Anda di halaman 1dari 14

Artikel

HAM DAN HUMANITER


SERANGAN ISRAEL KE LEBANON
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Hak Asasi
Manusia
diampu oleh : Dr. Dede Kania, SH.I., M.H.

Disusun oleh:
Abi Zaky Azizi 1173050001
Amanda Ramadhan K 1173050009
Anshar Araniri 1173050016
Difa Dwi Lestari 1173050030

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG


2019

2
Abstrak

Pelanggaran Israel terhadap konvensi The Hague dilakukan dengan


menggunakan cara-cara yang tidak wajar yaitu dengan menggunakan alat-alat dan
cara-cara perang yang dilarang seperti Israel menggunakan bom-bom yang
berhulu ledak besar terlebih pada penggunaan senjata laser dan bom cluster yang
dilarang pengunaannya dalam Hukum Humaniter. Akibatnya banyak korban sipil
yang tewas akibat serangan ini bahkan banyak mengalami cacat tubuh dan
penderitaan yang berkepanjangan. Selain itu, pelanggaran Israel terhadap
Konvensi Jenewa 1949 pasal 3 dengan tidak membedakan antara penduduk sipil
dan kombatan serta penyerangan terhadap obyek sipil yang seharusnya bukan
menjadi target serangan.

Kata Kunci : Agresi , Penyerangan, Humaniter

Pendahuluan

Hukum Perang atau yang sekarang disebut dengan hukum humaniter terdiri
dari sekumpulan aturan yang membatasi penggunaan kekuatan senjata, mengatur
tentang bagaimana prinsip kekuatan yang diperlukan untuk mengalahkan musuh
dan perlakuan apa yang harus dilakukan terhadap individu-individu pada saat
berlangsungnya perang atau konflik bersenjata. Karena pada umumnya dalam
suatu konflik perang nilai-nilai kemanusiaan sering terabaikan.Sehingga
pernghormatan terhadap nilai-nilai hakiki HAM seorang manusia itu sering
terabaikan dalam suatu konflik yang terjadi.1

Oleh karena itu perlu adanya penegakan hukum dari setiap pelanggaran HAM
dalam setiap konflik bersenjata yang terjadi. Peraturan hukum humaniter
menyangkut dengan penegakan hukum dan HAM, dalam satu sisi diterapkan
melalui suatu cara yang diterapkan dalam hukum nasional suatu negara, sementara
itu di pihak yang lainnya penuntutan terhadap pelanggarannya sangat tergantung

1
Rudy, May. Hukum Internasional 2, (Bandung: Refika Aditama, 2001), hlm. 78

3
pada kemauan politik dari pemerintah di negara tersebut. Persoalan inilah yang
kemudian menjadi persoalan pelik dihadapi oleh suatu individu maupun negara
untuk meminta pertanggungjawaban atas setiap pelanggaran HAM yang
terjadi.Dan persoalan ini telah melahirkan kesadaran secara universal untuk
membahasnya.

Di Indonesia pembicaraan tentang penegakan HAM juga tidak kalah


gegernya.Ini terlihat dengan keseriusan pemerintah di bidang HAM yang bermula
pada tahun 1993, yaitu semenjak Komisi Nasional HAM (KOMNAS HAM)
didirikan.Sejak itulah penegakan HAM di Indonesia menjadi perbincangan serius
dan berkesinambungan. Meski tidak dapat dipungkiri adanya pengaruh
internasional yang menjadikan HAM sebagai salah satu isu global, namun
penegakan HAM di Indonesia lebih merupakan hasil dinamika internal yang
merespon gejala internasional secara positif.

Pada akhirnya tahun 1999, Indonesia memiliki sistem hukum yang jelas dalam
mengatur dan menyelesaikan suatu persoalan pelanggaran HAM yang terjadi di
Indonesia. Maka, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan HAM.

