Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS KRITIS

TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN


No.48/PDT/G /2013/ PN.BDG TENTANG KEWARISAN
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mandiri mata kuliah
Hukum Keluarga dan Waris BW
Dosen Pengampu : Neng Yani Nurhayani, SH.,MH

Oleh
Abi Zaky Azizi
117305001

ILMU HUKUM B/VII


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
oleh karena Rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyusun makalah tentang
Analisis Kritis terhadap Putusan Pengadilan No. 48 / PDT/ G / 2013/ PN. BDG.
tentang Kewarisan; sebagai tugas individu dalam mata Hukum Keluarga dan
Waris BW dengan lancar. Walaupun banyak isi dari makalah ini dikutip
langsung dari sumber, tapi penulis berharap makalah ini dapat membantu
menambah wawasan pembaca mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
materi ini.
Penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah berkenan membantu baik melalui pikiran maupun dalam bentuk
tindakan apapun guna menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu berharap berbagai masukan dan kritikan dari pembaca sekalian guna
perbaikan berkesinambungan bagi kita semua. Semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat sebagaimana mestinya, sebagai sarana bagi
pengembangan keilmuan khususnya di dunia pendidikan.

Bandung, 14 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................2
D. Manfaat Penulisan ..........................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORITIS


A. Putusan Hakim ...............................................................................1
B. Asas-Asas Putusan .........................................................................3
C. Jenis-Jenis Putusan .........................................................................6

BAB III PEMBAHASAN


A. Posisi Perkara/Duduk Perkara .......................................................12
B. Analisis Kritis Putusan Pengadilan No.48 /PDT/G/2013/PN.
BDG .............................................................................................23
1. Kekeliruan Pertimbangan Hakim ............................................23
2. Kekeliruan Diktum/Amar Putusan ..........................................24
3. Faktor Pengaruh Kekeliruan....................................................25
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekalipun hakim sebagai perwakilan negara telah dipercaya oleh
negara menjalankan tugas, kewajiban, dan kewenangan dalam memeriksa,
mengadili, dan memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya secara
adil, namun hakim sebagai manusia biasa tidak luput dari kekeliruan
dalam menimbang perkara yang mengakibatkan putusannya menjadi tidak
adil (keliru).
Salah satu bukti begitu tingginya kepercayaan negara terhadap hakim,
maka dalam peraturan hukum acara perdata ditegaskan bahwa hakim
“tidak boleh menolak perkara untuk diperiksa, diadili, dan diputus” hanya
dengan alasan hukumnya tidak ada atau hukumnya tidak jelas2 yang oleh
penganut doktrin Sens-clair (la doktrine du sensclair) dikatakan bahwa
hakim harus berupaya keras menemukan hukum apabila terjadi dua hal,
yaitu: Terhadap kasus in konkreto yang sedang diperiksa dan diadili oleh
hakim, peraturan hukumnya tidak jelas. Apabila kasus in konkreto yang
sedang diperiksa dan diadili oleh hakim, hukumnya tidak ada.
Mengapa hakim dilarang menolak memeriksa dan mengadili perkara
dengan alasan hukumnya tidak ada atau hukumnya tidak jelas karena
hakim dianggap mengetahui hukumnya dan dapat mengambil keputusan
berdasarkan ilmu pengetahuannya sendiri dan keyakinannya sendiri
sebagaimana dikenal dalam doktrin ilmu hukum “curia ius novit” yang
artinya hakim dianggap mengetahui hukum.
Berdasarkan berbagai injeksi kaidah dan norma tersebut kaitannya
dengan perkara kewarisan sebagaimana dalam putusan Pengadilan No.48
/PDT/G/2013/PN.BDG dilihat dari sudut pandang yuridis normatif dengan
pendekatan perundang-undangan, ternyata secara substantif, di dalamnya
mengandung kekeliruan sehingga masih terbuka peluang untuk dilanjutkan
pada proses selanjutnya (banding hingga peninjauan kembali) sekiranya
ada pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan pengadilan tersebut.

1
Demikian juga bagi akademisi terbuka peluang yang luas baginya untuk
menkritisi secara cermat dan mendalam.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kekeliruan-kekeliruan pertimbangan hukum dalam putusan
Pengadilan No.48 /PDT/G/2013/PN.BDG?
2. Bagaimana kekeliruan diktum/amar putusan dalam putusan Pengadilan
No.48 /PDT/G/2013/PN.BDG?
3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya kekeliruan
pertimbangan hukum dan diktum putusan dalam putusan Pengadilan
No.48 /PDT/G/2013/PN.BDG?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam melalui makalah ini sebagai
berikut:
1. Mengetahui kekeliruan-kekeliruan pertimbangan hokum dalam
putusan Pengadilan No.48 /PDT/G/2013/PN.BDG
2. Mengetahui kekeliruan diktum/amar putusan dalam putusan
Pengadilan No.48 /PDT/G/2013/PN.BDG
3. Mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekeliruan
pertimbangan hukum dan diktum putusan dalam putusan Pengadilan
No.48 /PDT/G/2013/PN.BDG

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa
Membantu mahasiswa agar paham dengan unsur-unsur yang tepat
didalam keputusan waris.
2. Bagi Kepentingan Teoritis
Lebih baik dalam menjelaskan peranan unsur kepastian hokum dalam
memutuskan hal waris. .

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Putusan Hakim
Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu
pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau masalah antar
pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan,
melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan
kemudian diucapkan oleh Hakim di persidangan. Sebuah konsep
putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum
diucapkan di persidangan oleh hakim.1
Putusan akhir dalam suatu sengketa yang diputuskan oleh hakim
yang memeriksa dalam persidangan umumnya mengandung sangsi
berupa hukuman terhadap pihak yang dikalahkan dalam suatu
persidangan di pengadilan. Sanksi hukuman ini baik dalam Hukum
Acara Perdata maupun Hukum Acara Pidana pelaksanaannya dapat
dipaksakan kepada para pelanggar hak tanpa pandang bulu, hanya saja
bedanya dalam Hukum Acara Perdata hukumannya berupa pemenuhan
prestasi dan atau pemberian ganti rugi kepada pihak yang telah
dirugikan atau yang dimenangkan dalam persidangan pengadilan
dalam suatu sengketa, sedangkan dalam Hukum Acara Pidana
umumnya hukumannya penjara dan atau denda.2
B. Asas-Asas Putusan
Asas yang mesti ditegakkan agar suatu putusan yang dijatuhkan
tidak mengandung cacat, diatur dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 Rbg
dan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman,3 antara lain:

1
M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika.Jakarta.2004.hlm.40
2
Ibid.hlm.34

3
a. Memuat dasar alasan yang jelas dan rinci;
Menurut asas ini putusan yang dijatuhkan harus berdasarkan
pertimbangan yang jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi
ketentuan itu dikategorikan putusan yang tidak cukup
pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd (insufficient
judgement). Alasan-alasan hukum yang menjadi dasar
pertimbangan bertitik tolak dari ketentuan Pasal 23 Undang-
Undang No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang No. 35 Tahun 1999, sekarang dalam Pasal 25 ayat (1)
Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yakni3;
1. Pasal-pasal tertentu peraturan perundang-undangan,
2. Hukum kebiasaan,
3. Yurisprudensi, atau
4. Doktrin hokum.
b. Wajib mengadili seluruh bagian gugatan;
Asas ini digariskan dalam Pasal 178 ayat (2) HIR, Pasal 189
ayat (2) RBG dan Pasal 50 Rv. Putusan harus secara total dan
menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang
diajukan. Tidak boleh hanya memeriksa dan memutuskan sebagian
saja dan mengabaikan gugatan selebihnya.4
c. Tidak boleh mengabulkan melebih tuntutan;
Asas ini digariskan dalam Pasal 178 ayat (3) HIR, Pasal 189
ayat (3) RBG, dan Pasal 50 Rv. Putusan tidak boleh mengabulkan
melebihi tuntutan yang diajukan dalam gugatan. Jika hakim
mengabulkan lebih dari tuntutan dalam gugatan maka hakim
dianggap telah melampaui batas wewenang dan harus dinyatakan

3
Ibid.hlm.36
4
Ibid.

4
cacat meskipun hal ini dilakukan hakim dengan itikad baik maupun
sesuai dengan kepentingan umum.5
d. Diucapkan di muka umum6
1. Prinsip keterbukaan untuk umum bersifat Imperatif (memaksa).
Prinsip ini didasarkan oleh asas fair trial, menurut asas ini
pemeriksaan persidangan harus didasarkan pada proses yang
jujur sejak awal sampai akhir. Prinsip ini bertolak belakang
dengan peradilan yang bersifat rahasia (secrecy) atau
confidence sebagaimana dalam proses pemeriksaan mediasi
atau arbitrase, dengan maksud untuk menjaga kredibilitas para
pihak yang bersengketa.
2. Akibat hukum atas pelanggaran asas keterbukaan
Prinsip pemeriksaan dan putusan diucapkan secara terbuka,
ditegaskan dalam Pasal 18 Undang-Undang No. 14 Tahun
1970, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 35
Tahun 1999 sekarang dalam Pasal 20 Undang-Undang No. 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi:
“Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum”. Dalam Hukum Acara Pidana, prinsip ini ditegaskan
dalam Pasal 64 KUHAP: “Terdakwa berhak untuk diadili di
sidang pengadilan yang terbuka untuk umum”.
Pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (2) jo Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengakibatkan;
a. Tidak sah, atau
b. Tidak mempunyai kekuatan hukum.
3. Dalam hal pemeriksaan secara tertutup, putusan tetap
diucapkan dalam sidang terbuka.

5
Ibid.hlm.37
6
Ibid.hlm.41

5
Dalam kasus-kasus tertentu, peraturan perundang-undangan
membenarkan pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup.
Akan tetapi, pengecualian ini sangat terbatas, yang terutama
dalam bidang hukum kekeluargaan, khususnya perkara
perceraian. Prinsip pemeriksaan tertutup dalam persidangan
perceraian bersifat imperatif, namun sepanjang mengenai
proses pengucapan putusan, tetap tunduk pada ketentuan Pasal
18 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 sekarang dalam
Pasal 20 Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
4. Diucapkan di dalam sidang pengadilan
Selain persidangan harus terbuka untuk umum,
pemeriksaan dan pengucapan putusan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila dilakukan dalam sidang
pengadilan. Menyimpang dari ketentuan itu, mengakibatkan
putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan.
5. Radio dan televisi dapat menyiarkan langsung pemeriksaan
dari ruang sidang.
Sesuai dengan perkembangan jaman, penyiaran dan
penayangan radio dan televisi, dapat dilakukan langsung dari
ruang sidang, dan hal ini sudah banyak diterapkan di berbagai
negara.
C. Jenis-Jenis Putusan Hakim
Dalam Pasal 196 ayat (1) HIR/Pasal 185 ayat (1) RBG dinyatakan
bahwa keputusan yang bukan merupakan putusan akhir walaupun
harus diucapkan dalam persidangan juga, tidak dibuat secara terpisah
melainkan hanya dituliskan dalam berita acara persidangan saja.7
Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat disimpulkan ada 2 (dua)
macam putusan yaitu putusan sela dan putusan akhir. a. Putusan Sela

7
Sarwono.Hukum Acara Perdata Toeri dan Praktik.Sinar Grafika.Jakarta.2011.hlm.50.

6
Menurut H. Ridwan Syahrani (Zainuddin Mappong 2010 : 105),
putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir,
diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah
kelanjutan pemeriksaan perkara. Mengenai Putusan sela disinggung
dalam pasal 185 ayat (1) HIR atau Pasal 48 RV. Menurut pasal
tersebut, hakim dapat mengambil atau menjatuhkan putusan yang
bukan putusan akhir (eind vonnis), yang dijatuhkan pada saat proses
pemeriksaan berlangsung. Namun, putusan ini tidak berdiri sendiri,
tapi merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir mengenai pokok
perkara. Jadi, hakim sebelum menjatuhkan putusan akhir dapat
mengambil putusan sela baik yang berbentuk putusan preparatoir atau
interlocutoir.8
Putusan sela berisi perintah yang harus dilakukan para pihak yang
berperkara untuk memudahkan hakim menyelesaikan pemeriksaan
perkara, sebelum hakim menjatuhkan putusan akhir. Sehubungan
dengan itu, dalam teori dan praktik dikenal beberapa jenis putusan
yang muncul dari putusan sela, antara lain9:
1. Putusan Preparatoir.
Putusan Preparatoir adalah putusan sela yang dipergunakan
untuk mempersiapkan putusan akhir. Putusan ini tidak mempunyai
pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir karena putusannya
dimaksudkan untuk mempersiapkan putusan akhir. Misalnya: a)
Putusan yang menolak atau menerima penundaan sidang untuk
pemeriksaan saksi-saksi. Putusan yang menolak atau menerima
penundaan sidang untuk pemeriksaan saksi ahli. c) Putusan yang
memerintahkan tergugat supaya menghadap sendiri dipersidangan
pengadilan untuk dimintai keterangan langsung tentang terjadinya
peristiwa hukum yang sebenarnya walaupun tergugat telah diwakili
oleh kuasa hukumnya dan lain sebagainya.

