Anda di halaman 1dari 101

A.

Latar Belakang

Mahasiswa dalam dunia pendidikan adalah Agen social of


change, yang selalu dinantikan masyarakat dalam memberikan
arah perubahan positif setelah selesai melaksanakan studi dan
kembali terjun di masyarkat. Oleh karena itu seiring
perkembangan zaman, Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
di lingkungan peradilan merupakan upaya proses pembelajaran
agar tidak kaku setelah kembali ke masyarakat.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah kegiatan
kurikulum untuk membimbing dan melatih mahasiswa Fakultas
Syari‟ah dan Hukum UIN SU, sebagai upaya membekali
mahasiswa dengan kemampuan praktis, sehingga memiliki
kemampuan professional baik secara teoritis maupun praktis di
bidang hukum. Hal ini karena pengetahuan teori yang telah
didapatkan di bangku kuliah haruslah di selaraskan dengan
praktek langsung sesuai dengan dinamika masyarakat. Sebab
penerapan dan aplikasi teori membutuhkan pengalaman untuk
mendapatkan hasil kerja yang profesional.
Praktek Kerja Lapangan ini merupakan kegiatan yang
mempunyai ruang lingkup kajian masalah, diantaranya seputar
pernikahan, waris, perwakafan dan ekenomi syari‟ah yang dalam
penerapannnya tidak hanya melalui Kantor Urusan Agama tetapi
juga melalui Peradilan Agama. Ini yang menjadi ruang lingkup
kompetensi mahasiswa Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN SU.
Walaupun tidak menutup kemungkinan bisa ditempatkan juga di
lembaga peradilan, Advokasi Hukum, Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) dan Pengadilan Negeri.

1
B. Tujuan
1. Mengetahui administrasi penyelesaian kasus di Pengadilan
Agama.
2. Menyaksikan dan mengikuti proses-proses persidangan
kasus-kasus yang diselesaikan di Pengadilan Agama.
C. Target
Target dari PKL ini adalah
1. Mahasiswa mampu memahami proses persidangan yang
diselesaikan di Pengadilan Agama.
2. Mahasiswa mampu menerapkannya dalam Peradilan Semu
di Fakultas Syari‟ah dan Hukum.

D. Persyaratan Peserta
1. Peserta PKL Pengadilan Agama ini adalah mahasiswa
aktif Fakultas Syari‟ah dan Hukum minimal semester VI.
2. Mahasiswa wajib menggunakan baju putih dan celana
hitam serta memakai jaket almamater.

E. Tempat
Tempat PKL Pengadilan Agama ini dilasanakan di
Pengadilan Agama yang telah ditetapkan.

F. Persiapan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan


1. Kelompok mahasiswa PKL ditentukan oleh Kepala
Laboraturium Hukum.
2. Kelompok PKL Pengadilan Agama hadir di Pengadilan
Agama dengan jadwal yang telah ditetapkan.

2
G. Tahap Pelaksanaan
1. Mahasiswa mendapatkan pembekalan yang diberikan
langsung oleh dosen pamong.
2. Mahasiswa melakukan kegiatan PKL selama 5 hari di
Pengadilan Agama yang sudah di tetapkan.
3. Hasil kegiatan tersebut di buat dalam bentuk laporan
kegiatan PKL Pengadilan Agama.

H. Penilaian
1. Penilaian Praktek Kerja Lapangan dinilai oleh dosen
pamong sesuai aktifitas mahasiswa pada kegiatan Praktek
Kerja Lapangan yang dimuat dalam bentuk laporan.
2. Pamong masing-masing kelompok menyerahkan hasil
penilaian kepada Kepala Laboraturium Hukum.

3
I. Materi Praktek Kerja Lapangan Pengadilan Agama

HUKUM ACARA PERDATA DAN PRAKTEK


PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA
Oleh: Drs. H. Arso, SH, MA

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PERDATA


DALAM PRAKTEK DI TEMPUH TIGA TAHAP

I. Tindakan II. Pemeriksaan III. Pelaksanaan


Pendahuluan Dalam Putusan
Persidangan Pengadilan
(eksekusi)
A. Pembuatan Tahap-tahap Jika ternyata
Surat Gugatan/ periksaan dalam pihak-pihak tidak
Permohonan persidangan: mau pelaksanakan
B. Pendaftaran/ 1. Upaya damai isi putusan secara
Registerasi oleh majlis sukarela, maka
Perkara hakim sesuai ditempuh upaya
 Menghadap dengan hukum eksekusi,
Kepaniteraa/ ketentuan mulai tahap:
Petugas hukum acara/ Permohonan
Meja-I menempuh eksekusi oleh
 Menyetor proses mediasi. pihak
Panjar Biaya (PERMA No.1 Pemanggilan
Perkara Ke th.2008). jika pihak-pihak/
Petugas tidak berhasil, tereksekusi
Kasir lanjut tahap: untuk diberikan
 Menerima 2. Pemeriksaan teguran (sidang

4
Informasi/ gugatan/ mulai aan maning)
Petunjuk dengan untuk
Nomor. pembacaan surat melaksanakan
Registerasi gugatan. putusan dalam
Perkara Dari 3. Jawaban tempo 8
Petugas tergugat (tertulis (delapan) hari.
Memasuki atau lisan). Jika tecapai
Proses Di 4. Replik pelaksanaan
Pengadilan Penggugat putusan dalam
C. Penetapan (tanggapan atas tenggang aan
Majelis Hakim jawaban maning, maka
(P.M.H) Oleh tergugat)-tertulis dikeluarkan
ketua atau lisan. penetapan
Pengadilan 5. Duplik tergugat eksekusi oleh
D. Penetapan Hari (jawaban atas Ketua
Sidang (P.H.S) Replik Pengadilan.
oleh Ketua penggugat) Pemanggilan
Majlis tertulis atau pihak-pihak
E. Pemanggilan lisan. untuk
pihak-pihak 6. Pembuktian menghadiri
untuk sidang (pemeriksaan pelaksaan
pemeriksaan alat bukti). eksekusi, (yang
Perkara (sesuai 7. Kesimpulan dari didahului
dengan pihak-pihak peletakkan sita
ketentuan (tertulis / lisan). jaminan).
hukum acara) 8. Pengambilan Pemberitahuan
putusan oleh instansi terkait,
Majlis Hakim. kemungkinanny
(musyawarah a dilakukan

5
majlis tertutup eksekusi lelang.
pengumuman Pelaksaan
putusan dalam eksekusi.
sidang terbuka Diperbuat berita
untuk umum). acara eksekusi
oleh petugas.
Didesign oleh :
Drs. H. Arso, SH, MA; untuk bahan Praktek Kerja Lapangan
acara perdata (PA/PN)

BAB I
PENDAHULUAN

Hukum acara perdata mempunyai kedudukan yang penting


dalam melaksanakan atau menegakkan hukum perdata materiil.
Hukum perdata materiil; tidak mungkin berdiri sendiri, terlepas
sama sekali dari hukum acara perdata. Tidak ada gunanya hukum
perdata materiil kalau tidak dapat melaksanakan atau direalisir.
Untuk merealisasikannya itu diperlukan hukum acara perdata.
Hakim dalam tugasnya sehari-hari melaksanakan dan
menegakkan hukum tidak hanya dapat dipertahankan dan
tigakkan melalui peradilan dengan parantara hakim, dengan
menempuh hukum acara perdata. Oleh karena itu, aparat
peradilan terutama seorang hakim haruslah memahami dan
menguasai Hukum Acara Perdata.
Ketentuan Hukum Acara Perdata pada Pengadilan dalam
Lingkungan Peradilan Agama adalah sama sebagaimana hukum
acara perdata Pengadilan dalam lingkungan peradilan Umum,

6
kecuali yang secara khusus diatur dalam Undang-undang No. 7
tahun 1989.
Untuk mengatahui sejauh mana penerapan hukum acara
perdata dalam praktek di pengadilan agama, disusunlah
“Pedoman Praktek Kerja Lapangan Acara Perdata dan praktek
persidangan pada pengadilan Agama”.
Kepada para mahasiswa atau peminat lainnya yang ingin
menekuni bagaimana tehnik beracara di Pengadilan Agama
semoga tulisan ini bermanfaat adanya.

A. Pengertian dan Sumber Hukum Acara Perdata


1. Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum acara perdata adalah “peraturan hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum
perdata materiil dengan peraturan hakim” atau “ keseluruhan
peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan
atau menegakkan hukum materiil dengan perantaraan kekuasaan
Negara). Dari pengertian yang terkandung dalam defenisi
tersebut, dapat dipahamkan bahwa tujuan hukum acara perdata
agar orang tidak menjadi hakim sendiri atau menghindarkan
main hakim sendiri (eigen richting).
Lebih konkrit lagi dapat dilakukan bahwa hukum acara
perdata adalah “Peraturan hukum yang mengatur tentang
bagaimana dan melaksanakan putusan tersebut”.
Pengertian hukum acara perdata sebagaimana tersebut di atas
dapat juga dipakai untuk pengadilan dalam lingkungan peradilan
agama, karena wewenang paradilan agama yang ditentukan oleh
Undang-undang termasuk lapangan hukum perdata yaitu,
menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-

7
perkara antara orang-orang yang Bergama islam dibidang
perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah.

2. Sumber-Sumber Hukum Acara Pada Peradilan


Agama
Sebagai ketentuan hukum acara pada peradilan dalam
lingkungan peradilan Agama yang diatur dalam pasal 54
Undang-undang No. 7 tahun 1989 maka sumber-sumber hukum
acara perdata pada pengadilan agama adalah sebagai berikut :
1. H.I.R (Het Herziene Inlandsche Reglement) atau disebut
juga R.I.B (Reglemen Indonesia yang dibaharui).
2. R.Bg. (Rechts Reglement Buiten gewesten) atau disebut
juga Reglemen untuk daerah Seberang, maksudnya untuk
luar Jawa-Madura.
3. R.v. (Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering) yang
jaman penjajahan belanda dahulu berlaku Raad van Justitie.
4. B.W. (Burgerlijke Wetboek) atau disebut juga kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
5. Undang-undang No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
6. Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.
7. Undang-undang No. 14 tahun 1970.
8. Undang-undang No. 14 tahun 1985.
9. Undang-undang No. 20 tahun 1947.
10. Undang-undang No. 1 tahun 1974 jo P.P. No. 9 tahun 1975.
11. Inpres No. 1 tahun 1991 (Kompilasi Hukum Islam).
12. Peraturan Mahkamah Agung R.I.
13. Surat Edaran Mahkamah Agung R.I.

8
14. Kitab-kitab Fikih Islam dan sumber Hukum tidak tertulis
lainnya.

B. Proses Penyelesaian Perkara Perdata Dalam Praktek


Menurut ketentuan Hukum Acara Perdata, proses
penyelesaian perkara dalam praktek, ditempuh 3 (tiga) tahap
tindakan yaitu : tahap Pendahuluan, tahap pemeriksaan dalam
persidangan dan tahap pelaksanaan putusan.
1. Tahap pendahuluan
Tahap pendahuluan yaitu tindakan-tindakan mendahului
pemeriksaan dimuka persidangan. Setiap orang yang
mengajukan perkara tidaklah langsung harus menghadap
kemuka persidangan untuk diperiksa. Akan tetapi ada
beberapa kegiatan atau proses yang harus dilakukan
sebelumnya antara lain:
a. Pengajuan Gugatan
Pengajuan gugatan atau tuntutan hak adalah tindakan
yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang
diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah “eigen
richting” yaitu tindakan menjadi hakim sendiri atau yang
lazim dikatakan orang “main hakim sendiri”.
Orang yang mengajukan gugatan adalah orang yang
memerlukan perlindungan hukum, oleh karena itu ia
mengajukan gugatan atau tuntutan hak.

Syarat surat gugatan yaitu:


 Merupakan tuntutan hak
Tuntutan hak adalah merupakan suatu tindakan yang
bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum

9
yang diberikan pengadilan guna mencegah perbuatan
main hakim sendiri.
 Adanya kepentingan hukum
Syarat ini merupakan syarat untama untuk
diterimanya suatu tuntutan hak. Maka suatu tuntutan
hak haruslah mempunyai kepentingan hukum cukup.
Jelasnya hanya kepentingan yang cukup layak serta
mempunyai dasar hukum sajalah yang dapat diterima
sebagai dasar tuntutan hak.
 Merupakan suatu sengketa
Setiap gugatan yang diajukan haruslah mengandung
sengketa. Gugatan yang diajukan tanpa adanya pihak
yang digugat (tergugat), bukanlah merupakan
wewenang pengadilan, karena tidak mengandung
sengketa. (“Point d’interent, point d’action”, atau
“geen belang geen actie”) artinya “ tidak ada
sengketa, tidak ada perkara”.
 Dibuat dengan cermat dan jelas/terang
Surat gugatan dibuat haruslah dengan cermat, teliti
dan terang. Jika tidak demikian, maka gugatan
tersebut akan memenuhi kegagalan. Surat gugatan
yang tidak terang dan cermat baik mengenai pihak-
pihaknya, objek sengketanya, maupun landasan
hukumnya, akan berakibat dapat dinyatakan “obscuur
libel” (kabur) oleh hakim.
Adapun tuntutan hak yang dimaksud adalah tuntutan
perdata (burgerlijke vordering), yaitu tututan hak
yang mengandung sengketa, sebagaimana

10
dikehendaki oleh pasal 2 ayat (1) UU No. 14 tahun
1970 jo pasal 118 ayat (1) HIR / 142 RBg.
Tuntutan hak ada 2 (dua) macam, Yaitu:
1. Tuntutan hak yang mengandung sengketa
yang disebut gugata dimana terdapat
sekurang-kurangnya dua pihak. Pihak yang
menuntut “penggugat” dan pihak yang
dituntut “tergugat”.
2. Tututan yang tidak mengantung sengketa
yang disebut “permohonan” dimana hanya
terdapat satu pihak saja (oneigenlijke
rechtspraak). Sehingga pada hakekatnya
perkara permohonan (voluntoir) bisa
dianggap sebagai suatu proses peradilan
yang bukan sebenarnya.
Namun ada beberapa bentuk permohonan
yang menarik pihak sebagai termohon,
misalnya : permohonan ikrar talak (perkara
cerai talak sebagaimana diatur dalam pasal
66 Undang-undang No. 7 tahun 1989) yang
diajukan oleh suami sebagai pemohon
murni (voluntair murni), tetapi sesuai
dengan surat edaran Mahkamah Agung R.I
No. 2 tahun 1990 tentang petunjuk
pelaksanaan Undang-undang No. 7 tahun
1989 menjelaskan bahwa dan azaznya serai
talak adalah merupakan sengketa
perkawinan antara dua belah pihak,
sehingga karenanya permohonan cerai talak

11
adalah merupakan perkara contentious dan
bukan vountair. Untuk itu produk hakim
yang mengadili sengketa tersebut dibuat
dalam bentuk putusan : “putusan” dengan
amar dalam bentuk penetapan. Sehingga
upaya hukum terhadap putusan cerai talak
adalah banding, bukan kasasi sebagai mana
salah satu dari ciri-ciri permohonan.

