Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah : Hukum Acara Perdata dan Praktek

Nama Dosen : H. Jalaluddin, S.Ag.M.H

PUTUSAN PENGADILAN DAN EKSEKUSI


PUTUSAN PENGADILAN

Makalah ini dibuat sebagai pengantar berjalannya suatu presentasi dan


sebagai penambahan nilai pada tugas mata kuliah
“Hukum Acara Perdata dan Praktek”

Oleh

KELOMPOK 7

- REZKI AMELIA 015.02.01.2020


- JUMRAN NOER 004.02.01.2020
- BUDIANTO 022.02.01.2020

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) YAPIS TAKALAR
2022 / 2023

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................. 1
C. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3
A. Putusan Pengadilan.......................................................................... 3
B. Dasar Hukum Eksekusi.................................................................... 4
C. Asas-Asas Eksekusi......................................................................... 4
D. Proses Eksekusi................................................................................ 8
E. Jenis-Jenis Eksekusi......................................................................... 9
BAB III PENUTUP .................................................................................... 12
A. Kesimpulan ..................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 13

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam
senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan semoga kita termasuk
dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya
tugas makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai
salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca, menambah wawasan
serta pengalaman, sehingga nantinya kami dapat memperbaiki bentuk ataupun isi
makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Penulis sadar bahwa kami ini tentunya tidak lepas dari banyaknya
kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas. Semua ini murni didasari
oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan kritik
dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih
meningkatkan kualitas di kemudian hari.

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata / inkracht van gewijsde) yang
bersifat penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan secara paksa, jika perlu
dengan bantuan kekuatan umum.
 Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap atau pasti. Artinya putusan tersebut telah final karena
tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara sehingga yang dieksekusi
dapat berupa putusan : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi dan/atau
Peninjauan Kembali.
  Eksekusi dapat pula dilaksanakan terhadap putusan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu menyangkut putusan provisi dan
putusan uitvoerbaar bij voorraad (UbV). Obyek eksekusi termasuk juga
tentang : Putusan perdamaian, grosse akta notarial,  jaminan (objek gadai, hak
tanggungan, fidusia, sewa beli, leasing, putusan lembaga yang berwenang
menyelesaikan sengketa yaitu putusan arbitrase Nasional/Internasional,
putusan BPSK, putusan P4D/P4P, putusan KPPU, putusan KIP, Mahkamah
Pelayaran, Alternative Dispute Resolution (ADR), dan putusan Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu putusan pengadilan ?
2. Bagaimana dasar-dasar hukum eksekusi ?
3. Bagaimana asas-asas eksekusi ?
4. Bagaimana proses eksekusi?
5. Apa saja jenis-jenis eksekusi?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui putusan pengadilan
2. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum eksekusi
3. Untuk mengetahui asas-asas eksekusi
4. Untuk mengetahui proses eksekusi
5. Untuk mengetahui saja jenis-jenis eksekusi

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini.
Putusan Pengadilan menurut Pasal 1 butir 11 Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini.
Suatu putusan hakim memiliki beberapa bagian, di antaranya bagian
pertimbangan hukum atau dikenal dengan konsideran dan bagian amar
putusan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagian pertimbangan hukum yang
menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara, juga amar
putusan yang berisi putusan hakim.
Ada dua golongan putusan, yaitu putusan sela dan putusan akhir.
Putusan sela dikenal juga dengan putusan provisional. Putusan sela ada
bermacam-macam, yaitu putusan preparatoir, putusan insidentil, dan putusan
provisional. Putusan preparatoir dipergunakan untuk mempersiapkan perkara,
demikian pula putusan insidentil, sedangkan putusan provisional adalah
putusan yang dijatuhkan sehubungan dengan tuntutan dalam pokok perkara,
sementara diadakan tindakan-tindakan pendahuluan untuk kefaedahan salah
satu pihak.
Putusan sela banyak dipergunakan dalam acara singkat dan dijatuhkan
karena harus segera diambil tindakan. Misalnya penggugat, yaitu penyewa
rumah mengajukan gugatan perdata terhadap tergugat yang telah merusakkan
atap rumah sewaan, sedangkan waktu itu adalah musim hujan. Oleh karena
itu, hakim diminta segera menjatuhkan putusan sela agar tergugat dihukum
untuk segera memperbaiki atap rumah yang rusak.