8
Ibid.hlm.52
9
Ibid.hlm.55

7
2. Putusan Interlocutoir
Putusan Interlocutoir adalah putusan sela yang berisi perintah
untuk mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap bukti-
bukti yang ada pada para pihak yang sedang berperkara dan para
saksi yang dipergunakan untuk menentukan putusan akhir.
Putusan Interlocutoir ini dapat mempengaruhi putusan akhir
karena hasil dari pemeriksaan terhadap alat-alat bukti dapat
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membuat
keputusan akhir.
a. Memerintahkan pemeriksaan keterangan ahli, berdasarkan
pasal 154 HIR.
Apabila hakim secara ex officio maupun atas permintaan
salah satu pihak, menganggap perlu mendengar pendapat ahli
yang kompeten menjelaskan hal yang belum terang tentang
masalah yang disengketakan.
b. Memerintahkan pemeriksaan setempat (gerechtelijke
plaatssopmening) berdasarkan Pasal 153 HIR.
Jika hakim berpendapat atau atas permintaan salah satu
pihak, perlu dilakukan pemeriksaan setempat maka
pelaksanaannya dituangkan dalam putusan interlocutoir yang
berisi perintah kepada Hakim Komisaris dan Panitera untuk
melaksanakannya.
c. Memerintahkan pengucapan atau pengangkatan sumpah baik
sumpah penentu atau tambahan berdasarkan Pasal 155 HIR,
Pasal 1929 KUHPerdata maka pelaksanaannya dituangkan
dalam putusan interlocutoir.
d. Memerintahkan pemanggilan para saksi berdasarkan Pasal 139
HIR yakni saksi yang diperlukan penggugat atau tergugat,
tetapi tidak dapat menghadirkannya berdasarkan pasal 121
HIR, pihak yang berkepentingan dapat meminta kepada hakim
supaya saksi tersebut dipanggil secara resmi oleh juru sita.

8
e. Memerintahkan pemeriksaan pembukuan perusahaan yang
terlibat dalam suatu sengketa oleh akuntan publik yang
independen.
3. Putusan Insidentil
Putusan Insidentil adalah putusan sela yang berhubungan
dengan insident atau peristiwa yang dapat menghentikan proses
peradilan biasa untuk sementara. MisalnyaKematian kuasa dari
salah satu pihak, baik itu tergugat maupun penggugat.
a. Putusan atas tuntutan agar pihak penggugat mengadakan
jaminan terlebih dahulu sebelum dilaksanakan putusan serta
merta.
b. Putusan yang memperbolehkan pihak ketiga turut serta dalam
suatu perkara (voeging, tusschenkomst, vrijwaring) dan
sebagainya.
4. Putusan provisional
Diatur dalam Pasal 180 HIR, Pasal 191 RGB. Disebut juga
prvisionele beschikking, yakni keputusan yang bersifat sementara
atau interm award (temporaru disposal) yang berisi tindakan
sementara menunggu sampai putusan akhir mengenai pokok
perkara dijatuhkan. Untuk menunggu putusan akhir, putusan
provisionil dilaksanakan terlebih dahulu dengan alasan yang sangat
mendesak demi kepentingan salah satu pihak. Misalnya:
a. Putusan dalam perkara perceraian dimana pihak istri mohon
agar diperkenankan meninggalkan tempat tinggal bersama
suami selama dalam proses persidangan berlangsung.
b. Putusan yang menyatakan bahwa suami yang digugat oleh
istrinya karena telah melalaikan kewajibannya untuk
memberikan nafkah kepada anak istrinya, agar suami tersebut
dihukum untuk membayar nafkah terlebih dahulu kepada anak
istrinya sebelum putusan akhir dijatuhkan, dan lain sebagainya.
5. Putusan akhir

9
Menurut H.Ridwan Syahrani, putusan akhir (eindvonnis)
adalah putusan yang mengakhiri perkara perdata pada tingkat
pemeriksaan tertentu. Perkara perdata dapat diperiksa pada 3 (tiga)
tingkat pemeriksaan, yaitu pemeriksaan tingkat pertama di
pengadilan negeri, pemeriksaan tingkat banding di pengadilan
tinggi, dan pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
Putusan akhir ditinjau dari segi sifat amarnya (diktumnya) dapat
dibedakan atas tiga macam (Sarwono 2011 : 212-213), yaitu10:
1. Putusan Declaratoir
Putusan declaratoir adalah putusan yang hanya menegaskan
atau menyatakan suatu keadaan hukum semata-mata. Misalnya:
putusan tentang keabsahan anak angkat menurut hukum,
putusan ahli waris yang yang sah, putusan pemilik atas suatu
benda yang sah.
2. Putusan Constitutief (Pengaturan)
Putusan Constitutief adalah putusan yang dapat meniadakan
suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum
yang baru. Misalnya: putusan tentang perceraian, putusan yang
menyatakan bahwa seseorang jatuh pailit, putusan tidak
berwenangnya pengadilan menangani suatu perkara.
3. Putusan Condemnatoir (Menghukum)
Putusan Condemnatoir adalah putusan yang bersifat
menghukum pihak yang dikalahkan dalam persidangan untuk
memenuhi prestasi. Pada umumnya putusan condemnatoir ini
terjadi disebabkan oleh karena dalam hubungan perikatan
antara penggugat dan tergugat yang bersumber pada perjanjian
atau undang-undang telah terjadi wanprestasi dan perkaranya.
diselesaikan di pengadilan. Misalnya11:

10
Sarwono.Hukum Acara Perdata Toeri dan Praktik.Sinar Grafika.Jakarta.2011.hlm.60
11
M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika.Jakarta.2004.hlm.76.

10
a. Hukuman untuk meyerahkan sebidang tanah beserta
bangunan rumah yang berdiri diatasnya sebagai pelunasan
utang.
b. Hukuman untuk membayar sejumlah uang.
c. Hukuman untuk membayar ganti rugi.
d. Hukuman untuk menyerahkan barang-barang jaminan baik
terhadap barang-barang bergerak maupun tidak bergerak.
Dalam putusan condemnatoir ini mempunyai kekuatan
mengikat terhadap salah satu pihak yang dikalahkan dalam
persidangan untuk memenuhi prestasinya sesuai dengan
perjanjian yang telah mereka sepakati bersama ditambah
dengan bunga dan biaya persidangan dan eksekusi, yang mana
pelaksnaan eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi
jaminan atas perikatan dapat dilaksanakan dengan cara paksa
oleh panitera pengadilan yang dibantu oleh aparat teritorial
(aparat pemerintah) setempat.12

12
Ibid.hlm.73

11
BAB III
PEMBAHASAN
A. Posisi Kasus / Duduk Perkara
1. Pewaris dan Ahli Waris
Pada masa hidupnya Ong Djien Siang alias Ong Djien Kiang menikah
dengan seorang wanita yaitu Tan Tjong Lian. Setelah mereka mengarungi
bahtera rumahtangga mereka dikariniai 7 orang anak yaitu : Yoas, Siane
Hanna, Ellia, Siska, Ester, Lydia Entjang, Fibe. Mereka semua adalah anak
sah dari kedua pasangan ini. Sehingga setelah Ong Djien Siang alias Ong
Djien Kiang meninggal dunia maka mereka 7 bersaudara dan istri Ong
Djien Siang alias Ong Djien Kiang menjadi ahli warisnya. almarhum Ong
Djien Siang alias Ong Djien Kiang sehari-hari dipanggil Entjang, yang
telah meninggal pada tanggal 19 Juli tahun 2004, selain meninggalkan
para ahli waris.13
A B

