Disusun oleh:
Abi Zaky Azizi 1173050001
Amanda Ramadhan K 1173050009
Anshar Araniri 1173050016
Difa Dwi Lestari 1173050030
2
Abstrak
Pendahuluan
Hukum Perang atau yang sekarang disebut dengan hukum humaniter terdiri
dari sekumpulan aturan yang membatasi penggunaan kekuatan senjata, mengatur
tentang bagaimana prinsip kekuatan yang diperlukan untuk mengalahkan musuh
dan perlakuan apa yang harus dilakukan terhadap individu-individu pada saat
berlangsungnya perang atau konflik bersenjata. Karena pada umumnya dalam
suatu konflik perang nilai-nilai kemanusiaan sering terabaikan.Sehingga
pernghormatan terhadap nilai-nilai hakiki HAM seorang manusia itu sering
terabaikan dalam suatu konflik yang terjadi.1
Oleh karena itu perlu adanya penegakan hukum dari setiap pelanggaran HAM
dalam setiap konflik bersenjata yang terjadi. Peraturan hukum humaniter
menyangkut dengan penegakan hukum dan HAM, dalam satu sisi diterapkan
melalui suatu cara yang diterapkan dalam hukum nasional suatu negara, sementara
itu di pihak yang lainnya penuntutan terhadap pelanggarannya sangat tergantung
1
Rudy, May. Hukum Internasional 2, (Bandung: Refika Aditama, 2001), hlm. 78
3
pada kemauan politik dari pemerintah di negara tersebut. Persoalan inilah yang
kemudian menjadi persoalan pelik dihadapi oleh suatu individu maupun negara
untuk meminta pertanggungjawaban atas setiap pelanggaran HAM yang
terjadi.Dan persoalan ini telah melahirkan kesadaran secara universal untuk
membahasnya.
Pada akhirnya tahun 1999, Indonesia memiliki sistem hukum yang jelas dalam
mengatur dan menyelesaikan suatu persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di
Indonesia. Maka, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan HAM.
4
Kronologi.
Konflik ini berawal pada tanggal 12 Juli 2006, ketika Hizbullah menyerang
kota Shlomi di Israel utara dengan rudal Katyusha, kemudian pasukan Hizbullah
menyusup ke wilayah Israel. Dalam serangan tersebut, tiga pasukan Israel
dibunuh, dua luka-luka, dan dua diculik. Peristiwa ini kemudian berlanjut dengan
serangan Hizbullah ke wilayah Israel yang menghasilkan delapan orang tentara
Israel tewas dan melukai lebih dari 20 orang. Israel kemudian membalas dengan
Operasi Just Reward ("Balasan yang Adil"), yang lalu namanya diubah menjadi
Operasi Change of Direction ("Perubahan Arah"). Serangan balasan ini meliputi
tembakan roket yang ditujukan ke arah Libanon dan pengeboman oleh Angkatan
Udara Israel (IAF), blokade Udara dan Laut serta beberapa serangan kecil ke
dalam wilayah Lebanon selatan oleh tentara darat IDF.
2
Perang Lebanon 2006. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Lebanon_2006 pada
tanggal 17 September 2019, pukul 19.03.
5
Kini 2006 pemerintah Zionis Israel melakukannya lagi, tanpa alasan yang kuat
atau yang dapat dibenarkan menurut aturan hukum internasional dan hukum
humaniter (misalnya, ada alasan dan bukti bahwa keamanan Israel terancam).
Memang kemudian pasukan Hizbullah membalas dengan meluncurkan beberapa
kali serangan bom ke wilayah utara Israel, tetapi tindakan “bela diri” itu
sebenarnya dipicu oleh arogansi sikap dan aksi serangan brutal Israel ke Lebanon
Selatan.
Konflik Palestina serta pertempuran Israel dan Hizbullah adalah bahwa hal ini
bukan “perang agama” dan bukan bermotif keagamaan (antara Kristen dan Islam).