2. Cara mengajukan gugatan


a. Gugatan diajukan secara tertulis (pasal 118
HIR / pasal 142 (1) RBg) yaitu dengan cara
membuat surat gugatan yang ditujukan kepada
ketua pengadilan (dalam hal ini pengadilan
Agama) yang ditanda tangani oleh :
 Penggugat atau para pengguat sendiri, atau
 Kuasa penggugat yaitu orang yang diberi
kuasa khusus oleh penggugat atau para
penggugat.

b. Gugatan secara lisan


Pada dasarnya gugatan itu seharusnya diajukan
secara tertulis, namun sebagai pengecualiannya
dalam pasal 120 HIR / pasal 144 (1) RBg, yaitu
jika orang yang mengugat tidak pandai tulis
baca, maka tuntutan boleh diadukan dengan
lisan kepada ketua pengadilan (d.h.i.
pengadilan agama), dan selanjutnya ketua atau
yang ditugaskan (hakim) mencatat

12
pengaduannya (gugatannya). Setelah catatan
tersebut dibacakan dihadapan penggugat maka
ditandatangani oleh ketua atau hakim yang
diberi tugas.
Maka prosesnya adalah sebagai berikut :
 Tuntutan disampaikan oleh penggugat
secara lisan kepada hakim yang ditunjukan
oleh ketua pengadilan Agama.
 Hakim tersebut mencatat tuntutan
penggugat tersebut.
 Jika telah selesai dibuat maka dibacakan
dihadapan penggugat apakah telah sesuai
dengan tuntutannya.
 Surat catatan gugat tersebut ditandatangani
oleh hakim yang bersangkutan.
3. Apa yang harus dimuat dalam surat gugatan
Walaupun dalam HIR/RBg tidak menetukan
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
pembuatan surat gugat, namun pasal 119 HIR
(pasal 143 RBg) yang mewajibkan hakim
memberi nasehat dan pertolongan kepada
penggugat waktu memasukkan gugatannya,
maka dianggap ada syarat-syarat dalam
pembuatan surat gugat.
Dalam praktek suatu surat-surat gugat harus
memuat unsur-unsur yaitu :
a. Identitas dan kedudukan para pihak.
Yang dimaksud dengan identitas adalah
keterangan diri dari pihak-pihak berperkara

13
(penggugat dan tergugat) yang dibuat secara
jelas tentang nama, umur, pekerjaan, agama,
tempat tinggal dan lain-lain. Adapun yang
dimaksud dengan kedudukan adalah status
pelaku sebagai pihak, yaitu penggugat atau
penggugat I, penggugat II dan seterusnya,
dan tergugat atau tergugat I, tergugat II,
turut tergugat atau turut tergugat I, turut
tergugat II dan seterusnya.
b. Posita
Posita adalah merupakan dalil-dalil konkrit
tentang adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan-alasan dari
pada tuntutan (fundamentum petendi).
Posita terdiri atas dua bagian yaitu:
1. Bagian yang menguraikan tentang
kejadian-kejadian atau peristiwa-
peristiwa, yang merupakan penjelasan
duduknya perkara.
2. Bagian yang mengurai tentang hukum
yakni tentang adanya hak atau hubungan
hukum yang menjadi dasar yuridis dari
gugatan.
Uraian posita lazimnya setiap alinea
diawali dengan kata-kata “Bahwa……....
Yang disusun secara kronologis dengan
jelas dan cermat.

c. Petitum

14
1. Tuntutan pokok :
Merupakan tuntutan yang sebenarnya
misalnya : “menjatuhkan talak ba‟in
sughro”, ”menghukum membayar
nafkah lampau” dan sebagainya.
2. Tuntutan tambahan.
Tuntutan ini merupakan tuntutan
pelengkap dari pada tuntutan pokok.
Biasanya oleh penggugat dimintakan
tambahan berupa :
a. Tuntutan agar tergugat dihukum
membayar biaya perkara.
b. Tuntutan agar putusan dinyatakan
dapat dilaksanakan terlebih dahulu
(uitvoerbaar bij voorraad),
meskipun putusannya dilawan
atau dibanding.
“pelaksanaan lebih dahulu” atau
lebih dikenal dengan istilah
“putusan serta merta”.
Mengenai hal ini harus memenuhi
ketentuan pasal 180 HIR (pasal
191 RBg) dan Edaran Mahkamah
Agung, dalam praktek, disamping
diajukan tuntutan pokok (petitum
primair), adapula tuntutan
pengganti (petitum subsidair)
yang berfungsi untuk
menggantikan tuntutan pokok,

15
manakala tuntutan pokok ditolak
oleh pengadilan.
Tuntutan pengganti (petitum
subsidair) biassanya ditulis
sebagai berikut : “atau, mohon
putusan yang seadil-adilnya” (ex
equo et bono).
Contoh sebagai berikut :
1. Dalam permohonan cerai talak:
Primair :
a. Mengabulkan permohonan
pemohon;
b. Menetapkan member izin
kepada pemohon untuk
mengikrarkan talak
terhadap termohon
dihadapan sidang
pengadilan agama;
c. Menetapkan biaya perkara
ini sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2. Dalam gugatan cerai :
Primair :
a. Mengabulkan gugatan
penggugat.
b. Menjatuhkan talak satu
ba‟in sughro tergugat
(Amin Bin Ali) atas diri

16
penggugat (Fatimah binti
Abdul malik).
c. Menghukum tergugat untuk
membayar biaya yang
timbul dalam perkara ini
sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Subsidar :
Jika pengadilan berpendapat
lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya (ext eguo et
bono).
Contoh format surat gugatan
terlampir :
 Lampiran – 1 : surat
permohonan cerai talak.
 Lampiran – 2 : surat
gugatan cerai.
 Lampiran – 3 : surat
gugatan harta bersama.
 Lampiran – 4 : surat
gugatan mal-waris.
 Lampiran – 5 : surat
gugatan secara lisan.

2. Pencatatan / Pendaftaran Perkara


Apa bila surat gugatan telah ditanda tangani oleh
penggugat atau kuasanya, maka penggugat mendaftarkan

17
gugatannya ke Kepaniteraan (menghadap petugas Meja-
1 yang melayani semua bentuk penerimaan perkara).
Petugas Meja-1 akan menaksir besarnya panjar biaya
perkara yang harus dibayar oleh penggugat, yang
dituangkan dalam SKUM (surat kuasa untuk membayar)
dalam rangka 3 (tiga). Besarnya panjar biaya perkara
yang tercantum dalam SKUM dihitung berdasarkan
ketentuan tariff biaya perkara menurut peraturannya
yang berlaku.
Bagi mereka yang tidak mampu dapat dibebaskan
dari biaya perkara atau dapat beracara dengan Cuma-
Cuma dengan mengajukan permohonan izin berperkara
Cuma-Cuma (prodeo) kepada Ketua Pengadilan Agama
dengan melampirkan surat keterangan miskin atau tidak
mampu dari pejabat Lurah/Kepala Desa yang diketahui
Camat setempat.
Penggugat setelah menerima SKUM yang dibuat oleh
petugas Meja 1, kemudian menyetorkan uang sejumlah
yang tercantum dalam SKUM kepetugas Kasir yang
akan menerima lansung uang yang disetor dan
menandatangani SKUM dengan membubuhi tanda
LUNAS, kemudian petugas kasir mencatat dalam jurnal
perkara dan mencantumkan nomor register perkara yang
bersangkutan, contohnya : Nomor : 12 / pdt.G / 2002 /
PA.Mdn.
Melalui petugas Meja 1, penggugat diberikan
lembaran ke-2 surat gugatannya dengan 1 helai lembar
asli SKUM. Maka selesailah proses pendaftaran /
registrasi perkara, dan penggugat pada gilirannya akan

18
menerima pengadilan untuk hadir dalam persidangan
pemeriksaan perkaranya.
Lampiran – 6 : contoh SKUM

3. Penunjukkan Majlis Hakim (P.H.M)


Apabila perkara telah terdaftar dalam buku register
Induk perkara, maka ketua pengadilan Agama
menerbitkan surat penetapan majlis hakim (P.H.M) yang
akan memeriksa perkara tersebut terdiri sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang hakim untuk satu majlis.
Susunan Majlis Hakim terdiri :
 Seorang Hakim sebagai Ketua Majlis.
 Dua orang Hakim, masing-masing sebagai Hakim
Anggota.
Adapun penunjukkan sebagai panitera penggati
tidak dicantumkan dalam susunan majlis hakim,
tetapi lazimnya ditunjuk tersendiri oleh panitera
pengadilan Agama.
Pencantuman Nomor P.M.H sesuai dengan nomor
register perkara dan tanggalnya adalah tanggal
sejak diterbitkan P.M.H.
Contoh P.M.H terlampir (Lampiran-7).

4. Penetapan Hari Sidang (PHS)


Majlis Hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan
agama untuk menangani perkara tersebut, setelah
menelaah dengan seksama, kemudian ketua majlis
menentukan hari sidang (PHS).

19
Dalam penetapan hari sidang, tercantum lansung
memerintahkan jurusita/jurusita pengganti untuk
memanggil pihak-pihak agar hadir dalam persidangan
yang telah ditetapkan dalam PHS.
Pencantuman nomor register PHS juga sebagaimana
nomor pada PMH, yakni nomor register perkara yang
bersangkutan.
Contoh PHS terlampir dalam (Lampiran-8)

5. Pemanggilan pihak-pihak untuk hadir dalam


persidangan
Sesuai dengan perintah ketua majlis dalam PHS atau
(dalam persidangan untuk persidangan lanjutan), jurusita
/ jurusita penggati melakukan panggilan kepada pihak-
pihak secara patut (dalam waktu sekurang-kurangnya 3
(tiga) hari sebelum sidang. Pemanggilan pihak-pihak
dilakukan dengan menyerahkan surat panggilan (reelas),
dan kepada pihak tergugat harus dilampiri salinan /
lembaran surat gugatan penggugat. Apabila pihak yang
dipanggil tidak berada dirumahnya, maka surat
panggilan diserahkan kepada Kepala Desa yang
bersangkutan, untuk diteruskan kepada pihak yang
dipanggil. Tidak dibenarkan surat panggilan
disampaikan atau diserahkan kepada family atau
keluarga pihak yang dipanggil.
Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui
alamatnya diwilayah Negara R.I, maka pemanggilan
disampaikan melalui pengumuman dalam tenggang
waktu satu bulan dengan pengumuman yang kedua,

20
pengumuman kedua dengan hari sidang selama 3 (tiga)
bulan.
Contoh surat panggilan (relaas) terlampir:Lampiran-8
Paket Materi Pelatihan / Simulasi tentang :
a. Tehnik mengkontruksi gugatan (Study Kasus)
berbagai jenis perkara kewenangan pengadilan
Agama.
b. Kemahiran proses registrasi (pendaftaran) perkara.
c. Tehnik pemanggilan pihak-pihak berperkara.
Lampiran-9.