6
B. Dasar Hukum Eksekusi
Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap atau pasti. Artinya putusan tersebut telah final karena
tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara sehingga yang dieksekusi
dapat berupa putusan : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi dan/atau
Peninjauan Kembali.
Menurut Pasal 180 ayat (1) HIR, eksekusi dapat dijalankan pengadilan
terhadap putusan pengadilan, sekalipun putusan yang bersangkutan belum
berkekuatan hukum tetap.
Eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (res judicata / inkracht van gewijsde) yang
bersifat penghukuman (condemnatoir), yang dilakukan secara paksa, jika perlu
dengan bantuan kekuatan umum.

C. Asas-Asas Eksekusi
Dalam pelaksanaan eksekusi, terdapat asas-asas yang digunakan dalam
pelaksanaan eksekusi. Asas-asas tersebut antara lain:
1. Putusan yang dapat dijalankan adalah putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap.
Adapun keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dapat
berupa:
a. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak dimintakan
pemeriksaan ulang (banding) atau kasasi karena telah diterima oleh
para pihak yang berperkara.
b. Putusan pengadilan tingkat banding yang telah tidak dimintakan kasasi
ke Mahkamah Agung.
c. Putusan pengadilan tingkat kasasi dari Mahkamah Agung atau putusan
peninjauan kembali dari Mahkamah Agung.
d. Putusan verstek dari pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan
upaya hukumnya.
e. Putusan hasil perdamaian dari dua pihak yang berperkara.

7
Putusan yang dapat dilakukan eksekusi pada dasarnya hanya putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap karena dalam putusan tersebut telah
terkandung wujud hubungan hukum yang tetap (res judicata) dan pasti
antara pihak yang berperkara. Akibat wujud hubungan hukum tersebut
sudah tetap dan pasti sehingga hubungan hukum tersebut harus ditaati dan
harus dipenuhi oleh pihak yang kalah. Terhadap asas ini terdapat beberapa
pengecualian yaitu:
a. Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu
Bentuk pelaksanaan putusan lebih dahulu (uitvoerbaar bij vooraad)
merupakan salah satu pengecualian terhadap asas menjalankan putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 180 ayat (1) HIR,
eksekusi dapat dijalankan pengadilan terhadap putusan pengadilan,
sekalipun putusan yang bersangkutan belum berkekuatan hukum tetap.
Pasal tersebut memberikan hak kepada penggugat untuk mengajukan
permintaan agar putusan dapat dijalankan eksekusinya lebih dahulu,
sekalipun terhadap putusan itu pihak tergugat mengajukan banding
atau kasasi.
b. Pelaksanaan putusan provisi
Pasal 180 ayat (1) HIR juga mengenal putusan provisi yaitu tuntutan
lebih dahulu yang bersifat sementara mendahului putusan pokok-
pokok perkara. Apabila hakim mengabulkan gugatan atau tuntutan
provisi, maka putusan provisi tersebut dapat dilaksanakan sekalipun
perkara pokoknya belum diputus.
c. Akta perdamaian
Pengecualian ini diatur dalam pasal 130 HIR. Akta perdamaian yang
dibuat di persidangan oleh hakim dapat dijalankan eksekusi seperti
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sejak tanggal
lahirnya akta perdamaian, telah melekat pula kekuatan eksekutorial
pada dirinya meskipun ia bukan merupakan putusan yang memutus
sengketa.
d. Eksekusi terhadap grosse akta