C D E F G H I

Penjelasan :
A meninggal dunia meninggalkan seorang istri yaitu B dan juga ketujuh
anak-anaknya yaitu , C, D, E, F, G, H dan I. setelah A meninggal dunia
terjadi masalah di keluarganya dengan posisi penggugat dan tergugat
sebagai berikut :

13
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 48/PDT/G /2013/ PN.BDG

12
a. Ny. Tan Tjong Lian alias Lianita Entjang / Liana Lianita (Isteri)
b. Yoas / Tergugat;
c. Siane Hanna / para penggugat;
d. Ellia / para penggugat;
e. Siska / para penggugat;
f. Ester /para penggugat;
g. Lydia Entjang / para penggugat;
h. Fibe / para penggugat;
Setelah Ong Djien Siang alias Ong Djien Kiang meninggal dunia, Siane
Hanna, Ellia, Siska, Ester Lydia Entjang dan Fibe menggugat Yoas dan Ny.
Tang Tjong Lian alias Lianita Entjang / Liana Lianita atau istri Ong Djien
Siang alias Ong Djien Kiang, mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan
Negeri Bandung atas masalah pembagaian harta warisan yang
ditinggalkan.14
2. Harta Peninggalan / Harta Warisan
Sebidang tanah berikut bangunan yang berdiri diatasnya, sesuai
dengan Sertipikat Hak Milik No. 601 yang dikeluarkan oleh Kantor
Agraria Kotamadya Bandung, terletak di Kelurahan Sukahaji, Kecamatan
Babakan Ciparay, Kota Bandung, Surat Ukur No. 309 /1983 luas : 134 m2,
tercatat atas nama Entjang (Ong Djien Kiang)"; /setempat dikenal Jl. Situ
No. 37 Bandung.

3. Pertimbangan Hukum Hakim


Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan, untuk
kepentingan Kuasa Para Penggugat di persidangan datang menghadap
Kuasanya AGUS SUTARSA, S.H., sedangkan untuk kepentingan
Tergugat pada persidangan tanggal 7 Maret 2013, 16 Apil 2013, 13 Juni
2013 datang menghadap ia sendiri, akan tetapi pada persidangan

14
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 48/PDT/G /2013/ PN.BDG

13
selanjutnya Tergugat tidak pernah datang walaupun telah dipanggil dengan
patut sesuai surat panggilan masing-masing 15:
a. tanggal 08 Februari 2013 untuk sidang tanggal 14 Februari 2013
b. tanggal 28 Februari 2013 untuk sidang tanggal 07 Maret 2013
c. tanggal 17 Mei 2013 untuk sidang tanggal 23 Mei 2013
d. tanggal 04 Juni 2013 untuk sidang tanggal 13 Juni 2013
e. tanggal 12 Juli 2013 untuk sidang tanggal 18 Juli 2013,
f. tanggal 26 Juli 2013 untuk sidang tanggal 01 Agustus 2013,
dan ketidakhadiran pihak Tergugat tersebut tidak memberikan alasan
yang sah menurut hukum, oleh karenanya Majelis berpendapat bahwa
Tergugat telah melepaskan haknya untuk membela kepentingan
hukumnya dalam perkara ini ;
Menimbang, bahwa hakim telah berusaha untuk mendamaikan
kedua belah pihak melalui proses mediasi dengan Mediator MULA
PANGARIBUAN, S.H. M.H., sebagaimana Penetapan Ketua Majelis
tanggal 07 Maret 2013 bahwa setelah perkara diusahakan
penyelesaiannya melalui mediasi, akan tetapi tidak berhasil,
sebagaimana dilaporkan oleh Mediator tanggal 27 Maret 2013 oleh
karena itu perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan
dimana setelah surat gugatan dirubah dan diperbaiki, Kuasa Penggugat
menyatakan tetap pada gugatannya16 ;
Menimbang, bahwa untuk meneguhkan dalil-dalil gugatannya,
Kuasa Kuasa Para Penggugat telah mengajukan alat-alat bukti berupa
foto copy surat yang telah dibubuhi meterai cukup, telah dicocokan
dan sesuai dengan aslinya, surat bukti mana berupa 17:
a. akte perkawinan orang tua Para Penggugat No. 204/1959 ;
b. surat Warga Negara Indonesia a.n. Ong Dijen Siang ;
c. surat Warga Negara Indonesia a.n. Tan Tjong Lian ;

15
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 48/PDT/G /2013/ PN.BDG
16
Ibid
17
Ibid

14
d. surat pernyataan Ganti Nama ayah Para Penggugat serta Para
Penggugat ;
e. kutipan Akta Kematian No. 539/2004 a.n. ayah Para Penggugat ;
f. akte kelahiran a.n. : ONG, Sian Hwa (Ester) ;
g. akte kelahiran a.n. : ONG, Sian Bwee (Lidia) ;
h. akte kelahiran a.n. : ONG, Sian Liu (Siane Hanna) ;
i. akte kelahiran a.n. : ONG, Sian Keng (Ellia) ;
j. akte kelahiran a.n. : Fibe ;
k. akte kelahiran a.n. : Siska ;
l. Kartu Tanda Penduduk a.n. Ester ;
m. Kartu Tanda Penduduk a.n. Lidia / Lydia Entjang ;
n. Kartu Tanda Penduduk a.n. Siane Hanna ;
o. Kartu Tanda Penduduk a.n. Yoas ;
p. Kartu Tanda Penduduk a.n. Ellia ;
q. Kartu Tanda Penduduk a.n. Fibe ;
r. Kartu Tanda Penduduk a.n. Siska ;
s. Sertipikat Hak Milik No. 601/Kelurahan Sukahaji a.n. Entjang
(Ong Djien Kang) ;
t. Print out pembayaran Rumah Sakit (Santosa Hospital) ;
u. Print out pembayaran Rumah Sakit (Advent) tanggal 9 Maret
2012;
v. Print out pembayaran Rumah Sakit (Advent) tanggal 20 Maret
2012 ;
w. Print out pembayaran Rumah Sakit (Advent) tanggal 23 April
2012;
x. Kuitansi Pembayaran Rawat Inap (rumah sakit Immanuel) tanggal
10/12/2012 ;
y. Resume Medis dari Rumah Sakit Immanuel Kota Bandung ;
Menimbang, bahwa Kuasa Para Penggugat disamping mengajukan
Surat bukti juga mengajukan 2 (dua) orang Saksi yaitu :
a. TONI ANTHONIUS HABIBOE