Konflik dan pertempuran di kawasan itu adalah semata-mata bermotif perjuangan
Israel menegakkan hegemoni dan sbealiknya pnentangan pihak lain (Palestina,
Syria, Lebanon) terhadap dominasi Israel. Jelas konflik kepentingan nasional
masing-masing bangsa dan bukan bermotif konflik keagamaan.
Pembahasan
6
againts the territorial integrity or political independence of any state ao any other
manner inconsistence with the purpose of the United Nations. 3Seandainya perang
harus ditempuh maka para pihak harus melaksanakan sesuai dengan hukum
humaniter. Sudah diketahui bahwasanya hukum perang itu sendiri merupakan
bagian dari hukum internasional, salah satu prinsip dasar yang dianut dalam
hukum perang adalah pembedaan antara kombat dan penduduk sipil. 4. Setiap
kombatan harus membedakan dirinya dengan orang sipil, karena orang sipil tidak
boleh diserang dan tidak boleh ikut secara langsung dalam pertempuran.Apabila
seorang kombatan melakukan penyerangan tanpa membedakan dirinya dengan
warga sipil, dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran Hukum Humaniter
Internasional. Dalam instrumen Hukum Humaniter Internasional, prinsip
pembedaan juga diatur dalam Pasal 48 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa
yang menyebutkan bahwa pihak-pihak yang berada dalam sengketa harus
membedakan penduduk sipil dan kombatan, dan kembali ditegaskan dalam Pasal
51 ayat (2) Protokol ini bahwa penduduk sipil tidak boleh dijadikan sasaran
serangan.
3
Arlina Permanasari , Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC,1999, hlm.1
4
Prof Haryomataram SH , Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: Grafindo, 2012 hlm 74 – 75
7
Isi dari paragraf 4 pembukaan protokol tersebut secara tegas menyebutkan
bahwa anak-anak tidak boleh dijadikan target dalam konflik bersenjata, sedangkan
tindakan tentara Israel yang menjadikan anakanak Palestina sebagai tawanan
perang termasuk tindakan yang melibatkan anak dalam konflik bersenjata. Selain
melakukan pelanggaran terhadap Protokol Opsional Konvensi Hak Anak
Mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata, tindakan penawanan
anak yang dilakukan oleh Israel juga melanggar beberapa ketentuan yang
tercantum dalam Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 Mengenai Perlindungan
OrangOrang Sipil dalam Waktu Perang, dan Protokol Tambahan I Konvensi
Jenewa. Adapun beberapa pasal yang dilanggarnya :
8
1. Willful Killing (Pembunuhan yang direncanakan/disengaja)
2. Torture or Inhuman Treatment, including Biological Experiment.
(Penyiksaan atau perlakuan tidak berperikemanusiaan, termasuk bila
manusia digunakan untuk eksperimen biologik)
3. Wilfully Causing Great Suffering (Sengaja Menyebabkan Penderitaan
Besar)
4. Destruction of Property Unjustified by Military Necessity ( Penghancuran
Properti oleh tentara sengketa )
5. Compelling Civilians or Prisoners of War to Serve the Hostile power
6. Wilfully Depriving Civilians or Prisonesrs of war of a Fair Trial
7. Unlawful Deportation of Confinement of Civilians
8. The Taking of Hostages
5
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, (Alumni: Bandung, 2000), hlm. 3
9
Tindakan penyanderaan dan penganiyaan terhadap penduduk Lebanon yang
dilakukan oleh Israel merupakan suatu pelanggaran berat terhadap beberapa
instrumen Hukum Humaniter Internasional, yaitu melanggar Konvensi Jenewa III
Tahun 1949, Konvensi Jenewa IV Tahun 1949.