6. Tahapan pemeriksaan dalam persidangan


Proses pemeriksaan perkara perdata dimuka sidang
atau tahap penentu ialah pemeriksaan gugatan,
pembuktian sampai pada putusan berdasarkan tahap-
tahap sesuai ketentuan hukum acara perdata.
Langkah awal yang harus di lakukan oleh majlis
hakim dalam menyidangkan suatu perkara dalah
mengadakan perdamaian para pihak yang bersengketa.
Dalam perkara perceraian usaha mendamaikan para
pihak dilaksanakan secara terus menerus pada setiap
persidangan sampai hakim menjatuhkan putusannya.
Usaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa
itu prioritas utama dan dipandang adil dalam mengakhiri
dengan tidak terdapat siapa yang kalah dan siapa yang
menang, sehingga tetap terwujutnya kekeluargaan dan
kerukunan. Hal ini sejalan dengan tuntutan ajaran Islam
yakni mengadakan “Islah”. Oleh karena itu Hakim harus
secara aktif dan sungguh-sungguh untuk mendamaikan

21
para pihak. Apabila usaha perdamaian berhasil
dilaksanakan oleh hakim, maka terhadap perkara perdata
perceraian cukup dilakukan pencabutan oleh pihak yang
berperkara, namun dalam perkara gugatan perdata non
perceraian jika tercapai perdamaian dibuat putusan
perdamaian yang lazim disebut dengan akta perdamaian.
Dalam prakteknya adalah sebagai berikut:
Setelah persidangan (sidang pertama) dibuka dan
dinyatakan terbuka untuk umum:
 Pihak-pihak diperintahkan hadir menghadap
dipersidangan,
 Hakim menanyakan identitas pihak-pihak,
 Majlis hakim berusaha mendamiakan pihak-pihak
(dalam perkara perceraian hakim harus
menghadirkan pihak-pihak secara in person).
Apabila ternyata usaha perdamaian terhadap
pihak-pihak yang bersengketa tidak berhasil, maka
sidang dilanjutkan untuk pemeriksaan. Khusus dalam
hal pemeriksaan perkara perceraian maka sidang
dinyatakan tertutup untuk umum, untuk memenuhi
azas pemeriksaan perkara perceraian (pasal 80 ayat
(2) UU No. 7 tahun 1989 jo pasal 33 PP 9 tahun
1975.
Tahap-tahap pemeriksaan itu adalah :
1. Pembacaan surat gugatan
2. Jawaban tergugat
3. Replik pengugat
4. Duplik tergugat
5. Pembuktian

22
6. Kesimpulan (konklusi)
7. Putusan hakim

Bagan tahap-tahap tesebut di atas terlampir


(Lampiran 10)

Ad. I. Pembacaan surat gugatan:


Pada tahap pembacaan surat gugatan ini terdapat
beberapa kemungkinan dari penggugat/pemohon
mengambil sikap :

1. Mencabut gugatan/permohonan, atau


2. Mengubah dan atau gugatan, atau
3. Mempertahankan gugatan seutuhnya.
Apabila tenyata pengugat mempertahankan
gugatannya, maka sidang dilanjutkan ketahap
berikutnya, yaitu tahap jawaban tegugat

Ad. II. Jawaban tergugat


Setelah gugatan dibacakan dan isinya tetap
dipertahankan oleh penggugat, maka kepada tergugat
diberi kesempatan untuk menyampaikan jawabannya,
baik dalam sidang itu juga ataupun dalam sidang
berikutnya.
Berdasarkan ketentuan hukum acara (pasal 121
ayat 2 HIR/pasal 145 (2) Rbg jo pasal 132 ayat (1)
HIR/pasal 158 Rbg).
Tergugat dapat mengajukan jawaban secara
tertulis ataupun secara lisan. Didalam mengajukan

23
tersebut, tergugat harus hadir secara in person dalam
sidang atau diwakilkan oleh kuasa hukumnya.
Apabila tergugat atau kuasa hukumnya tidak hadir
dalam sidang meskipun mengirimkan surat
jawabannya, hal demikian itu tetap dinilai hadir dan
jawabannya itu tidak perlu diperhatikan, kecuali
dalam hal jawaban yang berupa eksepsi atau
tangkisan bahwa pengadilan yang bersangkutan tidak
berwenang mengadili perkara itu.
Dalam tahap jawaban, tergugat ada beberapa
kemungkinan menyampaikan :
1. Eksepsi (tangkisan)
2. Mengakui secara bulat
3. Mungkir mutlak (membantah)
4. Mengakui dengan clausula
5. Referte
6. Mengajukan rekonpensi (gugatan balik)
Jawaban pada no 2 s/d 5 tersebut diatas adalah
merupakan jawaban tentang pokok perkara.

Ad. 1. Eksepsi
Ekesepsi adalah sangkutan terhadap suatu
gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai
pokok perkara (perlawanan dari segi hukum
formeel).
Tujuan eksepsi adalah untuk mengagalkan
gugatan agar hakim menetapkan gugatan tidak
diterima atau ditolak.

24
Eksepsi diatur dalam pasal 136 HIR/pasal
162 RBg, pasal 125 ayat (2) HIR, pasal 133-136
HIR/pasal 149 ayat (2), 160-162 RBg dan pasal
356 (4) R.V.
Ada dua macam eksepsi, yaitu :
a. Prosesual eksepsi (eksepsi formil), yaitu
yang berdasarkan hukum formil, yang
meliputi :
1. Eksepsi tidak berwenang secara
absolute.
2. Eksepsi tidak berwenang secara
relative.
3. Eksepsi Nebis in idem (eksepsi van
gewijsde zaak).
4. Eksepsi diskwalifikator.
5. Eksepsi obscuur libel (gugatan kabur)

b. Materil eksepsi, yaitu eksepsi berdasarkan


hukum materil, yang meliputi :
1. Dilastoir eksepsi (belum waktunya
diajukan gugatan)
2. Prematoir eksepsi (terlambat
mengajukan gugatan)

Ad. 2. Mengaku bulat-bulat


Dalam jawaban tergugat ada kalanya
mengakui secara bulat seluruh dalil gugatan.
Pengakuan yang demikian dianggap telah cukup
terbukti dan gugatan dapat dikabulkan

25
seluruhnya. Kecuali dalam hal gugatan
perceraian dengan alsan telah terjadi perselisihan
/ pertengkaran yang terus menerus yang tidak
ada harapan untuk rukun kembali. Dalam hal ini
hakim harus berusaha menemukan kebenaran
materil alasan cerai tersebut dengan alat-alat
bukti yang cukup, untuk menghindari adanya
kebohongan – kebohongan besar dalam perkara
perceraian.

Ad. 3. Mungkir Mutlak


Apabila tergugat dalam jawabannya
memungkiri secara mutlak (membantah) maka
pemeriksaan dilanjutkan pada tahap berikutnya
sampai dapat bukti benar atau tidaknya dalil-
dalil gugat.

Ad. 4. Mengaku dengan klausula (mengaku


dengan syarat)
Jika tergugat mengaku dengan klausula
(syarat-syarat), maka pengakuan itu haru
diterima seutuhnya dan tidak boleh dipisahkan.
Kemudian pemeriksaan dilanjutkan seperti
tahap-tahap sebagaimana biasanya.

Ad. 5. Referte (jawaban berbelit-belit)


Adakalanya tergugat memberikan jawaban
yang berbelit-belit, tidak tegas tak tentu arah
dengan maksud mempersulit proses

26
pemeriksaan. Menghadapi hal yang demikian,
pemeriksaan diteruskan sebagaimana biasa.

Ad. 6. Rekonpensi (gugat balik)


Gugat rekonpensi (gugat balik) ialah gugata
yang diajukan oleh tergugat pada kesempatan
menyampaikan jawabannya. Oleh karena itu
kedudukan tegugat dalam konpensi menjadi
pengugat dalam rekonpensi, dan sebaliknya
penggugat dalam konpensi menjadi tergugat
dalam rekonpensi. Dasar hukum tentang
rekonpensi yaitu : Pasal 132 a – 132 b HIR /
Pasal 157 – 158 R.Bg.
Pada dasarnya gugatan rekonpensi adalah
gugatan yang diajukan tergugat terhadap
penggugat dalam sengketa antara mereka
mengenai “segala hal”. Namun gugatan
rekonpensi harus memenuhi syarat-syarat yaitu :
1. Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-
sama dengan jawaban. Namun sebahagian
pakar hukum berpendapat gugatan rekonpensi
dapat diajukan selama masih dalam tahap
jawab – menjawab.
2. Gugatan rekonpensi tidak dapat diajukan
pada tingkat banding atau tingkat kasasi, akan
tetapi harus diajukan pada pengadilan tingkat
pertama. Pengadilan tingkat banding atau
kasasi dapat mengadili tentang rekopensi,

27
jikalau perkaranya semula diajukan gugatan
rekonpensi pada pengadilan tingkat pertama.
3. Diajukan terhadap pengugat in person (bukan
kuasa hukumnya) atau dalam kualitas /
kedudukan yang sama dalam perkara itu.
4. Gugatan rekonpensi tersebut masih dalam
lingkup wewenang pengadilan Agama.
5. Gugatan rekonpensi hanya mengenai
sengketa kebendaan.
6. Gugatan rekonpensi bukan pelasanaan
keputusan.

Penyusunan gugatan rekonpensi sama dengan


gugatan konpensi, dengan memuat Identitas dan
kedudukan para pihak dalam rekonpensi, posita
dan petitum rekonpensi. Gugatan rekonpensi
yang diajukan secara lisan, hakim harus
merumuskannya dalam berita acara sidang.
Pemeriksaan gugatan rekonpensi sama
dengan pemeriksaan gugatan konpensi biasa.
Gugatan konpensi dan rekonpensi dapat
ditempuh penyelesaian secara :
a. Diperiksa dan diputus bersama-sama
sekaligus, atau
b. Diperiksa satu-persatu (konpensi dahulu, baru
kemudian rekonpensi atau sebaliknya
menurut pertimbangan majlis hakim),
kemudian diputus secara terpisah pula
(sendiri – sendiri), atau

28
c. Diperiksa satu-persatu tetapi diputuskan
bersama-sama dalam satu putusan.

Dalam praktek ada beberapa kemungkinan


diajukan gugatan rekonpensi misalnya dalam
perkara :
 Permohonan cerai talak :
1. Nafkah masa lampau yang belum dibayar
suami
2. Nafkah „iddah selama dalam masa „iddah
3. Maskan „iddah
4. Kiswah (pakaian)
5. Mut‟ah
6. Hak hadhona, dan biaya hadhona
(pemeliharaan dan pendidikan)
7. Pembagian harta bersama, jika ada, harta
mereka dan lain-lain

 Gugatan Cerai :
Pihak suami selaku tergugat dapat
mengajukan gugat rekonpensi tentang :
1. Hak hadhona (pengasuhan anak), jika ada
anak
2. Pembagian harta bersama, jika ada harta
bersama
Contoh formulasi jawaban yang memuat
gugatan rekonpensi (lampiran 11)

Ad. III. Replik Penggugat :

29
Pada ketika tergugat telah menyampaikan
jawabannya, kepada penggugat diberi kesempatan
untuk menyampaikan replik untuk menanggapi sesuai
dengan pendapatnya terhadap jawaban tergugat.
Dalam tahap replik ini penggugat kemungkinan
mengemukakan :
a. Mempertahankan gugatannya dan menambah
keterangan yang dianggap perlu untuk
memperjelas dalil-dalilnya, atau
b. Kemungkinan juga penggugat merubah sikap
dengan membenarkan jawaban / bantahan
tergugat, atau
c. Menambahkan eksepsi yang diajukan tegugat, atau
d. Menambah jawaban tergugat tentang pokok
perkara dalam konpensi
e. Memberikan bantahan atau kemungkinan
membenarkan gugat rekonpensi yang diajukan
tegugat dalam jawabannya.

Replik dapat diajukan secara lisan seketika setelah


tegugat menyampaikan jawabannya, atau secara
tertulis pada persidangan berikutnya yang ditetapkan
oleh majelis hakim berdasarkan permohonan
penggugat.

Ad. IV. Duplik Tergugat


Setelah penggugat menyampaikan repliknya,
kemudian kepada tegugat diberi kesempatan untuk
menanggapi replik penggugat tersebut.

30
Pada tahap ini, tergugat kemungkinan tetap
mempertahankan pendiriannya seperti pada
jawabannya semula atau bersikap seperti penggugat
dalam repliknya atas gugatan rekonpensi yang
diajukan tergugat dalam jawabannya.
Acara replik dan duplik atau jawab – menjawab
ini dapat diulang sampai ada titik temu antara
penggugat dan tergugat, dan atau dianggap cukup
oleh hakim.
Apabila jawab – menjawab ini dianggap cukup
oleh hakim, dan ternyata hakim menemukan hal-hal
yang tidak disepakati oleh penggugat dan tergugat
atau hakim perlu mencari kebenaran materil tentang
dalil gugat penggugat dalam konpensi atau dalil
penggugat dalam rekonpensi, maka acara acara
pemeriksaan dilanjutkan ketahap pembuktian.
Penyampaian duplik ini dapat diajukan secara
lisan pada saat peridangan hari itu juga, atau pun
secara tertulis pada persidangan berikutnya atas
ketentuan majlis hakim.

Ad. V. Pembuktian
Pada tahap pembuktian ini, hakim memberi
kesempatan yang sama kepada para pihak baik
penggugat maupun tergugat untuk mengajukan alat
bukti baik berupa alat bukti surat, saksi-saksi maupun
bukti lainnya secara bergantian yang diatur oleh
hakim. Hakimlah yang memerintahkan kepada para
pihak untuk mengajukan alat-alat bukti, dan hakimlah

31
yang mebebani para phak dengan pembuktian secara
adil dan tidak berat sebelah.
Dalam tahap ini peran hakim dituntut untuk
mampu memahami aturan-aturan pembuktian dan
diharapkan memberi pertimbangan tetang benar
tidaknya suatu peristiwa atau fakta yang diajukan
oleh para pihak kepadanya dan kemudian
memberikan atau menentukan hukumnya.
Secara kongkrit hakim harus menguasai
kemampuan tehnik dalam melakukan tindakan secara
bertahap yakni menkonstatir, mengkualifisir dan
mengkonstitutirkan (memberikan konstitusi) sehingga
memberi kepastian hukum dan rasa keadilan
Ad. VI. Konklusi / Kesimpulan Para Pihak
Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat
diberikan kesempatan yang sama untuk mengajukan
pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil
pemeriksaan selama sidang berlangsung, menurut
pandangan masing-masing.

Ad. VII. Tahap Putusan Hakim


Pada tahap ini hakim merumuskan duduknya
perkara dan pertimbangan hukum (pendapat hakim
dalam musyawarah majelis) mengenai perkara
tersebut disertai alasan-alasannya dan dasar-dasar
hukumnya, yang diakhiri dengan putusan hakim
mengenai perkara yang diperiksanya itu. Kemudian
dituangkan dalam bentuk putusan (vonis) terhadap

32
perkara tersebut, yang selanjutnya putusan
diumumkan dalam persidangan terbuka untuk umum.

7. Jalannya Praktek Persidangan Pemeriksaan Perkara


Sebagaimana tahap pemeriksaan dalam persidangan
yang telah diuraikan diatas berdasarkan ketentuan
hukum acara, maka secara kronologis akan diuraikan
jalannya proses persidangan dalam bentuk scenario
persidangan Pengadilan Agama.

BAHAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN


TEHNIK PEMBUATAN SURAT GUGATAN &
SIMULASI TEHNIK MENGKONSTRUKSI GUGATAN
BERBAGAI JENIS PERKARA YANG MENJADI
KEWENANGAN ABSOLUT PENGADILAN AGAMA.
Oleh : H. Arso, SH. S.Ag, M.A

I. Dasar Hukum Tentang Gugatan


Dasar hukum tentang aturan pembuatan gugatan adalah :
a. Pasal 118 HIR / Pasal 142 RBg
Yakni : mengatur tetang cara pembuatan gugatan yang
diajukan secara tertulis
b. Pasal 120 HIR / Pasal 144 (1) RBg
Pasal 123 (1) HIR / Pasal 147 (1) RBg
Yakni : mengatur tentang pembuatan gugatan bagi
orang yang tidak pandai tulis baca, maka tuntutan hak
dapat diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan
(Pengadilan Agama), dan selanjutnya Ketua

33
Pengadilan mencatat tuntutan atau menyuruh
mencatatnya.
c. Pasal 119 HIR / 143 RBg
Yakni : mengenai kewajiban Hakim memberi nasihat
dan pertolongan kepada penggugat waktu memasukkan
gugatannya.
d. Pasal 137 HIR / pasal 273 RBg
Yakni : mengatur tentang permohonan berperkara
secara prodeo / gugatan secara cuma-cuma
e. Pasal 127 Brv.
Yakni : tentang perubahan gugat.
f. Pasal 2171 R.V
Yakni : tentang pencabutan gugat.
g. Pasal 66 ayat (5) dan Pasal 86 ayat (1) UU. No. 7
Tahun 1989;
Yakni : tentang diperkenankannya gugat kumulasi
objektif dalam perkara cerai talak maupun cerai gugat
dengan gugat segala akibat perceraian.
h. Pasal 132 a – 132 b HIR / 157-158 RBg
Yakni : mengatur tentang rekonvensi (gugat balik).

II. Pengertian Gugatan dan Surat Gugatan


Gugatam adalah tuntutan yang mengandung unsur
sengketa. Adapun surat gugatan adalah suatu surat yang
diajukan oleh penggugat kepada ketua Pengadilan yang
berkopetensi, yang memuat tuntutan hak dan sekaligus
merupakan dasar landasan pemeriksaan dan pembuktian
kebenaran suatu hak.

34
Dari pengertian tersebut dapat dipahamkan bahwa
pengajuan gugatan atau tuntutan hak adalah tindakan yang
bertujuan memperoleh perlindungan hak dari Pengadilan
untuk mencegah “Eigen richting” (perbuatan main hakim
sebdiri).
Orang yang mengajukan gugatan adalah orang yang
memerlukan mendapat perlindungan hukum.
Jelasnya ia mempunyai kepentingan hukum untuk
memperoleh perlindungan hukum, oleh karena itu
mengajukan gugatan atau tuntutan hak.

III. Syarat Surat Gugatan


Meskipun dalam HIR. RBg tidak menentukan syarat-
syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan surat gugat,
namun pasal 119 HIR / pasal 143 RBg yang mewajibkan
hakim memberi nasihat dan pertolongan kepada penggugat
waktu memasukkan gugatannya, maka dianggap ada syarat-
syarat dalm pembuatan surat gugatan.
Oleh karena itu dalam penyusunan surat gugatan
haruslah memenuhi syarat-syarat yaitu :
1. Merupakan Tuntan Hak
Tuntutan Hak adalah merupakan suatu tindakan yang
bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang
diberikan oleh Pengadilan guna mencegah perbuatan
main hakim sendiri (Eigen richting).
Agar dalam mempertahankan hak masing-masing
pihak tidak melampaui batas-batas dari norma yang
ditentukan maka perbuatan main hakim
sekehendaknya sendiri haruslah dihindarkan untuk itu

35
jika para pihak merasa hak-haknya dirugikan dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan sesuai
dengan prosedur yang berlaku.

2. Adanya Kepentingan Hukum


Syarat ini merupakan syarat utama diterimanya.
Suatu tuntutan hak. Maka suatu tuntutan hak haruslah
mempunyai kepentingan hukum yang cukup. Jelas
hanya kepentingan hukum yang cukup. Jelasnya
hanya kepentingan yang cukup dan layak serta
mempunyai dasar hukum sajalah yang dapat diterima
sebagai dasar tuntutan hak. Orang yang tidak
mempunyai kepentingan hukum tidak dibenarkan
untuk menjadi para pihak dalam mengajukan
gugatan.

3. Merupaka Suatu Sengketa


Setiap gugatan yang diajukan haruslah mengandung
sengketa. Gugatan yang diajukan tanpa adanya pihak
yang digugat (tergugat) bukanlah merupakan
wewenang pengadilan, karena tidak mengandung
sengketa. (“Point d’interent, point d’action” atau
“geen belang geen actie”) artinya “tidak ada
sengketa, tidak ada perkara. Justru adanya unsure
sengketa inilah yang membedakan gugatan dengan
permohonan, karena dalam permohonan walaupun
merupakan tuntutan hak, tetapi tidak memiliki unsure
sengketa. Kecuali dalam hal permohonan cerai talak

36
yang merupakan pengecualian dari yang umum (Lex
Spesialis derogate lex generalis).

4. Dibuat dengan cermat dan jelas / terang


Surat gugatan haruslah dibuat secara cermat, teliti dan
terang. Jika tidak demikian, maka gugatan yang tidak
dan cermat baik mengenai pihak-pihaknya, objek
sengketanya, maupun landasan hukumnya, akan
berakibat dapat dinyatakan “Obscuur Libel” (kabur)
oleh hakim.oleh karena itu dalam pembuatan surat
gugatan diperlukan ketelitian yang seksama, sebab
apabila salah sedikit saja dalam menyusun kalimat,
atau salah mempergunakan istilah, atau salah
menempatkan dan menyebutkan peraturan-peraturan
perundang-undangan akan merubah pengertian dari
hal yang dimaksud sebenarnya, sehingga berakibat
sangat fatal yaitu gugatan tersebut dapat dinyatakan
tidak diterima atau ditolak oleh majelis hakim dalam
persidangan.

IV. Perihal Tuntutan Hak


Adapun tuntutan hak sebagaimana yang dimaksud dalam
syarat gugatan adalah tuntutan perdata (burgerlijke
vordering), yaitu tuntutan hak yang mengandung sengketa,
sebagaimana dikehendaki oleh pasal 2 ayat (1) U.U No. 14
tahun 1970 jo Pasal 118 ayat (1) HIR / 142 RBg.
Tuntutan hak ada 2 (dua) macam :
1. Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa yang
disebut “Gugatan” dimana terdapat sekurang-

37
kurangnya dua pihak. Pihak yang menuntut hak
disebut “Pengugat” dan pihak yang dituntut disebut
“Tergugat”.
2. Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa yang
disebut “Permohonan” dimana hanya terdapat satu
pihak saja (oneigenlijke rechtpraak). Sehingga pada
hakekatnya perkara permohonan (Voluntair) bisa
dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan
sebenarnya.
Ciri-ciri permohonan adalah :
a. Acara permohonan bersifat voluntair
b. Hanya satu pihak yang berkepentingan
c. Tidak mengandung sengketa
d. Dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan
e. Putusan hakim berupa penetapan
f. Upaya hukum melawan penetapan adalah kasasi

Namun ada bentuk permohonan yang menarik pihak


sebagai tergugat misalnya : permohonan ikrar talak
(perkara cerai talak sebagaimana diatur dalam pasal 66
Undang-undang No. 07 tahun 1989) yang diajukan oleh
suami sebagai Penggugat dan isteri sebagai Tergugat.
Hal itu bukan permohonan murni (Voluntair murni),
tetapi sesuai dengan surat edaran mahkamah Agung R.I.
No. 02 tahun 1990 tetag Petunjuk Pelaksanaan Undang-
undang No. 07 tahun 1989 menjelaskan bahwa pada
azasnya cerai talak adalah merupakan sengketa
perkawinan antara dua belah pihak, sehingga karenanya
permohonan cerai talak adalah merupakan perkara

38
contentious dan bukan voluntair. Untuk itu produk
Hakim yang mengadili sengketa tersebut dibuat dalam
bentuk “putusan” dengan amar dalam bentuk penetapan.
Sehingga upaya hukumnya terhadap putusan cerai
talak adalah banding, bukan kasasi sebagaimana salah
satu dari cirri-ciri permohonan.

V. Cara Mengajukan Gugatan


Gugatan dapat diajukan dengan cara :
a. Gugatan secara tertulis :
Gugatan diajukan secara tertulis (Pasal 118 HIR / pasal
14 (1) RBg) yaitu dengan cara membuat surat gugatan
yang ditunjukkan kepada Ketua Pengadilan (dalam hal
ini pengadila Agama) yang ditanda tangani oleh :
 Penguggat atau para penggugat sendiri, atau
 Kuasa penggugat yaitu orang yang diberi kuasa
khusus oleh penggugat atau para penggugat, melalui
surat kuasa khusus.
Adapun surat kuasa khusus adalah suatu surat yang
berisi pemberian kekuasaan (wewenang dari seseorang
kepada orang lain untuk kuasa khususnya karena harus
memuat secara tegas dan pasti serta berlaku untuk
urusan tertentu.

b. Gugatan secara lisan


Pada dasarnya gugatan itu seharusnya diajukan secara
tertulis, namun sebagai pengecualiannya dalam pasal
120 HIR / pasal 144 (1) RBg, yaitu jika orang yang
menggugat tidak pandai tulis baca, maka tuntutan

39
boleh diadukan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan
(dalam hal ini Pengadilan Agama), dan selanjutnya
Ketua atau yang ditugaskan (Hakim) mencatat
pengaduannya (gugatannya). Setelah catatan tersebut
dibacakan dihadapan penggugat maka ditanda tangani
oleh Ketua atau Hakim yang diberi tugas.
Prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tuntutan disampikan oleh penggugat secara lisan
kepada Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan
Agama
2. Hakim tersebut mencatat tuntutan Penggugat
tersebut
3. Jika telah selesai dibuat maka dibacakan dihadapan
penggugat apakah telah sesuai dengan tuntutannya.
4. Surat catatan gugat tersebut ditanda tangani oleh
hakim yang bersangkutan.

VI. Unsur-Unsur dalam Surat Gugatan


Dalam praktek, suatu surat gugatan yang baik harus
memuat unsur-unsur yaitu :
1. Identitas dan kedudukan para pihak
Yang dimaksud dengan identitas adalah keterangan
diri dari pihak-pihak berperkara (Penggugat dan
Tergugat) yang dibuat secara jelas tentang nama para
pihak, umur / usia para pihak, pekerjaan para pihak,
agama para pihak, dan tempat tinggal para pihak.
Dalam memformulasi surat gugatan harus hati-hati
menulis atau mencantumkan identitas tersebut secara
cermat, tepat dan benar. Sebab kesalahan / kelalaian

40
mencantumkan nama dapat berakibat gugatan “error
in persona”, begitu juga tentang umur / usia dapat
berakibat gugatan dinyatakan “diskualifikasi in
persona”.
Adapun yang dimaksud dengan kedudukan adalah
status pelaku sebagai pihak, yaitu Penggugat atau
Penggugat I, Penggugat II dan seterusnya, dan
Tergugat atau Tergugat I atau Tergugat II, Turut
Tergugat atau Turut Tergugat I, Turut Tergugat II dst.
Penegasan kedudukan para pihak yang mengiring
identitas dalam surat gugatan merupakan syarat
formil ; jika dicantumkan maka gugatan dapat
dinyatakan “Obscuur Libel”.
Dalam perkara kewarisan semua orang yang diduga
sebgai ahli waris harus disertakan dalam surat
gugatan dan harus dijadikan sebagai pihak, apakah
menghadiri agar perkara tersebut tidak termasuk
“plurium litis consortium”

2. Posita
Posita adalah merupakan dalil-dalil konkrit tentang
adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta
alasan-alasan dari pada tuntutan (Fundamentum
Petendi), Posita terdiri atas dua bagian yaitu :
a. Bagian yang menguraikan tentang kejadian-
kejadian atau peristiwa-peristiwa (petelijke
groden), yang merupakan penjelasan duduknya
perkara yang diuraikan secara kronologis.

41
b. Bagian yang menguraikan tentang hukum
(rechtelijke groden) yakni tentang adanya hak atau
hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan.

Ada 2 teori yang merumuskan tentang surat gugatan,


yaitu :
a. Substanterings theory, yaitu menguraikan segala
peristiwa dan sejarah terjadinya hak atau
hubungan hukum.
b. Individualisting theory, yaitu hanya menyebutkan
dengan menunjukkan adanya hubugan hukum
yang menjadi dasar tuntutan, tidak perlu
menguraikan tentang sejarah terjadinya karena
dapat dijelaskan dalam persidangan.

Uraian posita lazimnya setiap alinea diawali dengan


kata-kata :
“Bahwa …………………………………………….
Yang disusun secara kronologis dengan jelas dan
cermat.
Contoh :
 Bahwa antar penggugat dan tergugat adalah suami
isteri yang sah yang telah melangsungkan
pernikahan menurut agama Islam pada tanggal 02
Mei 2000 yang terdaftar di kantor Urusan Agama
Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan.
 Bahwa awalnya antara penggugat dan tergugat
rukun-rukun saja dan telah bergaul sebagaimana
layaknya suami isteri namun belum dikaruniai

42
anak, kemudian pada sekitar tahun 2002 telah
terjadi pertengkaran yang hebat, dan Tergugat
telah memukul penggugat hingga pingsan tak
sadarkan diri.
 Bahwa atas dasar tindakan tergugat tersebut
diatas, maka tergugat telah melanggar talik talak
pada butir 3 bunyi sighot talik talik talak yang
diucapkan tergugat waktu akad nikah dahulu ;
sehingga penggugat beralasan mengajukan
gugatan sesuai dengan pasal 116 K.H.I.
 Bahwa
Dst ………………………………………………..