15
b. ESSY
yang memberikan keterangan dibawah sumpah pada pokoknya sebagai
berikut18 :
a. Saksi TONI ANTHONIUS HABIBOE
1. Bahwa saksi kenal dengan Para Penggugat akan tetapi tidak
ada hubungan keluarga ;
2. Bahwa saksi kenal dengan Ibu Para Penggugat yang bernama
Lianita karena saksi yang membimbing rohani sewaktu Ibu
Para Penggugat berada di rumah sakit dan di rumah ;
3. Bahwa saksi tahu keadaan Ibu Para Penggugat yang sekarang
dalam keadaan sakit ;
4. Bahwa sakitnya Ibu Para Penggugat kondisinya lumpuh saja
dan tidak bisa berjalan ;
5. Bahwa ibu para penggugat sebelumnya adalah Jema’at saksi
dan saksi suka membimbiang Do’a ;
6. Bahwa saksi tahu para penggugat dengan tergugat adalah
akhliwaris dari Ong Djien Siang ;
7. Bahwa saksi pernah melihat Tergugat menengok pada waktu
masih sakit ;
a. Saksi ESSY
1. Bahwa saksi kenal dengan Para Penggugat tetapi tidak
ada hubungan keluarga ;
2. Bahwa saksi adalah perawat yang merawat Ibunya Para
Penggugat yang sedang sakit di rumah;
3. Bahwa saksi tahu Ibunya Para Penggugat pernah
dirawat di Rumah Sakit Advent Bandung ;
4. Bahwa setelah ibunya para penggugat pulang kerumah,
saksi sebagai Zuster merawat ibu para penggugat atas
permintaan Ibu Siska ;

18
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 48/PDT/G /2013/ PN.BDG

16
5. Bahwa sekarang ibunya para penggugat keadaannya
bengong saja dan pembicaraannya tidak nyambung /
pikun ;
6. Bahwa saksi tahu Tergugat pernah datang menengok
Ibunya ;
7. Bahwa yang suka memberi biaya perawatan adalah ibu
Siska ;
8. Bahwa Ibunya Para Penggugat memang betul-betul
sakit;
Menimbang, bahwa selanjutnya Kuasa Para Penggugat
mengajukan kesimpulan tertanggal 15 Agustus 2013 ;
Menimbang, bahwa selanjutnya Kuasa Para Penggugat
menyatakan tidak akan mengajukan apa-apa lagi, selanjutnya mohon
putusan ;
Menimbang, bahwa untuk menyingkat uraian putusan ini segala
sesuatu yang terbukti di persidangan sebagaimana tercatat dalam berita
acara telah dipertimbangkan dengan seksama ;
4. Pertimbangan Hukum dalam Pokok Perkara
Menimbang, bahwa Tergugat pernah hadir dipersidangan, namun
setelah diberi kesempatan untuk memberikan jawaban atas gugatan
Penggugat tersebut selanjutnya Tergugat tidak pernah hadir di Persidangan
walaupun telah dipanggil secara patut, maka Majelis Hakim menganggap
tergugat sudah tidak lagi mempertahankan Hak-haknya dimuka
Persidangan19 ;
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan penggugat sebagaimana
maksud dalam gugatannya, maka penggugat harus membuktikan
kebenaran dalil-dalil gugatan yang diajukan ;
Menimbang, bahwa yang harus dibuktikan oleh penggugat adalah
sebagai berikut :

19
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 48/PDT/G /2013/ PN.BDG

17
Mengenai Hubungan Hukum para penggugat dengan orang- tuanya yang
bernama : Ong Djien Siang alias Ong Djien Kiang – Tan Tjong Lian.
Telah dapat dibuktikan berdasarkan Akte Perkawinan No. 204 / 1959,
yang dikeluarkan oleh Tjatatan Sipil Bandung, dengan dihubungkan
dengan Akta Kelahiran dari para Penggugat ( bukti P – 6 sampai dengan
bukti P – 11 ), sehingga jelas hubungan para penggugat dengan Ong Djien
Siang alias Ong Djien Kiang – Tan Tjong Lian adalah Hubungan antara
anak dengan orang tua. Mengenai Hubungan Hukum para penggugat
dengan pihak tergugat yang bernama : Yoas, adalah sebagai saudara
kandung sebagaimana dalil para penggugat dalam gugatannya (terutama
gugatan angka 1 dan angka 2), walaupun para penggugat tidak
membuktikan Akta Kelahiran Tergugat, tetapi karena tergugat tidak
mempergunakan haknya untuk menjawab gugatan maka secara tidak
langsung tergugat telah mengakui dalil – dalil gugatan secara
keseluruhan20;
Mengenai meninggalnya Ayah para Penggugat yaitu : almarhum Ong
Djien Siang alias Ong Djien Kiang sehari-hari dipanggil Entjang, telah
dapat dibuktikan oleh para Penggugat dengan adanya Kutipan Akta
Kematian No.539 / 2004, yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas
Kependudukan Kota Bandung ;
Menimbang, dengan telah meninggalnya Ayah Para penggugat yang
bernama : Ong Djien Siang alias Ong Djien Kiang, sebagaimana dalil
gugatan para penggugat maka yang selanjutnya perlu diuruskan adalah :
Surat Keterangan Waris atau Penetapan Para Ahli Waris dari almarhum
Ong Djien Siang alias Ong Djien Kiang. Dalam hal ini para penggugat
mendapatkan kesulitan untuk mengurus mengenai Penetapan Ahli Waris
tersebut diatas, sehingga selanjutnya mengajukan gugatan ke - Pengadilan
Negeri Kls IA Bandung, dengan tujuan sebagaimana tercantum dalam
Petitum gugatan (angka 3) yang pada pokoknya apabila Tergugat tidak
hadir dalam Mengurus Surat Keterangan Waris atau Penetapan Ahli Waris

20
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 48/PDT/G /2013/ PN.BDG

18
serta Mengurus Penjualan Objek Harta Peninggalan almarhum Ong Djien
Siang alias Ong Djien Kiang, maka Tindakan Hukumnya diwakili oleh
salah satu dari Para Penggugat yaitu Penggugat yang bernama : Ellia. Oleh
karena para penggugat menghendaki demikian sebagaima tersebut diatas
yang didasarkan kepada kepentingan keluarga terutama untuk
membereskan surat-surat sehubungan dengan meninggalnya Ayah para
penggugat yang bernama : Ong Djien Siang alias Ong Djien Kiang. Bahwa
hal ini dapat dimaklumi dan dimengerti, karena bagaimanapun untuk
adanya Tertib Administrasi Hukum mengenai surat – surat Ahli Waris
memang perlu diurus dan diselesaikan, selain itu dihubungkan dengan
Petitum angka 5 yang pada pokoknya menyatakan : Menetapkan para
penggugat untuk menyimpan dan menyampaikan Hak Bagian Waris dari
Tergugat apabila dikemudian hari Tergugat memintanya. Sehingga jelas
pihak Tergugat tetap mendapatkan bagiannya yang disesuaikan dengan
aturan yang berlaku ;
Menimbang, dengan telah meninggalnya Ayah Para penggugat yang
bernama : Ong Djien Siang alias Ong Djien Kiang, maka tentunya
meninggalkan para ahli waris yaitu para penggugat dan tergugat (yang
mempunyai hubungan hukum sebagai anak-anak kandung almarhum),
selain itu meninggalkan juga harta – bersama dari perkawinannya dengan
Ny. Tan Tjong Lian alias Lianita Entjang / Liana Lianita (Isteri), yaitu
berupa: “Sebidang tanah berikut bangunan yang berdiri diatasnya, sesuai
dengan Sertipikat Hak Milik No. 601 yang dikeluarkan oleh Kantor
Agraria Kotamadya Bandung, terletak di Kelurahan Sukahaji, Kecamatan
Babakan Ciparay, Kota Bandung, Surat Ukur No. 309 /1983 luas : 134 m2,
tercatat atas nama Entjang (Ong Djien Kiang) ”;
Menimbang, terhadap harta bersama tersebut diatas maksud dan tujuan
dari gugatan yang didalilkan oleh para penggugat akan dijual untuk
dipergunakan biaya Pengobatan dan Perawatan Ibu Kandung para
penggugat dan Tergugat yang bernama : Ny. Tan Tjong Lian alias Lianita
Entjang / Liana Lianita, yang saat ini sedang dalam keadaan sakit serta