8
Grosse akta ini sesuai dengan Pasal 224 HIR. Eksekusi grosse akta
merupakan eksekusi yang dijalankan untuk memenuhi isi perjanjian
yang dibuat oleh para pihak. Pasal ini memperbolehkan eksekusi
terhadap perjanjian, asal perjanjian itu berbentuk grosse akta. Jadi
perjanjian dengan bentuk grosse akta telah dilekati oleh kekuatan
eksekutorial.
2. Putusan tidak dijalankan secara sukarela
Dalam menjalankan isi putusan, terdapat 2 (dua) cara yaitu dengan jalan
sukarela dan dengan jalan eksekusi. Pada dasarnya eksekusi sebagai tindakan
paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,
akan menjadi pilihan untuk dilakukan apabila pihak yang kalah tidak mau
menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Sedangkan
menjalankan putusan secara sukarela, pihak yang kalah memenuhi sendiri
dengan sempurna isi putusan pengadilan. Pihak yang kalah, tanpa paksaan dari
pihak lain, menjalankan pemenuhan hubungan hukum yang dijatuhkan
kepadanya. Dengan sukarela pihak yang kalah memenuhi secara sempurna
segala kewajiban dan beban hukum yang tercantum dalam amar putusan.
Dengan dilaksanakannya ketentuan putusan oleh pihak yang kalah, maka
tindakan paksa tidak dapat lagi diberlakukan kepada pihak yang kalah.
3. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat condemnatoir
Putusan condemnatoir yaitu putusan yang amar atau diktumnya mengandung
unsur “penghukuman” dan dengan sendirinya melekat kekuatan hukum
eksekutorial sehingga putusan tersebut dapat dieksekusi apabila tergugat tidak
mau menjalankan putusan secara sukarela.
4. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.
Asas ini diatur dalam Pasal 195 ayat (1), jika terdapat putusan yang dalam
tingkat pertama diperiksa dan diputus oleh satu Pengadilan Negeri dan telah
berkekuatan hukum tetap, maka eksekusi atas putusan tersebut berada di
bawah perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam asas ini, yaitu:

9
a. Penentuan pengadilan mana yang berwenang melaksanakan eksekusi
putusan. Pedoman menentukan kewenangan tersebut didasarkan atas
faktor di Pengadilan Negeri mana perkara (gugatan) diajukan dan di
Pengadilan Negeri mana perkara diperiksa dan diputus pada tingkat
pertama. Satu-satunya faktor penentu kewenangan eksekusi semata-mata
didasarkan pada pengajuan dan penjatuhan putusan pada tingkat pertama.
Pengadilan Negeri yang memeriksa dan memutus suatu perkara dalam
tingkat pertama adalah Pengadilan Negeri yang berwenang untuk
menjalankan eksekusi atas putusan yang bersangkutan, tanpa mengurangi
hak dan wewenangnya untuk melimpahkan delegasi eksekusi kepada
Pengadilan Negeri yang lain, apabila objek yang hendak dieksekusi
terletak di luar daerah hukumnya.
b. Kewenangan menjalankan eksekusi hanya diberikan kepada Pengadilan
Negeri. Tidak menjadi suatu permasalahan ketika suatu putusan yang
hendak dieksekusi tersebut merupakan hasil putusan Pengadilan Negeri
atau Mahkamah Agung, eksekusinya tetap berada di bawah kewenangan
Pengadilan Negeri yang memutus perkara itu dalam tingkat pertama.
c. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.
Kewenangan Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan dan memimpin
eksekusi merupakan kewenangan formal secara ex officio. Atas dasar
kewenangan itulah Ketua Pengadilan mengeluarkan perintah eksekusi
berbentuk surat penetapan (beschikking) setelah adanya permintaan dari
pihak yang menang. Kemudian yang menjalankan eksekusi adalah
Panitera atau Juru Sita Pengadilan Negeri.
Terhadap pelaksanaan putusan hakim (eksekusi) dalam perkara
perdata, terdapat 3 (tiga) jenis eksekusi, yaitu:
a. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk membayar sejumlah
uang;
b. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan;