Maka, penyanderaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh Tentara Israel


terhadap penduduk Lebanon merupakan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter
Internasional.Artikel ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perspektif
Hukum Humaniter Internasional terhadap tindakan yang dilakukan oleh tentara
Israel terhadap penduduk Lebanon. Selain itu, artikel ini juga bertujuan untuk
mengetahui apa sanksi yang dapat diterapkan terhadap israel yang telah
melakukan pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional. Hasil dalam
pembahasan artikel ini menunjukkan bahwa, pertama, tindakan penawanan yang
dilakukan oleh tentara israel terhadap penduduk Lebanon merupakan pelanggaran
instrumen-instrumen Hukum Internasional dan Hukum Humaniter Internasional.

4
Kronologi.

Konflik Israel-Lebanon 2006 adalah serangkaian tindakan militer dan


bentrokan terus-menerus di Israel utara dan Lebanon yang melibatkan sayap
bersenjata Hizbullah dan Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force atau
IDF).2

Konflik ini berawal pada tanggal 12 Juli 2006, ketika Hizbullah menyerang
kota Shlomi di Israel utara dengan rudal Katyusha, kemudian pasukan Hizbullah
menyusup ke wilayah Israel. Dalam serangan tersebut, tiga pasukan Israel
dibunuh, dua luka-luka, dan dua diculik. Peristiwa ini kemudian berlanjut dengan
serangan Hizbullah ke wilayah Israel yang menghasilkan delapan orang tentara
Israel tewas dan melukai lebih dari 20 orang. Israel kemudian membalas dengan
Operasi Just Reward ("Balasan yang Adil"), yang lalu namanya diubah menjadi
Operasi Change of Direction ("Perubahan Arah"). Serangan balasan ini meliputi
tembakan roket yang ditujukan ke arah Libanon dan pengeboman oleh Angkatan
Udara Israel (IAF), blokade Udara dan Laut serta beberapa serangan kecil ke
dalam wilayah Lebanon selatan oleh tentara darat IDF.

Sebelum konflik Israel-Lebanon 2006, Israel pernah melakukan serangan


besar-besaran kepada Lebanon Selatan pada 24 tahun silam dengan tujuan untuk
melemahkan perjuangan Palestina. Tahun 1982 tentara Israel melakukan invasi ke
Lebanon, menggempur dan memporak-porandakan kamp pengungsi Palestina di
Shabra dan Shatila. Namun tidak ada tindakan keras yang dikenakan terhadap
pemerintah Israel dan tidak ada tindakan keras yang dikenakan terhadap
pemerintah Israel dan tidak ada petinggi militer Israel yang diajukan ke
pengadilan internasional.

2
Perang Lebanon 2006. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Lebanon_2006 pada
tanggal 17 September 2019, pukul 19.03.

5
Kini 2006 pemerintah Zionis Israel melakukannya lagi, tanpa alasan yang kuat
atau yang dapat dibenarkan menurut aturan hukum internasional dan hukum
humaniter (misalnya, ada alasan dan bukti bahwa keamanan Israel terancam).
Memang kemudian pasukan Hizbullah membalas dengan meluncurkan beberapa
kali serangan bom ke wilayah utara Israel, tetapi tindakan “bela diri” itu
sebenarnya dipicu oleh arogansi sikap dan aksi serangan brutal Israel ke Lebanon
Selatan.

Konflik Palestina serta pertempuran Israel dan Hizbullah adalah bahwa hal ini
bukan “perang agama” dan bukan bermotif keagamaan (antara Kristen dan Islam).
Konflik dan pertempuran di kawasan itu adalah semata-mata bermotif perjuangan
Israel menegakkan hegemoni dan sbealiknya pnentangan pihak lain (Palestina,
Syria, Lebanon) terhadap dominasi Israel. Jelas konflik kepentingan nasional
masing-masing bangsa dan bukan bermotif konflik keagamaan.