“5. All forms of repression and cruel and inhuman treatment of women
and children, including imprisonment, torture, shooting, mass arrests,
6
Bunyi Pasal 50 Konvensi Jenewa I 1949
10
collective punishment, destruction of dwellings and forcible eviction,
committed by belligerents in the course of military operations or in
occupied territories shall be considered criminal.”7
Maksud dari point 5 ini adalah bahwa segala bentuk penindasan maupun suatu
perlakuan yang tidak manusiawi dan kejam terhadap perempuan maupun anak-
anak termasuk dalam pemenjaraan, pembunuhan, penyiksaan, penembakan,
penangkapan massal, perkosaan, perusakan tempat tinggal, dan pengusiran paksa
yang dilakukan dalam suatu peperangan sebagai bagian dari operasi militer,
sehingga apabila terjadi pelanggaran terhadap deklarasi tersebut maka harus
dipertanggungjawabkan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan Hukum
Internasional yang berlaku.8
Maka dengan adanya Piagam PBB yang telah dijelaskan diatas, PBB telah
melakukan persidangan dengan Dewan Keamanan PBB akan tetapi Amerika
Serikat memveto Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB tersebut. Tidaka
aneh jika Amerika Serikat hampir selalu menyatakan penolakan (veto) di DK-
PBB dalam hal-hal yang menyangkut Israel.Rancangan Resolusi Dewan
Keamanan PBB ini isinya mengutuk kekejaman Israel dan mendesak Israel untuk
menghentikan aksi pemboman ini.
Lalu, jika PBB tidak dapat bertindak untuk mengendalikan serta mendamaikan
situasi perang dengan cara himbauan atau resolusi, sekiranya apa yang dapat
dilakukan dalam waktu dekat ini? Pilihannya adalah mengirimkan Pasukan Multi-
Nasional untuk memisahkan para pihak yang berseteru atau melakukan gencatan
senjata di antara kedua belah pihak yang sama-sama berjanji untuk tidak akan
pernah melakukan serangan.
7
Piagam PBB point 5 Tahun 1974
8
Nita Triana, Perlindungan Perempuan dan Anak Ketika Perang dalam Hukum Humaniter
Internasional, Jurnal Hukum, Vol. 4 No. 2, Juli-Desember 2009, STAIN Purwokerto, Hal. 5
11
Simpulan
Serangan Israel ke Lebanon tahun 2006 sangat jelas telah melanggar Hukum
Humaniter.Selain itu, serangan itu juga tidak mendapat mandat masyarakat
internasional secara umum.Seharusnya dalam serangan ini baik Israel maupun
Lebanon Selatan mempertimbangkan aspek-aspek Hukum Humaniter untuk
mencegah akibat negatif yang tidak perlu.Penerapan Hukum Humaniter dalam
setiap serangan diharapkan dapat meminimalisir setiap kerugian baik fisik
maupun materi yang ditimbulkan.
12
Jumlah korban yang lebih dari ribuan jiwa dan kebanyakan dari penduduk sipil
menandakan bahwa hukum perang yang menjadi kesepakatan bersama tidak
dijalankan oleh masing-masing pihak yang berkonflik.Hukum Perang hanya
menjadi dalih untuk memulai perang tanpa memperhatikan aturan-aturan yang
berlaku didalamnya setelah konflik terjadi.Seharusnya dalam setiap konflik,
dalam kondisi apapun setiap pihak wajib memperhatikan aturan-aturan yang
menjadi pedoman dalam melakukan serangan.Harus menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan keberlangsungan hidup orang banyak.Bukan menjadikan perang
sebagai sarana untuk menghancurkan atau menghapuskan hak-hak individu yang
berlaku bagi setiap manusia.Semua pihak harus bekerjasama dalam mewujudkan
kehidupan yang sejahtera demi kelangsungan generasi manusia baik dalam
kondisi konflik maupun non konflik.
13
Daftar Pustaka
Buku
Haryomataram, 2012, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta ; Grafindo
Mauna, Boer, 2000, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam
Era Dinamika Global, Bandung: Alumni
Permanasari , Arlina, dkk., 1999, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC
Rudy, May, 2001, Hukum Internasional 2, Bandung: Refika Aditama
Jurnal Hukum
Nita Triana, Perlindungan Perempuan dan Anak Ketika Perang dalam Hukum
Humaniter Internasional, Jurnal Hukum, Vol. 4 No. 2, STAIN Purwokerto,
2009
Internet
Perang Lebanon 2006. Diakses dari :
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Lebanon_2006 pada tanggal 17
September 2019, pukul 19.03.
14