19
untuk dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Bahwa berdasarkan bukti surat – surat yang diberi tanda P – 20
sampai dengan P – 25 yang dikuatkan oleh saksi-saksi yang dihadirkan
dalam Persidangan yang bernama : TONI ANTHONIUS HABIBOE dan
ESSY, para penggugat telah dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya ;
Menimbang, bahwa karena Ibu kandung para penggugat dan tergugat
saat ini sedang dalam keadaan sakit sedangkan dalam kehidupan sehari-
hari ada kepentingan-kepentingan hukum yang perlu dilakukan, maka
dapat dimengerti dan tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku tentang
Wali Pengampu, apabila dimintakan dalam Petitum gugatan : Salah satu
dan atau dua orang dari para penggugat memohon ditunjuk sebagai Wali
Pengampu untuk mewakili Perbuatan Hukum dari Ibu kandung para
penggugat dan Tergugat yang bernama : Ny. Tan Tjong Lian alias Lianita
Entjang / Liana Lianita. Khususnya dalam hal mewakili perbuatan hukum
menjual objek harta bersama berupa : “Sebidang tanah berikut bangunan
yang berdiri diatasnya, sesuai dengan Sertipikat Hak Milik No. 601 yang
dikeluarkan oleh Kantor Agraria Kotamadya Bandung, terletak di
Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Surat
Ukur No. 309 /1983 luas : 134 m2, tercatat atas nama Entjang {Ong Djien
Kiang} “ ;
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P – 20 sampai dengan P – 24
mengenai biaya pengobatan dan perawatan Ibu kandung para penggugat
dan tergugat yang bernama : Ny. Tan Tjong Lian alias Lianita Entjang /
Liana Lianita, apabila dijumlahkan telah mencapai Rp. 267.126.513,- (dua
ratus enam puluh tujuh juta, seratus dua puluh enam ribu, lima ratus tiga
belas rupiah).
Dalam Petitum gugatan para penggugat angka 4 yang pada dasarnya
menyatakan : Menetapkan pembagian warisan dari hasil penjualan Harta
Peninggalan dilakukan sesuai ketentuan Undang-Undang Waris yang
berlaku setelah dikurangi terlebih dahulu dengan biaya rumah sakit dan
pengobatan sejak bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Januari 2013

20
untuk Ny. Tan Tjong Lian alias Lianita Entjang / Liana Lianita sebesar Rp
267.126.513,- dan cadangan biaya Pembuatan Akta Waris & Administrasi
Hukum Akta Jual Beli – berikut Pajak sebesar Rp 20.000.000,-. Hal
tersebut diatas dapat ditafsirkan merupakan kesepakatan para penggugat
dalam hal pembagian hak waris selain itu bersifat keperdataan yang pada
pokoknya diserahkan kepada para pihak yang berkaitan sepanjang tidak
ada yang merasa dirugikan, sehingga petitum ini dapat dikabulkan ;
Menimbang, bahwa walaupun pihak tergugat tidak mempergunakan
Haknya untuk menjawab atau menanggapi dalil-dalil dalam gugatannya,
namun demikian tergugat tetap tidak kehilangan hak bagian warisnya
sebagaimana petitum angka 5 yang dimintakan dalam gugatan, yaitu :
Menetapkan para penggugat untuk menyimpan dan menyampaikan Hak
Bagian Waris dari Tergugat, apabila dikemudian hari Tergugat
memintanya. Sehingga petitum ini dapat dikabulkan ;
Menimbang, bahwa mengenai petitum angka 6 yang menyatakan
Putusan ini serta-merta (Uit voerbaar bij vooraad) dapat dijalankan
terlebih dahulu walaupun ada perlawanan ataupun upaya hukum lainnya
dari Tergugat, Majelis menilai bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh Para
Penggugat tidak memenuhi ketentuan pasal 180 HIR, maka Petitum ini
haruslah dinyatakan ditolak ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan sebagian ;
Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat berada dipihak yang kalah,
maka dengan memperhatikan ketentuan pasal 181 HIR, Tergugat harus
dihukum untuk membayar ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini
yang besarnya sebagaimana ditetapkan dalam amar putusan ini ;
5. Diktum / Amar Putusan
Melalui Putusan No.48/PDT/G/2013/PN.BDG hakim Pengadilan
tersebut menjatuhkan diktum/amar putusan sebagai berikut 21:

21
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 48/PDT/G /2013/ PN.BDG

21
MENGADILI
a. Mengabulkan gugatan untuk sebagian ;
b. Menetapkan salah satu penggugat yang bernama : Siane Hanna,
ditunjuk sebagai Wali Pengampu yang mewakili tindakan hukum dari
Ny. Tan Tjong Lian alias Liannita Entjang / Liana Lianita;
c. Menetapkan Tergugat untuk hadir dengan para Penggugat dalam hal
Mengurus Surat Keterangan Waris sehubungan dengan almarhumnya
Ong Djien Siang alias Ong Djien Kiang dan Mengurus Penjualan
Objek Harta Peninggalannya, berupa :
“ Sebidang tanah berikut bangunan yang berdiri diatasnya, sesuai
dengan Sertipikat Hak Milik No. 601 yang dikeluarkan oleh Kantor
Agraria Kotamadya Bandung, terletak di Kelurahan Sukahaji,
Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Surat Ukur No. 309 /
1983 luas : 134 m2, tercatat atas nama Entjang (Ong Djien Kiang) “; /
setempat dikenal Jl. Situ No. 37 Bandung ;
Apabila Tergugat tidak hadir maka Tindakan Hukumnya khusus
dalam hal Mengurus Surat Keterangan Waris & Mengurus Penjualan
Objek Harta Peninggalan – diwakili oleh salah satu dari para
penggugat, yaitu yang bernama : Ellia ;
d. Menetapkan pembagian warisan dari hasil penjualan Harta
Peninggalan dilakukan sesuai ketentuan Undang-Undang Waris yang
berlaku setelah dikurangi terlebih dahulu dengan biaya rumah sakit
dan pengobatan sejak bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Januari
2013 untuk Ny. Tan Tjong Lian alias Lianita Entjang / Liana Lianita
sebesar Rp 267.126.513,- (duaratus enam puluh tujuh juta seratus
duapuluh enam ribu lima ratus tigabelas rupiah) dan cadangan biaya
Pembuatan Akta Waris & Administrasi Hukum Akta Jual Beli –
berikut Pajak sebesar Rp 20.000.000 ,- (dua puluh juta rupiah) ;