3. Petitum
Petitum, yaitu : tuntutan yang sebenarnya atau apa
yang diminta atau yang diharapkan agar diperintah /
diputuskan oleh Hakim.
Hal ini terdiri atas 2 bagian yaitu :
a. Tuntutan Pokok
Merupakan tuntutan yang sebenarnya misalnya :
“menjatuhkan talak ba‟in sughro”, “menghukum
mambayar nafkah lampau” dan sebagainya.
b. Tuntutan Tambahan
Tuntutan ini merupakan tuntutan pelengkap dari
tuntutan pokok. Biasanya oleh penggugat
dimintakan tambahan berupa :
1. Tuntutan agar Tergugat dihukum membayar
biaya perkara.

43
2. Tuntutan agar putusan dinyatakan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoebaar bij
voorraad), meskipun putusannya dilawan atau
dibanding.
“Pelaksanaan terlebih dahulu” atau lebih
dikenal dengan istilah “putusan serta merta”
Mengenai hal ini harus memenuhi ketentuan
pasal 180 HIR (pasal 191 RBg) dan Edaran
Mahkamah Agung.

Dalam praktek, disamping diajukan tuntutan


pokok (petitum primair), ada pula tuntutan pengganti
(petitum subsidair) yang berfungsi untuk
menggantikan tuntutan pokok, manakala tuntutan
pokok ditolak oleh Pengadilan.
Tuntan pengganti (petitum subsidair) biasanya
ditulis sbb :
“Atau, mohon putusan yang seadil-adilnya”. (ex
equo et bono).
Contoh petitum sebagai berikut :
a. Dalam permohonan cerai talak :
Primair :
1. Mengabulkan permohonan penggugat
2. Menetapkan memberi izin kepada
penggugat untuk mengikrarkan talak
tergugat dihadapan sidang Pengadilan
Agama
3. Menetapkan biaya perkara ini sesuai dengan
ketentuan yang berlaku

44
Subsidair :
Jika pengadilan berpendapat lain, mohon
putusan seadil-adilnya (ext equo et bono)

b. Dalam Gugatan Cerai


Primair :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat;
2. Menjatuhkan talak satu ba‟in sughro
Tergugat (AMIN Bin ALI) atas diri
Penggugat (Fatimah binti Abdul Malik)
3. Menghukum Tergugat untuk membayar
biaya yang timbul dalam perkara ini sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Subsidair :
Jika Pengadilan berpendapat lain, mohon
putusan yang seadil-adilnya. (ext equo et bono)

Contoh format surat gugatan terlampir :


Lampiran – 1 : Surat permohonan cerai talak
Lampiran – 2 : Surat gugatan cerai
Lampiran – 3 : Surat gugatan harta bersama
Lampiran – 4 : Surat gugatan mal waris
Lampiran – 5 : Catatan gugat secara lisan
Lampiran – 6 : Bahan simulasi tehnik
mengknitruksi gugatan melalui
study kasus Lihat pada Daftar
Lampiran.

VII. Penggabungan Gugatan / Permohonan (Kumulasi)

45
Kumulasi ialah penggabungan beberapa gugatan hak
atau penggabungan beberapa pihak yang mempunyai akibat
hukum yang sama dalam suatu proses perkara. Penggabungan
gugatan dalam suatu proses perkara dapat dilakukan kalau
ada koneksitas yang satu dengan lainnya.
Ada beberapa macam kumulasi :
1. Kumulasi Subyektif; ialah jika dalam satu surat gugatan
terdapat beberapa orang penggugat atau beberapa orang
tergugat.
2. Kumulasi Obyektif, ialah jika penggugat mengajukan
beberapa jenis gugatan kepada seorang tergugat.
Sebagai contoh gugatan cerai digabungkan sekaligus
dengan gugatan nafkah, pemeliharaan anak dan gugatan
pembagian harta bersama.
Begitu juga permohonan cerai talak digabung dengan
pemeliharaan anak dan pembagian harta bersama. Hal itu
sebagaimana yang diatur dalam pasal 66 ayat (5) dan pasal
86 ayat (1) U.U.No. 07 tahun 1989.
3. Perbarengan (concurus, samenloop) dimana
penggabungan tuntutan yang menuju pada satu akibat
hukum saja, jika tuntutan lainnya ikut pula dipenuhi.
Sebagai contoh, permohonan dispensasi kawin, izin kawin
dan wali adhol dapat dilakukan dengan berbarengan,
karena mempunyai akibat hukum yang sama yaitu
dilaksanakannya perkawinan.
Gugatan pembatalan hibah dengan gugat pembagian
warisan selama si penerima hibah adalah termasuk ahli
waris, maka dapat dilakukan secara berbarengan karena

46
mempunyai akibat hukum yang sama yaitu pembagian
harta warisan kepada ahli waris.
4. Intervensi, ialah suatu aksi hukum oleh pihak yang
berkepentingan dengan jalan melibatkan diri atau
dilibatkan oleh salah satu pihak dalam proses perkara
perdata yang sedang berlangsung antara dua pihak yang
sedang berperkara.
Ada 3 (tiga) bentuk intervensi yakni :
a. Tussenkomst (menengahi)
b. Voeging (menyertai)
c. Vrijwaring (ditarik sebagai penjamin)

VIII. Gugatan Rekonpensi


a. Dasar Hukum
Dasar hukum gugat rekonpensi yaitu : Pasal 132a –
132b HIR / 157-156 RBg.
b. Pengertian Gugat Rekonvensi
Gugatan rekonpensi adalah gugatan balasan (gugat
balik) yang dianjurkan oleh Tergugat asli / Tergugat
(dalam perkara cerai talak) disebut penggugat
rekonpensi, yang menggugat Penggugat asli /
Penggugat (dalam perkara cerai talak) disebut
“Tergugat dalam Rekonpensi” dalam sengketa yang
sedang berjalan antara mereka.
c. Tujuan Gugat Rekonpensi
Gugat Rekonpensi bertujuan :
1. Menggabungkan dua tuntutan atau lebih yang
berhubungan
2. Mempermudah prosedur

47
3. Menghindarkan putusan-putusan yang saling
bertentangan satu sama lainnya
4. Menetralisir tuntutan konpensi
5. Acara pembuktian dapat dipersingkat atau
disederhanakan
6. Menghemat biaya
d. Syarat gugatan rekonpensi :
Gugatan rekonpensi dapat diajukan dengan syarat-
syarat :
1. Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama-
sama dengan jawaban pertama yang diajukan
oleh tergugat baik tertulis maupun secara lisan
(pasal 132 b (1) HIR / Pasal 158 RBg.
2. Tidak dapat diajukan dalam tingkat banding, bila
dalam tingkat pertama tidak diajukan gugatan
(pasal 132 a (2) HIR / 157 (2) RBg.
3. Penyusunan gugatan rekonpensi sama dengan
gugatan konpensi.

IX. Perubahan dan Pencabutan Gugatan


a. Perubahan Gugat :
Dasar hukum perubahan gugat diatur dalam pasal 127
Brv, dan juga Yurisprodensi Mahkamah Agung R.I.
dalam putusannya No. 546 K / SIP / 1970 tanggal 28
Oktober 1970 dan No. 1043 K / 1971 tanggal 03
Desember 1974 dengan ketentuan.
1. Diperbolehkan perubahan gugatan sepenjang tidak
menambah dasar-dasar tuntutan.
2. Perubahan itu tidak merugikan tergugat.

48
3. Dapat dilakukan perubahan gugat sebelum
Tergugat menjawab.
4. Jika Tergugat sudah memberikan jawabannya,
maka diperlukan persetujuan dari tergugat.
5. Tidak menghambat acara pemeriksaaan.

b. Pencabutan Gugatan
Menurut ketentuan, pencabutan gugatan dapat
dilakukan dengan cara :
1. Sebelum gugatan diperiksa didalam persidangan
2. Sebelum tergugat memberikan jawaban
3. Kedua hal (1 dan 2) tidak diperlukan adanya
4. Persetujuan Tergugat (pasal 2171 RV)
5. Sesudah tergugat memberikan jawabannya,
terlebih dahulu mendapat persetujuan tergugat
6. Pencabutan gugatan cerai gugat / cerai talak,
dalam hal tergugat / Tergugat telah menjawab,
maka perkaranya diputus dengan menyatakan
tidak dapat menerima dengan alasan peggugat /
Penggugat tidak sungguh-sungguh dalam
mengajukan perkaranya.

X. Gugatan Secara Cuma-Cuma (Prodeo)


a. Dasar Hukum
Pasal 137 HIR / 273 RBg
Undang-undang No. 20 Tahun 1947
b. Pengertian
Pada azasnya setiap orang yang berperkara dikenakan
biaya : namun bagi mereka (Penggugat / Tergugat)

49
yang tidak mampu mambayar biaya perkara dapat
mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan
Agama untuk diberi izin berperkara secara Cuma-
Cuma (Prodeo)
c. Proses Beracara secara Prodeo
Pada tingkat petama :
1. Mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Agama untuk berperkara secara Cuma-Cuma
2. Melampirkan surat keterangan tidak mampu dari
lurah / Kepala Desa yang diketahui Camat setempat
3. Dilekukan pemeriksaan oleh hakim dalam sidang
insidentil tentang ketidakmampuan yang
bersangkutan
4. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam putusan serta
merta dengan mengabulkan dan proses pemeriksaan
perkaranya damapat berlanjut. Namun jika
Pengadilan menolak permohonan berperkara secara
Cuma-Cuma maka yang bersangkutan harus
membayar panjar biaya perkara, baru perkaranya
dilanjutkan pemeriksaannya.
Pada tingakt banding
1. Mengajukan permohonan melalui Panitera P.A
tingkat pertama
2. Permohonan tersebut disidangkan terlebih dahulu
oleh Majelis Hakim P.A. tingkat pertama
3. Berita Acara persidangan tersebut dikirimkan ke
PTA bersama bundle A dan salinan putusan
4. Penetapan PTA atas permohonan berperkara secara
prodeo beserta bundle A dikirimkan ke PA,

50
kemudian PA tersebut memberitahukan penetapan
tersebut kepada yang bersangkutan
5. Jika permohonan dikabulkan maka bundle A dan B
dikirim ke PTA untuk dilakukan pemeriksaan
perkaranya ditingkat banding

XI. Lampiran – Lampiran, terdiri :


 Beberapa contoh surat gugatan
 Bahan simulasi study kasus

Lampiran - 1
Medan, Balige, 27 Januari 2004

Kepada yang terhormat,


Bapak Ketua Pengadilan
Agama BALIGE
Jln. Adhyaksa BALIGE Kab.
TOBASA

Hal : Permohonan Cerai Talak


Assalamu‟alaikum wr.wb.
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ABDUL GHOFUR BIN SAFARI
Umur : 45 Tahun
Agama : ISLAM
Pendidikan Akhir : SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta

51
Tempat Tinggal : Jln. Mesjid No. 2, Kel. Napitupulu
Bagasan Kec. BALIGE, Kab.
TOBASAMOSIR
Selanjutnya disebut sebagai “PENGGUGAT”
Dengan ini mengajukan permohonan untuk dapat
diberi izin untuk menjatuhkan talak terhadap seorang
isteri :
Nama : SARINTEN BINTI SARIMIN
Umur : 49 Tahun
Agama : ISLAM
Pendidikan Akhir : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tempat Tinggal : Jln. Mesjid No. 2, Kel. Balige – II
Kec. Balige, Kab. TOBASA
Selanjutnya sebagai “TERGUGAT”
Adapun duduk permasalahannya dan alasan-alsannya
adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Penggugat adalah suami sah Tegugat yang
telah melangsungkan pernikahan menurut Agama
Islam yang dilangsungkan pada tanggal 09 Januari
tahun 1983 di Bedagei dirumah Uda (pak cik)
Penggugat, dihadapan Kadhi Nikah yang terdaftar
di Kantor Urusan Agama Kec. Tanjung Beringin
Nomor Akta Nikah : 07/2983 Tanggal 08-02-
1983, dimana Tergugat dahulunya beragama
Kristen, kemudian menyatakan masuk Islam
dihadapan Tuan Kadhi, dan kemudian dinikahkan
dengan Penggugat menurut Syari‟at Islam.

