maupun non fisik di dalam usaha
memperebutkan suatu hal yang tentunya bernilai penting di mata peserta perang. Dalam arti
sempit berada di dalam kondisi permusuhan antara dua kelompok manusia yang memiliki
pendapat berbeda sehingga menimbulkan konflik, sehingga di antara dua kelompok manusia
ini menyatakan perang yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah atau konflik sekaligus
menyisakan rasa sakit dan kerugian besar anatara dua kelompok ini yang berperang. Berbeda
halnya dengan kata kejahatan dari sudut pandang hukum menilai bahwa kejahatan yaitu setiap
tingkah laku manusia yang melanggar aturan hukum yang menyebabkan dampak hukum.
Suatu perbuatan dianggap bukan kejahatan apabila perbuatan tersebut tidak dilarang
didalam suatu aturan hukum yang berlaku. Begitupun dengan halnya, konflik bersenjata adalah
suatu peristiwa penuh dengan kekerasan dan permusuhan antara pihak-pihak yang bertikai.
Dalam sejarah konflik bersenjata telah terbukti bahwa konflik tidak saja dilakukan secara adil,
tetapi juga menimbulkan kekejaman. Berbicara mengenai konflik bersenjata tentunya harus
terdapat beberapa pihak atau 2 (dua) negara yang memiliki keterlibatan di dalam menggunakan
angkatan bersenjata. Didalam konflik bersenjata tentunya terdapat perbuatan kejahatan perang
yang begitu kejam dan pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan beberapa kerugian.
Kejahatan perang (war crime) adalah suatu tindakan pelanggaran dalam cakupan
hukum internasional. Untuk menangani kejahatan perang di dalam hukum internasional
terdapat beberapa aturan seperti yang diatur didalam Hukum Humaniter Internasional (HHI),
dimana terdapat berbagai cakupan didalam pengaturan tersebut yaitu: Konvensi Jenewa,
Konvensi Den Haag, dan beserta perjanjian-perjanjian yurisprudensi dan terdapat sebuah
ketentuan atau peraturan yang ada untuk memerangi kejahataan-kejahatan yang dianggap
sebagai ancaman serius bagi umat manusia atas kejahatan yang terjadi dengan diperlukannya
suatu aturan yaitu Hukum Pidana Internasional
Hukum humaniter tidak dimaksudkan untuk melarang perang, atau untuk mengadakan
undang-undang yang menentukan permainan “perang”, tetapi karena alasan-alasan
perikemanusiaan untuk mengurangi atau membatasi penderitaan individu-individu dan untuk
membatasi wilayah dimana kebuasan konflik bersenjata diperbolehkan. Dengan alasan-alasan
ini, kadangsd-kadang hukum humaniter disebut sebagai “peraturan tentang perang
berperikemanusiaan”.
Kejahatan perang diatur dalam Statuta Roma 1998 Pasal 8. Garis besarnya tersirat bahwa
ICC mempunyai jurisdiksi berkenaan dengan kejahatan perang pada khususnya apabila
dilakukan sebagai bagian dari suatu rencana atau kebijakan atau sebagai bagian dari suatu
pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan tersebut, “kejahatan perang” berarti
Pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa tertanggal 12 Agustus 1949, yaitu masing-
masing dari perbuatan berikut ini terhadap orang-orang atau hakmilik yang dilindungi
berdasarkan ketentuan Konvensi Jenewa yang bersangkutan:
1. Pembunuhan yang dilakukan dengan sadar;
2. Penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk percobaan biologis;
3. Secara sadar menyebabkan penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau
kesehatan;
4. Perusakan meluas dan perampasan hakmilik, yang tidak dibenarkan oleh kebutuhan
militer dan dilakukan secara tidak sah dan tanpa alasan;
5. Memaksa seorang tawanan perang atau orang lain yang dilindungi untuk berdinas
dalam pasukan dari suatu Angkatan Perang lawan;
6. Secara sadar merampas hak-hak seorang tawanan perang atau orang lain yang
dilindungi atas pengadilan yang jujur dan adil;
7. Deportasi tidak sah atau pemindahan atau penahanan tidak sah;
8. Menahan sandera. Kejahatan perang, diatur secara khusus dalam Hukum Humaniter
Internasional

B. Contoh Kasus
Charles Taylor diseret ke Pengadilan Penjahat Internasional (International Criminal
Court/ICC) di Den Haag, Belanda, atas sebelas dakwaan, antara lain kejahatan perang,
kejahatan melawan kemanusiaan, pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional,
termasuk pembunuhan, kerja paksa dan perbudakan, merekrut serdadu anak-anak, dan
pemerkosaan. Charles Taylor terbukti mengobarkan perang sipil di Siera Leone selama 11
tahun. Perang sipil ini, menurut situs Global Witness, menyebabkan sedikitnya 200.000 orang
tewas, dua juta orang kehilangan tempat tinggal, dan setengah dari penduduk perempuan Sierra
Leone mengalami kekerasan seksual, termasuk menjadi korban pemerkosaan dan budak seks.
Harian Inggris, The Guardian, menyebutkan, konfirmasi bahwa Charles Taylor segera
menjalani masa hukumannya di penjara Inggris disampaikan Menteri Kehakiman
Inggris Jeremy Wright (The Guardian, War criminal Charles Taylor to serve 50-year sentence
in British prison, 10 Oktober 2013). Pengumuman ini menyusul keputusan akhir Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang mendukung Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone (SCSL) di Den Haag,
Belanda, akhir bulan lalu. Hanya Inggris negara yang secara terbuka menawarkan diri
mengakomodasi Taylor.