10
c. Eksekusi putusan hakim menghukum seseorang untuk pengosongan
barang tidak bergerak (eksekusi riil)

D. Proses Eksekusi
Berikut ini adalah Mekanisme Permohonan Dan Pelaksanaan
Eksekusi Riil berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan
Umum Nomor 40/DJU/SK/HM.02.3/1/2019 tentang Pedoman Eksekusi Pada
Pengadilan Negeri
1. Pemohon mengajukan Permohonan Eksekusi
2. Panitera melakukan Telaah dan membuat Resume Telaah Eksekusi kepada
Pemohon
3. Pengadilan menginformasikan hasil Telaah Eksekusi kepada Pemohon
4. Terhadap Permohonan Eksekusi yang dapat dilaksanakan, Pengadilan
menerbitkan SKUM
5. Pemohon melakukan pembayaran panjar biaya perkara Eksekusi maksimal
3 hari kerja sejak diterbitkan SKUM
6. Ketua Pengadilan mengeluarkan Penetapan Aanmaning dan
memerintahkan Panitera / Jurusita / Jurusita Pengganti untuk memanggil
pihak termohon dalam waktu 7 hari setelah resume dibuat.
7. Pelaksanaan Aanmaning:
a. Pelaksanaan Aanmaning dipimpin oleh Ketua Pengadilan
dilaksanakan dalam pemeriksaan sidang insidentil maksimal 30 hari
sejak Permohonan Eksekusi.
b. Atas perintah Ketua Pengadilan dalam hal termohon tidak hadir tanpa
alasan maka proses eksekusi dapat langsung dilanjutkan tanpa sidang
insidentil kecuali dianggap perlu untuk dipanggil sekali lagi.
8. Ketua Pengadilan memperingatkan termohon eksekusi agar melaksanakan
isi putusan secara sukarela paling lama 5 hari sejak dibacakan peringatan.
9. Pelaksanaan Putusan:

11
a. Dalam pelaksanaan Putusan secara sukarela maka terhitung 8 hari
sejak Aanmaning, pemohon wajib melapor kepada Pengadilan untuk
dibuatkan BA Pelaksanaan Putusan dan BA Serah Terima.
b. Dalam hal Putusan secara sukarela tidak dapat dilaksanakan maka
terhitung 8 hari sejak Aanmaning maka Ketua Pengadilan dapat
mengeluarkan Penetapan Sita Eksekusi jika terhadap objek sita
eksekusi belum dilakukan Sita Jaminan dengan didahului dilakukan
Konstatering.
10. Ketua Pengadilan menetapkan tanggal pelaksanaan pengosongan setelah
dilakukan Koordinasi dengan aparat keamanan.
11. Eksekusi dllaksanakan dengan rnemperhatikan nilai kemanusiaan dan
keadilan,  setelah selesal dilaksanakan maka pada hari yang sama segera
dlserahkan kepada pemohon  eksekusi atau kuasanya
.
E. Jenis-Jenis Eksekusi
Eksekusi terdiri dari 2 (dua) jenis, yaitu :
a) Eksekusi riil dapat berupa pengosongan, penyerahan, pembagian,
pembongkaran, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan
memerintahkan atau menghentikan sesuatu perbuatan (Pasal 218 ayat (2)
RBg / Pasal 200 ayat (11) HIR / Pasal 1033 Rv).
b) Eksekusi    pembayaran    sejumlah   uang   (executie    verkoof)   
dilakukan melalui mekanisme lelang (Pasal 208 RBg  / Pasal 196 HIR).
Dalam hukum acara perdata, terdapat 3 (tiga) macam eksekusi, yaitu
eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR dan seterusnya, eksekusi yang
diatur dalam Pasal 225 HIR, dan eksekusi riil.
1. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR dan seterusnya
Eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR menjelaskan mengenai
keadaan jika seseorang enggan secara sukarela memenuhi isi putusan yang
mengharuskan ia membayar sejumlah uang, maka jika sebelum putusan
dijatuhkan telah melakukan sita jaminan, maka sita jaminan tersebut