Pembahasan

Perspektif Hukum Humaniter Internasional Terhadap tindakan yang dilakukan


oleh tentara Israel terhadap penduduk Lebanon. Hukum Humaniter
Internasional ,sebagai salah satu bagian dalam Hukum Internasional, merupakan
salah satu alat dan cara yang dapat digunakan oleh setiap negara, termasuk oleh
negara damai atau negara netral, untuk ikut serta mengurangi penderitaan yang
dialami oleh masyarakat akibat perang yang terjadi di berbagai negara. Dalam hal
ini, Hukum Humaniter Internasional merupakan suatu instrumen kebijakan dan
sekaligus pedoman teknis yang dapat digunakan oleh semua aktor internasional
untuk mengatasi isu internasional yang berkaitan dengan kerugian dan korban
perang.

Ketika perang sebagai salah satu penyelesaian masalah secara paksa


seharusnya dihindari oleh negara-negara yang ber-sengketa untuk menyelesaikan
konflik. Hal ini tercantum dalam Pasal 2 ayat 4 Prinsip PBB yang menentukan: all
member shall refrain in their international relations from the trest or use of force

6
againts the territorial integrity or political independence of any state ao any other
manner inconsistence with the purpose of the United Nations. 3Seandainya perang
harus ditempuh maka para pihak harus melaksanakan sesuai dengan hukum
humaniter. Sudah diketahui bahwasanya hukum perang itu sendiri merupakan
bagian dari hukum internasional, salah satu prinsip dasar yang dianut dalam
hukum perang adalah pembedaan antara kombat dan penduduk sipil. 4. Setiap
kombatan harus membedakan dirinya dengan orang sipil, karena orang sipil tidak
boleh diserang dan tidak boleh ikut secara langsung dalam pertempuran.Apabila
seorang kombatan melakukan penyerangan tanpa membedakan dirinya dengan
warga sipil, dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran Hukum Humaniter
Internasional. Dalam instrumen Hukum Humaniter Internasional, prinsip
pembedaan juga diatur dalam Pasal 48 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa
yang menyebutkan bahwa pihak-pihak yang berada dalam sengketa harus
membedakan penduduk sipil dan kombatan, dan kembali ditegaskan dalam Pasal
51 ayat (2) Protokol ini bahwa penduduk sipil tidak boleh dijadikan sasaran
serangan.

Berdasarkan Hukum Humaniter Internasional, bahwa anak- anak tidak boleh


terlibat dalam dalam konflik yang terjadi serta tidak boleh dijadikan objek
penyiksaan/Sandra oleh pihak bersengketa. Sesuai dalam latar belakang
pembuatan protokol tambahan Konvensi Hak Anak Dalam Konflik Bersenjata.
Paragraf 4 pembukaan protokol opsional Konvensi Hak Anak yang berisi latar
belakang pembentukan Protokol tersebut menyatakan bahwa: “Negara-negara
yang menjadi pihak pada Protokol tersebut mengutuk dijadikannya anak sebagai
target dalam berbagai situasi konflik bersenjata dan serangan-serangan langsung
terhadap berbagai objek yang dilindungi oleh Hukum Internasional, termasuk
tempattempat yang secara umum dihadiri oleh anak-anak dalam jumlah yang
signifikan, seperti sekolah dan rumah sakit.”

3
Arlina Permanasari , Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC,1999, hlm.1
4
Prof Haryomataram SH , Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: Grafindo, 2012 hlm 74 – 75

7
Isi dari paragraf 4 pembukaan protokol tersebut secara tegas menyebutkan
bahwa anak-anak tidak boleh dijadikan target dalam konflik bersenjata, sedangkan
tindakan tentara Israel yang menjadikan anakanak Palestina sebagai tawanan
perang termasuk tindakan yang melibatkan anak dalam konflik bersenjata. Selain
melakukan pelanggaran terhadap Protokol Opsional Konvensi Hak Anak
Mengenai Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata, tindakan penawanan
anak yang dilakukan oleh Israel juga melanggar beberapa ketentuan yang
tercantum dalam Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 Mengenai Perlindungan
OrangOrang Sipil dalam Waktu Perang, dan Protokol Tambahan I Konvensi
Jenewa. Adapun beberapa pasal yang dilanggarnya :