Tawaran Inggris itu dilakukan pada 2006 oleh Margaret Beckett (kemudian Menteri
Luar Negeri) sebagai bagian dari kesepakatan diplomatik untuk menyeret Taylor ke
pengadilan. Tujuh tahun terakhir, Taylor (sekarang 65 tahun) dipenjara di sebuah kota kecil di
Belanda, menunggu keputusan banding pengadilan PBB. Para pengacara Taylor menekan
pengadilan agar mengizinkan mantan Presiden Liberia itu menjalani hukuman di penjara
Afrika di dekat rumahnya. Namun, Jeremy Wright menegaskan, keadilan internasional
merupakan kebijakan pokok luar negeri Inggris. Hal ini penting untuk mengamankan hak-hak
individu dan negara serta mengamankan perdamaian dan rekonsiliasi.
Taylor dianggap bertanggung jawab ”membantu dan bersekongkol” dengan Front
Persatuan Revolusioner (RUF) serta faksi-faksi lainnya untuk melakukan kekejaman di Sierra
Leone pada 1991 dan 2002. Konflik di Sierra Leone berdampak pada konflik di Liberia, Pantai
Gading, dan Guinea. Hakim di PBB yang mendukung Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone
menemukan bukti bahwa Taylor tidak memerintahkan para pemberontak. Namun, hakim
menyebutkan, Taylor menjual berlian serta memasok senjata dan pasukan untuk Front
Persatuan Revolusioner Sierra Leone, yang mengobarkan perang sipil selama bertahun-tahun.
Pengadilan menyatakan, Taylor mengetahui tentang teror terhadap penduduk sipil di
Sierra Leone dan tentang penjualan ”berlian berdarah” sebagai imbalan penjualan senjata sejak
Agustus 1997. Salah satu kekejaman terhadap warga sipil adalah pemenggalan anggota tubuh,
yang kemudian dipamerkan di jalan umum. ”Tujuannya untuk menebar teror,” kata jaksa
Richard Lussick. Perang sipil Sierra Leone pecah pada 23 Maret 1991 dan berlangsung hingga
2002. Perang terjadi ketika Front Persatuan Revolusioner dengan dukungan pasukan khusus
Front Nasional yang dikomandoi Presiden Liberia Charles Taylor melakukan intervensi atas
Sierra Leone dalam upaya menjatuhkan pemerintahan Joseph Momo.
Selama tahun pertama perang itu, RUF mengendalikan wilayah Sierra Leone sebelah
timur dan selatan yang kaya dengan berlian. Respons pemerintah Sierra Leone yang lamban
menyebabkan militer melakukan kudeta pada April 1992. Sampai akhir 1993, tentara Sierra
Leone berhasil menekan RUF hingga ke perbatasan Liberia, tetapi RUF bangkit kembali dan
melanjutkan pertempuran. Sebagai pemimpin pemberontak yang kemudian menjadi presiden,
tuan tanah Charles Taylor memonopoli industri berlian di Liberia dan kemudian Sierra Leone
timur. Taylor memperdagangkan berlian untuk senjata bagi Front Persatuan Revolusioner.
Kelompok pemberontak ini membawa 125 juta dollar AS per tahun dari perdagangan berlian
ilegal.
Global Witness menunjukkan bagaimana ”berlian berdarah” mengendalikan konflik
ini. Investigasi yang dilakukan PBB tahun 2000 memastikan batu berlian diselundupkan secara
sistematis keluar dari Sierra Leone timur melalui Liberia. Dari sana, berlian masuk pasar
internasional. PBB akhirnya memberlakukan sanksi terhadap berlian Liberia pada 2001, yang
menyebabkan rezim Taylor beralih ke perdagangan kayu. Taylor mendirikan negara bayangan
yang memotong institusi negara dan mengalihkan pendapatan perdagangan kayu ke rekening
bank swasta. Bulan-bulan berikutnya, setelah pasokan dana terputus dan kelompok
pemberontak pindah ke Monrovia, Taylor melarikan diri ke Calabar, Nigeria. Dia masih terlibat
dalam politik Liberia sampai akhirnya dia kabur dan tertangkap pada 29 Maret 2006. Lalu ia
diadili di pengadilan internasional di Den Haag, Belanda. Taylor divonis pada April 2012.
Vonis akhir terhadap Charles Taylor ini membuat Uni Afrika mengimbau Pengadilan
Penjahat Internasional menunda kasus-kasus yang melibatkan para pemimpin Afrika. Bertemu
di Addis Ababa, ibu kota Etiopia, Sabtu (12/10), pemimpin dari 54 negara meninjau ulang
hubungan dengan pengadilan yang bermarkas di Den Haag, Belanda, itu (African Union
accuses ICC of bias, seeks delay of cases against sitting leaders, CNN, 12 Oktober 2013)
Presiden Kenya Uhuru Kenyatta dan Presiden Sudan Omar Al Bashri menghadapi dakwaan di
pengadilan internasional tersebut. Keduanya didakwa melakukan kejahatan melawan
kemanusiaan enam tahun silam. Wakil Presiden Kenya William Ruto dijadwalkan muncul di
pengadilan bulan November mendatang.
Namun, organisasi hak asasi manusia internasional, Rights Watch, meminta pemimpin
Afrika mendukung pengadilan ICC. Sebanyak 34 negara di Afrika adalah anggota ICC. Vonis
akhir terhadap Charles Taylor merupakan bukti bahwa siapa pun yang mengobarkan kejahatan
perang yang menewaskan puluhan ribu hingga ratusan ribu orang, dia harus
mempertanggungjawabkannya di muka hukum, tidak peduli apakah ia seorang (mantan) kepala
negara. Ke mana pun dia bersembunyi, dia akan diburu dan diseret ke pengadilan penjahat
internasional.

Anda mungkin juga menyukai