22
e. Menetapkan para penggugat untuk menyimpan dan menyampaikan
Hak Bagian Waris dari Tergugat, apabila dikemudian hari Tergugat
memintanya ;
f. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini sebesar Rp. 1.291.000,- (satu juta dua ratus sembilan
puluh satu ribu rupiah) ;
g. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya ;
B. Analisis Kritis Putusan Pengadilan Nomor 48/PDT/G/2013/ PN.BDG
1. Kekeliruan Terhadap Pertimbangan Hukum
Dalam putusan Pengadilan Negeri Bandung tersebut, ditengarai
terdapat kekeliruan sehingga membuka peluang untuk dianalisis secara
kritis, baik menyangkut pertimbangan hukumnya maupun diktum/amar
putusannya,hingga faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kekeliruan
yang dimaksud.
Fakta yang tertuang dalam pertimbangan hakim pada putusan ini
dirasa masih keliru, karena meniadakan pertimbangan akan bagian dari
istri pihak yang meninggal. Seperti halnya yang telah dijelaskan dalam
kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pasal 85222:
“Apabila pewaris meninggal dunia dan meninggalkan suami atau istri
yang hidup terlama beserta anak atau keturunannya, mereka mewaris
bagian yang sama besarnya.”
Pasal tersebut menjelaskan bahwa istri menjadi pertimbangan dalam hal
pembagian waris. Apabila diantara suami dan istri tidak dibuat perjanjian
kawin atau prenuptial agreement (atau yang biasa disebut dengan
perjanjian pisah harta), harta yang ada didalam perkawinan tergolong
sebagai harta bulat (harta bersama). Oleh karena itu, harta bersama harus
dibagi dua terlebih dahulu sebelum dibagikan. Sehingga, setengah bagian
adalah harta suami (pewaris) dan setengah bagian adalah harta istri23.

22
Kitab Undag-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
23
H. Zainuddin Mappong. Eksekusi Putusan Serta Merta (Proses Gugatan Dan Cara Membuat
Putusan Serta Pelaksanaan Eksekusi Dalam Perkara Perdata).Tunggal Mandiri
Publishing.Malang.2010.hlm.34.

23
Melihat fakta yang ada, bahwasanya si pewaris hanya meninggalkan
harta bersama saja yang berupa Sebidang tanah berikut bangunan yang
berdiri diatasnya, sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 601 yang
dikeluarkan oleh Kantor Agraria Kotamadya Bandung, terletak di
Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Surat
Ukur No. 309 /1983 luas : 134 m2, tercatat atas nama Entjang (Ong Djien
Kiang)"; /setempat dikenal Jl. Situ No. 37 Bandung. Maka seharusnya
bagian istri adalah setengah dari hasil penjualan harta warisan tersebut.
Namun dalam hal ini, hakim tidak mempertimbangkan, justru
mengabulkan pertimbangan berdasarkan petitum penggugat untuk menjual
tanah harta warisan yang kemudian dikurangi dengan biaya pengobatan
istri dari pewaris24. Sehingga, setelah dijual dapat dibagikan kepada ahli
waris sebagai harta warisan. Hal ini merupakan kekeliruan yang sangat
fatal karena sesuai dengan KUHPerdata bahwa istri pewaris mendapatkan
setengah dari jumlah harta hasil penjualan sebidang tanah tersebut.
Biaya pengobatan dan perawatan istri pewaris seharusnya sudah
menjadi kewajiban bagi anak-anaknya dan bukan diambil dari hasil
penjualan harta warisan tersebut. Oleh karena tindakan hakim tersebut,
istri yang seharusnya mendapatkan harat bersama setengah bagian
ditambah dengan pembagian rata setengah bagian lainnya menjadi kurang
dari semestinya.
2. Kekeliruan Terhadap Diktum / Amar Putusan
Sebagaimana barang bukti atau amar putusan pengadilan tersebut,
khususnya pada poin 2 yaitu menetapkan Siane Hanna sebagai wali
pengampu yang mewakili tindakan hokum dari Ny. Tan Tjong Lian alias
Liannita Entjang / Liana Lianita merupakan suatu keputusan yang kurang
tepat, karena jika melihat pada pasal 1792 KUHPerdata yang berbunyi25:

24
Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 48/PDT/G /2013/ PN.BDG
25
Kitab Undag-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

24
“Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian
kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya, untuk melaksanakan
sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.”
Dan pasal 1793 yang berbunyi26:
“Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan
suatu surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun
dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-
diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi
kuasa.”
Pasal tersebut menejlaskan bahwasanya yang dapat memberikan kuasa
adalah orang yang memberikan kuasa, adapun jika pemberi kuasa tidak
langsung menyampaikan kepada penerima kuasa, maka harus ada akta
kuasa sebagai bukti bahwa pemberian kekuasaan itu memang benar-benar
dilakukan oleh pemberi kuasa. Hakim dalam hal ini hanya dapat
menetapkan pelimpahan kuasa tersebut, namun hakim tidak berwenang
untuk menjatuhkan kuasa tanpa sepengetahuan pemberi kuasa.
Putusan Pengadilan Negeri Bandung tidak menjelaskan ataupun
melampirkan akta kuasa dari pemberi kuasa yaitu Ny. Liana. Oleh sebab
itu, putusan hakim pada poin kedua tersebut sudah keliru karena hakim
mengambil keputusan di luar kuasanya.

3. Faktor Penyebab Terjadinya Kekeliruan dalam Putusan


Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penyebab terjadinya
kekeliruan hakim dalam menimbang dan menjatuhkan putusan dalam
bentuk diktum/amar putusan yaitu:
a. Mengabaikan ketentuan dalam BW
Hakim dalam menimbang status harta bersama yang ditinggalkan
tidak memperhatikan dan menimbang bahwa harta bersama yang