1. Pasal 34 bahwa: “Pihak yang berada dalam pertikaian dilarang untuk


melakukan penangkapan orang untuk dijadikan sandera.”
2. Paragraf pertama Pasal 24 menyatakan: “Pihak-pihak dalam pertikaian
harus mengambil tindakantindakan yang perlu untuk menjamin bahwa anak-
anak di bawah lima belas tahun, yatim piatu, atau yang terpisah dari
keluarganya sebagai akibat dari perang, tidak dibiarkan pada nasibnya
sendiri, dan bahwa pemeliharaan, pelaksanaan ibadah, dan pendidikan
mereka selalu akan mendapat bantuan.”

Pasal-Pasal tersebut menegaskan bahwa melakukan penawanan terhadap


orang-orang sipil merupakan tindakan yang dilarang, dan pihak-pihak yang berada
dalam pertikaian harus menjamin perlindungan anak-anak yang berusia di bawah
lima belas tahun. Tindakan tentara Israel yang menangkap dan memasukkan
mereka ke penjara merupakan tindakan yang membiarkan anak-anak tersebut pada
nasibnya sendiri, karena mereka tidak mendapatkan perhatian dan pengasuhan
yang layak.

Beberapa kategori tindakan kejahatan/pelanggaran berat (grave breaches)


dalam hukum humaniter yang bisa kita simpulkan dari isi Konvensi Jenewa 1949
adalah sebagai berikut :

8
1. Willful Killing (Pembunuhan yang direncanakan/disengaja)
2. Torture or Inhuman Treatment, including Biological Experiment.
(Penyiksaan atau perlakuan tidak berperikemanusiaan, termasuk bila
manusia digunakan untuk eksperimen biologik)
3. Wilfully Causing Great Suffering (Sengaja Menyebabkan Penderitaan
Besar)
4. Destruction of Property Unjustified by Military Necessity ( Penghancuran
Properti oleh tentara sengketa )
5. Compelling Civilians or Prisoners of War to Serve the Hostile power
6. Wilfully Depriving Civilians or Prisonesrs of war of a Fair Trial
7. Unlawful Deportation of Confinement of Civilians
8. The Taking of Hostages

Ada banyak upaya yang dilakukan untuk menghentikan pertempuran di


Lebanon. Layaknya hukum nasional, hukum humaniter yang menjadi bagian
hukum internasional juga kadang melanggar ataupun adanya pembangkangan dari
negara-negara tertentu.Pelanggaran-pelanggaran ini sangat amat sering terjadi
dalam setiap konflik bersenjata baik internasional maupun non
internasional.Tetapi setiap kali terjadinya suatu pelanggaran, negara yang
melakukan pelanggaran selalu berusaha menjelaskan bahwa tindakan yang
mereka perbuat tidak bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku dan
bahkan menurut mereka sejalan dengan adanya prinsip-prinsip yang
berlaku.Usaha pembenaran tindakan tersebut kiranya merupakan bukti bahwa
hukum internasional itu memang ada, namun dalam prakteknya kadang diabaikan
oleh beberapa negara demi kepentingan politik pihak-pihak tertentu.5

5
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, (Alumni: Bandung, 2000), hlm. 3

9
Tindakan penyanderaan dan penganiyaan terhadap penduduk Lebanon yang
dilakukan oleh Israel merupakan suatu pelanggaran berat terhadap beberapa
instrumen Hukum Humaniter Internasional, yaitu melanggar Konvensi Jenewa III
Tahun 1949, Konvensi Jenewa IV Tahun 1949.