52
2. Bahwa sesudah menikah Penggugat dan Tergugat
tinggal bersama di Bedagei dirumah Uda
Penggugat pada ketikaitu lebih satu minggu,
kemudian Penggugat dan tergugat kembali ke
Balige tingal bersama dirumah orang tua
Penggugat di Jln. SM. Raja No. 49 (Toko Terang
Bulan) Balige kurang lebih selama 6 bulan (enam
bulan). Namun Tergugat bertingkah pergi tanpa
permisi kepada penggugat pulang kerumah orang
tuannya di Jln. Kartini Kel. Balige II, 2 (dua)
bulan kemudian Penggugat menyusul Tergugat
dan tinggal bersama dirumah kediaman orang tua
Tergugat kurang lebih selama 2 (dua) tahun.
3. Bahwa oleh karena Penggugat merasa kesulitan,
terganggu keyakinan bathin tinggal bersama di
rumah mertua (orang tua Tergugat) yang
beragama Kristen, maka Penggugat mengadukan
Orang Tua Penggugat, Penggugat dan Tergugat
kemudian pindah dan tinggal bersama di rumah
yang disediakan orang tua Penggugat di Jln.
Sombadebata, Onan Raja Balige, dan dengan
diberi modal usaha dengan alat-alat perlengkapan
jualan beserta barang-barang dagangan kebutuhan
pokok yang diberikan orang tua Penggugat,
Penggugat dan Tergugat tinggal bersama di rumah
tersebut kurang lebih selama 5 tahun.
4. Bahwa pada awalnya kondisi rumah tangga antara
Penggugat dan Tergugat rukun-rukun saja dan
telah dikaruniai 5 orang anak yaitu :

53
a. Mulyadi lahir tahun 1983
b. Febrianto lahir tahun 1985
c. Fantri lahir tahun 1987
d. Dewi lahir 1991
e. Duta lahir tahun 1993
Kalau pun terjadi perbedaan pendapat masih dapat
disabarkan dan dipertahankan
5. Bahwa pada sekitar tahun 2000, rumah tangga
antara Penggugat dengan Tergugat mulai terjadi
percekcokan dan perselisihan, disebabkan :
a. Tergugat suka berhutang kepada orang lain
yang tidak sepengetahuan Penggugat sehingga
Penggugat terpaksa menanggulangi resiko
tagihan dari orang-orang yang berpiutang
sebesar Rp. 1.500.000,- dan hingga sekarang
masih ada yang belum diselesaikan
pemabayaran. Dan ketika Penggugat
menanyakan atas sikapnya yang demikian,
Tergugat bersikap keras kepala mau menang
sendiri, sejak itu mulai menghindar pergi pagi
pulang sore, bahkan kadang-kadang sampai
malam hari.
b. Dalam kondisi kemelut rumah tangga
Penggugat dan Tergugat yang memburuk,
orang tua Penggugat yang sudah berkorban
memberikan modal dan tempat tinggal yang
layak tentu saja penuh kecewa dan tatkala
menasehati Tergugat, malah Tergugat
melawan, membantah dengan nada yang tidak

54
pantas sebagai sikap seorang menantu. Oleh
karena itu pada sekitar tahun 2001 orang tua
Penggugat mengambil kebijakan untuk
mengontrakkan rumah di Huta Pisang untuk
Penggugat dan Tergugat karena rumah yang di
Onan Raja perlu direhab atau direnovasi karena
kondisinya sudah banyak yang rusak, akan
tetapi Tergugat tidak menempati rumah
tersebut sampai massa kontraknya berakhir dan
ternyata Tergugat tinggal bersama dirumah
adiknya.
c. Oleh karena sikap Tergugat yang demikian,
maka terpaksa Penggugat tinggal di rumah
orang tua Penggugat di Jln. Mesjid No. 2 di
Desa Napitupulu Bagasan, Nalige. Hingga
sekarang sudah selama 3 (tiga) tahun antara
Penggugat dan Tergugat sudah pisah rumah
dan sudah tidak ada lagi hubungan lahir bathin.
d. Salah satu hal lagi yang menimbulkan
perselisihan antara Penggugat dan Tergugat
adalah sikap Tergugat yang tidak menunjukkan
sikapnya sebagai seorang Islam, bahkan
terkadang jika sepulang dari pesta yang
diadakan oleh non muslim membawa daging
babi ke rumah, sehingga Penggugat merasa
tidak senang dan marah, namun tergugat tidak
mau mengerti.
6. Bahwa kondisi rumah tangga yang sudah pecah
tersebut secara terus menerus selam ± 3 tahun

55
sudah banyak membawa mudhorat dan tidak
mungkin lagi dibina untuk rukun kembali
mempertahankan rumah tangga sebagaimana
layaknya rumah tangga yang dikehendaki oleh
undang-undang dan Syari‟at Islam.
7. Bahwa orang tua Penggugat yang sudah cukup
banyak berkorban orang tua Penggugat dan
Tergugat selama ini, sudah tidak lagi berkeinginan
untuk memberikan arah untuk menciptakan
kerukunan diantara Penggugat dan Tergugat
sehingga kondisi rumah tangga antara Penggugat
dan Tergugat sudah tidak ada harapan lagi untuk
bersatu kembali.
8. Bahwa berdasarkan hal-hal yang diuraikan
tersebut diatas, maka sesuai dengan alasan yang
diatur dalam undang-undang atau Hukum Islam
(yakni pasal 19 f Peraturan Pemerintah RI No. 9
tahun 1975 dan pasal 116 f Kompilasi Hukum
Islam), maka penggugat memohon kepada bapak
Ketua Pengadilan Agama untuk memberi izin
kepada Penggugat untuk menjatuhkan cerai
kepada Tergugat.
9. Bahwa oleh karena itu kiranya bapak Ketua
Pengadilan Agama dapat memanggil kami
(Penggugat dan Tergugat) untuk hadir dalam
persidangan dan menjatuhkan putusan sebagai
berikut :
a. Mengabulkan permohonan Penggugat

56
b. Memberi izin kepada Penggugat untuk
menjatuhkan talak (cerai) terhadap Tergugat
dihadapan sidang Pengadilan Agama Balige
c. Membebankan biaya perkara sesuai dengan
peraturan yang berlaku

Subsidair
Jika Pengadilan berpendapat lain Penggugat
sampaikan, semoga mendapat layanan dan dapat
dikabulkan hendaknya.
Atas kebijakan bapak kami ucapkan terima
kasih.

Wassalam
Penggugat

ABDUL GHOFUR BIN SAFARI

57
Lampiran - 2
Medan, 02 Juli 2009

Kepada yang terhormat,


Bapak Ketua Pengadilan
Agama Medan
Di Medan

Hal : Gugatan Cerai


Assalamu‟alaikum wr.wb.
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : SURINEM Binti SUTARNO
Umur : 33 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Karyawati Swasta

58
Tempat Tinggal : Jln. SM. Raja Km. 8 Gg Iklas No. 19,
Kel. Timbang Deli, Kec. Medan
Amplas, Kota Medan.
Selanjutnya disebut “PENGGUGAT”
Mengajukan gugatan cerai terhadap :
Nama : RASIMUN Binti ALI BABA
Umur : 34 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Wiraswasta
Tempat Tinggal : Jln. Bajak IV, No. 4 C, Kel.
Harjosari, Kec. Medan Amplas, Kota
Medan.
Selanjutnya disebut “TERGUGAT”

Adapun duduk permasalahan dan alasan-alasannya


adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Penggugat adalah istri sah Tergugat yang
telah melangsungkan pernikahan menurut Agama
Islam yang dilangsungkan pada tanggal 06 Maret
1999 di Medan Amplas terdaftar sesuai kutipan
akad nikah : No.564/13/III/1999 Tanggal 08-03-
1999, yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Urusan
Agama kec. Medan Amplas.
2. Bahwa setelah berlangsung pernikahan, antar
Penggugat dengan Tergugat tinggal bersama
dirumah kediaman orang tua Tergugat di Jln. Bajak
IV No. 4 C hinnga tahun 2006, namun setiap saat
Penggugat melahirkan anak tinggal di rumah
kediaman orang tua Penggugat di Amplas untuk

59
memudahkan segala sesuatunya sebagaimana
layaknya orang yang baru melahirkan anak perlu
perawatan secara intensif.
3. Bahwa antara Penggugat dan Tergugat telah bergaul
sebagaimana layaknya suami isteri dalam rumah
tangga dan telah dikaruniai 4 orang anak masing-
masing bernama :
a. Ari Kesuma Bin Rasimun, umur 10 tahun, lahir
tahun 1999
b. Tani Sazinti Bin Rasimun, umur 6 tahun, lahir
tahun 2003
c. Muhammad Bin Rasimun, umur 3 tahun, lahir
tahun 2006
d. Fadlan Bin Rasimun, umur 3 tahun, lahir tahun
2006 (3 dan 4 lahir dalam keadaan kembar)
4. Bahwa pada awalnya hubugan rumah tangga antara
Penggugat dan Tergugat rukun damai hanya
berlangsung dalam waktu kurang lebih 4 (empat)
tahun saja, namun sesudah lahir anak yang kedua
rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat mulai
goyah, sering terjadi ketegangan, karena Tergugat
selaku suami sebagai pimpinan rumah tangga tidak
menunjukkan sebagai kepala rumah tangga yang
baik, karena sering keluar malam dan berbuat
selingkuh berteman dengan wanita lain. Dan kalau
diminta penjelasan tentang hal itu, selalu tidak
mengaku. Namun keadaan yang demikian
Penggugat selalu mengalah dan bersabar mana tahu
Tergugat ada perubahan sikap yang baik.

60
5. Bahwa 3 bulan sesudah Penggugat melahirkan anak
yang ke 3 dan ke 4 dirumah kediaman orang tua
Penggugat, Penggugat dan Tergugat kembali
kerumah di kediaman di Bajak IV (rumah orang tua
Tergugat) keadaan yang semakin kemelut dan
penderitaan batin yang mencekam serta perasaan
cemas akibat perangai (tingkahlaku) Tergugat,
dimana Tergugat selalu keluar malam pulang pagi,
dan tidak ambil peduli keadaan rumah tangga yang
baru mempunyai anak kecil, karena selalu Tergugat
tergoda oleh wanita lain. Selalu bersikap kasar, mau
menang sendiri, sehingga Penggugat merasa
tertekan batin.
6. Bahwa keadaan sikap dan perangai Tergugat yang
demikian telah Penggugat sampaikan kepada orang
tua Tergugat, namun orang tua Tergugat sendiri
tidak dapat berbuat apa-apa, karena tidak berani
berbuat tegas kepada Tergugat selaku anaknya.
Bahkan orang tua Tergugat sudah kewalahan
menghadapi perangai Tergugat. Dan hanya
menyarankan kepada penggugat untuk bersabar.
7. Bahwa oleh karena kesabaran Penggugat sudah
merasa tidak tahan lagi, maka Penggugat telah
menyampaikan keluhan kepada Tergugat, tetapi
Tergugat selalu acuh tak acuh, bahkan Tergugat
mengatakan “kalau mau pulang, pilanglah”, maka
pada sekitar akhir bulan februari tahun 2007,
Penggugat bersama-sama ke empat orang anak
pergi meninggalkan kediaman bersama kerumah

61
orang tua Penggugat di Gg Iklas, Timbang Deli,
Medan Amplas. Dan hingga sekarang hamper 3
tahun Penggugat dengan Tergugat sudah pisah
ranjang dan pisah rumah, Dimana Penggugat di
rumah orang tua Penggugat, dan Tergugat tinggal
bersama orang tuannya di Jln. Bajak IV No. 4 C,
Kelurahan Harjosari II.
8. Bahwa meskipun Tergugat kadang kala datang
menjumpai anak-anak dan memberikan belanja
untuk anak-anak, namun hakekatnya antara
Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi
hubungan lahir batin, katera Tergugat sendiri telah
berhubungan dengan wanita lain.
9. Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan
diatas, maka jelas antara Penggugat dan Tergugat
telah terjadi perselisihan terus menerus, dan sudah
tidak ada lagi harapan untuk dirukunkan kembali
dalam rumah tangga, dan antara Penggugat dan
Tergugat telah terjadi perselisihan yang terus
menerus dan tajam yang sudah tidak mungkin lagi
dapat didamaikan, karena Penggugat pun sudah
putus tekad atas perlakuan Tergugat selama ini, oleh
karena itu menggugat cerai berdasarkan alasan cerai
pasal 19 f PP No. 9 Tahun 1975 Jo pasal 116 huruf f
K.H.I (Kompilasi Hukum Islam Inpres No. 1 Tahun
1991).
10. Bahwa untuk menjamin keselamatan jiwa raga 4
orang anak Penggugat dan Tergugat sebagaimana
nama-namanya tersebut diatas, yang masih dibawah

62
umur yang selama ini dalam asuhan Penggugat,
maka mohon agar Pengadilan Agama dapat
menetapkan Penggugat sebagai yang berhak
menjadi hadhinah (Pengasuh / Pemelihara) terhadap
anak tersebut sesuai dengan ketentuan dalam
Kompilasi Hukum Islam.
11. Bahwa untuk terjaminnya perawatan, pendidikan
dan kebutuhan biaya hidup keempat orang anak
tersebut, amat wajar ditetapkan kepada Tergugat
untuk menanggung biaya hadhonah keempat orang
anak Penggugat dan Tergugat untuk setiap bulannya
sebesar Rp. 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah) setiap
bulan.
12. Bahwa berdasarkan alasan-alasan yang
dikemukakan tersebut diatas, maka mohon kiranya
Pengadilan memeriksa gugatan Penggugat ini
dengan memanggil Penggugat dan tergugat untuk
dihadirkan dalam persidangan, dan mohon
Pengadilan menegakkan keadilan, seraya
menjatuhkan putusan sebagai berikut :

Primair :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.
2. Menjatuhkan talak satu ba‟in sughro Tergugat
atas diri Penggugat.
3. Menetapkan anak Penggugat dan Tergugat yang
bernama :
a. Ari Kesuma Bin Rasimun, umur 10 tahun,
lahir tahun 1999

63
b. Tani Sazini Bin Rasimun, umur 6 tahun, lahir
tahun 2003
c. Muhammad Bin Rasimun, umur 3 tahun,
lahir tahun 2006
d. Fadlan Bin Rasimun, umur 3 tahun, lahir
tahun 2006
4. Menetapkan biaya hadhonah keempat orang
anak tersebut, butir 3 sebesar Rp. 3.000.000,-
(Tiga Juta Rupiah) setiap bulan dibebankan
kepada Tergugat.
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya
hadhonah keempat orang anak sebesar Rp.
3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah) kepada
Penggugat.
6. Membebankan biaya perkara sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.

Subsidair :
Jika Pengadilan berpendapat lain, mohon
putusan seadil-adilnya.
Demikian permohonan ini Penggugat
sampaikan, semoga mendapat layanan dan dapat
dikabulkan hendaknya.
Atas kebijakan bapak kami ucapkan terima
kasih.