26
Kitab Undag-Undang Hukum Perdata (KUHPer)

25
diatur berdasarkan BW merupakan harta yang diperoleh antara suami
istri setelah adanya perkawinan. Hal ini berarti, dalam hal ini hakim
hanya melihat bahwa harta itu adalah sebuah warisan tanpa
mempertimbangkan apakah harta tersebut termasuk harta bersama atau
harta bawaan. Dalam aturan yang dituangkan pada KUHPerdata
menjelaskan bahwa harta bersama yang ditinggalkan oleh pewaris jika
masih ada suami atau istri yang hidup lebih lama, maka harta tersebut
setengahnya menjadi hak istri atau suami yang masih hidup.
KUHPerdata mengatur pula tentang bagian istri untuk tidak lebih
dari seperempat bagian dalam mendapatkan harta warisan. Hal itu,
tidak dijelakan dalam amar putusan tetapi hanya menetapkan
pembagian warisan dari hasil penjualan harta yang ditinggalkan untuk
disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang Waris. Dalam hal ini,
sebenarnya belum dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Waris
jika bagian harta bersama sang istri, belum diambil atau diserahkan.
b. Meniadakan Surat Kuasa
Sebagaimana barang bukti atau amar putusan pengadilan tersebut,
khususnya pada poin 2 yaitu menetapkan Siane Hanna sebagai wali
pengampu yang mewakili tindakan hokum dari Ny. Tan Tjong Lian
alias Liannita Entjang / Liana Lianita merupakan suatu keputusan
yang kurang tepat, karena jika melihat pada pasal 1792 KUHPerdata
yang berbunyi27:
“Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian
kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya, untuk melaksanakan
sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.”
Dan pasal 1793 yang berbunyi28:
“Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum,
dengan suatu surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat
ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi

27
Kitab Undag-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
28
Ibid

26
secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh
yang diberi kuasa.”
Pasal tersebut menejlaskan bahwasanya yang dapat memberikan kuasa
adalah orang yang memberikan kuasa, adapun jika pemberi kuasa tidak
langsung menyampaikan kepada penerima kuasa, maka harus ada akta
kuasa sebagai bukti bahwa pemberian kekuasaan itu memang benar-
benar dilakukan oleh pemberi kuasa. Hakim dalam hal ini hanya dapat
menetapkan pelimpahan kuasa tersebut, namun hakim tidak berwenang
untuk menjatuhkan kuasa tanpa sepengetahuan pemberi kuasa.
Putusan Pengadilan Negeri Bandung tidak menjelaskan ataupun
melampirkan akta kuasa dari pemberi kuasa yaitu Ny. Liana. Oleh
sebab itu, putusan hakim pada poin kedua tersebut sudah keliru karena
hakim mengambil keputusan di luar kuasanya.
c. Hakim Keliru Menggunakan Ikhtiar Hukum
Sebagaimana penulis telah kemukakan pada bagian pendahuluan
bahwa “hakim tidak boleh menolak perkara untuk diperiksa dan diadili
hanya dengan alasan ‘hukumnya tidak ada’ atau ‘hukumnya tidak
jelas” (baca pasal 10 (1) UU No. 48 Tahun 2009). Penegasan pasal
tersebut dijustifrikasi oleh doktrin sens-clair (la doktrine du
sensclair)29.
Apabila hakim memeriksa dan mengadili perkara in konkreto,
sementara hukumnya tidak ada, maka hakim harus menggunakan
metode konstruksi dalam menemukan hukumnya melalui penggunaan
nalar logisnya sendiri dalam bingkai hukum sebagai sistem. Kemudian
apabila hukumnya tidak jelas (sudah ada hanya kurang jelas), maka
hakim harus menggunakan metode penafsiran atau interpretasi untuk
memperjelas hukumnya30.
Kaitan antara kedua metode tersebut dengan posisi kasus/duduk
perkara, ternyata hukumnya jelas. Oleh karena itu, hakim tidak boleh
29
Sudikno Mertokusumo.Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi
ketujuh.Liberty.Yogyakarta.2006.hlm.65
30
Ibid.hlm.66.

27
mengkonstruksi atau menginterpretasi hukum dalam menyelesaikan
kasus kewarisan yang dipersengketakan para penggugat dengan para
tergugat. Namun, kenyataannya, hakim melalui putusannya tersebut
melakukan ikhtiar sendiri dalam memutus perkara yang terbukti dari
mengabaikan ketentuan-ketentuan pasal-pasal dalam BW dan UU No.
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara tersurat/jelas mengatur
tentang sengketa kewarisan tersebut31.

31
Sudikno Mertokusumo.Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi
ketujuh.Liberty.Yogyakarta.2006.hlm.68.

28
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Salah satu bukti begitu tingginya kepercayaan negara terhadap hakim,
maka dalam peraturan hukum acara perdata ditegaskan bahwa hakim
“tidak boleh menolak perkara untuk diperiksa, diadili, dan diputus” hanya
dengan alasan hukumnya tidak ada atau hukumnya tidak jelas2 yang oleh
penganut doktrin Sens-clair (la doktrine du sensclair) dikatakan bahwa
hakim harus berupaya keras menemukan hukum apabila terjadi dua hal,
yaitu: Terhadap kasus in konkreto yang sedang diperiksa dan diadili oleh
hakim, peraturan hukumnya tidak jelas. Apabila kasus in konkreto yang
sedang diperiksa dan diadili oleh hakim, hukumnya tidak ada.
Hakim dalam menimbang status harta bersama yang ditinggalkan tidak
memperhatikan dan menimbang bahwa harta bersama yang diatur
berdasarkan BW merupakan harta yang diperoleh antara suami istri setelah
adanya perkawinan. Hal ini berarti, dalam hal ini hakim hanya melihat
bahwa harta itu adalah sebuah warisan tanpa mempertimbangkan apakah
harta tersebut termasuk harta bersama atau harta bawaan. Dalam aturan
yang dituangkan pada KUHPerdata menjelaskan bahwa harta bersama
yang ditinggalkan oleh pewaris jika masih ada suami atau istri yang hidup
lebih lama, maka harta tersebut setengahnya menjadi hak istri atau suami
yang masih hidup.
Sebagaimana penulis telah kemukakan pada bagian pendahuluan
bahwa “hakim tidak boleh menolak perkara untuk diperiksa dan diadili
hanya dengan alasan ‘hukumnya tidak ada’ atau ‘hukumnya tidak jelas”
(baca pasal 10 (1) UU No. 48 Tahun 2009). Penegasan pasal tersebut
dijustifrikasi oleh doktrin sens-clair (la doktrine du sensclair)
Kaitan antara kedua metode tersebut dengan posisi kasus/duduk
perkara, ternyata hukumnya jelas. Oleh karena itu, hakim tidak boleh
mengkonstruksi atau menginterpretasi hukum dalam menyelesaikan kasus
kewarisan yang dipersengketakan para penggugat dengan para tergugat.

29
DAFTAR PUSTAKA
Buku
H. Zainuddin Mappong. Eksekusi Putusan Serta Merta (Proses Gugatan Dan
Cara Membuat Putusan Serta Pelaksanaan Eksekusi Dalam Perkara
Perdata).Tunggal Mandiri Publishing.Malang.2010
M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika.Jakarta.2004
Sarwono.Hukum Acara Perdata Toeri dan Praktik.Sinar Grafika.Jakarta.2011
Sudikno Mertokusumo.Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi
ketujuh.Liberty.Yogyakarta.2006
Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Putusan
Putusan Pengadilan No.48/PDT/G /2013/ PN.BDG

30

Anda mungkin juga menyukai