Anda di halaman 1dari 2

UNIVERSITAS MERDEKA MADIUN

FAKULTAS HUKUM

UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL TH .2021/2022

NAMA : MOH IBNU BAYU KUSUMOAJI


NIM : 1911010005
Mata Ujian : PRAKTEK PERADILAN PIDANA
Dos en : B. Soekardjono , SH MHum Kelas : B ( NON REGULER 2019)
_______________________________________________________________________________

Soal :

1. Bagaimana konsekuensi hukum apabila eksepsi dikabulkan oleh hakim ?


Jawab :

Jika eksepsi dikabulkan, putusan akhir dijatuhkan berdasarkan eksepsi, dengan amar
putusan:
a. Mengabulkan eksepsi tergugat, dan
b. Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ?


a. Alat Bukti
b. Barang Bukti
c. Putusan Sela
d. Pembuktian

Jawab :
2.a. Alat Bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan ,
dimana dengan alat –alat bukti tersebut , dapat di pergunakan sebagai bahan
pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak
pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa
2.b. Barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana. Barang yang
dipergunakan untuk membantu melakukan suatu tindak pidana. Benda yang menjadi
tujuan dari dilakukannya suatu tindak pidana.
2.c. Putusan sela adalah putusan yang diadakan sebelum hakim memutus perkaranya,
yaitu yang memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Jadi
putusan sela ini diambil oleh hakim sebelum ia menjatuhkan putusan akhir. Putusan sela
ini tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir mengenai
pokok perkara.
2.d. Pembuktian adalah perbuatan membuktikan. Membuktikan berarti memberikan atau
memperlihatkan bukti, melakukan sesuatu kebenaran, melaksanakan, menandakan
menyaksikan dan meyakinkan.

3. Jelaskan persiapan - persiapan sebelum persidangan pidana dimulai ?


Jawab :

Setelah berkas perkara banding ditetapkan PMH oleh Ketua Pengadilan Tinggi
Agama dan Panitera telah menunjuk Panitera Sidang, berkas perkara bersama soft copy
putusan Pengadilan Agama tersebut disampaikan oleh Kepaniteraan kepada Ketua
Majelis melalui Panitera Sidang yang telah ditunjuk.
 
Tugas Panitera Sidang :
a.    Memberitahukan kepada Anggota Majelis dan Kepaniteraan Banding mengenai
hari dan tanggal persidangan pembacaan putusan;
b.    Membuat/menyiapkan : Resume tentang administrasi banding, apakah berkas
perkara banding tersebut diajukan sudah sesuai dan memenuhi peraturan
perundang-undangan, khususnya Pasal 7 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1947
Tentang Peradilan Ulangan;
c.   Memberitahukan tentang jadwal sidang pemeriksaan dan rapat
permusyawaratan, serta sidang pembacaan putusan kepada hakim anggota;

Tugas Hakim :
Membuat/menyiapkan :
a.   Resume tentang surat kuasa dan tahapan pemeriksaan oleh hakim tingkat
pertama, apakah dalam memeriksa perkara tersebut dalam persidangan sudah
melalui tahapan-tahapan yang benar;
b.   Resume tentang panggilan, apakah para pihak sudah dipanggil secara resmi dan
patut sesuai peratutran perundang-undangan yang berlaku;
c.   Resume tentang permasalahan yang menjadi pokok sengketa;
d.   Resume tentang memori banding dan kontra memori banding; apa yang menjadi
pokok keberatan atas putusan hakim tingkat pertama;

4. Bilamanakah putusan sela diambil dalam suatu persidangan pidana ?


Jawab :

Dalam Praktik pemeriksaan perkara pidana, putusan sela biasanya dijatuhkan karena
adanya eksepsi dari terdakwa atau Penasihat Hukumnya. Eksepsi yang dibuat
Penasihat Hukum Terdakwa biasanya memegang peranan penting untuk dijatuhkannya
putusan sela oleh Hakim Pemeriksa Perkara

5. Bagaimanakah tata cara musyawarah hakim dalam mengambil putusan dalam


suatu persidangan pidana ?
Jawab :

Kesempatan pertama mengemukakan pendapat diberikan kepada Hakim Anggota II


atau Hakim yang paling yunior. Berikutnya kesempatan mengemukakan pendapat
diberikan kepada Hakim Anggota (Hakim yang agak senior). Terakhir Ketua Majelis
akan menyampaikan pendapat hukumnya. Apabila terjadi perbedaan pendapat hukum
antara majelis yang bermusyawarah, maka perbedaan itu diselesaikan dengan voting,
atau hitung suara terbanyak. Cara ini sangat logis, dan oleh karena itu maka jumlah
hakim dalam satu majelis harus ganjil, agar bisa diselesaikan. Pendapat hakim yang
kalah suara, meskipun dia sebagai Ketua Majelis, harus menyesuaikan dengan
pendapat mayoritas. Mengacu pada asas Primus Interpares, jika terjadi perbedaan
pendapat di antara anggota Majelis Hakim, maka pendapat yang terbanyaklah yang
diikuti
dalam keadaan tertentu, putusan dapat disepakati berdasarkan pendapat Ketua
Majelis, sepanjang pendapatnya argumentatif. Hal ini dapat diasumsikan, bahwa bila
terjadi pendapat yang sifatnya “pelangi’ di antara Majelis Hakim maka tidak ada
pendapat yang terbanyak sehingga dalam kondisi seperti ini menyepakati pendapat
Ketua Mejelis adalah langkah yang paling “aman”.

Anda mungkin juga menyukai