Wassalam
Penggugat

64
SURINEM BINTI SUTARNO

Lampiran – 3
Medan,

Kepada yang terhormat,


Bapak Ketua Pengadilan
Agama Medan
Di Medan

Hal : Gugatan Harta Bersama

Assalamu‟alaikum wr.wb.
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : SHOBIRIN
Umur : 46 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Wiraswasta

65
Tempat Tinggal : Jl. Pangkalan Brandan Tanjung Pura,
No. 119 P. Brandan Kabupaten
Langkat, Propinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya disebut sebagai “PENGGUGAT”

Dengan ini mengajukan Gugatan Harta Bersama


terhadap :

Harta pencarian bersama yang saat ini dikuasai oleh :


Nama : RINA Binti TOMI
Umur : 46 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Wiraswasta
Tempat Tinggal : Jl. Sei Asahan No. 60 Kelurahan
Padang Bulan, Selayang, Kec. Medan Selayang, Kota
Medan.
Selanjutnya disebut sebagai “TERGUGAT”

Adapun dalil-dalil sebab diajukan Gugatan Harta


Bersama ini adalah sebagai berikut :
1. Bahwa semula Penggugat adalah suami sah
Tergugat menikah tanggal 30 April 1994, sesuai
dengan Akta Nikah No. 21/XXX/IV/1994 yang
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama kec. Talun
Kenas, Kabupaten Deli Serdang.
2. Bahwa Pernikahan / Perkawinan antara Penggugat
dengan Tergugat, telah putus karena perceraian
pada tahun 2002 sesuai dengan putusan Pengadilan
Agama Medan No. 284/Pdt.G/2002/PA-Mdn

66
tanggal 29 April 2002, juncto Akte Cerai No :
216/AC/2002/PA-Mdn tanggal 20 Mei 2002
bertepatan dengan tanggal 7 Rabiul Awal 1423 H.
3. Bahwa selama masa perkawinan antara penggugat
dengan tergugat telah diperolah dan memiliki harta
bersama yang didapat didalam masa perkawinan
berupa :

BENDA TIDAK BERGERAK


1. 1 (satu) buah rumah berikut tanah dan apa saja yang
melekat diatasnya terletak di Jln. Sei Asahan No.
60, Kelurahan Padang Bulan / Selayang I, Kec.
Medan Selayang, Kota Medan, atas nama Rina Binti
Tomi sesuai dengan sertifikat No. 14 yang
dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Negara Kota
Medan dan Tanah tersebut berbatasan dengan :
 Sebelah Utara berbatasan dengan tanah Djalin
17.5 Meter
 Sebelah Selatan berbatasan dengan tanah jalan
Asahan 17.5 Meter
 Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Gang
Mesjid 53.3 Meter
 Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Gusti
53.3 Meter
2. 3 (tiga pintu bangunan Ruko yang terletak di Jalan
Pasar Umum Kelambir Lima, kecamatan Hamparan
Perak, Kabupaten Deli Serdang atas nama Rina
Binti Tomi sesuai dengan surat perjanijian
Pelepasan Hak atas Tanah dengan ganti rugi No.

67
592/2/215 A/1994 tanggal 6 juli 1994 dan tanah
tersebut berbatasan dengan :
 Sebelah utara berbatasan dengan tanah wakaf
PTP IX Klambir Lima 45 Meter
 Sebelah selatan berbatasan dengan tanah Pasar
Umum 17 Meter
 Sebelah barat berbatasan dengan tanah Kim Sui
45 Meter
 Sebelah timur berbatasan dengan sungai
Belawan 17 Meter

BENDA BERGERAK
1. 1 (Satu) unit mobil Mitsubishi L300 DP Mobil
Barang Bak tertutup, No. Polisi BK 8617 DL, warna
Coklat Tembakau mesin Diesel atas nama Rina
Binti Tomi.
2. 1 (Satu) unit Mobil Toyota Kijang Super LF 82
Diesel Mobil Penumpang / Minibus 2446 CC No.
Polisi BK 1789 FN, warna Biru Metalic atas nama
Rina Binti Tomi.
3. 1 (Satu) unit Mobil Mitsubishi / Colt L300 DP Solar
Mobil Beban / BOX 2477 CC No. Polisi BK 9989
DU, warna Coklat Tembakau atas nama Shobirin.
4. 1 (Satu) unit Mobil Suzuki Katana SJ 410 V Tahun
1993 No. Polisi BK 642 ES, warna Abu-abu Tua
Metalic atas nam Siok Giok.

68
5. 1 (satu) Unit Mobil Sedan Toyota Great Altis Tahun
2001 No. Polisi BK 51 DO, warna Putih Milenium
atan nama Rina Binti Tomi.
6. 1 (Satu) unit Mobil Isuzu Box No. Polisi BK 8015
EC, warna putih, atas nama Rina Binti Tomi.
7. 1 (Satu) unit Mobil Sedan Taxi Delta, No. Polisi BK
1125 LK Nomor Pintu 226.

Bahwa terhadap harta-harta bersama diperoleh


selama dalam masa perkawinan tersebut diatas belum
dibagi dan menurut hukum adalah merupakan harta
bersama antara Penggugat dan Tergugat yang harus
dibagi dua ½ (Separoh) untuk Penggugat dan ½
(Separoh) untuk Tergugat dan jika tidak dapat dibagi
dalam bentuk natural, maka harta-harta bersama
tersebut harus dijual atau dijual dihadapan pejabat
Lelang Negara yang hasilnya harus dibagi dua, ½
(Seperdua) untuk Penggugat dan ½ (Seperdua) untuk
Tergugat.
Bahwa Penggugat khawatir Tergugat berupaya
untuk mengalihkan atau memindah tangankan harta-
harta tersebut, oleh sebab itu Penggugat memohon agar
terhadap harta-harta tersebut, oleh sebab itu Penggugat
memohon agar terhadap harta-harta tersebut diatas
diletakkan sita jaminan dan wajar saja menurut hukum
agar permohonan sita jaminan dapat dikabulkan.
Bahwa gugatan ini didasarkan kepada fakta-fakta
dan beralsan hukum sebagaimana pasal 35 UU No. 1
Tahun 1974 jo Pasal 97 K.H.I. oleh karenanya

69
dimohonkan agar Pengadilan Agama Medan memberi
putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu
meskipun adanya perlawanan, banding maupun kasasi.
(Uit Vorbaar Bij Vorraad).
Bahwa demikian pula apabila Tergugat lalai
memenuhi isi putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap, maka Penggugat mohon agar Tergugat dihukum
untuk membayar uang paksa (Dwang Som) sebesar Rp.
1.000.000,- (Satu Juta Rupiah) setiap hari kelambatan.
Bahwa berdasarkan dalil-dalil dan uraian-uraian
yuridis tersebut atas, Penggugat memohon kepada
bapak Ketua Pengadilan Agama Medan berkenaan
untuk memanggil para pihak untuk hadir pada
Persidangan yang ditentukan guna memeriksa dan
mengadili perkara ini, dan seterusnya memberi putusan
yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

PRIMAIR :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
2. Menetapkan harta-harta sebagaimana tersebut diatas
dalam gugatan Penggugat dapat ditetapkan sebagai
harta bersama antara Penggugat dan Tergugat.
3. Menetapkan ½ (Seperdua) harta bersama tersebut
pada point diatas menjadi hak milik Penggugat dan
½ (Seperdua) bagian lainnya menjadi milik
Tergugat.
4. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan ½
(Seperdua) harta bersama tersebut kepada
Penggugat dan jika pembagian tersebut tidak dapat

70
dilakukan dalam bentuk natural, maka dengan cara
dijual atau dijual Lelang dihadapan Lelang Negara
dan hasilnya dibagi sesuai dengan ketentuan diatas
(Point 3).
5. Menetapkan sita jaminan yang telah diletakkan atas
harta bersama tersebut dinyatakan sah dan berharga.
6. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

SUBSIDAIR :
Atau apabila Pengadilan berpendapat lain mohon
putusan yang seadil-adilnya (Ex Aque Et Bono).
Demikian gugatan ini diajukan, dengan harapan
Pengadilan Agama Medan berkenan mengabulkannya.
Terima kasih.

Wassalam
Penggugat

SHOBIRIN

71
Lampiran – 4
Medan, 01 Juli 2003
Kepada Yang Terhormat
Bapak Ketua Pengadilan
Agama Medan
Di Medan

Hal : Gugatan Waris mal Waris


Yang bertanda tangan dibawah ini saya :
Nama : KUMALA SARI Binti SAROWI
Umur : 45 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

72
Tempat Tinggal : Sei Halaban, No. 100, Kelurahan
Sei Kambing, Kecamatan Medan
Petisah, Kota Medan.
Selanjutnya disebut “PENGGUGAT”
LAWAN
1. Nama : Bin Ir. SAFRI
Umur : 32 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Tempat Tinggal : Jln. Cengkeh C. RT. 04 / rw 07
Kelurahan Pondon Cina, Kec.
Lubuk Pakam, Deli Serdang.
Selanjutnya disebut “TERGUGAT – I”
2. Nama : Ir. BADRI Bin Ir. SAFRI
Umur : 32 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Tempat Tinggal : Jln. Pattimura No. 12 Kelurahan
Cinta Damai, Pekan baru, Riau.
Selanjutnta disebut “TERGUGAT – II”
3. Nama : KOMARUDDIN Bin SAFRI
Umur : 29 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Tempat Tinggal : Jln. Kt. Surapati, No. 12 Kel. Sei
Kerah, Medan Petisah, Kota
Medan.
Selanjutnya disebut “TERGUGAT – III”
4. Nama : SITI ZAINAB Binti SAFRI

73
Umur : 27 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Tempat Tinggal : Jln. Obor No. 14 Kelurahan Siti
Rejo, Medan Johor, Kota
Medan.
Selanjutnya disebut “TERGUGAT – IV”

Adapun duduk permsalahan dan alasan-alasan serta


landasan yuridis gugatan ini adalah sebagai berikut :
1. Bahwa Penggugat adalah Isteri yang sah dari Alm.
Safri yang telah menikah di Medan pada tanggal 01
Maret 1994, sesuai dengan kutipan Akta Nikah No.
44/I/III/1994 tertanggal 01 Maret 1994.
2. Bahwa pada saat Penggugat menikah dengan Ir.
Safri (Alm) dimana Alm Safri sudah mempunya
anak-anak yang sudah besar-besar, yakni para
Tergugat dari Isteri yang pertama yang sekarang
sudah cerai hidup.
3. Bahwa setelah Penggugat menikah dengan Ir. Safri
dimana Alm. Safri selaku suami yang sah telah
membeli sebidang tanah berikut bagunan rumah
yang ada diatasnya yang terletak di Jln. Sei Habalan
No. 12 Medan, dengan luas tanah 30 M x 50 M,
dengan batas
 Sebelah utara : Tanah Ngatimin
 Sebelah Timur : Jln. Halaban
 Sebelah Selatan : Tanah / Rumah Wakidin
 Sebelah barat : Tanah kosong milik basiran

74
Sesuai dengan Akta jula beli No. 44/HM/1 1995
tertanggal 02 Mei 1995 ditandai dengan sertifikat
asli Akta jula belinya ada pada Penggugat;
4. Bahwa disaat Penggugat sedang menjalani bahtera
rumah tangganya dengan Ir. Safri (Alm) dengan
penuh kebahagiaan, ternyata Allah SWT
berkehendak lain kepada hambanya dimana suami
Penggugat (Alm. Safri) mengalami kecelakaan dan
meninggal dunia di Rumah Sakit pada tanggal 17
Agustus 2000, dalam keadaan beragama Islam,
sesuai dengan surat keterangan kematian dari Lurah
No. 222/05/SKM/VIII/2000, dengan demikian
perkawinan antara Penggugat dengan Ir. Safri (Alm)
putus karena kematian (Pasal 38 UU. No. 01 Tahun
1974).
5. Bahwa dengan kejadian kecelakaan / meninggalnya
suami Penggugat (Alm. Safri) maka secara hukum
ahli waris yang mustahak dari Alm. Safri adalah
Penggugat dan para Tergugat (Tergugat I, II, III dan
IV), dimana sekalipun Penggugat hanya menuntut
bagian dari rumah berikut tanah pertapakannya
yang terletak di Jln. Halaban No. 12 Medan untuk
dibagikan kepada Penggugat dan para Tergugat,
selaku ahli waris yang sah dari Alm. Safri dengan
ketentuan dimana Penggugat mendapat setengah
dari rumah berikut dengan tanah pertapakannya dan
setengah lagi dibagi kepada ahli waris yakni
Penggugat dan para Tergugat (harta bersama / pasal

75
35 dan passal 37 UU. No. 1 / 1974, jo pasal 97
Kompilasi Hukum Islam).
6. Bahwa untuk maksud membagi harta peninggalan
Alm. Safri / Suami Penggugat (ayah kandung para
Tergugat), sudah pernah Penggugat tempuh dengan
jalan musyawarah / perdamaian, tetapi tidak
berhasil, sebab Tergugat menginginkan agar rumah
berikut pertapakannya yang terletak dijalan Sei
Halaban No. 12 Medan, harus mutlak untuk para
Tergugat, dengan demikian cara-cara yang
ditempuh dan dilakukan oleh para tergugat adalah
tidak sesuai dengan hukum yang berlaku / melawan
hukum. Dengan demikian beralasan Penggugat
mangajukan masalah / gugatan ini melalui
Pengadilan Agama Medan dengan harapan dapat
memberikan putusan yang adil berdasarkan hukum.
7. Bahwa guna mengantisipasi agar rumah berikut
dengan tapak tanahnya tersebut diatas tidak
dialihkan kepasa pihak ketiga oleh para Tergugat
sebab setifikasi asli ada tangan Tergugat sekalipun
Akte jual beli Asli No. 54 ada di tangan Penggugat,
maka Penggugat mohon agar Pengadilan Agama
Medan berkenan untuk meletakkan sita jaminan
(conservatoir beslaag) atas sebidang tanah berikut
dengan rumah yang ada diatasnya yang terletak di
jalan Sei Halaban no. 12 Medan.