Tetapi, instrumen-insrumen Konvensi Jenewa III maupun Konvensi Jenewa IV


tidak menyebutkan aturan mengenai sanksi-sanksi yang dapat diterapkan apabila
ada pihak-pihak yang melanggar Hukum Humaniter Internasional. Pada tahun
1949 komisi Hukum Internasional memutuskan untuk tidak mencampuri hukum
tentang perang di dalam agendanya, karena mengingat suatu pembahasan dalam
cabang Hukum Internasional ini dapat dipandang sebagai hilangnya suatu
kepercayaan pada kemampuan PBB untuk memelihara perdamaian dan keamanan
dunia. Dalam Konvensi Jenewa 1949 dimana kejahatan perang atau disebut
dengan pelanggaran berat (grave breaches) , sebagaimana diatur dalam Pasal 50
Konvensi I:

“Pelanggaran-pelanggaran berat (grave breaches) yang dimaksudkan


oleh Pasal yang terdahulu ialah pelanggaran-pelanggaran yang meliputi
perbuatan-perbuatan berikut, apabila dilakukan terhadap orang atau
milik yang dilindungi oleh Konvensi : pembunuhan disengaja,
penganiayaan atau perlakuan tak berperikemanusiaan, termasuk
percobaan biologis, menyebabkan dengan sengaja penderitaan besar atau
luka berat atas badan atau kesehatan, serta pembinasaanyang luas dan
tindakan pemilikan atas harta benda yang tidak dibenarkan oleh
kepentingan militer dan yang dilaksanakan dengan melawan hukum”.6

Sedangkan pada tahun 1974 PBB menyatakan dalam The Declaration on


theProtection of Women and Children in Emergency, disebutkan dalam point 5
yaitu:

“5. All forms of repression and cruel and inhuman treatment of women
and children, including imprisonment, torture, shooting, mass arrests,

6
Bunyi Pasal 50 Konvensi Jenewa I 1949

10
collective punishment, destruction of dwellings and forcible eviction,
committed by belligerents in the course of military operations or in
occupied territories shall be considered criminal.”7

Maksud dari point 5 ini adalah bahwa segala bentuk penindasan maupun suatu
perlakuan yang tidak manusiawi dan kejam terhadap perempuan maupun anak-
anak termasuk dalam pemenjaraan, pembunuhan, penyiksaan, penembakan,
penangkapan massal, perkosaan, perusakan tempat tinggal, dan pengusiran paksa
yang dilakukan dalam suatu peperangan sebagai bagian dari operasi militer,
sehingga apabila terjadi pelanggaran terhadap deklarasi tersebut maka harus
dipertanggungjawabkan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan Hukum
Internasional yang berlaku.8

Maka dengan adanya Piagam PBB yang telah dijelaskan diatas, PBB telah
melakukan persidangan dengan Dewan Keamanan PBB akan tetapi Amerika
Serikat memveto Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB tersebut. Tidaka
aneh jika Amerika Serikat hampir selalu menyatakan penolakan (veto) di DK-
PBB dalam hal-hal yang menyangkut Israel.Rancangan Resolusi Dewan
Keamanan PBB ini isinya mengutuk kekejaman Israel dan mendesak Israel untuk
menghentikan aksi pemboman ini.

Lalu, jika PBB tidak dapat bertindak untuk mengendalikan serta mendamaikan
situasi perang dengan cara himbauan atau resolusi, sekiranya apa yang dapat
dilakukan dalam waktu dekat ini? Pilihannya adalah mengirimkan Pasukan Multi-
Nasional untuk memisahkan para pihak yang berseteru atau melakukan gencatan
senjata di antara kedua belah pihak yang sama-sama berjanji untuk tidak akan
pernah melakukan serangan.