12
dinyatakan sah dan berharga dan secara otomatis menjadi sita eksekutorial.
Eksekusi dilakukan dengan melelang barang-barang milik orang yang
dikalahkan sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar menurut
putusan hakim dan ditambah biaya yang timbul akibat pelaksanaan
putusan tersebut. Tata cara melakukan penjualan barang-barang yang
disita diatur dalam Pasal 200 HIR. Terdapat dua macam sita eksekutorial,
yaitu:
- Sita eksekutorial sebagai kelanjutan dari sita jaminan;
- Sita eksekutorial yang dilakukan sehubungan dengan eksekusi karena
sebelumnya tidak ada sita jaminan.
2. Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR
Pasal 225 HIR mengatur tentang pelaksanaan putusan hakim di
mana seseorang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, misalnya
memperbaiki jendela yang dirusak olehnya, dan perbuatan tersebut tidak
dapat dilaksanakan secara paksa. Menurut Pasal tersebut pula, yang dapat
dilakukan adalah menilai perbuatan yang harus dilakukan oleh tergugat
dalam jumlah uang lalu tergugat dihukum untuk membayar “uang
paksa”atau dalam Bahasa Belanda disebut dwangsom atau astreinte
sebagai pengganti berdasarkan putusan Hakim.
3. Eksekusi Riil
Dalam HIR tidak diatur mengenai eksekusi riil, namun dalam
Pasal 200 HIR yang mengatur tentang lelang menyebutkan eksekusi riil.
Eksekusi riil sendiri sudah biasa dilakukan karena pada praktiknya
sangatlah diperlukan.
Mengenai eksekusi riil diatur dalam Pasal 1033 RV yang
berbunyi “Jika putusan hakim yangmemerintahkan pengosongan suatu
barang yang tidak bergerak, tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum,
maka Ketua akan memerintahkan dengan surat kepada seorang juru sita
supaya dengan bantuannya alat kekuasaan Negara, barang itu dikosongkan

13
oleh orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang
kepunyaannya.” Salah satu bentuk eksekusi riil adalah mengenai
pengosongan yaitu bisa berupa pengosongan tanah (sawah), kebun, tanah
perumahan atau pengosongan bangunan (gudang, rumah tempat tinggal,
perkantoran) dan sebagainya.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam
sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau
lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini.
Dalam pelaksanaan eksekusi, terdapat asas-asas yang digunakan dalam
pelaksanaan eksekusi. Asas-asas tersebut antara lain:
1. Putusan yang dapat dijalankan adalah putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap.
2. Putusan tidak dijalankan secara sukarela
3. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat condemnatoir
4. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.
Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap atau pasti. Artinya putusan tersebut telah final karena
tidak ada upaya hukum dari pihak lawan perkara sehingga yang dieksekusi
dapat berupa putusan : Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Kasasi dan/atau
Peninjauan Kembali.
Dalam hukum acara perdata, terdapat 3 (tiga) macam eksekusi, yaitu
eksekusi yang diatur dalam Pasal 196 HIR dan seterusnya, eksekusi yang
diatur dalam Pasal 225 HIR, dan eksekusi riil

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat kami harapkan demi
penyempurnaan makalah yang akan datang.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://www.pn-watampone.go.id/watamponev2/index.php/layanan-hukum/
prosedur-eksekusi
http://www.pa-pekanbaru.go.id/126-prosedur-pengajuan-perkara/184-prosedur-
eksekusi
https://www.dilmil-yogyakarta.go.id/beberapa-istilah-dalam-putusan-hakim/
http://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993-eksekusi

16

Anda mungkin juga menyukai