Bahwa berdasarkan alasan-alasan / dalil-dalil tersebut


diatas, maka selanjutnya Penggugat mohon Pengadila

76
Agama Medan, segera memanggil pihak yang
berperkara untuk sidang pada hari yang telah
ditentukan untuk itu, seraya memberi putusan serta
merta meskipun ada Verzet, banding dan kasasi, yang
amarnya berbunyi sbb :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.
2. Menyatakan Sita Jaminan Surat Berharga.
3. Menyatakan demi hukum Penggugat dan Tergugat
I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV adalah ahli
waris yang mustahak dari Alm. Safri.
4. Menetapkan harta bersama anatar Penggugat dan
Alm. Safri adalah berupa rumah berikut tanah
pertapakannya yang terletak di jalan Sei Habalan
No. 12 Medan, sesuai dengan Akte jual beli
No.54/HM/1994, tanggal 20 Mei 1994 dan sertifikat
No. 78.
5. Menetapkan ½ (Seperdua) bagian harta bersama
tersebut adalah hak milik Penggugat dan ½
(Seperdua) lainnya adalah harta warisan Alm. Ir.
Safri yang menjadi ahli waris yang mustahak yaitu
Penguggat dan para Tergugat dengan Pembagian
menurut ketentuan Hukum Islam.
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya
perkara.

Demikian gugatan ini diajukan kepada bapak, semoga


bapak berkenan mengabulkannya.
Terima kasih

77
Wassalam
Hormat Penggugat

KUMALA SARI Binti H. SARKOWI

Lampiran - 5
FORMAT GUGATAN YANG DIAJUKAN SECARA
LISAN

Pada hari senin tanggal 22 April 2004 telah menghadap


kepada saya, Ketua / Hakim Pengadilan Agama di Medan
yaitu seorang wanita :
Nama : NUR ASIAH BINTI SURIN
Umur : 34 Tahun
Agama : ISLAM
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tempat Tinggal : Jln. Gaharu VII, Gg Supir No. 07
Kelurahan / Desa Siti Rejo

78
Kecamatan……………… Kabupaten
/ Kotamadya ………………………...
Dengan ini memberikan bahwa ia tidak dapat menulis dan
membaca, serta menerangkan kepada saya bahwa ia hendak
mengajukan gugatan terhadap :
Nama :
Umur :
Agama :
Pekerjaan :
Tempat Tinggal : Jln. …………………… Nomor……..
Kelurahan / Desa………………….…
Kecamatan ………….… Kabupaten /
Kotamadya………………
Tentang :
………………………………………………………………
………………………………………………………………
………………………………………………………………
………………………………………………………………
………………………………………………………………
………………………………………………………………
(disini diisi uraian yang menjadi dasar gugatan itu)

Maka :
Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, ia meminta kepada
Pengadilan Agama ……………. Agar supaya menghukum
:……………………………………………………………..

Untuk :

79
………………………………………………………………
………………………………………………………………
………………………………………………………………
………………………………………………………………
………………………………………………………………
…………………(disini diisi uraian tentang tuntutan)
Dan menghukum untuk membayar perkara.

Demikian dibuat menurut ketentuan pasal 120 HIR / 144


RBg,

Ketua / Hakim

( )

Lampiran - 6
BAHAN SIMULASI

Pada tanggal April 2004


Informasi Khusus :
Kemelut Rumah Tangga Antara Baduamin dan Sukriah

Hubungan antara Baduamin dan Sukriah selama kurang


lebih satu tahun, ternyata menghantarkan ke gerbang rumah
tangga melalui pernikahan secara sah menurut agama Islam
pada tanggal 22 April 1999 terdaftar secara resmi di Kantor
Urusan Agama Kecamatan.

80
Pada awalnya hubungan yang harmonis dalam rumah
tangga mengundnag simpatik lingkungan keluarga mereka
masing-masing terlebih secara mereka (suami/istri) dikaruniai
seorang putra yang pertama yang diberi nama Budi, walaupun
antara mereka hanya berteduh tinggal bersama disebuah
rumah yang dikontrak atau desewa.
Namun pada saat menjelang kelahiran anak yang kedua
pada akhir Mei 2002 rumah tanggal mereka mulai goyah,
mulai terjadi pertengkaran dan perselisihan disebabkan
Sukriah selaku istri selalu berhutang tanpa sepengetahuan
suaminya, dan bersikap boros serta suka berfoya-foya dengan
temannya tempo dulu sewaktu di bangku sekolah SMA.
Selaku suami Baduamin selalu menasehati dan
memberikan peringatan kepada Sukriah, tetapi tenyata
Sukriah tidak menerima, bahkan selalu memaki suaminya,
meninggalkan rumah dengan membawa seorang anaknya
yang pertama dan tinggal dirumah orang tunya. Dan sejak itu
putus komunikasi antara Baduamin dan Sukriah hingga
Sukriah melahirkan anak kedua, dimana Baudamin tidak
sempat menjenguknya, hanya saja sekedar mengirimkan
biaya partus dan bebekalan menu melalui perantaraan salah
seorang keluarga dari pihak Sukriah.
Hubungan antara Baduamin dan Sukriah lebih memburuk
lagi setelah Baduamin mendengan issu yang tersebar luas di
masyarakat bahwa Sukriah telah mengadakan hubungan intim
dengan bekas pacarnya sewaktu sekolah SMA.
Keluarga kedua belah pihak sebenarnya telah berusaha
merukunkan agar berbaikan kembali tetapi selalu mengalami
jalan buntu hingga tidak berhasil. Oleh karena itu Baduamin

81
putus tekat untuk memutus hubungan perkawinan dengan
Sukriah dan berusaha supaya kedua anaknya diasuh oleh
Baduamin, karena menututnya Sukriah dipandang sebagai
seorang ibu yang tidak pantas diteladani dan telah
berhubungan dengan laki-laki yang tidak bermoral.
Baduamin berusaha menempu langkah-langkah untuk
mengadukan ke Pengadilan Agama untuk bermaksud
menceraikan Sukriah, namun pengetahuan tentang bagaimana
caranya membuat permohonan tidak ada sama sekali.
Nah sekarang baduamin datang menjumpai Anda
meminta tolong untuk dibuatkan permohona n/ gugatan.
Kemudian meminta informasi selengkapnya untuk
kepentingan menyusun surat Permohonan Cerai Talak.
Silahkan Anda mengkonstruksi / memformulasi surat
permohonan penetapan anak agar semuanya diasuh oleh
Baduamin.
Selamat kerjakan dengan cermat dan benar !

DERITA YANG TIADA AKHIR

Hari ini yang penuh kebahagiaan diraih oleh sepasang


remaja (Sangkot dan Minah) sewaktu memasuki gerbang
rumah tangga melalui pernikahan secara agama Islam pada
tanggal 2 Mei 1990 resmi terdaftar di Kantor Urusan Agama
Kecamatan.
Setelah menikah mereka berdua tinggal bersama disebuah
rumah milik orang tua Minah kurang lebih selama 3 tahun,
kemudian pindah rumah yang dikontrak mereka di Jl. Denai
No. 10 Medan.

82
Dari hasil hubungan yang harmonis telah dikaruniai 3
orang anak laki-laki masing-masing bernama Iman, Amin,
dan Aman. Dorongan Minah untuk memajukan karir
suaminya (Sangkot) yang bekerja disebuah perusahaan
sungguh patut dicontoh, dari mulai fikiran, kerja keras bahkan
perhiasan yang dipakainya dikorbankan untuk membiayai
pendidikan suaminya untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi.
Namun sejak Sangkot diangkat menjadi Asisten Manager
diperusahaan tersebut sekitar awal tahun 2000, perangainya
berubah, sering pulang larut malam, jika ditanya alasannya
lembur, rapat dan dinas luar, jika ditegur oleh Minah, Sangkot
marah-marah, sehingga timbul pertengkaran mulut bahkan
Sangkot pernah sekitar akhir Desember tahun 2001 dengan
gayanya angkuh menampar Minah sampai tak sadarkan diri.
Dan sejak itulah hubungan antara Sangkot dan Minah telah
pecah, Sangkot jarang-jarang pulang kerumah, uang belanja
anak dan istrinya tidak pernah diberikan Sangkot hingga
sekarang. Sehingga Minah berusaha dengan keterampilannya
menjahit sambil berjualan Koran untuk memenuhi kebutuhan
hidup bayar sewa rumah dan biaya pedidikan anak-anaknya
yang sekolah.
Dalam keadaan derita yang demikian, terdengar pula isu
bahwa Sangkot telah tinggal bersama perempuan
simpanannya disebuah rumah luar kota.
Mina telah mencoba untuk melaporkan keadaan ini
kepimpinan perusahaan dimana Sangkot bekerja, namun tidak
pernah mendapat tanggapan / ladenan, karena atas sikap
suaminya yang sudah tidak bertanggung jawab. Sehingga
putus tekat untuk bercerai dari suaminya dan menuntut

83
belanja yang sudah hamper 3 tahun tidak diberikan oleh
suaminya (Sangkot), demikian juga tentang pengasuhan anak
dan biaya hidup anak serta pendidikan untuk setiap bulannya
Rp. 3.000.000,- hingga anak-anaknya dewasa atau dapat
mandiri.
Namun minah terbentur karena tidak mengetahui cara
bagaimana supaya bisa bercerai dengan suaminya (Sangkot)
dan menuntut belanja masa lalu, dan pengasuhan anak serta
biaya anak.
Nah oleh karena itu Minah datang menjumpai Anda
meminta tolong diabuatkan surat gugatan. Kemudian anda
meminta informasi selengkapnya dari Minah, untuk bahan-
bahan dalam mengkonstruksi / memformulasi surat gugatan
dengan cermat dan benar setelah anda memperoleh data-
data selengkapnya tentang keadaan rumah tangga mereka;
barulah anda perbuat / susun gugatan dengan baik.
Silahkan kerjakan dan perbuat surat gugatan
dimaksud dengan baik, cermat dan jelas. Selamat bekerja

84
J. Laporan Kegiatan
PERKARA :
Reg. No :
Hakim Majlis/Tunggal :
Hakim Ketua :
Hakim Anggota :
Hakim Anggota :
Panitera Pegganti :
Penggugat/Kuasa :1
2
3
Tergugat/Kuasa :1
2
3
SAKSI :1
2
3
TGL. Persidangan :
Tempat Persidangan :

85
Jalannya Persidangan

86
Panitera Sidang

( )

87
PERKARA :
Reg. No :
Hakim Majlis/Tunggal :
Hakim Ketua :
Hakim Anggota :
Hakim Anggota :
Panitera Pegganti :
Penggugat/Kuasa :1
2
3
Tergugat/Kuasa :1
2
3
SAKSI :1
2
3
TGL. Persidangan :
Tempat Persidangan :

88
Jalannya Persidangan

89
Panitera Sidang

( )

90
PERKARA :
Reg. No :
Hakim Majlis/Tunggal :
Hakim Ketua :
Hakim Anggota :
Hakim Anggota :
Panitera Pegganti :
Penggugat/Kuasa :1
2
3
Tergugat/Kuasa :1
2
3
SAKSI :1
2
3
TGL. Persidangan :
Tempat Persidangan :

91
Jalannya Persidangan

92
Panitera Sidang

( )

93
PERKARA :
Reg. No :
Hakim Majlis/Tunggal :
Hakim Ketua :
Hakim Anggota :
Hakim Anggota :
Panitera Pegganti :
Penggugat/Kuasa :1
2
3
Tergugat/Kuasa :1
2
3
SAKSI :1
2
3
TGL. Persidangan :
Tempat Persidangan :

94
Jalannya Persidangan

95
Panitera Sidang

( )

96
PERKARA :
Reg. No :
Hakim Majlis/Tunggal :
Hakim Ketua :
Hakim Anggota :
Hakim Anggota :
Panitera Pegganti :
Penggugat/Kuasa :1
2
3
Tergugat/Kuasa :1
2
3
SAKSI :1
2
3
TGL. Persidangan :
Tempat Persidangan :

97
Jalannya Persidangan

98
Panitera Sidang

( )

99
K. KETENTUAN BAGI MAHASISWA PRAKTEK KERJA
LAPANGAN

1. Memakai jaket almamater, baju putih, celana/rok gelap.


2. Harus megikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku di PN,
PT, dan PA.
3. Tidak boleh menggangu jalannya pemeriksaan perkara,
serta tidak boleh mencampuri urusan perkara.
4. Semua yang dicatat dan dipelajari selama mengikuti
praktek kerja lapangan, hanya semata-mata untuk
mengetahui ilmiah klinik hukum pengadilan negeri.
5. Dilarang menyiarkan semua informasi/berita-berita yang
diperoleh selama praktek kerja lapangan.
6. Agar menjaga disiplin, tata tertib dan kesopanan, serta
turut menjaga ketentuan-ketentuan yang berlaku, selama
mengikuti sidang klinis hukum.
7. PT, PN dan PA berwenang mengambil tindakan terhadap
Mahasiswa yang melanggar ketentuan-ketentuan yang
berlaku, selama mengikuti sidang klinis hukum.
8. Mahasiswa yang praktek diwajibkan menjaga nama baik
fakultas
9. Setelah selesai praktek kerja lapangan (PKL) Klinik
Hukum Pengadilan Agama, buku ini diserahkan ke
pamong masing-masing.

100
L. Penilaian Dosen
NO Tgl/Hari Kegiatan Nilai Nilai
1 2 3 4 5 Akhir
1
2
3
4
5
Jumlah

Nilai: 1 = Kedisiplinan
2 = Kerapihan dan Penampilan
3 = Kreativitas dan Inovasi
4 = Kerajinan dan Ketekunan
5 = Pemahaman Tentang Materi Praktek
Nilai Akhir = ∑ 5 : 5

Medan,

Dosen Pamong PKL

NIP.

101

Anda mungkin juga menyukai