7
Piagam PBB point 5 Tahun 1974
8
Nita Triana, Perlindungan Perempuan dan Anak Ketika Perang dalam Hukum Humaniter
Internasional, Jurnal Hukum, Vol. 4 No. 2, Juli-Desember 2009, STAIN Purwokerto, Hal. 5

11
Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang kami lakukan, Pelanggaran


Israel terhadap konvensi The Hague dilakukan dengan menggunakan alat-alat dan
cara-cara perang yang dilarang seperti Israel menggunakan bom-bom yang
berhulu ledak besar terlebih pada penggunaan senjata laser dan bom cluster yang
dilarang pengunaannya dalam Hukum Humaniter. Akibatnya banyak korban sipil
yang tewas akibat serangan ini bahkan banyak mengalami cacat tubuh dan
penderitaan yang berkepanjangan. Selain itu, pelanggaran Israel terhadap
Konvensi Jenewa 1949 pasal 3 dengan tidak membedakan antara penduduk sipil
dan kombatan serta penyerangan terhadap obyek sipil yang seharusnya bukan
menjadi target serangan.

Akibatnya, serangan Israel terhadap Lebanon telah melumpuhkan seluruh


komponen yang mendukung kelangsungan hidup rakyat Lebanon.Dalam hal ini
serangan udara yang berlanjut dengan agresi militer Israel ke wilayah Lebanon
(JuliAgustus 2006).Ketentuan Hukum Humaniter yang secara faktual telah
dilanggar oleh Israel adalah pemboman yang mengakibatkan adanya korban
penduduk sipil, menimbulkan derita dan kesengsaraan yang berkelanjutan bagi
penduduk sipil akibat dari serangan tersebut, dan menghancurkan wilayah
Lebanon.

Serangan Israel ke Lebanon tahun 2006 sangat jelas telah melanggar Hukum
Humaniter.Selain itu, serangan itu juga tidak mendapat mandat masyarakat
internasional secara umum.Seharusnya dalam serangan ini baik Israel maupun
Lebanon Selatan mempertimbangkan aspek-aspek Hukum Humaniter untuk
mencegah akibat negatif yang tidak perlu.Penerapan Hukum Humaniter dalam
setiap serangan diharapkan dapat meminimalisir setiap kerugian baik fisik
maupun materi yang ditimbulkan.

12
Jumlah korban yang lebih dari ribuan jiwa dan kebanyakan dari penduduk sipil
menandakan bahwa hukum perang yang menjadi kesepakatan bersama tidak
dijalankan oleh masing-masing pihak yang berkonflik.Hukum Perang hanya
menjadi dalih untuk memulai perang tanpa memperhatikan aturan-aturan yang
berlaku didalamnya setelah konflik terjadi.Seharusnya dalam setiap konflik,
dalam kondisi apapun setiap pihak wajib memperhatikan aturan-aturan yang
menjadi pedoman dalam melakukan serangan.Harus menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan keberlangsungan hidup orang banyak.Bukan menjadikan perang
sebagai sarana untuk menghancurkan atau menghapuskan hak-hak individu yang
berlaku bagi setiap manusia.Semua pihak harus bekerjasama dalam mewujudkan
kehidupan yang sejahtera demi kelangsungan generasi manusia baik dalam
kondisi konflik maupun non konflik.

13
Daftar Pustaka
Buku
Haryomataram, 2012, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta ; Grafindo
Mauna, Boer, 2000, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam
Era Dinamika Global, Bandung: Alumni
Permanasari , Arlina, dkk., 1999, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: ICRC
Rudy, May, 2001, Hukum Internasional 2, Bandung: Refika Aditama

Jurnal Hukum
Nita Triana, Perlindungan Perempuan dan Anak Ketika Perang dalam Hukum
Humaniter Internasional, Jurnal Hukum, Vol. 4 No. 2, STAIN Purwokerto,
2009

Internet
Perang Lebanon 2006. Diakses dari :
https://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Lebanon_2006 pada tanggal 17
September 2019, pukul 19.03.

14

Anda mungkin juga menyukai